Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang disebut sebagai dasar filsafat negara.
Dalam kedudukan ini pancasila merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara dan sumber tertib hukum.Negara Indonesia adalah negara demokrasi berdasarkan atas hukum,maka segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur melalui peraturan perundangan
Pancasila dalam kontek ketatanegaraan Republik Indonesia adalah pembagian kekuasaan lembaga lembaga tinggi negara, hak dan kewajiban, keadilan sosial, dan lainnya diatur dalam undang undang dasar negara.
Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang disebut sebagai dasar filsafat negara.
Dalam kedudukan ini pancasila merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara dan sumber tertib hukum.Negara Indonesia adalah negara demokrasi berdasarkan atas hukum,maka segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur melalui peraturan perundangan
Pancasila dalam kontek ketatanegaraan Republik Indonesia adalah pembagian kekuasaan lembaga lembaga tinggi negara, hak dan kewajiban, keadilan sosial, dan lainnya diatur dalam undang undang dasar negara.
Hubungan Presiden dengan MK di atur di dalam :
UUD 1945 pasal 24C ayat 2 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
UUD 1945 pasal 24C ayat 3 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. ”UU no 48 tahun 2009 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi, “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ”UU no 48 tahun 2009 pasal 34 ayat 1 yang berbunyi, “Hakim konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 24C UUD 1945 dan UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK), MK mempunyai lima kewenangan. Yakni, menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilu (baik di tingkat nasional maupun pemilihan umum kepala daerah) dan memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden (impeachment).
STRUKTUR PEMERINTAHAN INDONESIA MENURUT UUD 1945 (AMANDEMEN)Abdul Rais P
Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik.
Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undanag-Undang Dasar.” Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial.
Hubungan Presiden dengan MK di atur di dalam :
UUD 1945 pasal 24C ayat 2 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
UUD 1945 pasal 24C ayat 3 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. ”UU no 48 tahun 2009 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi, “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ”UU no 48 tahun 2009 pasal 34 ayat 1 yang berbunyi, “Hakim konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 24C UUD 1945 dan UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK), MK mempunyai lima kewenangan. Yakni, menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilu (baik di tingkat nasional maupun pemilihan umum kepala daerah) dan memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden (impeachment).
STRUKTUR PEMERINTAHAN INDONESIA MENURUT UUD 1945 (AMANDEMEN)Abdul Rais P
Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik.
Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undanag-Undang Dasar.” Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial.
Berdasarkan http://www.slideshare.net/audiniaudi/makalah-sistem-pemerintahan-indonesia-32882801
SEMESTER II
AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK 2013/2014
Dibuat oleh kelompok 1 dengan berbagai sumber.
1. OTONOMI DAERAH
Makalah Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan
Disusun Oleh Kelompok 3
Nama Anggota:
1. ARIEF NURUL PUTRA (NIM: 1502005)
2. AYU NURSEHA (NIM: 1502006)
3. DODI RENALDY ALVIN (NIM: 1502008)
4. ERIM APRI PRATAMA (NIM: 1502009)
5. KAMALUDIN (NIM: 1502012)
6. SARIF HIDAYAT (NIM: 1402018)
Kelas: TP1A
TEKNIK PENDINGIN DAN TATA UDARA
POLITEKNIK NEGERI INDRAMAYU
(POLINDRA)
Jalan Raya Lohbener Lama No.8 e-mail: www.polindra.ac.id Kec. Lohbener Kab. Indramayu
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam
karena atas izin dan kehendakNya makalah ini dapat kami rampungkan tepat pada
waktunya.
Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Adapun yang kami bahas dalam
makalah sederhana ini mengenai Otonomi Daerah.
Dalam penulisan makalah ini kami menemui berbagai hambatan yang
dikarenakan terbatasnya Ilmu Pengetahuan kami mengenai hal yang berkenan
dengan penulisan makalah ini. Oleh karena itu sudah sepatutnya kami berterima
kasih kepada pihak yang telah memberikan limpahan ilmu berguna kepada kami.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Tapi, kami
sudah berusaha semaksimal mungkin. Oleh karena itu kami mengharapkan saran
dan kritikan yang sifatnya membangun agar lebih maju di masa yang akan datang.
Harapan kami, semoga makalah ini dapat menjadi track record dan
menjadi referensi bagi kami dalam mengarungi masa depan. Kami juga berharap
agar makalah ini dapat berguna bagi orang lain yang membacanya.
Lohbener, 15 Desember 2015
Penyusun
3. iii
DAFTAR ISI
COVER .........................................................................................................
KATA PENGANTAR .................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................
i
ii
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................................................Rumusan M
B. Tujuan Penulisan .....................................................................................
C. Rumusan Masalah ....................................................................................
1
3
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Otonomi Daerah ....................................................................
B. Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia ............................
C. Landasan Hukum dan Landasan Teori Otonomi Daerah ........................
D. Pemeran Penting Dalam Otonomi Daerah................................................
E. Dampak Otonomi Daerah ........................................................................
4
5
9
12
13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................................
B. Saran ........................................................................................................
16
16
REFERENSI ................................................................................................ 18
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia para founding
fathers telah menjatuhkan pilihannya pada prinsip pemencaran kekuasaan dalam
penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Cita desentralisasi ini senantiasa menjadi bagian dalam praktek
pemerintahan Negara sejak berlakunya UUD 1945, terus memasuki era Konstitusi
RIS, UUDS 1950 sampai pada era kembali ke UUD 1945 yang dikukuhkan lewat
Dekrit Presiden 5 juli 1959.
Garis perkembangan sejarah tersebut membuktikan bahwa cita
desentralisasi senantiasa dipegang teguh oleh Negara Republik Indonesia,
sekalipun dari satu periode ke periode lainnya terlihat adanya perbedaan dalam
intensitasnya.
Sebagai perwujudan dari cita desentralisasi tersebut, maka langkah-
langkah penting sudah dilakukan oleh pemerintah. Lahirnya berbagai peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah membuktikan
bahwa keinginan untuk mewujudkan cita-cita ini terus berlanjut. Sekalipun
demikian, kenyataan membuktikan bahwa cita tersebut masih jauh dalam
realisasinya. Otonomi daerah masih lebih sebagai harapan ketimbang sebagai
kenyataan yang telah terjadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa otonomi
daerah belumlah terwujud sebagaimana yang diharapkan. Kita nampaknya baru
menuju ke arah otonomi daerah yang sebenarnya.
Beberapa faktor-faktor yang menetukan prospek otonomi daerah,
diantaranya, yaitu:
Faktor Pertama adalah faktor manusia sebagai subyek penggerak (faktor
dinamis) dalam peenyelenggaraan otonomi daerah. Faktor manusia ini haruslah
baik, dalam pengertian moral maupun kapasitasnya. Faktor ini mencakup unsur
5. 2
pemerintah daerah yang terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD, aparatur daerah
maupun masyarakat daerah yang merupakan lingkungan tempat aktivitas
pemerintahan daerah tersebut.
Faktor kedua adalah faktor keuangan yang merupakan tulang punggung
bagi terselenggaranya aktivitas pemerintahan Daerah. Salah satu ciri daerah
otonom adalah terletak pada kemampuan self supportingnya atau mandiri dalam
bidang keuangan. Karena itu, kemampuan keuangan ini akan sangat memberikan
pengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Sumber keuangan daerah yang asli, misalnya pajak dan retribusi daerah,
hasil perusahaan daerah dan dinas daerah, serta hasil daerah lainnya yang sah,
haruslah mampu memberikan kontribusinya bagi keuangan daerah.
Faktor ketiga adalah faktor peralatan yang merupakan sarana pendukung
bagi terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah. Peralatan yang ada haruslah
cukup dari segi jumlahnya, memadai dari segi kualitasnya dan praktis dari segi
penggunaannya. Syarat-syarat peralatan semacam inilah yang akan sangat
berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Faktor keempat adalah faktor organisasi dan manajemen. Tanpa
kemampuan organisasi dan manajemen yang memadai penyelenggaraan
pemerintahan tidak dapat dilakukan dengan baik, efisien, dan efektif.oleh sebab
itu perhatian yang sungguh-sunggguh terhadap masalah ini dituntut dari para
penyelenggara pemerintahan daerah.
Sejarah perkembangan otonomi daerah membuktikan bahwa keempat
faktor tersebut di atas masih jauh dari yang diharapkan. Karenanya otonomi
daerah masih menunjukkan sosoknya yang kurang menggembirakan.oleh sebab
itu apabila kita berkeinginan untuk merealisasi cita-cita otonomi daerah maka
pembenahan dan perhatian yang sungguh-sungguh perlu diberikan kepada empat
faktor di atas.
6. 3
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui Pengertian Otonomi Daerah.
2. Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia.
3. Untuk mengetahui Dasar Hukum dan Landasan Teori Otonomi Daerah.
4. Untuk mengetahui Yang Paling Berperan di dalam Otonomi Daerah.
5. Untuk mengetahui Dampak Yang di timbulkan oleh Otonomi Daerah.
6. Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
C. Rumusan Masalah
Makalah ini di buat dengan rumusan masalah:
1. Apa itu Otonomi Daerah?
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia?
3. Apa Dasar Hukum dan Landasan Teori Otonomi Daerah?
4. Apa salah satu yang paling berperan di dalam Otonomi Daerah?
5. Apa dampak yang di timbulkan oleh Otonomi Daerah?
7. 4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi berasal dari 2 kata yaitu, auto berarti sendiri, nomos berarti
rumah tangga atau urusan pemerintahan. Otonomi dengan demikian berarti
mengurus rumah tangga sendiri.Dengan mendampingkan kata ekonomi dengan
kata daerah, maka istilah “mengurus rumah tangga sendiri” mengandung makna
memperoleh kekuasaan dari pusat dan mengatur atau menyelenggarakan rumah
tangga pemerintahan daerah sendiri.
Ada juga berbagai pengertian yang berdasarkan pada aturan yang di
tetapkan oleh Pemerintahan Daerah. Pengertian yang memliki kaitan dan
hubungan dengan otonomi daerah yang terdapat di dalam Undang-Undang, yaitu
sebagai berikut:
Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu daerah.
Penyelenggaran urusan pemerintah daerah tersebut harus menurut asas
otonomi seluas-luasya dalam prinsip dan sistem NKRI sebagaimana yang
dimaksudkan di dalam UUD 1945.
Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati atau Walikota, perangkat daerah
seperti Lurah, Camat serta Gubernur sebagai pemimpin pemerintahan
daerah tertinggi.
DPRD adalah lembaga pemerintahan daerah di mana di dalam DPRD
duduk para wakil rakyat yang menjadi penyalur aspirasi rakyat. Selain itu
DPRD adalah suatu unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Otonomi daerah adalah wewenang, hak dan kewajiban suatu daerah
otonom untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan dan
mengurus berbagai kepentingan masyarakat yang berada dan menetap di
dalam daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
8. 5
Daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat yang berada di dalam
batas-batas wilayah dan wewenang dari pemerintahan daerah di mana
prngaturan nya berdasarkan prakarsa sendiri namum sesuai dengan sistem
NKRI.
Di dalam otonomi daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat adalah
Presiden Republik Indonesia sebagaiman tertulis di dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
B. Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia
a) Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No.
329 yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang
mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan
Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah
kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan
ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan
groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu
juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat
setempat (zelfbestuurende landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial
dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek).
Dengan demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat
dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.
b) Masa Pendudukan Jepang
Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur
mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara
ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan
Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda.
Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil
9. 6
melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan
penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia
Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang
(Osamu Seire) No. 27/1942 yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki
kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada
masa tersebut bersifat misleading.
c) Masa Kemerdekaan
1. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada asas
dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND (komite Nasional Daerah) di
keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang
dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam
yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:
a) Provinsi.
b) Kabupaten/kota besar.
c) Desa/kota kecil.
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat
dan segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja
dan tidak memiliki penjelasan.
2. Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948
Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di
Indonesia adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai
berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah
Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:
a) Propinsi.
b) Kabupaten/kota besar.
c) Desa/kota kecil.
d) Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
10. 7
3. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan
istilah daerah swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil
yang berhak mengurus rumah tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:
a) Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya.
b) Daerah swatantra tingkat II.
c) Daerah swatantra tingkat III.
UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi
daerah seluas-luasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.
4. Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959
Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November
1959 menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah,
dengan memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan daerah yang berhak
mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dangan daerah tingkat I, tingkat
II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah
pada masa ini, bahwa kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat,
terutama dari kalangan pamong praja.
5. Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan
yakni:
a) Provinsi (tingkat I).
b) Kabupaten (tingkat II).
c) Kecamatan (tingkat III).
Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang
pimpinan kebijaksanaan politik polisional di daerahnya,
menyelenggarakan koordinasi antarjabatan pemerintah pusat di daerah,
melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang
diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah
daerah, kepala daerah mempunyai tugas memimpin pelaksanaan
11. 8
kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah, menandatangani peraturan dan
keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya di dalam dan
di luar pengadilan.
6. Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur
rumah tangganya berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua
tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Daerah
negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi:
a) Provinsi/ibu kota Negara.
b) Kabupaten/kotamadya.
c) Kecamatan.
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena
daerah tingkat II berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih
mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU
ini adalah otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
7. Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang lebih mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam
penyusunan UU No. 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut:
a) Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip
pembagian kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam
kerangka NKRI.
b) Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan
dekonsentrasi adalah daerah provinsi sedangkan daerah yang dibentuk
berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah kabupaten dan daerah
kota.
c) Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
d) Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.
12. 9
Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan
bagi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai
perkembangan keinginan masyarakat daerah, ternyata UU ini juga
dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi
masyarakat.
8. Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang
pemerintah Daerah yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa
dengan berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini memperjelas dan
mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara
provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan
kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi,
dan evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi
terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar
antara kepala daerah dan DPRD semakin di pertegas dan di perjelas.
C. Dasar Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah
1. Dasar Hukum
Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita
bahas. Namun ada dasar-dasar yang bisa menjadi landasan. Ada beberapa
peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah, yaitu sebagai berikut:
a) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
b) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan
daerah.
c) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber
keuangan negara.
13. 10
Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,
kami juga menulis apa saja yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,
yaitu otonomi daerah harus bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap
masyarakat yang berada di wilayah otonomi tersebut serta meningkatkan pula
sumber daya yang di miliki oleh daerah agar dapat bersain dengan daerah
otonom lainnya.
2. Landasan Teori
Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi
daerah.
a. Asas Otonomi
Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang saya tuliskan di
sini. Asas-asas tersebut sebagai berikut:
Asas tertib penyelenggara Negara
Asas Kepentingan umum
Asas Kepastian Hukum
Asas keterbukaan
Asas Profesionalitas
Asas efisiensi
Asas proporsionalitas
Asas efektifitas
Asas akuntabilitas
b. Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri
berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara
kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka muncullan
otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah
istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai
penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan
14. 11
Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem
pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan
perubahan pardigma pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat
diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-
sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk
memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang
merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan
dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara
pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus
tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan
nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan,
pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat
menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan
efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
c. Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara
adalah persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan
masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber
daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di
bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan negara
terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik
yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi
merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah.
Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di
mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang,
situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang
sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa
15. 12
desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat”
bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu
proses satu arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah
masalah perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah
akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal
perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran
yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.
D. Pemeran Penting Dalam Otonomi Daerah
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
Di dalam Otonomi daerah selalu identik dengan yang namanya Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah atau yang sering disebut APBd.Di sini saya akan
membahas sedikit mengenai APBD.
Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang
keuangan yang merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi
otonomi daerah. Kedudukan faktor keuangan dalam penyelenggaraan suatu
pemerintah sangat penting, karena pemerintahan daerah tidak akan dapat
melaksanan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk
memberikan pelayanan pembangunan dan keuangan inilah yang mrupakan salah
satu dasar kriteria untukmengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Suatu daerah otonom
diharapkan mampu atau mandiri di dalam membiayai kegiatan pemerintah
daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai
proposal yang lebih kecil dan Pendapatan Asli Daerah harus menjadi bagian yang
terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah. Oleh
karena itu, sudah sewajarnya apabila PAD dijadikan tolak ukur dalam
pelaksanaan otonomi daerah demi mewujudkan tingkat kemandirian dalam
menghadapi otonomi daerah.
16. 13
Mardiasmo mendefinisikan anggaran sebagai pernyataan mengenai
estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang
dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau
metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Mardiasmo mendefinisikannya
sebagai berikut, anggaran publik merupakan suatu dokumen yang
menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi
mengenai pendapatan belanja dan aktifitas secara singkat dapat dinyatakan bahwa
anggaran publik merupakan suatu rencana finansial yang menyatakan:
1) Berapa biaya atas rencana yang di buat (pengeluaran/belanja), dan
2) Berapa banyak dan bagaimana cara uang untuk mendanai rencana tersebut
(pendapatan).
Sedangkan menurut UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan Negara
disebutkan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.Lebih lanjut dijelaskan
dalam PP No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolahan Keuangan Daerah disebutkan
bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah daerah yang di bahas
dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan
peraturan daerah.
Ekonomi Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan
pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-
sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan
lokal.
E. Dampak Otonomi Daerah
1. Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah
maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan
identitas local yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali
pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam
menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang
17. 14
diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari
pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong
pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan
juga pariwisata.
2. Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan
bagioknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang
dapat merugika Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.
Selain itu terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan
konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu
dengan daerah tetangganya, atau bahkan daerah dengan Negara, seperti contoh
pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut
dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintah pusat akan lebih
susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang
dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu
berarti.
Beberapa modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan
APBD:
a. Korupsi Pengadaan Barang
Modus:
Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
b. Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)
Modus:
Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
Menjual inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
c. Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, kenaikkan pangkat,
pengurusan pensiun dan sebagainya.
Modus: Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
18. 15
d. Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti
asuhan dan jompo)
Modus: Pemotongan dana bantuan social. Biasanya dilakukan secara
bertingkat (setiap meja).
e. Bantuan fiktif
Modus: Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari
pemerintah ke pihak luar.
19. 16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi
daerah, maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan
mengajukannya kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak
positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila orang/badan yang menyusun
memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu program serta memiliki
analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi dikemudia hari. Tetapi
sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila orang/badan yang menyusun
program tersebut kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai
bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta analisis dampak yang
akan terjadi.
B. Saran
Analisis Langkah-Langkah Yang Harus Diambil Pemerintah Dalam
Mengontrol Otonomi Daerah:
1. Merumuskan kerangka hukum yang memenuhi aspirasi untuk otonomi di
tingkat propinsi dan sejalan dengan strategi desentralisasi secara bertahap.
2. Menyusun sebuah rencana implementasi desentralisasi dengan
memperhatikan faktor-faktor yang menyangkut penjaminan
kesinambungan pelayanan pada masyarakat, perlakuan perimbangan
antara daerah-daerah, dan menjamin kebijakan fiskal yang berkelanjutan.
3. Untuk mempertahankan momentum desentralisasi, pemerintah pusat perlu
menjalankan segera langkah desentralisasi, akan tetapi terbatas pada
sektor-sektor yang jelas merupakan kewenangan Kabupaten dan Kota dan
dapat segera diserahkan.
20. 17
4. Proses otonomi tidak dapat dilihat sebagai semata-mata tugas dan
tanggung jawab dari menteri negara otonomi atau menteri dalam negeri,
akan tetapi menuntut koordinasi dan kerjasama dari seluruh bidang dalam
kabinet (Ekuin, Kesra & Taskin, dan Polkam).
Upaya Yang Menurut Kami harus Dilakukan Pejabat Daerah Untuk
Mengatasi Ketimpangan Yang Terjadi:
1. Pejabat harus dapat melakukan kebijakan tertentu sehingga SDM yang
berada di pusat dapat terdistribusi ke daerah.
2. Pejabat harus melakukan pemberdayaan politik warga masyarakat
dilakukan melalui pendidikan politik dan keberadaan organisasi swadaya
masyarakat, media massa dan lainnya.
3. Pejabat daerah harus bisa bertanggung jawab dan jujur.
4. Adanya kerjasama antara pejabat dan masyarakat.
5. Dan yang paling penting pejabat harus tahu prinsip-prinsip otonomi.