Aktivitas yang terkait dengan pertukaran barang dan jasa dengan pelanggan dan pengumpulan kas dari pendapatan. Siklus pendapatan perusahaan dagang meliputi kelas sebagai berikut :
Penjualan kredit
Penagihan/penerimaan piutang
Penyesuaian penjualan (diskon, retur dan rabat penjualana, dan kerugian piutang
Pengenaan Pajak Penghasilan atas Jasa Konstruksi mengalami dispute dan dinamika tersendiri. Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), jasa konstruksi disebutkan dalam dua pasal yang berbeda. Selain di kenakan PPh final pasal 4 Ayat (2) huruf d dan jasa konstruksi juga dapat dikenakan pemotongan PPh tidak final, PPh pasal 23.
Dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d UU PPh frase kata yang digunakan adalah “usaha jasa konstruksi”. Sementara dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh, frase yang digunakan hanya “jasa konstruksi” tanpa didahului kata ‘usaha’ seperti di Pasal 4 ayat (2).
Perbedaan kedua frase kata dalam kedua pasal tersebut mengindikasikan bahwa subjek pajak yang dimaksud kedua pasal itu juga berbeda. Perbedaan tersebut ada pada ada atau tidak nya Sertifikasi Badan Usaha pada Wajib pajak meskipun jasa yang dimaksudkan nyaris sama, yaitu jasa konstruksi.
Konsep materialitas dan penerapan materialitas terhadap proses auditDian Rahmah
1. Konsep Materialitas dan Penerapan Materialitas Terhadap Proses Audit
2. Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
3. Konsep materialitas berkaitan dengan seberapa salah saji yang terdapat dalam asersi dapat diterima oleh audiotr agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh besarnya salah saji tersebut.
Konsep risiko audit berkaitan dengan risiko kegagalan auditor dalam mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
4. MENGAPA KONSEP MATERIALITAS PENTING dalam AUDIT atas LAPORAN KEUANGAN ??
5. Dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan berikut ini : (1) Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diingkas, digolongkan, dan dikompilasi. (2) Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. (3) Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan kecurangan.
6. Dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor: (1) Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yangdapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut. (2) Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
7. Pertimbangan Awal tentang Materialitas
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif.
- Pertimbangan Kuantitatif : Berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan.
- Pertimbangan Kualitatif : Berkaitan dengan penyebab salah saji.
8. Materialitas dibagi menjadi 2 golongan : (1) Materialitas pada tingkat laporan keuangan. (2) Materialitas pada tingkat saldo akun.
9. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas :
Pertama, auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit.
10. Kedua, pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanan audit.
11. Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material.
12. Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun
13. Hubungan Antara Materialitas Dengan Bukti Audit
Tugas sim, mayang sari, yananto mihadi putra, telekomunikasi, internet & ...Mayangsari_22
“PERAN DAN PEMANFAATAN TELEKOMUNIKASI, INTERNET, DAN TEKNOLOGI NIRKABEL SERTA PERKEMBANGANNYA DALAM MENDUKUNG KINERA PERUSAHAAN”
Semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca, maaf jika masih ada salah salah kata.
Thanks,
Mayang Sari
Aktivitas yang terkait dengan pertukaran barang dan jasa dengan pelanggan dan pengumpulan kas dari pendapatan. Siklus pendapatan perusahaan dagang meliputi kelas sebagai berikut :
Penjualan kredit
Penagihan/penerimaan piutang
Penyesuaian penjualan (diskon, retur dan rabat penjualana, dan kerugian piutang
Pengenaan Pajak Penghasilan atas Jasa Konstruksi mengalami dispute dan dinamika tersendiri. Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), jasa konstruksi disebutkan dalam dua pasal yang berbeda. Selain di kenakan PPh final pasal 4 Ayat (2) huruf d dan jasa konstruksi juga dapat dikenakan pemotongan PPh tidak final, PPh pasal 23.
Dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d UU PPh frase kata yang digunakan adalah “usaha jasa konstruksi”. Sementara dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh, frase yang digunakan hanya “jasa konstruksi” tanpa didahului kata ‘usaha’ seperti di Pasal 4 ayat (2).
Perbedaan kedua frase kata dalam kedua pasal tersebut mengindikasikan bahwa subjek pajak yang dimaksud kedua pasal itu juga berbeda. Perbedaan tersebut ada pada ada atau tidak nya Sertifikasi Badan Usaha pada Wajib pajak meskipun jasa yang dimaksudkan nyaris sama, yaitu jasa konstruksi.
Konsep materialitas dan penerapan materialitas terhadap proses auditDian Rahmah
1. Konsep Materialitas dan Penerapan Materialitas Terhadap Proses Audit
2. Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
3. Konsep materialitas berkaitan dengan seberapa salah saji yang terdapat dalam asersi dapat diterima oleh audiotr agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh besarnya salah saji tersebut.
Konsep risiko audit berkaitan dengan risiko kegagalan auditor dalam mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
4. MENGAPA KONSEP MATERIALITAS PENTING dalam AUDIT atas LAPORAN KEUANGAN ??
5. Dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan berikut ini : (1) Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diingkas, digolongkan, dan dikompilasi. (2) Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. (3) Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan kecurangan.
6. Dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor: (1) Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yangdapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut. (2) Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
7. Pertimbangan Awal tentang Materialitas
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif.
- Pertimbangan Kuantitatif : Berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan.
- Pertimbangan Kualitatif : Berkaitan dengan penyebab salah saji.
8. Materialitas dibagi menjadi 2 golongan : (1) Materialitas pada tingkat laporan keuangan. (2) Materialitas pada tingkat saldo akun.
9. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas :
Pertama, auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit.
10. Kedua, pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanan audit.
11. Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material.
12. Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun
13. Hubungan Antara Materialitas Dengan Bukti Audit
Tugas sim, mayang sari, yananto mihadi putra, telekomunikasi, internet & ...Mayangsari_22
“PERAN DAN PEMANFAATAN TELEKOMUNIKASI, INTERNET, DAN TEKNOLOGI NIRKABEL SERTA PERKEMBANGANNYA DALAM MENDUKUNG KINERA PERUSAHAAN”
Semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca, maaf jika masih ada salah salah kata.
Thanks,
Mayang Sari
Sumber :
Maria. R et al. (2020).” Taxing Digital Economy through Online Marketplace in Indonesia” International Journal of Economics and Financial. Vol 10 • Issue 2
Template PPT = https://slidesgo.com/
Disampaikan pada Webinar dalam rangka
Knowledge Sharing bagi Pegawai Kementerian ESDM
Jakarta, 18 Oktober 2021
Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi
Administrasi Negara LAN-RI
2. Digital technology change our life
Belanja online, kebutuhan hiburan online melalui
streaming atau on-demand. Media konvensional semakin
ditinggalkan. Cara kita bekerja juga berubah melalui
interaksi virtual. Demikian juga pendidikan dan pelatihan.
Lifestyle change, work & education change
Komunikasi instan, lebih mudah, lebih murah dengan
berbagai aplikasi. Koneksi dan interaksi sosial berpindah
melalui platform digital. Melampui keterbatasan jarak dan
waktu.
Change the way we communicate & connect
Fake news bertebaran, asli dan palsu seringkali blur,
dapat berdampak pada dunia yang chaos. Risiko
kesehatan meningkat baik fisik maupun mental.
Side effect : trust & privacy, physical & mental
helath
Digital Tech Impact
3. Digital Activities
3. Fintech & e-Services
Ride hailing, online food, e-travel, e-
ticket, penginapan online, dompet
online, bank online dan investasi
online
2. Digital Media &
Digital Advertising
Video on-demand/
streaming, vlogs, music
streaming, movie on
demand/streaming,
search, games online
1. Communication & Social
Networking
Komunikasi online ( Whatsapp,
Google, Line, dll), Social media
(facebook, Instagram,
Snapchat, dll)
4. E-Commerce
The booming sector
E-commerce grow faster than retail
APAC growth is about 25% in 2019
Perdagangan online, baik
platform luar negeri maupun
dalam negeri, online diskon,
logistik online.
5. Kondisi Digital Indonesia
175,4 juta
The number of internet users in
Indonesia increased by 25 million (+17%) between 2019 and
2020. Internet penetration in Indonesia stood at 64%
The number of mobile connections in
Indonesia increased by 15 million (+4.6%) between January
2019 and January 2020.
The number of mobile connections in Indonesia in January
2020 was equivalent to 124% of the total population
Internet users
8
jam
Internet dalam
sehari
Social Media
sehari
3,5
jam
Data per Januari 2020
Mobile connection
338,2 juta
Social Media users
160 juta
The number of social media users in
Indonesia increased by 12 million (+8.1%) between April
2019 and January 2020.
Social media penetration in Indonesia stood at 59%
Console Game
sehari
1,5
jam
• 80% users 16-64
tahun pernah
berbelanja online.
• Streaming content
terus meningkat Sumber : wearesocial.com
7. Digitalisasi : perubahan business model
Analytics
Roadmap Bank
Service
Decision Knowledge
Interaksi dan transaksi berpindah dari fisik to digital
Digitalisasi membawa perubahan fundamental terhadap model bisnis,
cara berbisnis. Fasilitas fisik menjadi kurang penting, teknologi menjadi
kekuatan utama menjangkau pelanggan.
Terjadinya peningkatan perdagangan global tanpa sekat (borderless)
Teknologi mengatasi keterbatasan jarak dan waktu sehingga dapat
menjangkau pasar di seluruh dunia meskipun tanpa keberadaan
usaha/kantor di suatu negara pasar.
Terkonsentrasinya big-tech companies di beberapa negara
Perusahaan teknologi besar umumnya berdomisili hanya di beberapa
negara seperti Amerika Serikat dan China. Negara-negara lain praktis
hanya menjadi pasar (market country) dari perusahaan teknologi.
Tantangan terhadap kebijakan publik untuk mengikuti perkembangan
Laju digitalisasi memaksa pemerintah terus memikirkan kebijakan-
kebijakan baru yang sesuai sehingga potensi dan ancaman digitalisasi
dapat ditangani dengan baik
8. Cross border digital activities model
X Corp
Host country Market country
X Corp PE
(branch)
PT X Ind
(subsidiary/
agency)
Other country
X Corp
SERVER
2
1
Brick &
mortar
economy
Digital
economy
POS
B2C
B2B
POS
9.
10. The tax challenges of digital transaction
03
04
05
02 Alokasi hak pemajakan dari transaksi digital cross-border
Model konvensi pamajakan terutama mengenai ketentuan
Bentuk Usaha Tetap (Permanent Establishment) tidak relevan
lagi dengan model bisnis digital
Kecenderungan big-tech melakukan BEPS
Tax collection vs tax preferences, to boost development of
local digital companies
01 Keadilan ekonomi bagi negara yang menjadi pasar
11. Digital value creation vs users
Companies (MNE) is taxed where its value is created (host/domicile country) not in the market country.
Market country is allowed to tax when the MNC operates in that country through a Permanent
Establishment
Sumber : www.taxfoundation.org
12. The tax challenges response
Various types of tax mechanism
Potensi munculnya berbagai struktur
pajak digital yang kompleks .
Compliance cost for MNE
Biaya tinggi dalam melaksanakan
kewajiban pajak digital yang berbeda-beda.
Double Taxation
Potensi terjadinya pajak berganda
karena tidak terlindungi oleh tax treaty
Kebutuhan penerimaan negara
meningkat, digital economy,
utamanya cross-border digital
activities adalah potensi besar
belum tersentuh.
Namun pelaksanaan aturan
pemajakan melalui Pajak
Penghasilan terkendala
kesepakatan dalam tax treaty.
Dirumuskan pajak baru, yaitu pajak
digital.
Aksi unilateral market country untuk
memungut pajak transaksi digital
cross border (“pajak digital”)
Possible consequences
13. OECD : global consensus on digital taxes
2015 2017
BEPS Action Plan 1
Digital economy is one of OECD
BEPS concern, further realized
that digital challenges broader
than BEPS
Acceleration of
working on the issue
G20 ask Inclusive Framework to
accelerate timeline on addressing
the tax issue on digital economy
2020 1st 2019
Consensus based is
targeted to achieved
A Policy Note agreed
Grouping proposals into 2 Pillars.
Pillar 1 : nexus & profit allocation.
Pillar 2: ensuring a minimum level
of taxation
- Perumusan kesepakatan global dan solusi permanen pemajakan digital
- Unified approach on reallocating the taxing rights between jurisdictions
- Kesepakatan diharapkan tercapai pada akhir 2020
2018
2nd 2019
Interim Report
In depth analysis of digital business and
impact on international tax system (nexus
& profit allocation rules). Impossible to ring
fence the digital economy. Member didn’t
agree but commit to continue works
A detailed Program of Work
Endorsed by G20 Finance Minister
and Leaders. Public comments for
architecture of Unified Approach
(Pillar 1)
On Unified Approach
(Pillar 1) by the end 2020
14. Digital Taxes (Pajak Digital)
Include extension of existing tax rules to
apply tax neutral principle/level playing
field like extension VAT to online
services/IP, WHT to digital products
Tax to business that provide products &
services through digital means
(perangkat dan prosedur elektronik –
sistem elektronik)
Also extension of permanent
establishment definition that now cover :
digital presence, virtual presence,
significance economic presence
Using special tax rate or special tax
base ( a new taxes)
Over a certain set of measure (digital
users, total global revenue, total revenue in
the country)
15. Principles of Digital Taxes
Simplicity
Aturan pajak harus
mudah diterapkan,
meminimalkan
compliance cost,
menghindari
administrasi yang
tidak perlu
Keep it simple
Transparancy
Mengatur jelas
jumlah yang harus
dibayar, waktu dan
tata cara
pembayaran
No hidden cost
Neutrality
Kebijakan pajak
tidak bertujuan
menghukum atau
menguntungkan
satu industry
tertentu
Level playing field
Stability
Mudah diantisipasi
oleh bisnis,
bersifat jangka
panjang dan
predictable
Gain trust
16. Types of Digital Taxes
Digital Services Tax Equalization Levy Gross Based WHT VAT/GST
Applied to gross revenue
Basically a proxy to income tax
governed by tax treaty. Other
name include Electronic
Transaction Tax
India introduce this tax
Tax base is gross revenue under
certain measure. Actually target
the same object. Introduce the
concept of significance economic
presence
Extension of WHT
WHT is applied to overseas digital
services which has no PE in that
country.
The consumption tax
VAT/GST applied to digital
product, mostly that supplied on
B2C scheme follow OECD guideline
on VAT destination based
DIRECT TAXES (PAJAK LANGSUNG) INDIRECT TAXES
17. Digital Activities targeted to be taxed
Digital content
streaming & online
gaming
Social Media
Platform
Online intermediation
platforms,including the
operation of online
marketplaces, irrespective of
whether used by businesses or
consumers
Online Search
Online Advertising
Services
Cloud Computing
18. Digital Taxes di beberapa negara
France
DST – 3%
retroactive since Jan
2019 (postponed)
VAT 10% - reporting
requirement
India
Equalization Levy :6%
for online advertising (2016),
2% on other e-commerce
(2020)
GST
Australia
Wait for global
consensus
GST 10%, turnover
>A$75k –adopted
July 2017
Chile
Digital Tax 10%
(cancelled)
VAT 19% start June
2020 require
registration
Mexico
WHT - variable
VAT 16% start June
2020 require
registration
UK
DST – 2%
VAT liable
19. Perlakuan Pajak Digital Economy di Indonesia
1
2
3
4
Cakupan
Kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), yaitu
transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur
elektronik. Dilakukan oleh subjek pajak luar negeri kepada pembeli di
dalam daerah pabean
Sanksi
Sanksi administrasi sesuai ketentuan UU KUP
Sanksi pemutusan hak akses setelah diberikan teguran
Pengenaan PPN
Atas pemnafaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean melalui PMSE
Pengenaan PPh atau Pajak Transaksi
Elektronik
Pengenaan PPh atau Pajak Transaksi Elektronik apabila subjek pajak luar negeri
memenuhi kriteria kehadiran ekonomi signifikan (significant economic presence)
sehingga dianggap menjadi BUT
Perppu 1/2020 (UU No 2/2020) Psl 4, Psl 6, dan Psl 7
20. Pengenaan PPh
Pengenalan taxable nexus baru
Pedagang LN, Penyedia Jasa LN,
Penyelenggara PMSE LN diperlakukan
sebagai BUT apabila memenuhi kriteria
kehadiran ekonomi signifikan.
Cakupan
Baik menjual barang atau menyediakan
jasa secara langsung atau tidak langsung
kepada konsumen di Indonesia. Pajak
dibayar dan dilaporkan oleh pedagang LN,
penyedia jasa LN atau Penyelenggara
PMSE LN
Alternative Plan – Pajak Baru
Mengenakan Pajak Transaksi Elektronik
apabila pengenaan PPh terganjal
ketentuan tax treaty. Umumnya pajak
digital baru ini menggunakan gross
revenue sebagai dasar penghitungan.
Perlu ditunggu penerbitan PP mengenai
kejelasan tarif tersebut.
Kriteria kehadiran ekonomi
signifikan
Significance economic presence diukur dari
jumlah peredaran bruto konsolidasi grup
usaha, jumlah penjualan di Indonesia,
dan/atau jumlah aktif pengguna media
digital di Indonesia
01 02
03 04
21. Pengenaan PPN
Tarif
▪ Mengikuti
ketentuan UU PPN
yang berlaku
▪ 10% dari DPP
Tata Cara
▪ Dipungut, disetor,
dan dilaporkan
oleh pedagang LN,
penyedia jasa LN,
penyelenggara
PMSE LN,
penyelenggara
PMSE DN
▪ Dapat menunjuk
perwakilan di
Indonesia
Cakupan
▪ Pemanfaatan BKP
tidak berwujud atau
JKP dari luar daerah
pabean melalui PMSE
▪ Penyerahan oleh
orang pribadi atau
badan yang
bertempat tinggal
atau bertempat
kedudukan di luar
daerah pabean
kepada pembeli di
dalam daerah pabean
Pelaksanaan
▪ Tata cara
penunjukan,
pemungutan,
penyetoran dan
pelaporan PPN
ditetapkan oleh
Menteri Keuangan
▪ PMK
48/PMK.03/2020
▪ Berlaku 1 Juli 2020
22. Tata Cara Pemungutan, Penyetoran,
Pelaporan PPN PMSE (PMK-48/PMK.03/2020)
Pelaku usaha PMSE
Pedagang LN, Penyedia Jasa LN, Penyelenggara
PMSE (PPMSE) LN, dan/atau PPMSE DN, yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Penunjukan
sbg Pemungut PPN dilimpahkan kpd Dirjen
Pajak
Mulai kewajiban PPN
Penunjukan sebagai Pemungut PPN
PMSE mulai berlaku awal bulan
berikutnya setelah tanggal ditetapkan
keputusan penunjukannya
Telah memenuhi kriteria tertentu
Pelaku usaha PMSE yang ditunjuk
sebagai Pemungut PPN PMSE adalah
yang telah memenuhi kriteria tertentu
Nomor Identitas Pemungut PPN
Pemungut PPN PMSE diberikan nomor
identitas sebagai sarana administrasi
perpajakan
23. Kriteria Tertentu Pemungut PPN
Pelaku Usaha PMSE yang memenuhi
kriteria, tetapi belum ditunjuk sebagai
Pemungut PPN PMSE, dapat
menyampaikan pemberitahuan
kepada Dirjen Pajak untuk ditunjuk
sebagai Pemungut PPN PMSE
*) ditetapkan oleh
Dirjen Pajak
nilai transaksi melebihi
jumlah tertentu* dalam
12 bulan
jumlah traffic atau
pengakses melebihi
jumlah tertentu* dalam
12 bulan
24. Kriteria Pembeli barang/Pengguna Jasa
Tempat tinggal atau tempat
kedudukan di Indonesia:
• alamat korespondensi
atau penagihan
terletak/berlokasi/berada
di Indonesia; dan/atau
• pemilihan negara saat
registrasi adalah
Indonesia
pembayaran menggunakan
fasilitas debit, kredit,
dan/atau fasilitas
pembayaran lainnya yang
disediakan oleh institusi di
Indonesia
menggunakan alamat
internet protocol di
Indonesia atau
menggunakan nomor
telepon dengan kode
telepon negara Indonesia
25. Pemungut PPN
Pedagang LN
Pembeli barang/Pengguna Jasa
untuk PPN yang tidak dipungut
Penyedia Jasa LN
Penyelenggara PMSE DN
Penyelenggara PMSE LN
Transaksi langsung
Transaksi tidak langsung
26. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud
Penggunaan pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;
Perolehan seluruhnya/sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak
kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas
Penggunaan/hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;
Penggunaan/hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk
siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
Penggunaan/hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten,
desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merk dagang, atau bentuk hak kekayaan
intelektual/industrial atau hak serupa lainnya
Pemanfaatan terkait hal-hal di atas, berupa:
1. Penerimaan/hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat
melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
2. Penggunaan/hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio
yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; dan
3. Penggunaan/hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;
27. PEMUNGUTAN PPN
• Jumlah PPN yang dipungut oleh Pemungut PPN PMSE:
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yaitu nilai berupa uang yang
dibayar oleh Pembeli Barang dan/atau Penerima Jasa, tidak
termasuk PPN yang dipungut
• Pemungut PPN dilakukan pada saat pembayaran oleh Pembeli
Barang dan/atau Penerima Jasa
10%x Dasar Pengenaan Pajak
28. Bukti Pungut PPN
Dokumen Sejenis
Merupakan dokumen yang
dipersamakan dengan Faktur
Pajak
01
02
03
04
Commercial Invoice
Billing
Order Receipt
29. Saat Penyetoran
Saat penyetoran
Paling lama akhir bulan
berikutnya setelah
berakhirnya masa pajak
Setoran menggunakan
a. mata uang Rupiah
(Kurs KMK pada
tanggal setor);
b. mata uang Dollar
Amerika Serikat; atau
c. mata uang asing
lainnya yang
ditetapkan oleh Dirjen
Pajak
Cara penyetoran
Secara elektronik ke kas
negara sesuai ketentuan
setoran secara
elektronik
30. Pelaporan PPN
Saat laporan
Secara triwulanan,
memuat
a. jumlah Pembeli Barang
dan/atau Penerima Jasa;
b. jumlah pembayaran;
c. jumlah PPN yang dipungut;
dan
d. jumlah PPN yang telah
disetor,
Permintaan Laporan
rincian transaksi
DJP dapat meminta
laporan rincian, memuat
a. nomor & tanggal bukti pungut
PPN;
b. jumlah pembayaran;
c. jumlah PPN yang dipungut; dan
d. nama & NPWP Pembeli Barang
dan/atau Penerima Jasa dalam
hal bukti pungut PPN
mencantumkan NPWP tersebut
Cara pelaporan
Berbentuk elektronik
sesuai dengan sistem yang
disediakan/ditetapkan
oleh DJP