SlideShare a Scribd company logo
1
BAGIAN I
PENDAHULUAN
A. Pengantar Isi
Merujuk pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (Permenpan dan RB) Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional
Guru dan Angka Kreditnya memuculkan paradigma baru profesi guru. Guru tidak lagi
dianggap sekedar pelaksana teknis di kelas, tetapi dianggap sebagai suatu jabatan
fungsional. Jabatan fungsional guru adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang
lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki
oleh Pegawai Negeri Sipil (Pasal 1 ayat 1). Konsekuensinya adalah guru dituntut
melakukan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) sehingga guru dapat
menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional.
B. Target Kompetensi
1. Peserta diklat atau pembaca mampu menjelaskan tentang sistem bilangan dan
operasi hitung bilangan.
2. Peserta diklat atau pembaca mampu menentukan aproksimasi (pendekatan) dan
estimasi (penaksiran) dari suatu perhitungan.
3. Peserta diklat atau pembaca mampu menjelaskan sifat bilangan berpangkat dan
bentuk akar.
4. Peserta diklat atau pembaca mampu menentukan hasil operasi pada bilangan
berpangkat.
5. Peserta diklat atau pembaca mampu menjelaskan perbedaan antara pernyataan
dan bukan pernyataan dan dapat menentukan nilai kebenaran suatu pernyataan.
6. Peserta diklat atau pembaca mampu menentukan nilai kebenaran suatu
pernyataan majemuk dan nilai kebenaran dari negasi suatu pernyataan majemuk.
2
7. Peserta diklat atau pembaca mampu menentukan konvers, invers, dan
kontraposisi suatu implikasi dan menentukan nilai kebenarannya serta nilai
kebenaran dari negasi bentuk-bentuk tersebut.
8. Peserta diklat atau pembaca mampu menentukan nilai kebenaran suatu kalimat
berkuantor universal dan eksistensial serta dapat menentukan nilai kebenaran
dari negasi suatu pernyataan berkuantor.
9. Peserta diklat atau pembaca mampu menentukan kesahihan suatu penarikan
kesimpulan dan mampu menarik kesimpulan yang sahih dari premis-premis yang
ada.
C. Strategi dan Penilaian
Pembahasan pada modul ini lebih menitikberatkan pada pengertian sistem bilangan
dan operasi hitung bilangan, aproksimasi (pendekatan) dan estimasi (penaksiran)
dari suatu perhitungan, sifat bilangan berpangkat dan bentuk akar, operasi pada
bilangan berpangkat, pengertian logika, konjungsi, disjungsi, implikasi, konvers,
invers, kontraposisi, kuantor dan penarikan kesimpulan. Setiap bagian modul ini
dimulai dengan teori-teori, diikuti beberapa contoh dan diakhiri dengan latihan. Di
samping itu, dikemukakan juga tentang hal-hal penting yang perlu mendapat
penekanan para guru di saat membahas pokok bahasan ini di kelasnya. Karenanya,
para pemakai modul ini disarankan untuk membaca lebih dahulu teorinya sebelum
mencoba mengerjakan latihan yang ada, yang untuk mempermudahnya telah
disiapkan juga kunci jawabannya. Saran dan masukan untuk modul ini dapat
disampaikan kepada kami di PPPPTK Matematika dengan alamat: Jl. Kaliurang KM. 6,
Sambisari, Condongcatur, Depok, Sleman, DIY, Kotak Pos 31 YK-BS Yogyakarta 55281.
Telepon (0274) 881717, 885725, Fax. (0274) 885752, alamat email:
p4tkmatematika@yahoo.com.
3
BAGIAN II
AKTIVITAS
Kegiatan 1. (In Service Learning 1)
1. Suatu bilangan dilambangkan dengan 𝑎 sedangkan lawannya dilambangkan
dengan 𝑏. Jika 𝑎 < 𝑏, manakah di antara 𝑎 dan 𝑏 yang merupakan bilangan positif
dan manakah di antara 𝑎 dan 𝑏 yang merupakan bilangan negatif?
2. Pak Aan tahu bahwa jumlah dari dua bilangan rasional selalu merupakan
bilangan rasional. Selanjutnya dia menyimpulkan bahwa jumlah dari dua bilangan
irrasional juga selalu merupakan bilangan irrasional. Berikan beberapa contoh
yang menunjukkan bahwa kesimpulan Pak Aan salah.
3. Bu Winda berpendapat bahwa bentuk
3
1−
1
5
adalah bilangan irrasional karena
bukan merupakan rasio dari dua bilangan bulat. Apakah pendapat Bu Winda
dapat dibenarkan? Berikan alasannya.
4. Tuliskan enam bilangan rasional antara 3 dan 4.
5. Tuliskan sepuluh bilangan rasional antara
3
5
dan
4
5
.
6. Nyatakan apakah pernyataan berikut benar atau salah. Berikan alasannya.
a. Setiap bilangan asli merupakan bilangan cacah.
b. Setiap bilangan cacah merupakan bilangan asli.
c. Setiap bilangan bulat merupakan bilangan cacah.
d. Setiap bilangan cacah merupakan bilangan bulat.
e. Setiap bilangan rasional merupakan bilangan cacah.
f. Setiap bilangan cacah merupakan bilangan rasional.
7. Nyatakan apakah pernyataan berikut benar atau salah. Berikan alasannya.
a. Setiap bilangan irrasional merupakan bilangan real.
b. Setiap bilangan real merupakan bilangan irrasional.
Diskusikan permasalahan tersebut dan presentasikan hasil kerja Anda.
Kegiatan 2. (In Service Learning 1)
1. Taksirlah nilai dari
4,19×0,0309
0,0222
.
4
2. Taksirlah nilai dari
52,41×0,044
0,00118
.
3. Taksirlah nilai dari √990 .
4. Taksirlah nilai dari √
8,05×24,78
1,984
.
5. Taksirlah nilai dari
7,94
2,01
sampai 1 angka penting.
6. Taksirlah nilai dari
21,83×0,498
220,1
sampai 1 angka penting.
7. Taksirlah nilai dari
97,85×√63,8
24,79
sampai 1 angka penting.
8. Taksirlah nilai dari
4870×1227+968×4870
1936×0,49
sampai 1 angka penting.
Diskusikan permasalahan tersebut dan presentasikan hasil kerja Anda.
Kegiatan 3. (In Service Learning 1)
1. Jelaskan perbedaan antara −√9 dan √−9 .
2. Kita mengetahui bahwa 53
= 125 dan 54
= 625. Jelaskan mengapa √−125
3
= −5
tetapi √−625
4
≠ −5.
3. Bu Bilkis menyederhanakan bentuk √192 dengan menuliskan
√192 = √16 ∙ 12 = 4√12
a. Jelaskan mengapa 4√12 bukan bentuk paling sederhana dari √192 .
b. Tunjukkan cara menyederhanakan bentuk √192 dengan mulai dari 4√12 .
c. Tentukan bentuk paling sederhana dari √192 .
4. Pak Wahyu berpendapat bahwa (2)3(5)2
= (10)5
. Apakah pendapat Pak Wahyu
dapat dibenarkan? Jelaskan alasannya.
5. Pak Faiz berpendapat bahwa (2)3(5)3
= (10)3
. Apakah pendapat Pak Faiz dapat
dibenarkan? Jelaskan alasannya.
6. Bu Tata berpendapat bahwa 𝑎0
+ 𝑎0
= 𝑎0+0
= 𝑎0
= 1. Apakah pendapat Bu Tata
dapat dibenarkan? Jelaskan alasannya.
7. Bu Futik berpendapat bahwa 𝑎0
+ 𝑎0
= 2𝑎0
= 2. Apakah pendapat Bu Futik
dapat dibenarkan? Jelaskan alasannya.
Diskusikan permasalahan tersebut dan presentasikan hasil kerja Anda.
5
Kegiatan 4. (On the Job Learning)
1. Bagaimana cara kita mengetahui bahwa tidak ada bilangan rasional positif yang
terkecil?
2. Jelaskan mengapa 2 adalah satu-satunya bilangan prima genap.
3. Jika 𝑎 dan 𝑏 adalah bilangan-bilangan prima yang tidak sama, apakah √𝑎𝑏
merupakan bilangan rasional atau bilangan irrasional? Berikan alasannya.
4. Tunjukkan bahwa hasil bagi dari dua bilangan irrasional dapat merupakan
bilangan rasional atau bilangan irrasional.
5. Apakah 0 merupakan bilangan rasional? Dapatkah Anda menuliskannya dalam
bentuk
𝑝
𝑞
, dengan 𝑝 dan 𝑞 adalah bilangan bulat dan 𝑞 ≠ 0? Jelaskan alasannya.
6. Apakah akar kuadrat dari seluruh bilangan bulat positif merupakan bilangan
irrasional? Jika tidak, berikan contoh akar kuadrat dari bilangan bulat positif yang
merupakan bilangan rasional.
7. Bu Mona tahu bahwa setiap bilangan, kecuali 2, yang angka terakhirnya kelipatan
2 adalah bilangan komposit. Selanjutnya Bu Mona menyimpulkan bahwa setiap
bilangan, kecuali 3, yang angka terakhirnya kelipatan 3 juga merupakan bilangan
komposit. Apakah pendapat Bu Mona dapat dibenarkan? Berikan alasannya.
8. Bu Ira berpendapat bahwa √
18
50
adalah bilangan irrasional karena merupakan
rasio dari √18 yang merupakan bilangan irrasional dan √50 yang juga merupakan
bilangan irrasional. Apakah pendapat Bu Ira dapat dibenarkan? Berikan
alasannya.
Diskusikan permasalahan tersebut selama kegiatan On the Job Learning.
Kegiatan 5. (On the Job Learning)
1. Taksirlah nilai dari
31,98÷8,03
48,109−29.989×0,995
sampai 1 angka penting.
2. Taksirlah nilai dari 20,02 × 9,99 − 6,112 ×
16,027
(1,977)3
sampai 2 angka penting.
3. Taksirlah nilai dari √136,05 − (2,985 + 7,001)2 sampai 1 angka penting.
6
4. Pak Hafiz berpendapat bahwa 3,14 merupakan pendekatan yang lebih baik untuk
nilai 𝜋 daripada
22
7
. Apakah pendapat Pak Hafiz dapat dibenarkan? Berikan
alasannya.
5. Jika 12,5 = 12,50, jelaskan mengapa pengukuran sepanjang 12,50 meter lebih
tepat dan akurat daripada pengukuran sepanjang 12,5 meter.
6. Sebuah lintasan jalan berbentuk melingkar mempunyai jari-jari 63 meter. Bu
Mirna mengendarai sepedanya mengelilingi lintasan tersebut sebanyak 10 kali.
Selanjutnya Bu Mirna mengalikan jari-jari lintasan jalan dengan 2𝜋 untuk
memperoleh keliling lintasan. Bu Mirna mengatakan bahwa dia sudah
mengendarai sepedanya sejauh 4,0 kilometer. Tetapi temannya yang bernama Bu
Sita mengatakan bahwa lebih tepat jika Bu Mirna mengendarai sepeda sejauh 4
kilometer. Pendapat siapakah yang paling tepat? Berikan alasannya.
Diskusikan permasalahan tersebut selama kegiatan On the Job Learning.
Kegiatan 6. (On the Job Learning)
1. Gunakan eksponen untuk menunjukkan bahwa untuk 𝑎 > 0, maka ( √ 𝑎
𝑛
)
0
= 1.
2. Gunakan eksponen untuk menunjukkan bahwa untuk 𝑎 > 0, maka √√ 𝑎 = √ 𝑎
4
.
3. Pak Yafi berpendapat bahwa untuk setiap 𝑥 ≠ 0, bentuk 𝑥−2
adalah bilangan
positif kurang dari 1. Apakah pendapat Pak Yafi dapat dibenarkan? Berikan
alasannya.
4. Untuk nilai 𝑥 < 0 apakah berlaku √𝑥2 = −𝑥? Jelaskan alasannya.
5. Pak Dito mengatakan bahwa jika 𝑎 adalah bilangan bulat genap dan 𝑥 ≥ 0 maka
√ 𝑥 𝑎 = 𝑥
𝑎
2. Apakah pendapat Pak Dito dapat dibenarkan? Jelaskan alasannya.
6. Pak Sonny menyederhanakan bentuk
7
2√7
dengan menuliskan 7 sebagai √49 ,
selanjutnya membagi pembilang dan penyebut dengan √7 .
a. Tunjukkan bahwa cara yang dilakukan Pak Sonny dapat dibenarkan.
b. Dapatkah
7
2√5
disederhanakan menggunakan cara yang sama? Jelaskan
alasannya.
7
7. Untuk merasionalkan penyebut dari
4
2+√8
, Bu Afiffah mengalikan dengan
2−√8
2−√8
sedangkan Bu Marisha mengalikan dengan
1−√2
1−√2
. Jelaskan bahwa cara yang
dilakukan Bu Afiffah dan Bu Marisha semuanya dapat dibenarkan.
Diskusikan permasalahan tersebut selama kegiatan On the Job Learning.
8
BAGIAN III
BAHAN BACAAN
9
BAB I
SISTEM BILANGAN DAN OPERASI HITUNG BILANGAN
A. Bilangan Cacah, Asli, Bulat, Rasional
Bilangan-bilangan 1, 2, 3, 4, … dinamakan bilangan asli. Adapun bilangan-bilangan
0, 1, 2, 3, 4, … dinamakan bilangan cacah. Sistem bilangan yang kita gunakan sehari-
hari menggunakan sepuluh angka untuk melambangkan bilangan, yaitu
0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Sistem bilangan ini menggunakan sistem basis 10, sering
disebut juga sistem desimal. Dengan menggunakan kombinasi yang berbeda dalam
penyusunan kesepuluh angka tersebut, kita dapat membentuk seluruh bilangan
dalam sistem bilangan. Masing-masing sepuluh angka tersebut juga merupakan
bilangan cacah. Dengan demikian bilangan cacah terkecil adalah 0, sedangkan
bilangan cacah satu angka terbesar adalah 9. Bilangan-bilangan cacah yang tidak
sama dengan 0, yaitu 1, 2, 3, 4, 5, … dinamakan bilangan asli. Bilangan-bilangan cacah
0, 2, 4, 6, 8, … dinamakan bilangan genap, karena bilangan-bilangan tersebut habis
dibagi 2. Adapun bilangan-bilangan cacah 1, 3, 5, 7, 9, … dinamakan bilangan ganjil,
karena bilangan-bilangan tersebut tidak habis dibagi 2.
Bilangan cacah bersama-sama dengan −1, −2, −3, −4, … membentuk himpunan
bilangan bulat. Bilangan-bilangan 1, 2, 3, 4, … dinamakan bilangan bulat positif, bisa
juga dinamakan bilangan asli. Adapun bilangan-bilangan −1, −2, −3, −4, …
dinamakan bilangan bulat negatif. Bilangan rasional adalah bilangan yang dapat
dinyatakan dalam bentuk
𝑎
𝑏
, dengan 𝑎 dan 𝑏 bilangan bulat, 𝑏 ≠ 0. Dari definisi
bilangan rasional, maka pecahan-pecahan seperti −
3
4
,
1
2
, dan
5
3
merupakan bilangan
rasional. Jika kita mengganti nilai 𝑏 pada
𝑎
𝑏
dengan 1, kita akan memperoleh
𝑎
𝑏
=
𝑎
1
= 𝑎.
Dengan demikian, bilangan-bilangan seperti 6 =
6
1
, −5 =
−5
1
, −10 =
−10
1
, 0 =
0
1
juga
merupakan bilangan rasional. Bilangan-bilangan yang tidak dapat dapat dinyatakan
dalam bentuk
𝑎
𝑏
, dengan 𝑎 dan 𝑏 bilangan bulat, 𝑏 ≠ 0, dinamakan bilangan irrasional.
Sebagai contoh bilangan irrasional adalah √2, √3, √5, 𝜋.
10
B. Aturan dalam Operasi Hitung Bilangan
Apabila dua atau lebih operasi hitung terdapat dalam suatu ekspresi aritmetika, kita
menggunakan aturan sebagai berikut:
 Untuk ekspresi aritmetika yang hanya melibatkan penjumlahan dan
pengurangan, kita melakukan operasi hitung secara berurutan dari paling kiri ke
yang paling kanan.
Contoh:
15 + 18⏟ − 9 = 33 − 9
= 24
 Untuk ekspresi aritmetika yang hanya melibatkan perkalian dan pembagian, kita
melakukan operasi hitung secara berurutan dari paling kiri ke yang paling kanan.
Contoh:
12 × 8⏟ ÷ 3 ÷ 4 = 96 ÷ 3⏟ ÷ 4
= 32 ÷ 4
= 8
 Untuk ekspresi aritmetika yang melibatkan empat operasi (perkalian, pembagian,
penjumlahan, pengurangan), kita melakukan urutan operasi hitung dengan
perkalian atau pembagian harus dikerjakan terlebih dahulu sebelum
penjumlahan atau pengurangan.
Contoh:
20 ÷ 5⏟ + 2 × 3⏟ = 4 + 6
= 10
 Untuk ekspresi aritmetika yang melibatkan sepasang tanda kurung, kita
melakukan urutan operasi hitung dengan mengoperasikan terlebih dahulu
ekspresi yang berada di antara sepasang tanda kurung.
Contoh:
(12 + 18)⏟ × 3 + (52 − 2)⏟ × 2 = 30 × 3⏟ + 50 × 2⏟
= 90 + 100
= 190
 Untuk ekspresi aritmetika yang melibatkan sepasang tanda kurung di antara
pasangan tanda kurung yang lain, kita melakukan urutan operasi hitung dengan
mengoperasikan terlebih dahulu ekspresi yang berada di antara sepasang tanda
kurung yang paling dalam.
11
Contoh:
((13 + 7)⏟ × 4 − (70 − 6)⏟ ÷ 8) × 2 = (20 × 4⏟ − 64 ÷ 8⏟ ) × 2
= (80 − 8) × 2
= 72 × 2
= 144
C. Sifat-Sifat Pada Operasi Hitung Bilangan
Beberapa sifat pada operasi hitung bilangan
 Sifat komutatif
Secara umum, untuk setiap bilangan bulat 𝑎 dan 𝑏 berlaku
 𝑎 + 𝑏 = 𝑏 + 𝑎…..(sifat komutatif pada penjumlahan)
 𝑎 × 𝑏 = 𝑏 × 𝑎…..(sifat komutatif pada perkalian)
 Sifat asosiatif
Secara umum, untuk setiap bilangan bulat 𝑎, 𝑏 dan 𝑐 berlaku
 (𝑎 + 𝑏) + 𝑐 = 𝑎 + (𝑏 + 𝑐)…..(sifat asosiatif pada penjumlahan)
 (𝑎 × 𝑏) × 𝑐 = 𝑎 × (𝑏 × 𝑐)…..(sifat asosiatif pada perkalian)
 Sifat distributif
Secara umum, untuk setiap bilangan bulat 𝑎, 𝑏 dan 𝑐 berlaku
 𝑎 × (𝑏 + 𝑐) = 𝑎 × 𝑏 + 𝑎 × 𝑐…..(sifat distributif perkalian terhadap
penjumlahan)
 𝑎 × (𝑏 − 𝑐) = 𝑎 × 𝑏 − 𝑎 × 𝑐…..(sifat distributif perkalian terhadap
pengurangan)
Contoh:
Hitunglah tanpa menggunakan kalkulator:
a. 67 + 25 + 13
b. 5 × (60 + 4)
c. 7 × (100 − 5)
d. (100 + 10 + 2) × 4
e. 98 × 9 + 2 × 9
f. 56 × 11 + 24 × 11
g. 67 × 8 + 67 × 5 − 67 × 3
12
h. 46 + 52
i. 47 + 79
j. 24 × 999
k. 201 × 199
l. 54 × 56
m. 7972
Penyelesaian:
a. 67 + 25 + 13 = 67 + 13⏟ + 25
= 80 + 25
= 105
b. 5 × (60 + 4) = 5 × 60⏟ + 5 × 4⏟
= 300 + 20
= 320
c. 7 × (100 − 5) = 7 × 100⏟ − 7 × 5⏟
= 700 − 35
= 665
d. (100 + 10 + 2) × 4 = 100 × 4⏟ + 10 × 4⏟ + 2 × 4⏟
= 400 + 40 + 8
= 448
e. 98 × 9 + 2 × 9 = (98 + 2)⏟ × 9
= 100 × 9
= 900
f. 56 × 11 + 24 × 11 = (56 + 24)⏟ × 11
= 80 × 11
= 880
g. 67 × 8 + 67 × 5 − 67 × 3 = 67 × (8 + 5 − 3)⏟
= 67 × 10
= 679
h. Cara I:
46 + 52 = 46 + 50 + 2
= 96 + 2
= 98
Cara II:
46 + 52 = 52 + 46
= 52 + 40 + 6
= 92 + 6
= 98
13
i. 47 + 79 = 47 + (80 − 1)
= 47 + 80 − 1
= 127 − 1
= 126
j. 24 × 999 = 24 × (1000 − 1)
= (24 × 1000) − (24 × 1)
= 24000 − 24
= 23976
k. Cara I:
201 × 199 = (200 + 1)(200 − 1)
= 2002
− 12
= 40000 − 1
= 39999
Cara II:
201 × 199 = (200 + 1)(200 − 1)
= 200 × (200 − 1) + (200 − 1)
= 40000 −200 + 200⏟ − 1
= 39999
l. Cara I:
54 × 56 = (50 + 4)(50 + 6)
= 50 × (50 + 6) + 4 × (50 + 6)
= 2500 +300 + 200⏟ + 24
= 3024
Cara II:
54 × 56 = (60 − 6)(60 − 4)
= 60 × (60 − 4) − 6 × (60 − 4)
= 3600 −240 − 360⏟ + 24
= 3024
m. 7972
= (800 − 3)2
= (800 − 3)(800 − 3)
= 800 × (800 − 3) − 3 × (800 − 3)
= 640000 − 2400 − 2400 + 9
= 635209
D. Sifat Keterbagian Bilangan Bulat
Apabila kita membagi 42 dengan 6, maka tidak akan menghasilkan sisa bagi karena
42 ÷ 6 = 7. Kita katakan bahwa 42 habis dibagi 6 atau 6 adalah faktor/pembagi dari
42. Karena 42 juga habis dibagi 7, kita dapat mengatakan bahwa 7 juga merupakan
14
faktor dari 42. Secara umum, jika 𝑎 habis dibagi 𝑏, maka 𝑏 adalah faktor dari 𝑎, atau
dengan kata lain, faktor-faktor dari suatu bilangan membagi habis bilangan tersebut
tanpa bersisa.
Karena 14 habis dibagi 2, yaitu 14 ÷ 2 = 7, maka dikatakan bahwa 14 merupakan
kelipatan 2. Secara umum, jika 𝑎 habis dibagi 𝑏, maka 𝑎 adalah kelipatan dari 𝑏.
Beberapa sifat keterbagian suatu bilangan:
 Suatu bilangan asli habis dibagi 2 jika angka satuan dari bilangan tersebut adalah
0, 2, 4, 6, dan 8.
 Suatu bilangan asli habis dibagi 3 jika jumlah angka-angka pada bilangan tersebut
habis dibagi 3.
 Suatu bilangan asli habis dibagi 4 jika dua angka terakhirnya adalah 0 atau habis
dibagi 4.
 Suatu bilangan asli habis dibagi 5 jika angka terakhirnya adalah 0 atau 5.
 Suatu bilangan asli habis dibagi 6 jika bilangan tersebut habis dibagi 2 dan 3.
 Suatu bilangan asli habis dibagi 8 jika tiga angka terakhirnya habis dibagi 8.
 Suatu bilangan asli habis dibagi 9 jika jumlah angka-angka pada bilangan tersebut
habis dibagi 9.
 Suatu bilangan asli habis dibagi 10 jika angka terakhirnya adalah 0.
 Suatu bilangan asli habis dibagi 11 jika selisih jumlah angka pada posisi genap
dengan jumlah angka pada posisi ganjil adalah 0 atau kelipatan 11.
E. Soal Latihan
1. Hitunglah tanpa menggunakan kalkulator:
a. 3 × 5 + 7
b. 4 × 6 + 3 × 5
c. 30 − 2 × 8
d. 50 ÷ 5 + 3 × 4
e. 64 ÷ 4 × 5 − 37
f. 28 − 35 ÷ 7 + 2 × 4
2. Hitunglah tanpa menggunakan kalkulator:
a. 7 × 10 + 4 × 10 + 5
b. 64 ÷ 4 − (3 + 3) × 2
15
c. 70 ÷ (4 + 3) + 60 ÷ (4 + 2)
d. 8 × (2 + 3) − (4 + 2) × 3
e. 20 + 4 × (2 + 7) − 3 × (10 − 5)
f. 15 ÷ (4 + 1) − 8 × 3 + 7 × (2 + 3)
3. Hitunglah tanpa menggunakan kalkulator:
a. 108 ÷ ((4 + 2) × 3)
b. ((20 + 5) ÷ 5 + 4) × 12
c. (300 ÷ 6 − (4 + 2) × 3) + 8
d. (2 + 5) × 9 − ((3 + 2) × 4 − 8)
e. 6 × ((20 − 12) × 2 − 5 × 3)
f. (((19 + 23) ÷ 21) + 19) × 19
4. Hitunglah tanpa menggunakan kalkulator:
a. 37 + 25 + 43
b. 73 + 18 + 27
c. 81 + 19 + 33 + 17
d. 45 × 7 + 45 × 3
e. 59 × 19 − 59 × 9
f. 61 × 123 − 23 × 61
g. 1291 × 1291 − 1291 × 1281
h. 5 × 816 × 20
i. 25 × 1999 × 4
j. 2 × 6505 × 50
k. 8888 × 25
l. 8888 × 125
m. 4 × 8 × 9 × 5 × 5
16
BAB II
APROKSIMASI (PENDEKATAN) DAN ESTIMASI (PENAKSIRAN)
A. Pembulatan
Secara umum, langkah-langkah untuk melakukan pembulatan terhadap suatu
bilangan desimal sampai 𝑛 tempat desimal adalah sebagai berikut:
 Perhatikan bilangan desimal yang akan dibulatkan.
 Jika bilangan tersebut akan dibulatkan sampai 𝑛 tempat desimal, maka cek angka
yang berada tepat pada posisi ke-(𝑛 + 1) di sebelah kanan tanda koma.
 Apabila nilainya kurang dari 5 maka bulatkan ke bawah.
 Apabila nilainya lebih dari atau sama dengan 5 maka bulatkan ke atas.
Contoh:
1. Bulatkan 4,136 sampai:
a. 1 tempat desimal.
b. 2 tempat desimal.
Penyelesaian:
a. 4,136 akan dibulatkan sampai 1 tempat desimal, sehingga kita cek angka yang
berada pada posisi kedua di sebelah kanan tanda koma, yaitu 3. Karena
nilainya kurang dari 5 (3 < 5), maka lakukan pembulatan ke bawah menjadi
4,1. Kita menuliskan 4,136 = 4,1 (sampai 1 tempat desimal).
b. 4,136 akan dibulatkan sampai 2 tempat desimal, sehingga kita cek angka yang
berada pada posisi ketiga di sebelah kanan tanda koma, yaitu 6. Karena
nilainya lebih dari 5 (6 > 5), maka lakukan pembulatan ke atas menjadi 4,14.
Kita menuliskan 4,136 = 4,14 (sampai 2 tempat desimal).
2. Bulatkan 7,6378 sampai:
a. Bilangan bulat terdekat.
b. 1 tempat desimal.
c. 2 tempat desimal.
Penyelesaian:
a. Karena 7,6378 lebih dekat ke 8 daripada ke 7 maka 7,6378 dibulatkan ke atas
menjadi 8. Kita menuliskan 7,6378 ≈ 8.
17
b. 7,6378 akan dibulatkan sampai 1 tempat desimal, sehingga kita cek angka
yang berada pada posisi kedua di sebelah kanan tanda koma, yaitu 3. Karena
nilainya kurang dari 5 (3 < 5), maka lakukan pembulatan ke bawah menjadi
7,6. Kita menuliskan 7,6378 = 7,6 (sampai 1 tempat desimal).
c. 7,6378 akan dibulatkan sampai 2 tempat desimal, sehingga kita cek angka
yang berada pada posisi ketiga di sebelah kanan tanda koma, yaitu 7. Karena
nilainya lebih dari 5 (7 > 5), maka lakukan pembulatan ke atas menjadi 7,64.
Kita menuliskan 7,6378 = 7,64 (sampai 2 tempat desimal).
3. Tuliskan 8,6052 sampai:
a. 3 tempat desimal
b. 2 tempat desimal
c. 1 tempat desimal
Penyelesaian:
a. 8,6052 akan dibulatkan sampai 3 tempat desimal, sehingga kita cek angka
yang berada pada posisi keempat di sebelah kanan tanda koma, yaitu 2.
Karena nilainya kurang dari 5 (2 < 5), maka lakukan pembulatan ke bawah
menjadi 8,605. Kita menuliskan 8,6052 = 8,605 (sampai 3 tempat desimal).
b. 8,6052 akan dibulatkan sampai 2 tempat desimal, sehingga kita cek angka
yang berada pada posisi ketiga di sebelah kanan tanda koma, yaitu 5. Karena
nilainya sama dengan 5, maka lakukan pembulatan ke atas menjadi 8,61. Kita
menuliskan 8,6052 = 8,61 (sampai 2 tempat desimal).
c. 8,6052 akan dibulatkan sampai 1 tempat desimal, sehingga kita cek angka
yang berada pada posisi kedua di sebelah kanan tanda koma, yaitu 0. Karena
nilainya kurang dari 5 (0 < 5), maka lakukan pembulatan ke bawah menjadi
8,6. Kita menuliskan 8,6052 = 8,6 (sampai 1 tempat desimal).
4. Bulatkan bilangan-bilangan berikut sampai puluhan terdekat:
a. 137
b. 353
c. 65
Penyelesaian:
a. Karena 137 lebih dekat ke 140 daripada ke 130, maka 137 dibulatkan ke atas
sampai puluhan terdekat menjadi 140. Kita menuliskan 137 ≈ 140.
18
b. Karena 353 lebih dekat ke 350 daripada ke 360, maka 353 dibulatkan ke
bawah sampai puluhan terdekat menjadi 350. Kita menuliskan 353 ≈ 350.
c. Karena 65 tepat di pertengahan antara 60 dan 70, maka 65 dibulatkan ke atas
sampai puluhan terdekat menjadi 70. Kita menuliskan 65 ≈ 70.
B. Angka Penting
Angka penting menunjuk ke angka-angka pada suatu bilangan, tidak termasuk angka
0 yang posisinya di sebelah kiri dari seluruh angka lain yang bukan 0. Angka penting
digunakan untuk melambangkan derajat keakuratan. Semakin banyak angka penting
yang dimiliki oleh suatu bilangan, semakin besar derajat keakuratan dari bilangan
tersebut.
Pandang beberapa bilangan berikut: 84,015; 0,0063; 0,05600. Pada bilangan 84,015
terdapat 5 angka penting. Pada bilangan 0,0063 hanya terdapat 2 angka penting.
Adapun pada bilangan 0,05600 terdapat 4 angka penting, karena dua angka 0
terakhir digunakan untuk menunjukkan keakuratan dari bilangan tersebut.
Berikut ini beberapa aturan untuk menentukan banyak angka penting:
 Semua angka bukan 0 merupakan angka penting. Sebagai contoh, 214 mempunyai
3 angka penting.
 Angka 0 yang terdapat di antara angka bukan 0 merupakan angka penting.
Sebagai contoh, 603 mempunyai 3 angka penting.
 Pada bilangan desimal, semua angka 0 sebelum angka bukan 0 yang pertama
bukan merupakan angka penting. Sebagai contoh, 0,006 hanya mempunyai 1
angka penting.
 Angka 0 setelah angka bukan 0 merupakan angka penting. Sebagai contoh, 23000
mempunyai 5 angka penting, dan 2,00 mempunyai 3 angka penting.
 Apabila suatu bilangan cacah sudah dibulatkan, angka 0 yang terletak di sebelah
kanan dari angka bukan 0 terakhir bisa merupakan angka penting ataupun bukan
merupakan angka penting, tergantung dari bilangan itu dibulatkan sampai ke
berapa. Sebagai contoh, apabila dibulatkan sampai ratusan terdekat, 23000 hanya
mempunyai 2 angka penting. Apabila dibulatkan sampai puluhan terdekat, 23000
mempunyai 3 angka penting.
19
Untuk melakukan pembulatan dari suatu bilangan sehingga mempunyai 𝑛 angka
penting yang ditentukan, kita mengikuti aturan berikut:
 Perhatikan nilai dari angka yang berada pada posisi ke-𝑛, dimulai dari kiri ke
kanan dari angka pertama yang bukan 0. Selanjutnya cek nilai angka pada posisi
ke-(𝑛 + 1) yang tepat berada di sebelah kanan angka ke-𝑛.
 Apabila angka ke-(𝑛 + 1) nilainya kurang dari 5, hapuskan angka ke-(𝑛 + 1) dan
seluruh angka di sebelah kanannya. Sebagai contoh, 2,04045 = 2,040 (4 angka
penting), 0,400127 = 0,400 (3 angka penting).
 Apabila angka ke-(𝑛 + 1) nilainya lebih dari atau sama dengan 5, tambahkan 1 ke
nilai angka ke-𝑛 dan hapuskan angka ke-(𝑛 + 1) dan seluruh angka di sebelah
kanannya.
Contoh:
1. Tentukan banyaknya angka penting dari bilangan-bilangan berikut:
a. 0,0401
b. 3,1208
c. 0,0005
d. 0,10005
e. 3,56780
f. 73000 (sampai ribuan terdekat)
Penyelesaian:
a. 3 angka penting.
b. 5 angka penting.
c. 1 angka penting.
d. 5 angka penting.
e. 6 angka penting.
f. 2 angka penting.
2. Nyatakan bilangan-bilangan berikut dalam bentuk yang mempunyai banyak
angka penting seperti ditunjukkan:
a. 0,003468; supaya mempunyai 3 angka penting.
b. 0,07614; supaya mempunyai 2 angka penting.
c. 14,408; supaya mempunyai 5 angka penting.
d. 28,7026; supaya mempunyai 4 angka penting.
20
Penyelesaian:
a. Untuk menyatakan dalam bentuk yang mempunyai 3 angka penting, kita cek
angka keempat dari kiri yang bukan 0. Ternyata angkanya adalah 8. Karena
nilainya lebih dari 5, kita tambahkan 1 ke angka ketiga dari kiri yang bukan 0.
Sehingga 0,003468 = 0,00347 (sampai 3 angka penting).
b. Untuk menyatakan dalam bentuk yang mempunyai 2 angka penting, kita cek
angka ketiga dari kiri yang bukan 0. Ternyata angkanya adalah 1. Karena
nilainya kurang dari 5, kita hapuskan angka ketiga dan seluruh angka di
sebelah kanannya. Sehingga 0,07614 = 0,076 (sampai 2 angka penting).
c. 14,4089 = 14,409 (sampai 5 angka penting).
d. 28,7026 = 28,70 (sampai 4 angka penting).
C. Estimasi (Penaksiran)
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menggunakan estimasi (penaksiran) apabila
untuk memperoleh jawaban akhir yang pasti diperkirakan tidak memungkinkan
ataupun tidak diperlukan. Estimasi sering menggunakan pembulatan, baik
pembulatan ke bawah, pembulatan ke atas, ataupun pembulatan sampai 𝑛 tempat
desimal.
Secara umum, langkah-langkah untuk melakukan penaksiran adalah sebagai berikut:
 Selalu cari bilangan-bilangan yang nantinya akan memudahkan dalam melakukan
perhitungan, misalnya satuan, puluhan, ratusan, atau ribuan. Sebagai contoh,
45,4 × 95,72 ≈ 45 × 100.
 Selalu ingat bilangan desimal sederhana yang ekuivalen dengan bilangan
pecahan, misalnya 0,25 =
1
4
, 0,5 =
1
2
, 0,125 =
1
8
.
 Dalam melakukan perhitungan, supaya hasil estimasinya mendekati jawaban
sebenarnya, satu faktor dibulatkan ke atas dan satu faktor lain dibulatkan ke
bawah. Sebagai contoh, 3578 × 4127 ≈ 3600(↑) × 4000(↓) .
 Untuk ekspresi berupa pecahan, bulatkan sampai ke bilangan yang mudah untuk
dilakukan pembagian. Sebagai contoh,
18,52×4,31
1,79
≈
20×4
2
.
Contoh:
1. Taksirlah hasil perhitungan berikut:
21
a. 59,67 − 24,265 + 11,32
b. 58,75 × 47,5 ÷ 44,65
Penyelesaian:
a. Kita bulatkan 59,67 ke 60, kemudian 24,265 ke 20, dan 11,32 ke 10. Sehingga
59,67 − 24,265 + 11,32 ≈ 60 − 20 + 10 = 50.
b. Kita bulatkan 58,75 ke 60, kemudian 47,5 ke 50, dan 44,65 ke 40. Sehingga
58,75 × 47,5 ÷ 44,65 ≈ 60 × 50 ÷ 40 = 75.
2. Taksirlah hasil perhitungan berikut:
a. 26,5 + 19,85 − 8,21
b. 7,56 × 4,105
c. 5015 ÷ 198
Penyelesaian:
a. 26,5 + 19,85 − 8,21 ≈ 27 + 20 − 8
= 39
b. 7,56 × 4,105 ≈ 8 × 4
= 32
c. 5015 ÷ 198 ≈ 5000 ÷ 200
= 25
3. Taksirlah hasil perhitungan berikut sampai 1 angka penting:
a. 39,7 × 1,61
b. 39,7 ÷ 1,61
c. √39,7
d.
1
39,7
Penyelesaian:
a. 39,7 × 1,61 ≈ 40 × 1,6
= 64
≈ 60 (sampai 1 angka penting)
Keterangan:
 39,7 (punya 3 angka penting) dibulatkan menjadi 40 (punya 2 angka
penting).
 1,61 (punya 3 angka penting) dibulatkan menjadi 1,6 (punya 2 angka
penting).
22
 64 (punya 2 angka penting) dibulatkan menjadi 60 (punya 1 angka
penting).
b. 39,7 ÷ 1,61 ≈ 40 ÷ 1,6
= 25
≈ 30 (sampai 1 angka penting)
c. √39,7 ≈ √36
= 6 (sampai 1 angka penting)
Keterangan:
 39,7 dibulatkan menjadi 36 (bilangan kuadrat terdekat)
d.
1
39,7
≈
1
40
= 0,025
≈ 0,03 (sampai 1 angka penting)
23
BAB III
SIFAT BILANGAN BERPANGKAT DAN BENTUK AKAR
A. Bilangan Berpangkat Positif
Secara umum jika 𝑎 adalah bilangan real dan 𝑛 bilangan bulat positif, maka dapat
disimpulkan
𝑎 𝑛
= 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × ⋯ × 𝑎⏟
𝑛 faktor
Pada bentuk di atas 𝑎 disebut bilangan pokok/basis, sedangkan 𝑛 disebut
pangkat/eksponen.
Contoh:
Hitunglah.
a. (−5)3
b. −34
c. (0,1)3
d. (5𝑧)2
Penyelesaian:
a. (−5)3
= (−5) × (−5) × (−5)
= −125
b. −34
= −(3 × 3 × 3 × 3)
= −81
c. (0,1)3
= (0,1) × (0,1) × (0,1)
= 0,001
d. (5𝑧)2
= (5𝑧) × (5𝑧)
= 25𝑧2
B. Bilangan Berpangkat Nol dan Bilangan Berpangkat Negatif
Perhatikan bilangan berpangkat-bilangan berpangkat berikut ini:
33
= 27
32
= 9
31
= 3
Jika dicermati, pola pada bagian pangkatnya dari baris teratas ke bawah, ternyata
pangkatnya berkurang dengan 1. Berarti kita selanjutnya berhadapan dengan bentuk
30
. Berapa nilai 30
?
24
Perhatikan bagian ruas kanan dari pola di atas. Bilangan-bilangan yang menjadi hasil
perpangkatan tersebut diperoleh dengan membagi 3 dari bilangan di atasnya. Karena
3 dibagi 3 hasilnya adalah 1, maka kita peroleh 30
= 1.
Apabila pola diteruskan, kita akan memperoleh bentuk:
3−1
=
1
3
=
1
31
3−2
=
1
9
=
1
32
3−3
=
1
27
=
1
33
Secara umum dari pola perpangkatan tersebut kita memperoleh pengertian bilangan
berpangkat nol dan bilangan berpangkat negatif:
𝑎0
= 1, dengan 𝑎 ≠ 0
𝑎−𝑛
=
1
𝑎 𝑛
, dengan 𝑛 bilangan bulat positif dan 𝑎 ≠ 0
Contoh:
Hitunglah.
a. 50
b. (−2)0
c. 2−4
d. (−3)−2
Penyelesaian:
a. 50
= 1
b. (−2)0
= 1
c. 2−4
=
1
24
=
1
16
d. (−3)−2
=
1
(−3)2
=
1
(−3)×(−3)
=
1
9
C. Bentuk Akar
Yoga mempunyai sebidang kebun berbentuk persegi dengan luas 1600 m2. Dia
merencanakan untuk membuat pagar di sekeliling kebun tersebut. Berapa panjang
25
pagar yang diperlukan oleh Yoga? Supaya dapat membantu Yoga, kita terlebih dahulu
harus mengetahui panjang sisi kebun agar dapat menghitung keliling kebun tersebut.
Misal panjang sisi kebun adalah 𝑝 meter. Berarti Yoga harus menyusun persamaan
𝑝 × 𝑝 = 1600. Dalam hal ini 𝑝 = 40 karena 40 × 40 = 1600 atau 402
= 1600. Dengan
demikian Yoga harus membangun pagar sepanjang 4 × 40 = 160 meter. Proses
menentukan nilai 𝑝 = 40 ini disebut proses melakukan penarikan akar kuadrat atau
akar pangkat dua dari 1600 dan ditulis sebagai √1600 = 40. Bentuk √1600 dibaca
“akar kuadrat dari 1600” atau “akar pangkat dua dari 1600”.
Penting untuk dicermati bahwa walaupun (−40) × (−40) = 1600, akan tetapi dalam
situasi ini panjang sisi tidak mungkin negatif sehingga kita hanya menggunakan nilai
𝑝 = 40.
Secara umum, jika 𝑎 tidak negatif (𝑎 ≥ 0) maka √ 𝑎 adalah suatu bilangan tidak
negatif yang hasil kuadratnya sama dengan 𝑎.
Pada permasalahan berikutnya, Ira ingin mencari panjang rusuk sebuah kubus yang
sudah diketahui volumenya. Dalam hal ini Ira berhadapan dengan masalah bentuk
akar yang lain yaitu akar pangkat tiga. Misal volume kubus tersebut diketahui 125
cm2, berapakah panjang rusuk kubus tersebut?
Jika panjang rusuk kubus tersebut adalah 𝑟 dan volume kubus adalah 𝑉, maka kita
dapat menyusun persamaan untuk volume kubus sebagai berikut:
𝑉 = 𝑟 × 𝑟 × 𝑟 = 𝑟3
Sehingga diperoleh 𝑟3
= 125. Kita tahu bahwa 53
= 125. Dengan demikian 𝑟 = 5.
Proses menentukan 𝑟 = 5 ini disebut proses melakukan penarikan akar pangkat tiga
dari 125 dan ditulis sebagai √125
3
= 5. Bentuk √125
3
dibaca “akar pangkat tiga dari
125”.
Secara umum kita dapat menyimpulkan:
 Jika 𝑎 ≥ 0, maka √ 𝑎
𝑛
= 𝑏 jika dan hanya jika 𝑏 𝑛
= 𝑎 dan 𝑏 ≥ 0.
 Jika 𝑎 < 0 dan 𝑛 bilangan ganjil, maka √ 𝑎
𝑛
= 𝑏 jika dan hanya jika 𝑏 𝑛
= 𝑎.
Bagaimana dengan situasi mencari penyelesaian 𝑝2
= 2?
Karena kita tidak dapat mencari bilangan rasional 𝑝 sedemikian hingga 𝑝2
= 2, maka
√2 disebut bilangan irrasional.
26
D. Soal Latihan
1. Hitung nilai dari bilangan berikut:
a. 35
b. (−3)3
c. −32
d. (−6)4
2. Hitung nilai dari bilangan berikut:
a. (
1
2
)
4
b. (
2
3
)
3
c. (−
1
2
)
4
d. (−
2
3
)
3
3. Hitung nilai dari bilangan berikut:
a. 90
b. (−9)0
c. 7−2
d. (−5)−2
27
BAB IV
OPERASI PADA BILANGAN BERPANGKAT
A. Aturan Pertama Bilangan Berpangkat
Pandang bentuk 34
× 35
.
Sesuai dengan sifat bilangan berpangkat, 34
= 3 × 3 × 3 × 3⏟
4 faktor
dan
35
= 3 × 3 × 3 × 3 × 3⏟
5 faktor
. Sehingga bentuk 34
× 35
dapat dituliskan sebagai
34
× 35
= (3 × 3 × 3 × 3)⏟
4 faktor
× (3 × 3 × 3 × 3 × 3)⏟
5 faktor
= 3 × 3 × 3 × 3 × 3 × 3 × 3 × 3 × 3⏟
9 faktor
= 39
Perhatikan pada bagian pangkat/eksponennya, jelas bahwa 4 + 5 = 9. Dengan
demikian kita dapat menuliskan 34
× 35
= 34+5
= 39
.
Secara analog, pandang bentuk 𝑎2
× 𝑎4
. Kita tuliskan 𝑎2
= 𝑎 × 𝑎⏟
2 faktor
dan
𝑎4
= 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎⏟
4 faktor
. Sehingga bentuk 𝑎2
× 𝑎4
dapat dituliskan sebagai
𝑎2
× 𝑎4
= (𝑎 × 𝑎)⏟
2 faktor
× (𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎)⏟
4 faktor
= 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎⏟
6 faktor
= 𝑎6
Perhatikan pada bagian pangkat/eksponennya, jelas bahwa 2 + 4 = 6. Dengan
demikian kita dapat menuliskan 𝑎2
× 𝑎4
= 𝑎2+4
= 𝑎6
.
Kedua contoh di atas memperlihatkan bahwa ketika mengalikan bilangan-bilangan
berpangkat dalam basis/bilangan pokok yang sama kita harus menjumlahkan
pangkat/eksponennya.
Secara umum, Aturan Pertama Bilangan Berpangkat dapat dituliskan sebagai berikut:
𝑎 𝑚
× 𝑎 𝑛
= 𝑎 𝑚+𝑛
dengan 𝑚 dan 𝑛 adalah bilangan bulat positif, 𝑎 ≠ 0.
Contoh 1:
Sederhanakan yang berikut ini, tuliskan hasilnya dalam bentuk bilangan berpangkat.
a. 53
× 57
b. 62
× 63
× 65
28
Penyelesaian:
a. 53
× 57
= 53+7
= 510
b. 62
× 63
× 65
= (62
× 63)
= 62+3
× 65
= 65
× 65
= 65+5
= 610
× 65
Contoh 2:
Sederhanakan yang berikut ini.
a. 𝑝2
× 𝑝5
b. 3𝑝 × 6𝑝2
Penyelesaian:
a. 𝑝2
× 𝑝5
= 𝑝2+5
= 𝑝7
b. 3𝑝 × 6𝑝2
= 3 × 𝑝 × 6 × 𝑝2
= 3 × 6 × 𝑝1+2
= 18𝑝3
B. Aturan Kedua Bilangan Berpangkat
Pandang bentuk 25
÷ 22
.
Sesuai dengan sifat bilangan berpangkat, 25
= 2 × 2 × 2 × 2 × 2⏟
5 faktor
dan 22
= 2 × 2⏟
2 faktor
.
Sehingga bentuk 25
÷ 22
dapat dituliskan sebagai
25
÷ 22
=
2 × 2 × 2 × 2 × 2
2 × 2
= 2 × 2 × 2
= 23
Perhatikan pada bagian pangkat/eksponennya, jelas bahwa 5 − 2 = 3. Dengan
demikian kita dapat menuliskan 25
÷ 22
= 25−2
= 23
.
Secara analog, pandang bentuk 𝑎6
÷ 𝑎4
. Kita tuliskan 𝑎6
= 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎⏟
6 faktor
dan
𝑎4
= 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎⏟
4 faktor
. Sehingga bentuk 𝑎6
÷ 𝑎4
dapat dituliskan sebagai
𝑎6
÷ 𝑎4
=
𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎
𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎
= 𝑎 × 𝑎
= 𝑎2
29
Perhatikan pada bagian pangkat/eksponennya, jelas bahwa 6 − 4 = 2. Dengan
demikian kita dapat menuliskan 𝑎6
÷ 𝑎4
= 𝑎6−4
= 𝑎2
.
Kedua contoh di atas memperlihatkan bahwa ketika membagi bilangan-bilangan
berpangkat dalam basis/bilangan pokok yang sama kita harus mengurangkan
pangkat/eksponennya.
Secara umum, Aturan Kedua Bilangan Berpangkat dapat dituliskan sebagai berikut:
𝑎 𝑚
÷ 𝑎 𝑛
= 𝑎 𝑚−𝑛
dengan 𝑚 dan 𝑛 adalah bilangan bulat positif, 𝑚 > 𝑛, 𝑎 ≠ 0.
Contoh 1:
Sederhanakan yang berikut ini, tuliskan hasilnya dalam bentuk bilangan berpangkat.
a. 48
÷ 43
b. 57
÷ 52
÷ 53
Penyelesaian:
a. 48
÷ 43
= 48−3
= 45
b. 57
÷ 52
÷ 53
= (57−2) ÷ 53
= 55
÷ 53
= 55−3
= 52
Contoh 2:
Sederhanakan yang berikut ini.
a.
𝑝5×𝑝6
𝑝7
b. 9𝑎7
÷ 3𝑎3
× 6𝑎2
Penyelesaian:
a.
𝑝5×𝑝6
𝑝7
=
𝑝5+6
𝑝7
=
𝑝11
𝑝7
= 𝑝11−7
= 𝑝4
b. 9𝑎7
÷ 3𝑎3
× 6𝑎2
= 3𝑎7−3
× 6𝑎2
= 3𝑎4
× 6𝑎2
= 18𝑎4+2
= 18𝑎6
30
C. Aturan Ketiga Bilangan Berpangkat
Pandang bentuk (2 × 3)2
.
Sesuai dengan sifat bilangan berpangkat, bentuk (2 × 3)2
dapat dituliskan sebagai
(2 × 3)2
= (2 × 3) × (2 × 3)
= 2 × 2 × 3 × 3
= 22
× 32
Perhatikan bahwa masing-masing faktor, yaitu 2 dan 3 semuanya dipangkatkan
dengan 2. Dengan demikian (2 × 3)2
= 22
× 32
.
Secara analog, pandang bentuk (𝑎𝑏)3
. Sesuai dengan sifat bilangan berpangkat,
bentuk (𝑎𝑏)3
dapat dituliskan sebagai
(𝑎𝑏)3
= (𝑎𝑏) × (𝑎𝑏) × (𝑎𝑏)
= 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑏 × 𝑏 × 𝑏
= 𝑎3
𝑏3
Perhatikan bahwa masing-masing faktor, yaitu 𝑎 dan 𝑏 semuanya dipangkatkan
dengan 3. Dengan demikian (𝑎𝑏)3
= 𝑎3
𝑏3
.
Kedua contoh di atas memperlihatkan bahwa ketika suatu bentuk perkalian
dipangkatkan dengan suatu eksponen, masing-masing faktor dari bentuk perkalian
tersebut dipangkatkan dengan eksponennya.
Secara umum, Aturan Ketiga Bilangan Berpangkat dapat dituliskan sebagai berikut:
(𝑎𝑏) 𝑚
= 𝑎 𝑚
𝑏 𝑚
dengan 𝑚 adalah bilangan bulat positif, 𝑎 ≠ 0, 𝑏 ≠ 0.
Contoh:
Sederhanakan yang berikut ini.
a. (2 × 4)3
b. (𝑥𝑦)3
× 𝑥2
c. (2𝑎)3
× (3𝑎)2
Penyelesaian:
a. (2 × 4)3
= 23
× 43
= 8 × 64
= 512
b. (𝑥𝑦)3
× 𝑥2
= 𝑥3
𝑦3
× 𝑥2
= 𝑥3+2
× 𝑦2
= 𝑥5
𝑦2
31
c. (2𝑎)3
× (3𝑎)2
= 23
× 𝑎3
× 32
× 𝑎2
= 8 × 𝑎3
× 9 × 𝑎2
= 72𝑎3+2
= 72𝑎5
D. Aturan Keempat Bilangan Berpangkat
Pandang bentuk (
3
2
)
3
.
Sesuai dengan sifat bilangan berpangkat, bentuk (
3
2
)
3
dapat dituliskan sebagai
(
3
2
)
3
= (
3
2
) × (
3
2
) × (
3
2
) =
27
8
…..(i)
Selanjutnya perhatikan bentuk 33
÷ 23
. Menurut Aturan 2, bentuk 33
÷ 23
dapat
dituliskan sebagai
33
÷ 23
=
33
23 =
3×3×3
2×2×2
=
27
8
…..(ii)
Dengan demikian dari (i) dan (ii) diperoleh bahwa (
3
2
)
3
=
33
23 .
Contoh di atas memperlihatkan bahwa ketika suatu bentuk pecahan dipangkatkan
dengan suatu eksponen, masing-masing pembilang dan penyebut dari bentuk
pecahan tersebut dipangkatkan dengan eksponennya.
Secara umum, Aturan Keempat Bilangan Berpangkat dapat dituliskan sebagai berikut:
(
𝑎
𝑏
)
𝑚
=
𝑎 𝑚
𝑏 𝑚
dengan 𝑚 adalah bilangan bulat positif, 𝑎 ≠ 0, 𝑏 ≠ 0.
Contoh:
Sederhanakan yang berikut ini.
a. (
𝑥
𝑦
)
3
× 𝑥4
b. (
𝑎
2
)
4
× 8𝑎2
Penyelesaian:
a. (
𝑥
𝑦
)
3
× 𝑥4
=
𝑥3
𝑦3
× 𝑥4
=
𝑥3×𝑥4
𝑦3
=
𝑥7
𝑦3
32
b. (
𝑎
2
)
4
× 8𝑎2
=
𝑎4
24
× 8𝑎2
=
𝑎4×8𝑎2
16
=
8
16
× 𝑎4
× 𝑎2
=
1
2
𝑎6
E. Aturan Kelima Bilangan Berpangkat
Pandang bentuk (32)4
.
Sesuai dengan sifat bilangan berpangkat, bentuk (32)4
dapat dituliskan sebagai
(32)4
= 32
× 32
× 32
× 32
= 32+2+2+2
= 38
Contoh di atas memperlihatkan bahwa ketika suatu bentuk bilangan berpangkat
dipangkatkan lagi dengan suatu eksponen, kita harus mengalikan eksponen-
eksponennya.
Secara umum, Aturan Kelima Bilangan Berpangkat dapat dituliskan sebagai berikut:
(𝑎 𝑚) 𝑛
= 𝑎 𝑚𝑛
dengan 𝑚 dan 𝑛 adalah bilangan bulat positif, 𝑎 ≠ 0.
Contoh 1:
Sederhanakan (𝑎2)4
÷ (𝑎3)2
.
Penyelesaian:
(𝑎2)4
÷ (𝑎3)2
= 𝑎2×4
÷ 𝑎3×2
= 𝑎8
÷ 𝑎6
= 𝑎2
Contoh 2:
Hitunglah.
a. (3−4)2
× (34)3
b.
(7−2×76)
2
(72)3
Penyelesaian:
a. (3−4)2
× (34)3
= 3−4×2
× 34×3
= 3−8
× 312
= 34
= 81
33
b.
(7−2×76)
2
(72)3
=
(7−2)
2
×(76)
2
(72)3
=
7−2×2×76×2
72×3
=
7−4×712
76
= 7−4+12−6
= 72
= 49
F. Bilangan Berpangkat Nol
Pandang bentuk 73
÷ 73
.
Menggunakan Aturan Kedua Bilangan Berpangkat kita peroleh
73
÷ 73
= 73−3
= 70 …..(i)
Kita juga mengetahui bahwa
73
÷ 73
=
73
73
=
7×7×7
7×7×7
= 1
…..(ii)
Dari (i) dan (ii) dapat kita simpulkan bahwa 70
= 1.
Secara umum, untuk bilangan berpangkat nol kita peroleh:
𝑎0
= 1
dengan 𝑎 ≠ 0.
Contoh:
Hitunglah.
a. 4 × 80
b. 3𝑎0
+ 4𝑏0
c. 6𝑥2
× 𝑥4
÷ 3𝑥6
Penyelesaian:
a. 4 × 80
= 4 × 1
= 4
b. 3𝑎0
+ 4𝑏0
= 3 × 1 + 4 × 1
= 7
c. 6𝑥2
× 𝑥4
÷ 3𝑥6
= 6𝑥2+4
÷ 3𝑥6
= 2𝑥2+4−6
= 2𝑥0
= 2
34
G. Bilangan Berpangkat Negatif
Pandang bentuk 53
÷ 57
.
Menggunakan Aturan Kedua Bilangan Berpangkat kita peroleh
53
÷ 57
= 53−7
= 5−4 …..(i)
Kita juga mengetahui bahwa
53
÷ 57
=
53
57
=
5×5×5
5×5×5×5×5×5×5
=
1
54
…..(ii)
Dari (i) dan (ii) dapat kita simpulkan bahwa 5−4
=
1
54
.
Secara umum, untuk bilangan berpangkat negatif kita peroleh:
𝑎−𝑛
=
1
𝑎 𝑛
dengan 𝑛 adalah bilangan bulat positif, 𝑎 ≠ 0.
Contoh 1:
Tuliskan dalam bentuk bilangan berpangkat positif.
a. 7𝑎−3
b. (2𝑦)−1
c.
1
2−4
Penyelesaian:
a. 7𝑎−3
= 7 ×
1
𝑎3
=
7
𝑎3
b. (2𝑦)−1
=
1
2𝑦
c.
1
2−4
=
1
(
1
24)
= 1 ÷
1
24
= 24
Contoh 2:
Sederhanakan yang berikut ini dan tuliskan hasilnya dalam bentuk bilangan
berpangkat positif.
a. 7−9
× 74
35
b. 𝑏−8
÷ 𝑏−3
× 𝑏5
Penyelesaian:
a. 7−9
× 74
= 7−9+4
= 7−5
=
1
75
b. 𝑏−8
÷ 𝑏−3
× 𝑏5
= 𝑏−8−(−3)+5
= 𝑏−8+3+5
= 𝑏0
= 1
H. Bilangan Berpangkat Pecahan
Pandang bentuk 𝑎
1
2.
Aturan Pertama Bilangan Berpangkat juga berlaku untuk bilangan berpangkat
pecahan sehingga diperoleh:
𝑎
1
2 × 𝑎
1
2 = 𝑎
1
2
+
1
2 = 𝑎1
= 𝑎 …..(i)
Menurut definisi bilangan berpangkat:
𝑎
1
2 × 𝑎
1
2 = (𝑎
1
2)
2
…..(ii)
Dari (i) dan (ii) diperoleh:
(𝑎
1
2)
2
= 𝑎
Selanjutnya dengan menarik akar kuadrat pada kedua ruas diperoleh:
𝑎
1
2 = √ 𝑎 …..(iii)
Pandang bentuk 𝑎
1
3.
Aturan Pertama Bilangan Berpangkat juga berlaku untuk bilangan berpangkat
pecahan sehingga diperoleh:
𝑎
1
3 × 𝑎
1
3 × 𝑎
1
3 = 𝑎
1
3
+
1
3
+
1
3 = 𝑎1
= 𝑎 …..(iv)
Menurut definisi bilangan berpangkat:
𝑎
1
3 × 𝑎
1
3 × 𝑎
1
3 = (𝑎
1
3)
3
…..(v)
Dari (iv) dan (v) diperoleh:
(𝑎
1
3)
3
= 𝑎
36
Selanjutnya dengan menarik akar pangkat tiga pada kedua ruas diperoleh:
𝑎
1
3 = √ 𝑎
3
…..(vi)
Secara umum, berdasarkan (iii) dan (vi) kita dapat menyimpulkan:
𝑎
1
𝑛 = √ 𝑎
𝑛
dengan 𝑛 adalah bilangan bulat positif, 𝑎 ≠ 0.
Pandang bentuk 𝑎
2
3.
Aturan Kelima Bilangan Berpangkat juga berlaku untuk bilangan berpangkat pecahan
sehingga diperoleh:
(𝑎
2
3)
3
= 𝑎2
Selanjutnya dengan menarik akar pangkat tiga pada kedua ruas diperoleh:
𝑎
2
3 = √𝑎23
…..(vii)
Karena Aturan Kelima Bilangan Berpangkat juga berlaku untuk bilangan berpangkat
pecahan maka kita juga dapat menuliskan:
𝑎
2
3 = (𝑎
1
3)
2
…..(viii)
Identitas (viii) juga dapat kita tuliskan
𝑎
2
3 = (√ 𝑎
3
)
2
…..(ix)
Secara umum, berdasarkan (vii) dan (ix) kita dapat menyimpulkan:
𝑎
𝑚
𝑛 = ( √ 𝑎
𝑛
)
𝑚
= √𝑎 𝑚𝑛
dengan 𝑚 dan 𝑛 adalah bilangan bulat, 𝑎 ≠ 0 .
Catatan:
 Seluruh aturan bilangan berpangkat bilangan bulat juga berlaku untuk bilangan
berpangkat pecahan.
 Setiap ekspresi yang melibatkan tanda akar √
𝑛
, dengan 𝑛 adalah bilangan bulat
positif disebut bentuk akar.
Contoh 1:
Tuliskan yang berikut ini ke dalam bentuk akar dan hitunglah hasilnya.
a. 4
1
2
37
b. 27−
1
3
c. 8
2
3
Penyelesaian:
a. 4
1
2 = √4 = 2
b. 27−
1
3 =
1
√27
3 =
1
3
c. Cara I
8
2
3 = (√8
3
)
2
= 22
= 4
Cara II:
8
2
3 = √823
= √64
3
= 4
Cara III:
8
2
3 = (23)
2
3
= 22
= 4
Bandingkan cara I, II, dan III tersebut. Cara mana yang lebih Anda sukai?
Mengapa?
Contoh 2:
Tuliskan yang berikut ini ke dalam bentuk bilangan berpangkat pecahan.
a. √𝑝5
b. √𝑎35
c.
1
√𝑥 𝑚𝑛
Penyelesaian:
a. √𝑝5 = (𝑝5)
1
2 = 𝑝
5
2
b. √𝑎35
= (𝑎3)
1
5 = 𝑎
3
5
c.
1
√𝑥 𝑚𝑛 =
1
(𝑥 𝑚)
1
𝑛
=
1
𝑥
𝑚
𝑛
= 𝑥−
𝑚
𝑛
38
I. Soal Latihan
1. Nyatakan bentuk perkalian berikut sebagai satu bilangan berpangkat:
a. 34
× 36
b. 712
× 725
2. Nyatakan bentuk perkalian berikut sebagai satu bilangan berpangkat dengan
𝑎 ≠ 0:
a. 𝑎5
× 𝑎 𝑛
, dengan 𝑛 bilangan asli
b. 𝑎 𝑚
× 𝑎10
, dengan 𝑚 bilangan asli
3. Nyatakan bentuk pembagian berikut sebagai satu bilangan berpangkat:
a. 25
÷ 23
b. 510
÷ 510
c. 35
÷ 38
4. Nyatakan bentuk pembagian berikut sebagai satu bilangan berpangkat:
a. 𝑎6
÷ 𝑎2
b. 𝑎7
÷ 𝑎7
c. 𝑎3
÷ 𝑎8
d. 𝑎 𝑚
÷ 𝑎4
, dengan 𝑚 bilangan asli
e. 𝑎5
÷ 𝑎 𝑛
, dengan 𝑛 bilangan asli
5. Sederhanakan bentuk berikut:
a. (32)4
b. (53) 𝑛
, dengan 𝑛 bilangan asli
c. (7 𝑚)5
, dengan 𝑚 bilangan asli
d. (2 𝑚) 𝑛
, dengan 𝑚 dan 𝑛 bilangan asli
6. Sederhanakan bentuk berikut:
a. (23
52)3
b. (22
𝑏4)2
c. (𝑎3
2 𝑛) 𝑝
, dengan 𝑛 dan 𝑝 bilangan asli
d. (𝑎 𝑚
𝑏 𝑛) 𝑝
, dengan 𝑚, 𝑛 dan 𝑝 bilangan asli
39
BAB V
PENGERTIAN LOGIKA MATEMATIKA, PERNYATAAN, DAN PERAKIT
Kebenaran suatu teori yang dikemukakan setiap ilmuwan, matematikawan, maupun
para ahli merupakan hal yang sangat menentukan reputasi mereka. Untuk
mendapatkan hal tersebut, mereka akan berusaha untuk mengaitkan suatu fakta atau
data dengan fakta atau data lainnya melalui suatu proses penalaran yang sahih atau
valid. Sebagai akibatnya, logika merupakan ilmu yang sangat penting dipelajari. Di
dalam mata pelajaran matematika maupun IPA, aplikasi logika seringkali ditemukan
meskipun tidak secara formal disebut sebagai belajar logika. Bagian ini akan
membahas tentang logika yang didahului dengan pengertian penalaran, diikuti
dengan pernyataan, perakit-perakit pembentuk: negasi, konjungsi, disjungsi,
implikasi dan biimplikasi.
A. Pengertian Logika
Perhatikan pernyataan menarik yang dikemukakan mantan Presiden AS Thomas
Jefferson sebagaimana dikutip Copi (1978) berikut ini: "In a republican nation, whose
citizens are to be led by reason and persuasion and not by force, the art of reasoning
becomes of first importance" (p. vii). Pernyataan itu menunjukkan pentingnya logika,
penalaran dan argumentasi dipelajari dan dikembangkan di suatu negara sehingga
setiap warga negara akan dapat dipimpin dengan daya nalar (otak) dan bukannya
dengan kekuatan (otot) saja. Karenanya, seperti yang dinyatakan mantan Presiden AS
tadi, seni bernalar merupakan hal yang sangat penting. Di samping itu, Copi (1978)
juga mengutip pendapat Juliana Geran Pilon yang senada dengan yang diucapkan
mantan Presiden AS tadi: "Civilized life depends upon the success of reason in social
intercourse, the prevalence of logic over violence in interpersonal conflict" (p. vii).
Dua pernyataan di atas telah menunjukkan pentingnya penalaran (reasoning) dalam
percaturan politik dan pemerintahan di suatu negara.Tidak hanya di bidang
ketatanegaraan maupun hukum saja kemampuan bernalar itu menjadi penting.Di
saat mempelajari matematika maupun ilmu-ilmu lainnya penalaran itu menjadi
sangat penting dan menentukan. Secara etimologis, logika berasal dari kata Yunani
'logos' yang berarti kata, ucapan, pikiran secara utuh, atau bisa juga berarti ilmu
40
pengetahuan (Kusumah, 1986). Dalam arti luas, logika adalah suatu cabang ilmu yang
mengkaji penurunan-penurunan kesimpulan yang sahih (valid, correct) dan yang
tidak sahih (tidak valid, incorrect). Proses berpikir yang terjadi di saat menurunkan
atau menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataanyang diketahui benaratau
dianggap benar itu sering juga disebut dengan penalaran (reasoning).
B. Pernyataan
Dimulai sejak ia masih kecil, setiap manusia, sedikit demi sedikit melengkapi
perbendaharaan kata-katanya. Di saatberkomunikasi, seseorang harus menyusun
kata-kata yang dimilikinya menjadi suatu kalimat yang memiliki arti atau
bermakna.Kalimat adalah susunan kata-kata yang memiliki arti yang dapat berupa
pernyataan ("Pintu itu tertutup."), pertanyaan ("Apakah pintu itu tertutup?"),
perintah ("Tutup pintu itu!") ataupun permintaan ("Tolong pintunya ditutup."). Dari
empat macam kalimat tersebut, hanya pernyataan saja yang memiliki nilai benar atau
salah, tetapi tidak sekaligus benar atau salah. Meskipun para ilmuwan,
matematikawan ataupun ahli-ahli lainnya sering menggunakan beberapa macam
kalimat tersebut dalam kehidupan sehari-harinya, namun hanya pernyataan saja
yang menjadi perhatian mereka dalam mengembangkan ilmunya.
Setiap ilmuwan, matematikawan, ataupun ahli-ahli lainnya akan berusaha untuk
menghasilkan suatu pernyataan atau teori yang benar. Suatu teori tidak akan ada
artinya jika tidak bernilai benar. Karenanya, pembicaraan mengenai benar tidaknya
suatu kalimat yang memuat suatu teori telah menjadi pembicaraan dan perdebatan
para ahli filsafat dan logika sejak dahulu kala. Beberapa nama yang patut
diperhitungkan karena telah berjasa untuk kita adalah Plato (427  347 SM),
Aristoteles (384  322 SM), Charles S Peirce (1839  1914) dan Bertrand Russell
(1872  1970). Paparan berikut akan membicarakan tentang kebenaran, dalam arti,
bilamana suatu pernyataan yang dimuat di dalam suatu kalimat disebut benar dan
bilamana disebut salah. Untuk menjelaskan tentang kriteria kebenaran ini perhatikan
dua kalimat berikut.
a. Semua manusia akan mati.
b. Jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180.
41
Pertanyaannya, dari dua kalimat tersebut, kalimat manakah yang bernilai benar dan
manakah yang bernilai salah. Pertanyaan selanjutnya, mengapa kalimat tersebut
dikategorikan bernilai benar atau salah, dan bilamana suatu kalimat dikategorikan
sebagai kalimat yang bernilai benar atau salah. Untuk menjawab pertanyaan tersebut,
Suriasumantri (1988) menyatakan bahwa ada tiga teori yang berkait dengan kriteria
kebenaran ini, yaitu: teori korespondensi, teori koherensi, dan teori pragmatis.
Namun sebagian buku hanya membicarakan dua teori saja, yaitu teori korespondensi
dan teori koherensi sehingga pembicaraan kita hanya berkait dengan dua teori
tersebut.
1. Teori Korespondensi
Teori korespondensi (the correspondence theory of truth) menunjukkan bahwa suatu
kalimat akan bernilai benar jika hal-hal yang terkandung di dalam pernyataan
tersebut sesuai atau cocok dengan keadaan yang sesungguhnya. Contohnya,
“Surabaya adalah ibukota Propinsi Jawa Timur” merupakan suatu pernyataan yang
bernilai benar karena kenyataannya memang demikian, yaitu Surabaya memang
benar merupakan ibukota Propinsi Jawa Timur. Namun pernyataan “Tokyo adalah
Ibukota Singapura”, menurut ini akan bernilai salah karena hal-hal yang terkandung
di dalam pernyataan itu tidak sesuai.
Teori-teori Ilmu Pengetahuan Alam banyak didasarkan pada teori korespondensi ini.
Dengan demikian jelaslah bahwa teori-teori atau pernyataan-pernyataan Ilmu
Pengetahuan Alam akan dinilai benar jika pernyataan itu melaporkan,
mendeskripsikan, ataupun menyimpulkan kenyataan atau fakta yang sebenarnya.
Sedangkan Matematika yang tidak hanya mendasarkan pada kenyataan atau fakta
semata-mata namun mendasarkan pada rasio dan aksioma telah melahirkan teori
koherensi yang akan dibahas pada bagian berikut ini.
2. Teori Koherensi
Teori koherensi menyatakan bahwa suatu kalimat akan bernilai benar jika
pernyataan yang terkandung di dalam kalimat itu bersifat koheren, konsisten, atau
tidak bertentangan dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Contohnya, pengetahuan Aljabar telah didasarkan pada pernyataan pangkal yang
dianggap benar.Pernyataan yang dianggap benar itu disebut aksioma atau postulat.
42
Vance (19..) menyatakan ada enam aksioma yang berkait dengan bilangan real a, b,
dan c terhadap operasi penjumlahan (+) dan perkalian (.) berlaku sifat:
1) tertutup, a + b  R dan a.b  R.
2) asosiatif, a + (b + c) = (a + b) + c dan a .(b . c) = (a . b) . c
3) komutatif, a + b = b + a dan a.b = b.a
4) distributif, a.(b + c) = a.b + a.c dan (b + c).a = b.a + c.a
5) identitas, a + 0 = 0 + a = a dan a.1 = 1. a = a
6) invers, a + (a) = (a) + a = 0 dan a. = .a = 1
Berdasar enam aksioma itu, teorema seperti b + (a + b) = a dapat dibuktikan.
Bukti:
b + (a + b) =  b + (b + a) Aks 3 - Komutatif
= (b + b) + a Aks 2 - Asosiatif
= 0 + a Aks 6 - Invers
= a Aks 5 - Identitas
Demikian juga pernyataan bahwa jumlah sudut-sudut suatu segi-n adalah: (n  2) 
180° akan bernilai benar karena konsisten dengan aksioma yang sudah disepakati
kebenarannya dan konsisten juga dengan dalil atau teorema sebelumnya yang sudah
terbukti. Dengan demikian jelaslah bahwa bangunan matematika didasarkan pada
rasio semata-mata, kepada aksioma-aksioma yang dianggap benar tadi.Suatu hal yang
sudah jelas benar pun harus ditunjukkan atau dibuktikan kebenarannya dengan
langkah-langkah yang benar.
Dari paparan di atas jelaslah bahwa pada dua pernyataan berikut.
a) Semua manusia akan mati.
b) Jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180.
Baik pernyataan a) maupun b) akan sama-sama bernilai benar, namun dengan alasan
yang berbeda. Pernyataan a) bernilai benar karena pernyataan itu melaporkan,
mendeskripsikan ataupun menyimpulkan kenyataan atau fakta yang sebenarnya.
Sampai detik ini, belum pernah ada orang yang hidup kekal dan abadi. Pernyataan a)
tersebut akan bernilai salah jika sudah ditemukan suatu alat atau obat yang sangat
canggih sehingga akan ada orang yang tidak bisa mati lagi. Sedangkan pernyataan b)
a
1
a
1
43
bernilai benar karena pernyataan itu konsisten atau koheren ataupun tidak
bertentangan dengan aksioma yang sudah disepakati kebenarannya dan konsisten
juga dengan dalil atau teorema sebelumnya yang sudah terbukti. Itulah sekilas
tentang teori korespondensi dan teori koherensi yang memungkinkan kita untuk
dapat menentukan benar tidaknya suatu pernyataan.
Beberapa istilah lain yang perlu mendapat perhatian Bapak dan Ibu Guru adalah
tentang konstanta, variabel (peubah), dan kalimat terbuka. Konstanta adalah
lambang yang menunjuk anggota tertentu dari suatu semesta pembicaraan, variabel
(peubah) adalah lambang yang menunjuk anggota sembarang dari semesta
pembicaraan, sedangkan kalimat terbuka adalah kalimat yang belum dapat
dinyatakan benar atau salah. Contoh kalimat terbuka adalah x + 2 = 10.
Lembar Kerja
1. Manakah di antara kalimat berikut yang merupakan pernyataan?
a. x + 3 = 2.
b. x + 3 = 2 adalah suatu pernyataan.
c. 111 adalah bilangan prima.
d. Tadi pagi Fahmi bertanya: "Pak Guru kapan ulangan?"
e. 2n + 1 untuk n  A adalah bilangan ganjil.
2. Pilihlah pernyataan-pernyataan yang benar di bawah ini. Pilihan pernyataan yang
benar dapat lebih dari satu. Akar-akar persamaan (x  1) (x + 2) = 0 adalah:
a. x = 1 atau x =  2 c. 1 atau  2
b. x = 1 dan x =  2 d. 1 dan  2
3. Pilihlah pernyataan-pernyataan yang benar di bawah ini.
Himpunan penyelesaian persamaan (x  1) (x + 2) = 0 adalah:
a. {1 , 2}
b. {x R | x = 1 atau x =  2}
c. {x R | x = 1 dan x =  2}
4. Seorang siswa menulis kata-kata yang tidak pantas di papan tulis. Berikut
pernyataan lima siswa ketika ditanya gurunya.
Ali: “Tulisan seperti itu adalah tulisan Budi atau Chandra.”
44
Budi: “Bukan Edo dan juga bukan saya yang menulis kata-kata kotor
itu.”
Chandra: “Baik Ali maupun Budi sama-sama berbohong.”
Deni: “Hanya satu dari A atau B yang berkata benar.”
Edo: “Deni telah berbohong.”
Jika tiga orang dari siswa itu selalu berkata benar dan dua lainnya masih
mungkin berbohong, siapakah yang menulis tulisan kotor tersebut?
5. Andi berbohong pada hari Senin, Selasa, dan Rabu, sedangkan pada hari-hari
yang lain ia berkata benar. Teman karibnya, si Badu berbohong pada hari Kamis,
Jumat, dan Sabtu, sedangkan pada hari-hari yang lain ia berkata benar. Pada
suatu hari, Andi berkata: "Kemarin adalah hari di mana saya berbohong." Badu
lalu menimpali: "Kemarin adalah hari di mana saya berbohong juga."
a. Pada hari-hari apakah mereka berdua dapat menyatakan hal itu.
b. Jika mereka berdua sama-sama menyatakan bahwa hari kemarin adalah
hari di mana mereka berkata benar, pada hari-hari apakah mereka
berdua dapat menyatakan hal itu?
Tugas selama on the job learning (OJL)
Bagaimana sebaiknya langkah-langkah guru dalam membantu siswanya
mempelajari materi ‘Pernyataan’?
45
BAB VI
PERAKIT DAN NEGASINYA
Sudah dibahas bahwa kebenaran suatu teori yang dikemukakan setiap ilmuwan,
matematikawan, maupun para ahli merupakan hal yang sangat menentukan reputasi
mereka. Untuk mendapatkan hal tersebut, mereka akan berusaha untuk mengaitkan
suatu fakta atau data dengan fakta atau data lainnya melalui suatu proses penalaran
yang sahih atau valid. Setiap pernyataan harus ditentukan lebih dahulu
kebenarannya. Adakalanya, mereka harus menegasikan atau membuat pernyataan
baru yang menunjukkan pengingkaran atas pernyataan yang ada, dengan
menggunakan perakit “bukan” atau “tidak”. Di samping itu, mereka harus
menggabungkan dua pernyataan atau lebih dengan menggunakan perakit “atau”,
“dan”, “Jika … maka ….”, maupun “… jika dan hanya jika ….” yang dikenal di
matematika sebagai konjungsi, disjungsi, implikasi dan biimplikasi. Bagian ini akan
membahas perakit-perakit tersebut
A. Perakit atau Perangkai
Perakit atau perangkai ini sering juga disebut dengan operasi. Dari satu atau dua
pernyataan tunggal dapat diberikan perakit “tidak” , “dan”, “atau”, “jika … maka …”,
dan “ … jika dan hanya jika … “ sehingga terbentuk suatu negasi, konjungsi, disjungsi,
implikasi, dan biimplikasi. Sub bagian ini akan membahas tentang perakit atau
penggandeng tersebut.
1. Negasi
Jika p adalah "Surabaya ibukota Jawa Timur", maka negasi atau ingkaran dari
pernyataan p tersebut adalah ~p yaitu: "Surabaya bukan ibukota Jawa Timur," atau
"Tidak benar bahwa Surabaya ibukota Jawa Timur."
Dari contoh di atas nampak jelas bahwa p merupakan pernyataan yang bernilai benar
karena Surabaya pada kenyataannya memang ibukota Jawa Timur, sehingga ~p
akan bernilai salah. Namun jika p bernilai salah maka ~p akan bernilai benar seperti
ditunjukkan oleh tabel kebenaran di bawah ini.
46
p ~p
B
S
S
B
2. Konjungsi
Konjungsi adalah suatu pernyataan majemuk yang menggunakan perakit "dan".
Contohnya, pernyataan Adi berikut.
"Fahmi makan nasi dan minum kopi."
Pernyataan tersebut ekivalen dengan dua pernyataan tunggal berikut.
"Fahmi makan nasi." dan sekaligus "Fahmi minum kopi."
Dalam proses pembelajaran di kelas, berilah kesempatan kepada para siswa untuk
bertanya kepada diri mereka sendiri, dalam hal mana pernyataan Adi di atas bernilai
benar dan dalam hal mana bernilai salah dalam empat kasus berikut.
Kasus pertama, Fahmi memang benar makan nasi dan ia juga minum kopi.
Kasus kedua, Fahmi makan nasi namun ia tidak minum kopi.
Kasus ketiga, Fahmi tidak makan nasi namun ia minum kopi.
Kasus keempat, Fahmi tidak makan nasi dan ia tidak minum kopi.
Pada kasus pertama, Fahmi memang benar makan nasi dan ia juga minum kopi.
Dalam kasus seperti ini, tidaklah mungkin Anda akan mengatakan pernyataan Adi
tadi bernilai salah. Alasannya, pernyataan Adi tadi sesuai dengan kenyataannya.
Pada kasus kedua, Fahmi makan nasi namun ia tidak minum kopi. Dalam hal ini,
tentunya Anda akan menyatakan bahwa pernyataan majemuk Adi tadi bernilai salah
karena meskipun Fahmi sudah makan nasi namun ia tidak minum kopi sebagaimana
yang dinyatakan Adi.
Sejalan dengan itu, pada kasus ketiga, Fahmi tidak makan nasi meskipun ia sudah
minum kopi. Sebagaimana kasus kedua tadi, Anda akan menyatakan bahwa
pernyataan majemuk Adi tadi bernilai salah karena Fahmi tidak makan nasi
sebagaimana yang dinyatakan Adi bahwa Fahmi makan nasi dan minum kopi.
Akhirnya, pada kasus keempat, Fahmi tidak makan nasi dan ia tidak minum kopi.
Dalam hal ini Anda akan menyatakan bahwa pernyataan majemuk Adi tadi bernilai
salah karena tidak ada kesesuaian antara yang dinyatakan dengan kenyataan yang
sesungguhnya.
47
Berdasar penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa suatu konjungsi p  q akan
bernilai benar hanya jika komponen-komponennya, yaitu baik p maupun q, keduanya
bernilai benar, sedangkan nilai kebenaran yang selain itu akan bernilai salah
sebagaimana ditunjukkan pada tabel kebenaran berikut.
p q p q
B
B
S
S
B
S
B
S
B
S
S
S
3. Disjungsi
Disjungsi adalah pernyataan majemuk yang menggunakan perakit "atau".Contohnya,
pernyataan Adi berikut.
"Fahmi makan nasi atau minum kopi."
Sekarang, bertanyalah kepada diri Anda sendiri, dalam hal mana pernyataan Adi di
atas akan bernilai benar dalam empat kasus berikut.
Kasus pertama, Fahmi memang benar makan nasi dan ia juga minum kopi.
Kasus kedua, Fahmi makan nasi namun ia tidak minum kopi.
Kasus ketiga, Fahmi tidak makan nasi namun ia minum kopi.
Kasus keempat, Fahmi tidak makan nasi dan ia tidak minum kopi.
Pada kasus pertama, Fahmi memang benar makan nasi dan ia juga minum kopi.
Dalam kasus seperti ini, tidaklah mungkin Anda akan mengatakan pernyataan Adi
tadi bernilai salah, karena pernyataan Adi tadi sesuai dengan kenyataannya.
Pada kasus kedua, Fahmi makan nasi namun ia tidak minum kopi. Dalam hal ini,
tentunya Anda akan menyatakan bahwa pernyataan majemuk Adi tadi bernilai benar
karena Fahmi sudah benar makan nasi meskipun ia tidak minum kopi sebagaimana
yang dinyatakan Adi.
Pada kasus ketiga, Fahmi tidak makan nasi namun ia minum kopi. Sebagaimana kasus
kedua tadi, Anda akan menyatakan bahwa pernyataan majemuk Adi tadi bernilai
benar karena meskipun Fahmi tidak makan nasi namun ia sudah minum kopi
sebagaimana yang dinyatakan Adi.
Akhirnya, pada kasus keempat, Fahmi tidak makan nasi dan ia tidak minum kopi.
Dalam hal ini Anda akan menyatakan bahwa pernyataan majemuk Adi tadi bernilai
48
salah karena tidak ada kesesuaian antara yang dinyatakan dengan kenyataan yang
sesungguhnya. Ia menyatakan Fahmi makan nasi atau minum kopi namun
kenyataannya, Fahmi tidak melakukan hal itu.
Berdasar penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa suatu disjungsi p  q akan
bernilai salah hanya jika komponen-komponennya, yaitu baik p maupun q, keduanya
bernilai salah, yang selain itu akan bernilai benar sebagaimana ditunjukkan pada
tabel kebenaran berikut.
p q p q
B
B
S
S
B
S
B
S
B
B
B
S
Contoh: Tentukan nilai kebenaran "3  5".
Jawab:
3  5 dapat dinyatakan dengan 3  5 atau 3 = 5.
Pilih 2R, di mana 2  0 dan 3 + 2 = 5, sehingga 3  5.
Jika (p) berarti atau dibaca "Nilai kebenaran pernyataan p.", maka (3  5) =
B. Di samping itu, (3 = 5) = S.
Jadi, (35 atau 3=5) = B atau (3  5) = B. Dengan kata lain, "3  5" merupakan
pernyataan yang bernilai benar.
4. Implikasi
Misalkan ada dua pernyataan p dan q. Yang sering menjadi perhatian para ilmuwan
maupun matematikawan adalah menunjukkan atau membuktikan bahwa jika p
bernilai benar akan mengakibatkan q bernilai benar juga. Untuk mencapai
keinginannya tersebut, diletakkanlah kata "Jika" sebelum pernyataan pertama lalu
diletakkan juga kata "maka" di antara pernyataan pertama dan pernyataan kedua,
sehingga didapatkan suatu pernyataan majemuk yang disebut dengan implikasi,
pernyataan bersyarat, kondisional atau hypothetical dengan notasi "" seperti ini:
p  q
Notasi di atas dapat dibaca dengan:
1) Jika p maka q,
49
2) q jika p,
3) p adalah syarat cukup untuk q, atau
4) q adalah syarat perlu untuk p.
Implikasi p  q merupakan pernyataan majemuk yang paling sulit dipahami para
siswa SMA. Untuk membantu para siswa memahami kalimat majemuk implikasi
tersebut, Bapak dan Ibu Guru dapat memulai proses pembelajaran dengan
berceritera bahwa Adi menyatakan pernyataan majemuk berikut ini.
Jika hari hujan maka saya (Adi) membawa payung.
Dalam hal ini dimisalkan:
p: Hari hujan.
q: Adi membawa payung.
Berilah kesempatan bagi siswa untuk berpikir, dalam hal manakah pernyataan Adi
tadi akan bernilai benar atau salah untuk empat kasus berikut.
Kasus pertama: Hari benar-benar hujan dan Adi benar-benar membawa payung.
Kasus kedua: Hari benar-benar hujan namun Adi tidak membawa payung.
Kasus ketiga: Hari tidak hujan namun Adi membawa payung.
Kasus pertama: Hari tidak hujan dan Adi tidak membawa payung.
Pada kasus pertama, hari benar-benar hujan dan Adi benar-benar membawa payung
sebagaimana yang ia nyatakan. Bagaimana mungkin ia akan dinyatakan berbohong
dalam kasus ini? Dengan demikian jelaslah bahwa kedua komponen yang sama-sama
bernilai benar itu telah menyebabkan pernyataan majemuk (implikasi) yang
dinyatakan Adi tadi akan bernilai benar.
Pada kasus kedua, hari itu benar-benar hujan akan tetapi Adi tidak membawa payung
sebagaimana yang seharusnya ia lakukan seperti yang telah dinyatakannya,
bagaimana mungkin pernyataan Adi tadi akan dinilai benar? Dengan kata lain,
komponen p yang bernilai benar namun tidak diikuti dengan komponen q yang
seharusnya bernilai benar juga, akan menyebabkan pernyataan majemuk (implikasi)
yang dinyatakan Adi tadi akan bernilai salah.
Akhirnya, untuk kasus ketiga dan keempat, di mana hari itu tidak hujan, tentunya
Anda tidak akan menyebut pernyataan majemuk (implikasi) Adi tersebut sebagai
50
pernyataan yang salah, karena Adi hanyalah menyatakan bahwa sesuatu akan terjadi
yaitu dia akan membawa payung jikalau hari hujan.
Dengan demikian jelaslah bahwa implikasi p  q hanya akan bernilai salah untuk
kasus kedua di mana p bernilai benar namun q-nya bernilai salah, sedangkan yang
selain itu implikasi p  q akan bernilai benar seperti ditunjukkan tabel kebenaran
berikut ini.
p q Pp  q
B
B
S
S
B
S
B
S
B
S
B
B
5. Biimplikasi
Biimplikasi atau bikondisional adalah pernyataan majemuk dari dua pernyataan p
dan q yang dinotasikan dengan p  q yang bernilai sama dengan (p  q)  (q  p)
sehingga dapat dibaca: "p jika dan hanya jika q" atau "p bila dan hanya bila q."
Tabel kebenaran dari p  q adalah:
p q p q
B
B
S
S
B
S
B
S
B
S
S
B
Dengan demikian jelaslah bahwa biimplikasi dua pernyataan p dan q hanya akan
bernilai benar jika kedua pernyataan tunggalnya bernilai sama.
Contoh biimplikasi:
1. Suatu segitiga adalah segitiga siku-siku jika dan hanya jika luas persegi pada
hipotenusanya sama dengan jumlah luas dari persegi-persegi pada kedua sisi
yang lain.
2. Suatu segitiga adalah segitiga sama sisi bila dan hanya bila ketiga sisinya
sama.
6. Tabel Kebenaran Pernyataan Majemuk
Tabel kebenaran dari suatu negasi, konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi di
atas merupakan dasar dalam mencari nilai kebenaran pernyataan-pernyataan
51
majemuk seperti di saat menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk (~p  r) 
(~r  q) seperti pada tabel berikut ini.
p q r ~p ~r (~p r) (~r q) (~p r)  (~r q)
B
B
B
B
S
S
S
S
B
B
S
S
B
B
S
S
B
S
B
S
B
S
B
S
S
S
S
S
B
B
B
B
S
B
S
B
S
B
S
B
S
S
S
S
B
S
B
S
B
B
B
S
B
B
B
S
B
B
B
S
B
B
B
S
Lembar Kerja
1. Tentukan nilai kebenaran dari pernyataan berikut!
a. Jika x2 = 4 maka x = 2.
b. Jika x =  2 maka x2 = 4.
c. Jika 3x + 4 = 2 dan x  B, maka x =  1.
d. 3 + 2 = 6  4 + 2 = 5.
e. 3 + 2 = 5  4 + 2 = 5.
f. 3 + 2 = 5 atau Jakarta ibukota DI Aceh.
2. Jika p: 10 habis dibagi 5.
q: 8 adalah bilangan prima.
Nyatakan dalam kalimat sehari-hari pernyataan-pernyataan di bawah ini lalu
tentukan nilai kebenarannya.
a. ~p b. ~q c. p  q
d. p q e. ~p  ~q f. ~p  q
g. p ~q h. p  q i. p  q.
j. (p ~q)  (~p  q)
3. Jika a: Lisa gadis cantik dan
b: Lisa gadis cerdas,
Nyatakan pernyataan di bawah ini dengan menggunakan a, b dan simbol-simbol
logika matematika.
a. Lisa gadis yang cantik namun tidak cerdas.
b. Lisa gadis yang tidak cantik dan tidak cerdas.
52
c. Meskipun Lisa bukanlah gadis yang cantik namun ia gadis yang cerdas.
d. Lisa gadis yang cantik sekaligus juga gadis yang cerdas.
e. Tidak benar bahwa Lisa gadis yang cantik dan cerdas.
f. Jika Lisa gadis yang cantik maka ia tidak cerdas.
g. Jika Lisa gadis yang tidak cantik maka ia tidak cerdas.
4. Buatlah tabel kebenaran dari pernyataan ini:
a. p q  ~p  q b. p  q  (q  ~q  r  q)
c. ~[(~pr)  (p  ~q)]  r
B. Ingkaran atau Negasi Suatu Pernyataan
1. Negasi Suatu Konjungsi
Konjungsi adalah suatu pernyataan majemuk yang menggunakan perakit
"dan".Contohnya, pernyataan Adi berikut.
"Fahmi makan nasi dan minum kopi."
Pernyataan tersebut ekivalen dengan dua pernyataan tunggal berikut.
"Fahmi makan nasi." dan sekaligus "Fahmi minum kopi."
Suatu konjungsi p  q akan bernilai benar hanya jika komponen-komponennya, yaitu
baik p maupun q, keduanya bernilai benar. Sedangkan negasi atau ingkaran suatu
pernyataan adalah pernyataan lain yang bernilai benar jika pernyataan awalnya
bernilai salah dan bernilai salah jika pernyataan awalnya bernilai benar. Karena itu,
negasi dari: "Fahmi makan nasi dan minum kopi." adalah suatu pernyataan majemuk
lain yang salah satu komponennya merupakan negasi dari komponen pernyataan
awalnya. Dengan demikian, negasinya adalah “"Fahmi tidak makan nasi atau tidak
minum kopi."; sebagaimana ditunjukkan tabel kebenaran berikut.
p q p q ~p ~q ~p ~q
B
B
S
S
B
S
B
S
B
S
S
S
S
S
B
B
S
B
S
B
S
B
B
B
2. Negasi Suatu Disjungsi
Disjungsi adalah pernyataan majemuk yang menggunakan perakit "atau".Contohnya,
pernyataan Adi berikut.
53
"Fahmi makan nasi atau minum kopi."
Suatu disjungsi p  q akan bernilai salah hanya jika komponen-komponennya, yaitu
baik p maupun q, keduanya bernilai salah, yang selain itu akan bernilai benar.
Karenanya, negasinya adalah ~(p v q) atau “Tidak benar Fahmi tmakan nasi atau minum
kopi”. Apakah pernyataan ini bernilai sama dengan “Fahmi tidak makan nasi atau tidak
minum kopi?” ataukah ada pernyataan lain yang senilai? Mari kita lihat tabel kebenaran
dari beberapa pernyataan berikut ini.
Jadi dapat disimpulkan, dengan melihat tabel kebenaran berikut bahwa ingkaran dari
pernyataan tersebut adalah "Fahmi tidak makan nasi dan tidak minum kopi."
p q Pp  q ~p ~q ~p  ~q ~(p  q) ~p  ~q
B
B
S
S
B
S
B
S
B
B
B
S
S
S
B
B
S
B
S
B
S
S
S
B
S
S
S
B
S
B
B
B
3. Negasi Suatu Implikasi
Perhatikan pernyataan berikut yang merupakan suatu implikasi:
“Jika hari hujan maka Adi membawa payung.”
Telah dibahas di bagian depan bahwa pada suatu implikasi p  q, pernyataan p
memuat pernyataan q. Karenanya, negasi pernyataan tersebut adalah suatu
pernyataan yang pernyataan p-nya bernilai benar namun pernyataan q-nya bernilai
salah. Pada contoh di atas, negasinya adalah: “Hari hujan namun Adi tidak membawa
payung,” seperti ditunjukkan tabel kebenaran berikut ini.
p q ~q p q p~q
B
B
S
S
B
S
B
S
S
B
S
B
B
S
B
B
S
B
S
S
Berdasar penjelasan di atas, p  q  ~[~ (p  q)]  ~( p ~q)  ~p  q
4. Negasi Suatu Biimplikasi
Biimplikasi atau bikondisional adalah pernyataan majemuk dari dua pernyataan p
dan q yang dinotasikan dengan p  q yang ekuivalen (p  q)  (q  p); sehingga:
~ (p q)  ~[(p  q)  (q  p)]
 ~[(~p q)  (~q  p)]
54
 ~(~p q)  ~(~q  p)]
 (p ~q)  (q ~p)
Tabel kebenaran dari suatu negasi, konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi di
atas merupakan dasar dalam mencari nilai kebenaran pernyataan-pernyataan
majemuk seperti di saat menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk (~p  r) 
(~r  q) seperti berikut ini.
p q r ~p ~r (~p r) (~r q) (~p r)  (~r q)
B
B
B
B
S
S
S
S
B
B
S
S
B
B
S
S
B
S
B
S
B
S
B
S
S
S
S
S
B
B
B
B
S
B
S
B
S
B
S
B
S
S
S
S
B
S
B
S
B
B
B
S
B
B
B
S
B
B
B
S
B
B
B
S
Lembar Kerja
1. Tentukan negasi dari pernyataan berikut ini lalu tentukan nilai kebenarannya.
a. 3 + 2 = 6  4 + 2 = 5
b. 3 + 2 = 5  4 + 2 = 5.
c. 3 + 2 = 5 atau Jakarta ibukota DI Aceh.
d. Jika saya makan maka saya menjadi kenyang
e. Amir makan nasi dan minum kopi
f. Amir ke rumah Anto atau ia nonton film bersama chandra
2. Jika p: 10 habis dibagi 5.
q: 8 adalah bilangan prima.
Tentukan negasi dari pernyataan-pernyataan di bawah ini lalu tentukan nilai
kebenarannya.
a. ~p b. ~q c. p  q
d. p q e. ~p  ~q f. ~p  q
g. p ~q h. p  q i. p  q.
j. (p ~q)  (~p  q)
3. Jika a: Lisa gadis cantik dan
b: Lisa gadis cerdas,
55
Nyatakan pernyataan di bawah ini dengan menggunakan a, b dan simbol-simbol
logika matematika lalu tentukan negasinya.
a. Lisa gadis yang cantik namun tidak cerdas.
b. Lisa gadis yang tidak cantik dan juga tidak cerdas.
c. Meskipun Lisa bukanlah gadis yang cantik namun ia gadis yang cerdas.
d. Lisa gadis yang cantik sekaligus juga gadis yang cerdas.
e. Tidak benar bahwa Lisa gadis yang cantik dan cerdas.
f. Jika Lisa gadis yang cantik maka ia tidak cerdas.
g. Jika Lisa gadis yang tidak cantik maka ia tidak cerdas.
4. Buatlah negasi dari pernyataan ini.
a. p q  ~p  q
b. p q  (q  ~q  r  q)
[(~pr)  (p  ~q)]  r
56
BAB VII
KONVERS, INVERS DAN KONTRAPOSISI SUATU IMPLIKASI
A. Konvers, Invers, dan Kontraposisi
Perhatikan pernyataan berupa implikasi ini:
Jika suatu bendera adalah bendera RI maka bendera tersebut berwarna
merah dan putih.
Sudah dipelajari, bentuk umum suatu implikasi adalah: p  q
Pada kasus diatas,
p: Bendera RI
q: Bendera berwarna merah dan putih
Dari implikasi di atas, dapat dibentuk implikasi berikut.
a. Jika suatu bendera berwarna merah dan putih maka bendera tersebut adalah
bendera RI.
b. Jika suatu bendera bukan bendera RI maka bendera tersebut tidak berwarna
merah dan putih.
c. Jika suatu bendera tidak berwarna merah dan putih, maka bendera tersebut
bukan bendera RI.
Berdasar penjelasan di atas, jawablah pertanyaan berikut.
Jika implikasinya dinotasikan dengan p  q, maka nyatakan implikasi pada a, b, dan c
di atas dalam p, q, ~p, atau ~q dan .
Manakah yang menjadi konvers, invers, dan kontraposisi dari implikasi p  q jika:
Konversnya adalah q  p
Inversnya adalah ~p  ~q
Kontraposisinya adalah ~q  ~p
Tentukan nilai kebenaran dari implikasi, konvers, invers, dan kontraposisinya.
Hal menarik apa saja yang Anda dapatkan dari kegiatan c di atas?
57
B. Ingkaran Implikasi, Konvers, Invers, dan Kontraposisinya
Sudah dibahas di bagian depan tentang negasi atau ingkaran suatu pernyataan,
termasuk ingkaran dari suatu implikasi. Untuk mengingatnya, tentukan ingkaran
pernyataan berikut.
1. p q
2. p q
3. p q
4. q p
5. ~p ~q
6. ~q ~p
ITentukan negasi atau ingkaran pernyataan-pernyataan di atas.
Lembar Kerja
1. Tentukan konvers, invers, dan kontraposisi dari implikasi berikut:
a. Jika suatu bendera adalah bendera Jepang, maka ada bintang pada bendera
tersebut.
b. a> 0  a3> 0
c. a = 0  ab = 0
d. Jika dua persegipanjang kongruen maka luasnya sama.
e. x = 3  x2 = 9
f. Jika segitiga ABC adalah segitiga samasisi maka sisi-sisi segitiga tersebut sama
panjang.
2. Tentukan nilai kebenaran implikasi, konvers, invers, dan kontraposisi dari soal di
atas.
3. Apa yang anda dapatkan dari hasil pada kegiatan 2 itu?
4. Buatlah ingkaran dari implikasi, beserta konvers, invers, dan kontraposisinya.
5. Apa yang anda dapatkan dari hasil pada kegiatan 4 itu?
Tugas selama on the job learning (OJL)
Bagaimana sebaiknya langkah-langkah guru dalam membantu siswanya
mempelajari materi ‘Konvers, Invers dan Kontraposisi Suatu Implikasi.’
58
BAB VIII
PERNYATAAN BERKUANTOR DAN NEGASINYA
Bagian ini dimulai dengan membahas perbedaan antara kalimat terbuka dan
pernyataan sebagai suatu pengetahuan prasyarat.Soal-soal berikutnya adalah
menyusun beberapa kalimat yang didapat dengan menambahkan kata-kata tertentu
terhadap suatu kalimat terbuka.Kata-kata tertentu yang ditambahkan terhadap suatu
kalimat terbuka itulah yang dikenal sebagai kuantor (quantifier), sehingga didapat
pernyataan berkuantor yang bernilai benar saja atau salah saja. Dari contoh-contoh
tersebut, pengertian kuantor yang terdiri atas dua macam yaitu kuantor universal
dan kuantor eksistensial secara terinci akan dibahas. Pembahasan materi ini akan
menggunakan pertanyaan-pertanyaan sehingga memungkinkan bagi Anda untuk
mengalami sendiri proses pembelajaran ‘Kuantor’ yang berbasis pada pemecahan
masalah (problem-solving), dengan harapan pengalaman itu dapat diaplikasikan
langsung di dalam proses pembelajaran tentang ‘Kuantor’ ini di kelasnya masing-
masing.
A. Kalimat Terbuka, Pernyataan, dan Kuantor
Perhatikan tiga kalimat berikut.
1. 3 + 4 = 6
2. – 5x + 6 = 0, xA
3. 2x + 5 > 4, xA
Ada beberapa pertanyaan berkait dengan kalimat di atas, di antaranya:
1. Mengapa kalimat pertama disebut dengan pernyataan? Mengapa kalimat kedua
dan ketiga disebut dengan kalimat terbuka?
2. Dapatkah Anda mengubah kalimat terbuka menjadi pernyataan? Bagaimana
caranya?
Kalimat 1 bernilai salah, sedangkan kalimat 2 dan 3 belum dapat ditentukan nilai
kebenarannya sebelum peubah atau variabel x-nya diganti dengan salah satu anggota
semesta pembicaraannya. Karenanya, kalimat pertama dapat dikategorikan sebagai
2x
59
pernyataan, sedangkan kalimat kedua dan ketiga dikategorikan sebagai kalimat
terbuka.
Yang perlu mendapat perhatian adalah, kalimat terbuka – 5x + 6 = 0, xA akan
bernilai benar hanya jika peubahnya diganti dengan x = 2 atau x = 3. Artinya, hanya
ada dua anggota bilangan asli A yang jika digantikan atau disubstitusikan ke kalimat
terbuka tersebut akan menyebabkan kalimat terbuka tersebut menjadi bernilai
benar. Sedangkan kalimat terbuka 2x + 5 > 4, xA akan bernilai benar jika peubah x-
nya diganti oleh setiap anggota semesta pembicaraannya.
Cara lain mengubah kalimat terbuka menjadi suatu pernyataan adalah dengan
menambahkan kata-kata yang berkait dengan banyaknya pengganti variabel atau
peubah x-nya, seperti contoh berikut.
1. Untuk setiap bilangan asli x, – 5x + 6 = 0.
2. Terdapat bilangan asli x sedemikian sehingga – 5x + 6 = 0.
3. Tidak ada bilangan asli x, sedemikian sehingga – 5x + 6 = 0.
4. Untuk semua bilangan asli x, 2x + 5 > 4
5. Ada beberapa bilangan asli x sedemikian sehingga 2x + 5 > 4
6. Tidak ada bilangan asli x sedemikian sehingga 2x + 5 > 4
Perhatikan sekali lagi ke-enam kalimat di atas. Beberapa pertanyaan yang dapat
diajukan kepada siswa adalah:
1. Dapatkah Anda menentukan nilai kebenaran ke-enam kalimat di atas?
2. Tentukan nilai kebenaran setiap kalimat di atas. Jelaskan jawaban Anda.
Dari beberapa contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa terhadap suatu kalimat
terbuka dapat ditambahkan kata-kata seperti:
 “Untuk semua x … ” atau “Untuk setiap x … ”;
 “Beberapa x … ”; “Terdapat x … ”; ataupun “Ada x …”.
 “Tidak ada x …”
Karena itulah Wheeler (1977:23) menyatakan: “Quantifiers are most useful in
rewriting assertions that cannot be classified as true or false … so that they can be
classified either as true or false.” yang dapat diterjemahkan menjadi: “Kuantor sangat
berguna dalam mengubah kalimat berita yang tidak dapat dinyatakan bernilai benar
2x
2x
2x
2x
60
atau salah … sedemikian sehingga kalimat berita tersebut dapat dikategorikan
sebagai kalimat yang bernilai benar saja atau salah saja.”
Menurut jenisnya kuantor dibedakan menjadi 2, yaitu Kuantor Universal (Kuantor
Umum) yang menggunakan kata “untuk setiap” atau “untuk semua” dan Kuantor
Eksistensial (Kuantor Khusus) yang menggunakan kata “beberapa”, “terdapat’” atau
“ada”. Sedangkan kuantor “tidak ada x” dapat diubah ke bentuk “semua x tidak” atau
“setiap x tidak”. Secara lengkap kedua macan kuantor tersebut akan dibahas pada
bagian berikut ini.
B. Kuantor Universal
Kuantor jenis ini mempunyai lambang  dan dibaca “untuk setiap” atau “untuk
semua”. Misalkan p(x) adalah suatu kalimat terbuka, pernyataan x . p(x) dibaca
“untuk setiap x berlaku p(x)” atau “untuk semua x berlaku p(x)”. Berikut ini adalah
beberapa contoh pernyataan berkuantor universal:
Contoh 1
‘Semua artis adalah cantik.’ Pernyataan berkuantor universal ini menggambarkan
adanya dua himpunan, yaitu himpunan artis dan himpunan orang cantik.Di samping
itu, pernyataan tadi menjelaskan tentang semua artis namun tidak menjelaskan
tentang semua orang cantik.Pernyataaan itu menjelaskan bahwa setiap anggota
himpunan artis adalah merupakan anggota himpunan orang cantik, namun
pernyataan itu tidak menjelaskan bahwa setiap anggota himpunan orang cantik
adalah merupakan anggota himpunan artis. Hal terpenting yang pada akhirnya
didapat adalah, pernyataan berkuantor: “Semua artis adalah orang cantik,”
menunjukkan bahwa himpunan artis termuat atau menjadi himpunan bagian dari
himpunan orang cantik.
Pernyataan “Semua artis adalah cantik,” ini akan bernilai benar jika telah ditentukan
kriteria artis dan kriteria cantik serta dapat ditunjukkan bahwa setiap artis yang
merupakan anggota himpunan artis adalah cantik. Namun pernyataan berkuantor
universal tadi akan bernilai salah jika dapat ditunjukkan adanya satu atau beberapa
orang yang dapat dikategorikan sebagai artis namun ia tidak termasuk pada kriteria
cantik. Contoh yang menunjukkan salahnya suatu pernyataan berkuantor universal
ini disebut dengan counterexample atau contoh sangkalan sebagaimana dinyatakan
61
Clemens, O’daffer, dan Cooney (1984: 49) berikut: “A counterexample is a single
example that shows a generalization to be false. ”
Contoh 2
Jika p(x) adalah “x + 4 > 1” dengan x adalah peubah pada himpunan bilangan bulat B
maka ( B) p(x) adalah ( B) x + 4 > 1 dan dibaca: “Untuk setiap bilangan bulat
x berlaku x + 4 > 1.” Pernyataan ini bernilai salah, karena jika x-nya diganti dengan
bilangan bulat –5 misalnya akan didapat pernyataan –5 + 4 > 1 yang bernilai salah.
Contoh 3
Jika q(n) berarti: 2n – 1 adalah bilangan prima untuk n bilangan bulat, maka (n  B)
q(n) berarti: (n  B) 2n – 1 adalah bilangan prima, dan dibaca: “Untuk setiap
bilangan bulat n berlaku 2n – 1 adalah bilangan prima”. Pernyataan ini bernilai salah.
Mengapa salah?
Bagaimana dengan pernyataan (x  R) x2 = x, bernilai
salah juga. Mengapa?
Jika pernyataan berkuantor universal, seperti “Semua artis
adalah cantik” bernilai benar maka pernyataan itu dapat
ditunjukkan dengan Diagram Venn di sebelah kanan ini.
Sebagaimana dijelaskan di bagian depan, himpunan artis A harus termuat atau
menjadi himpunan bagian dari himpunan manusia cantik C; atau A  C. Paling tidak, A
dan C bisa saja sama atau A = C.
M = {semua manusia}
A = {artis}
C = {cantik}.
Berdasarkan Diagram Venn di atas, para siswa diharapkan dapat menyimpulkan
bahwa suatu pernyataan berkuantor universal dapat diubah menjadi suatu implikasi.
Pada contoh di atas, pernyataan berkuantor universal: “Semua artis adalah cantik.”
adalah ekivalen dengan implikasi: “Jika x adalah artis maka x adalah cantik.”
Sebagaimana dinyatakan di bagian depan, pernyataan berkuantor dengan kata awal
“Tidak ada… .” dapat diubah ke bentuk pernyataan berkuantor universal. Contohnya,
jika pernyataan berkuantor “Tiada murid SMU yang senang mendapat nilai ulangan
M
A
C
62
jelek,” bernilai benar, maka pernyataan tersebut dapat digambarkan dengan Diagram
Venn berikut.
M = {semua manusia}
U = {murid SMU}
J = {manusia yang senang mendapat nilai jelek}.
Dengan demikian, jika pernyataan “Tiada murid SMU yang senang mendapat nilai
ulangan jelek,” bernilai benar dan jika digambarkan dengan Diagram Venn,
pernyataan itu akan menyebabkan UJ = . Alasannya, tidak ada satupun siswa SMU
yang senang mendapat nilai jelek, sehingga kedua himpunan tersebut akan saling
asing. Karenanya, pernyataan “Tiada murid SMU yang senang mendapat nilai ulangan
jelek,” itu adalah sama dengan pernyataan berkuantor universal: “Semua murid SMU
tidak senang mendapat nilai ulangan jelek.”
C. Kuantor Eksistensial
Kuantor jenis ini mempunyai lambang  dan dibaca “beberapa”, “terdapat”,
atau “ada”. Jika dimisalkan p(x) adalah suatu kalimat terbuka maka x p(x) dibaca
“untuk beberapa x berlaku p(x)” atau “ada x sedemikian sehingga berlaku p(x)”.
Contoh 1
“Terdapat bilangan asli x sedemikian sehingga x2 – 5x + 6 = 0,” atau “Beberapa
bilangan asli x memenuhi – 5x + 6 = 0.”
Kata “beberapa” atau “some” menurut Copi (1978:179) adalah indefinite atau tidak
terdefinisikan secara jelas. Apakah kata “beberapa” berarti “paling sedikit satu,”
“paling sedikit dua,” ataukah berarti “paling sedikit seratus”?.Karena itu, meskipun
dapat berbeda dengan pengertian sehari-hari, kata ‘beberapa’ adalah berarti “paling
sedikit satu”.
Dengan demikian, untuk menentukan nilai kebenaran suatu pernyataan berkuantor
eksistensial adalah cukup dengan menunjukkan adanya satu anggota Himpunan
Semesta yang memenuhi. Karena dapat ditunjukkan bahwa untuk x = 2 atau x = 3
memenuhi persamaan – 5x + 6 = 0 sehingga dapat disimpulkan bahwa

2x
2x
M
U
J
63
pernyataan berkuantor eksistensial “Beberapa bilangan asli x memenuhi – 5x + 6
= 0,” memiliki nilai benar.
Contoh 2
Jika p(x) adalah “x2 + 4x + 3 = 0 dengan x bilangan asli A, ” maka (x  A) p(x) adalah
(x  A) x2 + 4x + 3 = 0 yang dibaca “Ada bilangan asli x sedemikian sehingga x2 + 4x
+ 3 = 0”. Pernyataan ini bernilai salah. Mengapa?
Jika p(x) adalah “x2 + 4x + 3 = 0 dengan x bilangan real R, ” maka (x  R) p(x) adalah
(x  R) x2 + 4x + 3 = 0 yang dibaca “Ada bilangan real x sedemikian sehingga x2 + 4x
+ 3 = 0”. Pernyataan ini bernilai benar. Mengapa?
(x B) 2x + 3 = 4. Pernyataan ini bernilai salah. Mengapa?
Pernyataan berkuantor eksistensial “Ada pria yang baik,” menunjukkan adanya
himpunan manusia sebagai himpunan semestanya (E), adanya himpunan pria (P) dan
adanya himpunan manusia yang baik (B). Jika pernyataan berkuantor eksistensial
“Ada pria yang baik,” bernilai benar maka dapat ditarik suatu kesimpulan akan
adanya anggota Himpunan Semesta (minimal satu anggota) yang merupakan anggota
himpunan pria dan juga merupakan anggota manusia yang baik. Artinya, kedua
himpunan tersebut tidak saling asing.Dengan demikian, PB ≠ , yang dapat
ditunjukkan dengan Diagram Venn berikut.
E = {semua manusia}
P = {semua pria}
B = {semua orang baik}.
Berdasar Diagram Venn di atas yang menunjukkan PB ≠ , maka pernyataan
berkuantor eksistensial dapat dinyatakan dalam bentuk konjungsi. Contohnya,
pernyataan berkuantor eksistensial: “Ada pria yang baik,” adalah sama dengan
konjungsi berikut: “Ada x sedemikian sehingga x adalah pria dan x adalah baik”.
Lembar Kerja
1. Dengan semesta pembicaraan himpunan bilangan bulat, gunakan kuantor
dengan urut-urutan: “Semua…”, “Beberapa…”, “Tidak ada…”, pada kalimat
2x


E
BP
64
terbuka di bawah ini, sehingga didapat pernyataan berkuantor yang bernilai
benar.
a. 2x – 4 = –5
b. x + 2 = –5
c. x2 – 16 = 0
d. x + 3 = 3 + x
2. Tentukan nilai kebenaran dari setiap pernyataan berikut ini.
a. Setiap perwira TNI adalah laki-laki.
b. Beberapa Gubernur di Indonesia adalah perempuan.
c. Setiap bilangan jika dipangkatkan 0 akan bernilai sama dengan 1.
d. Setiap bilangan memiliki lawan (invers penjumlahan).
e. Setiap bilangan memiliki kebalikan (invers perkalian).
f. Setiap persegi adalah jajargenjang.
g. Setiap jajargenjang adalah trapesium.
h. Terdapat bilangan sedemikian sehingga setiap bilangan jika ditambahkan ke
bilangan tersebut akan menghasilkan bilangan itu sendiri.
i. Terdapat bilangan sedemikian sehingga setiap bilangan jika dibagi dengan
bilangan tersebut akan menghasilkan bilangan itu sendiri.
j. Setiap jajargenjang memiliki simetri setengah putaran.
k. Beberapa siswa menganggap matematika sulit.
l. Setiap tahun yang habis dibagi 4 adalah tahun kabisat.
3. Tentukan nilai kebenaran dari setiap pernyataan berikut ini dengan semesta
pembicaraan himpunan bilangan real.
a. x (x2 = x) e. x (x2 – 2x + 1 = 0)
b. x (|x| = 0) f. x (x2 + 2x + 1 > 0)
c. x (x < x + 1) g. x (|x|  0)
d. x (x – 1 = x) h. x (x2 – 3x + 2 = 0)
4. Tentukan nilai kebenaran dari setiap pernyataan di atas dengan semesta
pembicaraan himpunan bilangan asli.
5. Dengan menggunakan huruf yang disarankan, buatlah Diagram Venn-nya lalu
tulis implikasi atau konjungsi yang sesuai dengan pernyataan-pernyataan
berikut:
65
a. Senua anjing mempunyai empat kaki (A, K).
b. Beberapa matriks tidak memiliki invers (M, I).
c. Semua laki-laki dapat dipercaya (L, P).
d. Ada segitiga sama kaki yang bukan segitiga sama sisi (K, S).
e. Tidak semua pulau di Indonesia didiami oleh penduduk (P, D).
6. Tentukan nilai kebenaran setiap pernyataan di bawah ini dengan semesta
pembicaraannya adalah X = {1,2,3,4,5}.
a. x (4 + x < 10)
b. x (4 + x = 7)
c. x (4 + x  7)
d. x (4 + x > 8)
D. Negasi Pernyataan Berkuantor Universal
Sudah dibahas di bagian depan bahwa pernyataan p (contohnya 10 habis
dibagi 5) yang bernilai benar akan mengakibatkan pernyataan ~p (yaitu 10 tidak
habis dibagi 5) bernilai salah. Sebaliknya, pernyataan q (contohnya 8 adalah bilangan
prima) yang bernilai salah mengakibatkan pernyataan ~q (yaitu 8 adalah bukan
bilangan prima) bernilai benar. Secara umum, suatu pernyataan p yang bernilai benar
akan menyebabkan ~p bernilai salah, dan jika p bernilai salah maka ~p akan bernilai
benar seperti ditunjukkan tabel kebenaran di bawah ini.
p ~p
B
S
S
B
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa negasi pernyataan berkuantor
adalah pernyataan lain yang bernilai benar jika pernyataan awalnya bernilai salah
dan akan bernilai salah jika pernyataan awalnya bernilai benar. Kesimpulan inilah
yang menjadi dasar penentuan negasi atau ingkaran suatu pernyataan berkuantor.
Bagian berikut ini akan membahas tentang negasi atau ingkaran pernyataan
berkuantor, dimulai dengan negasi pernyataan berkuantor universal, lalu negasi
pernyataan berkuantor eksistensial, dan diakhiri dengan negasi pernyataan
berkuantor yang memuat dua peubah atau lebih.
Perhatikan dua pernyataan berkuantor r dan s berikut:
66
r: Semua Guru Indonesia kaya.
s: Semua bilangan jika dibagi 1 akan menghasilkan bilangan itu sendiri.
Pertanyaan tantangan yang dapat diajukan Bapak atau Ibu Guru kepada siswa di
antaranya adalah: “Bagaimana menentukan negasi dari dua pernyataan berkuantor
universal di atas?” dan “Apa yang dapat Anda lakukan untuk menjawab pertanyaan di
atas?” Untuk menjawab pertanyaan di atas, dengan bantuan Bapak atau Ibu Guru
para siswa harus mengingat dan menyimpulkan lebih dahulu bahwa: Karena
pernyataan: “Semua Guru Indonesia kaya,” merupakan pernyataan awal yang bernilai
salah, maka untuk mencari negasi atau ingkaran dari pernyataan tadi adalah
menurunkan dari pernyataan awal tersebut suatu pernyataan lain yang bernilai
benar. Sedangkan negasi atau ingkaran dari pernyataan “Semua bilangan jika dibagi 1
akan menghasilkan bilangan itu sendiri”, yang bernilai benar adalah suatu pernyataan
lain yang bernilai salah.
Di dalam kehidupan sehari-hari, jika ada orang yang menyatakan di depan Bapak atau
Ibu Guru bahwa “Semua Guru Indonesia kaya”, apa yang Bapak atau Ibu akan
lakukan? Mungkin Bapak atau Ibu akan menyatakan “Yang benar saja, masak saya
yang berprofesi guru sampai saat ini belum punya rumah termasuk orang kaya?” Hal
ini menunjukkan bahwa satu orang gurupun yang tidak termasuk kategori kaya dapat
dijadikan dasar untuk mengingkari atau menegasikan pernyataan berkuantor tadi.
Dengan demikian, negasi dari pernyataan berkuantor universal tadi adalah
pernyataan berkuantor eksistensial yang dapat dipenuhi oleh minimal satu orang saja
yang tidak memenuhi kriteria kaya tadi. Dengan demikian, negasi atau ingkaran
“Semua Guru Indonesia kaya” adalah pernyataan berkuantor eksistensial yang tidak
memenuhi kriteria kaya, yaitu “Beberapa Guru Indonesia tidak kaya”
Pernyataan berkuantor “Semua Guru Indonesia kaya”, sebagaimana dibahas pada
Bagian III di depan, menunjukkan bahwa himpunan Guru Indonesia (G) termuat atau
merupakan himpunan bagian dari
himpunan orang-orang kaya (K),
sebagaimana ditunjukkan pada
Diagram Venn ini.
Berdasar Diagram Venn di atas, negasi dari pernyataan “Semua Guru Indonesia kaya”
yang bernilai salah adalah adanya minimal satu anggota G yang berada di luar K.
K
G
E
67
Dengan kata lain, ada anggota G yang tidak menjadi anggota K sebagaimana
ditunjukkan Diagram Venn berikut.
Dengan cara sama, negasi atau ingkaran dari pernyataan berkuantor universal
“Semua bilangan jika dibagi 1 akan menghasilkan bilangan itu sendiri,” dengan nilai
benar adalah pernyataan berkuantor eksistensial “Beberapa bilangan jika dibagi 1
akan tidak menghasilkan bilangan itu sendiri.” Negasi atau ingkaran dari “Semua
bunga indah” adalah “Tidak benar bahwa semua bunga indah” atau “Beberapa bunga
tidak indah”. Dengan simbol, negasi dari “x (x2 0)” adalah “x (x2< 0)”.
Secara umum negasi pernyataan kuantor universal dapat dinyatakan sebagai berikut.
Pernyataan Negasi
x p(x) ~ (x p(x)) x ~p(x)
Negasi Pernyataan Berkuantor Eksistensial
Beberapa contoh pernyataan berkuantor eksistensial adalah: “Beberapa Guru
Indonesia kaya,” dan “Beberapa segitiga merupakan segitiga siku-siku samakaki.”
Di dalam kehidupan nyata sehari-hari, jika ada orang yang menyatakan di depan
Bapak atau Ibu Guru bahwa “Beberapa Guru Indonesia kaya”, apa yang Bapak atau
Ibu akan lakukan? Mungkin Bapak atau Ibu akan menyatakan “Memang benar bahwa
beberapa Guru Indonesia kaya”. Pernyataan lain yang jelas salahnya dari pernyataan
tadi adalah “Semua Guru Indonesia tidak kaya.” Dengan demikian, negasi dari suatu
pernyataan berkuantor eksistensial adalah pernyataan berkuantor universal yang
seluruh anggotanya tidak memenuhi kriteria kaya tadi. Intinya, negasi atau ingkaran
“Beberapa Guru Indonesia kaya” adalah pernyataan berkuantor universal yang tidak
memenuhi kriteria kaya, yaitu “Semua Guru Indonesia tidak kaya” yang bernilai salah.
Pernyataan berkuantor “Beberapa Guru Indonesia kaya”, sebagaimana dibahas pada
Bagian III di depan, menunjukkan adanya (paling sedikit satu dan tidak tertutup
kemungkinan untuk semua) anggota himpunan Guru Indonesia (G) yang sekaligus
merupakan himpunan bagian dari himpunan orang-orang kaya (K), sebagaimana
ditunjukkan pada Diagram Venn berikut.
E
KG
68
Berdasar Diagram Venn di atas, dapatlah disimpulkan bahwa negasi pernyataan
“Beberapa Guru Indonesia kaya” bukanlah “Semua Guru Indonesia kaya”, dan juga
bukan “Beberapa Guru Indonesia miskin”. Alasannya, dua pernyataan terakhir ini
dapat bernilai benar juga, padahal yang akan dicari adalah pernyataan yang bernilai
salah. Sekali lagi, berdasar Diagram Venn di atas, dapatlah disimpulkan bahwa negasi
“Beberapa Guru Indonesia kaya” dengan nilai benar adalah ‘semua’ Guru Indonesia
harus tidak termasuk himpunan K. Dengan kata lain, semua anggota G harus tidak
menjadi anggota K sebagaimana ditunjukkan Diagram Venn berikut.
Dengan cara sama, negasi atau ingkaran dari pernyataan berkuantor eksistensial
lainnya, yaitu “Beberapa segitiga merupakan segitiga siku-siku samakaki,” dengan
nilai benar adalah “Semua segitiga tidak ada yang merupakan segitiga siku-siku
samakaki.” Negasi dari pernyataan “Ada siswa yang senang matematika” adalah
“Tidak benar bahwa ada siswa yang senang matematika” atau “Semua siswa tidak
senang matematika”. Secara umum negasi pernyataan kuantor eksistensial dapat
dinyatakan sebagai berikut:
Pernyataan Negasi
x p(x) ~ (x p(x) x ~p(x)
Lembar Kerja
1. Tentukan negasi dari pernyataan berikut:
a. x (x2 = x) e. x (x2 – 2x + 1 = 0)
b. x (|x| = 0) f. x (x2 + 2x + 1 > 0)
c. x (x < x + 1) g. x (|x|  0)
d. x (x – 1 = x) h. x (x2 – 3x + 2 = 0)
K
G
E
K
G
E
69
2. Tuliskan negasi pernyataan-pernyataan berikut.
a. Semua laki-laki dapat dipercaya.
b. Ada segitiga sama kaki yang bukan segitiga sama sisi.
c. Beberapa matriks tidak memiliki invers.
d. Setiap perwira TNI adalah laki-laki.
e. Beberapa Gubernur di Indonesia adalah perempuan.
f. Setiap bilangan jika dipangkatkan 0 akan bernilai sama dengan 1.
g. Setiap bilangan memiliki kebalikan (invers perkalian).
h. Setiap jajargenjang adalah trapesium.
i. Tidak semua pulau di Indonesia didiami oleh penduduk.
3. Tentukan negasi pernyataan-pernyataan berikut, lalu tentukan nilai kebenaran
negasi pernyataan itu dengan semesta pembicaraannya adalah X = {1,2,3,4,5}.
a. x (4 + x < 10)
b. x (4 + x = 7)
c. x (4 + x  7)
d. x (4 + x > 8)
4. Tentukan negasi pernyataan-pernyataan berikut ini.
a. x p(x) y q(y)
b. x p(x) y q(y)
c. x p(x) V y q(y)
d. x p(x) y ~q(y)
E. Negasi Pernyataan Berkuantor Yang Memuat Lebih Dari Satu Peubah
Pernyataan berkuantor dengan dua peubah atau lebih sering juga ditemui,
terutama pada mata pelajaran Aljabar.Contohnya, pernyataan berikut.
1. Ada (terdapat) bilangan asli x sehingga untuk setiap bilangan asli y akan berlaku x
 y = y. Pernyataan tersebut akan bernilai benar, karena 1 yang merupakan salah
satu anggota himpunan bilangan asli jika dikalikan dengan bilangan asli lainnya
akan menghasilkan bilangan asli itu sendiri. Notasi matematisnya adalah (x  A)(
y  A) x  y = y. Pernyataan berkuantor dengan dua peubah di atas bernilai
benar.
70
2. Ada (terdapat) bilangan asli x sehingga untuk setiap bilangan asli y akan berlaku x
+ y = y. Pernyataan seperti ini bernilai salah karena tidak ada bilangan asli yang
memenuhinya. Pengganti x yang memenuhi adalah 0, namun 0 bukan anggota
himpunan bilangan asli namun 0 anggota himpunan bilangan cacah. Bagaimana
notasi matematisnya?
Ada empat variasi untuk pernyataan berkuantor dengan dua peubah (Bunarso
Tanuatmodjo, 1987:45–46) beserta artinya yaitu:
 x y p(x, y): “Untuk setiap x dan untuk setiap y berlaku p(x, y).”
 x y p(x, y): “Untuk setiap x, ada y sehingga berlaku p(x, y).”
 x y p(x, y): “Ada x sehingga untuk setiap y berlaku p(x, y).”
 x y p(x, y): “Ada x dan ada y sehingga berlaku p(x, y).”
Contoh
1. (x A)(y A) x < y.
Dibaca “Untuk setiap bilangan asli x ada bilangan asli y sedemikian sehingga x < y”.
Untuk x = 10 misalnya dapat ditentukan y = 12 yang memenuhi x < y. Begitu juga
untuk nilai x lainnya, dapat ditentukan nilai y yang memenuhi x < y. Dengan
demikian, untuk setiap nilai x, dapat ditentukan satu atau lebih nilai y yang
memenuhi x < y. Karena itu, pernyataan ini bernilai benar.
2. (x A)(y A) x < y.
Dibaca: “Ada bilangan asli x sehingga untuk setiap bilangan asli y berlaku x < y.”
Pernyataan ini bernilai salah, Anda tahu sebabnya?
Negasi dari kuantor yang memuat lebih dari satu peubah menggunakan pola yang
sama dengan negasi pernyataan berkuantor dengan satu peubah, yaitu:
Pernyataan Negasi
x p(x)
x p(x)
~ (x p(x)) x ~p(x)
~ (x p(x) x ~p(x)
3. ~ [ x y p(x, y) ]  ~ [ x {y p(x, y)} ]
 x ~[ y p(x, y)]
 x y ~p(x, y).
4. ~ [ x y (p(x)  q(y))] x y ~[p(x)  q(y)]
 x y (p(x)  ~q(y)).
Materi Bilangan dan logika sma
Materi Bilangan dan logika sma
Materi Bilangan dan logika sma
Materi Bilangan dan logika sma
Materi Bilangan dan logika sma
Materi Bilangan dan logika sma
Materi Bilangan dan logika sma
Materi Bilangan dan logika sma
Materi Bilangan dan logika sma
Materi Bilangan dan logika sma
Materi Bilangan dan logika sma
Materi Bilangan dan logika sma
Materi Bilangan dan logika sma
Materi Bilangan dan logika sma
Materi Bilangan dan logika sma
Materi Bilangan dan logika sma
Materi Bilangan dan logika sma
Materi Bilangan dan logika sma
Materi Bilangan dan logika sma

More Related Content

What's hot

Analisis bab1 bab2
Analisis bab1 bab2Analisis bab1 bab2
Analisis bab1 bab2Charro NieZz
 
Sistem bilangan cacah dan bulat Teobil
Sistem bilangan cacah dan bulat TeobilSistem bilangan cacah dan bulat Teobil
Sistem bilangan cacah dan bulat Teobil
Nailul Hasibuan
 
Hakikat matematika dan psikologi pembelajaran matematika makalah klmpk1
Hakikat matematika dan psikologi pembelajaran matematika makalah klmpk1Hakikat matematika dan psikologi pembelajaran matematika makalah klmpk1
Hakikat matematika dan psikologi pembelajaran matematika makalah klmpk1
Robinson Daeli
 
Analisis Real
Analisis RealAnalisis Real
Analisis Real
Muhammad Isfendiyar
 
Subgrup normal dan grup faktor
Subgrup normal dan grup faktorSubgrup normal dan grup faktor
Subgrup normal dan grup faktor
Sholiha Nurwulan
 
Permutasi dan Kombinasi
Permutasi dan KombinasiPermutasi dan Kombinasi
Permutasi dan Kombinasi
Fahrul Usman
 
Contoh soal penerapan taksonomi bloom revisi
Contoh soal penerapan taksonomi bloom revisiContoh soal penerapan taksonomi bloom revisi
Contoh soal penerapan taksonomi bloom revisiazrin10
 
GEOMETRI SEBAGAI SISTEM DEDUKTIF, POSTULAT KESEJAJARAN EUCLIDES.pptx
GEOMETRI SEBAGAI SISTEM DEDUKTIF, POSTULAT KESEJAJARAN EUCLIDES.pptxGEOMETRI SEBAGAI SISTEM DEDUKTIF, POSTULAT KESEJAJARAN EUCLIDES.pptx
GEOMETRI SEBAGAI SISTEM DEDUKTIF, POSTULAT KESEJAJARAN EUCLIDES.pptx
WidyaMeka
 
UJI HOMOGENITAS BARTLETT MANUAL VS SPSS
UJI HOMOGENITAS BARTLETT MANUAL VS SPSSUJI HOMOGENITAS BARTLETT MANUAL VS SPSS
UJI HOMOGENITAS BARTLETT MANUAL VS SPSS
EDI RIADI
 
Analisis Real (Barisan dan Bilangan Real) Latihan bagian 2.5
Analisis Real (Barisan dan Bilangan Real) Latihan bagian 2.5Analisis Real (Barisan dan Bilangan Real) Latihan bagian 2.5
Analisis Real (Barisan dan Bilangan Real) Latihan bagian 2.5
Arvina Frida Karela
 
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) soal matematika materi Fungsi dan Relasi
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) soal matematika materi Fungsi dan RelasiLembar Kerja Peserta Didik (LKPD) soal matematika materi Fungsi dan Relasi
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) soal matematika materi Fungsi dan Relasi
kikiismayanti
 
131943605 penerapan-komposisi-fungsi-dan-invers-dalam-kehidupan-sehari-hari
131943605 penerapan-komposisi-fungsi-dan-invers-dalam-kehidupan-sehari-hari131943605 penerapan-komposisi-fungsi-dan-invers-dalam-kehidupan-sehari-hari
131943605 penerapan-komposisi-fungsi-dan-invers-dalam-kehidupan-sehari-hari
AndikAdiCahyono
 
Order dari Elemen Grup
Order dari Elemen GrupOrder dari Elemen Grup
Order dari Elemen Grupwahyuhenky
 
83047338 modul2
83047338 modul283047338 modul2
83047338 modul2
kurniawansyahputra31
 
Grup simetri dan grup siklik
Grup simetri dan grup siklikGrup simetri dan grup siklik
Grup simetri dan grup siklik
Sholiha Nurwulan
 
Analisis real-lengkap-a1c
Analisis real-lengkap-a1cAnalisis real-lengkap-a1c
Analisis real-lengkap-a1cUmmu Zuhry
 
RPP RELASI DAN FUNGSI
RPP RELASI DAN FUNGSIRPP RELASI DAN FUNGSI
RPP RELASI DAN FUNGSI
Nety24
 
Bab v 2. perbandingan dua besaran dengan satuan yang berbeda
Bab v   2. perbandingan dua besaran dengan satuan yang berbedaBab v   2. perbandingan dua besaran dengan satuan yang berbeda
Bab v 2. perbandingan dua besaran dengan satuan yang berbeda
Muhammad Alfiansyah Alfi
 

What's hot (20)

Analisis bab1 bab2
Analisis bab1 bab2Analisis bab1 bab2
Analisis bab1 bab2
 
Sistem bilangan cacah dan bulat Teobil
Sistem bilangan cacah dan bulat TeobilSistem bilangan cacah dan bulat Teobil
Sistem bilangan cacah dan bulat Teobil
 
Hakikat matematika dan psikologi pembelajaran matematika makalah klmpk1
Hakikat matematika dan psikologi pembelajaran matematika makalah klmpk1Hakikat matematika dan psikologi pembelajaran matematika makalah klmpk1
Hakikat matematika dan psikologi pembelajaran matematika makalah klmpk1
 
Analisis Real
Analisis RealAnalisis Real
Analisis Real
 
Subgrup normal dan grup faktor
Subgrup normal dan grup faktorSubgrup normal dan grup faktor
Subgrup normal dan grup faktor
 
Permutasi dan Kombinasi
Permutasi dan KombinasiPermutasi dan Kombinasi
Permutasi dan Kombinasi
 
Contoh soal penerapan taksonomi bloom revisi
Contoh soal penerapan taksonomi bloom revisiContoh soal penerapan taksonomi bloom revisi
Contoh soal penerapan taksonomi bloom revisi
 
GEOMETRI SEBAGAI SISTEM DEDUKTIF, POSTULAT KESEJAJARAN EUCLIDES.pptx
GEOMETRI SEBAGAI SISTEM DEDUKTIF, POSTULAT KESEJAJARAN EUCLIDES.pptxGEOMETRI SEBAGAI SISTEM DEDUKTIF, POSTULAT KESEJAJARAN EUCLIDES.pptx
GEOMETRI SEBAGAI SISTEM DEDUKTIF, POSTULAT KESEJAJARAN EUCLIDES.pptx
 
UJI HOMOGENITAS BARTLETT MANUAL VS SPSS
UJI HOMOGENITAS BARTLETT MANUAL VS SPSSUJI HOMOGENITAS BARTLETT MANUAL VS SPSS
UJI HOMOGENITAS BARTLETT MANUAL VS SPSS
 
Analisis Real (Barisan dan Bilangan Real) Latihan bagian 2.5
Analisis Real (Barisan dan Bilangan Real) Latihan bagian 2.5Analisis Real (Barisan dan Bilangan Real) Latihan bagian 2.5
Analisis Real (Barisan dan Bilangan Real) Latihan bagian 2.5
 
Filsafat matematika
Filsafat matematikaFilsafat matematika
Filsafat matematika
 
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) soal matematika materi Fungsi dan Relasi
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) soal matematika materi Fungsi dan RelasiLembar Kerja Peserta Didik (LKPD) soal matematika materi Fungsi dan Relasi
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) soal matematika materi Fungsi dan Relasi
 
131943605 penerapan-komposisi-fungsi-dan-invers-dalam-kehidupan-sehari-hari
131943605 penerapan-komposisi-fungsi-dan-invers-dalam-kehidupan-sehari-hari131943605 penerapan-komposisi-fungsi-dan-invers-dalam-kehidupan-sehari-hari
131943605 penerapan-komposisi-fungsi-dan-invers-dalam-kehidupan-sehari-hari
 
Order dari Elemen Grup
Order dari Elemen GrupOrder dari Elemen Grup
Order dari Elemen Grup
 
83047338 modul2
83047338 modul283047338 modul2
83047338 modul2
 
Struktur aljabar-2
Struktur aljabar-2Struktur aljabar-2
Struktur aljabar-2
 
Grup simetri dan grup siklik
Grup simetri dan grup siklikGrup simetri dan grup siklik
Grup simetri dan grup siklik
 
Analisis real-lengkap-a1c
Analisis real-lengkap-a1cAnalisis real-lengkap-a1c
Analisis real-lengkap-a1c
 
RPP RELASI DAN FUNGSI
RPP RELASI DAN FUNGSIRPP RELASI DAN FUNGSI
RPP RELASI DAN FUNGSI
 
Bab v 2. perbandingan dua besaran dengan satuan yang berbeda
Bab v   2. perbandingan dua besaran dengan satuan yang berbedaBab v   2. perbandingan dua besaran dengan satuan yang berbeda
Bab v 2. perbandingan dua besaran dengan satuan yang berbeda
 

Viewers also liked

Smp7mat contextual teachingandlearning atikwintarti
Smp7mat contextual teachingandlearning atikwintartiSmp7mat contextual teachingandlearning atikwintarti
Smp7mat contextual teachingandlearning atikwintarti
Andrias Eka
 
MATERI SMP BILANGAN BERPANGKAT
MATERI SMP BILANGAN BERPANGKATMATERI SMP BILANGAN BERPANGKAT
MATERI SMP BILANGAN BERPANGKATSiti Munirah
 
CONTOH PENERAPAN PEMBELAJARAN MATERI PANGKAT UNTUK SISWA SMP KELAS IX SEMESTER 2
CONTOH PENERAPAN PEMBELAJARAN MATERI PANGKAT UNTUK SISWA SMP KELAS IX SEMESTER 2CONTOH PENERAPAN PEMBELAJARAN MATERI PANGKAT UNTUK SISWA SMP KELAS IX SEMESTER 2
CONTOH PENERAPAN PEMBELAJARAN MATERI PANGKAT UNTUK SISWA SMP KELAS IX SEMESTER 2dewiajarsari
 
Bahan Ajar Bilangan Berpangkat (Kelas IX)
Bahan Ajar Bilangan Berpangkat (Kelas IX)Bahan Ajar Bilangan Berpangkat (Kelas IX)
Bahan Ajar Bilangan Berpangkat (Kelas IX)
Ana Safrida
 
Buku Guru matematika_sma kelas x kurikulum 2013_[blogerkupang.com]
Buku Guru matematika_sma kelas x kurikulum 2013_[blogerkupang.com]Buku Guru matematika_sma kelas x kurikulum 2013_[blogerkupang.com]
Buku Guru matematika_sma kelas x kurikulum 2013_[blogerkupang.com]
Randy Ikas
 
Matematika SMP Kelas 9
Matematika SMP Kelas 9Matematika SMP Kelas 9
Matematika SMP Kelas 9sekolah maya
 

Viewers also liked (6)

Smp7mat contextual teachingandlearning atikwintarti
Smp7mat contextual teachingandlearning atikwintartiSmp7mat contextual teachingandlearning atikwintarti
Smp7mat contextual teachingandlearning atikwintarti
 
MATERI SMP BILANGAN BERPANGKAT
MATERI SMP BILANGAN BERPANGKATMATERI SMP BILANGAN BERPANGKAT
MATERI SMP BILANGAN BERPANGKAT
 
CONTOH PENERAPAN PEMBELAJARAN MATERI PANGKAT UNTUK SISWA SMP KELAS IX SEMESTER 2
CONTOH PENERAPAN PEMBELAJARAN MATERI PANGKAT UNTUK SISWA SMP KELAS IX SEMESTER 2CONTOH PENERAPAN PEMBELAJARAN MATERI PANGKAT UNTUK SISWA SMP KELAS IX SEMESTER 2
CONTOH PENERAPAN PEMBELAJARAN MATERI PANGKAT UNTUK SISWA SMP KELAS IX SEMESTER 2
 
Bahan Ajar Bilangan Berpangkat (Kelas IX)
Bahan Ajar Bilangan Berpangkat (Kelas IX)Bahan Ajar Bilangan Berpangkat (Kelas IX)
Bahan Ajar Bilangan Berpangkat (Kelas IX)
 
Buku Guru matematika_sma kelas x kurikulum 2013_[blogerkupang.com]
Buku Guru matematika_sma kelas x kurikulum 2013_[blogerkupang.com]Buku Guru matematika_sma kelas x kurikulum 2013_[blogerkupang.com]
Buku Guru matematika_sma kelas x kurikulum 2013_[blogerkupang.com]
 
Matematika SMP Kelas 9
Matematika SMP Kelas 9Matematika SMP Kelas 9
Matematika SMP Kelas 9
 

Similar to Materi Bilangan dan logika sma

Essay puput
Essay puputEssay puput
Essay puputRizkiHP
 
MENCARI JALAN TERBAIK
MENCARI JALAN TERBAIKMENCARI JALAN TERBAIK
MENCARI JALAN TERBAIKRizkiHP
 
Bab 1 perpangkatan dan bentuk akar
Bab 1 perpangkatan dan bentuk akarBab 1 perpangkatan dan bentuk akar
Bab 1 perpangkatan dan bentuk akar
Euis Nurdiana
 
KSN SD 2023 _awal dan bilangan.pptx
KSN SD 2023 _awal dan bilangan.pptxKSN SD 2023 _awal dan bilangan.pptx
KSN SD 2023 _awal dan bilangan.pptx
aprilia172783
 
Class 4 TPS (12 Mei 2022).pptx
Class 4 TPS (12 Mei 2022).pptxClass 4 TPS (12 Mei 2022).pptx
Class 4 TPS (12 Mei 2022).pptx
AndinTasyaliaBudaya
 
RPP Eksponen (Bilangan Pangkat) 0.2
RPP Eksponen (Bilangan Pangkat) 0.2RPP Eksponen (Bilangan Pangkat) 0.2
RPP Eksponen (Bilangan Pangkat) 0.2
Juraidi .
 
Rencana pelaksanaan pembelajaran
Rencana pelaksanaan pembelajaranRencana pelaksanaan pembelajaran
Rencana pelaksanaan pembelajaranEdah Rossansen
 
Pelbagai strategi terkini 16 mei 2013
Pelbagai strategi terkini 16 mei 2013Pelbagai strategi terkini 16 mei 2013
Pelbagai strategi terkini 16 mei 2013
Hadi Rubani
 
Rpp aturan pencacahan
Rpp aturan pencacahanRpp aturan pencacahan
Rpp aturan pencacahan
amalia fani
 
Rpp operasi pecahan bentuk aljabar1
Rpp operasi pecahan bentuk aljabar1Rpp operasi pecahan bentuk aljabar1
Rpp operasi pecahan bentuk aljabar1
Defison Chan
 
Konsep Dasar Bilangan Berpangkat.docx
Konsep Dasar Bilangan Berpangkat.docxKonsep Dasar Bilangan Berpangkat.docx
Konsep Dasar Bilangan Berpangkat.docx
Zukét Printing
 
Konsep Dasar Bilangan Berpangkat.pdf
Konsep Dasar Bilangan Berpangkat.pdfKonsep Dasar Bilangan Berpangkat.pdf
Konsep Dasar Bilangan Berpangkat.pdf
Zukét Printing
 
Rpp bilangan bulat dan pecahan
Rpp bilangan bulat dan pecahanRpp bilangan bulat dan pecahan
Rpp bilangan bulat dan pecahan
AYU Hardiyanti
 
Tugas 1.2 praktik bahan ajar dra hastuty musa, m. si - mansyur, s. pd.pdf
Tugas 1.2 praktik bahan ajar   dra hastuty musa, m. si - mansyur, s. pd.pdfTugas 1.2 praktik bahan ajar   dra hastuty musa, m. si - mansyur, s. pd.pdf
Tugas 1.2 praktik bahan ajar dra hastuty musa, m. si - mansyur, s. pd.pdf
Roshan Mansyur
 
Makalah aritmatika
Makalah aritmatikaMakalah aritmatika
Makalah aritmatika
noviamaharani26
 
Bab i 1. membandingkan bilangan bulat
Bab i   1. membandingkan bilangan bulatBab i   1. membandingkan bilangan bulat
Bab i 1. membandingkan bilangan bulat
Muhammad Alfiansyah Alfi
 
RPP Matematika Kelas 7 MTs Perkalian dan Pembagian Bilangan Bulat
RPP Matematika Kelas 7 MTs Perkalian dan Pembagian Bilangan BulatRPP Matematika Kelas 7 MTs Perkalian dan Pembagian Bilangan Bulat
RPP Matematika Kelas 7 MTs Perkalian dan Pembagian Bilangan Bulat
kreasi_cerdik
 
Ppt singkat pemecahan masalah KELOMPOK 3
Ppt singkat pemecahan masalah KELOMPOK 3Ppt singkat pemecahan masalah KELOMPOK 3
Ppt singkat pemecahan masalah KELOMPOK 3
FahiraDwiyanti
 
Matematika
MatematikaMatematika
Matematika
lombkTBK
 

Similar to Materi Bilangan dan logika sma (20)

Essay puput
Essay puputEssay puput
Essay puput
 
MENCARI JALAN TERBAIK
MENCARI JALAN TERBAIKMENCARI JALAN TERBAIK
MENCARI JALAN TERBAIK
 
Bab 1 perpangkatan dan bentuk akar
Bab 1 perpangkatan dan bentuk akarBab 1 perpangkatan dan bentuk akar
Bab 1 perpangkatan dan bentuk akar
 
KSN SD 2023 _awal dan bilangan.pptx
KSN SD 2023 _awal dan bilangan.pptxKSN SD 2023 _awal dan bilangan.pptx
KSN SD 2023 _awal dan bilangan.pptx
 
Class 4 TPS (12 Mei 2022).pptx
Class 4 TPS (12 Mei 2022).pptxClass 4 TPS (12 Mei 2022).pptx
Class 4 TPS (12 Mei 2022).pptx
 
RPP Eksponen (Bilangan Pangkat) 0.2
RPP Eksponen (Bilangan Pangkat) 0.2RPP Eksponen (Bilangan Pangkat) 0.2
RPP Eksponen (Bilangan Pangkat) 0.2
 
Rencana pelaksanaan pembelajaran
Rencana pelaksanaan pembelajaranRencana pelaksanaan pembelajaran
Rencana pelaksanaan pembelajaran
 
Pelbagai strategi terkini 16 mei 2013
Pelbagai strategi terkini 16 mei 2013Pelbagai strategi terkini 16 mei 2013
Pelbagai strategi terkini 16 mei 2013
 
Rpp aturan pencacahan
Rpp aturan pencacahanRpp aturan pencacahan
Rpp aturan pencacahan
 
Ukg mat UT RAHA
Ukg mat UT RAHA Ukg mat UT RAHA
Ukg mat UT RAHA
 
Rpp operasi pecahan bentuk aljabar1
Rpp operasi pecahan bentuk aljabar1Rpp operasi pecahan bentuk aljabar1
Rpp operasi pecahan bentuk aljabar1
 
Konsep Dasar Bilangan Berpangkat.docx
Konsep Dasar Bilangan Berpangkat.docxKonsep Dasar Bilangan Berpangkat.docx
Konsep Dasar Bilangan Berpangkat.docx
 
Konsep Dasar Bilangan Berpangkat.pdf
Konsep Dasar Bilangan Berpangkat.pdfKonsep Dasar Bilangan Berpangkat.pdf
Konsep Dasar Bilangan Berpangkat.pdf
 
Rpp bilangan bulat dan pecahan
Rpp bilangan bulat dan pecahanRpp bilangan bulat dan pecahan
Rpp bilangan bulat dan pecahan
 
Tugas 1.2 praktik bahan ajar dra hastuty musa, m. si - mansyur, s. pd.pdf
Tugas 1.2 praktik bahan ajar   dra hastuty musa, m. si - mansyur, s. pd.pdfTugas 1.2 praktik bahan ajar   dra hastuty musa, m. si - mansyur, s. pd.pdf
Tugas 1.2 praktik bahan ajar dra hastuty musa, m. si - mansyur, s. pd.pdf
 
Makalah aritmatika
Makalah aritmatikaMakalah aritmatika
Makalah aritmatika
 
Bab i 1. membandingkan bilangan bulat
Bab i   1. membandingkan bilangan bulatBab i   1. membandingkan bilangan bulat
Bab i 1. membandingkan bilangan bulat
 
RPP Matematika Kelas 7 MTs Perkalian dan Pembagian Bilangan Bulat
RPP Matematika Kelas 7 MTs Perkalian dan Pembagian Bilangan BulatRPP Matematika Kelas 7 MTs Perkalian dan Pembagian Bilangan Bulat
RPP Matematika Kelas 7 MTs Perkalian dan Pembagian Bilangan Bulat
 
Ppt singkat pemecahan masalah KELOMPOK 3
Ppt singkat pemecahan masalah KELOMPOK 3Ppt singkat pemecahan masalah KELOMPOK 3
Ppt singkat pemecahan masalah KELOMPOK 3
 
Matematika
MatematikaMatematika
Matematika
 

Recently uploaded

Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
ferrydmn1999
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Rima98947
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
PURWANTOSDNWATES2
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
Dedi Dwitagama
 
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdfLaporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
UmyHasna1
 
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docxKisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
irawan1978
 
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdfRHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
asyi1
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
agusmulyadi08
 
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdfPPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
safitriana935
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
SurosoSuroso19
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
Kanaidi ken
 
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptxJuknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
mattaja008
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
agusmulyadi08
 
Kisi-kisi Soal PAT Matematika Kelas 3 SD
Kisi-kisi Soal PAT Matematika Kelas 3 SDKisi-kisi Soal PAT Matematika Kelas 3 SD
Kisi-kisi Soal PAT Matematika Kelas 3 SD
denunugraha
 
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenUNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
AdrianAgoes9
 
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptxDiseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
LucyKristinaS
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
setiatinambunan
 
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
Nur afiyah
 
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdfPENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
smp4prg
 

Recently uploaded (20)

Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
 
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdfLaporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
 
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docxKisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
 
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdfRHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
 
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdfPPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
 
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptxJuknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
 
Kisi-kisi Soal PAT Matematika Kelas 3 SD
Kisi-kisi Soal PAT Matematika Kelas 3 SDKisi-kisi Soal PAT Matematika Kelas 3 SD
Kisi-kisi Soal PAT Matematika Kelas 3 SD
 
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenUNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
 
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptxDiseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
 
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
 
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdfPENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
 

Materi Bilangan dan logika sma

  • 1. 1 BAGIAN I PENDAHULUAN A. Pengantar Isi Merujuk pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan dan RB) Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya memuculkan paradigma baru profesi guru. Guru tidak lagi dianggap sekedar pelaksana teknis di kelas, tetapi dianggap sebagai suatu jabatan fungsional. Jabatan fungsional guru adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil (Pasal 1 ayat 1). Konsekuensinya adalah guru dituntut melakukan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) sehingga guru dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional. B. Target Kompetensi 1. Peserta diklat atau pembaca mampu menjelaskan tentang sistem bilangan dan operasi hitung bilangan. 2. Peserta diklat atau pembaca mampu menentukan aproksimasi (pendekatan) dan estimasi (penaksiran) dari suatu perhitungan. 3. Peserta diklat atau pembaca mampu menjelaskan sifat bilangan berpangkat dan bentuk akar. 4. Peserta diklat atau pembaca mampu menentukan hasil operasi pada bilangan berpangkat. 5. Peserta diklat atau pembaca mampu menjelaskan perbedaan antara pernyataan dan bukan pernyataan dan dapat menentukan nilai kebenaran suatu pernyataan. 6. Peserta diklat atau pembaca mampu menentukan nilai kebenaran suatu pernyataan majemuk dan nilai kebenaran dari negasi suatu pernyataan majemuk.
  • 2. 2 7. Peserta diklat atau pembaca mampu menentukan konvers, invers, dan kontraposisi suatu implikasi dan menentukan nilai kebenarannya serta nilai kebenaran dari negasi bentuk-bentuk tersebut. 8. Peserta diklat atau pembaca mampu menentukan nilai kebenaran suatu kalimat berkuantor universal dan eksistensial serta dapat menentukan nilai kebenaran dari negasi suatu pernyataan berkuantor. 9. Peserta diklat atau pembaca mampu menentukan kesahihan suatu penarikan kesimpulan dan mampu menarik kesimpulan yang sahih dari premis-premis yang ada. C. Strategi dan Penilaian Pembahasan pada modul ini lebih menitikberatkan pada pengertian sistem bilangan dan operasi hitung bilangan, aproksimasi (pendekatan) dan estimasi (penaksiran) dari suatu perhitungan, sifat bilangan berpangkat dan bentuk akar, operasi pada bilangan berpangkat, pengertian logika, konjungsi, disjungsi, implikasi, konvers, invers, kontraposisi, kuantor dan penarikan kesimpulan. Setiap bagian modul ini dimulai dengan teori-teori, diikuti beberapa contoh dan diakhiri dengan latihan. Di samping itu, dikemukakan juga tentang hal-hal penting yang perlu mendapat penekanan para guru di saat membahas pokok bahasan ini di kelasnya. Karenanya, para pemakai modul ini disarankan untuk membaca lebih dahulu teorinya sebelum mencoba mengerjakan latihan yang ada, yang untuk mempermudahnya telah disiapkan juga kunci jawabannya. Saran dan masukan untuk modul ini dapat disampaikan kepada kami di PPPPTK Matematika dengan alamat: Jl. Kaliurang KM. 6, Sambisari, Condongcatur, Depok, Sleman, DIY, Kotak Pos 31 YK-BS Yogyakarta 55281. Telepon (0274) 881717, 885725, Fax. (0274) 885752, alamat email: p4tkmatematika@yahoo.com.
  • 3. 3 BAGIAN II AKTIVITAS Kegiatan 1. (In Service Learning 1) 1. Suatu bilangan dilambangkan dengan 𝑎 sedangkan lawannya dilambangkan dengan 𝑏. Jika 𝑎 < 𝑏, manakah di antara 𝑎 dan 𝑏 yang merupakan bilangan positif dan manakah di antara 𝑎 dan 𝑏 yang merupakan bilangan negatif? 2. Pak Aan tahu bahwa jumlah dari dua bilangan rasional selalu merupakan bilangan rasional. Selanjutnya dia menyimpulkan bahwa jumlah dari dua bilangan irrasional juga selalu merupakan bilangan irrasional. Berikan beberapa contoh yang menunjukkan bahwa kesimpulan Pak Aan salah. 3. Bu Winda berpendapat bahwa bentuk 3 1− 1 5 adalah bilangan irrasional karena bukan merupakan rasio dari dua bilangan bulat. Apakah pendapat Bu Winda dapat dibenarkan? Berikan alasannya. 4. Tuliskan enam bilangan rasional antara 3 dan 4. 5. Tuliskan sepuluh bilangan rasional antara 3 5 dan 4 5 . 6. Nyatakan apakah pernyataan berikut benar atau salah. Berikan alasannya. a. Setiap bilangan asli merupakan bilangan cacah. b. Setiap bilangan cacah merupakan bilangan asli. c. Setiap bilangan bulat merupakan bilangan cacah. d. Setiap bilangan cacah merupakan bilangan bulat. e. Setiap bilangan rasional merupakan bilangan cacah. f. Setiap bilangan cacah merupakan bilangan rasional. 7. Nyatakan apakah pernyataan berikut benar atau salah. Berikan alasannya. a. Setiap bilangan irrasional merupakan bilangan real. b. Setiap bilangan real merupakan bilangan irrasional. Diskusikan permasalahan tersebut dan presentasikan hasil kerja Anda. Kegiatan 2. (In Service Learning 1) 1. Taksirlah nilai dari 4,19×0,0309 0,0222 .
  • 4. 4 2. Taksirlah nilai dari 52,41×0,044 0,00118 . 3. Taksirlah nilai dari √990 . 4. Taksirlah nilai dari √ 8,05×24,78 1,984 . 5. Taksirlah nilai dari 7,94 2,01 sampai 1 angka penting. 6. Taksirlah nilai dari 21,83×0,498 220,1 sampai 1 angka penting. 7. Taksirlah nilai dari 97,85×√63,8 24,79 sampai 1 angka penting. 8. Taksirlah nilai dari 4870×1227+968×4870 1936×0,49 sampai 1 angka penting. Diskusikan permasalahan tersebut dan presentasikan hasil kerja Anda. Kegiatan 3. (In Service Learning 1) 1. Jelaskan perbedaan antara −√9 dan √−9 . 2. Kita mengetahui bahwa 53 = 125 dan 54 = 625. Jelaskan mengapa √−125 3 = −5 tetapi √−625 4 ≠ −5. 3. Bu Bilkis menyederhanakan bentuk √192 dengan menuliskan √192 = √16 ∙ 12 = 4√12 a. Jelaskan mengapa 4√12 bukan bentuk paling sederhana dari √192 . b. Tunjukkan cara menyederhanakan bentuk √192 dengan mulai dari 4√12 . c. Tentukan bentuk paling sederhana dari √192 . 4. Pak Wahyu berpendapat bahwa (2)3(5)2 = (10)5 . Apakah pendapat Pak Wahyu dapat dibenarkan? Jelaskan alasannya. 5. Pak Faiz berpendapat bahwa (2)3(5)3 = (10)3 . Apakah pendapat Pak Faiz dapat dibenarkan? Jelaskan alasannya. 6. Bu Tata berpendapat bahwa 𝑎0 + 𝑎0 = 𝑎0+0 = 𝑎0 = 1. Apakah pendapat Bu Tata dapat dibenarkan? Jelaskan alasannya. 7. Bu Futik berpendapat bahwa 𝑎0 + 𝑎0 = 2𝑎0 = 2. Apakah pendapat Bu Futik dapat dibenarkan? Jelaskan alasannya. Diskusikan permasalahan tersebut dan presentasikan hasil kerja Anda.
  • 5. 5 Kegiatan 4. (On the Job Learning) 1. Bagaimana cara kita mengetahui bahwa tidak ada bilangan rasional positif yang terkecil? 2. Jelaskan mengapa 2 adalah satu-satunya bilangan prima genap. 3. Jika 𝑎 dan 𝑏 adalah bilangan-bilangan prima yang tidak sama, apakah √𝑎𝑏 merupakan bilangan rasional atau bilangan irrasional? Berikan alasannya. 4. Tunjukkan bahwa hasil bagi dari dua bilangan irrasional dapat merupakan bilangan rasional atau bilangan irrasional. 5. Apakah 0 merupakan bilangan rasional? Dapatkah Anda menuliskannya dalam bentuk 𝑝 𝑞 , dengan 𝑝 dan 𝑞 adalah bilangan bulat dan 𝑞 ≠ 0? Jelaskan alasannya. 6. Apakah akar kuadrat dari seluruh bilangan bulat positif merupakan bilangan irrasional? Jika tidak, berikan contoh akar kuadrat dari bilangan bulat positif yang merupakan bilangan rasional. 7. Bu Mona tahu bahwa setiap bilangan, kecuali 2, yang angka terakhirnya kelipatan 2 adalah bilangan komposit. Selanjutnya Bu Mona menyimpulkan bahwa setiap bilangan, kecuali 3, yang angka terakhirnya kelipatan 3 juga merupakan bilangan komposit. Apakah pendapat Bu Mona dapat dibenarkan? Berikan alasannya. 8. Bu Ira berpendapat bahwa √ 18 50 adalah bilangan irrasional karena merupakan rasio dari √18 yang merupakan bilangan irrasional dan √50 yang juga merupakan bilangan irrasional. Apakah pendapat Bu Ira dapat dibenarkan? Berikan alasannya. Diskusikan permasalahan tersebut selama kegiatan On the Job Learning. Kegiatan 5. (On the Job Learning) 1. Taksirlah nilai dari 31,98÷8,03 48,109−29.989×0,995 sampai 1 angka penting. 2. Taksirlah nilai dari 20,02 × 9,99 − 6,112 × 16,027 (1,977)3 sampai 2 angka penting. 3. Taksirlah nilai dari √136,05 − (2,985 + 7,001)2 sampai 1 angka penting.
  • 6. 6 4. Pak Hafiz berpendapat bahwa 3,14 merupakan pendekatan yang lebih baik untuk nilai 𝜋 daripada 22 7 . Apakah pendapat Pak Hafiz dapat dibenarkan? Berikan alasannya. 5. Jika 12,5 = 12,50, jelaskan mengapa pengukuran sepanjang 12,50 meter lebih tepat dan akurat daripada pengukuran sepanjang 12,5 meter. 6. Sebuah lintasan jalan berbentuk melingkar mempunyai jari-jari 63 meter. Bu Mirna mengendarai sepedanya mengelilingi lintasan tersebut sebanyak 10 kali. Selanjutnya Bu Mirna mengalikan jari-jari lintasan jalan dengan 2𝜋 untuk memperoleh keliling lintasan. Bu Mirna mengatakan bahwa dia sudah mengendarai sepedanya sejauh 4,0 kilometer. Tetapi temannya yang bernama Bu Sita mengatakan bahwa lebih tepat jika Bu Mirna mengendarai sepeda sejauh 4 kilometer. Pendapat siapakah yang paling tepat? Berikan alasannya. Diskusikan permasalahan tersebut selama kegiatan On the Job Learning. Kegiatan 6. (On the Job Learning) 1. Gunakan eksponen untuk menunjukkan bahwa untuk 𝑎 > 0, maka ( √ 𝑎 𝑛 ) 0 = 1. 2. Gunakan eksponen untuk menunjukkan bahwa untuk 𝑎 > 0, maka √√ 𝑎 = √ 𝑎 4 . 3. Pak Yafi berpendapat bahwa untuk setiap 𝑥 ≠ 0, bentuk 𝑥−2 adalah bilangan positif kurang dari 1. Apakah pendapat Pak Yafi dapat dibenarkan? Berikan alasannya. 4. Untuk nilai 𝑥 < 0 apakah berlaku √𝑥2 = −𝑥? Jelaskan alasannya. 5. Pak Dito mengatakan bahwa jika 𝑎 adalah bilangan bulat genap dan 𝑥 ≥ 0 maka √ 𝑥 𝑎 = 𝑥 𝑎 2. Apakah pendapat Pak Dito dapat dibenarkan? Jelaskan alasannya. 6. Pak Sonny menyederhanakan bentuk 7 2√7 dengan menuliskan 7 sebagai √49 , selanjutnya membagi pembilang dan penyebut dengan √7 . a. Tunjukkan bahwa cara yang dilakukan Pak Sonny dapat dibenarkan. b. Dapatkah 7 2√5 disederhanakan menggunakan cara yang sama? Jelaskan alasannya.
  • 7. 7 7. Untuk merasionalkan penyebut dari 4 2+√8 , Bu Afiffah mengalikan dengan 2−√8 2−√8 sedangkan Bu Marisha mengalikan dengan 1−√2 1−√2 . Jelaskan bahwa cara yang dilakukan Bu Afiffah dan Bu Marisha semuanya dapat dibenarkan. Diskusikan permasalahan tersebut selama kegiatan On the Job Learning.
  • 9. 9 BAB I SISTEM BILANGAN DAN OPERASI HITUNG BILANGAN A. Bilangan Cacah, Asli, Bulat, Rasional Bilangan-bilangan 1, 2, 3, 4, … dinamakan bilangan asli. Adapun bilangan-bilangan 0, 1, 2, 3, 4, … dinamakan bilangan cacah. Sistem bilangan yang kita gunakan sehari- hari menggunakan sepuluh angka untuk melambangkan bilangan, yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Sistem bilangan ini menggunakan sistem basis 10, sering disebut juga sistem desimal. Dengan menggunakan kombinasi yang berbeda dalam penyusunan kesepuluh angka tersebut, kita dapat membentuk seluruh bilangan dalam sistem bilangan. Masing-masing sepuluh angka tersebut juga merupakan bilangan cacah. Dengan demikian bilangan cacah terkecil adalah 0, sedangkan bilangan cacah satu angka terbesar adalah 9. Bilangan-bilangan cacah yang tidak sama dengan 0, yaitu 1, 2, 3, 4, 5, … dinamakan bilangan asli. Bilangan-bilangan cacah 0, 2, 4, 6, 8, … dinamakan bilangan genap, karena bilangan-bilangan tersebut habis dibagi 2. Adapun bilangan-bilangan cacah 1, 3, 5, 7, 9, … dinamakan bilangan ganjil, karena bilangan-bilangan tersebut tidak habis dibagi 2. Bilangan cacah bersama-sama dengan −1, −2, −3, −4, … membentuk himpunan bilangan bulat. Bilangan-bilangan 1, 2, 3, 4, … dinamakan bilangan bulat positif, bisa juga dinamakan bilangan asli. Adapun bilangan-bilangan −1, −2, −3, −4, … dinamakan bilangan bulat negatif. Bilangan rasional adalah bilangan yang dapat dinyatakan dalam bentuk 𝑎 𝑏 , dengan 𝑎 dan 𝑏 bilangan bulat, 𝑏 ≠ 0. Dari definisi bilangan rasional, maka pecahan-pecahan seperti − 3 4 , 1 2 , dan 5 3 merupakan bilangan rasional. Jika kita mengganti nilai 𝑏 pada 𝑎 𝑏 dengan 1, kita akan memperoleh 𝑎 𝑏 = 𝑎 1 = 𝑎. Dengan demikian, bilangan-bilangan seperti 6 = 6 1 , −5 = −5 1 , −10 = −10 1 , 0 = 0 1 juga merupakan bilangan rasional. Bilangan-bilangan yang tidak dapat dapat dinyatakan dalam bentuk 𝑎 𝑏 , dengan 𝑎 dan 𝑏 bilangan bulat, 𝑏 ≠ 0, dinamakan bilangan irrasional. Sebagai contoh bilangan irrasional adalah √2, √3, √5, 𝜋.
  • 10. 10 B. Aturan dalam Operasi Hitung Bilangan Apabila dua atau lebih operasi hitung terdapat dalam suatu ekspresi aritmetika, kita menggunakan aturan sebagai berikut:  Untuk ekspresi aritmetika yang hanya melibatkan penjumlahan dan pengurangan, kita melakukan operasi hitung secara berurutan dari paling kiri ke yang paling kanan. Contoh: 15 + 18⏟ − 9 = 33 − 9 = 24  Untuk ekspresi aritmetika yang hanya melibatkan perkalian dan pembagian, kita melakukan operasi hitung secara berurutan dari paling kiri ke yang paling kanan. Contoh: 12 × 8⏟ ÷ 3 ÷ 4 = 96 ÷ 3⏟ ÷ 4 = 32 ÷ 4 = 8  Untuk ekspresi aritmetika yang melibatkan empat operasi (perkalian, pembagian, penjumlahan, pengurangan), kita melakukan urutan operasi hitung dengan perkalian atau pembagian harus dikerjakan terlebih dahulu sebelum penjumlahan atau pengurangan. Contoh: 20 ÷ 5⏟ + 2 × 3⏟ = 4 + 6 = 10  Untuk ekspresi aritmetika yang melibatkan sepasang tanda kurung, kita melakukan urutan operasi hitung dengan mengoperasikan terlebih dahulu ekspresi yang berada di antara sepasang tanda kurung. Contoh: (12 + 18)⏟ × 3 + (52 − 2)⏟ × 2 = 30 × 3⏟ + 50 × 2⏟ = 90 + 100 = 190  Untuk ekspresi aritmetika yang melibatkan sepasang tanda kurung di antara pasangan tanda kurung yang lain, kita melakukan urutan operasi hitung dengan mengoperasikan terlebih dahulu ekspresi yang berada di antara sepasang tanda kurung yang paling dalam.
  • 11. 11 Contoh: ((13 + 7)⏟ × 4 − (70 − 6)⏟ ÷ 8) × 2 = (20 × 4⏟ − 64 ÷ 8⏟ ) × 2 = (80 − 8) × 2 = 72 × 2 = 144 C. Sifat-Sifat Pada Operasi Hitung Bilangan Beberapa sifat pada operasi hitung bilangan  Sifat komutatif Secara umum, untuk setiap bilangan bulat 𝑎 dan 𝑏 berlaku  𝑎 + 𝑏 = 𝑏 + 𝑎…..(sifat komutatif pada penjumlahan)  𝑎 × 𝑏 = 𝑏 × 𝑎…..(sifat komutatif pada perkalian)  Sifat asosiatif Secara umum, untuk setiap bilangan bulat 𝑎, 𝑏 dan 𝑐 berlaku  (𝑎 + 𝑏) + 𝑐 = 𝑎 + (𝑏 + 𝑐)…..(sifat asosiatif pada penjumlahan)  (𝑎 × 𝑏) × 𝑐 = 𝑎 × (𝑏 × 𝑐)…..(sifat asosiatif pada perkalian)  Sifat distributif Secara umum, untuk setiap bilangan bulat 𝑎, 𝑏 dan 𝑐 berlaku  𝑎 × (𝑏 + 𝑐) = 𝑎 × 𝑏 + 𝑎 × 𝑐…..(sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan)  𝑎 × (𝑏 − 𝑐) = 𝑎 × 𝑏 − 𝑎 × 𝑐…..(sifat distributif perkalian terhadap pengurangan) Contoh: Hitunglah tanpa menggunakan kalkulator: a. 67 + 25 + 13 b. 5 × (60 + 4) c. 7 × (100 − 5) d. (100 + 10 + 2) × 4 e. 98 × 9 + 2 × 9 f. 56 × 11 + 24 × 11 g. 67 × 8 + 67 × 5 − 67 × 3
  • 12. 12 h. 46 + 52 i. 47 + 79 j. 24 × 999 k. 201 × 199 l. 54 × 56 m. 7972 Penyelesaian: a. 67 + 25 + 13 = 67 + 13⏟ + 25 = 80 + 25 = 105 b. 5 × (60 + 4) = 5 × 60⏟ + 5 × 4⏟ = 300 + 20 = 320 c. 7 × (100 − 5) = 7 × 100⏟ − 7 × 5⏟ = 700 − 35 = 665 d. (100 + 10 + 2) × 4 = 100 × 4⏟ + 10 × 4⏟ + 2 × 4⏟ = 400 + 40 + 8 = 448 e. 98 × 9 + 2 × 9 = (98 + 2)⏟ × 9 = 100 × 9 = 900 f. 56 × 11 + 24 × 11 = (56 + 24)⏟ × 11 = 80 × 11 = 880 g. 67 × 8 + 67 × 5 − 67 × 3 = 67 × (8 + 5 − 3)⏟ = 67 × 10 = 679 h. Cara I: 46 + 52 = 46 + 50 + 2 = 96 + 2 = 98 Cara II: 46 + 52 = 52 + 46 = 52 + 40 + 6 = 92 + 6 = 98
  • 13. 13 i. 47 + 79 = 47 + (80 − 1) = 47 + 80 − 1 = 127 − 1 = 126 j. 24 × 999 = 24 × (1000 − 1) = (24 × 1000) − (24 × 1) = 24000 − 24 = 23976 k. Cara I: 201 × 199 = (200 + 1)(200 − 1) = 2002 − 12 = 40000 − 1 = 39999 Cara II: 201 × 199 = (200 + 1)(200 − 1) = 200 × (200 − 1) + (200 − 1) = 40000 −200 + 200⏟ − 1 = 39999 l. Cara I: 54 × 56 = (50 + 4)(50 + 6) = 50 × (50 + 6) + 4 × (50 + 6) = 2500 +300 + 200⏟ + 24 = 3024 Cara II: 54 × 56 = (60 − 6)(60 − 4) = 60 × (60 − 4) − 6 × (60 − 4) = 3600 −240 − 360⏟ + 24 = 3024 m. 7972 = (800 − 3)2 = (800 − 3)(800 − 3) = 800 × (800 − 3) − 3 × (800 − 3) = 640000 − 2400 − 2400 + 9 = 635209 D. Sifat Keterbagian Bilangan Bulat Apabila kita membagi 42 dengan 6, maka tidak akan menghasilkan sisa bagi karena 42 ÷ 6 = 7. Kita katakan bahwa 42 habis dibagi 6 atau 6 adalah faktor/pembagi dari 42. Karena 42 juga habis dibagi 7, kita dapat mengatakan bahwa 7 juga merupakan
  • 14. 14 faktor dari 42. Secara umum, jika 𝑎 habis dibagi 𝑏, maka 𝑏 adalah faktor dari 𝑎, atau dengan kata lain, faktor-faktor dari suatu bilangan membagi habis bilangan tersebut tanpa bersisa. Karena 14 habis dibagi 2, yaitu 14 ÷ 2 = 7, maka dikatakan bahwa 14 merupakan kelipatan 2. Secara umum, jika 𝑎 habis dibagi 𝑏, maka 𝑎 adalah kelipatan dari 𝑏. Beberapa sifat keterbagian suatu bilangan:  Suatu bilangan asli habis dibagi 2 jika angka satuan dari bilangan tersebut adalah 0, 2, 4, 6, dan 8.  Suatu bilangan asli habis dibagi 3 jika jumlah angka-angka pada bilangan tersebut habis dibagi 3.  Suatu bilangan asli habis dibagi 4 jika dua angka terakhirnya adalah 0 atau habis dibagi 4.  Suatu bilangan asli habis dibagi 5 jika angka terakhirnya adalah 0 atau 5.  Suatu bilangan asli habis dibagi 6 jika bilangan tersebut habis dibagi 2 dan 3.  Suatu bilangan asli habis dibagi 8 jika tiga angka terakhirnya habis dibagi 8.  Suatu bilangan asli habis dibagi 9 jika jumlah angka-angka pada bilangan tersebut habis dibagi 9.  Suatu bilangan asli habis dibagi 10 jika angka terakhirnya adalah 0.  Suatu bilangan asli habis dibagi 11 jika selisih jumlah angka pada posisi genap dengan jumlah angka pada posisi ganjil adalah 0 atau kelipatan 11. E. Soal Latihan 1. Hitunglah tanpa menggunakan kalkulator: a. 3 × 5 + 7 b. 4 × 6 + 3 × 5 c. 30 − 2 × 8 d. 50 ÷ 5 + 3 × 4 e. 64 ÷ 4 × 5 − 37 f. 28 − 35 ÷ 7 + 2 × 4 2. Hitunglah tanpa menggunakan kalkulator: a. 7 × 10 + 4 × 10 + 5 b. 64 ÷ 4 − (3 + 3) × 2
  • 15. 15 c. 70 ÷ (4 + 3) + 60 ÷ (4 + 2) d. 8 × (2 + 3) − (4 + 2) × 3 e. 20 + 4 × (2 + 7) − 3 × (10 − 5) f. 15 ÷ (4 + 1) − 8 × 3 + 7 × (2 + 3) 3. Hitunglah tanpa menggunakan kalkulator: a. 108 ÷ ((4 + 2) × 3) b. ((20 + 5) ÷ 5 + 4) × 12 c. (300 ÷ 6 − (4 + 2) × 3) + 8 d. (2 + 5) × 9 − ((3 + 2) × 4 − 8) e. 6 × ((20 − 12) × 2 − 5 × 3) f. (((19 + 23) ÷ 21) + 19) × 19 4. Hitunglah tanpa menggunakan kalkulator: a. 37 + 25 + 43 b. 73 + 18 + 27 c. 81 + 19 + 33 + 17 d. 45 × 7 + 45 × 3 e. 59 × 19 − 59 × 9 f. 61 × 123 − 23 × 61 g. 1291 × 1291 − 1291 × 1281 h. 5 × 816 × 20 i. 25 × 1999 × 4 j. 2 × 6505 × 50 k. 8888 × 25 l. 8888 × 125 m. 4 × 8 × 9 × 5 × 5
  • 16. 16 BAB II APROKSIMASI (PENDEKATAN) DAN ESTIMASI (PENAKSIRAN) A. Pembulatan Secara umum, langkah-langkah untuk melakukan pembulatan terhadap suatu bilangan desimal sampai 𝑛 tempat desimal adalah sebagai berikut:  Perhatikan bilangan desimal yang akan dibulatkan.  Jika bilangan tersebut akan dibulatkan sampai 𝑛 tempat desimal, maka cek angka yang berada tepat pada posisi ke-(𝑛 + 1) di sebelah kanan tanda koma.  Apabila nilainya kurang dari 5 maka bulatkan ke bawah.  Apabila nilainya lebih dari atau sama dengan 5 maka bulatkan ke atas. Contoh: 1. Bulatkan 4,136 sampai: a. 1 tempat desimal. b. 2 tempat desimal. Penyelesaian: a. 4,136 akan dibulatkan sampai 1 tempat desimal, sehingga kita cek angka yang berada pada posisi kedua di sebelah kanan tanda koma, yaitu 3. Karena nilainya kurang dari 5 (3 < 5), maka lakukan pembulatan ke bawah menjadi 4,1. Kita menuliskan 4,136 = 4,1 (sampai 1 tempat desimal). b. 4,136 akan dibulatkan sampai 2 tempat desimal, sehingga kita cek angka yang berada pada posisi ketiga di sebelah kanan tanda koma, yaitu 6. Karena nilainya lebih dari 5 (6 > 5), maka lakukan pembulatan ke atas menjadi 4,14. Kita menuliskan 4,136 = 4,14 (sampai 2 tempat desimal). 2. Bulatkan 7,6378 sampai: a. Bilangan bulat terdekat. b. 1 tempat desimal. c. 2 tempat desimal. Penyelesaian: a. Karena 7,6378 lebih dekat ke 8 daripada ke 7 maka 7,6378 dibulatkan ke atas menjadi 8. Kita menuliskan 7,6378 ≈ 8.
  • 17. 17 b. 7,6378 akan dibulatkan sampai 1 tempat desimal, sehingga kita cek angka yang berada pada posisi kedua di sebelah kanan tanda koma, yaitu 3. Karena nilainya kurang dari 5 (3 < 5), maka lakukan pembulatan ke bawah menjadi 7,6. Kita menuliskan 7,6378 = 7,6 (sampai 1 tempat desimal). c. 7,6378 akan dibulatkan sampai 2 tempat desimal, sehingga kita cek angka yang berada pada posisi ketiga di sebelah kanan tanda koma, yaitu 7. Karena nilainya lebih dari 5 (7 > 5), maka lakukan pembulatan ke atas menjadi 7,64. Kita menuliskan 7,6378 = 7,64 (sampai 2 tempat desimal). 3. Tuliskan 8,6052 sampai: a. 3 tempat desimal b. 2 tempat desimal c. 1 tempat desimal Penyelesaian: a. 8,6052 akan dibulatkan sampai 3 tempat desimal, sehingga kita cek angka yang berada pada posisi keempat di sebelah kanan tanda koma, yaitu 2. Karena nilainya kurang dari 5 (2 < 5), maka lakukan pembulatan ke bawah menjadi 8,605. Kita menuliskan 8,6052 = 8,605 (sampai 3 tempat desimal). b. 8,6052 akan dibulatkan sampai 2 tempat desimal, sehingga kita cek angka yang berada pada posisi ketiga di sebelah kanan tanda koma, yaitu 5. Karena nilainya sama dengan 5, maka lakukan pembulatan ke atas menjadi 8,61. Kita menuliskan 8,6052 = 8,61 (sampai 2 tempat desimal). c. 8,6052 akan dibulatkan sampai 1 tempat desimal, sehingga kita cek angka yang berada pada posisi kedua di sebelah kanan tanda koma, yaitu 0. Karena nilainya kurang dari 5 (0 < 5), maka lakukan pembulatan ke bawah menjadi 8,6. Kita menuliskan 8,6052 = 8,6 (sampai 1 tempat desimal). 4. Bulatkan bilangan-bilangan berikut sampai puluhan terdekat: a. 137 b. 353 c. 65 Penyelesaian: a. Karena 137 lebih dekat ke 140 daripada ke 130, maka 137 dibulatkan ke atas sampai puluhan terdekat menjadi 140. Kita menuliskan 137 ≈ 140.
  • 18. 18 b. Karena 353 lebih dekat ke 350 daripada ke 360, maka 353 dibulatkan ke bawah sampai puluhan terdekat menjadi 350. Kita menuliskan 353 ≈ 350. c. Karena 65 tepat di pertengahan antara 60 dan 70, maka 65 dibulatkan ke atas sampai puluhan terdekat menjadi 70. Kita menuliskan 65 ≈ 70. B. Angka Penting Angka penting menunjuk ke angka-angka pada suatu bilangan, tidak termasuk angka 0 yang posisinya di sebelah kiri dari seluruh angka lain yang bukan 0. Angka penting digunakan untuk melambangkan derajat keakuratan. Semakin banyak angka penting yang dimiliki oleh suatu bilangan, semakin besar derajat keakuratan dari bilangan tersebut. Pandang beberapa bilangan berikut: 84,015; 0,0063; 0,05600. Pada bilangan 84,015 terdapat 5 angka penting. Pada bilangan 0,0063 hanya terdapat 2 angka penting. Adapun pada bilangan 0,05600 terdapat 4 angka penting, karena dua angka 0 terakhir digunakan untuk menunjukkan keakuratan dari bilangan tersebut. Berikut ini beberapa aturan untuk menentukan banyak angka penting:  Semua angka bukan 0 merupakan angka penting. Sebagai contoh, 214 mempunyai 3 angka penting.  Angka 0 yang terdapat di antara angka bukan 0 merupakan angka penting. Sebagai contoh, 603 mempunyai 3 angka penting.  Pada bilangan desimal, semua angka 0 sebelum angka bukan 0 yang pertama bukan merupakan angka penting. Sebagai contoh, 0,006 hanya mempunyai 1 angka penting.  Angka 0 setelah angka bukan 0 merupakan angka penting. Sebagai contoh, 23000 mempunyai 5 angka penting, dan 2,00 mempunyai 3 angka penting.  Apabila suatu bilangan cacah sudah dibulatkan, angka 0 yang terletak di sebelah kanan dari angka bukan 0 terakhir bisa merupakan angka penting ataupun bukan merupakan angka penting, tergantung dari bilangan itu dibulatkan sampai ke berapa. Sebagai contoh, apabila dibulatkan sampai ratusan terdekat, 23000 hanya mempunyai 2 angka penting. Apabila dibulatkan sampai puluhan terdekat, 23000 mempunyai 3 angka penting.
  • 19. 19 Untuk melakukan pembulatan dari suatu bilangan sehingga mempunyai 𝑛 angka penting yang ditentukan, kita mengikuti aturan berikut:  Perhatikan nilai dari angka yang berada pada posisi ke-𝑛, dimulai dari kiri ke kanan dari angka pertama yang bukan 0. Selanjutnya cek nilai angka pada posisi ke-(𝑛 + 1) yang tepat berada di sebelah kanan angka ke-𝑛.  Apabila angka ke-(𝑛 + 1) nilainya kurang dari 5, hapuskan angka ke-(𝑛 + 1) dan seluruh angka di sebelah kanannya. Sebagai contoh, 2,04045 = 2,040 (4 angka penting), 0,400127 = 0,400 (3 angka penting).  Apabila angka ke-(𝑛 + 1) nilainya lebih dari atau sama dengan 5, tambahkan 1 ke nilai angka ke-𝑛 dan hapuskan angka ke-(𝑛 + 1) dan seluruh angka di sebelah kanannya. Contoh: 1. Tentukan banyaknya angka penting dari bilangan-bilangan berikut: a. 0,0401 b. 3,1208 c. 0,0005 d. 0,10005 e. 3,56780 f. 73000 (sampai ribuan terdekat) Penyelesaian: a. 3 angka penting. b. 5 angka penting. c. 1 angka penting. d. 5 angka penting. e. 6 angka penting. f. 2 angka penting. 2. Nyatakan bilangan-bilangan berikut dalam bentuk yang mempunyai banyak angka penting seperti ditunjukkan: a. 0,003468; supaya mempunyai 3 angka penting. b. 0,07614; supaya mempunyai 2 angka penting. c. 14,408; supaya mempunyai 5 angka penting. d. 28,7026; supaya mempunyai 4 angka penting.
  • 20. 20 Penyelesaian: a. Untuk menyatakan dalam bentuk yang mempunyai 3 angka penting, kita cek angka keempat dari kiri yang bukan 0. Ternyata angkanya adalah 8. Karena nilainya lebih dari 5, kita tambahkan 1 ke angka ketiga dari kiri yang bukan 0. Sehingga 0,003468 = 0,00347 (sampai 3 angka penting). b. Untuk menyatakan dalam bentuk yang mempunyai 2 angka penting, kita cek angka ketiga dari kiri yang bukan 0. Ternyata angkanya adalah 1. Karena nilainya kurang dari 5, kita hapuskan angka ketiga dan seluruh angka di sebelah kanannya. Sehingga 0,07614 = 0,076 (sampai 2 angka penting). c. 14,4089 = 14,409 (sampai 5 angka penting). d. 28,7026 = 28,70 (sampai 4 angka penting). C. Estimasi (Penaksiran) Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menggunakan estimasi (penaksiran) apabila untuk memperoleh jawaban akhir yang pasti diperkirakan tidak memungkinkan ataupun tidak diperlukan. Estimasi sering menggunakan pembulatan, baik pembulatan ke bawah, pembulatan ke atas, ataupun pembulatan sampai 𝑛 tempat desimal. Secara umum, langkah-langkah untuk melakukan penaksiran adalah sebagai berikut:  Selalu cari bilangan-bilangan yang nantinya akan memudahkan dalam melakukan perhitungan, misalnya satuan, puluhan, ratusan, atau ribuan. Sebagai contoh, 45,4 × 95,72 ≈ 45 × 100.  Selalu ingat bilangan desimal sederhana yang ekuivalen dengan bilangan pecahan, misalnya 0,25 = 1 4 , 0,5 = 1 2 , 0,125 = 1 8 .  Dalam melakukan perhitungan, supaya hasil estimasinya mendekati jawaban sebenarnya, satu faktor dibulatkan ke atas dan satu faktor lain dibulatkan ke bawah. Sebagai contoh, 3578 × 4127 ≈ 3600(↑) × 4000(↓) .  Untuk ekspresi berupa pecahan, bulatkan sampai ke bilangan yang mudah untuk dilakukan pembagian. Sebagai contoh, 18,52×4,31 1,79 ≈ 20×4 2 . Contoh: 1. Taksirlah hasil perhitungan berikut:
  • 21. 21 a. 59,67 − 24,265 + 11,32 b. 58,75 × 47,5 ÷ 44,65 Penyelesaian: a. Kita bulatkan 59,67 ke 60, kemudian 24,265 ke 20, dan 11,32 ke 10. Sehingga 59,67 − 24,265 + 11,32 ≈ 60 − 20 + 10 = 50. b. Kita bulatkan 58,75 ke 60, kemudian 47,5 ke 50, dan 44,65 ke 40. Sehingga 58,75 × 47,5 ÷ 44,65 ≈ 60 × 50 ÷ 40 = 75. 2. Taksirlah hasil perhitungan berikut: a. 26,5 + 19,85 − 8,21 b. 7,56 × 4,105 c. 5015 ÷ 198 Penyelesaian: a. 26,5 + 19,85 − 8,21 ≈ 27 + 20 − 8 = 39 b. 7,56 × 4,105 ≈ 8 × 4 = 32 c. 5015 ÷ 198 ≈ 5000 ÷ 200 = 25 3. Taksirlah hasil perhitungan berikut sampai 1 angka penting: a. 39,7 × 1,61 b. 39,7 ÷ 1,61 c. √39,7 d. 1 39,7 Penyelesaian: a. 39,7 × 1,61 ≈ 40 × 1,6 = 64 ≈ 60 (sampai 1 angka penting) Keterangan:  39,7 (punya 3 angka penting) dibulatkan menjadi 40 (punya 2 angka penting).  1,61 (punya 3 angka penting) dibulatkan menjadi 1,6 (punya 2 angka penting).
  • 22. 22  64 (punya 2 angka penting) dibulatkan menjadi 60 (punya 1 angka penting). b. 39,7 ÷ 1,61 ≈ 40 ÷ 1,6 = 25 ≈ 30 (sampai 1 angka penting) c. √39,7 ≈ √36 = 6 (sampai 1 angka penting) Keterangan:  39,7 dibulatkan menjadi 36 (bilangan kuadrat terdekat) d. 1 39,7 ≈ 1 40 = 0,025 ≈ 0,03 (sampai 1 angka penting)
  • 23. 23 BAB III SIFAT BILANGAN BERPANGKAT DAN BENTUK AKAR A. Bilangan Berpangkat Positif Secara umum jika 𝑎 adalah bilangan real dan 𝑛 bilangan bulat positif, maka dapat disimpulkan 𝑎 𝑛 = 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × ⋯ × 𝑎⏟ 𝑛 faktor Pada bentuk di atas 𝑎 disebut bilangan pokok/basis, sedangkan 𝑛 disebut pangkat/eksponen. Contoh: Hitunglah. a. (−5)3 b. −34 c. (0,1)3 d. (5𝑧)2 Penyelesaian: a. (−5)3 = (−5) × (−5) × (−5) = −125 b. −34 = −(3 × 3 × 3 × 3) = −81 c. (0,1)3 = (0,1) × (0,1) × (0,1) = 0,001 d. (5𝑧)2 = (5𝑧) × (5𝑧) = 25𝑧2 B. Bilangan Berpangkat Nol dan Bilangan Berpangkat Negatif Perhatikan bilangan berpangkat-bilangan berpangkat berikut ini: 33 = 27 32 = 9 31 = 3 Jika dicermati, pola pada bagian pangkatnya dari baris teratas ke bawah, ternyata pangkatnya berkurang dengan 1. Berarti kita selanjutnya berhadapan dengan bentuk 30 . Berapa nilai 30 ?
  • 24. 24 Perhatikan bagian ruas kanan dari pola di atas. Bilangan-bilangan yang menjadi hasil perpangkatan tersebut diperoleh dengan membagi 3 dari bilangan di atasnya. Karena 3 dibagi 3 hasilnya adalah 1, maka kita peroleh 30 = 1. Apabila pola diteruskan, kita akan memperoleh bentuk: 3−1 = 1 3 = 1 31 3−2 = 1 9 = 1 32 3−3 = 1 27 = 1 33 Secara umum dari pola perpangkatan tersebut kita memperoleh pengertian bilangan berpangkat nol dan bilangan berpangkat negatif: 𝑎0 = 1, dengan 𝑎 ≠ 0 𝑎−𝑛 = 1 𝑎 𝑛 , dengan 𝑛 bilangan bulat positif dan 𝑎 ≠ 0 Contoh: Hitunglah. a. 50 b. (−2)0 c. 2−4 d. (−3)−2 Penyelesaian: a. 50 = 1 b. (−2)0 = 1 c. 2−4 = 1 24 = 1 16 d. (−3)−2 = 1 (−3)2 = 1 (−3)×(−3) = 1 9 C. Bentuk Akar Yoga mempunyai sebidang kebun berbentuk persegi dengan luas 1600 m2. Dia merencanakan untuk membuat pagar di sekeliling kebun tersebut. Berapa panjang
  • 25. 25 pagar yang diperlukan oleh Yoga? Supaya dapat membantu Yoga, kita terlebih dahulu harus mengetahui panjang sisi kebun agar dapat menghitung keliling kebun tersebut. Misal panjang sisi kebun adalah 𝑝 meter. Berarti Yoga harus menyusun persamaan 𝑝 × 𝑝 = 1600. Dalam hal ini 𝑝 = 40 karena 40 × 40 = 1600 atau 402 = 1600. Dengan demikian Yoga harus membangun pagar sepanjang 4 × 40 = 160 meter. Proses menentukan nilai 𝑝 = 40 ini disebut proses melakukan penarikan akar kuadrat atau akar pangkat dua dari 1600 dan ditulis sebagai √1600 = 40. Bentuk √1600 dibaca “akar kuadrat dari 1600” atau “akar pangkat dua dari 1600”. Penting untuk dicermati bahwa walaupun (−40) × (−40) = 1600, akan tetapi dalam situasi ini panjang sisi tidak mungkin negatif sehingga kita hanya menggunakan nilai 𝑝 = 40. Secara umum, jika 𝑎 tidak negatif (𝑎 ≥ 0) maka √ 𝑎 adalah suatu bilangan tidak negatif yang hasil kuadratnya sama dengan 𝑎. Pada permasalahan berikutnya, Ira ingin mencari panjang rusuk sebuah kubus yang sudah diketahui volumenya. Dalam hal ini Ira berhadapan dengan masalah bentuk akar yang lain yaitu akar pangkat tiga. Misal volume kubus tersebut diketahui 125 cm2, berapakah panjang rusuk kubus tersebut? Jika panjang rusuk kubus tersebut adalah 𝑟 dan volume kubus adalah 𝑉, maka kita dapat menyusun persamaan untuk volume kubus sebagai berikut: 𝑉 = 𝑟 × 𝑟 × 𝑟 = 𝑟3 Sehingga diperoleh 𝑟3 = 125. Kita tahu bahwa 53 = 125. Dengan demikian 𝑟 = 5. Proses menentukan 𝑟 = 5 ini disebut proses melakukan penarikan akar pangkat tiga dari 125 dan ditulis sebagai √125 3 = 5. Bentuk √125 3 dibaca “akar pangkat tiga dari 125”. Secara umum kita dapat menyimpulkan:  Jika 𝑎 ≥ 0, maka √ 𝑎 𝑛 = 𝑏 jika dan hanya jika 𝑏 𝑛 = 𝑎 dan 𝑏 ≥ 0.  Jika 𝑎 < 0 dan 𝑛 bilangan ganjil, maka √ 𝑎 𝑛 = 𝑏 jika dan hanya jika 𝑏 𝑛 = 𝑎. Bagaimana dengan situasi mencari penyelesaian 𝑝2 = 2? Karena kita tidak dapat mencari bilangan rasional 𝑝 sedemikian hingga 𝑝2 = 2, maka √2 disebut bilangan irrasional.
  • 26. 26 D. Soal Latihan 1. Hitung nilai dari bilangan berikut: a. 35 b. (−3)3 c. −32 d. (−6)4 2. Hitung nilai dari bilangan berikut: a. ( 1 2 ) 4 b. ( 2 3 ) 3 c. (− 1 2 ) 4 d. (− 2 3 ) 3 3. Hitung nilai dari bilangan berikut: a. 90 b. (−9)0 c. 7−2 d. (−5)−2
  • 27. 27 BAB IV OPERASI PADA BILANGAN BERPANGKAT A. Aturan Pertama Bilangan Berpangkat Pandang bentuk 34 × 35 . Sesuai dengan sifat bilangan berpangkat, 34 = 3 × 3 × 3 × 3⏟ 4 faktor dan 35 = 3 × 3 × 3 × 3 × 3⏟ 5 faktor . Sehingga bentuk 34 × 35 dapat dituliskan sebagai 34 × 35 = (3 × 3 × 3 × 3)⏟ 4 faktor × (3 × 3 × 3 × 3 × 3)⏟ 5 faktor = 3 × 3 × 3 × 3 × 3 × 3 × 3 × 3 × 3⏟ 9 faktor = 39 Perhatikan pada bagian pangkat/eksponennya, jelas bahwa 4 + 5 = 9. Dengan demikian kita dapat menuliskan 34 × 35 = 34+5 = 39 . Secara analog, pandang bentuk 𝑎2 × 𝑎4 . Kita tuliskan 𝑎2 = 𝑎 × 𝑎⏟ 2 faktor dan 𝑎4 = 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎⏟ 4 faktor . Sehingga bentuk 𝑎2 × 𝑎4 dapat dituliskan sebagai 𝑎2 × 𝑎4 = (𝑎 × 𝑎)⏟ 2 faktor × (𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎)⏟ 4 faktor = 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎⏟ 6 faktor = 𝑎6 Perhatikan pada bagian pangkat/eksponennya, jelas bahwa 2 + 4 = 6. Dengan demikian kita dapat menuliskan 𝑎2 × 𝑎4 = 𝑎2+4 = 𝑎6 . Kedua contoh di atas memperlihatkan bahwa ketika mengalikan bilangan-bilangan berpangkat dalam basis/bilangan pokok yang sama kita harus menjumlahkan pangkat/eksponennya. Secara umum, Aturan Pertama Bilangan Berpangkat dapat dituliskan sebagai berikut: 𝑎 𝑚 × 𝑎 𝑛 = 𝑎 𝑚+𝑛 dengan 𝑚 dan 𝑛 adalah bilangan bulat positif, 𝑎 ≠ 0. Contoh 1: Sederhanakan yang berikut ini, tuliskan hasilnya dalam bentuk bilangan berpangkat. a. 53 × 57 b. 62 × 63 × 65
  • 28. 28 Penyelesaian: a. 53 × 57 = 53+7 = 510 b. 62 × 63 × 65 = (62 × 63) = 62+3 × 65 = 65 × 65 = 65+5 = 610 × 65 Contoh 2: Sederhanakan yang berikut ini. a. 𝑝2 × 𝑝5 b. 3𝑝 × 6𝑝2 Penyelesaian: a. 𝑝2 × 𝑝5 = 𝑝2+5 = 𝑝7 b. 3𝑝 × 6𝑝2 = 3 × 𝑝 × 6 × 𝑝2 = 3 × 6 × 𝑝1+2 = 18𝑝3 B. Aturan Kedua Bilangan Berpangkat Pandang bentuk 25 ÷ 22 . Sesuai dengan sifat bilangan berpangkat, 25 = 2 × 2 × 2 × 2 × 2⏟ 5 faktor dan 22 = 2 × 2⏟ 2 faktor . Sehingga bentuk 25 ÷ 22 dapat dituliskan sebagai 25 ÷ 22 = 2 × 2 × 2 × 2 × 2 2 × 2 = 2 × 2 × 2 = 23 Perhatikan pada bagian pangkat/eksponennya, jelas bahwa 5 − 2 = 3. Dengan demikian kita dapat menuliskan 25 ÷ 22 = 25−2 = 23 . Secara analog, pandang bentuk 𝑎6 ÷ 𝑎4 . Kita tuliskan 𝑎6 = 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎⏟ 6 faktor dan 𝑎4 = 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎⏟ 4 faktor . Sehingga bentuk 𝑎6 ÷ 𝑎4 dapat dituliskan sebagai 𝑎6 ÷ 𝑎4 = 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 = 𝑎 × 𝑎 = 𝑎2
  • 29. 29 Perhatikan pada bagian pangkat/eksponennya, jelas bahwa 6 − 4 = 2. Dengan demikian kita dapat menuliskan 𝑎6 ÷ 𝑎4 = 𝑎6−4 = 𝑎2 . Kedua contoh di atas memperlihatkan bahwa ketika membagi bilangan-bilangan berpangkat dalam basis/bilangan pokok yang sama kita harus mengurangkan pangkat/eksponennya. Secara umum, Aturan Kedua Bilangan Berpangkat dapat dituliskan sebagai berikut: 𝑎 𝑚 ÷ 𝑎 𝑛 = 𝑎 𝑚−𝑛 dengan 𝑚 dan 𝑛 adalah bilangan bulat positif, 𝑚 > 𝑛, 𝑎 ≠ 0. Contoh 1: Sederhanakan yang berikut ini, tuliskan hasilnya dalam bentuk bilangan berpangkat. a. 48 ÷ 43 b. 57 ÷ 52 ÷ 53 Penyelesaian: a. 48 ÷ 43 = 48−3 = 45 b. 57 ÷ 52 ÷ 53 = (57−2) ÷ 53 = 55 ÷ 53 = 55−3 = 52 Contoh 2: Sederhanakan yang berikut ini. a. 𝑝5×𝑝6 𝑝7 b. 9𝑎7 ÷ 3𝑎3 × 6𝑎2 Penyelesaian: a. 𝑝5×𝑝6 𝑝7 = 𝑝5+6 𝑝7 = 𝑝11 𝑝7 = 𝑝11−7 = 𝑝4 b. 9𝑎7 ÷ 3𝑎3 × 6𝑎2 = 3𝑎7−3 × 6𝑎2 = 3𝑎4 × 6𝑎2 = 18𝑎4+2 = 18𝑎6
  • 30. 30 C. Aturan Ketiga Bilangan Berpangkat Pandang bentuk (2 × 3)2 . Sesuai dengan sifat bilangan berpangkat, bentuk (2 × 3)2 dapat dituliskan sebagai (2 × 3)2 = (2 × 3) × (2 × 3) = 2 × 2 × 3 × 3 = 22 × 32 Perhatikan bahwa masing-masing faktor, yaitu 2 dan 3 semuanya dipangkatkan dengan 2. Dengan demikian (2 × 3)2 = 22 × 32 . Secara analog, pandang bentuk (𝑎𝑏)3 . Sesuai dengan sifat bilangan berpangkat, bentuk (𝑎𝑏)3 dapat dituliskan sebagai (𝑎𝑏)3 = (𝑎𝑏) × (𝑎𝑏) × (𝑎𝑏) = 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × 𝑏 × 𝑏 × 𝑏 = 𝑎3 𝑏3 Perhatikan bahwa masing-masing faktor, yaitu 𝑎 dan 𝑏 semuanya dipangkatkan dengan 3. Dengan demikian (𝑎𝑏)3 = 𝑎3 𝑏3 . Kedua contoh di atas memperlihatkan bahwa ketika suatu bentuk perkalian dipangkatkan dengan suatu eksponen, masing-masing faktor dari bentuk perkalian tersebut dipangkatkan dengan eksponennya. Secara umum, Aturan Ketiga Bilangan Berpangkat dapat dituliskan sebagai berikut: (𝑎𝑏) 𝑚 = 𝑎 𝑚 𝑏 𝑚 dengan 𝑚 adalah bilangan bulat positif, 𝑎 ≠ 0, 𝑏 ≠ 0. Contoh: Sederhanakan yang berikut ini. a. (2 × 4)3 b. (𝑥𝑦)3 × 𝑥2 c. (2𝑎)3 × (3𝑎)2 Penyelesaian: a. (2 × 4)3 = 23 × 43 = 8 × 64 = 512 b. (𝑥𝑦)3 × 𝑥2 = 𝑥3 𝑦3 × 𝑥2 = 𝑥3+2 × 𝑦2 = 𝑥5 𝑦2
  • 31. 31 c. (2𝑎)3 × (3𝑎)2 = 23 × 𝑎3 × 32 × 𝑎2 = 8 × 𝑎3 × 9 × 𝑎2 = 72𝑎3+2 = 72𝑎5 D. Aturan Keempat Bilangan Berpangkat Pandang bentuk ( 3 2 ) 3 . Sesuai dengan sifat bilangan berpangkat, bentuk ( 3 2 ) 3 dapat dituliskan sebagai ( 3 2 ) 3 = ( 3 2 ) × ( 3 2 ) × ( 3 2 ) = 27 8 …..(i) Selanjutnya perhatikan bentuk 33 ÷ 23 . Menurut Aturan 2, bentuk 33 ÷ 23 dapat dituliskan sebagai 33 ÷ 23 = 33 23 = 3×3×3 2×2×2 = 27 8 …..(ii) Dengan demikian dari (i) dan (ii) diperoleh bahwa ( 3 2 ) 3 = 33 23 . Contoh di atas memperlihatkan bahwa ketika suatu bentuk pecahan dipangkatkan dengan suatu eksponen, masing-masing pembilang dan penyebut dari bentuk pecahan tersebut dipangkatkan dengan eksponennya. Secara umum, Aturan Keempat Bilangan Berpangkat dapat dituliskan sebagai berikut: ( 𝑎 𝑏 ) 𝑚 = 𝑎 𝑚 𝑏 𝑚 dengan 𝑚 adalah bilangan bulat positif, 𝑎 ≠ 0, 𝑏 ≠ 0. Contoh: Sederhanakan yang berikut ini. a. ( 𝑥 𝑦 ) 3 × 𝑥4 b. ( 𝑎 2 ) 4 × 8𝑎2 Penyelesaian: a. ( 𝑥 𝑦 ) 3 × 𝑥4 = 𝑥3 𝑦3 × 𝑥4 = 𝑥3×𝑥4 𝑦3 = 𝑥7 𝑦3
  • 32. 32 b. ( 𝑎 2 ) 4 × 8𝑎2 = 𝑎4 24 × 8𝑎2 = 𝑎4×8𝑎2 16 = 8 16 × 𝑎4 × 𝑎2 = 1 2 𝑎6 E. Aturan Kelima Bilangan Berpangkat Pandang bentuk (32)4 . Sesuai dengan sifat bilangan berpangkat, bentuk (32)4 dapat dituliskan sebagai (32)4 = 32 × 32 × 32 × 32 = 32+2+2+2 = 38 Contoh di atas memperlihatkan bahwa ketika suatu bentuk bilangan berpangkat dipangkatkan lagi dengan suatu eksponen, kita harus mengalikan eksponen- eksponennya. Secara umum, Aturan Kelima Bilangan Berpangkat dapat dituliskan sebagai berikut: (𝑎 𝑚) 𝑛 = 𝑎 𝑚𝑛 dengan 𝑚 dan 𝑛 adalah bilangan bulat positif, 𝑎 ≠ 0. Contoh 1: Sederhanakan (𝑎2)4 ÷ (𝑎3)2 . Penyelesaian: (𝑎2)4 ÷ (𝑎3)2 = 𝑎2×4 ÷ 𝑎3×2 = 𝑎8 ÷ 𝑎6 = 𝑎2 Contoh 2: Hitunglah. a. (3−4)2 × (34)3 b. (7−2×76) 2 (72)3 Penyelesaian: a. (3−4)2 × (34)3 = 3−4×2 × 34×3 = 3−8 × 312 = 34 = 81
  • 33. 33 b. (7−2×76) 2 (72)3 = (7−2) 2 ×(76) 2 (72)3 = 7−2×2×76×2 72×3 = 7−4×712 76 = 7−4+12−6 = 72 = 49 F. Bilangan Berpangkat Nol Pandang bentuk 73 ÷ 73 . Menggunakan Aturan Kedua Bilangan Berpangkat kita peroleh 73 ÷ 73 = 73−3 = 70 …..(i) Kita juga mengetahui bahwa 73 ÷ 73 = 73 73 = 7×7×7 7×7×7 = 1 …..(ii) Dari (i) dan (ii) dapat kita simpulkan bahwa 70 = 1. Secara umum, untuk bilangan berpangkat nol kita peroleh: 𝑎0 = 1 dengan 𝑎 ≠ 0. Contoh: Hitunglah. a. 4 × 80 b. 3𝑎0 + 4𝑏0 c. 6𝑥2 × 𝑥4 ÷ 3𝑥6 Penyelesaian: a. 4 × 80 = 4 × 1 = 4 b. 3𝑎0 + 4𝑏0 = 3 × 1 + 4 × 1 = 7 c. 6𝑥2 × 𝑥4 ÷ 3𝑥6 = 6𝑥2+4 ÷ 3𝑥6 = 2𝑥2+4−6 = 2𝑥0 = 2
  • 34. 34 G. Bilangan Berpangkat Negatif Pandang bentuk 53 ÷ 57 . Menggunakan Aturan Kedua Bilangan Berpangkat kita peroleh 53 ÷ 57 = 53−7 = 5−4 …..(i) Kita juga mengetahui bahwa 53 ÷ 57 = 53 57 = 5×5×5 5×5×5×5×5×5×5 = 1 54 …..(ii) Dari (i) dan (ii) dapat kita simpulkan bahwa 5−4 = 1 54 . Secara umum, untuk bilangan berpangkat negatif kita peroleh: 𝑎−𝑛 = 1 𝑎 𝑛 dengan 𝑛 adalah bilangan bulat positif, 𝑎 ≠ 0. Contoh 1: Tuliskan dalam bentuk bilangan berpangkat positif. a. 7𝑎−3 b. (2𝑦)−1 c. 1 2−4 Penyelesaian: a. 7𝑎−3 = 7 × 1 𝑎3 = 7 𝑎3 b. (2𝑦)−1 = 1 2𝑦 c. 1 2−4 = 1 ( 1 24) = 1 ÷ 1 24 = 24 Contoh 2: Sederhanakan yang berikut ini dan tuliskan hasilnya dalam bentuk bilangan berpangkat positif. a. 7−9 × 74
  • 35. 35 b. 𝑏−8 ÷ 𝑏−3 × 𝑏5 Penyelesaian: a. 7−9 × 74 = 7−9+4 = 7−5 = 1 75 b. 𝑏−8 ÷ 𝑏−3 × 𝑏5 = 𝑏−8−(−3)+5 = 𝑏−8+3+5 = 𝑏0 = 1 H. Bilangan Berpangkat Pecahan Pandang bentuk 𝑎 1 2. Aturan Pertama Bilangan Berpangkat juga berlaku untuk bilangan berpangkat pecahan sehingga diperoleh: 𝑎 1 2 × 𝑎 1 2 = 𝑎 1 2 + 1 2 = 𝑎1 = 𝑎 …..(i) Menurut definisi bilangan berpangkat: 𝑎 1 2 × 𝑎 1 2 = (𝑎 1 2) 2 …..(ii) Dari (i) dan (ii) diperoleh: (𝑎 1 2) 2 = 𝑎 Selanjutnya dengan menarik akar kuadrat pada kedua ruas diperoleh: 𝑎 1 2 = √ 𝑎 …..(iii) Pandang bentuk 𝑎 1 3. Aturan Pertama Bilangan Berpangkat juga berlaku untuk bilangan berpangkat pecahan sehingga diperoleh: 𝑎 1 3 × 𝑎 1 3 × 𝑎 1 3 = 𝑎 1 3 + 1 3 + 1 3 = 𝑎1 = 𝑎 …..(iv) Menurut definisi bilangan berpangkat: 𝑎 1 3 × 𝑎 1 3 × 𝑎 1 3 = (𝑎 1 3) 3 …..(v) Dari (iv) dan (v) diperoleh: (𝑎 1 3) 3 = 𝑎
  • 36. 36 Selanjutnya dengan menarik akar pangkat tiga pada kedua ruas diperoleh: 𝑎 1 3 = √ 𝑎 3 …..(vi) Secara umum, berdasarkan (iii) dan (vi) kita dapat menyimpulkan: 𝑎 1 𝑛 = √ 𝑎 𝑛 dengan 𝑛 adalah bilangan bulat positif, 𝑎 ≠ 0. Pandang bentuk 𝑎 2 3. Aturan Kelima Bilangan Berpangkat juga berlaku untuk bilangan berpangkat pecahan sehingga diperoleh: (𝑎 2 3) 3 = 𝑎2 Selanjutnya dengan menarik akar pangkat tiga pada kedua ruas diperoleh: 𝑎 2 3 = √𝑎23 …..(vii) Karena Aturan Kelima Bilangan Berpangkat juga berlaku untuk bilangan berpangkat pecahan maka kita juga dapat menuliskan: 𝑎 2 3 = (𝑎 1 3) 2 …..(viii) Identitas (viii) juga dapat kita tuliskan 𝑎 2 3 = (√ 𝑎 3 ) 2 …..(ix) Secara umum, berdasarkan (vii) dan (ix) kita dapat menyimpulkan: 𝑎 𝑚 𝑛 = ( √ 𝑎 𝑛 ) 𝑚 = √𝑎 𝑚𝑛 dengan 𝑚 dan 𝑛 adalah bilangan bulat, 𝑎 ≠ 0 . Catatan:  Seluruh aturan bilangan berpangkat bilangan bulat juga berlaku untuk bilangan berpangkat pecahan.  Setiap ekspresi yang melibatkan tanda akar √ 𝑛 , dengan 𝑛 adalah bilangan bulat positif disebut bentuk akar. Contoh 1: Tuliskan yang berikut ini ke dalam bentuk akar dan hitunglah hasilnya. a. 4 1 2
  • 37. 37 b. 27− 1 3 c. 8 2 3 Penyelesaian: a. 4 1 2 = √4 = 2 b. 27− 1 3 = 1 √27 3 = 1 3 c. Cara I 8 2 3 = (√8 3 ) 2 = 22 = 4 Cara II: 8 2 3 = √823 = √64 3 = 4 Cara III: 8 2 3 = (23) 2 3 = 22 = 4 Bandingkan cara I, II, dan III tersebut. Cara mana yang lebih Anda sukai? Mengapa? Contoh 2: Tuliskan yang berikut ini ke dalam bentuk bilangan berpangkat pecahan. a. √𝑝5 b. √𝑎35 c. 1 √𝑥 𝑚𝑛 Penyelesaian: a. √𝑝5 = (𝑝5) 1 2 = 𝑝 5 2 b. √𝑎35 = (𝑎3) 1 5 = 𝑎 3 5 c. 1 √𝑥 𝑚𝑛 = 1 (𝑥 𝑚) 1 𝑛 = 1 𝑥 𝑚 𝑛 = 𝑥− 𝑚 𝑛
  • 38. 38 I. Soal Latihan 1. Nyatakan bentuk perkalian berikut sebagai satu bilangan berpangkat: a. 34 × 36 b. 712 × 725 2. Nyatakan bentuk perkalian berikut sebagai satu bilangan berpangkat dengan 𝑎 ≠ 0: a. 𝑎5 × 𝑎 𝑛 , dengan 𝑛 bilangan asli b. 𝑎 𝑚 × 𝑎10 , dengan 𝑚 bilangan asli 3. Nyatakan bentuk pembagian berikut sebagai satu bilangan berpangkat: a. 25 ÷ 23 b. 510 ÷ 510 c. 35 ÷ 38 4. Nyatakan bentuk pembagian berikut sebagai satu bilangan berpangkat: a. 𝑎6 ÷ 𝑎2 b. 𝑎7 ÷ 𝑎7 c. 𝑎3 ÷ 𝑎8 d. 𝑎 𝑚 ÷ 𝑎4 , dengan 𝑚 bilangan asli e. 𝑎5 ÷ 𝑎 𝑛 , dengan 𝑛 bilangan asli 5. Sederhanakan bentuk berikut: a. (32)4 b. (53) 𝑛 , dengan 𝑛 bilangan asli c. (7 𝑚)5 , dengan 𝑚 bilangan asli d. (2 𝑚) 𝑛 , dengan 𝑚 dan 𝑛 bilangan asli 6. Sederhanakan bentuk berikut: a. (23 52)3 b. (22 𝑏4)2 c. (𝑎3 2 𝑛) 𝑝 , dengan 𝑛 dan 𝑝 bilangan asli d. (𝑎 𝑚 𝑏 𝑛) 𝑝 , dengan 𝑚, 𝑛 dan 𝑝 bilangan asli
  • 39. 39 BAB V PENGERTIAN LOGIKA MATEMATIKA, PERNYATAAN, DAN PERAKIT Kebenaran suatu teori yang dikemukakan setiap ilmuwan, matematikawan, maupun para ahli merupakan hal yang sangat menentukan reputasi mereka. Untuk mendapatkan hal tersebut, mereka akan berusaha untuk mengaitkan suatu fakta atau data dengan fakta atau data lainnya melalui suatu proses penalaran yang sahih atau valid. Sebagai akibatnya, logika merupakan ilmu yang sangat penting dipelajari. Di dalam mata pelajaran matematika maupun IPA, aplikasi logika seringkali ditemukan meskipun tidak secara formal disebut sebagai belajar logika. Bagian ini akan membahas tentang logika yang didahului dengan pengertian penalaran, diikuti dengan pernyataan, perakit-perakit pembentuk: negasi, konjungsi, disjungsi, implikasi dan biimplikasi. A. Pengertian Logika Perhatikan pernyataan menarik yang dikemukakan mantan Presiden AS Thomas Jefferson sebagaimana dikutip Copi (1978) berikut ini: "In a republican nation, whose citizens are to be led by reason and persuasion and not by force, the art of reasoning becomes of first importance" (p. vii). Pernyataan itu menunjukkan pentingnya logika, penalaran dan argumentasi dipelajari dan dikembangkan di suatu negara sehingga setiap warga negara akan dapat dipimpin dengan daya nalar (otak) dan bukannya dengan kekuatan (otot) saja. Karenanya, seperti yang dinyatakan mantan Presiden AS tadi, seni bernalar merupakan hal yang sangat penting. Di samping itu, Copi (1978) juga mengutip pendapat Juliana Geran Pilon yang senada dengan yang diucapkan mantan Presiden AS tadi: "Civilized life depends upon the success of reason in social intercourse, the prevalence of logic over violence in interpersonal conflict" (p. vii). Dua pernyataan di atas telah menunjukkan pentingnya penalaran (reasoning) dalam percaturan politik dan pemerintahan di suatu negara.Tidak hanya di bidang ketatanegaraan maupun hukum saja kemampuan bernalar itu menjadi penting.Di saat mempelajari matematika maupun ilmu-ilmu lainnya penalaran itu menjadi sangat penting dan menentukan. Secara etimologis, logika berasal dari kata Yunani 'logos' yang berarti kata, ucapan, pikiran secara utuh, atau bisa juga berarti ilmu
  • 40. 40 pengetahuan (Kusumah, 1986). Dalam arti luas, logika adalah suatu cabang ilmu yang mengkaji penurunan-penurunan kesimpulan yang sahih (valid, correct) dan yang tidak sahih (tidak valid, incorrect). Proses berpikir yang terjadi di saat menurunkan atau menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataanyang diketahui benaratau dianggap benar itu sering juga disebut dengan penalaran (reasoning). B. Pernyataan Dimulai sejak ia masih kecil, setiap manusia, sedikit demi sedikit melengkapi perbendaharaan kata-katanya. Di saatberkomunikasi, seseorang harus menyusun kata-kata yang dimilikinya menjadi suatu kalimat yang memiliki arti atau bermakna.Kalimat adalah susunan kata-kata yang memiliki arti yang dapat berupa pernyataan ("Pintu itu tertutup."), pertanyaan ("Apakah pintu itu tertutup?"), perintah ("Tutup pintu itu!") ataupun permintaan ("Tolong pintunya ditutup."). Dari empat macam kalimat tersebut, hanya pernyataan saja yang memiliki nilai benar atau salah, tetapi tidak sekaligus benar atau salah. Meskipun para ilmuwan, matematikawan ataupun ahli-ahli lainnya sering menggunakan beberapa macam kalimat tersebut dalam kehidupan sehari-harinya, namun hanya pernyataan saja yang menjadi perhatian mereka dalam mengembangkan ilmunya. Setiap ilmuwan, matematikawan, ataupun ahli-ahli lainnya akan berusaha untuk menghasilkan suatu pernyataan atau teori yang benar. Suatu teori tidak akan ada artinya jika tidak bernilai benar. Karenanya, pembicaraan mengenai benar tidaknya suatu kalimat yang memuat suatu teori telah menjadi pembicaraan dan perdebatan para ahli filsafat dan logika sejak dahulu kala. Beberapa nama yang patut diperhitungkan karena telah berjasa untuk kita adalah Plato (427  347 SM), Aristoteles (384  322 SM), Charles S Peirce (1839  1914) dan Bertrand Russell (1872  1970). Paparan berikut akan membicarakan tentang kebenaran, dalam arti, bilamana suatu pernyataan yang dimuat di dalam suatu kalimat disebut benar dan bilamana disebut salah. Untuk menjelaskan tentang kriteria kebenaran ini perhatikan dua kalimat berikut. a. Semua manusia akan mati. b. Jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180.
  • 41. 41 Pertanyaannya, dari dua kalimat tersebut, kalimat manakah yang bernilai benar dan manakah yang bernilai salah. Pertanyaan selanjutnya, mengapa kalimat tersebut dikategorikan bernilai benar atau salah, dan bilamana suatu kalimat dikategorikan sebagai kalimat yang bernilai benar atau salah. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Suriasumantri (1988) menyatakan bahwa ada tiga teori yang berkait dengan kriteria kebenaran ini, yaitu: teori korespondensi, teori koherensi, dan teori pragmatis. Namun sebagian buku hanya membicarakan dua teori saja, yaitu teori korespondensi dan teori koherensi sehingga pembicaraan kita hanya berkait dengan dua teori tersebut. 1. Teori Korespondensi Teori korespondensi (the correspondence theory of truth) menunjukkan bahwa suatu kalimat akan bernilai benar jika hal-hal yang terkandung di dalam pernyataan tersebut sesuai atau cocok dengan keadaan yang sesungguhnya. Contohnya, “Surabaya adalah ibukota Propinsi Jawa Timur” merupakan suatu pernyataan yang bernilai benar karena kenyataannya memang demikian, yaitu Surabaya memang benar merupakan ibukota Propinsi Jawa Timur. Namun pernyataan “Tokyo adalah Ibukota Singapura”, menurut ini akan bernilai salah karena hal-hal yang terkandung di dalam pernyataan itu tidak sesuai. Teori-teori Ilmu Pengetahuan Alam banyak didasarkan pada teori korespondensi ini. Dengan demikian jelaslah bahwa teori-teori atau pernyataan-pernyataan Ilmu Pengetahuan Alam akan dinilai benar jika pernyataan itu melaporkan, mendeskripsikan, ataupun menyimpulkan kenyataan atau fakta yang sebenarnya. Sedangkan Matematika yang tidak hanya mendasarkan pada kenyataan atau fakta semata-mata namun mendasarkan pada rasio dan aksioma telah melahirkan teori koherensi yang akan dibahas pada bagian berikut ini. 2. Teori Koherensi Teori koherensi menyatakan bahwa suatu kalimat akan bernilai benar jika pernyataan yang terkandung di dalam kalimat itu bersifat koheren, konsisten, atau tidak bertentangan dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contohnya, pengetahuan Aljabar telah didasarkan pada pernyataan pangkal yang dianggap benar.Pernyataan yang dianggap benar itu disebut aksioma atau postulat.
  • 42. 42 Vance (19..) menyatakan ada enam aksioma yang berkait dengan bilangan real a, b, dan c terhadap operasi penjumlahan (+) dan perkalian (.) berlaku sifat: 1) tertutup, a + b  R dan a.b  R. 2) asosiatif, a + (b + c) = (a + b) + c dan a .(b . c) = (a . b) . c 3) komutatif, a + b = b + a dan a.b = b.a 4) distributif, a.(b + c) = a.b + a.c dan (b + c).a = b.a + c.a 5) identitas, a + 0 = 0 + a = a dan a.1 = 1. a = a 6) invers, a + (a) = (a) + a = 0 dan a. = .a = 1 Berdasar enam aksioma itu, teorema seperti b + (a + b) = a dapat dibuktikan. Bukti: b + (a + b) =  b + (b + a) Aks 3 - Komutatif = (b + b) + a Aks 2 - Asosiatif = 0 + a Aks 6 - Invers = a Aks 5 - Identitas Demikian juga pernyataan bahwa jumlah sudut-sudut suatu segi-n adalah: (n  2)  180° akan bernilai benar karena konsisten dengan aksioma yang sudah disepakati kebenarannya dan konsisten juga dengan dalil atau teorema sebelumnya yang sudah terbukti. Dengan demikian jelaslah bahwa bangunan matematika didasarkan pada rasio semata-mata, kepada aksioma-aksioma yang dianggap benar tadi.Suatu hal yang sudah jelas benar pun harus ditunjukkan atau dibuktikan kebenarannya dengan langkah-langkah yang benar. Dari paparan di atas jelaslah bahwa pada dua pernyataan berikut. a) Semua manusia akan mati. b) Jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180. Baik pernyataan a) maupun b) akan sama-sama bernilai benar, namun dengan alasan yang berbeda. Pernyataan a) bernilai benar karena pernyataan itu melaporkan, mendeskripsikan ataupun menyimpulkan kenyataan atau fakta yang sebenarnya. Sampai detik ini, belum pernah ada orang yang hidup kekal dan abadi. Pernyataan a) tersebut akan bernilai salah jika sudah ditemukan suatu alat atau obat yang sangat canggih sehingga akan ada orang yang tidak bisa mati lagi. Sedangkan pernyataan b) a 1 a 1
  • 43. 43 bernilai benar karena pernyataan itu konsisten atau koheren ataupun tidak bertentangan dengan aksioma yang sudah disepakati kebenarannya dan konsisten juga dengan dalil atau teorema sebelumnya yang sudah terbukti. Itulah sekilas tentang teori korespondensi dan teori koherensi yang memungkinkan kita untuk dapat menentukan benar tidaknya suatu pernyataan. Beberapa istilah lain yang perlu mendapat perhatian Bapak dan Ibu Guru adalah tentang konstanta, variabel (peubah), dan kalimat terbuka. Konstanta adalah lambang yang menunjuk anggota tertentu dari suatu semesta pembicaraan, variabel (peubah) adalah lambang yang menunjuk anggota sembarang dari semesta pembicaraan, sedangkan kalimat terbuka adalah kalimat yang belum dapat dinyatakan benar atau salah. Contoh kalimat terbuka adalah x + 2 = 10. Lembar Kerja 1. Manakah di antara kalimat berikut yang merupakan pernyataan? a. x + 3 = 2. b. x + 3 = 2 adalah suatu pernyataan. c. 111 adalah bilangan prima. d. Tadi pagi Fahmi bertanya: "Pak Guru kapan ulangan?" e. 2n + 1 untuk n  A adalah bilangan ganjil. 2. Pilihlah pernyataan-pernyataan yang benar di bawah ini. Pilihan pernyataan yang benar dapat lebih dari satu. Akar-akar persamaan (x  1) (x + 2) = 0 adalah: a. x = 1 atau x =  2 c. 1 atau  2 b. x = 1 dan x =  2 d. 1 dan  2 3. Pilihlah pernyataan-pernyataan yang benar di bawah ini. Himpunan penyelesaian persamaan (x  1) (x + 2) = 0 adalah: a. {1 , 2} b. {x R | x = 1 atau x =  2} c. {x R | x = 1 dan x =  2} 4. Seorang siswa menulis kata-kata yang tidak pantas di papan tulis. Berikut pernyataan lima siswa ketika ditanya gurunya. Ali: “Tulisan seperti itu adalah tulisan Budi atau Chandra.”
  • 44. 44 Budi: “Bukan Edo dan juga bukan saya yang menulis kata-kata kotor itu.” Chandra: “Baik Ali maupun Budi sama-sama berbohong.” Deni: “Hanya satu dari A atau B yang berkata benar.” Edo: “Deni telah berbohong.” Jika tiga orang dari siswa itu selalu berkata benar dan dua lainnya masih mungkin berbohong, siapakah yang menulis tulisan kotor tersebut? 5. Andi berbohong pada hari Senin, Selasa, dan Rabu, sedangkan pada hari-hari yang lain ia berkata benar. Teman karibnya, si Badu berbohong pada hari Kamis, Jumat, dan Sabtu, sedangkan pada hari-hari yang lain ia berkata benar. Pada suatu hari, Andi berkata: "Kemarin adalah hari di mana saya berbohong." Badu lalu menimpali: "Kemarin adalah hari di mana saya berbohong juga." a. Pada hari-hari apakah mereka berdua dapat menyatakan hal itu. b. Jika mereka berdua sama-sama menyatakan bahwa hari kemarin adalah hari di mana mereka berkata benar, pada hari-hari apakah mereka berdua dapat menyatakan hal itu? Tugas selama on the job learning (OJL) Bagaimana sebaiknya langkah-langkah guru dalam membantu siswanya mempelajari materi ‘Pernyataan’?
  • 45. 45 BAB VI PERAKIT DAN NEGASINYA Sudah dibahas bahwa kebenaran suatu teori yang dikemukakan setiap ilmuwan, matematikawan, maupun para ahli merupakan hal yang sangat menentukan reputasi mereka. Untuk mendapatkan hal tersebut, mereka akan berusaha untuk mengaitkan suatu fakta atau data dengan fakta atau data lainnya melalui suatu proses penalaran yang sahih atau valid. Setiap pernyataan harus ditentukan lebih dahulu kebenarannya. Adakalanya, mereka harus menegasikan atau membuat pernyataan baru yang menunjukkan pengingkaran atas pernyataan yang ada, dengan menggunakan perakit “bukan” atau “tidak”. Di samping itu, mereka harus menggabungkan dua pernyataan atau lebih dengan menggunakan perakit “atau”, “dan”, “Jika … maka ….”, maupun “… jika dan hanya jika ….” yang dikenal di matematika sebagai konjungsi, disjungsi, implikasi dan biimplikasi. Bagian ini akan membahas perakit-perakit tersebut A. Perakit atau Perangkai Perakit atau perangkai ini sering juga disebut dengan operasi. Dari satu atau dua pernyataan tunggal dapat diberikan perakit “tidak” , “dan”, “atau”, “jika … maka …”, dan “ … jika dan hanya jika … “ sehingga terbentuk suatu negasi, konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi. Sub bagian ini akan membahas tentang perakit atau penggandeng tersebut. 1. Negasi Jika p adalah "Surabaya ibukota Jawa Timur", maka negasi atau ingkaran dari pernyataan p tersebut adalah ~p yaitu: "Surabaya bukan ibukota Jawa Timur," atau "Tidak benar bahwa Surabaya ibukota Jawa Timur." Dari contoh di atas nampak jelas bahwa p merupakan pernyataan yang bernilai benar karena Surabaya pada kenyataannya memang ibukota Jawa Timur, sehingga ~p akan bernilai salah. Namun jika p bernilai salah maka ~p akan bernilai benar seperti ditunjukkan oleh tabel kebenaran di bawah ini.
  • 46. 46 p ~p B S S B 2. Konjungsi Konjungsi adalah suatu pernyataan majemuk yang menggunakan perakit "dan". Contohnya, pernyataan Adi berikut. "Fahmi makan nasi dan minum kopi." Pernyataan tersebut ekivalen dengan dua pernyataan tunggal berikut. "Fahmi makan nasi." dan sekaligus "Fahmi minum kopi." Dalam proses pembelajaran di kelas, berilah kesempatan kepada para siswa untuk bertanya kepada diri mereka sendiri, dalam hal mana pernyataan Adi di atas bernilai benar dan dalam hal mana bernilai salah dalam empat kasus berikut. Kasus pertama, Fahmi memang benar makan nasi dan ia juga minum kopi. Kasus kedua, Fahmi makan nasi namun ia tidak minum kopi. Kasus ketiga, Fahmi tidak makan nasi namun ia minum kopi. Kasus keempat, Fahmi tidak makan nasi dan ia tidak minum kopi. Pada kasus pertama, Fahmi memang benar makan nasi dan ia juga minum kopi. Dalam kasus seperti ini, tidaklah mungkin Anda akan mengatakan pernyataan Adi tadi bernilai salah. Alasannya, pernyataan Adi tadi sesuai dengan kenyataannya. Pada kasus kedua, Fahmi makan nasi namun ia tidak minum kopi. Dalam hal ini, tentunya Anda akan menyatakan bahwa pernyataan majemuk Adi tadi bernilai salah karena meskipun Fahmi sudah makan nasi namun ia tidak minum kopi sebagaimana yang dinyatakan Adi. Sejalan dengan itu, pada kasus ketiga, Fahmi tidak makan nasi meskipun ia sudah minum kopi. Sebagaimana kasus kedua tadi, Anda akan menyatakan bahwa pernyataan majemuk Adi tadi bernilai salah karena Fahmi tidak makan nasi sebagaimana yang dinyatakan Adi bahwa Fahmi makan nasi dan minum kopi. Akhirnya, pada kasus keempat, Fahmi tidak makan nasi dan ia tidak minum kopi. Dalam hal ini Anda akan menyatakan bahwa pernyataan majemuk Adi tadi bernilai salah karena tidak ada kesesuaian antara yang dinyatakan dengan kenyataan yang sesungguhnya.
  • 47. 47 Berdasar penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa suatu konjungsi p  q akan bernilai benar hanya jika komponen-komponennya, yaitu baik p maupun q, keduanya bernilai benar, sedangkan nilai kebenaran yang selain itu akan bernilai salah sebagaimana ditunjukkan pada tabel kebenaran berikut. p q p q B B S S B S B S B S S S 3. Disjungsi Disjungsi adalah pernyataan majemuk yang menggunakan perakit "atau".Contohnya, pernyataan Adi berikut. "Fahmi makan nasi atau minum kopi." Sekarang, bertanyalah kepada diri Anda sendiri, dalam hal mana pernyataan Adi di atas akan bernilai benar dalam empat kasus berikut. Kasus pertama, Fahmi memang benar makan nasi dan ia juga minum kopi. Kasus kedua, Fahmi makan nasi namun ia tidak minum kopi. Kasus ketiga, Fahmi tidak makan nasi namun ia minum kopi. Kasus keempat, Fahmi tidak makan nasi dan ia tidak minum kopi. Pada kasus pertama, Fahmi memang benar makan nasi dan ia juga minum kopi. Dalam kasus seperti ini, tidaklah mungkin Anda akan mengatakan pernyataan Adi tadi bernilai salah, karena pernyataan Adi tadi sesuai dengan kenyataannya. Pada kasus kedua, Fahmi makan nasi namun ia tidak minum kopi. Dalam hal ini, tentunya Anda akan menyatakan bahwa pernyataan majemuk Adi tadi bernilai benar karena Fahmi sudah benar makan nasi meskipun ia tidak minum kopi sebagaimana yang dinyatakan Adi. Pada kasus ketiga, Fahmi tidak makan nasi namun ia minum kopi. Sebagaimana kasus kedua tadi, Anda akan menyatakan bahwa pernyataan majemuk Adi tadi bernilai benar karena meskipun Fahmi tidak makan nasi namun ia sudah minum kopi sebagaimana yang dinyatakan Adi. Akhirnya, pada kasus keempat, Fahmi tidak makan nasi dan ia tidak minum kopi. Dalam hal ini Anda akan menyatakan bahwa pernyataan majemuk Adi tadi bernilai
  • 48. 48 salah karena tidak ada kesesuaian antara yang dinyatakan dengan kenyataan yang sesungguhnya. Ia menyatakan Fahmi makan nasi atau minum kopi namun kenyataannya, Fahmi tidak melakukan hal itu. Berdasar penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa suatu disjungsi p  q akan bernilai salah hanya jika komponen-komponennya, yaitu baik p maupun q, keduanya bernilai salah, yang selain itu akan bernilai benar sebagaimana ditunjukkan pada tabel kebenaran berikut. p q p q B B S S B S B S B B B S Contoh: Tentukan nilai kebenaran "3  5". Jawab: 3  5 dapat dinyatakan dengan 3  5 atau 3 = 5. Pilih 2R, di mana 2  0 dan 3 + 2 = 5, sehingga 3  5. Jika (p) berarti atau dibaca "Nilai kebenaran pernyataan p.", maka (3  5) = B. Di samping itu, (3 = 5) = S. Jadi, (35 atau 3=5) = B atau (3  5) = B. Dengan kata lain, "3  5" merupakan pernyataan yang bernilai benar. 4. Implikasi Misalkan ada dua pernyataan p dan q. Yang sering menjadi perhatian para ilmuwan maupun matematikawan adalah menunjukkan atau membuktikan bahwa jika p bernilai benar akan mengakibatkan q bernilai benar juga. Untuk mencapai keinginannya tersebut, diletakkanlah kata "Jika" sebelum pernyataan pertama lalu diletakkan juga kata "maka" di antara pernyataan pertama dan pernyataan kedua, sehingga didapatkan suatu pernyataan majemuk yang disebut dengan implikasi, pernyataan bersyarat, kondisional atau hypothetical dengan notasi "" seperti ini: p  q Notasi di atas dapat dibaca dengan: 1) Jika p maka q,
  • 49. 49 2) q jika p, 3) p adalah syarat cukup untuk q, atau 4) q adalah syarat perlu untuk p. Implikasi p  q merupakan pernyataan majemuk yang paling sulit dipahami para siswa SMA. Untuk membantu para siswa memahami kalimat majemuk implikasi tersebut, Bapak dan Ibu Guru dapat memulai proses pembelajaran dengan berceritera bahwa Adi menyatakan pernyataan majemuk berikut ini. Jika hari hujan maka saya (Adi) membawa payung. Dalam hal ini dimisalkan: p: Hari hujan. q: Adi membawa payung. Berilah kesempatan bagi siswa untuk berpikir, dalam hal manakah pernyataan Adi tadi akan bernilai benar atau salah untuk empat kasus berikut. Kasus pertama: Hari benar-benar hujan dan Adi benar-benar membawa payung. Kasus kedua: Hari benar-benar hujan namun Adi tidak membawa payung. Kasus ketiga: Hari tidak hujan namun Adi membawa payung. Kasus pertama: Hari tidak hujan dan Adi tidak membawa payung. Pada kasus pertama, hari benar-benar hujan dan Adi benar-benar membawa payung sebagaimana yang ia nyatakan. Bagaimana mungkin ia akan dinyatakan berbohong dalam kasus ini? Dengan demikian jelaslah bahwa kedua komponen yang sama-sama bernilai benar itu telah menyebabkan pernyataan majemuk (implikasi) yang dinyatakan Adi tadi akan bernilai benar. Pada kasus kedua, hari itu benar-benar hujan akan tetapi Adi tidak membawa payung sebagaimana yang seharusnya ia lakukan seperti yang telah dinyatakannya, bagaimana mungkin pernyataan Adi tadi akan dinilai benar? Dengan kata lain, komponen p yang bernilai benar namun tidak diikuti dengan komponen q yang seharusnya bernilai benar juga, akan menyebabkan pernyataan majemuk (implikasi) yang dinyatakan Adi tadi akan bernilai salah. Akhirnya, untuk kasus ketiga dan keempat, di mana hari itu tidak hujan, tentunya Anda tidak akan menyebut pernyataan majemuk (implikasi) Adi tersebut sebagai
  • 50. 50 pernyataan yang salah, karena Adi hanyalah menyatakan bahwa sesuatu akan terjadi yaitu dia akan membawa payung jikalau hari hujan. Dengan demikian jelaslah bahwa implikasi p  q hanya akan bernilai salah untuk kasus kedua di mana p bernilai benar namun q-nya bernilai salah, sedangkan yang selain itu implikasi p  q akan bernilai benar seperti ditunjukkan tabel kebenaran berikut ini. p q Pp  q B B S S B S B S B S B B 5. Biimplikasi Biimplikasi atau bikondisional adalah pernyataan majemuk dari dua pernyataan p dan q yang dinotasikan dengan p  q yang bernilai sama dengan (p  q)  (q  p) sehingga dapat dibaca: "p jika dan hanya jika q" atau "p bila dan hanya bila q." Tabel kebenaran dari p  q adalah: p q p q B B S S B S B S B S S B Dengan demikian jelaslah bahwa biimplikasi dua pernyataan p dan q hanya akan bernilai benar jika kedua pernyataan tunggalnya bernilai sama. Contoh biimplikasi: 1. Suatu segitiga adalah segitiga siku-siku jika dan hanya jika luas persegi pada hipotenusanya sama dengan jumlah luas dari persegi-persegi pada kedua sisi yang lain. 2. Suatu segitiga adalah segitiga sama sisi bila dan hanya bila ketiga sisinya sama. 6. Tabel Kebenaran Pernyataan Majemuk Tabel kebenaran dari suatu negasi, konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi di atas merupakan dasar dalam mencari nilai kebenaran pernyataan-pernyataan
  • 51. 51 majemuk seperti di saat menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk (~p  r)  (~r  q) seperti pada tabel berikut ini. p q r ~p ~r (~p r) (~r q) (~p r)  (~r q) B B B B S S S S B B S S B B S S B S B S B S B S S S S S B B B B S B S B S B S B S S S S B S B S B B B S B B B S B B B S B B B S Lembar Kerja 1. Tentukan nilai kebenaran dari pernyataan berikut! a. Jika x2 = 4 maka x = 2. b. Jika x =  2 maka x2 = 4. c. Jika 3x + 4 = 2 dan x  B, maka x =  1. d. 3 + 2 = 6  4 + 2 = 5. e. 3 + 2 = 5  4 + 2 = 5. f. 3 + 2 = 5 atau Jakarta ibukota DI Aceh. 2. Jika p: 10 habis dibagi 5. q: 8 adalah bilangan prima. Nyatakan dalam kalimat sehari-hari pernyataan-pernyataan di bawah ini lalu tentukan nilai kebenarannya. a. ~p b. ~q c. p  q d. p q e. ~p  ~q f. ~p  q g. p ~q h. p  q i. p  q. j. (p ~q)  (~p  q) 3. Jika a: Lisa gadis cantik dan b: Lisa gadis cerdas, Nyatakan pernyataan di bawah ini dengan menggunakan a, b dan simbol-simbol logika matematika. a. Lisa gadis yang cantik namun tidak cerdas. b. Lisa gadis yang tidak cantik dan tidak cerdas.
  • 52. 52 c. Meskipun Lisa bukanlah gadis yang cantik namun ia gadis yang cerdas. d. Lisa gadis yang cantik sekaligus juga gadis yang cerdas. e. Tidak benar bahwa Lisa gadis yang cantik dan cerdas. f. Jika Lisa gadis yang cantik maka ia tidak cerdas. g. Jika Lisa gadis yang tidak cantik maka ia tidak cerdas. 4. Buatlah tabel kebenaran dari pernyataan ini: a. p q  ~p  q b. p  q  (q  ~q  r  q) c. ~[(~pr)  (p  ~q)]  r B. Ingkaran atau Negasi Suatu Pernyataan 1. Negasi Suatu Konjungsi Konjungsi adalah suatu pernyataan majemuk yang menggunakan perakit "dan".Contohnya, pernyataan Adi berikut. "Fahmi makan nasi dan minum kopi." Pernyataan tersebut ekivalen dengan dua pernyataan tunggal berikut. "Fahmi makan nasi." dan sekaligus "Fahmi minum kopi." Suatu konjungsi p  q akan bernilai benar hanya jika komponen-komponennya, yaitu baik p maupun q, keduanya bernilai benar. Sedangkan negasi atau ingkaran suatu pernyataan adalah pernyataan lain yang bernilai benar jika pernyataan awalnya bernilai salah dan bernilai salah jika pernyataan awalnya bernilai benar. Karena itu, negasi dari: "Fahmi makan nasi dan minum kopi." adalah suatu pernyataan majemuk lain yang salah satu komponennya merupakan negasi dari komponen pernyataan awalnya. Dengan demikian, negasinya adalah “"Fahmi tidak makan nasi atau tidak minum kopi."; sebagaimana ditunjukkan tabel kebenaran berikut. p q p q ~p ~q ~p ~q B B S S B S B S B S S S S S B B S B S B S B B B 2. Negasi Suatu Disjungsi Disjungsi adalah pernyataan majemuk yang menggunakan perakit "atau".Contohnya, pernyataan Adi berikut.
  • 53. 53 "Fahmi makan nasi atau minum kopi." Suatu disjungsi p  q akan bernilai salah hanya jika komponen-komponennya, yaitu baik p maupun q, keduanya bernilai salah, yang selain itu akan bernilai benar. Karenanya, negasinya adalah ~(p v q) atau “Tidak benar Fahmi tmakan nasi atau minum kopi”. Apakah pernyataan ini bernilai sama dengan “Fahmi tidak makan nasi atau tidak minum kopi?” ataukah ada pernyataan lain yang senilai? Mari kita lihat tabel kebenaran dari beberapa pernyataan berikut ini. Jadi dapat disimpulkan, dengan melihat tabel kebenaran berikut bahwa ingkaran dari pernyataan tersebut adalah "Fahmi tidak makan nasi dan tidak minum kopi." p q Pp  q ~p ~q ~p  ~q ~(p  q) ~p  ~q B B S S B S B S B B B S S S B B S B S B S S S B S S S B S B B B 3. Negasi Suatu Implikasi Perhatikan pernyataan berikut yang merupakan suatu implikasi: “Jika hari hujan maka Adi membawa payung.” Telah dibahas di bagian depan bahwa pada suatu implikasi p  q, pernyataan p memuat pernyataan q. Karenanya, negasi pernyataan tersebut adalah suatu pernyataan yang pernyataan p-nya bernilai benar namun pernyataan q-nya bernilai salah. Pada contoh di atas, negasinya adalah: “Hari hujan namun Adi tidak membawa payung,” seperti ditunjukkan tabel kebenaran berikut ini. p q ~q p q p~q B B S S B S B S S B S B B S B B S B S S Berdasar penjelasan di atas, p  q  ~[~ (p  q)]  ~( p ~q)  ~p  q 4. Negasi Suatu Biimplikasi Biimplikasi atau bikondisional adalah pernyataan majemuk dari dua pernyataan p dan q yang dinotasikan dengan p  q yang ekuivalen (p  q)  (q  p); sehingga: ~ (p q)  ~[(p  q)  (q  p)]  ~[(~p q)  (~q  p)]
  • 54. 54  ~(~p q)  ~(~q  p)]  (p ~q)  (q ~p) Tabel kebenaran dari suatu negasi, konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi di atas merupakan dasar dalam mencari nilai kebenaran pernyataan-pernyataan majemuk seperti di saat menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk (~p  r)  (~r  q) seperti berikut ini. p q r ~p ~r (~p r) (~r q) (~p r)  (~r q) B B B B S S S S B B S S B B S S B S B S B S B S S S S S B B B B S B S B S B S B S S S S B S B S B B B S B B B S B B B S B B B S Lembar Kerja 1. Tentukan negasi dari pernyataan berikut ini lalu tentukan nilai kebenarannya. a. 3 + 2 = 6  4 + 2 = 5 b. 3 + 2 = 5  4 + 2 = 5. c. 3 + 2 = 5 atau Jakarta ibukota DI Aceh. d. Jika saya makan maka saya menjadi kenyang e. Amir makan nasi dan minum kopi f. Amir ke rumah Anto atau ia nonton film bersama chandra 2. Jika p: 10 habis dibagi 5. q: 8 adalah bilangan prima. Tentukan negasi dari pernyataan-pernyataan di bawah ini lalu tentukan nilai kebenarannya. a. ~p b. ~q c. p  q d. p q e. ~p  ~q f. ~p  q g. p ~q h. p  q i. p  q. j. (p ~q)  (~p  q) 3. Jika a: Lisa gadis cantik dan b: Lisa gadis cerdas,
  • 55. 55 Nyatakan pernyataan di bawah ini dengan menggunakan a, b dan simbol-simbol logika matematika lalu tentukan negasinya. a. Lisa gadis yang cantik namun tidak cerdas. b. Lisa gadis yang tidak cantik dan juga tidak cerdas. c. Meskipun Lisa bukanlah gadis yang cantik namun ia gadis yang cerdas. d. Lisa gadis yang cantik sekaligus juga gadis yang cerdas. e. Tidak benar bahwa Lisa gadis yang cantik dan cerdas. f. Jika Lisa gadis yang cantik maka ia tidak cerdas. g. Jika Lisa gadis yang tidak cantik maka ia tidak cerdas. 4. Buatlah negasi dari pernyataan ini. a. p q  ~p  q b. p q  (q  ~q  r  q) [(~pr)  (p  ~q)]  r
  • 56. 56 BAB VII KONVERS, INVERS DAN KONTRAPOSISI SUATU IMPLIKASI A. Konvers, Invers, dan Kontraposisi Perhatikan pernyataan berupa implikasi ini: Jika suatu bendera adalah bendera RI maka bendera tersebut berwarna merah dan putih. Sudah dipelajari, bentuk umum suatu implikasi adalah: p  q Pada kasus diatas, p: Bendera RI q: Bendera berwarna merah dan putih Dari implikasi di atas, dapat dibentuk implikasi berikut. a. Jika suatu bendera berwarna merah dan putih maka bendera tersebut adalah bendera RI. b. Jika suatu bendera bukan bendera RI maka bendera tersebut tidak berwarna merah dan putih. c. Jika suatu bendera tidak berwarna merah dan putih, maka bendera tersebut bukan bendera RI. Berdasar penjelasan di atas, jawablah pertanyaan berikut. Jika implikasinya dinotasikan dengan p  q, maka nyatakan implikasi pada a, b, dan c di atas dalam p, q, ~p, atau ~q dan . Manakah yang menjadi konvers, invers, dan kontraposisi dari implikasi p  q jika: Konversnya adalah q  p Inversnya adalah ~p  ~q Kontraposisinya adalah ~q  ~p Tentukan nilai kebenaran dari implikasi, konvers, invers, dan kontraposisinya. Hal menarik apa saja yang Anda dapatkan dari kegiatan c di atas?
  • 57. 57 B. Ingkaran Implikasi, Konvers, Invers, dan Kontraposisinya Sudah dibahas di bagian depan tentang negasi atau ingkaran suatu pernyataan, termasuk ingkaran dari suatu implikasi. Untuk mengingatnya, tentukan ingkaran pernyataan berikut. 1. p q 2. p q 3. p q 4. q p 5. ~p ~q 6. ~q ~p ITentukan negasi atau ingkaran pernyataan-pernyataan di atas. Lembar Kerja 1. Tentukan konvers, invers, dan kontraposisi dari implikasi berikut: a. Jika suatu bendera adalah bendera Jepang, maka ada bintang pada bendera tersebut. b. a> 0  a3> 0 c. a = 0  ab = 0 d. Jika dua persegipanjang kongruen maka luasnya sama. e. x = 3  x2 = 9 f. Jika segitiga ABC adalah segitiga samasisi maka sisi-sisi segitiga tersebut sama panjang. 2. Tentukan nilai kebenaran implikasi, konvers, invers, dan kontraposisi dari soal di atas. 3. Apa yang anda dapatkan dari hasil pada kegiatan 2 itu? 4. Buatlah ingkaran dari implikasi, beserta konvers, invers, dan kontraposisinya. 5. Apa yang anda dapatkan dari hasil pada kegiatan 4 itu? Tugas selama on the job learning (OJL) Bagaimana sebaiknya langkah-langkah guru dalam membantu siswanya mempelajari materi ‘Konvers, Invers dan Kontraposisi Suatu Implikasi.’
  • 58. 58 BAB VIII PERNYATAAN BERKUANTOR DAN NEGASINYA Bagian ini dimulai dengan membahas perbedaan antara kalimat terbuka dan pernyataan sebagai suatu pengetahuan prasyarat.Soal-soal berikutnya adalah menyusun beberapa kalimat yang didapat dengan menambahkan kata-kata tertentu terhadap suatu kalimat terbuka.Kata-kata tertentu yang ditambahkan terhadap suatu kalimat terbuka itulah yang dikenal sebagai kuantor (quantifier), sehingga didapat pernyataan berkuantor yang bernilai benar saja atau salah saja. Dari contoh-contoh tersebut, pengertian kuantor yang terdiri atas dua macam yaitu kuantor universal dan kuantor eksistensial secara terinci akan dibahas. Pembahasan materi ini akan menggunakan pertanyaan-pertanyaan sehingga memungkinkan bagi Anda untuk mengalami sendiri proses pembelajaran ‘Kuantor’ yang berbasis pada pemecahan masalah (problem-solving), dengan harapan pengalaman itu dapat diaplikasikan langsung di dalam proses pembelajaran tentang ‘Kuantor’ ini di kelasnya masing- masing. A. Kalimat Terbuka, Pernyataan, dan Kuantor Perhatikan tiga kalimat berikut. 1. 3 + 4 = 6 2. – 5x + 6 = 0, xA 3. 2x + 5 > 4, xA Ada beberapa pertanyaan berkait dengan kalimat di atas, di antaranya: 1. Mengapa kalimat pertama disebut dengan pernyataan? Mengapa kalimat kedua dan ketiga disebut dengan kalimat terbuka? 2. Dapatkah Anda mengubah kalimat terbuka menjadi pernyataan? Bagaimana caranya? Kalimat 1 bernilai salah, sedangkan kalimat 2 dan 3 belum dapat ditentukan nilai kebenarannya sebelum peubah atau variabel x-nya diganti dengan salah satu anggota semesta pembicaraannya. Karenanya, kalimat pertama dapat dikategorikan sebagai 2x
  • 59. 59 pernyataan, sedangkan kalimat kedua dan ketiga dikategorikan sebagai kalimat terbuka. Yang perlu mendapat perhatian adalah, kalimat terbuka – 5x + 6 = 0, xA akan bernilai benar hanya jika peubahnya diganti dengan x = 2 atau x = 3. Artinya, hanya ada dua anggota bilangan asli A yang jika digantikan atau disubstitusikan ke kalimat terbuka tersebut akan menyebabkan kalimat terbuka tersebut menjadi bernilai benar. Sedangkan kalimat terbuka 2x + 5 > 4, xA akan bernilai benar jika peubah x- nya diganti oleh setiap anggota semesta pembicaraannya. Cara lain mengubah kalimat terbuka menjadi suatu pernyataan adalah dengan menambahkan kata-kata yang berkait dengan banyaknya pengganti variabel atau peubah x-nya, seperti contoh berikut. 1. Untuk setiap bilangan asli x, – 5x + 6 = 0. 2. Terdapat bilangan asli x sedemikian sehingga – 5x + 6 = 0. 3. Tidak ada bilangan asli x, sedemikian sehingga – 5x + 6 = 0. 4. Untuk semua bilangan asli x, 2x + 5 > 4 5. Ada beberapa bilangan asli x sedemikian sehingga 2x + 5 > 4 6. Tidak ada bilangan asli x sedemikian sehingga 2x + 5 > 4 Perhatikan sekali lagi ke-enam kalimat di atas. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan kepada siswa adalah: 1. Dapatkah Anda menentukan nilai kebenaran ke-enam kalimat di atas? 2. Tentukan nilai kebenaran setiap kalimat di atas. Jelaskan jawaban Anda. Dari beberapa contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa terhadap suatu kalimat terbuka dapat ditambahkan kata-kata seperti:  “Untuk semua x … ” atau “Untuk setiap x … ”;  “Beberapa x … ”; “Terdapat x … ”; ataupun “Ada x …”.  “Tidak ada x …” Karena itulah Wheeler (1977:23) menyatakan: “Quantifiers are most useful in rewriting assertions that cannot be classified as true or false … so that they can be classified either as true or false.” yang dapat diterjemahkan menjadi: “Kuantor sangat berguna dalam mengubah kalimat berita yang tidak dapat dinyatakan bernilai benar 2x 2x 2x 2x
  • 60. 60 atau salah … sedemikian sehingga kalimat berita tersebut dapat dikategorikan sebagai kalimat yang bernilai benar saja atau salah saja.” Menurut jenisnya kuantor dibedakan menjadi 2, yaitu Kuantor Universal (Kuantor Umum) yang menggunakan kata “untuk setiap” atau “untuk semua” dan Kuantor Eksistensial (Kuantor Khusus) yang menggunakan kata “beberapa”, “terdapat’” atau “ada”. Sedangkan kuantor “tidak ada x” dapat diubah ke bentuk “semua x tidak” atau “setiap x tidak”. Secara lengkap kedua macan kuantor tersebut akan dibahas pada bagian berikut ini. B. Kuantor Universal Kuantor jenis ini mempunyai lambang  dan dibaca “untuk setiap” atau “untuk semua”. Misalkan p(x) adalah suatu kalimat terbuka, pernyataan x . p(x) dibaca “untuk setiap x berlaku p(x)” atau “untuk semua x berlaku p(x)”. Berikut ini adalah beberapa contoh pernyataan berkuantor universal: Contoh 1 ‘Semua artis adalah cantik.’ Pernyataan berkuantor universal ini menggambarkan adanya dua himpunan, yaitu himpunan artis dan himpunan orang cantik.Di samping itu, pernyataan tadi menjelaskan tentang semua artis namun tidak menjelaskan tentang semua orang cantik.Pernyataaan itu menjelaskan bahwa setiap anggota himpunan artis adalah merupakan anggota himpunan orang cantik, namun pernyataan itu tidak menjelaskan bahwa setiap anggota himpunan orang cantik adalah merupakan anggota himpunan artis. Hal terpenting yang pada akhirnya didapat adalah, pernyataan berkuantor: “Semua artis adalah orang cantik,” menunjukkan bahwa himpunan artis termuat atau menjadi himpunan bagian dari himpunan orang cantik. Pernyataan “Semua artis adalah cantik,” ini akan bernilai benar jika telah ditentukan kriteria artis dan kriteria cantik serta dapat ditunjukkan bahwa setiap artis yang merupakan anggota himpunan artis adalah cantik. Namun pernyataan berkuantor universal tadi akan bernilai salah jika dapat ditunjukkan adanya satu atau beberapa orang yang dapat dikategorikan sebagai artis namun ia tidak termasuk pada kriteria cantik. Contoh yang menunjukkan salahnya suatu pernyataan berkuantor universal ini disebut dengan counterexample atau contoh sangkalan sebagaimana dinyatakan
  • 61. 61 Clemens, O’daffer, dan Cooney (1984: 49) berikut: “A counterexample is a single example that shows a generalization to be false. ” Contoh 2 Jika p(x) adalah “x + 4 > 1” dengan x adalah peubah pada himpunan bilangan bulat B maka ( B) p(x) adalah ( B) x + 4 > 1 dan dibaca: “Untuk setiap bilangan bulat x berlaku x + 4 > 1.” Pernyataan ini bernilai salah, karena jika x-nya diganti dengan bilangan bulat –5 misalnya akan didapat pernyataan –5 + 4 > 1 yang bernilai salah. Contoh 3 Jika q(n) berarti: 2n – 1 adalah bilangan prima untuk n bilangan bulat, maka (n  B) q(n) berarti: (n  B) 2n – 1 adalah bilangan prima, dan dibaca: “Untuk setiap bilangan bulat n berlaku 2n – 1 adalah bilangan prima”. Pernyataan ini bernilai salah. Mengapa salah? Bagaimana dengan pernyataan (x  R) x2 = x, bernilai salah juga. Mengapa? Jika pernyataan berkuantor universal, seperti “Semua artis adalah cantik” bernilai benar maka pernyataan itu dapat ditunjukkan dengan Diagram Venn di sebelah kanan ini. Sebagaimana dijelaskan di bagian depan, himpunan artis A harus termuat atau menjadi himpunan bagian dari himpunan manusia cantik C; atau A  C. Paling tidak, A dan C bisa saja sama atau A = C. M = {semua manusia} A = {artis} C = {cantik}. Berdasarkan Diagram Venn di atas, para siswa diharapkan dapat menyimpulkan bahwa suatu pernyataan berkuantor universal dapat diubah menjadi suatu implikasi. Pada contoh di atas, pernyataan berkuantor universal: “Semua artis adalah cantik.” adalah ekivalen dengan implikasi: “Jika x adalah artis maka x adalah cantik.” Sebagaimana dinyatakan di bagian depan, pernyataan berkuantor dengan kata awal “Tidak ada… .” dapat diubah ke bentuk pernyataan berkuantor universal. Contohnya, jika pernyataan berkuantor “Tiada murid SMU yang senang mendapat nilai ulangan M A C
  • 62. 62 jelek,” bernilai benar, maka pernyataan tersebut dapat digambarkan dengan Diagram Venn berikut. M = {semua manusia} U = {murid SMU} J = {manusia yang senang mendapat nilai jelek}. Dengan demikian, jika pernyataan “Tiada murid SMU yang senang mendapat nilai ulangan jelek,” bernilai benar dan jika digambarkan dengan Diagram Venn, pernyataan itu akan menyebabkan UJ = . Alasannya, tidak ada satupun siswa SMU yang senang mendapat nilai jelek, sehingga kedua himpunan tersebut akan saling asing. Karenanya, pernyataan “Tiada murid SMU yang senang mendapat nilai ulangan jelek,” itu adalah sama dengan pernyataan berkuantor universal: “Semua murid SMU tidak senang mendapat nilai ulangan jelek.” C. Kuantor Eksistensial Kuantor jenis ini mempunyai lambang  dan dibaca “beberapa”, “terdapat”, atau “ada”. Jika dimisalkan p(x) adalah suatu kalimat terbuka maka x p(x) dibaca “untuk beberapa x berlaku p(x)” atau “ada x sedemikian sehingga berlaku p(x)”. Contoh 1 “Terdapat bilangan asli x sedemikian sehingga x2 – 5x + 6 = 0,” atau “Beberapa bilangan asli x memenuhi – 5x + 6 = 0.” Kata “beberapa” atau “some” menurut Copi (1978:179) adalah indefinite atau tidak terdefinisikan secara jelas. Apakah kata “beberapa” berarti “paling sedikit satu,” “paling sedikit dua,” ataukah berarti “paling sedikit seratus”?.Karena itu, meskipun dapat berbeda dengan pengertian sehari-hari, kata ‘beberapa’ adalah berarti “paling sedikit satu”. Dengan demikian, untuk menentukan nilai kebenaran suatu pernyataan berkuantor eksistensial adalah cukup dengan menunjukkan adanya satu anggota Himpunan Semesta yang memenuhi. Karena dapat ditunjukkan bahwa untuk x = 2 atau x = 3 memenuhi persamaan – 5x + 6 = 0 sehingga dapat disimpulkan bahwa  2x 2x M U J
  • 63. 63 pernyataan berkuantor eksistensial “Beberapa bilangan asli x memenuhi – 5x + 6 = 0,” memiliki nilai benar. Contoh 2 Jika p(x) adalah “x2 + 4x + 3 = 0 dengan x bilangan asli A, ” maka (x  A) p(x) adalah (x  A) x2 + 4x + 3 = 0 yang dibaca “Ada bilangan asli x sedemikian sehingga x2 + 4x + 3 = 0”. Pernyataan ini bernilai salah. Mengapa? Jika p(x) adalah “x2 + 4x + 3 = 0 dengan x bilangan real R, ” maka (x  R) p(x) adalah (x  R) x2 + 4x + 3 = 0 yang dibaca “Ada bilangan real x sedemikian sehingga x2 + 4x + 3 = 0”. Pernyataan ini bernilai benar. Mengapa? (x B) 2x + 3 = 4. Pernyataan ini bernilai salah. Mengapa? Pernyataan berkuantor eksistensial “Ada pria yang baik,” menunjukkan adanya himpunan manusia sebagai himpunan semestanya (E), adanya himpunan pria (P) dan adanya himpunan manusia yang baik (B). Jika pernyataan berkuantor eksistensial “Ada pria yang baik,” bernilai benar maka dapat ditarik suatu kesimpulan akan adanya anggota Himpunan Semesta (minimal satu anggota) yang merupakan anggota himpunan pria dan juga merupakan anggota manusia yang baik. Artinya, kedua himpunan tersebut tidak saling asing.Dengan demikian, PB ≠ , yang dapat ditunjukkan dengan Diagram Venn berikut. E = {semua manusia} P = {semua pria} B = {semua orang baik}. Berdasar Diagram Venn di atas yang menunjukkan PB ≠ , maka pernyataan berkuantor eksistensial dapat dinyatakan dalam bentuk konjungsi. Contohnya, pernyataan berkuantor eksistensial: “Ada pria yang baik,” adalah sama dengan konjungsi berikut: “Ada x sedemikian sehingga x adalah pria dan x adalah baik”. Lembar Kerja 1. Dengan semesta pembicaraan himpunan bilangan bulat, gunakan kuantor dengan urut-urutan: “Semua…”, “Beberapa…”, “Tidak ada…”, pada kalimat 2x   E BP
  • 64. 64 terbuka di bawah ini, sehingga didapat pernyataan berkuantor yang bernilai benar. a. 2x – 4 = –5 b. x + 2 = –5 c. x2 – 16 = 0 d. x + 3 = 3 + x 2. Tentukan nilai kebenaran dari setiap pernyataan berikut ini. a. Setiap perwira TNI adalah laki-laki. b. Beberapa Gubernur di Indonesia adalah perempuan. c. Setiap bilangan jika dipangkatkan 0 akan bernilai sama dengan 1. d. Setiap bilangan memiliki lawan (invers penjumlahan). e. Setiap bilangan memiliki kebalikan (invers perkalian). f. Setiap persegi adalah jajargenjang. g. Setiap jajargenjang adalah trapesium. h. Terdapat bilangan sedemikian sehingga setiap bilangan jika ditambahkan ke bilangan tersebut akan menghasilkan bilangan itu sendiri. i. Terdapat bilangan sedemikian sehingga setiap bilangan jika dibagi dengan bilangan tersebut akan menghasilkan bilangan itu sendiri. j. Setiap jajargenjang memiliki simetri setengah putaran. k. Beberapa siswa menganggap matematika sulit. l. Setiap tahun yang habis dibagi 4 adalah tahun kabisat. 3. Tentukan nilai kebenaran dari setiap pernyataan berikut ini dengan semesta pembicaraan himpunan bilangan real. a. x (x2 = x) e. x (x2 – 2x + 1 = 0) b. x (|x| = 0) f. x (x2 + 2x + 1 > 0) c. x (x < x + 1) g. x (|x|  0) d. x (x – 1 = x) h. x (x2 – 3x + 2 = 0) 4. Tentukan nilai kebenaran dari setiap pernyataan di atas dengan semesta pembicaraan himpunan bilangan asli. 5. Dengan menggunakan huruf yang disarankan, buatlah Diagram Venn-nya lalu tulis implikasi atau konjungsi yang sesuai dengan pernyataan-pernyataan berikut:
  • 65. 65 a. Senua anjing mempunyai empat kaki (A, K). b. Beberapa matriks tidak memiliki invers (M, I). c. Semua laki-laki dapat dipercaya (L, P). d. Ada segitiga sama kaki yang bukan segitiga sama sisi (K, S). e. Tidak semua pulau di Indonesia didiami oleh penduduk (P, D). 6. Tentukan nilai kebenaran setiap pernyataan di bawah ini dengan semesta pembicaraannya adalah X = {1,2,3,4,5}. a. x (4 + x < 10) b. x (4 + x = 7) c. x (4 + x  7) d. x (4 + x > 8) D. Negasi Pernyataan Berkuantor Universal Sudah dibahas di bagian depan bahwa pernyataan p (contohnya 10 habis dibagi 5) yang bernilai benar akan mengakibatkan pernyataan ~p (yaitu 10 tidak habis dibagi 5) bernilai salah. Sebaliknya, pernyataan q (contohnya 8 adalah bilangan prima) yang bernilai salah mengakibatkan pernyataan ~q (yaitu 8 adalah bukan bilangan prima) bernilai benar. Secara umum, suatu pernyataan p yang bernilai benar akan menyebabkan ~p bernilai salah, dan jika p bernilai salah maka ~p akan bernilai benar seperti ditunjukkan tabel kebenaran di bawah ini. p ~p B S S B Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa negasi pernyataan berkuantor adalah pernyataan lain yang bernilai benar jika pernyataan awalnya bernilai salah dan akan bernilai salah jika pernyataan awalnya bernilai benar. Kesimpulan inilah yang menjadi dasar penentuan negasi atau ingkaran suatu pernyataan berkuantor. Bagian berikut ini akan membahas tentang negasi atau ingkaran pernyataan berkuantor, dimulai dengan negasi pernyataan berkuantor universal, lalu negasi pernyataan berkuantor eksistensial, dan diakhiri dengan negasi pernyataan berkuantor yang memuat dua peubah atau lebih. Perhatikan dua pernyataan berkuantor r dan s berikut:
  • 66. 66 r: Semua Guru Indonesia kaya. s: Semua bilangan jika dibagi 1 akan menghasilkan bilangan itu sendiri. Pertanyaan tantangan yang dapat diajukan Bapak atau Ibu Guru kepada siswa di antaranya adalah: “Bagaimana menentukan negasi dari dua pernyataan berkuantor universal di atas?” dan “Apa yang dapat Anda lakukan untuk menjawab pertanyaan di atas?” Untuk menjawab pertanyaan di atas, dengan bantuan Bapak atau Ibu Guru para siswa harus mengingat dan menyimpulkan lebih dahulu bahwa: Karena pernyataan: “Semua Guru Indonesia kaya,” merupakan pernyataan awal yang bernilai salah, maka untuk mencari negasi atau ingkaran dari pernyataan tadi adalah menurunkan dari pernyataan awal tersebut suatu pernyataan lain yang bernilai benar. Sedangkan negasi atau ingkaran dari pernyataan “Semua bilangan jika dibagi 1 akan menghasilkan bilangan itu sendiri”, yang bernilai benar adalah suatu pernyataan lain yang bernilai salah. Di dalam kehidupan sehari-hari, jika ada orang yang menyatakan di depan Bapak atau Ibu Guru bahwa “Semua Guru Indonesia kaya”, apa yang Bapak atau Ibu akan lakukan? Mungkin Bapak atau Ibu akan menyatakan “Yang benar saja, masak saya yang berprofesi guru sampai saat ini belum punya rumah termasuk orang kaya?” Hal ini menunjukkan bahwa satu orang gurupun yang tidak termasuk kategori kaya dapat dijadikan dasar untuk mengingkari atau menegasikan pernyataan berkuantor tadi. Dengan demikian, negasi dari pernyataan berkuantor universal tadi adalah pernyataan berkuantor eksistensial yang dapat dipenuhi oleh minimal satu orang saja yang tidak memenuhi kriteria kaya tadi. Dengan demikian, negasi atau ingkaran “Semua Guru Indonesia kaya” adalah pernyataan berkuantor eksistensial yang tidak memenuhi kriteria kaya, yaitu “Beberapa Guru Indonesia tidak kaya” Pernyataan berkuantor “Semua Guru Indonesia kaya”, sebagaimana dibahas pada Bagian III di depan, menunjukkan bahwa himpunan Guru Indonesia (G) termuat atau merupakan himpunan bagian dari himpunan orang-orang kaya (K), sebagaimana ditunjukkan pada Diagram Venn ini. Berdasar Diagram Venn di atas, negasi dari pernyataan “Semua Guru Indonesia kaya” yang bernilai salah adalah adanya minimal satu anggota G yang berada di luar K. K G E
  • 67. 67 Dengan kata lain, ada anggota G yang tidak menjadi anggota K sebagaimana ditunjukkan Diagram Venn berikut. Dengan cara sama, negasi atau ingkaran dari pernyataan berkuantor universal “Semua bilangan jika dibagi 1 akan menghasilkan bilangan itu sendiri,” dengan nilai benar adalah pernyataan berkuantor eksistensial “Beberapa bilangan jika dibagi 1 akan tidak menghasilkan bilangan itu sendiri.” Negasi atau ingkaran dari “Semua bunga indah” adalah “Tidak benar bahwa semua bunga indah” atau “Beberapa bunga tidak indah”. Dengan simbol, negasi dari “x (x2 0)” adalah “x (x2< 0)”. Secara umum negasi pernyataan kuantor universal dapat dinyatakan sebagai berikut. Pernyataan Negasi x p(x) ~ (x p(x)) x ~p(x) Negasi Pernyataan Berkuantor Eksistensial Beberapa contoh pernyataan berkuantor eksistensial adalah: “Beberapa Guru Indonesia kaya,” dan “Beberapa segitiga merupakan segitiga siku-siku samakaki.” Di dalam kehidupan nyata sehari-hari, jika ada orang yang menyatakan di depan Bapak atau Ibu Guru bahwa “Beberapa Guru Indonesia kaya”, apa yang Bapak atau Ibu akan lakukan? Mungkin Bapak atau Ibu akan menyatakan “Memang benar bahwa beberapa Guru Indonesia kaya”. Pernyataan lain yang jelas salahnya dari pernyataan tadi adalah “Semua Guru Indonesia tidak kaya.” Dengan demikian, negasi dari suatu pernyataan berkuantor eksistensial adalah pernyataan berkuantor universal yang seluruh anggotanya tidak memenuhi kriteria kaya tadi. Intinya, negasi atau ingkaran “Beberapa Guru Indonesia kaya” adalah pernyataan berkuantor universal yang tidak memenuhi kriteria kaya, yaitu “Semua Guru Indonesia tidak kaya” yang bernilai salah. Pernyataan berkuantor “Beberapa Guru Indonesia kaya”, sebagaimana dibahas pada Bagian III di depan, menunjukkan adanya (paling sedikit satu dan tidak tertutup kemungkinan untuk semua) anggota himpunan Guru Indonesia (G) yang sekaligus merupakan himpunan bagian dari himpunan orang-orang kaya (K), sebagaimana ditunjukkan pada Diagram Venn berikut. E KG
  • 68. 68 Berdasar Diagram Venn di atas, dapatlah disimpulkan bahwa negasi pernyataan “Beberapa Guru Indonesia kaya” bukanlah “Semua Guru Indonesia kaya”, dan juga bukan “Beberapa Guru Indonesia miskin”. Alasannya, dua pernyataan terakhir ini dapat bernilai benar juga, padahal yang akan dicari adalah pernyataan yang bernilai salah. Sekali lagi, berdasar Diagram Venn di atas, dapatlah disimpulkan bahwa negasi “Beberapa Guru Indonesia kaya” dengan nilai benar adalah ‘semua’ Guru Indonesia harus tidak termasuk himpunan K. Dengan kata lain, semua anggota G harus tidak menjadi anggota K sebagaimana ditunjukkan Diagram Venn berikut. Dengan cara sama, negasi atau ingkaran dari pernyataan berkuantor eksistensial lainnya, yaitu “Beberapa segitiga merupakan segitiga siku-siku samakaki,” dengan nilai benar adalah “Semua segitiga tidak ada yang merupakan segitiga siku-siku samakaki.” Negasi dari pernyataan “Ada siswa yang senang matematika” adalah “Tidak benar bahwa ada siswa yang senang matematika” atau “Semua siswa tidak senang matematika”. Secara umum negasi pernyataan kuantor eksistensial dapat dinyatakan sebagai berikut: Pernyataan Negasi x p(x) ~ (x p(x) x ~p(x) Lembar Kerja 1. Tentukan negasi dari pernyataan berikut: a. x (x2 = x) e. x (x2 – 2x + 1 = 0) b. x (|x| = 0) f. x (x2 + 2x + 1 > 0) c. x (x < x + 1) g. x (|x|  0) d. x (x – 1 = x) h. x (x2 – 3x + 2 = 0) K G E K G E
  • 69. 69 2. Tuliskan negasi pernyataan-pernyataan berikut. a. Semua laki-laki dapat dipercaya. b. Ada segitiga sama kaki yang bukan segitiga sama sisi. c. Beberapa matriks tidak memiliki invers. d. Setiap perwira TNI adalah laki-laki. e. Beberapa Gubernur di Indonesia adalah perempuan. f. Setiap bilangan jika dipangkatkan 0 akan bernilai sama dengan 1. g. Setiap bilangan memiliki kebalikan (invers perkalian). h. Setiap jajargenjang adalah trapesium. i. Tidak semua pulau di Indonesia didiami oleh penduduk. 3. Tentukan negasi pernyataan-pernyataan berikut, lalu tentukan nilai kebenaran negasi pernyataan itu dengan semesta pembicaraannya adalah X = {1,2,3,4,5}. a. x (4 + x < 10) b. x (4 + x = 7) c. x (4 + x  7) d. x (4 + x > 8) 4. Tentukan negasi pernyataan-pernyataan berikut ini. a. x p(x) y q(y) b. x p(x) y q(y) c. x p(x) V y q(y) d. x p(x) y ~q(y) E. Negasi Pernyataan Berkuantor Yang Memuat Lebih Dari Satu Peubah Pernyataan berkuantor dengan dua peubah atau lebih sering juga ditemui, terutama pada mata pelajaran Aljabar.Contohnya, pernyataan berikut. 1. Ada (terdapat) bilangan asli x sehingga untuk setiap bilangan asli y akan berlaku x  y = y. Pernyataan tersebut akan bernilai benar, karena 1 yang merupakan salah satu anggota himpunan bilangan asli jika dikalikan dengan bilangan asli lainnya akan menghasilkan bilangan asli itu sendiri. Notasi matematisnya adalah (x  A)( y  A) x  y = y. Pernyataan berkuantor dengan dua peubah di atas bernilai benar.
  • 70. 70 2. Ada (terdapat) bilangan asli x sehingga untuk setiap bilangan asli y akan berlaku x + y = y. Pernyataan seperti ini bernilai salah karena tidak ada bilangan asli yang memenuhinya. Pengganti x yang memenuhi adalah 0, namun 0 bukan anggota himpunan bilangan asli namun 0 anggota himpunan bilangan cacah. Bagaimana notasi matematisnya? Ada empat variasi untuk pernyataan berkuantor dengan dua peubah (Bunarso Tanuatmodjo, 1987:45–46) beserta artinya yaitu:  x y p(x, y): “Untuk setiap x dan untuk setiap y berlaku p(x, y).”  x y p(x, y): “Untuk setiap x, ada y sehingga berlaku p(x, y).”  x y p(x, y): “Ada x sehingga untuk setiap y berlaku p(x, y).”  x y p(x, y): “Ada x dan ada y sehingga berlaku p(x, y).” Contoh 1. (x A)(y A) x < y. Dibaca “Untuk setiap bilangan asli x ada bilangan asli y sedemikian sehingga x < y”. Untuk x = 10 misalnya dapat ditentukan y = 12 yang memenuhi x < y. Begitu juga untuk nilai x lainnya, dapat ditentukan nilai y yang memenuhi x < y. Dengan demikian, untuk setiap nilai x, dapat ditentukan satu atau lebih nilai y yang memenuhi x < y. Karena itu, pernyataan ini bernilai benar. 2. (x A)(y A) x < y. Dibaca: “Ada bilangan asli x sehingga untuk setiap bilangan asli y berlaku x < y.” Pernyataan ini bernilai salah, Anda tahu sebabnya? Negasi dari kuantor yang memuat lebih dari satu peubah menggunakan pola yang sama dengan negasi pernyataan berkuantor dengan satu peubah, yaitu: Pernyataan Negasi x p(x) x p(x) ~ (x p(x)) x ~p(x) ~ (x p(x) x ~p(x) 3. ~ [ x y p(x, y) ]  ~ [ x {y p(x, y)} ]  x ~[ y p(x, y)]  x y ~p(x, y). 4. ~ [ x y (p(x)  q(y))] x y ~[p(x)  q(y)]  x y (p(x)  ~q(y)).