Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Mtbs
1. Indikator Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Pada tahun 2011 kemarin WHO menerbitkan manual Manajemen terpadu balita sakit “merawat
anak-anak dan bayi baru lahir di masyarakat”. Dalam preambule-nya dikatakan, manual ini
dirancang untuk membantu pekerja awam kesehatan masyarakat menilai dan mengobati anak
sakit (usia 2 – 59 bulan). Manual antara lain memuat topik terkait mengidentifikasi dan merujuk
anak dengan tanda-tanda bahaya; memperlakukan (atau merujuk) pneumonia, diare dan demam;
mengidentifikasi dan merujuk anak dengan gizi buruk ke fasilitas kesehatan; merujuk anak
dengan masalah lain yang memerlukan perhatian medis, juga aspek terkait saran pada perawatan
rumah untuk semua anak-anak sakit. Manual dapat rekan-rekan DOWNLOAD DISINI.
Kembali pada topik MTBS, kita kembali menengok beberapa latar belakang lahirnya strategi
MTBS ini. Berdasarkan beberapa hasil penelitian, disebutkan bahwa di negara berkembang
setiap tahun terjadi 12 juta kematian anak bawah lima tahun. Dan hampir 70 % penyebab
kematian tersebut disebabkan oleh lima penyakit yaitu pneumonia, diare, malaria, campak, dan
masalah gizi buruk.
Untuk menurunkan angka kematian bayi WHO membuat strategi Integrated Management of
Childhood Illness (IMCI). Metode ini pada tahun 1997 mulai dikembangkan di Indonesia dengan
nama Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), sebuah program yang bersifat menyeluruh
dalam menangani balita sakit yang datang ke pelayanan kesehatan dasar. Strategi ini memadukan
pelayanan terhadap balita sakit dengan cara memadukan intervensi yang terpisah menjadi satu
paket tunggal (Integrated Management of Childhood Illness). Pada dasarnnya metode ini
merupakan sebuah strategi menurunkan kematian melalui tiga komponen utama, yaitu dengan
meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan, meningkatkan dukungan sistem kesehatan, dan
meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat.
Sebagaimana diketahui, sebelum adanya strategi ini, pendekatan program perawatan balita sakit
menggunakan pendekatan program intervensi secara terpisah untuk masing-masing penyakit.
Pendekatan ini akan menimbulkan masalah, misalnya kehilangan peluang dan putus pengobatan
pada pasien yang menderita penyakit lain selain penyakit yang dikeluhkan dengan gejala yang
sama atau hampir sama.
Pendapat lain mengemukakan bahwa pada dasarnya MTBS merupakan paket komprehensif yang
meliputi aspek preventif, promotif, kuratif maupun rehabilitative. Metode MTBS ini dalam
menangani balita sakit menggunakan suatu algoritme, sehingga dapat mengklasifikasi penyakit
secara tepat, jika diperlukan dapat melakukan rujukan secara cepat, melakukan penilaian status
gizi dan memberikan imunisasi kepada balita yang membutuhkan. Selain itu, bagi ibu balita juga
diberikan memberikan konseling mengenai tata cara memberikan obat kepada balitanya di
rumah, pemberian nasehat mengenai makanan yang seharusnya diberikan kepada balita tersebut
dan memberi tahu kapan harus kembali ataupun kembali segera untuk mendapat pelayanan
tindak lanjut.
2. Standard Prosedur MTBS
Menurut Depkes (2000), manajemen Terpadu Balita Sakit adalah manajemen untuk menangani
balita sakit yang bersifat terpadu yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. Terpadu berarti
mencari dan mengobati dengan dipandu buku bagan MTBS untuk beberapa penyakit yang
menyebabkan kematian bayi dan balita seperti pneumonia, diare, malaria, campak, gizi buruk
dan masalah lainnya ke dalam satu episode pemeriksaan. Dimulai dari penilaian berupa
pemeriksaan gejala dan tanda-tanda yang muncul, pembuatan klasifikasi, pemberian tindakan
dan kemudian diakhiri dengan melakukan konseling. Pemberian intervensi pun terpadu pula
dengan melibatkan tiga komponen utama yaitu pengobatan (kuratif), pencegahan (preventif)
serta promosi (promotif). Keterlibatan beberapa program inilah yang membedakan dengan
strategi yang lain yang bersifat terkotak-kotak secara vertikal seperti manajemen ISPA, program
pemberantasan malaria, program pemberantasan diare, penanganan gizi buruk dan lain
sebagainya
Menurut WHO-UNICEF (2003), Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) sebagai strategi yang
penting untuk memperbaiki kesehatan anak. MTBS ini memusatkan pada penanganan anak
bawah lima tahun (balita), tidak hanya mengenai status kesehatannya namun juga penyakit-
penyakit yang menyerang mereka. Fokusnya memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan pada
fasilitas tingkat pelayanan dasar (balai pengobatan dan pelayanan rawat jalan) dengan
menggunakan standar serta pendekatan yang terintegrasi untuk pelayanan kesehatan.
Menurut WHO (1998), ide keterpaduan ini didasari pada kenyataan di lapangan bahwa sebagian
besar balita sakit yang datang seringkali menunjuk gejala klinis yang saling tumpang tindih dan
bahkan tidak spesifik sehingg menimbulkan kesulitan dalam menegakkan diagnosis tunggal dan
atau melakukan pendekatan penyakit secara spesifik sehingga berdampak pada membengkaknya
biaya pengobatan.
Pengertian terpadu dalam MTBS merujuk pada sejumlah strategi tertentu yang ditambahkan
dalam pendekatan manajemen, bertujuan agar Balita mendapatkan pelayanan menyeluruh baik
itu di rumah maupun di fasilitas kesehatan. MTBS dikatakan terpadu sebab memadukan
bersama-sama pelayanan promosi, pencegahan, serta pengobatan dalam satu strategi, yang
dikelola dan dikoordinir oleh tim yang melibatkan manajer dan para petugas yang mempunyai
keahlian yang beragam. Penerapan MTBS menggunakan manajemen kasus untuk menangani
masalah-masalah kesehatan masyarakat yang utama melalui standarisasi dan pendekatan terpadu
didasarkan pada buku bagan yang diberikan pada paket pelatihan MTBS
3. Strategi yang digunakan dalam pendekatan MTBS adalah menggabungkan perbaikan tatalaksana
balita sakit dengan aspek nutrisi, imunisasi dan hal lain yang berpengaruh pada kesehatan anak,
termasuk kesehatan ibu.
Beberapa kendala dijumpai pada penerapan MTBS, seperti waktu pelayanan yang relatif lebih
lama, masyarakat cenderung malas untuk melakukan kunjungan ulang. Sebagaimana kita ketahui
kunjungan ulang seharusnya dilakukan dua hari setelah pemberian antibiotika, untuk keperluan
penilaian efek antibiotika yang diberikan.
Indikator MTBS
Menurut WHO dan UNICEF (1999), terdapat beberapa indikator pelaksanaan MTBS, antara lain
indikator ketrampilan petugas, dukungan manajemen, dan indikator tingkat kepuasan pengantar
terhadap pelayanan yang diberikan.
Pada iIndikator ketrampilan petugas, terdiri dari kemampuan untuk menilai empat tanda bahaya,
pemeriksaan batuk, diare, dan demam, pemeriksaan berat badan dibandingkan dengan KMS,
pemeriksaaan status imunisasi, menanyakan kepada pengantar terkait pemberian ASI dan
makanan tambahan, memberikan terapi yang benar. Jugaparameter konseling yang meliputi
penentuan waktu merujuk, pemberian terapi antibiotika oral yang diresepkan secara benar,
pemberian nasehat untuk memberi cairan tambahan dan meneruskan memberi makan, pemberian
imunisasi yang dibutuhkan sebelum meninggalkan tempat pelayanan, dan pemberian
pemahaman kepada pengantar tentang cara memberikan obat kepada anak sesuai petunjuk yang
diberikan petugas.
Pada indikator adanya dukungan sistem kesehatan antara lain meliputi aspek supervisi dan
observasi penanganan kasus dalam enam bulan terakhir, aspek ketersediaan obat-obatan dan alat
kesehatan meliputi ketersediaan obat-obatan esensial, kecukupan obat injeksi dalam pertolongan
sebelum dirujuk, kecukupan peralatan dan jenis vaksin yang dibutuhkan, serta aspek cakupan
pelatihan MTBS.
Pada indikator kepuasan ibu balita atau pendampingnya, meliputi indikator gizi terkait
pemberian ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan, aspek pemberian imunisasi campak.
Sementara untuk perawatan di rumah pada anak yang sakit mendapatkan cairan yang lebih
banyak dan melanjutkan pemberian makanan. Juga memastikan bahwa pembawa balita sakit
harus mengetahui, minimal dua tanda kapan harus kembali segera membawa anaknya ke
pelayanan kesehatan.
Referensi:
• Depkes RI. (2000) Pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit.
• WHO, (1998). Integrated Management of the Childhood Illness, UNICEF.
• WHO. (2003) Component of IMCI, Toward Better Child Health And Development,