SlideShare a Scribd company logo
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
38 
MATERI DASAR 3
DASAR – DASAR EPIDEMIOLOGI KESEHATAN
DAN
KODE ETIK PROFESI EPIDEMIOLOGI KESEHATAN
I. DESKRIPSI SINGKAT
Epidemiologi merupakan ilmu dasar dari kesehatan masyarakat yang
berperan dalam mengidentifikasi masalah kesehatan masyarakat dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Epidemiologi berdasar pada konsep
timbulnya sakit sebagai akibat interaksi antara agen, penjamu dan lingkungan
pada suatu populasi dan tentunya pemahaman yang baik terhadap perjalanan
penyakit itu sendiri.
Pendekatan epidemiologi dibagi berdasarkan metode epidemiologi deskriptif,
yang membahas distribusi penyakit dan masalah kesehatan serta faktor
determinannya, dan metode epidemiologi analitik yang berperan
mengidentifikasi hubungan antara kejadian sakit dan faktor – faktor yang
mempengaruhinya dalam hubungan sebab atau pengaruh dan akibat.
Epidemiolog atau ahli epidemiologi dengan kompetensi yang dimilikinya
dapat memberikan pelayanan epidemiologi. Pelayanan dimaksud dapat
dilaksanakan dengan berdasar pada kode etik profesi.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami dasar – dasar
epidemiolog kesehatan
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan:
1. Dasar-dasar epidemiologi kesehatan
2. Kode etik profesi epidemiolog
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
39 
III. POKOK BAHASAN
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai
berikut :
Pokok Bahasan 1. Dasar – dasar Epidemiologi Kesehatan
Sub Pokok Bahasan :
a. Pengertian
b. Tujuan kegiatan epidemiolog kesehatan
c. Peran dan fungsi epidemiolog kesehatan
d. Konsep timbulnya penyakit
e. Penelitian Epidemiologi
f. Ukuran-ukuran Epidemiologi (Penyakit)
Pokok Bahasan 2. Kode Etik Profesi Epidemiolog
IV. METODE
• CTJ
• Curah pendapat
V. MEDIA DAN ALAT BANTU
• Bahan tayang (Slide power point)
• Laptop
• LCD
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol (ATK)
VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN
Berikut disampaikan langkah – langkah kegiatan dalam proses pembelajaran
materi ini.
Langkah 1. Pengkondisian
1) Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
40 
2) Tujuan pembelajaran dan pokok bahasan yang akan disampaikan serta
metode pembelajaran yang akan digunakan, sebaiknya disepakati antara
peserta dan fasilitator. Penyampaian tujuan pembelajaran ini sebaiknya
menggunakan bahan tayang.
Langkah 2. Penyampaian Materi
1) Fasilitator menyampaikan paparan materi sesuai urutan pokok bahasan
dan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang. Diawali
dengan materi tentang dasar – dasar epidemiolog kesehatan.
2) Fasilitator menyampaikan materi dengan metode ceramah tanya jawab dan
curah pendapat.
Langkah 3. Rangkuman dan Kesimpulan
1) Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta
terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2) Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
3) Fasilitator membuat kesimpulan.
VII. URAIAN MATERI
Pokok Bahasan 1.
DASAR – DASAR EPIDEMIOLOG KESEHATAN
a. Pengertian
Epidemiologi berasal dari kata Epi, demos dan logos. Epi = atas, demos =
masyarakat, logos = ilmu, sehingga epidemiologi dapat diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari tentang masyarakat. Epidemiologi adalah ilmu
yang mempelajari kejadian dan penyebaran penyakit atau masalah
kesehatan serta faktor – faktor yang mempengaruhinya, pada sekelompok
manusia tertentu. Ilmu ini dikembangkan dari pengalaman mempelajari
beberapa wabah penyakit pada waktu – waktu tertentu dengan angka
kematian yang tinggi.
Dokter menentukan status kesehatan pada seorang pasien, apa saja yang
menyebabkan pasien sakit, dan tindakan apa yang diperlukan pada
pasiennya, sementara ahli epidemiologi memanfaatkan ilmunya untuk
menentukan status kesehatan populasi atau sekelompok orang, sebab dan
faktor apa saja yang menyebabkan populasi banyak yang menderita sakit,
dan tindakan apa yang dapat dilakukan terhadap kelompok masyarakat
tersebut.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
41 
Epidemiologi kini telah berkembang dengan pesat sehingga dikenal
beberapa cabang epidemiologi seperti epidemiologi penyakit non infeksi,
epidemiologi klinik, epidemiologi kesehatan kerja dan lain-lain. Sebagai
contoh, kini juga dikenal epidemiologi penyakit – penyakit di rumah sakit,
epidemiologi kanker, epidemiologi kecelakaan lalu lintas dan epidemiologi
penyakit akibat kerja, dan sebagainya.
b. Tujuan kegiatan / Manfaat Epidemiolog Kesehatan
Epidemiolog mempunyai banyak manfaat, yaitu :
1) Melakukan kajian kesehatan masyarakat
Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggung jawab untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat, menyusun rencana kerja
upaya penanggulangan dan melakukan evaluasi kinerja program
dengan memanfaatkan cara – cara epidemiologi. Epidemiologi dapat
mengukur masalah kesehatan secara obyektif atau sasarannya jelas,
terukur dan dapat diperbandingkan antara waktu, antara wilayah dan
antara kelompok masyarakat serta hasil kerjanya dapat
dipertanggungjawabkan.
Dalam melakukan identifikasi masalah kesehatan, epidemiologi
membagi masalah kesehatan pada karakteristik khas epidemiologi
menurut waktu, tempat dan orang (epidemiologi deskriptif), dan
mengidentifikasi beratnya pengaruh suatu kondisi terhadap timbulnya
penyakit (epidemiologi analitik). Epidemiologi dapat menentukan
perkembangan penyakit dari waktu ke waktu, sehingga sangat
bermanfaat untuk mengukur keberhasilan upaya penanggulangan yang
telah dilakukan, seberapa serius masalah kesehatan telah berkembang
dan perlu tidaknya tindakan darurat penanggulangan harus segera
dilakukan. Epidemiologi juga dapat menentukan perbedaan besar
masalah kesehatan antar wilayah dan antar populasi, sehingga program
dapat menentukan prioritas populasi yang perlu mendapat upaya
penanggulangan.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
42 
2) Tindakan Terhadap Kesehatan Perorangan
Dokter menentukan seorang pasien menderita sakit tifus abdominalis
dan memintanya untuk istirahat penuh agar tidak terjadi kebocoran
usus, kemudian memberikan antibiotik yang sesuai untuk penyakit
tifus sesuai dengan umur dan kondisi pasien. Dokter juga meminta
buang hajat penderita dibuang di toilet serta berhati-hati dengan
kemungkinan terjadinya penularan dari pasien kepada anggota
keluarga yang lain. Banyak orang tidak memahami bahwa keputusan
dokter tersebut dihasilkan dari kajian epidemiologi tentang distribusi
gejala dan tanda–tanda penyakit dan tindakan yang sesuai terhadap
pasien ini (epidemiologi klinik), pentingnya melakukan upaya
pencegahan risiko penularan (epidemiologi deskriptif dan epidemiologi
analitik).
Pada penyakit yang baru terjadi pada suatu wilayah, para ahli
epidemiologi dan ahli kesehatan lainnya, bahu membahu menentukan
gambaran gejala dan tanda penyakit, cara–cara memastikan seseorang
menderita penyakit tersebut, mengidentifikasi cara–cara penularan
penyakit dan cara–cara menghindari terjadinya penularan, dan
tindakan apa yang sebaiknya dilakukan pada seseorang yang
menderita sakit, tindakan terhadap orang–orang yang kontak dan apa
yang seharusnya dilakukan oleh setiap orang yang berada pada daerah
penyebaran penyakit tersebut.
3) Melengkapi gambaran klinis penyakit
Penyakit terjadi pada seseorang dan kemudian menderita sakit dengan
menunjukkan gejala dan tanda penyakit tertentu, yang juga terjadi
perubahan pada organ tubuhnya. Perubahan gejala dan tanda penyakit
dari satu masa ke masa berikutnya bisa mengalami perubahan karena
adaptasi masyarakat terhadap penyakit dan adaptasi penyakit terhadap
orang-orang dan lingkungan dimana penyakit ini berjangkit. Misal,
penyakit malaria menimbulkan gejala demam menggigil dan sakit
kepala, tetapi akhir-akhir ini, penderita penyakit malaria juga
menunjukkan gejala diare.
Penyakit seringkali hanya menyerang orang-orang dalam populasi
tertentu, ini disebabkan pengaruh dari banyak faktor, baik faktor-faktor
yang bisa diidentifikasi dan juga faktor-faktor yang saat ini mungkin
belum teridentifikasi. Seiring perubahan waktu, perubahan musim,
adanya perubahan panas bumi, adanya perubahan pada sebagian dari
anggota masyarakat, maka epidemiologi terus memantau kemungkinan
perubahan kelompok-kelompok populasi yang kemungkinan sudah
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
43 
mulai berjangkit penyakit tersebut. Misalnya pada demam berdarah
dengue yang pada awal perkembangannya hanya menyerang usia
anak-anak dan remaja, kemudian pada akhir perkembangannya dapat
menyerang pada semua usia.
Epidemiologi juga memantau perubahan distribusi penyakit menurut
waktu, sehingga dapat diidentifikasi kecenderungan jangka panjang
(seculer trend) dan pola musiman penyakit. Dengan informasi ini,
dapat disusun rencana penanggulangan yang lebih tepat waktu, efektif
dan lebih efisien. Akhir-akhir ini, para epidemiologi juga mulai
mencermati distribusi tipe dan sub tipe dari agent penyakit, perubahan
pola DNA dan RNA sebagi bagian dari epidemiologi molekuler.
c. Peran dan Fungsi Epidemiolog Kesehatan
Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia menetapkan 9 peran
epidemiolog dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat :
1) Mengidentifikasi masalah kesehatan dan menentukan cara
penanggulangannya
2) Surveilans epidemiologi
3) Sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (KLB) penyakit, bencana
atau masalah kesehatan lainnya
4) Penyelidikan dan penanggulangan KLB penyakit
5) Memantau dan menilai program/upaya kesehatan
6) Audit manajemen dengan pendekatan epidemiologi
7) Pengajaran, pelatihan dan pemberdayaan masyarakat
8) Penelitian epidemiologi
9) Advokasi dan komunikasi
Pada lingkungan Kementerian Kesehatan, para pejabat Jabatan Fungsional
Epidemiolog Kesehatan sesuai Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 17/KEP/M.PAN/11/2000 tanggal 30 Nopember
2004, melaksanakan 5 tugas teknis epidemiologi sesuai dengan jenjang
jabatannya :
1) Menyusun rencana program epidemiologi dan rencana program
intervensi
2) Melakukan pengamatan epidemiologi
3) Melakukan penyelidikan epidemiologi KLB, kewaspadaan dini,
menetapkan adanya KLB dan wabah, dan upaya-upaya
penanggulangan KLB
4) Melakukan pencegahan dan penanggulangan penyakit
5) Memberdayakan masyarakat (identifikasi perilaku masyarakat,
perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan, dan evaluasi)
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
44 
Melakukan pengamatan epidemiologi, termasuk didalamnya adalah
kegiatan : surveilans, SKD – KLB, identifikasi masalah kesehatan dan audit
manajemen. Melaksanakan fungsi penyelidikan epidemiologi adalah untuk
memastikan adanya KLB, etiologi KLB, besarnya masalah KLB, identifikasi
sumber serta cara penularan, disamping meningkatkan kewaspadaan dini
KLB, menetapkan adanya KLB/wabah dan melaksanakan upaya-upaya
penanggulangan KLB.
The Council of State and Territorial Epidemiologists (USA) mengajukan
serangkaian fungsi utama dari unit epidemiologi departemen kesehatan
negara bagian. Lima dinataranya adalah :
1) Surveilans kesehatan masyarakat
2) Penyelidikan (termasuk analisis) dan konsultasi
3) Perkembangan kebijakan
4) Pelatihan
5) Jaringan
d. Konsep Timbulnya Penyakit
1) Penyebab, Penjamu dan Lingkungan
Berbeda dengan pendekatan medik dalam menentukan status
kesehatan yang memfokuskan pada satu individu, pendekatan
epidemiologi menentukan status kesehatan dengan mempelajari satu
kelompok penduduk. Terdapat tiga komponen penting dalam
penerapan konsep atau pendekatan epidemiologi dalam menentukan
status kesehatan sekelompok penduduk atau populasi yaitu “host”
(penjamu), environment (lingkungan) dan “agent” (penyebab).
Interaksi antara ketiga komponen tersebut harus seimbang. Bila terjadi
gangguan keseimbangan maka timbul penyakit atau masalah
kesehatan pada kelompok tersebut.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
45 
Karakteristik dari masing-masing komponen tersebut mempunyai
peranan dalam menentukan cara pencegahan dan penanggulangan jika
terjadi gangguan keseimbangan yang menyebabkan sakit.
a) Penyebab (Agent)
Penyebab suatu penyakit (agent) adalah semua unsur atau elemen
hidup maupun tak hidup yang kehadirannya atau
ketidakhadirannya, bila diikuti dengan kontak yang efektif terhadap
manusia yang rentan dalam keadaan yang memungkinkan akan
menjadi inisiasi dan memudahkan terjadinya penyakit. Agent bisa
berupa unsur biologis, kimia, nutrisi, mekanik dan agent fisik.
(1) Penyebab biologis (Agent Biologis)
Terdapat 6 kelompok penyebab (agent) biologis, yaitu :
(a) Protozoa
Adalah organisme uniseluler, antara lain dapat menyebabkan
malaria, trypanosomiasis, leismaniasis, disentri amuba, dll.
Kebanyakan dari organisme ini berkembang biak di luar
tubuh manusia dan biasanya “vectorborne” ditularkan
melalui vector yaitu artropoda).
(b) Metazoa
Organisme parasitic multiseluler, antara lain dapat
menyebabkan trichinosis, askariasis, schistosomiasis, dan
lain-lain pada tubuh manusia sehingga penularannya tidak
langsung dari manusia ke manusia.
(c) Bakteri
Organisme uniseluler yang menyerupai tanaman ini dapat
menyebabkan bermacam-macam penyakit, misalnya: TBC,
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
46 
meningitis, salmonelosis, dll. Bakteri yang dapat
menyebabkan penyakit biasanya dapat berkembang biak baik
di dalam maupun di luar tubuh manusia. Beberapa penyakit
yang disebabkan oleh bakteri dapat ditularkan secara
langsung dari manusia ke manusia, tetapi dapat juga bakteri
tersebut berasal dari lingkungan.
(d) Virus
Adalah agent biologis yang terkecil. Beberapa penyakit yang
ditimbulkan adalah: influenza, rabies, rubella, ensefalitis, dll.
Biasanya penyakit-penyakit ini ditularkan secara langsung
dari manusia ke manusia yang lainnya. Untuk kelangsungan
hidupnya, virus memerlukan sel hidup.
(e) Jamur
Adalah sejenis tanaman yang tidak mempunyai khlorofil,
dapat uni maupun multiseluler. Penyakit-penyakit yang
disebabkan olehnya antara lain adalah: histoplasmosis,
epidermafitosis, moniliasis, dll. Resistensi organisme ini
tinggi karena mereka membentuk spora. Reservoir umumnya
adalah tanah.
(f) Riketsia
Merupakan parasit intrasel yang ukurannya diantara virus
dan bakteri dan mempunyai karakteristik seperti bakteri dan
virus. Untuk tumbuh dan berkembang biak organisme ini
memerlukan sel yang hidup (seperti pada virus). Beberapa
penyakit yang ditimbulkan oleh organisme ini adalah “Rocky
mountain spotted fever”, Q-fever, dll.
Dalam menimbulkan suatu penyakit, agent-agent tersebut
dipengaruhi oleh beberapa karakteristik, yaitu:
(a) Karakteristik inherent
Pada agent biologis/mikrobiologis meliputi: morfologi,
motilitas, fisiologi, reproduksi, metabolisme, nutrisi, suhu
yang optimum, produksi toksin, dll. Yang tak kalah penting
adalah sifat-sifat kimia dan fisik dari agent yang tak hidup,
misalnya ukuran partikel, merupakan substansi yang larut
atau tidak, dll.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
47 
(b) Viabilitas dan resistensi
Kepekaan mikroorganisme terhadap panas, dingin,
kelembaban, matahari, dan lain-lain dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya.
(c) Sifat-sifat yang berhubungan dengan manusia
Terdapat beberapa faktor yang penting dalam menimbulkan
penyakit yaitu:
• Infektivitas (derajat penularan) : kemampuan untuk
menginfeksi dan menyesuaikan diri terhadap penjamu.
• Patogenitas : kemampuan untuk menimbulkan reaksi
jaringan penjamu, baik lokal atau umum, klinis atau
subklinis.
• Virulensi : merupakan derajat berat ringannya reaksi yang
ditimbulkan oleh agent.
• Antigenisitas : kemampuan untuk merangsang penjamu
dan membuat mekanisme penolakan/pertahanan
terhadap agent yang bersangkutan.
(d) Reservoir dan sumber infeksi
(e) Cara penularan
(2) Penyebab kimia (Agent Kimia)
Penyebab kimia (Agent Kimia) antara lain adalah pestisida,
“food addivite”, obat-obatan dan limbah industry. Selain itu juga
meliputi zat-zat yang diproduksi oleh tubuh sebagai akibat dari
suatu penyakit misalnya pada diabetik asidosis dan uremia.
Perlu diperhatikan cara transmisi dari agent kimia tersebut
sehingga dapat menimbulkan gangguan, yaitu secara :
Inhalasi, terdiri dari zat-zat kimia yang berupa gas (misalnya
carbonmonoksida), uap (misalnya uap bensin), debu mineral
(misalnya asbestos), partikel di udara (misalnya zat-zat
alergen).
Ditelan, misalnya: minuman keras/alkohol, obat-obatan,
kontaminasi makanan, seperti pada keracunan logam berat,
dll.
Melalui kulit, misalnya keracunan pada pemakaian
kosmetika, atau pada keracunan yang disebabkan oleh racun
tumbuh-tumbuhan atau binatang.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
48 
(3) Penyebab nutrisi
Yang termasuk dalam kategori ini adalah karbohidrat, lemak,
protein, vitamin, mineral dan air. Kekurangan atau kelebihan
zat-zat tersebut diatas dapat mengganggu keseimbangan yang
mengakibatkan timbulnya penyakit.
(4) Penyebab mekanik
Yang termasuk dalam kategori ini adalah friksi yang kronik dan
lain-lain kekuatan mekanik yang dapat mengakibatkan misalnya
dislokasi atau patah tulang, dll.
(5) Penyebab fisik
Melalui radiasi–ionisasi, suhu udara, kelembaban, intensitas
suara, getaran, panas, terang cahaya.
b) Penjamu (Host)
Faktor penjamu mempunyai ciri-ciri yang sangat luas antara lain
usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi, status perkawinan,
penyakit-penyakit terdahulu, cara hidup, hereditas, nutrisi dan
imunitas. Faktor-faktor tersebut penting karena mempengaruhi
pertama: risiko untuk terpapar sumber infeksi; kedua: kerentanan
dan resistensi dari manusia terhadap suatu infeksi atau penyakit.
(1) Usia
Biasanya merupakan faktor penjamu yang terpenting, dalam
timbulnya suatu penyakit. Terdapat penyakit-penyakit tertentu
yang hanya (atau biasanya) menyerang anak-anak usia tertentu
atau ada juga yang hanya menyerang mereka yang telah lanjut
usai.
(2) Jenis kelamin
Seperti juga pada usia, terdapat penyakit-penyakit yang hanya
menyerang jenis kelamin tertentu. Misalnya: ca prostat hanya
dijumpai pada pria saja, dan sebaliknya ca cervik hanya
dijumpai pada wanita saja.
(3) Ras
Pengaruh dari perbedaan ras dalam timbulnya suatu penyakit
biasanya disebabkan oleh karena perbedaan cara hidup,
kebiasaan sosial, nilai-nilai sosial, dan seringkali juga
dihubungkan dengan faktor genetika, dll.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
49 
(4) Sosial ekonomi; erat hubungannya dengan cara hidup dan
tingkat pendidikan.
(5) Status perkawinan
Faktor ini juga berkaitan dengan cara hidup. Secara statistik
didapatkan bahwa morbiditas dan mortalitas dari banyak
penyakit berbeda berdasarkan status perkawinan (tidak
menikah, menikah, cerai, janda/ duda karena kematian
pasangannya).
(6) Penyakit-penyakit terdahulu
Jelas dapat dimengerti bahwa mereka yang menderita penyakit
kronis atau yang pernah menderita sakit keras lebih rentan
terhadap suatu infeksi atau penyakit lainnya dibandingkan
dengan mereka yang tidak menderita penyakit kronis.
(7) Cara hidup
Seperti telah disebutkan diatas, faktor ini berhubungan dengan
sosial ekonomi, tingkat pendidikan, ras atau golongan etnis.
Kebiasaan makan, minum, membuang kotoran yang tidak baik
sangat erat hubungannya dengan penyakit-penyakit infeksi
usus. Selain itu, kebiasaan makan makanan yang mengandung
lemak dan kolesterol berlebihan, kebiasaan merokok dan
kurangnya olah raga dapat menyebabkan timbulnya penyakit-
penyakit kardiovaskuler dan hipertensi.
(8) Hereditas; berkaitan dengan ras.
(9) Nutrisi
Makin baik status gizi seseorang, maka akan makin baik sistem
pertahanan tubuh orang tersebut (secara umum).
(10) Imunitas
Faktor imunitas sangat berpengaruh dalam timbulnya suatu
penyakit. Terdapat beberapa golongan imunitas sesuai dengan
cara didapatnya, yaitu :
(a) Imunitas alamiah (tanpa intervensi)
Imunitas alamiah aktif
Didasarkan karena tubuh pernah mendapat infeksi dan
selanjutnya memproduksi antibodi terhadap infeksi
tertentu tersebut dan yang bersangkutan menjadi kebal
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
50 
terhadap infeksi tersebut. Imunitas ini dapat bertahan
lama.
Imunitas alamiah pasif
Kekebalan atau imunitas ini dimiliki oleh ibunya.
Terutama antibodi dari ibu yang dapat melewati plasenta
dan masuk ke dalam peredaran darah janin. Biasanya jenis
kekebalan ini akan menghilang setelah 4 bulan bayi lahir.
(b) Imunitas didapat (dengan intervensi)
Imunitas didapat aktif : imunitas yang dibuat oleh
penjamu setelah menerima vaksin atau toksoid, misalnya
toksoid tetanus, vaksin smallpox.
Imunitas didapat pasif : sering dilaksanakan dengan
penggunaan gamma globulin. Imunitas ini berlangsung
tidak lebih dari 4 – 5 minggu. Antibodi yang dibuat pada
hewan (biasanya kuda), bisa juga dipakai untuk
memberikan proteksi sementara terhadap suatu penyakit
misalnya pada tetanus dan rabies.
“Herd immunity” adalah imunitas yang terdapat dalam
suatu populasi (bukan imunitas individu). Tingkat kekebalan
dalam populasi ini sangat berpengaruh dalam timbulnya
suatu penyakit di suatu populasi. Bila tingkat kekebalan
tersebut cukup tinggi, maka agent (biologi) tidak dapat
menembus dan menyebar dalam populasi tersebut.
c) Lingkungan
Dapat diklasifikasikan dalam empat komponen : lingkungan fisik,
biologi, sosial dan ekonomi.
(1) Lingkungan fisik, meliputi : kondisi udara, musim, cuaca dan
kondisi geografi serta geologinya.
(a) Kondisi udara, musim, cuaca dapat mempengaruhi
kerentanan seseorang terhadap penyakit tertentu.
Contoh :
Faktor ketinggian dari permukaan laut (“attitude”)
berpengaruh terhadap mereka yang mengidap penyakit
jantung;
Kelembaban udara yang sangat rendah dapat
mempengaruhi selaput lendir hidung dan telinga
sehingga lebih rentan terhadap infeksi seperti influenza;
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
51 
juga dapat mempengaruhi kebiasaan hidup seseorang
sehingga memudahkan terjangkitnya suatu penyakit,
misalnya di daerah dengan keadaan udara yang panas
dan lembab menyebabkan orang memakai baju setipis dan
sesedikit mungkin sehingga memudahkan terjadinya
gigitan serangga, dimana serangga tersebut merupakan
vektor dari suatu penyakit.
(b) Kondisi geografi serta geologi juga dapat mempengaruhi
kesehatan secara langsung maupun tak langsung. Faktor ini
berkaitan dengan topografi, sifat tanah, distribusi dan jumlah
tanah serta air yang terkandung, dll.
Contoh :
Lokasi geografi menentukan macam tumbuh-tumbuhan
yang tidak defisiensi vitamin, misalnya tingginya kasus
scorbut pada daerah-daerah dimana buah-buahan dan
sayur-mayur tidak selalu tersedia;
Lokasi geografi juga menentukan adanya jenis-jenis
binatang yang dapat menjadi vektor atau reservoir dari
suatu penyakit sehingga dapat mempengaruhi distribusi
penyakit, misalnya lalat teetse dan penyakit tidur di
Afrika;
Struktur geologi juga mempengaruhi macam tumbuhan
yang dapat dikonsumsi oleh manusia, ketersediaan air,
dll. Dimana hal-hal tersebut dapat mempengaruhi
kesehatan manusia.
(2) Lingkungan biologi dapat berperan sebagai berikut :
(a) Hewan atau tumbuh-tumbuhan dapat berfungsi baik sebagai
agent, reservoir maupun vektor dari suatu penyakit.
(b) Mikroorganisme saprofit mempunyai pengaruh positif
terhadap kesehatan melalui penyuburan tanah, dll.
(c) Tumbuh-tumbuhan dapat merupakan sumber nutrient, tetapi
mungkin pula menjadi tempat bermukim binatang yang
merupakan vektor suatu penyakit atau merupakan sumber
alergen.
(3) Lingkungan sosial ekonomi
(a) Faktor yang timbul dari lingkungan sosial (diluar faktor
ekonomi) sangat mempengaruhi status kesehatan fisik dan
mental baik secara individu maupun kelompok.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
52 
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
Kepadatan penduduk sangat mempengaruhi ketersediaan
makanan dan kemudahan penyebaran penyakit menular,
dll.
Stratifikasi sosial berdasarkan tingkat pendidikan, latar
belakang etnis, macam pekerjaan, dll, dapat
meningkatkan gangguan mental, disamping juga tingkat
kejahatan.
Nilai-nilai sosial yang berlaku, misalnya mengenai besar
kecilnya keluarga, aturan-aturan agama, dll.
(b) Faktor-faktor yang berkaitan dengan ekonomi setempat.
Kemiskinan, hal ini hampir selalu berkaitan dengan
malnutrisi, fasilitas sanitasi yang tidak memadai, dll, yang
secara keseluruhan menunjang penyebaran penyakit
menular.
Ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan oleh
masyarakat berhubungan dengan ada tidaknya atau baik
tidaknya sistem asuransi kesehatan.
Adanya pusat-pusat latihan dan penyediaan kerja untuk
para penyandang cacat fisik, tingginya tingkat
pengangguran.
Perang, dapat menyebabkan kemiskinan, perpindahan
penduduk, yang secara keseluruhan menyebabkan
tingginya penyakit menular.
Bencana alam, misalnya banjir, gempa bumi, memberikan
dampak yang hampir sama dengan perang.
2) Interaksi Komponen Epidemiologi (Agent, Host dan Lingkungan)
a) Interaksi agent – lingkungan
Adalah keadaan dimana agent dipengaruhi secara langsung oleh
lingkungan (tanpa menghiraukan karakteristik dari host), biasanya
pada periode prepatogenesa yang seringkali dilanjutkan sampai
tahap patogenesa. Keadaan tersebut misalnya : ketahanan dari suatu
bakteri terhadap sinar matahari, stabilitas vitamin di dalam lemari
pendingin, dll.
b) Interaksi host – lingkungan
Adalah keadaan dimana host dipengaruhi secara langsung oleh
lingkungan (tanpa menghiraukan faktor agent), biasanya juga pada
tahap prepatogenesa dan patogenesa. Keadaan tersebut misalnya :
kebiasaan penyiapan makanan, ketersediaan fasilitas kesehatan, dll.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
53 
c) Interaksi host – agent
Berada dalam diri host, bermukim dengan baik, berkembang biak
dan mungkin telah menstimuli respons dari host dengan timbulnya
tanda-tanda dan gejala-gejala klinis seperti demam, perubahan
jaringan, dll, berikut produksi zat-zat kekebalan atau mekanisme
pertahanan lainnya. Interaksi ini dapat berakhir dengan
kesembuhan, gangguan sementara, kematian atau hilangnya tanda-
tanda dan gejala-gejala klinis tanpa eliminasi dari agent (menjadi
“Carrier”).
d) Interaksi agent – host – lingkungan
Adalah keadaan dimana agent, host dan lingkungan saling
mempengaruhi satu dengan yang lainnya dan menginisiasi
timbulnya suatu proses penyakit, terjadi baik pada tahap
prepatogenesa maupun patogenesa. Terdapat misalnya pada
kontaminasi feses dari penderita tifus pada sumber air minum, dll.
Untuk memberikan gambaran secara grafik mengenai hubungan antara
agent – host – lingkungan seperti telah disebutkan diatas, John Gondon
menggambarkannya dengan timbangan keseimbangan. Selain itu dia
juga mengemukakan bahwa penyakit menular mengikuti konsep
“biologic laws” yaitu sebagai berikut :
Bahwa suatu penyakit timbul karena terjadi ketidakseimbangan
antara agent penyakit tersebut dengan manusia (host).
Bahwa keadaan keseimbangan tersebut tergantung dari sifat alami
dan karakteristik dari agent dan penjamu (secara individual
maupun secara kelompok).
Bahwa karateristik dari agent dan penjamu berikut interaksinya
secara langsung berhubungan dan tergantung pada keadaan alami
dari lingkungan sosial, fisik, ekonomi dan juga lingkungan biologis.
Pada penyakit menular, interaksi tersebut terjadi antara dua organisme
hidup; sedangkan pada penyakit tak menular, terjadi interaksi antara
satu organisme hidup yaitu manusia dengan agent penyakit yang tidak
hidup (non biologis).
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
54 
Berikut adalah keadaan–keadaan yang dapat terjadi pada keadaan
equilibrium atau keseimbangan tersebut diatas :
a) Periode prepatogenesa : terjadi pada saat timbangan tersebut dalam
keadaan seimbang, yang terlihat adalah keadaan sehat.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
55 
b) Periode patogenesa : keadaan seimbang terganggu sehingga
timbulnya suatu penyakit. Terdapat beberapa perubahan
keseimbangan :
(1) Perubahan pada faktor agent, yaitu terdapatnya agent baru atau
jumlah agent bertambah atau terjadi mutasi dari agent.
Keseimbangan berubah menjadi sebagai berikut :
Pada keadaan diatas, kemampuan agent bertambah dalam
menginfeksi host, sehingga menyebabkan sakit.
(2) Perubahan pada faktor host, yaitu bertambah banyaknya jumlah
orang-orang yang rentan terhadap suatu agent mikroorganisme
tertentu, misalnya terhadap kuman difteri.
Pada keadaan ini proporsi kerentanan host dalam populasi
bertambah.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
56 
(3) Perubahan pada faktor lingkungan
Perubahan pada lingkungan yang menyebabkan mudahnya
penyebaran dari agent. Terjadi misalnya pada bertambahnya
kasus demam berdarah pada musim penghujan.
Perubahan pada lingkungan yang menyebabkan perubahan
pada kerentanan host. Terjadi misalnya pada keadaan
dimana infeksi saluran pernafasan bertambah bersamaan
dengan meningkatnya polusi udara.
Konsep diatas adalah suatu konsep yang dinamis. Setiap perubahan
dari ketiga titik atau faktor tersebut akan mengubah keadaan
keseimbangan yang ada dan menimbulkan bertambahnya atau
berkurangnya frekuensi dari suatu penyakit. Konsep atau model ini
berkembang pada masa penyakit infeksi adalah satu-satunya (atau
terbanyak) jenis penyakit yang ada. Namun dengan berkembangnya
pengetahuan yaitu dengan dikenalnya penyakit non infeksius (tak
menular), maka terjadi pula pergeseran dari pola jenis penyakit dan
fokus dari epidemiologi. Perubahan tersebut diikuti dengan makin
diperhatikannya faktor penjamu dan lingkungan, tidak semata-mata
terhadap faktor agent (terutama agent biologis). Sehingga walaupun
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
57 
ilmu epidemiologi berkembang dari studi mengenai penyakit
menular, penerapannya dapat dipakai pada penyakit tidak menular
dan kesehatan secara umum. Oleh karena itu, sekarang terdapat
epidemiologi mengenai penyakit jantung, penyakit kanker,
kecelakaan, dll, dimana pendekatannya menggunakan prinsip yang
sama yaitu interaksi dari agent, penjamu dan lingkungan.
3) Perjalanan Alamiah Penyakit
Perjalanan alamiah penyakit adalah perkembangan penyakit pada
tubuh seseorang tanpa adanya intervensi.
a) Perkembangan penyakit
Proses penyakit menular dimulai saat agen penyakit
(mikroorganisme) masuk ke dalam tubuh seseorang dengan atau
tanpa adanya sejumlah faktor yang ada pada tubuh orang tersebut
ikut berpengaruh. Pada penyakit kanker atau keracunan, ada agen
pemicu timbulnya sakit, sementara pada penyakit tidak menular
lain adalah akumulasi dari berbagai kondisi pada tubuh orang
tersebut.
Setelah agen penyakit tersebut berada atau adanya akumulasi
berbagai kondisi tersebut, maka terjadilah perubahan patologis
pada tubuh orang tersebut. Pada awal kejadian, biasanya tidak
terlihat dan juga bisa tidak dirasakan. Kemudian perkembangan
penyakit berlanjut dan sebagian dari orang-orang tersebut akan
menunjukkan gejala-gejala dan tanda-tanda penyakit.
Orang yang terpapar agen penyakit tidak seluruhnya menunjukkan
gejala atau tanda-tanda penyakit. Sebagian yang lain ada yang
menunjukkan gejala yang lengkap, ada yang hanya sebagian gejala
yang muncul, ada yang gejala sangat berat dan sebagian lagi justru
sangat ringan. Akhir perkembangan penyakit ini adalah terjadi
kesembuhan, cacat dan sebagian ada yang meninggal.
b) Masa inkubasi
Periode waktu masuknya bibit penyakit sampai timbulnya gejala
sakit yang pertama disebut sebagai masa inkubasi (penyakit
menular) dan masa laten (penyakit kronis). Masa inkubasi penyakit
satu dengan penyakit lain berbeda-beda, ada yang sangat cepat,
tetapi ada yang sangat lama. Masa inkubasi satu jenis penyakit bisa
berbeda pada satu orang dengan orang lain, misalnya masa inkubasi
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
58 
hepatitis A rata-rata adalah 30 hari, tetapi dengan rentang masa
inkubasi antara 10 hari sampai 40 hari.
c) Terpapar, infektivitas, patogenesis dan virulensi
Pada penyakit dengan agen penyakit sebagai etiologi, infektivitas
adalah proporsi orang-orang yang terpapar agent penyakit yang
kemudian menjadi terinfeksi.
Patogenitas adalah proporsi orang yang terinfeksi kemudian
menunjukkan tahapan klinis (gejala dan tanda penyakit).
Virulensi adalah proporsi kasus klinis yang kemudian menderita
sakit berat atau meninggal
Pemahaman yang baik terhadap perjalanan alamiah penyakit sangat
diperlukan bagi para ahli epidemiologi. Bagi dokter yang memutuskan
seseorang sakit berdasarkan kemampuan diagnostik yang dimilikinya,
akan memilih masyarakat menjadi kelompok sakit, kelompok terinfeksi
tidak sakit dan kelompok tidak terinfeksi dan tidak sakit. Bagi para ahli
epidemiologi, adanya kelompok terinfeksi tetapi tidak sakit adalah
sangat penting karena adanya sumber penularan yang tidak
teridentifikasi dengan cermat, dan berdasarkan pemahaman ini,
rekomendasi isolasi (penderita) dan karantina (orang yang dicurigai
telah terinfeksi tidak sakit) mungkin bisa menjadi salah satu cara
pencegahan penularan dan menghentikan perkembangan KLB.
Disamping itu, adanya masa inkubasi, dimana orang-orang yang
terinfeksi tetapi belum menunjukkan tanda-tanda klinis merupakan
kelompok carriers, yang juga menjadi sumber penularan tersembunyi,
misalnya penderita campak sebetulnya telah mampu menularkan virus
campak beberapa hari sebelum timbulnya tanda klinis, demikian juga
untuk influenza. Carriers juga bisa terdapat pada orang-orang yang
tidak pernah menunjukkan tanda klinis atau orang yang sudah sembuh
dari penyakit (gejala klinis sudah tidak ada) tetapi masih menularkan
penyakit, misalnya hepatitis B.
4) Sumber dan Cara Penularan Penyakit
Model segitiga Agent–Penjamu–Lingkungan sebagaimana dibahas
sebelumnya, menjelaskan bahwa sakit pada seseorang adalah hasil
interaksi dari agen, penjamu dan lingkungan. Agen penyakit bergerak
pindah keluar dari penjamu (sumber penyakit) melalui jalan keluar
(portal meninggalkan penjamu), kemudian melalui berbagai cara
penularan (sumber penyakit dan cara penularan), agen penyakit masuk
ke dalam tubuh penjamu baru yang rentan melalui pintu masuk (portal
masuk ke penjamu baru).
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
59 
Ada 6 (enam) unsur penting dalam rantai penularan penyakit
menular, yaitu :
a) Agent ( penyebab)
b) Reservoir dari agent (penyebab)
c) Portal dari agent untuk meninggalkan host
d) Cara penularan (transmisi) dari agent ke host baru
e) Portal dari agent masuk ke host yang baru
f) Kerentanan host
Portal dari agent untuk meninggalkan host
(1) Saluran pernafasan, misalnya mycobacteri tuberculosis
(2) Saluran makanan, misalnya salmonella typhus
(3) Sistem genito-urinarius, misalnya M. gonococcus
(4) Kulit :
• Melalui lesi pada kulit, misalnya pada cacar air
• Percutaneous, melalui gigitan serangga
(5) Transplasental, misalnya hepatitis B, rubella, dll.
Cara penularan dari agent ke host baru
(1) Langsung
• Kontak langsung, misal penyakit kelamin dan penyakit enteric
• Penyebaran droplet
(2) Tidak langsung
• Melaui udara, biasanya melalui partikel debu, terdapat pada
kebanyakan penularan penyakit saluran pernafasan.
• Melalui vehicle, misalnya melalui air, makanan, susu, serum,
plasma
• Melalui vektor :
- Perpindahan mekanis, artinya tidak ada perkembangbiakan
dalam tubuh vektor, misal E. histolotika
- Perpindahan biologis, memerlukan perkembangbiakan
dalam tubuh vektor, misal malaria
Portal dari agent masuk ke host yang baru
Mekanisme yang terjadi adalah seperti pada mekanisme agent
meninggalkan host.
Kerentanan host
Kerentanan host tergantung pada faktor genetika, faktor ketahanan
tubuh secara umum dan imunitas spesifik yang didapat.
Faktor ketahanan tubuh yang penting adalah yang berhubungan
dengan kulit, selaput lendir, keasaman lambung, silia pada saluran
pernafasan dan refleksi batuk.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
60 
Faktor-faktor yang meningkatkan kerentanan adalah malnutrisi, bila
menderita penyakit lain, depresi system imunologi yang dapat terjadi
pada pengobatan penyakit lain (misalnya pada kanker, AIDS, dll).
5) Endemi, Epidemi dan Pandemi
Dalam epidemiologi dikenal beberapa istilah yang menggambarkan
besar dan luasnya kejadian penyakit :
• Endemi yaitu keadaan dimana penyakit atau penyebab penyakit
tertentu secara terus menerus tetap ada pada populasi manusia
dalam suatu area geografis tertentu.
• Epidemi yaitu terjadinya kasus–kasus dengan sifat-sifat yang sama
pada sekelompok manusia pada suatu area geografis tertentu
dengan efek yang nyata pada masyarakat tersebut melebihi insidens
yang normal dari penyakit tersebut.
Common source (epidemi yang ditimbulkan dari sumber yang
sama) : Suatu epidemi dimana manusia atau binatang atau benda
yang spesifik telah menjadi alat utama dalam penularan penyakit
tersebut.
Propagated source (epidemi yang timbul akibat sumber
penyebaran) : Suatu epidemi dimana infeksi ditularkan dari orang
ke orang atau dari binatang ke binatang dengan cara sedemikian
rupa sehingga kasus-kasus yang ditemukan tidak dapat dikatakan
disebabkan oleh penularan dari sumber tunggal.
• Pandemi : Suatu penyakit epidemi yang mengenai penduduk
beberapa negara atau benua.
e. Penelitian Epidemiologi
1) Epidemiologi Deskriptif
Studi epidemiologi deskriptif umumnya dilaksanakan jika hanya
sedikit informasi yang diketahui mengenai kejadian, riwayat alamiah
serta “determinant” dari suatu penyakit atau masalah. Cara yang
termudah untuk menjelaskan kejadian serta distribusi suatu penyakit
atau masalah pada suatu populasi adalah dengan mengajukan
pertanyaan, siapa yang terkena penyakit, di mana dan kapan terjadinya
penyakit tersebut atau dengan kata lain mengemukakannya
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
61 
berdasarkan tiga variabel epidemiologi yaitu: ORANG, WAKTU dan
TEMPAT. Beberapa karakteristik dari ketiga variabel tersebut dapat
menggambarkan pola penyakit atau masalah yang spesifik pada suatu
populasi yang dapat menjadi petunjuk untuk menentukan etiologi
penyakit atau masalah kesehatan tersebut.
a) Tujuan dari studi epidemiologi deskriptif :
(1) Untuk dapat menggambarkan karateristik distribusi penyakit
atau masalah kesehatan lainnya pada sekelompok orang atau
populasi.
(2) Untuk dapat memperhitungkan besar dan pentingnya masalah
kesehatan pada populasi.
(3) Untuk dapat mengidentifikasi dugaan faktor “determinant” atau
faktor risiko timbulnya penyakit atau masalah kesehatan yang
dapat menjadi dasar menformulasikan hipotesa.
Gambaran karakteristik distribusi penyakit dan besarnya masalah
kesehatan pada populasi yang diperoleh dari serangkaian kegiatan
epidemiologi deskriptif merupakan informasi yang sangat berguna
bagi “public health administrator” dan para epidemiolog. Informasi
adanya sekelompok orang pada populasi yang mempunyai masalah
kesehatan yang cukup berat, mendorong “public health administrator”
mengalokasikan sumber dayanya untuk memprioritaskan upaya
penanggulangan pada daerah atau kelompok sehingga upaya
penanggulangan menjadi lebih efisien. Bagi epidemiolog, informasi
adanya distribusi penyakit dan besarnya masalah kesehatan dapat
menjadi langkah awal mengidentifikasi faktor “determinant” atau
faktor risiko. Teridentifikasinya faktor determinan dan faktor risiko
lainnya dapat mendorong adanya upaya menghilangkan atau
mengurangi faktor determinant, sehingga penyakit dapat dicegah
lebih awal.
b) Variabel epidemiologi deskriptif (waktu, orang dan tempat)
(1) Variabel Orang
Yang dimaksud dengan variabel orang adalah karakteristik
individu yang ada hubungannya dengan pemaparan atau
kerentanan terhadap suatu penyakit atau dalam hal ini misalnya
masalah gizi. Karakteristik-karakteristik tersebut antara lain :
umur, jenis kelamin, etnik grup, pekerjaan, sosial ekonomi, dll.
Umur
Umur merupakan variabel yang paling sering digunakan
karena hampir semua kejadian kesehatan terkait dengan
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
62 
variasi umur. Diare karena rotavirus banyak terjadi pada
anak-anak dibanding orang dewasa karena ada perbedaan
kerentanan anak-anak dan orang dewasa terhadap rotavirus.
Pengelompokkan umur sesuai dengan kebutuhan analisis
dan kepraktisan pengelompokkan. Pada laporan bulanan
data kesakitan Puskesmas, umur dikelompokkan sangat teliti:
< 28 hari, 28 – 11 bulan, 1 – 4 tahun, 5 – 14 tahun, 15 – 24
tahun, 25 – 44 tahun, 45 – 54 tahun, 55 – 64 tahun, 65 tahun
lebih. Pada BPS, umur dikelompokkan dalam kelipatan 10
tahun.
Umur merupakan variabel yang sulit diperoleh dengan tepat
karena tidak adanya kartu identitas yang tersimpan dengan
baik pada setiap rumah tangga atau pada pencatatan sipil.
Biasanya umur dibuat dalam batasan bulan atau tahun dan
dihitung berdasarkan tanggal ulang bulan atau tanggal ulang
tahun terakhir.
Contoh :
Hari ini tanggal 27-11-2011, Ani lahir tanggal 11-07-2011,
maka Ani disebut berumur 4 bulan, walaupun tepatnya
adalah 4 bulan + 14 hari. Umur dihitung berdasarkan bulan
sejak lahir sampai bulan dimana ulang bulan tersebut telah
terjadi.
Hari ini tanggal 27-11-2011, Parto lahir tanggal 02-02-2000,
maka Parto disebut berumur 11 tahun, bukan 12 tahun
karena ulang tahun ke – 12 baru akan terjadi nanti pada 27-
11-2012.
Jenis kelamin
Sama dengan variabel umur, variabel jenis kelamin
merupakan variabel yang selalu menjadi bahan
pertimbangan pada saat membuat distribusi populasi setiap
jenis penyakit atau masalah kesehatan. Jenis kelamin
biasanya didefinisikan sebagai bentuk fisik seseorang, bukan
kepribadian, dan secara umum hanya terdapat jenis kelamin
laki-laki dan perempuan, bentuk campuran hanya akan
digunakan pada keadaan khsusus untuk itu.
Adanya perbedaan jumlah populasi berdasarkan umur dan
jenis kelamin bisa terjadi karena daya tahan yang berbeda,
adanya paparan yang berhubungan dengan pekerjaan,
perilaku dan banyak faktor yang berpengaruh lainnya.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
63 
Etnik grup
Yang dimaksud dengan kelompok etnik adalah sekelompok
orang yang mempunyai derajat homogenitas lebih tinggi
daripada populasi secara keseluruhan, misalnya dari segi
kebiasaan-kebiasaan. Kelompok suku tertentu mungkin
mempunyai diet dan pola kebiasaan makan tertentu.
Mungkin dapat diselidiki apa saja kebiasaan/pola makan
orang Aceh, sehingga prevalensi xerophtalmia di daerah
tersebut tinggi.
Pekerjaan
Pekerjaan dapat mengukur status sosial ekonomi, tetapi
pekerjaan dapat mempengaruhi kesehatan seseorang.
Contoh :
Sopir bus, karena tempat bekerjanya, berisiko mengalami
kecelakaan, tetapi juga karena aktifitasnya maka sopir bus
juga berisiko karena pekerjaaan fisik yang lebih besar.
Pada saat terjadi KLB diare kolera, perempuan dewasa lebih
berisiko menderita sakit diare kolera karena perempuan
dewasa pada umumnya harus merawat penderita diare
kolera sehingga risiko tertular menjadi sangat tinggi.
Identifikasi pekerjaan seseorang adalah tidak mudah, karena
setiap orang bisa mempunyai beberapa pekerjaan termasuk
orang yang mengaku tidak mempunyai pekerjaan. Oleh
karena itu, distribusi populasi berdasarkan variabel
pekerjaaan disesuaikan dengan kebutuhan analisis.
Contoh :
Pada waktu terjadi KLB keracunan pangan di sebuah
perusahaan pakaian maka kelompok populasi dibagi menjadi
bekerja di bagian pekerja teknis produksi, di bagian
administrasi dan di bagian lain.
Perbedaan variabel pekerjaan tersebut didasarkan pada
dugaan adanya pengaruh keracunan pangan yang berbeda
antara bagian-bagian tersebut. Pada keperluan analisis
epidemiologi yang lain, perlu pembagian pekerjaan yang
lebih sesuai.
Pada BPS, pekerjaan dibagi berdasarkan pekerjaan yang
sehari-hari bekerja yang paling utama, artinya setiap orang
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
64 
masih mempunyai pekerjaan lain yang tidak tercatat.
Pekerjaaan (BPS) pada populasi umum hanya dihitung pada
kelompok penduduk berusia lebih dari 10 tahun.
Pendidikan
Pendidikan diartikan mempunyai dampak adanya perbedaan
sosial ekonomi dan perubahan perilaku yang secara tidak
langsung berpengaruh terhadap status kesehatan seseorang.
Pendidikan orang tua mempunyai peranan penting pula
dalam menentukan status gizi anak. Pendidikan kepala
rumah tangga dalam hal ini bapak lebih menggambarkan
keadaan sosial. Sedangkan pendidikan ibu selain
menggambarkan keadaan sosial ekonomi juga lebih
menggambarkan peranan ibu dalam hal menentukan pola
makanan keluarga dan pola mengasuh anak. Makin rendah
pendidikan kepala rumah tangga atau ibu makin tinggi
persentase anak balita yang berstatus gizi kurang/ buruk.
Pada umumnya definisi pendidikan berdasarkan pada surat
keterangan resmi jenis pendidikan tertinggi yang telah
dicapainya, misalnya lulus SD, lulus SLTA, lulus perguruan
tinggi dan sebagainya. Secara khusus, dapat ditentukan
definisi pendidikan sesuai dengan kebutuhan analisis
epidemiologi.
Sosial ekonomi
Variabel-variabel seperti jenis pekerjaan, pendidikan,
pengeluaran rumah tangga, pendapatan keluarga, daerah
tempat tinggal, digunakan sebagai indikator status sosial
ekonomi. Secara teoritis, mereka yang tergolong sosial
ekonomi rendah pada umumnya mempunyai status gizi anak
lebih rendah dibandingkan kelompok dengan status sosial
ekonomi tinggi.
Jenis sosial ekonomi atau pengukuran status sosial ekonomi
bergantung pada kebutuhan analisis epidemiologi.
Pengukuran status sosial ekonomi tidaklah mudah karena
banyaknya faktor yang mempengaruhi status sosial ekonomi
seseorang atau keluarga. Contoh : sosial ekonomi kaya
miskin dapat diukur berdasarkan pendapatan seseorang
setiap bulan, berdasarkan pengeluaran belanja setiap bulan
atau berdasarkan bentuk bangunan fisik rumah tinggal.
Beberapa pendataan masyarakat perkotaaan, status sosial
ekonomi keluarga dihitung dari besarnya pengeluaran untuk
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
65 
kebutuhan listrik (rekening listrik), simpanan uang di bank
(rekening tabungan) dan sebagainya.
(2) Variabel waktu
Berdasarkan skala waktu perubahan frekuensi
penyakit/masalah gizi menurut waktu dapat dibagi tiga :
Variasi jangka panjang yang disebut “secular trend”, yaitu
perubahan frekuensi penyakit atau masalah kesehatan
lainnya yang terjadi dalam jangka waktu yang lama,
bertahun-tahun, puluhan tahun.
Fluktuasi frekuensi penyakit atau masalah kesehatan yang
terjadi secara periodik disebut juga perubahan siklik.
Fluktuasi frekuensi penyakit/masalah gizi yang terjadi secara
singkat seperti epidemi.
Secular trend
Dalam menganalisa kecenderungan secara sekuler kita selalu
harus mempertimbangkan apakah perubahan yang terjadi dalam
jangka waktu yang lama tersebut merupakan perubahan yang
benar atau perubahan itu merupakan perubahan palsu atau
artefact.
Perubahan artefact dapat disebabkan oleh:
(a) Kesalahan pada numerator (pembilang) oleh karena :
• Perubahan pada pengenalan atau diagnosa penyakit atau
masalah kesehatan lain.
• Perubahan oleh karena aturan atau prosedur dalam
mengklarifikasikan penyakit atau masalah kesehatan.
• Perubahan oleh karena ketepatan dalam melaporkan
masalah umur atau variabel lainnya.
(b) Kesalahan pada denominator (penyebut) oleh karena :
• Kesalahan pada saat mengidentifikasi populasi.
Perubahan yang benar dapat disebabkan oleh :
(a) Perubahan distribusi umur pada populasi
(b) Perubahan dari “surviviorship”
(c) Perubahan insidens penyakit disebabkan oleh :
• Faktor lingkungan seperti perubahan kebiasaan hidup
(merokok, diet), populasi, pekerjaan.
• Faktor genetik.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
66 
Contoh :
Seculer trend demam berdarah dengue Indonesia terjadi
peningkatan jumlah kasus (insidens) dari tahun ke tahun, baik
karena jumlah daerah berjangkit maupun peningkatan insidens
rate setiap daerah. Pola jangka panjang demam berdarah dengue
Indonesia membentuk model kurva seperti kelompok pola A,
kemudian membentuk kelompok pola B dengan pola yang sama
tetapi dengan periode semakin pendek, dan pada kelompok C,
sudah tidak jelas lagi puncak-puncak kurva. Jika ada upaya
penanggulangan yang mampu menurunkan insidens secara
nyata dan pada daerah yang cukup luas, bisa jadi pola itu
berubah menjadi tidak normal seperti pada tahun 1998.
Perubahan pola seculer trend ini bisa saja terjadi karena definisi
kasus DBD pada tahun awal berbeda dengan definisi kasus
tahun-tahun akhir.
0.05 0.14 0.40 0.22
1.14
8.14
3.57 3.47 3.38
5.69 4.96
2.37
3.39 3.96 3.53
8.65 7.86 8.14
9.79
13.50
27.09
6.09
12.70
11.56
9.45 9.17 9.72
18.50
23.22
15.28
35.19
10.17
15.99
21.66
19.24
24.3
37.01
43.31
52.48
71.78
59.02
68.22
41.3
23.9
18.8
14.9
9.6
4.6
3.9
8.1
4.7
4.1
5.5
4.8 4.8
3.9
4.7
3.6
3.0 3.4 3.7
4.6
3.2
4.5
3.6
2.7 2.9
2.4 2.5 2.5 2.7
2.2 2.0 2.0
1.4 1.1 1.3 1.5 1.2 1.4 1.0 1.0 0.9 0.9 0.9
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
1968
1973
1978
1983
1988
1993
1998
2003
2008
INSIDENS
TAHUN
INSIDENS & CFR DENGUE Per TAHUN
INDONESIA 1968-2010 (s/d Juni)
INSIDENCE
CFR
CFR
A B
C
Perubahan siklik
Perubahan frekuensi suatu penyakit atau masalah gizi
berdasarkan waktu dapat terjadi secara siklik atau periodik
dikarenakan misalnya musim yang berbeda. Variasi musiman
tumbuh-tumbuhan dan binatang di lingkungan sekitar kita
mempunyai efek terhadap perubahan periodik dari suatu
frekuensi penyakit atau masalah gizi tersebut.
Contoh :
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
67 
Data DBD dilaporkan secara teratur dari Rumah Sakit dan
disusun dalam grafik Distribusi DBD Bulanan selama 3 tahun
terakhir. Dari grafik dapat diketahui adanya pola kurva yang
khas dan berulang setiap tahun, dimana kasus DBD akan tinggi
pada bulan November – Mei dan rendah pada bulan April –
Oktober.
Berdasarkan pola itu, dapat diambil beberapa keputusan
penting:
Perlu pengerahan logistik menjelang terjadinya peningkatan
kasus dan melaksanakan pelatihan.
Perlu penggerakkan operasional penanggulangan DBD pada
saat terjadi peningkatan kasus.
Menerapkan strategi pengendalian DBD yang lebih baik,
misalnya upaya pengendalian tempat perindukan nyamuk
dan jentik harus sudah berhasil tuntas menjelang
peningkatan kasus (periode kurva kasus rendah). Jika belum
tuntas dan masuk pada periode kurva kasus tinggi, maka
upaya pengendalian tempat perindukan nyamuk dan jentik
sudah tidak efektif karena nyamuk terlanjur lahir cukup
banyak, dapat terbang dan menjadi infektif dengan masa
aktif cukup lama.
0
60
120
180
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
Jumlah Kasus
Bulan
Gambar 
Distribusi DBD Bulanan
Kota Atas Angin, 2009‐2011
2009
2010
2011
Sumber : Dinkes Atas Angin, 2011
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
68 
(3) Varibel Tempat
Frekuensi penyakit atau masalah gizi sangat bervariasi antara satu
tempat dengan tempat lainnya. Pengetahuan tentang distribusi
penyakit atau masalah gizi akan sangat berguna untuk merencanakan
suatu pelayanan kesehatan dan juga dapat merupakan perkembangan
untuk mengetahui penyebab dari suatu penyakit/masalah gizi.
Untuk menganalisa perubahan frekuansi penyakit/masalah gizi
berdasarkan tempat dapat dibandingkan sbb :
(a) Berdasarkan perbandingan secara internasional atau antar negara
(b) Berdasarkan perbandingan dalam negara
(c) Berdasarkan perbandingan antara urban dan rural
(d) Berdasarkan perbandingan antar tempat
(e) Perkembangan dari waktu ke waktu
Perbandingan secara internasional
Data yang berkaitan dengan penyebab kematian dan penyakit
menular dikumpulkan dari beberapa negara dan dipublikasikan oleh
WHO. Untuk membandingkan data secara internasional antara
negara yang satu dengan lainnya, harus kita sadari bahwa sangat
mungkin terdapat perbedaan-perbedaan dalam hal :
Variasi dari ketepatan dalam mendiagnosa.
Kriteria diagnosa suatu penyakit/masalah gizi.
Sistem pelaporan.
Data yang dibandingkan apakah akurat atau tidak.
Bila diketahui kriteria apa yang digunakan untuk mendiagnosa gizi
kurang dan baku rujukan antropometri apa yang digunakan, maka
kita dapat membandingkan data-data tersebut antara negara yang
satu dengan negara lainnya.
Perbandingan dalam negara
Bila kita ingin membandingkan data antara satu propinsi dengan
propinsi lainnya atau antara satu kabupaten dengan kabupaten lain,
harus kita sadari pula bahwa mungkin sekali ada perbedaan sbb :
Realibitas dan tersedianya data.
Pola penyakit yang berbeda.
Sistem pelaporan, aturan–aturan, kebijakan–kebijakan yang
berbeda.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
69 
Berdasarkan hasil Susenas 1986 prevelensi gizi buruk anak balita
berdasarkan 9 propinsi berbeda-beda, prevalensi tertinggi adalah
Nusa Tenggara. Prevalensi ini berbeda bila dibandingkan antara
daerah pedesaan dan perkotaan. Di daerah pedesaan prevalensi
tertinggi di propinsi Nusa Tenggara. Sedangkan di daerah perkotaan
prevalensi gizi buruk tertinggi pada propinsi Kalimantan. Pada
umumnya prevalensi gizi buruk lebih tinggi pada daerah yang
terletak di belahan Indonesia Bagian Timur (kecuali Sulawesi)
dibandingkan dengan daerah Indonesia Bagian Barat.
Gambaran prevalensi gizi ini akan berbeda pula bila dilihat
berdasarkan indikator BB/TB dan TB/U. Prevalensi gizi kurang
berdasarkan BB/TB < 80% yang tertinggi adalah < 90%, prevalensi
yang tertinggi adalah propinsi Nusa Tenggara Barat. Prevalensi
gondok endemik berdasarkan 12 propinsi, prevalensi yang tertinggi
adalah pada propinsi Kalimantan Barat.
Perbandingan antara urban dan rural
Perbedaan frekuensi penyakit/masalah gizi berbeda antara urban dan
rural antara lain disebabkan adanya faktor urbanisasi. Angka
kematian lebih tinggi pada daerah urban dibandingkan dengan
daerah rural. Perbedaan yang perlu dipertimbangkan antara daerah
rural dan urban antara lain dalam hal :
• Kepadatan penduduk
• Supply air, pembuangan sampah, sanitasi lingkungan
• Tingkat industrialisasi
• Lingkungan biologis
• Tingkat pendidikan
• Kesempatan kerja
• Status gizi/penyakit
• Jumlah tenaga medis dan fasilitas pelayanan kesehatan.
Prevalensi gizi buruk berbeda antara daerah pedesaan dan perkotaan.
Prevalensi gizi buruk lebih tinggi pada daerah pedesaan
dibandingkan daerah perkotaan.
Perbandingan antar tempat
Tempat terjadinya penyakit/masalah gizi dapat menerangkan
keadaan geografis tertentu. Yang dimaksud dengan tempat disini
adalah :
• Tempat berdasarkan batasan secara alamiah, dapat menjelaskan
adanya perbedaan iklim, temperatur, dll.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
70 
• Tempat berdasarkan batasan secara politis misalnya dapat
membedakan cara pelaporan penyakit.
Hubungan antara tempat dengan frekuensi penyakit/masalah gizi
dapat menunjukkan bahwa penduduk pada tempat tersebut memiliki
karakteristik yang menjadi etiologi penting untuk terjadinya
penyakit/masalah gizi yang berbeda dengan penduduk pada tempat
lainnya atau terdapat pula faktor etiologi pada lingkungan biologis,
kimia & fisika atau lingkungan sosial penduduk pada tempat
tersebut.
Seperti halnya dengan prevalensi gondok endemik yang tinggi pada
satu daerah tertentu disebabkan oleh karena batasan secara alamiah
daerah tersebut merupakan daerah pegunungan dimana faktor
lingkungan dalam hal ini tanah pada daerah tersebut kurang
mengandung iodium.
Kriteria-kriteria dibawah ini dapat untuk menjelaskan bahwa variabel
tempat memegang peranan dalam kejadian suatu penyakit/masalah
gizi :
• Frekuensi penyakit/masalah gizi tinggi pada semua kelompok/
suku yang tinggal di daerah/tempat tersebut.
• Frekuensi penyakit/masalah gizi tidak tinggi pada kelompok/
suku yang sama yang tinggal di tempat lain.
• Orang sehat yang datang pada tempat tersebut, menjadi sakit
dengan frekuensi yang sama dengan penduduk asli daerah
tersebut.
• Penduduk yang meninggalkan tempat tersebut tidak
menunjukkan frekuensi penyakit/masalah gizi yang tinggi.
• Spesies lain selain manusia yang tinggal di tempat tersebut
menunjukkan manifestasi gejala yang sama.
Perbandingan dari waktu ke waktu
Menggambarkan perubahan perkembangan penyakit terhadap
perbaikan gizi di masyarakat. Dengan menganalisa data-data
penyakit atau masalah kesehatan lainnya berdasarkan kombinasi
ketiga variabel, orang yang mengalami kejadian (person), waktu
kejadian (time) dan tempat kejadian (place) diharapkan dapat :
Mencermati distribusi kelompok populasi yang menghadapi
masalah lebih serius sehingga perlu pengerahan sumber daya
yang lebih besar.
Melihat kemungkinan penyebab kejadian tersebut. Dengan
demikian dari suatu studi epidemiologi deskriptif dapat
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
71 
diformulasikan suatu hipotesa. Untuk kemudian hipotesa tersebut
dapat diuji dengan suatu epidemiologi analitik.
2) Epidemiologi Analitik Observasional
Berbeda dengan epidemiologi deskriptif yang menggambarkan
epidemiologi dalam distribusi menurut variabel waktu, tempat dan
orang, epidemiologi analitik lebih mencari hubungan antara sebab atau
faktor risiko tertentu terhadap timbulnya sakit.
Studi epidemiologi analitik adalah studi epidemiologi yang
mengidentifikasi pengaruh suatu agent penyakit, host atau tempat
hidup agent penyakit (induk semang, pembawa penyakit) dan
lingkungan (fisik, biologi, kimia dan sosial) terhadap timbulnya
penyakit (perubahan pada agent penyakit, status kesehatan, dan
distribusinya pada suatu populasi) atau dapat disebut sebagai salah
satu metode penelitian untuk mengetahui hubungan sebab dan akibat.
Sebab bisa jadi hanya tunggal atau ada beberapa sebab yang
mempengaruhi timbulnya akibat. Sebab-sebab ini dapat secara sendiri-
sendiri mempengaruhi timbulnya akibat, tetapi bisa jadi diantara sebab
satu dengan sebab lain saling berpengaruh yang dapat berpengaruh
terhadap timbulnya akibat.
Contoh :
Kejadian keracunan pangan tercemar bakteri Vibrio Parahemolitikus.
Pada pesta undangan 100 orang, 80 orang makan opor ayam, 20 orang
tidak makan opor ayam. Dari 80 orang yang makan opor ayam
ditemukan 20 orang sakit diare. Dari 20 orang tidak makan opor ayam
ditemukan 1 orang diare.
Pertanyaannya : benarkah makan opor ayam yang tercemar bakteri
Vibrio parahemolitikus dapat berakibat timbulnya sakit diare ?
Mengapa ada banyak yang tidak sakit diare ? Bagaimana besarnya
pengaruh vibrio parahemolitikus terhadap timbulnya sakit diare ?
Ada banyak sebab yang dapat menimbulkan diare :
Bakteri vibrio parahemolitikus yang ikut dimakan oleh calon korban
(sebab 1), tetapi dapat menimbulkan sakit diare dapat dipengaruhi
oleh jumlah bakteri yang ikut termakan (sebab 2) dan kondisi
bakteri itu sendiri saat dimakan (sebab 3). Opor ayam sebagai
tempat dimana bakteri vibrio parahemolitikus itu ikut dimakan oleh
calon korban. Bahan opor ayam berpengaruh terhadap jumlah dan
SEBAB AKIBAT (SAKIT)
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
72 
kondisi bakteri vibrio parahemolitikus (sebab 4, 5), jumlah yang
dimakan tentunya juga berpengaruh terhadap jumlah bakteri yang
dimakan (sebab 6).
Makanan lain yang dimakan bersamaan dengan makan opor ayam
juga bisa berpengaruh terhadap bakteri (sebab 7), atau bisa juga
makanan lain ini secara terpisah dapat juga menimbulkan sakit
diare (sebab 8). Calon korban yang makan opor ayam tercemar
bakteri Vibrio parahemolitikus bisa sakit dengan gejala berat, gejala
ringan atau bahkan tidak sakit sama sekali, tergantung daya tahan
calon korban (sebab 9). Bisa jadi daya tahan ini dipengaruhi oleh
jenis kelamin (sebab 9a), umur (sebab 9b) dan sebagainya, misalnya
pada saat kejadian korban sedang sakit dan minum obat antibiotika
(sebab 9c).
Secara skematis dapat digambarkan pengaruh sebab terhadap
timbulnya akibat (sakit diare) :
diareopor ayam
bakteri
daya tahan
korban
tipe bakteri
Jml bakteri
bahan opor
jumlah opor
Jenis kelamin
umur
Obat antibiotik
Gambar 14
Skema Pengaruh Sebab‐sebab  Sakit diare (akibat)
Pada skema dapat diketahui :
a) Opor ayam secara langsung dapat berpengaruh terhadap timbulnya
diare, misalnya bahan makanan yang dikandung opor ayam yang
tidak cocok dengan korban karena alergi atau sebab-sebab lain.
Artinya opor ayam secara langsung mempengaruhi timbulnya
diare.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
73 
b) Opor ayam mempengaruhi jumlah dan tipe (kekuatan) dari bakteri
dan kemudian bakteri mempengaruhi timbulnya diare. Artinya
secara tidak langsung opor ayam mempengaruhi timbulnya diare.
c) Opor ayam juga berpengaruh terhadap daya tahan korban,
sementara daya tahan korban berpengaruh terhadap timbulnya
diare. Artinya secara tidak langsung opor ayam mempengaruhi
timbulnya diare.
d) Opor ayam berpengaruh terhadap timbulnya diare (sebab – akibat)
harus mematuhi azas sebab mendahului akibat, atau opor ayam
dimakan dulu oleh calon korban kemudian diikuti korban
menderita sakit diare. Demikian juga dengan bakteri Vibrio
parahemolitikus.
Pada bakteri, munculnya gejala sakit dari sejak bakteri itu masuk dalam
tubuh calon korban bersamaan dengan makanan, juga harus sesuai
dengan masa inkubasi agent bakteri penyebab sakit, misalnya Vibrio
parahemolitikus.
a) Attack rate
Pada studi epidemiologi, secara umum untuk mengukur pengaruh
determinan (etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh) terhadap
timbulnya sakit di suatu populasi adalah membandingkan jumlah
kejadian sebagai akibat dari suatu sebab (kasus pada populasi
berisiko) dengan populasinya (populasi berisiko atau populasi
dimana sebab itu berada) rate
Populasi berisiko adalah populasi yang mendapat paparan sebab,
misalnya pada kasus sakit keracunan Vibrio parahemolitikus adalah
orang-orang yang makan makanan tercemar Vibrio parahemolitikus
(opor ayam).
Kasus adalah populasi berisiko yang jatuh sakit setelah mendapat
paparan, pada kasus sakit keracunan Vibrio parahemolitikus adalah
jatuh sakit setelah mendapat paparan makan opor ayam yang
tercemar Vibrio parahemolitikus.
Contoh :
Pada kasus diare tersebut diatas, dari jumlah tamu sebanyak 100
orang, yang makan opor ayam berjumlah 80 orang, artinya populasi
berisiko adalah 80 orang tersebut. Dari 80 orang sebagai populasi
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
74 
berisiko kemudian ditemukan menderita sakit diare sebanyak 20
orang. Maka attack rate makan opor ayam adalah (20/80) x 100= 25
kasus per 100 populasi berisiko.
b) Risiko Relatif
Pada pengukuran risiko dengan menggunakan attack rate (satu
kelompok populasi berisiko), maka orang-orang yang terpapar oleh
suatu sebab bisa jadi sakit karena sebab yang kita duga, tetapi bisa
jadi karena sebab lain yang tidak kita duga.
Contoh :
Pada kasus diare tersebut diatas, dari sejumlah 80 orang yang
makan opor ayam, kemudian menderita sakit diare sebanyak 20
orang. 20 orang ini, bisa jadi seluruhnya karena sebab yang kita
duga, tetapi bisa jadi sebagian diantaranya karena sebab lain yang
kebetulan bersamaan pada saat orang-orang tersebut makan
makanan tercemar bakteri Vibrio parahemolitikus.
Untuk memasukkan pengaruh dari adanya kasus-kasus karena
sebab lain, maka untuk menghitung besarnya kekuatan pengaruh
sebab terhadap akibat dengan menggunakan ukuran risiko relatif
yaitu menggunakan perbandingan antara ukuran risiko sakit pada
kelompok yang mendapat paparan (sebab) dan ukuran risiko sakit
pada kelompok yang tidak mendapat paparan.
Perhitungan risiko relatif lebih mudah jika direkam dalam tabel 2 x
2 sebagai berikut :
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
75 
Tabel 10. Perhitungan Risiko Relatif
Sakit Sehat Total
Attack
Rate
Terpapar
Kasus
terpapar (a)
b
Populasi terpapar
(a + b)
a/(a+b) x k
Tidak
Terpapar
Kasus tidak
terpapar (c)
d
Populasi tidak
terpapar (c + d)
c/(c+d) x k
Contoh :
Dari kasus diare tersebut diatas, Attack rate makan opor ayam
adalah :
= (jumlah orang sakit diare diantara yang makan opor
ayam/jumlah yang makan opor ayam) x 100 (konstanta)
= (30/80) x 100
= 37,5 / 100 orang yang makan opor ayam
Attack rate tidak makan opor ayam adalah :
= (jumlah orang sakit diare diantara yang tidak makan opor
ayam/jumlah yang tidak makan opor ayam) x 100 (konstanta)
= (1/20) x 100
= 5 / 100 orang yang tidak makan opor ayam
Risiko relatif :
= Attack rate makan opor ayam/Attack rate tidak makan opor
ayam
= (37,5/100)/(5/100)
= 7,9
Tabel 11. Perhitungan Risiko Relatif
Sakit
Diare
Sehat Populasi Attack Rate Risiko Relatif
Terpapar 20 60 80 20/(80) x 100 5,0
(1.09 – 51,73),
p value = 0.005
Tidak
Terpapar
1 19 20 1/(20) x 100
Pada hasil perhitungan ini dapat diketahui bahwa :
(1) Diantara orang-orang yang tidak makan opor ayam juga
terdapat yang sakit diare, artinya resiko relatif ini menunjukkan
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
76 
perbandingan relatif antara yang terpapar dengan yang tidak
terpapar.
(2) Orang-orang yang makan opor ayam mempunyai risiko sakit
diare 5 kali lebih besar dibandingkan dengan orang-orang yang
tidak makan opor ayam
(3) Pengertian Risiko Relatif (RR) adalah :
Jika RR < 1, menunjukkan terpapar (makan) itu mencegah
terjadinya sakit
Jika RR = 1, menunjukkan paparan (makan) tidak ada
pengaruhnya
Jika RR > 1, menunjukkan terpapar (makan) itu meningkatkan
risiko terjadinya sakit
c) Konsistensi pengaruh paparan terhadap akibat :
(1) Kebenaran Biologis, misalmya sesuai dengan patofisiologi,
riwayat alamiah penyakit dan sebagainya
(2) Konsisten pada berbagai penelitian (peneliti, metode dan
populasi)
(3) Sebab mendahului akibat
(4) Dose Response Effect
d) Hubungan antara Kekuatan Pengaruh (RR) dan Kekuatan Uji
Statistik (p – value)
Hasil perhitungan pengaruh paparan terhadap timbulnya akibat
(sakit diare) diukur dengan ukuran kekuatan pengaruh sebesar RR
dan uji statistik dengan p-value. RR menunjukkan hasil pengukuran
besarnya kekuatan pengaruh yang tidak terpengaruh dengan hasil
uji statistik. Uji statistik menunjukkan berapa besarnya
kemungkinan salah jika pengukuran dilakukan pada populasi
dengan kondisi yang sama dan metode yang sama.
Pada contoh kasus diare tersebut, jika penelitian dilakukan berkali-
kali, maka pada 0,004 penelitian tersebut atau sebesar (1 – 0,004) x
100 % = 0,4 %) tidak cocok dengan RR = 7,5 (1,09 – 51,73, Taylor
series 95 % confidence interval)
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
77 
e) Studi Kohort
Kohort berarti sekelompok orang dan tujuan studi Kohort adalah
mengidentifikasi adanya akibat (sakit) karena adanya sebab
(paparan).
sakit
terpapar
tidak sakit
tidak terpapar
Gambar 15
Epidemiologi Analitik Kohort
tidak sakit
sakit
Terdapat 2 cara menemukan paparan dan memantau akibat (sakit) :
(1) Mengikuti perkembangan dari waktu ke waktu sampai waktu
tertentu.
Pada cara ini, peneliti menemukan adanya orang-orang yang
terpapar sesuatu (yang akan diteliti) dan belum pernah sakit
akibat terpapar paparan yang diteliti, kemudian diikuti
perkembangannya sampai munculnya akibat (sakit) atau tidak,
sampai waktu tertentu.
Untuk pembandingnya, peneliti juga menemukan orang-orang
yang tidak terpapar sesuatu (yang akan diteliti), kemudian juga
diikuti perkembangannya sampai munculnya akibat (sakit) atau
tidak, sampai waktu tertentu.
Contoh :
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
78 
Peneliti mendaftar orang-orang yang tinggal di pinggir jalan
raya (paparan gas CO mobil), kemudian orang-orang tersebut
diamati kemungkinan mengalami gangguan organ tubuh atau
tidak (akibat) selama 5 tahun ke depan. Sebagai pembanding,
peneliti juga mendaftar orang-orang yang tinggal jauh dari jalan
raya (tidak ada paparan gas CO mobil), kemudian orang-orang
ini juga diamati kemungkinan mengalami gangguan organ
tubuh atau tidak (akibat) selama 5 tahun ke depan.
Dari hasil penelitian ini dapat diukur besarnya attack rate di
antara orang-orang yang tinggal di pinggir jalan raya dan attack
rate di antara orang-orang yang tidak tinggal di pinggir jalan
raya. Berdasarkan kedua attack rate ini, maka besarnya
pengaruh (resiko relatif) dapat dihitung.
(2) Telah terjadi akibat (sakit) kemudian mencari orang-orang yang
terpapar di populasi dan ditelusuri adanya akibat atau tidak ada
akibat (sakit/tidak sakit) sampai waktu tertentu.
Contoh :
Terjadi KLB campak yang cukup luas, kemudian peneliti
mencari anak-anak balita yang telah diimunisasi campak dan
ditanya apakah sakit campak atau tidak sakit campak (akibat).
Sebagai pembanding, peneliti juga mencari anak-anak balita
yang tidak mendapat imunisasi campak dan ditanya apakah
sakit campak atau tidak sakit campak (akibat).
Dari hasil penelitian ini dapat diukur besarnya attack rate anak-
anak balita yang mendapat imusiasi campak dan attack rate
anak-anak balita yang tidak mendapat imunisasi campak.
Berdasarkan kedua attack rate ini maka besarnya pengaruh
(resiko relatif) dapat dihitung.
Tabel 2 x 2 Pengukuran Risiko Relatif
Sakit Sehat Total Attack Rate
Terpapar a b (a+b) a/(a+b) x k
Tidak Terpapar c d (c+d) c/(c+d) x k
Pada studi Kohort, untuk mengetahui besarnya hubungan antara
paparan atau faktor risiko terhadap risiko sakit menggunakan
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
79 
pengukuran resiko relatif sebagaimana dibahas sebelumnya.
Resiko relatif adalah besarnya risiko kelompok terpapar
dibanding risiko kelompok tidak terpapar :
Pada KLB, kasus : populasi berisiko terpapar atau a/(a + b)
adalah attack rate kelompok terpapar, sedang kasus : populasi
berisiko tidak terpapar atau c/(c + d) adalah attack rate
kelompok tidak terpapar.
Contoh :
Terjadi KLB Keracunan Pangan Hepatitis A di Asrama
Mahasiswa. Berdasarkan analisis sebelumnya diperkirakan
penjual es cendol keliling menjadi sumber terjadinya keracunan
pangan. Para mahasiswa diwawancara riwayat makan cendol
selama sebulan terakhir ini dan kemudian juga ditanya sakit
kuning (kasus) atau tidak. Selang waktu antara makan es cendol
dan sakit hepatitis A diperhitungkan sesuai masa inkubasi
hepatitis A. Mahasiswa sebulan terakhir tidak makan cendol
juga ditanya sakit kuning (kasus) atau tidak dengan cara yang
sama dengan kelompok mahasiswa yang makan es cendol.
Berdasarkan temuan itu, disusun dalam tabel 2 x 2 sebagai
berikut :
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
80 
Distribusi Kasus Keracunan Pangan Hepatitis A
KLB Keracunan Pangan Hepatitis A, Asrama Mahasiswa, 2010
Makan
Es Cendol
Populasi
Mahasiswa
Kasus
Attack
Rate
Resiko Relatif
Makan 500 (a + b) 80 (a) 160/1000 RR = 10
(5,51 – 18,15) *)Tidak makan 750 (c + d) 12 (c) 16/1000
Total
*) Taylor Series 95% confidence limit
Dari tabel tersebut dapat dijelaskan :
Risiko relatif (RR) terjadinya keracunan adalah attack rate
terpapar (makan) dibagi dengan attack rate tidak terpapar :
160/1000 : 16/1000 = 10, artinya kelompok terpapar (makan es
cendol) punya risiko 4 kali lebih besar dibanding yang tidak
terpapar (tidak makan es cendol).
Jika RR < 1, menunjukkan terpapar (makan) itu mencegah
terjadinya sakit
Jika RR = 1, menunjukkan paparan (makan) tidak ada
pengaruhnya
Jika RR > 1, menunjukkan terpapar (makan) itu meningkatkan
risiko terjadinya sakit
Adanya hubungan antara makan es cendol dan terjadinya sakit
keracunan hepatitis A, perlu mencermati hal-hal sebagai berikut:
Dipastikan bahwa makan es cendol itu mendahului sakit
keracunan dan sesuai dengan masa inkubasi bahan racun
(virus hepatitis A) yang ada pada es cendol. Jika masa
inkubasi belum tahu karena etiologinya belum dapat
didiagnosa, maka kasus keracunan dimaksud harus menjadi
kasus-kasus KLB atau yang terjadi pada periode KLB.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
81 
Kasus adalah kasus, dan bukan kasus adalah bukan kasus. Ini
mengingatkan bahwa definisi operasional kasus yang kita
buat selalu akan terjadi bias yaitu yang sebenarnya kasus,
kita masukkan menjadi bukan kasus, atau sebaliknya yang
kita nyatakan kasus, bisa jadi bukan kasus.
Pada KLB keracunan seperti ini, seringkali kita menyebut
salah satu makanan itu sebagai sumber keracunan, tetapi
pada pesta biasanya tamu juga makan makanan yang lain.
Tehnik mengendalikan ini (faktor pengganggu) perlu
dikuasai dengan baik, termasuk penggunaan metode
multivariat analisis.
f) Studi Kasus Kontrol
Tujuan studi adalah mengidentifikasi adanya sebab (paparan)
karena ditemukannya akibat (sakit).
Sakit
(kasus)
terpapar
tidak terpapar
tidak sakit
(kontrol)
terpapar
tidak terpapar
Gambar 16
Epidemiologi Analitik Kasus Kontrol
Berbeda dengan studi epidemiologi Analitik Kohort, studi
epidemiologi analitik Kasus Kontrol dilakukan berdasarkan
penemuan kasus-kasus terlebih dahulu, bukan penemuan orang-
orang terpapar terlebih dahulu. Setiap Kasus yang teridentifikasi
diteliti adanya paparan atau tidak ada paparan sebelum menjadi
kasus. Peneliti kemudian juga mencari orang-orang yang tidak sakit
sebagai control (pembanding). Pada orang-orang yang tidak sakit ini
kemudian diteliti adanya paparan atau tidak adanya paparan
sebelumnya.
Dari hasil penelitian ini dapat diukur besarnya Ratio Odds antara
kasus dan kontrolnya. Pada KLB dengan attack rate kecil, Rasio
Odds ini tidak banyak berbeda dengan Resiko Relatif.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
82 
Tabel 2 x 2 Pengukuran Rasio Odds
Sakit Sehat (sebagian) Total Attack Rate
Terpapar a b ? ?
Tidak Terpapar c d ? ?
(a + c) (b + d)
Pada studi Kasus Kontrol, untuk mengetahui besarnya hubungan
antara paparan dan risiko sakit menggunakan pengukuran Rasio
Odds.
Pada studi Kasus Kontrol, tidak diketahui besarnya populasi
berisiko baik pada terpapar (a + b) maupun tidak terpapar (c + d),
sehingga tidak bisa menghitung besarnya attack rate. Pada kasus ini,
yang diketahui adalah adanya sejumlah kasus dan sejumlah bukan
kasus yang akan dibandingkan. Besarnya hubungan antara
kelompok terpapar dan kelompok tidak terpapar (risiko relatif)
dapat diperkirakan berdasarkan pengukuran rasio odds, terutama
pada kejadian penyakit dengan insidens rendah (<5%)
Contoh :
Pada KLB keracunan Hepatitis A, attack rate total adalah 110 kasus
dari 2000 mahasiswa (AR = 5,5 %), sehingga hasil Rasio Odds dapat
digunakan untuk mengukur besarnya risiko relatif. Dari 92 kasus
yang ditemui, diteliti adanya riwayat makan es cendol sebelumnya
atau tidak. Kemudian 92 orang mahasiswa yang tidak sakit
Hepatitis A juga diteliti adanya riwayat makan es cendol atau tidak.
Berdasarkan temuan tersebut, disusun tabel 2 x 2 untuk
penghitungan Rasio Odds sebagai berikut :
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
83 
Distribusi Kasus Keracunan Berdasarkan Makan Es Cendol
KLB Keracunan Pangan, Pesta Akbar, 2010
Makan
Es Cendol
Kontrol (sehat) Kasus ? OR *)
Makan 60 (b) 80 (a) ? OR = 3,56
(1,60 – 8,01)Tidak makan 32 (d) 12 (c) ?
Total 90 92
*) Cornfield 95 % confidence limits
Dari tabel tersebut dapat dijelaskan :
Rasio Odds (RO) antara yang makan es cendol dan yang tidak makan es
cendol terhadap risiko terjadinya keracunan adalah a x d/b x c = (80 x 32)
/ (60 x 12) = 3,56. Pada kejadian ini diperkirakan insidens adalah rendah
sehingga besarnya risiko relatif dapat menggunakan besarnya rasio odds:
tamu yang makan es cendol punya risiko sakit (keracunan) sebesar 3,56
kali dibandingkan yang tidak makan es cendol.
Pada insiden rendah, maka analisis Rasio Odds adalah :
Jika RO < 1, menunjukkan terpapar (makan) itu mencegah terjadinya
sakit
Jika RO = 1, menunjukkan paparan (makan) tidak ada bukti
berpengaruh
Jika RO > 1, menunjukkan terpapar (makan) itu meningkatkan risiko
terjadinya sakit
g) Studi Lain
Studi Cross Sectional
Sebagian peneliti menyebutnya sebagai epidemiologi deskriptif.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
84 
Studi Ekperimental
Adalah sama dengan Studi Kohort, hanya peneliti dapat mengontrol
faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas penelitian. Contoh studi
eksperimental adalah Clinical Trial dan Community Trial.
f. Ukuran - Ukuran Epidemiologi (Penyakit)
Pendekatan epidemiologi menggunakan ukuran-ukuran tertentu sebagai
indikator. Ukuran frekuensi penyakit menggambarkan karakteristik kejadian
(“occurrence”) suatu penyakit atau masalah kesehatan di dalam populasi.
1) Proporsi
Proporsi adalah suatu perbadingan dimana pembilang (numerator)
selalu merupakan bagian dari penyebut (penominator). Proporsi
digunakan untuk melihat komposisi suatu variabel dalam populasinya.
Apabila angka dasar (konstanta) yang dipakai adalah 100, maka disebut
persentase.
X = jumlah kejadian tertentu
X + Y = jumlah seluruh kejadian
k = konstanta
Contoh
Proporsi penduduk wanita =
Jumlah penduduk wanita
---------------------------------------------- x 100 %
Jumlah penduduk (wanita + pria)
Proporsi kematian penduduk pria =
Jumlah kematian pria
---------------------------------------------- x 100 %
Jumlah kematian wanita + pria
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
85 
2) Rate
Rate adalah perbandingan antara jumlah suatu kejadian terhadap jumlah
penduduk yang mempunyai risiko terhadap kejadian tersebut
menyangkut interval waktu. Rate digunakan untuk menyatakan
dinamika atau kecepatan kejadian tertentu dalam suatu masyarakat
tertentu pula.
X = Jumlah kejadian tertentu yang terjadi dalam kurun waktu
tertentu pada penduduk tertentu.
X+Y = Jumlah penduduk yang mempunyai risiko mengalami
kejadian tertentu tersebut pada kurun waktu yang sama (“
exposed to the risk”).
K = Konstanta
Contoh :
Crude Death Rate = Angka kematian kasar =
Jumlah kematian selama tahun 2010
----------------------------------------------------------- x 100
Jumlah penduduk pada tengah tahun 2010
Dalam menyatakan proporsi, rate atau ratio sebagai suatu ukuran, harus
dijelaskan populasi/penduduk golongan mana yang tersangkut. Dalam
hal ini harus jelas :
a. Kapan: waktu berlakunya ukuran tersebut
b. Siapa : ukuran tersebut mengenai populasi/penduduk yang mana
c. Apa : ukuran tersebut merupakan ukuran kejadian apa
3) Ratio
Merupakan perbandingan antara dua kejadian dimana antara nomerator
dan denominator tak ada sangkut pautnya.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
86 
Contoh :
Seks ratio DKI Jakarta =
Jumlah wanita (t.p)
--------------------------
Jumlah pria (t.p)
Maternal motality ratio atau rasio kematian ibu hamil =
Jumlah kematian ibu hamil dalam periode waktu tertentu
------------------------------------------------------------------------------- x 100.000
Kelahiran hidup dalam periode waktu yang sama
Infant mortality ratio atau rasio kematian bayi =
Jumlah kematian bayi dalam suatu populasi selama satu tahun
------------------------------------------------------------------------------------ x 1.000
Kelahiran hidup pada tahun yang sama
4) Incidence Rate
Incidence rate dari suatu penyakit adalah jumlah kasus baru yang terjadi
dikalangan penduduk selama periode waktu tertentu
Incidence rate =
Jml kasus baru suatu penyakit pd periode waktu tertentu
------------------------------------------------------------------------------ x k
Jml populasi yang berisiko pd periode waktu yg sama
Beberapa catatan :
a) Incidence rate memerlukan penentuan waktu timbulnya penyakit.
Bagi penyakit – penyakit yang akut seperti influenza, gastroenteritis
dan cerebral hemorrhage, penentuan incidence ini tidak begitu sulit
berhubung waktu terjadinya dapat diketahui secara pasti atau
mendekati pasti. Lain halnya dengan penyakit dimana timbulnya
tidak jelas; sehingga waktu ditegakkan “diagnosa pasti” diartikan
sebagai waktu mulai penyakit.
b) Incidence rate selalu dinyatakan dalam hubungan dengan periode
waktu tertentu seperti bulan, tahun, dan seterusnya. Apabila
penduduk berada dalam ancaman serangan penyakit hanya untuk
waktu yang terbatas (seperti pada epidemi suatu penyakit infeksi)
maka periode waktu terjadinya kasus–kasus baru adalah sama
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
87 
dengan lamanya epidemi. Incidence rate pada suatu epidemi tersebut,
disebut “attack rate”:
Attack rate =
Jumlah kasus selama periode KLB
------------------------------------------------------------
Jumlah populasi berisiko pada periode KLB
c) Untuk penyakit yang jarang maka incidence rate dihitung untuk
periode waktu bertahun-tahun. Di dalam periode waktu yang
panjang ini penyebut dapat berubah (jumlah populasi yang
mempunyai risiko).
Telah menjadi kebiasaan untuk menggunakan penduduk pada
pertengahan periode tersebut sebagai populasi yang mempunyai
risiko.
d) Pengetahuan mengenai incidence adalah berguna sekali didalam
mempelajari faktor-faktor etiologi dari penyakit yang akut maupun
kronis. Incidence rate adalah satu ukuran lansung dari kemungkinan
(probabilitas) untuk menjadi sakit. Dengan membandingkan
incidence rate suatu penyakit dari berbagai penduduk yang berbeda
didalam satu atau lebih faktor (keadaan) maka kita dapat
memperoleh keterangan faktor mana yang menjadi faktor risiko dari
penyakit bersangkutan,. Kegunaan seperti ini tidak dipunyai oleh
prevalence rate.
5) Prevalence rate
Prevalence rate mengukur jumlah orang dikalangan penduduk yang
menderita suatu penyakit pada satu titik waktu tertentu (point
prevalence) atau dalam periode waktu tertentu (periode prevalence).
Point Prevalence rate =
Jumlah kasus yang ada pada satu titik waktu tertentu
----------------------------------------------------------------------------------- x k
Jumlah populasi seluruhnya pada satu titik waktu yang sama
Catatan :
Prevalence bergantung pada dua faktor; (1) berapa jumlah orang yang
telah sakit pada waktu yang lalu dan (2) lamanya mereka sakit.
Meskipun hanya sedikit orang yang sakit dalam setahun, tetapi apabila
penyakit tersebut kronis, maka jumlahnya akan meningkat dari tahun ke
tahun dan dengan demikian prevalence secara relatif akan lebih tinggi
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
88 
dari incidence. Sebaliknya apabila penyakitnya akut, lamanya sakit
pendek, baik oleh karena penyembuhan maupun oleh karena kematian,
maka prevalence secara relatif akan lebih rendah mendekati incidence.
Prevalence, terutama untuk penyakit kronis, penting untuk menyusun
perencanaan kebutuhan fasilitas, tenaga dan prioritas serta strategi
pemberantasan penyakit.
Prevalence yang dibicarakan diatas adalah “point” prevalence. Jenis
ukuran lain yang juga digunakan ialah “period” prevalence.
Period prevalence =
Jumlah kasus yang ada selama satu periode
------------------------------------------------------------------------ x k
Jumlah penduduk rata-rata dari periode yang sama *)
*) biasanya digunakan jumlah penduduk tengah periode
6) Ukuran Kematian
a) Angka kematian kasar atau ‘Crude death rate’ (CDR)
Semua kematian dalam satu tahun kalender dibagi jumlah populasi
pada pertengahan tahun x 1000 = kematian/ 1000
CDR merupakan hasil dari dua faktor yaitu:
(1) Propabilitas untuk mati dapat diukur dengan angka kematian
menurut umur.
(2) Distribusi umur populasi
Angka kematian menurut umur atau ‘Age Specific Death Rates’
(ASDR).
Karena adanya pengaruh (efek) yang besar dari umur terhadap
kematian maka penting untuk menghitung angka kematian dari
setiap kelompok umur dan angka ini dipakai dalam perbandingan.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
89 
Contoh :
Angka Kematian per 1000 orang
Menurut Umur dan Kebupaten,
Provinsi A, 1995.
Kab
Semua
umur
0 – 11
bulan
1 – 4 5 – 17 18 – 44 45 – 65 > 65
Kab 1 15,2 13,5 0,6 0,4 1,5 10,7 59,7
Kab 2 9,0 22,6 1,0 0,5 3,6 18,8 61,1
b) Standarisasi angka kematian menurut umur atau ‘Age Adjusted
Death Rates’
Bila terdapat perbedaan distribusi umur pada populasi yang akan
dibandingkan, haruslah dilakukan dengan standarisasi umur. Yang
harus diketahui bahwa CDR dapat dilihat sebagai jumlah ASDR
dengan pembobotan (weighted sum).
Setiap komponen dari jumlah tersebut mempunyai rumus :
Proporsi umur tersebut di dalam populasi x ASDR
Standarisasi umur CDR dilakukan dengan mengganti proporsi umur
populasi tersebut dengan proporsi kelompok umur yang sama dari
populasi standar (kadang – kadang sebagai populasi standar dipakai
populasi negara tersebut atau proporsi tersebut pada tahun
sebelumnya.
Contoh :
Penduduk kota A mempunyai populasi yang terdiri atas golongan
muda dan tua, 50% dan 50%. Penduduk kota B terdiri dari 2/3 bagian
usia muda dan sisanya golongan tua. ASDR kedua kota tercatat
sebagai berikut :
Distribusi Meninggal Menurut Umur
Kabupaten A dan Kabupaten B, 2010
Age Spesific Death Rate/1000
Kabupaten Muda Tua
A 4 16
B 5 20
Berdasarkan data di atas maka CDR adalah :
CDR Kab. A = ( 50% x 4 + 50% x 16 ) per 1000 = 10/1000
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
90 
CDR Kab. B = ( 2/3 x 5 + 1/3 x 20 ) per 1000 = 10/1000
c) Angka kematian menurut penyebab atau ‘Cause Specific Death
Rates’ (CSDR)
CSDR =
Jumlah kematian karena suatu penyakit tertentu selama 1 tahun
--------------------------------------------------------------------------------------- x k
Jumlah populasi pada tahun tersebut
d) Case Fatality Rate (CFR)
CFR =
Jumlah kematian penyakit tertentu dalam periode tertentu
----------------------------------------------------------------------------------- x 100
Jumlah penderita penyakit tsb dlm periode waktu yang sama
Pokok Bahasan 2.
ETIKA PROFESI EPIDEMIOLOG
a. Pelayanan Profesi
Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya melalui
upaya kesehatan perorangan, upaya kesehatan masyarakat dan pembangunan
berwawasan kesehatan. Upaya kesehatan diarahkan pada meningkatnya
pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta
berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif-preventif tanpa
melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif. Upaya-upaya kesehatan tersebut
diarahkan pada daerah atau kelompok masyarakat sangat rentan dan dilakukan
dengan cara-cara yang tepat serta dilaksanakan pemantauan dan penilaian
pelaksanaan kegiatannya terus-menerus secara sistematis, mengutamakan
kerjasama sektor dan masyarakat melalui advokasi, sosialisasi dan
pemberdayaan masyarakat.
Upaya-upaya kesehatan juga diarahkan pada daerah atau kelompok
masyarakat yang berjangkit wabah, KLB penyakit, keracunan dan bencana serta
kejadian darurat lainnya yang harus dilakukan tindakan segera, cepat dan tepat
agar jumlah korban dapat diminimalkan dan kejadian dapat dihentikan melalui
serangkaian penyelidikan epidemiologi dan penetapan cara-cara
penanggulangan yang sesuai. Adanya ancaman KLB penyakit, keracunan dan
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
91 
bencana, harus disikapi dengan kewaspadaan dini dan kesiapsiagaan
menghadapi kemungkinan terjadinya keadaan darurat kesehatan baik nasional
maupun lokal.
Penerapan epidemiologi menjadi salah satu pilar penting dalam upaya
kesehatan terutama dalam mengidentifikasi masalah kesehatan, menetapkan
populasi rentan, menentukan alternatif cara-cara penanggulangan masalah
kesehatan, melaksanakan pemantauan dan penilaian program. Pendekatan
epidemiologi juga dimanfaatkan dalam penyelidikan KLB serta pengembangan
sistem kewaspadaan dini KLB. Berdasarkan kebutuhan pelayanan epidemiologi
pada upaya kesehatan termasuk dalam upaya kesehatan swasta dan lembaga
kemasyarakatan, maka Perhimpuanan Ahli Epidemiologi Indonesia
menetapkan ruang lingkup kegiatan epidemiolog adalah sebagai berikut :
1) Mengidentifikasi masalah kesehatan dan menentukan cara
penanggulangannya
2) Surveilans epidemiologi
3) Sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (KLB) penyakit, bencana atau
masalah kesehatan lainnya
4) Penyelidikan dan penanggulangan KLB penyakit
5) Memantau dan menilai program/upaya kesehatan
6) Audit manajemen dengan pendekatan epidemiologi
7) Pengajaran, pelatihan dan pemberdayaan masyarakat
8) Penelitian epidemiologi
9) Advokasi dan komunikasi
b. Kode Etik Profesi
1) Mukadimah
Untuk mengisi kemerdekaan Indonesia yang bertujuan mencapai
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
diperlukan peran serta dan pengabdian dari segenap warga negara
Indonesia. Bahwa untuk mencapai tujuan tersebut di atas dilaksanakan
pembangunan di berbagai bidang dalam rangka mencapai kehidupan yang
sehat dalam arti terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya sebagai bagian dari kesejahteraan rakyat. Untuk itu perlu ada
penyatuan, pembinaan dan pengembangan profesi serta pengamalan ilrnu
pengetahuan epidemiologi yang dilandasi oleh semangat dan moralitas yang
bertanggung jawab dan berkeadilan.
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa disertai kesadaran dan
keinginan luhur berdasarkan ilmu, keterampilan dan sikap yang dimiliki
untuk mencapai tujuan profesi seperti tersebut diatas, maka Organisasi
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
92 
Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) menyusun dan
menetapkan Standar Profesi Epidemiolog sebagai landasan semangat,
moralitas dan tanggung jawab yang berkeadilan dan merupakan kewajiban
baik bagi individu, teman seprofesi, klien/masyarakat maupun kewajiban
yang sifatnya umum sebagai insan profesi dalam melaksanakan peran dan
pengabdiannya.
2) Kewajiban Umum
a) Seorang Epidemiolog harus menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan profesi epidemiolog dengan sebaik-baiknya.
b) Seorang Epidemiolog harus senantiasa berupaya melaksanakan
profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.
c) Dalam melakukan pekerjaan atau praktek profesi epidemiologi, seorang
Epidemiolog tidak boleh dipengaruhi sesuatu yang mengakibatkan
hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
d) Seorang Epidemiolog harus menghindarkan diri dari perbuatan yang
memuji diri sendiri.
e) Seorang Epidemiolog senantiasa berhati-hati dalam menerapkan setiap
penemuan atau cara baru yang belum teruji kehandalannya dan hal-hal
yang menimbulkan keresahan masyarakat, profesi atau ilmuwan.
f) Seorang Epidemiolog memberi saran atau rekomendasi yang telah
melalui suatu proses analisis secara komprehensif.
g) Seorang Epidemiolog dalam menjalankan profesinya harus memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya dengan menjunjung tinggi kesehatan dan
keselamatan manusia.
h) Seorang Epidemiolog harus bersifat jujur dalam berhubungan dengan
klien atau masyarakat dan teman seprofesinya dan berupaya untuk
mengingatkan teman seprofesinya yang dia ketahui memiliki
kekurangan dalam karakter atau kompetensi atau yang melakukan
penipuan atau kebohongan dalam menangani masalah klien atau
masyarakat.
i) Seorang Epidemiolog harus menghormati hak-hak klien (perorangan
atau institusi yang mendapat pelayanan epidemiolog) atau masyarakat,
hak-hak teman seprofesi dan hak-hak tenaga kesehatan lainnya dan
harus menjaga kepercayaan klien atau masyarakat.
j) Dalam melakukan pekerjaannya, seorang Epidemiolog harus
memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan seluruh
aspek keilmuan epidemiologi secara menyeluruh baik fisik, biologi
maupun sosial serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi
masyarakat yang sebenar-benarnya.
k) Seorang Epidemiolog dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang
kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat harus saling
menghormati.
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN 
PUSDIKLAT APARATUR – 2011 
93 
3) Kewajiban Terhadap Klien
a) Seorang Epidemiolog bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala
ilmu dan kompetensinya untuk kepentingan penyelesaian masalah klien
atau masyarakat. Dalam hal ia tak mampu melakukan suatu penelitian
atau penyelidikan dalam rangka penyelesaian masalah, maka ia wajib
berkonsultasi, bekerja sama dan merujuk pekerjaan tersebut kepada
Epidemiolog lain yang mempunyai keahlian dalam penyelesaian
masalah tersebut.
b) Seorang Epidemiolog wajib melaksanakan profesinya secara bertanggung
jawab.
c) Seorang Epidemiolog wajib melakukan penyelesaian masalah secara
tuntas dan keseluruhan dengan menggunakan ilmu dan metode
epidemiologi serta ilmu lainnya yang relevan.
d) Seorang Epidemiolog wajib memberikan informasi kepada kliennya atas
pelayanan yang diberikannya.
e) Seorang Epidemiolog berhak mendapatkan perlindungan atas praktek
pemberian pelayanan.
4) Kewajiban Terhadap Masyarakat
a) Seorang Epidemiolog dalam menjalankan tugasnya senantiasa
mendahulukan kepentingan masyarakat, menghormati hak dan nilai-
nilai yang berlaku pada masyarakat.
b) Seorang Epidemiolog senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalarn
hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi
masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan dan lingkungan
secara optimal.
5) Kewajiban terhadap Diri Sendiri
a) Seorang Epidemiolog harus memperhatikan dan mempraktekkan hidup
bersih dan sehat serta beriman menurut kepercayaan dan agamanya
supaya dapat bekerja dengan baik.
b) Seorang Epidemiolog harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu
dan teknologi kesehatan yang berkaitan dan/atau penggunaan ilmu,
metodologi dan kompetensi epidemiologi
6) Kewajiban Terhadap Teman Sejawat
a) Seorang Epidemiolog memperlakukan teman seprofesinya sebagai
bagian dari penyelesaian masalah.
b) Seorang Epidemiolog tidak boleh saling mengambil alih pekerjaan dari
ternan seprofesi kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur
yang ada.
Md.3   dasar-dasar epidemiologi kesehatan dan kode etik profesi epidemiolgi kesehatan (1)

More Related Content

What's hot

Pengantar Epidemiologi
Pengantar EpidemiologiPengantar Epidemiologi
Pengantar EpidemiologiSariana Csg
 
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
ILMU KESEHATAN MASYARAKATILMU KESEHATAN MASYARAKAT
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
Putri Indayani
 
Interpretasi data epidemiologi
Interpretasi data epidemiologiInterpretasi data epidemiologi
Interpretasi data epidemiologi
Anggita Dewi
 
3. . program ppi
3. . program ppi3. . program ppi
3. . program ppi
adearafah
 
Indeks Lalat - Indeks Tungau/Pinjal - Kepadatan Nyamuk
Indeks Lalat - Indeks Tungau/Pinjal - Kepadatan NyamukIndeks Lalat - Indeks Tungau/Pinjal - Kepadatan Nyamuk
Indeks Lalat - Indeks Tungau/Pinjal - Kepadatan Nyamuk
Nindya Harum Solicha
 
Kesehatan lingkungan pemukiman
Kesehatan lingkungan pemukimanKesehatan lingkungan pemukiman
Kesehatan lingkungan pemukiman
dwidiah
 
Program kesling 28042021
Program kesling 28042021Program kesling 28042021
Program kesling 28042021
BidangTFBBPKCiloto
 
BAB 7 Epidemiologi Penyakit Menular Diftheria, Pertusis dan Tetanus
BAB 7 Epidemiologi Penyakit Menular Diftheria, Pertusis dan TetanusBAB 7 Epidemiologi Penyakit Menular Diftheria, Pertusis dan Tetanus
BAB 7 Epidemiologi Penyakit Menular Diftheria, Pertusis dan Tetanus
NajMah Usman
 
Bab viii surveilans epid
Bab viii surveilans epidBab viii surveilans epid
Bab viii surveilans epid
NajMah Usman
 
Bentuk Desain Penelitian Epidemiologi
Bentuk Desain Penelitian EpidemiologiBentuk Desain Penelitian Epidemiologi
Bentuk Desain Penelitian Epidemiologi
WiandhariEsaBBPKCilo
 
Konsep Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
Konsep Epidemiologi Penyakit Tidak MenularKonsep Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
Konsep Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
Asyifa Robiatul adawiyah
 
05. konsep dasar epidemiologi penyakit
05. konsep dasar epidemiologi penyakit05. konsep dasar epidemiologi penyakit
05. konsep dasar epidemiologi penyakit
Syahrum Syuib
 
Laporan penyelidikan kejadian Luar Biasa
Laporan penyelidikan kejadian Luar BiasaLaporan penyelidikan kejadian Luar Biasa
Laporan penyelidikan kejadian Luar Biasa
HMRojali
 
Epidemiologi Penyakit Menular
Epidemiologi Penyakit MenularEpidemiologi Penyakit Menular
Epidemiologi Penyakit MenularLilik Sholeha
 
Kesehatan Lingkungan Bencana
Kesehatan Lingkungan BencanaKesehatan Lingkungan Bencana
Kesehatan Lingkungan Bencana
Muhammad Arafat
 
Konsep kesling
Konsep keslingKonsep kesling
Konsep kesling
riri_hermana
 
Epidemiologi HIV / AIDS
Epidemiologi HIV / AIDSEpidemiologi HIV / AIDS
Epidemiologi HIV / AIDS
Shafa Nabilah Eka Puteri
 
SISTEM KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2012
SISTEM KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2012SISTEM KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2012
SISTEM KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2012
Zakiah dr
 
5. perundangan k3rs
5. perundangan k3rs5. perundangan k3rs
5. perundangan k3rs
Joni Iswanto
 

What's hot (20)

Pengantar Epidemiologi
Pengantar EpidemiologiPengantar Epidemiologi
Pengantar Epidemiologi
 
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
ILMU KESEHATAN MASYARAKATILMU KESEHATAN MASYARAKAT
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
 
Interpretasi data epidemiologi
Interpretasi data epidemiologiInterpretasi data epidemiologi
Interpretasi data epidemiologi
 
3. . program ppi
3. . program ppi3. . program ppi
3. . program ppi
 
Indeks Lalat - Indeks Tungau/Pinjal - Kepadatan Nyamuk
Indeks Lalat - Indeks Tungau/Pinjal - Kepadatan NyamukIndeks Lalat - Indeks Tungau/Pinjal - Kepadatan Nyamuk
Indeks Lalat - Indeks Tungau/Pinjal - Kepadatan Nyamuk
 
Kesehatan lingkungan pemukiman
Kesehatan lingkungan pemukimanKesehatan lingkungan pemukiman
Kesehatan lingkungan pemukiman
 
Program kesling 28042021
Program kesling 28042021Program kesling 28042021
Program kesling 28042021
 
BAB 7 Epidemiologi Penyakit Menular Diftheria, Pertusis dan Tetanus
BAB 7 Epidemiologi Penyakit Menular Diftheria, Pertusis dan TetanusBAB 7 Epidemiologi Penyakit Menular Diftheria, Pertusis dan Tetanus
BAB 7 Epidemiologi Penyakit Menular Diftheria, Pertusis dan Tetanus
 
Bab viii surveilans epid
Bab viii surveilans epidBab viii surveilans epid
Bab viii surveilans epid
 
Bentuk Desain Penelitian Epidemiologi
Bentuk Desain Penelitian EpidemiologiBentuk Desain Penelitian Epidemiologi
Bentuk Desain Penelitian Epidemiologi
 
Konsep Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
Konsep Epidemiologi Penyakit Tidak MenularKonsep Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
Konsep Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
 
05. konsep dasar epidemiologi penyakit
05. konsep dasar epidemiologi penyakit05. konsep dasar epidemiologi penyakit
05. konsep dasar epidemiologi penyakit
 
Laporan penyelidikan kejadian Luar Biasa
Laporan penyelidikan kejadian Luar BiasaLaporan penyelidikan kejadian Luar Biasa
Laporan penyelidikan kejadian Luar Biasa
 
Wabah
WabahWabah
Wabah
 
Epidemiologi Penyakit Menular
Epidemiologi Penyakit MenularEpidemiologi Penyakit Menular
Epidemiologi Penyakit Menular
 
Kesehatan Lingkungan Bencana
Kesehatan Lingkungan BencanaKesehatan Lingkungan Bencana
Kesehatan Lingkungan Bencana
 
Konsep kesling
Konsep keslingKonsep kesling
Konsep kesling
 
Epidemiologi HIV / AIDS
Epidemiologi HIV / AIDSEpidemiologi HIV / AIDS
Epidemiologi HIV / AIDS
 
SISTEM KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2012
SISTEM KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2012SISTEM KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2012
SISTEM KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2012
 
5. perundangan k3rs
5. perundangan k3rs5. perundangan k3rs
5. perundangan k3rs
 

Similar to Md.3 dasar-dasar epidemiologi kesehatan dan kode etik profesi epidemiolgi kesehatan (1)

Epidemiologi
EpidemiologiEpidemiologi
Epidemiologi
premaysari
 
Handout epid-bidan
Handout epid-bidanHandout epid-bidan
Handout epid-bidan
Nico Robin
 
EPIDEOMOLOGI.pptx
EPIDEOMOLOGI.pptxEPIDEOMOLOGI.pptx
EPIDEOMOLOGI.pptx
urwatunwuskia2
 
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docxMAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
JessicaConstantia
 
pengantar epidemilogi
pengantar epidemilogipengantar epidemilogi
pengantar epidemilogi
Rai Syifa
 
Epidemiologi klp1
Epidemiologi klp1Epidemiologi klp1
Epidemiologi klp1
Suchi Purwantydj Gogi
 
2_PENGANTAR_EPIDEMIOLOGI.ppt
2_PENGANTAR_EPIDEMIOLOGI.ppt2_PENGANTAR_EPIDEMIOLOGI.ppt
2_PENGANTAR_EPIDEMIOLOGI.ppt
OktafianiVinividivic
 
2_PENGANTAR_EPIDEMIOLOGI.ppt
2_PENGANTAR_EPIDEMIOLOGI.ppt2_PENGANTAR_EPIDEMIOLOGI.ppt
2_PENGANTAR_EPIDEMIOLOGI.ppt
debydarise
 
Aulia Dwi Juanita 22420014 perbedaan epid deskriptif dan analitik.pdf
Aulia Dwi Juanita 22420014 perbedaan epid deskriptif dan analitik.pdfAulia Dwi Juanita 22420014 perbedaan epid deskriptif dan analitik.pdf
Aulia Dwi Juanita 22420014 perbedaan epid deskriptif dan analitik.pdf
AuliaDwiJuanita
 
ppt up maell fixxxx golll_092602.pptx
ppt up maell fixxxx golll_092602.pptxppt up maell fixxxx golll_092602.pptx
ppt up maell fixxxx golll_092602.pptx
EncepIzmal2
 
DASAR EPIDEMIOLOGI
DASAR EPIDEMIOLOGIDASAR EPIDEMIOLOGI
DASAR EPIDEMIOLOGI
PutriPamungkas8
 
Pengantar epidemiologi
Pengantar epidemiologiPengantar epidemiologi
Pengantar epidemiologi
zrago
 
penilaian surveilans kesehatan masyarakat
penilaian surveilans kesehatan masyarakatpenilaian surveilans kesehatan masyarakat
penilaian surveilans kesehatan masyarakat
aderianofrianti
 
ruang lingkup epidemiologi
ruang lingkup epidemiologiruang lingkup epidemiologi
ruang lingkup epidemiologi
Putrii Permatasarii
 
M6 kb1 infeksi nosokomial
M6 kb1   infeksi nosokomialM6 kb1   infeksi nosokomial
M6 kb1 infeksi nosokomial
ppghybrid4
 
5 hand out prinsip epidemiologi
5 hand out prinsip epidemiologi5 hand out prinsip epidemiologi
5 hand out prinsip epidemiologi
agustriyanah
 
Dasar epidemiologi
Dasar epidemiologiDasar epidemiologi
Dasar epidemiologi
WahyuGitoPutro
 
puskesmas
puskesmaspuskesmas
puskesmas
monalisa1590
 
Mi.4 epid ahli
Mi.4 epid ahliMi.4 epid ahli
Mi.4 epid ahli
BidangTFBBPKCiloto
 
Dasar epidemiologi
Dasar epidemiologiDasar epidemiologi
Dasar epidemiologi
adistytaufik1
 

Similar to Md.3 dasar-dasar epidemiologi kesehatan dan kode etik profesi epidemiolgi kesehatan (1) (20)

Epidemiologi
EpidemiologiEpidemiologi
Epidemiologi
 
Handout epid-bidan
Handout epid-bidanHandout epid-bidan
Handout epid-bidan
 
EPIDEOMOLOGI.pptx
EPIDEOMOLOGI.pptxEPIDEOMOLOGI.pptx
EPIDEOMOLOGI.pptx
 
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docxMAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
 
pengantar epidemilogi
pengantar epidemilogipengantar epidemilogi
pengantar epidemilogi
 
Epidemiologi klp1
Epidemiologi klp1Epidemiologi klp1
Epidemiologi klp1
 
2_PENGANTAR_EPIDEMIOLOGI.ppt
2_PENGANTAR_EPIDEMIOLOGI.ppt2_PENGANTAR_EPIDEMIOLOGI.ppt
2_PENGANTAR_EPIDEMIOLOGI.ppt
 
2_PENGANTAR_EPIDEMIOLOGI.ppt
2_PENGANTAR_EPIDEMIOLOGI.ppt2_PENGANTAR_EPIDEMIOLOGI.ppt
2_PENGANTAR_EPIDEMIOLOGI.ppt
 
Aulia Dwi Juanita 22420014 perbedaan epid deskriptif dan analitik.pdf
Aulia Dwi Juanita 22420014 perbedaan epid deskriptif dan analitik.pdfAulia Dwi Juanita 22420014 perbedaan epid deskriptif dan analitik.pdf
Aulia Dwi Juanita 22420014 perbedaan epid deskriptif dan analitik.pdf
 
ppt up maell fixxxx golll_092602.pptx
ppt up maell fixxxx golll_092602.pptxppt up maell fixxxx golll_092602.pptx
ppt up maell fixxxx golll_092602.pptx
 
DASAR EPIDEMIOLOGI
DASAR EPIDEMIOLOGIDASAR EPIDEMIOLOGI
DASAR EPIDEMIOLOGI
 
Pengantar epidemiologi
Pengantar epidemiologiPengantar epidemiologi
Pengantar epidemiologi
 
penilaian surveilans kesehatan masyarakat
penilaian surveilans kesehatan masyarakatpenilaian surveilans kesehatan masyarakat
penilaian surveilans kesehatan masyarakat
 
ruang lingkup epidemiologi
ruang lingkup epidemiologiruang lingkup epidemiologi
ruang lingkup epidemiologi
 
M6 kb1 infeksi nosokomial
M6 kb1   infeksi nosokomialM6 kb1   infeksi nosokomial
M6 kb1 infeksi nosokomial
 
5 hand out prinsip epidemiologi
5 hand out prinsip epidemiologi5 hand out prinsip epidemiologi
5 hand out prinsip epidemiologi
 
Dasar epidemiologi
Dasar epidemiologiDasar epidemiologi
Dasar epidemiologi
 
puskesmas
puskesmaspuskesmas
puskesmas
 
Mi.4 epid ahli
Mi.4 epid ahliMi.4 epid ahli
Mi.4 epid ahli
 
Dasar epidemiologi
Dasar epidemiologiDasar epidemiologi
Dasar epidemiologi
 

More from BidangTFBBPKCiloto

Etika Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
Etika Tim Penilai Jabatan Fungsional KesehatanEtika Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
Etika Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
BidangTFBBPKCiloto
 
Pengorganisasian Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
Pengorganisasian Tim Penilai Jabatan Fungsional KesehatanPengorganisasian Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
Pengorganisasian Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
BidangTFBBPKCiloto
 
Kebijakan Jabatan Fungsional Kesehatan
Kebijakan Jabatan Fungsional KesehatanKebijakan Jabatan Fungsional Kesehatan
Kebijakan Jabatan Fungsional Kesehatan
BidangTFBBPKCiloto
 
Bahan kabid kebijakan pengembangan jfk
Bahan kabid kebijakan pengembangan jfkBahan kabid kebijakan pengembangan jfk
Bahan kabid kebijakan pengembangan jfk
BidangTFBBPKCiloto
 
Evaluasi ns 15 dan persiapan ns 16
Evaluasi ns 15 dan persiapan ns 16Evaluasi ns 15 dan persiapan ns 16
Evaluasi ns 15 dan persiapan ns 16
BidangTFBBPKCiloto
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
BidangTFBBPKCiloto
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
BidangTFBBPKCiloto
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
BidangTFBBPKCiloto
 
4. langkah pendampingan ns
4. langkah pendampingan ns4. langkah pendampingan ns
4. langkah pendampingan ns
BidangTFBBPKCiloto
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
BidangTFBBPKCiloto
 
Pelayanan kefarmasian di pkm
Pelayanan kefarmasian di pkmPelayanan kefarmasian di pkm
Pelayanan kefarmasian di pkm
BidangTFBBPKCiloto
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
BidangTFBBPKCiloto
 
Tips dalam memfasilitasi memberdayakan (1) (1)
Tips dalam memfasilitasi memberdayakan (1) (1)Tips dalam memfasilitasi memberdayakan (1) (1)
Tips dalam memfasilitasi memberdayakan (1) (1)
BidangTFBBPKCiloto
 
Peran fasilitator (1)
Peran fasilitator (1)Peran fasilitator (1)
Peran fasilitator (1)
BidangTFBBPKCiloto
 
Konsep dasar stbm
Konsep dasar stbmKonsep dasar stbm
Konsep dasar stbm
BidangTFBBPKCiloto
 
Materi pembekalan ns team 2021 manajemen pkk
Materi pembekalan ns team 2021 manajemen pkkMateri pembekalan ns team 2021 manajemen pkk
Materi pembekalan ns team 2021 manajemen pkk
BidangTFBBPKCiloto
 
Perencanaan penanganan korban bencana
Perencanaan penanganan korban bencanaPerencanaan penanganan korban bencana
Perencanaan penanganan korban bencana
BidangTFBBPKCiloto
 
Triase ns
Triase nsTriase ns
Transportasi pasien ns
Transportasi pasien nsTransportasi pasien ns
Transportasi pasien ns
BidangTFBBPKCiloto
 
Penatalaksanaan pasien trauma ns
Penatalaksanaan pasien trauma nsPenatalaksanaan pasien trauma ns
Penatalaksanaan pasien trauma ns
BidangTFBBPKCiloto
 

More from BidangTFBBPKCiloto (20)

Etika Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
Etika Tim Penilai Jabatan Fungsional KesehatanEtika Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
Etika Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
 
Pengorganisasian Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
Pengorganisasian Tim Penilai Jabatan Fungsional KesehatanPengorganisasian Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
Pengorganisasian Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
 
Kebijakan Jabatan Fungsional Kesehatan
Kebijakan Jabatan Fungsional KesehatanKebijakan Jabatan Fungsional Kesehatan
Kebijakan Jabatan Fungsional Kesehatan
 
Bahan kabid kebijakan pengembangan jfk
Bahan kabid kebijakan pengembangan jfkBahan kabid kebijakan pengembangan jfk
Bahan kabid kebijakan pengembangan jfk
 
Evaluasi ns 15 dan persiapan ns 16
Evaluasi ns 15 dan persiapan ns 16Evaluasi ns 15 dan persiapan ns 16
Evaluasi ns 15 dan persiapan ns 16
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
 
4. langkah pendampingan ns
4. langkah pendampingan ns4. langkah pendampingan ns
4. langkah pendampingan ns
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
 
Pelayanan kefarmasian di pkm
Pelayanan kefarmasian di pkmPelayanan kefarmasian di pkm
Pelayanan kefarmasian di pkm
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto  050521
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 050521
 
Tips dalam memfasilitasi memberdayakan (1) (1)
Tips dalam memfasilitasi memberdayakan (1) (1)Tips dalam memfasilitasi memberdayakan (1) (1)
Tips dalam memfasilitasi memberdayakan (1) (1)
 
Peran fasilitator (1)
Peran fasilitator (1)Peran fasilitator (1)
Peran fasilitator (1)
 
Konsep dasar stbm
Konsep dasar stbmKonsep dasar stbm
Konsep dasar stbm
 
Materi pembekalan ns team 2021 manajemen pkk
Materi pembekalan ns team 2021 manajemen pkkMateri pembekalan ns team 2021 manajemen pkk
Materi pembekalan ns team 2021 manajemen pkk
 
Perencanaan penanganan korban bencana
Perencanaan penanganan korban bencanaPerencanaan penanganan korban bencana
Perencanaan penanganan korban bencana
 
Triase ns
Triase nsTriase ns
Triase ns
 
Transportasi pasien ns
Transportasi pasien nsTransportasi pasien ns
Transportasi pasien ns
 
Penatalaksanaan pasien trauma ns
Penatalaksanaan pasien trauma nsPenatalaksanaan pasien trauma ns
Penatalaksanaan pasien trauma ns
 

Recently uploaded

PPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.ppt
PPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.pptPPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.ppt
PPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.ppt
WewikAyuPrimaDewi
 
Materi pokok dan media pembelajaran ekosistem ipa
Materi pokok dan media pembelajaran ekosistem ipaMateri pokok dan media pembelajaran ekosistem ipa
Materi pokok dan media pembelajaran ekosistem ipa
sarahshintia630
 
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docxCONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
WagKuza
 
PPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahir
PPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahirPPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahir
PPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahir
yardsport
 
MINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdf
MINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdfMINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdf
MINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdf
AlmaDani8
 
template undangan Walimatul Khitan 2 seri.docx
template undangan Walimatul Khitan 2 seri.docxtemplate undangan Walimatul Khitan 2 seri.docx
template undangan Walimatul Khitan 2 seri.docx
ansproduction72
 
Tugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptx
Tugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptxTugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptx
Tugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptx
SunakonSulistya
 
pemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdf
pemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdfpemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdf
pemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdf
fuji226200
 
JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024
JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024
JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024
TeguhWinarno6
 
Bahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptx
Bahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptxBahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptx
Bahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptx
dwiagus41
 
Uji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptx
Uji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptxUji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptx
Uji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptx
NurlinaAbdullah1
 
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay..."Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...
Muhammad Nur Hadi
 

Recently uploaded (12)

PPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.ppt
PPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.pptPPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.ppt
PPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.ppt
 
Materi pokok dan media pembelajaran ekosistem ipa
Materi pokok dan media pembelajaran ekosistem ipaMateri pokok dan media pembelajaran ekosistem ipa
Materi pokok dan media pembelajaran ekosistem ipa
 
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docxCONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
 
PPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahir
PPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahirPPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahir
PPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahir
 
MINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdf
MINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdfMINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdf
MINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdf
 
template undangan Walimatul Khitan 2 seri.docx
template undangan Walimatul Khitan 2 seri.docxtemplate undangan Walimatul Khitan 2 seri.docx
template undangan Walimatul Khitan 2 seri.docx
 
Tugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptx
Tugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptxTugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptx
Tugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptx
 
pemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdf
pemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdfpemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdf
pemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdf
 
JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024
JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024
JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024
 
Bahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptx
Bahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptxBahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptx
Bahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptx
 
Uji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptx
Uji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptxUji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptx
Uji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptx
 
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay..."Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...
 

Md.3 dasar-dasar epidemiologi kesehatan dan kode etik profesi epidemiolgi kesehatan (1)

  • 1. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  38  MATERI DASAR 3 DASAR – DASAR EPIDEMIOLOGI KESEHATAN DAN KODE ETIK PROFESI EPIDEMIOLOGI KESEHATAN I. DESKRIPSI SINGKAT Epidemiologi merupakan ilmu dasar dari kesehatan masyarakat yang berperan dalam mengidentifikasi masalah kesehatan masyarakat dan faktor- faktor yang mempengaruhinya. Epidemiologi berdasar pada konsep timbulnya sakit sebagai akibat interaksi antara agen, penjamu dan lingkungan pada suatu populasi dan tentunya pemahaman yang baik terhadap perjalanan penyakit itu sendiri. Pendekatan epidemiologi dibagi berdasarkan metode epidemiologi deskriptif, yang membahas distribusi penyakit dan masalah kesehatan serta faktor determinannya, dan metode epidemiologi analitik yang berperan mengidentifikasi hubungan antara kejadian sakit dan faktor – faktor yang mempengaruhinya dalam hubungan sebab atau pengaruh dan akibat. Epidemiolog atau ahli epidemiologi dengan kompetensi yang dimilikinya dapat memberikan pelayanan epidemiologi. Pelayanan dimaksud dapat dilaksanakan dengan berdasar pada kode etik profesi. II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami dasar – dasar epidemiolog kesehatan B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan: 1. Dasar-dasar epidemiologi kesehatan 2. Kode etik profesi epidemiolog
  • 2. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  39  III. POKOK BAHASAN Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut : Pokok Bahasan 1. Dasar – dasar Epidemiologi Kesehatan Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian b. Tujuan kegiatan epidemiolog kesehatan c. Peran dan fungsi epidemiolog kesehatan d. Konsep timbulnya penyakit e. Penelitian Epidemiologi f. Ukuran-ukuran Epidemiologi (Penyakit) Pokok Bahasan 2. Kode Etik Profesi Epidemiolog IV. METODE • CTJ • Curah pendapat V. MEDIA DAN ALAT BANTU • Bahan tayang (Slide power point) • Laptop • LCD • Flipchart • Whiteboard • Spidol (ATK) VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN Berikut disampaikan langkah – langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini. Langkah 1. Pengkondisian 1) Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
  • 3. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  40  2) Tujuan pembelajaran dan pokok bahasan yang akan disampaikan serta metode pembelajaran yang akan digunakan, sebaiknya disepakati antara peserta dan fasilitator. Penyampaian tujuan pembelajaran ini sebaiknya menggunakan bahan tayang. Langkah 2. Penyampaian Materi 1) Fasilitator menyampaikan paparan materi sesuai urutan pokok bahasan dan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang. Diawali dengan materi tentang dasar – dasar epidemiolog kesehatan. 2) Fasilitator menyampaikan materi dengan metode ceramah tanya jawab dan curah pendapat. Langkah 3. Rangkuman dan Kesimpulan 1) Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran. 2) Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan. 3) Fasilitator membuat kesimpulan. VII. URAIAN MATERI Pokok Bahasan 1. DASAR – DASAR EPIDEMIOLOG KESEHATAN a. Pengertian Epidemiologi berasal dari kata Epi, demos dan logos. Epi = atas, demos = masyarakat, logos = ilmu, sehingga epidemiologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat. Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari kejadian dan penyebaran penyakit atau masalah kesehatan serta faktor – faktor yang mempengaruhinya, pada sekelompok manusia tertentu. Ilmu ini dikembangkan dari pengalaman mempelajari beberapa wabah penyakit pada waktu – waktu tertentu dengan angka kematian yang tinggi. Dokter menentukan status kesehatan pada seorang pasien, apa saja yang menyebabkan pasien sakit, dan tindakan apa yang diperlukan pada pasiennya, sementara ahli epidemiologi memanfaatkan ilmunya untuk menentukan status kesehatan populasi atau sekelompok orang, sebab dan faktor apa saja yang menyebabkan populasi banyak yang menderita sakit, dan tindakan apa yang dapat dilakukan terhadap kelompok masyarakat tersebut.
  • 4. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  41  Epidemiologi kini telah berkembang dengan pesat sehingga dikenal beberapa cabang epidemiologi seperti epidemiologi penyakit non infeksi, epidemiologi klinik, epidemiologi kesehatan kerja dan lain-lain. Sebagai contoh, kini juga dikenal epidemiologi penyakit – penyakit di rumah sakit, epidemiologi kanker, epidemiologi kecelakaan lalu lintas dan epidemiologi penyakit akibat kerja, dan sebagainya. b. Tujuan kegiatan / Manfaat Epidemiolog Kesehatan Epidemiolog mempunyai banyak manfaat, yaitu : 1) Melakukan kajian kesehatan masyarakat Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggung jawab untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat, menyusun rencana kerja upaya penanggulangan dan melakukan evaluasi kinerja program dengan memanfaatkan cara – cara epidemiologi. Epidemiologi dapat mengukur masalah kesehatan secara obyektif atau sasarannya jelas, terukur dan dapat diperbandingkan antara waktu, antara wilayah dan antara kelompok masyarakat serta hasil kerjanya dapat dipertanggungjawabkan. Dalam melakukan identifikasi masalah kesehatan, epidemiologi membagi masalah kesehatan pada karakteristik khas epidemiologi menurut waktu, tempat dan orang (epidemiologi deskriptif), dan mengidentifikasi beratnya pengaruh suatu kondisi terhadap timbulnya penyakit (epidemiologi analitik). Epidemiologi dapat menentukan perkembangan penyakit dari waktu ke waktu, sehingga sangat bermanfaat untuk mengukur keberhasilan upaya penanggulangan yang telah dilakukan, seberapa serius masalah kesehatan telah berkembang dan perlu tidaknya tindakan darurat penanggulangan harus segera dilakukan. Epidemiologi juga dapat menentukan perbedaan besar masalah kesehatan antar wilayah dan antar populasi, sehingga program dapat menentukan prioritas populasi yang perlu mendapat upaya penanggulangan.
  • 5. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  42  2) Tindakan Terhadap Kesehatan Perorangan Dokter menentukan seorang pasien menderita sakit tifus abdominalis dan memintanya untuk istirahat penuh agar tidak terjadi kebocoran usus, kemudian memberikan antibiotik yang sesuai untuk penyakit tifus sesuai dengan umur dan kondisi pasien. Dokter juga meminta buang hajat penderita dibuang di toilet serta berhati-hati dengan kemungkinan terjadinya penularan dari pasien kepada anggota keluarga yang lain. Banyak orang tidak memahami bahwa keputusan dokter tersebut dihasilkan dari kajian epidemiologi tentang distribusi gejala dan tanda–tanda penyakit dan tindakan yang sesuai terhadap pasien ini (epidemiologi klinik), pentingnya melakukan upaya pencegahan risiko penularan (epidemiologi deskriptif dan epidemiologi analitik). Pada penyakit yang baru terjadi pada suatu wilayah, para ahli epidemiologi dan ahli kesehatan lainnya, bahu membahu menentukan gambaran gejala dan tanda penyakit, cara–cara memastikan seseorang menderita penyakit tersebut, mengidentifikasi cara–cara penularan penyakit dan cara–cara menghindari terjadinya penularan, dan tindakan apa yang sebaiknya dilakukan pada seseorang yang menderita sakit, tindakan terhadap orang–orang yang kontak dan apa yang seharusnya dilakukan oleh setiap orang yang berada pada daerah penyebaran penyakit tersebut. 3) Melengkapi gambaran klinis penyakit Penyakit terjadi pada seseorang dan kemudian menderita sakit dengan menunjukkan gejala dan tanda penyakit tertentu, yang juga terjadi perubahan pada organ tubuhnya. Perubahan gejala dan tanda penyakit dari satu masa ke masa berikutnya bisa mengalami perubahan karena adaptasi masyarakat terhadap penyakit dan adaptasi penyakit terhadap orang-orang dan lingkungan dimana penyakit ini berjangkit. Misal, penyakit malaria menimbulkan gejala demam menggigil dan sakit kepala, tetapi akhir-akhir ini, penderita penyakit malaria juga menunjukkan gejala diare. Penyakit seringkali hanya menyerang orang-orang dalam populasi tertentu, ini disebabkan pengaruh dari banyak faktor, baik faktor-faktor yang bisa diidentifikasi dan juga faktor-faktor yang saat ini mungkin belum teridentifikasi. Seiring perubahan waktu, perubahan musim, adanya perubahan panas bumi, adanya perubahan pada sebagian dari anggota masyarakat, maka epidemiologi terus memantau kemungkinan perubahan kelompok-kelompok populasi yang kemungkinan sudah
  • 6. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  43  mulai berjangkit penyakit tersebut. Misalnya pada demam berdarah dengue yang pada awal perkembangannya hanya menyerang usia anak-anak dan remaja, kemudian pada akhir perkembangannya dapat menyerang pada semua usia. Epidemiologi juga memantau perubahan distribusi penyakit menurut waktu, sehingga dapat diidentifikasi kecenderungan jangka panjang (seculer trend) dan pola musiman penyakit. Dengan informasi ini, dapat disusun rencana penanggulangan yang lebih tepat waktu, efektif dan lebih efisien. Akhir-akhir ini, para epidemiologi juga mulai mencermati distribusi tipe dan sub tipe dari agent penyakit, perubahan pola DNA dan RNA sebagi bagian dari epidemiologi molekuler. c. Peran dan Fungsi Epidemiolog Kesehatan Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia menetapkan 9 peran epidemiolog dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat : 1) Mengidentifikasi masalah kesehatan dan menentukan cara penanggulangannya 2) Surveilans epidemiologi 3) Sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (KLB) penyakit, bencana atau masalah kesehatan lainnya 4) Penyelidikan dan penanggulangan KLB penyakit 5) Memantau dan menilai program/upaya kesehatan 6) Audit manajemen dengan pendekatan epidemiologi 7) Pengajaran, pelatihan dan pemberdayaan masyarakat 8) Penelitian epidemiologi 9) Advokasi dan komunikasi Pada lingkungan Kementerian Kesehatan, para pejabat Jabatan Fungsional Epidemiolog Kesehatan sesuai Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 17/KEP/M.PAN/11/2000 tanggal 30 Nopember 2004, melaksanakan 5 tugas teknis epidemiologi sesuai dengan jenjang jabatannya : 1) Menyusun rencana program epidemiologi dan rencana program intervensi 2) Melakukan pengamatan epidemiologi 3) Melakukan penyelidikan epidemiologi KLB, kewaspadaan dini, menetapkan adanya KLB dan wabah, dan upaya-upaya penanggulangan KLB 4) Melakukan pencegahan dan penanggulangan penyakit 5) Memberdayakan masyarakat (identifikasi perilaku masyarakat, perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan, dan evaluasi)
  • 7. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  44  Melakukan pengamatan epidemiologi, termasuk didalamnya adalah kegiatan : surveilans, SKD – KLB, identifikasi masalah kesehatan dan audit manajemen. Melaksanakan fungsi penyelidikan epidemiologi adalah untuk memastikan adanya KLB, etiologi KLB, besarnya masalah KLB, identifikasi sumber serta cara penularan, disamping meningkatkan kewaspadaan dini KLB, menetapkan adanya KLB/wabah dan melaksanakan upaya-upaya penanggulangan KLB. The Council of State and Territorial Epidemiologists (USA) mengajukan serangkaian fungsi utama dari unit epidemiologi departemen kesehatan negara bagian. Lima dinataranya adalah : 1) Surveilans kesehatan masyarakat 2) Penyelidikan (termasuk analisis) dan konsultasi 3) Perkembangan kebijakan 4) Pelatihan 5) Jaringan d. Konsep Timbulnya Penyakit 1) Penyebab, Penjamu dan Lingkungan Berbeda dengan pendekatan medik dalam menentukan status kesehatan yang memfokuskan pada satu individu, pendekatan epidemiologi menentukan status kesehatan dengan mempelajari satu kelompok penduduk. Terdapat tiga komponen penting dalam penerapan konsep atau pendekatan epidemiologi dalam menentukan status kesehatan sekelompok penduduk atau populasi yaitu “host” (penjamu), environment (lingkungan) dan “agent” (penyebab). Interaksi antara ketiga komponen tersebut harus seimbang. Bila terjadi gangguan keseimbangan maka timbul penyakit atau masalah kesehatan pada kelompok tersebut.
  • 8. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  45  Karakteristik dari masing-masing komponen tersebut mempunyai peranan dalam menentukan cara pencegahan dan penanggulangan jika terjadi gangguan keseimbangan yang menyebabkan sakit. a) Penyebab (Agent) Penyebab suatu penyakit (agent) adalah semua unsur atau elemen hidup maupun tak hidup yang kehadirannya atau ketidakhadirannya, bila diikuti dengan kontak yang efektif terhadap manusia yang rentan dalam keadaan yang memungkinkan akan menjadi inisiasi dan memudahkan terjadinya penyakit. Agent bisa berupa unsur biologis, kimia, nutrisi, mekanik dan agent fisik. (1) Penyebab biologis (Agent Biologis) Terdapat 6 kelompok penyebab (agent) biologis, yaitu : (a) Protozoa Adalah organisme uniseluler, antara lain dapat menyebabkan malaria, trypanosomiasis, leismaniasis, disentri amuba, dll. Kebanyakan dari organisme ini berkembang biak di luar tubuh manusia dan biasanya “vectorborne” ditularkan melalui vector yaitu artropoda). (b) Metazoa Organisme parasitic multiseluler, antara lain dapat menyebabkan trichinosis, askariasis, schistosomiasis, dan lain-lain pada tubuh manusia sehingga penularannya tidak langsung dari manusia ke manusia. (c) Bakteri Organisme uniseluler yang menyerupai tanaman ini dapat menyebabkan bermacam-macam penyakit, misalnya: TBC,
  • 9. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  46  meningitis, salmonelosis, dll. Bakteri yang dapat menyebabkan penyakit biasanya dapat berkembang biak baik di dalam maupun di luar tubuh manusia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh bakteri dapat ditularkan secara langsung dari manusia ke manusia, tetapi dapat juga bakteri tersebut berasal dari lingkungan. (d) Virus Adalah agent biologis yang terkecil. Beberapa penyakit yang ditimbulkan adalah: influenza, rabies, rubella, ensefalitis, dll. Biasanya penyakit-penyakit ini ditularkan secara langsung dari manusia ke manusia yang lainnya. Untuk kelangsungan hidupnya, virus memerlukan sel hidup. (e) Jamur Adalah sejenis tanaman yang tidak mempunyai khlorofil, dapat uni maupun multiseluler. Penyakit-penyakit yang disebabkan olehnya antara lain adalah: histoplasmosis, epidermafitosis, moniliasis, dll. Resistensi organisme ini tinggi karena mereka membentuk spora. Reservoir umumnya adalah tanah. (f) Riketsia Merupakan parasit intrasel yang ukurannya diantara virus dan bakteri dan mempunyai karakteristik seperti bakteri dan virus. Untuk tumbuh dan berkembang biak organisme ini memerlukan sel yang hidup (seperti pada virus). Beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh organisme ini adalah “Rocky mountain spotted fever”, Q-fever, dll. Dalam menimbulkan suatu penyakit, agent-agent tersebut dipengaruhi oleh beberapa karakteristik, yaitu: (a) Karakteristik inherent Pada agent biologis/mikrobiologis meliputi: morfologi, motilitas, fisiologi, reproduksi, metabolisme, nutrisi, suhu yang optimum, produksi toksin, dll. Yang tak kalah penting adalah sifat-sifat kimia dan fisik dari agent yang tak hidup, misalnya ukuran partikel, merupakan substansi yang larut atau tidak, dll.
  • 10. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  47  (b) Viabilitas dan resistensi Kepekaan mikroorganisme terhadap panas, dingin, kelembaban, matahari, dan lain-lain dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. (c) Sifat-sifat yang berhubungan dengan manusia Terdapat beberapa faktor yang penting dalam menimbulkan penyakit yaitu: • Infektivitas (derajat penularan) : kemampuan untuk menginfeksi dan menyesuaikan diri terhadap penjamu. • Patogenitas : kemampuan untuk menimbulkan reaksi jaringan penjamu, baik lokal atau umum, klinis atau subklinis. • Virulensi : merupakan derajat berat ringannya reaksi yang ditimbulkan oleh agent. • Antigenisitas : kemampuan untuk merangsang penjamu dan membuat mekanisme penolakan/pertahanan terhadap agent yang bersangkutan. (d) Reservoir dan sumber infeksi (e) Cara penularan (2) Penyebab kimia (Agent Kimia) Penyebab kimia (Agent Kimia) antara lain adalah pestisida, “food addivite”, obat-obatan dan limbah industry. Selain itu juga meliputi zat-zat yang diproduksi oleh tubuh sebagai akibat dari suatu penyakit misalnya pada diabetik asidosis dan uremia. Perlu diperhatikan cara transmisi dari agent kimia tersebut sehingga dapat menimbulkan gangguan, yaitu secara : Inhalasi, terdiri dari zat-zat kimia yang berupa gas (misalnya carbonmonoksida), uap (misalnya uap bensin), debu mineral (misalnya asbestos), partikel di udara (misalnya zat-zat alergen). Ditelan, misalnya: minuman keras/alkohol, obat-obatan, kontaminasi makanan, seperti pada keracunan logam berat, dll. Melalui kulit, misalnya keracunan pada pemakaian kosmetika, atau pada keracunan yang disebabkan oleh racun tumbuh-tumbuhan atau binatang.
  • 11. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  48  (3) Penyebab nutrisi Yang termasuk dalam kategori ini adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Kekurangan atau kelebihan zat-zat tersebut diatas dapat mengganggu keseimbangan yang mengakibatkan timbulnya penyakit. (4) Penyebab mekanik Yang termasuk dalam kategori ini adalah friksi yang kronik dan lain-lain kekuatan mekanik yang dapat mengakibatkan misalnya dislokasi atau patah tulang, dll. (5) Penyebab fisik Melalui radiasi–ionisasi, suhu udara, kelembaban, intensitas suara, getaran, panas, terang cahaya. b) Penjamu (Host) Faktor penjamu mempunyai ciri-ciri yang sangat luas antara lain usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi, status perkawinan, penyakit-penyakit terdahulu, cara hidup, hereditas, nutrisi dan imunitas. Faktor-faktor tersebut penting karena mempengaruhi pertama: risiko untuk terpapar sumber infeksi; kedua: kerentanan dan resistensi dari manusia terhadap suatu infeksi atau penyakit. (1) Usia Biasanya merupakan faktor penjamu yang terpenting, dalam timbulnya suatu penyakit. Terdapat penyakit-penyakit tertentu yang hanya (atau biasanya) menyerang anak-anak usia tertentu atau ada juga yang hanya menyerang mereka yang telah lanjut usai. (2) Jenis kelamin Seperti juga pada usia, terdapat penyakit-penyakit yang hanya menyerang jenis kelamin tertentu. Misalnya: ca prostat hanya dijumpai pada pria saja, dan sebaliknya ca cervik hanya dijumpai pada wanita saja. (3) Ras Pengaruh dari perbedaan ras dalam timbulnya suatu penyakit biasanya disebabkan oleh karena perbedaan cara hidup, kebiasaan sosial, nilai-nilai sosial, dan seringkali juga dihubungkan dengan faktor genetika, dll.
  • 12. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  49  (4) Sosial ekonomi; erat hubungannya dengan cara hidup dan tingkat pendidikan. (5) Status perkawinan Faktor ini juga berkaitan dengan cara hidup. Secara statistik didapatkan bahwa morbiditas dan mortalitas dari banyak penyakit berbeda berdasarkan status perkawinan (tidak menikah, menikah, cerai, janda/ duda karena kematian pasangannya). (6) Penyakit-penyakit terdahulu Jelas dapat dimengerti bahwa mereka yang menderita penyakit kronis atau yang pernah menderita sakit keras lebih rentan terhadap suatu infeksi atau penyakit lainnya dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita penyakit kronis. (7) Cara hidup Seperti telah disebutkan diatas, faktor ini berhubungan dengan sosial ekonomi, tingkat pendidikan, ras atau golongan etnis. Kebiasaan makan, minum, membuang kotoran yang tidak baik sangat erat hubungannya dengan penyakit-penyakit infeksi usus. Selain itu, kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak dan kolesterol berlebihan, kebiasaan merokok dan kurangnya olah raga dapat menyebabkan timbulnya penyakit- penyakit kardiovaskuler dan hipertensi. (8) Hereditas; berkaitan dengan ras. (9) Nutrisi Makin baik status gizi seseorang, maka akan makin baik sistem pertahanan tubuh orang tersebut (secara umum). (10) Imunitas Faktor imunitas sangat berpengaruh dalam timbulnya suatu penyakit. Terdapat beberapa golongan imunitas sesuai dengan cara didapatnya, yaitu : (a) Imunitas alamiah (tanpa intervensi) Imunitas alamiah aktif Didasarkan karena tubuh pernah mendapat infeksi dan selanjutnya memproduksi antibodi terhadap infeksi tertentu tersebut dan yang bersangkutan menjadi kebal
  • 13. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  50  terhadap infeksi tersebut. Imunitas ini dapat bertahan lama. Imunitas alamiah pasif Kekebalan atau imunitas ini dimiliki oleh ibunya. Terutama antibodi dari ibu yang dapat melewati plasenta dan masuk ke dalam peredaran darah janin. Biasanya jenis kekebalan ini akan menghilang setelah 4 bulan bayi lahir. (b) Imunitas didapat (dengan intervensi) Imunitas didapat aktif : imunitas yang dibuat oleh penjamu setelah menerima vaksin atau toksoid, misalnya toksoid tetanus, vaksin smallpox. Imunitas didapat pasif : sering dilaksanakan dengan penggunaan gamma globulin. Imunitas ini berlangsung tidak lebih dari 4 – 5 minggu. Antibodi yang dibuat pada hewan (biasanya kuda), bisa juga dipakai untuk memberikan proteksi sementara terhadap suatu penyakit misalnya pada tetanus dan rabies. “Herd immunity” adalah imunitas yang terdapat dalam suatu populasi (bukan imunitas individu). Tingkat kekebalan dalam populasi ini sangat berpengaruh dalam timbulnya suatu penyakit di suatu populasi. Bila tingkat kekebalan tersebut cukup tinggi, maka agent (biologi) tidak dapat menembus dan menyebar dalam populasi tersebut. c) Lingkungan Dapat diklasifikasikan dalam empat komponen : lingkungan fisik, biologi, sosial dan ekonomi. (1) Lingkungan fisik, meliputi : kondisi udara, musim, cuaca dan kondisi geografi serta geologinya. (a) Kondisi udara, musim, cuaca dapat mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap penyakit tertentu. Contoh : Faktor ketinggian dari permukaan laut (“attitude”) berpengaruh terhadap mereka yang mengidap penyakit jantung; Kelembaban udara yang sangat rendah dapat mempengaruhi selaput lendir hidung dan telinga sehingga lebih rentan terhadap infeksi seperti influenza;
  • 14. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  51  juga dapat mempengaruhi kebiasaan hidup seseorang sehingga memudahkan terjangkitnya suatu penyakit, misalnya di daerah dengan keadaan udara yang panas dan lembab menyebabkan orang memakai baju setipis dan sesedikit mungkin sehingga memudahkan terjadinya gigitan serangga, dimana serangga tersebut merupakan vektor dari suatu penyakit. (b) Kondisi geografi serta geologi juga dapat mempengaruhi kesehatan secara langsung maupun tak langsung. Faktor ini berkaitan dengan topografi, sifat tanah, distribusi dan jumlah tanah serta air yang terkandung, dll. Contoh : Lokasi geografi menentukan macam tumbuh-tumbuhan yang tidak defisiensi vitamin, misalnya tingginya kasus scorbut pada daerah-daerah dimana buah-buahan dan sayur-mayur tidak selalu tersedia; Lokasi geografi juga menentukan adanya jenis-jenis binatang yang dapat menjadi vektor atau reservoir dari suatu penyakit sehingga dapat mempengaruhi distribusi penyakit, misalnya lalat teetse dan penyakit tidur di Afrika; Struktur geologi juga mempengaruhi macam tumbuhan yang dapat dikonsumsi oleh manusia, ketersediaan air, dll. Dimana hal-hal tersebut dapat mempengaruhi kesehatan manusia. (2) Lingkungan biologi dapat berperan sebagai berikut : (a) Hewan atau tumbuh-tumbuhan dapat berfungsi baik sebagai agent, reservoir maupun vektor dari suatu penyakit. (b) Mikroorganisme saprofit mempunyai pengaruh positif terhadap kesehatan melalui penyuburan tanah, dll. (c) Tumbuh-tumbuhan dapat merupakan sumber nutrient, tetapi mungkin pula menjadi tempat bermukim binatang yang merupakan vektor suatu penyakit atau merupakan sumber alergen. (3) Lingkungan sosial ekonomi (a) Faktor yang timbul dari lingkungan sosial (diluar faktor ekonomi) sangat mempengaruhi status kesehatan fisik dan mental baik secara individu maupun kelompok.
  • 15. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  52  Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : Kepadatan penduduk sangat mempengaruhi ketersediaan makanan dan kemudahan penyebaran penyakit menular, dll. Stratifikasi sosial berdasarkan tingkat pendidikan, latar belakang etnis, macam pekerjaan, dll, dapat meningkatkan gangguan mental, disamping juga tingkat kejahatan. Nilai-nilai sosial yang berlaku, misalnya mengenai besar kecilnya keluarga, aturan-aturan agama, dll. (b) Faktor-faktor yang berkaitan dengan ekonomi setempat. Kemiskinan, hal ini hampir selalu berkaitan dengan malnutrisi, fasilitas sanitasi yang tidak memadai, dll, yang secara keseluruhan menunjang penyebaran penyakit menular. Ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan oleh masyarakat berhubungan dengan ada tidaknya atau baik tidaknya sistem asuransi kesehatan. Adanya pusat-pusat latihan dan penyediaan kerja untuk para penyandang cacat fisik, tingginya tingkat pengangguran. Perang, dapat menyebabkan kemiskinan, perpindahan penduduk, yang secara keseluruhan menyebabkan tingginya penyakit menular. Bencana alam, misalnya banjir, gempa bumi, memberikan dampak yang hampir sama dengan perang. 2) Interaksi Komponen Epidemiologi (Agent, Host dan Lingkungan) a) Interaksi agent – lingkungan Adalah keadaan dimana agent dipengaruhi secara langsung oleh lingkungan (tanpa menghiraukan karakteristik dari host), biasanya pada periode prepatogenesa yang seringkali dilanjutkan sampai tahap patogenesa. Keadaan tersebut misalnya : ketahanan dari suatu bakteri terhadap sinar matahari, stabilitas vitamin di dalam lemari pendingin, dll. b) Interaksi host – lingkungan Adalah keadaan dimana host dipengaruhi secara langsung oleh lingkungan (tanpa menghiraukan faktor agent), biasanya juga pada tahap prepatogenesa dan patogenesa. Keadaan tersebut misalnya : kebiasaan penyiapan makanan, ketersediaan fasilitas kesehatan, dll.
  • 16. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  53  c) Interaksi host – agent Berada dalam diri host, bermukim dengan baik, berkembang biak dan mungkin telah menstimuli respons dari host dengan timbulnya tanda-tanda dan gejala-gejala klinis seperti demam, perubahan jaringan, dll, berikut produksi zat-zat kekebalan atau mekanisme pertahanan lainnya. Interaksi ini dapat berakhir dengan kesembuhan, gangguan sementara, kematian atau hilangnya tanda- tanda dan gejala-gejala klinis tanpa eliminasi dari agent (menjadi “Carrier”). d) Interaksi agent – host – lingkungan Adalah keadaan dimana agent, host dan lingkungan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya dan menginisiasi timbulnya suatu proses penyakit, terjadi baik pada tahap prepatogenesa maupun patogenesa. Terdapat misalnya pada kontaminasi feses dari penderita tifus pada sumber air minum, dll. Untuk memberikan gambaran secara grafik mengenai hubungan antara agent – host – lingkungan seperti telah disebutkan diatas, John Gondon menggambarkannya dengan timbangan keseimbangan. Selain itu dia juga mengemukakan bahwa penyakit menular mengikuti konsep “biologic laws” yaitu sebagai berikut : Bahwa suatu penyakit timbul karena terjadi ketidakseimbangan antara agent penyakit tersebut dengan manusia (host). Bahwa keadaan keseimbangan tersebut tergantung dari sifat alami dan karakteristik dari agent dan penjamu (secara individual maupun secara kelompok). Bahwa karateristik dari agent dan penjamu berikut interaksinya secara langsung berhubungan dan tergantung pada keadaan alami dari lingkungan sosial, fisik, ekonomi dan juga lingkungan biologis. Pada penyakit menular, interaksi tersebut terjadi antara dua organisme hidup; sedangkan pada penyakit tak menular, terjadi interaksi antara satu organisme hidup yaitu manusia dengan agent penyakit yang tidak hidup (non biologis).
  • 17. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  54  Berikut adalah keadaan–keadaan yang dapat terjadi pada keadaan equilibrium atau keseimbangan tersebut diatas : a) Periode prepatogenesa : terjadi pada saat timbangan tersebut dalam keadaan seimbang, yang terlihat adalah keadaan sehat.
  • 18. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  55  b) Periode patogenesa : keadaan seimbang terganggu sehingga timbulnya suatu penyakit. Terdapat beberapa perubahan keseimbangan : (1) Perubahan pada faktor agent, yaitu terdapatnya agent baru atau jumlah agent bertambah atau terjadi mutasi dari agent. Keseimbangan berubah menjadi sebagai berikut : Pada keadaan diatas, kemampuan agent bertambah dalam menginfeksi host, sehingga menyebabkan sakit. (2) Perubahan pada faktor host, yaitu bertambah banyaknya jumlah orang-orang yang rentan terhadap suatu agent mikroorganisme tertentu, misalnya terhadap kuman difteri. Pada keadaan ini proporsi kerentanan host dalam populasi bertambah.
  • 19. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  56  (3) Perubahan pada faktor lingkungan Perubahan pada lingkungan yang menyebabkan mudahnya penyebaran dari agent. Terjadi misalnya pada bertambahnya kasus demam berdarah pada musim penghujan. Perubahan pada lingkungan yang menyebabkan perubahan pada kerentanan host. Terjadi misalnya pada keadaan dimana infeksi saluran pernafasan bertambah bersamaan dengan meningkatnya polusi udara. Konsep diatas adalah suatu konsep yang dinamis. Setiap perubahan dari ketiga titik atau faktor tersebut akan mengubah keadaan keseimbangan yang ada dan menimbulkan bertambahnya atau berkurangnya frekuensi dari suatu penyakit. Konsep atau model ini berkembang pada masa penyakit infeksi adalah satu-satunya (atau terbanyak) jenis penyakit yang ada. Namun dengan berkembangnya pengetahuan yaitu dengan dikenalnya penyakit non infeksius (tak menular), maka terjadi pula pergeseran dari pola jenis penyakit dan fokus dari epidemiologi. Perubahan tersebut diikuti dengan makin diperhatikannya faktor penjamu dan lingkungan, tidak semata-mata terhadap faktor agent (terutama agent biologis). Sehingga walaupun
  • 20. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  57  ilmu epidemiologi berkembang dari studi mengenai penyakit menular, penerapannya dapat dipakai pada penyakit tidak menular dan kesehatan secara umum. Oleh karena itu, sekarang terdapat epidemiologi mengenai penyakit jantung, penyakit kanker, kecelakaan, dll, dimana pendekatannya menggunakan prinsip yang sama yaitu interaksi dari agent, penjamu dan lingkungan. 3) Perjalanan Alamiah Penyakit Perjalanan alamiah penyakit adalah perkembangan penyakit pada tubuh seseorang tanpa adanya intervensi. a) Perkembangan penyakit Proses penyakit menular dimulai saat agen penyakit (mikroorganisme) masuk ke dalam tubuh seseorang dengan atau tanpa adanya sejumlah faktor yang ada pada tubuh orang tersebut ikut berpengaruh. Pada penyakit kanker atau keracunan, ada agen pemicu timbulnya sakit, sementara pada penyakit tidak menular lain adalah akumulasi dari berbagai kondisi pada tubuh orang tersebut. Setelah agen penyakit tersebut berada atau adanya akumulasi berbagai kondisi tersebut, maka terjadilah perubahan patologis pada tubuh orang tersebut. Pada awal kejadian, biasanya tidak terlihat dan juga bisa tidak dirasakan. Kemudian perkembangan penyakit berlanjut dan sebagian dari orang-orang tersebut akan menunjukkan gejala-gejala dan tanda-tanda penyakit. Orang yang terpapar agen penyakit tidak seluruhnya menunjukkan gejala atau tanda-tanda penyakit. Sebagian yang lain ada yang menunjukkan gejala yang lengkap, ada yang hanya sebagian gejala yang muncul, ada yang gejala sangat berat dan sebagian lagi justru sangat ringan. Akhir perkembangan penyakit ini adalah terjadi kesembuhan, cacat dan sebagian ada yang meninggal. b) Masa inkubasi Periode waktu masuknya bibit penyakit sampai timbulnya gejala sakit yang pertama disebut sebagai masa inkubasi (penyakit menular) dan masa laten (penyakit kronis). Masa inkubasi penyakit satu dengan penyakit lain berbeda-beda, ada yang sangat cepat, tetapi ada yang sangat lama. Masa inkubasi satu jenis penyakit bisa berbeda pada satu orang dengan orang lain, misalnya masa inkubasi
  • 21. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  58  hepatitis A rata-rata adalah 30 hari, tetapi dengan rentang masa inkubasi antara 10 hari sampai 40 hari. c) Terpapar, infektivitas, patogenesis dan virulensi Pada penyakit dengan agen penyakit sebagai etiologi, infektivitas adalah proporsi orang-orang yang terpapar agent penyakit yang kemudian menjadi terinfeksi. Patogenitas adalah proporsi orang yang terinfeksi kemudian menunjukkan tahapan klinis (gejala dan tanda penyakit). Virulensi adalah proporsi kasus klinis yang kemudian menderita sakit berat atau meninggal Pemahaman yang baik terhadap perjalanan alamiah penyakit sangat diperlukan bagi para ahli epidemiologi. Bagi dokter yang memutuskan seseorang sakit berdasarkan kemampuan diagnostik yang dimilikinya, akan memilih masyarakat menjadi kelompok sakit, kelompok terinfeksi tidak sakit dan kelompok tidak terinfeksi dan tidak sakit. Bagi para ahli epidemiologi, adanya kelompok terinfeksi tetapi tidak sakit adalah sangat penting karena adanya sumber penularan yang tidak teridentifikasi dengan cermat, dan berdasarkan pemahaman ini, rekomendasi isolasi (penderita) dan karantina (orang yang dicurigai telah terinfeksi tidak sakit) mungkin bisa menjadi salah satu cara pencegahan penularan dan menghentikan perkembangan KLB. Disamping itu, adanya masa inkubasi, dimana orang-orang yang terinfeksi tetapi belum menunjukkan tanda-tanda klinis merupakan kelompok carriers, yang juga menjadi sumber penularan tersembunyi, misalnya penderita campak sebetulnya telah mampu menularkan virus campak beberapa hari sebelum timbulnya tanda klinis, demikian juga untuk influenza. Carriers juga bisa terdapat pada orang-orang yang tidak pernah menunjukkan tanda klinis atau orang yang sudah sembuh dari penyakit (gejala klinis sudah tidak ada) tetapi masih menularkan penyakit, misalnya hepatitis B. 4) Sumber dan Cara Penularan Penyakit Model segitiga Agent–Penjamu–Lingkungan sebagaimana dibahas sebelumnya, menjelaskan bahwa sakit pada seseorang adalah hasil interaksi dari agen, penjamu dan lingkungan. Agen penyakit bergerak pindah keluar dari penjamu (sumber penyakit) melalui jalan keluar (portal meninggalkan penjamu), kemudian melalui berbagai cara penularan (sumber penyakit dan cara penularan), agen penyakit masuk ke dalam tubuh penjamu baru yang rentan melalui pintu masuk (portal masuk ke penjamu baru).
  • 22. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  59  Ada 6 (enam) unsur penting dalam rantai penularan penyakit menular, yaitu : a) Agent ( penyebab) b) Reservoir dari agent (penyebab) c) Portal dari agent untuk meninggalkan host d) Cara penularan (transmisi) dari agent ke host baru e) Portal dari agent masuk ke host yang baru f) Kerentanan host Portal dari agent untuk meninggalkan host (1) Saluran pernafasan, misalnya mycobacteri tuberculosis (2) Saluran makanan, misalnya salmonella typhus (3) Sistem genito-urinarius, misalnya M. gonococcus (4) Kulit : • Melalui lesi pada kulit, misalnya pada cacar air • Percutaneous, melalui gigitan serangga (5) Transplasental, misalnya hepatitis B, rubella, dll. Cara penularan dari agent ke host baru (1) Langsung • Kontak langsung, misal penyakit kelamin dan penyakit enteric • Penyebaran droplet (2) Tidak langsung • Melaui udara, biasanya melalui partikel debu, terdapat pada kebanyakan penularan penyakit saluran pernafasan. • Melalui vehicle, misalnya melalui air, makanan, susu, serum, plasma • Melalui vektor : - Perpindahan mekanis, artinya tidak ada perkembangbiakan dalam tubuh vektor, misal E. histolotika - Perpindahan biologis, memerlukan perkembangbiakan dalam tubuh vektor, misal malaria Portal dari agent masuk ke host yang baru Mekanisme yang terjadi adalah seperti pada mekanisme agent meninggalkan host. Kerentanan host Kerentanan host tergantung pada faktor genetika, faktor ketahanan tubuh secara umum dan imunitas spesifik yang didapat. Faktor ketahanan tubuh yang penting adalah yang berhubungan dengan kulit, selaput lendir, keasaman lambung, silia pada saluran pernafasan dan refleksi batuk.
  • 23. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  60  Faktor-faktor yang meningkatkan kerentanan adalah malnutrisi, bila menderita penyakit lain, depresi system imunologi yang dapat terjadi pada pengobatan penyakit lain (misalnya pada kanker, AIDS, dll). 5) Endemi, Epidemi dan Pandemi Dalam epidemiologi dikenal beberapa istilah yang menggambarkan besar dan luasnya kejadian penyakit : • Endemi yaitu keadaan dimana penyakit atau penyebab penyakit tertentu secara terus menerus tetap ada pada populasi manusia dalam suatu area geografis tertentu. • Epidemi yaitu terjadinya kasus–kasus dengan sifat-sifat yang sama pada sekelompok manusia pada suatu area geografis tertentu dengan efek yang nyata pada masyarakat tersebut melebihi insidens yang normal dari penyakit tersebut. Common source (epidemi yang ditimbulkan dari sumber yang sama) : Suatu epidemi dimana manusia atau binatang atau benda yang spesifik telah menjadi alat utama dalam penularan penyakit tersebut. Propagated source (epidemi yang timbul akibat sumber penyebaran) : Suatu epidemi dimana infeksi ditularkan dari orang ke orang atau dari binatang ke binatang dengan cara sedemikian rupa sehingga kasus-kasus yang ditemukan tidak dapat dikatakan disebabkan oleh penularan dari sumber tunggal. • Pandemi : Suatu penyakit epidemi yang mengenai penduduk beberapa negara atau benua. e. Penelitian Epidemiologi 1) Epidemiologi Deskriptif Studi epidemiologi deskriptif umumnya dilaksanakan jika hanya sedikit informasi yang diketahui mengenai kejadian, riwayat alamiah serta “determinant” dari suatu penyakit atau masalah. Cara yang termudah untuk menjelaskan kejadian serta distribusi suatu penyakit atau masalah pada suatu populasi adalah dengan mengajukan pertanyaan, siapa yang terkena penyakit, di mana dan kapan terjadinya penyakit tersebut atau dengan kata lain mengemukakannya
  • 24. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  61  berdasarkan tiga variabel epidemiologi yaitu: ORANG, WAKTU dan TEMPAT. Beberapa karakteristik dari ketiga variabel tersebut dapat menggambarkan pola penyakit atau masalah yang spesifik pada suatu populasi yang dapat menjadi petunjuk untuk menentukan etiologi penyakit atau masalah kesehatan tersebut. a) Tujuan dari studi epidemiologi deskriptif : (1) Untuk dapat menggambarkan karateristik distribusi penyakit atau masalah kesehatan lainnya pada sekelompok orang atau populasi. (2) Untuk dapat memperhitungkan besar dan pentingnya masalah kesehatan pada populasi. (3) Untuk dapat mengidentifikasi dugaan faktor “determinant” atau faktor risiko timbulnya penyakit atau masalah kesehatan yang dapat menjadi dasar menformulasikan hipotesa. Gambaran karakteristik distribusi penyakit dan besarnya masalah kesehatan pada populasi yang diperoleh dari serangkaian kegiatan epidemiologi deskriptif merupakan informasi yang sangat berguna bagi “public health administrator” dan para epidemiolog. Informasi adanya sekelompok orang pada populasi yang mempunyai masalah kesehatan yang cukup berat, mendorong “public health administrator” mengalokasikan sumber dayanya untuk memprioritaskan upaya penanggulangan pada daerah atau kelompok sehingga upaya penanggulangan menjadi lebih efisien. Bagi epidemiolog, informasi adanya distribusi penyakit dan besarnya masalah kesehatan dapat menjadi langkah awal mengidentifikasi faktor “determinant” atau faktor risiko. Teridentifikasinya faktor determinan dan faktor risiko lainnya dapat mendorong adanya upaya menghilangkan atau mengurangi faktor determinant, sehingga penyakit dapat dicegah lebih awal. b) Variabel epidemiologi deskriptif (waktu, orang dan tempat) (1) Variabel Orang Yang dimaksud dengan variabel orang adalah karakteristik individu yang ada hubungannya dengan pemaparan atau kerentanan terhadap suatu penyakit atau dalam hal ini misalnya masalah gizi. Karakteristik-karakteristik tersebut antara lain : umur, jenis kelamin, etnik grup, pekerjaan, sosial ekonomi, dll. Umur Umur merupakan variabel yang paling sering digunakan karena hampir semua kejadian kesehatan terkait dengan
  • 25. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  62  variasi umur. Diare karena rotavirus banyak terjadi pada anak-anak dibanding orang dewasa karena ada perbedaan kerentanan anak-anak dan orang dewasa terhadap rotavirus. Pengelompokkan umur sesuai dengan kebutuhan analisis dan kepraktisan pengelompokkan. Pada laporan bulanan data kesakitan Puskesmas, umur dikelompokkan sangat teliti: < 28 hari, 28 – 11 bulan, 1 – 4 tahun, 5 – 14 tahun, 15 – 24 tahun, 25 – 44 tahun, 45 – 54 tahun, 55 – 64 tahun, 65 tahun lebih. Pada BPS, umur dikelompokkan dalam kelipatan 10 tahun. Umur merupakan variabel yang sulit diperoleh dengan tepat karena tidak adanya kartu identitas yang tersimpan dengan baik pada setiap rumah tangga atau pada pencatatan sipil. Biasanya umur dibuat dalam batasan bulan atau tahun dan dihitung berdasarkan tanggal ulang bulan atau tanggal ulang tahun terakhir. Contoh : Hari ini tanggal 27-11-2011, Ani lahir tanggal 11-07-2011, maka Ani disebut berumur 4 bulan, walaupun tepatnya adalah 4 bulan + 14 hari. Umur dihitung berdasarkan bulan sejak lahir sampai bulan dimana ulang bulan tersebut telah terjadi. Hari ini tanggal 27-11-2011, Parto lahir tanggal 02-02-2000, maka Parto disebut berumur 11 tahun, bukan 12 tahun karena ulang tahun ke – 12 baru akan terjadi nanti pada 27- 11-2012. Jenis kelamin Sama dengan variabel umur, variabel jenis kelamin merupakan variabel yang selalu menjadi bahan pertimbangan pada saat membuat distribusi populasi setiap jenis penyakit atau masalah kesehatan. Jenis kelamin biasanya didefinisikan sebagai bentuk fisik seseorang, bukan kepribadian, dan secara umum hanya terdapat jenis kelamin laki-laki dan perempuan, bentuk campuran hanya akan digunakan pada keadaan khsusus untuk itu. Adanya perbedaan jumlah populasi berdasarkan umur dan jenis kelamin bisa terjadi karena daya tahan yang berbeda, adanya paparan yang berhubungan dengan pekerjaan, perilaku dan banyak faktor yang berpengaruh lainnya.
  • 26. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  63  Etnik grup Yang dimaksud dengan kelompok etnik adalah sekelompok orang yang mempunyai derajat homogenitas lebih tinggi daripada populasi secara keseluruhan, misalnya dari segi kebiasaan-kebiasaan. Kelompok suku tertentu mungkin mempunyai diet dan pola kebiasaan makan tertentu. Mungkin dapat diselidiki apa saja kebiasaan/pola makan orang Aceh, sehingga prevalensi xerophtalmia di daerah tersebut tinggi. Pekerjaan Pekerjaan dapat mengukur status sosial ekonomi, tetapi pekerjaan dapat mempengaruhi kesehatan seseorang. Contoh : Sopir bus, karena tempat bekerjanya, berisiko mengalami kecelakaan, tetapi juga karena aktifitasnya maka sopir bus juga berisiko karena pekerjaaan fisik yang lebih besar. Pada saat terjadi KLB diare kolera, perempuan dewasa lebih berisiko menderita sakit diare kolera karena perempuan dewasa pada umumnya harus merawat penderita diare kolera sehingga risiko tertular menjadi sangat tinggi. Identifikasi pekerjaan seseorang adalah tidak mudah, karena setiap orang bisa mempunyai beberapa pekerjaan termasuk orang yang mengaku tidak mempunyai pekerjaan. Oleh karena itu, distribusi populasi berdasarkan variabel pekerjaaan disesuaikan dengan kebutuhan analisis. Contoh : Pada waktu terjadi KLB keracunan pangan di sebuah perusahaan pakaian maka kelompok populasi dibagi menjadi bekerja di bagian pekerja teknis produksi, di bagian administrasi dan di bagian lain. Perbedaan variabel pekerjaan tersebut didasarkan pada dugaan adanya pengaruh keracunan pangan yang berbeda antara bagian-bagian tersebut. Pada keperluan analisis epidemiologi yang lain, perlu pembagian pekerjaan yang lebih sesuai. Pada BPS, pekerjaan dibagi berdasarkan pekerjaan yang sehari-hari bekerja yang paling utama, artinya setiap orang
  • 27. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  64  masih mempunyai pekerjaan lain yang tidak tercatat. Pekerjaaan (BPS) pada populasi umum hanya dihitung pada kelompok penduduk berusia lebih dari 10 tahun. Pendidikan Pendidikan diartikan mempunyai dampak adanya perbedaan sosial ekonomi dan perubahan perilaku yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap status kesehatan seseorang. Pendidikan orang tua mempunyai peranan penting pula dalam menentukan status gizi anak. Pendidikan kepala rumah tangga dalam hal ini bapak lebih menggambarkan keadaan sosial. Sedangkan pendidikan ibu selain menggambarkan keadaan sosial ekonomi juga lebih menggambarkan peranan ibu dalam hal menentukan pola makanan keluarga dan pola mengasuh anak. Makin rendah pendidikan kepala rumah tangga atau ibu makin tinggi persentase anak balita yang berstatus gizi kurang/ buruk. Pada umumnya definisi pendidikan berdasarkan pada surat keterangan resmi jenis pendidikan tertinggi yang telah dicapainya, misalnya lulus SD, lulus SLTA, lulus perguruan tinggi dan sebagainya. Secara khusus, dapat ditentukan definisi pendidikan sesuai dengan kebutuhan analisis epidemiologi. Sosial ekonomi Variabel-variabel seperti jenis pekerjaan, pendidikan, pengeluaran rumah tangga, pendapatan keluarga, daerah tempat tinggal, digunakan sebagai indikator status sosial ekonomi. Secara teoritis, mereka yang tergolong sosial ekonomi rendah pada umumnya mempunyai status gizi anak lebih rendah dibandingkan kelompok dengan status sosial ekonomi tinggi. Jenis sosial ekonomi atau pengukuran status sosial ekonomi bergantung pada kebutuhan analisis epidemiologi. Pengukuran status sosial ekonomi tidaklah mudah karena banyaknya faktor yang mempengaruhi status sosial ekonomi seseorang atau keluarga. Contoh : sosial ekonomi kaya miskin dapat diukur berdasarkan pendapatan seseorang setiap bulan, berdasarkan pengeluaran belanja setiap bulan atau berdasarkan bentuk bangunan fisik rumah tinggal. Beberapa pendataan masyarakat perkotaaan, status sosial ekonomi keluarga dihitung dari besarnya pengeluaran untuk
  • 28. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  65  kebutuhan listrik (rekening listrik), simpanan uang di bank (rekening tabungan) dan sebagainya. (2) Variabel waktu Berdasarkan skala waktu perubahan frekuensi penyakit/masalah gizi menurut waktu dapat dibagi tiga : Variasi jangka panjang yang disebut “secular trend”, yaitu perubahan frekuensi penyakit atau masalah kesehatan lainnya yang terjadi dalam jangka waktu yang lama, bertahun-tahun, puluhan tahun. Fluktuasi frekuensi penyakit atau masalah kesehatan yang terjadi secara periodik disebut juga perubahan siklik. Fluktuasi frekuensi penyakit/masalah gizi yang terjadi secara singkat seperti epidemi. Secular trend Dalam menganalisa kecenderungan secara sekuler kita selalu harus mempertimbangkan apakah perubahan yang terjadi dalam jangka waktu yang lama tersebut merupakan perubahan yang benar atau perubahan itu merupakan perubahan palsu atau artefact. Perubahan artefact dapat disebabkan oleh: (a) Kesalahan pada numerator (pembilang) oleh karena : • Perubahan pada pengenalan atau diagnosa penyakit atau masalah kesehatan lain. • Perubahan oleh karena aturan atau prosedur dalam mengklarifikasikan penyakit atau masalah kesehatan. • Perubahan oleh karena ketepatan dalam melaporkan masalah umur atau variabel lainnya. (b) Kesalahan pada denominator (penyebut) oleh karena : • Kesalahan pada saat mengidentifikasi populasi. Perubahan yang benar dapat disebabkan oleh : (a) Perubahan distribusi umur pada populasi (b) Perubahan dari “surviviorship” (c) Perubahan insidens penyakit disebabkan oleh : • Faktor lingkungan seperti perubahan kebiasaan hidup (merokok, diet), populasi, pekerjaan. • Faktor genetik.
  • 29. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  66  Contoh : Seculer trend demam berdarah dengue Indonesia terjadi peningkatan jumlah kasus (insidens) dari tahun ke tahun, baik karena jumlah daerah berjangkit maupun peningkatan insidens rate setiap daerah. Pola jangka panjang demam berdarah dengue Indonesia membentuk model kurva seperti kelompok pola A, kemudian membentuk kelompok pola B dengan pola yang sama tetapi dengan periode semakin pendek, dan pada kelompok C, sudah tidak jelas lagi puncak-puncak kurva. Jika ada upaya penanggulangan yang mampu menurunkan insidens secara nyata dan pada daerah yang cukup luas, bisa jadi pola itu berubah menjadi tidak normal seperti pada tahun 1998. Perubahan pola seculer trend ini bisa saja terjadi karena definisi kasus DBD pada tahun awal berbeda dengan definisi kasus tahun-tahun akhir. 0.05 0.14 0.40 0.22 1.14 8.14 3.57 3.47 3.38 5.69 4.96 2.37 3.39 3.96 3.53 8.65 7.86 8.14 9.79 13.50 27.09 6.09 12.70 11.56 9.45 9.17 9.72 18.50 23.22 15.28 35.19 10.17 15.99 21.66 19.24 24.3 37.01 43.31 52.48 71.78 59.02 68.22 41.3 23.9 18.8 14.9 9.6 4.6 3.9 8.1 4.7 4.1 5.5 4.8 4.8 3.9 4.7 3.6 3.0 3.4 3.7 4.6 3.2 4.5 3.6 2.7 2.9 2.4 2.5 2.5 2.7 2.2 2.0 2.0 1.4 1.1 1.3 1.5 1.2 1.4 1.0 1.0 0.9 0.9 0.9 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 1968 1973 1978 1983 1988 1993 1998 2003 2008 INSIDENS TAHUN INSIDENS & CFR DENGUE Per TAHUN INDONESIA 1968-2010 (s/d Juni) INSIDENCE CFR CFR A B C Perubahan siklik Perubahan frekuensi suatu penyakit atau masalah gizi berdasarkan waktu dapat terjadi secara siklik atau periodik dikarenakan misalnya musim yang berbeda. Variasi musiman tumbuh-tumbuhan dan binatang di lingkungan sekitar kita mempunyai efek terhadap perubahan periodik dari suatu frekuensi penyakit atau masalah gizi tersebut. Contoh :
  • 30. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  67  Data DBD dilaporkan secara teratur dari Rumah Sakit dan disusun dalam grafik Distribusi DBD Bulanan selama 3 tahun terakhir. Dari grafik dapat diketahui adanya pola kurva yang khas dan berulang setiap tahun, dimana kasus DBD akan tinggi pada bulan November – Mei dan rendah pada bulan April – Oktober. Berdasarkan pola itu, dapat diambil beberapa keputusan penting: Perlu pengerahan logistik menjelang terjadinya peningkatan kasus dan melaksanakan pelatihan. Perlu penggerakkan operasional penanggulangan DBD pada saat terjadi peningkatan kasus. Menerapkan strategi pengendalian DBD yang lebih baik, misalnya upaya pengendalian tempat perindukan nyamuk dan jentik harus sudah berhasil tuntas menjelang peningkatan kasus (periode kurva kasus rendah). Jika belum tuntas dan masuk pada periode kurva kasus tinggi, maka upaya pengendalian tempat perindukan nyamuk dan jentik sudah tidak efektif karena nyamuk terlanjur lahir cukup banyak, dapat terbang dan menjadi infektif dengan masa aktif cukup lama. 0 60 120 180 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Jumlah Kasus Bulan Gambar  Distribusi DBD Bulanan Kota Atas Angin, 2009‐2011 2009 2010 2011 Sumber : Dinkes Atas Angin, 2011
  • 31. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  68  (3) Varibel Tempat Frekuensi penyakit atau masalah gizi sangat bervariasi antara satu tempat dengan tempat lainnya. Pengetahuan tentang distribusi penyakit atau masalah gizi akan sangat berguna untuk merencanakan suatu pelayanan kesehatan dan juga dapat merupakan perkembangan untuk mengetahui penyebab dari suatu penyakit/masalah gizi. Untuk menganalisa perubahan frekuansi penyakit/masalah gizi berdasarkan tempat dapat dibandingkan sbb : (a) Berdasarkan perbandingan secara internasional atau antar negara (b) Berdasarkan perbandingan dalam negara (c) Berdasarkan perbandingan antara urban dan rural (d) Berdasarkan perbandingan antar tempat (e) Perkembangan dari waktu ke waktu Perbandingan secara internasional Data yang berkaitan dengan penyebab kematian dan penyakit menular dikumpulkan dari beberapa negara dan dipublikasikan oleh WHO. Untuk membandingkan data secara internasional antara negara yang satu dengan lainnya, harus kita sadari bahwa sangat mungkin terdapat perbedaan-perbedaan dalam hal : Variasi dari ketepatan dalam mendiagnosa. Kriteria diagnosa suatu penyakit/masalah gizi. Sistem pelaporan. Data yang dibandingkan apakah akurat atau tidak. Bila diketahui kriteria apa yang digunakan untuk mendiagnosa gizi kurang dan baku rujukan antropometri apa yang digunakan, maka kita dapat membandingkan data-data tersebut antara negara yang satu dengan negara lainnya. Perbandingan dalam negara Bila kita ingin membandingkan data antara satu propinsi dengan propinsi lainnya atau antara satu kabupaten dengan kabupaten lain, harus kita sadari pula bahwa mungkin sekali ada perbedaan sbb : Realibitas dan tersedianya data. Pola penyakit yang berbeda. Sistem pelaporan, aturan–aturan, kebijakan–kebijakan yang berbeda.
  • 32. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  69  Berdasarkan hasil Susenas 1986 prevelensi gizi buruk anak balita berdasarkan 9 propinsi berbeda-beda, prevalensi tertinggi adalah Nusa Tenggara. Prevalensi ini berbeda bila dibandingkan antara daerah pedesaan dan perkotaan. Di daerah pedesaan prevalensi tertinggi di propinsi Nusa Tenggara. Sedangkan di daerah perkotaan prevalensi gizi buruk tertinggi pada propinsi Kalimantan. Pada umumnya prevalensi gizi buruk lebih tinggi pada daerah yang terletak di belahan Indonesia Bagian Timur (kecuali Sulawesi) dibandingkan dengan daerah Indonesia Bagian Barat. Gambaran prevalensi gizi ini akan berbeda pula bila dilihat berdasarkan indikator BB/TB dan TB/U. Prevalensi gizi kurang berdasarkan BB/TB < 80% yang tertinggi adalah < 90%, prevalensi yang tertinggi adalah propinsi Nusa Tenggara Barat. Prevalensi gondok endemik berdasarkan 12 propinsi, prevalensi yang tertinggi adalah pada propinsi Kalimantan Barat. Perbandingan antara urban dan rural Perbedaan frekuensi penyakit/masalah gizi berbeda antara urban dan rural antara lain disebabkan adanya faktor urbanisasi. Angka kematian lebih tinggi pada daerah urban dibandingkan dengan daerah rural. Perbedaan yang perlu dipertimbangkan antara daerah rural dan urban antara lain dalam hal : • Kepadatan penduduk • Supply air, pembuangan sampah, sanitasi lingkungan • Tingkat industrialisasi • Lingkungan biologis • Tingkat pendidikan • Kesempatan kerja • Status gizi/penyakit • Jumlah tenaga medis dan fasilitas pelayanan kesehatan. Prevalensi gizi buruk berbeda antara daerah pedesaan dan perkotaan. Prevalensi gizi buruk lebih tinggi pada daerah pedesaan dibandingkan daerah perkotaan. Perbandingan antar tempat Tempat terjadinya penyakit/masalah gizi dapat menerangkan keadaan geografis tertentu. Yang dimaksud dengan tempat disini adalah : • Tempat berdasarkan batasan secara alamiah, dapat menjelaskan adanya perbedaan iklim, temperatur, dll.
  • 33. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  70  • Tempat berdasarkan batasan secara politis misalnya dapat membedakan cara pelaporan penyakit. Hubungan antara tempat dengan frekuensi penyakit/masalah gizi dapat menunjukkan bahwa penduduk pada tempat tersebut memiliki karakteristik yang menjadi etiologi penting untuk terjadinya penyakit/masalah gizi yang berbeda dengan penduduk pada tempat lainnya atau terdapat pula faktor etiologi pada lingkungan biologis, kimia & fisika atau lingkungan sosial penduduk pada tempat tersebut. Seperti halnya dengan prevalensi gondok endemik yang tinggi pada satu daerah tertentu disebabkan oleh karena batasan secara alamiah daerah tersebut merupakan daerah pegunungan dimana faktor lingkungan dalam hal ini tanah pada daerah tersebut kurang mengandung iodium. Kriteria-kriteria dibawah ini dapat untuk menjelaskan bahwa variabel tempat memegang peranan dalam kejadian suatu penyakit/masalah gizi : • Frekuensi penyakit/masalah gizi tinggi pada semua kelompok/ suku yang tinggal di daerah/tempat tersebut. • Frekuensi penyakit/masalah gizi tidak tinggi pada kelompok/ suku yang sama yang tinggal di tempat lain. • Orang sehat yang datang pada tempat tersebut, menjadi sakit dengan frekuensi yang sama dengan penduduk asli daerah tersebut. • Penduduk yang meninggalkan tempat tersebut tidak menunjukkan frekuensi penyakit/masalah gizi yang tinggi. • Spesies lain selain manusia yang tinggal di tempat tersebut menunjukkan manifestasi gejala yang sama. Perbandingan dari waktu ke waktu Menggambarkan perubahan perkembangan penyakit terhadap perbaikan gizi di masyarakat. Dengan menganalisa data-data penyakit atau masalah kesehatan lainnya berdasarkan kombinasi ketiga variabel, orang yang mengalami kejadian (person), waktu kejadian (time) dan tempat kejadian (place) diharapkan dapat : Mencermati distribusi kelompok populasi yang menghadapi masalah lebih serius sehingga perlu pengerahan sumber daya yang lebih besar. Melihat kemungkinan penyebab kejadian tersebut. Dengan demikian dari suatu studi epidemiologi deskriptif dapat
  • 34. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  71  diformulasikan suatu hipotesa. Untuk kemudian hipotesa tersebut dapat diuji dengan suatu epidemiologi analitik. 2) Epidemiologi Analitik Observasional Berbeda dengan epidemiologi deskriptif yang menggambarkan epidemiologi dalam distribusi menurut variabel waktu, tempat dan orang, epidemiologi analitik lebih mencari hubungan antara sebab atau faktor risiko tertentu terhadap timbulnya sakit. Studi epidemiologi analitik adalah studi epidemiologi yang mengidentifikasi pengaruh suatu agent penyakit, host atau tempat hidup agent penyakit (induk semang, pembawa penyakit) dan lingkungan (fisik, biologi, kimia dan sosial) terhadap timbulnya penyakit (perubahan pada agent penyakit, status kesehatan, dan distribusinya pada suatu populasi) atau dapat disebut sebagai salah satu metode penelitian untuk mengetahui hubungan sebab dan akibat. Sebab bisa jadi hanya tunggal atau ada beberapa sebab yang mempengaruhi timbulnya akibat. Sebab-sebab ini dapat secara sendiri- sendiri mempengaruhi timbulnya akibat, tetapi bisa jadi diantara sebab satu dengan sebab lain saling berpengaruh yang dapat berpengaruh terhadap timbulnya akibat. Contoh : Kejadian keracunan pangan tercemar bakteri Vibrio Parahemolitikus. Pada pesta undangan 100 orang, 80 orang makan opor ayam, 20 orang tidak makan opor ayam. Dari 80 orang yang makan opor ayam ditemukan 20 orang sakit diare. Dari 20 orang tidak makan opor ayam ditemukan 1 orang diare. Pertanyaannya : benarkah makan opor ayam yang tercemar bakteri Vibrio parahemolitikus dapat berakibat timbulnya sakit diare ? Mengapa ada banyak yang tidak sakit diare ? Bagaimana besarnya pengaruh vibrio parahemolitikus terhadap timbulnya sakit diare ? Ada banyak sebab yang dapat menimbulkan diare : Bakteri vibrio parahemolitikus yang ikut dimakan oleh calon korban (sebab 1), tetapi dapat menimbulkan sakit diare dapat dipengaruhi oleh jumlah bakteri yang ikut termakan (sebab 2) dan kondisi bakteri itu sendiri saat dimakan (sebab 3). Opor ayam sebagai tempat dimana bakteri vibrio parahemolitikus itu ikut dimakan oleh calon korban. Bahan opor ayam berpengaruh terhadap jumlah dan SEBAB AKIBAT (SAKIT)
  • 35. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  72  kondisi bakteri vibrio parahemolitikus (sebab 4, 5), jumlah yang dimakan tentunya juga berpengaruh terhadap jumlah bakteri yang dimakan (sebab 6). Makanan lain yang dimakan bersamaan dengan makan opor ayam juga bisa berpengaruh terhadap bakteri (sebab 7), atau bisa juga makanan lain ini secara terpisah dapat juga menimbulkan sakit diare (sebab 8). Calon korban yang makan opor ayam tercemar bakteri Vibrio parahemolitikus bisa sakit dengan gejala berat, gejala ringan atau bahkan tidak sakit sama sekali, tergantung daya tahan calon korban (sebab 9). Bisa jadi daya tahan ini dipengaruhi oleh jenis kelamin (sebab 9a), umur (sebab 9b) dan sebagainya, misalnya pada saat kejadian korban sedang sakit dan minum obat antibiotika (sebab 9c). Secara skematis dapat digambarkan pengaruh sebab terhadap timbulnya akibat (sakit diare) : diareopor ayam bakteri daya tahan korban tipe bakteri Jml bakteri bahan opor jumlah opor Jenis kelamin umur Obat antibiotik Gambar 14 Skema Pengaruh Sebab‐sebab  Sakit diare (akibat) Pada skema dapat diketahui : a) Opor ayam secara langsung dapat berpengaruh terhadap timbulnya diare, misalnya bahan makanan yang dikandung opor ayam yang tidak cocok dengan korban karena alergi atau sebab-sebab lain. Artinya opor ayam secara langsung mempengaruhi timbulnya diare.
  • 36. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  73  b) Opor ayam mempengaruhi jumlah dan tipe (kekuatan) dari bakteri dan kemudian bakteri mempengaruhi timbulnya diare. Artinya secara tidak langsung opor ayam mempengaruhi timbulnya diare. c) Opor ayam juga berpengaruh terhadap daya tahan korban, sementara daya tahan korban berpengaruh terhadap timbulnya diare. Artinya secara tidak langsung opor ayam mempengaruhi timbulnya diare. d) Opor ayam berpengaruh terhadap timbulnya diare (sebab – akibat) harus mematuhi azas sebab mendahului akibat, atau opor ayam dimakan dulu oleh calon korban kemudian diikuti korban menderita sakit diare. Demikian juga dengan bakteri Vibrio parahemolitikus. Pada bakteri, munculnya gejala sakit dari sejak bakteri itu masuk dalam tubuh calon korban bersamaan dengan makanan, juga harus sesuai dengan masa inkubasi agent bakteri penyebab sakit, misalnya Vibrio parahemolitikus. a) Attack rate Pada studi epidemiologi, secara umum untuk mengukur pengaruh determinan (etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh) terhadap timbulnya sakit di suatu populasi adalah membandingkan jumlah kejadian sebagai akibat dari suatu sebab (kasus pada populasi berisiko) dengan populasinya (populasi berisiko atau populasi dimana sebab itu berada) rate Populasi berisiko adalah populasi yang mendapat paparan sebab, misalnya pada kasus sakit keracunan Vibrio parahemolitikus adalah orang-orang yang makan makanan tercemar Vibrio parahemolitikus (opor ayam). Kasus adalah populasi berisiko yang jatuh sakit setelah mendapat paparan, pada kasus sakit keracunan Vibrio parahemolitikus adalah jatuh sakit setelah mendapat paparan makan opor ayam yang tercemar Vibrio parahemolitikus. Contoh : Pada kasus diare tersebut diatas, dari jumlah tamu sebanyak 100 orang, yang makan opor ayam berjumlah 80 orang, artinya populasi berisiko adalah 80 orang tersebut. Dari 80 orang sebagai populasi
  • 37. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  74  berisiko kemudian ditemukan menderita sakit diare sebanyak 20 orang. Maka attack rate makan opor ayam adalah (20/80) x 100= 25 kasus per 100 populasi berisiko. b) Risiko Relatif Pada pengukuran risiko dengan menggunakan attack rate (satu kelompok populasi berisiko), maka orang-orang yang terpapar oleh suatu sebab bisa jadi sakit karena sebab yang kita duga, tetapi bisa jadi karena sebab lain yang tidak kita duga. Contoh : Pada kasus diare tersebut diatas, dari sejumlah 80 orang yang makan opor ayam, kemudian menderita sakit diare sebanyak 20 orang. 20 orang ini, bisa jadi seluruhnya karena sebab yang kita duga, tetapi bisa jadi sebagian diantaranya karena sebab lain yang kebetulan bersamaan pada saat orang-orang tersebut makan makanan tercemar bakteri Vibrio parahemolitikus. Untuk memasukkan pengaruh dari adanya kasus-kasus karena sebab lain, maka untuk menghitung besarnya kekuatan pengaruh sebab terhadap akibat dengan menggunakan ukuran risiko relatif yaitu menggunakan perbandingan antara ukuran risiko sakit pada kelompok yang mendapat paparan (sebab) dan ukuran risiko sakit pada kelompok yang tidak mendapat paparan. Perhitungan risiko relatif lebih mudah jika direkam dalam tabel 2 x 2 sebagai berikut :
  • 38. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  75  Tabel 10. Perhitungan Risiko Relatif Sakit Sehat Total Attack Rate Terpapar Kasus terpapar (a) b Populasi terpapar (a + b) a/(a+b) x k Tidak Terpapar Kasus tidak terpapar (c) d Populasi tidak terpapar (c + d) c/(c+d) x k Contoh : Dari kasus diare tersebut diatas, Attack rate makan opor ayam adalah : = (jumlah orang sakit diare diantara yang makan opor ayam/jumlah yang makan opor ayam) x 100 (konstanta) = (30/80) x 100 = 37,5 / 100 orang yang makan opor ayam Attack rate tidak makan opor ayam adalah : = (jumlah orang sakit diare diantara yang tidak makan opor ayam/jumlah yang tidak makan opor ayam) x 100 (konstanta) = (1/20) x 100 = 5 / 100 orang yang tidak makan opor ayam Risiko relatif : = Attack rate makan opor ayam/Attack rate tidak makan opor ayam = (37,5/100)/(5/100) = 7,9 Tabel 11. Perhitungan Risiko Relatif Sakit Diare Sehat Populasi Attack Rate Risiko Relatif Terpapar 20 60 80 20/(80) x 100 5,0 (1.09 – 51,73), p value = 0.005 Tidak Terpapar 1 19 20 1/(20) x 100 Pada hasil perhitungan ini dapat diketahui bahwa : (1) Diantara orang-orang yang tidak makan opor ayam juga terdapat yang sakit diare, artinya resiko relatif ini menunjukkan
  • 39. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  76  perbandingan relatif antara yang terpapar dengan yang tidak terpapar. (2) Orang-orang yang makan opor ayam mempunyai risiko sakit diare 5 kali lebih besar dibandingkan dengan orang-orang yang tidak makan opor ayam (3) Pengertian Risiko Relatif (RR) adalah : Jika RR < 1, menunjukkan terpapar (makan) itu mencegah terjadinya sakit Jika RR = 1, menunjukkan paparan (makan) tidak ada pengaruhnya Jika RR > 1, menunjukkan terpapar (makan) itu meningkatkan risiko terjadinya sakit c) Konsistensi pengaruh paparan terhadap akibat : (1) Kebenaran Biologis, misalmya sesuai dengan patofisiologi, riwayat alamiah penyakit dan sebagainya (2) Konsisten pada berbagai penelitian (peneliti, metode dan populasi) (3) Sebab mendahului akibat (4) Dose Response Effect d) Hubungan antara Kekuatan Pengaruh (RR) dan Kekuatan Uji Statistik (p – value) Hasil perhitungan pengaruh paparan terhadap timbulnya akibat (sakit diare) diukur dengan ukuran kekuatan pengaruh sebesar RR dan uji statistik dengan p-value. RR menunjukkan hasil pengukuran besarnya kekuatan pengaruh yang tidak terpengaruh dengan hasil uji statistik. Uji statistik menunjukkan berapa besarnya kemungkinan salah jika pengukuran dilakukan pada populasi dengan kondisi yang sama dan metode yang sama. Pada contoh kasus diare tersebut, jika penelitian dilakukan berkali- kali, maka pada 0,004 penelitian tersebut atau sebesar (1 – 0,004) x 100 % = 0,4 %) tidak cocok dengan RR = 7,5 (1,09 – 51,73, Taylor series 95 % confidence interval)
  • 40. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  77  e) Studi Kohort Kohort berarti sekelompok orang dan tujuan studi Kohort adalah mengidentifikasi adanya akibat (sakit) karena adanya sebab (paparan). sakit terpapar tidak sakit tidak terpapar Gambar 15 Epidemiologi Analitik Kohort tidak sakit sakit Terdapat 2 cara menemukan paparan dan memantau akibat (sakit) : (1) Mengikuti perkembangan dari waktu ke waktu sampai waktu tertentu. Pada cara ini, peneliti menemukan adanya orang-orang yang terpapar sesuatu (yang akan diteliti) dan belum pernah sakit akibat terpapar paparan yang diteliti, kemudian diikuti perkembangannya sampai munculnya akibat (sakit) atau tidak, sampai waktu tertentu. Untuk pembandingnya, peneliti juga menemukan orang-orang yang tidak terpapar sesuatu (yang akan diteliti), kemudian juga diikuti perkembangannya sampai munculnya akibat (sakit) atau tidak, sampai waktu tertentu. Contoh :
  • 41. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  78  Peneliti mendaftar orang-orang yang tinggal di pinggir jalan raya (paparan gas CO mobil), kemudian orang-orang tersebut diamati kemungkinan mengalami gangguan organ tubuh atau tidak (akibat) selama 5 tahun ke depan. Sebagai pembanding, peneliti juga mendaftar orang-orang yang tinggal jauh dari jalan raya (tidak ada paparan gas CO mobil), kemudian orang-orang ini juga diamati kemungkinan mengalami gangguan organ tubuh atau tidak (akibat) selama 5 tahun ke depan. Dari hasil penelitian ini dapat diukur besarnya attack rate di antara orang-orang yang tinggal di pinggir jalan raya dan attack rate di antara orang-orang yang tidak tinggal di pinggir jalan raya. Berdasarkan kedua attack rate ini, maka besarnya pengaruh (resiko relatif) dapat dihitung. (2) Telah terjadi akibat (sakit) kemudian mencari orang-orang yang terpapar di populasi dan ditelusuri adanya akibat atau tidak ada akibat (sakit/tidak sakit) sampai waktu tertentu. Contoh : Terjadi KLB campak yang cukup luas, kemudian peneliti mencari anak-anak balita yang telah diimunisasi campak dan ditanya apakah sakit campak atau tidak sakit campak (akibat). Sebagai pembanding, peneliti juga mencari anak-anak balita yang tidak mendapat imunisasi campak dan ditanya apakah sakit campak atau tidak sakit campak (akibat). Dari hasil penelitian ini dapat diukur besarnya attack rate anak- anak balita yang mendapat imusiasi campak dan attack rate anak-anak balita yang tidak mendapat imunisasi campak. Berdasarkan kedua attack rate ini maka besarnya pengaruh (resiko relatif) dapat dihitung. Tabel 2 x 2 Pengukuran Risiko Relatif Sakit Sehat Total Attack Rate Terpapar a b (a+b) a/(a+b) x k Tidak Terpapar c d (c+d) c/(c+d) x k Pada studi Kohort, untuk mengetahui besarnya hubungan antara paparan atau faktor risiko terhadap risiko sakit menggunakan
  • 42. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  79  pengukuran resiko relatif sebagaimana dibahas sebelumnya. Resiko relatif adalah besarnya risiko kelompok terpapar dibanding risiko kelompok tidak terpapar : Pada KLB, kasus : populasi berisiko terpapar atau a/(a + b) adalah attack rate kelompok terpapar, sedang kasus : populasi berisiko tidak terpapar atau c/(c + d) adalah attack rate kelompok tidak terpapar. Contoh : Terjadi KLB Keracunan Pangan Hepatitis A di Asrama Mahasiswa. Berdasarkan analisis sebelumnya diperkirakan penjual es cendol keliling menjadi sumber terjadinya keracunan pangan. Para mahasiswa diwawancara riwayat makan cendol selama sebulan terakhir ini dan kemudian juga ditanya sakit kuning (kasus) atau tidak. Selang waktu antara makan es cendol dan sakit hepatitis A diperhitungkan sesuai masa inkubasi hepatitis A. Mahasiswa sebulan terakhir tidak makan cendol juga ditanya sakit kuning (kasus) atau tidak dengan cara yang sama dengan kelompok mahasiswa yang makan es cendol. Berdasarkan temuan itu, disusun dalam tabel 2 x 2 sebagai berikut :
  • 43. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  80  Distribusi Kasus Keracunan Pangan Hepatitis A KLB Keracunan Pangan Hepatitis A, Asrama Mahasiswa, 2010 Makan Es Cendol Populasi Mahasiswa Kasus Attack Rate Resiko Relatif Makan 500 (a + b) 80 (a) 160/1000 RR = 10 (5,51 – 18,15) *)Tidak makan 750 (c + d) 12 (c) 16/1000 Total *) Taylor Series 95% confidence limit Dari tabel tersebut dapat dijelaskan : Risiko relatif (RR) terjadinya keracunan adalah attack rate terpapar (makan) dibagi dengan attack rate tidak terpapar : 160/1000 : 16/1000 = 10, artinya kelompok terpapar (makan es cendol) punya risiko 4 kali lebih besar dibanding yang tidak terpapar (tidak makan es cendol). Jika RR < 1, menunjukkan terpapar (makan) itu mencegah terjadinya sakit Jika RR = 1, menunjukkan paparan (makan) tidak ada pengaruhnya Jika RR > 1, menunjukkan terpapar (makan) itu meningkatkan risiko terjadinya sakit Adanya hubungan antara makan es cendol dan terjadinya sakit keracunan hepatitis A, perlu mencermati hal-hal sebagai berikut: Dipastikan bahwa makan es cendol itu mendahului sakit keracunan dan sesuai dengan masa inkubasi bahan racun (virus hepatitis A) yang ada pada es cendol. Jika masa inkubasi belum tahu karena etiologinya belum dapat didiagnosa, maka kasus keracunan dimaksud harus menjadi kasus-kasus KLB atau yang terjadi pada periode KLB.
  • 44. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  81  Kasus adalah kasus, dan bukan kasus adalah bukan kasus. Ini mengingatkan bahwa definisi operasional kasus yang kita buat selalu akan terjadi bias yaitu yang sebenarnya kasus, kita masukkan menjadi bukan kasus, atau sebaliknya yang kita nyatakan kasus, bisa jadi bukan kasus. Pada KLB keracunan seperti ini, seringkali kita menyebut salah satu makanan itu sebagai sumber keracunan, tetapi pada pesta biasanya tamu juga makan makanan yang lain. Tehnik mengendalikan ini (faktor pengganggu) perlu dikuasai dengan baik, termasuk penggunaan metode multivariat analisis. f) Studi Kasus Kontrol Tujuan studi adalah mengidentifikasi adanya sebab (paparan) karena ditemukannya akibat (sakit). Sakit (kasus) terpapar tidak terpapar tidak sakit (kontrol) terpapar tidak terpapar Gambar 16 Epidemiologi Analitik Kasus Kontrol Berbeda dengan studi epidemiologi Analitik Kohort, studi epidemiologi analitik Kasus Kontrol dilakukan berdasarkan penemuan kasus-kasus terlebih dahulu, bukan penemuan orang- orang terpapar terlebih dahulu. Setiap Kasus yang teridentifikasi diteliti adanya paparan atau tidak ada paparan sebelum menjadi kasus. Peneliti kemudian juga mencari orang-orang yang tidak sakit sebagai control (pembanding). Pada orang-orang yang tidak sakit ini kemudian diteliti adanya paparan atau tidak adanya paparan sebelumnya. Dari hasil penelitian ini dapat diukur besarnya Ratio Odds antara kasus dan kontrolnya. Pada KLB dengan attack rate kecil, Rasio Odds ini tidak banyak berbeda dengan Resiko Relatif.
  • 45. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  82  Tabel 2 x 2 Pengukuran Rasio Odds Sakit Sehat (sebagian) Total Attack Rate Terpapar a b ? ? Tidak Terpapar c d ? ? (a + c) (b + d) Pada studi Kasus Kontrol, untuk mengetahui besarnya hubungan antara paparan dan risiko sakit menggunakan pengukuran Rasio Odds. Pada studi Kasus Kontrol, tidak diketahui besarnya populasi berisiko baik pada terpapar (a + b) maupun tidak terpapar (c + d), sehingga tidak bisa menghitung besarnya attack rate. Pada kasus ini, yang diketahui adalah adanya sejumlah kasus dan sejumlah bukan kasus yang akan dibandingkan. Besarnya hubungan antara kelompok terpapar dan kelompok tidak terpapar (risiko relatif) dapat diperkirakan berdasarkan pengukuran rasio odds, terutama pada kejadian penyakit dengan insidens rendah (<5%) Contoh : Pada KLB keracunan Hepatitis A, attack rate total adalah 110 kasus dari 2000 mahasiswa (AR = 5,5 %), sehingga hasil Rasio Odds dapat digunakan untuk mengukur besarnya risiko relatif. Dari 92 kasus yang ditemui, diteliti adanya riwayat makan es cendol sebelumnya atau tidak. Kemudian 92 orang mahasiswa yang tidak sakit Hepatitis A juga diteliti adanya riwayat makan es cendol atau tidak. Berdasarkan temuan tersebut, disusun tabel 2 x 2 untuk penghitungan Rasio Odds sebagai berikut :
  • 46. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  83  Distribusi Kasus Keracunan Berdasarkan Makan Es Cendol KLB Keracunan Pangan, Pesta Akbar, 2010 Makan Es Cendol Kontrol (sehat) Kasus ? OR *) Makan 60 (b) 80 (a) ? OR = 3,56 (1,60 – 8,01)Tidak makan 32 (d) 12 (c) ? Total 90 92 *) Cornfield 95 % confidence limits Dari tabel tersebut dapat dijelaskan : Rasio Odds (RO) antara yang makan es cendol dan yang tidak makan es cendol terhadap risiko terjadinya keracunan adalah a x d/b x c = (80 x 32) / (60 x 12) = 3,56. Pada kejadian ini diperkirakan insidens adalah rendah sehingga besarnya risiko relatif dapat menggunakan besarnya rasio odds: tamu yang makan es cendol punya risiko sakit (keracunan) sebesar 3,56 kali dibandingkan yang tidak makan es cendol. Pada insiden rendah, maka analisis Rasio Odds adalah : Jika RO < 1, menunjukkan terpapar (makan) itu mencegah terjadinya sakit Jika RO = 1, menunjukkan paparan (makan) tidak ada bukti berpengaruh Jika RO > 1, menunjukkan terpapar (makan) itu meningkatkan risiko terjadinya sakit g) Studi Lain Studi Cross Sectional Sebagian peneliti menyebutnya sebagai epidemiologi deskriptif.
  • 47. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  84  Studi Ekperimental Adalah sama dengan Studi Kohort, hanya peneliti dapat mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas penelitian. Contoh studi eksperimental adalah Clinical Trial dan Community Trial. f. Ukuran - Ukuran Epidemiologi (Penyakit) Pendekatan epidemiologi menggunakan ukuran-ukuran tertentu sebagai indikator. Ukuran frekuensi penyakit menggambarkan karakteristik kejadian (“occurrence”) suatu penyakit atau masalah kesehatan di dalam populasi. 1) Proporsi Proporsi adalah suatu perbadingan dimana pembilang (numerator) selalu merupakan bagian dari penyebut (penominator). Proporsi digunakan untuk melihat komposisi suatu variabel dalam populasinya. Apabila angka dasar (konstanta) yang dipakai adalah 100, maka disebut persentase. X = jumlah kejadian tertentu X + Y = jumlah seluruh kejadian k = konstanta Contoh Proporsi penduduk wanita = Jumlah penduduk wanita ---------------------------------------------- x 100 % Jumlah penduduk (wanita + pria) Proporsi kematian penduduk pria = Jumlah kematian pria ---------------------------------------------- x 100 % Jumlah kematian wanita + pria
  • 48. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  85  2) Rate Rate adalah perbandingan antara jumlah suatu kejadian terhadap jumlah penduduk yang mempunyai risiko terhadap kejadian tersebut menyangkut interval waktu. Rate digunakan untuk menyatakan dinamika atau kecepatan kejadian tertentu dalam suatu masyarakat tertentu pula. X = Jumlah kejadian tertentu yang terjadi dalam kurun waktu tertentu pada penduduk tertentu. X+Y = Jumlah penduduk yang mempunyai risiko mengalami kejadian tertentu tersebut pada kurun waktu yang sama (“ exposed to the risk”). K = Konstanta Contoh : Crude Death Rate = Angka kematian kasar = Jumlah kematian selama tahun 2010 ----------------------------------------------------------- x 100 Jumlah penduduk pada tengah tahun 2010 Dalam menyatakan proporsi, rate atau ratio sebagai suatu ukuran, harus dijelaskan populasi/penduduk golongan mana yang tersangkut. Dalam hal ini harus jelas : a. Kapan: waktu berlakunya ukuran tersebut b. Siapa : ukuran tersebut mengenai populasi/penduduk yang mana c. Apa : ukuran tersebut merupakan ukuran kejadian apa 3) Ratio Merupakan perbandingan antara dua kejadian dimana antara nomerator dan denominator tak ada sangkut pautnya.
  • 49. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  86  Contoh : Seks ratio DKI Jakarta = Jumlah wanita (t.p) -------------------------- Jumlah pria (t.p) Maternal motality ratio atau rasio kematian ibu hamil = Jumlah kematian ibu hamil dalam periode waktu tertentu ------------------------------------------------------------------------------- x 100.000 Kelahiran hidup dalam periode waktu yang sama Infant mortality ratio atau rasio kematian bayi = Jumlah kematian bayi dalam suatu populasi selama satu tahun ------------------------------------------------------------------------------------ x 1.000 Kelahiran hidup pada tahun yang sama 4) Incidence Rate Incidence rate dari suatu penyakit adalah jumlah kasus baru yang terjadi dikalangan penduduk selama periode waktu tertentu Incidence rate = Jml kasus baru suatu penyakit pd periode waktu tertentu ------------------------------------------------------------------------------ x k Jml populasi yang berisiko pd periode waktu yg sama Beberapa catatan : a) Incidence rate memerlukan penentuan waktu timbulnya penyakit. Bagi penyakit – penyakit yang akut seperti influenza, gastroenteritis dan cerebral hemorrhage, penentuan incidence ini tidak begitu sulit berhubung waktu terjadinya dapat diketahui secara pasti atau mendekati pasti. Lain halnya dengan penyakit dimana timbulnya tidak jelas; sehingga waktu ditegakkan “diagnosa pasti” diartikan sebagai waktu mulai penyakit. b) Incidence rate selalu dinyatakan dalam hubungan dengan periode waktu tertentu seperti bulan, tahun, dan seterusnya. Apabila penduduk berada dalam ancaman serangan penyakit hanya untuk waktu yang terbatas (seperti pada epidemi suatu penyakit infeksi) maka periode waktu terjadinya kasus–kasus baru adalah sama
  • 50. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  87  dengan lamanya epidemi. Incidence rate pada suatu epidemi tersebut, disebut “attack rate”: Attack rate = Jumlah kasus selama periode KLB ------------------------------------------------------------ Jumlah populasi berisiko pada periode KLB c) Untuk penyakit yang jarang maka incidence rate dihitung untuk periode waktu bertahun-tahun. Di dalam periode waktu yang panjang ini penyebut dapat berubah (jumlah populasi yang mempunyai risiko). Telah menjadi kebiasaan untuk menggunakan penduduk pada pertengahan periode tersebut sebagai populasi yang mempunyai risiko. d) Pengetahuan mengenai incidence adalah berguna sekali didalam mempelajari faktor-faktor etiologi dari penyakit yang akut maupun kronis. Incidence rate adalah satu ukuran lansung dari kemungkinan (probabilitas) untuk menjadi sakit. Dengan membandingkan incidence rate suatu penyakit dari berbagai penduduk yang berbeda didalam satu atau lebih faktor (keadaan) maka kita dapat memperoleh keterangan faktor mana yang menjadi faktor risiko dari penyakit bersangkutan,. Kegunaan seperti ini tidak dipunyai oleh prevalence rate. 5) Prevalence rate Prevalence rate mengukur jumlah orang dikalangan penduduk yang menderita suatu penyakit pada satu titik waktu tertentu (point prevalence) atau dalam periode waktu tertentu (periode prevalence). Point Prevalence rate = Jumlah kasus yang ada pada satu titik waktu tertentu ----------------------------------------------------------------------------------- x k Jumlah populasi seluruhnya pada satu titik waktu yang sama Catatan : Prevalence bergantung pada dua faktor; (1) berapa jumlah orang yang telah sakit pada waktu yang lalu dan (2) lamanya mereka sakit. Meskipun hanya sedikit orang yang sakit dalam setahun, tetapi apabila penyakit tersebut kronis, maka jumlahnya akan meningkat dari tahun ke tahun dan dengan demikian prevalence secara relatif akan lebih tinggi
  • 51. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  88  dari incidence. Sebaliknya apabila penyakitnya akut, lamanya sakit pendek, baik oleh karena penyembuhan maupun oleh karena kematian, maka prevalence secara relatif akan lebih rendah mendekati incidence. Prevalence, terutama untuk penyakit kronis, penting untuk menyusun perencanaan kebutuhan fasilitas, tenaga dan prioritas serta strategi pemberantasan penyakit. Prevalence yang dibicarakan diatas adalah “point” prevalence. Jenis ukuran lain yang juga digunakan ialah “period” prevalence. Period prevalence = Jumlah kasus yang ada selama satu periode ------------------------------------------------------------------------ x k Jumlah penduduk rata-rata dari periode yang sama *) *) biasanya digunakan jumlah penduduk tengah periode 6) Ukuran Kematian a) Angka kematian kasar atau ‘Crude death rate’ (CDR) Semua kematian dalam satu tahun kalender dibagi jumlah populasi pada pertengahan tahun x 1000 = kematian/ 1000 CDR merupakan hasil dari dua faktor yaitu: (1) Propabilitas untuk mati dapat diukur dengan angka kematian menurut umur. (2) Distribusi umur populasi Angka kematian menurut umur atau ‘Age Specific Death Rates’ (ASDR). Karena adanya pengaruh (efek) yang besar dari umur terhadap kematian maka penting untuk menghitung angka kematian dari setiap kelompok umur dan angka ini dipakai dalam perbandingan.
  • 52. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  89  Contoh : Angka Kematian per 1000 orang Menurut Umur dan Kebupaten, Provinsi A, 1995. Kab Semua umur 0 – 11 bulan 1 – 4 5 – 17 18 – 44 45 – 65 > 65 Kab 1 15,2 13,5 0,6 0,4 1,5 10,7 59,7 Kab 2 9,0 22,6 1,0 0,5 3,6 18,8 61,1 b) Standarisasi angka kematian menurut umur atau ‘Age Adjusted Death Rates’ Bila terdapat perbedaan distribusi umur pada populasi yang akan dibandingkan, haruslah dilakukan dengan standarisasi umur. Yang harus diketahui bahwa CDR dapat dilihat sebagai jumlah ASDR dengan pembobotan (weighted sum). Setiap komponen dari jumlah tersebut mempunyai rumus : Proporsi umur tersebut di dalam populasi x ASDR Standarisasi umur CDR dilakukan dengan mengganti proporsi umur populasi tersebut dengan proporsi kelompok umur yang sama dari populasi standar (kadang – kadang sebagai populasi standar dipakai populasi negara tersebut atau proporsi tersebut pada tahun sebelumnya. Contoh : Penduduk kota A mempunyai populasi yang terdiri atas golongan muda dan tua, 50% dan 50%. Penduduk kota B terdiri dari 2/3 bagian usia muda dan sisanya golongan tua. ASDR kedua kota tercatat sebagai berikut : Distribusi Meninggal Menurut Umur Kabupaten A dan Kabupaten B, 2010 Age Spesific Death Rate/1000 Kabupaten Muda Tua A 4 16 B 5 20 Berdasarkan data di atas maka CDR adalah : CDR Kab. A = ( 50% x 4 + 50% x 16 ) per 1000 = 10/1000
  • 53. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  90  CDR Kab. B = ( 2/3 x 5 + 1/3 x 20 ) per 1000 = 10/1000 c) Angka kematian menurut penyebab atau ‘Cause Specific Death Rates’ (CSDR) CSDR = Jumlah kematian karena suatu penyakit tertentu selama 1 tahun --------------------------------------------------------------------------------------- x k Jumlah populasi pada tahun tersebut d) Case Fatality Rate (CFR) CFR = Jumlah kematian penyakit tertentu dalam periode tertentu ----------------------------------------------------------------------------------- x 100 Jumlah penderita penyakit tsb dlm periode waktu yang sama Pokok Bahasan 2. ETIKA PROFESI EPIDEMIOLOG a. Pelayanan Profesi Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya melalui upaya kesehatan perorangan, upaya kesehatan masyarakat dan pembangunan berwawasan kesehatan. Upaya kesehatan diarahkan pada meningkatnya pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif-preventif tanpa melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif. Upaya-upaya kesehatan tersebut diarahkan pada daerah atau kelompok masyarakat sangat rentan dan dilakukan dengan cara-cara yang tepat serta dilaksanakan pemantauan dan penilaian pelaksanaan kegiatannya terus-menerus secara sistematis, mengutamakan kerjasama sektor dan masyarakat melalui advokasi, sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat. Upaya-upaya kesehatan juga diarahkan pada daerah atau kelompok masyarakat yang berjangkit wabah, KLB penyakit, keracunan dan bencana serta kejadian darurat lainnya yang harus dilakukan tindakan segera, cepat dan tepat agar jumlah korban dapat diminimalkan dan kejadian dapat dihentikan melalui serangkaian penyelidikan epidemiologi dan penetapan cara-cara penanggulangan yang sesuai. Adanya ancaman KLB penyakit, keracunan dan
  • 54. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  91  bencana, harus disikapi dengan kewaspadaan dini dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya keadaan darurat kesehatan baik nasional maupun lokal. Penerapan epidemiologi menjadi salah satu pilar penting dalam upaya kesehatan terutama dalam mengidentifikasi masalah kesehatan, menetapkan populasi rentan, menentukan alternatif cara-cara penanggulangan masalah kesehatan, melaksanakan pemantauan dan penilaian program. Pendekatan epidemiologi juga dimanfaatkan dalam penyelidikan KLB serta pengembangan sistem kewaspadaan dini KLB. Berdasarkan kebutuhan pelayanan epidemiologi pada upaya kesehatan termasuk dalam upaya kesehatan swasta dan lembaga kemasyarakatan, maka Perhimpuanan Ahli Epidemiologi Indonesia menetapkan ruang lingkup kegiatan epidemiolog adalah sebagai berikut : 1) Mengidentifikasi masalah kesehatan dan menentukan cara penanggulangannya 2) Surveilans epidemiologi 3) Sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (KLB) penyakit, bencana atau masalah kesehatan lainnya 4) Penyelidikan dan penanggulangan KLB penyakit 5) Memantau dan menilai program/upaya kesehatan 6) Audit manajemen dengan pendekatan epidemiologi 7) Pengajaran, pelatihan dan pemberdayaan masyarakat 8) Penelitian epidemiologi 9) Advokasi dan komunikasi b. Kode Etik Profesi 1) Mukadimah Untuk mengisi kemerdekaan Indonesia yang bertujuan mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 diperlukan peran serta dan pengabdian dari segenap warga negara Indonesia. Bahwa untuk mencapai tujuan tersebut di atas dilaksanakan pembangunan di berbagai bidang dalam rangka mencapai kehidupan yang sehat dalam arti terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya sebagai bagian dari kesejahteraan rakyat. Untuk itu perlu ada penyatuan, pembinaan dan pengembangan profesi serta pengamalan ilrnu pengetahuan epidemiologi yang dilandasi oleh semangat dan moralitas yang bertanggung jawab dan berkeadilan. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa disertai kesadaran dan keinginan luhur berdasarkan ilmu, keterampilan dan sikap yang dimiliki untuk mencapai tujuan profesi seperti tersebut diatas, maka Organisasi
  • 55. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  92  Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) menyusun dan menetapkan Standar Profesi Epidemiolog sebagai landasan semangat, moralitas dan tanggung jawab yang berkeadilan dan merupakan kewajiban baik bagi individu, teman seprofesi, klien/masyarakat maupun kewajiban yang sifatnya umum sebagai insan profesi dalam melaksanakan peran dan pengabdiannya. 2) Kewajiban Umum a) Seorang Epidemiolog harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan profesi epidemiolog dengan sebaik-baiknya. b) Seorang Epidemiolog harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi. c) Dalam melakukan pekerjaan atau praktek profesi epidemiologi, seorang Epidemiolog tidak boleh dipengaruhi sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi. d) Seorang Epidemiolog harus menghindarkan diri dari perbuatan yang memuji diri sendiri. e) Seorang Epidemiolog senantiasa berhati-hati dalam menerapkan setiap penemuan atau cara baru yang belum teruji kehandalannya dan hal-hal yang menimbulkan keresahan masyarakat, profesi atau ilmuwan. f) Seorang Epidemiolog memberi saran atau rekomendasi yang telah melalui suatu proses analisis secara komprehensif. g) Seorang Epidemiolog dalam menjalankan profesinya harus memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dengan menjunjung tinggi kesehatan dan keselamatan manusia. h) Seorang Epidemiolog harus bersifat jujur dalam berhubungan dengan klien atau masyarakat dan teman seprofesinya dan berupaya untuk mengingatkan teman seprofesinya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi atau yang melakukan penipuan atau kebohongan dalam menangani masalah klien atau masyarakat. i) Seorang Epidemiolog harus menghormati hak-hak klien (perorangan atau institusi yang mendapat pelayanan epidemiolog) atau masyarakat, hak-hak teman seprofesi dan hak-hak tenaga kesehatan lainnya dan harus menjaga kepercayaan klien atau masyarakat. j) Dalam melakukan pekerjaannya, seorang Epidemiolog harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan seluruh aspek keilmuan epidemiologi secara menyeluruh baik fisik, biologi maupun sosial serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya. k) Seorang Epidemiolog dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat harus saling menghormati.
  • 56. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN  PUSDIKLAT APARATUR – 2011  93  3) Kewajiban Terhadap Klien a) Seorang Epidemiolog bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan kompetensinya untuk kepentingan penyelesaian masalah klien atau masyarakat. Dalam hal ia tak mampu melakukan suatu penelitian atau penyelidikan dalam rangka penyelesaian masalah, maka ia wajib berkonsultasi, bekerja sama dan merujuk pekerjaan tersebut kepada Epidemiolog lain yang mempunyai keahlian dalam penyelesaian masalah tersebut. b) Seorang Epidemiolog wajib melaksanakan profesinya secara bertanggung jawab. c) Seorang Epidemiolog wajib melakukan penyelesaian masalah secara tuntas dan keseluruhan dengan menggunakan ilmu dan metode epidemiologi serta ilmu lainnya yang relevan. d) Seorang Epidemiolog wajib memberikan informasi kepada kliennya atas pelayanan yang diberikannya. e) Seorang Epidemiolog berhak mendapatkan perlindungan atas praktek pemberian pelayanan. 4) Kewajiban Terhadap Masyarakat a) Seorang Epidemiolog dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan masyarakat, menghormati hak dan nilai- nilai yang berlaku pada masyarakat. b) Seorang Epidemiolog senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalarn hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan dan lingkungan secara optimal. 5) Kewajiban terhadap Diri Sendiri a) Seorang Epidemiolog harus memperhatikan dan mempraktekkan hidup bersih dan sehat serta beriman menurut kepercayaan dan agamanya supaya dapat bekerja dengan baik. b) Seorang Epidemiolog harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan yang berkaitan dan/atau penggunaan ilmu, metodologi dan kompetensi epidemiologi 6) Kewajiban Terhadap Teman Sejawat a) Seorang Epidemiolog memperlakukan teman seprofesinya sebagai bagian dari penyelesaian masalah. b) Seorang Epidemiolog tidak boleh saling mengambil alih pekerjaan dari ternan seprofesi kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang ada.