Tatanan organisasi pemerintahan negaraendahmustika
Â
Materi ini mempelajari mengenai tatanan organisasi pemerintahan negara yang meliputi tatanan organisasi kenegaraan, tatanan organisasi pemerintahan beserta dengan prinsip-prinsipnya.
Tatanan organisasi pemerintahan negaraendahmustika
Â
Materi ini mempelajari mengenai tatanan organisasi pemerintahan negara yang meliputi tatanan organisasi kenegaraan, tatanan organisasi pemerintahan beserta dengan prinsip-prinsipnya.
STRUKTUR PEMERINTAHAN INDONESIA MENURUT UUD 1945 (AMANDEMEN)Abdul Rais P
Â
Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik.
Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undanag-Undang Dasar.” Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial.
STRUKTUR PEMERINTAHAN INDONESIA MENURUT UUD 1945 (AMANDEMEN)Abdul Rais P
Â
Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik.
Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undanag-Undang Dasar.” Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Â
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
1. MAKALAH
OTONOMI DAERAH
Diampu Oleh : Drs. Taufik, MH
Nama Anggota :
1. Indalia Nupi Herawan (141540134330036)
2. Siti Apsoh (141540134660068)
3. Muji Solih Astuti (141540134450048)
4. Muta Aliyah (141540134470050)
5. Neli Rahayu (141540134440051)
6. Buntar Handayani (141540134030006)
7. Deni Farih Utami (141540134050008)
8. Umi Ma’rifah (141540134720075)
STIKES HARAPAN BANGSA PURWOKERTO
TAHUN PELAJARAN
2014/2015
i
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam
karena atas izin dan kehendakNya jualah makalah sederhana ini dapat kami
rampungkan tepat pada waktunya.
Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Sistem Pemerintahan Daerah. Adapun yang kami bahas dalam
makalah sederhana ini mengenai Otonomi Daerah.
Dalam penulisan makalah ini kami menemui berbagai hambatan yang
dikarenakan terbatasnya Ilmu Pengetahuan kami mengenai hal yang berkenan
dengan penulisan makalah ini. Oleh karena itu sudah sepatutnya kami berterima
kasih kepada dosen pembimbing kami yakni Ibu DR. Rahima Ema, M.Si yang
telah memberikan limpahan ilmu berguna kepada kami.
Kami menyadari akan kemampuan kami yang masih amatir. Dalam
makalah ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin.Tapi kami yakin makalah
ini masih banyak kekurangan disana-sini. Oleh karena itu kami mengharapkan
saran dan juga kritik membangun agar lebih maju di masa yang akan datang.
Harap kami, makalah ini dapat menjadi track record dan menjadi referensi
bagi kami dalam mengarungi masa depan. Kami juga berharap agar makalah ini
dapat berguna bagi orang lain yang membacanya.
ii
Pekanbaru, November 2012
Penyusun
3. DAFTAR ISI
HALAMAN UTAMA ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan ........................................................................... 3
C. Rumusan Masalah ......................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 4
A. Pengertian Otonomi Daerah............................................................ 4
B. Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia.................... 5
C. Dasar Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah..................... 9
D. Pemeran Penting Dalam Otonomi Daerah...................................... 12
E. Dampak Otonomi Daerah .............................................................. 13
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 16
A. Kesimpulan .................................................................................... 16
B. Saran .............................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 18
iii
4. BAB I
PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia para
founding fathers telah menjatuhkan pilihannya pada prinsip pemencaran
kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Cita desentralisasi ini senantiasa menjadi bagian dalam praktek
pemerintahan Negara sejak berlakunya UUD 1945, terus memasuki era
Konstitusi RIS, UUDS 1950 sampai pada era kembali ke UUD 1945 yang
dikukuhkan lewat Dekrit Presiden 5 juli 1959.
Garis perkembangan sejarah tersebut membuktikan bahwa cita
desentralisasi senantiasa dipegang teguh oleh Negara Republik Indonesia,
sekalipun dari satu periode ke periode lainnya terlihat adanya perbedaan
dalam intensitasnya.
Sebagai perwujudan dari cita desentralisasi tersebut, maka langkah-langkah
penting sudah dilakukan oleh pemerintah. Lahirnya berbagai
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah
membuktikan bahwa keinginan untuk mewujudkan cita-cita ini terus
berlanjut. Sekalipun demikia, kenyataan membuktikan bahwa cita tersebut
masih jauh dalam realisasinya. Otonomi daerah masih lebih sebagai harapan
ketimbang sebagai kenyataan yang telah terjadi. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa Otonomi Daerah belumlah terwujud sebagaimana yang
diharapkan. Kita nampaknya baru menuju kea rah Otonomi Daerah yang
sebenarnya.
Beberapa faktor-faktor yang menetukan prospek otonomi daerah,
diantaranya, yaitu :
Faktor Pertama adalah faktor manusia sebagai subyek penggerak
(faktor dinamis) dalam peenyelenggaraan otonomi daerah. Faktor manusia ini
haruslah baik, dalam pengertian moral maupun kapasitasnya. Faktor ini
mencakup unsur pemerintah daerah yang terdiri dari Kepala Daerah dan
5. DPRD, aparatur daerah maupun masyarakat daerah yang merupakan
lingkungan tempat aktivitas pemerintahan daerah tersebut.
Faktor kedua adalah faktor keuangan yang merupakan tulang
punggung bagi terselenggaranya aktivitas pemerintahan Daerah. Salah stu
cirri daerah otonom adalah terletak pada kemampuan self supportingnya /
mandiri dalam bidang keuangan. Karena itu, kemampuan keuangan ini akan
sangat memberikan pengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Sumber keuangan daerah yang asli, misalnya pajak dan retribusi
daerah, hasilm perusahaan daerah dan dinas daerah, serta hasil daerah lainnya
yang sah, haruslah mampu memberikan kontribusinya bagi keuangan daerah.
Faktor ketiga adalah faktor peralatan yang merupakan sarana
pendukung bagi terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah. Peralatan
yang ada haruslah cukup dari segi jumlahnya, memadai dari segi kualitasnya
dan praktis dari segi penggunaannya. Syarat-syarat peralatan semacam inilah
yang akan sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
Faktor keempat adalah faktor organisasi dan manajemen. Tanpa
kemampuan organisasi dan manajemen yang memadai penyelenggaraan
pemerintahan tidak dapat dilakukan dengan baik, efisien, dan efektif.oleh
sebab itu perhatian yang sungguh-sunggguh terhadap masalah ini dituntut dari
para penyelenggara pemerintahan daerah.
Sejarah perkembangan Otonomi Daerah membuktikan bahwa keempat
faktor tersebut di atas masih jauh dari yang diharapkan. Karenanya Otonomi
Daerah masih menunjukkan sosoknya yang kurang menggembirakan.oleh
sebab itu apabila kita berkeinginan untuk merealisasi cita-cita Otonomi
Daerah maka pembenahan dan perhatian yang sungguh-sungguh perlu
diberikan kepada empat faktor di atas.
2
6. 3
B. Tujuan Penulisan
Dengan adanya otonomi daerah diharapkan daerah tingkat I maupun
Tingkat II mampu mengelola daerah nya sendiri. Untuk kepentingan rakyat
dan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara sosial ekonomi yang
merata.
C. Rumusan Masalah
Makalah ini di buat dengan rumusan masalah:
1. Apa itu Otonomi Daerah?
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia
3. Apa dasar hukum dan Landasan teori Otonomi Daerah?
4. Apa salah satu yang paling berperan di dalam Otonomi Daerah?
5. Apa dampak yang di timbulkan oleh Otonomi Daerah?
7. BAB II
PEMBAHASAN
4
A. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi berasal dari 2 kata yaitu , auto berarti sendiri,nomosberarti
rumah tangga atau urusan pemerintahan.Otonomi dengan demikian berarti
mengurus rumah tangga sendiri.Dengan mendampingkan kata ekonomi
dengan kata daerah,maka istilah “mengurus rumah tangga sendiri”
mengandung makna memperoleh kekuasaan dari pusat dan mengatur atau
menyelenggarakan rumah tangga pemerintahan daerah sendiri.
Ada juga berbagai pengertian yang berdasarkan pada aturan yang di
tetapkan oleh Pemerintahan Daerah. Pengertian yang memliki kaitan dan
hubungan dengan otonomi daerah yang terdapat di dalam Undang-
Undang,yaitu sebagai berikut:
1. Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu daerah.
2. Penyelenggaran urusan pemerintah daerah tersebut harus menurut asas
otonomi seluas-luasya dalam prinsip dan sistem NKRI sebagaimana yang
dimaksudkan di dalam UUD 1945.
3. Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati atau Walikota, perangkat daerah
seperti Lurah,Camat serta Gubernur sebagai pemimpin pemerintahan
daerah tertinggi.
4. DPRD adalah lembaga pemerintahan daerah di mana di dalam DPRD
duduk para wakil rakyat yang menjadi penyalur aspirasi rakyat.Selain itu
DPRD adalah suatu unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
5. Otonomi daerah adalah wewenang,hak dan kewajiban suatu daerah
otonom untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan dan
mengurus berbagai kepentingan masyarakat yang berada dan menetap di
dalam daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
6. Daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat yang berada di dalam
batas-batas wilayah dan wewenang dari pemerintahan daerah di mana
8. prngaturan nya berdasarkan prakarsa sendiri namum sesuai dengan
sistem NKRI.
7. Di dalam otonomi daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat adalah
Presiden Republik Indonesia sebagaiman tertulis di dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
B. Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia
5
1. Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad
No. 329 yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang
mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan
Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah
kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam
ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente,
dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort.
Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli
masyarakat setempat (zelfbestuurende landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan
kolonial dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun
kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan kolonial,
warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.
2. Masa Pendudukan Jepang
Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia
Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan
Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris
di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia
Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun
berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam
urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas
Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang
(Osamu Seire) No. 27/1942 yang mengatur penyelenggaraan
9. pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak
memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di
daerah pada masa tersebut bersifat misleading.
6
3. Masa Kemerdekaan
a. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada
asas dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND (komite Nasional
Daerah) di keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah
yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri
atas dua macam yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan
yakni:
1) Provinsi
2) Kabupaten/kota besar
3) Desa/kota kecil.
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat
darurat dan segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri
dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan.
b. Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948
Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di
Indonesia adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan
mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan
bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:
1) Propinsi
2) Kabupaten/kota besar
3) Desa/kota kecil
4) Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya
sendiri.
c. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti
dengan istilah daerah swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah
10. besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangga sendiri, dalam
tiga tingkat, yaitu:
1) Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
2) Daerah swatantra tingkat II
3) Daerah swatantra tingkat III.
UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan
otonomi daerah seluas-luasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS
1950.
d. Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959
Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7
November 1959 menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi
pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru.
Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri
dikenal dangan daerah tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi
daerah pada masa ini, bahwa kepala daerah diangkat oleh pemerintah
pusat, terutama dari kalangan pamong praja.
e. Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga
7
tingkatan yakni:
1) Provinsi (tingkat I)
2) Kabupaten (tingkat II)
3) Kecamatan (tingkat III)
Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas
memegang pimpinan kebijaksanaan politik polisional di daerahnya,
menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di
daerah, melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas
lain yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai
alat pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas memimpin
pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah,
11. menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD,
dan mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.
f. Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan
mengatur rumah tangganya berdasar asas desentralisasi. Dalam UU
ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat I dan daerah
tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi:
1) Provinsi/ibu kota negara
2) Kabupaten/kotamadya
3) Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II
karena daerah tingkat II berhubungan langsung dengan masyarakat
sehingga lebih mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip
otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan bertanggung
jawab.
g. Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan desentralisasi. Pokok
pikiran dalam penyusunan UU No. 22 tahun 1999 adalah sebagai
berikut:
1) Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip
pembagian kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam
kerangka NKRI.
2) Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan
dekonsentrasi adalah daerah provinsi sedangkan daerah yang
dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah
kabupaten dan daerah kota.
3) Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
4) Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.
Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa
kemajuan bagi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
8
12. Tetapi sesuai perkembangan keinginan masyarakat daerah, ternyata
UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan
kesejahteraan bagi masyarakat.
h. Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004
tentang pemerintah Daerah yang dalam pasal 239 dengan tegas
menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU
baru ini memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara
kabupaten dan provinsi, antara provinsi dan pemerintah pusat
berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah.
Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan
evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi
terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan
sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin di pertegas dan di
perjelas. 1
C. Dasar Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah
9
1. Dasar Hukum
Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu
kita bahas.Namun ada dasar-dasar yang bisa menjadi landasan.Ada
beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu
sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
b. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang
pemerintahan daerah.
1 [1] Pasal 18 (1) UUD Tahun 1945 tentang Perundang-undangan
[2] Pasal 18 (2) UUD Tahun 1945 tentang Perundang-undangan
[2] Pasal 18 (2) UUD 1945 tentang Perundang-undangan [3] http//jari.or.id/Undang-Undang No.
32 Tahun 2004/Tentang : Pemerintah Daerah
13. c. Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber
10
keuangan negara.
Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi
daerah,saya juga menulis apa saja yang menjadi tujuan pelaksana
otonomi daerah,yaitu otonomi daerah harus bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di wilayah
otonomi tersebut serta meningkatkan pula sumber daya yang di miliki
oleh daerah agar dapat bersain dengan daerah otonom lainnya.
2. Landasan Teori
Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam
otonomi daerah .
a. Asas Otonomi
Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang saya
tuliskan di sini.Asas-asas tersebut sebagai berikut:
1) Asas tertib penyelenggara negara
2) Asas Kepentingan umum
3) Asas Kepastian Hukum
4) Asas keterbukaan
5) Asas Profesionalitas
6) Asas efisiensi
7) Asas proporsionalitas
8) Asas efektifitas
9) Asas akuntabilitas
b. Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan
rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari
rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.
dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu
pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam
keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai
14. penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem
pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali
dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya
desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan pardigma
pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan
sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber
daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya
adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk
lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh
program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh
pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan
umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus
tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat
daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif
peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan
sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber
daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi
11
kebutuhan lokal.
c. Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk
penyelenggaraan negara adalah persoalan pembagian sumber daya
dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an
terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang
ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan
tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap
masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini,
pandangan politik yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah
bahwa desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan
menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman
15. sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa
banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini
mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat
bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia.
Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya
dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai
suatu proses satu arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua
“sasi” itu adalah masalah perimbangan. Artinya, peran pemerintah
pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang
dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses
politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah
adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.
D. Pemeran Penting Dalam Otonomi Daerah
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
Di dalam Otonomi daerah selalu identik dengan yang namanya
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau yang sering disebut APBd.Di
sini saya akan membahas sedikit mengenai APBD.
Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang
keuangan yang merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi
otonomi daerah. Kedudukan faktor keuangan dalam penyelenggaraan suatu
pemerintah sangat penting, karena pemerintahan daerah tidak akan dapat
melaksanan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup
untuk memberikan pelayanan pembangunan dan keuangan inilah yang
mrupakan salah satu dasar kriteria untukmengetahui secara nyata kemampuan
daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Suatu daerah
otonom diharapkan mampu atau mandiri di dalam membiayai kegiatan
pemerintah daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah
pusat mempunyai proposal yang lebih kecil dan Pendapatan Asli Daerah harus
menjadi bagian yang terbesar dalammemobilisasi dana penyelenggaraan
12
16. pemerintah daerah. Oleh karena itu,sudah sewajarnya apabila PAD dijadikan
tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah demi mewujudkan tingkat
kemandirian dalam menghadapi otonomi daerah.
Mardiasmo mendefinisikan anggaran sebagai pernyataan mengenai
estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang
dinyatakan dalam ukuran finansial,sedangkan penganggaran adalah proses
atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran.Mardiasmo mendefinisikan
nya sebagai berikut ,anggaran publik merupakan suatu dokumen yang
menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi
informasi mengenai pendapatan belanja dan aktifitasSecara singkat dapat
dinyatakan bahwa anggaran publik merupakan suatu rencana finansial yang
menyatakan :
1. Berapa biaya atas rencana yang di buat(pengeluaran/belanja),dan
2. Berapa banyak dan bagaimana cara uang untuk mendanai rencana
13
tersebut(pendapatan)
Sedangkan menurut UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan Negara
disebutkan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah
daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.Lebih lanjut
dijelaskan dalam PP No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolahan Keuangan
Daerah disebutkan bahwa APBD adlah rencana keuangan tahunan
Pemerintah daerah yang di bahas dan disetujui bersama oleh pemerintah
daerah dan DPRD,dan ditetapkan dengan peraturan daerah. ekonomi. Inisiatif
peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial
ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya
pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
E. Dampak Otonomi Daerah
1. Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi
daerah makapemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk
menampilkan identitas lokalyang ada di masyarakat. Berkurangnya
17. wewenang dan kendali pemerintah pusatmendapatkan respon tinggi dari
pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yangberada di daerahnya
sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada
yangdidapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana
tersebut memungkinkanpemerintah lokal mendorong pembangunan
daerah serta membangun program promosikebudayaan dan juga
pariwisata.
14
2. Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan
bagioknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang
dapat merugikaNegara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.
Selain itu terkadang adakebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai
dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar
daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkandaerah dengan
Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi
ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah
maka pemerintahpusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan
di daerah, selain itu karena memang dengan sistem.otonomi daerah
membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.
Beberapa modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan
APBD :
a. Korupsi Pengadaan Barang Modus :
1) Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga
pasar.
2) Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
b. Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)
Modus :
1) Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
2) Menjual inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
c. Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat,
pengurusan pensiun dan sebagainya.
18. Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
d. Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah,
panti asuhan dan jompo)
Modus :
1) Pemotongan dana bantuan sosial b. Biasanya dilakukan secara
15
bertingkat (setiap meja).
e. Bantuan fiktif
Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada
bantuan dari pemerintah ke pihak luar.
19. BAB III
PENUTUP
16
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya
otonomi daerah, maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun
program dan mengajukannya kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan
berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila Orang/badan
yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu
program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi
dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila orang
/badan yang menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang
mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta
analisis dampak yang akan terjadi.
B. SARAN
Analisis Langkah-Langkah Yang Harus Diambil Pemerintah Dalam
Mengontrol Otonomi Daerah:
1. Merumuskan kerangka hukum yang memenuhi aspirasi untuk otonomi di
tingkat propinsi dan sejalan dengan strategi desentralisasi secara bertahap.
2. Menyusun sebuah rencana implementasi desentralisasi dengan
memperhatikan faktor-faktor yang menyangkut penjaminan
kesinambungan pelayanan pada masyarakat,perlakuan perimbangan
antara daerah-daerah,dan menjamin kebijakan fiskal yang berkelanjutan.
3. Untuk mempertahankan momentum desentralisasi,pemerintah pusat perlu
menjalankan segera langkah desentralisasi,akan tetapi terbatas pada
sektor-sektor yang jelas merupakan kewenangan Kabupaten dan Kota dan
dapat segera diserahkan.
4. Proses otonomi tidak dapat dilihat sebagai semata-mata tugas dan
tanggung jawab dari menteri negara otonomi atau menteri dalam
20. negeri,akan tetapi menuntut koordinasi dan kerjasama dari seluruh bidang
dalam kabinet (Ekuin,Kesra & Taskin, dan Polkam).
Upaya Yang Menurut Saya harus Dilakukan Pejabat Daerah Untuk
Mengatasi Ketimpangan Yang Terjadi :
1. Pejabat harus dapat melakukan kebijakan tertentu sehingga SDM yang
berada di pusat dapat terdistribusi ke daerah.
2. Pejabat harus melakukan pemberdayaan politik warga masyarakat
dilakukan melalui pendidikan politik dan keberadaan organisasi swadaya
masyarakat, media massa dan lainnya.
3. Pejabat daerah harus bisa bertanggung jawab dan jujur.
4. Adanya kerjasama antara pejabat dan masyarakat.
5. Dan yang paling penting pejabat harus tahu prinsip-prinsip otonomi.
17
21. DAFTAR PUSTAKA
Riwu Kaho, Josef, 1988, Prospek Otonomi Daerah di Indonesia, Jakarta, PT. Raja
18
Grafindo Persada.
DR. Kaloh J, 2007, Mencari Bentuk otonomi Daerah, Suatu Solusi Dalam
Menjawab Kebutuhan Lokal Dan Tantangan Global, Jakarta, Rhineka
Cipta.
http://susisitisapaah.blogspot.com/2011/03/sejarah-perkembangan-otonomi-daerah-
di.html
http//google.com/Undang-Undang Republik Indionesia Nomor 5 Tahun 1974
Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
http//google.com/Parlemen.net.
http//google.com/bkksi.or.id
http://id.wikipedia.org/wiki/ Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah
http//google.com/Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2005
Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undan
durrahman. 1987. Beberapa Pemikiran Tentang Otonomi Daerah. Jakarta: PT.
Media Sarana Press.
Amin, S. M. 1976. Demokrasi Selayang Pandang. Jakarta: Pradnya Paramita.
Amrusyi, Fahmi. 1987. Otonomi Dalam Negara Kesatuan, dalam Abdurrahman
(ed), Beberapa Pemikiran Tentang Otonomi Daerah. Jakarta: PT.
Media Sarana Press.
Echols, John M. dan Hassan Shadily. 1990. Kamus Inggris Indonesia, Jakarta:
PT. Gramedia.
Kaloh, J. 2002. Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab
Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global. Jakarta: Rineka Cipta.
Kusnardi, Moh. dan Harmailly Ibrahim. 1983. Hukum Tata Negara Indonesia.
Jakarta: PSHTN FH-UI.
Magnar, Kuntana. 1984. Pokok-pokok Pemerintah Daerah Otonom dan Wilayah
Administratif. Bandung: Armico.
22. Manan, Bagir. 2001. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pusat
Studi Hukum Fakultas Hukum UII.
MD, Moh. Mahfud. 1999. Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia.
19
Yogyakarta: Gama Media.
M.S., Burhani, dan Hasbi Lawrens. t.th. Referensi Ilmiah-Politik Kamus Ilmiah
Populer. Jombang: Lintas Media.
Putri, Vera Jasini. 2003. Kamus dan Glosarium Otonomi Daerah. Jakarta:
Friedrich Naumann Stiftung.
Sekretariat Negara Republik Indonesia. 1998. Risalah Badan Penyelidik Usaha-
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Jakarta: Setneg RI.
Teall, Edward N. (ed). 1965. Webster’s Word University Dictionary. Washington
D.c.: Publishers Company. Inc.
Wiyono. 1976. Garis-garis Besar Pembahasan dan Komentar UUD 1945.
Bandung: Alumni.
Yamin, Muhammad. t.th. Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia. t.p.: t.tp.