SlideShare a Scribd company logo
1 of 29
Download to read offline
LAPORAN PROYEK PENELITIAN
MATA KULIAH FISIOLOGI HEWAN
Pengaruh Minuman Berkafein Terhadap HCl Lambung Hewan Percobaan
Tikus (Rattus novergicus)
Dosen Pengampu:
1. Dr. Aditya Marianti, M.Si.
2. Dra. Wiwi Isnaeni, M.S.
Disusun Oleh:
1. Galih Januarahmana (4401411075)
2. Rafika Nur Handayani (4401416052)
3. Widhi Sarwestri Firmaningrum (4401416079)
4. Abdul Munib Amrullah (4401416096)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
0
Daftar Isi
Daftar Isi 0
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Manfaat Penelitian 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 HCl Lambung 3
2.2 Minuman Bersoda Merek X 6
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9
3.1 Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian 9
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 9
3.3 variabel Penelitian 9
3.4 Populasi dan Sampel 9
3.5 Prosedur Penelitian 9
3.6 Cara Penelitian 10
3.7 Kerangka Penelitian 12
3.8 Metode Analisis Data 12
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 13
4.1 Hasil Penelitian 13
4.2 Analisis Data 13
4.3 Pembahasan 16
BAB V PENUTUP 19
5.1 Simpulan 19
5.2 Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 22
Jurnal Kegiatan Kelompok 22
Dokumentasi 26
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi gaya hidup
masyarakat terutama remaja untuk memenuhi kebutuhan air di dalam tubuh. Ramaja pada
abad 20 mengonsumsi minuman seperti air putih, teh, susu, namun kebanyakan remaja di
abad 21 sekarang mengonsumsi minuman ringan. Kegemaran remaja mengonsumsi
minuman bersoda berhubungan dengan tingkat pengetahuan yang dimilikinya, beberapa
remaja dengan tingkat konsumsi yang tinggi terhadap minuman bersoda cenderung
memiliki pengetahuan yang rendah mengenai minuman tersebut (Prasetya, 2007 dalam
Alfa, 2012)
Selain karena kurangnya pengetahuan, kemudahan memperoleh minuman tersebut
juga mempengarugi tingkat konsumsi dari minuman bersoda. Saat ini, beragam minuman
bersoda telah ditawarkan di pasaran dengan berbagai macam merek dagang yang banyak
dijumpai di sekitar kita, mulai dari pusat kota hingga pedesaan (Astawan, 2012). Menurut
data yang diperoleh, pertumbuhan konsumsi minuman berkarbonasi di Indonesia memiliki
rata-rata 1,8% per tahun selama periode 2004-2010 dengan tingkat konsumsi 13 porsi saji
seukuran 236 ml per orang per tahun (Al-akmaliyah, dkk, 2013).
Minuman berkarbonasi, secara harfiah diartikan sebagai minuman yang
mengandung karbonat, di Indonesia dikenal dengan sebutan minuman bersoda. Komposisi
dari minuman berkarbonasi terdiri dar air, pemanis alami atau pemanis buatan, gas
karbondioksida, zat aditif (tambahan) untuk memberi cita rasa, pewarna, asam folat, dan
kafein.
Minuman berkarbon yang memiliki kadar asam fosfat tinggi menyebabkan
peningkatan asupan fosfor dalam tubuh dapat menghambat proses penyerapan kalsium
dalam tubuh sehingga menyebabkan osteoporosis dan gangguan ginjal. Selain itu,
kandungan fruktosa menstimulasi pembentukan asam urat, hal tersebut dapat
menyebabkan obesitas, diabetes, dan resiko penyakit jantung. Penemuan lainnya yaitu
minuman bersoda dapat menyebabkan perut kembung, iritasi lambung, dan maag (Sijani,
2012). Kafein merupakan salah satu zat yang dapat memicu gangguan pencernaan dalam
lambung. Alasan kafein dapat menyebakan gangguan pencernaan dalam lambung yaitu
karena kafein dapat mengurangi kadar air alami yang ada pada lambung. Akibatnya,
terjadilah ketidakstabilan tingkat asam lambung. Kondisi ini menyebabkan konsentrasi
asam lambung tinggi. Dampak dari peningkatan asam lambung ini dapat menyebabkan
luka pada permukaan lambung atau yang sering disebut dengan tukak lambung atau
gastritis.
Kadar kafein dalam minuman bersoda yang cukup tinggi namun sering kali tidak
diperhatikan, membuat minuman bersoda menjadi salah satu pemicu naiknya asam
2
lambung yang tidak diketahui masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk
membuktikan pengaruh mengonsumsi minuman bersoda terhadap tingkat konsentrasi asam
lambung (HCl) tikus putih.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah pemberian minuman berkafein dapat mempengaruhi kadar HCl lambung tikus
putih?
1.3. Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh pemberian minuman berkafein (minuman soda merek X dan kopi
instan merek X) terhadap kadar HCl lambung tikus putih.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
1.4.2. Manfaat Praktis
Memberikan informasi dan pengetahuan tentang pengaruh minuman bersoda
terhadap konsentrasi asam lambung (HCl) pada tikus (Rattus norvegicus) normal.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. HCl Lambung
2.1.1. Definisi HCl Lambung
HCl lambung adalah asam hidroksida yang disekresikan oleh sel parietal
kelnjar di korpus lambung yang dapat membunuh sebagian besar bakteri yang
masuk., menghasilkan pH yang sesuai dengan enzim pepsin untuk mencerna
protein dan menstimulasi cairan empedu. (Ganong,2008)
2.1.2. Fungsi HCl Lambung
Adapun fungsi dari HCl adalah sebagai berikut:
a. Mengaktifkan prekursor enzim pepsinogen menjadi enzim aktif pepsin, dan
membentuk lingkungan asam yang optimal untuk aktivitas pepsin.
b. Membantu penguraian serat otot dan jaringan ikat, sehingga partikel makanan
berukuran besar dapat dipecah-pecah menjadi partikel-partikel kecil.
c. Bersama dengan lisozim air liur, mematikan sebagian besar mikroorganisme
yang masuk bersama makanan, walaupun Universitas Sumatera Utara sebagian
dapat lolos serta terus tumbuh dan berkembang biak di usus besar (Sherwood,
2010).
2.1.3. Mekanisme Sekresi Asam Hidroklorida
Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen kantung
lambung, yang kemudian mengalirkannya ke dalam lumen lambung. pH isi lumen
turun sampai serendah 2 akibat sekresi HCl. Ion hidorgen (H+
) dan ion klorida (Cl-
) secara aktif ditransportasikan oleh pompa yang berbeda di membran plasma sel
parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan melawan gradien konsentrasi yang
sangat besar, dengan konsentrasi H+
di dalam lumen mencapai tiga sampai empat
juta kali lebih besar dari pada konsentrasinya dalam darah. Karena untuk
memindahkan H+
melawan gradien yang sedemikian besar diperlukan banyak
energi, sel-sel parietal memiliki banyak mitokondria, yaitu organel penghasil
energi. Klorida juga disekresikan secara aktif, tetapi melawan gradien konsentrasi
yang jauh lebih kecil, yakni hanya sekitar satu setengah kali (Sherwood, 2010).
Ion H+
yang disekresikan tidak dipindahkan dari plasma tetapi berasal dari
proses-proses metabolisme di dalam sel parietal. Secara spesifik, ion H+
disekresikan sebagai hasil pemecahan dari molekul H2O menjadi H+
dan OH-
. Di
sel parietal H+
disekresikan ke lumen oleh pompa H+
-K+
-ATPase yang berada di
membran luminal sel parietal. Transpot aktif primer ini juga memompa K+
masuk
ke dalam sel dari lumen. Ion K+
yang telah ditranspotkan, secara pasif balik ke
lumen, melalui kanal K+
, sehingga jumlah K+
tidak berubah setelah sekresi H+
. Sel-
sel parietal memiliki banyak enzim karbonat anhidrase (ca). Dengan adanya
4
karbonat anhidrase, H2O mudah berikatan dengan CO2, yang diproduksi oleh sel
parietal melalui proses metabolisme atau berdifusi masuk dari darah. Kombinasi
antara H2O dan CO2 menghasilkan H2CO3 yang secara parsial terurai menjadi H+
dan HCO3
-
(Sherwood, 2010). HCO3
-
dipindahkan ke plasma oleh antipoter Cl-
__
HCO3
-
pada membran basolateral dari sel parietal. Kemudian mengangkat Cl-
dari
plasma ke lumen lambung. Pertukaran Cl-
dan HCO3
-
mempertahankan netralitas
listrik plasma selama sekresi HCl (Sherwood, 2010).
Proses tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: CO2+ H2O  H2CO3  H+
+ HCO3
-
2.1.4. Faktor yang Mempengaruhi Sekresi HCl Lambung
Sel-sel parietal dalam kelenjar oksintik korpus utama lambung, menyekresi
HCl. Sel parietal berhubungan dengan sel mirip-enterokromafin (sel ECL) yang
berfungsi untuk menyekresi histamin. Sekresi asam ini berada dalam pengaturan
terus menerus oleh sinyal endokrin dan saraf.
Sistem endokrin mengontrol respon dari berbagai kelenjar di tubuh dan
pelepasan hormon.Salah satu faktor penting di bawah pengontrolan hormon adalah
lingkungan asam lambung. Selama fase gastrik, hormon gastrin disekresikan oleh
sel-sel G di lambung dalam menanggapi kehadiran protein. Gastrin merangsang
pelepasan asam lambung, atau asam klorida (HCl) yang membantu dalam
pencernaan protein. Namun, ketika perut dikosongkan, lingkungan asam tidak perlu
dipertahankan dan hormon somatostatin menghentikan pelepasan asam klorida. Hal
ini dikontrol oleh mekanisme umpan balik negatif.
Secara spesifik, H+
yang disekresikan berasal dari penguraian molekul H2O
menjadi H+
dan OH-
di dalam sel parietal. H+
ini disekresikan ke dalam lumen oleh
H+
-K+
ATPase di membran luminal sel parietal.
Sementara itu, OH-
yang dihasilkan oleh penguraian H2O dinetralkan
dengan berikatan dengan H+
baru yang dihasilkan dari asam karbonat (H2CO3). Sel
parietal mengandung banyak enzim karbonat anhidrase (ca). Dengan adanya ca,
H2O cepat berikatan dengan CO2, yang diproduksi oleh sel parietal dari hasil
metabolisme. H2O dengan CO2 menghasilkan H2CO3 yang mengalami penguraian
parsial menjadi H+
dan HCO3
-
. H+
yang dihasilkan menggantikan H+
yang
disekresikan. HCO3
-
yang terbentuk dipindahkan ke dalam plasma oleh penkar Cl-
-
HCO3
-
. Penukar ini memindahkan Cl-
ke dalam sel parietal melalui transpor aktif
sekunder. HCO3
-
keluar sel menuju plasma & Cl-
dari plasma ke dalam sel parietal
melawan gradien elektrokimiawinya.
Sel sekretorik lain di kelenjar lambung mengeluarkan faktor regulatorik
endokrin dan parakrin, yaitu:
a. Sel endokrin (sel G) hanya ditemukan di foveola gastrica PGA mengeluarkan
hormon gastrin ke darah.
5
b. Enterochromaffin-like cell (ECL cell) mengeluarkan histamin yang bekerja
secara parakrin.
c. Sel D mengeluarkan somatostatin yang bekerja secara parakrin.
Ketiga faktor regulatorik ini bersama dengan neurotransmitter asetilkolin (ACh)
berperan mengontrol sekresi getah pencernaan lambung. Ach, gastrin, dan histamin
menyebabkan peningkatan sekresi HCl dengan mendorong penyisipan tambahan
H+
-K+
ATPase ke membran plasma sel parietal. Sedangkan somatostatin
menghambat sekresi HCl.
 Asetilkolin adalah neurotransmitter yang dibebaskan pleksus saraf intrinsik
sebagai respons terhadap refleks lokal pendek maupun stimulasi vagus. ACh
merangsang sel parietal dan chief cell serta sel G dan sel ECL.
 Sel G mengeluarkan hormon gastrin ke dalam darah sebagai respons terhadap
produk protein di lumen lambung dan sebagai respons terhadap ACh. Hormon
gastrin diangkat dan diangkut oleh darah kembali ke korpus dan fundus
lambung, gastrin merangsang sel parietal dan chief cell, mendorong sekresi
getah lambung yang asam. Gastrin secara tidak langsung mendorong sekresi
HCl dengan merangsang ECL untuk mengeluarkan histamin.
 Histamin dibebaskan oleh sel ECL sebagai respons terhadap ACh dan gastrin.
Histamin mempercepat sekresi HCl. Sel ECL dapat dirangsang untuk
menyekresi histamin dengan cara (1) mekanisme yang kuat untuk merangsang
sekresi histamin, yaitu dengan zat hormon gastrin.(2) asetilkolin yang
dilepaskan dari ujung saraf vagus di lambung, dan oleh zat hormon yang
disekresi oleh sistem saraf enterik dinding lambung.
 Somatostatin dibebaskan dari sel D sebagai respons terhadap asam. Zat ini
bekerja secara parakrin melalui umpan balik negatif untuk menghambat sekresi
sel parietal, sel G, dan sel ECL. ( Guyton,2007)
2.1.5. Sistem Pertahanan Mukosa Lambung
Lambung dapat diserang oleh beberapa faktor endogen dan faktor eksogen
yang berbahaya. Sebagai contoh faktor endogen adalah asam hidroklorida (HCl),
pepsinogen/pepsin, dan garam empedu, sedangkan contoh substansi eksogen yang
dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung adalah seperti obat, alkohol, dan
bakteri. Sistem biologis yang kompleks dibentuk untuk menyediakan pertahanan
dari kerusakan mukosa dan untuk memperbaiki setiap kerusakan yang dapat terjadi
(Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium, 2008).
Sistem pertahanan dapat dibagi menjadi tiga tingkatan sawar yang terdiri
dari preepitel, epitel, dan subepitel (gambar 2.5) . Pertahanan lini pertama adalah
lapisan mukus bikarbonat, yang berperan sebagai sawar psikokemikal terhadap
beberapa molekul termasuk ion hidrogen. Mukus dikeluarkan oleh sel epitel
permukaan lambung. Mukus tersebut terdiri dari air (95%) dan pencampuran dari
lemak dan glikoprotein (mucin). Fungsi gel mukus adalah sebagai lapisan yang
6
tidak dapat dilewati air dan menghalangi difusi ion dan molekul seperti pepsin.
Bikarbonat, dikeluarkan sebagai regulasi di bagian sel epitel dari mukosa lambung
dan membentuk gradien derajat keasaman (pH) yang berkisar dari 1 sampai 2 pada
lapisan lumen dan mencapai 6 sampai 7 di sepanjang lapisan epitel sel (Kasper,
Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium, 2008).
Lapisan sel epitel berperan sebagai pertahanan lini selanjutnya melalui
beberapa faktor, termasuk produksi mukus, tranpoter sel epitel ionik yang mengatur
pH intraselular dan produksi bikarbonat dan taut erat intraselular. Jika sawar
preepitel dirusak, sel epitel gaster yang melapisi sisi yang rusak dapat bermigrasi
untuk mengembalikan daerah yang telah dirusak Universitas Sumatera Utara
(restitution). Proses ini terjadi dimana pembelahan sel secara independen dan
membutuhkan aliran darah yang tidak terganggu dan suatu pH alkaline di
lingkungan sekitarnya. Beberapa faktor pertumbuhan (growth factor) termasuk
epidermal growth factor (EGF), transforming growth factor (TGF)α dan basic
fibroblast growth factor (FGF), memodulasi proses pemulihan. Kerusakan sel yang
lebih besar yang tidak secara efektif diperbaiki oleh proses perbaikan (restitution),
tetapi membutuhkan proliferasi sel. Regenerasi sel epitel diregulasi oleh
prostaglandin dan faktor pertumbuhan (growth factor) seperti EGF dan TGF α.
Bersamaan dengan pembaharuan dari sel epitel, pembentukan pembuluh darah baru
(angiogenesis) juga terjadi pada kerusakan mikrovaskular. Kedua faktor yaitu FGF
dan VEGF penting untuk meregulasi angiogenesis di mukosa lambung (Kasper,
Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium, 2008). Sistem
mikrovaskular yang luas pada lapisan submukosa lambung adalah komponen
utama dari pertahanan subepitel, yang menyediakan HCO3¯, yang menetralisir
asam yang dikeluarkan oleh sel parietal. Lebih lagi, sistem mikrosirkulasi
menyediakan suplai mikronutrien dan oksigen dan membuang metabolit toksik
(Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium, 2008).
Prostaglandin memainkan peran yang penting dalam hal pertahanan mukosa
lambung. Mukosa lambung mengandung banyak jumlah prostaglandin yang
meregulasikan pengeluaran dari mukosa bikarbonat dan mukus, menghambat
sekresi sel parietal, dan sangat penting dalam mengatur aliran darah dan perbaikan
dari sel epitel (Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium,
2008).
Setiap perubahan pada mekanisme sawar dapat membawa kepada keadaan
asidosis sel, nekrosis, dan pembentukan ulserasi. Perubahan ini dapat terjadi
sebagai hasil dari inflamasi (proteolisis mukus), pemaparan terhadap OAINS atau
kerusakan akibat iskemia (penurunan aliran darah submukosa) (Schmitz & Martin,
2008).
2.2. Minuman Bersoda Merek X
7
2.2.1. Kandungan dalam minuman bersoda merek X
Adapun kandungan minuman bersoda merk X yang digunakan sebagai objek
percobaan adalah sebagai berikut:
a. Air berkarbonasi
b. Gula
c. Pewarna alami ( kelas IV )
d. Asam fosfat
e. Konsentrat kola
f. Kafein
2.2.2. Kafein
Kafein tergolong jenis alkaloid yang juga dikenal sebagai trimetilsantin.
Selain pada kopi, kafein juga banyak ditemukan dalam minuman teh, cola, coklat,
minuman berenergi (energi drink), coklat maupun obat. Dalam dosis berlebih
(antara 250-750 mg atau 2-7 cangkir kopi) dapat menimbulkan kegelisahan, mual,
sakit kepala, otot tegang, gangguan tidur dan palpitasi jantung (jantung berdebar).
Sementara jika dosisnya lebih tinggi lagi (diatas 750mg), akan muncul berbagai
gangguan emosi dan indra terutama pendengaran dan penglihatan. Dalam minuman
yang kami pakai dengan takaran saji 250 ml mengandung 24 mg kafein.
Kafein dapat mempercepat proses terbentuknya asam lambung. Hal ini
membuat produksi gas dalam lambung berlebih sehingga sering mengeluhkan
sensasi kembung di perut. Responden yang sering meminum minuman berkafein
beresiko 3,57 kali menderita gastritis dibandingkan dengan yang tidak sering
meminum minuman berkafein. (Selviana,2015).
Mukosa lambung berperan penting dalam melindungi lambung dari
autodigesti oleh HCl dan pepsin. Bila mukosa lambung rusak, maka terjadi difusi
HCl ke mukosa lambung dan HCl akan merusak mukosa. Kehadiran HCl di mukosa
lambung menstimulasi perubahan pepsinogen menjadi pepsin.Pepsin merangsang
pelepasan histamin dari sel mast. Histamin akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga terjadi perpindahan cairan dari intrasel ke ekstrasel
dan menyebabkan edema dan kerusakan kapiler sehingga timbul perdarahan pada
lambung. Jika lambung sering terpapar dengan zat iritan,seperti kopi maka
inflamasi akan terjadi terus-menerus. Jaringan yang meradang akan diisi oleh
jaringan fibrin sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel
mukosa lambung.
2.2.2.1. Pengertian Kafein
Kafein merupakan senyawa alkaloida turunan xantine (basa purin) yang
berwujud kristral berwarna putih. Kafein bersifat psiko artif, digunakan sebagai
stimulant system saraf pusat dan mempercepat metabolisme (diuretik). Konsumsi
kafein berguna untuk meningkatkan kewaspadaan, menghilangkan kantuk, dan
menaikkan mood (Smith, Maben dan Brock Man, 1993). Kafein merupakan
8
substansi psikoatif yang paling banyak dikonsumsi sepanjang sejarah
(James,1998).
Menurut Snel dan Lorist, 2011 kafein merupakan suatu senyawa yang
bersifat stimulant dan juga biasa terdapat pada beberapa jenis minuman, obat,
suplemen, dan permen.
Kafein merupakan zat antagonis resptor adenosine sentral yang dapat
memepengaruhi fungsi system saraf pusat dan mengakibatkan gangguan tidur.
Anak yang mnegkonsumsi minuman berkafein sekurang-kurangnya sekali sehari,
memiki jumlah tidur mingguan 3 jam 30 menit kurang berbanding anak yang tidak
mengkonsumsi kafein (Krichh Eimer, 2004 dalam Nurdiani,2012).
Kafein adalah alkaloid putih dengan rumus senyawa kimia C8H10N4O2,
dan rumus bangun 1,3,7-trimethylxhantine. Kafein juga mempunyai struktur kimia
yang mirip dengan tiga snyawa alkaloid yaitu xhantine theophylline, dan
theobromine, C8H10N4O2
2.2.2.2. Sumber Kafein
Kafein banyak terdapat pada minuman, obat, suplemen, dan permen adalah
stimulant yang paling banyak digunakan di dinia (Snel dan Lorist, 2011 dalam
Purdiani, 2014). Kafein adalah alkaloida yang terdapat pada biji kopi, biji guarana,
daun the, buah cola. Zat ini terkandung dalam kopi, the, minuman berenergi, soda,
dan coklat. Kafein tersedia secara luas banyak dipasarkan, dan dapat diterima
secara sosisal, bahkan dikalangan anak dan remaja karena dapat mempengaruhi
peforma atau kinerja dan keadaan mental dengan mengurangi atau menghilangkan
tidur (James dan Kiane, 2007, James dan Roger, 2005).
Berdasarkan FDA (Food Drug Administration) dosis kafein yang diizinkan
100 sampai 200 mg per hari (3-5 mg/Kg berat badan). Sedangkan SNI 01-7152-
2006 batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150 mg per hari
dan 50 mg persajian. Tiap jenis kopi memiliki kandungan kafein yang berbeda-
beda seperti pada kopi robusta yang mengandung kafein 2473% sedangka kopi
Arabica mengandung kafein 1994% (Elina,2009 dalam Kristyanto at all, 2013).
9
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian dan Rancagan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian
post test only control group design yang menggunakan hewan coba sebagai subjek
penelitian (Pratiknya, 2003)
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 2 minggu berlokasi di laboratorium Biologi Unnes.
3.3. Variabel Penelitian
3.3.1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah banyaknya minuman soda merek X yang diberikan (dalam
ml).
3.3.2. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah kadar asam lambung pada tikus.
3.3.3. Variabel Kontrol
Variabel kontrol adalah pakan
3.4. Populasi dan Sampel
3.4.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian
ini adalah tikus putih jantan dan betina galur wistar yang dipelihara di laboratorium
Biologi FMIPA Unnes.
3.4.2. Sampel
Besar sampel tikus yang digunakan dalam penelitian secara keseluruhan
adalah 9 ekor.
3.5. Prosedur Penelitian
3.5.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Kandang tikus lengkap dengan tempat pakan dan minumnya
b. Timbangan
c. Spuit dan sonde lambung
d. Gelas ukur
e. Pipet
f. Petri dish
g. Alat titrasi
h. Tabung kimia
3.5.2. Bahan
10
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Minuman soda merek X
b. Minuman kopi merek X
c. Tikus putih galur wistar
d. Pakan dan minum standar tikus
e. Akuades
f. Indikator kalium kromat (KCrO4)
g. Larutan AgNO3 0.0141 N
3.6. Cara Penelitian
3.6.1. Penetapan Dosis minuman soda merek X
Dalam 250 ml minuman soda merek X mengandung 24 mg kafein,
sedangkan dalam 200 ml kopi merek X mengandung 34,8 mg kafein. Dosis
maksimal konsumsi kafein 3-5 mg/kg berat badan. Sehingga dosis kafein yang
digunakan pada penelitian ini adalah 0,6 mg (dalam 6,25 ml minuman soada merek
X dan dalam 9,5 ml minuman kopi merek X) dan 1 mg (dalam 10,4 ml minuman
soda merek X) untuk setiap 200 gr berat badan per hari.
Dosis kafein yang digunakan pada kelompok perlakuan disajikan dalam
tabel berikut ini:
Tabel 1. Dosis Kafein untuk Tiap Kelompok Perlakuan
Kelompok Jumlah Tikus Perlakuan Dosis
1 (kontrol) 3 ekor - -
2 (perlakuan I) 3 ekor Kopi 9.5 ml
0.6 mg/ 200 gr
BB
3 (perlakuan II) 3 ekor Kola 10,4 ml 1 mg / 200 gr BB
4 (perlakuan III) 3 ekor Kola 6.25 ml
0.6 mg/ 200 gr
BB
3.6.2. Pelaksanaan Penelitian
a. Menimbang berat badan tikus dan mempersiapkan kandang tikus yang bersih
dan sehat
b. Tikus diadaptasi selama 1 minggu, kemudian diambil secara random 3
kelompok dengan tiap kelompok berjumlah 3 ekor tikus. Adapun perlakuan
untuk tiap kealompok disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 2. Tabel Perlakuan untuk Tiap Kelompok Kontrol dan Kelompok
Perlakuan
11
Kelompok Perlakuan
Kontrol
Kelompok kontrol negatif, mendapat pakan dan minum
standar.
Perlakuan I
Kelompok perlakuan yang mendapat pakan dan minum
standar, serta minuman kopi merek X sebanyak 9.5 ml/hari
Perlakuan II
Kelompok perlakuan yang mendapat pakan dan minum
standar, serta minuman soda merek X sebanyak 10.4 ml/hari
Perlakuan III
Kelompok perlakuan yang mendapat pakan dan minum
standar, serta minuman soda merek X sebanyak 6.25 ml/hari
c. Kelompok perlakuan I, II dan III diberikan minuman kopi dan soda merek X
sesuai dosis masing-masing selama 14 hari.
d. Pada hari ke-15 semua tikus dipuasakan selama 12 jam, kemudian diterminasi
dan dilakukan pengambilan HCl lambung yang digunakan untuk penghitungan
konsentrasi HCl lambung untk masing-masing kelompok dan dilanjutkan
dengan menganalisis dengan analisis statistic.
3.6.3. Pengambilan HCl Lambung
Pada hari ke-15 semua tikus dipuasakan selama 12 jam, tidak diberi makan
dan minum. Setelah itu tikus dikorbankan dengan anastesi menggunakan dietyl
ether. Perut tikus dibuka, kemudian diambil lambungnya dengan batas-batasnya.
Perbatasan pylorus dan duodenum serta esophagus diikat kemudian lambung
dikeluarkan, volumenya diukur, kemudian tentukan konsentrasi HCl. Disayat
sepanjang curvatora mayor untuk mengeluarkan HCl lambung untuk diperiksa
argentometri (Rachmayanti, 2011).
3.6.4. Pemeriksaan konsentrasi HCl lambung dengan metode Argentometri
Cara Uji:
Prinsip:
Dalam suasana netral atau basa lemah, ion klorida diendapkan menjadi AgCl.
Kelebihan perak nitrat bereaksi dengan kalium kromat (K2CrO4) yang berwarna
merah bata.
Tiap porsi cairan lambung yang diperoleh diukur banyaknya:
a. Sampel dipipet (0.10 ml) dilarutkan dalam H2O 10 ml
b. Larutan dimasukkan dalam gelas beker, ditambah 0.5 ml indikator K2CrO4
c. Larutan dititrasi dengan larutan AgNO3 sampai warna berubah dari kuning
menjadi merah bata
d. Volume AgNO3 yang terpakai dicatat
e. H2O dititrasi sebagai blangko
f. Volume AgNO3 yang terpakai dicatat
g. Cl-
dihitung dengan membandingkan sampel dengan blangko
h. Kadar Cl mg/liter =
(A−B) x N x 35.45 x 1000
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑙)
12
Dimana: A= volume AgNO3 untuk titrasi sampel
B= volume AgNO3 untuk titrasi blangko
N= normalitas AgNO3  0.0141 N
(Rachmayanti, 2011)
3.7. Kerangka Penelitian
Gambar 1. Kerangka Penelitian
3.8. Metode Analisis Data
Data yang terkumpul dilakukan entry, coding, editing, dan cleaning kemudian uji
deskriptif untuk mendapatkan nilai mean, median, modus dan standar deviasi. Hasil dibuat
dalam bentuk table. Dibuat grafik box plot untuk menampilkan konsentrasi HCl lambung
berdasarkan kelompok perlakuan. Untuk melihat pengaruh minuman soda merek X
terhadap konsentrasi HCl lambung, dianalisis menggunakan uji parametrik One Way
Anova dikarenakan terdiri lebih dari 2 kelompok penelitian yang tidak berpasangan.
13
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian tentang kadar asam lambung tikus putih setelah diberi
perlakuan berupa pemberian minuman berkafein (dalam hal ini minuman soda merek X
dan minuman kopi merek X), didapatkan hasil pengamatan pada masing-masing
kelompok. Data hasil pengamatan untuk masing-masing kelompok, yaitu kelompok
kontrol, kelompok perlakuan 1, kelompok perlakuan 2, dan kelompok perlakuan 3,
disajikan dalam dalam tabel. Perubahan yang diamati adalah kadar HCl lambung tikus
putih. Data hasil penelitian dari tiap-tiap kelompok kontrol, dan kelompok perlakuan
disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 3. Data Hasil Pengamatan Kadar HCl Lambung Tikus Putih
Kelompok Tanda Tikus Kadar HCl (%)
Kontrol
A 8.40
B 4.24
C 4.24
Perlakuan I
(Kopi 0.6 ml)
A 12.50
B 8.40
C 12.50
Perlakuan II
(Soda 1 ml)
A 16.52
B 20.48
C 16.52
Perlakuan III
(Soda 0.6 ml)
A 12.50
B 12.50
C 16.52
4.2. Analisis Data
4.2.1. Kadar HCl Lambung
Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar HCl lambung tikus putih pada
percobaan ini adalah perhitungan Titrasi Argentometri, rumus perhitungannya yaitu:
Kadar Cl mg/liter =
(A − B) x N x 35.45 x 1000
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑙)
a. Kadar HCl Lambung Kelompok Kontrol
 Tikus Bertanda A
Kadar Cl mg/liter =
(1.4 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000
11.9
= 8.40 %
 Tikus Bertanda B
14
Kadar Cl mg/liter =
(1.3 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000
11.8
= 4.24 %
 Tikus Bertanda C
Kadar Cl mg/liter =
(1.3 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000
11.8
= 4.24 %
b. Kadar HCl Lambung Kelompok Perlakuan I
 Tikus Bertanda A
Kadar Cl mg/liter =
(1.5 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000
12
= 12.50 %
 Tikus Bertanda B
Kadar Cl mg/liter =
(1.4 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000
11.9
= 8.40 %
 Tikus Bertanda C
Kadar Cl mg/liter =
(1.5 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000
12
= 12.50 %
c. Kadar HCl Lambung Kelompok Perlakuan II
 Tikus Bertanda A
Kadar Cl mg/liter =
(1.6 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000
12.1
= 16.52 %
 Tikus Bertanda B
Kadar Cl mg/liter =
(1.7 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000
12.2
= 20.49 %
 Tikus Bertanda C
Kadar Cl mg/liter =
(1.6 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000
12.1
= 16.52 %
d. Kadar HCl Lambung Kelompok Perlakuan III
 Tikus Bertanda A
Kadar Cl mg/liter =
(1.5 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000
12
= 12.50 %
 Tikus Bertanda B
Kadar Cl mg/liter =
(1.6 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000
12
= 12.50 %
 Tikus Bertanda C
15
Kadar Cl mg/liter =
(1.6 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000
12.1
= 16.52 %
Diagram 1. Perbandingan Kadar HCl Lambung Tikus Putih Setelah Perlakuan
4.2.2. Analisis ANOVA
0
5
10
15
20
25
A B C
KadarHClLambung
Tanda Tikus
Diagram Kadar HCl Lambung Tikus Putih setelah
Perlakuan
kontrol kopi 0,6 soda 1,0 soda 0,6
16
4.3. Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian minuman
berkafeiin terhadap kadar HCl lambung tikus putih (Rattus norvegicus). Pemberian
kafeein diberikan satu kali dalam sehari . Pemberian 0,6ml kopi digunakan untuk
perlakuan 1, pemberian 0,6 ml soda digunkanan untuk perlakuan 2, dan 1 ml soda untuk
perlakuan 3.
Konsentrasi HCl lambung adalah jumlah HCl lambung yang didapat melalui titrasi
dengan larutan AgNO3 0,0141 N dalam satuan ml yang dijadikan persen (%).
Pemeriksaan konsentrasi HCl lambung dengan metode Argentometri (Winkler, 1994).
Prinsip metode ini adalah dalam suasana netral atau basa lemah, ion klorida diendapkan
menjadi perak klorida. Kelebihan perak nitrat bereaksi dengan kalium kromat yang
berwarna merah bata. Tiap porsi cairan lambung yang diperoleh diukur banyaknya.
Kadar Cl mg/liter =
(A − B) x N x 35.45 x 1000
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑙)
Dimana :
A = Volume AgNO3 untuk titrasi sampel
B = Volume AgNO3 untuk titrasi blanko
N = Normalitas AgNO3 Æ 0,0141 N
Data dianalisa secara deskriptif untuk menampilkan nilai mean, median, modus dan
simpangan baku dan disajikan dalam bentuk tabel. Kadar HCl lambung ditampilkan dalam
grafik box plot berdasarkan kelompok perlakuan. Untuk melihat pengaruh air perasan
daun cincau hijau terhadap konsentrasi HCl lambung dianalisis menggunakan uji Kruskall
17
Wallis. Pada proses titrasi ini digunakan suatu indicator yaitu suatu zat yang ditambahkan
sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan perubahan warna. Perubahan warna
menandakan telah tercapainya titikakhir titrasi (Brady,1999).
Hal yang dilakukan untuk mengetahui batas akhir titrasi dilakukan dengan cara
membandingkannya dengan larutan blanko. larutan blanko dibuat dengan pemberian titran
sebanyak 1,5ml.
Kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa kimia,
termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan fenol, vitamin
dan mineral.Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung
sehingga menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi mukosa
lambung.Kafein di dalam kopi dapat mempercepat proses terbentuknya asam lambung.
Hal ini membuat produksi gas dalam lambung berlebih sehingga sering mengeluhkan
sensasi kembung di perut. Responden yang sering meminum kopi beresiko 3,57 kali
menderita gastritis dibandingkan dengan yang tidak sering meminum kopi.Mukosa
lambung berperan penting dalam melindungi lambung dari autodigesti oleh HCl dan
pepsin. Bila mukosa lambung rusak, maka terjadi difusi HCl ke mukosa lambung dan HCl
akan merusak mukosa. Kehadiran HCl di mukosa lambung menstimulasi perubahan
pepsinogen menjadi pepsin.Pepsin merangsang pelepasan histamin dari sel mast. Histamin
akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi perpindahan cairan
dari intrasel ke ekstrasel dan menyebabkan edema dan kerusakan kapiler sehingga timbul
perdarahan pada lambung. Jika lambung sering terpapar dengan zat iritan,seperti kopi
maka inflamasi akan terjadi terus-menerus. Jaringan yang meradang akan diisi oleh
jaringan fibrin sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel
mukosa lambung.
Peningkatan HCl yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan penyakit
gastritis. Hal ini dipicu oleh makanan yang menaikan asam lambung seperti tomat, jeruk,
bawang, makanan pedas, papermint, makanan berlemak, minuman beralkhohol, kafein,
coklat, minuman karbonisasi, minuman anggur yang akan merangasang saraf simpatis NV
(Nervus vagus) yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam lambung.
Adanya HCl yang berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan
anoreksia. Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel
kolumner, yang berfungsi mengasilkan mukus, dan 3 mengurangi produksinya.
Sedangkan mukus berfungsi memproteksi mukosa lambung agar tidak tercerna. Lapisan
mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan
pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat.
Anoreksia dapat menyebabkan rasa nyeri karena kontak dengan mukosa gaster (Potter,
2005). Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi
(pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa.
Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan yang terjadi dapat
mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi,
sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan (Potter, 2005).
Kafein banyak terdapat pada minuman, obat, suplemen dan permen adalah
stimulant yang paling banyak digunakan di dunia (Snel & Lorist, 2011 dalam Purdiani,
18
2014). Kafein adalah alkaloida yang terdapat dalam biji kopi, biji guarana, daun the, buah
cola. Zat ini terkandung dalam the, kopi minuman berenergi dan coklat (James& Keane,
2007).
Kopi dan soda merupakan larutan yang didalamnya mengandung kafein. Kopi yang
digunakan pada perlakuan 1 mengandung kafein sebanyak 0,6 mg. Soda yang digunakan
pada perlakuan 2 mengandung kafein sebanyak 1 mg. sedangkan soda yang digunakan
pada perlakuan 3 mengandung kafein sebanyak 0,6 mg.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat dinyatakan bahwa tikus yang tidak
diberi perlakuan atau control memilikirata-rata kadar HCl sebesar 5,62. Tikus yang diberi
perlakuan 1 dengan kopi 9,5 ml memiliki rata-rata kadar HCl sebesar 11,13. Tikus yang
diberi perlakuan 2 dengan soda 10,4 ml memiliki rata-rata kadar HCl sebesar 17,83.
Sedangkan tikus yang diberi perlakuan 3 dengan soda 6,25 ml memiliki rata-rata kadar
HCl sebesar 13,83. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa semakin tinggi kandungan
kafein maka akan menimbulkan kadar HCl yang tinggi pula.
Kecepatan sekresi lambung diaktifkannya pepsin secara autokatalis mengaktifkan
lebih banyak pepsinogen dan memulai pencernaan protein. Sekresi pepsinogen dalam
bentuk inaktif mencegah pencernaan protein structural sel tempat enzim tersebut
dihasilkan. Mengaktifka pepsinogen tidak terjadi sampai enzim tersebut menjadi lumen
dan berkontak dengan HCl yang disekresikan oleh sel lain dikantung-kantung lambung.
Sekresi lambung dibagi menjadi tiga fase : fase sefalik, fase lambung, dan fase usus.
Fase sefalik terjadi sebelum makanan mencapai lambung. Masuknya makanan ke
dalam mulut atau tampilan, bau, atau pikiran tentang makanan dapa merangsang sekresi
lambung. Kemudian merangsang saraf intrinsic dan daerah kelenjar pylorus melalui
gastrin menghasilkan sel parietal dan sel utama sehingga sekresi lambung naik.
Fase lambung terjadi saat makanan mencapai lambung dan berlangsung selama
makanan masih ada. Hal tersebut membuat daerah kelenjar pylorus menjadikan gastric
naik dan saraf intrinsic menstimulasi sel parietal dan sel utama untuk menaikkan sekresi
lambung. Peregangan dinding lambung merangsang reseptor saraf dalam mukosa
lambung dan memicu reflek lambung. Serabut aferen menjalar ke medulla melalui saraf
vagus. Serabut aferen parasimpatis menuju kelenjar lambung untuk menstimulasi
produksi HCl, enzim-enzim pencernaan dan gastric.
Fase usus terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus
yang kemudian memic faktor saraf dan hormone. Sekresi lambung distimulasi oleh sekresi
gastrin duodenum sehingga dapat berlangsung selama beberapa jam. Gastrin ini dihasilkan
oleh bagian atas duodenum dan di bawa ke dalam serkulasi menuju lambung. Hal tersebut
membuat gastrin usus naik yang menstimulasi sel parietal dan sel utama untuk mensekresi
lambung menjadi naik ()
19
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
pemberian minuman berkafein berpengaruh terhadap kadar HCl lambung tikus putih
(Rattus norvegicus). Pemberian minuman berkafein dalam dosis tertentu dapat
meningkatkan kadar HCl lambung tikus putih.
5.2. Saran
Masih diperlukan penelitian lebih lanjut terkait pengaruh minuman atau makanan
berkafein untuk memperoleh data yang lebih baik lagi, dan untuk mengetahui efek
samping lain dari mengonsumsi makan atau minuman yang mengandung kafein.
20
DAFTAR PUSTAKA
Al-Akmaliyah, A., Herda, E., Damiyanti, M. 2013. Pengaruh Aplikasi Pasta CPP-ACP
Perendaman dalam Coca Cola. FKG UI: 1-16.
Alfa, Fauzia. 2012. Hubungan Antara Faktor Individu dan Faktor Lingkungan dengan
Kebiasaan Konsumsi Minuman Berkarbonasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Astawan, Made. 2012. Jangan Takut Makan Enak. Jakarta: PT. Kompas Media
Nusantara.
Brady, J.E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Syukur. Bandung: Binarupa Aksara
Ganong, W. F. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC.
Guyton A.C. and J.E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC
James JE and Keane MA (2007). Caffeine, sleep and wakefulness: implications of new
understand about withdrawal reversal. Human Psychopharmacology, 22:549–
58.
Kirchheimer, S., Smith, M.W., 2004. Coffee: The New Health Food? Available
from:http://www.howstuffworks.com/framed.htm?parent=caffeine.ht
m&url=http://men.webmd.com/features/coffee-new-health-food (Acessed: 3
Mei 2018)
Longo, Dennis L Kasper, J Larry Jameson, Anthony S Fauci, Stephen L Hauser, Joseph
Loscalzo. Harrison’s Principles of internal medicine. USA: The McGraw-Hill
Companies; 2012.
Malinauskas B M, Aeby V G, Overton R F, Carpenter-Aeby T, Barber-Heidal K. A
survey of energy drink consumption patterns among college students. Nutrition
Journal 2007. 6 (3)
Permatasari,dkk. 2011. Peran Sel Gastrin Dalam Saluran Pencernaan. urnal Biomedik,
Vol 3, No. 3 (Diakses pada tangga 4 Mei 2018)
Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata
Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.2005
Pratiknya, Ahmad Watik. 2003. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan Edisi Ke-5. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Purdiani, Monica. 2014. Hubungan Penggunaan Minuman Berkafein terhadap Pola Tidur
dan Pengaruhnya pada Tingkah Laku Mahasiswa/i Universitas Surabaya.
Surabaya: -
21
Purdiani, Monica. 2014. Hubungan Penggunaan Minuman Berkafein terhadap Pola Tidur
dan Pengaruhnya pada Tingkah Laku Mahasiswa/i Universitas Surabaya.
Surabaya: -
Putra Y.P. dkk. 2012 Pengaruh Ekstrak Antanan (Centella Asiatica) Dibandingkan
Dengan Ibuprofen Terhadap Kadar Hcl Gaster Tikus. Vol.1 . No.1 (Diakses
pada tanggal 8 Juni 2018)Rachmayanti, E. 2011. “Pengaruh Pemberian Air
Perasan Pisang Biji (Musa balbisiana Colla) terhadap Konsentrasi HCl
Lambung”. Skripsi. Univesitas Islam Sultan Agung.
Reissig C J, Strain E C, Griffiths R R. Caffeinated energy drinks–A growing problem.
Drug Alcohol Depend. 2009
Schmitz, P. G., & Martin, K. J. (2008). Internal Medicine: Just The Facts. Singapore: The
McGraw-Hill Companies.
Selviana, Berta Yolanda.2015. EFFECT OF COFFEE AND STRESS WITH THE
INCIDENCE OF GASTRITIS: Medical Journal of Lampung University. Vol4.
No.2
Sherwood, L. 2010. Human Physiology from Cells to Systems.7th Ed. Canada: Yolanda
Cossio.
Snel J, Lorist MM (2011). Effects of caffeine on sleep and cognition. Progress in Brain
Research, 190: 105–17.
Somogyi L P. Caffeine intake by the U.S. population. 2009. [diakses tanggal 3 Mei
2018] Diunduh
dari:http://www.fda.gov/downloads/AboutFDA/CentersOffices/OfficeofFoods
/CFSAN/CFSANFOIAElectronicReadingRoom/UCM333191.pdf.
Winkler MA. 1994. Biological Treatment of Wastewater. John Wiiley and sons. England
Yolanda .2015. Effect of coffee and stress with the incidence of Gastritis. Jurnal Majority.
Vol 4 No.2 (diakses pada tanggal 4 Mei 2018)
Zhaoshen L, Duowu Z, Xiuqiang M, Jie C, Xingang S, Yanfang G, et al. Epidemiology
of Peptic Ulcer Disease: Endoscopic Results of the Systematic Investigation
of Gastrointestinal Disease n China. 2010.
22
LAMPIRAN
JURNAL KEGIATAN
No Hari, Tanggal Kegiatan Tempat Tanda Tangan
1. Kamis, 5 April
2018
-mengumpulkan
gagasan dan ide
Kos Widhi
2. Senin, 9 April 2018- Konsultasi pertama
dengan dosen
- Menyampaikan
gagasan sebagai proyek
(menggunakan
belimbing wuluh dan
jeruk lemon)
Laboratorium
Fisiologi Hewan,
Biologi, UNNES
3. Rabu, 11 April - Pembuatan Proposan
BAB I
D1 106
4. Minggu, 15 April
2018
- Pembuatan Proposal
BAB II
Perpustakaan IPA
5. Senin, 16 April
2018
- Pembutaan Proposal
BAB III
Perpustakaan IPA
6. Rabu, 18 April
2018
- Konsultasi dengan
Teknisi
- Penggantian bahan
proyek (menggunakan
soda)
Laboratorium
Fisiologi Hewan,
Biologi, UNNES
7. Sabtu, 21 April
2018
- Pembuatan ulang
proposal BAB I dan
BAB II
D1 107
23
8. Minggu, 22 April
2018
-membuat ulang
proposal BAB III
Kos Widhi
9. Senin, 30 April
2018
- Konsultasi dan ACC
Proposal
- Penambahan bahan
proyek (kopi)
Laboratorium
Fisiologi Hewan,
Biologi, UNNES
10. Kamis, 17 Mei
2018
- Pemesanan tikus Pasar Kartini,
Semarang
11. Jumat, 18 Mei 2018- Persiapan dan
Pembersihan kandang
tikus
Kandang tikus
(belakang Lab
Bioogi)
12. Sabtu, 19 Mei 2018- Pengambilan dan
pembelian tikus
Pasar Kartini,
Semarang
13. Selasa, 22 Mei
2018
- Membersihkan kandang
tikus
- Menyonde tikus
- Member makan dan
minum tikus
Kandang tikus
(belakang Lab
Bioogi)
14. Rabu, 23 Mei 2018- Membersihkan kandang
tikus
- Menyonde tikus
- Member makan dan
minum tikus
Kandang tikus
(belakang Lab
Bioogi)
15. Kamis, 24 Mei
2018
- Membersihkan kandang
tikus
- Menyonde tikus
Member makan dan
minum tikus
Kandang tikus
(belakang Lab
Bioogi)
24
16. Jumat, 25 Mei 2018- Membersihkan kandang
tikus
- Menyonde tikus
- Member makan dan
minum tikus
Kandang tikus
(belakang Lab
Bioogi)
17. Sabtu, 26 Mei 2018- Membersihkan kandang
tikus
- Menyonde tikus
- Member makan dan
minum tikus
Kandang tikus
(belakang Lab
Bioogi)
18. Minggu, 27 Mei
2018
- Membersihkan kandang
tikus
- Menyonde tikus
- Member makan dan
minum tikus
Kandang tikus
(belakang Lab
Bioogi)
19. Senin, 28 Mei 2018- Membersihkan kandang
tikus
- Menyonde tikus
- Member makan dan
minum tikus
-
Kandang tikus
(belakang Lab
Bioogi)
20. Selasa, 29 Mei
2018
- Membersihkan kandang
tikus
- Menyonde tikus
- Member makan dan
minum tikus
Kandang tikus
(belakang Lab
Bioogi)
21. Rabu, 30 Mei 2018- Membersihkan kandang
tikus
- Menyonde tikus
- Member makan dan
minum tikus
Kandang tikus
(belakang Lab
Bioogi)
22. Kamis, 31Mei 2018- Membersihkan kandang
tikus
- Menyonde tikus
Member makan dan
minum tikus
Kandang tikus
(belakang Lab
Bioogi)
23. Jumat, 1 Juni 2018- Membersihkan kandang
tikus
- Menyonde tikus
- Member makan dan
minum tikus
Kandang tikus
(belakang Lab
Bioogi)
25
24. Sabtu, 2 Juni 2018- Membersihkan kandang
tikus
- Menyonde tikus
- Member makan dan
minum tikus
Kandang tikus
(belakang Lab
Bioogi)
25. Minggu, 3 Juni
2018
- Membersihkan kandang
tikus
- Menyonde tikus
- Member makan dan
minum tikus
Kandang tikus
(belakang Lab
Bioogi)
26. Senin, 4 Juni 2018- Membersihkan kandang
tikus
- Menyonde tikus
- Member makan dan
minum tikus
-
Kandang tikus
(belakang Lab
Bioogi)
27. Selasa, 5 Juni 2018- Membersihkan kandang
tikus
- Menyonde tikus
- Member makan dan
minum tikus
Kandang tikus
(belakang Lab
Bioogi)
28. Rabu, 6 Juni 2018- Pembedahan tikus
- Pembersihan bekas
kandang tikus
- Laboratoriu
m Fisiologi
Hewan,
Biologi ,
UNNES
- Kandang
tikus
(belakang
Lab
Bioogi)
29. Kamis, 7 Juni 2018- Membuat Laporan
Akhir
- Kos Munib
26
DOKUMENTASI
Kandang Tikus Alat Pembedahan Alat Sonde
Larutan K2CrO4 Larutan AgNO3 Akuades
Alat dan Bahan Proses Pembedahan Tikus
27
DOKUMENTASI
Lambung Tikus Perlakuan 1, 2 dan 3
Proses Titrasi
Perbandingan antara hasil larutan yang telah dititrasi dengan larutan blanko

More Related Content

What's hot

Laporan Praktikum Non-Embedding Citrus sp_Dewi Setiyana
Laporan Praktikum Non-Embedding Citrus sp_Dewi SetiyanaLaporan Praktikum Non-Embedding Citrus sp_Dewi Setiyana
Laporan Praktikum Non-Embedding Citrus sp_Dewi Setiyanadewisetiyana52
 
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN ABSORBSI DAN TRANSPIRASI
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN ABSORBSI DAN TRANSPIRASI  LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN ABSORBSI DAN TRANSPIRASI
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN ABSORBSI DAN TRANSPIRASI RiaAnggun
 
PPT Embriologi Tumbuhan - Mikrosporogenesis dan mikrogametogenesis
PPT Embriologi Tumbuhan - Mikrosporogenesis dan mikrogametogenesisPPT Embriologi Tumbuhan - Mikrosporogenesis dan mikrogametogenesis
PPT Embriologi Tumbuhan - Mikrosporogenesis dan mikrogametogenesisAgustin Dian Kartikasari
 
Struktur fungsi dan perkembangan akar
Struktur  fungsi dan perkembangan akarStruktur  fungsi dan perkembangan akar
Struktur fungsi dan perkembangan akarAlen Pepa
 
Laporan praktikum 3 tata letak daun rumus daun dan diagram daun (morfologi tu...
Laporan praktikum 3 tata letak daun rumus daun dan diagram daun (morfologi tu...Laporan praktikum 3 tata letak daun rumus daun dan diagram daun (morfologi tu...
Laporan praktikum 3 tata letak daun rumus daun dan diagram daun (morfologi tu...Maedy Ripani
 
Animalia(Arthropoda) Kelas X
Animalia(Arthropoda) Kelas XAnimalia(Arthropoda) Kelas X
Animalia(Arthropoda) Kelas Xfadillahsalsa
 
Praktikum ketiga kelompok 4
Praktikum ketiga kelompok 4Praktikum ketiga kelompok 4
Praktikum ketiga kelompok 4Monalisa Pirade
 
Kelompok 12 super kelas reptilia
Kelompok 12 super kelas reptiliaKelompok 12 super kelas reptilia
Kelompok 12 super kelas reptiliaf' yagami
 
Laporan kulap itb kel 5
Laporan kulap itb kel 5Laporan kulap itb kel 5
Laporan kulap itb kel 5Rica Nuraeni
 
Filum Echinodermata
Filum EchinodermataFilum Echinodermata
Filum EchinodermataAfi Alifia
 
Gymnospermae - Anatomy
Gymnospermae - AnatomyGymnospermae - Anatomy
Gymnospermae - Anatomydewisetiyana52
 

What's hot (20)

Laporan Praktikum Non-Embedding Citrus sp_Dewi Setiyana
Laporan Praktikum Non-Embedding Citrus sp_Dewi SetiyanaLaporan Praktikum Non-Embedding Citrus sp_Dewi Setiyana
Laporan Praktikum Non-Embedding Citrus sp_Dewi Setiyana
 
Phaeophyta
PhaeophytaPhaeophyta
Phaeophyta
 
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN ABSORBSI DAN TRANSPIRASI
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN ABSORBSI DAN TRANSPIRASI  LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN ABSORBSI DAN TRANSPIRASI
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN ABSORBSI DAN TRANSPIRASI
 
ANATOMI BATANG
ANATOMI BATANG ANATOMI BATANG
ANATOMI BATANG
 
Arthropoda
ArthropodaArthropoda
Arthropoda
 
PPT Embriologi Tumbuhan - Mikrosporogenesis dan mikrogametogenesis
PPT Embriologi Tumbuhan - Mikrosporogenesis dan mikrogametogenesisPPT Embriologi Tumbuhan - Mikrosporogenesis dan mikrogametogenesis
PPT Embriologi Tumbuhan - Mikrosporogenesis dan mikrogametogenesis
 
Struktur fungsi dan perkembangan akar
Struktur  fungsi dan perkembangan akarStruktur  fungsi dan perkembangan akar
Struktur fungsi dan perkembangan akar
 
Porifera
PoriferaPorifera
Porifera
 
Laporan praktikum 3 tata letak daun rumus daun dan diagram daun (morfologi tu...
Laporan praktikum 3 tata letak daun rumus daun dan diagram daun (morfologi tu...Laporan praktikum 3 tata letak daun rumus daun dan diagram daun (morfologi tu...
Laporan praktikum 3 tata letak daun rumus daun dan diagram daun (morfologi tu...
 
Animalia(Arthropoda) Kelas X
Animalia(Arthropoda) Kelas XAnimalia(Arthropoda) Kelas X
Animalia(Arthropoda) Kelas X
 
Sistem Integumen Vertebrata
Sistem Integumen VertebrataSistem Integumen Vertebrata
Sistem Integumen Vertebrata
 
Praktikum ketiga kelompok 4
Praktikum ketiga kelompok 4Praktikum ketiga kelompok 4
Praktikum ketiga kelompok 4
 
Kelompok 12 super kelas reptilia
Kelompok 12 super kelas reptiliaKelompok 12 super kelas reptilia
Kelompok 12 super kelas reptilia
 
Laporan kulap itb kel 5
Laporan kulap itb kel 5Laporan kulap itb kel 5
Laporan kulap itb kel 5
 
powerpoint insecta
powerpoint insectapowerpoint insecta
powerpoint insecta
 
Subclass Dialypetalae
Subclass DialypetalaeSubclass Dialypetalae
Subclass Dialypetalae
 
Filum Echinodermata
Filum EchinodermataFilum Echinodermata
Filum Echinodermata
 
Gymnospermae - Anatomy
Gymnospermae - AnatomyGymnospermae - Anatomy
Gymnospermae - Anatomy
 
Echinodhermata
Echinodhermata Echinodhermata
Echinodhermata
 
Kelompok 1 (gastropoda)
Kelompok 1 (gastropoda)Kelompok 1 (gastropoda)
Kelompok 1 (gastropoda)
 

Similar to Laporan proyek fishew kelompok 4

Air dan Elektrolit
Air dan ElektrolitAir dan Elektrolit
Air dan ElektrolitDedi Kun
 
Air ph mineral
Air ph mineralAir ph mineral
Air ph mineralSofie Via
 
Laporan Uji Benedict
Laporan Uji BenedictLaporan Uji Benedict
Laporan Uji BenedictMalikul Mulki
 
Presentation urine
Presentation urinePresentation urine
Presentation urineDae Liya
 
Air Minum Yang Aman, Sehat dan Fungsional
Air Minum Yang Aman, Sehat dan FungsionalAir Minum Yang Aman, Sehat dan Fungsional
Air Minum Yang Aman, Sehat dan FungsionalSony Suwasono
 
KESEIMBANGAN ASAM DAN BASA.pptx
KESEIMBANGAN ASAM DAN BASA.pptxKESEIMBANGAN ASAM DAN BASA.pptx
KESEIMBANGAN ASAM DAN BASA.pptxAhmadJamaluddin12
 
2. laporan praktikum biologi pengaruh tekanan osmotik terhadap membran eritrosit
2. laporan praktikum biologi pengaruh tekanan osmotik terhadap membran eritrosit2. laporan praktikum biologi pengaruh tekanan osmotik terhadap membran eritrosit
2. laporan praktikum biologi pengaruh tekanan osmotik terhadap membran eritrositSofyan Dwi Nugroho
 
Laporan larutan standar primer
Laporan larutan standar primer Laporan larutan standar primer
Laporan larutan standar primer aji indras
 
Air Minum Yang Aman, Sehat dan Fungsional
Air Minum Yang Aman, Sehat dan FungsionalAir Minum Yang Aman, Sehat dan Fungsional
Air Minum Yang Aman, Sehat dan FungsionalSony Suwasono
 
KESEIMBANGAN ASAM BASA.pptx
KESEIMBANGAN ASAM BASA.pptxKESEIMBANGAN ASAM BASA.pptx
KESEIMBANGAN ASAM BASA.pptxssuser9d6a83
 
Airis mineral
Airis mineralAiris mineral
Airis mineralrockdukun
 
Keseimbangan asam bas
Keseimbangan asam basKeseimbangan asam bas
Keseimbangan asam basHilda Lamtia
 
CONTOH CHAPTER & LESSON DESIGN.pptx
CONTOH CHAPTER & LESSON DESIGN.pptxCONTOH CHAPTER & LESSON DESIGN.pptx
CONTOH CHAPTER & LESSON DESIGN.pptxStivenSihombing
 
Kompartemen-Dan-Komposisi-Cairan-Tubuh (kelompok1).pptx
Kompartemen-Dan-Komposisi-Cairan-Tubuh (kelompok1).pptxKompartemen-Dan-Komposisi-Cairan-Tubuh (kelompok1).pptx
Kompartemen-Dan-Komposisi-Cairan-Tubuh (kelompok1).pptxFikryFirmansyah3
 

Similar to Laporan proyek fishew kelompok 4 (20)

Air dan Elektrolit
Air dan ElektrolitAir dan Elektrolit
Air dan Elektrolit
 
Air ph mineral
Air ph mineralAir ph mineral
Air ph mineral
 
Laporan Uji Benedict
Laporan Uji BenedictLaporan Uji Benedict
Laporan Uji Benedict
 
Asam basa
Asam basaAsam basa
Asam basa
 
Asam basa
Asam basaAsam basa
Asam basa
 
Presentation urine
Presentation urinePresentation urine
Presentation urine
 
Air Minum Yang Aman, Sehat dan Fungsional
Air Minum Yang Aman, Sehat dan FungsionalAir Minum Yang Aman, Sehat dan Fungsional
Air Minum Yang Aman, Sehat dan Fungsional
 
KESEIMBANGAN ASAM DAN BASA.pptx
KESEIMBANGAN ASAM DAN BASA.pptxKESEIMBANGAN ASAM DAN BASA.pptx
KESEIMBANGAN ASAM DAN BASA.pptx
 
2. laporan praktikum biologi pengaruh tekanan osmotik terhadap membran eritrosit
2. laporan praktikum biologi pengaruh tekanan osmotik terhadap membran eritrosit2. laporan praktikum biologi pengaruh tekanan osmotik terhadap membran eritrosit
2. laporan praktikum biologi pengaruh tekanan osmotik terhadap membran eritrosit
 
Asam basa
Asam basaAsam basa
Asam basa
 
Tugas ance br
Tugas ance brTugas ance br
Tugas ance br
 
Laporan larutan standar primer
Laporan larutan standar primer Laporan larutan standar primer
Laporan larutan standar primer
 
Air Minum Yang Aman, Sehat dan Fungsional
Air Minum Yang Aman, Sehat dan FungsionalAir Minum Yang Aman, Sehat dan Fungsional
Air Minum Yang Aman, Sehat dan Fungsional
 
KESEIMBANGAN ASAM BASA.pptx
KESEIMBANGAN ASAM BASA.pptxKESEIMBANGAN ASAM BASA.pptx
KESEIMBANGAN ASAM BASA.pptx
 
Airis mineral
Airis mineralAiris mineral
Airis mineral
 
Keseimbangan asam bas
Keseimbangan asam basKeseimbangan asam bas
Keseimbangan asam bas
 
CONTOH CHAPTER & LESSON DESIGN.pptx
CONTOH CHAPTER & LESSON DESIGN.pptxCONTOH CHAPTER & LESSON DESIGN.pptx
CONTOH CHAPTER & LESSON DESIGN.pptx
 
biokimia cairan tubuh
biokimia cairan tubuhbiokimia cairan tubuh
biokimia cairan tubuh
 
Keseimbangan asam basa
Keseimbangan asam basaKeseimbangan asam basa
Keseimbangan asam basa
 
Kompartemen-Dan-Komposisi-Cairan-Tubuh (kelompok1).pptx
Kompartemen-Dan-Komposisi-Cairan-Tubuh (kelompok1).pptxKompartemen-Dan-Komposisi-Cairan-Tubuh (kelompok1).pptx
Kompartemen-Dan-Komposisi-Cairan-Tubuh (kelompok1).pptx
 

More from Rafika Nur Handayani

More from Rafika Nur Handayani (9)

Penentuan jenis kelamin dan rangkai kelamin
Penentuan jenis kelamin dan rangkai kelaminPenentuan jenis kelamin dan rangkai kelamin
Penentuan jenis kelamin dan rangkai kelamin
 
Modul Biologi kd 3.13 kelas xi tentang KB dan kontrasepsi
Modul Biologi kd 3.13 kelas xi tentang KB dan kontrasepsiModul Biologi kd 3.13 kelas xi tentang KB dan kontrasepsi
Modul Biologi kd 3.13 kelas xi tentang KB dan kontrasepsi
 
Arsitektur pohon
Arsitektur pohonArsitektur pohon
Arsitektur pohon
 
Resume bio sel 1
Resume bio sel 1Resume bio sel 1
Resume bio sel 1
 
morfologi tumbuhan-Batang
morfologi tumbuhan-Batangmorfologi tumbuhan-Batang
morfologi tumbuhan-Batang
 
Sistem endokrin
Sistem endokrin Sistem endokrin
Sistem endokrin
 
Sistem digesti pada reptil
Sistem digesti pada reptilSistem digesti pada reptil
Sistem digesti pada reptil
 
Morfologi Tumbuhan - Daun majemuk
Morfologi Tumbuhan - Daun majemukMorfologi Tumbuhan - Daun majemuk
Morfologi Tumbuhan - Daun majemuk
 
Anatomi Tumbuhan - Reproduksi Sel
Anatomi Tumbuhan - Reproduksi SelAnatomi Tumbuhan - Reproduksi Sel
Anatomi Tumbuhan - Reproduksi Sel
 

Recently uploaded

PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...rofinaputri
 
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfssuser4743df
 
e-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdf
e-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdfe-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdf
e-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdfIAARD/Bogor, Indonesia
 
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI pptMATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI pptAnggitBetaniaNugraha
 
tranformasi energi atau perubahan energi
tranformasi energi atau perubahan energitranformasi energi atau perubahan energi
tranformasi energi atau perubahan energiZulfiWahyudiAsyhaer1
 
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...TitinSolikhah2
 
Dana Setiawan (Paparan terkait Konstruksi Jalan )
Dana Setiawan   (Paparan terkait Konstruksi Jalan )Dana Setiawan   (Paparan terkait Konstruksi Jalan )
Dana Setiawan (Paparan terkait Konstruksi Jalan )RifkiAbrar2
 
PERCOBAAN 3 Dissolved Oxygen-Kimia Lingkungan.docx
PERCOBAAN 3 Dissolved Oxygen-Kimia Lingkungan.docxPERCOBAAN 3 Dissolved Oxygen-Kimia Lingkungan.docx
PERCOBAAN 3 Dissolved Oxygen-Kimia Lingkungan.docxMuhammadSatarKusumaS
 
bagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampel
bagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampelbagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampel
bagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampelbaiqtryz
 
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024SDNTANAHTINGGI09
 

Recently uploaded (10)

PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
 
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
 
e-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdf
e-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdfe-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdf
e-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdf
 
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI pptMATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
 
tranformasi energi atau perubahan energi
tranformasi energi atau perubahan energitranformasi energi atau perubahan energi
tranformasi energi atau perubahan energi
 
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
 
Dana Setiawan (Paparan terkait Konstruksi Jalan )
Dana Setiawan   (Paparan terkait Konstruksi Jalan )Dana Setiawan   (Paparan terkait Konstruksi Jalan )
Dana Setiawan (Paparan terkait Konstruksi Jalan )
 
PERCOBAAN 3 Dissolved Oxygen-Kimia Lingkungan.docx
PERCOBAAN 3 Dissolved Oxygen-Kimia Lingkungan.docxPERCOBAAN 3 Dissolved Oxygen-Kimia Lingkungan.docx
PERCOBAAN 3 Dissolved Oxygen-Kimia Lingkungan.docx
 
bagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampel
bagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampelbagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampel
bagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampel
 
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
 

Laporan proyek fishew kelompok 4

  • 1. LAPORAN PROYEK PENELITIAN MATA KULIAH FISIOLOGI HEWAN Pengaruh Minuman Berkafein Terhadap HCl Lambung Hewan Percobaan Tikus (Rattus novergicus) Dosen Pengampu: 1. Dr. Aditya Marianti, M.Si. 2. Dra. Wiwi Isnaeni, M.S. Disusun Oleh: 1. Galih Januarahmana (4401411075) 2. Rafika Nur Handayani (4401416052) 3. Widhi Sarwestri Firmaningrum (4401416079) 4. Abdul Munib Amrullah (4401416096) JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2018
  • 2. 0 Daftar Isi Daftar Isi 0 BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 2 1.4 Manfaat Penelitian 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 HCl Lambung 3 2.2 Minuman Bersoda Merek X 6 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 3.1 Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian 9 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 9 3.3 variabel Penelitian 9 3.4 Populasi dan Sampel 9 3.5 Prosedur Penelitian 9 3.6 Cara Penelitian 10 3.7 Kerangka Penelitian 12 3.8 Metode Analisis Data 12 BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 13 4.1 Hasil Penelitian 13 4.2 Analisis Data 13 4.3 Pembahasan 16 BAB V PENUTUP 19 5.1 Simpulan 19 5.2 Saran 19 DAFTAR PUSTAKA 20 LAMPIRAN 22 Jurnal Kegiatan Kelompok 22 Dokumentasi 26
  • 3. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi gaya hidup masyarakat terutama remaja untuk memenuhi kebutuhan air di dalam tubuh. Ramaja pada abad 20 mengonsumsi minuman seperti air putih, teh, susu, namun kebanyakan remaja di abad 21 sekarang mengonsumsi minuman ringan. Kegemaran remaja mengonsumsi minuman bersoda berhubungan dengan tingkat pengetahuan yang dimilikinya, beberapa remaja dengan tingkat konsumsi yang tinggi terhadap minuman bersoda cenderung memiliki pengetahuan yang rendah mengenai minuman tersebut (Prasetya, 2007 dalam Alfa, 2012) Selain karena kurangnya pengetahuan, kemudahan memperoleh minuman tersebut juga mempengarugi tingkat konsumsi dari minuman bersoda. Saat ini, beragam minuman bersoda telah ditawarkan di pasaran dengan berbagai macam merek dagang yang banyak dijumpai di sekitar kita, mulai dari pusat kota hingga pedesaan (Astawan, 2012). Menurut data yang diperoleh, pertumbuhan konsumsi minuman berkarbonasi di Indonesia memiliki rata-rata 1,8% per tahun selama periode 2004-2010 dengan tingkat konsumsi 13 porsi saji seukuran 236 ml per orang per tahun (Al-akmaliyah, dkk, 2013). Minuman berkarbonasi, secara harfiah diartikan sebagai minuman yang mengandung karbonat, di Indonesia dikenal dengan sebutan minuman bersoda. Komposisi dari minuman berkarbonasi terdiri dar air, pemanis alami atau pemanis buatan, gas karbondioksida, zat aditif (tambahan) untuk memberi cita rasa, pewarna, asam folat, dan kafein. Minuman berkarbon yang memiliki kadar asam fosfat tinggi menyebabkan peningkatan asupan fosfor dalam tubuh dapat menghambat proses penyerapan kalsium dalam tubuh sehingga menyebabkan osteoporosis dan gangguan ginjal. Selain itu, kandungan fruktosa menstimulasi pembentukan asam urat, hal tersebut dapat menyebabkan obesitas, diabetes, dan resiko penyakit jantung. Penemuan lainnya yaitu minuman bersoda dapat menyebabkan perut kembung, iritasi lambung, dan maag (Sijani, 2012). Kafein merupakan salah satu zat yang dapat memicu gangguan pencernaan dalam lambung. Alasan kafein dapat menyebakan gangguan pencernaan dalam lambung yaitu karena kafein dapat mengurangi kadar air alami yang ada pada lambung. Akibatnya, terjadilah ketidakstabilan tingkat asam lambung. Kondisi ini menyebabkan konsentrasi asam lambung tinggi. Dampak dari peningkatan asam lambung ini dapat menyebabkan luka pada permukaan lambung atau yang sering disebut dengan tukak lambung atau gastritis. Kadar kafein dalam minuman bersoda yang cukup tinggi namun sering kali tidak diperhatikan, membuat minuman bersoda menjadi salah satu pemicu naiknya asam
  • 4. 2 lambung yang tidak diketahui masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk membuktikan pengaruh mengonsumsi minuman bersoda terhadap tingkat konsentrasi asam lambung (HCl) tikus putih. 1.2. Rumusan Masalah Apakah pemberian minuman berkafein dapat mempengaruhi kadar HCl lambung tikus putih? 1.3. Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh pemberian minuman berkafein (minuman soda merek X dan kopi instan merek X) terhadap kadar HCl lambung tikus putih. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya. 1.4.2. Manfaat Praktis Memberikan informasi dan pengetahuan tentang pengaruh minuman bersoda terhadap konsentrasi asam lambung (HCl) pada tikus (Rattus norvegicus) normal.
  • 5. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HCl Lambung 2.1.1. Definisi HCl Lambung HCl lambung adalah asam hidroksida yang disekresikan oleh sel parietal kelnjar di korpus lambung yang dapat membunuh sebagian besar bakteri yang masuk., menghasilkan pH yang sesuai dengan enzim pepsin untuk mencerna protein dan menstimulasi cairan empedu. (Ganong,2008) 2.1.2. Fungsi HCl Lambung Adapun fungsi dari HCl adalah sebagai berikut: a. Mengaktifkan prekursor enzim pepsinogen menjadi enzim aktif pepsin, dan membentuk lingkungan asam yang optimal untuk aktivitas pepsin. b. Membantu penguraian serat otot dan jaringan ikat, sehingga partikel makanan berukuran besar dapat dipecah-pecah menjadi partikel-partikel kecil. c. Bersama dengan lisozim air liur, mematikan sebagian besar mikroorganisme yang masuk bersama makanan, walaupun Universitas Sumatera Utara sebagian dapat lolos serta terus tumbuh dan berkembang biak di usus besar (Sherwood, 2010). 2.1.3. Mekanisme Sekresi Asam Hidroklorida Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen kantung lambung, yang kemudian mengalirkannya ke dalam lumen lambung. pH isi lumen turun sampai serendah 2 akibat sekresi HCl. Ion hidorgen (H+ ) dan ion klorida (Cl- ) secara aktif ditransportasikan oleh pompa yang berbeda di membran plasma sel parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan melawan gradien konsentrasi yang sangat besar, dengan konsentrasi H+ di dalam lumen mencapai tiga sampai empat juta kali lebih besar dari pada konsentrasinya dalam darah. Karena untuk memindahkan H+ melawan gradien yang sedemikian besar diperlukan banyak energi, sel-sel parietal memiliki banyak mitokondria, yaitu organel penghasil energi. Klorida juga disekresikan secara aktif, tetapi melawan gradien konsentrasi yang jauh lebih kecil, yakni hanya sekitar satu setengah kali (Sherwood, 2010). Ion H+ yang disekresikan tidak dipindahkan dari plasma tetapi berasal dari proses-proses metabolisme di dalam sel parietal. Secara spesifik, ion H+ disekresikan sebagai hasil pemecahan dari molekul H2O menjadi H+ dan OH- . Di sel parietal H+ disekresikan ke lumen oleh pompa H+ -K+ -ATPase yang berada di membran luminal sel parietal. Transpot aktif primer ini juga memompa K+ masuk ke dalam sel dari lumen. Ion K+ yang telah ditranspotkan, secara pasif balik ke lumen, melalui kanal K+ , sehingga jumlah K+ tidak berubah setelah sekresi H+ . Sel- sel parietal memiliki banyak enzim karbonat anhidrase (ca). Dengan adanya
  • 6. 4 karbonat anhidrase, H2O mudah berikatan dengan CO2, yang diproduksi oleh sel parietal melalui proses metabolisme atau berdifusi masuk dari darah. Kombinasi antara H2O dan CO2 menghasilkan H2CO3 yang secara parsial terurai menjadi H+ dan HCO3 - (Sherwood, 2010). HCO3 - dipindahkan ke plasma oleh antipoter Cl- __ HCO3 - pada membran basolateral dari sel parietal. Kemudian mengangkat Cl- dari plasma ke lumen lambung. Pertukaran Cl- dan HCO3 - mempertahankan netralitas listrik plasma selama sekresi HCl (Sherwood, 2010). Proses tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: CO2+ H2O  H2CO3  H+ + HCO3 - 2.1.4. Faktor yang Mempengaruhi Sekresi HCl Lambung Sel-sel parietal dalam kelenjar oksintik korpus utama lambung, menyekresi HCl. Sel parietal berhubungan dengan sel mirip-enterokromafin (sel ECL) yang berfungsi untuk menyekresi histamin. Sekresi asam ini berada dalam pengaturan terus menerus oleh sinyal endokrin dan saraf. Sistem endokrin mengontrol respon dari berbagai kelenjar di tubuh dan pelepasan hormon.Salah satu faktor penting di bawah pengontrolan hormon adalah lingkungan asam lambung. Selama fase gastrik, hormon gastrin disekresikan oleh sel-sel G di lambung dalam menanggapi kehadiran protein. Gastrin merangsang pelepasan asam lambung, atau asam klorida (HCl) yang membantu dalam pencernaan protein. Namun, ketika perut dikosongkan, lingkungan asam tidak perlu dipertahankan dan hormon somatostatin menghentikan pelepasan asam klorida. Hal ini dikontrol oleh mekanisme umpan balik negatif. Secara spesifik, H+ yang disekresikan berasal dari penguraian molekul H2O menjadi H+ dan OH- di dalam sel parietal. H+ ini disekresikan ke dalam lumen oleh H+ -K+ ATPase di membran luminal sel parietal. Sementara itu, OH- yang dihasilkan oleh penguraian H2O dinetralkan dengan berikatan dengan H+ baru yang dihasilkan dari asam karbonat (H2CO3). Sel parietal mengandung banyak enzim karbonat anhidrase (ca). Dengan adanya ca, H2O cepat berikatan dengan CO2, yang diproduksi oleh sel parietal dari hasil metabolisme. H2O dengan CO2 menghasilkan H2CO3 yang mengalami penguraian parsial menjadi H+ dan HCO3 - . H+ yang dihasilkan menggantikan H+ yang disekresikan. HCO3 - yang terbentuk dipindahkan ke dalam plasma oleh penkar Cl- - HCO3 - . Penukar ini memindahkan Cl- ke dalam sel parietal melalui transpor aktif sekunder. HCO3 - keluar sel menuju plasma & Cl- dari plasma ke dalam sel parietal melawan gradien elektrokimiawinya. Sel sekretorik lain di kelenjar lambung mengeluarkan faktor regulatorik endokrin dan parakrin, yaitu: a. Sel endokrin (sel G) hanya ditemukan di foveola gastrica PGA mengeluarkan hormon gastrin ke darah.
  • 7. 5 b. Enterochromaffin-like cell (ECL cell) mengeluarkan histamin yang bekerja secara parakrin. c. Sel D mengeluarkan somatostatin yang bekerja secara parakrin. Ketiga faktor regulatorik ini bersama dengan neurotransmitter asetilkolin (ACh) berperan mengontrol sekresi getah pencernaan lambung. Ach, gastrin, dan histamin menyebabkan peningkatan sekresi HCl dengan mendorong penyisipan tambahan H+ -K+ ATPase ke membran plasma sel parietal. Sedangkan somatostatin menghambat sekresi HCl.  Asetilkolin adalah neurotransmitter yang dibebaskan pleksus saraf intrinsik sebagai respons terhadap refleks lokal pendek maupun stimulasi vagus. ACh merangsang sel parietal dan chief cell serta sel G dan sel ECL.  Sel G mengeluarkan hormon gastrin ke dalam darah sebagai respons terhadap produk protein di lumen lambung dan sebagai respons terhadap ACh. Hormon gastrin diangkat dan diangkut oleh darah kembali ke korpus dan fundus lambung, gastrin merangsang sel parietal dan chief cell, mendorong sekresi getah lambung yang asam. Gastrin secara tidak langsung mendorong sekresi HCl dengan merangsang ECL untuk mengeluarkan histamin.  Histamin dibebaskan oleh sel ECL sebagai respons terhadap ACh dan gastrin. Histamin mempercepat sekresi HCl. Sel ECL dapat dirangsang untuk menyekresi histamin dengan cara (1) mekanisme yang kuat untuk merangsang sekresi histamin, yaitu dengan zat hormon gastrin.(2) asetilkolin yang dilepaskan dari ujung saraf vagus di lambung, dan oleh zat hormon yang disekresi oleh sistem saraf enterik dinding lambung.  Somatostatin dibebaskan dari sel D sebagai respons terhadap asam. Zat ini bekerja secara parakrin melalui umpan balik negatif untuk menghambat sekresi sel parietal, sel G, dan sel ECL. ( Guyton,2007) 2.1.5. Sistem Pertahanan Mukosa Lambung Lambung dapat diserang oleh beberapa faktor endogen dan faktor eksogen yang berbahaya. Sebagai contoh faktor endogen adalah asam hidroklorida (HCl), pepsinogen/pepsin, dan garam empedu, sedangkan contoh substansi eksogen yang dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung adalah seperti obat, alkohol, dan bakteri. Sistem biologis yang kompleks dibentuk untuk menyediakan pertahanan dari kerusakan mukosa dan untuk memperbaiki setiap kerusakan yang dapat terjadi (Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium, 2008). Sistem pertahanan dapat dibagi menjadi tiga tingkatan sawar yang terdiri dari preepitel, epitel, dan subepitel (gambar 2.5) . Pertahanan lini pertama adalah lapisan mukus bikarbonat, yang berperan sebagai sawar psikokemikal terhadap beberapa molekul termasuk ion hidrogen. Mukus dikeluarkan oleh sel epitel permukaan lambung. Mukus tersebut terdiri dari air (95%) dan pencampuran dari lemak dan glikoprotein (mucin). Fungsi gel mukus adalah sebagai lapisan yang
  • 8. 6 tidak dapat dilewati air dan menghalangi difusi ion dan molekul seperti pepsin. Bikarbonat, dikeluarkan sebagai regulasi di bagian sel epitel dari mukosa lambung dan membentuk gradien derajat keasaman (pH) yang berkisar dari 1 sampai 2 pada lapisan lumen dan mencapai 6 sampai 7 di sepanjang lapisan epitel sel (Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium, 2008). Lapisan sel epitel berperan sebagai pertahanan lini selanjutnya melalui beberapa faktor, termasuk produksi mukus, tranpoter sel epitel ionik yang mengatur pH intraselular dan produksi bikarbonat dan taut erat intraselular. Jika sawar preepitel dirusak, sel epitel gaster yang melapisi sisi yang rusak dapat bermigrasi untuk mengembalikan daerah yang telah dirusak Universitas Sumatera Utara (restitution). Proses ini terjadi dimana pembelahan sel secara independen dan membutuhkan aliran darah yang tidak terganggu dan suatu pH alkaline di lingkungan sekitarnya. Beberapa faktor pertumbuhan (growth factor) termasuk epidermal growth factor (EGF), transforming growth factor (TGF)α dan basic fibroblast growth factor (FGF), memodulasi proses pemulihan. Kerusakan sel yang lebih besar yang tidak secara efektif diperbaiki oleh proses perbaikan (restitution), tetapi membutuhkan proliferasi sel. Regenerasi sel epitel diregulasi oleh prostaglandin dan faktor pertumbuhan (growth factor) seperti EGF dan TGF α. Bersamaan dengan pembaharuan dari sel epitel, pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis) juga terjadi pada kerusakan mikrovaskular. Kedua faktor yaitu FGF dan VEGF penting untuk meregulasi angiogenesis di mukosa lambung (Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium, 2008). Sistem mikrovaskular yang luas pada lapisan submukosa lambung adalah komponen utama dari pertahanan subepitel, yang menyediakan HCO3¯, yang menetralisir asam yang dikeluarkan oleh sel parietal. Lebih lagi, sistem mikrosirkulasi menyediakan suplai mikronutrien dan oksigen dan membuang metabolit toksik (Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium, 2008). Prostaglandin memainkan peran yang penting dalam hal pertahanan mukosa lambung. Mukosa lambung mengandung banyak jumlah prostaglandin yang meregulasikan pengeluaran dari mukosa bikarbonat dan mukus, menghambat sekresi sel parietal, dan sangat penting dalam mengatur aliran darah dan perbaikan dari sel epitel (Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium, 2008). Setiap perubahan pada mekanisme sawar dapat membawa kepada keadaan asidosis sel, nekrosis, dan pembentukan ulserasi. Perubahan ini dapat terjadi sebagai hasil dari inflamasi (proteolisis mukus), pemaparan terhadap OAINS atau kerusakan akibat iskemia (penurunan aliran darah submukosa) (Schmitz & Martin, 2008). 2.2. Minuman Bersoda Merek X
  • 9. 7 2.2.1. Kandungan dalam minuman bersoda merek X Adapun kandungan minuman bersoda merk X yang digunakan sebagai objek percobaan adalah sebagai berikut: a. Air berkarbonasi b. Gula c. Pewarna alami ( kelas IV ) d. Asam fosfat e. Konsentrat kola f. Kafein 2.2.2. Kafein Kafein tergolong jenis alkaloid yang juga dikenal sebagai trimetilsantin. Selain pada kopi, kafein juga banyak ditemukan dalam minuman teh, cola, coklat, minuman berenergi (energi drink), coklat maupun obat. Dalam dosis berlebih (antara 250-750 mg atau 2-7 cangkir kopi) dapat menimbulkan kegelisahan, mual, sakit kepala, otot tegang, gangguan tidur dan palpitasi jantung (jantung berdebar). Sementara jika dosisnya lebih tinggi lagi (diatas 750mg), akan muncul berbagai gangguan emosi dan indra terutama pendengaran dan penglihatan. Dalam minuman yang kami pakai dengan takaran saji 250 ml mengandung 24 mg kafein. Kafein dapat mempercepat proses terbentuknya asam lambung. Hal ini membuat produksi gas dalam lambung berlebih sehingga sering mengeluhkan sensasi kembung di perut. Responden yang sering meminum minuman berkafein beresiko 3,57 kali menderita gastritis dibandingkan dengan yang tidak sering meminum minuman berkafein. (Selviana,2015). Mukosa lambung berperan penting dalam melindungi lambung dari autodigesti oleh HCl dan pepsin. Bila mukosa lambung rusak, maka terjadi difusi HCl ke mukosa lambung dan HCl akan merusak mukosa. Kehadiran HCl di mukosa lambung menstimulasi perubahan pepsinogen menjadi pepsin.Pepsin merangsang pelepasan histamin dari sel mast. Histamin akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi perpindahan cairan dari intrasel ke ekstrasel dan menyebabkan edema dan kerusakan kapiler sehingga timbul perdarahan pada lambung. Jika lambung sering terpapar dengan zat iritan,seperti kopi maka inflamasi akan terjadi terus-menerus. Jaringan yang meradang akan diisi oleh jaringan fibrin sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel mukosa lambung. 2.2.2.1. Pengertian Kafein Kafein merupakan senyawa alkaloida turunan xantine (basa purin) yang berwujud kristral berwarna putih. Kafein bersifat psiko artif, digunakan sebagai stimulant system saraf pusat dan mempercepat metabolisme (diuretik). Konsumsi kafein berguna untuk meningkatkan kewaspadaan, menghilangkan kantuk, dan menaikkan mood (Smith, Maben dan Brock Man, 1993). Kafein merupakan
  • 10. 8 substansi psikoatif yang paling banyak dikonsumsi sepanjang sejarah (James,1998). Menurut Snel dan Lorist, 2011 kafein merupakan suatu senyawa yang bersifat stimulant dan juga biasa terdapat pada beberapa jenis minuman, obat, suplemen, dan permen. Kafein merupakan zat antagonis resptor adenosine sentral yang dapat memepengaruhi fungsi system saraf pusat dan mengakibatkan gangguan tidur. Anak yang mnegkonsumsi minuman berkafein sekurang-kurangnya sekali sehari, memiki jumlah tidur mingguan 3 jam 30 menit kurang berbanding anak yang tidak mengkonsumsi kafein (Krichh Eimer, 2004 dalam Nurdiani,2012). Kafein adalah alkaloid putih dengan rumus senyawa kimia C8H10N4O2, dan rumus bangun 1,3,7-trimethylxhantine. Kafein juga mempunyai struktur kimia yang mirip dengan tiga snyawa alkaloid yaitu xhantine theophylline, dan theobromine, C8H10N4O2 2.2.2.2. Sumber Kafein Kafein banyak terdapat pada minuman, obat, suplemen, dan permen adalah stimulant yang paling banyak digunakan di dinia (Snel dan Lorist, 2011 dalam Purdiani, 2014). Kafein adalah alkaloida yang terdapat pada biji kopi, biji guarana, daun the, buah cola. Zat ini terkandung dalam kopi, the, minuman berenergi, soda, dan coklat. Kafein tersedia secara luas banyak dipasarkan, dan dapat diterima secara sosisal, bahkan dikalangan anak dan remaja karena dapat mempengaruhi peforma atau kinerja dan keadaan mental dengan mengurangi atau menghilangkan tidur (James dan Kiane, 2007, James dan Roger, 2005). Berdasarkan FDA (Food Drug Administration) dosis kafein yang diizinkan 100 sampai 200 mg per hari (3-5 mg/Kg berat badan). Sedangkan SNI 01-7152- 2006 batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150 mg per hari dan 50 mg persajian. Tiap jenis kopi memiliki kandungan kafein yang berbeda- beda seperti pada kopi robusta yang mengandung kafein 2473% sedangka kopi Arabica mengandung kafein 1994% (Elina,2009 dalam Kristyanto at all, 2013).
  • 11. 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian dan Rancagan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian post test only control group design yang menggunakan hewan coba sebagai subjek penelitian (Pratiknya, 2003) 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 2 minggu berlokasi di laboratorium Biologi Unnes. 3.3. Variabel Penelitian 3.3.1. Variabel Bebas Variabel bebas adalah banyaknya minuman soda merek X yang diberikan (dalam ml). 3.3.2. Variabel Terikat Variabel terikat adalah kadar asam lambung pada tikus. 3.3.3. Variabel Kontrol Variabel kontrol adalah pakan 3.4. Populasi dan Sampel 3.4.1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan dan betina galur wistar yang dipelihara di laboratorium Biologi FMIPA Unnes. 3.4.2. Sampel Besar sampel tikus yang digunakan dalam penelitian secara keseluruhan adalah 9 ekor. 3.5. Prosedur Penelitian 3.5.1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Kandang tikus lengkap dengan tempat pakan dan minumnya b. Timbangan c. Spuit dan sonde lambung d. Gelas ukur e. Pipet f. Petri dish g. Alat titrasi h. Tabung kimia 3.5.2. Bahan
  • 12. 10 Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Minuman soda merek X b. Minuman kopi merek X c. Tikus putih galur wistar d. Pakan dan minum standar tikus e. Akuades f. Indikator kalium kromat (KCrO4) g. Larutan AgNO3 0.0141 N 3.6. Cara Penelitian 3.6.1. Penetapan Dosis minuman soda merek X Dalam 250 ml minuman soda merek X mengandung 24 mg kafein, sedangkan dalam 200 ml kopi merek X mengandung 34,8 mg kafein. Dosis maksimal konsumsi kafein 3-5 mg/kg berat badan. Sehingga dosis kafein yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,6 mg (dalam 6,25 ml minuman soada merek X dan dalam 9,5 ml minuman kopi merek X) dan 1 mg (dalam 10,4 ml minuman soda merek X) untuk setiap 200 gr berat badan per hari. Dosis kafein yang digunakan pada kelompok perlakuan disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 1. Dosis Kafein untuk Tiap Kelompok Perlakuan Kelompok Jumlah Tikus Perlakuan Dosis 1 (kontrol) 3 ekor - - 2 (perlakuan I) 3 ekor Kopi 9.5 ml 0.6 mg/ 200 gr BB 3 (perlakuan II) 3 ekor Kola 10,4 ml 1 mg / 200 gr BB 4 (perlakuan III) 3 ekor Kola 6.25 ml 0.6 mg/ 200 gr BB 3.6.2. Pelaksanaan Penelitian a. Menimbang berat badan tikus dan mempersiapkan kandang tikus yang bersih dan sehat b. Tikus diadaptasi selama 1 minggu, kemudian diambil secara random 3 kelompok dengan tiap kelompok berjumlah 3 ekor tikus. Adapun perlakuan untuk tiap kealompok disajikan dalam tabel berikut: Tabel 2. Tabel Perlakuan untuk Tiap Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan
  • 13. 11 Kelompok Perlakuan Kontrol Kelompok kontrol negatif, mendapat pakan dan minum standar. Perlakuan I Kelompok perlakuan yang mendapat pakan dan minum standar, serta minuman kopi merek X sebanyak 9.5 ml/hari Perlakuan II Kelompok perlakuan yang mendapat pakan dan minum standar, serta minuman soda merek X sebanyak 10.4 ml/hari Perlakuan III Kelompok perlakuan yang mendapat pakan dan minum standar, serta minuman soda merek X sebanyak 6.25 ml/hari c. Kelompok perlakuan I, II dan III diberikan minuman kopi dan soda merek X sesuai dosis masing-masing selama 14 hari. d. Pada hari ke-15 semua tikus dipuasakan selama 12 jam, kemudian diterminasi dan dilakukan pengambilan HCl lambung yang digunakan untuk penghitungan konsentrasi HCl lambung untk masing-masing kelompok dan dilanjutkan dengan menganalisis dengan analisis statistic. 3.6.3. Pengambilan HCl Lambung Pada hari ke-15 semua tikus dipuasakan selama 12 jam, tidak diberi makan dan minum. Setelah itu tikus dikorbankan dengan anastesi menggunakan dietyl ether. Perut tikus dibuka, kemudian diambil lambungnya dengan batas-batasnya. Perbatasan pylorus dan duodenum serta esophagus diikat kemudian lambung dikeluarkan, volumenya diukur, kemudian tentukan konsentrasi HCl. Disayat sepanjang curvatora mayor untuk mengeluarkan HCl lambung untuk diperiksa argentometri (Rachmayanti, 2011). 3.6.4. Pemeriksaan konsentrasi HCl lambung dengan metode Argentometri Cara Uji: Prinsip: Dalam suasana netral atau basa lemah, ion klorida diendapkan menjadi AgCl. Kelebihan perak nitrat bereaksi dengan kalium kromat (K2CrO4) yang berwarna merah bata. Tiap porsi cairan lambung yang diperoleh diukur banyaknya: a. Sampel dipipet (0.10 ml) dilarutkan dalam H2O 10 ml b. Larutan dimasukkan dalam gelas beker, ditambah 0.5 ml indikator K2CrO4 c. Larutan dititrasi dengan larutan AgNO3 sampai warna berubah dari kuning menjadi merah bata d. Volume AgNO3 yang terpakai dicatat e. H2O dititrasi sebagai blangko f. Volume AgNO3 yang terpakai dicatat g. Cl- dihitung dengan membandingkan sampel dengan blangko h. Kadar Cl mg/liter = (A−B) x N x 35.45 x 1000 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑙)
  • 14. 12 Dimana: A= volume AgNO3 untuk titrasi sampel B= volume AgNO3 untuk titrasi blangko N= normalitas AgNO3  0.0141 N (Rachmayanti, 2011) 3.7. Kerangka Penelitian Gambar 1. Kerangka Penelitian 3.8. Metode Analisis Data Data yang terkumpul dilakukan entry, coding, editing, dan cleaning kemudian uji deskriptif untuk mendapatkan nilai mean, median, modus dan standar deviasi. Hasil dibuat dalam bentuk table. Dibuat grafik box plot untuk menampilkan konsentrasi HCl lambung berdasarkan kelompok perlakuan. Untuk melihat pengaruh minuman soda merek X terhadap konsentrasi HCl lambung, dianalisis menggunakan uji parametrik One Way Anova dikarenakan terdiri lebih dari 2 kelompok penelitian yang tidak berpasangan.
  • 15. 13 BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian tentang kadar asam lambung tikus putih setelah diberi perlakuan berupa pemberian minuman berkafein (dalam hal ini minuman soda merek X dan minuman kopi merek X), didapatkan hasil pengamatan pada masing-masing kelompok. Data hasil pengamatan untuk masing-masing kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1, kelompok perlakuan 2, dan kelompok perlakuan 3, disajikan dalam dalam tabel. Perubahan yang diamati adalah kadar HCl lambung tikus putih. Data hasil penelitian dari tiap-tiap kelompok kontrol, dan kelompok perlakuan disajikan dalam tabel berikut: Tabel 3. Data Hasil Pengamatan Kadar HCl Lambung Tikus Putih Kelompok Tanda Tikus Kadar HCl (%) Kontrol A 8.40 B 4.24 C 4.24 Perlakuan I (Kopi 0.6 ml) A 12.50 B 8.40 C 12.50 Perlakuan II (Soda 1 ml) A 16.52 B 20.48 C 16.52 Perlakuan III (Soda 0.6 ml) A 12.50 B 12.50 C 16.52 4.2. Analisis Data 4.2.1. Kadar HCl Lambung Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar HCl lambung tikus putih pada percobaan ini adalah perhitungan Titrasi Argentometri, rumus perhitungannya yaitu: Kadar Cl mg/liter = (A − B) x N x 35.45 x 1000 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑙) a. Kadar HCl Lambung Kelompok Kontrol  Tikus Bertanda A Kadar Cl mg/liter = (1.4 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000 11.9 = 8.40 %  Tikus Bertanda B
  • 16. 14 Kadar Cl mg/liter = (1.3 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000 11.8 = 4.24 %  Tikus Bertanda C Kadar Cl mg/liter = (1.3 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000 11.8 = 4.24 % b. Kadar HCl Lambung Kelompok Perlakuan I  Tikus Bertanda A Kadar Cl mg/liter = (1.5 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000 12 = 12.50 %  Tikus Bertanda B Kadar Cl mg/liter = (1.4 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000 11.9 = 8.40 %  Tikus Bertanda C Kadar Cl mg/liter = (1.5 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000 12 = 12.50 % c. Kadar HCl Lambung Kelompok Perlakuan II  Tikus Bertanda A Kadar Cl mg/liter = (1.6 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000 12.1 = 16.52 %  Tikus Bertanda B Kadar Cl mg/liter = (1.7 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000 12.2 = 20.49 %  Tikus Bertanda C Kadar Cl mg/liter = (1.6 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000 12.1 = 16.52 % d. Kadar HCl Lambung Kelompok Perlakuan III  Tikus Bertanda A Kadar Cl mg/liter = (1.5 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000 12 = 12.50 %  Tikus Bertanda B Kadar Cl mg/liter = (1.6 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000 12 = 12.50 %  Tikus Bertanda C
  • 17. 15 Kadar Cl mg/liter = (1.6 − 1.2) x 0.0141 x 35.45 x 1000 12.1 = 16.52 % Diagram 1. Perbandingan Kadar HCl Lambung Tikus Putih Setelah Perlakuan 4.2.2. Analisis ANOVA 0 5 10 15 20 25 A B C KadarHClLambung Tanda Tikus Diagram Kadar HCl Lambung Tikus Putih setelah Perlakuan kontrol kopi 0,6 soda 1,0 soda 0,6
  • 18. 16 4.3. Pembahasan Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian minuman berkafeiin terhadap kadar HCl lambung tikus putih (Rattus norvegicus). Pemberian kafeein diberikan satu kali dalam sehari . Pemberian 0,6ml kopi digunakan untuk perlakuan 1, pemberian 0,6 ml soda digunkanan untuk perlakuan 2, dan 1 ml soda untuk perlakuan 3. Konsentrasi HCl lambung adalah jumlah HCl lambung yang didapat melalui titrasi dengan larutan AgNO3 0,0141 N dalam satuan ml yang dijadikan persen (%). Pemeriksaan konsentrasi HCl lambung dengan metode Argentometri (Winkler, 1994). Prinsip metode ini adalah dalam suasana netral atau basa lemah, ion klorida diendapkan menjadi perak klorida. Kelebihan perak nitrat bereaksi dengan kalium kromat yang berwarna merah bata. Tiap porsi cairan lambung yang diperoleh diukur banyaknya. Kadar Cl mg/liter = (A − B) x N x 35.45 x 1000 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑙) Dimana : A = Volume AgNO3 untuk titrasi sampel B = Volume AgNO3 untuk titrasi blanko N = Normalitas AgNO3 Æ 0,0141 N Data dianalisa secara deskriptif untuk menampilkan nilai mean, median, modus dan simpangan baku dan disajikan dalam bentuk tabel. Kadar HCl lambung ditampilkan dalam grafik box plot berdasarkan kelompok perlakuan. Untuk melihat pengaruh air perasan daun cincau hijau terhadap konsentrasi HCl lambung dianalisis menggunakan uji Kruskall
  • 19. 17 Wallis. Pada proses titrasi ini digunakan suatu indicator yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titikakhir titrasi (Brady,1999). Hal yang dilakukan untuk mengetahui batas akhir titrasi dilakukan dengan cara membandingkannya dengan larutan blanko. larutan blanko dibuat dengan pemberian titran sebanyak 1,5ml. Kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa kimia, termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral.Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi mukosa lambung.Kafein di dalam kopi dapat mempercepat proses terbentuknya asam lambung. Hal ini membuat produksi gas dalam lambung berlebih sehingga sering mengeluhkan sensasi kembung di perut. Responden yang sering meminum kopi beresiko 3,57 kali menderita gastritis dibandingkan dengan yang tidak sering meminum kopi.Mukosa lambung berperan penting dalam melindungi lambung dari autodigesti oleh HCl dan pepsin. Bila mukosa lambung rusak, maka terjadi difusi HCl ke mukosa lambung dan HCl akan merusak mukosa. Kehadiran HCl di mukosa lambung menstimulasi perubahan pepsinogen menjadi pepsin.Pepsin merangsang pelepasan histamin dari sel mast. Histamin akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi perpindahan cairan dari intrasel ke ekstrasel dan menyebabkan edema dan kerusakan kapiler sehingga timbul perdarahan pada lambung. Jika lambung sering terpapar dengan zat iritan,seperti kopi maka inflamasi akan terjadi terus-menerus. Jaringan yang meradang akan diisi oleh jaringan fibrin sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel mukosa lambung. Peningkatan HCl yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan penyakit gastritis. Hal ini dipicu oleh makanan yang menaikan asam lambung seperti tomat, jeruk, bawang, makanan pedas, papermint, makanan berlemak, minuman beralkhohol, kafein, coklat, minuman karbonisasi, minuman anggur yang akan merangasang saraf simpatis NV (Nervus vagus) yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi mengasilkan mukus, dan 3 mengurangi produksinya. Sedangkan mukus berfungsi memproteksi mukosa lambung agar tidak tercerna. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia dapat menyebabkan rasa nyeri karena kontak dengan mukosa gaster (Potter, 2005). Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan (Potter, 2005). Kafein banyak terdapat pada minuman, obat, suplemen dan permen adalah stimulant yang paling banyak digunakan di dunia (Snel & Lorist, 2011 dalam Purdiani,
  • 20. 18 2014). Kafein adalah alkaloida yang terdapat dalam biji kopi, biji guarana, daun the, buah cola. Zat ini terkandung dalam the, kopi minuman berenergi dan coklat (James& Keane, 2007). Kopi dan soda merupakan larutan yang didalamnya mengandung kafein. Kopi yang digunakan pada perlakuan 1 mengandung kafein sebanyak 0,6 mg. Soda yang digunakan pada perlakuan 2 mengandung kafein sebanyak 1 mg. sedangkan soda yang digunakan pada perlakuan 3 mengandung kafein sebanyak 0,6 mg. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat dinyatakan bahwa tikus yang tidak diberi perlakuan atau control memilikirata-rata kadar HCl sebesar 5,62. Tikus yang diberi perlakuan 1 dengan kopi 9,5 ml memiliki rata-rata kadar HCl sebesar 11,13. Tikus yang diberi perlakuan 2 dengan soda 10,4 ml memiliki rata-rata kadar HCl sebesar 17,83. Sedangkan tikus yang diberi perlakuan 3 dengan soda 6,25 ml memiliki rata-rata kadar HCl sebesar 13,83. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa semakin tinggi kandungan kafein maka akan menimbulkan kadar HCl yang tinggi pula. Kecepatan sekresi lambung diaktifkannya pepsin secara autokatalis mengaktifkan lebih banyak pepsinogen dan memulai pencernaan protein. Sekresi pepsinogen dalam bentuk inaktif mencegah pencernaan protein structural sel tempat enzim tersebut dihasilkan. Mengaktifka pepsinogen tidak terjadi sampai enzim tersebut menjadi lumen dan berkontak dengan HCl yang disekresikan oleh sel lain dikantung-kantung lambung. Sekresi lambung dibagi menjadi tiga fase : fase sefalik, fase lambung, dan fase usus. Fase sefalik terjadi sebelum makanan mencapai lambung. Masuknya makanan ke dalam mulut atau tampilan, bau, atau pikiran tentang makanan dapa merangsang sekresi lambung. Kemudian merangsang saraf intrinsic dan daerah kelenjar pylorus melalui gastrin menghasilkan sel parietal dan sel utama sehingga sekresi lambung naik. Fase lambung terjadi saat makanan mencapai lambung dan berlangsung selama makanan masih ada. Hal tersebut membuat daerah kelenjar pylorus menjadikan gastric naik dan saraf intrinsic menstimulasi sel parietal dan sel utama untuk menaikkan sekresi lambung. Peregangan dinding lambung merangsang reseptor saraf dalam mukosa lambung dan memicu reflek lambung. Serabut aferen menjalar ke medulla melalui saraf vagus. Serabut aferen parasimpatis menuju kelenjar lambung untuk menstimulasi produksi HCl, enzim-enzim pencernaan dan gastric. Fase usus terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus yang kemudian memic faktor saraf dan hormone. Sekresi lambung distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum sehingga dapat berlangsung selama beberapa jam. Gastrin ini dihasilkan oleh bagian atas duodenum dan di bawa ke dalam serkulasi menuju lambung. Hal tersebut membuat gastrin usus naik yang menstimulasi sel parietal dan sel utama untuk mensekresi lambung menjadi naik ()
  • 21. 19 BAB V PENUTUP 5.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian minuman berkafein berpengaruh terhadap kadar HCl lambung tikus putih (Rattus norvegicus). Pemberian minuman berkafein dalam dosis tertentu dapat meningkatkan kadar HCl lambung tikus putih. 5.2. Saran Masih diperlukan penelitian lebih lanjut terkait pengaruh minuman atau makanan berkafein untuk memperoleh data yang lebih baik lagi, dan untuk mengetahui efek samping lain dari mengonsumsi makan atau minuman yang mengandung kafein.
  • 22. 20 DAFTAR PUSTAKA Al-Akmaliyah, A., Herda, E., Damiyanti, M. 2013. Pengaruh Aplikasi Pasta CPP-ACP Perendaman dalam Coca Cola. FKG UI: 1-16. Alfa, Fauzia. 2012. Hubungan Antara Faktor Individu dan Faktor Lingkungan dengan Kebiasaan Konsumsi Minuman Berkarbonasi. Jakarta: Universitas Indonesia. Astawan, Made. 2012. Jangan Takut Makan Enak. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara. Brady, J.E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Syukur. Bandung: Binarupa Aksara Ganong, W. F. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC. Guyton A.C. and J.E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC James JE and Keane MA (2007). Caffeine, sleep and wakefulness: implications of new understand about withdrawal reversal. Human Psychopharmacology, 22:549– 58. Kirchheimer, S., Smith, M.W., 2004. Coffee: The New Health Food? Available from:http://www.howstuffworks.com/framed.htm?parent=caffeine.ht m&url=http://men.webmd.com/features/coffee-new-health-food (Acessed: 3 Mei 2018) Longo, Dennis L Kasper, J Larry Jameson, Anthony S Fauci, Stephen L Hauser, Joseph Loscalzo. Harrison’s Principles of internal medicine. USA: The McGraw-Hill Companies; 2012. Malinauskas B M, Aeby V G, Overton R F, Carpenter-Aeby T, Barber-Heidal K. A survey of energy drink consumption patterns among college students. Nutrition Journal 2007. 6 (3) Permatasari,dkk. 2011. Peran Sel Gastrin Dalam Saluran Pencernaan. urnal Biomedik, Vol 3, No. 3 (Diakses pada tangga 4 Mei 2018) Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.2005 Pratiknya, Ahmad Watik. 2003. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Edisi Ke-5. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Purdiani, Monica. 2014. Hubungan Penggunaan Minuman Berkafein terhadap Pola Tidur dan Pengaruhnya pada Tingkah Laku Mahasiswa/i Universitas Surabaya. Surabaya: -
  • 23. 21 Purdiani, Monica. 2014. Hubungan Penggunaan Minuman Berkafein terhadap Pola Tidur dan Pengaruhnya pada Tingkah Laku Mahasiswa/i Universitas Surabaya. Surabaya: - Putra Y.P. dkk. 2012 Pengaruh Ekstrak Antanan (Centella Asiatica) Dibandingkan Dengan Ibuprofen Terhadap Kadar Hcl Gaster Tikus. Vol.1 . No.1 (Diakses pada tanggal 8 Juni 2018)Rachmayanti, E. 2011. “Pengaruh Pemberian Air Perasan Pisang Biji (Musa balbisiana Colla) terhadap Konsentrasi HCl Lambung”. Skripsi. Univesitas Islam Sultan Agung. Reissig C J, Strain E C, Griffiths R R. Caffeinated energy drinks–A growing problem. Drug Alcohol Depend. 2009 Schmitz, P. G., & Martin, K. J. (2008). Internal Medicine: Just The Facts. Singapore: The McGraw-Hill Companies. Selviana, Berta Yolanda.2015. EFFECT OF COFFEE AND STRESS WITH THE INCIDENCE OF GASTRITIS: Medical Journal of Lampung University. Vol4. No.2 Sherwood, L. 2010. Human Physiology from Cells to Systems.7th Ed. Canada: Yolanda Cossio. Snel J, Lorist MM (2011). Effects of caffeine on sleep and cognition. Progress in Brain Research, 190: 105–17. Somogyi L P. Caffeine intake by the U.S. population. 2009. [diakses tanggal 3 Mei 2018] Diunduh dari:http://www.fda.gov/downloads/AboutFDA/CentersOffices/OfficeofFoods /CFSAN/CFSANFOIAElectronicReadingRoom/UCM333191.pdf. Winkler MA. 1994. Biological Treatment of Wastewater. John Wiiley and sons. England Yolanda .2015. Effect of coffee and stress with the incidence of Gastritis. Jurnal Majority. Vol 4 No.2 (diakses pada tanggal 4 Mei 2018) Zhaoshen L, Duowu Z, Xiuqiang M, Jie C, Xingang S, Yanfang G, et al. Epidemiology of Peptic Ulcer Disease: Endoscopic Results of the Systematic Investigation of Gastrointestinal Disease n China. 2010.
  • 24. 22 LAMPIRAN JURNAL KEGIATAN No Hari, Tanggal Kegiatan Tempat Tanda Tangan 1. Kamis, 5 April 2018 -mengumpulkan gagasan dan ide Kos Widhi 2. Senin, 9 April 2018- Konsultasi pertama dengan dosen - Menyampaikan gagasan sebagai proyek (menggunakan belimbing wuluh dan jeruk lemon) Laboratorium Fisiologi Hewan, Biologi, UNNES 3. Rabu, 11 April - Pembuatan Proposan BAB I D1 106 4. Minggu, 15 April 2018 - Pembuatan Proposal BAB II Perpustakaan IPA 5. Senin, 16 April 2018 - Pembutaan Proposal BAB III Perpustakaan IPA 6. Rabu, 18 April 2018 - Konsultasi dengan Teknisi - Penggantian bahan proyek (menggunakan soda) Laboratorium Fisiologi Hewan, Biologi, UNNES 7. Sabtu, 21 April 2018 - Pembuatan ulang proposal BAB I dan BAB II D1 107
  • 25. 23 8. Minggu, 22 April 2018 -membuat ulang proposal BAB III Kos Widhi 9. Senin, 30 April 2018 - Konsultasi dan ACC Proposal - Penambahan bahan proyek (kopi) Laboratorium Fisiologi Hewan, Biologi, UNNES 10. Kamis, 17 Mei 2018 - Pemesanan tikus Pasar Kartini, Semarang 11. Jumat, 18 Mei 2018- Persiapan dan Pembersihan kandang tikus Kandang tikus (belakang Lab Bioogi) 12. Sabtu, 19 Mei 2018- Pengambilan dan pembelian tikus Pasar Kartini, Semarang 13. Selasa, 22 Mei 2018 - Membersihkan kandang tikus - Menyonde tikus - Member makan dan minum tikus Kandang tikus (belakang Lab Bioogi) 14. Rabu, 23 Mei 2018- Membersihkan kandang tikus - Menyonde tikus - Member makan dan minum tikus Kandang tikus (belakang Lab Bioogi) 15. Kamis, 24 Mei 2018 - Membersihkan kandang tikus - Menyonde tikus Member makan dan minum tikus Kandang tikus (belakang Lab Bioogi)
  • 26. 24 16. Jumat, 25 Mei 2018- Membersihkan kandang tikus - Menyonde tikus - Member makan dan minum tikus Kandang tikus (belakang Lab Bioogi) 17. Sabtu, 26 Mei 2018- Membersihkan kandang tikus - Menyonde tikus - Member makan dan minum tikus Kandang tikus (belakang Lab Bioogi) 18. Minggu, 27 Mei 2018 - Membersihkan kandang tikus - Menyonde tikus - Member makan dan minum tikus Kandang tikus (belakang Lab Bioogi) 19. Senin, 28 Mei 2018- Membersihkan kandang tikus - Menyonde tikus - Member makan dan minum tikus - Kandang tikus (belakang Lab Bioogi) 20. Selasa, 29 Mei 2018 - Membersihkan kandang tikus - Menyonde tikus - Member makan dan minum tikus Kandang tikus (belakang Lab Bioogi) 21. Rabu, 30 Mei 2018- Membersihkan kandang tikus - Menyonde tikus - Member makan dan minum tikus Kandang tikus (belakang Lab Bioogi) 22. Kamis, 31Mei 2018- Membersihkan kandang tikus - Menyonde tikus Member makan dan minum tikus Kandang tikus (belakang Lab Bioogi) 23. Jumat, 1 Juni 2018- Membersihkan kandang tikus - Menyonde tikus - Member makan dan minum tikus Kandang tikus (belakang Lab Bioogi)
  • 27. 25 24. Sabtu, 2 Juni 2018- Membersihkan kandang tikus - Menyonde tikus - Member makan dan minum tikus Kandang tikus (belakang Lab Bioogi) 25. Minggu, 3 Juni 2018 - Membersihkan kandang tikus - Menyonde tikus - Member makan dan minum tikus Kandang tikus (belakang Lab Bioogi) 26. Senin, 4 Juni 2018- Membersihkan kandang tikus - Menyonde tikus - Member makan dan minum tikus - Kandang tikus (belakang Lab Bioogi) 27. Selasa, 5 Juni 2018- Membersihkan kandang tikus - Menyonde tikus - Member makan dan minum tikus Kandang tikus (belakang Lab Bioogi) 28. Rabu, 6 Juni 2018- Pembedahan tikus - Pembersihan bekas kandang tikus - Laboratoriu m Fisiologi Hewan, Biologi , UNNES - Kandang tikus (belakang Lab Bioogi) 29. Kamis, 7 Juni 2018- Membuat Laporan Akhir - Kos Munib
  • 28. 26 DOKUMENTASI Kandang Tikus Alat Pembedahan Alat Sonde Larutan K2CrO4 Larutan AgNO3 Akuades Alat dan Bahan Proses Pembedahan Tikus
  • 29. 27 DOKUMENTASI Lambung Tikus Perlakuan 1, 2 dan 3 Proses Titrasi Perbandingan antara hasil larutan yang telah dititrasi dengan larutan blanko