MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Molting pada-hewan-crustacea(1)
1. 1
MOLTING PADA HEWAN CRUSTACEA
Molting adalah proses pergantian cangkang pada hewan Crustacea : udang,
kepiting, lobster, dll. dan terjadi ketika ukuran daging udang bertambah besar sementara
eksoskeleton tidak bertambah besar karena eksoskeleton bersifat kaku, sehingga untuk
menyesuaikan hewan ini akan melepaskan eksoskeleton lama dan membentuk kembali
dengan bantuan kalsium. Semakin baik pertumbuhannya semakin sering udang berganti
cangkang. Inilah yang kemudian dikenal sebagai pertumbuhan. Beberapa hal yang
terkait dengan molting antara lain adanya sifat kanibalisme. Pertumbuhan adalah
perubahan bentuk dan ukuran, baik panjang, bobot atau volume, yang secara fisik
diekspresikan dengan perubahan jumlah atau ukuran sel penyusun jaringan tubuh dalam
jangka waktu tertentu. Secara morfologi, pertumbuhan diwujudkan dalam perubahan
bentuk (metamorfosis). Sedangkan secara energetik, pertumbuhan dapat diekspresikan
dengan perubahan kandungan total energi (kalori) tubuh pada periode tertentu.
Pertumbuhan larva dan pascalarva udang merupakan perpaduan antara proses
perubahan struktur melalui metamorfosis dan ganti kulit (molting), serta peningkatan
biomassa sebagai proses transformasi materi dari energi pakan menjadi massa tubuh
udang. Pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal meliputi sifat
genetik dan kondisi fisiologis dan faktor eksternal yakni berkaitan dengan lingkungan
yang menjadi media pemeliharaan. Faktor-faktor eksternal tersebut diantaranya yaitu,
komposisi kimia air, substrat dasar, temperatur air dan ketersediaan pakan.
Lama periode perkembangan stadia pascalarva udang ditentukan oleh waktu
antar ganti kulit yang disebut juga periode intermolt. Semakin singkat periode intermolt
maka perkembangan pascalarva cenderung semakin cepat. Pada setiap ganti kulit,
intergumen membuka, pertumbuhan terjadi cepat pada periode waktu yang pendek,
sebelum intergumen yang baru menjadi keras. Penjelasan secara sederhana mengenai
ganti kulit pada udang mengikuti alur proses sebagai berikut:
1. Mobilisasi dan akumulasi cadangan material metabolik, seperti Ca, P dan bahan
organik ke dalam hepatopankreas selama akhir periode antar ganti kulit
(intermolt akhir)
2. Pembentukan kulit baru diiringi dengan resorpsi material organik dan anorganik
dari kulit lama selama periode persiapan (awal) ganti kulit (premolt)
3. Pelepasan kulit lama pada saat ganti kulit dan diikuti dengan absorpsi air dari
media eksternal dalam jumlah besar (molt).
2. 2
4. Pembentukan dan pengerasan kulit baru dari cadangan material organik dan
anorganik yang berasal dari hemolimfe (darah) dan hepatopankreas (sebagian
kecil berasal dari media eksternal), yang terjadi pada periode setelah ganti kulit
(postmolt).
3. 3
5. Pertumbuhan jaringan somatik selama periode setelah ganti kulit dan awal antar
ganti kulit, fase dimana udang akan mengalami homeostasis kalsium yakni
proses yang bertujuan untuk menyeimbangkan kandungan ion kalsium tubuh
dengan ion kalsium diperairan (intermolt awal).
Secara umum, frekuensi pergantian cangkang akan selalu beriringan dengan
pertambahan umur, pada juvenile terjadi setiap 10 hari, sedangkan setelah dewasa
terjadi 4-5 kali setahun, ketika sudah menjadi induk dan pernah memijah biasanya
melakukan molting 1-2 kali setahun.
Ada 2 faktor yang mempengaruhi molting pada krustasea yaitu faktor eksternal dan
faktor internal. Faktor eksternal diantaranya; adanya stressor, nutrisi, photoperiod dan
temperatur sedangkan faktor internal terkait dengan produksi hormon ekdisteroid dan
Molt Inhibiting Hormon (MIH). Pelepasan hormone ekdisteroid oleh organ-Y yang
bervariasi berdasarkan stadium yang dilaluinya dalam siklus ganti kulit dan juga
tergantung pada kadar hormon ekdisteroid yang terdapat dalam hemolim.
4. 4
Pengaturan kadar hormon ekdisteroid hemolim dapat dipengaruhi melalui beberapa
lintasan. Penelitian terhadap organ-Y dengan cara in vitro memperlihatkan bahwa
ekstrak tangkai mata dapat memperlambat atau menghentikan pelepasan hormone
ekdisteroid. Berdasarkan sistem pengaturan kadar hormon ekdisteroid hemolim tersebut
5. 5
diatas dan hubungannya dengan MIH. Model sistem pengaturan neuroendokrin yang
pernah diketahui adalah interaksi antara organ-X – kelenjar sinus dan organ-Y. Faktor
lingkungan termasuk di dalamnya stres akan mengaktifkan neuron serotonergik tangkai
mata yang merangsang kompleks sel-sel neurosekretori organ-X (XO) – kelenjar sinus
(SG) untuk melepaskan MIH. MIH dalam hemolim berikatan dengan permukaan
reseptor sel organ-Y yang menyebabkan adenilat siklase (AC) aktif dan mengubah ATP
menjadi cAMP (siklik AMP). Produksi hormon ekdison dari kolestrol akan ditekan oleh
cAMP. Pengaruh yang berlawanan ditimbulkan oleh kalsium (Ca) yang berikatan
dengan kamodulin akan mengaktifkan enzim cAMP-fosfodiesterase membentuk 5
AMP, sehingga produksi ekdison dapat ditingkatkan kembali. Kenaikan kadar kalsium
hemolim pada awal ganti kulit dan akan turun kembali pada saat ganti kulit, keadaan ini
berhubungan dengan perubahan ekdisteroid hemolim.
(Dari berbagai sumber yang terkait dengan molting pada hewan Crustacea)