Buku Panduan Aplikasi eKinerja.
Buku Petunjuk e‑Kinerja digunakan untuk memandu ASN dalam pelaporan, monitoring, dan
penilaian kinerja dalam periode tertentu menggunakan aplikasi e‑Kinerja. Diharapkan dengan buku
ini dapat mempermudah ASN dalam penggunaan aplikasi e‑Kinerja.
Penyusunan Strategi dan Rencana Tindak Pengurangan Kemiskinan. Panduan Operas...Oswar Mungkasa
Program Prakarsa Pembaruan Tata Pemerintahan Daerah (P2TPD) merupakan program yang ditujukan untuk meningkatkan praktik transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dan mendorong reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan daerah dan pengadaan barang/jasa.
Similar to Laporan Akhir EKPD 2009 Lampung - UNILA (20)
2. KATA PENGANTAR
Laporan Akhir Tim Independen Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah
Lampung ini disusun dengan maksud agar dapat digunakan sebagai salah satu acuan
dalam kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah di Provinsi Lampung.
Penilaian laporan ini antara lain menyajikan Pendahuluan, Tujuan, Sasaran, Keluaran,
Metodologi, Hasil – hasil yang telah dicapai dan Rekomendasi Kebijakan.
TIM Independen Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Lampung
mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan oleh Bappenas untuk
bekerjasama dalam penyusunan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi
Lampung dan diharapkan kerjasama ini berlanjut untuk tahun berikutnya.
Kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan Laporan Akhir
Tim Independen Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Lampung ini diucapkan terima
kasih. Semoga Laporan Akhir Tim Independen Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah
Lampung ini dapat bermanfaat dan menjadi acuan pihak-pihak yang terkait dalam
meningkatkan kinerja pembangunan Provinsi Lampung.
Bandar Lampung, Desember 2009
Rektor Universitas Lampung,
Prof. Dr. Ir. Sugeng P Harianto, M.S.
NIP. 19580923 198211 1 001
i
3. DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ……………….……………………………………. i
Daftar Isi …..……………………………………………….………… ii
Daftar Tabel …………………………………………………………. iii
Daftar Gambar …….………………………………………………… iv
BAB I PENDAHULUAN.....................................................…….. 1
1.1 Latar Belakang dan Tujuan ...………………………… 1
1.2 Keluaran ...……………...………………………………. 2
BAB II HASIL EVALUASI.............................................................. 10
Deskripsi ..……………………………………………………. 10
2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI 11
2.1.1 Capaian Indikator ……………………………….. 11
2.1.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan 21
Menonjol ………………………………………….
2.1.3 Rekomendasi Kebijakan ……………………….. 22
2.2 TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA … 24
2.2.1 Capaian Indikator ……………………………….. 24
2.2.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan 44
Menonjol ………………………………………….
2.2.3 Rekomendasi Kebijakan ……………………….. 44
2.3 TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI …………….. 45
2.3.1 Capaian Indikator ……………………………….. 45
2.3.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan 64
Menonjol ………………………………………….
2.3.3 Rekomendasi Kebijakan ……………………….. 65
2.4 TINGKAT PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM 68
DAN LINGKUNGAN HIDUP…………………………...
2.4.1 Capaian Indikator ……………………………….. 68
2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan 77
Menonjol ………………………………………….
2.4.3 Rekomendasi Kebijakan ……………………….. 78
2.5 TINGKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL ……………… 78
2.5.1 Capaian Indikator ……………………………….. 78
2.5.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan 92
Menonjol ………………………………………….
2.5.3 Rekomendasi Kebijakan …………………………….. 93
BAB III KESIMPULAN ……………………………………………... 95
ii
4. DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.3.1 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 47
(milliar rupiah) ..................................................................
Tabel 2.3.2 Produk Domestik Regional Bruto Lampung Atas Dasar 47
Harga Konstan 2000 (milliar rupiah) .................................
Tabel 2.3.3 Produk Domestik Bruto Per Kapita Atas Dasar Harga 49
Konstan 2000 (rupiah) ......................................................
Tabel 2.3.4 Produk Domestik Regional Bruto Lampung Atas Dasar 49
Harga Konstan 2000 (milliar rupiah) .................................
Tabel 2.3.5 Persentanse Pertumbuhan Realisasi Investasi PMDN 54
(milliar rupiah) dan PMA (juta dollar) ………………………
Tabel 2.3.6 Capaian Indikator Infrastruktur Jalan di Propinsi 59
Lampung ...........................................................................
Tabel 2.3.6 Capaian Indikator Infrastruktur Jalan di Tingkat Nasional 60
iii
5. DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peta Provinsi Lampung ……….……………………………. 2
Gambar 1. Kerangka Kerja EKPD 2009 ….......................................... 3
Gambar 2. Hubungan antara indikator dengan pendekatan
pengukuran kinerja ........................................................... 5
iv
6. LAPORAN AKHIR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Tujuan
Pembangunan nasional dan pemerataan hasil-hasilnya adalah salah satu prasyarat
untuk mempertahankan eksistensi suatu bangsa. Dalam kaitan itu, mudah dipahami
bahwa pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan nasional. Pada hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya yang
terencana secara sistematis untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan
masa depan daerah yang lebih baik dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Pemahaman dan argumentasi tersebut di atas pada dasarnya sejalan dengan
amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-
undang tersebut secara jelas menegaskan bahwa Pemerintah Daerah diberikan
kewenangan secara luas untuk menentukan kebijakan dan program pembangunan di
daerah masing-masing. Regulasi ini sangat tepat mengingat bahwa kondisi, peluang, dan
tantangan masing-masing daerah sangat bervariasi sesuai dengan sumber daya yang
dimiliki.
Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 dilaksanakan untuk menilai
seberapa jauh relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang
waktu 2004 – 2008. Selain itu, evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah
pembangunan di daerah telah mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan dan apakah
masyarakat telah mendapatkan manfaat yang diharapkan dari program pembangunan
daerah tersebut.
Secara kuantitatif, hasil evaluasi ini diharapkan akan memberikan informasi penting,
yang berguna sebagai alat untuk membantu para pemangku kepentingan dan pengambil
kebijakan pembangunan untuk memahami, mengelola, dan memperbaiki apa yang telah
dilakukan sebelumnya. Hasil evaluasi juga dapat digunakan sebagai rekomendasi yang
spesifik sesuai dengan kondisi lokal, guna mempertajam perencanaan dan penganggaran
pembangunan di pusat dan daerah pada periode berikutnya, termasuk untuk penentuan
alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Dekonsentrasi (DEKON).
1
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
7. LAPORAN AKHIR
1.2. Keluaran
Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD 2009 meliputi:
a. Terhimpunnya data dan informasi hasil evaluasi kinerja pembangunan daerah di
Provinsi Lampung;
b. Tersusunnya hasil analisis evaluasi kinerja pembangunan daerah di Provinsi
Lampung sesuai dengan sistematika penulisan pada buku panduan.
Gambar 1. Peta Provinsi Lampung
1.3 Metodologi
1.3.1 Kerangka Kerja EKPD 2009
Kerangka kerja EKPD 2009 meliputi beberapa tahapan kegiatan utama yaitu: (1)
Penentuan indikator hasil (outcomes) yang memiliki pengaruh besar terhadap pencapaian
tujuan pembangunan daerah; (2) Pemilihan pendekatan dalam melakukan evaluasi; dan
(3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan. Secara lengkap
2
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
8. LAPORAN AKHIR
kerangka kerja disajikan sebagaimana terlihat pada Gambar 2. Ketiga tahapan tersebut
diuraikan sebagai berikut:
Gambar 2. Kerangka Kerja EKPD 2009
(1) Penentuan Indikator Hasil (outcomes)
Indikator kinerja dari tujuan/sasaran pembangunan daerah merupakan indikator
dampak (impacts) yang didukung melalui pencapaian 5 kategori indikator hasil
(outcomes) terpilih. Pengelompokan indikator hasil serta pemilihan indikator
pendukungnya, dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
a. Specific, atau indikator dapat diidentifikasi dengan jelas;
b. Relevant: mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara target
output dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta antara
target outcomes dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan;
3
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
9. LAPORAN AKHIR
c. Measurable : jelas dan dapat diukur dengan skala penilaian tertentu yang
disepakati, dapat berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas dan biaya;
d. Reliable: indikator yang digunakan akurat dan dapat mengikuti perubahan
tingkatan kinerja;
e. Verifiable: memungkinkan proses validasi dalam sistem yang digunakan untuk
menghasilkan indikator;
f. Cost-effective: kegunaan indikator sebanding dengan biaya pengumpulan
data.
Pengelompokan 5 kategori indikator hasil (outcomes) yang mencerminkan
tujuan/sasaran pembangunan daerah meliputi:
a. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi.
b. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia.
c. Tingkat Pembangunan Ekonomi.
d. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam.
e. Tingkat Kesejahteraan sosial.
(2) Pemilihan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi
Hubungan antar tingkat indikator dengan pendekatan pengukuran kinerja
pembangunan dapat dilihat dalam Gambar 3. Secara lebih rinci hubungan
tersebut dapat dijelaskan sbb.:
a. Relevansi untuk menilai sejauh mana pembangunan yang dijalankan relevan
terhadap sasaran atau kebutuhan daerah dalam menjawab permasalahannya.
b. Efektivitas, untuk melihat apakah pembangunan yang dilakukan berkontribusi
terhadap pencapaian baik tujuan spesifik maupun umum pembangunan
daerah.
c. Efisiensi, untuk mengetahui bagaimana masukan (inputs) diubah dalam
proses yang telah direncanakan untuk menjadi keluaran (outputs).
4
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
10. LAPORAN AKHIR
d. Efektivitas Biaya, untuk menggambarkan hubungan antara input dengan
outcomes pembangunan.
e. Kualitas, yaitu pengukuran derajat kesesuaian antara hasil-hasil
pembangunan yang dicapai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
f. Waktu, yaitu ketepatan waktu/periode pencapaian kinerja yang ditetapkan.
g. Produktivitas, untuk melihat nilai tambah, setiap tahapan proses
pembangunan dibandingkan dengan sumber daya yang telah digunakan.
Mengingat adanya keterbatasan waktu dan sumber daya yang tersedia dalam
pelaksanaan EKPD 2009, maka pendekatan dalam melakukan evaluasi kinerja
hanya meliputi aspek relevansi dan efektivitas pencapaian hasil saja. Namun,
tetap diharapkan bahwa hasil yang diperoleh dapat mencerminkan kinerja
pembangunan daerah yang sesungguhnya.
Gambar 3. Hubungan antara indikator dengan pendekatan pengukuran kinerja.
5
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
11. LAPORAN AKHIR
(3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan
Tahapan evaluasi dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan dan tantangan
utama pembangunan daerah serta mengidentifikasi tujuan pembangunan daerah.
Tahap kedua adalah melengkapi dan mengoreksi Tabel Capaian yang dilanjutkan
dengan tahap ketiga yaitu melakukan penilaian berkaitan dengan relevansi dan
efektivitas pencapaian.
Tahap keempat adalah melakukan identifikasi berbagai alasan atau isu yang
menyebabkan capaian pembangunan daerah (tidak) relevan dan (tidak) efektif.
Tim Evaluasi Provinsi menjelaskan “How and Why” berkaitan dengan capaian
pembangunan daerah.
Tahap kelima adalah menyusun rekomendasi untuk mempertajam perencanaan
dan penganggaran pembangunan periode berikutnya.
Tahap keenam, Bappenas melakukan perbandingan kinerja terkait hasil evaluasi
di atas berupa review dan pemetaan berdasarkan capaian tertinggi sampai
terendah.
1.3.2 Penentuan Indikator
Metode yang digunakan untuk menentukan capaian pada 5 kelompok indikator
hasil adalah sebagai berikut:
(1) Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang
memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).
(2) Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator
pendukung, dengan satuan yang digunakan adalah persentase.
(3) Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak
dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.
(4) Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna
negatif, maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan
terlebih dahulu menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif).
6
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
12. LAPORAN AKHIR
Sebagai contoh adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan
semakin tinggi, maka kesejahteraan sosialnya semakin rendah.
(5) Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi
jumlah dari penyusun indikator hasil (indikator pendukungnya). Contoh untuk
indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh:
a. Persentase penduduk miskin
b. Tingkat pengangguran terbuka
c. Persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak
d. Presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia
e. Presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial
Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif (Lihat No.4) Sehingga:
Indikator kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin) + (100% -
tingkat pengangguran terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan
sosial bagi anak) + (100%- persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut
usia) + (100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial}/5
Daftar indikator keluaran (outputs) yang menjadi komponen pendukung untuk
masing-masing kategori indikator hasil (outcomes) dapat dilihat pada Lampiran 1.
Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah
Relevansi dan Efektivitas.
Relevansi digunakan untuk menganalisis sejauh mana tujuan/sasaran
pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan.
Dalam hal ini, relevansi pembangunan daerah dilihat apakah trend capaian pembangunan
daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional.
Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara
hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas
pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah membaik
dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya.
7
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
13. LAPORAN AKHIR
Dalam mengumpulkan data dan informasi untuk ecaluasi, teknik yang digunakan dapat
melalui:
Pengamatan langsung
Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek
pembangunan di daerah, di antaranya dalam bidang sosial, ekonomi, pemerintahan,
politik, lingkungan hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di wilayah provinsi yang
terkait.
Pengumpulan Data Primer
Data primer diperoleh melalui FGD dengan para pemangku kepentingan
pembangunan daerah. Tim Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam
menggali masukan dan tanggapan peserta diskusi.
Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari data dan informasi yang telah tersedia pada instansi
pemerintah seperti BPS daerah, Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
terkait.
1.4 Sistematika Penulisan Laporan
Kata Pengantar (ditandatangani oleh Rektor PTN)
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Tujuan (mengikuti latar belakang EKPD 2009 pada
panduan)
1.2 Keluaran
1.3 Metodologi
1.4 Sistematika Penulisan Laporan
BAB II HASIL EVALUASI
Deskripsi permasalahan dan tantangan utama pembangunan daerah serta
identifikasi tujuan pembangunan daerah.
2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI
2.1.1. Capaian Indikator
Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan
capaian indikator outcomes nasional dan analisa
Analisis Relevansi
Analisis efektifitas
8
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
14. LAPORAN AKHIR
2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang
outcomes yang spesifik dan menonjol
2.1.3. Rekomendasi Kebijakan
2.2 TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
2.2.1 Capaian Indikator
Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan
capaian indikator outcomes nasional dan analisa
Analisis Relevansi
Analisis efektifitas
2.2.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang
spesifik dan menonjol
2.2.3 Rekomendasi Kebijakan
2.3 TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI
2.3.1 Capaian Indikator
Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan
capaian indikator outcomes nasional dan analisa
Analisis Relevansi
Analisis efektifitas
2.3.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang
spesifik dan menonjol
2.3.3 Rekomendasi Kebijakan
2.4 KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
2.4.1 Capaian Indikator
Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan
capaian indikator outcomes nasional dan analisa
Analisis Relevansi
Analisis efektifitas
2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang
outcomes yang spesifik dan menonjol
2.4.3 Rekomendasi Kebijakan
2.5 TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT
2.5.1 Capaian Indikator
Grafik capaian indikator outcomes Provinsi dibandingkan dengan
capaian indikator outcomes nasional dan analisa.
Analisis relevansi
Analisis efektivitas
2.5.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Gambaran dan analisa capaian indikator output penunjang outcomes
yang spesifik dan menonjol
2.5.2 Rekomendasi Kebijakan
BAB III. KESIMPULAN
Menyimpulkan apakah capaian tujuan/sasaran pembangunan daerah telah
relevan dan efektif terhadap tujuan/sasaran pembangunan nasional.
9
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
15. LAPORAN AKHIR
Bab II
HASIL DAN EVALUASI
Deskripsi
Secara garis besar, permasalahan dan tantangan utama pembangunan daerah yang dihadapi
Provinsi Lampung yang tercantum dalam Rencana kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun
2009 adalah :
1. Efektifitas penanggulangan kemiskinan dan pengangguran (Bidang kesejahteraan
sosial);
2. Aksesibilitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan (Bidang Sumber Daya Manusia);
3. Optimalisasi kinerja pemerintah daerah (Bidang pelayanan publik);
4. Meningkatkan dukungan infrastruktur bagi pembangunan (Bidang pembangunan
ekonomi);
5. Meningkatkan ketahanan pangan dan produktivitas pertanian dalam arti luas (Bidang
pembangunan ekonomi);
6. Efektivitas penanganan kerusakan dan pencemaran lingkungan (Bidang pengelolaan
sumber daya alam);
7. Penanganan bencana dan pengangguran resiko bencana (Bidang pengelolaan sumber
daya alam);
8. Meningkatkan investasi dan daya saing ekspor (Bidang pembangunan ekonomi);
9. Penghematan dan diversifikasi energi (Bidang pengelolaan sumber daya alam);
10. Menstabilkan harga kebutuhan pokok dan sarana produksi pertanian akibat ancaman
kenaikan harga minyak dunia (Bidang pembangunan ekonomi); dan menjaga stabilitas
politik setelah pilkada pada akhir tahun 2008 dan menjelang pemilu tahun 2009 (Bidang
pelayanan publik dan demokrasi).
10
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
16. LAPORAN AKHIR
2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI
2.1.1 Capaian Indikator
a. Pelayanan Publik
Indikator Pelayanan Publik terdiri atas persentase kasus korupsi yang tertangani
dibandingkan dengan yang dilaporkan, Persentase aparat yang berijazah Sarjana (S-1),
Kabupaten/Kota yang memiliki Perda satu atap, Gender Development Index (GDI) dan Gender
Empowerement Meassurement (GEM)
Pemberantasan korupsi merupakan sebuah tema penting dalam perjalanan bangsa di
era orde reformasi. Salah satu butir dari 9 (sembilan) tuntutan reformasi politik Indonesia tahun
1998 disamping implementasi otonomi daerah adalah pemberantasan korupsi. Bahkan
pemberantasan korupsi masuk dalam salah satu butir TAP MPR NO. XI Tahun 1998.
Pemerintahan yang amanah dan akuntabel merupakan tujuan penting yang hendak
diraih oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam masa kepemimpinan keduanya, oleh
sebab itu sinergisitas pemberantasan korupsi antara pemerintah pusat dan deaerah mesti
intensif dilakukan dan selalu dilakukan pengawasan secara simultan.
Dalam konteks Provinsi Lampung, data menunjukkan kinerja aparat dalam menangani
kasus korupsi sudah cukup baik hal ini terihat dari data tahun 2004 angka penanganan kasus
korupsi mencapai angka 100% berdasarkan pada laporan yang masuk dan penanganan
sebanyak 2 (dua) kasus korupsi pada tahun 2004 berhasil ditangani oleh aparat penegak
hukum, pada tahun 2005 jumlah kasus korupsi yang dilaporkan masuk adalah 1 (satu) kasus
korupsi dan berhasil ditangani hal ini secara kuantitatif menunjukkan tren yang sama pada
tahun sebelumnya walaupun jumlah kasus yang dilaporkan mengalami penurunan sebanyak 1
(satu) kasus korupsi.
11
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
17. LAPORAN AKHIR
Grafik 2.1.1 Persentase jumlah kasus korupsi yang
tertangani dibandingkan yang dilaporkan Nasional dan
Provinsi Lampung
1 2 3 4 5
Tren Capaian Indikator Outcome
120,00 20,00
Capaian Indikator Outcome
100,00 15,00
80,00
10,00
60,00
5,00
40,00
20,00 0,00
0,00 -5,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan
yang dilaporkan Nasional
Persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan
yang dilaporkan Provinsi Lampung
Tren Nasional y = 3,0333x - 5,7667
R2 = 0,482
Tren provinsi
Linear (Tren Nasional) y = -0,2x + 0,2
Poly. (Tren provinsi)
R2 = 0,3333
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada tahun 2006 trend ini mengalami penurunan dari 4 (empat) kasus korupsi yang
dilaporkan, aparat penegak hukum hanya menangani 2 (dua) kasus korupsi saja atau 50% dari
kasus korupsi yang dilaporkan, pada tahun berikutnya 2007, jumlah kasus korupsi yang
dilaporkan hanya 3 (tiga) kasus korupsi dan ketiga kasus korupsi tersebut berhasil ditangani
dengan baik oleh aparat penegak hukum atau 100% dari kasus korupsi yang dilaporkan. Pada
tahun 2008 jumlah kasus korupsi yang dilaporkan mengalami kenaikan menjadi 4 (empat)
kasus korupsi dan berhasil ditangani sebanyak 3 (tiga) kasus korpsi oleh aparat penegak
hukum atau 75% dari total jumlah kasus korupsi yang dilaporkan, kemudian pada tahun 2009
dari 3 (tiga) kasus korupsi yang dilaporkan aparat penegak hukum berhasil menangani 3 (tiga)
kasus korupsi tersebut atau 100% dari jumlah kasus korupsi yang dilaporkan.
Jika dilihat dari tren penanganan kasus korupsi di Lampung maka grafik menunjukkan
jumlah kasus korupsi dan penanganannya di lampung terlihat datar berkisar dua sampai
12
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
18. LAPORAN AKHIR
dengan empat kasus per tahun-nya hal ini berbeda dengan penanganan kasus korupsi di level
nasional yang mengalami peningkatan yang signifikan tiap tahun terutama pada tahun 2009.
Grafik 2.1.2 Persentase jumlah aparat yang berijasah
S1 Nasional dan Provinsi Lampung
1 2 3 4 5
120,00 0,50
100,00 0,40
Indikator Outcome
Capaian Indikator
0,30
Tren Capaian
80,00
Outcome
0,20
60,00
0,10
40,00
0,00
20,00 -0,10
0,00 -0,20
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Persentase aparat yang berijasah S1 Nasional
Persentase aparat yang berijasah S1 Provinsi lampung y = 0,0937x - 0,1944
Tren Nasional R2 = 0,533
Tren Provinsi
Poly. (Tren Provinsi) y = -0,0026x 2 + 0,023x - 0,0351
Linear (Tren Nasional) R2 = 0,1905
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Dari data yang diperoleh mengenai jumlah aparat yang berijazah S-1 diperoleh data
sebagai berikut tahun 2004 jumlah aparat yang berijazah S-1 adalah 31,96%, tahun 2005
jumlah aparat yang berijazah S-1 sejumlah 31,95%, tahun 2006 aparat yang berijazah S-1
meningkat menjadi 33,7%, pada tahun 2007 menjadi 33,61%, pada tahun 2008 jumlah aparat
yang berijazah S-1 mencapai angka 29,96% angka terendah yang sejak tahun 2004 sampai
dengan 2007, sedangkan pada tahun 2009 persentase aparat yang berijazah S-1 kembali
menaik menjadi 30,11%.
Data diatas menunjukkan bahwa persentase aparat yang berijazah s-1 di level provinsi
cenderung konstan, hanya pada tahun 2008 saja mengalami penurunan persentase yang cukup
signifikan mencapai angka 29,96%.
13
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
19. LAPORAN AKHIR
Grafik 2.1.3 Persentase jumlah kabupaten/kota yang
memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap Nasional
1 2
dan Provinsi lampung
3 4 5
120,00 3,50
3,00
100,00
e
apaian Indikator
utcom
2,50
apaian
80,00 2,00
utcome
1,50
Indikator O
60,00
Tren C
1,00
O
40,00 0,50
0,00
C
20,00
-0,50
0,00 -1,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki peraturan
daerah pelayanan satu atap Nasional
Persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki peraturan
daerah pelayanan satu atap provinsi Lampung y = 0,5648x - 1,3244
Tren Nasional
R2 = 0,3943
Tren Provinsi
Poly. (Tren Provinsi) y = 0,0007x 2 - 0,0053x + 0,006
R2 = 0,2143
Linear (Tren Nasional)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Dari grafik didapatkan bahwa jumlah kabupaten/kota yang memiliki perda pelayanan
satu atap masih relatif kurang di Provinsi Lampung. Hanya pada level pemerintah provinsi saja
perda pelayanan satu atap yaitu perda layanan pembayaran pajak kendaraan bermotor.
Grafik 2.1.4 Gender Development Index (GDI)
1 Nasional dan Provinsi Lampung
2 3 4 5
120,00 2,50
100,00 2,00 d a r u o e
aa n d a r
In ik to O tc m
C p ia In ik to
re a a n
T n C p ia
80,00 1,50
u o e
O tc m
60,00 1,00
40,00 0,50
20,00 0,00
0,00 -0,50
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Gender Development Index (GDI) Nasional
Gender Development Index Provinsi Lampung
y = 9,0626x + 13,953
Tren Nasional
R2 = 0,4055
Tren Provinsi
Linear (Gender Development Index (GDI) Nasional) y = 0,0216x - 0,0592
Linear (Tren Provinsi) R2 = 0,7358
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
14
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
20. LAPORAN AKHIR
Gender Development Indeks atau GDI adalah secara teknis dipahami sebagai tingkat
pembangunan gender yang merupakan salah satu ukuran yang di rilist oleh Bank Dunia dan
digunakan sebagai alat ukur dalam pencapaian Millenium Development Goal (MDGs).
Data grafik menunjukkan untuk level provinsi Lampung pada tahun 2004, GDI provinsi
Lampung mencapai angka 58,04 pada tahun 2005 GDI mengalami peningkatan mencapai
angka 59,54 pada tahun 2006 GDI kembali mengalami peningkatan mencapai 60,40 pada
tahun 2007 GDI Provinsi Lampung kembali naik 0,30 menjadi 60,70 pada tahun 2008 GDI
mengalami penurunan menjadi 58,30 dan pada tahun 2009 GDI kembali mengalami penurunan
mencapai 57,01.
Dari data GDI berdasarkan grafik didapatkan bahwa tingkat GDI provinsi Lampung terus
mengalami peningkatan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007, kemudian mengalami
penurunan pada tahun yang relatif signifikan pada tahun 2008 dan 2009.
Grafik 2.1.5 Gender Empowerment Messurement
(GEM) Nasional dan Provinsi Lampung
1 2 3 4 5
120,00 2,00
100,00
Indikator Outcome
Capaian Indikator
1,50
Tren Capaian
80,00
Outcome
1,00
60,00
0,50
40,00
20,00 0,00
0,00 -0,50
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Gender Empow erment Messurement (GEM) nasional
Gender Empow erment Messurement (GEM) Provinsi lampung y = 0,3371x - 0,6959
Tren Nasional R2 = 0,5192
Tren Provinsi
Linear (Tren Provinsi) y = 0,017x - 0,0506
Linear (Tren Nasional) R2 = 0,961
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
15
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
21. LAPORAN AKHIR
Gender Empowerement Messurement adalah tolak ukur yang dipakai untuk mengukur
tingkat pemberdayaan gender dalam masyarakat. Begitupun Gender Development Index atau
GDI, GDM juga merupakan alat ukur yang dipakai oleh Workd Bank untuk sebagai salah satu
bagian mencapai MDGs.
Dalam konteks provinsi Lampung, indeks Gender Empowerement Meassurement (GEM)
terlihat konstan dan tidak ada peningkatan yang cukup signifikan, yaitu pada tahun 2004 indeks
mencapai 59,32, pada tahun 2005 mencapai 60,60 kemudian pada tahun 2006 mencapai 61,40
dan mengalami kenaikan menjadi 61,50 pada tahun 2007. Akan tetapi indeks tersebut
mengalami penurunan 1 (satu) level pada tahun 2008 dan kembali mengalami penurunan 1,20
level menjadi 59,30 pada tahun 2009. Jika melihat tren maka indeks terus mengalami kenaikan
dari tahun 2004, 2005, 2006 sampai tahun 2007 kemudian mengalami penurunan pada tahun
2008 dan 2009.
b. Demokrasi
Indikator demokrasi dalam Evaluasi Kinerja Pemerintah Daerah Provinsi Lampung tahun
2009 ini terdiri atas Indikator Tingkat Partisipasi Politik dalam Pemilu kepala daerah, Partisipasi
Politik dalam Pemilu Legislatif Nasional dan Partisipasi Politik dalam Pemilihan Presiden.
Grafik 2.1.6 Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat dalam
Pemilihan Kepala Daerah Provinsi nasional dan Provinsi
Lampung
1 2 3 4 5
120,00 2,50
T e C p ia In ik t r
2,00
r n a a n d ao
100,00
C p ia In ik t r
a a n d ao
1,50
80,00
Ot o e
Ot o e
uc m
uc m
1,00
60,00
0,50
40,00
0,00
20,00 -0,50
0,00 -1,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala
daerah Nasional
Tingkat partisipasi poltik masyarakat dalam pemilihan kepala
daerah Provinsi lampung
Tren Nasional y = 0,0016x 2 - 0,009x + 0,0091
Tren Provinsi
R2 = 0,3734
Poly. (Tren Nasional) y = 0,3334x 2 - 1,6669x + 1,6002
Poly. (Tren Provinsi) R2 = 0,6522
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
16
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
22. LAPORAN AKHIR
Mencermati beberapa Pilkada di tanah air belakang ini, kita semua menjadi semakin
miris manakala pemimpin yang dihasilkan dari proses-proses yang sangat demokratis tersebut
ternyata jauh dari pemimpin yang mumpuni dan berkualitas. Pilkada baik untuk level Gubernur,
Bupati maupun Wailkota pada awalnya diciptakan sebagai wahana rekrutmen politik untuk
mencari pemimpin politik yang berkualitas dan mempunyai kapasitas sebagai pemimpin daerah.
Banyak kalangan dalam dan luar negeri berpendapat bahwa pelaksanaan demokrasi di
Indonesia dianggap memiliki progres kemajuan yang luar biasa, akan tetapi sangat
disayangkan karena progresivitas tersebut hanya pada sisi formalisme demokrasi saja dan tidak
diikuti oleh kemajuan dari sisi pemahaman akan substansi demokrasi.
Fenomena semakin meningkatnya golput pada awalnya, Pilkada (Gubenur, Bupati dan
Walikota) sebenarnya di setting untuk menghasilkan pemimpin lokal yang memiliki legitimasi
tinggi, akan tetapi fenomena yang terjadi mengindikasikan bahwa asumsi awal yang dibangun
tersebut jauh dari realita. Bagaimana misalnya pemimpin politik yang dipilih dari cara yang
demokratis (pilkada) mempunyai legitimasi kuat untuk menjalankan pembangunan jika angka
golput melebihi angka yang memilih pemimpin tersebut.
Pembangunan dapat terlaksana jika legitimasi politik kuat akan tetapi hal ini bertolak
belakang dengan apa yang terjadi akhir-akhir ini khususnya di tanah air. Merujuk pada data
desk Pilkada Depdagri pada tahun 2005 diambil dari 175 wilayah menunjukkan terjadinya
penurunan partisipasi untuk memilih atau golput. Pada pemilihan legislatif 2004 golput
berjumlah 15,93%, Pilpres tahap I golput berjumlah 20.24%, Pilpres tahap II golput berjumlah
22,56% dan pada Pilkada Golput berjumlah 30,65%. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa tren
golput akan terus naik, dan klimaksnya akan terjadi golput yang sangat besar pada tahun 2009.
Pada Pilkada Gubernur Lampung tahun 2009 angka partisipasi politik hanya mencapai
66,67%, angka ini berada pada range rata-rata persentase golput Pilkada yang diperkirakan
mencapai angka 25-35 persen. Salah satu persoalan mendasar golput yanh cukup tinggi pada
pilkada adalah kemungkinan kejenuhan masyarakat yang terus menerus dihadapkan pada
event-event pilkada.
17
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
23. LAPORAN AKHIR
2.1.7 tingkat Partisipasi Politik Masyarakat dalam
pemilihan legislatif Nasional dan Provinsi lampung
1 2 3 4 5
120,00 3,50
apaian Indikator Outcome
apaian Indikator Outcome
3,00
100,00 2,50
80,00 2,00
1,50
60,00 1,00
0,50
40,00 0,00
-0,50
20,00
Tren C
-1,00
C
0,00 -1,50
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan
legislatif Nasional
Tingkat partisipasi politik masyarakatdalam pemilihan
legislatif Provinsi Lampung
tren Nasional y = -0,6075x + 2,4273
tren provinsi
R2 = 0,5018
Linear (tren Nasional) y = -0,8062x + 2,9218
Linear (tren provinsi) R2 = 0,6484
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Sejak reformasi politik berlangsung yakni sejak tahun 1998, sudah dua kali
mengadakan pemilihan legislatif tingkat nasional. Pemilihan legislatif nasional dilakukan untuk
memilih para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI yang akan mewakili daerah pemilihan
Provinsi Lampung. Terdapat 18 orang anggota DPR-RI yang akan mewakili daerah pemilihan
Lampung. Daerah pemilihan lampung terbagi menjadi 2 (Dua) DP yaitu DP Lampung I dan DP
Lampung II.
Merujuk pada grafik maka didapatkan angka partisipasi politik untuk pemilihan legislatif
nasional mencapai angka 76,6% pada tahun 2004 dan angka partisipasi politik itu (voter turn
out) mengalami penurunan 0,85% yakni menjadi 75,75% pada tahun 2009. Penurunan angka
partisipasi politik pada tahun 2009 masih merupakan angka yang dapat ditoleransi mengingat
dalam beberapa kasus di provinsi lain angka partisipasi politik untuk pemilihan legislatif nasional
turun dengan sangat signifikan.
18
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
24. LAPORAN AKHIR
grafik 2.1. 8 Tingkat Partispasi Politik Masyarakat dalam
Pilpres Nasional dan Provinsi Lampung
1 2 3 4 5
120,00 4,00
3,50
100,00 3,00
Tren Capaian Indikator
2,50
Capaian Indikator
80,00 2,00
Outcome
Outcome
1,50
60,00
1,00
40,00 0,50
0,00
20,00 -0,50
-1,00
0,00 -1,50
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pilpres Nasional
Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pilpres Provinsi
Lampung
Tren Nasional y = -0,6341x + 2,5335
Tren Provinsi R2 = 0,5017
Linear (Tren Nasional) y = -0,8201x + 2,9802
Linear (Tren Provinsi)
R2 = 0,6447
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Indonesia telah melaksanan 2 (dua) kali pemilihan presiden secara langsung pada tahun
2004 pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla terpilih pada saat itu menyisihkan
pasagan Megawati dan Hasyim Muzadi. Walaupun pemilihan presiden langsung pada saat itu
berlangsung dua putaran angka partisipasi politik pada saat itu mencapai 77,01%. Pada
pemilihan Presiden secara langsung tahun 2009 angka partispasi politik menurun menjadi
75,1% walaupun Pilpres hanya berlangsung 1 (satu) putaran saja.
Banyak alasan yang menyebabkan tingkat partisipasi politik pada Pilpres tahun 2009
menurun jika dibandingkan dengan tahun 2004, salah satu aspek yang menonjol adalah karena
persoalan perubahan tata cara pemungutan suara yang dilakukan dengan cara menconteng
yang sebelumnya dicoblos, sosialisasi yang belum maksimal oleh KPU dan KPUD
menyebabkan hal itu terjadi. Disamping persoalan sosialisasi yang minim, persoalan lainnya
adalah kejenuhan masyarakat dalam mengikuti event-event pemilu.
19
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
25. LAPORAN AKHIR
Grafik 2.1.9 Tingkat pelayanan Publik Nasional dan
Provinsi Lampung
2004 2005 2006 2007 2008 2009
120,00 2,50
Capaian Indikator Outcome
2,00
100,00
Tren Capaian Indikator
1,50
80,00
1,00
Outcome
60,00 0,50
0,00
40,00
-0,50
20,00
-1,00
0,00 -1,50
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tingkat Pelayanan Publik Nasional
y = 0,3956x - 1,2824
Tingkat Pelayanan Publik provinsi Lampung
Tren Nasional
R2 = 0,4404
Tren Provinsi
Poly. (Tren Provinsi) y = -0,0179x 2 + 0,1053x - 0,0802
Linear (Tren Nasional) R2 = 0,1063
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Secara umum tingkat pelayanan publik nasional lebih fluktuatif yang cenderung
bergerak positif dibandingkan dengan tingkat pelayanan publik Provinsi Lampung. Pada tahun
2004, 2005, 2006 dan 2007 tingkat pelayanan publik Lampung masih lebih baik dibandingkan
dengan tingkat pelayanan publik akan tetapi tren itu semakin berkurang pada tahun 2008 dan
titik terendahnya terjadi pada tahun 2009 dimana tren nasional bergerak positif sedangkan tren
Lampung bergerak negatif. Hal ini dimungkinkan karena bagi Provinsi Lampung tahun 2008 dan
2009 adalah “tahun politik”. Pada tahun 2008, Pemilihan Gubernur Lampung diselenggarakan
sehingga besar kemungkinan event-event politik itu yang mengganggu kinerja pelayanan publik
di Provinsi Lampung.
20
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
26. LAPORAN AKHIR
Grafik 2.1.10 Tingkat Demokrasi Nasional dan Provinsi
lampung
2004 2005 2006 2007 2008 2009
120,00 1,20
Capaian Indikator Outcome
1,00
100,00
Tren Capaian Indikator
0,80
80,00 0,60
Outcome
0,40
60,00
0,20
40,00 0,00
-0,20
20,00
-0,40
0,00 -0,60
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tingkat Demokrasi Nasional y = -0,2039x + 1,0176
Tingkat Demokrasi provinsi Lampung R2 = 0,5023
Tren Nasional
Tren Provinsi
y = -0,3042x + 1,3102
Linear (Tren Provinsi)
Linear (Tren Nasional) R2 = 0,7482
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
2.1.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Pada umumnya tren tingkat pelayanan publik dan demokrasi di Lampung lajunya
cenderung stagnan. Walaupun sebenarnya jika beberapa aspek dimaksimalkan ada sebuah
harapan besar dimasa depan akan prospek tingkat pelayanan publik dan demokrasi di
Lampung akan lebih baik.
Dari seluruh indikator utama tingkat pelayanan publik dan demokrasi di Lampung terlihat bahwa
1. Tren penanganan kasus korupsi nasional lebih baik jika dibandingkan dengan tren
penanganan kasus korupsi Provinsi Lampung. Tren penanganan kasus korupsi di
Lampung cenderung stagnan.
2. Tren aparat yang berijazah S-1 (sarjana) di Provinsi Lampung cenderung stagnan jika
dibandingkan dengan tren aparat yang berijazah S-1 (sarjana) yang selalu mengalami
peningkatan tahun per tahun.
21
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
27. LAPORAN AKHIR
3. Tren jumlah kabupaten/kota yang memiliki perda satu atap Provinsi Lampung cenderung
stagnan dibandingkan dengan tren nasional yang mengalami peningkatan yang
signifikan dari tahun 2004 s.d 2009.
4. Gender Development Index (GDI) dan Gender Empowerement Meassurement (GEM)
Provinsi Lampung cenderung stagnan jika dibandingkan dengan GDI (Gender
Development Index) dan GEM (Gender Empowerement Messurement) Nasional.
5. Dalam Partisipasi Politik di pilkada (pemilihan gubernur) tren Lampung lebih baik jika
dibandingkan dengan tren nasional yang cenderung stagnan.
6. Tren Partsipasi Politik dalam pemilihan legislatif nasional antara nasional dan Lampung
cenderung pada level yang sama.
7. Tren Partsipasi Politik dalam Pilpres antara tren nasional dan Lampung cenderung pada
level yang sama.
Jika dilihat dari beberapa indikator dalam tingkat pelayanan publik dan demokrasi di
Lampung maka perlunya peningkatan kinerja aparat pemerintah daerah terhadap penanganan
kasus korupsi. Pada bagian lain menjadi penting juga untuk meningkatkan kualitas SDM aparat
pemerintahan dengan meningkatkan kapasitas pendidikan formal. Oleh sebab ke depan
menjadi bagian penting adalah melakukan sinergisitas kerja antara aparat pemerintah daerah,
pengguna pelayanan publik dan stake holders.
2.1.3 Rekomendasi Kebijakan
Setelah memberikan penilaian dan analisis, maka dalam konteks tingkat pelayanan
publik dan demokrasi di Lampung terdapat beberapa hal yang mendesak dan harus segera
dibenahi antara lain:
1. Permasalahan masih rendahnya penanganan kasus korupsi di Lampung yang disebab-
kan oleh sedikitnya temuan atau laporan masyarakat yang masuk ke Kejaksaan Tinggi
dan Kepolisian Daerah Lampung.
2. Perlunya peningkatan kemampuan SDM (Sumber Daya Manusia) aparat pemerintah
daerah terutama pada sektor pendidikan formal.
3. Masih sedikitnya kabupaten/kota yang memiliki perda satu atap juga menjadi masalah
serius yang harus segera dibenahi dan dipercepat prosesnya.
22
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
28. LAPORAN AKHIR
4. Gender Development Index (GDI) dan Gender Empowerement Messurement (GEM)
Lampung yang rendah dibandingkan indek nasional menjadi masalah yang juga harus
dibenahi.
5. Partisipasi Politik pilgub relatif lebih baik dibandingkan daerah lain, akan tetapi permasa-
lahannya adalah partisipasi politik legislatif dan pilpres yang masih berada di bawah
level angka partisipasi politik (voter turn out) nasional.
Oleh sebab itu untuk mempercepat proses perlunya adanya intervensi kebijakan yang terumus
dalam beberapa rekomedasi kebijakan yang mesti dilakukan adalah :
A. Rekomedasi Kebijakan bagi Peningkatan Pelayan Publik
1. Mendorong peran masyarakat luas dalam penegakan hukum untuk memberantas
korupsi serta mempercepat reformasi birokrasi untuk meningkatkan pelayanan
masyarakat.
2. Perlunya peningkatan kinerja aparatur penegak hukum (korupsi) dalam menangani
kasus korupsi daerah.
3. Perlunya intervensi kebijakan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur
pemerintah daerah dengan meningkatkan pendidikan formal jenjang Sarjana dan Pasca
Sarjana serta pelatihan soft skill peningkatan pelayanan publik.
4. Perlunya intervensi kebijakan pemerintah untuk meningkatkan Gender Development
Index (GDI) dan Gender Empowerement Meassurement (GEM)
B. Rekomendasi Kebijakan bagi Demokrasi
1. Pemerintah daerah dapat menjaga stabilitas politik daerah setelah pemilu 2009 sampai
dengan 2014.
2. Perlunya intervensi kebijakan pemerintah untuk meningkatkan Gender Development
Index (GDI) dan Gender Empowerement Meassurement (GEM)
23
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
29. LAPORAN AKHIR
3. Perlunya intervensi kebijakan (Pemda, KPUD dan stake holder) dalam bentuk program
dan kegiatan yang bertujuan meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya
partisipasi politik dalam event-event politik kenegaraan.
2.2 Tingkat Pembangunan Sumber Daya Manusia
2.2.1 Capaian Indikator
Nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator penting untuk
menilai kemajuan pembangunan SDM masyarakat. Nilai IPM Provinsi Lampung dalam kurun
waktu 2005 sampai 2008 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2005 IPM
Provinsi Lampung sebesar 68,80 dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 70,10. Peningkatan
nilai IPM di Provinsi Lampung ini didukung pula oleh peningkatan tiga indikator pendukungnya
yaitu indeks kelangsungan hidup, indeks pengetahuan, dan indeks daya beli.
Pembangunan pada bidang pendidikan di Provinsi Lampung telah memperlihatkan
banyak kemajuan. Beberapa kemajuan yang dicapai antara lain, telah terjadi peningkatan
penuntasan Wajib Belajar Sembilan tahun. Dari sisi kebijakan alokasi dana pembangunan,
alokasi dana untuk pendidikan telah meningkat secara bertahap dan pada tahun 2009
mencapai 20% dari belanja langsung. Selain itu, terjadi pula peningkatan Angka Partisipasi
Murni (APM) pada tingkat SD, SMP, dan SMA.
Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator yang sangat penting
dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia. Indikator kesehatan masyarakat antara
lain dapat tergambar pada nilai Umur Harapan Hidup (UHH), angka mortalitas dan morbiditas,
serta status gizi masyarakat.
24
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
30. LAPORAN AKHIR
Analisis Relevansi dan Efektivitas
a. Indeks Pembangunan Manusia
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.1 dapat dilihat bahwa secara nasional nilai indeks pembangunan
manusia cenderung meningkat pada kurun waktu 2004 – 2009. Kecenderungan peningkatan
yang sama terjadi pula pada indeks pembangunan manusia di Provinsi Lampung pada kurun
waktu tersebut. Apabila dicermati, pada Grafik 2.2.1 juga terlihat bahwa angka indeks
pembangunan manusia di Provinsi Lampung masih sedikit berada di bawah angka indeks
pembangunan manusia secara nasional. Fakta ini mencerminkan bahwa ke depan Pemerintah
Provinsi Lampung harus secara khusus mengarahkan program pembangunan yang secara
langsung dapat berdampak terhadap peningkatan nilai IPM, sehingga paling tidak dapat
menyamai pencapaian nilai IPM di tingkat nasional.
Dilihat dari tren peningkatan nilai IPM di tingkat nasional dan Provinsi Lampung yang
cenderung sejalan, terdapat indikasi bahwa ada relevansi antara program di tingkat nasional
25
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
31. LAPORAN AKHIR
dan provinsi. Hanya saja untuk tingkat provinsi efektivitas program peningkatan nilai IPM masih
relatif lebih rendah dibandingkan dengan tingkat nasional. Hal ini disebabkan pada indeks
pembangunan manusia dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu indeks kelangsungan hidup,
pendidikan dan pengetahuan, serta indeks daya beli (gambaran kemampuan masyarakat dalam
mengakses sumberdaya ekonomi) dan ketiga indikator tersebut masih berada di bawah
nasional terutama untuk tingkat pendidikan dan tingkat daya beli masyarakat.
b. Pendidikan
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.2 dapat dilihat bahwa secara nasional angka partisipasi murni tingkat
SD/MI nasional cenderung meningkat pada kurun waktu 2004 – 2009. Pada kurun waktu
tersebut kecenderungan peningkatan yang sama terjadi pula untuk angka partisipasi murni
tingkat SD/MI di Provinsi Lampung. Selain itu, tampak pula bahwa dari tahun 2004 sampai
tahun 2008 angka tingkat partisipasi murni tingkat SD/MI di Provinsi Lampung jauh berada di
atas angka tingkat partisipasi murni tingkat T SD/MI secara nasional. Namun, perlu dicermati
bahwa pada tahun 2008 angka tingkat partisipasi murni tingkat SD/MI di Provinsi Lampung
26
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
32. LAPORAN AKHIR
sudah terlihat hampir sama dengan angka tingkat partisipasi murni tingkat SD/MI secara
nasional. Hal ini perlu diantisipasi dan menjadi perhatian khusus Pemerintah Provinsi Lampung,
untuk segera mengambil langkah-langkah nyata dalam peningkatan partisipasi murni tingkat
SD/MI di Provinsi Lampung karena peningkatan angka partisipasi tersebut relatif mendatar,
sehingga sesungguhnya laju peningkatan relatife kecil.
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.3 dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 – 2009 secara nasional
rata-rata nilai akhir tingkat SMP/MTs cenderung meningkat. Kecenderungan yang sama terjadi
pula untuk rata-rata nilai akhir tingkat SMP/MTs di Provinsi Lampung pada kurun waktu
tersebut. Namun, secara linier tampak bahwa laju peningkatan rata-rata nilai akhir tingkat
SMP/MTs di Provinsi Lampung lebih tinggi dibandingkan dengan laju peningkatan rata-rata
nilai akhir tingkat SMP/MTs pada tingkat nasional. Peningkatan angka rata-rata nilai akhir
tingkat SMP/MTs di Provinsi Lampung sangat signifikan terjadi pada tahun 2005 dan 2008
sehingga melebihi angka persentase secara nasional. Sedangkan untuk tahun 2004 angka rata-
rata nilai akhir tingkat SMP/MTs di Provinsi Lampung sama dengan nasional.
27
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
33. LAPORAN AKHIR
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.4 dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 – 2009 secara nasional
rata-rata nilai akhir tingkat SMA/SMK/MA cenderung meningkat. Kecenderungan yang sama
terjadi pula untuk rata-rata nilai akhir tingkat SMA/SMK/MA di Provinsi Lampung pada kurun
waktu tersebut. Pada Grafik 2.2.4 juga terlihat bahwa dalam kurun waktu 2004 – 2009 angka
rata-rata nilai akhir tingkat SMA/SMK/MA di Provinsi Lampung terlihat hampir sama dengan
rata-rata nilai akhir tingkat SMA/SMK/MA secara nasional, hanya saja pada tahun 2004 dan
2008 rata-rata nilai akhir tingkat SMA/SMK/MA Provinsi Lampung lebih rendah dari rata-rata
nasional.
28
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
34. LAPORAN AKHIR
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.5 dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 – 2009 secara nasional
angka putus sekolah tingkat SD/MI cenderung menurun. Kecenderungan yang sama terjadi
pula untuk angka putus sekolah tingkat SD/MI di Provinsi Lampung pada kurun waktu tersebut.
Selama kurun waktu 2007 – 2008 angka angka putus sekolah tingkat SD/MI di Provinsi
Lampung lebih tinggi dibandingkan dengan angka putus sekolah tingkat SD/MI pada tingkat
nasional, akan tetapi pada tahun 2004 dan 2006 angka putus sekolah tingkat SD/MI Provinsi
Lampung hampir sama dengan angka putus sekolah tingkat SD/MI nasional walupun sedikit
masih lebih rendah, untuk tahun 2005 angka putus sekolah tingkat SD/MI Provinsi Lampung
jauh lebih rendah dari angka putus sekolah tingkat SD/MI nasional. Namun, perlu dicermati
oleh Pemerintah Provinsi Lampung bahwa pada tahun 2007 dan 2008 kecenderungan yang
ada angka putus sekolah tingkat SD/MI di Provinsi Lampung sudah melebihi angka rata-rata
tingkat nasional.
29
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
35. LAPORAN AKHIR
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.6 dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 – 2009 secara nasional
angka putus sekolah tingkat SMP/MTs cenderung meningkat. Kecenderungan yang sama
terjadi pula untuk angka putus sekolah tingkat SMP/MTs di Provinsi Lampung pada kurun waktu
tersebut. Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2004 dan 2005 angka putus
sekolah tingkat SMP/MTs di Provinsi Lampung masih lebih tinggi di bandingkan dengan angka
putus sekolah tingkat SMP/MTs nasional. Namun, selama kurun waktu 2006 – 2008 angka
putus sekolah tingkat SMP/MTs di Provinsi Lampung lebih rendah dibandingkan dengan angka
putus sekolah tingkat SMP/MTs pada tingkat nasional. Hal ini mencerminkan keberhasilan
Pemerintah Provinsi Lampung dalam menekan angka putus sekolah tingkat SMP/MTs.
30
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
36. LAPORAN AKHIR
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.7 dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 – 2009 secara nasional
angka putus sekolah tingkat SMA/SMK/MA relatif konstan. Namun, ada kecenderungan terjadi
peningkatan angka putus sekolah tingkat SMA/SMK/MA di Provinsi Lampung khususnya pada
kurun waktu 2008 – 2009. Selain itu selama kurun waktu 2006 – 2008 angka angka putus
sekolah tingkat SMA/SMK/MA di Provinsi Lampung lebih tinggi dibandingkan dengan angka
putus sekolah tingkat SMA/SMK/MA pada tingkat nasional, meskipun pada tahun 2004 dan
2006 angka putus sekolah tingkat SMA/SMK/MA Provinsi Lampung labih rendah jika
dibandingkan dengan angka putus sekolah tingkat SMA/SMK/MA nasional. Untuk tahun 2006
angka putus sekolah tingkat SMA/SMK/MA Provinsi Lampung dan nasional peninkatan angka
putus sekolah tingkat SMA/SMK/MA sangat signifikan jika dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Hal lain yang perlu dicermati baik di tingkat provinsi maupun nasional
kecenderungan peningkatan persentase angka putus sekolah tingkat SMA/SMK/MA polanya
31
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
37. LAPORAN AKHIR
sama antara tahun 2004 – 2006 dengan tahun 2007 dan 2008 walupun ada penurunan pada
periode 2007 -2008 dibandingkan dengan periode tahun 2004 - 2006.
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.8 dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 – 2009 secara nasional
persentase rata-rata angka melek aksara penduduk yang berumur 15 tahun ke atas cenderung
meningkat. Kecenderungan yang sama terjadi pula untuk persentase rata-rata angka melek
aksara penduduk yang berumur 15 tahun ke atas di Provinsi Lampung pada kurun waktu
tersebut. Pada Grafik 2.2.8 juga terlihat bahwa dalam kurun waktu 2004 – 2009 angka
persentase rata-rata angka melek aksara penduduk yang berumur 15 tahun ke atas di Provinsi
Lampung jauh lebih tinggi dari prosentase rata-rata angka melek aksara penduduk yang
berumur 15 tahun ke atas secara nasional. Akan tetapi peningkatan persentase rata-rata angka
melek aksara penduduk yang berumur 15 tahun ke atas di Provinsi Lampung dari tahun 2006-
2009 relatif sangat kecil atau cenderung mendatar.
32
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung
38. LAPORAN AKHIR
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.9 dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 – 2009 secara nasional
persentase jumlah guru yang layak mengajar tingkat SMP/MTs cenderung meningkat.
Kecenderungan yang sama terjadi pula untuk persentase jumlah guru yang layak mengajar
tingkat SMP/MTs di Provinsi Lampung pada kurun waktu tersebut. Selama kurun waktu 2004 –
2007 jumlah guru yang layak mengajar tingkat SMP/MTs di Provinsi Lampung lebih rendah
dibandingkan dengan persentase jumlah guru yang layak mengajar tingkat SMP/MTs pada
tingkat nasional. Akan tetapi khusus pada tahun 2008 persentase jumlah guru yang layak
mengajar tingkat SMP/MTs Provinsi Lampung lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah guru
yang layak mengajar tingkat SMP/MTs nasional. Garis linier peningkatan persentase jumlah
guru yang layak mengajar tingkat SMP/MTs untuk Provinsi Lampung lebih landai dibandingkan
dengan garis linier untuk nasional. Pada Grafik 2.2.9 juga terlihat bahwa angka prosentase
33
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009
Tim Independen Universitas Lampung