Stunting merupakan masalah serius yang masih dihadapi banyak anak Indonesia. Dokumen ini membahas upaya pencegahan stunting, terutama di desa, melalui konvergensi program dan anggaran, serta keterlibatan seluruh pemangku kepentingan termasuk laki-laki dan pemerintah desa untuk meningkatkan gizi masyarakat dan mencegah stunting. Rumah Stunting Desa diusulkan sebagai sarana literasi kesehatan masyarakat untuk mening
masyarakat adalah komponen penting dalam mendukung pembangunan kesehatan, sebagai regulator bidang kesehatan, Dinas Kesehatan harus melakukan upaya pemberdayaan sehingga dapat mendukung pencapaian indikator kesehatan demi terwujudnya derajat kesehatan setinggi-tingginya
masyarakat adalah komponen penting dalam mendukung pembangunan kesehatan, sebagai regulator bidang kesehatan, Dinas Kesehatan harus melakukan upaya pemberdayaan sehingga dapat mendukung pencapaian indikator kesehatan demi terwujudnya derajat kesehatan setinggi-tingginya
Petunjuk Teknis Bangun Mandar Bidang KesehatanMuh Saleh
Bangun Mandar Bidang Kesehatan merupaka intervensi program kesehatan pada lokus desa bangunmandar yang diprogramkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2012-2017
KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN FASILITAS PAMERAN KAWASAN NTT FAIRPaul SinlaEloE
Terbengkalai dan mangkraknya pengerjaan proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR hingga saat ini, merupakan indikasi awal adanya dugaan korupsi. Apalagi pada tanggal tanggal 14 Desember 2018, telah terjadi pencairan anggaran proyek 100% dan dilakukan pembayaran secara penuh oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kepada rekanan. Itu berarti, telah dilakukan kelebihan pembayaran kepada rekanan, walau faktanya progres pekerjaan belum rampung.
PELAKU PEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANGPaul SinlaEloE
Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan subjek hukum yang melakukan setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur TPPO. Pelaku TPPO dalam banyak literatur dan dokumen penelitian, selalu diuraikan berdasarkan status, kedudukan atau jabatan. Secara yuridis, Paul SinlaEloE (2017:39) berpendapat bahwa keterlibatan pelaku dalam suatu TPPO bukan ditentukan oleh status, kedudukan atau jabatan, melainkan perannya dalam suatu peristiwa pidana.
Berkaitan dengan peran dari pelaku TPPO, tulisan ini akan membahas tentang orang yang membantu melakukan TPPO. Ada 2 (dua) alasan mengapa pembahasan terkait orang yang membantu melakukan TPPO adalah penting dalam rangka pemberantasan TPPO. Pertama, agar penegak hukum dapat menuntut pertanggungjawaban atau menghukum pelaku TPPO, berdasarkan peran dari keterlibatannya. Kedua, banyak dari mereka yang menjadi pelaku, mungkin saja tidak menyadari bahwa tindakan yang dilakukannya merupakan kejahatan TPPO.
Perdagangan orang sudah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Perdagangan orang merupakan tindakan yang merendahkan harkat dan martabat manusia. Saat ini perdagangan orang telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi maupun tidak terorganisasi, baik bersifat antar negara maupun dalam negeri. Bahkan perdagangan orang telah menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa, dan negara, serta norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia. Sebagai sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan, tidaklah mengherankan apabila banyak negara (termasuk Indonesia), bersepakat untuk memberantas perdagangan orang dari muka bumi. Disahkan dan diundangkannya UU No. 21 Tahun 2007, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang/UUPTPPO, dalam LN RI Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan LN RI Nomor 4720, pada tanggal Tanggal 19 April 2007, merupakan salah satu wujud dari komitmen Indonesia dalam melawan perdagangan orang. Dalam konteks itu, memahami substansi dari UUPTPPO dalam rangka berperang melawan perdagangan orang adalah sesuatu yang mutlak diperlukan. Karenanya, tulisan ini akan menguraikan secara sederhana tentang materi muatan dan ruang lingkup dari instrumen utama yang dimiliki Indonesia untuk melawan perdagangan orang.
Surat Dakwaan menempati posisi sentral dan strategis dalam Pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan. Pada sisi yang lain, masih banyak pihak, terutama masyarakat adat, kelompok perempuan korban kekerasan, kaum miskin dan kelompok marginal lainnya yang belum memahami tentang surat dakwaan. Buku MEMAHAMI SURAT DAKWAAN didesain secara praktis untuk mengisi ruang kosong dari pemahaman para pihak tentang surat dakwaan.
INFO BUKU - JALAN PANJANG MENUJU KEHARMONISAN RUMAH TANGGAPaul SinlaEloE
Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dalam suasana yang bahagia, aman, tentram dan damai adalah dambaan setiap orang dalam suatu rumah tangga. Itulah kalimat yang terdapat pada baris pertama sekaligus Alinea Pertama dari Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Kalimat ini juga merupakan gambaran dari kondisi dan atau tujuan yang hendak diwujudkan berkaitan dengan maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga. Permasalahannya, sejauh mana hal ini teraplikasikan dalam kehidupan nyata sehari-hari dalam masyarakat sekitar kita? Rumah Perempuan yang merupakan lembaga non profit dan bekerja untuk isu-isu perempuan, kesetaraan gender dan sangat konsern pada persoalan kekerasan dalam rumah tangga, menawarkan suatu model penyelesaian alternatif kasus kekerasan dalam rumah tangga, lewat buku yang berjudul ”JALAN PANJANG MENUJU KEHARMONISAN RUMAH TANGGA”.
Pengelolaan dan pemanfaatan anggaran publik oleh para pengambil kebijakan di NTT secara tidak manusiawi dan tidak bermartabat ini, dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kepentingan publik. Sebagai sebuah terminologi, kejahatan terhadap kepentingan publik (crimes against public interest) tidak popular dalam literatur hukum pidana di Indonesia. Kejahatan terhadap kepentingan publik juga tidak dikenal sebagai satu kategori dari jenis kejahatan dalam hukum pidana nasional. Menurut Munir Fuady (2004:21) kejahatan terhadap kepentingan publik dapat dimengerti sebagai tindakan melawan hukum yang merugikan kepentingan masyarakat banyak dan menyerang martabat publik secara luas. Kejahatan terhadap kepentingan publik memiliki watak sebagai bidang hukum yang fungsional dan mempunyai beragam karakter (G. Faure, J.C. Oudick, dan Schaffmester, 1994:9). Konsekuensinya selain terdapat dimensi penegakan hukum melalui pendayagunaan hukum pidana, tetapi juga dilaksanakan melalui sarana kebijakan negara lainnya, seperti hukum administrasi dan mekanisme spesifik sektoral lainnya, termasuk penyelesaian sengketa secara perdata.
Penegakan hukum merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum baik yang bersifat penindakan maupun pencegahan yang mencakup seluruh kegiatan baik teknis maupun administratif yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum sehingga nilai-nilai dasar dari hukum, yakni: Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian dapat terwujud.
Dalam kaitannya penegakan hukum terhadap kasus pembunuhan, pada tanggal 23 Maret 2013, Indonesia di buat geger dengan peristiwa penyerangan biadab di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cebongan, Sleman, Yogyakarta, yang mengakibatkan terbunuhnya empat orang penduduk Yogyakarta kelahiran Nusa Tenggara Timur (NTT). Peristiwa memilukan sekaligus memalukan ini menunjukan bahwa tempat dimana seharusnya setiap warga negara merasakan aman dibawah perlindungan aparatusnya, justru terjadi kejahatan kemanusiaan yang merendahkan nilai-nilai dan martabat kemanusiaan. Tragedi di LP Cebongan ini menunjukan bahwa kewibawaan hukum telah dibunuh.
Perdagangan orang (human trafficking) oleh Amnesty International disebut sebagai perbudakan manusia moderen. Fenomena ini dianggap lebih banyak terjadi di luar negeri, padahal perdagangan orang maupun perbudakan moderen juga banyak terjadi di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Eufemisme terasa sekali dalam penyebutan kasus perdagangan orang, dengan menyebut ‘tenaga kerja ilegal’. Padahal jelas hal yang diperdagangkan bukan lagi ‘tenaga kerja’, tetapi ‘orangnya’. Perbedaannya, jika hanya menjual ‘tenaga kerjanya’ maka itu bisa disebut sebagai tenaga kerja, tetapi ketika sang subyek tidak lagi memiliki otoritas atas dirinya, maka ia sebagai manusia telah dijual. Ia telah di-eksploitasi, dan manusia telah menjadi komoditas. Ini lah yang disebut perdagangan orang. (Dominggus Elcid Li dan Paul SinlaEloE, 2014).
Lembaga Perlindungan Saksi & Korban di DaerahPaul SinlaEloE
Masyarakat pendamba keadilan pada tanggal 11 Agustus 2006 menyambut gembira di undangkannya UU No. 13 Tahun 2006, tentang Perlindungan Saksi dan Korban3. Walaupun demikian patut diingat bahwa UU No. 13 Tahun 2006, tentang Perlindungan Saksi dan Korban dinilai belum maksimal dalam mengatur perlindungan terhadap Saksi dan Korban karena masih banyak bolong disana sini. Terlepas dari tidak sempurnanya UU No. 13 Tahun 2006, tentang Perlindungan Saksi dan Korban, namaun KEHADIRAN LPSK DI DAERAH SANGAT DIBUTUHKAN. Perwakilan LPSK di daerah ini bisa ditafsirkan secara luas, yakni bisa berada di tingkat region tertentu (NB: Terdiri dari beberapa provinsi) ataupun di tiap Provinsi. Bahkan bisa juga didirikan di level Kabupaten. Atau dalam kondisi khusus (Penting dan Mendesak) LPSK bisa didirikan di wilayah terpilih. Disamping itu Perwakilan LPSK di daerah juga bisa didirikan secara permanen atau secara ad hoc, sangat tergantung dari dari situasi yang mendukungnya.
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
Mencegah Stunting Dari Desa
1. Page 1 of 4
MENCEGAH STUNTING DARI DESA
Oleh. Paul SinlaEloE - Aktivis PIAR NTT
Tulisan ini pernah dipublikasikan dalam Harian Umum Victory News, tanggal 2 Agustus 2019
Stunting merupakan persoalan serius yang
mengancam generesai penerus bangsa dan
masih banyak terjadi di Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
pada tahun 2018 mencatat bahwa terdapat
± 9 juta atau 37,2% dari jumlah balita di
Indonesia menderita stunting. Dengan
angka yang demikian, Indonesia tercatat
sebagai negara peringkat kelima di dunia
dengan angka kasus stunting terbanyak.
Parahnya di Indonesia, stunting tak hanya
dialami oleh keluarga kurang mampu saja,
tetapi juga dialami oleh balita dari keluarga
yang mampu karena penerapan pola asuh
yang tidak tepat.
Kondisi inilah yang mendorong pemerintah
Indonesia mencanangkan Kampanye Nasional Pencegahan Stunting (KNPS), pada
tanggal 16 September 2018. Pencanangan KNPS ini bertujuan untuk mempersiapkan
manusia Indonesia menjadi manusia yang unggul sejak dalam masa kandungan,
sampai tumbuh secara mandiri untuk meningkatkan kesejahteraan diri dan
keluarganya. Pencanangan KNPS juga merupakan tindak lanjut atas pidato
kenegaraan dari Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus 2018, yang mengajak
seluruh komponen bangsa untuk bekerja dan memastikan bahwa setiap anak
Indonesia dapat lahir dengan sehat, dapat tumbuh dengan gizi yang cukup, serta
bebas dari stunting.
Dalam rangka mengatasi stunting, pemerintah Indonesia telah menDesain program
intervensi pencegahan stunting terintegrasi yang melibatkan lintas kementerian dan
lembaga. Pada tahun 2018, telah ditetapkan 100 Kabupaten di 34 Provinsi sebagai
lokasi prioritas penurunan stunting. Jumlah ini akan bertambah sebanyak 60
Kabupaten pada tahun berikutnya. Dengan adanya kerjasama lintas sektor ini
diharapkan dapat menekan angka stunting di Indonesia, sehingga dapat tercapai
target Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2025, yaitu penurunan
angka stunting hingga 40%.
Memahami Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh yang dialami oleh balita, sebagai konsekwensi
dari kekurangan gizi kronis yang dialami sejak berada dalam kandungan, sampai
pada 1.000 hari pertama kehidupan. Secara kasat mata, balita stunting dapat
ditandai dengan kondisi fisik panjang badan atau tinggi badan lebih pendek dari
2. Page 2 of 4
anak normal seusianya. Dampak nonfisik dari balita stunting adalah intelektual atau
kemampuan berpikir yang tidak bisa tumbuh akibat jumlah sel yang terbentuk pada
otaknya tidak optimal. Ketika beranjak dewasa, balita yang mengalami stunting akan
rentan terhadap penyakit dan kurang berprestasi di sekolah.
Faktor utama yang menjadi penyebab stunting adalah buruknya asupan gizi dan
rendahnya status kesehatan. Pemicu dari kedua faktor penyebab stunting ini adalah:
Pertama, praktek pengasuhan anak yang kurang baik; Kedua, tidak tersedianya
makanan bergizi bagi rumah tangga/keluarga; Ketiga, masih terbatasnya layanan
kesehatan untuk ibu terutama selama masa kehamilan, layanan kesehatan untuk
balita yang tidak maksimal dan tidak berkualitas; dan keempat, kurangnya akses ke
air bersih dan sanitasi.
Mengatasi persoalan stunting tidaklah sulit, jika semua pihak berkomitmen untuk
mengatasinya. Apalagi ditopang dengan kebijakan dari pengambil kebijakan yang
terfokus untuk mengatasi persoalan: Pertama, Ketahanan Pangan (Ketersediaan,
Keterjangkauan dan Akses Pangan Bergizi); Kedua, Lingkungan Sosial (Norma,
Makanan Bayi, Makanan Anak, Kebersihan, Pendidikan dan Tempat Kerja); Ketiga,
Lingkungan Kesehatan (Akses, Pelayanan Preventif dan Pelayanan Kuratif);
Keempat, Lingkungan Tempat Tinggal; dan Kelima, Data/Informasi (Bahaya/Dampak
dari Stunting, Penyebab Stunting, Pencegahan Stunting serta Penanganan Stunting).
Desa dan Pencegahan Stunting
Pemerintah Desa seharusnya terlibat dalam gerakan pencegahan stunting, karena
Desa atau yang disebut dengan istilah lain merupakan pemerintah terdekat dengan
korban stunting. Untuk itu, adanya komitmen Kepala Desa, anggota Badan
Permusyawaratan Desa dan masyarakat dalam pencegahan stunting sebagai salah
satu arah kebijakan pembangunan Desa adalah hal yang urgen. Pemerintah Desa
dalam pencegahan stunting harus memanfaatkan dana Desa secara tepat.
Pemerintah Desa harus juga melakukan pencegahan stunting dengan melakukan
konvergensi di internal Desa maupun antar Desa.
Konvergensi untuk pencegahan stunting di Desa sangat penting untuk dilakukan
karena, terdapat banyak anggaran dan program sektoral terkait pencegahan
stunting dari luar Desa yang “berkeliaran” di Desa. Sederhananya, konvergensi
pencegahan stunting di Desa dimaksudkan untuk mengelola sumberdaya Desa
maupun sumberdaya Pemerintah dan/atau sumberdaya Pemerintah Daerah. Hasil
dari konvergensi anggaran dan program sektoral terkait pencegahan stuntingakan
menghasilkan sejumlah paket layanan, seperti: Layanan kesehatan ibu dan anak,
integrasi konseling gizi, air bersih dan sanitasi, perlindungan sosial, serta layanan
Pendidikan Anak Usia Dini.
Pengelompokan paket layanan terkait konvergensi pencegahan stunting ini, harus
dilakukan dengan keterpaduan data, keterpaduan indikator pemantauan layanan,
terintegrasi dalam sistem perencanaan pembangunan Desa, terintegrasi dalam
sistem penganggaran di Desa. Sinergitas dan kerjasama antar pemangku
kepentingan dalam pencegahan stunting secara terpadu adalah aspek yang harus
3. Page 3 of 4
menajadi prioritas. Langkah konvergensi pencegahan stunting di Desa harus
dilaksanakan secara partisipatif, transparan dan akuntabel.
Selain melakukan konvergensi terkait pencegahan stunting, Pemerintah Desa
diharuskan untuk menggunakan dana Desa dengan berfokus pada peningkatan
pelayanan publik ditingkat Desa dalam rangka peningkatan gizi masyarakat serta
pencegahan stunting. Hal ini sesuai dengan dengan amanat Pasal 6 Peraturan
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Permendes
PDTT) Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018, Tentang Prioritas Penggunaan
Dana Desa Tahun 2019.
Konkritnya, untuk peningkatan gizi masyarakat serta pencegahan stunting
pemerintah Desa harus memanfaatkan dana Desa untuk: penyediaan air bersih dan
sanitasi; pemberian makanan tambahan dan bergizi untuk balita; pelatihan
pemantauan perkembangan kesehatan ibu hamil atau ibu menyusui; bantuan
posyandu untuk mendukung kegiatan pemeriksaan berkala kesehatan ibu hamil atau
ibu menyusui; pengembangan apotik hidup Desa dan produk hotikultura untuk
memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil atau ibu menyusui; pengembangan ketahanan
pangan di Desa; dan kegiatan penanganan kualitas hidup lainnya yang sesuai
dengan kewenangan Desa dan diputuskan dalam musyawarah Desa (pasal 6 ayat
(2) Permendes PDTT No. 16 Tahun 2018).
Laki-laki dan Pencegahan Stunting
Dalam pencegahan stunting di level Desa, keterlibatan laki-laki adalah poin yang
tidak boleh diabaikan. Selama ini, pencegahan stunting di Desa seakan-akan hanya
menjadi tanggungjawab kaum perempuan terutama para kader posyandu yang
semuanya adalah perempuan. Untuk itu, harus ada komitmen dari Kepala Desa,
anggota BPD dan masyarakat dalam rangka pelibatan laki-laki untuk pencegahan
stunting.
Saat ini pelibatan laki-laki dalam pencegahan stunting di Desa, bisa diawali dengan
keterlibatannya dalam menDesain Rumah Stunting Desa. Rumah Sunting Desa harus
dipahami sebagai sekretariat bersama dalam konvergensi pencegahan stunting di
Desa. Rumah Stunting Desa ini diharapkan dapat berfungsi sebagai Community
Center dan Literasi Kesehatan Masyarakat.
Sebagai Community Center, Rumah Stunting Desa dapat dijadikan sebagai ruang
publik (arena-arena komunikasi politis warganegara) bagi masyarakat Desa untuk
beraktivitas dalam urusan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa di
bidang kesehatan masyarakat Desa. Rumah Stunting Desa bisa juga dijadikan
sebagai ruang publik bagi masyarakat Desa untuk mengkonsolidasikan kepentingan
tentang urusan kesehatan masyarakat yang akan dikelola dengan sumberdaya milik
Desa dan/atau sumberdaya milik masyarakat Desa. Sebagai ruang publik, Rumah
Stunting Desa harus menjadi alat untuk memperkuat daya tawar masyarakat Desa
dalam mengambilan keputusan pembangunan Desa untuk urusan kesehatan
masyarakat, terutama terkait dengan stunting.
4. Page 4 of 4
Rumah Stunting Desa dapat juga difungsikan sebagai sarana untuk meningkatkan
kemampuan warga Desa (perempuan dan laki-laki) dalam mengolah dan memahami
informasi saat melakukan proses membaca dan menulis informasi tentang
Kesehatan Masyarakat (kesmas) khususnya stunting. Manfaat dari Literasi Kesmas
adalah warga Desa akan bertindak rasional dalam mengelola urusan kesehatan
(termasuk stunting) di Desa secara mandiri.
Dengan difungsikannya Rumah Stunting Desa sebagai sarana literasi kesmas dan
stunting, maka warga Desa akan mampu memahami dan menganalisis beragam
informasi tentang kesehatan masyarakat dan stunting, sehingga dalam konteks
penyelenggaraan pembangunan Desa, mereka mampu berpartisipasi secara aktif
dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan Desa,
khususnya pelayanan kesehatan masyarakat yang dikelola dengan sumberdaya
Desa.
Pada akhirnya, harus di yakini oleh semua pihak yang sudah maupun akan terlibat
dalam gerakan melawan stunting adalah masa depan suatu bangsa dapat diukur
melalui perkembangan anak-anak sebagai generasi penerus. Jika anak-anak terlahir
sehat, tumbuh dengan baik, dan didukung oleh pendidikan yang berkualitas, maka
mereka akan menjadi generasi yang menunjang kesuksesan pembangunan bangsa.
Karenanya, membangun manusia Indonesia sejak dari dalam kandungan adalah
investasi untuk menghadapi masa depan, sekaligus melapangkan jalan menuju
Indonesia sejahtera.