Dokumen tersebut membahas potensi kerugian negara dari iuran land rent di sektor pertambangan di dua provinsi yaitu Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur sebesar Rp64,47 miliar untuk periode 2010-2013. Dokumen ini juga memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan KPK untuk menghentikan pertambangan di kawasan hutan lindung dan konservasi serta mendesak pemerintah untuk meningkatkan transparansi dan partisipasi masyarakat sip
Hampir 40% izin pertambangan di 3 provinsi (Maluku, Papua, Papua Barat) masih berstatus non-clean and clear, menandakan masih banyak pelanggaran yang dilakukan pemegang izin. Lebih dari 60.000 hektar hutan rusak akibat kegiatan pertambangan di 3 provinsi antara 2009-2013. Banyak izin diberikan di kawasan hutan lindung dan konservasi tanpa memperhatikan peraturan.
Dokumen tersebut membahas hasil koordinasi dan supervisi KPK terhadap penataan izin usaha pertambangan sektor mineral dan batubara. Temuan utama meliputi masih adanya IUP non CnC, IUP di kawasan hutan lindung dan konservasi, serta perlunya integrasi database izin antara pemerintah pusat dan daerah. Langkah yang diambil antara lain pengumpulan data IUP, penertiban IUP non CnC dan di kawasan larangan, serta revitalisasi database
Koalisi Anti Mafia Tambang mengapresiasi inisiatif KPK untuk melakukan pengawasan di sektor pertambangan melalui kegiatan Korsup. Namun, puluhan ribu hektar kawasan hutan lindung dan konservasi di 4 provinsi telah dibebani izin pertambangan dan melanggar peraturan. Koalisi Anti Mafia Tambang mengumpulkan data untuk disampaikan kepada KPK guna memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di sektor pertambangan.
Koalisi Anti Mafia Tambang mengapresiasi inisiatif yang dikembangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan pencegahan korupsi di sektor Minerba melalui skema kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) di bidang Mineral dan Batubara (Minerba). Koalisi Anti Mafia Tambang merasa penting untuk berpartisipasi dalam implementasi korsup Minerba ini melalui kegiatan pengawasan dan pengumpulan data-data di lapangan untuk disampaikan kepada KPK. Dukungan masyarakat sipil ini bertujuan untuk memperkuat kerja pengawasan dan penegakan hukum yang masih lemah di internal pemerintah daerah dan pusat. Korsup KPK Tahap-1 di 12 provinsi telah dimulai sejak awal tahun 2014, sedangkan Korsup KPK Tahap-2 untuk 19 Provinsi telah dimulai sejak Desember 2014 termasuk melalui koordinasi dan pemantauan bersama kepala-kepala daerah di 3 (tiga) provinsi yakni Provinsi Sulawesi Barat, Gorontalo dan Sulawesi Utara pada 8 Juni 2015. Kertas posisi ini disusun sebagai hasil pengawasan koalisi masyarakat sipil di 3 (tiga) provinsi, terutama yang menyangkut aspek ketaatan ijin, penerimaan negara, serta aspek sosial dan lingkungan.
Sebanyak 129.654,04 Ha kawasan hutan lindung dan konservasi di 3 Provinsi (Bengkulu, Lampung, dan Banten) telah terbebani izin pertambangan.
Kertas posisi ini disusun oleh Koalisi Anti Mafia Tambang, dipersiapkan dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi KPK sektor minerba untuk wilayah Bengkulu, Lampung, Banten, 22 April 2015.
Dokumen tersebut membahas tentang ketidakpastian hukum lahan hutan di Bengkulu, Lampung, dan Banten dimana hanya 8% lahan hutan yang memiliki kepastian hukum. Hal ini menyebabkan konflik tenurial antara masyarakat dengan pemerintah dan perusahaan karena izin eksploitasi lahan yang diberikan pemerintah melampaui kapasitas lahan. Dokumen juga membahas tentang dominasi lahan oleh 25 perusahaan kelapa sawit milik para ta
Dokumen tersebut membahas tiga masalah utama di Kalimantan Timur yaitu:
1) Dominasi korporasi besar dalam sektor energi fosil seperti pertambangan batubara dan migas menimbulkan konflik lahan dengan masyarakat.
2) Ketergantungan yang tinggi pada energi fosil untuk listrik telah menyebabkan kerusakan lingkungan besar-besaran.
3) Diperlukan diversifikasi sumber energi dan peningkatan rasio elektrifik
Policy Brief yang disusun oleh Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam ini memuat 7 rekomendasi yang diusung oleh masyarakat sipil pemerhati tambang. Berikut rekomendasinya:
1. Presiden Jokowi segera membentuk satuan tugas (satgas) pemberantasan kejahatan pertambangan
2. Gubenur dan Kementerian ESDM segera mencabut IUP yang berstatus Non CnC sasesuai dengan tenggat waktu 2 Januari 2016 dan segera melakukan evaluasi kembali terhadap seluruh IUP yang berstatus CnC.
3. KLHK dan KPK segera melakukan penegakan hukum terhadap IUP CnC maupun Non CnC yang tidak memiliki IPPKH
4. KLHK dan Kementerian ESDM segera melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan tambang pemegang IUP yang menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang signifikan
dan menyebabkan hilangnya nyawa.
5. KPK segera melakukan penegakan hukum terhadap korporasi pemegang IUP berdasarkan temuan Korsup Minerba yang tidak ditindaklanjuti baik aspek kewilayahan, lingkungan dan keuangan
6. Kapolri dan Jaksa Agung memerintahkan jajarannya untuk memprioritaskan dan memastikan penyelesaian kasus-kasus lubang tambang dan korupsi sektor pertambangan.
7. Terkait Kasus Lubang Tambang di Kaltim, Gubernur, Bupati/Walikota dan Kapolda Kaltim segera menindaklanjuti hasil Rekomendasi dari Komnas HAM
Hampir 40% izin pertambangan di 3 provinsi (Maluku, Papua, Papua Barat) masih berstatus non-clean and clear, menandakan masih banyak pelanggaran yang dilakukan pemegang izin. Lebih dari 60.000 hektar hutan rusak akibat kegiatan pertambangan di 3 provinsi antara 2009-2013. Banyak izin diberikan di kawasan hutan lindung dan konservasi tanpa memperhatikan peraturan.
Dokumen tersebut membahas hasil koordinasi dan supervisi KPK terhadap penataan izin usaha pertambangan sektor mineral dan batubara. Temuan utama meliputi masih adanya IUP non CnC, IUP di kawasan hutan lindung dan konservasi, serta perlunya integrasi database izin antara pemerintah pusat dan daerah. Langkah yang diambil antara lain pengumpulan data IUP, penertiban IUP non CnC dan di kawasan larangan, serta revitalisasi database
Koalisi Anti Mafia Tambang mengapresiasi inisiatif KPK untuk melakukan pengawasan di sektor pertambangan melalui kegiatan Korsup. Namun, puluhan ribu hektar kawasan hutan lindung dan konservasi di 4 provinsi telah dibebani izin pertambangan dan melanggar peraturan. Koalisi Anti Mafia Tambang mengumpulkan data untuk disampaikan kepada KPK guna memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di sektor pertambangan.
Koalisi Anti Mafia Tambang mengapresiasi inisiatif yang dikembangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan pencegahan korupsi di sektor Minerba melalui skema kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) di bidang Mineral dan Batubara (Minerba). Koalisi Anti Mafia Tambang merasa penting untuk berpartisipasi dalam implementasi korsup Minerba ini melalui kegiatan pengawasan dan pengumpulan data-data di lapangan untuk disampaikan kepada KPK. Dukungan masyarakat sipil ini bertujuan untuk memperkuat kerja pengawasan dan penegakan hukum yang masih lemah di internal pemerintah daerah dan pusat. Korsup KPK Tahap-1 di 12 provinsi telah dimulai sejak awal tahun 2014, sedangkan Korsup KPK Tahap-2 untuk 19 Provinsi telah dimulai sejak Desember 2014 termasuk melalui koordinasi dan pemantauan bersama kepala-kepala daerah di 3 (tiga) provinsi yakni Provinsi Sulawesi Barat, Gorontalo dan Sulawesi Utara pada 8 Juni 2015. Kertas posisi ini disusun sebagai hasil pengawasan koalisi masyarakat sipil di 3 (tiga) provinsi, terutama yang menyangkut aspek ketaatan ijin, penerimaan negara, serta aspek sosial dan lingkungan.
Sebanyak 129.654,04 Ha kawasan hutan lindung dan konservasi di 3 Provinsi (Bengkulu, Lampung, dan Banten) telah terbebani izin pertambangan.
Kertas posisi ini disusun oleh Koalisi Anti Mafia Tambang, dipersiapkan dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi KPK sektor minerba untuk wilayah Bengkulu, Lampung, Banten, 22 April 2015.
Dokumen tersebut membahas tentang ketidakpastian hukum lahan hutan di Bengkulu, Lampung, dan Banten dimana hanya 8% lahan hutan yang memiliki kepastian hukum. Hal ini menyebabkan konflik tenurial antara masyarakat dengan pemerintah dan perusahaan karena izin eksploitasi lahan yang diberikan pemerintah melampaui kapasitas lahan. Dokumen juga membahas tentang dominasi lahan oleh 25 perusahaan kelapa sawit milik para ta
Dokumen tersebut membahas tiga masalah utama di Kalimantan Timur yaitu:
1) Dominasi korporasi besar dalam sektor energi fosil seperti pertambangan batubara dan migas menimbulkan konflik lahan dengan masyarakat.
2) Ketergantungan yang tinggi pada energi fosil untuk listrik telah menyebabkan kerusakan lingkungan besar-besaran.
3) Diperlukan diversifikasi sumber energi dan peningkatan rasio elektrifik
Policy Brief yang disusun oleh Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam ini memuat 7 rekomendasi yang diusung oleh masyarakat sipil pemerhati tambang. Berikut rekomendasinya:
1. Presiden Jokowi segera membentuk satuan tugas (satgas) pemberantasan kejahatan pertambangan
2. Gubenur dan Kementerian ESDM segera mencabut IUP yang berstatus Non CnC sasesuai dengan tenggat waktu 2 Januari 2016 dan segera melakukan evaluasi kembali terhadap seluruh IUP yang berstatus CnC.
3. KLHK dan KPK segera melakukan penegakan hukum terhadap IUP CnC maupun Non CnC yang tidak memiliki IPPKH
4. KLHK dan Kementerian ESDM segera melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan tambang pemegang IUP yang menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang signifikan
dan menyebabkan hilangnya nyawa.
5. KPK segera melakukan penegakan hukum terhadap korporasi pemegang IUP berdasarkan temuan Korsup Minerba yang tidak ditindaklanjuti baik aspek kewilayahan, lingkungan dan keuangan
6. Kapolri dan Jaksa Agung memerintahkan jajarannya untuk memprioritaskan dan memastikan penyelesaian kasus-kasus lubang tambang dan korupsi sektor pertambangan.
7. Terkait Kasus Lubang Tambang di Kaltim, Gubernur, Bupati/Walikota dan Kapolda Kaltim segera menindaklanjuti hasil Rekomendasi dari Komnas HAM
Undang-undang ini membahas perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Beberapa ketentuan dalam UU tersebut diubah, di antaranya definisi istilah-istilah yang digunakan, penambahan istilah baru, dan penyisipan beberapa pasal baru. Perubahan ini dimaksudkan agar UU dapat menjadi dasar hukum yang lebih efektif, efisien, dan komprehensif dalam penyelen
Komitmen pemberantasan korupsi pemerintah Indonesia tercantum dalam Inpres No. 7/2015 dan Inpres no. 10/2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Sudah sejauh manakah kinerja pemberantasan korupsi ini?
Di sisi lain, adanya Gerakan Nasional Penyelamatan SDA yang mendorong perbaikan tata kelola SDA khususnya hutan dan kebun menjadi momentum perbaikan sektor ini.
Kertas posisi ini disusun oleh koalisi masyarakat sipil di Sumatera yang fokus pada tata kelola sektor kehutanan dan perkebunan dalam rangkaian kegiatan Indonesia Anti Corruption Forum ke 5 di Riau (22-23 Nov 2016). Sejumlah rekomendasi bagi pemerintah pusat dan daerah yang dihasilkan semoga menjadi masukan dalam perbaikan sektor ini.
Peraturan ini mengatur pedoman pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan selain kehutanan. Termasuk di dalamnya adalah definisi kawasan hutan dan jenis hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, kewajiban kompensasi lahan, dan reklamasi hutan.
Peraturan ini mengatur tentang tata cara pengenaan, pemungutan, dan penyetoran provisi sumber daya hutan, dana reboisasi, penggantian nilai tegakan, dan ganti rugi tegakan. Regulasi ini mendefinisikan berbagai istilah terkait kehutanan dan mengatur ketentuan umum mengenai penerimaan negara bukan pajak di sektor kehutanan.
Buku panduan ini memberikan panduan lengkap tentang proses perijinan Hutan Kemasyarakatan (HKm) mulai dari permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm), penetapan area kerja HKm, pemberian IUPHKm, hak dan kewajiban pemegang ijin, sampai penyusunan rencana kerja dan pelaporan. Panduan ini bertujuan untuk memfasilitasi penyelenggaraan HKm agar dapat memberdayakan masyarak
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.49/Menhut-II/2008 mengatur tentang Hutan Desa. Dokumen ini menjelaskan ketentuan umum seperti definisi istilah, maksud dan tujuan, ruang lingkup pengaturan Hutan Desa. Dokumen ini juga mengatur tentang penetapan areal kerja Hutan Desa melalui proses verifikasi dan penetapan oleh Menteri Kehutanan berdasarkan usulan Bupati/Walikota.
Peraturan ini mengatur tentang izin pemanfaatan kayu dari kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi, tukar menukar kawasan hutan, pinjam pakai kawasan hutan, dan areal penggunaan lain. Izin pemanfaatan kayu diberikan untuk memanfaatkan kayu dan/atau bukan kayu dari kawasan-kawasan hutan tersebut melalui kegiatan seperti pemanenan, pengayaan, dan pemasaran hasil hutan. Peraturan ini juga
Peraturan Menteri Kehutanan ini mengatur tentang penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan hak, meliputi pemanenan, pengukuran, penetapan jenis, pengangkutan, pengolahan, dan pelaporan. Dokumen yang diperlukan untuk pengangkutan hasil hutan hak adalah Nota Angkutan, Nota Angkutan Penggunaan Sendiri, atau Surat Keterangan Asal Usul yang menyatakan kepemilikan dan menjadi bukti legal
Permenhut no 44 th 2014 ttg pedoman pembangunan unit percontohan penyuluhan k...Jhon Blora
Peraturan ini mengatur tentang pedoman pembangunan Unit Percontohan Penyuluhan Kehutanan (UPPK) untuk meningkatkan efektivitas penyuluhan kehutanan. UPPK berfungsi sebagai sarana pembelajaran, model penguatan kelembagaan kelompok tani hutan, dan peningkatan kapasitas penyuluh. Lokasi UPPK ditetapkan melalui sosialisasi, pemilihan calon lokasi, dan pengusulan berdasarkan kriteria tertentu se
Permenhut no 24 th 2014 ttg tata cara penulisan pembayaranJhon Blora
Peraturan ini mengatur perubahan kedua atas peraturan sebelumnya tentang tata cara penulisan referensi 15 digit pada pembayaran provisi sumber daya hutan, dana reboisasi, dan iuran izin usaha pemanfaatan hutan. Perubahan ini mengikuti perkembangan pembentukan provinsi dan kabupaten/kota baru serta menyesuaikan ketentuan terkait penentuan kode provinsi dan kabupaten/kota.
Permenhut no 38 th 2014 ttg p engenaan tarif rp.0Jhon Blora
Peraturan Menteri Kehutanan ini mengatur tentang tata cara dan persyaratan kegiatan tertentu yang dikenakan tarif Rp. 0,00 di kawasan konservasi. Kegiatan tertentu tersebut meliputi penelitian, sosial, religi, dan pemanfaatan hasil hutan untuk bantuan bencana. Kelompok yang dikenakan tarif nol rupiah antara lain mahasiswa peneliti, masyarakat sekitar untuk kegiatan sosial dan religi, serta masyar
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutanwalhiaceh
Peraturan Menteri ini mengatur pedoman, kriteria, dan standar pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada kawasan hutan lindung dan hutan produksi. Diatur mengenai identifikasi wilayah tertentu, kriteria lahan dan pihak ketiga, serta bentuk-bentuk pemanfaatan hutan yang diizinkan seperti pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, hasil hutan kayu dan non-kayu, serta pemungutan hasil hutan.
Presentation of Rizky Ananda Wulan Sapta Rini, researcher of Publish What You Pay (PWYP) Indonesia. Delivered in the panel, titled "Addressing Extractive Challenge to Pursue Sustainable Development", organized by PWYP Indonesia in OGP Civil Society Day, OGP Global Summit on 27 October 2015 in Mexico.
Undang-undang ini membahas perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Beberapa ketentuan dalam UU tersebut diubah, di antaranya definisi istilah-istilah yang digunakan, penambahan istilah baru, dan penyisipan beberapa pasal baru. Perubahan ini dimaksudkan agar UU dapat menjadi dasar hukum yang lebih efektif, efisien, dan komprehensif dalam penyelen
Komitmen pemberantasan korupsi pemerintah Indonesia tercantum dalam Inpres No. 7/2015 dan Inpres no. 10/2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Sudah sejauh manakah kinerja pemberantasan korupsi ini?
Di sisi lain, adanya Gerakan Nasional Penyelamatan SDA yang mendorong perbaikan tata kelola SDA khususnya hutan dan kebun menjadi momentum perbaikan sektor ini.
Kertas posisi ini disusun oleh koalisi masyarakat sipil di Sumatera yang fokus pada tata kelola sektor kehutanan dan perkebunan dalam rangkaian kegiatan Indonesia Anti Corruption Forum ke 5 di Riau (22-23 Nov 2016). Sejumlah rekomendasi bagi pemerintah pusat dan daerah yang dihasilkan semoga menjadi masukan dalam perbaikan sektor ini.
Peraturan ini mengatur pedoman pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan selain kehutanan. Termasuk di dalamnya adalah definisi kawasan hutan dan jenis hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, kewajiban kompensasi lahan, dan reklamasi hutan.
Peraturan ini mengatur tentang tata cara pengenaan, pemungutan, dan penyetoran provisi sumber daya hutan, dana reboisasi, penggantian nilai tegakan, dan ganti rugi tegakan. Regulasi ini mendefinisikan berbagai istilah terkait kehutanan dan mengatur ketentuan umum mengenai penerimaan negara bukan pajak di sektor kehutanan.
Buku panduan ini memberikan panduan lengkap tentang proses perijinan Hutan Kemasyarakatan (HKm) mulai dari permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm), penetapan area kerja HKm, pemberian IUPHKm, hak dan kewajiban pemegang ijin, sampai penyusunan rencana kerja dan pelaporan. Panduan ini bertujuan untuk memfasilitasi penyelenggaraan HKm agar dapat memberdayakan masyarak
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.49/Menhut-II/2008 mengatur tentang Hutan Desa. Dokumen ini menjelaskan ketentuan umum seperti definisi istilah, maksud dan tujuan, ruang lingkup pengaturan Hutan Desa. Dokumen ini juga mengatur tentang penetapan areal kerja Hutan Desa melalui proses verifikasi dan penetapan oleh Menteri Kehutanan berdasarkan usulan Bupati/Walikota.
Peraturan ini mengatur tentang izin pemanfaatan kayu dari kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi, tukar menukar kawasan hutan, pinjam pakai kawasan hutan, dan areal penggunaan lain. Izin pemanfaatan kayu diberikan untuk memanfaatkan kayu dan/atau bukan kayu dari kawasan-kawasan hutan tersebut melalui kegiatan seperti pemanenan, pengayaan, dan pemasaran hasil hutan. Peraturan ini juga
Peraturan Menteri Kehutanan ini mengatur tentang penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan hak, meliputi pemanenan, pengukuran, penetapan jenis, pengangkutan, pengolahan, dan pelaporan. Dokumen yang diperlukan untuk pengangkutan hasil hutan hak adalah Nota Angkutan, Nota Angkutan Penggunaan Sendiri, atau Surat Keterangan Asal Usul yang menyatakan kepemilikan dan menjadi bukti legal
Permenhut no 44 th 2014 ttg pedoman pembangunan unit percontohan penyuluhan k...Jhon Blora
Peraturan ini mengatur tentang pedoman pembangunan Unit Percontohan Penyuluhan Kehutanan (UPPK) untuk meningkatkan efektivitas penyuluhan kehutanan. UPPK berfungsi sebagai sarana pembelajaran, model penguatan kelembagaan kelompok tani hutan, dan peningkatan kapasitas penyuluh. Lokasi UPPK ditetapkan melalui sosialisasi, pemilihan calon lokasi, dan pengusulan berdasarkan kriteria tertentu se
Permenhut no 24 th 2014 ttg tata cara penulisan pembayaranJhon Blora
Peraturan ini mengatur perubahan kedua atas peraturan sebelumnya tentang tata cara penulisan referensi 15 digit pada pembayaran provisi sumber daya hutan, dana reboisasi, dan iuran izin usaha pemanfaatan hutan. Perubahan ini mengikuti perkembangan pembentukan provinsi dan kabupaten/kota baru serta menyesuaikan ketentuan terkait penentuan kode provinsi dan kabupaten/kota.
Permenhut no 38 th 2014 ttg p engenaan tarif rp.0Jhon Blora
Peraturan Menteri Kehutanan ini mengatur tentang tata cara dan persyaratan kegiatan tertentu yang dikenakan tarif Rp. 0,00 di kawasan konservasi. Kegiatan tertentu tersebut meliputi penelitian, sosial, religi, dan pemanfaatan hasil hutan untuk bantuan bencana. Kelompok yang dikenakan tarif nol rupiah antara lain mahasiswa peneliti, masyarakat sekitar untuk kegiatan sosial dan religi, serta masyar
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutanwalhiaceh
Peraturan Menteri ini mengatur pedoman, kriteria, dan standar pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada kawasan hutan lindung dan hutan produksi. Diatur mengenai identifikasi wilayah tertentu, kriteria lahan dan pihak ketiga, serta bentuk-bentuk pemanfaatan hutan yang diizinkan seperti pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, hasil hutan kayu dan non-kayu, serta pemungutan hasil hutan.
Presentation of Rizky Ananda Wulan Sapta Rini, researcher of Publish What You Pay (PWYP) Indonesia. Delivered in the panel, titled "Addressing Extractive Challenge to Pursue Sustainable Development", organized by PWYP Indonesia in OGP Civil Society Day, OGP Global Summit on 27 October 2015 in Mexico.
The presentation was delivered by Arif Munandar, researcher of Swandiri Institute, in the 3rd International Open Data Conference, Ottawa (28-29 May 2015). Case study on spatial transparency in Sanggau, West Kalimantan is part of PWYP Indonesia's Project, entitled "Co-creating Transparency and Accountability of Revenue and Spending in Extractive Resources Sector" funded by SEATTI-Hivos.
Pemerintah Indonesia berencana mengembangkan industri halal untuk meningkatkan ekspor dan pariwisata. Industri halal diharapkan menjadi andalan baru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Berbagai kebijakan dan dukungan akan diberikan untuk mempercepat pengembangan industri halal di Tanah Air.
Dokumen tersebut membahas visi, misi, dan program Joko Widodo dan Jusuf Kalla di bidang energi, pertambangan, dan sumber daya alam untuk periode 2014-2019, yang mencakup peningkatan produksi energi, pengurangan korupsi di sektor sumber daya alam, dan peningkatan nilai tambah industri terkait.
Dokumen tersebut membahas evaluasi rencana pascatambang oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia. Dokumen tersebut menjelaskan tujuan, aspek-aspek yang dievaluasi, proses persetujuan, dan contoh rencana mitigasi banjir di sekitar Kuala Lumpur."
The presentation of Jensi Sartin, researcher of Publish What You Pay Indonesia. Delivered in the 3rd International Open Data Conference, Ottawa (28-29 May 2015). Work on Open Data, especially in the extractive sector in Indonesia is part of PWYP Indonesia’s Project, entitled “Co-creating Transparency and Accountability of Revenue and Spending in Extractive Resources Sector” funded by SEATTI-Hivos.
A world where all citizens benefit from their natural resources, today, and tomorrow.
Keynote Speech of Marinke Van Riet in National Conference on Extractive Governance PWYP Indonesia
Kasbah Resources Limited is an emerging tin producer that owns the Achmmach tin project in Morocco. The company recently updated its resource estimate for Achmmach to 130,900 tonnes of contained tin. Kasbah is advancing the Achmmach project with a definitive feasibility study scheduled for completion in the fourth quarter of 2013. Exploration is also underway to evaluate additional targets near Achmmach that could provide further resource growth. With a strong cash position and development partner Toyota Tsusho, Kasbah is well positioned to become a sustainable tin producer.
This document discusses how open data can help reduce corruption. It defines open data as data that can be freely used, shared, and redistributed, subject to attribution. Open data improves accessibility for oversight bodies to monitor for corruption. It also enables citizen participation in monitoring public authorities and creates applications to report corruption. Open data can help track beneficial ownership, improve integrity declarations, and allow journalists to investigate corruption cases. Indonesia has launched an open data portal with over 1000 datasets from various sectors. The Publish What You Pay Indonesia group develops spatial maps and mobile apps on extractive industries data and advocates for transparency in mining regions.
Kasbah Resources is an emerging tin producer with two tin projects in Morocco. Its flagship Achmmach project has an indicated and inferred resource of 14.6 million tonnes at 0.9% tin containing 135,000 tonnes of tin. Kasbah is on track to become the next significant tin producer with a pre-feasibility study completed and development of the Achmmach project progressing, including drilling to expand resources. The company also has additional tin targets with potential to grow its resource base and development pipeline.
The document summarizes a presentation on beneficial ownership in taxation. It provides background on treaty shopping and defines beneficial owner. It discusses the Aiken Industries court case, where a company tried to claim tax treaty benefits by routing payments through an intermediary corporation, but the court determined the intermediary was merely a conduit and did not have beneficial ownership. The document outlines key issues around defining and interpreting beneficial ownership and examines how courts have approached the concept.
The Presentation was delivered by Rizky Ananda, researcher of PWYP Indonesia, in the RightsCon 2015- Session on Open Data and Internet Governance in Southeast Asia, Manila (24-25 March 2015).
Presentation of Jessica Webb, Civil Society Specialist, Global Forest Watch, World Resource Institute. Delivered in the panel, titled "Addressing Extractive Challenge to Pursue Sustainable Development", organized by Publish What You Pay (PWYP) Indonesia in OGP Civil Society Day, OGP Global Summit on 27 October 2015 in Mexico.
Presentasi Oleh: Ditjen Minerba-ESDM
disampaikan dalam:
"Diskusi Publik - Tantangan Transparansi Penerimaan Migas dan Tambang"
Diselenggarakan oleh Publish What You Pay (PWYP) Indonesia dengan dukungan NRGI & Ford Foundation,
(Jakarta, 04 Februari 2015)
This document discusses strategies for using social media for non-profits. It recommends defining goals such as engaging communities, retaining donors, acquiring donors, generating brand awareness, and changing behavior. Some important rules for social media content are using a clear call to action, storytelling, and including visuals like photos or videos. Case studies show how Greenpeace, END7, and others have successfully used social media campaigns to engage audiences and raise donations.
Dokumen tersebut membahas upaya penguatan Pelayanan Permohonan Informasi Publik dan keterbukaan informasi di sektor sumber daya alam di Kabupaten Indragiri Hulu, meliputi revisi peraturan tentang PPID, penyelesaian standar operasional prosedur, sosialisasi berkelanjutan, pembentukan pusat layanan informasi masyarakat, dan tantangan serta hambatan dalam pelaksanaannya."
Laporan ini merangkum upaya reformasi tata kelola pertambangan batubara yang dilakukan KPK melalui Korsup Minerba sejak 2014-2017. Terdapat peningkatan perizinan yang tidak terkontrol setelah desentralisasi, mengakibatkan izin berlebih. Korsup mendorong penertiban izin, khususnya non-Clean and Clear. Hasilnya, 776 izin dicabut, meliputi 3,56 juta hektar. Izin batubara tersisa 2966 iz
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Pertambangan yang mewajibkan pemerintah untuk mempublikasikan data dan informasi pertambangan serta memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengawasan pertambangan. Meski merupakan langkah positif, masih diperlukan aturan turunan untuk memperjelas pelaksanaannya.
Makalah ini membahas tentang kebijakan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia, termasuk undang-undang terkait, kebijakan pemerintah terhadap perusahaan tambang negara, dan rencana kebijakan pemerintah untuk sektor pertambangan sumber daya alam. Topik utama yang dibahas adalah undang-undang pertambangan tahun 2009 dan peraturan terkait, serta pengaturan pemerintah terhadap pertambangan rakyat.
1. Mendorong Keterbukaan Perizinan dan Masukan bagi Perda Pertambangan di Provinsi NTB
2. Mengakses Informasi Izin Pertambangan: Aksi Jamhur yang Menginspirasi
3. Tantangan Keterbukaan Beneficial Ownership bagi Negara Anggota OGP
4. Urgensi Kebijakan Satu Data di Provinsi NTB
5. Peningkatan Kapasitas Masyarakat dalam Pengawasan Pertambangan di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Profile kantor pertanahan kabupaten gorontaloMartein Adigana
Kantor Pertanahan Kabupaten Gorontalo memiliki visi menjadi lembaga yang dipercaya dalam pelayanan pertanahan dan penyediaan data administrasi tanah untuk kemakmuran masyarakat. Misi meliputi peningkatan layanan, budaya kerja berorientasi pelayanan masyarakat, serta menjaga integritas dalam pelaksanaan tugas. Kantor ini menangani berbagai layanan terkait pertanahan dan pengukuran tanah di 19 kecamatan dan 205 desa Gorontalo.
Disampaikan oleh Sony Heru Prasetyo, Kasubag Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Ditjen Minerba, pada penajaman desain program Selamatkan Hutan dan Lahan Melalui Tata Kelola Hutan dan Lahan yang Baik (SETAPAK), 3 Februari 2016.
Dokumen tersebut membahas koordinasi dan supervisi pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang dilakukan oleh Kedeputian Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi pada tahun 2014-2015, termasuk fokus kegiatan, lokus kegiatan, tujuan, dan sasaran kegiatan tersebut.
Berita acara kesepakatan mengenai sosialisasi dan publik hearing standar pelayanan Balai Besar Pelatihan Peternakan Batu. Kesepakatan mencakup maklumat pelayanan, standar pelayanan publik, dan jam layanan yang meliputi layanan informasi publik, pelatihan, kunjungan, PKL dan magang, serta penjualan produk ternak dan olahan limbah ternak.
Position paper ini disampaikan pada Monev Koordinasi & Supervisi KPK Sektor Minerba untuk Region Sumatera pada tanggal 20 November 2014 di Hotel Novotel, Palembang.
Similar to Menggali Kehancuran di Sunda Kecil (20)
1. Nyawiji Nandur Kanggo Lestarine Kendeng
2. Sedulur Kendeng Social Audit Training: Increasing Community Participation in Development Oversight
3. Sedulur Kendeng Social Audit Training: Increasing Community Participation in Development Oversight
4. Self-led influencing: Shifting the Empowerment Narrative
5. Moeldoko and JMPPK Discuss Kendeng Mountain Study
Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Aliansi masyarakat sipil menyampaikan masukan untuk RPJMD Jawa Tengah agar lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan dengan memperhatikan rekomendasi KLHS terkait Pegunungan Kendeng.
2. Kegiatan lingkar belajar advokasi kebijakan dan temu kartini Kendeng membahas keterlibatan perempuan dalam perencanaan pembangunan agar lebih berdaya
1. The Civil Society Alliance: "The RPJMD of Central Java Province Must Be Inclusive, Fair and Sustainable"
2. Community Training on Policy Advocacy and Kendeng Women Gathering
3. Kendeng Community Recites Al-Quran for the Mother Nature
4. “Letter of Super Soko Semar (SUPERSEMAR)” KLHS Orders President, Must Be Done !!!
5. These Kartini from Central Java Will Continue to Speak Out for the Sustainability of the Earth
6. JMPPK Builds Command Post to Monitor Kendeng Mountain Mining Violations
Omnibus Law dianggap memiliki implikasi yang serius terhadap penataan ruang dan lingkungan hidup. Hal ini dikarenakan RUU Cipta Kerja melemahkan proteksi lingkungan demi kepentingan investasi, dan menghilangkan mekanisme pengawasan seperti Komisi Penilai Amdal. Stranas PK berupaya meningkatkan tata kelola data perizinan sektor sumber daya alam melalui Kebijakan Satu Peta, namun menemui kendala karena ketersed
Compared with other sources of energy, oil and gas continue to become primary sources of energy in Indonesia with the highest level of consumption. Apart from propping up almost one third of national revenue, oil and gas also significantly contribute to create job opportunities, supply the need of fuel, petrochemical industry which in turn effectively enhances investment and economy.
As a natural resource contained within the bowel of the earth, the constitution of the Republic of Indonesia asserts that the ownership and enterpreneurship of national oil and gas industry is controlled by the state and immensely benefitted to the welfare of people accordingly (constitution 1945, article 33). Furthermore, it is asserted through the law 22/2001 on oil and gas that the control by the state is administered by the government as the holder of mining right. It means, the government is entitled with authority to administer the exploration and exploitation of oil and gas throughout Indonesian territory.
Dokumen tersebut membahas tentang opsi-opsi yang diajukan Dewan EITI terkait keterbukaan kontrak antara pemerintah dan perusahaan ekstraktif dalam standar EITI di masa depan, yaitu apakah kontrak tersebut harus dibuka secara umum, dibuka dengan pengecualian tertentu, atau hanya sebagai dorongan tanpa kewajiban."
Keterbukaan informasi publik merupakan hak asasi setiap warga negara yang mendukung pengembangan diri dan kehidupan seseorang, baik secara pribadi/individu maupun dalam hubungan sosialnya, serta dalam menjalankan peran kehidupan berbangsa dan bernegara secara baik dan bertanggung jawab. Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri dari negara demokratis, dan menjadiprasyarat dalam partisipasi, transparansi, dan akuntablitas dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Keterbukaan informasi publik dapat mendorong kemajuan sebuah bangsa, karena memungkinkan adanya kontrol publik serta mendorong terciptanya check and balances.
This document discusses contract transparency in the extractive industries according to the 2019 EITI Standard. It provides background on EITI and how contract transparency has developed over time in the EITI standards from 2013 to 2019. The 2019 standard now requires EITI implementing countries, including Indonesia, to publish all contracts issued after 2021 and encourages publishing existing contracts. However, Indonesia has yet to fully comply. The document outlines the roles EITI can play in facilitating greater contract transparency at the national level through discussion, publishing contracts, and influencing regulatory changes.
Openness of public information is a human right of every citizen who supports self- development and the life of a person, both personally / individually and in social relations, and in carrying out the role of national and state life in a good and responsible manner. Openness of public information is one of the characteristics of a democratic country, and is a prerequisite for participation, transparency and accountability in good governance. Openness of public information can encourage the progress of a nation, because it allows for public control and encourages the creation of checks and balances
Dokumen ini membahas tentang upaya keterbukaan pemerintah Indonesia melalui kebijakan Satu Data, termasuk implementasinya di sektor kelautan dan perikanan, sumber daya energi dan mineral, serta pengalaman seorang wanita yang dulu terlibat pertambangan ilegal namun kini mengawasi aktivitas pertambangan.
The principle of openness in running the government is needed to realize a participatory government where people can actively participate in overseeing policy implementation. To support this, the Government of Indonesia has committed to use the principle of public information disclosure, which is shown through Law No. 14/2008. Moreover, Indonesia had participated in Open Government Partnership (OGP) which has 78-member countries which Indonesia is one of the pioneers of OGP, as well as Presidential Decree No.39/2019 on Satu Data (One Data) Indonesia.
The government of West Nusa Tenggara Province issued a Local Government Regulation on Mining Governance in September 2019. In this newly-issued regulation, there is a specific chapter on data and information systems of the mining sector and also provisions that guarantee public participation to monitor mining activities in the province. This is an answer to the problems faced by the people living near mining areas in West Nusa Tenggara Province.
West Nusa Tenggara Province (NTB) is one of the provinces with abundant metal and non-metal mineral resources and spread in almost all districts / cities. Now, there are 261 Mining Business Licenses (IUP) in NTB, consisting of 27 metal mineral IUPs and 234 rock IUPs (NTB ESDM Service, 2019). From 27 metal mineral IUPs, in fact there are 11 IUPs covering an area of 35,519 ha that are indicated to be in protected and conservation forest areas (DG Minerba, MEMR, 2017). Whereas based on Law number 41 of 1999 concerning Forestry, the two regions may not be used for mining activities.
The need for contract (and licensing documents) openness in the extractive industries is currently getting stronger, along with public demands for a transparent and accountable extractive industry governance. Some cases have shown a good precedent of contract openness in the said sector in Indonesia
Kajian ini menemukan bahwa selama masa darurat Covid-19 di NTB, akses informasi publik terkait penanganan Covid-19 sangat terbatas bagi masyarakat pedesaan, terutama kelompok perempuan dan rumah tangga berpenghasilan rendah. Informasi yang seharusnya tersedia tidak merata, bahkan ada masyarakat yang sama sekali tidak mengetahui informasi terkait Covid-19. Meskipun demikian, layanan informasi pemerintah
Dokumen tersebut membahas kerangka hukum keterbukaan kontrak di sektor migas dan minerba Indonesia. Secara ringkas, dokumen menjelaskan bahwa Pasal 33 UUD 1945 memberikan mandat penguasaan negara atas sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat, yang mewajibkan keterbukaan informasi pengelolaan sumber daya alam termasuk kontraknya. UU KIP juga mewajibkan keterbukaan dokumen publik seperti kontrak, me
Countries around the world collect taxes from their people in various forms, income tax, vehicle tax, land-building tax, fees from extraction of natural resources (royalties) and so forth. John Locke declared tax payments as reciprocity for meeting the people’s needs to get protection from the state.1 Such protection can be interpreted as guarantee and fulfillment of basic rights such as the right to life, health, ownership of property, and education.2 Richard Murphy emphasized the principle of protection, countries that collect taxes must protect their citizens without discrimination and provide public goods.3
Dokumen tersebut membahas tentang perkembangan standar Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) khususnya mengenai keterbukaan kontrak dan izin di sektor sumber daya alam. Standar EITI semakin mengharuskan negara anggota untuk mempublikasikan kontrak dan izin yang diberikan, meskipun sebelumnya hanya bersifat opsional. Indonesia sebagai negara pelaksana EITI belum sepenuhnya melaksanakan kewajiban tersebut.
Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia expressly states that all-natural resources in the land of Indonesia are controlled by the state and used to realize the prosperity of the people.1 Oil and gas, as well as minerals and coal are some of Indonesia’s natural wealth, which must be managed to achieve the objectives of Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Considering that oil and gas, mineral and coal are classified as high risk, high technology, and high cost industries, the management needs to be done in collaboration with various parties who have capital and competitive technology. Most of the cooperation in oil and gas, mineral and coal management is carried out based on the contract system. In the Indonesian context, the contract system is widely used for upstream sector activities that include exploration and exploitation/production of oil and gas, and mineral and coal, while for downstream activities it is implemented through the granting of a business license.2 Since 2009, part of the upstream mineral and coal sector has been implemented through a licensing system.
Negara-negara di seluruh dunia memungut pajak dari rakyatnya dalam berbagai macam bentuk, pajak penghasilan, pajak kendaraan, pajak bumi-bangunan, iuran dari ekstraksi sumber daya alam (royalti) dan lain sebagainya. John Locke menyatakan pembayaran pajak sebagai timbal balik atas pemenuhan kebutuhan rakyat untuk mendapatkan perlindungan dari negara. Perlindungan tersebut dapat dimaknai sebagai jaminan dan pemenuhan atas hak-hak dasar seperti hak untuk hidup, sehat, memiliki properti, dan pendidikan. Richard Murphy mempertegas prinsip perlindungan tersebut bahwa negara yang memungut pajak harus melindungi warganya tanpa diskriminasi dan menyediakan kebutuhan publik (public goods).
More from Publish What You Pay (PWYP) Indonesia (20)
Disampaikan pada Diskusi Pendalaman Instrumen Evaluasi Pelaksanaan Penyederhanaan Birokrasi dan Penyetaraan Jabatan, Sekretarian Eksekutif KPRBN
Jakarta, 21 Juni 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH. MA.
Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
Disampaikan pada Sharing Session BPSDM Provinsi Kalimantan Tiimur
Samarinda, 21 Juni 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH. MA.
Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
bahan paparan sosialisasi Pemilu untuk Masyarakat.pptx
Menggali Kehancuran di Sunda Kecil
1. Pengawasan Masyarakat Sipil atas
Sektor Mineral dan Batubara di 2 Provinsi
: Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
Korsup KPK
Koalisi Anti-Mafia Tambang
K
oalisi Anti Mafia Tambang mengapresiasi inisiatif yang
dikembangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
untuk melakukan pengawasan dan pencegahan korupsi di
sektor Minerba melalui skema kegiatan Koordinasi dan Supervisi
(Korsup) di bidang Mineral dan Batubara (Minerba). Koalisi Anti Mafia
Tambang merasa penting untuk berpartisipasi dalam implementasi
korsup Minerba ini melalui kegiatan pengawasan dan pengumpulandata-
datadilapanganuntukdisampaikankepadaKPK.
Dukungan masyarakat sipil ini bertujuan untuk memperkuat kerja
pengawasan dan penegakan hukum yang masih lemah di internal
pemerintah daerah dan pusat. Korsup KPK Tahap-1 di 12 provinsi telah
dimulai sejak awal tahun 2014, sedangkan Korsup KPK Tahap-2 untuk 19
Provinsi telah dimulai sejak Desember 2014 termasuk melalui koordinasi
dan pemantauan bersama kepala-kepala daerah di 2 (dua) provinsi yakni
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT)
pada 8 Juni 2015. Kertas posisi ini disusun sebagai hasil pengawasan
koalisi masyarakat sipil di 2 (dua) provinsi, terutama yang menyangkut
aspek ketaatan ijin, penerimaan negara, serta aspek sosial dan
lingkungan.
Puluhan ribu hektar kawasan hutan lindung dan konservasi di 2 Provinsi
(NTBdanNTT)telahterbebaniizinpertambangan.
Data Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan (2014) menyebutkan
terdapat 255.273,39 Hektar wilayah pertambangan yang masuk di kawasan
hutan lindung di 2 provinsi (NTB dan NTT) dengan total unit izin usaha
sebanyak 111 (96 di NTT dan 35 di NTB) Izin Usaha Pertambangan (IUP)) dan
2KontrakKarya(KK)diNTB.
Sementara itu, di kedua provinsi itu terdapat 11.181,61 hektar wilayah
pertambangan yang masuk hutan konservasi yang terdiri atas 22 IUP (13 di
NTBdan9diNTT)dan1KKdiNTB.
Tabel 1. Jumlah Luasan Izin Pertambangan yang diindikasikan
beradapadaHutanKonservasidanLindung
Penggunaankawasanhutankonservasiuntukkegiatannonkehutanan
jelas melanggar aturan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan
UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati.
Sementara kegiatan penggunaan kawasan hutan di kawasan lindung
hanya diperbolehkan dalam bentuk pertambangan bawah tanah
(underground mining) yang faktanya sampai saat ini tidak ada satupun
pemegang izin yang sanggup melaksanakan praktek ini. Oleh
karenanya, pemberian izin di kawasan hutan lindung dan
konservasi jelas melanggar aturan yang ada dan memerlukan
penegakan hukum terhadap pemegang izin usaha di kawasan
tersebut.
Sumber:DirjenPlanologi,2014
No Daerah
Fungsi Kawasan Hutan
Total (Ha)
Hutan Konservasi (Ha) Hutan Lindung (Ha)
1 NTB 5.561,35 189.410,52 194.971,87
2 NTT 5.620,26 65.862,87 71.483,13
Total 11.181,61 255.273,39 266.455
Pemerintah pusat mengeluarkan Keppress No. 41 tahun 2004 yang memberi
pengecualian bagi 13 pemegang izin tambang untuk melakukan penambangan
secara terbuka di kawasan lindung.
1
Boks1. Perusahaan Tambang Beroperasi di Wilayah Hutan
Lindung dan Konservasi
KasusdiNTT1:
Berdasarkan SK 270 tahun 2013 tentang IUP PT Elgary Resources
Indonesia (ERI) yang berstatus Operasi Produksi di Desa Oenbit,
Kecamatan Insana, atas temuan dari WALHI NTT, PT ERI yang memiliki
luasan 1.623 hektar sebanyak 900 hektare lebih terindikasi masuk
dalam kawasan hutan lindung. Menariknya, pada tahapan eksplorasi
PTERIstatusIUPnyatidaklolosCnC.
Hal ini diperparah dengan tidak koperatifnya Pemerintah Kabupaten
Timor Tengah Utara yang cenderung menutup semua informasi
berkaitan dengan keberadaan PT ERI. Padahal, informasi berkaitan
dengan status kawasan hutan, AMDAL, dan IUP harusnya menjadi
dokumen publik. Namun, hal itu tidak terjadi di TTU. Padahal, UU
keterbukaan informasi publik (KIP) No 14 Tahun 2008 sudah
mengaturdenganjelasdanterangbenderang.
Kertas Posisi
MENGGALI KEHANCURAN
DI SUNDA KECIL
11 (Sebelas) hal yang direkomendasikan oleh Koalisi Anti Mafia
Tambangadalahsebagaiberikut:
1. Pemerintah selaku pemberi izin untuk segera menghentikan
pertambangan di Kawasan Hutan Konservasi dan Hutan
Lindung serta mendesak KPK menyelidiki kemungkinan
adanya kasus korupsi dalam pemberian izin di Kawasan
KonservasidanLindung.
2. Mendesak Dirjen Minerba untuk memperluas kriteria CnC
dalam kegiatan usaha pertambangan untuk memperhatikan
aspek Hak Asasi Manusia, hak-hak sosial ekonomi masyarakat
danperlindunganlingkunganhidup.
3. Mendesak pejabat penerbit izin untuk mencabut izin-izin
pertambangan yang bertentangan dengan peraturan
perundangan yang berlaku, termasuk yang non-CnC (belum
menempatkan jaminan reklamasi dan pascatambang) dengan
tetap memproses penegakan hukum atas pelanggaran yang
dilakukan (pajak, kerusakan lingkungan, dll) serta mendesak
KPK menyelidiki kemungkinan adanya kasus korupsi pada
pemberianIUPyangbermasalahtersebut.
4. Meminta pemerintah untuk melakukan moratorium dan
sekaligus mereview seluruh izin-izin pertambangan yang
telah diterbitkan agar sesuai dengan peraturan perundangan
yangberlaku.
5. Tim Korsup Minerba KPK dan pemerintah pusat serta
pemerintah daerah wajib untuk mempublikasikan izin yang
telahdicabutmelaluimediayangmurahdanmudahdijangkau
oleh masyarakat agar bisa dilakukan pengawasan pasca-
pencabutan.
6. Mendesak pemerintah untuk melakukan fungsi pengawasan
dan penegakan hukum secara maksimal untuk memastikan
tak ada alih fungsi lahan atau kejahatan di sektor hutan dan
lahandenganmelibatkanmasyarakatsipil.
7. Aparat penegak hukum baik di tingkat pusat maupun daerah
untuk memperbanyak penanganan dan penyelesaian kasus
yang terkait dengan kejahatan dan pelanggaran HAM di sektor
mineraldanbatubara.
8. Pemerintah perlu mengembangkan skema blacklist (daftar
hitam) dan dipublikasikan ke publik bagi perusahaan dan
pemilik usahanya yang melakukan pelanggaran terhadap
penggunaanizindanmerugikannegaraserta menginformasikan
kepadapublikdanpihakperbankan.
9. Meminta Korsup Minerba KPK dan pemerintah mengakomodir
aspek keselamatan warga dan lingkungan hidup dalam
penertiban,penataanizindanpenegakanhukum.
10. Mendesak pemerintah untuk memperbaiki mekanisme
pengelolaan PNBP yang berpotensi terhadap kehilangan
penerimaan negara dari iuran land rent dan royalti termasuk
perlu adanya penertiban, sebagai bagian dari optimalisasi
penerimaan negara. KPK diminta untuk mengembangkan
penyidikan atas temuan dari potensi kerugian negara dari
iuranlandrentdanroyalti.
11. Pemerintah untuk memperjelas status wilayah pertambangan
pasca-pencabutan IUP, harus dipastikan mekanismenya
dilakukan secara transparan serta terlebih dahulu dilakukan
rehabilitasinya.
N T B PR O V 12,837,613,645.02 N T T PR O V 16,106,124,734.08
B IM A 2,773,339,712.24 A LO R 358,429,366.40
D O M PU 1,242,482,931.35 B ELU 3,595,669,553.70
K O T A B IM A (32,000,000.00) EN D E 1,854,793,591.21
LO M B O K B A R A T 262,629,404.16 K U PA N G 1,820,657,732.84
LO M B O K
T EN G A H (14,027,020.00) M A N G G A R A I 1,152,878,116.22
LO M B O K T IM U R 88,968,502.60 M A N G G A R A I T IM U R 177,195,873.39
LO M B O K U T A R A - N A G EK EO 3,061,815,903.77
SU M B A W A 5,543,310,217.16 N G A D A 1,432,422,810.16
SU M B A W A
B A R A T (1,298,565,975.42) R O T E N D A O 619,896,639.99
T O T A L 21,40 3,7 51,4 17.12 SA B U R A IJU A 131,820,565.00
SU M B A B A R A T 1,237,275,285.00
SU M B A B A R A T D A Y A 2,066,138,253.20
SU M B A T EN G A H 1,751,027,918.40
SU M BA TIM U R 1,630,356,523.64
TIM O R TEN G A H
SELA TA N 1,322,883,562.76
TIM O R TEN G A H U TARA 2,879,561,015.63
FLO RES TIM U R -
LEM BA TA (390,790,947.00)
SIKKA 880,434,451.00
KO TA KU PAN G 353,957,232.00
M A N G G A RA I BA RAT 1,028,238,262.00
TO TA L 43,070,786,443.41
Lampiran 1
Potensi Kerugian Negara dari Iuran Land Rent per Provinsi di NTB dan NTT versi
Perhitungan Koalisi Anti Mafia Tambang Tahun 2010-2013
Rekomendasi KOALISI ANTI MAFIA TAMBANG REGION NTB dan NTT
NTB
SOMASI: DWI ARIE SANTO (081915679161)
LSBH: KHERUDIN (087865368733)
WALHI NTB: MURDANI (081909919748)
KNTI: AMIN ABDULLAH (081805785720)
NTT
PIKUL: TORRY KUSWARDONO (0811383270)
WALHI NTT: MELKY NAHAR (081338036632)
JPIC OFM: MIKE PERUHE, OFM (081237895328)
FORMADDA NTT: YUSTINUS DARMA (082146782463)
GERAM NTT: SURYON FLORIANUS ADU
(081339148771)
NASIONAL
PWYP INDONESIA: AGUNG BUDIONO
(081291697629)
AURIGA: SYAHRUL FITRA (08116611340)
Potensi Kerugian Penerimaan Negara dari Land Rent Mencapai Rp
64,47MiliarRupiah
Koalisi anti Mafia Tambang melakukan perhitungan potensi kerugian
negara dari iuran land rent yang mengacu pada PP Nomor 9/2012
tentangTarifdanJenisPenerimaanBukanPajak.Dariperhitunganyang
adadiperolehselisihyangsignifikanantarapotensipenerimaandaerah
dan realisasinya. Selisih antara realisasi penerimaan daerah dengan
potensinya kami sebut sebagai potensi kehilangan penerimaan
(potential lost). Hasil perhitungan Koalisi Masyarakat Sipil
menunjukkan bahwa sejak tahun 2010-2013 diperkirakan potensi
kerugian penerimaan mencapai total Rp.64,47 miliar, dengan
rincian di Provinsi NTT sebesar Rp. 43,07 miliar dan di Provinsi NTB
sebesar Rp.21,4 miliar. Informasi lengkap potensi kerugian
PenerimaanperkabupatendiduadapatdilihatdiLampiran1.
Tabel5.PotentialLostdariLandRent2010-2013diNTBdanNTT
M i n i m n y a
Transparansi
dan Keterlibatan
M a s y a r a k a t
Sipil di Sektor
Pertambangan
Minerba
Ke te rb u ka a n
informasi di
segala bidang telah diamanatkan dalam UU No. 14 tahun 2008 tentang
keterbukaan informasi publik(KIP). Implementasi UU ini dtelah
ditekankan oleh presiden bagi semua pemerintah pusat dan daerah
untuk membuka data publik untuk kepentingan masyarakat umum
termasuk data tentang izin perusahaan, Amdal dan kebijakan
pertambangan lainnya. Pengalaman Koalisi Anti Mafia Tambang di
NTT dan NTB menujukkan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki
komitmen keterbukaan informasi publik dan memilih menutup atas data
dan informasi yang terkait dengan dokumen izin usaha
pertambangan, tahap-tahap operasional dan pasca tambang dengan
alasan bukan wewenang mereka dan alasan lain yang terkadang tidak
logis.
Total Potensi Kerugian untuk 2 Provinsi = Rp 64,47 Miliar
2. KasusdiNTT2:
Berdasarkan temuan, Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Korusp
Sumberdaya Alam NTT, PT Sumber Jaya Asia (SJA) melakukan
aktifitas pertambangan terbuka untuk komoditas mangan di
kawasan Hutan Lindung RTK 103 Nggalak Rego, Kecamatan Reok,
Kabupaten Manggarai. Aktifitas pertambangan perusahaan ini
didasarkan surat keputusan (SK) Bupati Manggarai No
HK/287/2007 tanggal 5 Oktober 2007 tentang Izin Pemindahan dan
Perpanjangan Kuasa Pertambangan Eksploitasi Bahan Galian
ManganKW9PP0208diKecamatanReokdari PTTribinaSempurna
kepadaPTSJA.
Namun, berdasarkan surat Menteri Kehutanan No. S.40/Menhut-
VII/2009 tanggal 27 Januari 2009 yang ditujukan kepada Gubernur
NTT, PT Sumber Jaya Asia tidak termasuk dalam 13 perusahaan
tambang yang diizinkan beroperasi dalam kawasan hutan lindung
sesuaiKeppresNo.41Tahun2004.Namundemikian,faktanya,PTSJA
telah melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka
padaKawasanHutan
Lindung RTK 103 Nggalak Rego meskipun permohonan IPPKH
ditolakolehMentertiKehutananpadatahun2009.
Fakta hukum lain yang terjadi di Kawasan Hutan Lindung Nggalak Rego
RTK 103 adalah bahwa telah terjadi kriminalisasi atas dua warga di
sekitar Kawasan Hutan Lindung RTK 103 Nggalak Rego (yaitu Rofinus
Roas dan Eduardus Saferudin) yang tertangkap tangan pihak kepolisian
sedang menebang beberapa batang pohon di dalam areal hutan lindung
tersebut. Keduanya telah diproses secara hukum dan dipenjara masing-
masing selama 1,5 tahun berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Ruteng
No.214/Pid.B/2009/PN.RUT. Tanggal 1 November 2009 putusan mana
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Fakta tersebut
membuktikan bahwa pihak yang melakukan kegiatan yang melanggar
ketentuan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan telah ditindak
tegas.
KasusNTB:
Berdasarkan Data Dirjen Planologi 2014, wilayah izin pertambangan
yang telah masuk ke tahapan Operasi Produksi milik PT Newmont Nusa
Tenggara yang terindikasi berada di Hutan Konservasi seluas 4.057,37
hektar dan yang terindikasi masuk wilayah Hutan Lindung sebanyak
36.972,62 hektar. Sedangkan, untuk wilayah yang masuk dalam
tahapaneksplorasisebanyak14.350,04hektar.
Hampir50%IUPdi2Provinsi(NTBdanNTT)MasihBerstatusnon-
CnC
Berdasarkan data yangdikeluarkan Dirjen Minerba, Kementerian
ESDM pada Desember 2014, menunjukkan bahwa 63% dari total
IUP di 2 provinsi (NTB dan NTT) masih berstatus non-Clean and
Clear(CnC).
Provinsi NTB merupakan wilayah yang memiliki IUP non CnC dengan
prosentase tertinggi yaitu, 77% IUP dari total seluruh IUP. Sementara
itu,diprovinsiNTTsebanyak56%IUPberstatusnon-CnC.
Tabel2.JumlahIUPyangCnCdannon-CnCdiNTTdanNTB
Sumber:DirjenMinerba,KementerianESDM,2014
NO PROVINSI
CNC
TOTAL
IUP CNC
Non CNC TOTAL
IUP Non
CNC
JUMLAH
IUP
Eksplorasi
Operasi
Produksi
Eksplorasi
Operasi
Produksi
1 NTB 24 10 34 51 65 116 150
2 NTT 66 68 134 145 27 172 306
TOTAL 90 78 168 196 185 288 456
Data di atas menunjukkan masih maraknya pelanggaran yang dilakukan
oleh pemegang IUP dalam menjalankan usaha pertambangannya.
Sementara, pemerintah daerah dan pusat selaku pemberi izin masih lemah
dalam memberikan sanksi atau tindakan hukum kepada pemegang IUP
yangnonCnC.
89,5% IUP yang non CnC di 2 Provinsi (NTB dan NTT) bermasalah
secaraadministratif.
Data Dirjen Minerba kementerian ESDM tahun 2014 mengemukakan
bahwa sekitar 258 pemegang izin di 2 Provinsi (NTB dan NTT) belum
menyelesaikan administrasi sebagai persyaratan untuk memperoleh
IUP antara lain kepemilikan NPWP dan kelengkapan dokumen
perusahaan. Di Provinsi NTT terdapat sekitar 91,22% IUP yang
bermasalahsecaraadministratifdisusulProvinsiNTB sebesar87,9%.
Tabel3.DaftarPermasalahanIUPdiNTTdanNTB
95% lebih Pemegang IUP Belum Memenuhi Kewajiban Jaminan
ReklamasidanPasca-Tambang
Hampir seluruh pemegang izin pertambangan di 2 provinsi (NTB dan
NTT) belum memiliki jaminan reklamasi dan jaminan pasca tambang
Kementerian ESDM tahun 2014 mencatat bahwa dari 443 IUP yang berada
di NTT dan NTB atau sekitar 97%, tidak memenuhi kewajiban atas jaminan
reklamasidanmemilikidokumenpascatambang.
Tidak adanya data yang dimiliki provinsi dan minimnya IUP yang
memenuhi kewajiban jaminan reklamasi dan pasca tambang,
menunjukkan bahwa komitmen dan pengawasan pemerintah daerah dan
pusat dalam pemulihan lingkungan pertambangan sangat rendah.
Kerugian negara yang ditimbulkan atas ketiadaan data dan rendahnya
pemenuhan kewajiban akan semakin meningkat mengingat dampak
ekologis atas absennya kewajiban IUP tersebut bisa menyebabkan banjir
dandampaksosialekonomilainnyabagimasyarakat
Tabel 4. Ketersediaan Jaminan Reklamasi dan Pasca-Tambang di NTT
danNTB
Sumber:DirjenMinerba,KementerianESDM,2014
Sumber:DirjenMinerba,KementerianESDM,2014
.
.
No Provinsi
IUP NON CNC
IUP Non CNC
PERMASALAHAN
ADMINISTRASI
PERMASALAHAN
WILAYAH
MINERAL BATUBARA MINERAL BATUBARA MINERAL BATUBARA
1 NTB 116 0 102 0 14 0
2 NTT 171 1 156 0 28 1
TOTAL 288 258 0 43
NO PROVINSI JUMLAH IUP JAMINAN REKLAMASI
BELUM ADA PASCA
TAMBANG
1 NTT 306 13 TIDAK ADA DATA
2 NTB 150 TIDAK ADA DATA TIDAK ADA DATA
Boks2.AncamanTambangManganTerhadapDASdiNTT
Berdasarkan Hasil Kajian Torry Kuswardono dan Bosman Batubara
(2014), menunjukan masifnya IUP Mangan di NTT memilliki ancaman
dan potensi ancaman terhadap keberlangsungan lingkungan hidup.
Salah satu bentuk potensi ancaman yang terlihat adalah kondisi daerah
aliran sungai (DAS) yang ada di Timor Barat. Daerah aliran sungai
terbesar di Timor Barat, DAS Benanain, yang juga sungai terpanjang di
Timor Barat, 30 persen wilayahnya telah menjadi wilayah
pertambangan. Padahal, DAS Benanain adalah daerah aliran sungai
yang secara nasional mendapatkan prioritas untuk diperbaiki karena
bagian hilirnya terus-menerus dilanda banjir dengan kecenderungan
yang meningkat belakangan ini. Tetapi, tampaknya upaya ini akan
semakin sulit karena di wilayah DAS Benanain terdapat 72 IUP yang
mencakup wilayah Kabupaten Belu dan Kabupaten Timor Tengah
Utara.
Daerah aliran sungai lain yang juga berpotensi terancam banjir adalah
DAS Noemuke, yang memang hanya terdapat 4 wilayah IUP, tetapi
mencakup 25 persen dari luas wilayah DAS Noemuke. Wilayah IUP yang
terhampardi DAS Noemuke berada pada bagian hulu dan tengah. Curan
hujan yang naik pada November–Mei dan intensitas matahari
sepanjang tahun membuat tanah yang sudah terbuka mengalami
pelapukan dan tererosi dengan cepat. Hal ini berkontribusi pada
peningkatan sedimen di daerah hilir. Pada akhirnya, peningkatan
sedimen pada sungai dapat mengakibatkan risiko banjir di bagian hilir
karena zona aliran sudah tertimbun oleh material sedimen. Sungai
Noemuke sudah lama selalu mengalami banjir tahunan di bagian hilir.
Dalam sebuah presentasi di Kota Kupang pada 2013, terlihat adanya
peningkatan proses sedimentasi pada sungai-sungai di Timor Barat
(BLHDProvinsiNusaTenggaraTimor2013).
Di wilayah-wilayah
yang telah ditambang
atau sedang ditambang,
erosi meningkat dan
mengalirmenujusungai-
sungai di bagian hilir.
Walaupun survei
tersebut bersifat awal
dan tidak dilakukan
secara menyeluruh, hal ini telah lebih dari cukup untuk menjawab
bahwa kekhawatiran akan meningkatnya ancaman tambang terhadap
daerah aliran sungai di Timor Barat sangat beralasan. Lebih jauh lagi,
hal ini telah menjadi kepedulian beberapa pihak di dalam tubuh
pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten-
kabupaten yang berada di Timor Barat, seperti ditunjukkan oleh
presentasi Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Nusa
Tenggara Timur Danny Suhadi. Suhadi (2013) mengetengahkan
pentingnya pengendalian pertambangan mangan demi keberlanjutan
lingkungan hidup. Suhadi (2013) juga mengungkapkan lemahnya
kapasitas penegakan hukum dan pengendalian oleh aparat di Provinsi
NusaTenggaraTimur.
Boks3. Ancaman Limbah Tailing Newmont dan Penambangan
PasirLautLimbahTailing
Ketua kesatuan nelayan tradisional indonesia (KNTI NTB), Amin
Abdullah menyatakan bahwa keberadaan aktifitas PT Newmont Nusa
Tenggara telah menyebabkan pola tangkapan ikan di kawasan sekitar
areal pembuangan limbah yang menimbulkan kerugian yang sangat
besar bagi para nelayan. Hal itu dikarenakan areal tangkapan ikan
semakin jauh akibat terkontaminasinya air laut oleh limbah tailing
yangdibuangbebasdenganjumlahberkisar110.000tonperhari.
Limbah tailing tidak hanya merubah pola tangkap namun mematikan
biotalautsepertiplankton,sejenismikroorganismelautyangmenjadi
sumber pakan ikan laut dan hewan laut lainnya hingga sangat
berpengaruh bagi jumlah tangkapan ikan untuk nelayan diwilayah
sekitar tambang dan lombok timur khususnya nelayan tanjung luar
lombok timur. Pendapatan nelayan Lombok Timur turun drastis
menyangkut volume hasil tangkapan dan jangkauan wilayah
penangkapan sehingga membebankan biaya produksi yang semakin
tinggi. Selain itu, Selat Alas yang merupakan wilayah fishing ground
terutama ikan cumi-cumi sudah tidak bisa diandalkan. Nelayan pun
terpaksa menangkap sampai ke sumba NTT. Limbah tailing juga
membuat kawasan hutan bakau di kawasan sumbawa dan Lombok
Timur menjadi rusak akibat dari bahan kimia yang dikandung oleh
tailing.
TolakPenambanganPasirLautDiLombokTimur
Rencana penambangan pasir laut di Lombok Timur harus segera
dihentikan karena mengancam kerusakan ekologi dan ekonomi.
Ribuan nelayan yang ada di Lombok Timur dan Sumbawa Barat telah
menolak rencana penambangan tersebut. Menurut para nelayan jika
penambangan di Selat Alas itu terjadi akan mengakibatkan kerusakan
ekologikarenaposisiSelatAlassebagaifishingground.
Rencananya hasil pengambilan material pasir laut itu akan digunakan
untukpembangunanreklamasiTelukBenoadenganseluas700hektar
yang dilakukan oleh PT Trita Wahana Bali Indonesia (TWBI). Sumber
material pengerukan berasal dari Teluk Benoa dan sumber material
pasir laut dari Lombok Timur dengan kisaran volume total kurang
lebih 25 juta meter kubik. Tapi Gubernur Nusa Tenggara Barat M.
Zainul Majdi sudah menolak rencana pengerukan pasir di wilayahnya
karena akan merusak ekosistem lingkungan. Adapun proyek
reklamasiBenoaditolakmasyarakatBali.
PenolakanPenambanganPasirBesidiLombokTimur
Masyarakat Dusun Ketapang, Dusun Dasan Baru, Desa Peringgabaya
dan Dusun Sukamulia, Desa Pohgading di Pantai Menagis, Kecamatan
Peringabaya Lombok Timur menolak aktivitas penambangan pasir
besi yang dilakukan oleh PT. Anugrah Mitra Graha (PT. AMG). Dimana
aktivitas pertambangan tersebut dinilai merusak lingkungan desa
setempat. Aksi protes itu berawal dari meluapnya air sungai ke
pemukiman warga, karena aliran sungai yang menuju laut itu ditutup
oleh pihak Pertambangan (PT AMG) menggunakan batu dan karung
yang berisikan tanah tujuannya untuk kebutuhan aktivitas
penambangan. Sebenarnya PT. AMG telah melakukan penambangan
atau pengeboran pasir di tengah laut sejak awal tahun 2014. Dampak
dariaktivitaspengeboranpasirbesiditengahlautyangdirasakanoleh
masyarakat, mulai dari dirasakannya getaran-getaran setiap malam
karna memang pengeboran selalu dilakukan pada malam hari,
tembok rumah warga menjadi retak, garis pantai atau pinggir pantai
mulai terabrasi yang tadinya pinggir pantai itu dangkal menjadi dalam
dan puncaknya naiknya air sungai kepemukiman warga akibat aliran
sungai yang ditutup oleh pihak tambang. Semua itu, terjadi karena
adanyaaktivitaspertambanganataupengerukanpasiryangdilakukan
olehpihakperusahaantambang.
Wilayah Sebaran IUP Mangan di Daerah Aliran Sungai di Timor Barat, NTT
Sumber: Perkumpulan PIKUL, 2014