2. oN
ru
m
u
au
o
z:I
;
In
u
a*
60
Anas Firdian,Kasubdiv. SDM
& Hub.lndustrial PT.JIEP
enya m bung gagasan pemikiran Ahok, sebagaimana
penulis baca dari media cetak harian nasional
beberapa waktu lalu, tentang "Bus Umum di
Jalur Transjakarta" mengenai harapan agar dana
CSR perusahaan dapat pula diperuntukkan untuk membantu
mengatasi permasalahan di DKI Jakarta, penulis ingin sumbang
tulisan sebagai media penyampaian pemikiran.
Apabila kita cermati kembali ruh pendirian BUMN di dalam
UU.1912003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maka
terdapat penjelasan bahwa BUMN mempunyai peran strategis
sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-
kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan
usaha kecil/koperasi. Pelaksanaan peran BUMN tersebut
diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh sektor
perekonomian, seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan,
kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan
telekomunikasi, transportasi, listrik, industri dan perdagangan,
serta konstruksi (Penjelasan Umum Angka ll).
Lebih lanjut di dalam Pasal 2 dapat dijumpai bahwa
maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah : (a)
Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian
nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada
khususnya; (b) Mengejar keuntungan; (c) Menyelenggarakan
kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan
hajat hidup orang banyak; (d) Menjadi perintis kegiatan-
kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor
swasta dan koperasi; (e) Turut aktif memberikan bimbingan
dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah,
koperasi, dan masyarakat.
Amanat peran tersebut diatas dipertegas didalam Pasal
88 UU.1912003 dan kemudian dijabarkan lebih lanjut dengan
Pe rme n, BU M N No. Per-05/M BU / zOOi tenta ng Progra m
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), yang telah mengalami
empat kali perubahan (terakhir direvisi dengan No. Per-08/
MBU/2013).
Bila dikatakan bahwa BUMN pun merupakan suatu
korporasi (atau perseroan terbatas), maka didalam
3. SeyogrTanya implementasi PKBL tidaklah melulu
berkutat di sektor pemberdayaan masyarakat &/
atau UMKM, tetapi menyentuh pula sampai ke
sektor riil misalnya transportasi, infrastruktur,
maupun konstruksi. Sejauh kajian singkat yang
pernah penulis lakukan nampaknya ada sedikit
ketidakselarasan dalam mengimplementasikan
peran strategis sesuai amanat undang-undang
UU.4o/2007 tentang Perseroan Terbatas -khususnya Pasal
74 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL)-
terdapat tambahan amanat yakni : (1) Perseroan yang
menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan TJSL; (2) TJSL
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban
Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai
biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran; (3) Perseroan yang
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
TJSL diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan
hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai
dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat
setempat. Adapun yang dimaksud dengan "Perseroan yang
menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam"
adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan
memanfaatkan sumber daya alam, sedangkan yang dimaksud
dengan "Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang
berkaitan dengan sumber daya alam" adalah Perseroan yang
tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam,
tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan
sumber daya alam.
Dengan adanya pilar amanat dari kedua undang-undang
tersebut di atas, terlepas dari pemahaman apakah PKBL BUMN
merupakan TJSL sesuai UU.40/2007 ataukah kedua amanat
tersebut terpisah dan dipisahkan pelaksanaannya berdasarkan
undang-undang yang mengamanatinya (simak juga tulisan
penulis di Majalah BUMN Track, Januari 2008, hal.48-49,
"PKBL BUMN, CSR-kah? Suatu Tinjauan Dalam Perspektif
Hukum Positif"), penulis menyampaikan dukungan atas
gagasan pemikiran Wagub DKI Jakarta yang berkeinginan agar
perusahaan-perusahaan (termasuk pula BUMN dan BUMD)
yang berdomisili di wilayah DKI Jakarta (maupun wilayah
sekitarnya yang masuk ke dalam daerah penyangga ibukota)
ikut menggulirkan dana CSR-nya guna membantu mengatasi
permasala han-permasalahan ibukota.
Seyogyanya implementasi PKBL tidaklah melulu berkutat
di sektor pemberdayaan masyarakat &/atau UMKM, tetapi
menyentuh pula sampai ke sektor riil misalnya transportasi,
infrastruktur, maupun konstruksi. Sejauh kajian singkat
yang pernah penulis lakukan nampaknya ada sedikit
ketida ksela rasa n da la m mengi mplementasika n pera n strategis
sesuai amanat undang-undang.
Mengapa didalam Permen No. Per-OS/MBU/2007
(beserta perubahan-perubahannya) tidak berani secara tegas
eksplisit cakupan program BL meliputi pula sektor-sektor
perta n ia n, perika na n, perkebu nan, kehutana n, ma n ufa ktu r,
pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi,
transportasi, listrik, industri dan perdagangan, dan konstruksi.
Apakah memang sektor tersebut dilekatkan pada BUMN
pada sektor yang bersangkutan? Lantas bagaimana BUMN
memainkan peran TJSL-nya sesuai amanat UU.40/2007?
Penulis sangatlah berharap agar pemerintah tidak
bersikukuh selalu mematok setoran dividen dari BUMN-BUMN
yang setiap tahun kian bertambah, melainkan pertanyakan
pula pada BUMN yang bersangkutan sudahkah berkontribusi
langsung dan riil terhadap permasalahan-permasalahan yang
dihadapi oleh pemerintah daerah di wilayah domisili BUMN
yang bersangkutan.
Kalau memang perlu, revisi Permen No. Per-05/MBU/2007
agar memberikan penegasan bahwa kegiatan PKBL BUMN
mencakup pula sektor pertanian, perikanan, perkebunan,
kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan
telekomunikasi, tra nsportasi, listrik, industri dan perdagangan,
dan konstruksi.
o
oN
ru
m
U
au
o
2
l
I
3
,2
ou
tr
U
61