Tetanus neonatorum adalah infeksi yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang masuk melalui luka tali pusat. Gejalanya berupa kejang otot yang dimulai dari mulut ke seluruh tubuh. Pencegahannya melalui persalinan bersih, perawatan luka tali pusat yang baik, dan imunisasi ibu hamil dengan vaksin TT. Penatalaksanaannya dengan obat anti kejang, antitoksin, dan antibiotik serta perawatan luka.
1. LAPORAN PENDAHULUAN
TETANUS NEONATORIM
I.
KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Tetanus neonatorim adalah suatu penyakit infeksi yang di sebabkan oleh
kuman,clostridium tetani.
Tetanus neonatorium merupakan penyebab kejang yang sering di jumpai pada BBL
yang di sebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai
akibat pemotogan tali pusat atau perawatan tidak aseptik.
B. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerobik dan
mengeluarkan eksotoksin yang neorotropoik.
C. Patologi
Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak pada sumsum tulang belakang, dan
terutama pada nukleus motorik. Kematian disebabkan oleh asfiksia akibat spasmus
laring pada kejang yang lama. Selain itu kematian dapat disebabkan oleh pengaruh
langsung pada pusat pernafasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang lain ialah
pneumonia aspirasi dan sepsis. Kedua sebab yang terakhir ini mungkin sekali
merupakan sebab utama kematian tetanus neonatorum di Indonesia.
D. Patofisiologi
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk
vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic ini
terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen
jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi.
Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu
sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan
elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam
sungsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps
dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah
toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan
kekakuan.
Tanda – tanda
1. Bayi yang semula dapat disusui dengan baik, tiba – tiba tidak mau menyusu.
2. Mulut mencucu, seperti mulut ikan.
2. 3. Mudah sekali dan sering kejang, terutama jika disentuh, terkena sinar, atau
mendengar suara keras.
4. Wajahnya kebiruan.
5. Kadang – kadang demam.
Tanda – tanda tersebut mulai timbul antara 3 – 14 hari sesudah lahir, tetapi kadang –
kadang lebih lambat. Tetanus neonatorum terjadi karena pemotongan tali pusat bayi
dengan menggunakan alat yang tidak bersih, luka tali pusat kotor atau tidak bersih
karena diberi bermacam – macam ramuan, atau ibu hamil tidak mendapat imunisasi
TT lengkap sehingga bayi yang dikandungnya tidak kebal terhadap penyakit tetanus
neonatorum.
E. Manifestasi Klinik
Gejala klinik pada tetanus neonatorum sangat khas sehingga masyarakat yang
primitifpun mampu mengenalinya. Anak yang semula menangis, menetek dan hidup
normal, mulai hari ketiga menunjukan gejala klinik yang bervariasi mulai dari
kekakuan mulut dan kesulitan menetek, risus sardonicus sampai opistotonus. Trismus
pada tetanus neonatorum tidak sejelas pada penderita anak atau dewasa, karena
kekakuan otot leher lebih kuat dari otot masseter, sehingga rahang bawah tertarik dan
mulut justru agak membuka dan kaku (Athvale, dan Pai, 1965, Marshall, 1968).
Bentukan mulut menjadi mecucu (Jw) seperti mulut ikan karper. Bayi yang semula
kembali lemas setelah kejang dengan cepat menjadi lebih kaku dan frekuensi kejangkejang menjadi makin sering dengan tanda-tanda klinik kegagalan nafas (Irwantono,
Ismudijanto dan MF Kaspan 1987). Kekakuan pada tetanus sangat khusus : fleksi
pada tangan, ekstensi pada tungkai namun fleksi plantar pada jari kaki tidak tampak
sejelas pada penderita anak.
Kekakuan dimulai pada otot-otot setempat atau trismus kemudian menjalar ke seluruh
tubuh, tanpa disertai gangguan kesadaran. Seluruh tubuh bayi menjadi kaku, bengkok
(flexi) pada siku dengan tangan dikepal keras keras. Hipertoni menjadi semakin
tinggi, sehingga bayi dapat diangkat bagaikan sepotong kayu. Leher yang kaku
seringkali menyebabkan kepala dalam posisi menengadah
F. Faktor Resiko Dan Pencegahan
1. Faktor resiko
Tetanus neonatorum terjadi pada masa perinatal, antara umur 0 sampai 28 hari,
terutama pada saat luka puntung tali pusat belum kering, sehingga spora C. tetani
3. dapat mencemari dan berbiak menjadi kuman vegetatif.
terdapat 5 faktor resiko pokok tetanus neonatorum yaitu :
a. faktor resiko pencemaran lingkungan fisik dan biologi
Merupakan faktor yang menentukan kepadatan kuman dan tingginya tingkat
pencemaran spora di lingkungannya. Risiko akan hilang bila lahan pertanian
dan peternakan diubah penggunaannya
b. faktor cara pemotongan tali pusat
Penggunaan sembilu, pisau cukur atau silet untuk memotong tali pusat
tergantung pada pengertian masyarakat akan sterilitas. Setelah dipotong, tali
pusat dapat disimpul erat-erat atau diikat dengan benang. Penolong persalinan
biasanya lebih memusatkan perhatian pada ”kelahiran” plasenta dan
perdarahan ibu
c. faktor cara perawatan tali pusat
Tata cara perawatan perinatal sangat berkaitan erat dengan hasil interaksi
antara tingkat pengetahuan, budaya, ekonomi masyarakat dan adanya
pelayanan kesehatan di lingkungan sekitarnya. Masyarakat di banyak daerah
masih menggunakan daun-daun, ramuan, serbuk abu dan kopi untuk
pengobatan luika puntung tali pusat. Kebiasaan ini tidak dapat dihilangkan
hanya dengan pendidikan dukun bayi saja.
d. faktor kebersihan pelayanan persalinan
Merupakan interaksi antara kondisi setempat dengan tersedianya pelayanan
kesehatan yang baik di daerah tersebut yang menentukan subyek penolong
persalinan dan kebersihan persalinan. Untuk daerah terpencil yang belum
terjangkau oleh pelayanan persalinan yang higienis maupun daerah perkotaan
yang biaya persalinannya tak terjangkau oleh masarakat, peranan dukun bayi
(terlatih atau tidak) maupun penolong lain sangatlah besar. Pelatihan dukun
bayi dapat menurunkan kematian perinatal namun tidak berpengaruh pada
kejadian tetanus neonatorum.
Masih banyak ibu yang tidak memeriksakan kehamilannya (25 sampai 60%)
dan lebih banyak lagi yang persalinannya tidak ditolong oleh tenaga medis
(70%) sehingga resiko tetanus neonatorum bagi bayi lahir di Indonesia besar.
e. faktor kekebalan ibu hamil.
Merupakan faktor yang sangat penting. Antibodi antitetanus dalam darah ibu
hamil yang dapat disalurkan pada bayinya dapat mencegah manifestasi klinik
4. infeksi dengan kuman C. tetani (Suri, dkk,1964). Suntikan tetanus toksoid 1
kalipun dapat mengurangi kematian tetanus neonatorum dari 70-78 per 1000
kelahiran hidup menjadi 40 per 1000 kelahiran hidup (Newell, 1966, Black,
1980, Rahman, 1982).
2. Pencegahan
Melaui pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih tangan, bersih alas, dan
bersih alat.
1) Bersih tangan
Sebelum menolong persalinan, tangan poenolong disikat dan dicuci
dengan sabun sampai bersih. Kotoran di bawah kuku dibersihkan dengan
sabun. Cuci tangan dilakukan selama 15 – 30 “ . Mencuci tangan secara
benar dan menggunakan sarung tangan pelindung merupakan kunci untuk
menjaga lingkungan bebas dari infeksi.
2) Bersih alas
Tempat atau alas yang dipakai untuk persaliunan harus bersih, karena
clostrodium tetani bisa menular dari saluran genetal ibu pada waktu
kelahiran.
3) Bersih alat
Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril. Metode
sterilisasi ada 2, yang pertama dengan pemanasan kering : 1700 C selama
60 „ dan yang kedua menggunakan otoklaf : 106 kPa, 1210 C selama 30 „
jika dibungkus, dan 20 „ jika alat tidak dibungkus.
a. Perawatan tali pusat yang baik
Untuk perawatan tali pusat baik sebelum maupun setelah lepas, cara
yang murah dan baik yaitu mernggunakan alkohol 70 % dan kasa
steril. Kasa steril yang telah dibasahi dengan alkohol dibungkuskan
pada tali pusat terutama pada pangkalnya. Kasa dibasahi lagi dengan
alkohol jika sudah kering. Jika tali pusat telah lepas, kompres alkohol
ditruskan lagi sampai luka bekas tali pusat kering betul (selama 3 – 5
hari). Jangan membubuhkan bubuk dermatol atau bedak kepada
bekas tali pusat karena akan terjadi infeksi.
b. Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamil
Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi
TT. Ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan
5. membentuk antibodi tetanus. Seperti difteri, antibodi tetanus
termasuk dalam golongan Ig G yang mudah melewati sawar plasenta,
masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh
janin, yang akan mencegah terjadinya tetanis neonatorum.
Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali ( 2 dosis). Jarak
pemberian TT pertama dan kedua, serta jarak antara TT kedua
dengan saat kelahiran, sangat menentukan kadar antibodi tetanus
dalam darah bayi. Semakin lama interval antara pemberian TT
pertama dan kedua serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi
maka kadar antibosi tetanus dalam darah bayi akan semakin tinggi,
karena interval yang panjang akan mempertinggi respon imunologik
dan diperoleh cukup waktu untuk menyeberangkan antibodi tetanus
dalam jumlah yan cukup dari tubuh ibu hamil ke tubuh bayinya.
TT adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk ibu hamil
tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi
TT . Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT tidak
didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan
mereka yang tidak mendapatkan imunisasi
G. Penatalaksanaan
a. Medik
1.
Mengatasi kejang
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau pemberian obat anti
kejang. Obat yang dapat dipakai adalah kombinasi fenobarbital dan largaktil.
Fenobarbital dapat diberikas mula-mula 30 – 60 mg parenteral kemudian
dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10 mg per hari. Largaktil dapat
diberikan bersama luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan
dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari. Kombinasi yang lain adalah luminal dan
diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg BB. Obat anti kejang yang lain adalah
kloralhidrat yang diberikan lewat rektum.
2.
Pemberian antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S (antitetanus
serum) dengan dosis 10.000 satuan setiap hari serlama 2 hari .
6. 3.
Pemberian antibiotika
Untuk mengatasi inferksi dapat digunakan penisilin 200.000 satuan setiap hari
dan diteruskan sampai 3 hari panas turun.
4.
Tali pusat dibersihkan atau di kompres dengan alkohol 70 % atau betadin 10
%.
5.
Memperhatikan jalan nafas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap
b. Diagnosis
Diagnosis tetanus neonetorum tidak susah. Trismus, kejang umum, dan
mengkakunya otot-otot merupakan gejala utama tetanus neonatorum. Kejang dan
mengkakunya otot-otot dapat pula ditemukan misalnya pada kernicterus,
hipokalsemia, meningitis, trauma lahir, dan lain-lain. Gejala trismus biasanya
hanya terdapat pada tetanus.
II.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a. Riwayat kehamilan prenatal.
Ditanyakan apakah ibu sudah diimunisasi TT.
b. Riwayat natal ditanyakan.
Siapa penolong persalinan karena data ini akan membantu membedakan
persalinan yang bersih/higienis atau tidak. Alat pemotong tali pusat, tempat
persalinan.
c. Riwayat postnatal.
Ditanyakan cara perawatan tali pusat, mulai kapan bayi tidak dapat menetek
(incubation period). Berapa lama selang waktu antara gejala tidak dapat
menetek dengan gejala kejang yang pertama (period of onset).
d. Riwayat imunisasi pada tetanus anak.
Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT/DT atau TT dan kapan
terakhir
e. Riwayat psiko sosial.
a) Kebiasaan anak bermain di mana
b) Hygiene sanitasi
f. Pemeriksaan fisik.
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan gejala dari tetanus,
bayi normal dan bisa menetek dalam 3 hari pertama. Hari berikutnya bayi
sukar menetek, mulut “mecucu” seperti mulut ikan. Risus sardonikus dan
kekakuan otot ekstrimitas. Tanda-tanda infeksi tali pusat kotor. Hipoksia
dan sianosis.
Pada anak keluhan dimulai dengan kaku otot lokal disusul dengan kesukaran
untuk membuka mulut (trismus).
Pada wajah : Risus Sardonikus ekspresi muka yang khas akibat kekakuan
otot-otot mimik, dahi mengkerut, alis terangkat, mata agak menyipit, sudut
7. mulut keluar dan ke bawah.
Opisthotonus tubuh yang kaku akibat kekakuan otot leher, otot punggung,
otot pinggang, semua trunk muscle.
Pada perut : otot dinding perut seperti papan. Kejang umum, mula-mula
terjadi setelah dirangsang lambat laun anak jatuh dalam status konvulsius.
Pada daerah ekstrimitas apakah ada luka tusuk, luka dengan nanah, atau
gigitan binatang.
g. Tata laksana pasien tetanus
Umum
1. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi. Pemberian cairan secara i.v.,
sekalian untuk memberikan obat-obatan secara syringe pump (valium
pump).
2. Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu
tracheostomy.
3. Memeriksa tambahan oksigen secara nasal atau sungkup.
4. Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian valium/diazepam
bolus i.v. 5 mg untuk neonatus, bolus i.v. atau perectal 10 mg untuk
anak-anak (maksimum 0.7 mg/kg BB).
Khusus
1. Antibiotika PP 50.000-100.000 IU/kg BB.
2. Sera anti. Dapat diberikan ATS 5000 IU i.m. atau TIGH (Tetanus
Immune Globulin Human) 500-3.000 IU. Pemberian sera anti harus
disertai dengan imunisasi aktif dengan toksoid (DPT/DT/TT)
3. Perawatan luka sangat penting dan harus secara steril dan perawatan
terbuka (debridement).
4. Konsultasi dengan dokter gigi atau dokter bedah atau dokter
2. Diagnosa Keperawatan
Setelah pengumpulan data, menganalisa data, dan menentukan diagnosa
keperawatan yang tepat sesuai dengan data yang ditemukan, kemudian
direncanakan membuat prioritas diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil,
dan intervensi keperawatan.
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. peningkatan kebutuhan
kalori yang tinggi, makan tidak adekuat.
Tujuan : nutrisi dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat badan
dan pertumbuhan normal.
Kriteria hasil :
Tidak terjadi dehidrasi
Tidak terjadi penurunan BB
Hasil lab. tidak menunjukkan penurunan albumin dan Hb
Tidak menunjukkan tanda-tanda malnutrisi
Intervensi :
8. 1.
2.
3.
4.
5.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Catat intake dan output secara akurat.
Berikan makan minum personde tepat waktu.
Berikan perawatan kebersihan mulut.
Gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress nafas.
Berikan formula yang mengandung kalori tinggi dan protein tinggi
dan
sesuaikan dengan kebutuhan.
6. Ajarkan dan awasi penggunaan makanan sehari-hari.
7. Tegakkan diet yang ditentukan dalam bekerja sama dengan ahli gizi.
Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan sirkulasi (hipoksia berat).
Tujuan : kelancaran lalu lintas udara (pernafasan) terpenuhi secara
maksimal.
Kriteria hasil :
Tidak terjadi aspirasi
Bunyi napas terdengar bersih
Rongga mulut bebas dari sumbatan
Intervensi :
1. Berikan O2 nebulizer
2. Ajarkan pasien tehnik batuk yang benar.
3. Ajarkan pasien atau orang terdekat untuk mengatur frekuensi batuk.
4. Ajarkan pada orang terdekat untuk menjaga kebersihan mulut.
5. Berikan perawatan kebersihan mulut.
6. Lakukan penghisapan bila pasien tidak dapat batuk secara efektif
dengan melihat waktu.
Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut
(adanya spasme pada otot faring).
Koping keluarga tidak efektif b.d. kurang pengetahuan keluarga tentang
diagnosis/prognosis penyakit anak
Gangguan komunikasi verbal b.d. sukar untuk membuka mulut (kekakuan
otot-otot masseter)
Risti gangguan pertukaran gas b.d. penurunan oksigen di otak.
Risti injuri b.d. kejang spontan yang terus-menerus (kurang suplai oksigen
karena adanya oedem laring).
9. DAFTAR PUSTAKA
Deslidel, hajjah. 2011. Buku ajar Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta : EGC
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu keperawatan Anak 1. Jakarta : Salemba
Medika
Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta : TIM
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC