Bab 1 ASP : Karakteristik dan Lingkungan Sektor PublikPutri Yulia
Akuntansi sektor publik memiliki kaitan yang erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik. Domain publik itu sendiri memiliki wilayah yang lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan sektor swasta. Keluasan wilayah publik tidak hanya disebabkan luasnya jenis dan bentuk organisasi yang berbeda di dalamnya, akan tetapi juga karena kompleksnya lingkungan yang memengaruhi lembaga-lembaga publik tersebut.
Transformasi Pendidikan Guru Indonesia, Transformasi LPTKIwan Syahril
Pendidikan Guru menentukan kualitas guru. Semakin baik pendidikan guru dalam sebuah sistem pendidikan, maka akan semakin baik pula kualitas guru-gurunya. Pendidikan Guru harus dilihat secara komprehensif, dari hulu ke hilir. Pendidikan Guru harus dilihat secara integratif, berkaitan dengan semua komponen dalam sistem pendidikan.
Dalam presentasi ini, saya merekomendasikan beberapa usulan untuk transformasi LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) sebagai institusi utama dalam pendidikan guru di Indonesia. Ada 5 hal yang saya sorot, yaitu:
1. Visi Kualitas untuk Guru Indonesia dan Pendidikan Guru Indonesia sesuai Kodrat Zaman
2. Rencana Pengembangan Pendidikan Guru Indonesia Jangka Panjang berdasarkan visi kualitas dan konstruksi keilmuan terkini dan relevan
3. Disposisi LPTK dan komunitas LPTK menjadi berorientasi ilmiah-profesional, menjauhi feodalistik dan mentalitas PNS
4. Fokus pada pengembangan kapasitas secara berkelanjutan (bukan pada akuntabilitas regulasi berorientasi “compliance”) dilandasi komitmen dan kerja keras untuk terus menerus belajar
5. Kolaborasi antara universitas, calon guru/guru, dan sekolah dalam pendidikan calon guru dan guru
Bab 1 ASP : Karakteristik dan Lingkungan Sektor PublikPutri Yulia
Akuntansi sektor publik memiliki kaitan yang erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik. Domain publik itu sendiri memiliki wilayah yang lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan sektor swasta. Keluasan wilayah publik tidak hanya disebabkan luasnya jenis dan bentuk organisasi yang berbeda di dalamnya, akan tetapi juga karena kompleksnya lingkungan yang memengaruhi lembaga-lembaga publik tersebut.
Transformasi Pendidikan Guru Indonesia, Transformasi LPTKIwan Syahril
Pendidikan Guru menentukan kualitas guru. Semakin baik pendidikan guru dalam sebuah sistem pendidikan, maka akan semakin baik pula kualitas guru-gurunya. Pendidikan Guru harus dilihat secara komprehensif, dari hulu ke hilir. Pendidikan Guru harus dilihat secara integratif, berkaitan dengan semua komponen dalam sistem pendidikan.
Dalam presentasi ini, saya merekomendasikan beberapa usulan untuk transformasi LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) sebagai institusi utama dalam pendidikan guru di Indonesia. Ada 5 hal yang saya sorot, yaitu:
1. Visi Kualitas untuk Guru Indonesia dan Pendidikan Guru Indonesia sesuai Kodrat Zaman
2. Rencana Pengembangan Pendidikan Guru Indonesia Jangka Panjang berdasarkan visi kualitas dan konstruksi keilmuan terkini dan relevan
3. Disposisi LPTK dan komunitas LPTK menjadi berorientasi ilmiah-profesional, menjauhi feodalistik dan mentalitas PNS
4. Fokus pada pengembangan kapasitas secara berkelanjutan (bukan pada akuntabilitas regulasi berorientasi “compliance”) dilandasi komitmen dan kerja keras untuk terus menerus belajar
5. Kolaborasi antara universitas, calon guru/guru, dan sekolah dalam pendidikan calon guru dan guru
Materi Presentasi oleh Bapak Elan Biantoro (Kabag Humas SKK Migas) dalam Diskusi Publik “Akuntabilitas Sosial CSR Industri Ekstraktif dan Peranannya dalam
Penanggulangan Kemiskinan” di Jakarta, 18 Juli 2013; yang diselenggarakan oleh PWYP Indonesia bekerjasama dengan FITRA Jatim dan didukung oleh Yayasan TIFA
Managing Global Environtment - Memahami cara mengelola dunia tanpa batas2. Menjelaskan manajemen internasional dan perbedaannya dengan manajemen operasi bisnis domestik3. mengindikasikan ketidak samaan dalam lingkungan ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hukum politik di seluruh dunia yang dapat mempengaruhi operasi bisnis4. menjelaskan strategi masuk pasar yang digunakan sebagai usaha untuk mengembangkan pasar luar negeri.5. Menjelaskan karakter perusahaan multinasional
Materi Presentasi oleh Bapak Elan Biantoro (Kabag Humas SKK Migas) dalam Diskusi Publik “Akuntabilitas Sosial CSR Industri Ekstraktif dan Peranannya dalam
Penanggulangan Kemiskinan” di Jakarta, 18 Juli 2013; yang diselenggarakan oleh PWYP Indonesia bekerjasama dengan FITRA Jatim dan didukung oleh Yayasan TIFA
Managing Global Environtment - Memahami cara mengelola dunia tanpa batas2. Menjelaskan manajemen internasional dan perbedaannya dengan manajemen operasi bisnis domestik3. mengindikasikan ketidak samaan dalam lingkungan ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hukum politik di seluruh dunia yang dapat mempengaruhi operasi bisnis4. menjelaskan strategi masuk pasar yang digunakan sebagai usaha untuk mengembangkan pasar luar negeri.5. Menjelaskan karakter perusahaan multinasional
Pemanfaatan hutan merupakan serangkaian kegiatan untuk mengambil manfaat dari hutan baik secara langsung maupun tidak. Pada prinsipnya, pemanfaatan hutan melalui berbagai bentuk kegiatan dimungkinkan dengan syarat tidak mengganggu fungsi pokok hutan sebagai hutan konservasi, lindung dan produksi. Sektor ekonomi kehutanan merupakan industri ekstraktif berbasis hutan dan lahan yang juga merupakan salah satu bentuk degradasi hutan. Untuk itu, tata kelola yang baik mutlak diperlukan agar dapat dipastikan manfaat yang optimal bagi negara dan masyarakat, serta menghindari eksploitasi berlebihan atas pemanfaatan hutan yang dapat berakibat pada terganggunya keseimbangan lingkungan dan semakin meningkatnya emisi gas rumah kaca.
Buku ini ditulis dan dipublikasikan oleh Publish What You Pay Indonesia sebagai bagian dari komitmen dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas industri ekstraktif berbasis hutan dan lahan di Indonesia. Transparansi dan akuntabilitas sektor kehutanan diperlukan untuk memastikan tata kelola yang semakin transparan dan akuntabel, tidak melanggar ketentuan tata guna dan daya dukung lingkungan, serta tidak menjadi arena perburuan rente yang merugikan negara. Pembuatan buku ini merupakan bagian pelengkap dari kegiatan peningkatan kapasitas stakeholder di tingkat lokal, khususnya organisasi masyarakat sipil, dalam memahami tata kelola dan aliran penerimaan di sektor kehutanan. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari rangkaian program SETAPAK yang didukung oleh The Asia Foundation dan didanai oleh United Kingdom Climate Change Unit (UKCCU). Program SETAPAK diantaranya bertujuan untuk meningkatkan tata kelola hutan dan lahan di Indonesia, dalam rangka mendukung penurunan emisi gas rumah kaca.
Buku ini secara umum berisi tentang pengantar penyelenggaraan dan tata kelola sektor kehutanan di Indonesia; gambaran makro sektor kehutanan; konsep, variabel dan cara perhitungan penerimaan negara sektor kehutanan di Indonesia; dana bagi hasil penerimaan sektor kehutanan dari pusat ke daerah, serta mekanisme pemanfaatannya. Buku panduan ini berusaha memberikan panduan yang ringkas dan padat kepada segenap pembaca, yang terutama ditujukan kepada organisasi masyarakat sipil yang concern di sektor kehutanan, ekstraktif dan lingkungan hidup, serta stakeholder terkait seperti peneliti, pemerintah daerah, pelaku industri kehutanan, dan masyarakat secara umum.
TYPES OF PETROLEUM CONTRACTS AGREEMENT; Product Sharing Contract/Agreement (PSC/PSA); Concession (or Tax-and-Royalty) Contracts; STABILIZATION; EGYPTIAN HYDROCARBON FISCAL REGIME;; Main Differences Concessionary & Production Sharing Contracts (PSCs); Participation/Joint Venture/ Association (or Arrangements); Service Contracts; WHAT CHOICES OF LAW ARE POSSIBLE? Rule of Capture; Law of the Sea Act 77 & the Rule of Capture; KEY ISSUES IN UNITIZATION AGREEMENTS; UNITIZATION CLAUSES; Discretionary Unitization Clauses; Non-Discretionary Unitization Clauses; Cross-border or International Unitization; EGYPT PETROLEUM FUTURE; UNDERSTANDING EGYPT; PRODUCTION SHARING CONTRACTS AND TAX BARRELS; Egypt Production Sharing Contract (PSC); Typical Egypt Development Lease
Indonesia, bangsa yang dulunya masih cenderung tertutup, kini telahmemasuki era keterbukaan. Undang-Undang Keterbukaan InformasiPublik telah diundangkan di tahun 2008 dan sejak saat itu, warga negara Indonesia dijamin haknya untuk mengakses informasi publik, termasuk data yang dahulu aksesnya ditutup untuk publik. Indonesia juga telah mengadopsi inisiatif global Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pada industri ekstraktif (minyak, gas, dan pertambangan) - yang pada dasarnya tertutup dan penuh kerahasiaan. Baru-baru ini, EITI meningkatkan standarnya yang mengharuskan negara yang menerapkan EITI untuk menyediakan data laporan yang dapat diakses, digunakan kembali dan dibaca oleh perangkat mesin (format terbuka). Di samping itu, mengingat partisipasi Indonesia dalam Open Government Partnership (OGP), terdapat upaya yang progresif dari berbagai sektor dan pemerintah juga pemangku kepentingan lainnya untuk terus Transformasi Industri Ekstraktif Melalui Open Data memajukan dan mendukung penerapan open data: dalam sektor pelayanan publik, ekonomi dan perdagangan, politik dan demokrasi juga industri ekstraktif.
Publish What You Pay Indonesia (PWYP Indonesia) atas dukungan Ford Foundation menginisiasi program Reversing the Resource Curse (Melawan Kutukan Sumberdaya Alam). Program ini berfokus pada peningkatan transparansi dan akuntabilitas industri ekstraktif dan pengelolaan penerimaan yang diperoleh dari sumberdaya ekstraktif untuk penanggulangan kemiskinan melalui proses perencanaan dan penganggaran, perbaikan kebijakan publik dan penguatan kelembagaan, pemberdayaan dan peningkatan kapasitas pemangku kepentingan, serta pengembangan resources center untuk mendukung program penanggulangan kemiskinan. Di sisi demand, program ini melakukan penguatan kesadaran hak-hak komunitas di desa-desa sekitar tambang melalui pembentukan community center, uji akses informasi oleh komunitas, audit sosial industri ekstraktif serta monitoring
program penanggulangan kemiskinan dan penggunaan dana desa bagi masyarakat.
Program ini dilakukan di empat daerah piloting, yakni kabupaten kaya sumber daya alam, penghasil migas dan pertambangan. Bekerja sama dengan anggota koalisi PWYP sebagai mitra program, yaitu: MATA di Kabupaten Aceh Utara, Nangroe Aceh Darusalam; FITRA Riau di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau; Bojonegoro Institute di Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur; dan SOMASI di Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
4. ii
Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Modul Pelatihan
ISBN : 978-979-18481-5-2
Penulis
Maryati Abdullah
Ambarsari DC
Desain Sampul & Tata Letak
Agus Wiyono
All right reserved
Cetakan I, Desember 2010
Buku ini diterbitkan atas dukungan
Revenue Watch Institut dan
Local Government and Public Service Reform Initiative
Hak menerbitkan dilindungi oleh undang-undang. Pengutipan diperbolehkan dengan
menyebutkan nama penulis dan sumbernya sesuai etika penulisan yang berlaku.
PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional)
Jl. Tebet Timur Dalam VIII No.39, Jakarta Selatan
Telp/Fax : +62-21 8379 0541/+62-21 829 4691
E-Mail : sekretariat@pattiro.org; pattiro@yahoo.com
5. iiiMemahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Pengantar RWI
R
evenueWatchInstitute (RWI) menyambut baik diterbitkannya buku Modul Pelatihan
‘MemahamiAliranPendapatanuntukTransparansiMigas’olehPATTIROsebagaiupaya
untuk mendorong terjadinya transparansi dan akuntabilitas di sektor estraktif Migas
di Indonesia. Hadirnya buku ini merupakan jawaban atas kebutuhan penting masyarakat
untuk memahami aliran pendapatan dari sektor Migas.
Bagi sebagian besar negara kaya minyak, gas, dan mineral, pendapatan migas dan
minerba acapkali tidak banyak menunjukkan manfaat; yang kaya semakin kaya, yang
miskin bertambah miskin, ekonomi mandek, korupsi merajalela, dan konflik-konflik semakin
mendalam. Industri-industri ekstraktif mendatangkan kekayaan yang luar biasa besar bagi
lebih dari 50 negara di dunia, tetapi banyak di antara negara-negara tersebut yang tidak
mampu mengubah uang yang demikian besar menjadi pertumbuhan yang berjangka
panjang dan peningkatan kesejahteraan yang berkeadilan bagi warga negaranya.
Dalam dekade terakhir, sebuah gerakan internasional untuk melawan“kutukan sumber
daya” ini mulai muncul. Warga negara dari negara-negara produsen dan konsumen
bergabung bersama untuk menuntut tatakelola sumber daya alam ekstraktif yang lebih
baik dan bertanggung jawab. Kini sektor industri ekstraktif yang secara tradisional selalu
diselimuti kerahasiaan dan dikelola sebagai domain eksklusif elit politik dan perusahaan-
perusahaan besar, mulai membuka pintunya lebih lebar bagi pengawasan publik. Kelompok
kelompok masyarakat sipil mulai menemukan cara berkomunikasi dengan efektif. Suatu hal
yang sangat penting bagi masa depan setiap negara kaya sumber daya.
Revenue Watch Institute melihat transparansi pendapatan yang dihasilkan sumber
daya alam sebagai sebuah isu yang sangat penting bagi pembangunan baik di tingkat
nasional maupun daerah. Program ini bertujuan mendukung upaya masyarakat sipil
untuk menghasilkan dan mempublikasikan penelitian, informasi, dan advokasi di bidang
extractive industry ‘governance’ demi mendorong transparansi dan akuntabilitas pemerintah
dan perusahaan perusahaan ekstraktif industry. RWI juga membangun kemampuan
kelompok lokal untuk memantau manajemen pemerintah akan pendapatan dari minyak
dan memastikan bahwa pendapatan sumber daya alam yang ada sekarang dan masa
mendatang akan diinvestasikan dan dibelanjakan untuk kesejahteraan rakyat.
Di Indonesia, RWI telah memberikan dukungan kepada beberapa organisasi masyarakat
sipil dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas pendapatan sebagai bagian dari
perbaikan tata kelola ekstraktif secara menyeluruh. Termasuk dalam memperjuangkan
6. iv
komitmen Indonesia untuk menjadi negara yang akan melaksanakan EITI (Extractive
Industries Transparency Initiave) yang ditandai dengan lahirnya peraturan presiden tentang
Transparansi Pendapatan Negara/Daerah yang diperoleh dari sektor ekstraktif Migas dan
Minerba. Hingga saat ini Indonesia telah terdaftar sebagai negara kandidat (candidate
country) yang akan melaksanakan EITI.
PATTIRO merupakan salah satu LSM yang selama kurang lebih tiga tahun terakhir
bekerja atas dukungan RWI di dua kabupaten penghasil Migas, yakni Kabupaten Blora
dan Kabupaten Bojonegoro. Bersama mitra kerjanya, Lembaga Penelitian dan Aplikasi
Wacana (LPAW) dan Bojonegoro Institut (BI), PATTIRO membangun inisiatif multipihak
untuk transparansi di tingkat lokal dan melakukan asistensi dalam pembuatan rencana
pembangunan berkelanjutan bagi daerah penghasil Migas. Modul ini merupakan salah satu
output dari karya PATTIRO di dalam program ini.
Akhir kata, kami berharap Modul Pelatihan ini akan bisa menjadi bahan acuan, baik bagi
pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, maupun masyarakat secara umum dalam
memahami aliran pendapatan dari sektor ekstraktif Migas. Selamat, kami sampaikan kepada
tim penulis dan kepada para pembaca yang nantinya juga diharapkan memberi masukan
perbaikan yang diperlukan bagi penyempurnaan modul ini. Revenue Watch Institute juga
mengucapkan terima kasih kepada LGI (LocalGovernmentdanPublicServiceReformInitiative)
yang telah memberikan dukungan bagi penerbitan buku ini.
Bogor, November 2010
Chandra Kirana
Koordinator Asia Pasifik
7. vMemahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Pengantar PATTIRO
P
endapatannegaradarisektorEnergidanSumberDayaMineralmemberikankontribusi
yang signifikan bagi penerimaan negara.Tahun 2009 saja, sektor ini menyumbang 27
persen penerimaan negara, dimana 80 persennya merupakan penerimaan Minyak
dan Gas Bumi (Migas) di sektor Hulu. Selain oleh pemerintah pusat, penerimaan sektor Hulu
Migas ini juga diterima oleh pemerintah daerah melalui skema Dana Bagi Hasil (DBH).
Pemerintah Daerah yang wilayahnya memiliki sumber daya alam berlimpah, dengan
ketentuan desentraliasi fiskal yang ada, secara otomatis akan menerima pendapatan yang
cukup signifikan dari skema DBH SDA yang dimilikinya. Dengan potensi pendapatannya,
daerah-daerah yang kaya ekstraktif sejatinya harus memiliki perencanaan yang baik untuk
mengelola pendapatan daerahnya bagi pembangunan secara berkelanjutan.
Selain karena sumber daya ekstraktif (terutama Migas, Minerba dan Panas Bumi) ini
sifatnya terbatas dan tidak dapat diperbaharui, kegiatan sektor ini juga sangat dipengaruhi
oleh pasar global yang sangat fluktuatif. Sehingga, pendapatan sektor ekstraktif Migas
ini cenderung mengikuti kurva normal dari produksinya, dimana produksi akan terus
naik menuju puncak, dan setelah mencapai titik klimaks kemudian akan turun menuju
antiklimaks.
Pendapatan yang berlimpah dari sektor Migas, jika tidak diiringi oleh akuntabilitas yang
memadai tentu akan menciptakan peluang kebocoran dan korupsi. Sehingga transparansi
pendapatan di sektor ini penting untuk didorong sampai ke tingkat lokal. Di sisi lain,
tanpa perencanaan yang baik, penerimaan Migas juga tidak akan mampu menciptakan
kesejahteraan bagi masyarakat sebagaimana yang dicita-citakan. Sehingga transparansi
yang mendorong perencanaan pembangunan sangat dibutuhkan untuk memperkuat tata
pemerintahan terutama di daerah kaya ekstraktif.
PATTIRO sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang selama ini concernpada tata kelola
pemerintahan di tingkat lokal, dalam tiga tahun terakhir telah menginisiasi mekanisme
transparansi bagi tata kelola Migas dan Pembuatan Perencanaan Pembangunan
berkelanjutan di dua Kabupaten Penghasil Migas, yakni Kabupaten Blora, Jawa Tengah dan
Kabupaten Bojonegoro, JawaTimur. Inisiasi ini dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki
tata kelola ekstraktif di tingkat lokal untuk pembangunan berkelanjutan.
Modul pelatihan‘Memahami Aliran Pendapatan untukTransparansi Migas’ini diterbitkan
oleh PATTIRO sebagai salah upaya untuk memberikan pemahaman tentang aliran
pendapatan Migas kepada publik, terutama pemerintah daerah dan kalangan organisasi
8. vi
masyarakat sipil yang akan melakukan advokasi bagi transparansi di sektor esktraktif
Migas.
Atas tersusunnya modul pelatihan ini, saya selaku Direktur Eksekutif PATTIRO
mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada tim penulis, reviewer dan pihak-
pihak terkait yang telah membantu dalam proses penyelesaian modul ini. Tidak lupa juga
kami sampaikan terima kasih kepada Revenue Watch Institute (RWI) dan Local Government
and Public Service Reform Initiative (LGI) atas dukungan dan kerjasamanya dalam penerbitan
modul ini. Akhir kata, semoga modul ini bermanfaat bagi reformasi tata kelola ekstraktif di
Indonesia.
Jakarta, November 2010
Ilham Cendekia Srimarga
Direktur Eksekutif
9. viiMemahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Pengantar Penulis
S
alah satu tujuan penyelenggarakan kegiatan usaha Migas di Indonesia sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Migas Nomor 22Tahun 2001 adalah untuk
‘Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha ekplorasi dan
eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan
atas minyak dan gas bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui
mekanisme yang terbuka dan transparan’.
Salah satu yang harus terbuka dan transparan dalam pelaksanaan kegiatan Hulu Migas
adalah hal-hal yang terkait dengan penerimaan/pendapatan yang diperoleh dari sektor
ini. Hal ini penting, mengingat sektor Migas dalam sepuluh tahun terakhir menyumbang
penerimaan negara rata-rata hingga 30 persen dari penerimaan nasional. Selain itu,
sektor Migas juga memegang peranan penting dalam multiplier effectnya bagi industri
hilir, penyediaan energi, pertumbuhan ekonomi, dan jalannya program pembangunan di
nasional maupun daerah.
Memahami aliran pendapatan Migas merupakan kemampuan yang fundamental bagi
masyarakat secara umum, terutama bagi Pemerintah Daerah yang wilayahnya merupakan
penghasil Migas, serta bagi kalangan Organisasi Masyarakat Sipil (Civil Society Organization/
CSO) yang akan melakukan advokasi kebijakan di sektor ekstraktif ini. Bagi Pemerintah
Daerah,pemahamanterhadapaliranpendapatanMigassangatmembantudalammembuat
perencanaan daerah, memudahkan daerah dalam melakukan proyeksi pendapatan yang
akan diperoleh dari Dana Bagi Hasil (DBH) Migas, serta memudahkan pemerintah daerah
untuk mengambil langkah-langkah antisipatif bagi program pembangunannya jika ternyata
pendapatan dari Migas yang dimaksud tidak sesuai dengan harapan. Sedangkan bagi
CSO, memahami aliran pendapatan Migas akan memudahkan dalam melakukan advokasi
kebijakan dan pemantauan untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas di sektor
ekstraktif Migas.
Untuk itu, modul ini kami susun sedemikian rupa guna memudahkan pihak-pihak yang
berkepentingan serta masyarakat umum yang berminat dengan isu ini dalam memahami
aliran pendapatan/penerimaan sektor Migas. Dalam modul ini kami memberikan pengantar
pelatihan yang penting untuk dicermati sebelum modul ini digunakan dalam pelatihan,
juga petunjuk pelatihan dari setiap sesinya, disertai lembar kerja dan lembar latihan yang
dibutuhkan. Dalam modul ini, kami juga memberikan bahan bacaan, yang tetap bisa
dimanfaatkan sebagai bahan bacaan secara individual meskipun tanpa melalui forum
pelatihan/training.
10. viii
Pada kesempatan ini, izinkan kami untuk menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
yang mendalam kepada segenap kawan-kawan PATTIRO, tim program Blok Cepu, kawan-
kawan LPAW Blora, kawan-kawan Bojonegoro Institute, kawan-kawan PWYP-Indonesia,
kawan-kawan Pattiro Institute, kawan-kawan EITI, Ibu Risyana dari Kementerian Keuangan
yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mereview modul ini, Ibu Chandra Kirana
dari Revenue Watch Institut, serta rekan-rekan dan segenap pihak-pihak terkait yang telah
banyak memberikan dukungan dan membantu dalam proses penyelesaian modul ini.
Modul ini tentu masih jauh dari sempurna, kritik dan saran dari rekan-rekan dan
masyarakat sekalian sangat kami harapkan untuk perbaikan kami di edisi revisi berikutnya.
Akhir kata, semoga modul ini bermanfaat bagi perbaikan tata kelola ekstraktif di Indonesia.
Amin.
Jakarta, November 2010
Maryati Abdullah, Ambarsari DC
Tim Penulis
11. ixMemahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Pengantar Pelatihan
S
ecara umum, aliran dana di sektor hulu Migas mengikuti ketentuan hukum dan
kebijakan yang berlaku dalam pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas. Secara
garis besar, aliran pendapatan Hulu Migas ini dapat dilihat mulai dari tahap
penandatanganan kontrak, tahap eksplorasi dan eksploitasi, hingga pasca operasi
pertambangan berlangsung. Penerimaan sektor Hulu Migas ini meliputi jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP), Penerimaan Pajak (PPh Migas), Pajak Daerah, bonus Tanda
tangan, maupun penerimaan lain-lainnya.
Modul ‘Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas’ ini merupakan modul
pelatihan yang ditujukan untuk memahami aliran pendapatan yang diperoleh dari sektor
Hulu Migas. Sebagai bahan pelatihan, modul ini secara spesifik ditujukan terutama kepada
Pemerintah Daerah dan Kalangan organisasi masyarakat sipil (CSO) yang akan melakukan
advokasi di sektor Migas maupun masyarakat secara umum yang tertarik dengan isu ini.
Modul ini kami sajikan dalam rangkaian sesi-sesi pelatihan. Setiap sesi dari pelatihan ini
menggunakanmetodeyangbervariasi,mulaidarimetodeceramah,membacabahanbacaan,
diskusi kelompok, studi kasus, hingga menyelesaikan lembar kerja. Secara keseluruhan,
bahan dalam Modul ini dapat dilatihkan secara optimal dalam 2 (dua) hari pelatihan efektif.
Selain aspek pengetahuan (knowledge), modul ini juga berusaha membelajarkan aspek
keterampilan (skill) bagi peserta dalam menghitung dan memperkirakan pendapatan Migas
menggunakan operasi matematika sederhana.
Melalui bahan bacaan yang disajikan, modul ini juga dapat dimanfaatkan oleh pembaca
dan masyarakat secara umum tanpa melalui sebuah training atau pelatihan. Bahan
bacaan yang disajikan mengikuti sesi ini sengaja dihantarkan secara bertahap, mulai dari
pemahaman kebijakan Migas secara umum sebagai pengantar, konsep-konsep penting
dalam perhitungan, alur perhitungan, hingga format perhitungan sederhana yang mudah
digunakan oleh pembaca secara individual.
Catatan Bagi Fasilitator
Fasilitator yang akan menggunakan modul ini untuk sebuah pelatihan diharapkan
memiliki kriteria : mengakui dan menghormati hak asasi manusia; berpegang pada prinsip-
prinsip keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan kesetaraan gender; tertarik dengan isu
ekstraktif terutama Migas, memiliki perhatian khusus terhadap aspek penerimaan Migas,
memiliki kemampuan dan pengalaman dalam memfasilitasi sebuah pelatihan.
12. x
Sebelum memfasilitasi pelatihan, beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan oleh
seorang fasilitator adalah :
Bacalah bahan pelatihan secara keseluruhan secara seksama1.
Perhatikan tujuan dan metode setiap sesi serta bahan bacaan dan lembar latihan yang2.
digunakan
Baca dan pahamilah bahan bacaan secara seksama3.
Persiapkan alat-alat dan bahan-bahan yang diperlukan pada setiap sesi4.
Perhatikan latar belakang dan komposisi peserta pelatihan5.
Sesuaikan metode pelatihan yang akan digunakan dengan kondisi peserta6.
Jangan lupa untuk mengevaluasi pelatihan pada periode tertentu sesuai kebutuhan7.
(per sesi atau perhari)
Fasilitator dimungkinkan untuk melakukan perubahan, penukaran sesi, maupun modifikasi
metode pelatihan sesuai dengan kondisi peserta dan tujuan pelatihan.
CATATAN BAGI PESERTA
Peserta yang akan mengikuti pelatihan dengan menggunakan modul ini diharapkan
memiliki kriteria : mengakui dan menghormati hak asasi manusia; berpegang pada prinsip-
prinsip keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan kesetaraan gender; memiliki ketertarikan
dengan isu ekstraktif terutama Migas.
Dalam mengikuti pelatihan, beberapa petunjuk teknis yang harus diperhatikan oleh
peserta pelatihan ini adalah :
Ikutilah petunjuk yang diberikan oleh fasilitator pada setiap sesinya1.
Bacalah bahan bacaan sesuai dengan sesi yang diberikan oleh fasilitator2.
Ikutilah setiap studi kasus, diskusi kelompok dan pengerjaan lembar latihan secara3.
bersungguh-sungguh
Tanyakanlah hal-hal yang belum jelas terkait dengan materi, bahan bacaan, maupun4.
metode pelatihan yang dibawakan oleh fasilitator
Jangan lupa untuk memberikan masukan terhadap materi, bahan bacaan maupun5.
metode yang dibawakan pada setiap sesi untuk perbaikan ke depan.
13. xiMemahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Daftar Singkatan
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BOPD : Barrel Oil Per Day
BPK : Badan Pemeriksa Keuangan
BPMIGAS : Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas
BUMD : Badan Usaha Milik Daerah
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
CAPEX : Capital Expenditure
CR : Cost Recovery
CSO : Civil Society Organization
DBH : Dana Bagi Hasil
DMO : Domestic Market Obligation
DJA : Direktorat Jenderal Anggaran
DPK : Direktorat Perimbangan Keuangan
DPB : Direktorat Perbendaharaan
EITI : Extractive Industries Transparency Initiative
FTP : First Trance Petroleum
ICP : Indonesian Crude Price
JOB : Joint Operation Body
LGI : Local Government and Public Service Reform
MCL : Mobile Cepu Limited
MIGAS : Minyak dan Gas Bumi
OPEX : Operational Expenditure
PATTIRO : Pusat Telaah dan Informasi Regional
PDRD : Pajak Daerah Retribusi Daerah
Pemda : Pemerintah Daerah
Perpres : Peraturan Presiden
PI : Participating Interest
PP : Peraturan Pemerintah
RWI : Revenue Watch Institute
SDA : Sumber Daya Alam
TAC : Technical Assistant Contract
14. xii
Daftar Isi
PENGANTAR RWI............................................................................................................................... iii
PENGANTAR PATTIRO .................................................................................................................... v
PENGANTAR PENULIS ................................................................................................................... vii
PENGANTAR PELATIHAN ............................................................................................................. ix
DAFTAR SINGKATAN........................................................................................................................ xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... xii
DAFTAR BAHAN BACAAN & LEMBAR KERJA ....................................................................... xiii
BAGIAN I : PENGANTAR, KEBIJAKAN ENERGI DAN MIGAS NASIONAL
Sesi 1 : Kebijakan Energi dan Migas Nasional...................................................................... 2
Sesi 2 : Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas .................................................... 8
BAGIAN II : KONSEP ALIRAN DAN PERHITUNGAN PENDAPATAN MIGAS
Sesi 3 : Aliran Dana Migas, Dari Kontraktor ke Pemerintah hingga PemDa.............. 18
Sesi 4 : Konsep Lifting, FTP, Cost Recovery, DMO dan Pajak Migas ............................. 35
BAGIAN III : MENGHITUNG ALIRAN PENDAPATAN MIGAS
Sesi 5 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Kontraktor - Pemerintah.................................. 54
Sesi 6 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah Pusat - Daerah............................. 61
Sesi 7 : Bagi Hasil Migas dari Penyertaan Modal(Participating Interest) Daerah ..... 68
BAGIAN IV : INISIATIF TRANSPARANSI PENERIMAAN NEGARA DARI SEKTOR
MIGAS DAN TAMBANG (EITI)
Sesi 8 : Memahami EITI ................................................................................................................ 74
Sesi 9 : Pelaksanaan EITI di Indonesia .................................................................................... 80
LAMPIRAN ........................................................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 88
PROFIL PENULIS ................................................................................................................................ 89
15. xiiiMemahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Daftar Bahan Bacaan
& Lembar Kerja
Bahan Bacaan 1.1 : Kebijakan Energi Nasional
Bahan Bacaan 1.2 : Kebijakan Nasional Sektor Migas
Bahan Bacaan 2.1 : Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas
Bahan Bacaan 2.2 : Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas)
Bahan Bacaan 3.1 : Aliran Dana dan Penerimaan dari Minyak dan Gas Bumi
Bahan Bacaan 3.2 : Dana Bagi Hasil Migas (DBH) SDA Migas
Bahan Bacaan 4.1 : Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery, DMO dan Pajak Migas
Bahan Bacaan 5.1 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Perusahaan - Pemerintah
Bahan Bacaan 6.1 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah - Pemerintah Daerah
Bahan Bacaan 7.1 : Bagi Hasil Migas dari Penyertaan Modal (participating Interest) Daerah
Bahan Bacaan 8.1 : Extractive Industries Transparency Initiative (EITI)
Bahan Bacaan 9.1 : Pelaksanaan EITI di Indonesia
Lembar Kerja 2.1 : Kebijakan Energi, Migas, dan Penyelenggaraan Kegiatan Hulu Migas
Lembar Kerja 3.1 : Aliran Dana dan Penerimaan Migas
Lembar Kerja 5.1 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Kontraktor - Pemerintah
Lembar Kerja 6.1 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah - Pemerintah Daerah
Lembar Kerja 7.1 : Bagi Hasil Migas dari Penyertaan Modal (participating Interest) Daerah
Lembar Kerja 9.1 : EITI dan Pelaksanaannya di Indonesia
Lampiran-1 : Gambaran Jadwal Acara Pelatihan
Lampiran-2 : ICP Tahun 2010
17. BAGIAN I : PENGANTAR
Memahami Kebijakan Energi
dan Migas Nasional
18. 2
BAGIAN I : PENGANTAR
Memahami Kebijakan Energi
dan Migas Nasional
P
ada bagian pertama ini, sebagai pengantar pelatihan, partisipan diajak untuk
memahami kebijakan energi dan kebijakan di sektor Minyak Bumi dan Gas Bumi
(Migas) yang berlaku di Indonesia. Bagian ini disajikan dalam dua sesi, yakni Sesi
(1) tentang Kebijakan Energi dan Migas Nasional dan Sesi (2) tentang Penyelenggaraan
Kegiatan Usaha Hulu Migas.
Sesi 1 : Kebijakan Energi dan Migas Nasional
““ Kebijakan sektor Migas tidak terlepas dari kerangka Kebijakan Energi Nasional
sebagai pedoman pengelolaan energi, untuk menjamin keamanan pasokan energi
dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development)”
Tujuan Secara umum : Memahami kebijakan energi nasional1.
Secara khusus : Memahami kebijakan nasional di sektor Migas2.
Waktu 60 Menit
Metode Presentasi oleh narasumber1.
Tanya jawab forum2.
Membaca bahan bacaan3.
Diskusi forum dan rekomendasi sesi4.
Bahan Bacaan 1.1. Kebijakan Energi Nasional
1.2. Kebijakan Nasional Sektor Migas
Lembar Kerja ,-
Alat & Bahan Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop.
19. Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional
3Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
TAHAPAN FASILITASI :
1. Pengantar
Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini.
Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi
masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit)
2. Presentasi Narasumber
Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang kebijakan energi nasional dan
kebijakan di sektor Migas (jika tidak ada narasumber, langsung melangkah pada
tahapan ke-4. (waktu : 15 menit)
3. Tanya Jawab Forum
Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum terkait dengan paparan yang
disampaikan narasumber dan fasilitator mencatat pembahasan-pembahasan kunci
forum pada kertas plano yang tersedia (waktu : 15 menit)
4. Membaca Bahan Bacaan
FasilitatormembagikanBahanBacaan1.1.(KebijakanEnergiNasional)kepadaseluruh
peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan. (waktu : 5 menit)
Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 1.2 (Kebijakan Nasional Sektor Migas) kepada
seluruh peserta kemudian membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit)
5. Diskusi Forum dan Rekomendasi Sesi
Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan isi Bahan Bacaan secara bersama-
sama
Fasilitator memandu forum untuk menemukan persoalan-persoalan kunci dan
membangun pemahaman bersama (forum) tentang kebijakan energi dan kebijakan
Migas secara umum.
Fasilitator menuliskan Persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas
plano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan
ingatan peserta)
Jikadalamprosesdiskusiterdapatpertanyaanyangtidakdapatdijawabatauterdapat
rekomendasi sesi, catat pada ‘lembar parking’, yakni kertas plano yang digunakan
untuk mencatat hal-hal penting yang belum dapat dijawab di forum, untuk dibahas
pada saat yang tepat. (waktu : 15 menit)
20. 4
BAHAN BACAAN 1.1
Kebijakan Energi Nasional
Kebijakan energi nasional secara umum bertujuan untuk mengarahkan upaya-upaya
dalammewujudkankeamananpasokanenerginasional.Kebijakanenergidituangkandalam
Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006, di mana kebijakan ini memiliki sasaran fundamental
untuk :
a. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025.
Artinya bahwa perbandingan antara tingkat pertumbuhan konsumsi energi dan tingkat
pertumbuhan ekonomi tidak lebih dari 1 (satu). Dengan kata lain, tingkat pertumbuhan
ekonomi lebih besar dari pada tingkat pertumbuhan konsumsi energi.
b. Terwujudnya energi (primer) mix yang optimal pada tahun 2025, dimana tingkat
konsumsi masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi secara nasional
mencapai :
Minyak bumi : menjadi < 20%1.
Gas bumi : menjadi > 30%2.
Batubara : menjadi > 33%3.
Bahan bakar nabati (4. biofuel) : menjadi > 5%
Panas bumi : menjadi > 5%5.
Energi baru dan energi terbarukan lainnya : menjadi > 5%6.
Batubara yang dicairkan (7. liquefied coal) : menjadi > 2%
Sasaran kebijakan energi nasional :
Kebijakan Utama
Penyediaan energi: menjamin ketersediaan pasokan1.
energi dalam negeri; pengoptimalan produksi energi;
dan pelaksanaan konservasi energi;
Pemanfaatan energi: efisiensi pemanfaatan energi dan2.
diversifikasi energi.
Penetapan kebijakan harga energi ke arah harga3.
keekonomian, dengan tetap mempertimbangkan
kemampuan usaha kecil, dan bantuan bagi masyarakat
tidak mampu dalam jangka waktu tertentu.
Pelestarian lingkungan dengan menerapkan prinsip4.
pembangunan berkelanjutan.
21. Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional
5Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Kebijakan Pendukung
Pengembangan infrastruktur energi termasuk1.
peningkatan akses konsumen terhadap energi;
kemitraan pemerintah dan dunia usaha;2.
Pemberdayaan masyarakat;3.
Pengembangan penelitian dan pengembangan serta4.
pendidikan dan pelatihan.
Menteri ESDM menetapkan cetak biru (blueprint) kebijakan pengelolaan energi nasional
melalui pembahasan di Badan Koordinasi Energi Nasional. Blueprint ini sekurang-kurangnya
memuat tentang jaminan keamanan pasokan energi dalam negeri, tentang kewajiban
pelayananpublik(publicserviceobligation)dantentangpengelolaansumberdayaenergidan
pemanfaatannya. Blueprint ini akan menjadi dasar bagi penyusunan pola pengembangan
dan pemanfaatan masing-masing jenis energi.
Boks 1
Pengertian istilah dalam kebijakan Energi dan MiGas:
a. Energi adalah daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses
kegiatan meliputi lisrik, mekanik dan panas.
b. Sumber energi adalah sebagian sumber daya alam antara lain berupa minyak dan
gas bumi, batubara, air, panas bumi, gambut, biomassa dan sebagainya, baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat dimanfaatkan sebagai energi.
c. Sumber energi alternatif tertentu adalah jenis sumber tertentu pengganti Bahan
Bakar Minyak.
d. Energi baru adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi baru baik yang
berasal dari energi terbarukan maupun energi yang tak terbarukan, antara lain:
hidrogen, coal bed methane, batubara yang dicairkan, (liquiefied coal), batubara
yang digaskan (gasfied coal), dan nuklir.
e. Energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumberdaya energi
secara alamiah tidak akan habis dan apat berkelanjutan jika dikelola dengan baik,
antara lain panas bumi, bahan bakar nabati (biofuel), aliran sungai, panas surya,
angin biomassa, biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut.
f. Diversifikasi energi adalah penganekaragaman penyediaan dan pemanfaatan
berbagai sumber energi dalam rangka optimalisasi penyediaan energi.
g. Konservasi energi adalah penggunaan energi secara efisien dan rasional tanpa
mengurangi penggunaan energi yang memang benar-benar diperlukan.
h. Elastisitas energi adalah rasio atau pebandingan antara tingkat pertumbuhan
konsumsi energi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi.
i. Harga keekonomian adalah biaya produksi per unit energi termasuk biaya
lingkungan.
22. 6
BAHAN BACAAN 1.2
Kebijakan Nasional Sektor Migas
Minyak dan Gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan, yang
dikuasaiolehnegarasertamerupakankomoditaspentingyangmenguasaihajathiduporang
banyak dan berperan penting dalam perekonomian nasional, sehingga pengelolaannya
harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Migasyangterkandungdiwilayahhukumpertambanganindonesiamerupakankekayaan
nasional yang dikuasai oleh negara, diselenggarakan oleh pemerintah sebagai pemegang
kuasa pertambangan dengan membentuk Badan Pelaksana. Kuasa pertambangan adalah
wewenang yang diberikan negara kepada pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi.
Berikut gambaran kebijakan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia yang mengacu pada
Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pasal 2 dan 3 :
Azas Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Migas :
Ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan,
kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan, dan
kepastian hukum serta berwawasan lingkungan.
Tujuan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Migas :
Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha ekplorasi1.
dan eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan
berkelanjutanatasminyakdangasbumimiliknegarayangstrategisdantidakterbarukan
melalui mekanisme yang terbuka dan transparan
Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengolahan, pengangkutan,2.
penyimpanan, dan niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme
persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.
Menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya minyak bumi dan gas bumi, baik sebagai3.
sumber energi maupun sebagai bahan baku, untuk kebutuhan dalam negeri
Mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu4.
bersaing di tingkat nasional, regional dan internasional
Meningkatkanpendapatannegarauntukmemberikankontribusiyangsebesar-besarnya5.
bagi perekonomian nasional dan mengembangkan serta memperkuat posisi industri
dan perdagangan Indonesia
Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat6.
yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup
23. Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional
7Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi terdiri atas :
Kegiatan Usaha Hulu, mencakup : eksplorasi dan eksploitasi1.
Kegiatan Usaha Hilir,mencakup : pengolahan,pengangkutan,penyimpanan, & niaga2.
Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir dapat dilaksanakan oleh :
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)1.
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)2.
Koperasi, Usaha Kecil3.
Badan Usaha Swasta4.
Bentuk Usaha Tetap (BUT) hanya dapat melaksanakan kegiatan Usaha Hulu. Badan
Usaha (BU) atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang melakukan kegiatan Usaha Hulu dilarang
melakukankegiatanusahahilir,begitupunsebaliknya.JikaBadanUsahamelakukankegiatan
Hulu dan Hilir secara bersamaan, maka harus membentuk badan hukum yang terpisah,
antara lain secara holding company.
Pembedaan Kegiatan Usaha Hulu dan Usaha Hilir dapat dilihat pada :
a. Orientasi Kegiatan Usaha
kegiatan Usaha Hulu lebih berorientasi pada manfaat yang sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Sedangkan kegiatan usaha hilir lebih bersifat usaha bisnis, di
mana biaya produksi dan kerugian yang mungkin timbul tidak dapat dibebankan
(dikonsolidasikan) pada biaya kegiatan Usaha Hulu. Hal ini agar pembagian penerimaan
antara pemerintah dengan Pemda menjadi jelas.
b. Mekanisme Pelaksanaan dan Penyelenggaraan Usaha
Kegiatan Usaha Hulu dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama (KKS),
sedangkan kegiatan Usaha Hilir dilaksanakan dengan Izin Usaha dan diselenggarakan
melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.
c. Badan Pelaksana
KegiatanUsahaHuludilaksanakanolehsebuahBadanHukumMilikNegarayangbernama
Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BPMIGAS) sedangkan Kegiatan Usaha Hilir
dilaksanakan oleh Badan Pelaksana Kegiatan Hilir Migas (BPH Migas).
24. 8
Sesi 2 : Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas
““Penyelenggaraan Usaha Hulu Migas bertujuan untuk menjamin efektivitas
pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi secara
berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas
Minyak dan Gas Bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui
mekanisme yang terbuka dan transparan”
Tujuan Secara Umum : Memahami kebijakan penyelenggaraan usaha Hulu1.
Migas
Secara Khusus : Memahami Tugas dan Kewenangan Badan Pelaksana2.
Kegiatan Usaha Hulu Migas
Waktu 90 Menit
Metode Presentasi oleh narasumber1.
Tanya jawab forum2.
Membaca bahan bacaan3.
Menyelesaikan Lembar Kerja melalui diskusi kelompok4.
Diskusi forum dan rekomendasi sesi5.
Bahan Bacaan 2.1. Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas
2.2. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas)
Lembar Kerja Lembar Kerja 2.1
Alat & Bahan Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop.
TAHAPAN FASILITASI :
1. Pengantar
Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi
ini. Kemudian fasilitator mempersilakan partisipan untuk bertanya dan memberi
masukan jika diperlukan (waktu : 5 menit)
2. Presentasi Narasumber
Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang kebijakan penyelenggaraan usaha
hulu Migas dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas/BP Migas. Jika tidak
ada narasumber, langsung melangkah pada tahapan ke-4 (waktu : 15 menit)
3. Tanya Jawab Forum
Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum terkait dengan paparan yang
disampaikan narasumber dan fasilitator mencatat pembahasan-pembahasan kunci
forum pada kertas plano yang tersedia (waktu : 15 menit)
25. Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional
9Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
4. Membaca Bahan Bacaan
Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 2.1 (Penyelenggaraan Usaha Hulu Migas)
kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan (waktu
: 5 menit)
Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 2.2 (Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Migas) kepada seluruh peserta kemudian membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit)
Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan Bahan Bacaan (waktu : 10 menit)
5. Menyelesaikan Lembar Kerja Secara Berkelompok
Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok
terdiri atas 4 sampai 6 orang)
Fasilitatormembagilembarkerjakepadasetiapkelompok,kemudianmempersilahkan
tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar
kerja yang ada (waktu : 15 menit)
Lembar kerja berisi pertanyaan-pertanyaan terkait tema pembahasan di sesi 1 dan
sesi 2
Fasilitator mengumpulkan hasil kerja dari masing-masing kelompok
6. Diskusi Forum dan Rekomendasi Sesi
Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan jawaban dan hasil kerja tiap-tiap
kelompok
Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan
titik kunci dari tema pembahasan di sesi 1 dan sesi 2.
Fasilitator menuliskan Persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas
plano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan
ingatan peserta)
Jikadalamprosesdiskusiterdapatpertanyaanyangtidakdapatdijawabatauterdapat
rekomendasi sesi, catat pada ‘lembar parking’ yang tertempel pada dinding, untuk
dibahas pada saat yang tepat.
Alokasi waktu : 20 menit
26. 10
BAHAN BACAAN 2.1
Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas
Penyelenggaraan Kegiatan usaha Hulu Migas di Indonesia selain diatur dalam Undang-
Undang Migas Nomor. 22 Tahun 2001, secara khusus juga diatur dalam Peraturan
Pemerintah R.I No.35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas dan perubahannya
dalam PP No.34 Tahun 2005.
Kegiatan Usaha Hulu Migas bertumpukan pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi.
Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi
geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi
di Wilayah Kerja yang telah ditentukan; sedangkan eksploitasi adalah rangkaian kegiatan
yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dalam Wilayah Kerja yang
ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan menyelesaian sumur, pembangunan sarana
pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Migas di
lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.
Wilayah Kerja (Blok) Migas
Wilayah Kerja (WK) adalah daerah tertentu di dalam Wilayah Hukum Pertambangan
Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi. Wilayah Hukum Pertambangan
Indonesia adalah wilayah daratan, perairan dan landasan kontinen Indonesia. Wilayah Kerja
Migas direncanakan dan dipersiapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
dengan memperhatikan pertimbangan dari BP Migas.
Penawaran WK dapat berupa penawaran melalui lelang atau penawaran langsung.
Menteri menetapkan kebijakan penawaran wilayah kerja berdasarkan pertimbangan teknis,
ekonomis, tingkat risiko, efisiensi, dan berasaskan keterbukaan, keadilan, akuntabilitas dan
persaingan. Dalam menetapkan WK, Menteri berkonsultasi dengan gubernur yang wilayah
administrasinya meliputi Wilayah Kerja yang akan ditawarkan. Konsultasi dimaksudkan
untuk memberikan penjelasan dan memperoleh informasi mengenai rencana penawaran
wilayah-wilayah tertentu yang dianggap potensial mengandung Sumber Daya Migas
menjadi Wilayah Kerja. Setiap kontraktor hanya diberikan 1 (satu) bentuk wilayah kerja,
misalnya MCL hanya diberi WK Blok Cepu. Dalam hal BU/BUT mengusahakan beberapa WK,
harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap wilayah kerja (misalnya dengan
holding company).
Kontrak Kerja Sama (KKS) Migas
Kegiatan usaha hulu migas dilaksanakan oleh Badan Usaha (BU) 1
atau Bentuk Usaha
1
Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap,
terus menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan
berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1 UU No. 22/2001)
27. Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional
11Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Tetap (BUT) 2
berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana (BPMIGAS). BU/
BUT yang diberikan wewenang untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu
wilayah kerja di sebut Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Kontrak Kerja Sama (KKS) adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain
dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat3
.
KKS paling sedikit memuat persyaratan :
Kepemilikan sumber daya Migas tetap di tangan pemerintah sampai titik penyerahan1.
Pengendalian manajemen atas operasi yang dilaksanakan oleh kontraktor berada pada2.
Badan Pelaksana
Modal dan risiko seluruhnya ditanggung oleh Kontraktor.3.
KKS wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok :
Penerimaan negara;1.
Wilayah kerja dan pengembaliannya;2.
Kewajiban pengeluaran dana;3.
Perpindahan kepemilikan hasil produksi atas migas;4.
Jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak;5.
Penyelesaian perselisihan;6.
Kewajiban pemasokan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk kebutuhan dalam7.
negeri;
Berakhirnya kontrak;8.
Kewajiban pasca operasi pertambangan;9.
Keselamatan dan kesehatan kerja;10.
Pengelolaan lingkungan hidup;11.
Pengalihan hak dan kewajiban;12.
Pelaporan yang diperlukan;13.
Rencana pengembangan lapangan;14.
Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri;15.
Pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat;16.
Pengutamaan penggunaan tenaga kerja indonesia.17.
2
Bentuk Usaha Tetap adalah Badan Usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar Wilayah NKRI yang
melakukan kegiatan di wilayah NKRI dan wajib mematuhi peraturan perundang undangan yang berlaku di
Republik Indonesia (Pasal 1 UU No.22/2001)
3
Pasal 1 UU No. 22/2001
28. 12
Jangka waktu KKS paling lama 30 tahun, yang terdiri atas jangka waktu eksplorasi dan
eksploitasi. Jangka waktu eksplorasi adalah 6 tahun, dapat diperpanjang 1 kali maksimal 10
tahun atas permintaan kontraktor setelah kewajiban minimum KKS terpenuhi. Jika jangka
waktu eksplorasi tidak terpenuhi, maka kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah
Kerjanya.
KKSdapatdiperpanjangmaksimal20tahununtuksetiapkaliperpanjangan,disampaikan
oleh kontraktor kepada Menteri ESDM melalui BP Migas. Surat permohonan perpanjangan
dapat disampaikan paling cepat 10 tahun dan paling lambat 2 (dua) tahun sebelum KKS
berakhir. Kontraktor melalui BP Migas dapat mengusulkan kepada menteri perubahan
(amandemen) ketentuan persyaratan KKS dan menteri dapat menyetujui atau menolaknya
berdasarkan pertimbangan dari BPMIGAS dan manfaat yang optimal bagi negara.
Survei Umum dan Data Migas
Untuk menunjang penyiapan WK, menteri melakukan kegiatan Survei Umum
yang dilakukan pada wilayah terbuka (wilayah yang belum ditetapkan sebagai WK) di
dalam wilayah hukum pertambangan. Kegiatan survei umum meliputi survei geologi,
survei geofisika, dan survei geokimia. Dalam pelaksanaan survei umum, menteri dapat
memberikan ijin kepada Badan Usaha sebagai pelaksana atas biaya dan resiko sendiri.
Sebelum melaksanakan survei umum, BU wajib menyampaikan terlebih dahulu kepada
Menteri jadwal dan prosedur pelaksanaan Survei Umum.
Data yang diperoleh dari survei umum dan eksplorasi dan eksploitasi adalah milik negara
yang dikuasai oleh pemerintah. Pengaturan pengelolaan (perolehan, pengadministrasian,
pengolahan, penataan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pemusnahan) dan pemanfaatan
data tersebut ditetapkan oleh menteri.
Dalam hal kerahasiaannya, data diklasifikasikan sebagai berikut 4
:
Data Umum, merupakan data mengenai identifikasi dan letak geografis potensi,1.
cadangan dan sumur Migas serta produksi Migas
Data Dasar, merupakan deskripsi atau besaran dari hasil rekaman atau pencatatan dari2.
penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, kegiatan pemboran dan produksi.
Data Olahan, merupakan data yang diperoleh dari hasil analisis dan evaluasi Data Dasar3.
Data Interpretasi, merupakan data yang diperoleh dari hasil interpretasi Data Dasar dan/4.
atau Data Olahan.
Datayangbersifatrahasiauntukjangkawaktutertentuadalah:DataDasar(4tahun),Data
Olahan (6 tahun), dan Data Interpretasi (8 tahun). Seluruh Data dari WK yang dikembalikan
kepada pemerintah tidak lagi diklasifikasikan sebagai data yang bersifat rahasia.
4 Pasal 22, PP No. 35 Tahun 2005 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas
29. Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional
13Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Badan Usaha yang melakukan survei umum dapat menyimpan dan memanfaatkan data
hasil survei sampai dengan berakhirnya izin survei dan wajib menyerahkan seluruh data
yang diperoleh kepada menteri setelah berakhirnya izin yang diberikan.
Kontraktor dapat mengelola data hasil kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di WK-nya,
kecuali pemusnahan data. Jika kontraktor menunjuk pihak lain dalam pengelolaan data,
pihak lain tersebut harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan wajib mendapat persetujuan menteri. Kontraktor wajib
menyimpan data yang dipergunakan tersebut di wilayah hukum pertambangan Indonesia,
jika di luar itu harus mendapat izin menteri.
Penerimaan Negara dari Sektor Hulu Migas 5
Kontraktor yang melaksanakan kegiatan usaha Hulu wajib membayar penerimaan
negara yang berupa pajak dan penerimaan negara bukan pajak.
Penerimaan negara yang berupa pajak :
Pajak-pajak1.
Bea masuk dan pungutan lain atas impor dan cukai2.
Pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD)3.
SebelumKKSditandatangani,kontraktordapatmemilihketentuankewajibanmembayar
pajak sebagaimana berikut : (a) Mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidangperpajakanyangberlakupadasaatKKSditandatangani;dan(b)Mengikutiketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) :
Bagian negara (1. Government Take)
Pungutan negara yang berupa iuran tetap dan iuran eksplorasi dan eksploitasi2.
Bonus-bonus3.
PNBP merupakan penerimaan pemerintah dan pemerintah daerah, yang pembagiannya
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PNBP
setelahdikurangipenerimaanpemerintahdaerahmerupakanPNBPsektorMigasyangdapat
dimanfaatkan sebagian oleh Kementerian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Penggunaan sebagian PNBP oleh Kementerian adalah dalam rangka menunjang
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dan upaya untuk menarik investor dalam meningkatkan
pencarian dan penemuan cadangan baru serta dalam rangka melakukan upaya yang
menunjang kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang kondusif, pelaksanaan survei, promosi
wilayah kerja, konsultasi dengan pemerintah daerah, dll.
5
Pasal 52 -- pasal 54 Bab VI, PP No.35 Tahun 2005 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas
30. 14
BAHAN BACAAN 2.2
Badan Pelaksana
Kegiatan Usaha Hulu Migas (BPMIGAS)
Pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan membentuk badan pelaksana
untuk melakukan pengendalian kegiatan usaha hulu Migas. Pengawasan atas pelaksanaan
Kegiatan Usaha Hulu Migas berdasarkan KKS dilaksanakan oleh BPMIGAS6
. Fungsi BP Migas
adalah melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha hulu agar pengambilan sumber
daya alam Migas milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal
bagi negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Tugas BPMIGAS 7
:
Memberikan pertimbangan kepada kepada menteri atas kebijaksanaannya dalam hal1.
penyiapan dan penawaran WK serta KKS
Melaksanakan penandatanganan KKS2.
Mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali3.
akan diproduksikan dalam suatu WK (Plan of Development/POD I) kepada menteri untuk
mendapatkan persetujuan
Memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain POD I4.
Memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran5.
Melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada menteri mengenai pelaksanaan KKS6.
Menunjuk penjual Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian negara yang dapat7.
memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.
BPMIGAS merupakan Badan Hukum Milik Negara. BPMIGAS terdiri atas unsur pimpinan,
tenaga ahli, tenaga teknis, dan tenaga administratif. Kepala BPMIGAS diangkat dan
diberhentikan oleh presiden setelah berkonsultasi dengan DPR R.I dan dalam melaksanakan
tugasnya bertanggung jawab kepada presiden. Dalam melaksanakan pengawasan internal,
dibentuk Unit Pengawasan yang dipimpin oleh Kepala Unit Pengawasan yang bertanggung
jawab kepada BPMIGAS.
6
Pasal 41 ayat (2) UU No. 22/2001 tentang Migas
7
Pasal 44 ayat (3) UU No. 22/2001 ttg Migas; Pasal 11 PP No. 42/2002
31. Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional
15Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Dalam menjalankan tugasnya, BPMIGAS memiliki wewenang 8
:
Membina kerja sama dalam rangka terwujudnya integrasi dan sinkronisasi kegiatan1.
operasional KKKS
Merumuskan kebijakan atas anggaran dan program kerja KKKS (2. Work Program & Budget/
WP&B)
Mengawasi kegiatan utama operasional KKKS3.
Membina seluruh aset KKKS yang menjadi milik negara4.
Melakukan koordinasi dengan pihak dan/atau instansi terkait yang diperlukan dalam5.
pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu
Tugas dan wewenang Kepala BPMIGAS adalah :
Memimpin dan mengelola BPMIGAS sesuai dengan fungsi dan tugasnya1.
Menandatangani KKS2.
Menyiapkan rencana kerja, dan anggaran pendapatan dan belanja tahunan BP Migas3.
Melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang Kegiatan Usaha Hulu4.
Membuat laporan pelaksanaan tugas dan laporan keuangan BP Migas secara berkala5.
kepada presiden
Mewakili BPMIGAS di dalam dan di luar pengadilan6.
Mengangkat dan memberhentikan personalia BP Migas7.
8
Pasal 12 PP No. 42/2002 ttg BPMIGAS
32. 16
LEMBAR KERJA 2.1
Kebijakan Energi, Migas,
dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas
Jawablah pertanyaan di bawah ini dalam diskusi kelompok :
Bagaimana kedudukan sektor Migas dalam kebijakan energi nasional?1.
Apa perbedaan antara hulu Migas dan hilir Migas? badan apa yang membidangi masing-2.
masing sektor hulu dan hilir Migas?
Apakah yang dimaksud dengan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi?3.
Apakah kepanjangan dari : WK, KKS, BP Migas, BPH, dan POD?4.
Sebutkan jenis informasi sesuai dengan tingkat kerahasiaannya?5.
Mengatur tentang apakah produk hukum berikut ini : UU Nomor 22 Tahun 2001, PP No.6.
35 Tahun 2004, dan PP No. 5 Tahun 2006?
Penerimaan negara dari sektor hulu Migas terdiri dari apa saja?7.
34. 18
BAGIAN II
Konsep Aliran dan Perhitungan
Penerimaan Migas
P
ada bagian ini, partisipan diajak untuk memahami konsep aliran dan perhitungan
penerimaan Migas, mulai dari kontraktor, pemerintah pusat hingga pemerintah
daerah. Bagian ini disajikan dalam dua sesi yakni, Sesi 3 Aliran Dana Migas dari
Kontraktor ke Pemerintah Pusat hingga Daerah dan Sesi 4 Konsep Lifting, FTP, Cost Recovery,
DMO dan Pajak Migas
Sesi 3 : Aliran Dana Migas : dari Kontraktor ke Pemerintah
Pusat hingga Daerah
Tujuan Secara Umum : Memahami aliran dana Migas, mulai dari kontraktor1.
ke pemerintah pusat hingga ke pemerintah daerah
Secara Khusus : Memahami dasar hukum, kebijakan dan ketentuan-2.
ketentuan yang berlaku dari aliran pendapatan Migas
Waktu 105 Menit
Metode Presentasi oleh narasumber1.
Tanya jawab forum2.
Membaca bahan bacaan3.
Menyelesaikan Lembar Kerja melalui kerja kelompok4.
Diskusi forum dan rekomendasi sesi5.
Bahan Bacaan 3.1. Aliran Dana dan Pendapatan dari Minyak dan Gas Bumi
3.2. Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Migas
Lembar Kerja Lembar Kerja 3.1
Alat & Bahan Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop.
TAHAPAN FASILITASI :
1. Pengantar
Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini.
Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi
masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit)
35. Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
19Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
2. Presentasi Narasumber
Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang Aliran Dana dan Penerimaan dari
Minyak dan Gas Bumi dan tentang Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Migas. Jika tidak ada
narasumber, langsung melangkah pada tahapan ke-4 (waktu : 15 menit)
3. Tanya Jawab Forum
Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum terkait dengan paparan yang
disampaikan narasumber dan fasilitator mencatat pembahasan-pembahasan kunci
forum pada kertas plano yang tersedia (waktu : 15 menit)
4. Membaca Bahan Bacaan
Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 3.1. (Aliran Dana dan Penerimaan dari Minyak
dan Gas Bumi) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan
bacaan (waktu : 5 menit)
Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 3.2 (Dana Bagi Hasil/DBH SDA Migas) kepada
seluruh peserta kemudian fasilitator mengajak partisipan untuk membaca bahan
bacaan (waktu : 5 menit)
Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan Bahan Bacaan (waktu : 20 menit)
5. Menyelesaikan Lembar Kerja Secara Berkelompok
Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok
terdiri atas 4 sampai 6 orang)
Fasilitatormembagilembarkerjakepadasetiapkelompok,kemudianmempersilahkan
tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar
kerja yang ada (waktu : 20 menit)
Fasilitator mengumpulkan hasil kerja dari masing-masing kelompok
6. Diskusi Forum dan Rekomendasi Sesi
Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan jawaban dan hasil kerja tiap-tiap
kelompok
Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan
titik kunci dari tema pembahasan di sesi 1 dan sesi 2.
Fasilitator menuliskan Persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas
plano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan
ingatan peserta)
Jikadalamprosesdiskusiterdapatpertanyaanyangtidakdapatdijawabatauterdapat
rekomendasi sesi, catat pada ‘lembar parking’ yang tertempel pada dinding, untuk
dibahas pada saat yang tepat.
Alokasi waktu : 20 menit
36. 20
BAHAN BACAAN 3.1
Aliran Dana dan Penerimaan
dari Minyak dan Gas Bumi
Aliran Dana dan Penerimaan di Sektor Hulu Migas mengikuti alur proses kegiatan Usaha
Hulu Migas, dimulai dari proses penandatanganan kontrak hingga perhitungan bagi hasil
antara Pemerintah dengan Kontraktor, sampai dengan proses perhitungan dan transfer
Dana Bagi Hasil (DBH) Migas Kepada pemerintah daerah, di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota.
Secara umum, Aliran Dana Migas mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia baik
berupa Undang-Undang Migas, Undang-Undang Sistem Keuangan Negara, Undang-
Undang Perpajakan dan Undang-Undang terkait dengan Otonomi Daerah. Secara spesifik,
perhitungan aliran dana Migas mengikuti model Kontrak Kerja Sama (KKS) (misal : Kontrak
Bagi Hasil/PSC), data produksi yang terjual (lifting) dan ketentuan-ketentuan khusus dari
Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian ESDM dan
BPMIGAS.
Aliran Dana Migas
Secara keseluruhan, aliran dana yang terjadi dalam kegiatan usaha hulu Migas terdiri atas:
a. Saat Penandatangan Kontrak Kerja Sama
Yakni berupa Bonus Tanda Tangan (signature bonus) yang diterima oleh pemerintah
dari pihak kontraktor setelah penandatanganan KKS ; bonus tandatangan ini diterima
oleh Kementerian ESDM dan langsung masuk ke rekening bendahara negara di
kementerian keuangan.
b. Saat Proses Eksplorasi Berlangsung
Danakreditinvestasi(investmentcredit)yangdiberikanpemerintahkepadakontraktor
untuk mendorong investasi di sektor hulu Migas
Dana penyertaan modal (Participating interest/PI) yang disetorkan oleh pemerintah
daerah melalui BUMD kepada kontraktor KKS
Dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) yang
dikeluarkan oleh kontraktor KKS
Dana cadangan khusus pasca kegiatan usaha hulu yang disetorkan oleh kontraktor
KKSkepadaBPMIGASuntukpemulihanlingkungan(abandonmentandsiterestoration/
ASR) melalui rekening bersama antara BPMIGAS dengan kontraktor
c. Saat Proses Ekspoitasi (telah menghasilkan Produksi Komersial)
Dana Pemulihan (Cost Recovery) yang dibayarkan pemerintah kepada Kontraktor KKS
37. Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
21Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Dana hasil penjualan minyak yang diperoleh melalui skema FTP oleh pemerintah
Dana bagi hasil untuk pemerintah dan kontraktor KKS atas penjualan hasil produksi
Migas secara komersial (Lifting)
DMO Fee (Fee atas Domestic Market Obligation) yang dibayarkan pemerintah kepada
kontraktor atas pemenuhan kewajiban pemasokan Kebutuhan pasar dalam negeri
Pajak-pajak di sektor Migas (PPN, PDRD, Pph Migas, dll) yang wajib dibayar oleh
kontraktor KKS kepada pemerintah
Dana bagi hasil Migas dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, baik
provinsi maupun kabupaten/kota
Secara sederhana, aliran dana Migas dapat digambarkan dalam chart berikut :
Sumber : Ambarsari DC, 2009; dengan penambahan
38. 22
Pengertian istilah yang digunakan pada bagan Aliran Dana Migas, antara lain :
Bonus Tanda Tangan (Signature Bonus)
Signature bonus adalah bonus tandatangan yang diberikan kontraktor kepada
pemerintah atas penandatanganan Kontrak Kerja Sama Migas. Besarnya berdasarkan
penawaran kontraktor dan atas kesepakatan kedua belah pihak. bonus tandatangan ini
diterima oleh Kementerian ESDM dan langsung masuk ke rekening bendahara negara di
Kementerian Keuangan.
Penyertaan Modal (Participating Interest/PI)
ParticipatingInterestadalahbagianpenyertaanmodalyangditawarkankontraktorkepada
perusahaan milik pemerintah sebagai investasi dalam kegiatan ekplorasi dan eksploitasi.
Misalnya pada Blok Cepu, interest yang ditawarkan adalah sebesar 10% berasal dari 5%
kontribusi dari PT Pertamina EP Cepu dan 5% berasal dari MCL dan Ampolex.
First Trance Petroleum (FTP)
Yaitu, minyak yang disisihkan di awal sebelum dikurangi kredit investasi (investment
credit) dan biaya produksi (cost recovery). Besarnya FTP sesuai dengan perjanjian dalam
KKS. FTP dibagi menjadi bagian pemerintah dan bagian kontraktor sesuai dengan
pembagian Bagi Hasil yang tercantum dalam KKS. Misal, FTP Blok Cepu adalah sebesar
20% dari gross Revenue (R).
Cost Recovery (CR)
Jumlah biaya operasional yang akan diganti oleh Pemerintah Pusat. Cost Recovery
terdiri dari biaya operasi tahun sekarang, biaya operasi tahun sebelumnya yang belum
tergantikan, dan depresiasi terhadap modal kapital tahun sebelumnya dan tahun
berjalan. Pengembalian biaya ini diatur dalam pasal 56 PP nomor 34 tahun 20059
.
Investment Credit (IC)
Sejenis insentif dari pemerintah untuk mendorong investor menanamkan modalnya di
sektor hulu Migas. Misalnya, investment credit dalam PSC Blok Cepu, diberikan kepada
kontraktor sebesar 15,78% dari investasi kapital. Investment credit merupakan obyek
pajak.
Gross Revenue (R) – Pendapatan Kotor
Gross Revenue (R) adalah produksi minyak terjual dikalikan dengan harga. Harga minyak
ditentukan oleh pemerintah dengan pedoman ICP (Indonesian Crude Price). Produksi
yang dimaksud adalah minyak yang telah diproduksi dan telah dijual secara komersial.
Dalam perhitungan : R = produksi terjual x ICP
9
Pasal 56 ayat 2 disebutkan bahwa Kontraktor mendapatkan kembali biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk
melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi sesuai dengan rencana kerja dan anggaran serta otorasiasi pembelanjan
finansial yang telah disetujui oleh Badan Pelaksana setelah menghasilkan produksi komersial.
39. Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
23Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Profit Oil (equity to be split/ETBS)
Yaitu perolehan revenue setelah dikurangi FTP dan Cost Recovery. Dalam Perhitungan :
Equity = R – FTP – IC - CR . Profit Oil dibagi menjadi Bagian Pemerintah dan Bagian
Kontraktor sesuai dg pembagian bagi hasil yang tercantum dalam KKS.
Bagian Pemerintah dan Bagian Kontraktor (Government Take-Contractor Take)
Pembagian keuntungan minyak antara pemerintah dan kontraktor ditetapkan sesuai
dengan KKS yang ditandatangani kedua belah pihak. Misalnya, pada Blok Cepu, berlaku
ketentuan : Jika harga berada di atas 45 USD/barel, maka bagian pemerintah adalah
sebesar 73,214% dan Kontraktor sebesar 26,786%. Untuk harga di bawah 45 USD/
barel pembagiannya mengikuti ketentuan lain (bagian pemerintah lebih sedikit) sesuai
dengan KKS. Bagian keuntungan ini adalah pendapatan sebelum pajak.
Domestic Market Obligation (DMO)
Yaitu kewajiban kontraktor kepada pemerintah untuk menyerahkan 25% dari bagiannya
untuk kebutuhan minyak dalam negeri. Dalam UU 22/2001, kewajiban ini diatur dalam
pasal 2210
. DMO akan dikenakan apabila Profit Oil (Equity to be split) lebih besar dari FTP.
Dalam Perhitungan : DMO = 25% x (Bagian Kontraktor) x R
DMO Fee
Yaitu imbalan yang diberikan pemerintah atas penyerahan DMO. Misalnya, pada Blok
Cepu berlaku ketentuan selama 60 bulan (5 tahun) sejak produksi harganya adalah 100
% dari ICP, setelah itu harganya adalah 10% lebih rendah dari ICP.
Pajak Pemerintah (Government tax)
Pajak yang dibayarkan kontraktor kepada pemerintah yang terkait langsung dengan
pendapatan pengusahaan migas. Tarif pajak diatur dalam UU No 17 tahun 2000
tentang pajak penghasilan. Berdasarkan UU tersebut, ditentukan bahwa tarif PPh yang
diberlakukan adalah sebesar 44%. Hal ini mengingat bahwa kontraktor (migas) adalah
merupakan suatu ”bentuk usaha tetap”(BUT)11
, sehingga pajak penghasilan yang harus
dibayar adalah 30% x penghasilan bersih12
+ 20% x (70% dari penghasilan bersih)13
.
Cadangan Dana Pasca Operasi (Dana Pasca Tambang)
Dana yang dipersiapkan sebagai dana cadangan khusus untuk proses penutupan dan
pemulihan pasca operasi kegiatan usaha hulu diWilayah Kerja yang bersangkutan. Dana
cadangan ini termasuk dalam biaya operasi yang akan dicover oleh pemerintah. Tata
cara penggunaan dana cadangan khusus tersebut ditetapkan dalam KKS dan peraturan
teknis BPMIGAS.
10
Ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25%
bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
11
UU No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 2 ayat (5) huruf g.
12
Ibid, Pasal 17 ayat (1) huruf b menyebutkan Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak badan atau bentuk usaha
tetap diatas Rp100.000.000,00 sebesar 30%.
13
Ibid, Pasal 26 ayat (4) Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indo-
nesia dikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen).
40. 24
Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Minyak dan Gas Bumi
Adalah Dana Bagi Hasil yang berasal dari penerimaan negara SDA pertambangan
Minyak dan Gas Bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi
komponen pajak dan pungutan lainnya, dengan proporsi pembagian tertentu.
Aliran Penerimaan dan Pendapatan Minyak dan Gas Bumi
Menurut Undang-Undang Nomor. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 1,
definisi penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara (ayat 9), sedangkan
penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah (ayat 11). Pendapatan
negara didefinisikan sebagai hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih (ayat 13), sedangkan pendapatan daerah adalah hak pemerintah
daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih (ayat 15).
Dengan demikian, maka penerimaan Migas adalah uang yang masuk ke kas negara/
daerah yang berasal dari kegiatan usaha hulu Migas, sedangkan pendapatan Migas adalah
hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
Penerimaan Migas kita, terutama dari kontraktor ke pemerintah, didasarkan pada ketentuan
Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan pola Kontrak Production Sharing (KPS).
Bagan penerimaan Migas dengan Pola Kontrak Production Sharing dapat dilihat pada
bagan-bagan berikut :
Sumber: presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010
28,8462%
Tax 48%
13,8462%
15%
GrossRevenue
Net Operating Income
(Gross Revenue-Cost)
Bag Pemerintah
Faktor Pengurang:
PBB, PPN, PDRD, Fee
keg. hulu migas
SDA Minyak Bumi
PNBP Lainnya
PPh Migas
Bagan Penerimaan Minyak Bumi dengan Pola
Kontrak Production Sharing (KPS)
Penerimaan
Minyak Bumi
(-)
(-)
(-)
(-)
KPS
Cost Recovery
Bag Kontraktor
(Gross)
DMO Minyak Bumi
(Nett)
Pajak
Bag Kontraktor
100%
85%
41. Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
25Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Sumber: presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010
Sumber: presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010
Bagan Penerimaan Minyak Bumi dengan Pola
Kontrak Production Sharing (KPS)
Kontraktor Pemerintah Pos dalam APBN APBD
Lifting X ICP X Kurs
Cost Recovery
(diterima KPS)
Net Operating
Income
Bagian KPS (Gross)
28,8462%
Bagian KPS (netto)
15%
Bagian KPS final
BagianPemerintah
71,1538%
(termasuk PBB, PPN, PDRD)
PPh Migas
(misal: 48%)
DMO
Pajak Non Migas
-PBB
-PPN
PNBP SDA Migas
71,1538%
PPh Migas
13,8462%
PNPB Lainnya
Total bagian
Pemerintah
PDRD
Catatan
DMO = Volume = 25% dari bagian kontraktor
Fee (Harga beli Pemerintah) = Sesuai kontrak (10%, 15%, atau 25% dari ICP)
Harga Jual Oleh Pemerintah = ICP
Government Share
KomponenPengurang
SDA Gas Alam
Tax
(Branch Profit)
Plant Cost
KPS
Cost Recovery
Contractor Share
(Gross)
Pajak
Contractor Share
(Nett)
57,6923%
Tax 48%
27,69%
30%
Bagan Penerimaan Gas Alam dengan Pola
Kontrak Production Sharing (KPS)
Penerimaan
Gas Alam
(-)
70%
GrossRevenue
(Lifting x Gas Price)
Net Back
Net Operating Income
(Gross Revenue-Cost)
(-)
(-)
(-)
100%
27,6923%
42,3077%
Plant Cost adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengubah (mengkompres) gas menjadi liquid
Misal:
Tax Rate:
48%
42. 26
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Migas
dalam RAPBN
Asumsi makro berupa;
Lifting nasional (dlm. ribu barel per hari)
Harga minyak mentah Indonesia“ICP”(dalam US$/barel)
Nilai tukar Rupaih terhadap Dollar Amerika
Unsur-unsur pengurang bagian pemerintah al:
PBB Migas
Reimbursement PPN
PDRD
Fee kegiatan usaha hulu Migas
Berdasarkan data-data tersebut, disusun perkiraan (rencana)
perhitungan penerimaan Migas, yang terdiri dari:
Penerimaan PPh Migas
Penerimaan PNBP SDA Migas
Penerimaan lainnya dari Migas (Pendapatan Minyak Mentah DMO)
Sumber: Presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010
43. Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
27Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
BAHAN BACAAN 3.2
Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Migas
Di Indonesia, sistem DBH Migas dikenal sejak era otonomi daerah sebagai bentuk
desentraliasi fiskal melalui skema dana perimbangan. Peraturan Pemerintah Nomor 55
Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan mendefinisikan Dana Perimbangan sebagai dana
yang bersumber dari pendapatan APBN yang dilokasikan kepada daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi 14
. Dalam peraturan yang
sama, DBH Sumber Daya Alam Migas didefinisikan sebagai bagian daerah yang berasal dari
penerimaan sumber daya alam pertambangan minyak dan gas bumi.
DBH SDA Migas berasal dari penerimaan negara SDA pertambangan minyak dan gas
bumi dari wilayah kabupaten/kota maupun wilayah provinsi yang bersangkutan setelah
dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. DBH SDA Migas berasal dari wilayah
kabupaten/kota apabila sumur penghasil Migas tersebut terletak di wilayah daratan atau
wilayah off-shore 0 – 4 mil laut di kabupaten/kota yang bersangkutan. Sedangkan wilayah
off-shore 4 - 12 mil laut merupakan wilayah provinsi.
Regulasi yang mengatur persoalan DBH Migas antara lain :
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan1.
Daerah,
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan,2.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang perkiraan DBH Migas (setiap tahun),3.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang realisasi DBH Migas (setiap tahun)4.
Keputusan-Keputusan Menteri Terkait (Kementrian ESDM, Kementerian Keuangan,5.
Kementerian Dalam Negeri),
Peraturan Teknis pada Kementerian, BPMIGAS dan Departemen Teknis lainnya6.
14
PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, Pasal 1 ayat (8)
Prinsip DBH SDA
Prinsip
DBH SDA
By Origin
Realisasi
Daerah penghasil
mendapat porsi yang lebih
besar dari daerah lain yang
berada dalam provinsi
tersebut (pemerataan)
Penyaluran DBH
berdasarkan realisasi
penerimaan negara secara
triwulanan
44. 28
Proporsi DBH Minyak Bumi
Dalam UU No. 33 Tahun 2004 pasal 14(e), dan PP No. 55 tahun 2005 pasal 21 dijelaskan
bahwa DBH pertambangan minyak bumi sebesar 15,5% adalah berasal dari penerimaan
negara SDA pertambangan Minyak Bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan
setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dengan proporsi pembagian
sebagai berikut :
Sumber: Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan
Sumber: Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan
Porsi Pembagian DBH SDA Minyak Bumi
Daerah Penghasil:
Provinsi
Provinsi
Penghasil
Seluruh Kab/Kota
dalam prov ybs
5%
10%
Provinsi
Penghasil
Seluruh Kab/Kota
dalam prov ybs
0,17%
0,33%
15%
0,5%
+
Provinsi ybs3%
Kab/Kota
penghasil6%
Kab/Kota lainnya
dalam provinsi ybs6%
Provinsi ybs0,1%
Kab/Kota
penghasil0,2%
Kab/Kota lainnya
dalam provinsi ybs0,2%
Daerah Penghasil:
Kab/Kota
untuk pendidikan
dasar
Porsi Pembagian DBH SDA Minyak Bumi
untuk NAD dan Papua Barat
DALAM RANGKA OTSUS
70%
15%
55%
3% Provinsi
6% Kab/Kota Penghasil
6% Kab/Kota lain dalam
Provinsi ybs
55% Provinsi
UU 21/2001
UU 35/2008
UU 33/2004
UU 55/2005
45. Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
29Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Proporsi DBH Gas Bumi
Dalam UU No. 33 tahun 2004 pasal 14(f), dan PP No. 55 tahun 2005, pasal 23 dijelaskan
bahwa DBH pertambangan Gas Bumi sebesar 30,5% adalah berasal dari penerimaan negara
SDA pertambangan Gas Bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah
dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dengan proporsi pembagian sebagai
berikut :
Sumber: Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan
Sumber: Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan
Porsi Pembagian DBH SDA Gas Bumi
Daerah Penghasil:
Provinsi
Provinsi
Penghasil
Seluruh Kab/Kota
dalam prov ybs
10%
20%
Provinsi
Penghasil
Seluruh Kab/Kota
dalam prov ybs
0,17%
0,33%
30%
0,5%
+
Provinsi ybs6%
Kab/Kota
penghasil12%
Kab/Kota lainnya
dalam provinsi ybs12%
Provinsi ybs0,1%
Kab/Kota
penghasil0,2%
Kab/Kota lainnya
dalam provinsi ybs0,2%
Daerah Penghasil:
Kab/Kota
untuk pendidikan
dasar
Porsi Pembagian DBH SDA Gas Bumi
untuk NAD dan Papua Barat
DALAM RANGKA OTSUS
70%
30%
40%
6% Provinsi
12% Kab/Kota Penghasil
12% Kab/Kota lain dalam
Provinsi ybs
40% Provinsi
UU 21/2001
UU 35/2008
UU 33/2004
UU 55/2005
46. 30
Penetapan Alokasi DBH Migas
Mekanisme Penentuan dan Perhitungan DBH SDA sebagaimana diatur dalam PP Nomor.
55 Tahun 2005, pasal 27 adalah sebagai berikut :
Menteri Teknis(KementerianESDM&BPMIGAS)menetapkandaerahpenghasildandasar1.
perhitungan DBH SDA paling lambat 60 hari sebelum tahun anggaran bersangkutan
dilaksanakan setelah berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Ketetapan
menteri teknis tersebut disampaikan kepada menteri Keuangan.
Dalam hal SDA berada pada wilayah yang berbatasan atau berada pada lebih dari satu2.
daerah, Mendagri menetapkan daerah penghasil SDA berdasarkan pertimbangan
menteri teknis terkait paling lambat 60 hari setelah diterimanya usulan pertimbangan
dari menteri teknis. Ketetapan Mendagri menjadi dasar perhitungan DBH SDA oleh
menteri teknis.
PenetapanalokasiDBHSDAMigasuntukmasing-masingdaerahditetapkanpalinglambat3.
30 hari setelah menerima ketetapan dari menteri teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), perkiraan bagian pemerintah, dan perkiraan unsur-unsur pengurang lainnya.
Secara sederhana, mekanisme penetapan alokasi DBH Migas digambarkan dalam bagan
berikut :
Sumber : Maryati Abdullah, 2010
Penyaluran DBH SDA Migas
Penyaluran DBH SDA Migas sebagaimana diatur dalam PP Nomor 55 Tahun 2005 pasal
29 adalah sebagai berikut :
Penyaluran DBH Migas dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan SDA Migas tahun1.
anggaran berjalan, secara triwulan, dengan cara melakukan pemindahbukuan dari
Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.
Penyaluran DBH SDA Migas ke daerah dilakukan dengan menggunakan asumsi dasar2.
harga minyak bumi tidak melebihi 130% (seratus tiga pulug persen) dari penetapan
dalam APBN tahun berjalan. Dalam hal asumsi dasar minyak bumi yang ditetapkan
dalam APBN Perubahan melebihi 130%, selisih penerimaan negara dari Migas sebagai
dampak dari kelebihan dimaksud dialokasikan dengan menggunakan formula DAU.
Menteri
Dalam Negeri
DepartemenTeknis
(ESDM-BP Migas)
Kepmendagri:
Daerah Penghasil
SDA Migas
Kepmen ESDM:
Dasar Perhitungan
DBH SDA Migas
Menteri
Keuangan
Permenkeu/PMK:
Perkiraan Alokasi
DBH Migas
60 hari
60 hari
60 hari
<TA
47. Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
31Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Waktu dan besarnya penyaluran DBH SDA Migas sebagaimana diatur oleh Keputusan
Menteri Keuangan adalah :
Periode Transfer DBH Migas ke Daerah
Periode Waktu Besaran Nilai (Rp)
Triwulan I (Desember -- Februari) 20% dari Perkiraan DBH
Triwulan II (Maret -- Mei) 20% dari Perkiraan DBH *
Triwulan III (Juni -- Agustus) Realisasi & Rekonsiliasi DBH
Triwulan IV (September -- November) Realisasi & Rekonsiliasi DBH
Mulai tahun 2011, 20% diubah menjadi 15% dari Perkiraan DBH
** DBH Ditransfer langsung ke Rekening Kas Daerah
*** Setiap tiga bulan sekali, terdapat forum rekonsiliasi, baik rekonsiliasi lifting maupun rekonsiliasi DBH yang
dihadiri oleh Kementerian ESDM, BPMIGAS, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah
Daerah (Dinas Pengelolaan Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah, serta Dinas Pertambangan Energi)
Pemantauan dan Evaluasi DBH SDA Migas
Sesuai dengan PP No. 55 Tahun 2005, pasal 32 dan 34 terkait pemantauan dan
pengawasan adalah :
Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas penggunaan anggaran1.
pendidikan dasar yang berasal dari DBH Migas.
Apabila hasil pemantauan dan evaluasi mengindikasikan adanya penyimpangan2.
penggunaan anggaran untuk alokasi pendidikan dasar, menteri Keuangan meminta
aparat pengawasan fungsional untuk melakukan pemeriksaan.
Hasil pemeriksaan tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam3.
pengalokasian DBH untuk tahun anggaran berikutnya.
Permasalahan Terkait DBH Migas
Secara umum titik kritis permasalahan DBH terdiri atas :
Minimnya akses publik terhadap informasi-informasi dasar terkait dengan pendapatan,1.
seperti : angka produksi, besarnya investmentcredit, costrecovery, DMO, dan Pajak Migas,
serta Dokumen KKS/PSC.
Lemahnya kapasitas pemerintah daerah dalam memahami mekanisme perhitungan2.
alur pendapatan dan bagi hasil Migas. Hal ini berakibat pada rendahnya kesadaran dan
keinginan pemerintah daerah untuk membuat prediksi DBH Migas untuk daerahnya
masing-masing.
Lemahnya kapasitas dan posisi tawar pemerintah daerah dalam forum-forum rekonsiliasi3.
lifting dan DBH yang diselenggarakan oleh Kementerian ESDM-BPMIGAS maupun oleh
Kementerian Keuangan.
48. 32
Persoalan keterlambatan bayar/transfer DBH dari pusat ke daerah. Hal ini menyebabkan4.
tertundanya beberapa program-program pembangunan di tingkat daerah, yang bisa
berakibat pada buruknya pelayanan publik dasar masyarakat di daerah.
Karakter industri ekstraktif Migas yang5. volatil, sangat fluktuatif dan tergantung dengan
harga pasar merupakan tantangan bagi pemerintah daerah untuk mampu membuat
perencanaanpembangunandalammengelolapendapatanDBHMigasuntukkebutuhan
masa mendatang dan berkelanjutan.
49. Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
33Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
LEMBAR KERJA 3.1
Aliran Dana dan Penerimaan Migas
Jawablah pertanyaan di bawah ini dalam diskusi kelompok :
Berdasarkan pada ketentuan, apakah pembagian hasil antara kontraktor dengan1.
pemerintah?
Apakah yang dimaksud dengan FTP,2. Cost Recovery, DMO dan DBH Migas?
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penerimaan Migas dalam RAPBN?3.
Isilah titik-titik pada bagan aliran Dana Migas berikut ini :4.
50. 34
Isilah titik-titik pada tabel skema DBH SDA Migas di bawah ini :
Proporsi DBH Minyak Bumi
Daerah
Daerah
(%)
NAD & Papua
(%)
Provinsi Penghasil Minyak Bumi ... ...
Kabupaten Penghasil Minyak Bumi ... ...
kabupaten Lain dalam satu Provinsi Penghasil Minyak
Bumi *
... ...
Alokasi Untuk Pendidikan Dasar * *
Provinsi Penghasil Minyak Bumi ... ...
Kabupaten Penghasil Minyak Bumi ... ...
kabupaten Lain dalam satu Provinsi Penghasil Minyak
Bumi
... ...
* Dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan
** Mulai diberlakukan sejak Anggaran Tahun 2009, disalurkan melalui departemen teknis, dan dilakukan peman-
tauan & Evaluasi oleh Kementrian Keuangan.
Proporsi DBH Gas Bumi
Daerah
Daerah
(%)
NAD & Papua
(%)
Provinsi Penghasil Minyak Bumi ... ...
Kabupaten Penghasil Minyak Bumi ... ...
kabupaten Lain dalam satu Provinsi Penghasil Minyak
Bumi *
... ...
Alokasi Untuk Pendidikan Dasar * *
Provinsi Penghasil Minyak Bumi ... ...
Kabupaten Penghasil Minyak Bumi ... ...
kabupaten Lain dalam satu Provinsi Penghasil Minyak
Bumi
... ...
* Dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan
** Mulai diberlakukan sejak Anggaran Tahun 2009, disalurkan melalui departemen teknis, dan dilakukan peman-
tauan & Evaluasi oleh Kementrian Keuangan.
51. Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
35Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Sesi 4 : Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery, DMO dan Pajak
Migas
““Dalam menelusuri penerimaan Migas, terdapat konsep dan kebijakan tertentu
sebagai dasar dalam melakukan perhitungan penerimaan/pendapatan Migas“
Tujuan Memahami konsep dan ketentuan tentang lifting, ICP, FTP, Cost Recovery,
DMo dan Pajak Migas sebagai dasar dalam melakukan perhitungan
penerimaan Migas
Waktu 60 Menit
Metode Presentasi oleh narasumber1.
Tanya jawab forum2.
Membaca bahan bacaan3.
Menyelesaikan Lembar Kerja melalui kerja kelompok4.
Diskusi forum dan rekomendasi sesi5.
Bahan Bacaan 4.1. Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery, DMo dan Pajak Migas
Lembar Kerja Lembar Kerja 4.1
Alat & Bahan Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop.
TAHAPAN FASILITASI :
1. Pengantar
Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini.
Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi
masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit)
2. Presentasi Narasumber
Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang Aliran Dana dan Penerimaan dari
Minyak dan Gas Bumi dan tentang Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Migas. Jika tidak ada
narasumber, langsung melangkah pada tahapan ke-4. (waktu : 10 menit)
3. Tanya Jawab Forum
Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum terkait dengan paparan yang
disampaikan narasumber dan fasilitator mencatat pembahasan-pembahasan kunci
forum pada kertas plano yang tersedia (waktu : 15 menit)
4. Membaca Bahan Bacaan
Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 4.1. (Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery,
DMO, dan Pajak Migas) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca
bahan bacaan (waktu : 5 menit)
52. 36
5. Menyelesaikan Lembar Kerja Secara Berkelompok
Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok
terdiri atas 4 sampai 6 orang)
Fasilitatormembagilembarkerjakepadasetiapkelompok,kemudianmempersilahkan
tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar
kerja yang ada (waktu : 10 menit)
Fasilitator mengumpulkan hasil kerja dari masing-masing kelompok
6. Diskusi Forum dan Rekomendasi Sesi
Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan jawaban dan hasil kerja tiap-tiap
kelompok
Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan
titik kunci dari tema pembahasan di sesi 1 dan sesi 2.
Fasilitator menuliskan persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas
plano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan
ingatan peserta)
Jikadalamprosesdiskusiterdapatpertanyaanyangtidakdapatdijawabatauterdapat
rekomendasi sesi, catat pada ‘lembar parking’ yang tertempel pada dinding, untuk
dibahas pada saat yang tepat.
Alokasi waktu : 15 menit
53. Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
37Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
BAHAN BACAAN 4.1
Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery,
DMO dan Pajak Migas
Beberapa konsep dan ketentuan yang berlaku dalam penerimaan Migas antara lain :
Lifting
Lifting adalah hasil produksi minyak yang telah dijual atau dengan kata lain produksi
minyak yang telah memiliki nilai komersial. Nilai lifting dari minyak dihitung dari titik
penyerahan/penjualan minyak. Nilai lifting untuk minyak disajikan dalam satuan barel (bbl),
sedangkan untuk gas dalam satuan mmcf (million cubic feet). Selain dalam satuan tersebut,
anggaran lifting juga dicantumkan dalam harga dollar, yang merupakan hasil perkalian
antara volume lifting migas dengan harga minyak sesuai ICP (Indonesian Crude Price), atau
harga gas sesuai Perjanjian Penjualan Gas (PPG)/Gas Sales Agreement (GSA).
Hasil lifting ini disebut juga sebagai penghasilan kotor (gross revenue) karena
belum dipotong biaya. Sebagaimana menghitung keuntungan, faktor biaya juga harus
diperhitungkan sebagai pengurang lifting dalam menghitung pembagian produksi. Jika
lifting melebihi biaya, maka selisihnya merupakan porsi keuntungan produksi migas yang
dapat dibagikan kepada negara dan KPS. Sebaliknya, jika lifting lebih kecil daripada biaya,
maka tidak ada porsi produksi migas yang dapat dibagikan. Dengan kata lain, prioritas
penggunaan lifting digunakan terlebih dahulu untuk menutupi seluruh biaya. Baru setelah
itu, kelebihannya dapat dibagikan sebagai keuntungan.
Sesuai dengan ketentuan dalam PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
(pasal 28), dasar perhitungan realiasi DBH SDA Migas didasarkan atas realiasi lifting Minyak
Bumi dan atau Gas Bumi dari Departemen Teknis (BPMIGAS, ESDM).
Faktor-faktor yang mempengaruhi Lifting 15
:
Tingkat keberhasilan pengeboran sumur pada tahap eksplorasi hingga menghasilkan1.
Minyak (tahap produksi)
Fasilitas teknis, teknologi, serta sarana dan prasarana yang dimiliki untuk melakukan2.
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
Jumlah dan kualitas SDM yang digunakan dalam proses eskplorasi dan eksploitasi3.
Penurunan produksi secara alamiah pada lapangan produksi tua (4. natural decline rate 8%
- 12%)
Lapangan baru belum tentu seketika dapat menaikkan produksi5.
15
Bahan presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010
54. 38
Faktor naik turunnya harga minyak dunia yang berpengaruh pada ICP6.
Data terkait lifting minyak berada pada departemen teknis terkait, yakni BPMIGAS dan
Ditjen Migas-Kementerian ESDM. Saat ini Ditjen Migas mengembangkan situs online untuk
memantau perkembangan lifting, yakni : http://lifting.migas.esdm.go.id/. Dilihat dari tingkat
kerahasiaan data, lifting termasuk data umum yang tidak dirahasiakan 16
.
Lifting merupakan salah satu informasi penting yang seharusnya dapat diakses oleh
publiksetiapwaktu.Informasiliftingmerupakaninformasipentingterutamabagimasyarakat
dan pemerintah daerah yang wilayahnya merupakan daerah penghasil Migas. Selain untuk
memantau tingkat produksi Migas di wilayahnya, informasi lifting juga dapat dijadikan
pegangan oleh Pemda ketika melakukan rekonsiliasi dengan pemerintah pusat. Selain itu,
informasi lifting juga bermanfaat bagi Pemda dalam membuat prediksi penerimaan daerah
yang akan memudahkan dalam proses perencanaan daerah.
Kinerja Lifting
Salah satu kinerja lifting Migas kita dapat dilihat pada tabel di bawah ini 17
:
Sumber : Laporan BP Migas, 2009.
16
Pasal 22, PP No.35 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Migas
17
sumber : Laporan Tahunan BP Migas, 2009
Lifting Minyak dan Kondensat
400.0000
300.0000
200.0000
100.0000
0
2004 2005 2006 2007 2008
342.7600
188.4600
154.3000
330.1600
192.5200
137.6400
344.9500
217.5000
127.4500
328.0900
192.1800
132.9100
338.8300
215.1900
123.6400
JutaBarel/Tahun
Ekspor Domestik Total
Lifting Gas Bumi
3000.0000
2250.0000
1500.0000
750.0000
0
2004 2005 2006 2007 2008
2141.9800
536.1600
1605.8199
2079.3701
551.7400
1527.6300
2314.3000
853.5900
1460.7100
2313.8401
921.5200
1392.3199
2439.0901
1061.7200
1377.3700
MMBTUEquivalent/Tahun
Ekspor Domestik Total
55. Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
39Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
ICP (Indonesian Crude Price)
Kata lain dari ICP adalah harga minyak mentah Indonesia. ICP merupakan harga rata-rata
minyak mentah Indonesia di pasar internasional yang dipakai sebagai indikator perhitungan
bagi hasil minyak. ICP merupakan basis harga minyak mentah yang digunakan dalam APBN.
ICP ditetapkan setiap bulan dan dievaluasi setiap semester.
Sesuai dengan karakteristik dan kualitasnya, sampai dengan saat ini terdapat 50 jenis
minyak mentah Indonesia yang masing-masing mempunyai harga yang berbeda. 50 jenis
ICP tersebut pada dasarnya terbagi dalam 3 kelompok, yaitu :
8 jenis minyak mentah (SLC, Cinta, Widuri, Duri, Attake, Belida, Arjuna, dan Senipah1.
Condensate), dimana harganya berdasarkan formula ICP yang mengacu pada publikasi
APPI, RIM dan PLATT’S;
1 jenis minyak mentah (2. BontangReturnCondensate/BRC) harganya dihitung berdasarkan
publikasi MOPS Naphta;
41 jenis minyak mentah lainnya harganya dihitung berdasarkan formula yang mengacu3.
pada 8 jenis ICP tersebut di atas (point 1)
Faktor-faktor yang mempengaruhi ICP 18
:
ICP sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar minyak internasional.1.
Kondisi pasar minyak internasional yang mempengaruhi ICP yaitu :2.
Faktor fundamental
Faktor yang dipengaruhi mekanisme penawaran (produksi, stok, kondisi kilang,
fasilitas pipa dan kebijakan produksi) dan permintaan (tingkat pertumbuhan
ekonomi, kebutuhan, musim, dan ketersediaan teknologi sumber tenaga alternatif)
Faktor non-fundamental
Faktor lain di luar mekanisme penawaran dan permintaan, seperti : kekhawatiran
pasar akibat gangguan politik, keamanan, dan aksi spekulasi di pasar minyak.
Mekanisme Penetapan ICP 19
:
Sejak periode 1968 s.d. 1989, harga resmi minyak mentah Indonesia (ICP) ditetapkan
dengan mengacu Patokan Minyak mentah OPEC dan Penerapan TRP (Tax Reference Price)
untuk perhitungan pajak KPS, dan ASP (Agreed Selling Price) - untuk harga ekspor. Sejak April
1989 diberlakukan Formula ICP. ICP ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini oleh menteri
yang membawahi bidang perminyakan.
1. Prosedur Penetapan Formula ICP
Formula ICP diterapkan atau digunakan untuk menghitung delapan jenis minyak
mentah/ kondensat utama Indonesia. Sedangkan untuk jenis minyak mentah Indonesia
18
Bahan Presentasi di situs Direktorat PNBP, DitJen Anggaran, Kementerian Keuangan
19
idem
56. 40
lainnya, penetapan ICP-nya dikaitkan dengan delapan jenis minyak mentah tersebut
berdasarkan persamaan spesifikasi/kualitas dan berdasarkan pendekatan relative value.
Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan, April 2009
2. Prosedur Penetapan Provisional ICP (ICP sementara)
Untuk minyak mentah atau kondensat produksi baru, sebelum ditetapkan official ICP
oleh Pemerintah (Kementerian ESDM), terlebih dahulu ditetapan provisional ICP. Dasar
penetapan provisional ICP adalah mengingat tingkat produksi dan kualitasnya belum
stabil (tahap produksi awal). Setelah tingkat produksi dan kualitasnya stabil, akan ditetap
official ICP oleh Pemerintah (Kementerian ESDM).
Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan, April 2009
Prosedur Penetapan Formula ICP
Dinas Pengembangan Pasar Migas
Divis Pemasaran-BP Migas-
TimTeknisTim Harga
Pembeli Minyak Mentah dan
LNG Buyers Forum
Manager Level Meeting
TIM HARGA
Surat Usulan
Tembusan: Menteri Keuangan
& Kepala BP Migas
Surat Penetapan
Tembusan:
- Menteri Keuangan
- Kepala BP Migas
- PT. Pertamina (Persero)
Menteri ESDM
Rencana Perubahan/
Penyesuaian Formula ICP
Tanggapan/
Masukan
IPA
(Indonesian Petroleum Association)
Prosedur Penetapan Provisional ICP (ICP Sementara)
Deputi Finek dan Pemasaran BP Migas
Surat Permintaan/Usulan KKKS Divisi Pemasaran-BP Migas
(Dinas Pengembangan Pasar Migas)
Usulan
57. Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
41Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
3. Prosedur Penetapan Official ICP
Berikut prosedur penetapan harga official ICP yang ditetapkan oleh Pemerintah, official
ICP tersebut adalah untuk suatu jenis minyak mentah atau kondensat baru yang selama
ini telah diberlakukan provisional ICP.
Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan, April 2009
4. Proses Usulan Penetapan ICP Baru dan Penyesuaian Existing ICP (individual)
Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan, April 2009
Prosedur Penetapan Official ICP
Sekretaris I & IITim Harga
KKKS mengirimkan Surat Permintaan/Usulan
Penetapan Official ICP kepada KetuaTim Harga
KETUATIM
Tembusan
Tanggapan
Tanggapan
usulan
TIM
Menteri ESDM
- Rencana Pemasaran
- Respon Pasar
Pengolahan
KKK
Pemasaran
LNG
Proses Usulan Penetapan Harga Minyak Mentah (ICP) Baru
dan Penyesuaian Existing ICP
Tanggapan
KKKS mengirimkan Surat Permintaan Penetapan Harga ICP kepada KetuaTim Harga
KETUATIM HARGA
Sekretaris I & II
Tim Harga
TimTeknis
Meneri ESDM
- Rencana Pemasaran
- Respon Pasar
Pengolahan
Pertamina
KPS
Pemasaran
LNG
Pertamina
58. 42
Formulasi ICP 20
:
1. Formulasi ICP harus memenuhi empat prinsip utama :1.
fairness & transparency (jelas, objektif, dan transparan);
International competitiveness (dapat bersaing dengan harga minyak mentah dari
kawasan atau negara lain);
Stability (formula relatif stabil dan ICP yang dihasilkan dari formula tidak fluktuatif);
Continuity (diberlakukan dalam periode yang cukup panjang)
Untuk memenuhi 4 prinsip dimaksud, formula ICP mengacu pada publikasi yang2.
diterbitkan oleh lembaga independen internasional (APPI, RIM dan PLATT’S)
Metode3. assesment harga minyak mentah Indonesia :
APPI RIM & PLATT’S
Input
Panelis (producers, traders &
refiners)
Rapporteur (laporan)
Publikasi 2 x dalam seminggu Harian
Fokus indikasi harga Pasar Asia Pasifik
RIM: Pasar Jepang dan (Asia Pasifik)
PLATT’S: pasar internasional
Formula ICP diberlakukan sejak april 1989, yang dalam perkembangannya terus4.
dievaluasi untuk dilakukan penyesuaian
Sampai dengan saat ini telah dilakukan delapan kali penyesuaian5.
Penyesuaian formula harga dilakukan untuk :6.
merefleksikan perkembangan pasar
mengoptimalkan penerimaan negara
kelancaran operasional
Penyesuaian existing ICP minyak mentah/kondensat, dapat dilakukan jika terjadi :
perubahan spesifikasi
Adanya pencampuran dengan minyak mentah/kondensat lainnya, yang
mengakibatkan perubahan spesifikasi
Perubahan nilai serap pasar (premium/discount)
UntukmenjagaakurasidariICPagardapatmencerminkanhargasebenarnya,setiapenam7.
bulan tim harga melakukan evaluasi kinerja dari hasil publikasi-publikasi yang dijadikan
acuan pada formulasi ICP dengan publikasi-publikasi lainnya serta membandingkan
dengan perbandingan harga minyak tertentu dari beberapa publikasi yang ada.
Formula ICP yang berlaku saat ini :8.
Periode Juli 2007 -- Juni 2009 (24 bulan)
ICP = 50% RIM + 50% PLATT’S
Keterangan :
RIM : Badan Independen berpusat di Tokyo dan Singapore yang menyediakan data
harga minyak untuk pasar Asia Pasifik dan Timur Tengah
PLATT’S : Penyedia jasa informasi energi yang berpusat di Singapura
20
ibid
59. Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
43Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Perkembangan Harga Minyak Mentah Indonesia 21
:
Kinerja Formula ICP 22
:
Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan
Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan
21
ibid
22
ibid
Perkembangan Harga Minyak Mentah Indonesia dan
Internasional Tahun 2003-2009
120
100
80
60
40
20
0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
Basket OPEC
Rata2 ICP
Brent (IPE)
WTI (NYMEX)
ICP Sumatera Light Crude (SLC)
Keterangan:
1. Spesifikasi/kualitas minyak mentah Brent danWTI lebih baik dari rata-rata minyak Indonesia sehingga harganya lebih
baik dari harga minyak mentah Indonesia
2. SLC adalah benchmark (patokan utama) minyak mentah Indonesia (produksi terbesar)
3. (*) Status s.d bulan Februari 2009
US$/brl
Perkembangan Rata-rata ICP terhadap Harga Minyak
WTI & Brent Periode Juli 2007- Februari 2009 (20 bulan)
140.00
113.75
87.50
61.25
35.00
Jul 07 Aug Sep Okt Nov Des Jan 08 Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan 09 Feb
US$/brl
WTI/NYMEX
Brent (IPE)
Rata-rata ICP
60. 44
First Trance Petroleum (FTP)
Terdapat kebutuhan negara untuk segera mendapatkan bagian produksi Migas tanpa
harus menunggu sampai KPS untung. Padahal, KPS membutuhkan waktu yang tidak
sebentar untuk mencapai keuntungan. Hal tersebut dikarenakan biaya yang harus ditutup
oleh pendapatan dari lifting meliputi biaya yang terjadi pada tahun berjalan maupun tahun-
tahunsebelumnyayangmerupakansunkcost(biayayangsudahterjadisebagaikonsekuensi
dari kegiatan usaha).
Untuk mengatasi hal ini, negara memasukkan unsur First Trance Petroleum (FTP) kedalam
PSC. FTP merupakan jaminan bagi negara (dan KPS) untuk segera memperoleh bagi hasil
produksi migas, sebagai keuntungan yang diterima dimuka, meskipun dalam kenyataannya
KPS belum mampu meraih keuntungan. FTP dinyatakan dalam prosentase tertentu dari nilai
lifting. Sebagai contoh, FTP 20% berarti sejumlah 20% dari nilai lifting dalam suatu periode
dapat langsung dibagikan kepada negara (dan KPS) sebagai keuntungan dimuka, tanpa
mempertimbangkan apakah KPS telah meraih tingkat keuntungan. Jadi, meskipun angka
lifting lebih rendah daripada biaya yang harus dibebankan dalam suatu periode, negara dan
KPS tetap mendapatkan porsi bagian produksi terlebih dahulu 23
.
Pembagian produksi Migas diantara pemerintah dan kontraktor mengikuti porsi yang
telah disepakati dalam Production Sharing Contract (PSC), misalnya 85% : 15% untuk minyak
dan 60% : 40% untuk gas, bersih setelah pajak (netaftertax). Arti dari pembagian porsi diatas
adalah: 85% hasil produksi minyak dan atau 60% produksi gas adalah untuk negara. Sisanya,
yakni: 15% hasil produksi minyak dan atau 40% hasil produksi gas adalah untuk KPS.
Cost Recovery
Biaya operasi yang timbul dalam pelaksanaan kontrak PSC diganti atau ditanggung oleh
pemerintah. Kontraktor membayar terlebih dahulu (menalangi) nilai pengeluaran untuk
biayaoperasi.Selainmenyediakandana,kontraktorwajibmenyediakanteknologi,peralatan
dan keahlian yang diperlukan untuk eksplorasi dan eksploitasi migas dan menanggung
semua risiko yang timbul. Penggantian biaya operasi oleh pemerintah dalam perhitungan
bagi hasil disebut sebagai Cost Recovery.
Pendapatan yang diperhitungkan dalam perhitungan bagi hasil adalah nilai pendapatan
yang merupakan nilai produksi atau lifting yang biasanya merupakan nilai pengiriman/
penyerahan untuk ekspor maupun domestik dari minyak dan gas bumi. Sementara itu,
jumlah biaya yang merupakan cost recoverable selama tahun tertentu terdiri dari :
Investment Credit Insentive1. . Investment Credit adalah insentif yang diberikan
oleh pemerintah kepada kontraktor untuk merangsang kontraktor menambah
investasinya. Insentif diberikan berupa pengembalian (recovery) sejumlah nilai
tertentu (biasanya sebesar persentase tertentu yang ditetapkan dalam kontrak) dari
investasi yang langsung berhubungan dengan pembangunan fasilitas produksi
23
Sumber : dikutip dari tulisan Viet Rochman Mudiarto, www.akuntansi-psc.blogspot.com
61. Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas
45Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
migas (direct production oil/ gas facilities).
Cost Recovery2. (CR) yang merupakan biaya operasi yang dimintakan penggantiannya
yang terdiri atas biaya eksplorasi, biaya produksi (termasuk penyusutan), dan biaya
administrasi (termasuk interest recovery).
Tabel di bawah ini menggambarkan nilai cost recovery dalam realisasi perhitungan bagi
hasil operasi minyak bumi selama periode 2001-2005.
Tabel Perhitungan Bagi Hasil Dari Operasi Minyak Bumi (Oil Operation)
Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005
Lifting Ribu Barrels
(MMBL)
436.402 407.136 367.835 337.070 364.375
Revenue (USD 000) 10.305.587 10.009.023 10.557.198 12.354.540 19.203.739
Cost Recovery (USD 000) 2.729.609 3.055.054 3.177.983 3.181.713 4.358.532
ETBS (USD 000) 7.575.978 6.953.969 7.379.215 9.172.827 14.845.207
Government Share (USD
000)
6.599.327 6.288.679 6.691.213 8.267.043 13.015.574
Contractor Share (USD
000)
976.651 665.290 688.002 905.784 1.829.633
Sumber : Diolah dari Laporan BP MIGAS
Tabel di atas menggambarkan adanya kenaikan nilai pendapatan negara dari
penambangan minyak dan gas bumi selama periode 2001-2005. Sumber utama dari
kenaikanpenerimaanituadalahakibatdarikenaikanhargakeduakomoditiitudipasardunia.
Kedua tabel itu menggambarkan bahwa kenaikan volume lifting minyak dan gas bumi tidak
begitu besar. Lambatnya kenaikan produksi migas itu, antara lain adalah karena lambatnya
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas karena adanya gangguan pada stabilitas nasional
sejak terjadinya krisis perekonomian tahun 1997-1998.
Berbagai Masalah dalam Penerapan Konsep Cost Recovery
Permasalahan yang mungkin timbul dari penerapan konsep cost recovery antara lain :
Adanya upaya untuk menghindari pembayaran pajak (1. tax avoidance), menggelapkan
pajak (tax evasion), maupun ketidakpatuhan terhadap aturan pajak (noncompliant).
Laporan atas pendapatan yang terlalu rendah (2. missreporting)
Perhitungan biaya yang terlalu tinggi (3. mark up)
Praktek4. transfer pricing (penjualan minyak dengan harga lebih rendah kepada anak
perusahaan atau perusahaan yang terafiliasi kepada perusahaan tersebut)
Perbedaan penafsiran terhadap hal-hal yang tidak diperhitungkan atau dikecualikan5.
62. 46
(exemption) dalam perhitungan besarnya beban pajak ataupun komponen yang dapat
dikurangkan (deduction) dari perhitungan beban tersebut.
Dengan demikian, untuk permsalahan-permasalahan yang dapat merugikan
penerimaan negara tersebut, perlu memperhatikan hal-hal berikut ketika mendesain
maupun mengontrol pelaksanaan cost recovery :
Bagaimana laporan tentang produksi (1. lifting) migasnya?
Bagaimana pemasaran produk tersebut, dilihat dari volume, harga yang berlaku, serta2.
kemungkinan terjadinya transfer pricing?
Komponen-komponen apa saja yang masuk dalam perhitungan biaya yang dapat3.
dicover (recoverable cost)?
Dalam pengadaan barang dan jasa perlu juga dicek apakah ada kemungkinan terjadinya4.
over pricing dari supplier milik sendiri?
Komponen apa saja yang dapat dikecualikan (5. exemption) dalam menghitung biaya-
biaya yang akan dicover?
Komponen apa saja yang dapat dikeluarkan (6. deductables) dari perhitungan biaya ?
Jika perhitungan cost recovery tidak cermat dan definisinya tidak tegas, akan dapat
merugikan pemerintah atau perusahaan Migas. Di satu pihak, biaya yang dapat dibayar
kembali (recoverable cost) itu seyogyanya dapat memberikan insentif bagi perusahaan
Migas dalam melakukan kegiatan usahanya yang berisiko tinggi tersebut. Di pihak lain,
biaya produksi yang tidak rasional akan mengurangi equity to be split (ETBS) sehingga
mengurangi resiko porsi yang akan dibagi oleh pemerintah dengan perusahaan Migas.
Dalam biaya produksi yang terlalu tinggi itu, perusahaan bisa saja telah mengambil
keuntungan terlebih dahulu yang disembunyikan dalam bentuk biaya. Praktik seperti ini
akan merugikan pemerintah.
Temuan BPK-RI selama periode 2004-2005
Hasil pemeriksanaan BPK-RI atas cost recovery beberapa KKKS untuk tahun buku 2004 dan
2005 mencerminkan masih perlunya peningkatan kontrol BPMIGAS dan Kementerian ESDM pada
implementasi cost recovery. Hasil pemeriksaan itu sudah disampaikan ke DPR-RI per 8 Agustus 2006.
Nilai seluruh Temuan Pemeriksaan BPK itu lebih dari Rp 14,20 Triliun. Jumlah ini merupakan nilai
koreksi pengurangan costrecovery yang direkomendasikan BPK-RI untuk perhitungan bagi hasil sesuai
kontrak PSC pada lima KKKS tersebut di atas. Cost recoverable yang terlalu tinggi itu telah mengurangi
porsi pemerintah atas penambangan minyak dan gas bumi.
Domestic Market Obligation (DMO)
Domestic Market Obligation diatur dalam peraturan pemerintah No 35 tahun 2004,
Bab V Pasal 46, yaitu kontraktor ikut bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan
minyak bumi untuk keperluan dalam negeri, di mana besaran kewajiban kontraktor adalah
paling banyak 25 % dari bagiannya. Besaran tetap dari persentase DMO ini ditetapkan
oleh Menteri. Besarnya DMO ini adalah hasil penjumlahan contractor share dengan FTP