Laporan ini memberikan ringkasan singkat tentang Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Maluku tahun 2010. Laporan ini mengevaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dan relevansi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Maluku. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa sebagian besar prioritas pembangunan di Maluku sesuai dengan
Pelaksanaan agenda Indonesia yang aman dan damai di Provinsi Gorontalo dinilai melalui tiga indikator: tingkat kriminalitas, persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional, dan persentase penyelesaian kasus kejahatan transnasional. Tingkat kriminalitas mengalami peningkatan signifikan pada 2008 namun menurun pada tahun-tahun berikutnya.
Laporan ini merangkum evaluasi kinerja pembangunan Provinsi Bali selama periode RPJMN 2004-2009. Tujuannya adalah menilai capaian indikator pembangunan di lima bidang, yaitu pelayanan publik dan demokrasi, kualitas SDM, pembangunan ekonomi, pengelolaan sumber daya alam, dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Hasil evaluasi diharapkan dapat memberikan masukan untuk perencanaan pembangunan di masa
Laporan ini memberikan ringkasan evaluasi kinerja pembangunan daerah Propinsi Jawa Barat tahun 2009. Evaluasi ini bertujuan untuk menilai capaian hasil pembangunan di bidang pelayanan publik, ekonomi, SDM dan lingkungan hidup serta memberikan rekomendasi kebijakan.
EKPD 2010 di Provinsi NTT dilaksanakan untuk menilai pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan relevansi RPJMD 2009-2013 dengan RPJMN 2010-2014. Tujuannya adalah melihat kontribusi RPJMN terhadap pembangunan daerah dan keterkaitan program antara kedua rencana tersebut. Hasil evaluasi diharapkan dapat menjadi masukan untuk perencanaan pembangunan daerah yang lebih baik.
Laporan ini memberikan ringkasan singkat tentang Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Maluku tahun 2010. Laporan ini mengevaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dan relevansi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Maluku. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa sebagian besar prioritas pembangunan di Maluku sesuai dengan
Pelaksanaan agenda Indonesia yang aman dan damai di Provinsi Gorontalo dinilai melalui tiga indikator: tingkat kriminalitas, persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional, dan persentase penyelesaian kasus kejahatan transnasional. Tingkat kriminalitas mengalami peningkatan signifikan pada 2008 namun menurun pada tahun-tahun berikutnya.
Laporan ini merangkum evaluasi kinerja pembangunan Provinsi Bali selama periode RPJMN 2004-2009. Tujuannya adalah menilai capaian indikator pembangunan di lima bidang, yaitu pelayanan publik dan demokrasi, kualitas SDM, pembangunan ekonomi, pengelolaan sumber daya alam, dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Hasil evaluasi diharapkan dapat memberikan masukan untuk perencanaan pembangunan di masa
Laporan ini memberikan ringkasan evaluasi kinerja pembangunan daerah Propinsi Jawa Barat tahun 2009. Evaluasi ini bertujuan untuk menilai capaian hasil pembangunan di bidang pelayanan publik, ekonomi, SDM dan lingkungan hidup serta memberikan rekomendasi kebijakan.
EKPD 2010 di Provinsi NTT dilaksanakan untuk menilai pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan relevansi RPJMD 2009-2013 dengan RPJMN 2010-2014. Tujuannya adalah melihat kontribusi RPJMN terhadap pembangunan daerah dan keterkaitan program antara kedua rencana tersebut. Hasil evaluasi diharapkan dapat menjadi masukan untuk perencanaan pembangunan daerah yang lebih baik.
Dokumen ini merupakan kata pengantar dari laporan evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2010 yang disusun oleh tim EKPD Universitas Maritim Raja Ali Haji. Laporan ini mengevaluasi capaian pembangunan di Kepulauan Riau berdasarkan agenda pembangunan nasional 2004-2009 dan relevansinya dengan rencana pembangunan daerah."
Dokumen ini membahas latar belakang evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 dan relevansi RPJMN 2010-2014 dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat. Evaluasi dilakukan untuk menilai pencapaian sasaran dan kinerja pembangunan serta menganalisis kesesuaian prioritas antara RPJMD dan RPJMN.
Memori Akhir Jabatan Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumah...Oswar Mungkasa
Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumahan Rakyat menyusun laporan Memori Akhir Jabatan yang mencakup ringkasan kinerja dan pencapaian selama masa tugas 2010-2012. Laporan ini berisi data dan informasi tentang pencapaian target Rencana Strategis Biro, tantangan, dan agenda kegiatan untuk mencapai tujuan.
Laporan ini memberikan ringkasan hasil evaluasi kinerja pembangunan daerah Provinsi Kalimantan Timur tahun 2004-2008. Evaluasi ini menilai capaian indikator pembangunan di bidang pelayanan publik, sumber daya manusia, ekonomi, lingkungan hidup, dan kesejahteraan sosial. Hasil evaluasi diharapkan dapat meningkatkan perencanaan pembangunan di Kalimantan Timur.
Laporan ini mengevaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan relevansi RPJMD Lampung dengan RPJMN 2010-2014. Evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 menilai capaian indikator pada agenda aman dan damai, adil dan demokratis, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Evaluasi relevansi membandingkan prioritas nasional RPJMN dengan prioritas daerah RPJMD Lampung.
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNANDEKPD
Ringkasan dokumen:
1) Dokumen ini membahas latar belakang dan tujuan dilaksanakannya Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) tahun 2009 di Provinsi Sumatera Barat untuk menilai keberhasilan program pembangunan.
2) Metodologi yang digunakan dalam EKPD meliputi penentuan indikator hasil, pemilihan pendekatan evaluasi dengan fokus pada relevansi dan efektivitas, serta pelaksanaan evaluasi dan penyusun
Dokumen tersebut merupakan halaman pengesahan kegiatan KKN-PPM mahasiswa Unlam di desa Ambungan, Tanah Laut. Terdapat 10 mahasiswa yang menyelesaikan kegiatannya selama satu bulan di bawah bimbingan dosen pembimbing dan kerjasama dengan aparat desa.
KEGIATAN PROMOSI PADA SEKSI PROMOSI DAN INFORMASI PASAR DINAS PERINDUSTRIAN D...OktavianiDwiAstuti
Laporan Aktivitas Kegiatan Magang di Dinas Peindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah Bidang Perdagangan Luar Negeri pada Seksi Promosi dan Informasi Pasar
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Perkotaan Cilamaya disusun untuk mendetailkan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang di wilayah tersebut agar pelaksanaan rencananya dapat dilakukan dengan program-program pembangunan yang lebih terarah di kawasan perkotaan Cilamaya sesuai potensi yang ada. Rencana ini memuat latar belakang, tujuan, ruang lingkup, rencana struktur ruang, rencan
Skripsi ini membahas hubungan antara mental lokal dengan perilaku mengemis di Desa Branta Tinggi, Madura. Mental lokal dipengaruhi budaya lokal dan kepercayaan yang menekankan konsumsi tinggi tanpa produksi yang memadai. Hal ini menyebabkan kemiskinan dan perilaku mengemis. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara mental lokal dan perilaku mengemis.
Dokumen tersebut merupakan rencana kerja pemerintah daerah tahun 2012 yang membahas evaluasi kinerja tahun sebelumnya, prioritas program, dan rencana anggaran. Dokumen tersebut membahas capaian indikator ekonomi, sosial, dan pembangunan daerah serta menetapkan prioritas program untuk tahun berikutnya.
EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DALAM RANGKA MENINGKATKAN PEN...Uofa_Unsada
Skripsi ini membahas efektivitas pemungutan pajak kendaraan bermotor di Provinsi DKI Jakarta periode 2010-2014 dalam meningkatkan penerimaan pajak daerah. Pajak kendaraan bermotor merupakan sumber penerimaan pajak daerah terbesar di DKI Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pelaksanaan pemungutan pajak kendaraan bermotor dan efektivitasnya dalam meningkatkan penerimaan serta kendala yang di
Here is a 3 sentence summary of the document in English:
[summary]
The document discusses the design and implementation of a performance audit model for the Audit Board of the Republic of Indonesia to assess the effectiveness of e-government applications in local governments. It aims to develop evaluation criteria to help auditors examine the effectiveness aspect of e-government during performance audits. The study focuses on developing and testing a proposed model based on DeLone and McLean's information systems success model as the framework for evaluating e-government effectiveness.
HASIL EVALUASI KINARJAPEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI MALUKU UTARAEKPD
Seminar nasional mengevaluasi kinerja pembangunan daerah Provinsi Maluku Utara tahun 2009 menemukan beberapa tantangan utama meliputi rendahnya pelayanan publik dan kualitas SDM, terbatasnya infrastruktur ekonomi, belum optimalnya pengelolaan sumber daya alam, serta masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran. Secara umum, indikator-indikator tersebut relevan dengan tujuan pembangunan daerah meskipun bel
Dokumen ini merupakan kata pengantar dari laporan evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2010 yang disusun oleh tim EKPD Universitas Maritim Raja Ali Haji. Laporan ini mengevaluasi capaian pembangunan di Kepulauan Riau berdasarkan agenda pembangunan nasional 2004-2009 dan relevansinya dengan rencana pembangunan daerah."
Dokumen ini membahas latar belakang evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 dan relevansi RPJMN 2010-2014 dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat. Evaluasi dilakukan untuk menilai pencapaian sasaran dan kinerja pembangunan serta menganalisis kesesuaian prioritas antara RPJMD dan RPJMN.
Memori Akhir Jabatan Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumah...Oswar Mungkasa
Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumahan Rakyat menyusun laporan Memori Akhir Jabatan yang mencakup ringkasan kinerja dan pencapaian selama masa tugas 2010-2012. Laporan ini berisi data dan informasi tentang pencapaian target Rencana Strategis Biro, tantangan, dan agenda kegiatan untuk mencapai tujuan.
Laporan ini memberikan ringkasan hasil evaluasi kinerja pembangunan daerah Provinsi Kalimantan Timur tahun 2004-2008. Evaluasi ini menilai capaian indikator pembangunan di bidang pelayanan publik, sumber daya manusia, ekonomi, lingkungan hidup, dan kesejahteraan sosial. Hasil evaluasi diharapkan dapat meningkatkan perencanaan pembangunan di Kalimantan Timur.
Laporan ini mengevaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan relevansi RPJMD Lampung dengan RPJMN 2010-2014. Evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 menilai capaian indikator pada agenda aman dan damai, adil dan demokratis, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Evaluasi relevansi membandingkan prioritas nasional RPJMN dengan prioritas daerah RPJMD Lampung.
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNANDEKPD
Ringkasan dokumen:
1) Dokumen ini membahas latar belakang dan tujuan dilaksanakannya Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) tahun 2009 di Provinsi Sumatera Barat untuk menilai keberhasilan program pembangunan.
2) Metodologi yang digunakan dalam EKPD meliputi penentuan indikator hasil, pemilihan pendekatan evaluasi dengan fokus pada relevansi dan efektivitas, serta pelaksanaan evaluasi dan penyusun
Dokumen tersebut merupakan halaman pengesahan kegiatan KKN-PPM mahasiswa Unlam di desa Ambungan, Tanah Laut. Terdapat 10 mahasiswa yang menyelesaikan kegiatannya selama satu bulan di bawah bimbingan dosen pembimbing dan kerjasama dengan aparat desa.
KEGIATAN PROMOSI PADA SEKSI PROMOSI DAN INFORMASI PASAR DINAS PERINDUSTRIAN D...OktavianiDwiAstuti
Laporan Aktivitas Kegiatan Magang di Dinas Peindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah Bidang Perdagangan Luar Negeri pada Seksi Promosi dan Informasi Pasar
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Perkotaan Cilamaya disusun untuk mendetailkan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang di wilayah tersebut agar pelaksanaan rencananya dapat dilakukan dengan program-program pembangunan yang lebih terarah di kawasan perkotaan Cilamaya sesuai potensi yang ada. Rencana ini memuat latar belakang, tujuan, ruang lingkup, rencana struktur ruang, rencan
Skripsi ini membahas hubungan antara mental lokal dengan perilaku mengemis di Desa Branta Tinggi, Madura. Mental lokal dipengaruhi budaya lokal dan kepercayaan yang menekankan konsumsi tinggi tanpa produksi yang memadai. Hal ini menyebabkan kemiskinan dan perilaku mengemis. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara mental lokal dan perilaku mengemis.
Dokumen tersebut merupakan rencana kerja pemerintah daerah tahun 2012 yang membahas evaluasi kinerja tahun sebelumnya, prioritas program, dan rencana anggaran. Dokumen tersebut membahas capaian indikator ekonomi, sosial, dan pembangunan daerah serta menetapkan prioritas program untuk tahun berikutnya.
EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DALAM RANGKA MENINGKATKAN PEN...Uofa_Unsada
Skripsi ini membahas efektivitas pemungutan pajak kendaraan bermotor di Provinsi DKI Jakarta periode 2010-2014 dalam meningkatkan penerimaan pajak daerah. Pajak kendaraan bermotor merupakan sumber penerimaan pajak daerah terbesar di DKI Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pelaksanaan pemungutan pajak kendaraan bermotor dan efektivitasnya dalam meningkatkan penerimaan serta kendala yang di
Here is a 3 sentence summary of the document in English:
[summary]
The document discusses the design and implementation of a performance audit model for the Audit Board of the Republic of Indonesia to assess the effectiveness of e-government applications in local governments. It aims to develop evaluation criteria to help auditors examine the effectiveness aspect of e-government during performance audits. The study focuses on developing and testing a proposed model based on DeLone and McLean's information systems success model as the framework for evaluating e-government effectiveness.
HASIL EVALUASI KINARJAPEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI MALUKU UTARAEKPD
Seminar nasional mengevaluasi kinerja pembangunan daerah Provinsi Maluku Utara tahun 2009 menemukan beberapa tantangan utama meliputi rendahnya pelayanan publik dan kualitas SDM, terbatasnya infrastruktur ekonomi, belum optimalnya pengelolaan sumber daya alam, serta masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran. Secara umum, indikator-indikator tersebut relevan dengan tujuan pembangunan daerah meskipun bel
Rencana kerja tim evaluasi meliputi evaluasi capaian prioritas nasional 2010-2011 berdasarkan RPJMN, relevansi isu strategis nasional dengan kondisi daerah, dan evaluasi tematik. Tujuannya untuk mengetahui tingkat pencapaian target, relevansi kebijakan, serta masalah spesifik di daerah. Hasilnya berupa dokumen evaluasi capaian, relevansi, dan tematik.
Evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di Provinsi Sulawesi Barat menunjukkan capaian yang beragam untuk ketiga agenda pembangunan. Pencapaian indikator keamanan dan demokrasi masih perlu ditingkatkan, sementara indikator pendidikan dan kesehatan mengalami kemajuan. Evaluasi relevansi RPJMD Provinsi dengan RPJMN 2010-2014 menunjukkan sejumlah keselarasan program, namun perlu penyesuaian prioritas lokal.
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRATEKPD
Tim evaluasi melakukan evaluasi kinerja pembangunan di Sulawesi Utara untuk periode 2004-2008 dengan tujuan menilai capaian sasaran pembangunan dan memberikan rekomendasi. Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen dan wawancara. Hasil evaluasi digunakan untuk meningkatkan perencanaan pembangunan di masa depan.
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAMEKPD
Dokumen tersebut memberikan ringkasan singkat tentang 3 hal utama:
1) Latar belakang dan tujuan dilaksanakannya evaluasi kinerja pembangunan daerah Kalimantan Selatan untuk menilai relevansi dan efektivitas pembangunan daerah tersebut.
2) Metodologi yang digunakan dalam evaluasi tersebut meliputi pengukuran kinerja berdasarkan relevansi dan efektivitas serta penentuan capaian indikator hasil berdasarkan
Laporan ini merupakan hasil evaluasi kinerja pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Barat tahun 2009. Evaluasi ini bertujuan untuk menilai relevansi dan efektivitas pembangunan daerah serta manfaat yang dirasakan masyarakat. Metode yang digunakan meliputi pengamatan langsung, pengumpulan data primer melalui FGD, dan sekunder dari berbagai instansi. Laporan ini berisi analisis capaian indikator pembangunan di
Berdasarkan data kriminalitas di Sumatera Utara antara tahun 2007-2009:
1. Jumlah kasus prioritas meningkat namun tingkat penyelesaiannya menurun
2. Kasus narkoba dan judi merupakan jenis kejahatan dengan jumlah terbanyak
3. Tingkat penyelesaian kasus narkoba dan judi masih di atas 90%
BUKU INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2011ervinayulianti
Publikasi ini menyajikan indikator kesejahteraan rakyat Kabupaten Paser tahun 2011 yang meliputi data demografi, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, perumahan, dan pengeluaran rumah tangga. Data diperoleh dari berbagai sumber primer dan sekunder serta disusun untuk menggambarkan perkembangan sosial ekonomi masyarakat Paser.
Dokumen ini berisi draft laporan akhir evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) tahun 2010 provinsi Bali. Laporan ini menganalisis capaian indikator pembangunan di Bali berdasarkan agenda pembangunan nasional 2004-2009 dan relevansi program pembangunan nasional 2010-2014 dengan program daerah Bali. Tim evaluasi mengumpulkan data dan melakukan diskusi dengan pemerintah daerah untuk menyusun laporan ini guna menilai pelaksanaan p
Kata pengantar daftar isi & istilah 31 agust 2012-revisi 4_finalSuhardi Bae
Dokumen tersebut membahas tentang Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui pemberdayaan masyarakat. Salah satu komponennya adalah Peningkatan Penghidupan Masyarakat Berbasis Komunitas (PPMK) yang berfokus pada penguatan kelompok masyarakat miskin untuk meningkatkan pendapatan secar
Buku Saku Pembangunan Permukiman dan Perumahan Oswar Mungkasa
Data menunjukkan persentase rumah tangga di Indonesia yang memiliki akses terhadap sumber air minum layak antara tahun 1993-2010. Pada tahun 2010, provinsi dengan persentase tertinggi adalah DKI Jakarta (99,9%), DI Yogyakarta (99,7%), dan Bali (99,6%), sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Papua (48,4%), Nusa Tenggara Barat (55,7%), dan Aceh (29%).
Studi Manajemen Utang LN & DN Pemerintah & Assessment Terhadap Optimal BorrowingBadan Kebijakan Fiskal
Laporan ini membahas tiga hal utama: (1) menganalisis alternatif terbaik kebijakan pembiayaan APBN jangka menengah, (2) menilai efisiensi utang dalam dan luar negeri, dan (3) merekomendasikan reprofiling obligasi pemerintah. Hasil analisis menunjukkan bahwa rasio utang Indonesia masih aman tetapi perlu mengkonversi utang luar negeri menjadi dalam negeri. Utang luar negeri lebih tidak efisien diband
Kajian Dampak Implementasi Perencanaan Pembangunan Daerah di KalimantanTri Widodo W. UTOMO
Seri Penelitian Administrasi Negara
PKP2A III LAN Samarinda
Tahun 2010
(mendokumentasikan hasil kerja lebih 1 dekade yang lalu, sebagai salah satu legacy agar tetap bisa memberi kemanfaatan bagi publik)
Pedoman ini membahas konsep Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) sebagai pendekatan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat. Dokumen ini menjelaskan prinsip dasar STBM, pilar-pilar program, strategi utama, kelembagaan, pendanaan, pemantauan, dan pengelolaan pengetahuan program STBM.
Laporan ini merangkum kegiatan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan tahun 2014. Meliputi penelitian dan diseminasi teknologi, kerjasama, pelayanan pengkajian, pengelolaan sarana prasarana, serta pendampingan program strategis Kementerian Pertanian. Laporan ini bertujuan melaporkan capaian kinerja dan pertanggungjawaban penggunaan dana BPTP Sumatera Selatan tahun 2014.
Similar to Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal (20)
Dokumen tersebut membahas rencana kerja tim evaluasi pelaksanaan pembangunan daerah tahun 2011. Terdiri dari tiga komponen utama yaitu evaluasi capaian prioritas nasional 2010-2011 berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, evaluasi relevansi isu strategis, sasaran, dan kebijakan dalam rencana pembangunan, serta evaluasi tematik di setiap daerah."
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera SelatanEKPD
Tim evaluasi EKPD Universitas Sriwijaya akan melakukan evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2011. Evaluasi ini akan menilai capaian prioritas nasional, relevansi dengan RPJMN, dan masalah tematik. Hasil evaluasi diharapkan memberikan masukan untuk perencanaan pembangunan di Sumatera Selatan dan nasional.
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi SelatanEKPD
Laporan awal evaluasi kinerja pembangunan daerah provinsi Sulawesi Selatan tahun 2011 memberikan gambaran umum tentang latar belakang, tujuan, sasaran, keluaran, dan rencana kerja evaluasi. Evaluasi akan fokus pada penilaian capaian prioritas nasional 2010-2011, relevansi isu strategis RPJMN dengan kondisi daerah, dan evaluasi tematik. Tim evaluasi terdiri atas delapan anggota dari berbagai disiplin ilmu.
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi BaratEKPD
Dokumen ini membahas rencana kerja tim evaluasi kinerja pembangunan daerah di Provinsi Sulawesi Barat. Tim akan melakukan (1) evaluasi capaian prioritas nasional RPJMN 2010-2011, (2) analisis relevansi RPJMN dengan kondisi daerah, dan (3) evaluasi tematik untuk menghasilkan masukan kebijakan. Tim terdiri atas delapan anggota dari Universitas Negeri Makassar dan akan mengumpulkan data sekunder dan primer mel
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Papua Barat dilakukan untuk menilai pencapaian target prioritas nasional RPJMN 2010-2014 dan relevansi kebijakan dengan kondisi daerah, serta masalah spesifik melalui evaluasi tematik. Tim EKPD Provinsi Papua Barat terdiri dari delapan anggota dari Universitas Negeri Papua.
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratEKPD
Dokumen tersebut membahas rencana kerja tim evaluasi kinerja pembangunan daerah provinsi Nusa Tenggara Barat. Tim akan mengevaluasi capaian prioritas nasional 2010-2011, relevansi isu strategis, sasaran, arah kebijakan, dan strategi pengembangan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 dengan kondisi di provinsi tersebut, serta masalah spesifik melalui evaluasi tematik di setiap daerah.
Ringkasan dokumen:
Dokumen tersebut membahas latar belakang dan tujuan evaluasi kinerja pembangunan daerah di Provinsi Maluku Utara. Tim evaluasi telah dibentuk dan membuat rencana kerja yang meliputi pembagian tugas, pengumpulan data, dan penyusunan laporan. Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui capaian prioritas nasional dan relevansi dengan kondisi daerah serta masalah spesifik yang dihadapi.
Laporan awal tim evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) Provinsi Lampung tahun 2011 membahas (1) latar belakang evaluasi berdasarkan peraturan dan tujuan evaluasi, (2) rencana kerja tim EKPD yang meliputi evaluasi capaian prioritas nasional 2010-2011 dan relevansi strategi RPJMN dengan kondisi Lampung, serta (3) susunan anggota tim EKPD. Laporan ini bertujuan melengkapi data dasar dan mengetahui tingkat pencapa
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan RiauEKPD
Dokumen ini membahas rencana kerja tim evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau tahun 2011. Tim akan mengevaluasi capaian prioritas nasional 2010-2011, relevansi RPJMN 2010-2014 dengan kondisi provinsi, dan isu-isu tematik di setiap kabupaten/kota. Tim terdiri dari dosen Universitas Maritim Raja Ali Haji dengan latar belakang ilmu yang beragam.
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TenganEKPD
Ringkasan dokumen:
Dokumen ini membahas rencana kerja tim evaluasi provinsi Kalimantan Tengah untuk evaluasi kinerja pembangunan daerah tahun 2011. Tim akan mengevaluasi capaian prioritas nasional 2010-2011, relevansi RPJMN 2010-2014 dengan kondisi daerah, dan evaluasi tematik. Tim akan melakukan persiapan dengan diskusi internal, pembagian tugas, dan penetapan jadwal. Data akan dikumpulkan dari Bappeda, BPS, dan SK
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan SelatanEKPD
Laporan awal ini membahas rencana kerja tim evaluasi kinerja pembangunan daerah provinsi
Kalimantan Selatan untuk tahun 2011, meliputi evaluasi capaian prioritas nasional, relevansi
RPJMN dengan kondisi daerah, dan evaluasi tematik. Rencana kerjanya mencakup pengumpulan
data, analisis, diskusi dengan stakeholder, dan penyusunan laporan.
Laporan ini memberikan ringkasan rencana kerja tim evaluasi kinerja pembangunan daerah Provinsi Jawa Timur tahun 2011. Rencana kerja terdiri dari evaluasi capaian prioritas nasional 2010-2011, relevansi isu strategis RPJMN dengan kondisi Jawa Timur, dan evaluasi tematik di Jawa Timur.
Laporan awal ini membahas rencana kerja tim evaluasi kinerja pembangunan daerah Provinsi Jambi tahun 2011. Rencana kerja tersebut meliputi evaluasi capaian prioritas nasional 2010-2011 berdasarkan RPJMN 2010-2014, relevansi isu strategis dan sasaran RPJMN dengan kondisi Jambi, serta evaluasi tematik isu strategis provinsi. Pelaksanaan evaluasi akan mengacu pada indikator capaian prioritas nasional dan target tahunan dalam RPJMN.
Panduan untuk memilih mata pelajaran pilihan yang akan dilaksanakan di jenjang SMK, yang mana sebagian besar sudah melakasanakan kurikulum merdeka. mata pelajaran pilihan bisa dipilih dari konsentrasi yang ada di sekolah, atau bisa juga memilih matqa pelajaran diluar konsentrasi keahlian yang dimiliki, dengan catatan sarana dan prasarana tersedia untuk melaksanakan pembelajaran.
Materi ini membahas tentang defenisi dan Usia Anak di Indonesia serta hubungannya dengan risiko terpapar kekerasan. Dalam modul ini, akan diuraikan berbagai bentuk kekerasan yang dapat dialami anak-anak, seperti kekerasan fisik, emosional, seksual, dan penelantaran.
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024Kanaidi ken
Dlm wktu dekat, Pelatihan/WORKSHOP ”CSR/TJSL & Community Development (ISO 26000)” akn diselenggarakan di Swiss-BelHotel – BALI (26-28 Juni 2024)...
Dgn materi yg mupuni & Narasumber yg kompeten...akn banyak manfaat dan keuntungan yg didpt mengikuti Pelatihan menarik ini.
Boleh jga info ini👆 utk dishare_kan lgi kpda tmn2 lain/sanak keluarga yg sekiranya membutuhkan training tsb.
Smga Bermanfaat
Thanks Ken Kanaidi
2. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
KATA PENGANTAR
Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pemerintah
(Bappenas) berkewajiban untuk melakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana
pelaksanan RPJMN 2004-2009 di daerah. Bappenas dalam melakukan evaluasi
berkerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia untuk melaksanakan
kegiatan evaluasi di daerah masing-masing.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) tahun 2010 di Provinsi
Sulawesi Tenggara secara umum bertujuan; untuk mengevaluasi pelaksanaan
RPJMN 2004-2009 dan menganalisis kontribusi pada pembangunan di daerah; dan
untuk menganalisis keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam RPJMN 2010-
2014 dengan prioritas/program yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi dengan menggunakan pendekatan diskripsi
kuantitatif dengan memperhatikan kaidah-kaidah SMART (Specific, Measurable,
Attainable, Relevant, dan Timely).
Pencapaian hasil yang optimal hanya dapat dilakukan jika kegiatan evaluasi
ini didukung oleh tim yang multidisipliner. Tim EKPD Sulawesi Tenggara tahun 2010
didukung oleh tim yang berlatar belakang ilmu ekonomi sumberdaya alam,
menajemen sumberdaya pesisir, ilmu penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat,
ilmu adminitrasi pemerintah, ilmu sosial dan pendidikan, ilmu ekonomi
pembangunan dan Kesehatan Masyarakat.
Laparan ini diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi tim evaluasi dalam
melakukan kegaiatn evaluasi dan sebagai bahan Tim sekretariat Nasional untuk
melakukan Berkoordinasi dengan tim evaluasi provinsi untuk mengetahui
perkembangan pekerjaan dan memastikan perkembangan pekerjaan sesuai dengan
waktu yang ditetapkan
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan masukan dalam rangka memperlancar kegiatan EKPD ini. Secara
khusus kami mengucapkan terima kasih kepada semua stakeholders daerah dan
pusat yang telah memberikan kontribusi pemikiran, informasi dan data sebagai
bahan penyusunan laporan akhir EKPD 2010.
Kendari, Desember 2010
Rektor Universitas Haluoleo,
Prof. Dr. H. Usman Rianse
NIP. 19620204 198703 1 004
3. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………….…..….…………………………………….…...…. i
DAFTAR ISI ………………………………………………..…………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang ...................………………………………………………. 1
1.2 Tujuan dan Keluaran Evalusi ….…………………………………………. 2
BAB II HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009 …….......……… 3
A. Agenda Pembangunan Indonesia Yang Aman dan Damai ……….….. 3
1. Indikator ....................................................................................... 4
1.1. Indeks Kriminal ...................................................................... 4
1.2. Indikator Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan
Konvensional ........................................................................ 5
1.3. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional .. 6
2. Analisis Pencapaian Indikator ……………………………………….. 6
3. Rekomendasi Kebijakan ……………………………………………… 9
B. Mewujudkan Indonesia Yang Adil dan Demokratis .............................. 10
1. Indikator ......................................................................................... 10
1.1. Pelayanan Publik ................................................................... 10
1.2. Indikator Demokrasi Publik .................................................... 10
2. Analisis Pencapaian Indikator ………………………………………… 13
2.1 Indikator Pelayanan Publik ..................................................... 13
2.2 Persentase Kab/Kota Memiliki Perda Pelayanan Satu Atap... 20
2.3 Persentase SKPD Provinsi Memiliki Pelaporan Keuangan WTP 22
2. Analisis Pencapaian Indikator Demokrasi Publik ............................ 24
3. Rekomendasi Kebijakan ................................................................. 38
C. Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat ..................................... 41
1. Indikator ............................................................................................ 41
1.1. Indikator Pendidikan .................................................................. 41
1.2. Indikator Kesehatan ................................................................... 43
1.3. Indikator Keluarga Berencana .................................................. 48
1.4. Indikator Makro Ekonomi dan Investasi..................................... 50
1.5. Infrastruktur ………………………………………………………. 52
4. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
1.6 Indikator Pertanian …………………………………………………. 53
1.7. Indikator Kehutanan ................................................................... 55
1.8. Indikator Kelautan …………………………………………………… 56
1.9. Indikator Kesejahteraan Sosial ……………………………………. 57
2. Analisis Pencapaian Indikator ………………………………………….. 59
3. Rekomendasi Kebijakan ..................................................................... 85
3.1. Indikator Pendidikan ................................................................... 85
3.2. Indikator Kesehatan dan Keluarga Berencana ............................ 85
3.3. Indikator Makro Ekonomi ............................................................. 86
3.4. Indikator Pertanian, Kehutanan dan Kelautan.............................. 87
3.5. Indikator Kesejahteraan Sosial .................................................... 88
BAB III. RELEVANSI RPJMN 2010-2014 DENGAN RPJMD PROVINSI
SULAWESI TENGGARA ...............................................................…… 89
1. Pengantar ....................................................................................... 89
2. Tabel Relevansi RPJM Nasional dan RPJMD Sulawesi Tenggara.. 89
3. Rekomendasi .................................................................................. 105
BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................ 109
1. Kesimpulan ..................................................................................... 109
2. Rekomendasi .................................................................................. 110
5. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2 Persentase Umur Harapan Hidup Penduduk di Sulawesi 45
Tenggara .......................................................................................
Tabel 3 Persentase Angka Kematian Bayi di Provinsi Sulawesi Tenggara 46
Tabel 4 Persentase Prevalensi Gizi Buruk di Sulawesi Tenggara 46
Tabel 5 Persentase Prevalensi Gizi Kurang di Sulawesi Tenggara 47
Tabel 6 Persentase penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate) di 48
Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabel 7. Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Sulawesi Tenggara 49
Tabel 8. Kinerja Makro Ekonomi Sulawesi Tenggara (2004-2009) 50
Tabel 9. Perkembangan Investasi Domestik dan Investasi Asing di 51
Sulawesi Tenggara
Tabel 10. Perkembangan Kondisi Jalan di Sulawesi Tenggara 52
Tabel 11. Nilai Tukar Petani (NTP) di Sulawesi Tenggara Tahun 2008-2009 54
Tabel 12. PDRB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku (Rp. Juta) 55
Tabel 13. Persentase Luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan
kritis di Sulawesi Tenggara dan Nasional Tahun 2004-2008 55
Tabel 14. Capaian indicator keluaran (output) jumlah tindak pidana
perikanan di Sulawesi Tenggara dan Nasional Tahun 2004- 56
2009
Tabel 15. Luas Kawasan Konservasi Laut di Sulawesi Tenggara dan 57
Nasional Tahun 2004-2009
Tabel 16. Persentase Penduduk Miskin Di Sulawesi Tenggara 2004-2009 57
Tabel 17. Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2004-2009 58
Tabel 18. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Perusahaan (Sedang dan Besar) 58
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2004-2009
Tabel 19. Evaluasi Relevansi RPJMN 2010-2014 dengan RPJMD Provinsi 90
Sulawesi Tenggara 2008-2013 dari Aspek Prioritas
Pembangunan dan Program Aksi
6. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1 Persentase Kasus Konvensional yang terselesaikan
dibandingkan yang dilaporkan di Polda Sultra …………………….. 6
Gambar 2 Persentase Kasus Kejahatan Transnasional yang terselesaikan
selama tahun 2004-2009 ............................................................... 7
Gambar 3 Persentase kasus korupsi terselesaikan di Polda Sultra, tahun
2005-2009 ……………………………………………………………... 16
Gambar 4 Persentase Kasus Tindak Pidana Korupsi pada Kejaksaan
Tinggi Sulawesi Tenggara yang ditangani dibanding dengan
yang dilaporkan dalam kurun waktu 2004-2009 …………………... 17
Gambar 5 Persentase jumlah SKPD di Sultra yang laporan keuangannya
WTP ............................................................................................... 20
Gambar 6 Perkembangan Capaian Angka Usia Harapan Hidup Penduduk
Sulawesi Tenggara dalam kurun Waktu 2005 sampai dengan
2009 ............................................................................................... 23
Gambar 7. Angka Kematian Bayi/1000 Kelahiran Hidup di Sulawesi
Tenggara Selama Lima Tahun Terakhir (Tahun 2005-2009) ........ 23
Gambar 8. Angka kematian ibu melahirkan/100.000 kelahiran hidup (KH) ..... 24
Gambar 10. Persentase angka melek huruf perempuan berusia
di atas 15 tahun, Sultra tahun 2004-2009 ...................................... 25
Gambar 11. Grafik Persentase Perempuan dalam Angkatan Kerja .................. 26
Gambar 12 Persentase Jumlah Perempuan di DPRD se Sultra, periode
. tahun 2004-2009 dan 2009-2014 ................................................... 27
Gambar 13 Persentase APK dan AMH ............................................................. 58
Gambar 14. Persentase APS dan AMH …………………………………………... 59
Gambar 15. Persentase APS dan AMH …………………………………………... 60
Gambar 16 Trend Angka Kematian Bayi di Provinsi Sulawesi Tenggara ......... 61
Gambar 17 Trend penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate) di
Provinsi Sulawesi Tenggara .......................................................... 63
Gambar 18 Trend Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Sulawesi
Tenggara ....................................................................................... 65
Gambar 19. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi Tenggara ...................... 66
Gambar 20. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi Tenggara ...................... 68
Gambar 21 Laju Inflasi di Sulawesi Tenggara ................................................. 69
7. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
Gambar 22. Nilai Realisasi Investasi PMA di Sulawesi Tenggara ................... 71
Gambar 23. Nilai Realisasi Investasi PMDN di Sulawesi Tenggara ................ 72
Gambar 24. Persentase Jalan Nasional Dalam Kondisi Baik di Sultra ............. 74
Gambar 25. Persentase Jalan Nasional Dalam Kondisi Sedang di Sultra ........ 75
Gambar 26. Persentase Jalan Nasional Dalam Kondisi Rusak di Sultra .......... 76
Gambar 27. Kondisi Jalan Nasional di Sulawesi Tenggara Tahun 2007 .......... 76
Gambar 28. Kondisi Jalan Nasional Tahun 2009 di Sulawesi Tenggara .......... 77
Gambar 29 Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tenggara................... 78
Gambar 30 Persentase Luas Lahan Rehabilitasi dalam Hutan terhadap
Lahan Kritis ................................................................................... 79
Gambar 31 Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sulawesi Tenggara 2004-
2009 .............................................................................................. 80
Gambar 32 Tingkat pengangguran terbuka Provinsi Sulawesi Tenggara
2004-2009 ..................................................................................... 81
Gambar 32 Daya serap tenaga kerja menurut perusahaan di Provinsi Sulwesi
Tenggara 2004-2009 ..................................................................... 82
Gambar 34 Analisis dengan indikator pendukung ............................................ 82
8. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang
Menurut Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), kegiatan evaluasi merupakan salah
satu dari empat tahapan perencanaan pembangunan yang meliputi penyusunan,
penetapan, pengendalian perencanaan serta evaluasi pelaksanaan perencanaan.
Sebagai suatu tahapan perencanaan pembangunan, evaluasi harus dilakukan
secara sistematis dengan mengumpulkan dan menganalisis data serta informasi
untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan dilaksanakan.
Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan. Sesuai
dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pemerintah
(Bappenas) berkewajiban untuk melakukan evaluasi pelaksanan RPJMN 2004-2009.
Di dalam pelaksanaan evaluasi dilakukan dua bentuk yang berkaitan
dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Pertama
adalah evaluasi atas pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan yang kedua penilaian
keterkaitan antara RPJMD dengan RPJMN 2010-2014. Metode yang digunakan
evaluasi adalah Evaluasi ex-post. Evaluasi ex-post bertujuan untuk melihat
efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran) dengan mengacu pada 3 (tiga)
agenda RPJMN 2004 - 2009 (agenda Aman dan Damai; Adil dan Demokratis; serta
Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat). Untuk mengukur kinerja yang telah dicapai
dalam pelaksanaan ketiga agenda tersebut, diperlukan identifikasi dan analisis
indikator pencapaian.
Metode yang digunakan dalam evaluasi relevansi RPJMD Provinsi dengan
RPJMN 2010-2014 adalah membandingkan keterkaitan 11 prioritas nasional dan 3
prioritas lainnya dengan prioritas daerah serta mengidentifikasi potensi lokal dan
prioritas daerah yang tidak ada dalam RPJMN 2010-2014. Prioritas nasional dalam
RPJMN 2010-2014 adalah 1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, 2) Pendidikan, 3)
Kesehatan, 4) Penanggulangan Kemiskinan, 5) Ketahanan Pangan, 6) Infrastruktur,
7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha, 8) Energi, 9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan
Bencana, 10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, & Pasca-konflik, 11)
Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi dan 3 prioritas lainnya yaitu 1)
1
9. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
Kesejahteraan Rakyat lainnya, 2) Politik, Hukum, dan Keamanan lainnya, 3)
Perekonomian lainnya.
Hasil dari EKPD 2010 diharapkan dapat memberikan umpan balik pada
perencanaan pembangunan daerah untuk perbaikan kualitas perencanaan di
daerah. Selain itu, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar bagi pemerintah
dalam mengambil kebijakan pembangunan daerah.
Pelaksanaan EKPD dilakukan secara eksternal untuk memperoleh masukan
yang lebih independen terhadap pelaksanaan RPJMN di daerah. Berdasarkan hal
tersebut, Bappenas cq. Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan melaksanakan
kegiatan EKPD yang bekerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi selaku evaluator
eksternal dan dibantu oleh stakeholders daerah.
1.2. Tujuan dan Keluaran Evaluasi
Tujuan kegiatan evaluasi adalah:
1. Untuk mengevaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan menganalisis
kontribusi pada pembangunan di daerah;
2. Untuk menganalisis keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam RPJMN 2010-
2014 dengan prioritas/program yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi. Keluaran yang diharapkan dari kegiatan
evaluasi meliputi: Tersedianya dokumen evaluasi pencapaian pelaksanaan
RPJMN 2004-2009 untuk setiap provinsi dan tersedianya dokumen evaluasi
keterkaitan RPJMD Provinsi dengan RPJMN 2010-2014.
2
10. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
BAB II
HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009
A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI
Dua dari tiga visi utama pembangunan Indonesia tahun 2004 – 2009
adalah terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang aman,
bersatu, rukun dan damai; serta terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara
yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan, dan hak asasi manusia. Untuk
mewujudkan visi dimaksud telah dijabarkan sasaran target dan program
pembangunan nasional sebagaimana dicanangkan dalam RPJMN 2004-2009.
Dalam upaya membangunan Indonesia yang aman dan damai misalnya
telah digariskan berbagai rancangan kebijakan seperti peningkatan kemampuan
pertahanan Negara dengan maksud untuk meningkatkan profesionalisme aparat
keamanan baik dalam hal modernisasi peralatan pertahanan negara dan
teknologi pendukungnya, dan mereposisi peran TNI dalam kehidupan sosial-
politik, mengembangkan secara bertahap dukungan pertahanan, serta
meningkatkan kesejahteraan prajurit dalam upama memaksimalkan kinerja
aparat keamanan dalam menjalankan tugas pokok dan funsinya.
Pemerintah secara nasional telah menelorkan berbagai bentuk program
terkait dalam rangka mewujudkan visi di atas terutama dalam kaitannya dengan
peningkatan rasa aman dan damai diantaranya peningkatan keamanan,
ketertiban dan penanggulangan kriminalitas mulai dari perkotaan sampai di
pelosok tanah air, yang diwujudkan melalui penegakkan hukum dengan tegas,
adil, dan tidak diskriminatif; meningkatkan kemampuan lembaga keamanan
negara; meningkatkan peran serta masyarakat untuk mencegah kriminalitas dan
gangguan keamanan dan ketertiban di lingkungannya masing-masing,
menanggulangi dan mencegah tumbuhnya permasalahan yang berkaitan dengan
penggunaan dan penyebaran dan konsumsi narkoba, baik dalam negeri maupun
transnasional, meningkatkan kesadaran akan hak-hak dan kewajiban hukum
masyarakat, serta memperkuat kerjasama internasional untuk memerangi
kriminalitas dan kejahatan lintas Negara secara umum.
3
11. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
1. Indikator
1.1. Indeks Kriminal
Dalam banyak fakta, upaya membangun dan mewujudkan rasa aman dan
damai di kalangan masyarakat terus dilakukan dan telah menunjukkan kemajuan.
Pada level nasional terutama di daerah tempat persembunyian kelompok
terorisme telah berhasil diungkap dan diawasi secara ketat oleh aparat
keamanan terutama kepolisian. Hanya saja, dalam fakta lainnya, di berbagai
daerah termasuk di Sulawesi Tenggara sampai tahun 2009 ini, masih saja terjadi
berbabagi kejahatan bagi kejahatan konvensional maupun dan perompakan
sumber daya alam seperti ilegal loging dan ilegal fishing yang sampai saat ini
masih menjadi permasalahan yang belum dituntaskan.
Berbagai kejahatan konvensional seperti tindakan kriminalitas (pencurian
dan perampokan) masih terus terjadi. Kasus seperti itu tentu saja sangat
menghawatirkan karena menggangu rasa aman dan ketentraman hidup dalam
masyarakat di daerah. Praktek ilegal loging hasil hutan terus terjadi selama tahun
2004 hingga 2009, terutama pencurian kayu jati di Kabupaten Muna, Sulawesi
Tenggara yang telah merugikan Negara, merusak lingkungan hidup dan
ekosistem penyangka kelestarian sumber mata air bagi masyarakat. Selain itu,
kejahatan transnasional juga terus terjadi sampai di daerah yang tidak
berbatasan langsung dengan Negara lain seperti Sulawesi Tenggara, berupa
penyelundupan barang bekas, antar negara dari Singapura ke Indonesia, dan
penjualan hasil hutan seperti rotan ke Singapur dan malaysia masih terjadi.
Beberapa penyebab adanya berbagai kejahatan itu antara lain perilaku
hidup masyarakat yang tidak patuh aturan, dorongan untuk memperkaya diri
sendiri, termasuk karena desakan ekonomi sebagai alasan klasik yang menjadi
penyebab lahirnya berbagai kajahatan dalam masyarakat. Luas wilayah
dibandingkan jumlah aparat keamanan masih terbatas, anggaran operasional
dan peralatan teknologi terbatas masih menjadi alasan (pada level pusat maupun
daerah), mengapa praktek kejahatan baik konvensional maupu transnasional
terus terjadi. Namun hal itu bukanlah satu-satunya penyebab yang membuat
kejahatan terus berlangsung. Hal yang paling utama adalah komitmen dan
profesionalisme aparat keamanan (TNI, Polisi dan Bantuan Polisi) dalam
menjalankan tupoksi dalam memberikan perlindungan terhadap asset Negara
dan kehidupan masyarakat belum maksimal.
4
12. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
Kasus illegal loging yakni penebangan secara liar kayu jati yang terjadi di
Pulau Muna Sulawei Tenggara, terkesan lebih disebabkan oleh kurang
profesionalnya aparat keamanan, termasuk penguasa setempat dalam
mengawal potensi hasil hutan. Bahkan ada fenomena bahwa ada sejumlah
oknum aparat yang seharusnya mengamankan hasil hutan, justru tutup mata
dengan praktek penebangan kayu jati secara liar yang terjadi di wilayah itu.
Khusus kasus terorisme yang menjadi kekhawatiran nasional tidak terjadi
di Sulawesi Tenggara. Fenomena yang terjadi adalah isu-isu provokasi yang
menjurus pada konflik horizontal antar kelompok yang terjadi selama periode
tahun 2004-2009. Kasus ini sering terkait dengan pelaksanaan Pilkada langsung,
yang seringkali mencuat di permukaan ketika pertarungan politik dalam pilkada
melahirkan ketidakpuasan diantara para pendukung calon kepala daerah, baik
dalam proses pemilihan Walikota, Bupati maupun pemilihan Gubernur. Bentuk
kerawanan yang lain adalah konflik antar kelompok pemuda di kota Kendari yang
sering mengarah pada konflik antar etnik di kota Kendari. Peluang terjadinya
konflik horizontal antar etnik sangat terbuka di Kota ini karena watak kesukuan
masih dominan dan dipegang teguh oleh masing-masing kelompok-kelompok
etnik dalam masyarakat Kota Kendari seperti (Tolaki, Muna, Bugis, Makassar,
Buton, Mekongga), dan nilai-nilai pluralisme dalam masyarakat belum
terkonsolidasi secara baik.
1.2. Indikator Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional
Persentase jumlah penyelesaian kasus kejahatan konvensional
berfluktuasi. Jumlah kasus terselesaikan pada tahun 2005 sebanyak 55,54%,
tahun 2006 sebesar 56,04%, dari jumlah kasus dilaporkan sebanyak 4675 kasus.
Pada tahun 2007 terjadi penurunan persentase jumlah kasus kejahatan
konvesnional yang terselesaikan yakni menjadi 53,52% dari jumlah kasus
dilaporkan sebanyak 6.359 kasus yang dilaporkan. Pada tahun 2008 kembali
mengalami peningkatan menjadi 59,74% kasus yang terselesaikan, dan terus
naik menjadi 64,70% dari jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2009.
Beberapa kritik masyarakat atas proses penyelesaian kasus-kasus kejahatan
konvesional di daerah ini adalah masih lambannya aparat kepolisian dalam
merespon laporan masyarakat selain proses penyelesaian kasus yang tidak
tranparan, yang disertai dengan adanya biaya-biaya ekstra yang dibebankan
kepada masyarakat.
5
13. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
1.3. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional
Persentase penyelesaian hukum atas kasus kejahatan transnasional juga
menunjukkan perubahan angka yang tidak linier. Salah satu persoalan hukum
yang menjadi perhatian pemerintah di daerah ini adalah praktek kejahatan
transnasional yang melibatkan warga dari berbagai Negara seperti kasus migran
gelap dari Filipina sempat menarik perhatian publik di daerah ini. Penyelesaian
kasus-kasus yang melibatkan warga Negara dari berbagai Negara seringkali
mengalami hambatan dalam penyelesaiannya karena belum ada perjanjian
ekstradisi antar pemerintah RI dengan Negara asal warga yang mempunyai
masalah pelanggaran hokum.
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah di Indonesia yang
tingkat kejahatan transnasionalnya relative rendah, dengan kasus-kasus utama
hanya pada masalah pelanggaran keimigrasian, narkotika dan perdagangan
antar negara. Pada tahun 2005, jumlah kasus tindak kejahatan transnasional
yang terselesaikan dibandingkan dengan yang dilaporkan sebesar 90,00%, tahun
2006 sebesar 65,79 %, tahun 2007 sebesar 57,53%, tahun 2008 sebesar
52,08%, dan tahun 2009 sebesar 87,88% dari 66 kasus yang dilaporkan.
Perubahan angka persentase yang berfluktuasi itu disebabkan oleh jumlah
laporan kejahatan konvesional yang berfluktuasi pula serta tingkat
penyelesaiannya tidak didasarkan pada tahun kalender melainkan
mengutamakan tingkat kemudahan dalam penyelesaiannya.
2. Analisis Pencapaian Indikator
Beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan
pembangunan aman dan damai dalam kaitannya dengan indeks kriminalitas
adalah persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional dan persentase
penyelesaian kasus kejahatan transnasional yang terjadi diberbagai wilayah di
tanah air. Di Sulawesi Tenggara, selama tahun 2004 sampai dengan 2009,
kinerja aparat kemanan dalam menyelesaikan kasus kejahatan konvesional dan
kejahatan transnasional berfluktuasi.
6
14. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kepolisian Daerah (Polda)
Sulawesi Tenggara tahun 2010, tingkat penyelesaian kasus kejahatan
konvensional disajikan dan dianalisis dalam bentuk grafik sebagai berikut:
Sumber: diolah dari data sekunder Polda Sultra, 2010.
Gambar 1. Persentase Kasus Konvensional yang terselesaikan dibandingkan
yang dilaporkan di Polda Sultra
Berdasarkan grafik pada Gambar 1 terlihat bahwa penyelesaian kasus
tindak kejahatan konvensional masih relative rendah dan berfluktuasi atau tidak
terjadi peningkatan yang linier selama kurun waktu tahun 2005 sampai dengan
2009. Kondisi itu terkait dengan naik turunnya jumlah kasus yang dilaporkan.
Pada tahun 2007 terjadi penurunan kinerja penyelesaian kasus yakni 53,52%
dari jumlah dilaporkan. Penyebabnya oleh antara lain karena naiknya jumlah
kasus yang dilaporkan sementara jumlah aparat tidak bertambah secara dramatis
seiring peningkatan jumlah kasus dilaporkan. Dengan kata lain, jumlah kasus
yang dilaporkan meningkat, sementara jumlah aparat kepolisian di daerah ini
tidak meningkat secara drastis. Sebagai catatan, bahwa peningkatan jumlah
anggota polisi dan alokasi anggaran setiap tahun yang terus meningkat belum
menunjukkan perubahan dan dampak yang signifikan terhadap perkembangan
jumlah kejahatan yang terjadi. Alokasi anggaran terus meningkat, namun
kejahatan juga semakin bertambah. Pada hal idealnya, semakin banyak jumlah
aparat polisi, semakin tinggi alokasi anggaran operasional seharusnya semakin
rendah pula jumlah kasus kejahatan konvesional yang terjadi dalam masyarakat.
7
15. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
Tingkat penyelesaian kasus kejahatan konvesional menggambarkan
hal yang serupa. Terjadi fluktuasi presentase tingkat penyelesaian kasus
kejahatan transnasional yang dilakukan oleh aparat khususnya aparat
kepolisisan daerah Sulawesi Tenggara. Secara jelas digambarkan dalam
grafik pada gambar 2 berikut.
Sumber: Diolah dari data sekunder Polda Sultra (2010)
Gambar 2. Persentase Kasus Kejahatan Transnasional yang terselesaikan
selama tahun 2004-2009
Berdasarkan grafik pada Gambar 2 terlihat adanya penurunan tingkat
penyelesaian kasus transnasional yang terjadi di wilayah Kepolisian Daerah
Sulawesi Tenggara. Dalam grafik terlihat bahwa jumlah kasus yang
terselesaikan pada tahun 2007 (57,58%) dan tahun 2008 (52,08%). Penurunan
persentase jumlah kasus yang diselesaikan dibandingkan yang dilaporkan terus
meningkat. Hal itu tidak sejalan dengan target kinerja yang ditetapkan kepolisian
yakni memaksimalkan pelayanan masyarakat. Lambannya penyelesaian kasus
transnasional disebabkan oleh keterlibatan warga Negara dan jumlah aparat
yang masih terbatas. Selain itu target penyelesaikan kasus tidak didasarkan
pada tahun kalender, melainkan tergantung pada skala prioritas dikaitkan
dengan tingkat kerumitan atau kemudahan dalam penyelesaian setiap kasus
yang dilaporkan oleh masyarakat.
8
16. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
3. Rekomendasi Kebijakan
Berbadasarkan hasil evaluasi kinerja pemerintahan daerah di Sulawesi
Tenggara khususnya mengenai pelaksanaan agenda pembangunan Indonesia
yang aman dan damai menunjukkan kinerjanya masih relative rendah. Untuk itu
beberapa hal yang perlu mendapat perhatian untuk memaksimalkan kinerjanya
ke depan adalah sebagai berikut:
1. Perlu keseriusan aparat kepolisian dalam penanganan kasus-kasus
kejahatan konvensional termasuk perlu melakukan tindakan prefentif agar
kasus kejahatan dapat berkurang. Karena frekwensi tindak kejahatan
konvesional terus meningkat di daerah ini, maka peran aparat keamanan
untuk meningatkan pengamanan termasuk penyelesaian kasus-kasus
kejahatan perlu terus ditingkatkan, selain penanganan masalah kemiskinan
dan pengangguran yang seringkali dianggap menjadi pemicu lahirnya
tindakan kriminalitas seperti pencurian dan perampokan.
2. Penanganan kasus transnasional, termasuk penyelesaian kasus yang
melibatkan WNI di luar negeri seperti pelanggaran keimigrasian perlu
ditangani secara serius. Upaya yang perlu dilakukan adalah memberikan
berbagai penyuluhan terkait dengan aturan-aturan keimigrasian, penyuluhan
perdagangan lintas Negara kepada para pemilik kapal di daerah yang sering
menyelundupkan barang dari dan ke Singapura agar mereka mengetahui
dalam mematuhi aturan keimigrasian dan ekspor-inpor barang sehingga tidak
merugikan Negara atau daerah
9
17. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
B. MEWUJUDKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS
1. Indikator
1.1. Pelayanan Publik
Beberapa faktor penyebab rendahnya kualitas pelayanan umum kepada
masyarakat antara lain karena penyalahgunaan kewenangan dan atau karena
adanya berbagai penyimpangan atau korupsi, rendahnya kinerja aparatur, belum
memadainya sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan
pemerintahan, rendahnya kesejahteraan PNS, serta banyaknya peraturan
perundang-undangan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan
dan tuntutan pembangunan.
Rendahnya kualitas pelayanan publik terlihat dari antara lain
pembangunan prasarana umum seperti jalan raya (jalan provinsi dan jalan
kabupaten) yang belum memadai (banyak yang rusak), fasilitas air bersih dan
listrik yang masih terbatas. Ketiga hal itu, sampai saat ini masih menjadi
permasalahan utama dan belum terselesaikan di Sulawesi Tenggara sejak awal
pelaksanaan otonomi daerah, terutama pada tahun 1999 hingga tahun 2009.
Pada hal salah satu esensi dari otonomi daerah adalah dalam rangka mendorong
percepatan pembangunan dan pelayanan publik. Namun demikian diakui pula
bahwa beberapa aspek layanan publik yang lain mulai dibenahi dan
menunjukkan kinerja yang baik, seperti pelayanan kesehatan, penyelenggaran
pendidikan, pelayanan administrasi dan pelayanan perizinan.
1.2. Indikator Demokrasi Publik
Beberapa isu utama yang menjadi perhatian dan sekalgus permasalahan
dalam pembangunan demokrasi adalah masih lemahnya kelembagaan politik
lembaga penyelenggara Negara, lembaga-lembaga kemasyarakatan belum
tertata, masih rendahnya internalisasi nilai-nilai demokratis dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara seperti tingginya tindakan kekerasan atau konflik
horizontal antar kelompok-kelompok politik, politik uang, persoalan-persoalan
masa lalu yang belum tuntas seperti pelanggaran HAM berat, tindakan-tindakan
kejahatan politik, adanya ancaman terhadap komitmen persatuan dan kesatuan
dan adanya kecenderungan unilateralisme dalam hubungan internasional.
Disamping masalah-masalah pokok tersebut di atas, berbagai permasalahan
10
18. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
mendasar yang menuntut perhatian khusus pembangunan ke depan adalah: (1)
masih lemahnya karakter bangsa; (2) belum terbangunnya sistem pembangunan,
pemerintahan, dan pembangunan yang berkelanjutan; (3) belum berkembangnya
nasionalisme, rendahnya keberpihakan pada rakyat kecil, demokrasi dan
kekerasan dalam politik, dan ketidak adilan distribsi ekonomi antar struktur dalam
masyarakat; (4) belum terejawantahnya nilai-nilai utama kebangsaan; 5) belum
berkembangnya sistem yang memungkinkan masyarakat untuk mengadopsi dan
memaknai nilai-nilai kontemporer secara bijaksana; (6) kegamangan dalam
menghadapi masa depan; serta (7) rentannya sistem pembangunan,
pemerintahan, dan kenegaraan dalam menghadapi perubahan.
Sistem demokrasi yang dianut Indonesia haruslah selaras dengan nilai-
nilai demokrasi Pancasila, bukan demokrasi liberal seperti banyak dianut oleh
Negara demokrasi liberal lainnya. Penerapan demokrasi pancasila lebih condong
pada system demokrasi sosialis, yang memberikan peluang bagi intervensi
Negara dalam mendorong percepatan pembangunan yang terkait dengan
kepentingan strategis masyarakat atau dalam hal terjadi ketimpangan struktural.
Hal itu berbeda dengan sistem demokrasi liberal yang secara esensil, segala
sesuatunya, termasuk layanan publik yang menguasai hajat hidup orang banyak,
termasuk menyangkut kepentingan kelompok minoritas diserahkan pada
mekanisme pasar. Konsep mekanisme pasar secara absolute hanya
menguntungkan pemilik modal, sementara yang lemah atau kelompok
masyarakat marginal akan semakin tertinggal dan terpinggirkan.
Konsep pembangunan berwawasan gender merupakan bagian dari upaya
mengatasi ketimpangan struktural antara laki-laki dan perempuan dalam
hubungan sosial dan pelayanan publik dalam kerangka membangun demokrasi
yang partisipatif secara luas dan perwujudan nilai-nilai HAM. Salah satu tujuan
dan sasaran penting dari pembangunan berwawasan gender adalah peningkatan
kualitas hidup yang setara antara perempuan dan laki-laki. Hal itu hanya bisa
dicapai dengan cara melakukan peningkatan kapabilitas dasar secara seimbang
antara laki-laki dan perempuan. Hal itu dapat dilakukan dalam berbagai aspek
seperti peningkatan akses yang setara dalam pelayanan pendidikan, pelayanan
kesehatan secara baik dan kegiatan ekonomi. Karena itu, indikator yang
digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan demokrasi adalah
semakin tingginya aksebilitas dan keterlibatan perempuan dalam layanan publik
(pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi) dan keterlibatan
11
19. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
perempuan dalam proses-proses politik, kebijakan pemerintahan dan kegiatan
yang terkait dengan upaya mewujudkan kesetaraan perempuan dan laki-laki.
Pemerintah Sulawesi Tenggara menetapkan suatu kerangka kebijakan
pembangunan gender dengan tujuan antara lain meningkatkan kesetaraan
perempuan dan laki-laki dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui
kebijakan yang ada, berbagai lembaga yang terkait secara struktural maupun
fungsional mempunyai tugas dan peran untuk memperjuangkan terwujudnya
kesetaraan dan keadilan gender. Dalam Renstrada pembangunan gender
ditetapkan beberapa target dan sasaran yang hendak dicapai dalam kurun waktu
20004-2009. Sasaran dimaksud adalah: (a) mewujudkan kemitrasejajaran antara
perempuan dan laki-laki melalui jalinan pola sikap dan perilaku yang saling
peduli, saling menghargai, saling menghormati dan saling mengisi, baik di tingkat
keluarga, masyarakat, maupun dalam proses pembangunan; (b) meningkatkan
stabilitas dan kontrol yang memungkinkan perempuan sebagai mitra sejajar laki-
laki untuk bersama-sama berperan dalam pembangunan sesuai dengan kodrat
dan martabatnya, tanpa melupakan peran bersama dalam mewujudkan keluarga
sejahtera yang beriman sehat dan bahagia; (c) memberdayakan lembaga-
lembaga pengelola kemajuan perempuan agar lebih berperan, berkualitas dan
mandiri yang diwujudkan melalui program-program GDI (Gender Development
Indeks) seperti perbaikan layanan kesehatan, pendidikan dan pemberdayaan
ekonomi, dan program GEM (Gender Empowerment Meassurement) seperti
pemberdayaan politik perempuan dan aksebiitas dalam jabatan professional dan
pengambilan keputusan; (d) meningkatkan perlindungan terhadap perempuan
untuk mencegah terjadinya diskriminasi dan tindakan pelecehan atau kekerasan
terhadap perempuan dan anak; (e) terjaminnya keadilan gender dalam berbagai
peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik; (f) menurunnya
kesenjangan pencapaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki yang
diukur dengan angka GDI dan GEM.
Pencapaian kinerja dalam GDI dan GEM diukur menggunakan beberapa
indikator seperti aksebilitas terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan,
keberdayaan ekonomi, partisipasi dan peran politik perempuan, posisi
perempuan dalam pengambilan kebijakan dalam pemerintahan. Dalam
peningkatan kesetaraan gender, upaya pembangunan di Sulawesi Tenggara
diarahkan untuk meningkatkan mutu dan pelayanan kesehatan, pendidikan
gratis, pemberdayaan ekonomi dan mendorong partisipasi politik warga dalam
12
20. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
proses-proses pengambilan keputusan dalam pembangunan guna menghasilkan
pembangunan yang mampu mengatasi permasalahan sesuai kebutuhan riil
seluruh lapisan masyarakat. Dalam bidang kesehatan, upaya itu dilakukan
melalui berbagai kebijakan seperti pengobatan gratis di Puskesmas serta
pemberian obat secara cuma-cuma untuk jenis obat tertentu. Sementara dalam
bidang pendidikan dilakukan dengan memberikan kesempatan yang sama antara
anak laki-laki dan perempuan untuk mengenyam pendidikan mulai dari SD
sampai dengan perguruan tinggi. Sementara dalam pemberdayaan ekonomi,
memberikan kesempatan luas kapada kelompok usaha kecil rumah tangga dan
usaha menengah untuk mendapatkan permodalan guna meningkatkan kapasitas
usahanya.
Dalam bidang politik, upaya peningkatan peran perempuan dalam politik
juga menjadi perhatian organisasi politik dengan memberikan akses kepada
perempuan untuk ikut dalam partai politik atau menjadi calon legislatif termasuk
menduduki posisi penting dalam organisasi birokrasi. Dalam kebijakan yang
disebutkan terakhir ini seringkali dihambat oleh penguasa lokal yang tidak
menempatkan perempuan dalam posisi penting di birokrasi karena sistem
promosi dalam birokrasi seringkali lebih didominasi oleh pertimbangan dukungan
politik, selain persayaratan yang harus dipenuhi dalam jabatan karir di birorkrasi.
2. Analisis Pencapaian Indikator
2.1. Indikator Pelayanan Publik
Salah satu problem dalam pemberdayaan pegawai di Sulawesi Tenggara
dalam kaitannya dengan pemberdayaan perempuan adalah proses rekruitmen
yang tidak mengutamakan perempuan. Proses penerimaan CPNS misalnya lebih
diwarnai oleh adanya pungutan liar kepada para CPNS, sehingga yang diterima
hanya mereka yang memiliki kemampuan untuk membayar sejumlah uang
kepada pihak penentu, sementara dalam lingkungan masyarakat sendiri, kaum
laki-laki selalu lebih diutamakan dibandingkan dengan perempuan. Selain itu
proses pembinaan, pengembangan dan promosi pegawai selalu lebih
mengutamakan kepentingan politik, pendekatan primordial dan pendekatan KKN.
Politisasi birokrasi dan sistem promosi yang KKN telah merusak tatanan birokrasi
dan menjadikan kinerja aparat birokrasi menjadi lemah dan berdampak pada
rendahnya kualitas pelayanan publik.
13
21. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
Berkembangnya permasalahan seperti di atas setidaknya disebabkan
oleh dua faktor utama. Pertama, praktek korupsi dan KKN para aparat yang terus
berlanjut. Kedua, penyalahgunaan kekuasaan termasuk karena adanya politisasi
birokrasi oleh penguasa demi merebut atau mempertahankan kekuasaan.
Praktek korupsi yang terus berlanjut dalam berbagai lini di pemerintahan daerah
(yang penyelesaiannya selalu tidak tuntas dan sanksi bagi koruptor lemah) telah
menelantarkan pembangunan. Berbagai sarana dan prasarana dasar seperti
jalan raya, air bersih dan pangan yang menjadi kebutuhan utama masyarakat
kurang diperhatikan.
Praktek seperti itu diperparah oleh adanya penyalahgunaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau korupsi demi memenuhi
kebutuhan pribadi dan kelompok tertentu sehingga alokasi anggaran tidak
mencapai tujuannya. Proses pengelolaan keuangan daerah yang buruk, dan
terjadinya berbagai penyimpangan, memiliki keterkaitan dengan mentalitas dan
moralitas pejabat publik yang rendah. Selain itu kapasitas SDM aparat yang
rendah juga menjadi penyebab utama adanya penyimpangan. Pada saat yang
sama, masih ada keengganan dari penguasa lokal untuk merumuskan kebijakan
yang memberikan kemudahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Pada sisi lain, pelayanan publik seringkali tidak berjalan baik karena
anggaran yang salah kelola atau memang sengaja dikorupsi oleh pengelola dan
penguasa lokal. Penyimpangan anggaran di daerah masih banyak dilakukan.
Penyalahgunnaan APBD di daerah dilakukan melalui berbagai cara seperti
penyimpangan dari aturan, tidak konsisten dalam perencanaan, pemborosan
anggaran, dan alokasi anggaran yang tidak pro rakyat serta pelaksanaan
anggaran fiktif yakni sebuah proyek pembangunan hanya ada dalam
perencnanaan dan dilaporkan dalam dokumen, tetapi tidak dilaksanakan.
Beberapa indikator keberhasilan pelayanan public adalah; 1)
meningkatnya rasa keadilan dan tidak adanya diskriminasi dalam penegakkan
hukum terutama terhadap kasus-kasus korupsi keuangan Negara/daerah yang
diperuntukan bagi masyarakat dan pelayanan publik; 2) adanya pengelolaan
keuangan daerah yang baik dan benar guna mendorong terselengarakannya
pembangunan secara maksimal; 3) adanya peraturan daerah (Perda) untuk
menjamin terselenggaranya pelayanan secara baik seperti Perda pelayanan satu
atap atau pelayanan satu pintu; serta 4) kualitas kinerja Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dalam pengelolaan keuangan di daerah.
14
22. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
Sasaran yang hendak dicapai pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara
dalam bidang pelayanan publik dalam periode tahun 2004-2009 mencakup:
(a) berkurangnya secara nyata praktek korupsi pada birokrasi dan dimulai pada
tataran pejabat yang paling atas; (b) terciptanya sistem kelembagaan dan
ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, effisien, efektif, transparan,
profesional dan akuntabel; (c) terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang
sifatnya diskriminatif terhadap warga negara, kelompok atau golongan
masyarakat; (d) terwujudnya peningkatan kapasistas aparatur pemerintah
daerah melalui peningkatan dan pengembangan pendidikan formal dan
pendidikan informal; (e) tercitanya mekanisme pelayanan birokrasi
pemerintahan daerah yang lebih efektif, efisien, partisipatif, transparan dan
akuntabel melalui sistem pelayanan satu atap atau satu pintu yang mempunyai
kekuatan hukum dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).
Komitmen pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara untuk memberantas
tindak pidana korupsi, sebagaimana ditetapkan dalam Renstrada 2004-2009,
ternyata belum dapat diwujudkan. Berbagai kendala yang dihadapi dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi di daerah ini antara lain : (a) Masih
kurangnya dukungan masyarakat dalam memberi keterangan atau kesaksian
dalam upaya mengungkap kasus tindak pidana korupsi. Hal ini disebabkan oleh
perlindungan saksi yang belum dijamin oleh pemerintah. (b) Masyarakat
cenderung menghindar untuk menjadi saksi karena tidak dinilai merepotkan
dimulai sejak mencari keterangan oleh petugas sampai pada persidangan yang
dinilai tidak memberikan manfaat atau buang-buang waktu saja; (c) Kemampuan
petugas penyidik yang masih terbatas sehingga pembuktian secara hukum atas
suatu kasus, kadang-kadang memakan waktu lama, bahkan ada yang di SP3-
kan karena dianggap tidak cukup bukti; (d) Belum transparannya penanganan
kasus korupsi yang melibatkan para pejabat lokal, dan rasa percaya masyarakat
terhadap penegak hukum masih rendah; (e) Para penguasa lokal belum
memperlihatkan sistem keteladanan dalam menjalankan tugasnya sebagai
aparat pemerintah; (f) undang-undang yang mengharuskan alat bukti suatu
kasus tindak pidana korupsi, harus lebih dari satu menjadi kendala, sebab
meskipun pembuktian cukup kuat tetapi kalau hanya satu alat bukti, belum
memenuhi syarat hukum dilanjutkan ke penuntutan/peradilan.
15
23. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
1. Persentase Jumlah Kasus Korupsi Tertangani
Keberhasilan capaian indikator pemberantasan tindak pidana korupsi,
ditentukan oleh antara lain: (a) Kemandirian lembaga-lembaga peradilan dalam
penanganan kasus-kasus korupsi seperti kepolisian, kejaksanaan dan
pengadilan; (b) Tidak ada pilih kasih dalam penyelesaian kasus korupsi;
(c) Transparansi dalam proses penanganan kasus; (d) Komitmen aparat hukum
dalam menjalankan tugas yang menjamin rasa keadilan masyarakat.
Upaya peningkatan penegakan hukum kasus tindak pidana korupsi di
Kejaksanaan Tinggi dan Polda Sultra terus dibenahi. Peningkatan penegakan
hukum itu terlihat dari beberapa indikator yang sejalan dengan sasaran
pemerintah daerah. Namun pencapaian indikator itu secara umum belum sesuai
dengan target yang ditetapkan. Faktor menentu keberhasilan pemberantasan
tindak pidana korupsi di Sulawesi Tenggara terlihat dari: a) Kemandirian
lembaga peradilan dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi sangat
positif. Protes masyarakat kepada lembaga peradilan atas sinyalemen intervensi
pihak penguasa dalam penanganan kasus korupsi semakin berkurang dalam
kurun waktu 2004-2009; b) Diskriminasi penanganan kasus tindak pidana
korupsi pada tahap penyelidikan (Polisi) dan Penyidikan (Jaksa) masih tetap
mewarnai mas media di daerah ini.
Penanganan kasus korupsi dengan modus gratifikasi yang melibatkan
mantan Walikota Kendari dan Wakil Walikota Kendari yang diproses sejak tahun
2008 terkesan diskriminatif. Kasus gratifikasi mantan walikota yang nilainya
lebih besar, tersendat-sendat, sangat lamban dan mengundang keterlibatan
massa melakukan demonstrasi, menekan pihak kejaksaan agar serius
menangani kasus. Kasus gratifikasi mantan Wakil Walikota Kendari yang
nilainya lebih kecil, berjalan lebih cepat sampai pemutusan kasus dan
penahanan di rumah tahanan Kelas II Kendari (Kendari Pos, 30/20/2009).
Kasus lain, dugaan kasus korupsi Bupati Bombana yang melibatkan Haikal
Atikurrahman (anak Bupati) telah dilaporkan oleh masyarakat Bombana disertai
bukti-bukti awal terkait dugaan korupsi APBD (Rp 7,6 milyar). Ternyata belum
ada kejelasan penanganannya oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara. Pada
hal tekanan publik berupa unjuk rasa dari komponen masyarakat Bombana
(Komite untuk Demokrasi, Keadilan dan Transparansi Anggaran sudah
dilakukan (Kendari Pos, 27 Okt.2009); c) Transparansi penanganan kasus
16
24. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
tindak pidana korupsi oleh penegak hukum di Kejaksaan Tinggi Sultra,
memperlihatkan indikasi tidak transparan. Laporan yang diterima pihak
Kejaksaan Tinggi Sultra dari berbagai komponen masyarakat tentang dugaan
tindak pidana korupsi beberapa Bupati Kepala Daerah selama kurun waktu 2004
- 2009, antara lain Bupati Muna, Bupati Konawe, Bupati Konawe Selatan, Bupati
Bombana dan Bupati Buton Utara, belum ada kejelasan status penanganannya
hingga kini (Antara lain Kendari Pos, 27 Oktober 2009); d) Profesionalisme
aparat dalam mewujudkan rasa keadilan masyarakat dalam keputusannya
masih menjadi sorotan masyarakat di daerah ini. Kasus dugaan korupsi APBD
Bombana tahun 2007-2008 sebesar Rp. 7,6 milyar melibatkan anak kandung
Bupati Bombana (Haikal Atikurrahman), telah di SP3 kan oleh pihak Kejaksaan
Tinggi Sualwesi Tenggara. Keputusan tersebut dinilai tidak adil oleh masyarakat
Bombana karena pelakunya memperkaya diri sendiri, proses penangannya tidak
transparan (Kendari Pos, 27 Oktober 2009).
Keberhasilan pemberantasan tidak pidana korupsi di Sulawesi Tenggara
selama tahun 2004 s/d 2009 dapat dilihat dari kinerja Kepolisian Daerah dan
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara dalam menangani kasus-kasus korupsi di
daerah ini. Dari beberapa data/informasi diperoleh keterangan sebagai berikut:
1. Persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan yang dilaporkan di
Polda Sultra. Data dari Polda Sultra tahun 2010 diketahui bahwa sejak
tahun 2005 hingga tahun 2009 persentase penyelesaian kasus korupsi
yang masuk di Polda Sultra bervariasi. Tahun 2005, jumlah kasus
terselesaikan 100%. Tahun 2006 kasus yang masuk 5 kasus tidak satupun
terselesaikan (0,00%). Tahun 2007 kasus korupsi terselesaikan 33,33%
dari 6 (enam) kasus dilaporkan. Tahun 2008 jumlah terselesaikan sebesar
200% dari jumlah kasus masuk tahun yang sama, dan berhasil
menyelesaikan kasus tahun sebelumnya. Tahun 2009 sebanyak 100,00%
terselesaikan dari 12 kasus dugaan korupsi yang masuk. Secara jelas
terlihat dalam grafik (gambar 3).
17
25. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
Sumber : Polda Sultra 2010
Gambar 3 Persentase kasus korupsi terselesaikan di Polda Sultra, tahun
2005-2009
Dari grafik pada gambar 3 terlihat adanya fluktuasi persentase
penyelesaian kasus kosupsi yang masuk di Polda Sulawesi Tenggara
dalam waktu 2005-2009. Tahun 2006, 2007 dan 2008 terjadi peningkatan,
sementara pada tahun 2009 terjadi penurunan drastis. Hal itu disebabkan
oleh antara lain: 1) proses penyelesaian kasus yang sengaja diulur-ulur
karena adanya intervensi atau karena ada kepentingan tertentu sekaligus
menandakan lemahnya kinerja aparat; 2) karena memang kasusnya rumit
sehingga tidak cukup waktu untuk diselesaikan dalam waktu 1 tahun,
karenanya nanti pada tahun berikut baru dapat terselesaikan. Tahun 2008
mengalami kenaikan 200% karena ternyata kasus yang masuk pada
tahun 2006 baru dapat diselesaikan pada tahun 2008, sehingga
persentase kasus yang terselesaikan lebih besar dari pada jumlah kasus
korupsi yang masuk do Polda pada tahun yang sama.
2. Persentase penyelesaian kasus dibanding dilaporkan di Kejaksanaan
Tinggi Sultra. Tingkat penyelesaian kasus di Kejati Sultra tahun 2004-2008
berfluktuasi. Sayangnya, sampai laporan ini dibuat, belum diperoleh data
kinerja penyelesaian kasus korupsi di Kejati Sultra pada tahun 2009. Ada
kesan bahwa aparat kejaksanaan menutup diri untuk tidak memberikan
informasi tentang kinerjanya dalam penangan masalah korupsi di daerah
ini. Hal itu setidaknya terlihat, ketika tim evaluasi berulang kali berhubungan
18
26. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
dengan pemegang data, dimana pemegang data tidak memberikan
informasi dan kepastian tentang penyelesaian kasus korupsi pada tahun
2009. Gambar 4 menyajikan kinerja Kejati Sultra dibandingkan dengan
kinerja nasional dalam hal penyelesaian kasus dugaan tindak pidana
korupsi antara tahun 2004 sampai tahun 2009.
Ket: warna merah prestasi nasional, dan biru prestasi Sulawesi Tenggara
Sumber: diolah dari data sekunder Kejaksanaan Tinggi Sultra, 2009.
Gambar 4 Persentase Kasus Tindak Pidana Korupsi pada Kejaksaan Tinggi
Sulawesi Tenggara yang ditangani dibanding dengan yang
dilaporkan dalam kurun waktu 2004-2009
Berdasarkan grafik pada Gambar 4 terlihat persentase tingkat
penyelesaikan kasus korupsi di Kejadi Sultra masih berada di bawah
prestasi nasional dan pada tahun 2006 terjadi penurunan (hanya 44,44). Hal
itu dapat disebabkan oleh antara lain : 1) Kemampuan petugas penyidik
yang masih terbatas sehingga pembuktian secara hukum atas suatu kasus,
kadang-kadang memakan waktu lama, bahkan ada yang di SP3-kan karena
dianggap tidak cukup bukti; 2) Belum adanya transparansi penanganan
kasus korupsi yang melibatkan para pejabat local dan tidak jelas target
penyelesaian suatu kasus korupsi oleh aparat kejaksanaan; 3) Lambannya
tingkat penyelesaikan kasus yang disebabkan oleh adanya intervensi demi
kepentingan materi atau kekuasaan;4) undang-undang atau peraturan yang
tidak mengharuskan target waktu dalam penyelesaikan sebuat kasus, dan
mengharuskan alat bukti suatu kasus tindak pidana korupsi, harus lebih dari
satu menjadi kendala , sebab meskipun pembuktian cukup kuat tetapi kalau
hanya satu alat bukti, belum memenuhi syarat hukum dilanjutkan ke
19
27. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
penuntutan pengadilan, dan ini memperlambat proses penyelesaian kasus.
Empat hal itu juga yang menyebabkan lambannya kinerja penyelesaian
kasus-kasus dugaan korupsi di Sulawesi Tenggara terutama kasus dugaan
korupsi yang melibatkan bupati dan keluarga (kasus di Kabupaten
Bombana), dan mantan Wali Kota dan Wakil Walikota Kendari (2001-2007).
Lambannya penyelesaian kasus-kasus dugaan korupsi di lembaga
hukum, dan tidak transparannya proses penanganan kasus dugaan korupsi
oleh para aparat penegak hukum telah memberikan dampak pada antara
lain semakin merosotnya kepercayaan publik terhadap eksistensi lembaga
hukum yang ada di daerah dan rasa pesimistik selalu muncul dari kalangan
masyarakat atas penyelesaian kasus-kasus korupsi di daerah.
2. Persentase Kab/Kota Memiliki Perda Pelayanan Satu Atap.
Isu utama terkait dengan perlunya pengaturan pelayanan satu atap
atau proses perizinan satu pintu adalah untuk memberikan jaminan
kepastian berusaha bagi para investor atau penguasa kecil di daerah.
Gagasan untuk melahirkan sistem pelayanan cepat satu atap muncul ketika
di banyak daerah ditemukan adanya peraturan perundang-undangan yang
belum mencerminkan keadilan, keberpihakan pada rakyat, kesetaraan,
penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) dalam
pemberian pelayanan. Selain itu masih banyak peraturan yang tumpang
tindih serta belum adanya konsistensi pemerintah daerah dalam
mengimplementasikan kebijakan nasional terkait dengan kepastian
pemberian pelayanan public di daerah. Hal itu berdampak pada tidak
kondunsifnya iklim usaha yang pada gilirannya dapat menghambat proses
peningkatan investasi, kurangnya penciptaan lapangan kerja baru dan
lambannya peningkatan pendapatapan dan kejahteraan masyarakat daerah.
Pemerintah daerah di Sulawesi Tenggara masih berupaya
memperbaiki kualitas pelayanan publik melalui kebijakan pelayanan terpadu
satu atap atau satu pintu. Hal ini ditandai dengan mulai adanya pemerintah
kota yang menetapkan kebijakan sistem pelayanan satu atap atau sistem
pelayanan terpadu satu pintu melalui penetapan peraturan daerah (Perda)
selama kurun waktu 2004-2009. Jumlah kabupaten kota yang menerapkan
sistem pelayanan satu atap yang dituangkan dalam peraturan daerah masih
20
28. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
terbatas (16,67%) dari 12 kabupaten/kota yang ada di Sulawesi Tenggara
sampai tahun 2009.
Kedua kota dimaksud adalah: 1) Pemerintah Kota Kendari melalui
Perda No 14 2008 tentang Prosedur/Mekanisme dan Standar Waktu
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Secara konsep, pemkot
Kendari mulai memperkenalkan sistem pelayanan satu atap sejak tahun
2002 dengan melibatkan 12 jenis perizinan yang dikelola oleh berbagai
dinas/instansi. Tahun 2008 dalam Perda yang ada menjadi 40 jenis
perizinan dan sampai tahun 2009 menjadi 67 jenis perizinan yang dikelola
dengan sitem pelayanan satu atap; 2) Pemerintah kota Bau-Bau melalui
Perda No 6 Tahun 2008 tentang Organisasi Tata Kerja Pelayanan Perizinan
Terpadu Kota Bau-Bau menerapkan sistem pelayanan satu atap, mencakup
12 jenis perizinan.
Masalah yang dihadapi pemerinatah daerah kabupaten/kota dalam
mewujudkan pelayanan satu atap, adalah keterbatasan sumber daya
manusia/aparatur yang memiliki kemampuan teknis serta dukungan
perangkat informasi teknologi baik perangkat keras maupun perangkat lunak
yang belum tersedia secara baik, dan yang ada pun belum dikelola secara
profesional serta belum berkesinambungan.
Kebijakan pemerintah Sulawesi Tenggara melalui Renstra 2004-2009
yang menggariskan pentingnya iklim kondunsif bagi berkembangan investasi
di daerah melalui kemudahan perizinan, mengalami hambatan dalam
implementasinya karena tidak semua kewenangan perizinan berada di
provinsi, melainkan diserahkan pada pemerintah kabupatan/kota. Sementara
masing-masing pimpinan atau kepala daerah memiliki orientasi kebijakan,
permasalahan, karakter dan kebijakan yang berbeda-beda. Pelaksanaan
pelayan satu atap tergantung dari ada tidaknya kemauan atau komitmen
para Bupati/Walikota untuk mengefektifkan sistem pelayanan kepada
masyarakat atau dunia usaha. Selain itu, tarik menarik kepentingan dan ego
sektoral para pimpinan SKPD juga menjadi salah satu penyebab masih
kurangnya inisiatif pemerintah kabupaten/kota yang dimotori oleh para
pimpinan SKPD untuk menetapkan Perda sistem pelayanan satu atap.
Belum adanya Perda tentang pelayanan satu atap membuat
pelayanan publik khususnya dalam administrasi perizinan menjadi lebih
lama, memerlukan biaya lebih besar, seringkali menyulitkan dan bahkan
21
29. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
menghambat bertumbuhkembangnya investasi dan dunia usaha di daerah.
Hal itu disebabkan oleh karena sistem pelayanan melewati banyak SKPD
atau dinas yang masing-masing memiliki SOP yang berbeda-beda dengan
ego sektoralnya masing-masing.
3. Persentase SKPD Provinsi Memiliki Laporan Keuangan Tanpa
Penyimpangan (WTP)
Salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur baik tidaknya kinerja
penyelenggaraan pemerintahan termasuk di daerah adalah dengan melihat
kinerja pengelolaan di setiap daerah. Pemerintahan terus mendorong upaya
perbaikan kinerja pengelolaan keuangan daerah guna mendorong efektivitas
dan efisiensi penggunaan anggaran negara, serta menghindari penyalahgunaan
anggaran Negara/daerah demi tercapainya tujuan pembanguan dan
memaksimalkan pelayanan masyarakat. Hal itu sangat beralasan karena dalam
banyak fakta, sejak pelaksanaan otonomi daerah, praktek korupsi dan
penyimpangan keuangan Negara/daerah juga ikut bergeser dari pusat ke
daerah dan terus berlanjut hingga saat ini.
Secara konseptual/redaksional dalam Renstra Sultra tahun 2004-2009
menjelaskan perlunya penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang
baik (good governance) dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Namun
selama kurum waktu ini, komitmen para aparat pemerintah setempat dalam
mewujudkan pengelolaan anggaran daerah yang baik sesuai dengan prinsip-
prinsip good governance dan sesuai konsep anggaran kinerja masih lemah.
Jumlah SKPD Provinsi yang memiliki Pelaporan keuangan Tanpa
penyimpangan masih terbatas. Pada level pemerintah provinsi sendiri selama
tahun 2005 hingga tahun 2009 selalu mendapatkan predikat disklaimer (tanpa
komentar) atas laporan pengelolaan keuangan pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara (BPK RI Perwakilan Sulawesi Tenggara Tahun 2009).
Pada tahun 2004 jumlah SKPD provinsi yang memiliki pelaporan
pengelolaan keuangan tanpa penyimpangan tidak diketahui karena data tidak
tersedia. Demikian pula pada tahun 2005 dan tahun 2006. Tahun 2007
persentase jumlah SKPD yang tidak melakukan penyimpangan dalam
pengelolaan keuangan sebanyak 82%, dari 41 SKPD. Namun pada tahun 2008
dan 2009 sangat menghawatirkan, karena tidak satupun SKPD yang memiliki
kinerja pengelolaan tanpa penyimpangan. Dengan kata lain, seluruh SKPD pada
22
30. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
tahun tersebut melakukan penyimpangan atau melakukan kesalahan dalam
pengelolaan keuangan terutama dalam pengelolaan anggaran dana hibah,
termasuk dalam hal pengelolaan penganggaran belanja lainnya.
Tipikal kesalahan yang terjadi dalam pengelolaan keuangan daerah
disebabkan oleh ketidaktahuan, sengaja mengalihkan pos anggaran pada
kegiatan lain, penempatan anggaran daerah pada rekening pribadi, proses
utang piutang yang tidak terkontrol, pembukuan yang tumpang tindih,
pengeluaran uang dari kas daerah yang tidak sesuai SOP dan SAP sehingga
sulit dipertanggungjawabkan. Selain itu, kemampuan pengelola yang minim
setelah adanya perubahan SAP baru, serta lemahnya komitmen aparat
mengelola anggaran secara transparan, akuntabel, bertanggungjawab, efektif
dan efisien sesuai peruntukannya.
Berbagai akibat yang ditimbulkan karena kesalahan pengelolaan
keuangan daerah di berbagai SKPD di daerah ini adalah: 1) penggunaan
anggaran belanja yang tidak tepat sasaran; 2) merugikan keuangan daerah;
3) hasil kegiatan tidak dapat dimanfaatkan secara tepat waktu; 4) pemborosan
anggaran daerah; 5) keterlambatan dalam penerimaan kas Negara/daerah;
6) tidak sesuai peruntukannya, tidak tepat sasaran sehingga rawan
disalahgunakan; 7) kesalahan dalam pembukuan; 8) operasionalisasi
pemerintahan terhambat; 9) daerah kehilangan penerimaan; 10) penggunaan
anggaran tidak realistis antara jumlah anggaran yang dikelola dengan waktu
yang tersedia; 11) keterlambatan dalam pelaporan; 12) laporan keuangan
kurang akurat; 13) penyajian anggaran tidak menggambarkan kondisi yang
sebenarnya; 14) realisasi anggaran tidak sesuai dengan perencanaan;
15) kesulitan mengetahui jumlah realisasi anggaran perjenis kegiatan (tumpang
tindih pembukuan; 16) pengelolaan utang-piutang sulit dipantau;
17) pembatalan kegiatan karena pengalihan anggaran ke tempat/pos lain;
18) pimpinan sulit mengontrol kas dan tempat menyimpan keuangan daerah.
Kesalahan pengelolaan daerah tersebut dalam jangka panjang
berdampak pada kegagalan pelaksanaan pembangunan dan pelayanan publik.
Hal itu sekaligus menggambarkan kegagalan pemerintah provinsi dalam
mewujudkan visi dan misi pembangunan yang telah ditetapkannya selama lima
tahun kepemimpinan, sebagaimana dijanjikan pada saat kampanye dalam
proses seleksi pemilihan kepala daerah setiap lima tahun.
23
31. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
2. Analisis Pencapaian indicator Demokrasi Publik
Tiga indikator utama yang digunakan untuk mengukur keberhasilan
pembangunan demokrasi publik di tingkat lokal antara lain membaiknya angka
GDI (Gender-related Development Index) dan angka GEM (Gender
Empowerment Measurement), dan partisipasi politik perempuan dalam
pelaksanaan pemilihan umum di daerah.
1. Indikator Gender Development Index (GDI).
Untuk mengukur pencapaian indeks pembangunan gender (Gender
Development Index/GDI),menggunakan kriteria sebagai berikut: a) akses
perempuan terhadap pelayanan kesehatan yang baik, diamati dari aspek: 1)
angka harapan hidup; 2) angka kematian ibu melahirkan; dan 3) angka kematian
bayi. b) akses perempuan terhadap pelayanan pendidikan yang indikatornya
dilihat dari: 1) tingkat melek huruf; 2) rata-rata lama sekolah. c) akses perempuan
terhadap kegiatan ekonomi yakni perempuan dalam angkatan kerja.
Data dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009 diketahui sebagai berikut:
1. Angka usia harapan hidup. Angka Harapan Hidup penduduk perempuan di
Sulawesi Tenggara pada tahun 2005 adalah 66,8 dan tahun 2006 rata-rata
67,0. Tahun 2007 tetap 69,0 tahun (Indonesia 70,5 tahun). Tahun 2008
mencapai 70,1 dan tahun 2009 mengalami perubahan menjadi 71,64 di atas
rata-rata nasional yakni 71,04 tahun.
Sumber: Diolah dari data sekunder Badan Pemberdayaan Perempuan dan
Keluarga Berencana (BPP dan KB) Prov. Sultra, 2010
24
32. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
Gambar 5. Perkembangan Capaian Angka Usia Harapan Hidup Penduduk
Sulawesi Tenggara dalam kurun Waktu 2005 sampai dengan
2009
Pencapaian Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk di Sulawesi
Tenggara, menunjukkan peningkatan yang konsisten selama lima tahun
terakhir (tahun 2005 sampai dengan 2009) dan bahkan sempat melampui
pencapaian nasional. Pencapaian ini tidak lepas dari upaya dinas (SKPD)
terkait dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di daerah. Alokasi
anggaran yang proporsional dan pemberian pelayanan kesehatan gratis serta
penyuluhan mengenai pola hidup sehat yang dilakukan secara terus menerus
merupakan faktor-faktor yang mendorong dan menentukan dalam
mewujudkan pencapain peningkatan usia harapan hidup penduduk setempat.
2. Angka kematian bayi/1000 kelahiran hidup (kh). Angka kematian bayi
selama tahun 2004 sampai dengan 2009 mengalami fluktuasi. Tahun 2004
angka kematian bayi sebanyak 33 jiwa/1000kh, tahun 2005 sebanyak 34
jiwa/1000kh, tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 32 jiwa/kh. Pada
tahun 2007 kembali mengalami kenaikan menjadi 41 jiwa/1000kh, dan tahun
2008 kembali menurun menjadi 35 jiwa/1000kh sedangkan tahun 2009 tetap
sebanyak 35 jiwa/1000kh.
Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Provinsi Sultra, 2010
Gambar 6. Angka Kematian Bayi/1000 Kelahiran Hidup di Sulawesi
Tenggara Selama Lima Tahun Terakhir (Tahun 2005-2009
Berdasarkan grafik pada Gambar 6 terlihat bahwa tahun 2007 terjadi
kenaikan angka kematian bayi. Hal itu terkait dengan naik turunnya tingkat
kepedulian orang tua dalam memperhatikan derajat kesehatan anak,
25
33. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
memeriksakan anak di Puskesmas secara gratis, serta kurang konsistennya
pembinaan kesehatan yang dilakukan oleh para aparat di lapangan. Pada hal
anggaran perbaikan untuk pelayanan kesehatan terus meningkat dari tahun
ke tahun, dan perubahan jumlah anggaran selalu meningkat secara linier.
Kebijakan pemerintah daerah konsisen dalam mengalokasikan
anggaran kesehatan, namun para aparat di lapangan belum maksimal
menunjukkan kinerjanya. Hal itu juga terkait dengan banyaknya kasus-kasus
penyimpangan dalam pengelolaan anggaran kesehatan sesuai temuan BPK
di daerah. Alokasi anggaran yang tidak tepat sasaran atau karena korupsi di
tingkat pengelola juga menjadi penyebab lemahnya kinerja aparat fungsional
kesehatan yang ada di lapangan. Sebab dana operasional seringkali
mengalami pengurangan sebelum sampai di tangan aparat pengelola. Di
tingkat aparatur sendiri, faktor rendahnya pendapatan aparat pegawai
seringkali menjadi alasan yang menjadi penyebab rendahnya kualitas
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Alasannya, mereka harus
mencari sumber pendapatan lain di luar pekerjaan sesungguhnya.
3. Angka kematian ibu melahirkan. Angka kematian ibu melahirkan/100.000
kelahiran hidup (kh) selama tahun 2004 sampai dengan 2009 juga
berfluktuasi. Tahun 2005 angka kematian ibu melahirkan sebanyak 302
jiwa/1000.000kh, tahun 2006 menjadi 304/100.00kh, pada tahun 2007
menjadi 302/100.000kh, dan tahun 2008 menjadi 228/100.000 kh, serta tahun
2009 menjadi 302/100.000kh.
Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Provinsi Sultra, 2010
Gambar 7. Angka kematian ibu melahirkan/100.000 kelahiran hidup (KH)
26
34. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
Berdasarkan grafik pada gambar 7 terlihat bahwa tahun 2009 terjadi
kenaikan angka kematian ibu melahirkan. Hal itu antara lain disebabkan oleh
rendahnya kesadaran para ibu hamil untuk memeriksakan diri di Puskesmas
secara gratis. Pola pelayanan Puskesmas secara gratis kurang dimanfaatkan
oleh masyarakat setempat, terutama di daerah yang kurang memahami
pentingnya pemeriksaan kesehatan ibu yang sedang hamil. Di Kabupaten
Muna termasuk daerah yang rendah kesadarannya memeriksakan diri di
Puskesmas, hanya mengandalkan dukun. Dan ternyata, kasus kematian ibu
melahirkan juga yang paling banyak terjadi di Kabupaten Muna dari seluruh
kasus kematian ibu hamil pada tahun 2009.
4. Tingkat melek huruf. Tingkat melek huruf penduduk perempuan yang
berusia di atas 15 tahun dibandingkan dengan penduduk dalam usia yang
sama. Tahun 2005 sebanyak 87,2%, tahun 2006 tetap pada angka 87,2%,
tahun 2007 menjadi 87, 5%, meningkat menjadi menjadi 87,98% pada tahun
2008, serta tahun 2009 menjadi 87,90% (BPP dan KB Sultra 2010). Secara
rinci digambarkan dalam grafik berikut:
Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Provinsi Sultra, 2010
Gambar 8. Persentase angka melek huruf perempuan berusia di atas 15
tahun, Sultra tahun 2004-2009
27
35. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
Berdasarkan grafik pada Gambar 8 terlihat bahwa angka melek huruf
penduduk perempuan yang berusia di atas 15 tahun menunjukkan
peningkatan, seiring terus meningkatkan perbaikan sistem penyelenggaraan
pendidikan, alokasi anggaran yang memadai serta pemberantasan buta
aksara yang terus dilakukan dari tahun ke tahun. Kenaikan itu dipicu oleh
membaiknya kinerja penyelenggaraan pendidikan dan pelaksanaan program-
program pendataan yang baik sehingga data yang sebelumnya tidak
terjangkau dalam laporan mulai dapat disajikan dalam laporan capaian
kinerja penyelenggaraan pendidikan baik pendidikan formal maupun
pendidikan non formal seperti kejar paket.
5. Akses perempuan terhadap peluang kerja atau perempuan dalam
angkatan kerja. Data yang ada tahun 2005 menunjukkan bahwa akses
perempuan terhadap peluang kerja sebanyak 37,3% dan laki-laki sebanyak
62,7% dari total angkatan kerja. Pada tahun 2006 menurun menjadi 35,5%.
Pada tahun 2007 tetap pada angka 35,5%, dan menurun menjadi 31,5%
pada tahun 2008, sedangkan pada tahun 2009 tetap pada angka 31,5% dari
total angkatan kerja di Sulawesi Tenggara sebanyak 243.068 orang (BPP dan
KB Sultra, 2009). Lebih jelasnya digambarkan dalam grafik berikut:
Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Provinsi Sultra, 2009
Gambar 9. Grafik Persentase Perempuan dalam Angkatan Kerja
28
36. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
Dibandingkan dengan kaum laki-laki, jumlah perempuan dalam
angkatan kerja selama lima tahun terakhir (tahun 2005 sampai dengan 2009)
menunjukkan angka yang terus menurun. Salah satu penyebab menurunnya
angka-angka yang tersajikan dalam laporan ini (menurut informan) adalah
sistem pendataan yang tidak berkesinambungan serta kurang tersedianya
data-data di setiap SKPD terkait, yang memiliki kewenangan dalam
pembinaan dan pengembangan ketenagakerjaan. Penyajian data resmi
mengenai capain kinerja dalam pembinaan, pengembanngan dan
penempatan tenaga kerja di daerah terbatas. Penurunan jumlah angkatan
kerja perempuan juga disebabkan oleh meningkatnya jumlah angkatan kerja
laki-laki, dimana kuantitas peserta laki-laki dalam kegiatan pelatihan selalu
dominan dibandingkan dengan perempuan. Karena itulah maka rasio jumlah
angkatan kerja laki-laki terus meningkat sementara rasio jumlah angkatan
kerja perempuan terus menurun setiap tahunnya.
2. Indikator GEM.
Lembaga yang bertanggung jawab dalam bidang pemberdayaan
perempuan di daerah ini, baru terbentuk secara formal pada tahun 2006.
Dengan demikian data yang disajikan dalam laporan evaluasi ini terkait
pelaksanaan program GEM, hanya meliputi data tahun 2006-2009. Data
untuk tahun sebelumnya tidak ditemukan dalam kegiatan pengumpulan data
evaluasi ini.
Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan pemberdayaan
perempuan Gender Empowerment Measurement (GEM) digunakan beberapa
indikator seperti persentase keterlibatan perempuan di parlemen, keterlibatan
perempuan dalam dunia kerja profesional serta besaran upah kerja minimum
yang diterima perempuan pada sektor non pertanian. Data pada Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Sultra Tahun 2010
diketahui sebagai berikut:
a. Indeks Keterlibatan Perempuan di Parlemen
Keterlibatan perempuan di parlemen (DPRD) Provinsi dan
Kabupaten/Kota se-Sulawesi Tenggara. Jumlah perempuan di DPRD
seSulawesi pada pada periode masa kerja (tahun 2004 - 2009) sebanyak
12,7% dari total anggota legislatif sebanyak 220 orang. Pada periode masa
29
37. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
kerja (tahun 2009 – 2014) sebanyak 14,73%, dari total anggota legislatif 224
orang (BPP dan KB, Sultra, 2010). Secara grafik digambarkan sebagai
berikut:
Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Sultra, 2010.
Gambar 10 . Persentase Jumlah Perempuan di DPRD se Sultra, periode
tahun 2004-2009 dan 2009-2014
Berdasarkan grafik pada Gambar 10 menunjukan bahwa jumlah
anggota legislatif perempuan meningkat dari periode masa kerja 2004-2009
ke periode masa kerja 2009, namun perubahan yang terjadi belum signifikan
dibandingkan dengan target kuota perempuan di parlemen sebesar 30% dari
jumlah anggota legislatif di masing-masing daerah. Target kuota perempuan
yang harapkan dapat menjadi anggota legislatif minimal sebanyak 30%.
Salah satu pertimbangan, mengapa perlu jumlah anggota DPRD perempuan
lebih besar di legislatif, karena DPRD merupakan lembaga yang merumuskan
kebijakan sehingga dengan banyaknya anggota DPRD perempuan, maka
keputusan di DPRD berkaitan dengan kebijakan pembangunan daerah lebih
pro perempuan dan anak atau minimal bisa netral atau tidak diskriminatif.
b. Perempuan dalam dunia kerja professional;
Indikator lain menggambarkan keberhasilan implementasi kebijakan
pemberdayaan perempuan adalah jumlah perempuan dalam dunia kerja
profesional. Karena katerbatasan data yang menjelaskan posisi perempuan
dalam sebagai kerja professional menjadikan sulit untuk menjadikan informasi
ini secara tuntas.
30
38. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
Data jumlah perempuan sebagai pekerja professional baik di birokrasi
maupun dalam bidang lainnya belum lengkap. Selama tahun 2004-2009
hanya data dua tahun yang ada yaitu data tahun 2005 sebesar 38,8% dan
tahun 2006 sebesar 40,76%. Dalam jabatan eksekutif mulai dari gubernur,
bupati, walikota, eselon II, eselon III, eselon IV, camat, lurah dan kepala desa
perbandingan laki-laki dan perempuan masih didominasi oleh kaum laki-laki.
Data tahun 2009 diketahui bahwa jabatan eksekutif, jumlah perempuan masih
rendah yakni baru sekitar 10,76% sementara laki-laki 89,24% dari total posisi
jabatan eksekutif di Sulawesi Tenggara sebanyak 3.130 jabatan. Demikian
pula posisi dalam jabatan professional di lembaga peradilan seperti jaksa dan
hakim masih didominasi oleh laki-laki. jumlah perempuan sebanyak 21,81%
dan laki-laki 78,19% (BPP dan KB Provinsi Sultra, 2010).
Masih rendahnya jumlah perempuan yang menempati jabatan
struktural di pemerintahan disebabkan oleh antara lain: 1) masih kurangnya
kepedulian penguasa wilayah untuk memanfaatkan tenaga perempuan
selaku pembantunya dalam menjalankan roda pemerintahan; 2) kalaupun
penguasanya peduli, masih sedikit perempuan yang mampu melanjutkan di
pendidikan lebih tinggi sehingga posisi mereka selalu dikesampingkan dalam
birokrasi pemerintahan.
c. Upah Pekerja Perempuan Sektor NonPertanian.
Ketersediaan data, menjadi penyebab sulitnya mengangkat
perkembangan besaran upah kerja minimal perempuan selama tahun 2005
sampai 2009 sesuai kebutuhan laporan evaluasi ini. Data yang tersedia pada
BPP dan KB Sultra tahun 2010 menggambarkan jumlah upah minimal yang
diterima perempuan dalam lapangan usaha sektor non pertanian mengalami
perubahan selama kurun waktu tahun 2005 dan 2006. Tahun 2005 sebesar
621,9 sedangkan tahun 2006 menjadi 932,4 atau meningkat sebesar 49,93%.
Upah kerja minimal yang diterima perempuan sektor non pertanian
menggambarkan besarnya gaji yang diterima perempuan dalam berbagai
lapangan pekerjaan dimana mereka bekerja, dan dapat didata secara jelas.
Seiring dengan semakin ketatnya pemberlakuan Upah Minimum Regional
(UMR) menjadikan gaji perempuan yang bekerja di sektor non pertanian juga
semakin membaik selain semakin baiknya posisi-posisi yang ditempati
perempuan dalam dunia kerja professional.
31
39. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
Keberhasilan pembangunan gender di daerah dicirikan oleh semakin
mengecilnya kesenjangan antara indek pembangunan manusia (IPM) atau
Human Develoment Index (HDI) secara keseluruhan dengan Indeks
Pembangunan Gender atau Gender Development Index (GDI) dan Indeks
Pemberdayaan Gender atau Gender Empowerment Measurement (GEM).
Sebagai gambaran, indek pembangunan manusia (IPM) Sulawesi
Tenggara tahun 2005 mencapai 67,5 (Nasional 69,6) dan tahun 2006 IPM
naik menjadi 67,8 masih di bawah Nasional (70,1) pada tahun yang sama.
Secara umum, angka perolehan GDI dan GEM Sulawesi Tenggara
dibandingkan dengan Nasional masih rendah, dan masih jauh dibawah IPM.
Tahun 2006, angka Gender Develoment Index (GDI) Sulawesi Tenggara
sebesar 61,4 sementara Nasional sebesar 65,3. Sedangkan angka Gender
Empowerment Measurement (GEM) tahun 2005 sebesar 53,4 sementara
(nasional 61,3) dan tahun 2006, menjadi 55,3 (Nasional 61,8) (BPP dan KB
Provinsi Sultra, 2010). Perolehan posisi Sultra dibandingkan dengan provinsi
lain masih berada pada urutan 26 dari 33 provinsi dan GDI berada pada
posisi 17 dari 33 provinsi tahun 2008 sementara tahun 2006 berada pada
posisi 16 dari 32 provinsi.
Untuk mengejar ketertinggalan dalam pembangunan gender, perlu
terus didukung oleh kebijakan yang dijalankan secara terus menerus dan
konsisten, sumber daya aparat yang memadai baik kuantitas mapun kualitas,
pengembangan system pembinaan dan penguatan kelembagaan dalam
bidang pemberdayaan gender, dukungan anggaran yang memadai, system
koordinasi lintas SKPD terkait, basis data online dan selalu terbarukan, serta
komitmen pada pelaksana dan para pemangku kepentingan untuk terus
menjalankan tugas, peran, dan fungsinya secara maksimal dan
berkelanjutan. Hal itu akan mudah terwujud jika diikuti pula dengan
pemberian reward yang memadai serta punishment yang setimpal atas
prestasi atau kegagalan dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab oleh
masing-masing pihak.
Faktor atau kendala utama yang menjadi penyebab ketertinggalan
Sulawesi Tenggara dalam pembangunan gender adalah dukungan anggaran
yang terbatas, yang hanya menggantungkan diri pada dari pemerintah pusat.
Hal itu disebabkan karena PAD (pendapata asli daerah) yang terbatas. Selain
itu penempatan skala prioritas pembangunan dan alokasi anggaran juga
32
40. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
belum menempatkan pembangunan gender sebagai perhatian utama.
Program gender hanya secara implisit berada di setiap SKPD yang terkait
dan seringkali kurang menjadi perhatian pokok dari SKPD bersangkutan,
terutama terkait dengan penyediaan basis data yang lengkap sesuai
kebutuhan dana terus menerus. Praktek aparat pengelolaan anggaran yang
masih saja menyimpang juga menjadi akar permasalahan yang
menyebabkan tidak maksimalnya pengelolaan program dan anggaran
berbasis gender seperti dalam pembangunan kesehatan, pendidikan dan
pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
3. Indikator Partisipasi dalam Pemilu di Daerah
Indikator partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan umum di
daerah baik dalam pemilihan kepala daerah, pemilihan anggota legislatif
maupun pemilihan presiden menjadi ukuran keberhasilan pembangunan
demokrasi lokal. Pemerintah provinsi menunjukan komitmennya untuk
mendorong tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah,
pemilihan legislatif dan pemilihan presiden di daerah khususnya dalam kurun
waktu 2004-2009.
Kebijakan pembangunan politik dan demokrasi Provinsi Sulawesi
Tenggara tahun 2004-2009, dijabarkan dalam rencana strategis daerah
(Renstrada) yang mempunyai sejumlah target dan sasaran sebagai berikut:
Pertama, mengembangkan iklim dan budaya politik yang demokratis dengan
mengaktualisasikan prinsip persamaan, kesetaraan, kebebasan dan
keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi dalam kehidupan
masyarakat; Kedua, meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi politik
masyarakat dengan mengembangkan komunikasi politik yang lebih sehat
menuju terwujudnya budaya politik yang kondusif terhadap kehidupan
masyarakat dan pembangunan; Ketiga, meningkatkan kemandirian partai-
partai politik agar dapat melaksanakan fungsinya dalam meningkatkan
kesadaran dan partisipasi politik masyarakat; Keempat, meningkatkan dan
memantapkan pemahaman warga negara mengenai wawasan kebangsaan,
jati diri bangsa, pembauran bangsa dengan mengaktualisasikan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dilandasi ketahanan bangsa yang kuat,
bermuara dan berfokus pada kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa serta
utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
33
41. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
Target dan sasaran pembangunan bidang politik yang ditetapkan oleh
pihak pemerintah di daerah ini, sejalan dengan terget dan sasaran nasional
yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2004-2009, yang sasarannya meliputi: (a) terlaksananya peran dan
fungsi lembaga penyelenggara negara dan lembaga kemasyarakatan sesuai
dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan berlaku; (b)
meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
politik; (c) terlaksananya pemilihan umum yang demokratis, jujur, dan adil
tahun 2009.
Sesuai dengan Renstrada (2004-2009) kebijakan pembangunan politik
Sulawesi Tenggara meliputi: (a) mengembangkan iklim dan budaya politik
yang demokratis dengan mengaktualisasikan prinsip persamaan, kesetaraan,
kebebasan dan keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi dalam
kehidupan masyarakat; (b) meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi
politik masyarakat dengan mengembangkan komunikasi politik yang lebih
sehat menuju terwujudnya budaya politik yang kondusif terhadap kehidupan
masyarakat dan pembangunan; (c) meningkatkan kemandirian partai-partai
politik agar dapat melaksanakan fungsinya dalam meningkatkan kesadaran
dan partisipasi politik masyarakat; (d) meningkatkan dan memantapkan
pemahaman warga negara mengenai wawasan kebangsaan, jati diri bangsa,
pembauran bangsa dilandasi ketahanan yang kuat, bermuara pada kokohnya
persatuan dan kesatuan bangsa serta utuhnya NKRI. Kebijakan tersebut
sesuai dengan kebijakan pemerintah yang dijawantahkan dalam bentuk
penyelenggaraan pemilihan umum di daerah seperti Pemilu legislatif, Pilpres
secara langsung dan Pilkada langsung.
a. Indikator Partisipasi Dalam Pemilu Legislatif.
Indikator ini diarahkan pada upaya pencapaian target dan sasaran
pembangunan di bidang politik sebagai tertuang dalam Renstrada (2004-
2009) yakni: (a) mengembangkan iklim dan budaya politik yang demokratis
dengan mengaktualisasikan prinsip persamaan, kesetaraan, kebebasan dan
keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi dalam kehidupan
masyarakat; (b) meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi politik
masyarakat dengan mengembangkan komunikasi politik yang lebih sehat
menuju terwujudnya budaya politik yang kondusif terhadap kehidupan
34
42. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
masyarakat dan pembangunan; (c) meningkatkan kemandirian partai-partai
politik agar dapat melaksanakan funmgsinya dalam meningkatkan kesadaran
dan partisipasi politik masyarakat; (d) meningkatkan dan memantapkan
pemahaman politik warga Negara. Kebijakan ini sesuai dengan kebijakan
pemerintah pusat yang selanjutnya dioperasionalisasikan dalam bentuk
program dan kegiatan dalam bentuk penyelenggaraan Pilkada Provinsi,
Pilkada Legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Tingkat partisipasi wajib pilih bervariasi antara pemilu legislatif tahun
2004 dengan pemilu legislatif tahun 2009. Data pada Komisi Pemilihan
Umum Daerah (KPUD) Provinsi Sulawesi Tenggara memperlihatkan bahwa
jumlah wajib pilih terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam Pemilu
2004 sebanyak 1.320.562 orang. Sedangkan jumlah wajib pilih yang
menggunakan hak pilihnya sebanyak 1.263.426 orang, menunjukkan bahwa
partisipasi wajib pilih dalam Pemilu legislatif 2004 sebesar 96% dan yang
golput hanya sebesar 4%. Rendahnya angka golput tersebut menunjukkan
meningkatnya kesadaran warga dalam menggunakan hak pilihnya serta
membaiknya kinerja KPUD dan dukungan pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan pemilu legislatif. Dalam Pemilu legislative tahun 2009,
jumlah wajib pilih terdaftar dalam Daftar Pemili Tetap (DPT) sebanyak
1.901.060 orang dan yang menggunakan haknya sebanyak 1.484.636 orang,
dengan angka partisipasi pemilih sebesar 78%, atau golput sebanyak 22%.
Peningkatan jumlah wajib pilih terdaftar yang golput atau tidak
menggunakan hak pilihnya pada Pemilu legislatif 2004 ke Pemilu Legislatif
2009 sebesar 18%. Kesadaran warga menggunakan hak pilih menurun
antara lain karena adanya kampanye golput untuk tidak memilih akibat
berkurangnya kepercayaan warga terhadap kinerja anggota DPRD di daerah
ini. Penurunan itu juga disebabkan oleh antara lain lemahnya kinerja KPUD
Provinsi dalam mempersiapkan, melaksanakan dan mendorong partisipasi
warga dalam Pemilu legislatif, selain semakin kurangnya dukungan
pemerintah daerah dalam mensosialisasikan pelaksanaan Pemilu legislatif
2009.
Fenomena menunjukkan bahwa di setiap TPS di wilayah Provinsi
Sulawesi Tenggara, banyak wajib pilih yang hadir dan berkeinginan untuk
menyalurkan hak suaranya tetapi ditolak oleh petugas KPPS karena tidak
memiliki kartu suara. Secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat kesadaran
35
43. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu di Sulawesi
Tenggara cukup tinggi, tetapi tidak dibarengi dengan kemampuan kerja
penyelenggara pemilu, baik KPU Daerah maupun pemerintah daerah dalam
mempersiapkan penyelenggaraan pemilu. Kelemahan yang paling menonjol
adalah pada tahapan pemutakhiran data yang tidak dilakukan secara optimal
dan profesional. Fenomena menunjukkan, banyak pemilih yang terdaftar dan
mendapat kartu undangan dalam penyelenggaraan pemilu legislatif 2004
yang lalu, ternyata tidak terdaftar lagi dan tidak mendapat kartu undagan
pemilu dalam penyelenggaraan pemilu legislatif tahun 2009.
b. Indikator Partisipasi Pilpres Langsung
Capaian indikator penyelenggaraan Pilpres langsung oleh KPUD,
tingkat partisipasi wajib pilih dan kualitas pelaksanaan Pilpres tahun 2004 dan
tahun 2009 berbeda. Data pada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD)
Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukan bahwa jumlah wajib pilih dalam
Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada tahun 2004 sebanyak 1.329.652 orang dan
yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 1.313.823 orang dengan tingkat
partisipasi sebesar 98% dan wajib pilih yang golput sebesar 2%. Pada Pilpres
tahun 2009, jumlah wajib pilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap
(DPT) sebanyak 1.908.679 orang, yang menggunakan haknya sebanyak
1.565.918 orang dengan tingkat partisipasi sebesar 82%, atau jumlah golput
sebanyak 18%. Terdapat penurunan tingkat partisipasi masyarakat dalam
Pilpres tahun 2009 dibandingkan tahun 2004 dengan angka golput naik
sebesar 16%. Tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilpres tahun 2004
tergolong sangat tinggi dan hanya kategori tinggi pada tahun 2009. Kondisi
itu sekaligus menunjukkan berkurang kualitas kinerja KPUD Provinsi
Sulawesi Tenggara dalam penyelenggaraan Pilpres 2009 meskipun masih
relative baik dan berjalan sukses.
Indikator partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Presiden Secara
langsung (Pilpres langsung) diarahkan pada upaya pencapaian target dan
sasaran pembangunan bidang politik sesuai Renstrada (2004-2009) yang
target dan sasarannya mencakup: (a) mengembangkan iklim dan budaya
politik yang demokratis dengan mengaktualisasikan prinsip persamaan,
kesetaraan, kebebasan dan keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi
dalam kehidupan masyarakat; (b) meningkatkan pendidikan politik dan
36