Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami kami konsep dan menguatkan kompetensi. Dalam proses pembelajaran guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat pembelajaran sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik. Di dalam kurikulum ini terdapat proyek untuk menguatkan pencapaian profil pelajar Pancasila. Kemudian, dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Proyek ini tidak bertujuan untuk mencapai target capaian pembelajaran tertentu, sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran.[1]
Inti dari kurikulum merdeka ini adalah Merdeka Belajar. Hal ini dikonsep agar siswa bisa mendalami minat dan bakatnya masing-masing. Misalnya, jika dua anak dalam satu keluarga memiliki minat yang berbeda, maka tolok ukur yang dipakai untuk menilai tidak sama. Kemudian anak juga tidak bisa dipaksakan mempelajari suatu hal yang tidak disukai sehingga akan memberikan otonomi dan kemerdekaan bagi siswa dan sekolah.[2] Penerapan kurikulum merdeka terbuka untuk seluruh satuan pendidikan PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, Pendidikan Khusus, dan Kesetaraan. Selain itu, satuan pendidikan menentukan pilihan berdasarkan angket kesiapan implementasi Kurikulum Merdeka yang mengukur kesiapan guru, tenaga kependidikan dan satuan pendidikan dalam pengembangan kurikulum. Pilihan yang paling sesuai mengacu pada kesiapan satuan pendidikan sehingga implementasi Kurikulum Merdeka semakin efektif jika makin sesuai kebutuhan.[3]
Rasional pelaksanaan Kurikulum Merdeka
Berbagai studi nasional dan internasional memperlihatkan bahwa Indonesia telah lama mengalami krisis dan kesenjangan pembelajaran. Beragam faktor dan banyak hal lainnya ikut berkontribusi menjadi penyebab masalah tersebut. Pandemi COVID-19 yang telah berlangsung selama 2 (dua) tahun memperburuk krisis dan semakin melebarkan kesenjangan pembelajaran yang terjadi di Indonesia. Banyak anak-anak Indonesia yang mengalami ketertinggalan pembelajaran (learning loss) sehingga mereka kesulitan untuk mencapai kompetensi dasar sebagai peserta didik.
Pada kondisi khusus Pandemi COVID-19, Pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menteri Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. Pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dalam kondisi khusus dapat tetap mengacu kepada Kurikulum 2013, mengacu kepada Kurikulum Darurat yaitu Kurikulum 2013 yang disederhanakan oleh Pemerintah, atau melakukan penyederhanaan Kurikulum 2013 secara mandiri. Dalam Keputusan Menteri tersebut Kurikulum Darurat disebut sebagai Kurikulum pada Kondisi Khusus.
Berdasarkan implementasinya, diperoleh fakta bahwa siswa pengguna Kurikulum Darurat mendapat capaian belajar yang lebih baik daripada siswa yang menggunakan Kurikulum 2013 secara penuh, terlepas dari latar belakang sosio-ekonominya. Itulah p
2. 1. UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
2. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 sebagaimana telah diiubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Standar Nasional Pendidikan
3. Permendikbudristek No. 5 Tahun 2022 Tentang Standar Kompetensi Lulusan
4. Permendikbudristek No. 7 Tahun 2022 Tentang Standar Isi
5. Permendikbudristek No. 16 Tahun 2022 Tentang Standar Proses
6. Permendikbudristek No. 21 Tahun 2022 Tentang Standar Penilaian
7. Kepmendikbudristek No. 56 Tahun 2022 sebagaimana telah diubah dengan
Kepmendikbudristek No. 262 Tahun 2022 Tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam
Rangka Pemulihan Pembelajaran
8. Keputusan Kepala BSKAP Kemdikbudristek No. 008/H/KR/2022 sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Kepala BSKAP Kemdikbudristek No. 033/H/KR/2022 Tentang
Capaian Pembelajaran Kurikulum Merdeka
9. Keputusan Kepala BSKAP Kemdikbudristek No. 009/H/KR/ 2022 Tentang Dimensi,
Elemen, dan Subelemen Profil Pelajaran Pancasila pada Kurikulum Merdeka
REGULASI TERKAIT PENILAIAN KURIKULUM MERDEKA
3. Penilaian hasil belajar Peserta Didik dilakukan oleh
pendidik. (Pasal 16 ayat 4 PP No. 57 Tahun 2021)
Berdasarkan hal tersebut tidak ada penilaian hasil
belajar peserta didik oleh pemerintah (UN) dan
penilaian hasil belajar peserta didik oleh satuan
pendidikan (US).
TIDAK ADA UJIAN NASIONAL DAN UJIAN SEKOLAH
5. BENTUK PENILAIAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK
Berdasarkan Permendikbudristek No. 21 Tahun 2022
6. Penilaian formatif bertujuan untuk memantau dan
memperbaiki proses pembelajaran serta
mengevaluasi pencapaian tujuan pembelajaran.
(Pasal 9 Ayat 4 Permendikbudristek No. 21 Tahun 2022)
TUJUAN PENILAIAN FORMATIF
7. Asesmen formatif dapat berupa asesmen pada awal pembelajaran
dan asesmen pada saat pembelajaran. Asesmen pada awal
pembelajaran digunakan untuk mendukung pembelajaran
terdiferensiasi sehingga peserta didik dapat memperoleh
pembelajaran sesuai dengan yang mereka butuhkan. Sementara,
asesmen formatif pada saat pembelajaran dapat dijadikan sebagai
dasar dalam melakukan refleksi terhadap keseluruhan proses
belajar yang dapat dijadikan acuan untuk perencanaan
pembelajaran dan melakukan revisi apabila diperlukan. (PPA,
2022:3-4)
JENIS PENILAIAN FORMATIF
8. Penilaian sumatif pada jenjang pendidikan dasar dan
jenjang pendidikan menengah bertujuan untuk menilai
pencapaian hasil belajar Peserta Didik sebagai dasar
penentuan:
a. kenaikan kelas; dan
b. kelulusan dari Satuan Pendidikan.
(Pasal 9 Ayat 7 Permendikbudristek No. 21 Tahun 2022)
TUJUAN PENILAIAN SUMATIF
9. Penilaian hasil belajar Peserta Didik untuk penentuan
kelulusan dari Satuan Pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui mekanisme yang
ditentukan oleh Satuan Pendidikan dengan mengacu pada
standar kompetensi lulusan.
(Pasal 18 Ayat 2 PP No. 57 Tahun 2021)
KEWENANGAN SEKOLAH DALAM SUMATIF
10. 1. Penentuan kenaikan kelas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) huruf a
dilakukan dengan mempertimbangkan laporan kemajuan belajar yang
mencerminkan pencapaian Peserta Didik pada semua mata pelajaran dan
ekstrakurikuler serta prestasi lain selama 1 (satu) tahun ajaran.
2. Penentuan kelulusan dari Satuan Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (7) huruf b dilakukan dengan mempertimbangkan laporan kemajuan belajar
yang mencerminkan pencapaian Peserta Didik pada semua mata pelajaran dan
ekstrakurikuler serta prestasi lain pada:
a. kelas V dan kelas VI untuk sekolah dasar atau bentuk lain yang sederajat; dan
b. setiap tingkatan kelas untuk sekolah menengah pertama atau bentuk lain yang
sederajat dan sekolah menengah atas atau bentuk lain yang sederajat.
PENENTUAN KENAIKAN KELAS DAN KELULUSAN
Berdasarkan Permendikbudristek No. 21 Tahun 2022 Pasal 10
11. Satuan pendidikan memiliki keleluasaan untuk menentukan mekanisme dan format pelaporan hasil
belajar kepada orang tua/wali.
Pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, satuan pendidikan dan
pendidik memiliki keleluasaan untuk menentukan deskripsi dalam menjelaskan makna nilai yang
diperoleh peserta didik.
Pelaporan hasil belajar disampaikan sekurang-kurangnya pada setiap akhir semester.
Satuan pendidikan menyampaikan rapor peserta didik secara berkala melalui e rapor/dapodik
Pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat, satuan pendidikan
memiliki keleluasaan untuk menentukan kriteria kenaikan kelas dengan mempertimbangkan:
a. laporan kemajuan belajar;
b. laporan pencapaian projek penguatan profil pelajar Pancasila;
c. portofolio peserta didik;
d. paspor keterampilan (skill passport) dan rekognisi pembelajaran lampau peserta didik untuk
SMK/MAK;
e. prestasi akademik dan non-akademik;
f. ekstrakurikuler;
g. penghargaan peserta didik; dan
h. tingkat kehadiran.
Sumber: Kepmendikbudristek No. 262 Tahun 2022
KRITERIA KENAIKAN KELAS
12. Dalam proses penentuan peserta didik tidak naik kelas, perlu dilakukan musyawarah dan
pertimbangan yang matang sehingga opsi tidak naik kelas menjadi pilihan paling akhir apabila
seluruh pertimbangan dan perlakuan telah dilaksanakan. Banyak penelitian menunjukkan bahwa
tinggal kelas tidak memberikan manfaat signifikan untuk peserta didik, bahkan cenderung
memberikan dampak buruk terhadap persepsi diri peserta didik (Jacobs & Mantiri, 2022; OECD,
2020; Powell, 2010). Di berbagai negara, kebijakan tinggal kelas secara empiris tidak
meningkatkan prestasi akademik peserta didik, terutama yang mengalami kesulitan belajar.
Dalam survei PISA 2018, skor capaian kognitif peserta didik yang pernah tinggal kelas secara
statistik lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak pernah tinggal kelas (OECD, 2021). Hal ini
menunjukkan bahwa mengulang pelajaran yang sama selama satu tahun tidak membuat peserta
didik memiliki kemampuan akademik yang setara dengan teman-temannya, melainkan tetap lebih
rendah. Hal ini dimungkinkan karena yang dibutuhkan oleh peserta didik tersebut adalah
pendekatan atau strategi belajar yang berbeda, bantuan belajar yang lebih intensif, waktu yang
sedikit lebih panjang, namun bukan mengulang seluruh pelajaran selama setahun. (PPA,
2022:61-62)
TIDAK NAIK KELAS OPSI TERAKHIR
13. Asesmen sumatif, yaitu asesmen yang dilakukan untuk memastikan
ketercapaian keseluruhan tujuan pembelajaran. Asesmen ini
dilakukan pada akhir proses pembelajaran atau dapat juga dilakukan
sekaligus untuk dua atau lebih tujuan pembelajaran, sesuai dengan
pertimbangan pendidik dan kebijakan satuan pendidikan. Berbeda
dengan asesmen formatif, asesmen sumatif menjadi bagian dari
perhitungan penilaian di akhir semester, akhir tahun ajaran, dan/atau
akhir jenjang.
(PPA, 2022:27)
PENILAIAN SUMATIF
15. Jika pendidik merasa bahwa data hasil asesmen yang
diperoleh selama 1 semester telah mencukupi, maka tidak
perlu melakukan asesmen pada akhir semester. Hal yang
perlu ditekankan, untuk asesmen sumatif, pendidik dapat
menggunakan teknik dan instrumen yang beragam, tidak
hanya berupa tes, namun dapat menggunakan observasi
dan performa (praktik, menghasilkan produk, melakukan
projek, dan membuat portofolio).(PPA, 2022:29)
TEKNIK DAN INSTRUMEN PENILAIAN SUMATIF
16. Untuk mengetahui apakah peserta didik telah berhasil mencapai tujuan
pembelajaran, pendidik perlu menetapkan kriteria atau indikator ketercapaian
tujuan pembelajaran. Kriteria ini dikembangkan saat pendidik merencanakan
asesmen, yang dilakukan saat pendidik menyusun perencanaan pembelajaran,
ini merupakan penjelasan (deskripsi) tentang kemampuan apa yang perlu
ditunjukkan/ didemonstrasikan peserta didik sebagai bukti bahwa ia telah
mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian, pendidik tidak disarankan
untuk menggunakan angka mutlak (misalnya, 75, 80, dan sebagainya) sebagai
kriteria. Yang paling disarankan adalah menggunakan deskripsi, namun jika
dibutuhkan, maka pendidik diperkenankan untuk menggunakan interval nilai
(misalnya 70 - 85, 85 - 100, dan sebagainya). (PPA, 2022:32-33)
MENENTUKAN KETERCAPAIAN TUJUAN PEMBELAJARAN
17. Kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah peserta didik
telah mencapai tujuan pembelajaran dapat dikembangkan pendidik
dengan menggunakan beberapa pendekatan, di antaranya: (1)
menggunakan deskripsi sehingga apabila peserta didik tidak
mencapai kriteria tersebut maka dianggap belum mencapai tujuan
pembelajaran, (2) menggunakan rubrik yang dapat mengidentifikasi
sejauh mana peserta didik mencapai tujuan pembelajaran, (3)
menggunakan skala atau interval nilai, atau pendekatan lainnya
sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan pendidik dalam
mengembangkannya. (PPA, 2022:33)
PENDEKATAN DALAM MENENTUKAN KETERCAPAIAN TUJUAN PEMBELAJARAN
21. Peraturan Kepala BSKAP Kemdikbudristek No. 004/H/EP/2023
Tentang
Pedoman Pengelolaan Blanko Ijazah Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun Pelajaran 2022/2023
22. Peraturan Kepala BSKAP Kemdikbudristek No. 004/H/EP/2023
Tentang
Pedoman Pengelolaan Blanko Ijazah Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun Pelajaran 2022/2023
PENERBITAN IJAZAH