Model interlinkage antara Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas dengan lembaga desa bertujuan untuk meningkatkan kinerja ekonomi pedesaan melalui pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan sektor pertanian. Model ini mencakup identifikasi sumber daya lokal, perencanaan program, pendanaan, pelaksanaan pendampingan, dan monitoring evaluasi untuk memaksimalkan potensi lokal dan meningkat
Bab 6 sosio ekonomi - Pembangunan
slide -https://www.canva.com/design/DAElXycKSxs/_llEs75UnEYHYQUQjMgISA/view?utm_content=DAElXycKSxs&utm_campaign=designshare&utm_medium=link&utm_source=publishpresent
Bab 6 sosio ekonomi - Pembangunan
slide -https://www.canva.com/design/DAElXycKSxs/_llEs75UnEYHYQUQjMgISA/view?utm_content=DAElXycKSxs&utm_campaign=designshare&utm_medium=link&utm_source=publishpresent
UMKM merupakan suatu bisnis di bidang usaha yang dikelola oleh individu atau perorangan dengan standar tertentu dalam lingkup yang kecil. Peraturan mengenai UMKM ini telah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. Kebanyakan masyarakat masih berpikir bahwa UMKM hanya memberikan keuntungan bagi beberapa pihak saja. Padahal sebenarnya UMKM memiliki peran yang cukup signifikan dalam mengatasi pengangguran yang ada di Indonesia. Hal tersebut mampu ditunjukkan dengan UMKM merekrut para tenaga kerja yang belum memiliki pekerjaan atau mengganggur. UMKM juga memiliki andil dalam pendapatan daerah maupun negara di Indonesia.
UMKM berperan secara signifikan terhadap pembangunan ekonomi nasional serta penyaluran berbagai hasil dari pembangunan. Pada saat krisis ekonomi yang pernah menimpa Indonesia beberapa tahun lalu, masyarakat mengetahui bahwa banyaknya usaha dalam skala besar mengalami kelumpuhan bahkan berhenti aktivitasnya, mengingat pengalaman tersebut maka sektor swasta akan lebih difokuskan pada sektor UMKM. Karena unit usaha ini sering diabaikan yang disebabkan oleh pendapatannya masih dalam rasio kecil dan belum mampu melawan berbagai sektor usaha lainnya. Oleh karena itu, UMKM berperan penuh terhadap pendapatan daerah dan negara di Indonesia.
UMKM juga mengolah beranekaragam Sumber Daya Alam di setiap daerah dan berpotensi dalam usahanya. Hal tersebut menunjukkan bahwa UMKM berperan penuh terhadap pendapatan daerah dan negara Indonesia. Oleh karena itu, pada penulisan makalah ini, penulis akan membahas lebih lanjut mengenai sejarah dan perkembangan UMKM baik di Indonesia maupun Asia Tenggara serta permasalahan-permasalahan umum yang sering terjadi pada UMKM beserta solusinya.
UMKM merupakan suatu bisnis di bidang usaha yang dikelola oleh individu atau perorangan dengan standar tertentu dalam lingkup yang kecil. Peraturan mengenai UMKM ini telah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. Kebanyakan masyarakat masih berpikir bahwa UMKM hanya memberikan keuntungan bagi beberapa pihak saja. Padahal sebenarnya UMKM memiliki peran yang cukup signifikan dalam mengatasi pengangguran yang ada di Indonesia. Hal tersebut mampu ditunjukkan dengan UMKM merekrut para tenaga kerja yang belum memiliki pekerjaan atau mengganggur. UMKM juga memiliki andil dalam pendapatan daerah maupun negara di Indonesia.
UMKM berperan secara signifikan terhadap pembangunan ekonomi nasional serta penyaluran berbagai hasil dari pembangunan. Pada saat krisis ekonomi yang pernah menimpa Indonesia beberapa tahun lalu, masyarakat mengetahui bahwa banyaknya usaha dalam skala besar mengalami kelumpuhan bahkan berhenti aktivitasnya, mengingat pengalaman tersebut maka sektor swasta akan lebih difokuskan pada sektor UMKM. Karena unit usaha ini sering diabaikan yang disebabkan oleh pendapatannya masih dalam rasio kecil dan belum mampu melawan berbagai sektor usaha lainnya. Oleh karena itu, UMKM berperan penuh terhadap pendapatan daerah dan negara di Indonesia.
UMKM juga mengolah beranekaragam Sumber Daya Alam di setiap daerah dan berpotensi dalam usahanya. Hal tersebut menunjukkan bahwa UMKM berperan penuh terhadap pendapatan daerah dan negara Indonesia. Oleh karena itu, pada penulisan makalah ini, penulis akan membahas lebih lanjut mengenai sejarah dan perkembangan UMKM baik di Indonesia maupun Asia Tenggara serta permasalahan-permasalahan umum yang sering terjadi pada UMKM beserta solusinya.
Recommendations for the Finnish forest-based bioeconomy R&DBiotalous.fi
Forest bioeconomy NRA
Recommendations for the Finnish forest-based bioeconomy R&D
By the Finnish National Support Group to the Forest-based Sector Technology Platform
FTP Finnish NSG task force group:
Leena Paavilainen Luke (chair of the group)
Johanna Buchert VTT (Luke)
Christine Hagström-Näsi FIBIC
Timo Heikka Stora Enso
Eeva Jernström LUT
Erno Järvinen MTK
''La Administración Deportiva no es más que la aplicación del proceso administrativo utilizado por la Administración de Empresas en General (Planear, organizar, dirigir, ejecutar y controlar), así como el uso, e implementación de todas aquellas habilidades humanas, técnicas y conceptuales que necesita el administrador para llevar a cabo una gestión efectiva.
Adquiere un carácter deportivo cuando esas habilidades de Administración y gestión, son aplicadas en aquellas entidades e instituciones deportivas que lo requieren para la consecución pertinente de sus objetivos, igualmente para cuando se hace necesario desarrollar programas, proyectos y eventos con fines deportivos, de recreación, de actividad física, ocio y de aprovechamiento del tiempo libre''.
DT. ALBERTO FREDDY CIERTO LINO
Interlinkage LPPM dengan Kelembagaan Desa dalam ACFTA
1. 1
MODEL INTERLINKAGE LPPM UNIVERSITAS DENGAN LEMBAGA
DESA DALAM MENINGKATKAN KINERJA PEREKONOMIAN
PERDESAAN DI ERA PERDAGANGAN BEBAS
Tri Cahyono dan Arif Dwi Hartanto
Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya, Malang 2010
Pendahuluan
Keberadaan sebuah lembaga baik formal maupun informal yang mampu
mengangkat perekonomian masyarakat kelas pinggiran dalam konteks
perdagangan bebas dirasa sangatlah dibutuhkan. Khususnya dalam rangka
membantu pembangunan kekuatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
dan sektor pertanian ditengah gempuran produk-produk asing pasca
diberlakukannya ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA).
Bila melihat data BPS tahun 2006, bahwasannya UMKM di Indonesia
menghegemoni unit-unit usaha yang beredar dengan rincian sebesar 99,75% dan
hanya 0,19% merupakan usaha skala besar. Selang dua tahun kemudian, yaitu
2008 meningkat menjadi 99,99% dari total unit usaha, dengan sumbangan 3
sektor terbesar mencapai 85%. Tiga sektor terbesar tersebut adalah pertanian,
perdagangan, dan jasa dimana masing-masing menyumbang sebesar 26,40 juta,
14,79 juta, dan 2,18 juta unit usaha.
Selain itu, bila menilik sektor-sektor basis padat karya (pertanian) di
perdesaan dari hari ke hari semakin mengalami degradasi. Padahal penyerapan
tenaga kerja di sektor pertanian yang berada di perdesaan berdasarkan data BPS
tahun 2007 sebesar 42,61 juta jiwa dan sektor industri pada tahun yang sama
hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 12,09 juta jiwa. Kenyataan ini
sungguh ironi ketika data lain menyebutkan sebanyak 23,61 juta penduduk miskin
berada di daerah perdesaan yang pada umumnya terlibat dengan sektor pertanian,
dan dari 72 persen adalah subsektor pertanian pangan (BPS, 2007).
Tak hanya itu, dilema sektor pertanian semakin memprihatinkan ketika
produktivitas jauh dari harapan. Pada tahun 1997 seorang pekerja pertanian hanya
menghasilkan output sebesar Rp. 1,7 juta selama satu tahun, sedangkan seorang
pekerja sektor indutri dapat menghasilkan Rp. 9,5 juta di tahun yang sama.
Sedangkan selang beberapa tahun kemudian, pada tahun 2005 pekerja sektor
2. 2
pertanian menghasilkan Rp. 6,1 juta, sementara pekerja sektor industri dapat
memperoleh hingga Rp. 41,1 juta (Suman, 2008).
Melihat mirisnya kondisi tersebut, sebuah model interlinkage Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Univeritas dengan lembaga desa
(rural institutions) dirasa sangat tepat untuk diaplikasikan. Model kebijakan ini
tidak lepas dari peran serta civitas akademika dan fungsinya yang tertuang dalam
“Tri Darma Perguruan Tinggi”. Sehingga dalam hal ini bukan sekedar
interlinkage yang tercipta secara sporadis, tetapi berkelanjutan. Maka, seperti apa
model interlinkage ini sehingga bisa meningkatkan kinerja perekonomian
perdesaan di era perdagangan bebas adalah pertanyaan dasar yang harus segera
direalisasikan agar bangsa ini menjadi lebih baik di era globalisasi.
Model Interlinkage LPPM Universitas dan Lembaga Desa
Secara umum, model interlinkage antara dua hubungan lembaga ini sangat
penting. Pihak universitas menyediakan orang-orang yang kapabel, khususnya di
bidang pembangunan perdesaan dan pertanian sehingga keberadaannya memang
benar-benar dapat membantu permasalahan pada tingkat akar rumput di
masyarakat. Sedangkan lembaga desa disini dapat bertsifat formal maupun
informal (bentukan dari masyarakat sendiri yang independent). Adapun kerangka
kerja (conceptual framework) proses perencanaan dan pelaksanaan dari model ini
akan dilakukan dalam beberapa tahapan utama :
1. Identifikasi
Pada tahapan ini, tim teknis dari pihak universitas bersama stakeholder
melakukan kajian lebih lanjut berkaitan dengan ketersediaan sumberdaya
potensial yang ada di desa. Tentunya, tim teknis harus memiliki draft penilaian
tersendiri (kriteria) mengenai sumberdaya potensial yang mampu masuk ke
pasar lokal maupun internasional.
2. Perencanaan
Perencanaan adalah suatu cara berpikir mengenai persoalan sosial
ekonomi, berorientasi utama pada masa depan, berkenaan dengan hubungan
antara tujuan dan keputusan-keputusan kolektif dan mengusahakan
kebijaksanaan dan program yang menyeluruh (Wahyudi, 2007).
3. 3
Dalam proses perencanaan ini, hasil identifikasi yang telah dilakukan
oleh tim teknis dipaparkan secara gamblang kepada masyarakat. Selanjutnya
tim teknis bersama masyarakat dan institusi desa merumuskan sebuah program
yang jelas (bagaimana memulai usaha, bagaimana pendistribusian barang,
strategi memasuki pasar dan bagaimana mengembangkan usaha dan
memperluas jaringan pemasaran). Perencanaan memegang peran yang sangat
krusial lantaran berkaitan dengan proses pencapaian.
3. Persetujuan Pendanaan
Untuk pendanaan program interlinkage sendiri sangat sederhana dan bisa
dilakukan dalam bermacam cara. Mulai dari iuran masyarakat, dari pemerintah
desa, hibah, kontrak kerja dengan investor maupun dari pemerintah pusat.
Khusus dari pemerintah pusat, untuk saat ini ada program pengembagan
pertanian di pedesaan. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan
(PUAP) yang dicanangkan oleh menteri Pertanian tahun 2008, jika digabung
dengan model interlinkage dirasa sangat sinkron.
4. Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan interlinkage dimulai dari pendampingan kepada
pelaku UMKM dan petani khususnya yang bersifat teknis. Contoh yang dapat
dilaksanakan adalah tataguna lahan, perawatan tanaman pertanian,
pengembangan UMKM dan diversifikasi produk, strategi pemasaran
(penerapannya bisa dilakukan secara online), penyuluhan penggunaan alat-alat
untuk diversifikasi produk dan lain sebagainya.
Dibentuknya UMKM produk pertanian dengan tujuan utama adalah
sebagai sarana kolektifikasi pemasaran dan meningkatkan bergaining position
petani. Petani seringkali menjual produknya kepada tengkulak dengan sistem
bagi hasil 60% untuk petani dan 40% untuk tengkulak (Sesbany, 2007).
Melihat kasus itulah, kolektifikasi pemasaran memang mutlak dibutuhkan.
Kolektifikasi ini selain untuk mempermudah pemasaran, tetapi juga untuk
menghilangkan ketimpangan harga antar petani yang menghasilkan produk
sejenis.
UMKM pertanian dikelola oleh masyarakat setempat dengan didampingi
oleh tim teknis dan institusi desa. Setelah barang-barang terkumpul dan di
4. 4
proses lebih lanjut, tim teknis dibutuhkan untuk mencari jarangan pemasaran.
Jaringan pemasaran bisa berupa kontrak kerja sama dengan distributor dan
industri yang benar-benar intens pada produk-produk pertanian, maupun
dengan mengadakan pameran internasional produk-produk pertanian. Selain
itu, di era globalisasi saat ini, pemasaran produk sangatlah mungkin dilakukan
secara online. Ini merupakan salah satu metode efektif untuk meningkatkan
perluasan jaringan pemasaran secara global.
5. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh tim teknis dan stakeholder
terkait. Hal ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana model interlinkage
ini berhasil atau belum. Monitoring dan evaluasi ini dilakukan secara continue
atau berkesinambungan dengan jangka waktu yang telah ditentukan
sebelumnya. Sehingga setelah sebuah program dilaksanakan, akan terus
dilakukan monitoring secara terus menerus agar keberlangsungan
(sustainability) dapat tercapai. Hal ini sesuai dengan prinsip mengenai
anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting) dimana sebuah
program tidak hanya dinilai berdasarkan input ataupun outputnya. Tetapi yang
lebih penting dari sistem performance based budgeting yaitu sebuah program
harus memiliki outcome.
Untuk mengetahui apakah outcome dari sebuah program itu sudah
tercapai atau belum, maka langkah yang paling tepat yaitu diadakannya
monitoring dan evaluasi dari pihak-pihak terkait seperti tim teknis dan
stkeholder sendiri yang terlibat didalamnya. Monitoring juga bisa dilakukan
oleh pemerintah pusat secara langsung seperti adanya pemantauan pameran
produk-produk pertanian (lokal, nasional maupun internasional) secara berkala.
Sehingga potensi-potensi lokal yang ada akan semakin berkembang dan
tentunya akan meningkatkan daya saing ekonomi bangsa secara merata melalui
pengembangan kinerja perekonomian perdesaan terutama sejak
diberlakukannya ACFTA.
5. 5
Penutup
Globalisasi selama ini hanya memarginalkan (to marginalize), membatasi
(delimit), dan mengesampingkan (decentre) kerja-kerja nilai lokal yang dianggap
marginal. Sehingga dengan interlinkage antara LLPM Universitas lembaga desa
ini sangat efektif untuk memaksimalkan semua potensi lokal yang ada dalam
suatu desa, terutama pengembangan UMKM dan sektor pertanian agar dapat
mendongkrak pendapatan petani, lembaga, dan perorangan serta penyerapan
tenaga kerja. Hal ini searah dengan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
yang menekankan pentingnya pembangunan berbasis masyarakat (community
based development), bersifat bottom up dan lokalitas yang berprinsip pada unsur
swadaya, kolaboratif, dan partisipatoris.
Dapat dikatakan, interlinkage ini bertujuan untuk mengedepankan sektor
UMKM perdesaan dan pertanian. Mengingat kontribusinya dalam menyumbang
devisa dan dukungannya terhadap sektor industri tidak boleh diabaikan. Sehingga
dalam hal ini akan mampu menggerakkan kembali sektor pertanian dan
pembangunan perdesaaan yang sesungguhnya memilki daya dukung yang sangat
luar biasa dalam arah pembangunan bangsa. Model interlinkage ini harus
berorientasi pada konteks global melalui berbagai elemen pendukung serta
komponen yang dimilikinya.
Daftar Pustaka
BPS. 2007. Sektor Penyerapan Tenaga Kerja. Jakarta: BPS Pusat.
Sesbany. 2007. Penguatan Kelembagaan Petani untuk Meningkatkan Posisi
Tawar Petani. Medan: STTP Medan.
Suman, Agus. 09 April 2008. Marginalisasi Pertanian. Dalam Harian Surya.
Suprapto, Ato. 2010. Petunjuk Teknis Peringkatan (Rating) Gapoktan PUAP
Menuju LKM-A. Jakarta: Kementerian Pertanian.
Wahyudi, Setyo Tri. 2007. Penguatan Sektor-Subsektor Ekonomi dalam Upaya
Peningkatan Pembangunan Ekonomi Daerah. Badan Penerbitan dan
Dokumentasi Ilmiah Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.
Malang.
Yustika, Ahmad Erani. 2008. Ekonomi Kelembagaan, definisi, teori, dsan
strategi. Bayumedia Publishing: Anggota IKAPI Jatim.