3. Inti ajaran agama Islam adalah tauhid :
mengesakan Allah dengan menegaskan sifat
wahdaniah: tiada sekutu bagi-Nya, dan tiada
sesuatu yang semisal dengan-Nya.
Tauhid mengajarkan kita tentang kesatuan akidah
dengan ikrar yang sama: aku rela Allah Tuhanku,
Islam agamaku, Muhammad Nabiku, Al-Qur’an
pedomanku, dan Ka’bah kiblatku.
4. Manusia kedudukannya sangat terhormat dibanding
makhluk lainnya maka, manusia harus “melihat keatas” hanya
kepada Allah. Menyembah hanya kepada Allah, taat dan patuh
hanya kepada syariat Allah yang tertulis, yaitu Al-Kitab. Dan
kepada alam semesta, manusia harus melihat kebawah.
Manusia tidak seharusnya menafsirkan gejala alam secara
magis-mitologis yang pada akhirnya mengantarkan manusia
dalam lembah kemusyrikan
5. Manusia dilahirkan untuk menjadi khalifah di muka
bumi ini. Peran kekhalifahan mengelola bumi demi
kemakmuran umat manusia hanya bisa dilakukan oleh orang
beriman. Iman yang benar dapat mengantarkan manusia pada
paradigma pembangunan yang benar, yakni mengelola sumber
daya alam sesuai hukum keseimbangan yang tetapkan Allah
Ta’ala, tidak mengeramatkan alam, tetapi juga tidak
merusaknya. Sebaliknya, orang musyrik yang mengerematkan
alam telah gagal memahami hukum-hukum alam. Pikiran
mereka tebelenggu oleh tradisi leluhur, sehingga mereka tidak
mampu berpikir kritis, logis dan koheran. Dalam posisi ini
mereka melorot lebih rendah dari binatang
6. 6
“Menurut Ibn Taimiyah Ilah (Tuhan) adalah yang dipuja
penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan diri
dihadapan-nya, takut dan mengharapkannya, kepadanya tempat
berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa dan bertawakkal
kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan diri
padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan
terpaut cinta padanya”
7. 7
Berdasarkan definisi yang tadi dapat dipahami bahwa “tuhan” itu
bisa berbentuk apa saja yang dipentingkan oleh manusia, seperti
tahta, harta, dan popularitas. Tanpa disadari atau tidak manusia
dapat terjerumus “mempertuhankan diri” dalam bentuk sifat ria,
egoisme, takut dan bimbang, zhalim, hasad atau dengki. Hal inilah
yang terrjadi pada Fir’aun, Qorun, dan Haman.
Sesungguhnya telah datang kepada mereka Musa dengan
(membawa bukti-bukti) keterangan-keterangan yang nyata. Akan
tetapi mereka berlaku sombong di (muka) bumi, dan tiadalah
mereka orang-orang yang luput dari kehancuran itu (QS. Al-’Ankabut
(29): 39)
9. 9
VISI KEMAKMURAN
TAUHID RUBUBIYAH
Tauhid Rububiyah berintikan pada penegasan atas keesaan Allah
dalam af’al-Nya, dalam penciptaan dan pemeliharaan semesta.
Tauhid Rububiyah merupakan suatu pandangan umum tentang
realitas kebenaran, ruang, waktu, dunia dan sejarah.
Tauhid Rububiyah mengantarkan manusia pada visi misi
kemakmuran berupa keyakinan bahwa Allah Yang Maha
Pemurah menciptakan bumi yang bisa menopang segala
kebutuhan ciptaan-Nya. Allah juga memilih manusia sebagai
mandataris Tuhan (Khalifatullah) di bumi untuk mengisi dan
memakmurkan bumi.
10. VISI KEMAKMURAN
TAUHID RUBUBIYAH
Disisi lain, tauhid Rububiyah juga mengarahkan umat beriman
kepada takdir Allah yang berlaku pada alam semesta dan pada
alam manusia. Ketetapan Allah telah berlaku kepada setiap
manusia. Misalnya, manusia lahir di alam ini dengan tidak diberi
hak pilih siapa ayah dan ibunya, dimana tempat kelahirannya,
dan seterusnya. Kemudian semua kisah kehidupan pun berakhir.
Akhir kehidupan manusia berupa kematian, dan akhir
kehidupan semesta berupa kiamat dan kebangkitan kembali di
Akhirat untuk pertanggungjawaban.
11. 11
Manusia lahir di alam ini dengan tidak diberi hak pilih siapa ayah
dan ibunya, dimana tempat kelahirannya, dan seterusnya.
Kemudian semua kisah kehidupan pun berakhir. Akhir kehidupan
manusia berupa kematian, dan akhir kehidupan semesta berupa
kiamat dan kebangkitan kembali di Akhirat untuk
pertanggungjawaban.
12. MISI PEMBEBASAN
TAUHID ULUHIYAH
Tauhid Uluhiyah berintikan pada penagasan atas keesaan
Allah dalam Dzat-Nya, terutama dalam aktivitas ibadah,
doa nadzar, korban, berharap (raja’) , takut (khauf), dan
tawakkal. Umat Islam senantiasa berusaha
menghindarkan diri dari segala bentuk penghambaan
kepada selain Allah dengan berikrar.
13. MISI PEMBEBASAN
TAUHID ULUHIYAH
Tauhid uluhiyah menjadi landasan perlawanan terhadap segala
bentuk perbudakan manusia (mustakbirin) terhadap manusia
lainnya (mustadh’afin). Semua orang sama kedudukannya di
hadapan Allah, sama di depan hukum, wajib berhukum dengan
hukum Allah, dan taat dengan kontrak sosial yang disusun dan
disepakati bersama.
Dari segi spiritual, tauhid uluhiyah membebaskan manusia dari
tipudaya setan yang menggoda ke arah syirik. Kita maklumi bahwa
kita percaya tentang adanya makhluk spiritual, seperti Malaikat,
Jin dan Syaitan.
14. 14
Tauhid Mulkiyah berintikan pada ke-Esaan Allah dalam
kekuasaan dan hukumnya. Seorang yang beriman
bertekad untuk senantiasa menyelaraskan segala gerak
langkah dan keinginannya sesuai dengan kehendak
Allah sebagaimana termaktub dalam kitab suci, al-
Qur’an. Ia juga berjanji untuk berhukum dengan
hukum Allah, sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an.
Usaha sungguh-sungguh untuk menegakkan syari’at
Allah di muka bumi dalam rangka mewujudkan
keadilan sosial dan kemakmuran universal.
15. 15
Kewajiban berhukum sesuai hukum Allah merupakan wujud
konkret dari iman kepada kitab Allah. Iman kepada kitab
Allah berarti percaya bahwa kitabullah adalah kalam Allah
yang diturunkan kepada para Rasulullah yang didalamnya
menerangkan perintah dan larangan, janji dan ancaman.
Tauhid mulkiyah merupakan landasan pembentukan tatanan
sosial (masyarakat) Islam. Dalam tatanan sosial Islam, syari’at
Islam harus tetap tegak walaupun tanpa negara. Meskipun
disadar bahwa negara diperlukan dalam menegakkan syari’at.
16. 16
Kewajiban zakat tetap berlaku dan harus ditunaikan oleh seorang
muslim yang kaya walaupun tidak ada “Negara Islam” dengan
perundang-undangan yang mengatur hal tersebut.
17. Kaum muslimin sepakat bahwa Allah Maha Esa,
dan tidak ada sesuatupun yang semisal dengan-
Nya. Kemudian manusia wajib berakhlak sesuai
dengan akhlak Allah sebagaimana tercermin dalam
sifat dan nama-namanya yang indah.
Asma’ Allah yang indah sebagai bagian dari
kepercayaan tauhid merupakan landasan etis umat
Islam. Umat Islam harus berhias akhlak dengan
akhlak Allah sebagaimana tergambar dalam asma’-
Nya.