SlideShare a Scribd company logo
PENATAAN IZIN BATUBARA
DALAM KOORDINASI
DAN SUPERVISI KPK
Tim Penyusun
Agung Budiono
Rizky Ananda WSR
Penyunting
Maryati Abdullah
Penataan Izin Batubara
dalam Koordinasi
dan Supervisi KPK
iv
Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
LAPORAN
ISBN: 987-602-50032-1-9
Tim Penyusun
Agung Budiono
Rizky Ananda Wulan Sapta Rini
Editor
Maryati Abdullah
Desain & Layout
Agus Wiyono
Laporan ini disusun dan diterbitkan oleh Publish What You Pay Indonesia
[Yayasan Transparansi Sumber Daya Ekstraktif] bekerjasama dengan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Hak cipta dilindungi Undang-Undang.
Diperbolehkan untuk mengutip isi laporan dengan mengikuti kaidah
pengutipan yang berlaku.
Edisi I, 2017
Publish What You Pay Indonesia
Jl. Tebet Timur Dalam VIII K No. 12, Tebet, Jakarta 12820, Telp : +6221 - 29069727
Email : sekretariat@pwyp-indonesia.org | Website : www.pwyp-indonesia.org
Fanpage : Publish What You Pay Indonesia | Twitter : @pwyp_indonesia
vPenataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
I
ndonesia adalah produsen batubara terbesar kelima di dunia setelah China, Amerika
Serikat, India dan Australia. Sebelum tahun 2015, Indonesia merupakan eksportir batubara
terbesar di dunia dengan rata-rata produksi yang tercatat di tahun 2012-2015 mencapai
lebihdari400jutatonpertahun.SedangkansumberdayabatubaraIndonesiasaatinimencapai
99,2 miliar ton dengan cadangan terbukti mencapai 13,3 miliar ton, yang mayoritas tersebar di
wilayah Sumatera, Kalimantan dan sebagian Papua.
Jika diasumsikan rata-rata produksi per tahunnya tetap (461 juta ton/tahun) dan tidak ada
penambahan data cadangan terbukti, maka batubara di Indonesia diperkirakan akan habis
dalam kurun waktu 29 tahun mendatang, atau tepatnya hingga tahun 2046. Dari sisi manfaat
bagi perekonomian, kontribusi batubara masih sangat minim, hanya berkontribusi rata-rata
2,5% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional pada kurun waktu 2010-2015 (BPS,
2016). Dari total produksi yang ada, rata-rata hanya 15-25% yang digunakan di dalam negeri
(terutama untuk pembangkit listrik), sementara sebagian besar lainnya diekspor.
Sejarah produksi batubara Indonesia diawali pada periode booming pertama di tahun
1989-1999 (dengan kenaikan produksi mencapai 30% per tahun), kemudian dilanjutkan
dengan booming kedua antara tahun 2009 hingga 2013/2014 terutama yang didukung oleh
desentralisasi kewenangan pemberian izin kepada pemerintah daerah. Kondisi booming
tersebut ternyata menyisakan problem carut marutnya tata kelola batubara yang semakin
kompleks, mulai dari proses penerbitan izin yang tidak sesuai prosedur sehingga muncul
masalah tumpang tindih izin dan atau berada di kawasan hutan konservasi dan hutan
lindung (secara terbuka); lemahnya pengawasan dan penerapan good mining practices
telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hingga meninggalkan bekas lubang
yang menelan korban jiwa; lemahnya pengawasan produksi dan pengapalan, hingga tidak
jarang adanya terpaan isu ekspor yang merugikan keuangan negara; serta masih rendahnya
kepatuhan kewajiban fiskal pelaku usaha kepada negara seperti adanya tunggakan PNBP,
rendahnya rasio pajak pertambangan, hingga minimnya pengalokasian dana jaminan
reklamasi dan pasca-tambang.
Laporan ini menyajikan potret masalah dan capaian dari penataan sektor batubara yang
ditemukan dan disupervisi oleh KPK dalam program koordinasi dan supervisi (Korsup) sektor
pertambangan yang digawangi oleh Divisi Litbang – Deputi Pencegahan KPK. Korsup Minerba
yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN-PSDA)
ini merupakan bagian dari trigger mechanism KPK untuk mencegah adanya tindak pidana
korupsi dan kerugian negara, serta mendorong perbaikan tata kelola yang lebih baik di sektor
Kata Pengantar
vi
pertambangan. Secara garis besar laporan ini meliputi ulasan temuan di sektor batubara dari
aspek administrasi dan kewilayahan. Laporan ini disajikan bersama data dan analisis temuan,
tindak lanjut dan capaian, serta rekomendasi-rekomendasi dalam proses penertiban dan
penataan yang dilakukan oleh Korsup KPK bersama dengan Kementerian ESDM dan instansi
terkait seperti Pemda, pelaku usaha, dan elemen penegak hukum maupun unsur organisasi
masyarakat sipil.
Terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada tim penyusun dan segenap pihak
yang membantu dan mendukung penerbitan laporan ini: Agung Budiono dan Rizky Ananda
yang merupakan tim peneliti sektor batubara dari Publish WhatYou Pay Indonesia; Bapak Dian
Patria dan Mbak Epa Kartika serta tim Korsup Minerba lainnya di Kedeputian Pencegahan KPK;
Mas Agus yang membantu proses lay out, serta pihak-pihak terkait lainnya yang tidak dapat
kami sebutkan satu per satu di sini. Akhir kata, kami sangat terbuka atas masukan, saran dan
kritik dari pembaca dan berbagi pihak, bagi kesempurnaan dan manfaat dari laporan ini bagi
perbaikan tata kelola pertambangan dan sumberdaya alam di Indonesia.
Jakarta, 2 Mei 2017
Maryati Abdullah
Koordinator Nasional
Publish What You Pay Indonesia
viiPenataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
Ringkasan Eksekutif
L
aporan hadir untuk merangkum perjalanan reformasi tata kelola pertambangan
batubara yang diinisiasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Kordinasi
dan Superivisi Sektor Mineral dan Batubara (Korsup Minerba) yang dimulai sejak 2014
hingga 2017. Laporan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan
terhadap aspek penertiban izin khususnya untuk skema Izin Usaha Pertambangan (IUP)
batubara sekaligus capaiannya. Terdapat sejumlah temuan penting dari laporan ini yang
bertujuan untuk mengurai benang kusut tata kelola minerba sejak tahun 1999-2009. Berikut
adalah sejumlah temuan penting yang disarikan dalam laporan ini.
•• Booming perizinan minerba terjadi akibat tidak sinkronnya kebijakan pada masa
transisi peralihan dari era sentralisme menuju otonomi daerah (desentralisasi). Hal
itu mengakibatkan angka perizinan yang tidak terkontrol. Akibatnya jumlah izin
meningkat tajam dari hanya 750 izin di 2001 menjadi sekitar 10 ribu lebih di 2010, di
mana sebanyak 40% diantaranya adalah IUP batubara dengan total luasan mencapai
16,2 juta hektar (Ditjen Minerba, 2013). Sedangkan luasan untuk rezim izin PKP2B
luasannya sekitar 1,95 juta hektar (Ditjen Planologi, 2014).
•• Upaya pemerintah pusat menghimpun data IUP tambang pasca-booming izin guna
disesuaikan dengan rezim UU Nomor 4/2009 Minerba, salah satunya dilakukan melalui
mekanisme rekonsiliasi di tahun 2011 dengan mengkategorikan izin menjadi Clean
and Clear (CnC) dan non-Clean and Clear (non-CnC). Namun, proses yang tidak berjalan
dengan baik mengkibatkan rekonsiliasi juga belum berhasil menghimpun data yang
valid. Penolakan oleh sejumlah daerah terjadi karena terdapat anggapan bahwa
payung hukum dalam menentukan CnC dan non-CnC belum jelas.
•• Korsup Minerba mendorong proses penertiban perizinan yang diarahkan pada
pencabutan/pengakhiran izin yang berstatus non-CnC. Korsup juga mempelopori
dilakukanya verifikasi (overlay) antara izin tambang dengan kawasan hutan, sehingga
penertiban izin juga diarahkan pada pencabutan atau penciutan izin yang berada di
kawasan hutan konservasi, dan hutan lindung yang tidak beroperasi secara bawah
tanah (underground mining) --mandat UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan.
•• Korsup Minerba KPK merekomendasikan adanya payung hukum terkait penertiban
izin yang ditindaklanjuti dengan hadirnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 43/2015
tentang Tata Cara Evaluasi Penertiban IUP di penghujung tahun 2015 dan menjadi
acuan terhadap proses penataan IUP hingga 2017
viii
•• Sejak 2014 hingga April 2017, tercatat sebanyak 776 izin tambang batubara dicabut/
diakhirkan oleh Kepala Daerah yang berwenang, (Bupati dan Gubernur), diketahui izin
yang dicabut mayoritas yang berstatus non-CnC dan masih dalam tahapan eksplorasi.
•• Luasan IUP batubara yang dicabut dan diakhirkan mencapai sekitar 3,56 juta hektar.
Sehingga total luas IUP batubara setelah adanya Korsup Minerba KPK mencapai sekitar
12,6 juta hektar (berdasarkan data per-30 Januari 2017).
•• IUP Batubara yang tersisa hingga April 2017 mencapai 2966 IUP, di mana sebanyak
52% atau 1561 IUP diketahui telah habis masa berlakunya pada Desember 2016.
Untuk sisanya, yakni sebanyak 1405 IUP, SK izinnya masih aktif, namun sebanyak 217
izin masih berstatus IUP non-CnC. Pemerintah daerah harus segera menindaklanjuti
penertiban izin-izin tersebut.
•• Untuk penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan, 102 ribu hektar
konsesi batubara jenis PKP2B terdapat di hutan konservasi. Sementara yang berada di
hutanlindungmencapai 123,8ribuhektar.SedangkanuntukkonsesijenisIUP,terdapat
194,8 ribu hektar di kawasan hutan konservasi dan 519,8 ribu hektar di kawasa hutan
lindung. Sehingga, izin/konsesi batubara yang masih ada di kawasan hutan konservasi
dan hutan lindung luasannya hampir mencapai 940,4 ribu hektar atau 15 % dari seluruh
luasan konsesi minerba di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung.
•• Secara kewilayahan, sebaran konsesi batubara yang berada di kawasan hutan
konservasi dan hutan lindung di seluruh Indonesia sebagian besar berada di wilayah
Papua, Kalimantan Timur, Papua Barat, dan Aceh.
ixPenataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
Daftar Isi
Kata Pengantar ..............................................................................................................................................	v
Ringkasan Eksekutif.....................................................................................................................................	vii
Daftar Isi ............................................................................................................................................................	ix
Daftar Tabel......................................................................................................................................................	x
Daftar Gambar................................................................................................................................................	x
Daftar Singkatan ..........................................................................................................................................	xi
A.	 PENDAHULUAN.......................................................................................................................................	1
1.	 Potret Tata Kelola Perizinan Batubara................................................................................	1
2.	 Ihwal Sengkarut Perizinan........................................................................................................	2
3.	 Moratorium Izin Tambang ........................................................................................................	3
4.	 Rekonsiliasi IUP dan Status Clean and Clear dan Non-Clean and Clear...............	4
5.	 Update Batubara Indonesia ....................................................................................................	5
6.	 Cadangan dan Sumberdaya Batubara Indonesia..........................................................	6
7.	 Periodisasi Perkembangan Batubara Indonesia............................................................	7
B.	 KOORDINASI DAN SUPERVISI MINERBA KPK SEKTOR BATUBARA ............................	11
1.	 Latar Belakang dan Cakupan Korsup Minerba KPK ....................................................	11
2.	 Temuan, Tindak Lanjut dan Capaian Korsup ..................................................................	12
3.	 Aspek Administrasi dan Kewilayahan ................................................................................	13
a.	 Tumpang Tindih Antar-Konsesi/Izin.................................................................................	13
b.	 Masa Berlaku IUP Berakhir....................................................................................................	15
c.	 Konsesi/Izin di Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung.........................................	15
d.	 IUP Non-Clean and Clear........................................................................................................	19
e.	 Tindak Lanjut dan Capaian Penataan...............................................................................	23
4.	 Anomali Peningkatan Luasan Konsesi/Izin di Hutan Konservasi dan Hutan
Lindung..............................................................................................................................................	27
C.	 REKOMENDASI........................................................................................................................................	29
D.	 DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................................	30
E.	 LAMPIRAN.................................................................................................................................................	31
x
Daftar Tabel
Tabel 1. 	 Rekapitulasi IUP Batubara CnC dan Non-CnC Se- Indonesia, 2014 & 2017
Tabel 2. 	 Tumpang Tindih IUP dengan PKP2B (2014)
Tabel 3. 	 Kerangka‘Go’dan‘No Go Zone’Kawasan Hutan bagi Kegiatan Industri Ekstraktif
Tabel 4. 	 Konsesi Pertambangan Minerba di Kawasan Hutan & Area Penggunaan Lain
Tabel 5. 	 Masalah dan Tindak Lanjut dalam Evaluasi CnC Sektor Batubara
Tabel 6. 	 Kategori Masalah Administrasi dan Kewilayahan dalam Rekomendasi CnC yang
Diajukan oleh Pemda
Tabel 7. 	 Pola Umum Temuan dan Tindak Lanjut/Rencana Aksi
Tabel 8. 	 Rekap Jumlah IUP Batubara yang Dicabut/Diakhirkan (Status April 2017)
Tabel 9. 	 Perbandingan Luas Kawasan Konsesi/Izin Batubara di Hutan Konservasi & Hutan
Lindung Tahun 2016 (dalam Hektar)
Daftar Gambar
Gambar 1. 	 Volume Produksi Batubara: Ekspor VS Domestik (dalam Juta Ton)
Gambar 2. 	 Sumberdaya dan Cadangan Batubara Indonesia (dalam Juta Ton)
Gambar 3. 	 Periodisasi Perkembangan Batubara di Indonesia
Gambar 4. 	 Perjalanan Proses Korsup Minerba 2014-sekarang
Gambar 5. 	 IUP Batubara dan Status Berakhirnya SK Izin
Gambar 6. 	 Luas Konsesi Batubara di Hutan Konservasi dan Hutan Lindung Tahun 2014
(dalam Hektar)
Gambar 7. 	 Sebaran Konsesi /Izin Batubara (IUP & PKP2B) di Hutan Konservasi (2014)
Gambar 8. 	 Sebaran Konsesi /Izin Batubara (IUP & PKP2B) di Hutan Lindung (2014)
Gambar 9. 	 Alur Perkembangan Permen 43/2015
Gambar 10. 	 Perkembangan Jumlah IUP Batubara Non-CnC
Gambar 11. 	 Luasan Konsesi /Izin Batubara di Kawasan Hutan Konservasi pada Tahun 2014 &
2017 (dalam Hektar)
Gambar 12. 	 Luasan Konsesi /Izin Batubara di Kawasan Hutan Lindung pada Tahun 2014 &
2017 (dalam Hektar)
Gambar 13. 	 Ilustrasi Hutan tambang (Pixabay)
xiPenataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
Daftar Singkatan
AMDAL	 : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
APBI	 : Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia	
APBN	 : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APL	 : Area Penggunaan Lain	
BARESKRIM	 : Badan Reserse Kriminal 	
BKF	 : Badan Kebijakan Fiskal
BKPM	 : Badan Koordinasi Penanaman Modal
BIG	 : Badan Informasi dan Geospasial
BPKP	 : Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan	
BPS	 : Badan Pusat Statistik	
BUMN	 : Badan Umum Milik Negara
CnC	 : Clean and Clear
DBB	 : Dinas Batu Bara
DHPB	 : Dana Hasil Penjualan Batubara
DIRJEN	 : Direktur Jenderal
DITJEN	 : Direktorat Jenderal
EBTKE	 : Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi	
ESDM	 : Energi dan Sumber Daya Mineral
GN-PSDA	 : Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam	
IUP	 : Izin Usaha Pertambangan
JAMDATUN	 : Jaksa Agung Muda Perdana dan Tata Usaha Negara
JAMINTEL	 : Jaksa Agung Muda Intelijen
KALTARA	 : Kalimantan Utara
KALTIM	 : Kalimantan Timur
KLHK	 : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
KP	 : Kuasa Pertambangan 	
KPK	 : Komisi Pemberantasan Korupsi
PDB	 : Produk Domestik Bruto
MINERBA	 : Mineral dan Batubara
NPWP	 : Nomor Pokok Wajib Pajak
PERMEN	 : Peraturan Menteri
PHT	 : Penjualan Hasil Tambang
PKP2B	 : Penjanjian Karya Pertambangan Pengusahaan Batubara
xii
PLTU	 : Pembangkit Listrik Tenaga Uap
PMA	 : Penanaman Modal Asing
PMDN	 : Penanaman Modal Dalam Negeri
PNBP	 : Penerimaan Negara Bukan Pajak
POLRI	 : Kepolisian Republik Indonesia
PP	 : Peraturan Pemerintah
PWYP	 : Publish What You Pay
RKAB	 : Rencana Kerja dan Anggaran Belanja
SE	 : Surat Edaran
SIE	 : Surat Izin Ekspor
SK	 : Surat Keputusan	
SPE	 : Surat Perjanjian Ekspor
UKL/UPL	 : Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup/Upaya Pemantauan Lingkungan
UU 	 : Undang Undang	
WIUP	 : Wilayah Izin Usaha Pertambangan
WP	 : Wilayah Pertambangan
xiiiPenataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
xiv
Sumber: asgardprojectsolutions.files.wordpress.com
Mayoritas batubara Indonesia masih untuk
memenuhi pasar ekspor, sementara tata kelola
perizinan dan industri di dalam negeri masih
menyisakan problem yang critical.
1Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
A. Pendahuluan
1.	 Potret Tata Kelola Perizinan Batubara
Industri batubara merupakan salah satu penopang perekonomian nasional dan beberapa
daerah di Indonesia. Kendati demikian, sebagai komoditas yang memanfatkan banyak lahan
(land use), batubara belum berkontribusi optimal kepada kesejahteraan rakyat. Kondisi
tersebut disebabkan oleh celah kebijakan yang berimbas pada kebocoran penerimaan negara
sepanjang rantai nilai batubara. Salah satu rantai nilai batubara yang penting untuk disorot
adalah sektor hulu, yaitu pada aspek perizinan. Celah kebijakan banyak dimanfaatkan oleh
pelaku rente sehingga membuat penerbitan izin batubara tidak terkendali. Kondisi tersebut
terjadi pada rentang tahun 1999-2012
Pemberian izin penggunaan lahan pada daerah kaya sumber daya alam kerap dikaitkan
dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada). Hal ini dapat dilihat dari adanya
kecenderungan eskalasi pemberian Kuasa Pertambangan (KP)-istilah perizinan di rezim UU
11/1967-yang saat ini telah berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP), berdasarkan
UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Izin yang diberikan kepala daerah kepada pelaku usaha
diduga banyak disertai dengan ada imbal jasa (kickback) dalam bentuk suap atau gratifikasi.
Kondisi tersebut diperparah dari rantai pengawasan yang tidak ketat oleh penyelenggara
negara. Karena itu, booming izin pertambangan yang tidak disertai pengawasan yang tepat
memicu dampak sosial dan lingkungan serta kerugian negara dari penerimaan.
Pemberian izin yang tidak terkendali berimbas pada permasalahan tata kelola
pertambangan batubara di rantai proses bisnis lainnya, antara lain:
•	 	Terbitnya ribuan izin pertambangan (mineral dan batubara) tanpa melalui proses
uji tuntas (due diligence) atas kewajiban dan kepatuhan yang memadai sehingga
meninggalkan sejumlah permasalahan seperti tumpang tindih izin baik sesama
komoditas dan komoditas lain, maupun tumpang tindih dengan kawasan hutan
konservasi dan hutan lindung; keberadaan perusahaan yang diragukan seperti alamat
yang tidak jelas, kecukupan modal yang dipertanyakan, serta status IUP Eksplorasi
dan Operasi Produksi yang dikeluarkan tanpa adanya komitmen pengalokasian dana
reklamasi dan pasca-tambang.
•	 	Lemahnya pengawasan, seperti minimnya jumlah dan lemahnya fungsi inspektur
tambang dan tidak adanya penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) di sektor Minerba;
praktik pertambangan yang tidak sesuai prosedur praktek pertambangan yang baik
memunculkan dampak lingkungan seperti dampak buruk bagi lingkungan dan adanya
sisa lubang bekas tambang yang ditinggalkan tanpa reklamasi;
•	 	Pengawasan produksi dan penjualan serta pengawasan aliran penerimaan negara
yang tidak ketat, memunculkan indikasi adanya ekspor ilegal, produksi yang tidak
sejalan dengan rencana kerja (RKAB).
2
Hasil kajian KPK di sektor batubara pada tahun 2011 yang mengungkap berbagai
permasalahan di pertambangan batubara mendorong KPK untuk melakukan Koordinasi dan
Supervisi(Korsup),khususnyadisektorPertambanganMineraldanBatubara(Minerba).Sejumlah
temuan pada kajian tersebut melahirkan beberapa rekomendasi tindak lanjut, diantaranya:
•	 Perlunya dilakukan perbaikan regulasi, misalnya berupa Peraturan Menteri (Permen);
•	 Perlunya dilakukan penguatan kelembagaan;
•	 Perlu adanya perbaikan ketatalaksanaan perizinan;
•	 Perlunya dibangun database minerba, salah satunya melalui Minerba One Map
Indonesia (MOMI);
•	 Pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban pemda dan pelaku usaha;
•	 Mendorong penetapan batas wilayah pertambangan;
•	 Membenahi IUP melalui proses Clean and Clear (CNC); dan
•	 Perlu adanya pelatihan inspektur tambang untuk menguatkan pengawasan.
Korsup juga merupakan salah satu mandat yang dimiliki KPK sesuai dengan tugas dan
kewenangan KPK pada pasal 14 UU No 30/2002 tentang KPK yaitu,
•	 Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga
negara dan pemerintah.
•	 Memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan
perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian sistem pengelolaan administrasi tersebut
berpotensi korupsi.	
•	 Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran KPK mengenai usulan perubahan
tersebut tidak diindahkan.
Selain itu, isu batubara merupakan bagian dari rencana strategi KPK 2011-2015 yang salah
satunya berfokus pada perbaikan sektor strategis terkait kepentingan nasional (national
interest) meliputi ketahanan energi dan lingkungan (migas, pertambangan dan kehutanan)
serta penerimaan negara (pajak, bea dan cukai, serta PNBP). Korsup Minerba juga lahir sebagai
trigger mechanism yang dijalankan KPK untuk melakukan pencegahan korupsi di sektor-sektor
tertentu melalui koordinasi dan supervisi dengan kementerian/lembaga terkait
2.	 Ihwal Sengkarut Perizinan
Jika ditarik mundur, sengkarut tata kelola tambang minerba yang memicu booming
perizinan tambang terjadi pasca-ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75/2001
tentang Penyerahan Kewenangan Pertambangan kepada Pemerintah Daerah yang merupakan
turunan UU Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). PP Nomor 75/2001
itu mulanya dimaksudkan sebagai jembatan perantara antara UU Nomor 11/1967 tentang
Pertambangan dengan UU Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Konsekuensi lahirnya PP Nomor 75/2001 tersebut secara umum memberikan kewenangan
pengelolaan sektor pertambangan secara utuh kepada Pemda di tingkat Kabupaten/Kota,
sehingga memicu ketidaksinkronan dengan UU Nomor 11/1967 tentang Pertambangan.
3Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
Berdasarkan data pada tahun 2001, izin tambang yang tercatat oleh pemerintah pusat
diketahui hanya sebanyak 750-an izin, namun dengan peralihan kewenangan pemberian izin
di era desentralisasi, angka izin minerba berkembang secara tidak terkontrol menjadi 8.000-an
lebih di tahun 2008 (Tri Haryati, 2013). Angka tersebut melonjak lebih signifikan lagi menjadi
10.900-an lebih di tahun rentang 2010 hingga 2014. Dari angka tersebut 40% diantaranya
adalah IUP batubara dengan total luasan mencapai mencapai 16,2 juta hektar (Ditjen Minerba,
2013). Sedangkan luasan untuk rezim izin PKP2B luasanya sekitar 1,95 juta hektar (Ditjen
Planologi, 2014).
Kelahiran UU Nomor 4/2009 tentang Minerba menjadi titik balik baru dalam tata kelola
pertambangan. UU Minerba diharapkan mampu menyelesaikan sejumlah masalah dari
regulasi pertambangan sebelumnya dan menyesuaikan dengan semangat desentralisasi. UU
Minerba telah mengakhiri skema/model kontrak/perjanjian dan beralih ke bentuk IUP yang
terdiri atas IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi. UU ini memandatkan pada seluruh KP
yang ada untuk dikonversi menjadi IUP.
3.	 Moratorium Izin Tambang
Pasca-diterbitkannya UU Minerba Nomor 4/2009, Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba
meresponnya dengan menerbitkan dua Surat Edaran (SE) untuk dilakukannya moratorium
penerbitan IUP baru, yakni:
1.	 SE Nomor 03/2009 tertanggal 30 Januari 2009 tentang Perizinan Pertambangan
Mineral dan Batubara Sebelum Terbitnya Peraturan Pemerintah Sebagai Pelaksanaan
UU Nomor 4/2009. SE ini ditujukan kepada seluruh gubernur dan bupati/walikota
agar menghentikan sementara penerbitan IUP baru sampai dengan diterbitkannya
Peraturan Pemerintah (Poin 2 Surat Edaran);
2.	 SE Nomor 08/2012 tentang Penghentian Sementara Penerbitan IUP Baru Sampai
Ditetapkannya Wilayah Pertambangan (WP). Surat Edaran yang menegaskan soal
moratorium ini diterbitkan tiga tahun dari SE Nomor 03/2009 tepatnya pada tanggal 6
Maret 2012 dan ditujukan kepada gubernur dan bupati/walikota di seluruh Indonesia.
Dengan terbitnya SE itu, maka gubernur dan bupati/walikota seluruh Indonesia
diminta untuk menghentikan penerbitan IUP baru sampai ditetapkannya WP.
KeduaSEtersebutmerupakanpedomanbagiDinasPertambanganProvinsidanKabupaten/
Kota di seluruh Indonesia untuk melaksanakan moratorium (penghentian sementara) IUP. Bagi
kepala daerah yang melanggar akan ada sanksi tegas yang dijatuhkan, bahkan dapat dipidana.
Sedangkan bagi perusahaan yang melanggar maka semua izin usahanya akan dicabut oleh
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Menurut Sawitri (2013), sayangnya moratorium dalam praktik di beberapa daerah kerap
“diakali” dengan tanggal permohonan izin tambang yang dibuat mundur (backdate), seolah-
olah permohonan IUP diajukan sebelum tahun 2009. Hal ini bertujuan agar permohonan izin
tambang dapat diproses segera tanpa harus melalui lelang1
.
1	 Konfirmasi juga kembali dilakukan kepada Tim SDA KPK yang mengemukakan indikasi backdate izin
terjadi di sejumlah daerah.
4
Indikasi kuat adanya backdate dari SK penerbitan IUP ini tampak dari adanya peningkatan
jumlah izin tambang yang terindentifikasi di tingkat pusat, dari hanya 8.000-an izin di akhir
2008 menjadi sekitar 10.900-an di akhir 2011, sehingga ada IUP yang diduga lahir pada rentang
2009-2011, yang jumlahnya mencapai 2900-an izin lebih.
4.	 Rekonsiliasi IUP dan Status Clean and Clear dan Non-Clean and Clear
Minimnya validitas data dan banyaknya permasalahan turunan akibat lonjakan perizinan
di era desentralisasi membuat Kementerian ESDM melalui Ditjen Minerba berinisiatif
mengadakan rekonsiliasi nasional data IUP pada 3-6 Mei 2011. Rekonsiliasi itu yang bertujuan
untuk mendapatkan data pasti dalam proses penataan IUP yang diterbitkan Pemda seluruh
Indonesia.
Untuk menyaring keberadaan tambang tersebut, maka dilakukan identifikasi melalui
penetapan status CnC dan non-CnC yang diharapkan untuk mendapatkan data IUP nasional,
sekaligus untuk mempercepat proses penyesuaian KP menjadi IUP sebagaimana diamanatkan
oleh PP Nomor 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara.
Pada momen rekonsiliasi, pemerintah daerah (Bupati/Walikota/Gubernur) menyerahkan
seluruh IUP yang diterbitkan beserta kelengkapan seluruh dokumen pendukungnya antara
lain: kelengkapan administrasi seperti Surat Keputusan (SK) penerbitan IUP yang masih berlaku
beserta lampiran peta dan koordinat, dokumen yang menunjukkan tidak terjadi tumpang
tindih antar izin dan komoditas, dokumen terkait kewajiban keuangan, serta persetujuan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Berdasarkan verifikasi dan klasifikasi tersebut, IUP dikelompokkan menjadi IUP CnC dan
IUP non-CnC. Data yang dihimpun oleh pemerintah dalam proses rekonsiliasi IUP nasional itu
digunakan untuk melakukan penataan KP/IUP, khususnya terhadap KP/IUP yang diterbitkan
oleh Pemda.
Secara umum, IUP CnC adalah IUP yang proses penerbitannya telah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak memiliki permasalahan administrasi
dan tumpang tindih kewilayahan dan komoditas. Sebaliknya, IUP Non-CnC merupakan IUP
yang memiliki permasalahan dalam proses penerbitannya dan/atau memiliki permasalahan
tumpang tindih kewilayahan.
Selanjutnya bagi IUP yang telah menyandang status CnC, dapat ditingkatkan untuk
mendapatkan sertifikat CnC dengan catatan selain tidak bermasalah secara administrasi dan
tumpang tindih kewilayahan, IUP tersebut juga telah memenuhi seluruh kewajiban finansial
(baik pajak dan non-pajak), memenuhi kewajiban persyaratan teknis seperti laporan akhir
eksplorasi, laporan studi kelayakan dan laporan lingkungan seperti AMDAL, UKL/UPL (Upaya
Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan), serta rencana reklamasi dan pasca tambang
beserta persetujuannya.
Upaya rekonsiliasi ini bukan tanpa hambatan dan perdebatan. Banyak kabupaten/kota
dan provinsi yang tidak juga patuh untuk menyampaikan datanya, lantaran dianggap proses
rekonsiliasi ini tidak memiliki payung hukum yang jelas. Selain itu, pemerintah daerah juga ada
5Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
yang menyalahkan pemerintah pusat akibat tidak dilaksanakannya tugas pokok dan fungsi
pemerintah pusat dalam mekanisme pengawasan.
Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintah melalui sejumlah regulasi mulai
mempersyaratkan CnC dalam pemberian layanan perizinan, termasuk perizinan angkut jual,
surat izin ekspor (SIE), surat persetujuan ekspor (SPE), dan perubahan investasi.
Kebijakan penataan IUP terus berjalan seiring dengan terbitnya UU Nomor 23/2014
tentang Pemerintahan Daerah yang menarik kewengan bupati/walikota sebagai pemberi
izin kepada gubernur. Selain itu, terbit juga Permen ESDM Nomor 43/2015 Tentang Tata
Cara Evaluasi Penerbitan IUP yang memperkuat mekanisme evaluasi dan penertiban izin,
dan khususnya melalui mekanisme audit CnC. Permen 43/2015 lahir setelah Korsup KPK
merekomendasikan pentingnya payung hukum dalam penataan perizinan.
5.	 Update Batubara Indonesia
Indonesia merupakan negara produsen batubara urutan kelima dunia setelah China,
Amerika Serikat, India dan Australia (BP Statistical Review, 2016). Produksi batubara Indonesia
sepanjang2012-2015rata-ratamencapailebihdari400jutatonsetiaptahun.Kendatidemikian,
Indonesia merupakan eksportir batubara terbesar di dunia sebelum disalip Australia pada
tahun 2015. Sekitar 75%-85% dari volume produksi batubara Indonesia diekspor, sedangkan
sisanya digunakan untuk kebutuhan domestik dengan peruntukan utama sebagai bahan
bakar pembangkit listrik. Namun, kontribusi batubara terhadap produk domestik bruto (PDB)
masih sangat minim, rata-rata hanya berada di kisaran 2,5% sepanjang 2010-2015 dari kisaran
4-5% PDB pertambangan secara umum pada periode yang sama (BPS, 2016).
Gambar 1.
Volume Produksi Batubara: Ekspor VS Domestik (dalam juta ton)
Sumber: Laporan Kinerja Ditjen Minerba (2015-2016), Kementerian ESDM & APBI (2016)
2005
EksporProduksi Batubara Domestik
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
154
194
217
240
254
275
353
412
474
458 461
434
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
103
142
163
191 198
210
287
345
402
382
366
343.5
51 52 54 49 56 65 66 67 72 76 87 90.5
6
Berdasarkan data runut waktu, lonjakan produksi batubara mulai mengalami peningkatan
pada rentang tahun 1989 hingga 1999. Volume produksi batubara pada kurun waktu tersebut
meningkat dari 4,43 juta ton menjadi 80,89 juta ton dengan tingkat pertumbuhan yang
sangat signifikan, tiap tahunnya hampir mencapai 30%. Selanjutnya, angka volume produksi
batubara Indonesia terus tumbuh hingga menyentuh rekor tertingginya di angka 400-an
juta ton pada tahun 2012 hingga dua tahun setelahnya. Pada tahun 2015 dan 2016 angka
produksi mengalami penurunan sebagai konsekuensi dari turunnya harga batubara dunia
dan antisipasi yang dilakukan China untuk mengerem laju penggunaan Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) di negaranya. Industri tambang batubara kembali bergeliat di penghujung
2016 yang ditunjukkan dengan peningkatan harga batubara dunia dan Harga Batubara Acuan
(HBA) yang cukup signifikan.
Dalam kerangka kebijakan energi nasional, komoditas batubara juga mendapatkan
perhatian khusus melalui Peraturan Presiden No 22/2017 tentang Rencana Umum Energi
Nasional (RUEN). Terdapat sejumlah rencana aksi kegiatan yang dimandatkan oleh Perpres
terkait batubara kepada Kementerian ESDM untuk ditindaklanjuti menjadi kebijakan nasional
yang tentunya akan berdampak pada industri batubara. Poin-poin penting yang berkaitan
sektor batubara antara lain:
•	 	Mengendalikan produksi batubara maksimal sebesar 400 juta ton mulai tahun 2019.
•	 	Mengurangi porsi ekspor batubara secara bertahap dan menghentikan ekspor
batubara paling lambat tahun 2046, dalam rangka memprioritaskan kebutuhan dalam
negeri.
•	 	Menghentikan ekspor batubara pada saat kebutuhan dalam negeri mencapai 400 juta
ton.
•	 	Memanfaatkan batubara sebagai andalan untuk menyeimbangkan pasokan energi
primer sebesar minimal 30% pada tahun 2025 dan minimal 25% pada tahun 2050,
dengan menggunakan teknologi bersih.
•	 	Moratorium pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan
Khusus (IUPK) batubara di hutan alam primer dan lahan gambut yang berada di hutan
konservasi, hutan lindung, hutan produksi, dan area penggunaan lain.
6.	 Cadangan dan Sumberdaya Batubara Indonesia
Berdasarkan data Badan Geologi tahun 2016, Indonesia memiliki sumberdaya batubara
mencapai 99,2 miliar ton dengan cadangan terbukti mencapai 13,3 miliar ton dari seluruh
jenis izin pertambangan batubara yang sedang berjalan. Cadangan terbukti tersebut
dikontribusikan oleh Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sebesar
41,3 %, IUP Penanaman Modal Asing (PMA) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar
11%, dan IUP Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar 47,7%. Dengan asumsi laju
produksi batubara tetap seperti tahun 2015 (461 juta ton/tahun) dan data cadangan terbukti
tetap seperti sekarang (13,3 miliar ton), maka cadangan terbukti batubara di Indonesia
diperkirakan akan habis dalam kurun waktu 28,85 tahun mendatang, tepatnya di tahun 2046.
7Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
Secara kewilayahan, mayoritas sumberdaya dan cadangan batubara di Indonesia
terkonsentrasi di dua pulau besar, yaitu Sumatera (50%) dan Kalimantan (49,5%), sisanya
tersebar di pulau-pulau lain seperti Papua. Saat ini, lokasi eksploitasi batubara sebagian besar
berada di wilayah Kalimantan (93%) dan selebihnya (7%) di wilayah Sumatera. Sementara dari
sisi kualitas, batubara Indonesia terdiri atas kualitas menengah (63%), kualitas rendah (29%),
kualitas tinggi (5%), dan kualitas sangat tinggi (3%).
Gambar 2.
Sumberdaya dan Cadangan Batubara Indonesia (dalam Juta Ton)
Sumber: Badan Geologi, 2016
7.	 Periodisasi Perkembangan Batubara Indonesia
Sejarah pertambangan batubara di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak zaman
penjajahan Belanda, namun saat itu volumenya belum begitu besar. Dalam klasifikasi Lacurelli
(2010), setidaknya terdapat tiga fase dalam perkembangan batubara di Indonesia hingga
periode tahun 2009, terutama apabila dihubungkan dengan pertumbuhan volume produksi.
Periodisasi oleh Lucarelli ini dikembangkan lebih lanjut oleh laporan ini dengan menambahkan
satu periode yakni periode penyesuaian dan penataan (2010 – sekarang). Periodisasi tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.	 	Periode Perkembangan (Formative Period), 1967-1998. Pada periode ini lahir dua
regulasi kunci atas dibukanya investasi sektor batubara di Indonesia, yaitu UU Nomor
1/1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU Pertambangan Nomor 11/1967
yang membuka pintu bagi investasi asing di sektor pertambangan mineral dan
batubara. Pada periode ini lahir berbagai bentuk konsesi batubara dalam bentuk KP.
60.000,00
50.000,00
40.000,00
30.000,00
20.000,00
10.000,00
-
Tereka Tertunjuk Terukur Total Terkira Terbukti Total
PKP2B 14.748,90 13.892,26 15.168,58 43.808,75 4.815,72 5.475,57 10.291,29
IUP PMA DAN BUMN 1.635,40 2.187,17 1.777,07 5.599,64 1.966,87 1.463,93 3.430,80
IUP PMDN 15.816,77 14.271,91 19.779,23 49.867,91 12.389,50 6.329,02 18.718,52
PKP2B IUP PMA DAN BUMN IUP PMDN
8
b.	 	PeriodeLepasLandas(Take-offperiod),1989-1999. Secaraumumperiodeiniadalah
titik balik dari industri batubara, di mana terjadi pertumbuhan produksi signifikan
dalam 10 tahun lebih dari 2000% dari hanya 4,43 juta ton di tahun 1989 menjadi 80,89
juta ton di tahun 1999. Pada periode ini ditandai oleh masuknya investasi di sektor
batubara dari pemodal asing dengan hadirnya PKP2B Generasi I sebanyak 10, yang
lahir pada rentang tahun 1981–1989. Selanjutnya, PKP2B Generasi II sebanyak 18, yang
lahir pada tahun 1994-1996 dan PKP2B Generasi III sebanyak 113, pada periode 1997-
2000.
c.	 	Periode Otonomi Daerah (The localization period), 2000-2009. Proses transisi
pasca-kejatuhan rezim Suharto mengubah arah pelimpahan kewenangan dari
Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah yang terjadi secara masif sehingga memicu
sengkarut kewenangan perizinan yang berakibat pada tidak terkendalinya izin-izin
tambang yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah. Otonomi daerah ditafsirkan
sebagai kewenangan mutlak untuk membagi-bagi izin tambang sampai tidak ada
izin tambang yang tersisa lagi untuk bisa diberikan kepada Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD). Pada periode 2001–2009 sektor pertambangan dapat dikatakan mengalami
chaos, dimana dalam periode tersebut sektor pertambangan batubara berkembang
hampir tanpa pengawasan baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi.
Bahkan muncul adagium, otonomi ditafsirkan tergantung pada kearifan para Bupati
dan DPRDnya.
d.	 	Periode Penyesuaian dan Penataan, 2010-Sekarang. Periode ini ditandai dengan
adanya penyesuaian/penyelarasan dan penataan kembali otonomi daerah yang
berimplikasi pada sektor pertambangan. Dari sisi regulasi, periode ini ditandai dengan
lahirnya UU Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba)
dan lima tahun kemudian lahir UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah
yang mengalihkan kewenangan perizinan ke provinsi, berbeda dari UU Pemda
sebelumnya Nomor 32/2004 yang memberikan kewenangan pada Bupati/Walikota.
Pada periode ini, KP disesuaikan menjadi IUP sesuai dengan UU Minerba, sedangkan
PKP2B pada akhirnya akan diarahkan menjadi IUP Khusus melalui renegosiasi untuk
melakukan amandemen, yang hingga kini prosesnya masih belum selesai seluruhnya.
Pada periode ini terdapat proses evaluasi dan semacam audit izin melalui kebijakan
pemberian status dan sertifikat CnC sebagai upaya untuk melakukan penataan
pertambangan. Penertiban yang cukup progresif juga dilakukan melalui dukungan
KPK dalam mekanisme Korsup yang secara formal dimulai sejak tahun 2014. Korsup
ini melibatkan kerja sama dengan Kementerian/Lembaga sektoral dan penegak
hukum terkait, serta peran aktif Pemerintah Daerah baik tingkat Kabupaten/Kota dan
Provinsi di seluruh Indonesia. Periode ini juga ditandai dengan ditariknya kewenangan
pemerintah kabupaten/kota dalam memberikan IUP dan pengawasan pertambangan
ke pemerintah provinsi melalui UU Nomor 23/2014.
9Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
Gambar 3.
Periodisasi Perkembangan Batubara di Indonesia
Sumber: Lucarelli (2010) dan PWYP Indonesia (2017)
Periode
Penyesuaian dan
Penataan
2010-sekarang
Periode Otonomi
(The Localization
Period)
2000-2009
Periode Lepas
Landas
(Take-off Period)
1989-1999
Periode
Perkembangan
(Formative Period)
1967-1980
10
Sumber: ft.com
KPK bersama Kementerian ESDM dan Pemerintah
Daerah, berkolaborasi dengan organisasi masyarakat
sipil dan NGOs menginisiasi upaya penertiban dan
penataan sektor batubara melalui Koordinasi dan
Supervisi sektor Minerba dalam Gerakan Nasional
Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA).
11Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
B. Koordinasi dan Supervisi
Minerba KPK Sektor Batubara
1.	 Latar Belakang dan Cakupan Korsup Minerba KPK
Korsup Minerba merupakan bagian dari Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya
Alam (GN-PSDA) yang dinisiasi KPK awal tahun 2014, diawali dengan kick-off meeting antara
KPK dan jajaran Kementerian/Lembaga dan Penegak Hukum terkait yang dihadiri oleh kepala-
kepala daerah di bulan Februari 2014. Pada awalnya, wilayah cakupan Korsup Minerba terbatas
di 12 provinsi dengan izin pertambangan minerba terbanyak di Indonesia2
. Namun, setelah
diadakan pertemuan puncak pada akhir 2014, cakupan wilayah Korsup bertambah 19 provinsi
lainnya, 3
sehingga total menjadi 31+1 Provinsi (ditambah Kalimantan Utara yang merupakan
pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur). Total cakupannya mencapai 162 Kabupaten/Kota
penghasil Minerba terlibat dalam Korsup ini. Terdapat lima (5) sasaran utama yang harus
dilakukan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam Korsup Minerba, antara lain:
•	 Pelaksanaan Penataan IUP
•	 Pelaksanaan Kewajiban keuangan pelaku IUP
•	 Pelaksanaan pengawasn produksi dan penjualan minerba
•	 Pelaksanaan kewajiban pengolahan dan pemurnian
•	 Pelaksanaan kewajiban pengelolaan lingkungan
Pelaksanaan Korsup Minerba ini meliputi studi awal sebagai baseline, rapat koordinasi,
penyusunan rencana aksi bersama instansi terkait, serta melakukan monitoring, koordinasi,
dan supervisi capaian rencana aksi yang telah disusun oleh berbagai instansi terkait. Hingga
sekarang, Korsup Minerba masih berlangsung, dan sejak Februari 2016 bertansformasi menjadi
bagian dari Korsup Energi dengan perluasan cakupan sektor yang meliputi Migas, Kelistrikan,
serta Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE). Gambar 4 adalah lini masa dari
perjalanan Korsup Minerba hingga Korsup Energi KPK.
2	 12 Provinsi: Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara, dan Maluku Utara
3	 19 Provinsi: Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara
Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,
Bengkulu, Lampung, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara, Papua dan Papua Barat
12
Gambar 4.
Perjalanan Proses Korsup Minerba 2014-sekarang
Sumber: Korsup Minerba KPK
2.	 Temuan, Tindak Lanjut dan Capaian Korsup
Pola umum permasalahan perizinan pertambangan batubara secara umum meliputi aspek
administratif seperti kelengkapan syarat izin, alamat perusahaan yang tidak jelas, tumpang
tindihperizinan,problemtataruangdankewilayahan,kewajibanfinansial,sertaketidakpatuhan
ketentuan reklamasi dan pasca-tambang. Persoalan administrasi dan kewilayahan sebagian
besar disebabkan oleh kelemahan dan ketidaksinkronan database antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah. Di bawah ini adalah tabel perizinan batubara saat pertama kali
Korsup Minerba dilakukan pada 2014 dan tiga tahun setelahnya. Secara umum, dapat terlihat
kinerja Korsup Minerba, yakni terjadinya penurunan jumlah IUP Batubara pasca-adanya Korsup
Minerba.
Tabel 1.
Rekapitulasi IUP Batubara CnC dan Non-CnC Se- Indonesia, 2014 & 2017
 
Status
IUP Batubara (Desember 2014) IUP Batubara (April 2017)
Eksplorasi
Operasi Produksi
(OP)
Eksplorasi
Operasi Produksi
(OP)
CNC 1.391 1.028 899 1.300
Non-CNC 991 382 535 236
Sub Total 2.382 1.410 1.434 1.536
TOTAL 3.792 2.970
Sumber: Ditjen Minerba, 2014 & 2017
Jan-Feb 2014
Kick off meeting
Korsup Minerba di
KPK
Agu-Des 2015
Pelaksanaan Monev
Korsup di 19
Provinsi
Feb-Jul 2014
Kick off Korsup
Minerba di 12
Provinsi
31 Okt 2015
Keputusan dan
Rekomendasi Final
Tindak Lanjut
Korsup Minerba di
32 Provinsi
Agu-Nov 2014
Monev Korsup
Minerba di 12
Provinsi
Feb 2016-sekarang
Korsup Energi:
Minerba, Migas,
Kelistrikan dan
EBTKE
Jan-Jul 2015
Kick off
Pelaksanaan
Korsup Minerba di
19 Provinsi
13Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
3.	 Aspek Administrasi dan Kewilayahan
a.	 Tumpang Tindih Antar Konsesi/Izin
Basis data yang lemah menyebabkan banyak terjadinya tumpang tindih antar izin/konsesi
serta lambatnya tindak lanjut dari pengakhiran dan pencabutan izin-izin yang telah
berakhir atau habis masa berlakunya. Hal tersebut juga dikarenakan lemahnya koordinasi
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sehingga IUP yang dikeluarkan oleh
Pemda ternyata masih masuk dalam wilayah izin yang dikelola oleh pusat seperti KK/
PKP2B. Berikut adalah dua contoh model kasus yang saling tumpang tindih antar izin:
Tumpang Tindih IUP dengan PKP2B
Berdasarkan temuan Korsup KPK tahun 2014, tumpang tindih IUP dengan PKP2B jumlahnya
mencapai 50-an izin, sebagian besar berada di wilayah Kalimantan dan sebagian kecil di
Sumatera Selatan. Hal itu terutama terjadi pada saat terjadi konversi dari KK menjadi IUP,
dimana wilayah/area IUP yang diterbitkan oleh Pemda tersebut ternyata masih menjadi
area PKP2B.
Tabel 2.
Tumpang Tindih IUP dengan PKP2B (2014)
NO PKP2B Lokasi
Penerbit IUP
(Prov/Kab/Kota)
Jumlah
IUP
1 Tanjung Alam Jaya Banjar Banjar (1 IUP) 1
2 Ekasatya Yanatama Tanah Bumbu Kotabaru (2 IUP) 2
3 Kadya Caraka Mulia Banjar Banjar (1 IUP) 1
4 Trubando Coal Mining Kutai Barat Barito Utara (1 IUP) 1
5 Borneo Indobara Tanah Bumbu SK Menteri (1
kk:Pelsart)
1
6 Bharinto Ekatama Barito Utara & Kutai Barat Kutai barat (1 IUP) 1
7 Asmin Bara Bronang Kapuas dan Murungraya Kapuas (7 IUP) 7
8 Antang Gunung
Meratus
Hulu sungai selatan, Hulu
sungai tengah, Banjar,
Taipin
Hulu Sungai (1 IUP) 1
9 Suprabari Mapindo
Mineral
Barito Utara Barito Utara (1 IUP) 1
10 Interex Sacra Raya Pasir dan Tabalong Tabalong (1 IUP) 1
11 Bangun Banua Persada
Kalimantan
Banjar dan Tapin Tapin (1 IUP) 1
12 Intitirta Primasakti Sarolangun, Batanghari,
Musi Banyuasin
Batanghari (4 IUP)
Sarolangun (6 IUP)
10
13 Firman Ketaun Perkasa Kutai barat Kutai Barat (2 IUP) 2
14
14 Nusantara Termal Coal Bungo Bungo (1 IUP) 1
15 Singlurus Pratama Kutai Kartanegara; Kota
Balikpapan; Penajam
Paser Utara
Penajam Paser Utara
(1 IUP)
1
16 Arutmin Indonesia Tanah Bumbu; Tanah
Laut; Kotabaru
Tanah Bumbu (8 IUP)
Kotabaru (3 IUP)
11
17 Multi Tambangjaya
Utama
Barito Selatan; Bario
Utara; Barito Timur
Barito Timur (3 IUP) 3
18 Perkasa Inakakerta Kutai Timur Kutai Timur (2 IUP) 2
19 Juloi Coal Murungraya Murungraya (1 IUP) 1
20 Kalimantan Energi
Lestari
Kotabaru SK Menteri (1KK:
Pelsart)
1
Jumlah 50
Sumber: Bahan Paparan Dirjen Minerba, Jakarta, 27 Agustus 2014
Tumpang Tindih Antar IUP
Antar IUP juga mengalami tumpang tindih. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh
permasalahan batas wilayah, dimana belum adanya penetapan batas wilayah dari suatu
kabupaten/kota maupun provinsi. Kasus KalimantanTimur dan Kalimantan Utara di bawah
ini menggambarkan kondisi tersebut (Ditjen Minerba, 2016).
Kalimantan Timur
Terdapat permasalahan batas wilayah antara IUP batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara
denganIUPbatubaradiKabupatenKutaiTimur.Sejumlahupayauntukmenengahipersoalan
tersebut telah dilakukan sebelumnya, yaitu dengan adanya kesepakatan Tim Penegasan
Batas Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Tim Penegasan Batas Daerah Kabupaten
Kutai Timur yang mana kesepakatan tersebut dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan
Batas tanggal 3 Desember 2010, dan Surat Penegasan Batas Gubernur Kalimantan Timur
No. 136/9187/BPPWK-C/X/2012 tanggal 31 Oktober 2012 (Dirjen Minerba). Sebagai upaya
tindak lanjut penyelesaiaanya, Kementerian ESDM membentuk Tim Kordinasi yang terdiri
dari Ditjen Minerba, Jamdatun Kejaksaan Agung, Jamintel Kejaksaan Agung, Bareskrim
POLRI dan BPKP. Tim ini merekomendasikan: “Dalam hal belum ditetapkannya batas
administratif Kab. Kutai Kartanegara dan Kab. Kutai Timur, permohonan CnC PT. XXX dapat
diproses mengacu pada batas indikatif wilayah yang dikeluarkan oleh Badan Informasi dan
Geospasial (BIG)”
Kalimantan Utara
Tumpang tindih IUP terjadi akibat belum adanya penetapan batas wilayah administratif
definitif antara Kabupaten Tana Tidung dengan Kabupaten Nunukan. Penyelesaiannya
mengikutipenyelesaiankasustumpangtindihbatasadministrasiIUPdiProvinsiKalimantan
Timur sesuai kesepakatan Tim Koordinasi Penyelesaian permasalahan IUP yang dibentuk
15Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
oleh Kementerian ESDM. Selanjutnya Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) melalui
surat tanggal 3 Mei 2016 kepada Menteri ESDM, meminta penerbitan Sertifikat CnC PT.
XXX sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Surat Dirjen Minerba ke Gubernur Kalimantan Utara pada bulan Juni 2016
menyampaikan bahwa Penetapan CnC PT. XXX akan dilakukan setelah Gubernur Kaltara
memproses penciutan wilayah yang tumpang tindih; menerbitkan SK penciutan; dan
menyampaikan hasil penyelesaian tumpang tindih WIUP. Namun, berdasarkan laporan
Kementerian ESDM ke KPK per 15 September 2016, SK penyelesaian tumpang tindih belum
juga diterbitkan oleh Gubenur Kaltara.
b.	 Masa Berlaku IUP Berakhir
Korsup Minerba juga telah merekomendasikan untuk mendapatkan data perizinan yang
lengkap, termasuk mengenai periode perizinan yang telah berakhir masa berlakunya.
Dari total 8.524 IUP di sektor Minerba yang tersisa di awal April 2017, terdapat 2.996 IUP
Batubara. Dari jumlah itu, 1.561 IUP diantaranya telah habis masa berlakunya, sedangkan
sisanya 1.405 IUP masih aktif. Dari SK yang aktif, 217 IUP diantaranya berstatus Non-CnC
dan 1.188 diantaranya berstatus CnC. Sedangkan dari IUP yang SK nya habis, 1.007 IUP
diantaranya CnC dan 554 diantaranya Non-CnC. Gambar 5 mengilustrasikan IUP batubara
dan status berakhirnya SK Izin per April 2017.
Gambar 5.
IUP Batubara dan Status Berakhirnya SK Izin
Sumber: Ditjen Minerba Kementerian ESDM, April 2017
c.	 Konsesi/ Izin di Kawasan Hutan Konservasi dan Hutan Lindung
Salah satu temuan penting dari Korsup Minerba adalah banyaknya izin pertambangan
batubarayangberadadikawasanhutanyangtidakbolehdilakukankegiatanpertambangan
(no go zone), yakni hutan konservasi dan hutan lindung (secara penambangan terbuka).
Hal ini terungkap dalam rapat koordinasi bersama Ditjen Minerba, Kementerian ESDM dan
Ditjen Planologi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada awal tahun
2014.
2.966 IUP Batubara
SK Aktif
1.405 IUP
SK Habis
1.561 IUP
554
IUP Non-CnC
217
IUP Non-CnC
1.007
IUP C&C
1188
IUP CnC
16
Berdasarkan ketentuan UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan, aktivitas pertambangan
di kawasan hutan tidak boleh dilakukan di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung.
Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan sesuai dengan ketentuan Pasal
38 UU Kehutanan, dapat dilakukan dengan ketentuan: (1) Jika dalam kawasan hutan produksi,
dapat dilakukan dengan pola pertambangan terbuka (open pit); dan atau dengan pola
penambangan bawah tanah (underground); sedangkan (2) Jika dalam kawasan hutan lindung,
hanya dapat dilakukan penambangan dengan pola underground, dengan ketentuan dilarang
mengakibatkan turunnya permukaan tanah, berubahnya fungsi pokok kawasan hutan secara
permanen, dan terjadinya kerusakan akuifer air tanah (lapisan bawah tanah yang mengandung
air dan dapat mengalirkan air). Tabel 3 menggambarkan kerangka ‘Go’ dan ‘No Go Zone’ bagi
kegiatan industri ekstraktif di kawasan hutan.
Pada era pemerintahan Presiden Megawati, dikeluarkan Keputusan Presiden No. 41 Tahun
2004 tentang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang Berada di Kawasan
Hutan yang memberikan penetapan kepada 13 izin atau perjanjian di bidang pertambangan
yang telah ada sebelum berlakunya UU Nomor 41/1999. Dari ke-13 izin tambang itu, hanya
satu yang komoditasnya batubara yaitu milik PT Interex Sacra Raya.
Tabel 3.
Kerangka‘Go’dan‘No Go Zone’Kawasan Hutan bagi Kegiatan Industri Ekstraktif
(Berdasarkan Ketentuan UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan)
Jenis Hutan Konsesi Tambang Konsesi
Kelapa
Sawit
Konsesi
Kawasan
Kehutanan
Konsensi
Penebangan
Hutan
Hutan
Konservasi
No Go No Go No Go No Go
Hutan
Lindung
No Go (diizinkan apabila
melakukan penambangan bawah
tanah)
No Go No Go No Go
Hutan
Produksi
Go (dengan persetujuan
Kementerian KLHK berupa Izin
Pinjam Pakai Kawasan Hutan)
No Go No Go Go
Sumber: Radjawali, 2014,
Konsesi Minerba di Hutan Konservasi dan Hutan Lindung
Hasil temuan Korsup tahun 2014 mencatat, jumlah seluruh izin tambang baik mineral
maupun batubara yang berada di kawasan hutan hampir mencapai sekitar 26 juta hektar,
dimana 6,3 juta hektar di antaranya berada di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung.
Tabel 3 menguraikan konsesi pertambangan mineral dan batubara di kawasan hutan dan area
penggunaan lain (APL).
17Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
Tabel 4.
Izin/Konsesi Pertambangan Minerba di Kawasan Hutan & Area Penggunaan Lain
Kategori
Konsesi
Hutan
Konservasi
(A)
Hutan
Lindung (B)
Hutan
Produksi
(C)
Kawasan
Hutan
(D=A+B+C)
Area Peng-
gunaan
Lain (E)
Grand Total
(D+E)
             
IUP 1,160,181 3,922,584 17,909,481 22,992,246 11,735,091 34,727,338
Operasi
Produksi
18,819 173,196 2,022,352 2,214,367 2,232,884 4,447,250
C&C 10,852 75,068 1,612,090 1,698,010 1,730,613 3,428,623
Non-C&C 7,967 98,128 410,262 516,357 502,271 1,018,627
Survei/
Explorasi
1,141,363 3,749,388 15,887,130 20,777,880 9,498,814 30,276,694
C&C 119,499 1,380,574 8,057,850 9,557,924 5,125,754 14,683,678
Non-C&C 1,021,863 2,368,814 7,829,279 11,219,956 4,373,060 15,593,016
             
KK 110,219 890,541 837,558 1,838,318 372,380 2,210,698
Operasi
Produksi
10,166 236,046 285,484 531,696 151,654 683,350
Survei/
Explorasi
100,053 654,496 552,075 1,306,624 220,725 1,527,348
             
PKP2B 101,998 123,752 927,171 1,152,921 803,274 1,956,194
Operasi
Produksi
10,074 16,695 539,780 566,549 698,355 1,264,904
Survei/
Explorasi
91,924 107,056 387,390 586,370 104,919 691,290
Grand Total 1,372,398 4,936,878 19,674,211 25,983,486 12,910,744 38,894,231
Sumber: Ditjen Planologi, KLHK, Diolah (2014)
Konsesi/Izin Batubara di Hutan Konservasi dan Hutan Lindung
Sedangkan konsesi batubara jenis PKP2B mencapai 1,2 juta hektar, dimana 102 ribu
hektarnya di hutan konservasi, dan 123,8 ribu hektar di hutan lindung. Sedangkan konsesi jenis
IUP, terdapat 194,8 ribu hektar di kawasan hutan konservasi dan 519,8 ribu hektar di kawasa
hutan lindung. Dengan demikian, konsesi/izin batubara di kawasan hutan konservasi dan
hutan lindung total hampir mencapai 940,4 ribu hektar atau 15 % dari seluruh luasan konsesi
minerba di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung. Gambar 6 merupakan komposisi
luasan masing-masing konsesi IUP dan PKP2B di hutan konservasi dan hutan lindung.
18
Gambar 6.
Luas Konsesi Batubara di Hutan Konservasi dan Hutan Lindung Tahun 2014 (dalam Ha)
Sumber: Ditjen Planologi, KLHK, Diolah (2014)
Berdasarkan proses diskusi dan pembahasan-pembahasan yang diikuti oleh PWYP
Indonesia dalam Korsup Minerba, dapat dianalisa bahwa keberadaan konsesi/izin batubara di
Hutan Konservasi dan Hutan Lindung tersebut antara lain disebabkan oleh:
a.	 Lemahnya database pertambangan, terutama yang berkaitan dengan informasi peta
wilayah dan titik koordinat. Di mana, peta wilayah hutan konservasi dan hutan lindung
yang bisa jadi tidak dimiliki oleh Pemda/Kementerian terkait, dimiliki namun tidak
update, atau data tersebut tidak sinkron dengan data yang ada di Kementerian ESDM
dan KLHK,
b.	 Izin yang seharusnya telah berakhir namun belum dicabut, atau sudah dicabut namun
databasenya tidak sama antara Pemda dan Kementerian di tingkat pusat seperti ESDM
dan KLHK,
c.	 Pada saat mengajukan izin, para pemegang konsesi tidak mengurus Izin Pinjam Pakai
Kawasan Hutan (IPPKH) ke KLHK, atau IPPKH belum disetujui/belum keluar namun
WIUP dan IUP telah dikeluarkan oleh Pemda/Kementerian Teknis terkait.
d.	 Adanya potensi modus korupsi, misalnya berupa suap atau kick back dalam proses
alih fungsi lahan atau perolehan izin, sehingga meski di wilayah hutan konservasi, izin
tetap saja dikeluarkan.
60.000,00
50.000,00
40.000,00
30.000,00
20.000,00
10.000,00
-
IUP PKP2B
Hutan Lindung 5.198.825,14 123.751,78
Hutan Konservasi 194.795,38 101.998
Hutan Lindung	 Hutan Konservasi
19Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
Secara kewilayahan, sebaran konsesi batubara yang berada di kawasan hutan konservasi
dan hutan lindung di seluruh Indonesia sebagian besar berada di wilayah Papua, Kalimantan
Timur, Papua Barat, Kalimantan dan Aceh. Gambar 7 dan 8 merupakan komposisi sebaran
wilayah konsesi batubara di hutan konservasi dan hutan lindung tersebut pada awal
pelaksanaan korsup di tahun 2014.
Gambar 7.
Sebaran Konsesi/Izin Batubara (IUP & PKP2B) di Hutan Konservasi (2014)
Sumber: Korsup Minerba, diolah dari Surat Edaran KLHK kepada Pemda, 2014
Gambar 8.
Sebaran Konsesi/Izin Batubara (IUP & PKP2B) di Hutan Lindung (2014)
Sumber: Korsup Minerba, diolah dari Surat Edaran KLHK kepada Pemda, 2014
33%
60%
Papua
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Sumatera Selatan
Bengkulu
Papua Barat
Lainnya
2014
Papua
Papua Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Aceh
Lainnya
14%
14%
18%
37%
2014
20
d.	 IUP Non-Clean and Clear
Penertiban IUP dalam Korsup Minerba sejak awal telah seiring dan sejalan dengan proses
Clean and Clear yang tengah berlangsung. Sebagai tindak lanjut dalam mempercepat
penertiban IUP dan khususnya melalui mekanisme CnC, pada awal tahun 2016 Menteri
ESDM menerbitkan Permen Nomor 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi dan
Penertiban IUP Sektor Minerba oleh Pemerintah Daerah. Permen ini mencakup evaluasi
dalam aspek administrasi, kewilayahan, teknik, lingkungan dan aspek finansial. Di bawah
ini adalah alur mekanisme Permen No 43/2015 sejak disahkan hingga masa berlakunya
berakhir di Januari 2017.
Gambar 9.
Alur Perkembangan Permen 43/2015
Sumber: Ditjen Minerba, 2017
Terdapat sejumlah isu yang menjadi perhatian khusus atas pelaksanaan Permen ESDM
43/2015, diantaranya:
1.	 Rekomendasi yang disampaikan oleh Gubernur tidak memenuhi ketentuan Permen
43 Tahun 2015
2.	 Rekomendasi yang masih belum lengkap/salah
3.	 Sebagian besar surat rekomendasi C&C diterbitkan oleh Kepala Dinas bukan Gubernur
(kecuali Kalbar, Sulteng, dan Jambi)
30 Des 2015
5 Jan 2016
12 Mei 2016
... Mei 2016
2 Okt 2016
2 Jan 2017
Surat Edaran Dirjen
Minerba No. 01.E/30/
DJB/2016 Perihal
Pelaksanaan Evaluasi
Penerbitan IUP Mineral
dan Batubara
Ditjen Minerba akan
mengumumkan IUP
Non CNC bagi IUP yang
tidak direkomendasikan
oleh Gubernur pada
tanggal ...Mei 2016
Permen ESDM Nomor
43 Tahun 2015 tentang
Tata Cara Evaluasi
Dokumen Izin Usaha
Pertambangan Mineral
dan Batubara
Batas waktu penyerahan rekomendasi IUP
Clear and Clean dari Gubernur kepada Direktur
Jenderal adalah 90 hari kerja sejak terbitnya
Permen ESDM 43/2015 (paling lambat tanggal
12 Mei 2016) apabila telah dilakukan serah
terima dokumen IUP dari Bupati kepada
gubernur sebelum penandatanganan Permen
ESDM 43 Tahun 2015
Hasil Evaluasi Gubernur yang sudah disampaikan kepada pusat meliputi:
1.	 Rekomendasi IUP status C&C (sudah dievaluasi administrasi dan
kewilayahan)
2.	 Rekomendasi sertifikat C&C (sudah dievaluasi administrasi, kewilayahan,
teknis dan lingkungan serta sudah lunas PNBP)
3.	 Laporan Pemberian Sanksi Administrasi bagi perusahaan yang tidak
melaksanakan kewajiban finansial, teknis dan lingkungan
4.	 Laporan pencabutan IUP
Terhadap IUP yang direkomendasikan CNC oleh Gubernur, tapi masih
memiliki permasalahan tumpang tindih (aspek kewilayahan) tidak
akan diumumkan CNC dan penyelesaiannya akan dilakukan oleh
Ditjen Minerba bersama-sama dengan Tim Penyelesaian IUP Non CNC
Tim Penyelesaian IUP Non CNC merupakan Tim lintas kementerian
yang beranggotakan stakeholder termasuk KPK, yang bertugas
melakukan penyelesaian IUP Non CNC bersama dengan pemerintah
provinsi
Batas waktu penyerahan rekomendasi IUP
Clear and Clean dari Gubernur setelah Permen
ESDM 43 Tahun 2015 diundangkan adalah 90
hari sejak dilakukan serah terima dokumen IUP
dari bupati kepada gubernur paling lambat
2 Oktober 2016 s/d 2 Januarai 2017 (sesuai
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014)
21Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
4.	 Beberapa provinsi ada yang belum menyerahkan kembali hasil evaluasi terhadap IUP
sesuai batas waktu Pasal 25 Permen ESDM 43Tahun 2015 (12 Mei 2016) seperti Provinsi
Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Sulawesi Barat, Jawa Tengah.
5.	 Banyak Bupati/Walikota yang belum menyerahkan dokumen perizinan ke provinsi
Untuk melihat tren dari capaian penertiban izin batubara yang dilakukan oleh Korsup
dapat dilihat pada gambar berikut. Secara umum
Gambar 10.
Perkembangan Jumlah IUP Batubara Non-CnC
Sumber: PWYP Indonesia, 2017 (Diolah dari Paparan Korsup Minerba KPK)
Masalah dalam Pengajuan Rekomendasi CnC
Beberapa permasalahan yang menjadi kendala dalam proses evaluasi CnC,
terutama berkaitan dengan rekomendasi status CnC yang diajukan oleh Pemda serta
gambaran tindak lanjut yang diambil oleh Ditjen Minerba dipaparkan pada pada
Tabel 5 di bawah ini.
2014 2015 2016 2017
1600
1400
1200
1050
800
600
400
200
0
C&C C&CNon C&C Non C&C
Eksplorasi Operasi Produksi
22
Tabel 5.
Masalah dan Tindak Lanjut dalam Evaluasi CnC sektor Batubara
No Masalah Tindak Lanjut Minerba
1. Sesuai evaluasi yang dilakukan oleh
Dirjen Minerba, surat penyataan dan/
atau rekomendasi IUP CnC yang
disampaikan Pemprov tidak memenuhi
ketentuan Permen 43/2015
•	 Ditjen Mineral dan Batubara tetap
melakukan evaluasi aspek kewilayahan
dan administrasi.
•	 Ditjen Minerba telah menyurati ke
Pemprov untuk perbaikan
2. Rekomendasi yang masih belum
lengkap/salah dan/atau rekomendasi
ulang yang melewati batas 12 Mei 2016
Batas waktu sesuaikan dengan UU 23 tahun
2014 yaitu Oktober 2016
3. Ada beberapa Gubernur yang sampai
dengan saat ini belum menyelesaikan
permasalahan tumpang tindih IUP batas
administrasi dimana batas administrasi
masih indikatif.
Ditjen Minerba sudah menyampaikan surat
kepada Gubernur bahwa proses CnC dapat
diproses setelah Gubernur menyelesaikan
tumpang tindih dan menerbitkan SK
penciutan
Sumber: Dirjen Minerba dalam Rapat Korsup Minerba (2016)
Tabel 6 menyajikan rekapitulasi secara detail kategori masalah dari rekomendasi CnC yang
disampaikan Pemerintah Daerah (Status Per 15 September 2016), terutama dalam aspek
administrasi dan kewilayahan yang mengacu pada pelaksanaan Permen 43/2015.
Tabel 6.
Penertiban IUP Batubara: Kategori Masalah Administrasi dan Kewilayahan
dalam Rekomendasi CnC Yang Diajukan oleh Pemda
No KATEGORI ASPEK PERMASALAHAN JUMLAH IUP
A KATEGORI ASPEK ADMINISTRASI
1 Sesuai Ketentuan Peraturan 97
2
Pengajuan permohonan perpanjangan/peningkatan KP atau IUP
setelah masa berlaku KP atau IUP berakhir
18
3 IUP terbit sebelum WP dan/atau dispensasi /IUP terbit setelah UU
No. 4/2009
8
4 Melebihi batas waktu 10
5 Format tidak sesuai SE Dirjen 01.e/30/DJB/2016 0
6 Rekomendasi tidak lengkap 50
7 IUP baru, tidak perlu CnC
8 SIPK, KP terbit setelah UU No.4/2009 1
23Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
9 Sudah CnC 34
10 Kronologis SK tidak lengkap
11 KP eksploitasi/IUP OP bukan peningkatan dari KP/IUP eksplorasi 5*)
12 Tidak ada SK 68
13 Tidak ada pencadangan wilayah 101**)
14 SK habis masa berlaku 93
TOTAL 485
*Proses CnC tetap dilakukan apabila IUP memiliki persetujuan FS dan Lingkungan
** Proses CnC tetap dilakukan apabila IUP tidak memiliki pencadangan wilayah selama
WIUP tidak tumpang tindih
B KATEGORI ASPEK KEWILAYAHAN
1 Sesuai Ketentuan 79
2 Masuk WPN 1
3 Belum Cek Wilayah 93
4 Perluasan/Pergeseran 2
5 Sudah CnC 34
6 SK habis masa berlaku 34
7 Tumpang tindih sama komoditas 26
8 Blok tidak tegak lurus 0
9 Tidak perlu CnC 0
10 Koordinat salah 2
11 Pencadangan pada KK/PKP2B/IUP/KP 0
12 IUP dicabut 0
TOTAL 271
Sumber: Dirjen Minerba dalam Rapat Korsup Minerba (September 2016)
24
e.	 Tindak Lanjut dan Capaian Penataan
Sebagai tindak lanjut dari hasil temuan Korsup mengenai persoalan izin/konsesi
batubara, KPK bersama Kementerian/Lembaga dan Pemda melakukan koordinasi
untukmenyusunrencanaaksiyangdisertaidenganpembagianperandankesepakatan
kerangka. KPK berperan dalam melakukan supervisi atas pelaksanaan rencana aksi
tersebut, serta memantau sampai sejauh mana capaian-capaiannya. Klasifikasi pola
umum temuan dan rencana aksi yang disepakati dalam Korsup digambarkan pada
Tabel 7.
Tabel 7.
Pola Umum Temuan dan Tindak Lanjut/Rencana Aksi
No Pola Umum Temuan Tindak Lanjut/Rencana Aksi
1. Terdapat IUP status CnC di
Kementerian ESDM namun tidak
tercatat di Pemda (Kabupaten dan
Provinsi)
Bupati/Walikota diminta untuk menyampaikan
Surat Keterangan ke Dirjen Minerba-
Kementerian ESDM, ditembuskan ke KPK
2. Terdapat IUP yang diterbitkan
Pemda tidak tercatat di
Kementerian ESDM, namun
direkomendasikan untuk CnC ke
Provinsi
Pemerintah Provinsi dan Dirjen Minerba diminta
untuk memastikan keabsahan dokumen dari
kemungkinan adanya IUP yang di back date,
agar ditelusuri dan dilakukan langkah-langkah
hukum
3. Terdapat IUP yang sudah berakhir
masa berlakunya, namun belum
dicabut/diakhiri.
Gubernur/Bupati/Walikota diminta untuk segera
menagih semua kewajibannya dan segera
dibuatkan Surat Keputusan (SK) Pengakhiran/
Pencabutan IUP
4. Terdapat IUP yang berada di
kawasan hutan lindung dan hutan
konservasi
Gubernur/Bupati/Walikota diminta untuk
mengirimkan surat pemberitahuan penciutan/
pemberhentian sementara dan meminta
perusahaan untuk mengurus perizinan di
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK)
5. Terdapat IUP dengan alamat yang
tidak valid/tidak jelas.
Gubernur/Bupati/Walikota diminta untuk
memastikan kembali seluruh alamat IUP di
daerahnya masing-masing
6. Terdapat IUP yang telah dicabut,
namun termasuk IUP yang tidak
terdaftar di Kementerian ESDM.
Gubernur/Bupati/Walikota diminta untuk
segera berkoordinasi dengan Dirjen Minerba
agar segera dikeluarkan dari database IUP di
Kementerian ESDM
Sumber: Diolah dari Bahan Presentasi KPK pada KorMonev Minerba, 2014
25Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
Pengakhiran/Pencabutan IUP Non-CNC dan Tumpang Tindih
Terhadap IUP yang berakhir masa berlakunya, dan yang tidak memenuhi
persyaratandantidakberstatusCnCsesuaidenganbataswaktuyangtelahditentukan,
maka dilakukan pengakhiran dan pencabutan IUP tersebut, baik oleh Pemerintah
Daerah maupun oleh Pemerintah Pusat. Penertiban IUP Non-CnC ini diperkuat oleh
terbitnya Permen Nomor 43/2015 yang memandatkan dilakukannya evaluasi dan
penertiban oleh Pemerintah Daerah. Pelaksanaan Permen tersebut didukung oleh
langkah-langkah tindak lanjut untuk mempercepat prosesnya, diantaranya melalui
penerbitan Surat Edaran Dirjen Minerba Nomor 01.E/30/DJB/2016 tanggal 5 Januari
2016 yang menjelaskan Permen ESDM Nomor 43/2015.
Selanjutnya, Dirjen Minerba melakukan rapat kerja dengan Kepala Dinas ESDM
Provinsi Se-Indonesia (2 Februari 2016); serta dilakukan inventarisasi IUP Non-
CNC yang masuk ke Ditjen Minerba yang akan diselesaikan oleh Gubernur. Tabel
8 merupakan rekapitulasi jumlah IUP Batubara yang status izinnya telah dicabut/
diakhirkan. Sejak pertama kali dilaksanakan tahun 2014, Korsup Minerba total telah
melakukan pengakhiran/pencabutan IUP Batubara sejumlah 776 IUP. Sedangkan,
angka luasan IUP batubara yang dicabut dan diakhirkan mencapai sekitar 3,56 juta
hektar. Sehingga total luas IUP batubara saat ini mencapai sekitar 12,6 juta hektar
(berdasarkan data per-30 Januari 2017)4
.
Tabel 8.
Rekap jumlah IUP Batubara yang Dicabut/Diakhirkan (Status April 2017)
No Provinsi Jumlah IUP No Provinsi Jumlah IUP
1 NAD 11 18 Nusa Tenggara Barat 0
2 Sumatera Utara 2 19 Nusa Tenggara Timur 1
3 Sumatera Barat 0 20 Kalimantan Barat 57
4 Riau 31 21 Kalimantan Tengah 135
5 Jambi 131 22 Kalimantan Selatan 42
6 Sumatera Selatan 135 23 Kalimantan Timur 60
7 Bengkulu 45 24 Kalimantan Utara 32
8 Lampung 8 25 Sulawesi Utara 0
9 Bangka Belitung 0 26 Sulawesi Tengah 0
10 Kep.Riau 0 27 Sulawesi Selatan 3
4	 Jumlah IUP batubara yang dicabut hingga Bulan Januari 2017 mencapai 524 IUP.
26
11 DKI Jakarta 0 28 Sulawesi Tenggara 15
12 Jawa Barat 0 29 Gorontalo 0
13 Jawa Tengah 0 30 Sulawesi Barat 7
14 DI Yogyakarta 0 31 Maluku 0
15 Jawa Timur 0 32 Maluku Utara 4
16 Banten 0 33 Papua 4
17 Bali 0 34 Papua Barat 53
JUMLAH 776
Sumber: Kementerian ESDM, PFG PWYP Indonesia, April 2017
Penertiban IUP di Kawasan Hutan Konservasi/Hutan Lindung
Untuk melaksanakan dan menegakkan ketentuan regulasi sebagaimana
dimandatkan dalam Pasal 38 UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan, Korsup
Minerba melalui kerjasama dengan Kementerian terkait (KLHK dan ESDM) bersama
Pemerintah Daerah menyepakati adanya rencana aksi dimana Gubernur/Bupati/
Walikota diminta untuk: (a) mengirimkan surat pemberitahuan penciutan bagi
konsesi yang berada di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung; (b) Melakukan
pemberhentian sementara dan meminta perusahaan untuk mengurus perizinan di
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk izin-izin yang belum
memiliki IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan). Capaian dari penertiban IUP untuk
kasus ini dapat dilihat pada gambar 11 dan 12 dari laporan ini, yang memaparkan
perbedaan luasan konsesi dan jumlah izin di hutan konservasi dan hutan lindung
selama tahun 2014 hingga akhir tahun 2016. Secara umum terlihat adanya capaian
positif, yang terindikasi dari jumlah IUP dan PKP2B serta luasan konsesi di kawasan
hutan konservasi dan hutan lindung yang semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa
evaluasi dan pencabutan IUP menjadi instrumen yang efektif untuk menyelesaikan
permasalahan tumpang tindih wilayah pertambangan batubara di hutan konservasi
dan hutan lindung.
27Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
Gambar 11.
Luasan Konsesi/Izin Batubara di Kawasan Hutan Konservasi pada Tahun 2014 & 2016
(dalam hektar)
Sumber: PWYP Indonesia, Diolah dari Data Ditjen Planologi, KLHK dan Ditjen Minerba, Kementerian
ESDM, 2017
Gambar 12.
Luasan Konsesi/Izin Batubara di Kawasan Hutan Lindung pada Tahun 2014 & 2016
(dalam hektar)
Sumber: PWYP Indonesia, Diolah dari Data Ditjen Planologi, KLHK dan Ditjen Minerba, Kementerian
ESDM, 2017
28
4.	 Anomali Peningkatan Luasan Konsesi di Hutan Konservasi/Lindung
Dari capaian penertiban konsesi di kawasan hutan konservasi/lindung, terdapat kondisi
anomali di sejumlah provinsi, yakni Provinsi Papua Barat dan Jambi untuk hutan konservasi
dan Provinsi Papua, Kalimantan Barat, dan Sumatera Selatan untuk hutan lindung. Di mana
justru terjadi peningkatan luasan dan/atau jumlah izin batubara yang berada di kawasan
hutan lindung atau konservasi setelah pelaksanaan Korsup di tahun 2016.
Tabel 9.
Perbandingan Luas Kawasan Konsesi/Izin Batubara
di Hutan Konservasi & Hutan Lindung Tahun 2016 (dalam Hektar)
No Provinsi 2014 2016 Gap Keterangan
1 Papua Barat 2.775,4 3.950,1 1.174,7 Hutan Konservasi
2 Jambi 0 2.115,6 2.115,6 Hutan Konservasi
3 Papua 240.019,4 292.725,1 52.705,7 Hutan Lindung
4 Kalimantan Barat 18.414,8 30.733,4 12.318,6 Hutan Lindung
5 Sumatera Selatan 3.412,0 8.910,9 5.499,0 Hutan Lindung
Sumber: PWYP Indonesia, Diolah dari data Ditjen Planologi, KLHK, 2017
29Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
Peningkatan luasan tumpang tindih izin
tambang batubara di kawasan hutan lindung
dan hutan konservasi dimungkinkan jika ada
perubahan luasan kawasan hutan yang diatur
melalui SK Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. Pasalnya, kawasan hutan di lima
provinsi di atas tidak mengalami perubahan
dalam kurun waktu 2014 hingga tahun 2017,
jika mengacu pada SK yang dikeluarkan oleh
Menteri Kehutanan. Lemahnya dokumentasi
data perizinan ditengarai menjadi salah
satu alasan dibalik ‘anomali’ di atas. Besar
kemungkinan pendataan di tahun 2014
tidak dilakukan secara menyeluruh, sehingga
jumlah izin tambang di tahun 2017 mengalami
peningkatan. Di samping itu, progress data
luasan tumpang tindih di tahun 2017 yang
didapatkan dari Ditjen Minerba, Kementerian
ESDM juga perlu dikonfirmasi ulang. Hal ini
dikarenakan penciutan lahan dilakukan oleh
pemerintah Provinsi dan pemerintah Provinsi
belum tentu menembuskan informasi tersebut
ke Kementerian ESDM. Sebagai contoh, kasus
Provinsi Sumatera Selatan, yang mana Dinas
Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera
Selatan mengaku telah melakukan penciutan
terhadap seluruh IUP yang berada di kawasan
hutan lindung maupun konservasi. Namun,
justru luasan konsesi bertambah setelah
tahun 2017. Temuan ini sekaligus memperkuat
lemahnya koordinasi antara pemerintah
provinsi dan pusat, utamanya terkait dengan
sinkronisasi data.
Kendatidemikian,evaluasidanpencabutan
IUP secara umum dapat ditempatkan sebagai
instrumen yang efektif untuk menyelesaikan
permasalahan tumpang tindih wilayah
pertambangan batubara di hutan konservasi
dan hutan lindung. Meski perlu dicermati
mekanisme rehabilitasi lingkungan terhadap
hutan konservasi maupun lindung yang
menjadi bekas wilayah pertambangan
tersebut, mengingat keduanya memiliki
peran vital dalam mengembalikan fungsi
hutan konservasi dan lindung tersebut dalam
rangka menjaga keseimbangan lingkungan.
Sumber: Pixabay
Gambar 13.
Ilustrasi Hutan Tambang (Pixabay).
30
C. Rekomendasi
1.	 Segera mempercepat tindak lanjut penertiban bagi konsesi batubara yang masih
bermasalah, baik secara administratif, kewilayahan, permasalahan pengajuan PMA,
berakhir masa berlakunya, berstatus Non-Clear and Clean, serta konsesi yang berada di
hutan konservasi dan hutan lindung. Pemerintah harus bersikap tegas dan konsisten
melakukan pencabutan/pengakhiran, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Izin yang
telah dicabut dikembalikan kepada Wilayah Pencadangan Negara (WPN) untuk dibuat
regulasinya.
2.	 Membangun dan mengembangkan sistem database perizinan pertambangan
yang singkron dan terintegrasi antara Pusat-Daerah. Database tersebut berisikan
informasi konsesi izin/kontrak pertambangan terupdate di seluruh Indonesia, yang
menjadi platform database bersama dan dijadikan acuan dalam pengambilan kebijakan
dan keputusan terkait perizinan/kontrak batubara baik di tingkat pusat maupun di tingkat
daerah. Platform yang terintegrasi ini senantiasa diupdate, direkonsiliasi, dan diverifikasi
setiap waktu dan secara berkala, sehingga informasi di dalamnya selalu valid dan update.
3.	 Mempercepat penyelesaian platform satu peta di Kementerian ESDM (ESDM One
Map) yang bertujuan untuk melakukan singkronisasi data peta koordinat konsesi izin/
kontrak yang telah ada, mendukung monitoring kegiatan pertambangan dan analisa
kinerja berbasis spasial di sektor ESDM, serta mencegah adanya kesalahan (spasial) serupa
seperti persoalan tumpang tindih di masa mendatang.
4.	 Mempercepat pengembangan sistem penerimaan negara secara online dan
terintegrasi dengan database dan layanan lainnya seperti database perusahaan,
data spasial, data rencana produksi dan anggaran (RKAB), ijin ekspor terbatas (ET), data
surveyor, maupun kesyahbandaran dan bea cukai serta Indonesia National SingleWindow
(INSW). Sistem tersebut satu sama lain saling terhubung, saling mensyaratkan, serta
terpadu dan menjadi acuan dalam melakukan monitoring dan pengawasan kepatuhan
kewajiban fiskal pelaku usaha.
5.	 Mendorong pengembangan analisis kepemilikan sesungguhnya (beneficial
ownership) dari pelaku usaha batubara, serta mengembangkan sanski berupa
sistem black list bagi perusahaan yang terindikasi tidak patuh dan melakukan
pelanggaran. Upaya ini bisa ditempuh dengan melakukan koordinasi secara intens antara
Ditjen Minerba-ESDM dengan Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian
Hukum dan HAM terkait legal register perusahaan batubara.
31Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
D. Daftar Pustaka
Abdullah, Maryati dan Jensi Sartin. (2015). Tata Kelola, Penerimaan Negara, dan Dana Bagi Hasil
Sektor Kehutanan. Jakarta: Publish What You Pay Indonesia.
BP. (2016). Statistical Review of World Energy 2016. BP.
ESDM, Ditjen Minerba. (2016). Bahan Presentasi FGD: Tata Kelola Pengusahaan Pertambangan
Batubara di Indonesia. Jakarta: Kementerian ESDM.
ESDM, Ditjen Minerba. (2016). Bahan Presentasi Korsup: Tindak Lanjut Korsup Sektor ESDM
Dalam Pengelolaan PengusahaanPertambangan Batubara. Jakarta: Kementerian ESDM.
Hayati, Tri. (2013). Analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan tentang minerba
di kawasan hutan lindung. Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional, Badan
Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI.
Litbang KPK. (2014). Bahan Presentasi: Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.
Lucarelli, B. (2010). The history and the future of Indonesia’s coal industry. Working Paper, 93.
Stanford: Program on Energy and Sustainable Development.
Sawitri, Dian Eka Rahayu. (2013). Kebijakan Clean and Clear Dalam Menata Izin Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara (Tesis). Fakultas Hukum, Program Pasca-Sarjana,
Kekhususan Tata Negara, Universitas Indonesia.
Schernikau, Lars. (2016). Economics of the International Coal Trade Why Coal Continues to Power
the World. 2nd
Edition. Cham. Springer
____________, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara berikut penjelasannya, Lembaran Negara RI.
____________, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan berikut
penjelasannya, Lembaran Negara RI
____________, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 43 Tahun 2015
tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara,
Lembaran Negara RI.
32
E. Lampiran
Lampiran-1: Rekap IUP Batubara di Indonesia (Status April 2017)
PROVINSI
(1)
JUMLAH IUP
CnC
(2)
NON CnC
(3)
TOTAL
(4)
PUSAT 4 1 5
ACEH 9 1 10
SUMATERA UTARA 2 0 2
SUMATERA BARAT 58 9 67
RIAU 31 1 32
JAMBI 146 30 176
SUMATERA SELATAN 133 0 133
BENGKULU 33 6 39
LAMPUNG 4 0 4
BANGKA BELITUNG 0 0 0
KEP. RIAU 0 0 0
DKI JAKARTA 0 0 0
JAWA BARAT 1 1 2
JAWA TENGAH 0 0 0
DI. YOGYAKARTA 0 0 0
JAWA TIMUR 0 0 0
BANTEN 5 0 5
BALI 0 0 0
NTB 0 0 0
NTT 1 0 1
KALIMANTAN BARAT 18 17 35
KALIMANTAN TENGAH 323 122 445
KALIMANTAN SELATAN 378 253 631
KALIMANTAN TIMUR 882 261 1143
KALIMANTAN UTARA 72 2 74
SULAWESI UTARA 0 0 0
SULAWESI TENGAH 3 0 3
SULAWESI SELATAN 7 14 21
SULAWESI TENGGARA 46 4 50
GORONTALO 0 0 0
SULAWESI BARAT 6 2 8
MALUKU 3 2 5
MALUKU UTARA 1 3 4
PAPUA 27 27 54
PAPUA BARAT 7 14 21
TOTAL 2199 771 2970
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia merupakan koalisi masyarakat sipil untuk
transparansi dan akuntabilitas tata kelola sumber daya ekstraktif migas, pertambangan,
kehutanan dan sumber daya alam lainnya. PWYP Indonesia terafiliasi dalam
kampanye global Publish What You Pay. Berdiri sejak tahun 2007, dan terdaftar
sebagai badan hukum Indonesia sejak tahun 2012 dengan nama Yayasan Transparansi
Sumberdaya Ekstraktif. Aktivitas PWYP Indonesia di sepanjang rantai nilai sumberdaya
ekstraktif berfokus pada transparansi dan akuntabilitas fase sebelum kontrak dan
operasi pertambangan (publish why you pay and how you extract); fase produksi
dan menghasilkan pendapatan negara (publish what you pay); fase pemanfaatan
pendapatan ekstraktif untuk kesejahteraan dan pembangunan berkelanjutan (publish
what you earn and how you spend).
Website: www.pwyp-indonesia.org
Email: sekretariat@pwyp-indonesia.org
Facebook Fanpage: Publish What You Pay Indonesia
Twitter: @PWYP_Indonesia

More Related Content

What's hot

KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA TAHU...
KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN  MINERAL DAN BATUBARA  TAHU...KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN  MINERAL DAN BATUBARA  TAHU...
KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA TAHU...
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Transparansi Tata Kelola Pertambangan
Transparansi Tata Kelola PertambanganTransparansi Tata Kelola Pertambangan
Transparansi Tata Kelola Pertambangan
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Newletter - Open Contracting - April 2020
Newletter - Open Contracting - April 2020Newletter - Open Contracting - April 2020
Newletter - Open Contracting - April 2020
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Mati di Tanah Kaya
Mati di Tanah KayaMati di Tanah Kaya
Uu no. 3 thn 2020 tentang Minerba
Uu no. 3 thn 2020 tentang MinerbaUu no. 3 thn 2020 tentang Minerba
Uu no. 3 thn 2020 tentang Minerba
CIkumparan
 
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat di BKPM bagi Sektor...
Implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat di BKPM bagi Sektor...Implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat di BKPM bagi Sektor...
Implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat di BKPM bagi Sektor...
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Sengkarut Tambang Mendulang Malang
Sengkarut Tambang Mendulang MalangSengkarut Tambang Mendulang Malang
Sengkarut Tambang Mendulang Malang
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Mendorong Penguatan Pengawasan dan Penegakan Hukum Pelaksanaan Reklamasi dan ...
Mendorong Penguatan Pengawasan dan Penegakan Hukum Pelaksanaan Reklamasi dan ...Mendorong Penguatan Pengawasan dan Penegakan Hukum Pelaksanaan Reklamasi dan ...
Mendorong Penguatan Pengawasan dan Penegakan Hukum Pelaksanaan Reklamasi dan ...
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Menggali Kehancuran di Sunda Kecil
Menggali Kehancuran di Sunda KecilMenggali Kehancuran di Sunda Kecil
Menggali Kehancuran di Sunda Kecil
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Paparan Kadis PU Bappenas 28 Nov 2011
Paparan Kadis PU Bappenas 28 Nov 2011Paparan Kadis PU Bappenas 28 Nov 2011
Paparan Kadis PU Bappenas 28 Nov 2011boysinu
 
Permen esdm no. 11 tahun 2018
Permen esdm no. 11 tahun 2018Permen esdm no. 11 tahun 2018
Permen esdm no. 11 tahun 2018
Syukri M Hi Mahmud
 
Efektifitas PTSP dalam Reformasi dan Transparansi Perizinan Sektor SDA
Efektifitas PTSP dalam Reformasi dan Transparansi Perizinan Sektor SDAEfektifitas PTSP dalam Reformasi dan Transparansi Perizinan Sektor SDA
Efektifitas PTSP dalam Reformasi dan Transparansi Perizinan Sektor SDA
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Review Perbandingan UU Minerba No. 11 Th. 1967 VS UU No.4 Th. 2009
Review Perbandingan UU Minerba No. 11 Th. 1967 VS UU No.4 Th. 2009Review Perbandingan UU Minerba No. 11 Th. 1967 VS UU No.4 Th. 2009
Review Perbandingan UU Minerba No. 11 Th. 1967 VS UU No.4 Th. 2009
Nikka Sasongko
 
Korupsi Masih Subur, Hutan Sumatera Semakin Hancur
Korupsi Masih Subur, Hutan Sumatera Semakin HancurKorupsi Masih Subur, Hutan Sumatera Semakin Hancur
Korupsi Masih Subur, Hutan Sumatera Semakin Hancur
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Mengeruk Bumi Memanen Ironi
Mengeruk Bumi Memanen IroniMengeruk Bumi Memanen Ironi
Mengeruk Bumi Memanen Ironi
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Newsletter - Open Contracting - Mei 2020
Newsletter - Open Contracting - Mei 2020Newsletter - Open Contracting - Mei 2020
Newsletter - Open Contracting - Mei 2020
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Presentasi bp indo rev juni 2013
Presentasi bp indo rev juni 2013Presentasi bp indo rev juni 2013
Presentasi bp indo rev juni 2013
sambifza
 
Tantangan Transparansi Penerimaan Negara
Tantangan Transparansi Penerimaan NegaraTantangan Transparansi Penerimaan Negara
Tantangan Transparansi Penerimaan Negara
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Miskinnya Rakyat dan Kayanya Hutan
Miskinnya Rakyat dan Kayanya HutanMiskinnya Rakyat dan Kayanya Hutan
Miskinnya Rakyat dan Kayanya Hutan
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 

What's hot (20)

KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA TAHU...
KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN  MINERAL DAN BATUBARA  TAHU...KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN  MINERAL DAN BATUBARA  TAHU...
KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA TAHU...
 
Transparansi Tata Kelola Pertambangan
Transparansi Tata Kelola PertambanganTransparansi Tata Kelola Pertambangan
Transparansi Tata Kelola Pertambangan
 
Newletter - Open Contracting - April 2020
Newletter - Open Contracting - April 2020Newletter - Open Contracting - April 2020
Newletter - Open Contracting - April 2020
 
Mati di Tanah Kaya
Mati di Tanah KayaMati di Tanah Kaya
Mati di Tanah Kaya
 
Uu no. 3 thn 2020 tentang Minerba
Uu no. 3 thn 2020 tentang MinerbaUu no. 3 thn 2020 tentang Minerba
Uu no. 3 thn 2020 tentang Minerba
 
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
 
Implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat di BKPM bagi Sektor...
Implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat di BKPM bagi Sektor...Implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat di BKPM bagi Sektor...
Implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat di BKPM bagi Sektor...
 
Sengkarut Tambang Mendulang Malang
Sengkarut Tambang Mendulang MalangSengkarut Tambang Mendulang Malang
Sengkarut Tambang Mendulang Malang
 
Mendorong Penguatan Pengawasan dan Penegakan Hukum Pelaksanaan Reklamasi dan ...
Mendorong Penguatan Pengawasan dan Penegakan Hukum Pelaksanaan Reklamasi dan ...Mendorong Penguatan Pengawasan dan Penegakan Hukum Pelaksanaan Reklamasi dan ...
Mendorong Penguatan Pengawasan dan Penegakan Hukum Pelaksanaan Reklamasi dan ...
 
Menggali Kehancuran di Sunda Kecil
Menggali Kehancuran di Sunda KecilMenggali Kehancuran di Sunda Kecil
Menggali Kehancuran di Sunda Kecil
 
Paparan Kadis PU Bappenas 28 Nov 2011
Paparan Kadis PU Bappenas 28 Nov 2011Paparan Kadis PU Bappenas 28 Nov 2011
Paparan Kadis PU Bappenas 28 Nov 2011
 
Permen esdm no. 11 tahun 2018
Permen esdm no. 11 tahun 2018Permen esdm no. 11 tahun 2018
Permen esdm no. 11 tahun 2018
 
Efektifitas PTSP dalam Reformasi dan Transparansi Perizinan Sektor SDA
Efektifitas PTSP dalam Reformasi dan Transparansi Perizinan Sektor SDAEfektifitas PTSP dalam Reformasi dan Transparansi Perizinan Sektor SDA
Efektifitas PTSP dalam Reformasi dan Transparansi Perizinan Sektor SDA
 
Review Perbandingan UU Minerba No. 11 Th. 1967 VS UU No.4 Th. 2009
Review Perbandingan UU Minerba No. 11 Th. 1967 VS UU No.4 Th. 2009Review Perbandingan UU Minerba No. 11 Th. 1967 VS UU No.4 Th. 2009
Review Perbandingan UU Minerba No. 11 Th. 1967 VS UU No.4 Th. 2009
 
Korupsi Masih Subur, Hutan Sumatera Semakin Hancur
Korupsi Masih Subur, Hutan Sumatera Semakin HancurKorupsi Masih Subur, Hutan Sumatera Semakin Hancur
Korupsi Masih Subur, Hutan Sumatera Semakin Hancur
 
Mengeruk Bumi Memanen Ironi
Mengeruk Bumi Memanen IroniMengeruk Bumi Memanen Ironi
Mengeruk Bumi Memanen Ironi
 
Newsletter - Open Contracting - Mei 2020
Newsletter - Open Contracting - Mei 2020Newsletter - Open Contracting - Mei 2020
Newsletter - Open Contracting - Mei 2020
 
Presentasi bp indo rev juni 2013
Presentasi bp indo rev juni 2013Presentasi bp indo rev juni 2013
Presentasi bp indo rev juni 2013
 
Tantangan Transparansi Penerimaan Negara
Tantangan Transparansi Penerimaan NegaraTantangan Transparansi Penerimaan Negara
Tantangan Transparansi Penerimaan Negara
 
Miskinnya Rakyat dan Kayanya Hutan
Miskinnya Rakyat dan Kayanya HutanMiskinnya Rakyat dan Kayanya Hutan
Miskinnya Rakyat dan Kayanya Hutan
 

Similar to Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK

Korsup KPK dan Penataan Izin Usaha Pertambangan Sektor Mineral dan Batubara
Korsup KPK dan Penataan Izin Usaha Pertambangan Sektor Mineral dan BatubaraKorsup KPK dan Penataan Izin Usaha Pertambangan Sektor Mineral dan Batubara
Korsup KPK dan Penataan Izin Usaha Pertambangan Sektor Mineral dan Batubara
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Mencegah Korupsi Sektor Pertambangan Agenda Penyelamatan SDA Indonesia
Mencegah Korupsi Sektor Pertambangan Agenda Penyelamatan SDA IndonesiaMencegah Korupsi Sektor Pertambangan Agenda Penyelamatan SDA Indonesia
Mencegah Korupsi Sektor Pertambangan Agenda Penyelamatan SDA Indonesia
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Makalah ekonomi bahan gaian mineral acak
Makalah ekonomi bahan gaian mineral acakMakalah ekonomi bahan gaian mineral acak
Makalah ekonomi bahan gaian mineral acak
Deny Tandidatu
 
1. paparan ditjen minerba
1. paparan ditjen minerba1. paparan ditjen minerba
1. paparan ditjen minerba
purnawan aditomo
 
Iptek pada pertambangan
Iptek pada pertambanganIptek pada pertambangan
Iptek pada pertambangan
Вибово Лаксоно
 
Catatan Akhir Tahun 2015: Reformasi Tata Kelola Migas dan Tambang
Catatan Akhir Tahun 2015: Reformasi Tata Kelola Migas dan TambangCatatan Akhir Tahun 2015: Reformasi Tata Kelola Migas dan Tambang
Catatan Akhir Tahun 2015: Reformasi Tata Kelola Migas dan Tambang
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Kebijakan Perizinan Pertambangan Minerba dalam Kerangka Implementasi UU Pemda...
Kebijakan Perizinan Pertambangan Minerba dalam Kerangka Implementasi UU Pemda...Kebijakan Perizinan Pertambangan Minerba dalam Kerangka Implementasi UU Pemda...
Kebijakan Perizinan Pertambangan Minerba dalam Kerangka Implementasi UU Pemda...
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Peraturan menteri esdm nomor 7 tahun 2020
Peraturan menteri esdm nomor 7 tahun 2020Peraturan menteri esdm nomor 7 tahun 2020
Peraturan menteri esdm nomor 7 tahun 2020
Muhamad Wicaksono
 
Perda n0-4-2011-usaha pertambangan mineral dan batu bara
Perda n0-4-2011-usaha pertambangan mineral dan batu baraPerda n0-4-2011-usaha pertambangan mineral dan batu bara
Perda n0-4-2011-usaha pertambangan mineral dan batu bara
Arifuddin Ali
 
2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf
2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf
2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf
hadiwiryo2019
 
Matriks Hasil-Hasil Rapat Kerja Nasional - Target Pencapaian Rencana Kerja 20...
Matriks Hasil-Hasil Rapat Kerja Nasional - Target Pencapaian Rencana Kerja 20...Matriks Hasil-Hasil Rapat Kerja Nasional - Target Pencapaian Rencana Kerja 20...
Matriks Hasil-Hasil Rapat Kerja Nasional - Target Pencapaian Rencana Kerja 20...
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Kepatuhan Penempatan Dana Jaminan Reklamasi dan Pascatambang di Indonesia
Kepatuhan Penempatan Dana Jaminan Reklamasi dan Pascatambang di IndonesiaKepatuhan Penempatan Dana Jaminan Reklamasi dan Pascatambang di Indonesia
Kepatuhan Penempatan Dana Jaminan Reklamasi dan Pascatambang di Indonesia
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Borneo mengugat
Borneo mengugatBorneo mengugat
Borneo mengugat
Vera Falinda
 
Seminar rancangan perubahan Diklat PIM IV pola baru 2014
Seminar rancangan perubahan Diklat PIM IV pola baru 2014Seminar rancangan perubahan Diklat PIM IV pola baru 2014
Seminar rancangan perubahan Diklat PIM IV pola baru 2014
Dianora Didi
 
Catatan Akhir Tahun 2013 : Tata Kelola Migas & Tambang di Indonesia
Catatan Akhir Tahun 2013 : Tata Kelola Migas & Tambang di IndonesiaCatatan Akhir Tahun 2013 : Tata Kelola Migas & Tambang di Indonesia
Catatan Akhir Tahun 2013 : Tata Kelola Migas & Tambang di Indonesia
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Kajian Perhitungan Batubara Berdasarkan
Kajian Perhitungan Batubara  BerdasarkanKajian Perhitungan Batubara  Berdasarkan
Kajian Perhitungan Batubara Berdasarkan
Ronny367310
 
Reformasi Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasca Berlaku...
Reformasi Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasca Berlaku...Reformasi Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasca Berlaku...
Reformasi Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasca Berlaku...
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Analisis dampak-kebijakan-1422852872
Analisis dampak-kebijakan-1422852872Analisis dampak-kebijakan-1422852872
Analisis dampak-kebijakan-1422852872
Garnis Yuni
 
Rapat Pokja Sanitasi Gresik
Rapat Pokja Sanitasi GresikRapat Pokja Sanitasi Gresik
Rapat Pokja Sanitasi Gresik
M Handoko
 

Similar to Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK (20)

Korsup KPK dan Penataan Izin Usaha Pertambangan Sektor Mineral dan Batubara
Korsup KPK dan Penataan Izin Usaha Pertambangan Sektor Mineral dan BatubaraKorsup KPK dan Penataan Izin Usaha Pertambangan Sektor Mineral dan Batubara
Korsup KPK dan Penataan Izin Usaha Pertambangan Sektor Mineral dan Batubara
 
Mencegah Korupsi Sektor Pertambangan Agenda Penyelamatan SDA Indonesia
Mencegah Korupsi Sektor Pertambangan Agenda Penyelamatan SDA IndonesiaMencegah Korupsi Sektor Pertambangan Agenda Penyelamatan SDA Indonesia
Mencegah Korupsi Sektor Pertambangan Agenda Penyelamatan SDA Indonesia
 
Makalah ekonomi bahan gaian mineral acak
Makalah ekonomi bahan gaian mineral acakMakalah ekonomi bahan gaian mineral acak
Makalah ekonomi bahan gaian mineral acak
 
1. paparan ditjen minerba
1. paparan ditjen minerba1. paparan ditjen minerba
1. paparan ditjen minerba
 
Iptek pada pertambangan
Iptek pada pertambanganIptek pada pertambangan
Iptek pada pertambangan
 
Catatan Akhir Tahun 2015: Reformasi Tata Kelola Migas dan Tambang
Catatan Akhir Tahun 2015: Reformasi Tata Kelola Migas dan TambangCatatan Akhir Tahun 2015: Reformasi Tata Kelola Migas dan Tambang
Catatan Akhir Tahun 2015: Reformasi Tata Kelola Migas dan Tambang
 
Kebijakan Perizinan Pertambangan Minerba dalam Kerangka Implementasi UU Pemda...
Kebijakan Perizinan Pertambangan Minerba dalam Kerangka Implementasi UU Pemda...Kebijakan Perizinan Pertambangan Minerba dalam Kerangka Implementasi UU Pemda...
Kebijakan Perizinan Pertambangan Minerba dalam Kerangka Implementasi UU Pemda...
 
Peraturan menteri esdm nomor 7 tahun 2020
Peraturan menteri esdm nomor 7 tahun 2020Peraturan menteri esdm nomor 7 tahun 2020
Peraturan menteri esdm nomor 7 tahun 2020
 
Perda n0-4-2011-usaha pertambangan mineral dan batu bara
Perda n0-4-2011-usaha pertambangan mineral dan batu baraPerda n0-4-2011-usaha pertambangan mineral dan batu bara
Perda n0-4-2011-usaha pertambangan mineral dan batu bara
 
Pertambangan
PertambanganPertambangan
Pertambangan
 
2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf
2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf
2020-Kepmenaker nomor 380 Tahun 2020.pdf
 
Matriks Hasil-Hasil Rapat Kerja Nasional - Target Pencapaian Rencana Kerja 20...
Matriks Hasil-Hasil Rapat Kerja Nasional - Target Pencapaian Rencana Kerja 20...Matriks Hasil-Hasil Rapat Kerja Nasional - Target Pencapaian Rencana Kerja 20...
Matriks Hasil-Hasil Rapat Kerja Nasional - Target Pencapaian Rencana Kerja 20...
 
Kepatuhan Penempatan Dana Jaminan Reklamasi dan Pascatambang di Indonesia
Kepatuhan Penempatan Dana Jaminan Reklamasi dan Pascatambang di IndonesiaKepatuhan Penempatan Dana Jaminan Reklamasi dan Pascatambang di Indonesia
Kepatuhan Penempatan Dana Jaminan Reklamasi dan Pascatambang di Indonesia
 
Borneo mengugat
Borneo mengugatBorneo mengugat
Borneo mengugat
 
Seminar rancangan perubahan Diklat PIM IV pola baru 2014
Seminar rancangan perubahan Diklat PIM IV pola baru 2014Seminar rancangan perubahan Diklat PIM IV pola baru 2014
Seminar rancangan perubahan Diklat PIM IV pola baru 2014
 
Catatan Akhir Tahun 2013 : Tata Kelola Migas & Tambang di Indonesia
Catatan Akhir Tahun 2013 : Tata Kelola Migas & Tambang di IndonesiaCatatan Akhir Tahun 2013 : Tata Kelola Migas & Tambang di Indonesia
Catatan Akhir Tahun 2013 : Tata Kelola Migas & Tambang di Indonesia
 
Kajian Perhitungan Batubara Berdasarkan
Kajian Perhitungan Batubara  BerdasarkanKajian Perhitungan Batubara  Berdasarkan
Kajian Perhitungan Batubara Berdasarkan
 
Reformasi Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasca Berlaku...
Reformasi Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasca Berlaku...Reformasi Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasca Berlaku...
Reformasi Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasca Berlaku...
 
Analisis dampak-kebijakan-1422852872
Analisis dampak-kebijakan-1422852872Analisis dampak-kebijakan-1422852872
Analisis dampak-kebijakan-1422852872
 
Rapat Pokja Sanitasi Gresik
Rapat Pokja Sanitasi GresikRapat Pokja Sanitasi Gresik
Rapat Pokja Sanitasi Gresik
 

More from Publish What You Pay (PWYP) Indonesia

Newsletter Voicing for Life April 2020 - English Version
Newsletter Voicing for Life April 2020 - English VersionNewsletter Voicing for Life April 2020 - English Version
Newsletter Voicing for Life April 2020 - English Version
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Newsletter Voicing for Life Desember 2019
Newsletter Voicing for Life Desember 2019Newsletter Voicing for Life Desember 2019
Newsletter Voicing for Life Desember 2019
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Newsletter Voicing for Life Desember 2019 - English Version
Newsletter Voicing for Life Desember 2019 - English VersionNewsletter Voicing for Life Desember 2019 - English Version
Newsletter Voicing for Life Desember 2019 - English Version
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Newsletter Voicing for Life April 2020
Newsletter Voicing for Life April 2020Newsletter Voicing for Life April 2020
Newsletter Voicing for Life April 2020
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Revenue and Fiscal System of Oil and Gas in Indonesia
Revenue and Fiscal System of Oil and Gas in IndonesiaRevenue and Fiscal System of Oil and Gas in Indonesia
Revenue and Fiscal System of Oil and Gas in Indonesia
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Keterbukaan Kontrak dalam EITI
Keterbukaan Kontrak dalam EITIKeterbukaan Kontrak dalam EITI
Keterbukaan Kontrak dalam EITI
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Akses Informasi Publik dan Keterbukaan Kontrak/Izin Industri Ekstraktif di 6 ...
Akses Informasi Publik dan Keterbukaan Kontrak/Izin Industri Ekstraktif di 6 ...Akses Informasi Publik dan Keterbukaan Kontrak/Izin Industri Ekstraktif di 6 ...
Akses Informasi Publik dan Keterbukaan Kontrak/Izin Industri Ekstraktif di 6 ...
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Opportunities and Challenges of Contract Transparancy in the Implementation o...
Opportunities and Challenges of Contract Transparancy in the Implementation o...Opportunities and Challenges of Contract Transparancy in the Implementation o...
Opportunities and Challenges of Contract Transparancy in the Implementation o...
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Acces to Public Information and Openess of Extractive Industry Contract / lic...
Acces to Public Information and Openess of Extractive Industry Contract / lic...Acces to Public Information and Openess of Extractive Industry Contract / lic...
Acces to Public Information and Openess of Extractive Industry Contract / lic...
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Newsletter - Open Contracting - Juli 2020
Newsletter - Open Contracting - Juli 2020Newsletter - Open Contracting - Juli 2020
Newsletter - Open Contracting - Juli 2020
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Newsletter - Open Contracting - July 2020
Newsletter - Open Contracting - July 2020Newsletter - Open Contracting - July 2020
Newsletter - Open Contracting - July 2020
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Newsletter - Open Contracting - May 2020
Newsletter - Open Contracting - May 2020Newsletter - Open Contracting - May 2020
Newsletter - Open Contracting - May 2020
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Newsletter - Open Contracting - April 2020
Newsletter - Open Contracting - April 2020Newsletter - Open Contracting - April 2020
Newsletter - Open Contracting - April 2020
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...
Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...
Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Kerangka Hukum keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di indonesia
Kerangka Hukum keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di indonesiaKerangka Hukum keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di indonesia
Kerangka Hukum keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di indonesia
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Contract Disclosure and Beneficial Ownership Transparency
Contract Disclosure and Beneficial Ownership TransparencyContract Disclosure and Beneficial Ownership Transparency
Contract Disclosure and Beneficial Ownership Transparency
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Peluang dan Tantangan Keterbukaan Kontrak dalam Pelaksanaan Standar EITI
Peluang dan Tantangan Keterbukaan Kontrak dalam Pelaksanaan Standar EITIPeluang dan Tantangan Keterbukaan Kontrak dalam Pelaksanaan Standar EITI
Peluang dan Tantangan Keterbukaan Kontrak dalam Pelaksanaan Standar EITI
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Legal Framework of Contract Disclosure of Oil and Gas, Mineral and Coal Secto...
Legal Framework of Contract Disclosure of Oil and Gas, Mineral and Coal Secto...Legal Framework of Contract Disclosure of Oil and Gas, Mineral and Coal Secto...
Legal Framework of Contract Disclosure of Oil and Gas, Mineral and Coal Secto...
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Keterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial Ownership
Keterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial OwnershipKeterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial Ownership
Keterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial Ownership
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 

More from Publish What You Pay (PWYP) Indonesia (20)

Newsletter Voicing for Life April 2020 - English Version
Newsletter Voicing for Life April 2020 - English VersionNewsletter Voicing for Life April 2020 - English Version
Newsletter Voicing for Life April 2020 - English Version
 
Newsletter Voicing for Life Desember 2019
Newsletter Voicing for Life Desember 2019Newsletter Voicing for Life Desember 2019
Newsletter Voicing for Life Desember 2019
 
Newsletter Voicing for Life Desember 2019 - English Version
Newsletter Voicing for Life Desember 2019 - English VersionNewsletter Voicing for Life Desember 2019 - English Version
Newsletter Voicing for Life Desember 2019 - English Version
 
Newsletter Voicing for Life April 2020
Newsletter Voicing for Life April 2020Newsletter Voicing for Life April 2020
Newsletter Voicing for Life April 2020
 
Revenue and Fiscal System of Oil and Gas in Indonesia
Revenue and Fiscal System of Oil and Gas in IndonesiaRevenue and Fiscal System of Oil and Gas in Indonesia
Revenue and Fiscal System of Oil and Gas in Indonesia
 
Keterbukaan Kontrak dalam EITI
Keterbukaan Kontrak dalam EITIKeterbukaan Kontrak dalam EITI
Keterbukaan Kontrak dalam EITI
 
Akses Informasi Publik dan Keterbukaan Kontrak/Izin Industri Ekstraktif di 6 ...
Akses Informasi Publik dan Keterbukaan Kontrak/Izin Industri Ekstraktif di 6 ...Akses Informasi Publik dan Keterbukaan Kontrak/Izin Industri Ekstraktif di 6 ...
Akses Informasi Publik dan Keterbukaan Kontrak/Izin Industri Ekstraktif di 6 ...
 
Opportunities and Challenges of Contract Transparancy in the Implementation o...
Opportunities and Challenges of Contract Transparancy in the Implementation o...Opportunities and Challenges of Contract Transparancy in the Implementation o...
Opportunities and Challenges of Contract Transparancy in the Implementation o...
 
Acces to Public Information and Openess of Extractive Industry Contract / lic...
Acces to Public Information and Openess of Extractive Industry Contract / lic...Acces to Public Information and Openess of Extractive Industry Contract / lic...
Acces to Public Information and Openess of Extractive Industry Contract / lic...
 
Newsletter - Open Contracting - Juli 2020
Newsletter - Open Contracting - Juli 2020Newsletter - Open Contracting - Juli 2020
Newsletter - Open Contracting - Juli 2020
 
Newsletter - Open Contracting - July 2020
Newsletter - Open Contracting - July 2020Newsletter - Open Contracting - July 2020
Newsletter - Open Contracting - July 2020
 
Newsletter - Open Contracting - May 2020
Newsletter - Open Contracting - May 2020Newsletter - Open Contracting - May 2020
Newsletter - Open Contracting - May 2020
 
Newsletter - Open Contracting - April 2020
Newsletter - Open Contracting - April 2020Newsletter - Open Contracting - April 2020
Newsletter - Open Contracting - April 2020
 
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
 
Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...
Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...
Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...
 
Kerangka Hukum keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di indonesia
Kerangka Hukum keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di indonesiaKerangka Hukum keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di indonesia
Kerangka Hukum keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di indonesia
 
Contract Disclosure and Beneficial Ownership Transparency
Contract Disclosure and Beneficial Ownership TransparencyContract Disclosure and Beneficial Ownership Transparency
Contract Disclosure and Beneficial Ownership Transparency
 
Peluang dan Tantangan Keterbukaan Kontrak dalam Pelaksanaan Standar EITI
Peluang dan Tantangan Keterbukaan Kontrak dalam Pelaksanaan Standar EITIPeluang dan Tantangan Keterbukaan Kontrak dalam Pelaksanaan Standar EITI
Peluang dan Tantangan Keterbukaan Kontrak dalam Pelaksanaan Standar EITI
 
Legal Framework of Contract Disclosure of Oil and Gas, Mineral and Coal Secto...
Legal Framework of Contract Disclosure of Oil and Gas, Mineral and Coal Secto...Legal Framework of Contract Disclosure of Oil and Gas, Mineral and Coal Secto...
Legal Framework of Contract Disclosure of Oil and Gas, Mineral and Coal Secto...
 
Keterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial Ownership
Keterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial OwnershipKeterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial Ownership
Keterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial Ownership
 

Recently uploaded

Berita Resmi Statistik materi-brs-2023-10-16.pdf
Berita Resmi Statistik materi-brs-2023-10-16.pdfBerita Resmi Statistik materi-brs-2023-10-16.pdf
Berita Resmi Statistik materi-brs-2023-10-16.pdf
DenniPratama2
 
Hari Lanjut Usia Nasional Kota Bandung 2024.pptx
Hari Lanjut Usia Nasional Kota Bandung 2024.pptxHari Lanjut Usia Nasional Kota Bandung 2024.pptx
Hari Lanjut Usia Nasional Kota Bandung 2024.pptx
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
 
Rencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakk
Rencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakkRencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakk
Rencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakk
DwiSuprianto2
 
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdf
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdfCERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdf
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdf
Zainul Ulum
 
Rapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptx
Rapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptxRapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptx
Rapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptx
ApriyandiIyan1
 
PPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdf
PPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdfPPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdf
PPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdf
adminguntur
 
slip gaji karyawan contoh slip gaji karyawan contoh
slip gaji karyawan contoh slip gaji karyawan contohslip gaji karyawan contoh slip gaji karyawan contoh
slip gaji karyawan contoh slip gaji karyawan contoh
projecttomarss
 

Recently uploaded (7)

Berita Resmi Statistik materi-brs-2023-10-16.pdf
Berita Resmi Statistik materi-brs-2023-10-16.pdfBerita Resmi Statistik materi-brs-2023-10-16.pdf
Berita Resmi Statistik materi-brs-2023-10-16.pdf
 
Hari Lanjut Usia Nasional Kota Bandung 2024.pptx
Hari Lanjut Usia Nasional Kota Bandung 2024.pptxHari Lanjut Usia Nasional Kota Bandung 2024.pptx
Hari Lanjut Usia Nasional Kota Bandung 2024.pptx
 
Rencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakk
Rencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakkRencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakk
Rencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakk
 
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdf
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdfCERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdf
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdf
 
Rapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptx
Rapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptxRapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptx
Rapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptx
 
PPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdf
PPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdfPPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdf
PPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdf
 
slip gaji karyawan contoh slip gaji karyawan contoh
slip gaji karyawan contoh slip gaji karyawan contohslip gaji karyawan contoh slip gaji karyawan contoh
slip gaji karyawan contoh slip gaji karyawan contoh
 

Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK

  • 1. PENATAAN IZIN BATUBARA DALAM KOORDINASI DAN SUPERVISI KPK
  • 2.
  • 3. Tim Penyusun Agung Budiono Rizky Ananda WSR Penyunting Maryati Abdullah Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
  • 4. iv Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK LAPORAN ISBN: 987-602-50032-1-9 Tim Penyusun Agung Budiono Rizky Ananda Wulan Sapta Rini Editor Maryati Abdullah Desain & Layout Agus Wiyono Laporan ini disusun dan diterbitkan oleh Publish What You Pay Indonesia [Yayasan Transparansi Sumber Daya Ekstraktif] bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Diperbolehkan untuk mengutip isi laporan dengan mengikuti kaidah pengutipan yang berlaku. Edisi I, 2017 Publish What You Pay Indonesia Jl. Tebet Timur Dalam VIII K No. 12, Tebet, Jakarta 12820, Telp : +6221 - 29069727 Email : sekretariat@pwyp-indonesia.org | Website : www.pwyp-indonesia.org Fanpage : Publish What You Pay Indonesia | Twitter : @pwyp_indonesia
  • 5. vPenataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK I ndonesia adalah produsen batubara terbesar kelima di dunia setelah China, Amerika Serikat, India dan Australia. Sebelum tahun 2015, Indonesia merupakan eksportir batubara terbesar di dunia dengan rata-rata produksi yang tercatat di tahun 2012-2015 mencapai lebihdari400jutatonpertahun.SedangkansumberdayabatubaraIndonesiasaatinimencapai 99,2 miliar ton dengan cadangan terbukti mencapai 13,3 miliar ton, yang mayoritas tersebar di wilayah Sumatera, Kalimantan dan sebagian Papua. Jika diasumsikan rata-rata produksi per tahunnya tetap (461 juta ton/tahun) dan tidak ada penambahan data cadangan terbukti, maka batubara di Indonesia diperkirakan akan habis dalam kurun waktu 29 tahun mendatang, atau tepatnya hingga tahun 2046. Dari sisi manfaat bagi perekonomian, kontribusi batubara masih sangat minim, hanya berkontribusi rata-rata 2,5% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional pada kurun waktu 2010-2015 (BPS, 2016). Dari total produksi yang ada, rata-rata hanya 15-25% yang digunakan di dalam negeri (terutama untuk pembangkit listrik), sementara sebagian besar lainnya diekspor. Sejarah produksi batubara Indonesia diawali pada periode booming pertama di tahun 1989-1999 (dengan kenaikan produksi mencapai 30% per tahun), kemudian dilanjutkan dengan booming kedua antara tahun 2009 hingga 2013/2014 terutama yang didukung oleh desentralisasi kewenangan pemberian izin kepada pemerintah daerah. Kondisi booming tersebut ternyata menyisakan problem carut marutnya tata kelola batubara yang semakin kompleks, mulai dari proses penerbitan izin yang tidak sesuai prosedur sehingga muncul masalah tumpang tindih izin dan atau berada di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung (secara terbuka); lemahnya pengawasan dan penerapan good mining practices telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hingga meninggalkan bekas lubang yang menelan korban jiwa; lemahnya pengawasan produksi dan pengapalan, hingga tidak jarang adanya terpaan isu ekspor yang merugikan keuangan negara; serta masih rendahnya kepatuhan kewajiban fiskal pelaku usaha kepada negara seperti adanya tunggakan PNBP, rendahnya rasio pajak pertambangan, hingga minimnya pengalokasian dana jaminan reklamasi dan pasca-tambang. Laporan ini menyajikan potret masalah dan capaian dari penataan sektor batubara yang ditemukan dan disupervisi oleh KPK dalam program koordinasi dan supervisi (Korsup) sektor pertambangan yang digawangi oleh Divisi Litbang – Deputi Pencegahan KPK. Korsup Minerba yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN-PSDA) ini merupakan bagian dari trigger mechanism KPK untuk mencegah adanya tindak pidana korupsi dan kerugian negara, serta mendorong perbaikan tata kelola yang lebih baik di sektor Kata Pengantar
  • 6. vi pertambangan. Secara garis besar laporan ini meliputi ulasan temuan di sektor batubara dari aspek administrasi dan kewilayahan. Laporan ini disajikan bersama data dan analisis temuan, tindak lanjut dan capaian, serta rekomendasi-rekomendasi dalam proses penertiban dan penataan yang dilakukan oleh Korsup KPK bersama dengan Kementerian ESDM dan instansi terkait seperti Pemda, pelaku usaha, dan elemen penegak hukum maupun unsur organisasi masyarakat sipil. Terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada tim penyusun dan segenap pihak yang membantu dan mendukung penerbitan laporan ini: Agung Budiono dan Rizky Ananda yang merupakan tim peneliti sektor batubara dari Publish WhatYou Pay Indonesia; Bapak Dian Patria dan Mbak Epa Kartika serta tim Korsup Minerba lainnya di Kedeputian Pencegahan KPK; Mas Agus yang membantu proses lay out, serta pihak-pihak terkait lainnya yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu di sini. Akhir kata, kami sangat terbuka atas masukan, saran dan kritik dari pembaca dan berbagi pihak, bagi kesempurnaan dan manfaat dari laporan ini bagi perbaikan tata kelola pertambangan dan sumberdaya alam di Indonesia. Jakarta, 2 Mei 2017 Maryati Abdullah Koordinator Nasional Publish What You Pay Indonesia
  • 7. viiPenataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK Ringkasan Eksekutif L aporan hadir untuk merangkum perjalanan reformasi tata kelola pertambangan batubara yang diinisiasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Kordinasi dan Superivisi Sektor Mineral dan Batubara (Korsup Minerba) yang dimulai sejak 2014 hingga 2017. Laporan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan terhadap aspek penertiban izin khususnya untuk skema Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara sekaligus capaiannya. Terdapat sejumlah temuan penting dari laporan ini yang bertujuan untuk mengurai benang kusut tata kelola minerba sejak tahun 1999-2009. Berikut adalah sejumlah temuan penting yang disarikan dalam laporan ini. •• Booming perizinan minerba terjadi akibat tidak sinkronnya kebijakan pada masa transisi peralihan dari era sentralisme menuju otonomi daerah (desentralisasi). Hal itu mengakibatkan angka perizinan yang tidak terkontrol. Akibatnya jumlah izin meningkat tajam dari hanya 750 izin di 2001 menjadi sekitar 10 ribu lebih di 2010, di mana sebanyak 40% diantaranya adalah IUP batubara dengan total luasan mencapai 16,2 juta hektar (Ditjen Minerba, 2013). Sedangkan luasan untuk rezim izin PKP2B luasannya sekitar 1,95 juta hektar (Ditjen Planologi, 2014). •• Upaya pemerintah pusat menghimpun data IUP tambang pasca-booming izin guna disesuaikan dengan rezim UU Nomor 4/2009 Minerba, salah satunya dilakukan melalui mekanisme rekonsiliasi di tahun 2011 dengan mengkategorikan izin menjadi Clean and Clear (CnC) dan non-Clean and Clear (non-CnC). Namun, proses yang tidak berjalan dengan baik mengkibatkan rekonsiliasi juga belum berhasil menghimpun data yang valid. Penolakan oleh sejumlah daerah terjadi karena terdapat anggapan bahwa payung hukum dalam menentukan CnC dan non-CnC belum jelas. •• Korsup Minerba mendorong proses penertiban perizinan yang diarahkan pada pencabutan/pengakhiran izin yang berstatus non-CnC. Korsup juga mempelopori dilakukanya verifikasi (overlay) antara izin tambang dengan kawasan hutan, sehingga penertiban izin juga diarahkan pada pencabutan atau penciutan izin yang berada di kawasan hutan konservasi, dan hutan lindung yang tidak beroperasi secara bawah tanah (underground mining) --mandat UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan. •• Korsup Minerba KPK merekomendasikan adanya payung hukum terkait penertiban izin yang ditindaklanjuti dengan hadirnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 43/2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penertiban IUP di penghujung tahun 2015 dan menjadi acuan terhadap proses penataan IUP hingga 2017
  • 8. viii •• Sejak 2014 hingga April 2017, tercatat sebanyak 776 izin tambang batubara dicabut/ diakhirkan oleh Kepala Daerah yang berwenang, (Bupati dan Gubernur), diketahui izin yang dicabut mayoritas yang berstatus non-CnC dan masih dalam tahapan eksplorasi. •• Luasan IUP batubara yang dicabut dan diakhirkan mencapai sekitar 3,56 juta hektar. Sehingga total luas IUP batubara setelah adanya Korsup Minerba KPK mencapai sekitar 12,6 juta hektar (berdasarkan data per-30 Januari 2017). •• IUP Batubara yang tersisa hingga April 2017 mencapai 2966 IUP, di mana sebanyak 52% atau 1561 IUP diketahui telah habis masa berlakunya pada Desember 2016. Untuk sisanya, yakni sebanyak 1405 IUP, SK izinnya masih aktif, namun sebanyak 217 izin masih berstatus IUP non-CnC. Pemerintah daerah harus segera menindaklanjuti penertiban izin-izin tersebut. •• Untuk penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan, 102 ribu hektar konsesi batubara jenis PKP2B terdapat di hutan konservasi. Sementara yang berada di hutanlindungmencapai 123,8ribuhektar.SedangkanuntukkonsesijenisIUP,terdapat 194,8 ribu hektar di kawasan hutan konservasi dan 519,8 ribu hektar di kawasa hutan lindung. Sehingga, izin/konsesi batubara yang masih ada di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung luasannya hampir mencapai 940,4 ribu hektar atau 15 % dari seluruh luasan konsesi minerba di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung. •• Secara kewilayahan, sebaran konsesi batubara yang berada di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung di seluruh Indonesia sebagian besar berada di wilayah Papua, Kalimantan Timur, Papua Barat, dan Aceh.
  • 9. ixPenataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK Daftar Isi Kata Pengantar .............................................................................................................................................. v Ringkasan Eksekutif..................................................................................................................................... vii Daftar Isi ............................................................................................................................................................ ix Daftar Tabel...................................................................................................................................................... x Daftar Gambar................................................................................................................................................ x Daftar Singkatan .......................................................................................................................................... xi A. PENDAHULUAN....................................................................................................................................... 1 1. Potret Tata Kelola Perizinan Batubara................................................................................ 1 2. Ihwal Sengkarut Perizinan........................................................................................................ 2 3. Moratorium Izin Tambang ........................................................................................................ 3 4. Rekonsiliasi IUP dan Status Clean and Clear dan Non-Clean and Clear............... 4 5. Update Batubara Indonesia .................................................................................................... 5 6. Cadangan dan Sumberdaya Batubara Indonesia.......................................................... 6 7. Periodisasi Perkembangan Batubara Indonesia............................................................ 7 B. KOORDINASI DAN SUPERVISI MINERBA KPK SEKTOR BATUBARA ............................ 11 1. Latar Belakang dan Cakupan Korsup Minerba KPK .................................................... 11 2. Temuan, Tindak Lanjut dan Capaian Korsup .................................................................. 12 3. Aspek Administrasi dan Kewilayahan ................................................................................ 13 a. Tumpang Tindih Antar-Konsesi/Izin................................................................................. 13 b. Masa Berlaku IUP Berakhir.................................................................................................... 15 c. Konsesi/Izin di Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung......................................... 15 d. IUP Non-Clean and Clear........................................................................................................ 19 e. Tindak Lanjut dan Capaian Penataan............................................................................... 23 4. Anomali Peningkatan Luasan Konsesi/Izin di Hutan Konservasi dan Hutan Lindung.............................................................................................................................................. 27 C. REKOMENDASI........................................................................................................................................ 29 D. DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................. 30 E. LAMPIRAN................................................................................................................................................. 31
  • 10. x Daftar Tabel Tabel 1. Rekapitulasi IUP Batubara CnC dan Non-CnC Se- Indonesia, 2014 & 2017 Tabel 2. Tumpang Tindih IUP dengan PKP2B (2014) Tabel 3. Kerangka‘Go’dan‘No Go Zone’Kawasan Hutan bagi Kegiatan Industri Ekstraktif Tabel 4. Konsesi Pertambangan Minerba di Kawasan Hutan & Area Penggunaan Lain Tabel 5. Masalah dan Tindak Lanjut dalam Evaluasi CnC Sektor Batubara Tabel 6. Kategori Masalah Administrasi dan Kewilayahan dalam Rekomendasi CnC yang Diajukan oleh Pemda Tabel 7. Pola Umum Temuan dan Tindak Lanjut/Rencana Aksi Tabel 8. Rekap Jumlah IUP Batubara yang Dicabut/Diakhirkan (Status April 2017) Tabel 9. Perbandingan Luas Kawasan Konsesi/Izin Batubara di Hutan Konservasi & Hutan Lindung Tahun 2016 (dalam Hektar) Daftar Gambar Gambar 1. Volume Produksi Batubara: Ekspor VS Domestik (dalam Juta Ton) Gambar 2. Sumberdaya dan Cadangan Batubara Indonesia (dalam Juta Ton) Gambar 3. Periodisasi Perkembangan Batubara di Indonesia Gambar 4. Perjalanan Proses Korsup Minerba 2014-sekarang Gambar 5. IUP Batubara dan Status Berakhirnya SK Izin Gambar 6. Luas Konsesi Batubara di Hutan Konservasi dan Hutan Lindung Tahun 2014 (dalam Hektar) Gambar 7. Sebaran Konsesi /Izin Batubara (IUP & PKP2B) di Hutan Konservasi (2014) Gambar 8. Sebaran Konsesi /Izin Batubara (IUP & PKP2B) di Hutan Lindung (2014) Gambar 9. Alur Perkembangan Permen 43/2015 Gambar 10. Perkembangan Jumlah IUP Batubara Non-CnC Gambar 11. Luasan Konsesi /Izin Batubara di Kawasan Hutan Konservasi pada Tahun 2014 & 2017 (dalam Hektar) Gambar 12. Luasan Konsesi /Izin Batubara di Kawasan Hutan Lindung pada Tahun 2014 & 2017 (dalam Hektar) Gambar 13. Ilustrasi Hutan tambang (Pixabay)
  • 11. xiPenataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK Daftar Singkatan AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan APBI : Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APL : Area Penggunaan Lain BARESKRIM : Badan Reserse Kriminal BKF : Badan Kebijakan Fiskal BKPM : Badan Koordinasi Penanaman Modal BIG : Badan Informasi dan Geospasial BPKP : Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan BPS : Badan Pusat Statistik BUMN : Badan Umum Milik Negara CnC : Clean and Clear DBB : Dinas Batu Bara DHPB : Dana Hasil Penjualan Batubara DIRJEN : Direktur Jenderal DITJEN : Direktorat Jenderal EBTKE : Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi ESDM : Energi dan Sumber Daya Mineral GN-PSDA : Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam IUP : Izin Usaha Pertambangan JAMDATUN : Jaksa Agung Muda Perdana dan Tata Usaha Negara JAMINTEL : Jaksa Agung Muda Intelijen KALTARA : Kalimantan Utara KALTIM : Kalimantan Timur KLHK : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KP : Kuasa Pertambangan KPK : Komisi Pemberantasan Korupsi PDB : Produk Domestik Bruto MINERBA : Mineral dan Batubara NPWP : Nomor Pokok Wajib Pajak PERMEN : Peraturan Menteri PHT : Penjualan Hasil Tambang PKP2B : Penjanjian Karya Pertambangan Pengusahaan Batubara
  • 12. xii PLTU : Pembangkit Listrik Tenaga Uap PMA : Penanaman Modal Asing PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri PNBP : Penerimaan Negara Bukan Pajak POLRI : Kepolisian Republik Indonesia PP : Peraturan Pemerintah PWYP : Publish What You Pay RKAB : Rencana Kerja dan Anggaran Belanja SE : Surat Edaran SIE : Surat Izin Ekspor SK : Surat Keputusan SPE : Surat Perjanjian Ekspor UKL/UPL : Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup/Upaya Pemantauan Lingkungan UU : Undang Undang WIUP : Wilayah Izin Usaha Pertambangan WP : Wilayah Pertambangan
  • 13. xiiiPenataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
  • 14. xiv Sumber: asgardprojectsolutions.files.wordpress.com Mayoritas batubara Indonesia masih untuk memenuhi pasar ekspor, sementara tata kelola perizinan dan industri di dalam negeri masih menyisakan problem yang critical.
  • 15. 1Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK A. Pendahuluan 1. Potret Tata Kelola Perizinan Batubara Industri batubara merupakan salah satu penopang perekonomian nasional dan beberapa daerah di Indonesia. Kendati demikian, sebagai komoditas yang memanfatkan banyak lahan (land use), batubara belum berkontribusi optimal kepada kesejahteraan rakyat. Kondisi tersebut disebabkan oleh celah kebijakan yang berimbas pada kebocoran penerimaan negara sepanjang rantai nilai batubara. Salah satu rantai nilai batubara yang penting untuk disorot adalah sektor hulu, yaitu pada aspek perizinan. Celah kebijakan banyak dimanfaatkan oleh pelaku rente sehingga membuat penerbitan izin batubara tidak terkendali. Kondisi tersebut terjadi pada rentang tahun 1999-2012 Pemberian izin penggunaan lahan pada daerah kaya sumber daya alam kerap dikaitkan dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada). Hal ini dapat dilihat dari adanya kecenderungan eskalasi pemberian Kuasa Pertambangan (KP)-istilah perizinan di rezim UU 11/1967-yang saat ini telah berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP), berdasarkan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Izin yang diberikan kepala daerah kepada pelaku usaha diduga banyak disertai dengan ada imbal jasa (kickback) dalam bentuk suap atau gratifikasi. Kondisi tersebut diperparah dari rantai pengawasan yang tidak ketat oleh penyelenggara negara. Karena itu, booming izin pertambangan yang tidak disertai pengawasan yang tepat memicu dampak sosial dan lingkungan serta kerugian negara dari penerimaan. Pemberian izin yang tidak terkendali berimbas pada permasalahan tata kelola pertambangan batubara di rantai proses bisnis lainnya, antara lain: • Terbitnya ribuan izin pertambangan (mineral dan batubara) tanpa melalui proses uji tuntas (due diligence) atas kewajiban dan kepatuhan yang memadai sehingga meninggalkan sejumlah permasalahan seperti tumpang tindih izin baik sesama komoditas dan komoditas lain, maupun tumpang tindih dengan kawasan hutan konservasi dan hutan lindung; keberadaan perusahaan yang diragukan seperti alamat yang tidak jelas, kecukupan modal yang dipertanyakan, serta status IUP Eksplorasi dan Operasi Produksi yang dikeluarkan tanpa adanya komitmen pengalokasian dana reklamasi dan pasca-tambang. • Lemahnya pengawasan, seperti minimnya jumlah dan lemahnya fungsi inspektur tambang dan tidak adanya penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) di sektor Minerba; praktik pertambangan yang tidak sesuai prosedur praktek pertambangan yang baik memunculkan dampak lingkungan seperti dampak buruk bagi lingkungan dan adanya sisa lubang bekas tambang yang ditinggalkan tanpa reklamasi; • Pengawasan produksi dan penjualan serta pengawasan aliran penerimaan negara yang tidak ketat, memunculkan indikasi adanya ekspor ilegal, produksi yang tidak sejalan dengan rencana kerja (RKAB).
  • 16. 2 Hasil kajian KPK di sektor batubara pada tahun 2011 yang mengungkap berbagai permasalahan di pertambangan batubara mendorong KPK untuk melakukan Koordinasi dan Supervisi(Korsup),khususnyadisektorPertambanganMineraldanBatubara(Minerba).Sejumlah temuan pada kajian tersebut melahirkan beberapa rekomendasi tindak lanjut, diantaranya: • Perlunya dilakukan perbaikan regulasi, misalnya berupa Peraturan Menteri (Permen); • Perlunya dilakukan penguatan kelembagaan; • Perlu adanya perbaikan ketatalaksanaan perizinan; • Perlunya dibangun database minerba, salah satunya melalui Minerba One Map Indonesia (MOMI); • Pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban pemda dan pelaku usaha; • Mendorong penetapan batas wilayah pertambangan; • Membenahi IUP melalui proses Clean and Clear (CNC); dan • Perlu adanya pelatihan inspektur tambang untuk menguatkan pengawasan. Korsup juga merupakan salah satu mandat yang dimiliki KPK sesuai dengan tugas dan kewenangan KPK pada pasal 14 UU No 30/2002 tentang KPK yaitu, • Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah. • Memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi. • Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran KPK mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan. Selain itu, isu batubara merupakan bagian dari rencana strategi KPK 2011-2015 yang salah satunya berfokus pada perbaikan sektor strategis terkait kepentingan nasional (national interest) meliputi ketahanan energi dan lingkungan (migas, pertambangan dan kehutanan) serta penerimaan negara (pajak, bea dan cukai, serta PNBP). Korsup Minerba juga lahir sebagai trigger mechanism yang dijalankan KPK untuk melakukan pencegahan korupsi di sektor-sektor tertentu melalui koordinasi dan supervisi dengan kementerian/lembaga terkait 2. Ihwal Sengkarut Perizinan Jika ditarik mundur, sengkarut tata kelola tambang minerba yang memicu booming perizinan tambang terjadi pasca-ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75/2001 tentang Penyerahan Kewenangan Pertambangan kepada Pemerintah Daerah yang merupakan turunan UU Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). PP Nomor 75/2001 itu mulanya dimaksudkan sebagai jembatan perantara antara UU Nomor 11/1967 tentang Pertambangan dengan UU Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah. Konsekuensi lahirnya PP Nomor 75/2001 tersebut secara umum memberikan kewenangan pengelolaan sektor pertambangan secara utuh kepada Pemda di tingkat Kabupaten/Kota, sehingga memicu ketidaksinkronan dengan UU Nomor 11/1967 tentang Pertambangan.
  • 17. 3Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK Berdasarkan data pada tahun 2001, izin tambang yang tercatat oleh pemerintah pusat diketahui hanya sebanyak 750-an izin, namun dengan peralihan kewenangan pemberian izin di era desentralisasi, angka izin minerba berkembang secara tidak terkontrol menjadi 8.000-an lebih di tahun 2008 (Tri Haryati, 2013). Angka tersebut melonjak lebih signifikan lagi menjadi 10.900-an lebih di tahun rentang 2010 hingga 2014. Dari angka tersebut 40% diantaranya adalah IUP batubara dengan total luasan mencapai mencapai 16,2 juta hektar (Ditjen Minerba, 2013). Sedangkan luasan untuk rezim izin PKP2B luasanya sekitar 1,95 juta hektar (Ditjen Planologi, 2014). Kelahiran UU Nomor 4/2009 tentang Minerba menjadi titik balik baru dalam tata kelola pertambangan. UU Minerba diharapkan mampu menyelesaikan sejumlah masalah dari regulasi pertambangan sebelumnya dan menyesuaikan dengan semangat desentralisasi. UU Minerba telah mengakhiri skema/model kontrak/perjanjian dan beralih ke bentuk IUP yang terdiri atas IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi. UU ini memandatkan pada seluruh KP yang ada untuk dikonversi menjadi IUP. 3. Moratorium Izin Tambang Pasca-diterbitkannya UU Minerba Nomor 4/2009, Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba meresponnya dengan menerbitkan dua Surat Edaran (SE) untuk dilakukannya moratorium penerbitan IUP baru, yakni: 1. SE Nomor 03/2009 tertanggal 30 Januari 2009 tentang Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara Sebelum Terbitnya Peraturan Pemerintah Sebagai Pelaksanaan UU Nomor 4/2009. SE ini ditujukan kepada seluruh gubernur dan bupati/walikota agar menghentikan sementara penerbitan IUP baru sampai dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (Poin 2 Surat Edaran); 2. SE Nomor 08/2012 tentang Penghentian Sementara Penerbitan IUP Baru Sampai Ditetapkannya Wilayah Pertambangan (WP). Surat Edaran yang menegaskan soal moratorium ini diterbitkan tiga tahun dari SE Nomor 03/2009 tepatnya pada tanggal 6 Maret 2012 dan ditujukan kepada gubernur dan bupati/walikota di seluruh Indonesia. Dengan terbitnya SE itu, maka gubernur dan bupati/walikota seluruh Indonesia diminta untuk menghentikan penerbitan IUP baru sampai ditetapkannya WP. KeduaSEtersebutmerupakanpedomanbagiDinasPertambanganProvinsidanKabupaten/ Kota di seluruh Indonesia untuk melaksanakan moratorium (penghentian sementara) IUP. Bagi kepala daerah yang melanggar akan ada sanksi tegas yang dijatuhkan, bahkan dapat dipidana. Sedangkan bagi perusahaan yang melanggar maka semua izin usahanya akan dicabut oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Menurut Sawitri (2013), sayangnya moratorium dalam praktik di beberapa daerah kerap “diakali” dengan tanggal permohonan izin tambang yang dibuat mundur (backdate), seolah- olah permohonan IUP diajukan sebelum tahun 2009. Hal ini bertujuan agar permohonan izin tambang dapat diproses segera tanpa harus melalui lelang1 . 1 Konfirmasi juga kembali dilakukan kepada Tim SDA KPK yang mengemukakan indikasi backdate izin terjadi di sejumlah daerah.
  • 18. 4 Indikasi kuat adanya backdate dari SK penerbitan IUP ini tampak dari adanya peningkatan jumlah izin tambang yang terindentifikasi di tingkat pusat, dari hanya 8.000-an izin di akhir 2008 menjadi sekitar 10.900-an di akhir 2011, sehingga ada IUP yang diduga lahir pada rentang 2009-2011, yang jumlahnya mencapai 2900-an izin lebih. 4. Rekonsiliasi IUP dan Status Clean and Clear dan Non-Clean and Clear Minimnya validitas data dan banyaknya permasalahan turunan akibat lonjakan perizinan di era desentralisasi membuat Kementerian ESDM melalui Ditjen Minerba berinisiatif mengadakan rekonsiliasi nasional data IUP pada 3-6 Mei 2011. Rekonsiliasi itu yang bertujuan untuk mendapatkan data pasti dalam proses penataan IUP yang diterbitkan Pemda seluruh Indonesia. Untuk menyaring keberadaan tambang tersebut, maka dilakukan identifikasi melalui penetapan status CnC dan non-CnC yang diharapkan untuk mendapatkan data IUP nasional, sekaligus untuk mempercepat proses penyesuaian KP menjadi IUP sebagaimana diamanatkan oleh PP Nomor 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada momen rekonsiliasi, pemerintah daerah (Bupati/Walikota/Gubernur) menyerahkan seluruh IUP yang diterbitkan beserta kelengkapan seluruh dokumen pendukungnya antara lain: kelengkapan administrasi seperti Surat Keputusan (SK) penerbitan IUP yang masih berlaku beserta lampiran peta dan koordinat, dokumen yang menunjukkan tidak terjadi tumpang tindih antar izin dan komoditas, dokumen terkait kewajiban keuangan, serta persetujuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Berdasarkan verifikasi dan klasifikasi tersebut, IUP dikelompokkan menjadi IUP CnC dan IUP non-CnC. Data yang dihimpun oleh pemerintah dalam proses rekonsiliasi IUP nasional itu digunakan untuk melakukan penataan KP/IUP, khususnya terhadap KP/IUP yang diterbitkan oleh Pemda. Secara umum, IUP CnC adalah IUP yang proses penerbitannya telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak memiliki permasalahan administrasi dan tumpang tindih kewilayahan dan komoditas. Sebaliknya, IUP Non-CnC merupakan IUP yang memiliki permasalahan dalam proses penerbitannya dan/atau memiliki permasalahan tumpang tindih kewilayahan. Selanjutnya bagi IUP yang telah menyandang status CnC, dapat ditingkatkan untuk mendapatkan sertifikat CnC dengan catatan selain tidak bermasalah secara administrasi dan tumpang tindih kewilayahan, IUP tersebut juga telah memenuhi seluruh kewajiban finansial (baik pajak dan non-pajak), memenuhi kewajiban persyaratan teknis seperti laporan akhir eksplorasi, laporan studi kelayakan dan laporan lingkungan seperti AMDAL, UKL/UPL (Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan), serta rencana reklamasi dan pasca tambang beserta persetujuannya. Upaya rekonsiliasi ini bukan tanpa hambatan dan perdebatan. Banyak kabupaten/kota dan provinsi yang tidak juga patuh untuk menyampaikan datanya, lantaran dianggap proses rekonsiliasi ini tidak memiliki payung hukum yang jelas. Selain itu, pemerintah daerah juga ada
  • 19. 5Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK yang menyalahkan pemerintah pusat akibat tidak dilaksanakannya tugas pokok dan fungsi pemerintah pusat dalam mekanisme pengawasan. Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintah melalui sejumlah regulasi mulai mempersyaratkan CnC dalam pemberian layanan perizinan, termasuk perizinan angkut jual, surat izin ekspor (SIE), surat persetujuan ekspor (SPE), dan perubahan investasi. Kebijakan penataan IUP terus berjalan seiring dengan terbitnya UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menarik kewengan bupati/walikota sebagai pemberi izin kepada gubernur. Selain itu, terbit juga Permen ESDM Nomor 43/2015 Tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan IUP yang memperkuat mekanisme evaluasi dan penertiban izin, dan khususnya melalui mekanisme audit CnC. Permen 43/2015 lahir setelah Korsup KPK merekomendasikan pentingnya payung hukum dalam penataan perizinan. 5. Update Batubara Indonesia Indonesia merupakan negara produsen batubara urutan kelima dunia setelah China, Amerika Serikat, India dan Australia (BP Statistical Review, 2016). Produksi batubara Indonesia sepanjang2012-2015rata-ratamencapailebihdari400jutatonsetiaptahun.Kendatidemikian, Indonesia merupakan eksportir batubara terbesar di dunia sebelum disalip Australia pada tahun 2015. Sekitar 75%-85% dari volume produksi batubara Indonesia diekspor, sedangkan sisanya digunakan untuk kebutuhan domestik dengan peruntukan utama sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Namun, kontribusi batubara terhadap produk domestik bruto (PDB) masih sangat minim, rata-rata hanya berada di kisaran 2,5% sepanjang 2010-2015 dari kisaran 4-5% PDB pertambangan secara umum pada periode yang sama (BPS, 2016). Gambar 1. Volume Produksi Batubara: Ekspor VS Domestik (dalam juta ton) Sumber: Laporan Kinerja Ditjen Minerba (2015-2016), Kementerian ESDM & APBI (2016) 2005 EksporProduksi Batubara Domestik 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 154 194 217 240 254 275 353 412 474 458 461 434 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 103 142 163 191 198 210 287 345 402 382 366 343.5 51 52 54 49 56 65 66 67 72 76 87 90.5
  • 20. 6 Berdasarkan data runut waktu, lonjakan produksi batubara mulai mengalami peningkatan pada rentang tahun 1989 hingga 1999. Volume produksi batubara pada kurun waktu tersebut meningkat dari 4,43 juta ton menjadi 80,89 juta ton dengan tingkat pertumbuhan yang sangat signifikan, tiap tahunnya hampir mencapai 30%. Selanjutnya, angka volume produksi batubara Indonesia terus tumbuh hingga menyentuh rekor tertingginya di angka 400-an juta ton pada tahun 2012 hingga dua tahun setelahnya. Pada tahun 2015 dan 2016 angka produksi mengalami penurunan sebagai konsekuensi dari turunnya harga batubara dunia dan antisipasi yang dilakukan China untuk mengerem laju penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di negaranya. Industri tambang batubara kembali bergeliat di penghujung 2016 yang ditunjukkan dengan peningkatan harga batubara dunia dan Harga Batubara Acuan (HBA) yang cukup signifikan. Dalam kerangka kebijakan energi nasional, komoditas batubara juga mendapatkan perhatian khusus melalui Peraturan Presiden No 22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Terdapat sejumlah rencana aksi kegiatan yang dimandatkan oleh Perpres terkait batubara kepada Kementerian ESDM untuk ditindaklanjuti menjadi kebijakan nasional yang tentunya akan berdampak pada industri batubara. Poin-poin penting yang berkaitan sektor batubara antara lain: • Mengendalikan produksi batubara maksimal sebesar 400 juta ton mulai tahun 2019. • Mengurangi porsi ekspor batubara secara bertahap dan menghentikan ekspor batubara paling lambat tahun 2046, dalam rangka memprioritaskan kebutuhan dalam negeri. • Menghentikan ekspor batubara pada saat kebutuhan dalam negeri mencapai 400 juta ton. • Memanfaatkan batubara sebagai andalan untuk menyeimbangkan pasokan energi primer sebesar minimal 30% pada tahun 2025 dan minimal 25% pada tahun 2050, dengan menggunakan teknologi bersih. • Moratorium pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) batubara di hutan alam primer dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi, dan area penggunaan lain. 6. Cadangan dan Sumberdaya Batubara Indonesia Berdasarkan data Badan Geologi tahun 2016, Indonesia memiliki sumberdaya batubara mencapai 99,2 miliar ton dengan cadangan terbukti mencapai 13,3 miliar ton dari seluruh jenis izin pertambangan batubara yang sedang berjalan. Cadangan terbukti tersebut dikontribusikan oleh Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sebesar 41,3 %, IUP Penanaman Modal Asing (PMA) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar 11%, dan IUP Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar 47,7%. Dengan asumsi laju produksi batubara tetap seperti tahun 2015 (461 juta ton/tahun) dan data cadangan terbukti tetap seperti sekarang (13,3 miliar ton), maka cadangan terbukti batubara di Indonesia diperkirakan akan habis dalam kurun waktu 28,85 tahun mendatang, tepatnya di tahun 2046.
  • 21. 7Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK Secara kewilayahan, mayoritas sumberdaya dan cadangan batubara di Indonesia terkonsentrasi di dua pulau besar, yaitu Sumatera (50%) dan Kalimantan (49,5%), sisanya tersebar di pulau-pulau lain seperti Papua. Saat ini, lokasi eksploitasi batubara sebagian besar berada di wilayah Kalimantan (93%) dan selebihnya (7%) di wilayah Sumatera. Sementara dari sisi kualitas, batubara Indonesia terdiri atas kualitas menengah (63%), kualitas rendah (29%), kualitas tinggi (5%), dan kualitas sangat tinggi (3%). Gambar 2. Sumberdaya dan Cadangan Batubara Indonesia (dalam Juta Ton) Sumber: Badan Geologi, 2016 7. Periodisasi Perkembangan Batubara Indonesia Sejarah pertambangan batubara di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda, namun saat itu volumenya belum begitu besar. Dalam klasifikasi Lacurelli (2010), setidaknya terdapat tiga fase dalam perkembangan batubara di Indonesia hingga periode tahun 2009, terutama apabila dihubungkan dengan pertumbuhan volume produksi. Periodisasi oleh Lucarelli ini dikembangkan lebih lanjut oleh laporan ini dengan menambahkan satu periode yakni periode penyesuaian dan penataan (2010 – sekarang). Periodisasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Periode Perkembangan (Formative Period), 1967-1998. Pada periode ini lahir dua regulasi kunci atas dibukanya investasi sektor batubara di Indonesia, yaitu UU Nomor 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU Pertambangan Nomor 11/1967 yang membuka pintu bagi investasi asing di sektor pertambangan mineral dan batubara. Pada periode ini lahir berbagai bentuk konsesi batubara dalam bentuk KP. 60.000,00 50.000,00 40.000,00 30.000,00 20.000,00 10.000,00 - Tereka Tertunjuk Terukur Total Terkira Terbukti Total PKP2B 14.748,90 13.892,26 15.168,58 43.808,75 4.815,72 5.475,57 10.291,29 IUP PMA DAN BUMN 1.635,40 2.187,17 1.777,07 5.599,64 1.966,87 1.463,93 3.430,80 IUP PMDN 15.816,77 14.271,91 19.779,23 49.867,91 12.389,50 6.329,02 18.718,52 PKP2B IUP PMA DAN BUMN IUP PMDN
  • 22. 8 b. PeriodeLepasLandas(Take-offperiod),1989-1999. Secaraumumperiodeiniadalah titik balik dari industri batubara, di mana terjadi pertumbuhan produksi signifikan dalam 10 tahun lebih dari 2000% dari hanya 4,43 juta ton di tahun 1989 menjadi 80,89 juta ton di tahun 1999. Pada periode ini ditandai oleh masuknya investasi di sektor batubara dari pemodal asing dengan hadirnya PKP2B Generasi I sebanyak 10, yang lahir pada rentang tahun 1981–1989. Selanjutnya, PKP2B Generasi II sebanyak 18, yang lahir pada tahun 1994-1996 dan PKP2B Generasi III sebanyak 113, pada periode 1997- 2000. c. Periode Otonomi Daerah (The localization period), 2000-2009. Proses transisi pasca-kejatuhan rezim Suharto mengubah arah pelimpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah yang terjadi secara masif sehingga memicu sengkarut kewenangan perizinan yang berakibat pada tidak terkendalinya izin-izin tambang yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah. Otonomi daerah ditafsirkan sebagai kewenangan mutlak untuk membagi-bagi izin tambang sampai tidak ada izin tambang yang tersisa lagi untuk bisa diberikan kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pada periode 2001–2009 sektor pertambangan dapat dikatakan mengalami chaos, dimana dalam periode tersebut sektor pertambangan batubara berkembang hampir tanpa pengawasan baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi. Bahkan muncul adagium, otonomi ditafsirkan tergantung pada kearifan para Bupati dan DPRDnya. d. Periode Penyesuaian dan Penataan, 2010-Sekarang. Periode ini ditandai dengan adanya penyesuaian/penyelarasan dan penataan kembali otonomi daerah yang berimplikasi pada sektor pertambangan. Dari sisi regulasi, periode ini ditandai dengan lahirnya UU Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) dan lima tahun kemudian lahir UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengalihkan kewenangan perizinan ke provinsi, berbeda dari UU Pemda sebelumnya Nomor 32/2004 yang memberikan kewenangan pada Bupati/Walikota. Pada periode ini, KP disesuaikan menjadi IUP sesuai dengan UU Minerba, sedangkan PKP2B pada akhirnya akan diarahkan menjadi IUP Khusus melalui renegosiasi untuk melakukan amandemen, yang hingga kini prosesnya masih belum selesai seluruhnya. Pada periode ini terdapat proses evaluasi dan semacam audit izin melalui kebijakan pemberian status dan sertifikat CnC sebagai upaya untuk melakukan penataan pertambangan. Penertiban yang cukup progresif juga dilakukan melalui dukungan KPK dalam mekanisme Korsup yang secara formal dimulai sejak tahun 2014. Korsup ini melibatkan kerja sama dengan Kementerian/Lembaga sektoral dan penegak hukum terkait, serta peran aktif Pemerintah Daerah baik tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi di seluruh Indonesia. Periode ini juga ditandai dengan ditariknya kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam memberikan IUP dan pengawasan pertambangan ke pemerintah provinsi melalui UU Nomor 23/2014.
  • 23. 9Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK Gambar 3. Periodisasi Perkembangan Batubara di Indonesia Sumber: Lucarelli (2010) dan PWYP Indonesia (2017) Periode Penyesuaian dan Penataan 2010-sekarang Periode Otonomi (The Localization Period) 2000-2009 Periode Lepas Landas (Take-off Period) 1989-1999 Periode Perkembangan (Formative Period) 1967-1980
  • 24. 10 Sumber: ft.com KPK bersama Kementerian ESDM dan Pemerintah Daerah, berkolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil dan NGOs menginisiasi upaya penertiban dan penataan sektor batubara melalui Koordinasi dan Supervisi sektor Minerba dalam Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA).
  • 25. 11Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK B. Koordinasi dan Supervisi Minerba KPK Sektor Batubara 1. Latar Belakang dan Cakupan Korsup Minerba KPK Korsup Minerba merupakan bagian dari Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN-PSDA) yang dinisiasi KPK awal tahun 2014, diawali dengan kick-off meeting antara KPK dan jajaran Kementerian/Lembaga dan Penegak Hukum terkait yang dihadiri oleh kepala- kepala daerah di bulan Februari 2014. Pada awalnya, wilayah cakupan Korsup Minerba terbatas di 12 provinsi dengan izin pertambangan minerba terbanyak di Indonesia2 . Namun, setelah diadakan pertemuan puncak pada akhir 2014, cakupan wilayah Korsup bertambah 19 provinsi lainnya, 3 sehingga total menjadi 31+1 Provinsi (ditambah Kalimantan Utara yang merupakan pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur). Total cakupannya mencapai 162 Kabupaten/Kota penghasil Minerba terlibat dalam Korsup ini. Terdapat lima (5) sasaran utama yang harus dilakukan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam Korsup Minerba, antara lain: • Pelaksanaan Penataan IUP • Pelaksanaan Kewajiban keuangan pelaku IUP • Pelaksanaan pengawasn produksi dan penjualan minerba • Pelaksanaan kewajiban pengolahan dan pemurnian • Pelaksanaan kewajiban pengelolaan lingkungan Pelaksanaan Korsup Minerba ini meliputi studi awal sebagai baseline, rapat koordinasi, penyusunan rencana aksi bersama instansi terkait, serta melakukan monitoring, koordinasi, dan supervisi capaian rencana aksi yang telah disusun oleh berbagai instansi terkait. Hingga sekarang, Korsup Minerba masih berlangsung, dan sejak Februari 2016 bertansformasi menjadi bagian dari Korsup Energi dengan perluasan cakupan sektor yang meliputi Migas, Kelistrikan, serta Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE). Gambar 4 adalah lini masa dari perjalanan Korsup Minerba hingga Korsup Energi KPK. 2 12 Provinsi: Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara 3 19 Provinsi: Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Lampung, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara, Papua dan Papua Barat
  • 26. 12 Gambar 4. Perjalanan Proses Korsup Minerba 2014-sekarang Sumber: Korsup Minerba KPK 2. Temuan, Tindak Lanjut dan Capaian Korsup Pola umum permasalahan perizinan pertambangan batubara secara umum meliputi aspek administratif seperti kelengkapan syarat izin, alamat perusahaan yang tidak jelas, tumpang tindihperizinan,problemtataruangdankewilayahan,kewajibanfinansial,sertaketidakpatuhan ketentuan reklamasi dan pasca-tambang. Persoalan administrasi dan kewilayahan sebagian besar disebabkan oleh kelemahan dan ketidaksinkronan database antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Di bawah ini adalah tabel perizinan batubara saat pertama kali Korsup Minerba dilakukan pada 2014 dan tiga tahun setelahnya. Secara umum, dapat terlihat kinerja Korsup Minerba, yakni terjadinya penurunan jumlah IUP Batubara pasca-adanya Korsup Minerba. Tabel 1. Rekapitulasi IUP Batubara CnC dan Non-CnC Se- Indonesia, 2014 & 2017   Status IUP Batubara (Desember 2014) IUP Batubara (April 2017) Eksplorasi Operasi Produksi (OP) Eksplorasi Operasi Produksi (OP) CNC 1.391 1.028 899 1.300 Non-CNC 991 382 535 236 Sub Total 2.382 1.410 1.434 1.536 TOTAL 3.792 2.970 Sumber: Ditjen Minerba, 2014 & 2017 Jan-Feb 2014 Kick off meeting Korsup Minerba di KPK Agu-Des 2015 Pelaksanaan Monev Korsup di 19 Provinsi Feb-Jul 2014 Kick off Korsup Minerba di 12 Provinsi 31 Okt 2015 Keputusan dan Rekomendasi Final Tindak Lanjut Korsup Minerba di 32 Provinsi Agu-Nov 2014 Monev Korsup Minerba di 12 Provinsi Feb 2016-sekarang Korsup Energi: Minerba, Migas, Kelistrikan dan EBTKE Jan-Jul 2015 Kick off Pelaksanaan Korsup Minerba di 19 Provinsi
  • 27. 13Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK 3. Aspek Administrasi dan Kewilayahan a. Tumpang Tindih Antar Konsesi/Izin Basis data yang lemah menyebabkan banyak terjadinya tumpang tindih antar izin/konsesi serta lambatnya tindak lanjut dari pengakhiran dan pencabutan izin-izin yang telah berakhir atau habis masa berlakunya. Hal tersebut juga dikarenakan lemahnya koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sehingga IUP yang dikeluarkan oleh Pemda ternyata masih masuk dalam wilayah izin yang dikelola oleh pusat seperti KK/ PKP2B. Berikut adalah dua contoh model kasus yang saling tumpang tindih antar izin: Tumpang Tindih IUP dengan PKP2B Berdasarkan temuan Korsup KPK tahun 2014, tumpang tindih IUP dengan PKP2B jumlahnya mencapai 50-an izin, sebagian besar berada di wilayah Kalimantan dan sebagian kecil di Sumatera Selatan. Hal itu terutama terjadi pada saat terjadi konversi dari KK menjadi IUP, dimana wilayah/area IUP yang diterbitkan oleh Pemda tersebut ternyata masih menjadi area PKP2B. Tabel 2. Tumpang Tindih IUP dengan PKP2B (2014) NO PKP2B Lokasi Penerbit IUP (Prov/Kab/Kota) Jumlah IUP 1 Tanjung Alam Jaya Banjar Banjar (1 IUP) 1 2 Ekasatya Yanatama Tanah Bumbu Kotabaru (2 IUP) 2 3 Kadya Caraka Mulia Banjar Banjar (1 IUP) 1 4 Trubando Coal Mining Kutai Barat Barito Utara (1 IUP) 1 5 Borneo Indobara Tanah Bumbu SK Menteri (1 kk:Pelsart) 1 6 Bharinto Ekatama Barito Utara & Kutai Barat Kutai barat (1 IUP) 1 7 Asmin Bara Bronang Kapuas dan Murungraya Kapuas (7 IUP) 7 8 Antang Gunung Meratus Hulu sungai selatan, Hulu sungai tengah, Banjar, Taipin Hulu Sungai (1 IUP) 1 9 Suprabari Mapindo Mineral Barito Utara Barito Utara (1 IUP) 1 10 Interex Sacra Raya Pasir dan Tabalong Tabalong (1 IUP) 1 11 Bangun Banua Persada Kalimantan Banjar dan Tapin Tapin (1 IUP) 1 12 Intitirta Primasakti Sarolangun, Batanghari, Musi Banyuasin Batanghari (4 IUP) Sarolangun (6 IUP) 10 13 Firman Ketaun Perkasa Kutai barat Kutai Barat (2 IUP) 2
  • 28. 14 14 Nusantara Termal Coal Bungo Bungo (1 IUP) 1 15 Singlurus Pratama Kutai Kartanegara; Kota Balikpapan; Penajam Paser Utara Penajam Paser Utara (1 IUP) 1 16 Arutmin Indonesia Tanah Bumbu; Tanah Laut; Kotabaru Tanah Bumbu (8 IUP) Kotabaru (3 IUP) 11 17 Multi Tambangjaya Utama Barito Selatan; Bario Utara; Barito Timur Barito Timur (3 IUP) 3 18 Perkasa Inakakerta Kutai Timur Kutai Timur (2 IUP) 2 19 Juloi Coal Murungraya Murungraya (1 IUP) 1 20 Kalimantan Energi Lestari Kotabaru SK Menteri (1KK: Pelsart) 1 Jumlah 50 Sumber: Bahan Paparan Dirjen Minerba, Jakarta, 27 Agustus 2014 Tumpang Tindih Antar IUP Antar IUP juga mengalami tumpang tindih. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh permasalahan batas wilayah, dimana belum adanya penetapan batas wilayah dari suatu kabupaten/kota maupun provinsi. Kasus KalimantanTimur dan Kalimantan Utara di bawah ini menggambarkan kondisi tersebut (Ditjen Minerba, 2016). Kalimantan Timur Terdapat permasalahan batas wilayah antara IUP batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara denganIUPbatubaradiKabupatenKutaiTimur.Sejumlahupayauntukmenengahipersoalan tersebut telah dilakukan sebelumnya, yaitu dengan adanya kesepakatan Tim Penegasan Batas Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Tim Penegasan Batas Daerah Kabupaten Kutai Timur yang mana kesepakatan tersebut dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan Batas tanggal 3 Desember 2010, dan Surat Penegasan Batas Gubernur Kalimantan Timur No. 136/9187/BPPWK-C/X/2012 tanggal 31 Oktober 2012 (Dirjen Minerba). Sebagai upaya tindak lanjut penyelesaiaanya, Kementerian ESDM membentuk Tim Kordinasi yang terdiri dari Ditjen Minerba, Jamdatun Kejaksaan Agung, Jamintel Kejaksaan Agung, Bareskrim POLRI dan BPKP. Tim ini merekomendasikan: “Dalam hal belum ditetapkannya batas administratif Kab. Kutai Kartanegara dan Kab. Kutai Timur, permohonan CnC PT. XXX dapat diproses mengacu pada batas indikatif wilayah yang dikeluarkan oleh Badan Informasi dan Geospasial (BIG)” Kalimantan Utara Tumpang tindih IUP terjadi akibat belum adanya penetapan batas wilayah administratif definitif antara Kabupaten Tana Tidung dengan Kabupaten Nunukan. Penyelesaiannya mengikutipenyelesaiankasustumpangtindihbatasadministrasiIUPdiProvinsiKalimantan Timur sesuai kesepakatan Tim Koordinasi Penyelesaian permasalahan IUP yang dibentuk
  • 29. 15Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK oleh Kementerian ESDM. Selanjutnya Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) melalui surat tanggal 3 Mei 2016 kepada Menteri ESDM, meminta penerbitan Sertifikat CnC PT. XXX sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Surat Dirjen Minerba ke Gubernur Kalimantan Utara pada bulan Juni 2016 menyampaikan bahwa Penetapan CnC PT. XXX akan dilakukan setelah Gubernur Kaltara memproses penciutan wilayah yang tumpang tindih; menerbitkan SK penciutan; dan menyampaikan hasil penyelesaian tumpang tindih WIUP. Namun, berdasarkan laporan Kementerian ESDM ke KPK per 15 September 2016, SK penyelesaian tumpang tindih belum juga diterbitkan oleh Gubenur Kaltara. b. Masa Berlaku IUP Berakhir Korsup Minerba juga telah merekomendasikan untuk mendapatkan data perizinan yang lengkap, termasuk mengenai periode perizinan yang telah berakhir masa berlakunya. Dari total 8.524 IUP di sektor Minerba yang tersisa di awal April 2017, terdapat 2.996 IUP Batubara. Dari jumlah itu, 1.561 IUP diantaranya telah habis masa berlakunya, sedangkan sisanya 1.405 IUP masih aktif. Dari SK yang aktif, 217 IUP diantaranya berstatus Non-CnC dan 1.188 diantaranya berstatus CnC. Sedangkan dari IUP yang SK nya habis, 1.007 IUP diantaranya CnC dan 554 diantaranya Non-CnC. Gambar 5 mengilustrasikan IUP batubara dan status berakhirnya SK Izin per April 2017. Gambar 5. IUP Batubara dan Status Berakhirnya SK Izin Sumber: Ditjen Minerba Kementerian ESDM, April 2017 c. Konsesi/ Izin di Kawasan Hutan Konservasi dan Hutan Lindung Salah satu temuan penting dari Korsup Minerba adalah banyaknya izin pertambangan batubarayangberadadikawasanhutanyangtidakbolehdilakukankegiatanpertambangan (no go zone), yakni hutan konservasi dan hutan lindung (secara penambangan terbuka). Hal ini terungkap dalam rapat koordinasi bersama Ditjen Minerba, Kementerian ESDM dan Ditjen Planologi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada awal tahun 2014. 2.966 IUP Batubara SK Aktif 1.405 IUP SK Habis 1.561 IUP 554 IUP Non-CnC 217 IUP Non-CnC 1.007 IUP C&C 1188 IUP CnC
  • 30. 16 Berdasarkan ketentuan UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan, aktivitas pertambangan di kawasan hutan tidak boleh dilakukan di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung. Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan sesuai dengan ketentuan Pasal 38 UU Kehutanan, dapat dilakukan dengan ketentuan: (1) Jika dalam kawasan hutan produksi, dapat dilakukan dengan pola pertambangan terbuka (open pit); dan atau dengan pola penambangan bawah tanah (underground); sedangkan (2) Jika dalam kawasan hutan lindung, hanya dapat dilakukan penambangan dengan pola underground, dengan ketentuan dilarang mengakibatkan turunnya permukaan tanah, berubahnya fungsi pokok kawasan hutan secara permanen, dan terjadinya kerusakan akuifer air tanah (lapisan bawah tanah yang mengandung air dan dapat mengalirkan air). Tabel 3 menggambarkan kerangka ‘Go’ dan ‘No Go Zone’ bagi kegiatan industri ekstraktif di kawasan hutan. Pada era pemerintahan Presiden Megawati, dikeluarkan Keputusan Presiden No. 41 Tahun 2004 tentang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang Berada di Kawasan Hutan yang memberikan penetapan kepada 13 izin atau perjanjian di bidang pertambangan yang telah ada sebelum berlakunya UU Nomor 41/1999. Dari ke-13 izin tambang itu, hanya satu yang komoditasnya batubara yaitu milik PT Interex Sacra Raya. Tabel 3. Kerangka‘Go’dan‘No Go Zone’Kawasan Hutan bagi Kegiatan Industri Ekstraktif (Berdasarkan Ketentuan UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan) Jenis Hutan Konsesi Tambang Konsesi Kelapa Sawit Konsesi Kawasan Kehutanan Konsensi Penebangan Hutan Hutan Konservasi No Go No Go No Go No Go Hutan Lindung No Go (diizinkan apabila melakukan penambangan bawah tanah) No Go No Go No Go Hutan Produksi Go (dengan persetujuan Kementerian KLHK berupa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) No Go No Go Go Sumber: Radjawali, 2014, Konsesi Minerba di Hutan Konservasi dan Hutan Lindung Hasil temuan Korsup tahun 2014 mencatat, jumlah seluruh izin tambang baik mineral maupun batubara yang berada di kawasan hutan hampir mencapai sekitar 26 juta hektar, dimana 6,3 juta hektar di antaranya berada di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung. Tabel 3 menguraikan konsesi pertambangan mineral dan batubara di kawasan hutan dan area penggunaan lain (APL).
  • 31. 17Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK Tabel 4. Izin/Konsesi Pertambangan Minerba di Kawasan Hutan & Area Penggunaan Lain Kategori Konsesi Hutan Konservasi (A) Hutan Lindung (B) Hutan Produksi (C) Kawasan Hutan (D=A+B+C) Area Peng- gunaan Lain (E) Grand Total (D+E)               IUP 1,160,181 3,922,584 17,909,481 22,992,246 11,735,091 34,727,338 Operasi Produksi 18,819 173,196 2,022,352 2,214,367 2,232,884 4,447,250 C&C 10,852 75,068 1,612,090 1,698,010 1,730,613 3,428,623 Non-C&C 7,967 98,128 410,262 516,357 502,271 1,018,627 Survei/ Explorasi 1,141,363 3,749,388 15,887,130 20,777,880 9,498,814 30,276,694 C&C 119,499 1,380,574 8,057,850 9,557,924 5,125,754 14,683,678 Non-C&C 1,021,863 2,368,814 7,829,279 11,219,956 4,373,060 15,593,016               KK 110,219 890,541 837,558 1,838,318 372,380 2,210,698 Operasi Produksi 10,166 236,046 285,484 531,696 151,654 683,350 Survei/ Explorasi 100,053 654,496 552,075 1,306,624 220,725 1,527,348               PKP2B 101,998 123,752 927,171 1,152,921 803,274 1,956,194 Operasi Produksi 10,074 16,695 539,780 566,549 698,355 1,264,904 Survei/ Explorasi 91,924 107,056 387,390 586,370 104,919 691,290 Grand Total 1,372,398 4,936,878 19,674,211 25,983,486 12,910,744 38,894,231 Sumber: Ditjen Planologi, KLHK, Diolah (2014) Konsesi/Izin Batubara di Hutan Konservasi dan Hutan Lindung Sedangkan konsesi batubara jenis PKP2B mencapai 1,2 juta hektar, dimana 102 ribu hektarnya di hutan konservasi, dan 123,8 ribu hektar di hutan lindung. Sedangkan konsesi jenis IUP, terdapat 194,8 ribu hektar di kawasan hutan konservasi dan 519,8 ribu hektar di kawasa hutan lindung. Dengan demikian, konsesi/izin batubara di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung total hampir mencapai 940,4 ribu hektar atau 15 % dari seluruh luasan konsesi minerba di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung. Gambar 6 merupakan komposisi luasan masing-masing konsesi IUP dan PKP2B di hutan konservasi dan hutan lindung.
  • 32. 18 Gambar 6. Luas Konsesi Batubara di Hutan Konservasi dan Hutan Lindung Tahun 2014 (dalam Ha) Sumber: Ditjen Planologi, KLHK, Diolah (2014) Berdasarkan proses diskusi dan pembahasan-pembahasan yang diikuti oleh PWYP Indonesia dalam Korsup Minerba, dapat dianalisa bahwa keberadaan konsesi/izin batubara di Hutan Konservasi dan Hutan Lindung tersebut antara lain disebabkan oleh: a. Lemahnya database pertambangan, terutama yang berkaitan dengan informasi peta wilayah dan titik koordinat. Di mana, peta wilayah hutan konservasi dan hutan lindung yang bisa jadi tidak dimiliki oleh Pemda/Kementerian terkait, dimiliki namun tidak update, atau data tersebut tidak sinkron dengan data yang ada di Kementerian ESDM dan KLHK, b. Izin yang seharusnya telah berakhir namun belum dicabut, atau sudah dicabut namun databasenya tidak sama antara Pemda dan Kementerian di tingkat pusat seperti ESDM dan KLHK, c. Pada saat mengajukan izin, para pemegang konsesi tidak mengurus Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) ke KLHK, atau IPPKH belum disetujui/belum keluar namun WIUP dan IUP telah dikeluarkan oleh Pemda/Kementerian Teknis terkait. d. Adanya potensi modus korupsi, misalnya berupa suap atau kick back dalam proses alih fungsi lahan atau perolehan izin, sehingga meski di wilayah hutan konservasi, izin tetap saja dikeluarkan. 60.000,00 50.000,00 40.000,00 30.000,00 20.000,00 10.000,00 - IUP PKP2B Hutan Lindung 5.198.825,14 123.751,78 Hutan Konservasi 194.795,38 101.998 Hutan Lindung Hutan Konservasi
  • 33. 19Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK Secara kewilayahan, sebaran konsesi batubara yang berada di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung di seluruh Indonesia sebagian besar berada di wilayah Papua, Kalimantan Timur, Papua Barat, Kalimantan dan Aceh. Gambar 7 dan 8 merupakan komposisi sebaran wilayah konsesi batubara di hutan konservasi dan hutan lindung tersebut pada awal pelaksanaan korsup di tahun 2014. Gambar 7. Sebaran Konsesi/Izin Batubara (IUP & PKP2B) di Hutan Konservasi (2014) Sumber: Korsup Minerba, diolah dari Surat Edaran KLHK kepada Pemda, 2014 Gambar 8. Sebaran Konsesi/Izin Batubara (IUP & PKP2B) di Hutan Lindung (2014) Sumber: Korsup Minerba, diolah dari Surat Edaran KLHK kepada Pemda, 2014 33% 60% Papua Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Sumatera Selatan Bengkulu Papua Barat Lainnya 2014 Papua Papua Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Aceh Lainnya 14% 14% 18% 37% 2014
  • 34. 20 d. IUP Non-Clean and Clear Penertiban IUP dalam Korsup Minerba sejak awal telah seiring dan sejalan dengan proses Clean and Clear yang tengah berlangsung. Sebagai tindak lanjut dalam mempercepat penertiban IUP dan khususnya melalui mekanisme CnC, pada awal tahun 2016 Menteri ESDM menerbitkan Permen Nomor 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi dan Penertiban IUP Sektor Minerba oleh Pemerintah Daerah. Permen ini mencakup evaluasi dalam aspek administrasi, kewilayahan, teknik, lingkungan dan aspek finansial. Di bawah ini adalah alur mekanisme Permen No 43/2015 sejak disahkan hingga masa berlakunya berakhir di Januari 2017. Gambar 9. Alur Perkembangan Permen 43/2015 Sumber: Ditjen Minerba, 2017 Terdapat sejumlah isu yang menjadi perhatian khusus atas pelaksanaan Permen ESDM 43/2015, diantaranya: 1. Rekomendasi yang disampaikan oleh Gubernur tidak memenuhi ketentuan Permen 43 Tahun 2015 2. Rekomendasi yang masih belum lengkap/salah 3. Sebagian besar surat rekomendasi C&C diterbitkan oleh Kepala Dinas bukan Gubernur (kecuali Kalbar, Sulteng, dan Jambi) 30 Des 2015 5 Jan 2016 12 Mei 2016 ... Mei 2016 2 Okt 2016 2 Jan 2017 Surat Edaran Dirjen Minerba No. 01.E/30/ DJB/2016 Perihal Pelaksanaan Evaluasi Penerbitan IUP Mineral dan Batubara Ditjen Minerba akan mengumumkan IUP Non CNC bagi IUP yang tidak direkomendasikan oleh Gubernur pada tanggal ...Mei 2016 Permen ESDM Nomor 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Dokumen Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara Batas waktu penyerahan rekomendasi IUP Clear and Clean dari Gubernur kepada Direktur Jenderal adalah 90 hari kerja sejak terbitnya Permen ESDM 43/2015 (paling lambat tanggal 12 Mei 2016) apabila telah dilakukan serah terima dokumen IUP dari Bupati kepada gubernur sebelum penandatanganan Permen ESDM 43 Tahun 2015 Hasil Evaluasi Gubernur yang sudah disampaikan kepada pusat meliputi: 1. Rekomendasi IUP status C&C (sudah dievaluasi administrasi dan kewilayahan) 2. Rekomendasi sertifikat C&C (sudah dievaluasi administrasi, kewilayahan, teknis dan lingkungan serta sudah lunas PNBP) 3. Laporan Pemberian Sanksi Administrasi bagi perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban finansial, teknis dan lingkungan 4. Laporan pencabutan IUP Terhadap IUP yang direkomendasikan CNC oleh Gubernur, tapi masih memiliki permasalahan tumpang tindih (aspek kewilayahan) tidak akan diumumkan CNC dan penyelesaiannya akan dilakukan oleh Ditjen Minerba bersama-sama dengan Tim Penyelesaian IUP Non CNC Tim Penyelesaian IUP Non CNC merupakan Tim lintas kementerian yang beranggotakan stakeholder termasuk KPK, yang bertugas melakukan penyelesaian IUP Non CNC bersama dengan pemerintah provinsi Batas waktu penyerahan rekomendasi IUP Clear and Clean dari Gubernur setelah Permen ESDM 43 Tahun 2015 diundangkan adalah 90 hari sejak dilakukan serah terima dokumen IUP dari bupati kepada gubernur paling lambat 2 Oktober 2016 s/d 2 Januarai 2017 (sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014)
  • 35. 21Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK 4. Beberapa provinsi ada yang belum menyerahkan kembali hasil evaluasi terhadap IUP sesuai batas waktu Pasal 25 Permen ESDM 43Tahun 2015 (12 Mei 2016) seperti Provinsi Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Sulawesi Barat, Jawa Tengah. 5. Banyak Bupati/Walikota yang belum menyerahkan dokumen perizinan ke provinsi Untuk melihat tren dari capaian penertiban izin batubara yang dilakukan oleh Korsup dapat dilihat pada gambar berikut. Secara umum Gambar 10. Perkembangan Jumlah IUP Batubara Non-CnC Sumber: PWYP Indonesia, 2017 (Diolah dari Paparan Korsup Minerba KPK) Masalah dalam Pengajuan Rekomendasi CnC Beberapa permasalahan yang menjadi kendala dalam proses evaluasi CnC, terutama berkaitan dengan rekomendasi status CnC yang diajukan oleh Pemda serta gambaran tindak lanjut yang diambil oleh Ditjen Minerba dipaparkan pada pada Tabel 5 di bawah ini. 2014 2015 2016 2017 1600 1400 1200 1050 800 600 400 200 0 C&C C&CNon C&C Non C&C Eksplorasi Operasi Produksi
  • 36. 22 Tabel 5. Masalah dan Tindak Lanjut dalam Evaluasi CnC sektor Batubara No Masalah Tindak Lanjut Minerba 1. Sesuai evaluasi yang dilakukan oleh Dirjen Minerba, surat penyataan dan/ atau rekomendasi IUP CnC yang disampaikan Pemprov tidak memenuhi ketentuan Permen 43/2015 • Ditjen Mineral dan Batubara tetap melakukan evaluasi aspek kewilayahan dan administrasi. • Ditjen Minerba telah menyurati ke Pemprov untuk perbaikan 2. Rekomendasi yang masih belum lengkap/salah dan/atau rekomendasi ulang yang melewati batas 12 Mei 2016 Batas waktu sesuaikan dengan UU 23 tahun 2014 yaitu Oktober 2016 3. Ada beberapa Gubernur yang sampai dengan saat ini belum menyelesaikan permasalahan tumpang tindih IUP batas administrasi dimana batas administrasi masih indikatif. Ditjen Minerba sudah menyampaikan surat kepada Gubernur bahwa proses CnC dapat diproses setelah Gubernur menyelesaikan tumpang tindih dan menerbitkan SK penciutan Sumber: Dirjen Minerba dalam Rapat Korsup Minerba (2016) Tabel 6 menyajikan rekapitulasi secara detail kategori masalah dari rekomendasi CnC yang disampaikan Pemerintah Daerah (Status Per 15 September 2016), terutama dalam aspek administrasi dan kewilayahan yang mengacu pada pelaksanaan Permen 43/2015. Tabel 6. Penertiban IUP Batubara: Kategori Masalah Administrasi dan Kewilayahan dalam Rekomendasi CnC Yang Diajukan oleh Pemda No KATEGORI ASPEK PERMASALAHAN JUMLAH IUP A KATEGORI ASPEK ADMINISTRASI 1 Sesuai Ketentuan Peraturan 97 2 Pengajuan permohonan perpanjangan/peningkatan KP atau IUP setelah masa berlaku KP atau IUP berakhir 18 3 IUP terbit sebelum WP dan/atau dispensasi /IUP terbit setelah UU No. 4/2009 8 4 Melebihi batas waktu 10 5 Format tidak sesuai SE Dirjen 01.e/30/DJB/2016 0 6 Rekomendasi tidak lengkap 50 7 IUP baru, tidak perlu CnC 8 SIPK, KP terbit setelah UU No.4/2009 1
  • 37. 23Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK 9 Sudah CnC 34 10 Kronologis SK tidak lengkap 11 KP eksploitasi/IUP OP bukan peningkatan dari KP/IUP eksplorasi 5*) 12 Tidak ada SK 68 13 Tidak ada pencadangan wilayah 101**) 14 SK habis masa berlaku 93 TOTAL 485 *Proses CnC tetap dilakukan apabila IUP memiliki persetujuan FS dan Lingkungan ** Proses CnC tetap dilakukan apabila IUP tidak memiliki pencadangan wilayah selama WIUP tidak tumpang tindih B KATEGORI ASPEK KEWILAYAHAN 1 Sesuai Ketentuan 79 2 Masuk WPN 1 3 Belum Cek Wilayah 93 4 Perluasan/Pergeseran 2 5 Sudah CnC 34 6 SK habis masa berlaku 34 7 Tumpang tindih sama komoditas 26 8 Blok tidak tegak lurus 0 9 Tidak perlu CnC 0 10 Koordinat salah 2 11 Pencadangan pada KK/PKP2B/IUP/KP 0 12 IUP dicabut 0 TOTAL 271 Sumber: Dirjen Minerba dalam Rapat Korsup Minerba (September 2016)
  • 38. 24 e. Tindak Lanjut dan Capaian Penataan Sebagai tindak lanjut dari hasil temuan Korsup mengenai persoalan izin/konsesi batubara, KPK bersama Kementerian/Lembaga dan Pemda melakukan koordinasi untukmenyusunrencanaaksiyangdisertaidenganpembagianperandankesepakatan kerangka. KPK berperan dalam melakukan supervisi atas pelaksanaan rencana aksi tersebut, serta memantau sampai sejauh mana capaian-capaiannya. Klasifikasi pola umum temuan dan rencana aksi yang disepakati dalam Korsup digambarkan pada Tabel 7. Tabel 7. Pola Umum Temuan dan Tindak Lanjut/Rencana Aksi No Pola Umum Temuan Tindak Lanjut/Rencana Aksi 1. Terdapat IUP status CnC di Kementerian ESDM namun tidak tercatat di Pemda (Kabupaten dan Provinsi) Bupati/Walikota diminta untuk menyampaikan Surat Keterangan ke Dirjen Minerba- Kementerian ESDM, ditembuskan ke KPK 2. Terdapat IUP yang diterbitkan Pemda tidak tercatat di Kementerian ESDM, namun direkomendasikan untuk CnC ke Provinsi Pemerintah Provinsi dan Dirjen Minerba diminta untuk memastikan keabsahan dokumen dari kemungkinan adanya IUP yang di back date, agar ditelusuri dan dilakukan langkah-langkah hukum 3. Terdapat IUP yang sudah berakhir masa berlakunya, namun belum dicabut/diakhiri. Gubernur/Bupati/Walikota diminta untuk segera menagih semua kewajibannya dan segera dibuatkan Surat Keputusan (SK) Pengakhiran/ Pencabutan IUP 4. Terdapat IUP yang berada di kawasan hutan lindung dan hutan konservasi Gubernur/Bupati/Walikota diminta untuk mengirimkan surat pemberitahuan penciutan/ pemberhentian sementara dan meminta perusahaan untuk mengurus perizinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 5. Terdapat IUP dengan alamat yang tidak valid/tidak jelas. Gubernur/Bupati/Walikota diminta untuk memastikan kembali seluruh alamat IUP di daerahnya masing-masing 6. Terdapat IUP yang telah dicabut, namun termasuk IUP yang tidak terdaftar di Kementerian ESDM. Gubernur/Bupati/Walikota diminta untuk segera berkoordinasi dengan Dirjen Minerba agar segera dikeluarkan dari database IUP di Kementerian ESDM Sumber: Diolah dari Bahan Presentasi KPK pada KorMonev Minerba, 2014
  • 39. 25Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK Pengakhiran/Pencabutan IUP Non-CNC dan Tumpang Tindih Terhadap IUP yang berakhir masa berlakunya, dan yang tidak memenuhi persyaratandantidakberstatusCnCsesuaidenganbataswaktuyangtelahditentukan, maka dilakukan pengakhiran dan pencabutan IUP tersebut, baik oleh Pemerintah Daerah maupun oleh Pemerintah Pusat. Penertiban IUP Non-CnC ini diperkuat oleh terbitnya Permen Nomor 43/2015 yang memandatkan dilakukannya evaluasi dan penertiban oleh Pemerintah Daerah. Pelaksanaan Permen tersebut didukung oleh langkah-langkah tindak lanjut untuk mempercepat prosesnya, diantaranya melalui penerbitan Surat Edaran Dirjen Minerba Nomor 01.E/30/DJB/2016 tanggal 5 Januari 2016 yang menjelaskan Permen ESDM Nomor 43/2015. Selanjutnya, Dirjen Minerba melakukan rapat kerja dengan Kepala Dinas ESDM Provinsi Se-Indonesia (2 Februari 2016); serta dilakukan inventarisasi IUP Non- CNC yang masuk ke Ditjen Minerba yang akan diselesaikan oleh Gubernur. Tabel 8 merupakan rekapitulasi jumlah IUP Batubara yang status izinnya telah dicabut/ diakhirkan. Sejak pertama kali dilaksanakan tahun 2014, Korsup Minerba total telah melakukan pengakhiran/pencabutan IUP Batubara sejumlah 776 IUP. Sedangkan, angka luasan IUP batubara yang dicabut dan diakhirkan mencapai sekitar 3,56 juta hektar. Sehingga total luas IUP batubara saat ini mencapai sekitar 12,6 juta hektar (berdasarkan data per-30 Januari 2017)4 . Tabel 8. Rekap jumlah IUP Batubara yang Dicabut/Diakhirkan (Status April 2017) No Provinsi Jumlah IUP No Provinsi Jumlah IUP 1 NAD 11 18 Nusa Tenggara Barat 0 2 Sumatera Utara 2 19 Nusa Tenggara Timur 1 3 Sumatera Barat 0 20 Kalimantan Barat 57 4 Riau 31 21 Kalimantan Tengah 135 5 Jambi 131 22 Kalimantan Selatan 42 6 Sumatera Selatan 135 23 Kalimantan Timur 60 7 Bengkulu 45 24 Kalimantan Utara 32 8 Lampung 8 25 Sulawesi Utara 0 9 Bangka Belitung 0 26 Sulawesi Tengah 0 10 Kep.Riau 0 27 Sulawesi Selatan 3 4 Jumlah IUP batubara yang dicabut hingga Bulan Januari 2017 mencapai 524 IUP.
  • 40. 26 11 DKI Jakarta 0 28 Sulawesi Tenggara 15 12 Jawa Barat 0 29 Gorontalo 0 13 Jawa Tengah 0 30 Sulawesi Barat 7 14 DI Yogyakarta 0 31 Maluku 0 15 Jawa Timur 0 32 Maluku Utara 4 16 Banten 0 33 Papua 4 17 Bali 0 34 Papua Barat 53 JUMLAH 776 Sumber: Kementerian ESDM, PFG PWYP Indonesia, April 2017 Penertiban IUP di Kawasan Hutan Konservasi/Hutan Lindung Untuk melaksanakan dan menegakkan ketentuan regulasi sebagaimana dimandatkan dalam Pasal 38 UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan, Korsup Minerba melalui kerjasama dengan Kementerian terkait (KLHK dan ESDM) bersama Pemerintah Daerah menyepakati adanya rencana aksi dimana Gubernur/Bupati/ Walikota diminta untuk: (a) mengirimkan surat pemberitahuan penciutan bagi konsesi yang berada di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung; (b) Melakukan pemberhentian sementara dan meminta perusahaan untuk mengurus perizinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk izin-izin yang belum memiliki IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan). Capaian dari penertiban IUP untuk kasus ini dapat dilihat pada gambar 11 dan 12 dari laporan ini, yang memaparkan perbedaan luasan konsesi dan jumlah izin di hutan konservasi dan hutan lindung selama tahun 2014 hingga akhir tahun 2016. Secara umum terlihat adanya capaian positif, yang terindikasi dari jumlah IUP dan PKP2B serta luasan konsesi di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung yang semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa evaluasi dan pencabutan IUP menjadi instrumen yang efektif untuk menyelesaikan permasalahan tumpang tindih wilayah pertambangan batubara di hutan konservasi dan hutan lindung.
  • 41. 27Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK Gambar 11. Luasan Konsesi/Izin Batubara di Kawasan Hutan Konservasi pada Tahun 2014 & 2016 (dalam hektar) Sumber: PWYP Indonesia, Diolah dari Data Ditjen Planologi, KLHK dan Ditjen Minerba, Kementerian ESDM, 2017 Gambar 12. Luasan Konsesi/Izin Batubara di Kawasan Hutan Lindung pada Tahun 2014 & 2016 (dalam hektar) Sumber: PWYP Indonesia, Diolah dari Data Ditjen Planologi, KLHK dan Ditjen Minerba, Kementerian ESDM, 2017
  • 42. 28 4. Anomali Peningkatan Luasan Konsesi di Hutan Konservasi/Lindung Dari capaian penertiban konsesi di kawasan hutan konservasi/lindung, terdapat kondisi anomali di sejumlah provinsi, yakni Provinsi Papua Barat dan Jambi untuk hutan konservasi dan Provinsi Papua, Kalimantan Barat, dan Sumatera Selatan untuk hutan lindung. Di mana justru terjadi peningkatan luasan dan/atau jumlah izin batubara yang berada di kawasan hutan lindung atau konservasi setelah pelaksanaan Korsup di tahun 2016. Tabel 9. Perbandingan Luas Kawasan Konsesi/Izin Batubara di Hutan Konservasi & Hutan Lindung Tahun 2016 (dalam Hektar) No Provinsi 2014 2016 Gap Keterangan 1 Papua Barat 2.775,4 3.950,1 1.174,7 Hutan Konservasi 2 Jambi 0 2.115,6 2.115,6 Hutan Konservasi 3 Papua 240.019,4 292.725,1 52.705,7 Hutan Lindung 4 Kalimantan Barat 18.414,8 30.733,4 12.318,6 Hutan Lindung 5 Sumatera Selatan 3.412,0 8.910,9 5.499,0 Hutan Lindung Sumber: PWYP Indonesia, Diolah dari data Ditjen Planologi, KLHK, 2017
  • 43. 29Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK Peningkatan luasan tumpang tindih izin tambang batubara di kawasan hutan lindung dan hutan konservasi dimungkinkan jika ada perubahan luasan kawasan hutan yang diatur melalui SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pasalnya, kawasan hutan di lima provinsi di atas tidak mengalami perubahan dalam kurun waktu 2014 hingga tahun 2017, jika mengacu pada SK yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan. Lemahnya dokumentasi data perizinan ditengarai menjadi salah satu alasan dibalik ‘anomali’ di atas. Besar kemungkinan pendataan di tahun 2014 tidak dilakukan secara menyeluruh, sehingga jumlah izin tambang di tahun 2017 mengalami peningkatan. Di samping itu, progress data luasan tumpang tindih di tahun 2017 yang didapatkan dari Ditjen Minerba, Kementerian ESDM juga perlu dikonfirmasi ulang. Hal ini dikarenakan penciutan lahan dilakukan oleh pemerintah Provinsi dan pemerintah Provinsi belum tentu menembuskan informasi tersebut ke Kementerian ESDM. Sebagai contoh, kasus Provinsi Sumatera Selatan, yang mana Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Selatan mengaku telah melakukan penciutan terhadap seluruh IUP yang berada di kawasan hutan lindung maupun konservasi. Namun, justru luasan konsesi bertambah setelah tahun 2017. Temuan ini sekaligus memperkuat lemahnya koordinasi antara pemerintah provinsi dan pusat, utamanya terkait dengan sinkronisasi data. Kendatidemikian,evaluasidanpencabutan IUP secara umum dapat ditempatkan sebagai instrumen yang efektif untuk menyelesaikan permasalahan tumpang tindih wilayah pertambangan batubara di hutan konservasi dan hutan lindung. Meski perlu dicermati mekanisme rehabilitasi lingkungan terhadap hutan konservasi maupun lindung yang menjadi bekas wilayah pertambangan tersebut, mengingat keduanya memiliki peran vital dalam mengembalikan fungsi hutan konservasi dan lindung tersebut dalam rangka menjaga keseimbangan lingkungan. Sumber: Pixabay Gambar 13. Ilustrasi Hutan Tambang (Pixabay).
  • 44. 30 C. Rekomendasi 1. Segera mempercepat tindak lanjut penertiban bagi konsesi batubara yang masih bermasalah, baik secara administratif, kewilayahan, permasalahan pengajuan PMA, berakhir masa berlakunya, berstatus Non-Clear and Clean, serta konsesi yang berada di hutan konservasi dan hutan lindung. Pemerintah harus bersikap tegas dan konsisten melakukan pencabutan/pengakhiran, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Izin yang telah dicabut dikembalikan kepada Wilayah Pencadangan Negara (WPN) untuk dibuat regulasinya. 2. Membangun dan mengembangkan sistem database perizinan pertambangan yang singkron dan terintegrasi antara Pusat-Daerah. Database tersebut berisikan informasi konsesi izin/kontrak pertambangan terupdate di seluruh Indonesia, yang menjadi platform database bersama dan dijadikan acuan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan terkait perizinan/kontrak batubara baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Platform yang terintegrasi ini senantiasa diupdate, direkonsiliasi, dan diverifikasi setiap waktu dan secara berkala, sehingga informasi di dalamnya selalu valid dan update. 3. Mempercepat penyelesaian platform satu peta di Kementerian ESDM (ESDM One Map) yang bertujuan untuk melakukan singkronisasi data peta koordinat konsesi izin/ kontrak yang telah ada, mendukung monitoring kegiatan pertambangan dan analisa kinerja berbasis spasial di sektor ESDM, serta mencegah adanya kesalahan (spasial) serupa seperti persoalan tumpang tindih di masa mendatang. 4. Mempercepat pengembangan sistem penerimaan negara secara online dan terintegrasi dengan database dan layanan lainnya seperti database perusahaan, data spasial, data rencana produksi dan anggaran (RKAB), ijin ekspor terbatas (ET), data surveyor, maupun kesyahbandaran dan bea cukai serta Indonesia National SingleWindow (INSW). Sistem tersebut satu sama lain saling terhubung, saling mensyaratkan, serta terpadu dan menjadi acuan dalam melakukan monitoring dan pengawasan kepatuhan kewajiban fiskal pelaku usaha. 5. Mendorong pengembangan analisis kepemilikan sesungguhnya (beneficial ownership) dari pelaku usaha batubara, serta mengembangkan sanski berupa sistem black list bagi perusahaan yang terindikasi tidak patuh dan melakukan pelanggaran. Upaya ini bisa ditempuh dengan melakukan koordinasi secara intens antara Ditjen Minerba-ESDM dengan Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM terkait legal register perusahaan batubara.
  • 45. 31Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK D. Daftar Pustaka Abdullah, Maryati dan Jensi Sartin. (2015). Tata Kelola, Penerimaan Negara, dan Dana Bagi Hasil Sektor Kehutanan. Jakarta: Publish What You Pay Indonesia. BP. (2016). Statistical Review of World Energy 2016. BP. ESDM, Ditjen Minerba. (2016). Bahan Presentasi FGD: Tata Kelola Pengusahaan Pertambangan Batubara di Indonesia. Jakarta: Kementerian ESDM. ESDM, Ditjen Minerba. (2016). Bahan Presentasi Korsup: Tindak Lanjut Korsup Sektor ESDM Dalam Pengelolaan PengusahaanPertambangan Batubara. Jakarta: Kementerian ESDM. Hayati, Tri. (2013). Analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan tentang minerba di kawasan hutan lindung. Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI. Litbang KPK. (2014). Bahan Presentasi: Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi. Lucarelli, B. (2010). The history and the future of Indonesia’s coal industry. Working Paper, 93. Stanford: Program on Energy and Sustainable Development. Sawitri, Dian Eka Rahayu. (2013). Kebijakan Clean and Clear Dalam Menata Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Tesis). Fakultas Hukum, Program Pasca-Sarjana, Kekhususan Tata Negara, Universitas Indonesia. Schernikau, Lars. (2016). Economics of the International Coal Trade Why Coal Continues to Power the World. 2nd Edition. Cham. Springer ____________, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara berikut penjelasannya, Lembaran Negara RI. ____________, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan berikut penjelasannya, Lembaran Negara RI ____________, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Lembaran Negara RI.
  • 46. 32 E. Lampiran Lampiran-1: Rekap IUP Batubara di Indonesia (Status April 2017) PROVINSI (1) JUMLAH IUP CnC (2) NON CnC (3) TOTAL (4) PUSAT 4 1 5 ACEH 9 1 10 SUMATERA UTARA 2 0 2 SUMATERA BARAT 58 9 67 RIAU 31 1 32 JAMBI 146 30 176 SUMATERA SELATAN 133 0 133 BENGKULU 33 6 39 LAMPUNG 4 0 4 BANGKA BELITUNG 0 0 0 KEP. RIAU 0 0 0 DKI JAKARTA 0 0 0 JAWA BARAT 1 1 2 JAWA TENGAH 0 0 0 DI. YOGYAKARTA 0 0 0 JAWA TIMUR 0 0 0 BANTEN 5 0 5 BALI 0 0 0 NTB 0 0 0 NTT 1 0 1 KALIMANTAN BARAT 18 17 35 KALIMANTAN TENGAH 323 122 445 KALIMANTAN SELATAN 378 253 631
  • 47. KALIMANTAN TIMUR 882 261 1143 KALIMANTAN UTARA 72 2 74 SULAWESI UTARA 0 0 0 SULAWESI TENGAH 3 0 3 SULAWESI SELATAN 7 14 21 SULAWESI TENGGARA 46 4 50 GORONTALO 0 0 0 SULAWESI BARAT 6 2 8 MALUKU 3 2 5 MALUKU UTARA 1 3 4 PAPUA 27 27 54 PAPUA BARAT 7 14 21 TOTAL 2199 771 2970
  • 48. Publish What You Pay (PWYP) Indonesia merupakan koalisi masyarakat sipil untuk transparansi dan akuntabilitas tata kelola sumber daya ekstraktif migas, pertambangan, kehutanan dan sumber daya alam lainnya. PWYP Indonesia terafiliasi dalam kampanye global Publish What You Pay. Berdiri sejak tahun 2007, dan terdaftar sebagai badan hukum Indonesia sejak tahun 2012 dengan nama Yayasan Transparansi Sumberdaya Ekstraktif. Aktivitas PWYP Indonesia di sepanjang rantai nilai sumberdaya ekstraktif berfokus pada transparansi dan akuntabilitas fase sebelum kontrak dan operasi pertambangan (publish why you pay and how you extract); fase produksi dan menghasilkan pendapatan negara (publish what you pay); fase pemanfaatan pendapatan ekstraktif untuk kesejahteraan dan pembangunan berkelanjutan (publish what you earn and how you spend). Website: www.pwyp-indonesia.org Email: sekretariat@pwyp-indonesia.org Facebook Fanpage: Publish What You Pay Indonesia Twitter: @PWYP_Indonesia