Penyimapangan seksual merupakan bagian penting dalam diskursus pidana Islam. sehingga para sarjana hukum Islam dari kalangan empat mazhab terlibat secara utuh untuk memberikan pandangan hukumnya.
1. LGBT dalam Pandangan Ulama Mazhab
By. Idrus Abidin, Lc., M.A
Akhir-akhir ini, kita sering mendengar istilah LGBT yang begitu masif dalam pemberitaan
media, baik cetak, elektronik, maupun media sosial. Sehingga tentu memancing rasa penasaran
kita, apa sesungguhnya yang di maksud LGBT dan bagaimana sisi pandang Islam terhadap
masalah ini. Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender (LGBT) sebenarnya merupakan
penyimpangan orientasi seksual yang bertentangan dengan fitrah manusia, agama dan adat
masyarakat Indonesia.
Lesbian.
Lesbian adalah istilah bagi perempuan yang tertarik secara seksual kepada sesama perempuan.
Istilah ini juga merujuk kepada perempuan yang mencintai perempuan baik secara fisik, seksual,
emosional, atau secara spiritual. Dalam Islam, lesbian dikenal dengan istilah sihaq. Yaitu
seorang wanita menggesek-gesekkan alat kelaminnya kepada sesama wanita. Secara hukum,
ulama hanya memberikan kewenangan kepada pemerintah yang berkuasa, dalam hal ini hakim
yang menjabat untuk menentukan sanksi bagi para kaum lesbian (ta’zir). Perbuatan ini tetap
terhitung haram, namun karena mereka berdua tidak bisa memasukkan alat kelamin kepada
pasangannya sehingga hanya diberikan hukuman ringan. Walau demikian, tetap saja perbuatan
ini dilarang dalam Islam. Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah seorang laki-laki melihat aurat
laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita melihat aurat wanita lain. Dan janganlah seorang
laki-laki tidur satu selimut dengan laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita tidur satu
selimut dengan wanita lain.” (HR Muslim, no. 338)
Gay (Homoseksual)
Gay adalah istilah yang digunakan untuk kaum homoseksual, yaitu lelaki yang tertarik secara
seksual kepada sesama kaum lelaki. Kecenderangan kepada sesama jenis seperti ini pertama kali
diidentifikasi berdasarkan sejarah kaum Luth. Sehingga istilah liwat disematkan kepada siapa
pun yang tertarik kepada sesama lelaki. Hukumannya pun telah dijelaskan secara umum dalam
al-Qur’an dan disebut sebagai perbuatan keji dan kotor (fahisyah) serta melampau batas (musrif),
misalnya surat Huud ayat 77-82. Rasulullah pun menginformasikan,
Dari Ibnu Abbas r.a., dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Allah melaknat siapa saja
yang melakukan perbuatan kaum Luth, (beliau mengulanginya sebanyak tiga kali)” (HR Nasa’i,
no. 7337). Pada hadits lain beliau menganjurkan, “Barangsiapa yang kalian dapati melakukan
perbuatan kaum Luth (liwath), maka bunuhlah pelaku dan pasangannya.” (HR. Ahmad, no. 2784,
Abu Daud, no. 4462, dan disahihkan al-Albani).
Secara hukum, ulama kita terbagi terbagi 4 kelompok menyikapi kaum homoseksual.
a) Pelakunya dihukum sesuai sanki perzinahan. Yaitu lemparan batu (rajam) hingga meninggal
bagi yang telah menikah (muhsan) dan hukum cambuk hingga 100 x (jilid) bagi yang belum
menikah (gairu muhsan). Inilah pendapat Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq. Sebagian
ulama dari kalangan fuqaha’ tabi’iin seperti Al-Hasan Al-Bashri, Ibrahim An-Nakha’i,
‘Atha’ bin Abi Rabbah, dan yang lainnya
2. b) Pelaku dibunuh dengan melemparkan batu kepadanya hingga meninggal (dirajam) baik telah
menikah maupun belum. Ibnu ‘Abbas menjelaskan tentang jejaka yang didapati melakukan
perbuatan kaum Luth, ia berkata, “Dirajam.” (HR. ‘Abdurrazzaq no. 13488, hasan) Sa’id bin
Al-Musayyib berkata, “Terhadap pelaku homoseks dijatuhi hukuman rajam, baik yang
pernah menikah maupun yang belum pernah menikah. Itulah sunnah yang berlaku.” (HR.
Ibnu Basyran dalam Al-Amali no. 240, shahih). Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
“Kami memegang pendapat ini, yaitu pelaku homoseks dirajam baik yang pernah menikah
maupun yang belum pernah menikah.” (Ma’rifatus Sunan wal Atsar lil Baihaqi 6/349)
c) Dihukum dengan menjatuhkannya dari tempat atau bangunan yang tinggi disusul dengan
lemparan batu. Alasannya, kaum Luth juga diazab dengan lemparan batu hingga porak
poranda negerinya. Ibnu ‘Abbas pernah ditanya : “Apa hadd pelaku homoseks (liwath) ?”. Ia
berkata : Dinaikkan ke bangunan paling tinggi di satu kampung/daerah, lalu dilemparkan dengan
posisi terbalik (kepala di bawah kaki di atas). Setelah itu (jika belum mati), dilempar dengan batu
(dirajam).” (HR. Al-Baihaqi dalam Al-Kubra 8/232 no. 17024 dan Ibnu Abi Syaibah 9/529 no.
28925, shahih)
d) Diberikan sanksi hukum ta’zir berupa pukulan atau cambuk atau penjara, sesuai yang
dipandang perlu oleh hakim yang menjabat. Pendapat ini dinisbatkan kepada Abu Hanifah
dan Daud az-Zahiri.
Selain hukuman pembunuhan berupa menjatuhkan pelaku dari tempat atau bangunan tinggi, bagi
yang setuju dengan hokum pembunuhan, sebagian kaum salaf juga ada yang berpendapat bahwa
pelaku ditimpakan dinding tembok hingga meninggal. Pendapat ini dinisbatkan kepada Umar,
Utsman dan Ali. Ada juga yang berpendapat bahwa pelakunya dibakar hingga meninggal. Dari
beragam pendapat yang ada, tampaknya hukuman pembunuhan dengan beberapa cara tanpa
membedakan pelakunya telah menikah atau tidak yang paling kuat. Karena homoseksual
termasuk penyimpangan seksual tak biasa yang terjadi di tengan masyarakat. Sehingga pantas
kalau hukumannya lebih berat dibanding hukuman bagi pelaku zina.
Biseksual.
Biseksual merupaka kecenderungan seseorang secara seksual kepada lawan jenis maupun kepada
sesama jenis. Biseksual adalah perbuatan zina jika dilakukan dengan lawan jenis. Jika dilakukan
oleh laki-laki dengan sesama jenisnya maka tergolong homoseksual. Dan tergolong lesbianisme
jika dilakukan di antara sesama wanita. Semuanya perbuatan maksiat dan haram. Tak ada satu
pun yang dihalalkan dalam Islam. Hukumannya disesuaikan dengan faktanya. Jika tergolong
zina, hukumnya dilempar batu sampai mati (rajam) jika pelakunya sudah menikah (muhshan)
dan dicambuk seratus kali jika pelakunya belum menikah. Jika tergolong homoseksual,
hukumannya hukuman mati. Jika tergolong lesbianisme, hukumannya ta’zir.
Transgender.
Transgender merupakan istilah bagi seseorang yang tampilan fisik maupun psikisnya berbeda
dengan jenis kelamin yang dimilikinya. Mereka sering disebut sebagai banci oleh umumnya
orang Indonesia. Islam tidak membenarkan sikap seperti ini. Sehingga Rasulullah melaknat
setiap orang yang meyerupai lawan jenisnya.
ِم ِتَاهِبَشَتُْملاَو ،ِءَاسِلنِِب ِلَاجِالر َنِم َْْيِهِبَشَتُْملا َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهللا ىَّلَص ِهللا ُلْوُسَر َنَعَلِلَاجِلرِِب ِءَاسِالن َن
3. Rasulullah SAW mela’nat orang laki-laki yang menyerupai wanita dan para wanita yang
menyerupai laki-laki”. (HR. Bukhari juz 7, hal. 55)
Dalam Sunan Abu Dawud dibawakan hadits dari Abu Hurairah r.a., ia berkata:
َةَسْبِل ُسَْبلَت ُةَأْرَْملاَو َِةأْرَْملا َةَسْبِل ُسَْبلَي َلُجَّالر َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهللا ىَّلَص ِهللا ُلْوُسَر َنَعَلَّالرِلُج
Rasulullah Saw. melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai
pakaian laki-laki.” (HR. Abu Dawud no. 3575. Syaikh Muqbil berkata, “Hadits ini hasan sesuai
syarat Muslim).
Laknat seperti ini berlaku bagi orang yang pada awal kelahirannya ia normal sebagai laki-laki
atau pun wanita. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, akibat ia terpengaruh dengan
pergaulan di lingkungan setempat, maka ia tampil layaknya laki-laki atau pun perempuan. Jika
ada yang melakukan penyimpangan perilaku seperti, maka dengan tegas Islam memerintahkan
mereka untuk diusir dari rumah dan negerinya. Sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan
mengusirnya ke kawasan bernama an-Naqi'. Abu Bakar juga pernah mengusir satu orang,
demikan pula 'Umar bin al-Khatthab pernah melakukan hal yang sama. Ketika Nabi ditanya oleh
'Umar, mengapa mereka tidak dibunuh, baginda menjawab, ”Aku dilarang membunuh orang
yang masih shalat.” (as-Syaukani, Nailu al-Authar, II/107).
Namun, jika seorang laki-laki maupun seorang wanita lahir dalam kondisi layaknya banci maka
mereka tidak termasuk yang dilaknat oleh Rasulullah Saw. dan tidak diberlakukan pula sanksi
pengusiran dari rumah dan negerinya kepada fihak yang bersangkutan. Demikian, wallahu a’lam.
Mutiara Do’a.
َْت َال اَنَّبَرَينِرِافَكْلا ِمْوَقْلا َنِم َكِتَْْحَرِب اَنَِنَو .َْيِمِالَّظال ِمْوَقْلِل ًةَنْتِف اَْنلَع.
Ya Tuhan kami. janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang'zalim, dan
selamatkanlah kami dengan rahmat Engkau dari (tipu daya) orang-orang yang kafir. (QS. Yunus:
85-86)
Mutiara Hadits.
Anas Bin Malik Radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah Saw. pernah bersabda,
ََْل ِِتَّلا ُاعَجَْوْاْلَو ُنوُاعَّطال ُمِهيِف اَشَف َّالِإ اَ
ِِب اوُنِلْعُي ََّّتَح ُّطَق ٍمْوَق ِِف ُةَش ِاحَفْلا ِرَْهظَت ََْلِمِهِف َِفَْسأ ِِف ْفََْم ْنُكَت
اْوََْم َينِذَّلا
“Tidaklah nampak kebejatan (LGBT) di tengah masyarakat sampai mereka terang-terangan
(melakukannya) kecuali setelah itu tersebarlah penyakit kolera dan kelaparan yang belum pernah
terjadi pada pendahulu mereka.”
(HR. Ibnu Maajah, no.3262. Dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Ibni Maajah)