SlideShare a Scribd company logo
1
Setelah membaca dan memhami materi kegiatan belajar 3 ini diharapkan saudara dapat
1. Menjelaskan pengertian bank dan macam-macamnya
2. Membedakan bank Islam dan bank kovensional
3. Menjelaskan pengertian riba dan macam-macamnya
4. Menjelaskan hukum bunga bank
5. Membedakan bunga bank dengan riba nasiah
6. Menjelaskan dampak negatif dari riba dan hikmah diharamkannya
1. Pengertian bank dan macam-macamnya
2. Perbedaan bank Islam dan bank kovensional
3. Pengertian riba dan macam-macamnya
4. Hukum bunga bank
5. Perbedaan bunga bank dengan riba nasiah
6. Dampak negatif dari riba dan hikmah keharamannya
BANK, RENTE DAN FEE
Saudara-saudara sekalian, pada bahan kegiatan belajar 1 akan dibahas dua materi
pokok. Pada bagian pertama akan dibahas tentang fiqih ibadah yang meliputi
pembahasan tentang bank dan rente sedangkan pada bagian kedua akan dibahas
tentang bank dan fee. Baca dan perhatikan materi kegiatan 1 ini dengan baik agar
tercapai tujuan secara optimal.
KEGIATAN BELAJAR 3:
INDIKATOR KOMPETENSI
POKOK-POKOK MATERI
URAIAN MATERI
2
A. BANK DAN RENTE
Dalam Ensiklopedia Indonesia, bank atau perbankan adalah lembaga keuangan yang
usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang dengan tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau orang lain. Dari
pengertian ini maka bank memiliki dua arti penting, yaitu sebagai perantara pemberi kredit dan
menciptakan uang. Yang dimaksud dengan bank non Islam (convensional bank) adalah
lembaga keuangan yang fungsi utamanya untuk menghimpun dana yang kemudian disalurkan
kepada orang atau lembaga yang membutuhkannya guna investasi (penanaman modal) dan
usaha-usaha yang produktif dengan sistem bunga. Contohnya BNI , BRI. BCA dan sebagainya.
Sedangan yang dimaksud dengan bank Islam adalah suatau lembaga yang fungsi utamanya
menghimpun dana untuk disalurkan kepada orang atau lembaga yang membutuhkannya
dengan sistem tanpa bunga. Contohnya Bank Muamalat.
Tujuan didirikannya bank Islam adalah untuk menghindari bunga uang yang
diberlakukan oleh bank convensional. Dari definsi di atas maka dapat dibedakan antara bank
convensional dengan bank Islam yaitu bank convensional memakai sistem bunga sedangkan
bank Islam tidak.
Sebagai pengganti sistem bunga, maka bank Islam menempuh cara-cara sebagai
berikut:
1. Wadiah yaitu titipan uang, barang dan surat-surat berharga).Dalam operasinya bank
Islam menghimpun dengan cara menerima deposito berupa uang benda dan surat
berharga sebagai amanat yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank Islam. Bank
berhak menggunakan dana tersebut tanpa harus membayar imbalannya. Namun
bank harus menjamin bahwa dana itu dapat dikembalikan tepat pada waktu pemilik
deposito memerlukannya.
2. Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana). Dengan
mudharabah bank Islam dapat memberikan tambahan modal kepada pengusaha
untuk perusahaannya dengan perjanjian bagi hasil, baik untung ataupun rugi sesuai
dengan perjanjian yang telah ditentukan sebelumnya.
3. Musyarakah/syirkah (persekutuan). Pihak bank dan penguasa sama-sama
mempunyai andil (saham) pada usaha patungan. Kedua belah pihak andil dalam
mengelola usaha patungan itu dan menaggung untung rugi bersama atas dasar
perjanjian profit and loss sharing.
3
4. Murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga atas dasar harga pembelian
yang pertama secara jujur). Syarat murabahah antara lain bahwa fihak bank harus
memberikan informasi selengkapnya kepada pembeli tentang harga pembeliannya
dan keuntungan bersihnya dari cost plusnya.
5. Qard hasan (pinjaman yang baik). Bank Islam dapat memberikan pinjaman tanpa
bunga kepada para nasabah yang baik terutama para nasabah yang memiliki
deposito di bank Islam
6. Bank Islam boleh mengelola zakat di Negara yang pemerintahannya tidak
mengelola zakat secara langsung. Bank Islam juga dapat menggunakan sebagian
zakat yang terkumpul untuk proyek-proyek yang produktif yang hasilnya untuk
kepentingan agama dan umum. Bank Islam juga boleh menerima dan memungut
pembayaran untuk mengganti biaya yang langsung dikeluarkan oleh bank dalam
melaksanakan pekerjaannya untuk melayani kepentingan para nasabah misalnya
biaya materai, telepon dalam memberitahukan rekening dan lain-lain
7. Membayar gaji para karyawan bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan
nasabah, untuk sarana dan prasarana yang disediakan oleh bank dan biaya
administrasi pada umumnya.
Dilihat dari fungsinya, bank terbagi menjadi dua. Pertama, bank primer, yaitu bank
sirkulasi yang menciptakan uang. Kedua, bank skunder, yaitu bank yang tidak menciptakan
uang juga tidak memperbesar dan memperkecil arus uang, seperti bank-bank umum,
tabungan, pembiayaan usaha dan pembangunan.
Sedangkan rente dilihat dari segi bahasa berasal dari bahasa Belanda, yang berarti
bunga. Sedangkan menurut istilah sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Fuad. M. Fachruddin,
rente adalah keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan bank karena jasanya meminjamkan
uang untuk melancarkan perusahaan orang yang meminjam. Berkat bantuan bank, perusahaan
bertambah maju dan keuntungan yang diperolehnya juga bertambah banyak. Permasalahan
yang kemudian muncul adalah apakah rente atau bunga bank itu termasuk riba atau bukan?
1. Jenis Riba dan Hukumnya
Secara bahasa, kata riba berarti tambahan. Dalam istilah hukum Islam, riba berarti
tambahan baik berupa tunai, benda, maupun jasa yang mengharuskan pihak peminjam untuk
membayar selain jumlah uang yang dipinjamkan kepada pihak yang meminjamkan pada waktu
pengembalian uang pinjaman, riba semacam ini disebut dengan riba nasiah.
4
Menurut Satria Effendi, riba nasiah adalah tambahan pembayaran atas jumlah modal
yang disyaratkan lebih dahulu yang harus dibayar oleh si peminjam kepada yang meminjam
tanpa resiko sebagai imbalan dari jarak waktu pembayaran yang diberikan kepada si peminjam.
Riba nasiah ini terjadi dalam hutang piutang, oleh karena itu disebut juga dengan riba duyun
dan disebut juga dengan riba jahiliyah, sebab masyarakat Arab sebelum Islam telah dikenal
melakukan suatu kebiasaan membebankan tambahan pembayaran atau semua jenis pinjaman
yang dikenal dengan sebutan riba. Juga disebut dengan riba jali atau qath’i, sebab dasar
hukumnya disebut secara jelas dan pasti. Sejarah mencatat bahwa praktek riba nasiah ini
pernah dipraktekkan oleh kaum Thaqif yang telah terbiasa meminjamkan uang kepada Bani
Mughirah. Setelah waktu pembayaran tiba, kaum Mughirah berjanji akan membayar lebih
banyak apabila mereka diberi tenggang waktu pembayaran. Sebagian tokoh sahabat Nabi,
seperti paman Nabi, Abbas dan Khalid bin Walid, keduanya pernah mempraktekkannya
sehingga turun ayat yang mengharamkannya yang kemudian membuat heran orang musyrik,
karena mereka telah menganggap jual beli itu sama dengan riba. (Satria Effendi, 1988:147).
Ayat tersebut berbunyi:
ُ‫م‬‫و‬ُ‫ق‬َ‫ي‬ ‫ا‬َ‫م‬َ‫ك‬ َّ‫َل‬ِ‫إ‬ َ‫ون‬ُ‫م‬‫و‬ُ‫ق‬َ‫ي‬ َ‫َل‬ ‫ا‬َ‫ب‬ ِ‫الر‬ َ‫ون‬ُ‫ل‬ُ‫ك‬ْ‫أ‬َ‫ي‬ َ‫ِين‬‫ذ‬َّ‫ال‬ْ ََُُّْ‫أ‬ِ‫ب‬ َ‫ب‬ِ‫ل‬َِ ِ َ‫م‬ْ‫ال‬ َ‫ن‬ِ‫م‬ ُ‫ان‬َ‫ط‬َْ ََََّّّّ‫ش‬‫ال‬ ُ‫ه‬ُ‫ط‬َّ‫ب‬َ‫خ‬َ‫ت‬َ‫ي‬ ‫ِي‬‫ذ‬َّ‫ال‬
‫ا‬َ‫ب‬ ِ‫الر‬ َ‫م‬َّ‫ر‬َ‫ح‬ َ‫و‬ َ‫ع‬ََْ‫ب‬ْ‫ال‬ ُ َّ‫َّللا‬ َّ‫ل‬َ‫ح‬َ‫أ‬ َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ب‬ ِ‫الر‬ ُ‫ل‬ْ‫ث‬ِ‫م‬ ُ‫ع‬ََْ‫ب‬ْ‫ال‬ ‫ا‬َ‫م‬َُِّ‫إ‬ ‫وا‬ُ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli
itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
(QS. 2:275)
Uraian di atas memberikan kejelasan bahwa riba nasiah mengandung tiga unsur.
Pertama, terdapat tambahan pembayaran atau modal yang dipinjamkan. Kedua, tambahan itu
tanpa resiko kecuali sebagai imbalan dari tenggang waktu yang diperoleh si peminjam. Ketiga,
tambahan itu disyaratkan dalam bentuk pemberian piutang dan tenggang waktu. Bandingkan
dengan kasus lain, penambahan yang dilakukan oleh orang yang berhutang ketika membayar
dan tanpa ada syarat sebelumnya, hal itu dibolehkan, bahkan dianggap perbuatan ihsan (baik)
yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah (Quraish Shihab, 1988:136). Rasul pernah
berhutang kepada seseorang seekor hewan kemudian beliau bayar dengan hewan yang lebih
tua umurnya seraya bersabda:
5
)‫علَه‬ ‫(متفق‬ ً‫ء‬‫ا‬َ‫ض‬َ‫ق‬ ْ ُ‫ك‬َ‫ن‬َ‫س‬ْ‫ح‬َ‫أ‬ ْ ُ‫ك‬ ِ‫ْر‬ََ‫خ‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ َّ‫ِن‬‫ا‬َ‫ف‬
Artinya: “Sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik dalam membayar
hutangnya.” (HR. Bukhari Muslim)
Fuqaha membedakan mana tambahan yang termasuk riba atau tindakan terpuji.
Menurut mereka tambahan pembayaran hutang yang termasuk riba jika tambahan tersebut
disyaratkan pada waktu aqad. Artinya seseorang mau memberikan hutang dengan syarat ada
tambahan dalam pengembaliannya. Tindakan ini dinilai tercela karena ada kezaliman dan
pemerasan. Sedangkan tambahan yang terpuji itu tidak dijanjikan pada waktu aqad. Tambahan
itu diberikan oleh orang yang berhutang ketika ia membayar yang sifatnya tidak mengikat
hanya sebagai tanda rasa terima kasih kepada orang yang telah memberikan hutang kepadanya.
Selain riba nasiah seperti telah dijelaskan, dalam kajian fiqh dikenal juga riba dalam
bentuk lain yang disebut dengan riba fadhal. Menurut Ibnu Qayyum, riba fadhal ialah riba
yang kedudukannya sebagai penunjang keharaman riba nasiah. Dengan kata lain bahwa riba
fadhal diharamkan supaya seseorang tidak melakukan riba nasiah yang sudah jelas
keharamannya. Maka Rasulullah melarang menjual emas dengan emas, perak dengan perak,
gandum dengan gandum, korma dengan korma, kecuali dengan sama banyak dan secara tunai.
Barang siapa yang menambah atau minta tambah, masuklah ia pada riba. Yang mengambil
dan yang memberi sama hukumnya (HR. Bukhari). Dari pengertian tersebut, fuqaha
menyimpulkan bahwa riba fadhal ialah kelebihan yang terdapat dalam tukar menukar antara
benda-benda sejenis, seperti emas dengan emas, perak dengan perak dan sebagainya.
Tentang keharaman riba, sikap semua agama samawi (Islam, Yahudi dan Nasrani)
secara tegas mengharamkan riba karena dianggap sebuah praktek yang dapat merusak moral.
Di dalam kitab perjanjian lama ayat 25 pasal 22 kitab keluaran sebagaimana dikutip oleh
Sayyid Sabiq “jika kamu meminjamkan harta kepada salah seorang putra bangsaku, janganlah
kamu bersikap seperti orang yang menghutangkan, jangan kamu meminta keuntungan
hartamu”. Hal senada dikemukakan pada ayat 35 pasal 25 kitab imamat, “jika saudaramu
membutuhkan sesuatu maka tanggunglah, jangan kamu meminta darinya keuntungan dan
manfaat”. Paus Pius berkata “sesungguhya pemakan riba akan kehilangan harga
diri/kemuliaan dalam hidup di dunia dan mereka bukan orang yang pantas dikapankan setelah
mereka mati”. Sedangkan dalam Islam, keharaman riba ditetapkan oleh al-Qur’an secara
kronologis di berbagai tempat. Pada priode Mekkah turun firman Allah swt surat al-Ruum ayat
39.
6
Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka
(yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
(QS.: 30/39)
Pada priode Madinah turun ayat yang secara jelas dan tegas tentang keharaman riba,
terdapat dalam surat Ali Imran ayat 130
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.(QS: 3/130)
Ayat terakhir yang memperkuat keharaman riba terdapat dalam surat al-Baqarah ayat
278-279:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu
tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-
Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka
bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.( Baqarah/2:
278-279)
Dua ayat terakhir di atas mempertegas sebuah penolakan secara jelas terhadap orang
yang mengatakan bahwa riba tidak haram kecuali jika berlipat ganda. Allah tidak
memperbolehkan pengembalian hutang kecuali mengembalikan modal pokok tanpa ada
tambahan.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim secara jelas riba adalah
perbuatan haram dan termasuk salah satu dari lima dosa besar yang membinasakan. Dalam
hadits yang lain, keharaman riba bukan hanya kepada pelakunya saja tapi juga kepada semua
pihak yang ikut membantu terlaksananya perbuatan riba tersebut, hal ini diperkuat oleh hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
) ‫ومسل‬ ‫البخارى‬ ‫(رواه‬ .‫وكاتبه‬ ،‫وشاهديه‬ ،‫ومؤكله‬ ،‫الربا‬ ‫آكل‬ ‫هللا‬ ‫هللا‬ ‫لعن‬
7
Artrinya: Allah melaknat pemakan riba, orang yang memberikan makannya, saksi-saksinya
dan penulisnya. (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Hikmah Keharaman Riba
Berdasar kepada keharaman riba sebagaimana telah dijelaskan di atas, Yususf Qardawi
dan Sayyid Sabiq memberikan komentar yang senada tentang bahaya riba dalam konteks
kehidupan personal dan sosial. Menurut Yusuf Qardhawi dalam kitabnya al-halal wa al-haram
menyatakan bahwa dalam praktek riba terdapat kezaliman. Dalam bentuk pengambilan harta
orang lain tanpa hak. Hal ini dapat terlihat dengan jelas dengan keharusa orang yang berhutang
untuk mengembalikan sejumlah tambahan dari jumlah hutang yang harus dibayarkan. Selain
itu, menurut Qardhawi bahwa dalam praktek riba terkandung potensi secara psikologis yang
dapat melemahkan kreatifitas manusia untuk bekerja, sehingga manusia melalaikan
perdagangannya dan aktifitas ekonomi lainnya yang mampu memutus kreatifitas hidupnya.
Dampak negatif ini muncul sangatlah beralasan dikarenakan uang yang mengalir ke dalam
sakunya diperoleh secara mudah tanpa mengeluarkan keringat sehingga hidupnya bergantung
kepada riba yang diperolehnya tanpa usaha, sehingga muncul mental-mental manusia yang
konsumtif dan tidak produktif. Lanjut Qardhawi menjelaskan, aspek lain yang tidak kalah
pentingnya dari dua dampak terdahulu adalah bahwa dalam praktek riba berpotensi besar untuk
menghilangkan nilai kebaikan dan keadilan dalam hutang piutang.
Transaksi hutang piutang yang pada mulanya mengandung kebaikan karena di
dalamnya terdapat unsur tolong menolong dalam kehupuan sosial, akibat virus riba maka
hutang piutang akhirnya berubah menjadi sebuah praktek pemerasan terselubung yang akan
mendorong pelakunya bermental lintah darat yang memanfaatkan kebaikan hutang piutang.
Selain itu, dilihat secara moral, tegas Qardhawi riba sangat tidak memiliki nilai kemanusiaan
karena di dalamnya terdapat eksploitasi terhadap kaum lemah, hal ini menurut beliau karena
yang menjadi kebiasaan adalah orang yang memberi hutang adalah orang kaya dan orang
yang berhutang adalah orang miskin. Mengambil kelebihan hutang dari orang yang miskin
sangatlah tidak wajar dan bertentangan dengan sifat rahmah Allah swt., hal ini akan merusak
sendi-sendi kehidupan sosial. (Qardhawi, 1994: 242-243).
Hampir senada dengan Qardhawi, Sayyid Sabiq juga menguraikan dampak negatif
yang diakibatkan oleh riba. Namun terdapat point penting lain yang dapat diungkap dari Sabiq
yaitu bahwa dalam praktek riba akan dapat menimbulkan potensi permusuhan. Hal ini muncul
8
dimungkinkan karena dalam praktek riba menapikan unsur tolong menolong yang dapat
memperkuat tali persahabatan dan persaudaraan. Hal ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai
kebaikan yang dianjurkan oleh semua agama terutama Islam yang menyeru agar ummatnya
dapat hidup selalu saling tolong menolong dan membenci orang yang mengutamakan
kepentingan pribadi dan mengeksploitasi kerja orang lain.
Lanjut Sabiq mengatakan bahwa praktek riba berpotensi untuk melahirkan mental
hidup mewah (pemboros), pemalas yang tidak mau bekerja dan menimbulkan penimbunan
harta tanpa usaha yang tak ubahnya seperti benalu (pohon parasit) yang nempel di pohon lain.
Sederet dampak yang tersebut terakhir ini merupakan bentuk mental yang bertentangan dengan
semangat ajaran Islam. Pemborosan merupakan sifat yang seharusnya dijauhi oleh ummatnya
karena pemboros dalam hidupnya hanya menyia-nyiakan harta dengan perbuatan yang tidak
bermanfaat yang diklaim sebagai perbuatan syetan. Demikian halnya dengan sikap berpangku
tangan juga merupakan sifat yang tidak islami, karena ajaran Islam menganjurkan ummatnya
berusaha sekuat tenaga untuk mencari harta dengan jalan yang benar, menghargai kerja keras
dan menghormati orang yang suka bekerja dan menjadikan kerja sebagai sarana mata
pencaharian, menuntun orang kepada keahlian dan kemandirian serta mengangkat semangat
hidup seseorang.
Butir lain yang tidak kalah pentingnya dengan butit-butir terdahulu yang diungkap
Sabiq adalah bahwa praktek riba merupakan salah satu cara penjajahan. Hal ini dapat dipahami
karena sesungguhnya praktek riba adalah produk jahiliyah yang berkembang sampai sekarang
menjadi sebuah kekuatan ekonomi global yang berbasis kapitalis yang jauh dari nilai tolong
nenolong. Hal ini tentunya bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri yang mengajak
manusia agar dapat memberikan pinjaman kepada yang memerlukan dengan baik semata untuk
mendapat pahala bukan mengekploitasi orang lemah. Hal ini diperkuat firman Allah swt.:
ِ‫ان‬ َ‫ْو‬‫د‬ُ‫ع‬ْ‫ال‬ َ‫و‬ ِ ْ‫ث‬ِ ْ‫اْل‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ‫وا‬ُُ َ‫او‬َ‫ع‬َ‫ت‬ َ‫َل‬ َ‫و‬ ‫ى‬ َ‫و‬ْ‫ق‬َّ‫ت‬‫ال‬ َ‫و‬ ِ‫ر‬ِ‫ب‬ْ‫ال‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ‫وا‬ُُ َ‫او‬َ‫ع‬َ‫ت‬ َ‫و‬
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu
kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. al-Maidah: 2)
Memperhatikan praktek riba dan segala konsekuensi yang diakibatkan darinya
sebagaimana dijelaskan di atas maka penulis dapat berkesimpulan bahwa akibat yang
ditimbulkan oleh praktek riba dapat merusak tatanan kehidupan seseorang baik secara personal
9
maupun sosial yang diistilahkan dalam agama jauh dari keberkahan hidup. Jika praktek riba
dibiarkan tanpa usaha untuk mengembalikan kepada sistem perekonomian Islam yang terbebas
dari sistem riba maka sistem kapitalis di mana terjadi pemerasan dan penganiayaan terhadap
kaum lemah akan tetap merajai sistem perekonomian dan di saat itu pula terjadi kegersangan
yang dahsyat bagi kehidupan manusia modern. Di sisi lain akan semakin kuatlah adigium yang
menyatakan bahwa orang yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin tertindas.
3. Ikhtilaf Hukum Bunga Bank
Sebelum menampilkan perbedaan pendapat tentang hukum bunga bank, nampaknya
perlu dikedepankan terlebih dahulu tentang sistem bunga bank itu sendiri. Dalam sistem bunga
bank konvensional yang berlaku mengharuskan mereka yang menitipkan uang untuk jangka
waktu tertentu, mendapat pengembalian uang titipan itu dari bank ditambah dengan bunga yang
jumlahnya telah ditentukan pada hari penitipan uang. Sebaliknya kepada mereka yang
meminjam uang dari bank untuk jangka waktu tertentu oleh bank juga diharuskan untuk
mengembalikan uang yang dipinjam. Selain itu, iapun harus memberikan uang tambahan yang
jumlahnya telah disepakati pada waktu pengembalian pinjaman. Uang tambahan itu disebut
dengan bunga.
Terhadap konsep bunga bank seperti tersebut terdapat perbedaan sikap para ulama
dalam menghukuminya. Menurut penelitian penulis sedikitnya terdapat empat kelompok ulama
tentang hukum bunga bank. Pertama kelompok muharrimun (kelompok yang menghukuminya
haram secara mutlak). Kedua kelompok yang mengharamkan jika bersifat konsumtif. Ketiga,
muhallilun (kelompok yang menghalalkan) dan keempat, kelompok yang menganggapnya
syubhat. Berikut ini akan diuraikan empat kelompok ulama seperti dimaksud:
1. Yang termasuk kedalam kelompok pertama ini antara lain Abu Zahra, Abu A’la al-
Maududi, M. Abdullah al-Araby dan Yusuf Qardhawi, Sayyid Sabiq, Jaad al-Haqq Ali Jadd
al-Haqq dan Fuad Muhammad Fachruddin. Mereka berpendapat bahwa bunga bank itu riba
nasiah yang mutlak keharamannya oleh karena itu, umat Islam tidak boleh berhubungan
dengan bank yang memakai sistem bunga, kecuali dalam keadaan darurat. Terkait dengan
kondisi yang tersebut terakhir ini, Yusuf Qardhawi berbeda dengan yang lainnya,
menurutnya tidak dikenal istilah darurat dalam keharaman bunga bank, keharamannya
bersifat mutlak.
2. Yang termasuk ke dalam kelompok yang kedua ini antara lain Mustafa A. Zarqa. Beliau
berpendapat bahwa riba yang diharamkan adalah yang bersifat konsumtif seperti yang
10
berlaku pada zaman jahiliyah sebagai bentuk pemerasan kepada kaum lemah yang
konsumtif berbeda yang bersifat produktif tidaklah termasuk haram. Hal senada juga
dikemukakan oleh M. Hatta. Tokoh yang tersebut terakhir ini membedakan antara riba
dengan rente. Menurutnya riba itu sifatnya konsumtif dan memeras si peminjam yang
membutuhkan pinjaman uang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Sedangkan rente
sifatnya produktif, yaitu dana yang dipinjamkan kepada peminjam digunakan untuk modal
usaha yang menghasilkan keuntungan.
3. Yang termasuk kepada kelompok ketiga antara lain A. Hasan (persis). Beliau berpendapat
bahwa bunga bank (rente) seperti yang belaku di Indonesia bukan termasuk riba yang
diharamkan karena tidak berlipat ganda sebagaimana yang dimaksud dalam ayat:
َ َّ‫َّللا‬ ‫وا‬ُ‫ق‬َّ‫ت‬‫ا‬ َ‫و‬ ً‫ة‬َ‫ف‬َ‫ع‬‫ا‬َ‫ض‬ُ‫م‬ ‫ا‬ً‫ف‬‫ا‬َ‫ع‬ْ‫ض‬َ‫أ‬ ‫ا‬َ‫ب‬ ِ‫الر‬ ‫وا‬ُ‫ل‬ُ‫ك‬ْ‫َأ‬‫ت‬ َ‫َل‬ ‫وا‬ُ‫ن‬َ‫م‬‫ا‬َ‫ء‬ َ‫ِين‬‫ذ‬َّ‫ل‬‫ا‬ ‫ا‬َُّْ‫ي‬َ‫أ‬‫ا‬َ‫ي‬َ‫ُون‬‫و‬ِ‫ل‬ْ‫ف‬ُ‫ت‬ ْ ُ‫ك‬َّ‫ل‬َ‫ع‬َ‫ل‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.” (QS. Ali Imran: 130)
4. Yang termasuk ke dalam kelompok keempat adalah Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam
muktamar di Siduarjo 1968 memutuskan bahwa bunga yang diberikan oleh bank kepada
para nasabahnya atau sebaliknya termasuk perkara syubhat (belum jelas keharamannya).
Karena yang diharamkan, menurut Muhammadiyah riba yang mengarah kepada pemerasan
sejalan dengan QS. 2:279.
Artinya: “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat
(dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 279)
Muhammadiyah masih ragu apakah ada unsur pemerasan dalam operasional bank. Oleh
karena itu Muhammadiyah menganggapnya syubhat tapi Muhammadiyah membolehkannya
jika dalam keadaan terpaksa saja.
Masing-masing klaim tentang hukum bunga bank yang dikemukakan oleh para ulama
seperti terlihat jelas pada uraian di atas berakar dari perbedaan penafsiran melalui ijitihad
mereka terhadap nash yang berbicara tentang riba sehingga masing-masing kelompok memiliki
argumentasi yang diyakininya benar. Terlepas dari perdebatan tersebut, melihat realitas yang
ada bagi umat Islam termasuk di Indonesia sudah menjadi terbiasa hidup dengan bunga bank
11
tanpa ada perasaan risih dan anggapan bahwa bunga bank itu sesuatu yang terpaaksa atau
darurat.
Di sisi lain sebagian masyarkat juga ada terjebak dalam praktek pinjam meminjam uang
dengan suku bunga tinggi seperti yang dilakukan oleh para rentenir. Berbeda dengan bunga
bank, sistem rentenir yang sering disebut “lintah darat” itu sering menimbulkan kegelisahan
di masyarakat sebab . Kondisi ini muncul dikarenakan beban yang ditanggung oleh pihak
nasabah terlalu berat, sementara di sisi lain muncul sekelompok orang yang hidup mewah dari
hasil rentrenir yang memeras pihak peminjam. Jika demikian halnya, maka tidaklah diragukan
bahwa sisten renten seperti itu termasuk perbuatan terkutuk dan haram hukumnya karena di
dalamnya terdapat unsur penganiayaan dan penindasan terhadap orang-orang yang
membutuhkan dan praktek ini telah dipraktekkan sejak zaman jahikliyah. Jadi keharaman
rentenir jelas karena termausk kategori riba riba yang diharamkan di dalamnya terdapat
kelebihan yang merugikan pihak peminjam, sehingga pihak peminjam merasa teraniaya dan
tertindas jika kelebihan dalam batas kewajaran dan itu tidak merugikan salah satu pihak, maka
tidak dinamakan riba yang diharamkan. Dalil yang dijadikan dalil tentang keharaman riba
terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 275:
‫ا‬ َ‫م‬َّ‫ر‬َ‫ح‬ َ‫و‬ َ‫ع‬ََْ‫ب‬ْ‫ال‬ ُ َّ‫َّللا‬ َّ‫ل‬َ‫ح‬َ‫أ‬ َ‫و‬‫ا‬َ‫ب‬ ِ‫لر‬
Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. al-
Baqarah: 2/275)
Kemudian permasalahannya penting yang perlu jawaban adalah pertanyaan, apakah
bunga bank di dalamnya mengandung unsur penganiayaan/penindasan atau tidak?
Bank merupakan lembaga penting dan sistem bunganya merupakan satu mekanisme
bank untuk mengelola peredaran modal masyarakat. Dengan fungsi ini, masyarakat dapat
menitipkan modalnya kepada bank dan di sisi lain pihak bankpun dapat meminjamkan dana itu
kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkan. Masyarakat yang meminjam uang ke
bank pada umumnya digunakan sebagai modal usaha bukan untuk kebutuhan konsumtif dan
dari usaha itu akan diperoleh keuntungan. Di sisi lain, pemilik modal yang menitipkan uangnya
kepada bank untuk jangka waktu tertentu, ia akan kehilangan haknya untuk menggunakan daya
beli dari modalnya dalam jangka waktu tertentu. Sebaliknya pihak yang meminjam dana
tersebut melalui bank yang tidak lain berasal dari modal titipan tadi dapat memanfaatkan
pinjaman sebagai modal sehingga menghasilkan keuntungan. Berdasarkan prinsip bahwa tidak
terdapat pihak yang dirugikan, maka tidaklah adil kalau pemilik asli modal yang kehilangan
12
hak untuk mempergunakan daya beli modalnya untuk jangka waktu tertentu itu tidak mendapat
imbalan. Sementara itu, peminjam dana yang menggunakannya untuk modal usaha dan
memperoleh keuntungan tidak membagi keuntungannya kepada pemilik modal pertama.
Salah satu keberatan yang muncul terhadap sistem bunga bank adalah ketentuan jumlah
atau presentase bunga yang sudah ditetapkan terlebih dahulu. Untuk mengatasi persoalan ini
ditawarkan alternastif sistem bagi hasil yang berarti nanti diperhitungkan untung dan rugi
perusahaan, kemudian dibagi antara pemilik asli dan pengguna modal, baik keuntungannya
maupun kerugiannya. Tapi pengelolaan sistem bagi hasil sebagaimana dijelaskan di muka
yang sekarang dipraktekkan oleh bank Islam menghadapi permasalahan yang sangkat
kompleks dan rumit serta tidak efesien.
Hal yang mungkin terjadi bahwa si peminjam dana dalam mengelolaannya terjadi
kegagalan atau kerugian. Tapi pada umumnya masyarakat menerima dengan baik dan merasa
diuntungkan oleh sistem bunga bank. Penetapan besarnya presentasi bunga yang akan diterima
memberikan perasaan pasti pada para pemilik modal. Tidak adanya kepastian prosentase bunga
seperti yang tedapat dalam bank Islam merupakan salah satu penyebab mengapa bank itu sukar
menarik modal. Apa yang dipraktekkan oleh bank Islam itu sungguh sangat mulia, karena Islam
mengajarkan kepada orang yang memiliki rezeki yang lebih agar membantu meminjaminya
kepada orang lain yang membutuhkan tanpa mengaharap keuntungan. Tapi himbauan ini
menjadi tidak relevan kalau modal yang dipindah-tangankan untuk sementara itu meliputi
jumlah besar dan untuk modal usaha bukan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif keluarga.
Kembali tentang hukum bunga bank, mantan syekh dan seorang mufti Sayyid Thantawi
berbeda dengan pendahulunya Syekh Jad al-Haq. Thantawi menyatakan bahwa bunga deposito
berjangka di bank yang ditetapkan besar presentasenya terlebih dahulu itu tidak haram menurut
Islam. Fatwa ini sejalan dengan apa yang ditulis oleh Rasyid Ridha dalam Tafsit al-Manar,
“Tidak termasuk riba seseorang yang memberikan kepada orang lain uang untuk
diinfestasikan sambil menentukan baginya dari hasil usaha tersebut kadar tertentu. Karena
transaksi semacam ini menguntungkan bagi pemilik dan pengelola modal. Sedangkan riba
yang diharamkan itu merugikan salah satu pihak tanpa alasan serta menguntungkan pihak
lain tanpa usaha.”
Diriwayatkan dalam sebuah Hadits, bahwa Jabir pernah memberikan hutang kepada
Nabi. Ketika Jabir mendatanginya, Nabi membayar hutangnya dan melebihkannya. Beliau
bersabda:
13
َ‫أ‬ ْ ُ‫ك‬ َ‫ْر‬ََ‫خ‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ً‫ء‬‫ا‬َ‫ض‬َ‫ق‬ ْ ُ‫ك‬ُ‫ن‬َ‫س‬ْ‫ح‬
Artinya: “Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik dalam membayar hutang.”
B. BANK DAN FEE
Fee artinya pungutan dana yang dibebankan kepada nasabah bank untuk kepentingan
administrasi, seperti keperluan kertas, biaya operasional, dan lain-lain. Pungutan itu pada
hakikatnya bisa dikategorikan bunga, tapi apakah keberadaannya bisa dipersamakan dengan
hukum bunga bank. Untuk menjawab masalah ini dapat dikembalikan kepada pendapat ulama
tentang hukum bunga bank itu sendiri. Bagi kelompok ulama yang mengharamkan bunga bank,
maka merekapun mengharamkan fee, karena berarti itu kelebihan, yaitu dengan mengambil
manfaat dari sebuah transakasi utang piutang. Tegasnya, mereka menganggap fee adalah riba,
meskipun fee itu digunakan untuk dana operasonal. Sedangkan ulama yang menghalalkan
bunga bank dengan alasan keadaan bank itu darurat atau alasan lainnya, merekapun
mengatakan bahwa fee bukan termasuk riba, oleh karena itu hukumnya boleh selain alasan
bahwa tanpa fee, maka bank tidak bisa beroperasi maka keberadaan sesuatu sebagai alat sama
hukumnya dengan keberadaan asal. Dalam hal ini, hukum fee sama dengan bunga bank, yaitu
boleh.

More Related Content

What's hot

5 keistimewaan sirah rasulullah s.a.w
5 keistimewaan sirah rasulullah s.a.w5 keistimewaan sirah rasulullah s.a.w
5 keistimewaan sirah rasulullah s.a.wJason Lam
 
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPT
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPTHukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPT
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPT
Anas Wibowo
 
Isu Semasa Aqidah - Pengalaman JAKIM
Isu Semasa Aqidah - Pengalaman JAKIMIsu Semasa Aqidah - Pengalaman JAKIM
Isu Semasa Aqidah - Pengalaman JAKIM
Tazkirah PTAR
 
Sejarah Perundangan Islam : Zaman Tabi'in
Sejarah Perundangan Islam : Zaman Tabi'inSejarah Perundangan Islam : Zaman Tabi'in
Sejarah Perundangan Islam : Zaman Tabi'in
Zafirah Abdullah
 
KB 3 Bunga Bank dan Fee
KB 3 Bunga Bank dan FeeKB 3 Bunga Bank dan Fee
KB 3 Bunga Bank dan Fee
Istna Zakia Iriana
 
Maqasid al-Quran: Satu Analisa terhadap berinteraksi dan Membudayakannya
Maqasid al-Quran: Satu Analisa terhadap berinteraksi dan Membudayakannya Maqasid al-Quran: Satu Analisa terhadap berinteraksi dan Membudayakannya
Maqasid al-Quran: Satu Analisa terhadap berinteraksi dan Membudayakannya Sakinah Saptu
 
Ushul fiqh 2
Ushul fiqh 2Ushul fiqh 2
Ushul fiqh 2
Ahmad Muslimin
 
Usul fiqh, nasakh.
Usul fiqh, nasakh.Usul fiqh, nasakh.
Usul fiqh, nasakh.
jimoh370
 
Konsep nasakh & mansukh
Konsep nasakh & mansukhKonsep nasakh & mansukh
Konsep nasakh & mansukh
Norshaidi Mohd Nor
 
06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN
06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN
06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN
fissilmikaffah1
 
01.2 METODE STUDI FIQIH KONTEMPORER
01.2 METODE STUDI FIQIH KONTEMPORER01.2 METODE STUDI FIQIH KONTEMPORER
01.2 METODE STUDI FIQIH KONTEMPORER
fissilmikaffah1
 
Fiqh Muamalat
Fiqh MuamalatFiqh Muamalat
Fiqh Muamalat
syafiqahharris
 
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidihaKaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Dodyk Fallen
 
Hikmah dan falsafah haji
Hikmah dan falsafah hajiHikmah dan falsafah haji
Hikmah dan falsafah haji
Muhammad Jamhuri
 
Bab 5- Akad, Rukun dan Syarat Jual Beli.
Bab 5- Akad, Rukun dan Syarat Jual Beli.Bab 5- Akad, Rukun dan Syarat Jual Beli.
Bab 5- Akad, Rukun dan Syarat Jual Beli.
Omar Mohd Fiqri Mohd Fiqri
 
PPT Al-Quran Hadist
PPT Al-Quran HadistPPT Al-Quran Hadist
PPT Al-Quran Hadist
Nikmatul Khoiriyah
 
riba gharar and maysir
riba gharar and maysirriba gharar and maysir
riba gharar and maysir
ISEFID
 

What's hot (20)

Makalah al yakin la yuzalu bi syak
Makalah al yakin la yuzalu bi syakMakalah al yakin la yuzalu bi syak
Makalah al yakin la yuzalu bi syak
 
5 keistimewaan sirah rasulullah s.a.w
5 keistimewaan sirah rasulullah s.a.w5 keistimewaan sirah rasulullah s.a.w
5 keistimewaan sirah rasulullah s.a.w
 
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPT
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPTHukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPT
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPT
 
Isu Semasa Aqidah - Pengalaman JAKIM
Isu Semasa Aqidah - Pengalaman JAKIMIsu Semasa Aqidah - Pengalaman JAKIM
Isu Semasa Aqidah - Pengalaman JAKIM
 
Naskh mansukh
Naskh mansukhNaskh mansukh
Naskh mansukh
 
Sejarah Perundangan Islam : Zaman Tabi'in
Sejarah Perundangan Islam : Zaman Tabi'inSejarah Perundangan Islam : Zaman Tabi'in
Sejarah Perundangan Islam : Zaman Tabi'in
 
KB 3 Bunga Bank dan Fee
KB 3 Bunga Bank dan FeeKB 3 Bunga Bank dan Fee
KB 3 Bunga Bank dan Fee
 
Maqasid al-Quran: Satu Analisa terhadap berinteraksi dan Membudayakannya
Maqasid al-Quran: Satu Analisa terhadap berinteraksi dan Membudayakannya Maqasid al-Quran: Satu Analisa terhadap berinteraksi dan Membudayakannya
Maqasid al-Quran: Satu Analisa terhadap berinteraksi dan Membudayakannya
 
Ushul fiqh 2
Ushul fiqh 2Ushul fiqh 2
Ushul fiqh 2
 
Usul fiqh, nasakh.
Usul fiqh, nasakh.Usul fiqh, nasakh.
Usul fiqh, nasakh.
 
Konsep nasakh & mansukh
Konsep nasakh & mansukhKonsep nasakh & mansukh
Konsep nasakh & mansukh
 
06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN
06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN
06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN
 
01.2 METODE STUDI FIQIH KONTEMPORER
01.2 METODE STUDI FIQIH KONTEMPORER01.2 METODE STUDI FIQIH KONTEMPORER
01.2 METODE STUDI FIQIH KONTEMPORER
 
Fiqh Muamalat
Fiqh MuamalatFiqh Muamalat
Fiqh Muamalat
 
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidihaKaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
 
Konsep Harta Dalam Islam
Konsep Harta Dalam IslamKonsep Harta Dalam Islam
Konsep Harta Dalam Islam
 
Hikmah dan falsafah haji
Hikmah dan falsafah hajiHikmah dan falsafah haji
Hikmah dan falsafah haji
 
Bab 5- Akad, Rukun dan Syarat Jual Beli.
Bab 5- Akad, Rukun dan Syarat Jual Beli.Bab 5- Akad, Rukun dan Syarat Jual Beli.
Bab 5- Akad, Rukun dan Syarat Jual Beli.
 
PPT Al-Quran Hadist
PPT Al-Quran HadistPPT Al-Quran Hadist
PPT Al-Quran Hadist
 
riba gharar and maysir
riba gharar and maysirriba gharar and maysir
riba gharar and maysir
 

Similar to Modul 7 kb 3

Makalah Riba dan Bunga Bank
Makalah Riba dan Bunga BankMakalah Riba dan Bunga Bank
Makalah Riba dan Bunga Bank
AyuIka5
 
Riba dan Bunga Bank
Riba dan Bunga BankRiba dan Bunga Bank
Riba dan Bunga Bank
Dwi Rizkita
 
Legitimasi hukum bunga bank dalam perbankan
Legitimasi hukum bunga bank dalam perbankanLegitimasi hukum bunga bank dalam perbankan
Legitimasi hukum bunga bank dalam perbankan
Sarda Rafika
 
Materi bab 11
Materi bab 11Materi bab 11
Materi bab 11
dinanurfadhilah
 
Materi bab 11
Materi bab 11Materi bab 11
Materi bab 11
dinanurfadhilah
 
Hukum bunga bank, asuransi (minus kisi)
Hukum bunga bank, asuransi (minus kisi)Hukum bunga bank, asuransi (minus kisi)
Hukum bunga bank, asuransi (minus kisi)Marhamah Saleh
 
FIQIH MUAMALAH ekonomi islamic center PPT.pptx
FIQIH MUAMALAH ekonomi islamic center PPT.pptxFIQIH MUAMALAH ekonomi islamic center PPT.pptx
FIQIH MUAMALAH ekonomi islamic center PPT.pptx
FICKYardhika
 
KB 3-Bank, Rente, dan Fee.pdf
KB 3-Bank, Rente, dan Fee.pdfKB 3-Bank, Rente, dan Fee.pdf
KB 3-Bank, Rente, dan Fee.pdf
muhamadizlis
 
Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)
Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)
Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)Herna Ferari
 
Perbankan syariah
Perbankan syariahPerbankan syariah
Perbankan syariahQiqi Aw
 
Makalah perbedaan riba dengan bunga bank
Makalah perbedaan riba dengan bunga bankMakalah perbedaan riba dengan bunga bank
Makalah perbedaan riba dengan bunga bankHeny Larasatii
 
Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13
Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13
Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13
Trie Nakita Sabrina
 
Presentasi Fiqh 10 (Bank Asuransi Riba) Ver.2
Presentasi Fiqh 10 (Bank Asuransi Riba) Ver.2Presentasi Fiqh 10 (Bank Asuransi Riba) Ver.2
Presentasi Fiqh 10 (Bank Asuransi Riba) Ver.2Marhamah Saleh
 
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 12
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 12Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 12
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 12Marhamah Saleh
 
Masalah RIBA by Solehah Dwi P.
Masalah RIBA by Solehah Dwi P.Masalah RIBA by Solehah Dwi P.
Masalah RIBA by Solehah Dwi P.Solehah Dwi P.
 
Riba&Bank
Riba&Bank Riba&Bank
Perbankan syariah
Perbankan syariahPerbankan syariah
Perbankan syariah
Diniyah Hidayati
 

Similar to Modul 7 kb 3 (20)

Makalah Riba dan Bunga Bank
Makalah Riba dan Bunga BankMakalah Riba dan Bunga Bank
Makalah Riba dan Bunga Bank
 
Riba dan Bunga Bank
Riba dan Bunga BankRiba dan Bunga Bank
Riba dan Bunga Bank
 
Legitimasi hukum bunga bank dalam perbankan
Legitimasi hukum bunga bank dalam perbankanLegitimasi hukum bunga bank dalam perbankan
Legitimasi hukum bunga bank dalam perbankan
 
Materi bab 11
Materi bab 11Materi bab 11
Materi bab 11
 
Bunga bank
Bunga bankBunga bank
Bunga bank
 
Materi bab 11
Materi bab 11Materi bab 11
Materi bab 11
 
Hukum bunga bank, asuransi (minus kisi)
Hukum bunga bank, asuransi (minus kisi)Hukum bunga bank, asuransi (minus kisi)
Hukum bunga bank, asuransi (minus kisi)
 
FIQIH MUAMALAH ekonomi islamic center PPT.pptx
FIQIH MUAMALAH ekonomi islamic center PPT.pptxFIQIH MUAMALAH ekonomi islamic center PPT.pptx
FIQIH MUAMALAH ekonomi islamic center PPT.pptx
 
KB 3-Bank, Rente, dan Fee.pdf
KB 3-Bank, Rente, dan Fee.pdfKB 3-Bank, Rente, dan Fee.pdf
KB 3-Bank, Rente, dan Fee.pdf
 
Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)
Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)
Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)
 
Bank, rente dan fee
Bank, rente dan feeBank, rente dan fee
Bank, rente dan fee
 
Perbankan syariah
Perbankan syariahPerbankan syariah
Perbankan syariah
 
Makalah perbedaan riba dengan bunga bank
Makalah perbedaan riba dengan bunga bankMakalah perbedaan riba dengan bunga bank
Makalah perbedaan riba dengan bunga bank
 
Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13
Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13
Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13
 
Presentasi Fiqh 10 (Bank Asuransi Riba) Ver.2
Presentasi Fiqh 10 (Bank Asuransi Riba) Ver.2Presentasi Fiqh 10 (Bank Asuransi Riba) Ver.2
Presentasi Fiqh 10 (Bank Asuransi Riba) Ver.2
 
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 12
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 12Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 12
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 12
 
Masalah RIBA by Solehah Dwi P.
Masalah RIBA by Solehah Dwi P.Masalah RIBA by Solehah Dwi P.
Masalah RIBA by Solehah Dwi P.
 
Bank
BankBank
Bank
 
Riba&Bank
Riba&Bank Riba&Bank
Riba&Bank
 
Perbankan syariah
Perbankan syariahPerbankan syariah
Perbankan syariah
 

More from kasmuddin nanang

Modul 14 kb 4
Modul 14 kb 4Modul 14 kb 4
Modul 14 kb 4
kasmuddin nanang
 
Modul 14 kb 3
Modul 14 kb 3Modul 14 kb 3
Modul 14 kb 3
kasmuddin nanang
 
Modul 14 kb 1
Modul 14 kb 1Modul 14 kb 1
Modul 14 kb 1
kasmuddin nanang
 
Modul 14 kb 2
Modul 14 kb 2Modul 14 kb 2
Modul 14 kb 2
kasmuddin nanang
 
Modul 13 kb 4
Modul 13 kb 4Modul 13 kb 4
Modul 13 kb 4
kasmuddin nanang
 
Modul 13 kb 3
Modul 13 kb 3Modul 13 kb 3
Modul 13 kb 3
kasmuddin nanang
 
Modul 13 kb 2
Modul 13 kb 2Modul 13 kb 2
Modul 13 kb 2
kasmuddin nanang
 
Modul 13 kb 1
Modul 13 kb 1Modul 13 kb 1
Modul 13 kb 1
kasmuddin nanang
 
Modul 12 kb 4
Modul 12 kb 4Modul 12 kb 4
Modul 12 kb 4
kasmuddin nanang
 
Modul 12 kb 3
Modul 12 kb 3Modul 12 kb 3
Modul 12 kb 3
kasmuddin nanang
 
Modul 12 kb 2
Modul 12 kb 2Modul 12 kb 2
Modul 12 kb 2
kasmuddin nanang
 
Modul 12 kb 1
Modul 12 kb 1Modul 12 kb 1
Modul 12 kb 1
kasmuddin nanang
 
Modul 11 kb 4
Modul 11 kb 4Modul 11 kb 4
Modul 11 kb 4
kasmuddin nanang
 
Modul 11 kb 3
Modul 11 kb 3Modul 11 kb 3
Modul 11 kb 3
kasmuddin nanang
 
Modul 11 kb 1
Modul 11 kb 1Modul 11 kb 1
Modul 11 kb 1
kasmuddin nanang
 
Modul 11 kb 2
Modul 11 kb 2Modul 11 kb 2
Modul 11 kb 2
kasmuddin nanang
 
Modul 10 kb 4
Modul 10 kb 4Modul 10 kb 4
Modul 10 kb 4
kasmuddin nanang
 
Modul 10 kb 3
Modul 10 kb 3Modul 10 kb 3
Modul 10 kb 3
kasmuddin nanang
 
Modul 10 kb 2
Modul 10 kb 2Modul 10 kb 2
Modul 10 kb 2
kasmuddin nanang
 
Modul 10 kb 1
Modul 10 kb 1Modul 10 kb 1
Modul 10 kb 1
kasmuddin nanang
 

More from kasmuddin nanang (20)

Modul 14 kb 4
Modul 14 kb 4Modul 14 kb 4
Modul 14 kb 4
 
Modul 14 kb 3
Modul 14 kb 3Modul 14 kb 3
Modul 14 kb 3
 
Modul 14 kb 1
Modul 14 kb 1Modul 14 kb 1
Modul 14 kb 1
 
Modul 14 kb 2
Modul 14 kb 2Modul 14 kb 2
Modul 14 kb 2
 
Modul 13 kb 4
Modul 13 kb 4Modul 13 kb 4
Modul 13 kb 4
 
Modul 13 kb 3
Modul 13 kb 3Modul 13 kb 3
Modul 13 kb 3
 
Modul 13 kb 2
Modul 13 kb 2Modul 13 kb 2
Modul 13 kb 2
 
Modul 13 kb 1
Modul 13 kb 1Modul 13 kb 1
Modul 13 kb 1
 
Modul 12 kb 4
Modul 12 kb 4Modul 12 kb 4
Modul 12 kb 4
 
Modul 12 kb 3
Modul 12 kb 3Modul 12 kb 3
Modul 12 kb 3
 
Modul 12 kb 2
Modul 12 kb 2Modul 12 kb 2
Modul 12 kb 2
 
Modul 12 kb 1
Modul 12 kb 1Modul 12 kb 1
Modul 12 kb 1
 
Modul 11 kb 4
Modul 11 kb 4Modul 11 kb 4
Modul 11 kb 4
 
Modul 11 kb 3
Modul 11 kb 3Modul 11 kb 3
Modul 11 kb 3
 
Modul 11 kb 1
Modul 11 kb 1Modul 11 kb 1
Modul 11 kb 1
 
Modul 11 kb 2
Modul 11 kb 2Modul 11 kb 2
Modul 11 kb 2
 
Modul 10 kb 4
Modul 10 kb 4Modul 10 kb 4
Modul 10 kb 4
 
Modul 10 kb 3
Modul 10 kb 3Modul 10 kb 3
Modul 10 kb 3
 
Modul 10 kb 2
Modul 10 kb 2Modul 10 kb 2
Modul 10 kb 2
 
Modul 10 kb 1
Modul 10 kb 1Modul 10 kb 1
Modul 10 kb 1
 

Recently uploaded

MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
ssuser289c2f1
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
TarkaTarka
 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdfTugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
muhammadRifai732845
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
SurosoSuroso19
 
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogortugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
WILDANREYkun
 
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptxtugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
d2spdpnd9185
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
lindaagina84
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
setiatinambunan
 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
MirnasariMutmainna1
 
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptxSEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
bobobodo693
 
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
astridamalia20
 
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           xKoneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
johan199969
 
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
haryonospdsd011
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
Dedi Dwitagama
 
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
RinawatiRinawati10
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
EkoPutuKromo
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
EkoPutuKromo
 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
UditGheozi2
 
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaanPermainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
DEVI390643
 
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdfRHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
asyi1
 

Recently uploaded (20)

MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdfTugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
 
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogortugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
 
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptxtugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
 
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptxSEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
 
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
 
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           xKoneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
 
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
 
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
 
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaanPermainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
 
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdfRHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
 

Modul 7 kb 3

  • 1. 1 Setelah membaca dan memhami materi kegiatan belajar 3 ini diharapkan saudara dapat 1. Menjelaskan pengertian bank dan macam-macamnya 2. Membedakan bank Islam dan bank kovensional 3. Menjelaskan pengertian riba dan macam-macamnya 4. Menjelaskan hukum bunga bank 5. Membedakan bunga bank dengan riba nasiah 6. Menjelaskan dampak negatif dari riba dan hikmah diharamkannya 1. Pengertian bank dan macam-macamnya 2. Perbedaan bank Islam dan bank kovensional 3. Pengertian riba dan macam-macamnya 4. Hukum bunga bank 5. Perbedaan bunga bank dengan riba nasiah 6. Dampak negatif dari riba dan hikmah keharamannya BANK, RENTE DAN FEE Saudara-saudara sekalian, pada bahan kegiatan belajar 1 akan dibahas dua materi pokok. Pada bagian pertama akan dibahas tentang fiqih ibadah yang meliputi pembahasan tentang bank dan rente sedangkan pada bagian kedua akan dibahas tentang bank dan fee. Baca dan perhatikan materi kegiatan 1 ini dengan baik agar tercapai tujuan secara optimal. KEGIATAN BELAJAR 3: INDIKATOR KOMPETENSI POKOK-POKOK MATERI URAIAN MATERI
  • 2. 2 A. BANK DAN RENTE Dalam Ensiklopedia Indonesia, bank atau perbankan adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang dengan tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau orang lain. Dari pengertian ini maka bank memiliki dua arti penting, yaitu sebagai perantara pemberi kredit dan menciptakan uang. Yang dimaksud dengan bank non Islam (convensional bank) adalah lembaga keuangan yang fungsi utamanya untuk menghimpun dana yang kemudian disalurkan kepada orang atau lembaga yang membutuhkannya guna investasi (penanaman modal) dan usaha-usaha yang produktif dengan sistem bunga. Contohnya BNI , BRI. BCA dan sebagainya. Sedangan yang dimaksud dengan bank Islam adalah suatau lembaga yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada orang atau lembaga yang membutuhkannya dengan sistem tanpa bunga. Contohnya Bank Muamalat. Tujuan didirikannya bank Islam adalah untuk menghindari bunga uang yang diberlakukan oleh bank convensional. Dari definsi di atas maka dapat dibedakan antara bank convensional dengan bank Islam yaitu bank convensional memakai sistem bunga sedangkan bank Islam tidak. Sebagai pengganti sistem bunga, maka bank Islam menempuh cara-cara sebagai berikut: 1. Wadiah yaitu titipan uang, barang dan surat-surat berharga).Dalam operasinya bank Islam menghimpun dengan cara menerima deposito berupa uang benda dan surat berharga sebagai amanat yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank Islam. Bank berhak menggunakan dana tersebut tanpa harus membayar imbalannya. Namun bank harus menjamin bahwa dana itu dapat dikembalikan tepat pada waktu pemilik deposito memerlukannya. 2. Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana). Dengan mudharabah bank Islam dapat memberikan tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya dengan perjanjian bagi hasil, baik untung ataupun rugi sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan sebelumnya. 3. Musyarakah/syirkah (persekutuan). Pihak bank dan penguasa sama-sama mempunyai andil (saham) pada usaha patungan. Kedua belah pihak andil dalam mengelola usaha patungan itu dan menaggung untung rugi bersama atas dasar perjanjian profit and loss sharing.
  • 3. 3 4. Murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur). Syarat murabahah antara lain bahwa fihak bank harus memberikan informasi selengkapnya kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan keuntungan bersihnya dari cost plusnya. 5. Qard hasan (pinjaman yang baik). Bank Islam dapat memberikan pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik terutama para nasabah yang memiliki deposito di bank Islam 6. Bank Islam boleh mengelola zakat di Negara yang pemerintahannya tidak mengelola zakat secara langsung. Bank Islam juga dapat menggunakan sebagian zakat yang terkumpul untuk proyek-proyek yang produktif yang hasilnya untuk kepentingan agama dan umum. Bank Islam juga boleh menerima dan memungut pembayaran untuk mengganti biaya yang langsung dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan pekerjaannya untuk melayani kepentingan para nasabah misalnya biaya materai, telepon dalam memberitahukan rekening dan lain-lain 7. Membayar gaji para karyawan bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, untuk sarana dan prasarana yang disediakan oleh bank dan biaya administrasi pada umumnya. Dilihat dari fungsinya, bank terbagi menjadi dua. Pertama, bank primer, yaitu bank sirkulasi yang menciptakan uang. Kedua, bank skunder, yaitu bank yang tidak menciptakan uang juga tidak memperbesar dan memperkecil arus uang, seperti bank-bank umum, tabungan, pembiayaan usaha dan pembangunan. Sedangkan rente dilihat dari segi bahasa berasal dari bahasa Belanda, yang berarti bunga. Sedangkan menurut istilah sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Fuad. M. Fachruddin, rente adalah keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan bank karena jasanya meminjamkan uang untuk melancarkan perusahaan orang yang meminjam. Berkat bantuan bank, perusahaan bertambah maju dan keuntungan yang diperolehnya juga bertambah banyak. Permasalahan yang kemudian muncul adalah apakah rente atau bunga bank itu termasuk riba atau bukan? 1. Jenis Riba dan Hukumnya Secara bahasa, kata riba berarti tambahan. Dalam istilah hukum Islam, riba berarti tambahan baik berupa tunai, benda, maupun jasa yang mengharuskan pihak peminjam untuk membayar selain jumlah uang yang dipinjamkan kepada pihak yang meminjamkan pada waktu pengembalian uang pinjaman, riba semacam ini disebut dengan riba nasiah.
  • 4. 4 Menurut Satria Effendi, riba nasiah adalah tambahan pembayaran atas jumlah modal yang disyaratkan lebih dahulu yang harus dibayar oleh si peminjam kepada yang meminjam tanpa resiko sebagai imbalan dari jarak waktu pembayaran yang diberikan kepada si peminjam. Riba nasiah ini terjadi dalam hutang piutang, oleh karena itu disebut juga dengan riba duyun dan disebut juga dengan riba jahiliyah, sebab masyarakat Arab sebelum Islam telah dikenal melakukan suatu kebiasaan membebankan tambahan pembayaran atau semua jenis pinjaman yang dikenal dengan sebutan riba. Juga disebut dengan riba jali atau qath’i, sebab dasar hukumnya disebut secara jelas dan pasti. Sejarah mencatat bahwa praktek riba nasiah ini pernah dipraktekkan oleh kaum Thaqif yang telah terbiasa meminjamkan uang kepada Bani Mughirah. Setelah waktu pembayaran tiba, kaum Mughirah berjanji akan membayar lebih banyak apabila mereka diberi tenggang waktu pembayaran. Sebagian tokoh sahabat Nabi, seperti paman Nabi, Abbas dan Khalid bin Walid, keduanya pernah mempraktekkannya sehingga turun ayat yang mengharamkannya yang kemudian membuat heran orang musyrik, karena mereka telah menganggap jual beli itu sama dengan riba. (Satria Effendi, 1988:147). Ayat tersebut berbunyi: ُ‫م‬‫و‬ُ‫ق‬َ‫ي‬ ‫ا‬َ‫م‬َ‫ك‬ َّ‫َل‬ِ‫إ‬ َ‫ون‬ُ‫م‬‫و‬ُ‫ق‬َ‫ي‬ َ‫َل‬ ‫ا‬َ‫ب‬ ِ‫الر‬ َ‫ون‬ُ‫ل‬ُ‫ك‬ْ‫أ‬َ‫ي‬ َ‫ِين‬‫ذ‬َّ‫ال‬ْ ََُُّْ‫أ‬ِ‫ب‬ َ‫ب‬ِ‫ل‬َِ ِ َ‫م‬ْ‫ال‬ َ‫ن‬ِ‫م‬ ُ‫ان‬َ‫ط‬َْ ََََّّّّ‫ش‬‫ال‬ ُ‫ه‬ُ‫ط‬َّ‫ب‬َ‫خ‬َ‫ت‬َ‫ي‬ ‫ِي‬‫ذ‬َّ‫ال‬ ‫ا‬َ‫ب‬ ِ‫الر‬ َ‫م‬َّ‫ر‬َ‫ح‬ َ‫و‬ َ‫ع‬ََْ‫ب‬ْ‫ال‬ ُ َّ‫َّللا‬ َّ‫ل‬َ‫ح‬َ‫أ‬ َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ب‬ ِ‫الر‬ ُ‫ل‬ْ‫ث‬ِ‫م‬ ُ‫ع‬ََْ‫ب‬ْ‫ال‬ ‫ا‬َ‫م‬َُِّ‫إ‬ ‫وا‬ُ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. 2:275) Uraian di atas memberikan kejelasan bahwa riba nasiah mengandung tiga unsur. Pertama, terdapat tambahan pembayaran atau modal yang dipinjamkan. Kedua, tambahan itu tanpa resiko kecuali sebagai imbalan dari tenggang waktu yang diperoleh si peminjam. Ketiga, tambahan itu disyaratkan dalam bentuk pemberian piutang dan tenggang waktu. Bandingkan dengan kasus lain, penambahan yang dilakukan oleh orang yang berhutang ketika membayar dan tanpa ada syarat sebelumnya, hal itu dibolehkan, bahkan dianggap perbuatan ihsan (baik) yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah (Quraish Shihab, 1988:136). Rasul pernah berhutang kepada seseorang seekor hewan kemudian beliau bayar dengan hewan yang lebih tua umurnya seraya bersabda:
  • 5. 5 )‫علَه‬ ‫(متفق‬ ً‫ء‬‫ا‬َ‫ض‬َ‫ق‬ ْ ُ‫ك‬َ‫ن‬َ‫س‬ْ‫ح‬َ‫أ‬ ْ ُ‫ك‬ ِ‫ْر‬ََ‫خ‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ َّ‫ِن‬‫ا‬َ‫ف‬ Artinya: “Sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik dalam membayar hutangnya.” (HR. Bukhari Muslim) Fuqaha membedakan mana tambahan yang termasuk riba atau tindakan terpuji. Menurut mereka tambahan pembayaran hutang yang termasuk riba jika tambahan tersebut disyaratkan pada waktu aqad. Artinya seseorang mau memberikan hutang dengan syarat ada tambahan dalam pengembaliannya. Tindakan ini dinilai tercela karena ada kezaliman dan pemerasan. Sedangkan tambahan yang terpuji itu tidak dijanjikan pada waktu aqad. Tambahan itu diberikan oleh orang yang berhutang ketika ia membayar yang sifatnya tidak mengikat hanya sebagai tanda rasa terima kasih kepada orang yang telah memberikan hutang kepadanya. Selain riba nasiah seperti telah dijelaskan, dalam kajian fiqh dikenal juga riba dalam bentuk lain yang disebut dengan riba fadhal. Menurut Ibnu Qayyum, riba fadhal ialah riba yang kedudukannya sebagai penunjang keharaman riba nasiah. Dengan kata lain bahwa riba fadhal diharamkan supaya seseorang tidak melakukan riba nasiah yang sudah jelas keharamannya. Maka Rasulullah melarang menjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, korma dengan korma, kecuali dengan sama banyak dan secara tunai. Barang siapa yang menambah atau minta tambah, masuklah ia pada riba. Yang mengambil dan yang memberi sama hukumnya (HR. Bukhari). Dari pengertian tersebut, fuqaha menyimpulkan bahwa riba fadhal ialah kelebihan yang terdapat dalam tukar menukar antara benda-benda sejenis, seperti emas dengan emas, perak dengan perak dan sebagainya. Tentang keharaman riba, sikap semua agama samawi (Islam, Yahudi dan Nasrani) secara tegas mengharamkan riba karena dianggap sebuah praktek yang dapat merusak moral. Di dalam kitab perjanjian lama ayat 25 pasal 22 kitab keluaran sebagaimana dikutip oleh Sayyid Sabiq “jika kamu meminjamkan harta kepada salah seorang putra bangsaku, janganlah kamu bersikap seperti orang yang menghutangkan, jangan kamu meminta keuntungan hartamu”. Hal senada dikemukakan pada ayat 35 pasal 25 kitab imamat, “jika saudaramu membutuhkan sesuatu maka tanggunglah, jangan kamu meminta darinya keuntungan dan manfaat”. Paus Pius berkata “sesungguhya pemakan riba akan kehilangan harga diri/kemuliaan dalam hidup di dunia dan mereka bukan orang yang pantas dikapankan setelah mereka mati”. Sedangkan dalam Islam, keharaman riba ditetapkan oleh al-Qur’an secara kronologis di berbagai tempat. Pada priode Mekkah turun firman Allah swt surat al-Ruum ayat 39.
  • 6. 6 Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (QS.: 30/39) Pada priode Madinah turun ayat yang secara jelas dan tegas tentang keharaman riba, terdapat dalam surat Ali Imran ayat 130 Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.(QS: 3/130) Ayat terakhir yang memperkuat keharaman riba terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 278-279: Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul- Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.( Baqarah/2: 278-279) Dua ayat terakhir di atas mempertegas sebuah penolakan secara jelas terhadap orang yang mengatakan bahwa riba tidak haram kecuali jika berlipat ganda. Allah tidak memperbolehkan pengembalian hutang kecuali mengembalikan modal pokok tanpa ada tambahan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim secara jelas riba adalah perbuatan haram dan termasuk salah satu dari lima dosa besar yang membinasakan. Dalam hadits yang lain, keharaman riba bukan hanya kepada pelakunya saja tapi juga kepada semua pihak yang ikut membantu terlaksananya perbuatan riba tersebut, hal ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim: ) ‫ومسل‬ ‫البخارى‬ ‫(رواه‬ .‫وكاتبه‬ ،‫وشاهديه‬ ،‫ومؤكله‬ ،‫الربا‬ ‫آكل‬ ‫هللا‬ ‫هللا‬ ‫لعن‬
  • 7. 7 Artrinya: Allah melaknat pemakan riba, orang yang memberikan makannya, saksi-saksinya dan penulisnya. (HR. Bukhari dan Muslim) 2. Hikmah Keharaman Riba Berdasar kepada keharaman riba sebagaimana telah dijelaskan di atas, Yususf Qardawi dan Sayyid Sabiq memberikan komentar yang senada tentang bahaya riba dalam konteks kehidupan personal dan sosial. Menurut Yusuf Qardhawi dalam kitabnya al-halal wa al-haram menyatakan bahwa dalam praktek riba terdapat kezaliman. Dalam bentuk pengambilan harta orang lain tanpa hak. Hal ini dapat terlihat dengan jelas dengan keharusa orang yang berhutang untuk mengembalikan sejumlah tambahan dari jumlah hutang yang harus dibayarkan. Selain itu, menurut Qardhawi bahwa dalam praktek riba terkandung potensi secara psikologis yang dapat melemahkan kreatifitas manusia untuk bekerja, sehingga manusia melalaikan perdagangannya dan aktifitas ekonomi lainnya yang mampu memutus kreatifitas hidupnya. Dampak negatif ini muncul sangatlah beralasan dikarenakan uang yang mengalir ke dalam sakunya diperoleh secara mudah tanpa mengeluarkan keringat sehingga hidupnya bergantung kepada riba yang diperolehnya tanpa usaha, sehingga muncul mental-mental manusia yang konsumtif dan tidak produktif. Lanjut Qardhawi menjelaskan, aspek lain yang tidak kalah pentingnya dari dua dampak terdahulu adalah bahwa dalam praktek riba berpotensi besar untuk menghilangkan nilai kebaikan dan keadilan dalam hutang piutang. Transaksi hutang piutang yang pada mulanya mengandung kebaikan karena di dalamnya terdapat unsur tolong menolong dalam kehupuan sosial, akibat virus riba maka hutang piutang akhirnya berubah menjadi sebuah praktek pemerasan terselubung yang akan mendorong pelakunya bermental lintah darat yang memanfaatkan kebaikan hutang piutang. Selain itu, dilihat secara moral, tegas Qardhawi riba sangat tidak memiliki nilai kemanusiaan karena di dalamnya terdapat eksploitasi terhadap kaum lemah, hal ini menurut beliau karena yang menjadi kebiasaan adalah orang yang memberi hutang adalah orang kaya dan orang yang berhutang adalah orang miskin. Mengambil kelebihan hutang dari orang yang miskin sangatlah tidak wajar dan bertentangan dengan sifat rahmah Allah swt., hal ini akan merusak sendi-sendi kehidupan sosial. (Qardhawi, 1994: 242-243). Hampir senada dengan Qardhawi, Sayyid Sabiq juga menguraikan dampak negatif yang diakibatkan oleh riba. Namun terdapat point penting lain yang dapat diungkap dari Sabiq yaitu bahwa dalam praktek riba akan dapat menimbulkan potensi permusuhan. Hal ini muncul
  • 8. 8 dimungkinkan karena dalam praktek riba menapikan unsur tolong menolong yang dapat memperkuat tali persahabatan dan persaudaraan. Hal ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan yang dianjurkan oleh semua agama terutama Islam yang menyeru agar ummatnya dapat hidup selalu saling tolong menolong dan membenci orang yang mengutamakan kepentingan pribadi dan mengeksploitasi kerja orang lain. Lanjut Sabiq mengatakan bahwa praktek riba berpotensi untuk melahirkan mental hidup mewah (pemboros), pemalas yang tidak mau bekerja dan menimbulkan penimbunan harta tanpa usaha yang tak ubahnya seperti benalu (pohon parasit) yang nempel di pohon lain. Sederet dampak yang tersebut terakhir ini merupakan bentuk mental yang bertentangan dengan semangat ajaran Islam. Pemborosan merupakan sifat yang seharusnya dijauhi oleh ummatnya karena pemboros dalam hidupnya hanya menyia-nyiakan harta dengan perbuatan yang tidak bermanfaat yang diklaim sebagai perbuatan syetan. Demikian halnya dengan sikap berpangku tangan juga merupakan sifat yang tidak islami, karena ajaran Islam menganjurkan ummatnya berusaha sekuat tenaga untuk mencari harta dengan jalan yang benar, menghargai kerja keras dan menghormati orang yang suka bekerja dan menjadikan kerja sebagai sarana mata pencaharian, menuntun orang kepada keahlian dan kemandirian serta mengangkat semangat hidup seseorang. Butir lain yang tidak kalah pentingnya dengan butit-butir terdahulu yang diungkap Sabiq adalah bahwa praktek riba merupakan salah satu cara penjajahan. Hal ini dapat dipahami karena sesungguhnya praktek riba adalah produk jahiliyah yang berkembang sampai sekarang menjadi sebuah kekuatan ekonomi global yang berbasis kapitalis yang jauh dari nilai tolong nenolong. Hal ini tentunya bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri yang mengajak manusia agar dapat memberikan pinjaman kepada yang memerlukan dengan baik semata untuk mendapat pahala bukan mengekploitasi orang lemah. Hal ini diperkuat firman Allah swt.: ِ‫ان‬ َ‫ْو‬‫د‬ُ‫ع‬ْ‫ال‬ َ‫و‬ ِ ْ‫ث‬ِ ْ‫اْل‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ‫وا‬ُُ َ‫او‬َ‫ع‬َ‫ت‬ َ‫َل‬ َ‫و‬ ‫ى‬ َ‫و‬ْ‫ق‬َّ‫ت‬‫ال‬ َ‫و‬ ِ‫ر‬ِ‫ب‬ْ‫ال‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ‫وا‬ُُ َ‫او‬َ‫ع‬َ‫ت‬ َ‫و‬ Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. al-Maidah: 2) Memperhatikan praktek riba dan segala konsekuensi yang diakibatkan darinya sebagaimana dijelaskan di atas maka penulis dapat berkesimpulan bahwa akibat yang ditimbulkan oleh praktek riba dapat merusak tatanan kehidupan seseorang baik secara personal
  • 9. 9 maupun sosial yang diistilahkan dalam agama jauh dari keberkahan hidup. Jika praktek riba dibiarkan tanpa usaha untuk mengembalikan kepada sistem perekonomian Islam yang terbebas dari sistem riba maka sistem kapitalis di mana terjadi pemerasan dan penganiayaan terhadap kaum lemah akan tetap merajai sistem perekonomian dan di saat itu pula terjadi kegersangan yang dahsyat bagi kehidupan manusia modern. Di sisi lain akan semakin kuatlah adigium yang menyatakan bahwa orang yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin tertindas. 3. Ikhtilaf Hukum Bunga Bank Sebelum menampilkan perbedaan pendapat tentang hukum bunga bank, nampaknya perlu dikedepankan terlebih dahulu tentang sistem bunga bank itu sendiri. Dalam sistem bunga bank konvensional yang berlaku mengharuskan mereka yang menitipkan uang untuk jangka waktu tertentu, mendapat pengembalian uang titipan itu dari bank ditambah dengan bunga yang jumlahnya telah ditentukan pada hari penitipan uang. Sebaliknya kepada mereka yang meminjam uang dari bank untuk jangka waktu tertentu oleh bank juga diharuskan untuk mengembalikan uang yang dipinjam. Selain itu, iapun harus memberikan uang tambahan yang jumlahnya telah disepakati pada waktu pengembalian pinjaman. Uang tambahan itu disebut dengan bunga. Terhadap konsep bunga bank seperti tersebut terdapat perbedaan sikap para ulama dalam menghukuminya. Menurut penelitian penulis sedikitnya terdapat empat kelompok ulama tentang hukum bunga bank. Pertama kelompok muharrimun (kelompok yang menghukuminya haram secara mutlak). Kedua kelompok yang mengharamkan jika bersifat konsumtif. Ketiga, muhallilun (kelompok yang menghalalkan) dan keempat, kelompok yang menganggapnya syubhat. Berikut ini akan diuraikan empat kelompok ulama seperti dimaksud: 1. Yang termasuk kedalam kelompok pertama ini antara lain Abu Zahra, Abu A’la al- Maududi, M. Abdullah al-Araby dan Yusuf Qardhawi, Sayyid Sabiq, Jaad al-Haqq Ali Jadd al-Haqq dan Fuad Muhammad Fachruddin. Mereka berpendapat bahwa bunga bank itu riba nasiah yang mutlak keharamannya oleh karena itu, umat Islam tidak boleh berhubungan dengan bank yang memakai sistem bunga, kecuali dalam keadaan darurat. Terkait dengan kondisi yang tersebut terakhir ini, Yusuf Qardhawi berbeda dengan yang lainnya, menurutnya tidak dikenal istilah darurat dalam keharaman bunga bank, keharamannya bersifat mutlak. 2. Yang termasuk ke dalam kelompok yang kedua ini antara lain Mustafa A. Zarqa. Beliau berpendapat bahwa riba yang diharamkan adalah yang bersifat konsumtif seperti yang
  • 10. 10 berlaku pada zaman jahiliyah sebagai bentuk pemerasan kepada kaum lemah yang konsumtif berbeda yang bersifat produktif tidaklah termasuk haram. Hal senada juga dikemukakan oleh M. Hatta. Tokoh yang tersebut terakhir ini membedakan antara riba dengan rente. Menurutnya riba itu sifatnya konsumtif dan memeras si peminjam yang membutuhkan pinjaman uang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Sedangkan rente sifatnya produktif, yaitu dana yang dipinjamkan kepada peminjam digunakan untuk modal usaha yang menghasilkan keuntungan. 3. Yang termasuk kepada kelompok ketiga antara lain A. Hasan (persis). Beliau berpendapat bahwa bunga bank (rente) seperti yang belaku di Indonesia bukan termasuk riba yang diharamkan karena tidak berlipat ganda sebagaimana yang dimaksud dalam ayat: َ َّ‫َّللا‬ ‫وا‬ُ‫ق‬َّ‫ت‬‫ا‬ َ‫و‬ ً‫ة‬َ‫ف‬َ‫ع‬‫ا‬َ‫ض‬ُ‫م‬ ‫ا‬ً‫ف‬‫ا‬َ‫ع‬ْ‫ض‬َ‫أ‬ ‫ا‬َ‫ب‬ ِ‫الر‬ ‫وا‬ُ‫ل‬ُ‫ك‬ْ‫َأ‬‫ت‬ َ‫َل‬ ‫وا‬ُ‫ن‬َ‫م‬‫ا‬َ‫ء‬ َ‫ِين‬‫ذ‬َّ‫ل‬‫ا‬ ‫ا‬َُّْ‫ي‬َ‫أ‬‫ا‬َ‫ي‬َ‫ُون‬‫و‬ِ‫ل‬ْ‫ف‬ُ‫ت‬ ْ ُ‫ك‬َّ‫ل‬َ‫ع‬َ‫ل‬ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imran: 130) 4. Yang termasuk ke dalam kelompok keempat adalah Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam muktamar di Siduarjo 1968 memutuskan bahwa bunga yang diberikan oleh bank kepada para nasabahnya atau sebaliknya termasuk perkara syubhat (belum jelas keharamannya). Karena yang diharamkan, menurut Muhammadiyah riba yang mengarah kepada pemerasan sejalan dengan QS. 2:279. Artinya: “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 279) Muhammadiyah masih ragu apakah ada unsur pemerasan dalam operasional bank. Oleh karena itu Muhammadiyah menganggapnya syubhat tapi Muhammadiyah membolehkannya jika dalam keadaan terpaksa saja. Masing-masing klaim tentang hukum bunga bank yang dikemukakan oleh para ulama seperti terlihat jelas pada uraian di atas berakar dari perbedaan penafsiran melalui ijitihad mereka terhadap nash yang berbicara tentang riba sehingga masing-masing kelompok memiliki argumentasi yang diyakininya benar. Terlepas dari perdebatan tersebut, melihat realitas yang ada bagi umat Islam termasuk di Indonesia sudah menjadi terbiasa hidup dengan bunga bank
  • 11. 11 tanpa ada perasaan risih dan anggapan bahwa bunga bank itu sesuatu yang terpaaksa atau darurat. Di sisi lain sebagian masyarkat juga ada terjebak dalam praktek pinjam meminjam uang dengan suku bunga tinggi seperti yang dilakukan oleh para rentenir. Berbeda dengan bunga bank, sistem rentenir yang sering disebut “lintah darat” itu sering menimbulkan kegelisahan di masyarakat sebab . Kondisi ini muncul dikarenakan beban yang ditanggung oleh pihak nasabah terlalu berat, sementara di sisi lain muncul sekelompok orang yang hidup mewah dari hasil rentrenir yang memeras pihak peminjam. Jika demikian halnya, maka tidaklah diragukan bahwa sisten renten seperti itu termasuk perbuatan terkutuk dan haram hukumnya karena di dalamnya terdapat unsur penganiayaan dan penindasan terhadap orang-orang yang membutuhkan dan praktek ini telah dipraktekkan sejak zaman jahikliyah. Jadi keharaman rentenir jelas karena termausk kategori riba riba yang diharamkan di dalamnya terdapat kelebihan yang merugikan pihak peminjam, sehingga pihak peminjam merasa teraniaya dan tertindas jika kelebihan dalam batas kewajaran dan itu tidak merugikan salah satu pihak, maka tidak dinamakan riba yang diharamkan. Dalil yang dijadikan dalil tentang keharaman riba terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 275: ‫ا‬ َ‫م‬َّ‫ر‬َ‫ح‬ َ‫و‬ َ‫ع‬ََْ‫ب‬ْ‫ال‬ ُ َّ‫َّللا‬ َّ‫ل‬َ‫ح‬َ‫أ‬ َ‫و‬‫ا‬َ‫ب‬ ِ‫لر‬ Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. al- Baqarah: 2/275) Kemudian permasalahannya penting yang perlu jawaban adalah pertanyaan, apakah bunga bank di dalamnya mengandung unsur penganiayaan/penindasan atau tidak? Bank merupakan lembaga penting dan sistem bunganya merupakan satu mekanisme bank untuk mengelola peredaran modal masyarakat. Dengan fungsi ini, masyarakat dapat menitipkan modalnya kepada bank dan di sisi lain pihak bankpun dapat meminjamkan dana itu kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkan. Masyarakat yang meminjam uang ke bank pada umumnya digunakan sebagai modal usaha bukan untuk kebutuhan konsumtif dan dari usaha itu akan diperoleh keuntungan. Di sisi lain, pemilik modal yang menitipkan uangnya kepada bank untuk jangka waktu tertentu, ia akan kehilangan haknya untuk menggunakan daya beli dari modalnya dalam jangka waktu tertentu. Sebaliknya pihak yang meminjam dana tersebut melalui bank yang tidak lain berasal dari modal titipan tadi dapat memanfaatkan pinjaman sebagai modal sehingga menghasilkan keuntungan. Berdasarkan prinsip bahwa tidak terdapat pihak yang dirugikan, maka tidaklah adil kalau pemilik asli modal yang kehilangan
  • 12. 12 hak untuk mempergunakan daya beli modalnya untuk jangka waktu tertentu itu tidak mendapat imbalan. Sementara itu, peminjam dana yang menggunakannya untuk modal usaha dan memperoleh keuntungan tidak membagi keuntungannya kepada pemilik modal pertama. Salah satu keberatan yang muncul terhadap sistem bunga bank adalah ketentuan jumlah atau presentase bunga yang sudah ditetapkan terlebih dahulu. Untuk mengatasi persoalan ini ditawarkan alternastif sistem bagi hasil yang berarti nanti diperhitungkan untung dan rugi perusahaan, kemudian dibagi antara pemilik asli dan pengguna modal, baik keuntungannya maupun kerugiannya. Tapi pengelolaan sistem bagi hasil sebagaimana dijelaskan di muka yang sekarang dipraktekkan oleh bank Islam menghadapi permasalahan yang sangkat kompleks dan rumit serta tidak efesien. Hal yang mungkin terjadi bahwa si peminjam dana dalam mengelolaannya terjadi kegagalan atau kerugian. Tapi pada umumnya masyarakat menerima dengan baik dan merasa diuntungkan oleh sistem bunga bank. Penetapan besarnya presentasi bunga yang akan diterima memberikan perasaan pasti pada para pemilik modal. Tidak adanya kepastian prosentase bunga seperti yang tedapat dalam bank Islam merupakan salah satu penyebab mengapa bank itu sukar menarik modal. Apa yang dipraktekkan oleh bank Islam itu sungguh sangat mulia, karena Islam mengajarkan kepada orang yang memiliki rezeki yang lebih agar membantu meminjaminya kepada orang lain yang membutuhkan tanpa mengaharap keuntungan. Tapi himbauan ini menjadi tidak relevan kalau modal yang dipindah-tangankan untuk sementara itu meliputi jumlah besar dan untuk modal usaha bukan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif keluarga. Kembali tentang hukum bunga bank, mantan syekh dan seorang mufti Sayyid Thantawi berbeda dengan pendahulunya Syekh Jad al-Haq. Thantawi menyatakan bahwa bunga deposito berjangka di bank yang ditetapkan besar presentasenya terlebih dahulu itu tidak haram menurut Islam. Fatwa ini sejalan dengan apa yang ditulis oleh Rasyid Ridha dalam Tafsit al-Manar, “Tidak termasuk riba seseorang yang memberikan kepada orang lain uang untuk diinfestasikan sambil menentukan baginya dari hasil usaha tersebut kadar tertentu. Karena transaksi semacam ini menguntungkan bagi pemilik dan pengelola modal. Sedangkan riba yang diharamkan itu merugikan salah satu pihak tanpa alasan serta menguntungkan pihak lain tanpa usaha.” Diriwayatkan dalam sebuah Hadits, bahwa Jabir pernah memberikan hutang kepada Nabi. Ketika Jabir mendatanginya, Nabi membayar hutangnya dan melebihkannya. Beliau bersabda:
  • 13. 13 َ‫أ‬ ْ ُ‫ك‬ َ‫ْر‬ََ‫خ‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ً‫ء‬‫ا‬َ‫ض‬َ‫ق‬ ْ ُ‫ك‬ُ‫ن‬َ‫س‬ْ‫ح‬ Artinya: “Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik dalam membayar hutang.” B. BANK DAN FEE Fee artinya pungutan dana yang dibebankan kepada nasabah bank untuk kepentingan administrasi, seperti keperluan kertas, biaya operasional, dan lain-lain. Pungutan itu pada hakikatnya bisa dikategorikan bunga, tapi apakah keberadaannya bisa dipersamakan dengan hukum bunga bank. Untuk menjawab masalah ini dapat dikembalikan kepada pendapat ulama tentang hukum bunga bank itu sendiri. Bagi kelompok ulama yang mengharamkan bunga bank, maka merekapun mengharamkan fee, karena berarti itu kelebihan, yaitu dengan mengambil manfaat dari sebuah transakasi utang piutang. Tegasnya, mereka menganggap fee adalah riba, meskipun fee itu digunakan untuk dana operasonal. Sedangkan ulama yang menghalalkan bunga bank dengan alasan keadaan bank itu darurat atau alasan lainnya, merekapun mengatakan bahwa fee bukan termasuk riba, oleh karena itu hukumnya boleh selain alasan bahwa tanpa fee, maka bank tidak bisa beroperasi maka keberadaan sesuatu sebagai alat sama hukumnya dengan keberadaan asal. Dalam hal ini, hukum fee sama dengan bunga bank, yaitu boleh.