SlideShare a Scribd company logo
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 

                              KATA PENGANTAR

       Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pemerintah
(Bappenas) berkewajiban untuk melakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana
pelaksanan RPJMN 2004-2009 di daerah. Bappenas dalam melakukan evaluasi
berkerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia untuk melaksanakan
kegiatan evaluasi di daerah masing-masing.
       Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) tahun 2010 di Provinsi
Sulawesi Tenggara secara umum bertujuan; untuk mengevaluasi pelaksanaan
RPJMN 2004-2009 dan menganalisis kontribusi pada pembangunan di daerah; dan
untuk menganalisis keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam RPJMN 2010-
2014 dengan prioritas/program yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi dengan menggunakan pendekatan diskripsi
kuantitatif dengan memperhatikan kaidah-kaidah SMART (Specific, Measurable,
Attainable, Relevant, dan Timely).
       Pencapaian hasil yang optimal hanya dapat dilakukan jika kegiatan evaluasi
ini didukung oleh tim yang multidisipliner. Tim EKPD Sulawesi Tenggara tahun 2010
didukung oleh tim yang berlatar belakang ilmu ekonomi sumberdaya alam,
menajemen sumberdaya pesisir, ilmu penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat,
ilmu adminitrasi pemerintah, ilmu sosial dan           pendidikan, ilmu ekonomi
pembangunan dan Kesehatan Masyarakat.
       Laparan ini diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi tim evaluasi dalam
melakukan kegaiatn evaluasi dan sebagai bahan Tim sekretariat Nasional untuk
melakukan Berkoordinasi dengan tim evaluasi provinsi untuk mengetahui
perkembangan pekerjaan dan memastikan perkembangan pekerjaan sesuai dengan
waktu yang ditetapkan
       Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan masukan dalam rangka memperlancar kegiatan EKPD ini. Secara
khusus kami mengucapkan terima kasih kepada semua stakeholders daerah dan
pusat yang telah memberikan kontribusi pemikiran, informasi dan data sebagai
bahan penyusunan laporan akhir EKPD 2010.

                                                 Kendari,    Desember 2010
                                                 Rektor Universitas Haluoleo,




                                                  Prof. Dr. H. Usman Rianse
                                                 NIP. 19620204 198703 1 004
                        Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


                                                  DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ……………….…..….…………………………………….…...…. i

DAFTAR ISI ………………………………………………..…………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………… 1
       1.1 Latar Belakang ...................………………………………………………. 1
       1.2 Tujuan dan Keluaran Evalusi ….………………………………………….                                                             2

BAB II HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009 …….......………                                                         3
       A. Agenda Pembangunan Indonesia Yang Aman dan Damai ……….…..                                                     3
           1. Indikator .......................................................................................        4
                1.1. Indeks Kriminal ......................................................................           4
                 1.2. Indikator Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan
                       Konvensional ........................................................................          5
                 1.3. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional ..                                        6
           2. Analisis Pencapaian Indikator ………………………………………..                                                          6
           3. Rekomendasi Kebijakan ………………………………………………                                                                9
       B. Mewujudkan Indonesia Yang Adil dan Demokratis ..............................                                10
           1. Indikator .........................................................................................     10
                1.1. Pelayanan Publik ...................................................................             10
                 1.2. Indikator Demokrasi Publik ....................................................                 10
            2. Analisis Pencapaian Indikator ………………………………………… 13
                2.1 Indikator Pelayanan Publik .....................................................                  13
                2.2 Persentase Kab/Kota Memiliki Perda Pelayanan Satu Atap...                                         20
                2.3 Persentase SKPD Provinsi Memiliki Pelaporan Keuangan WTP 22
            2. Analisis Pencapaian Indikator Demokrasi Publik ............................                            24
            3. Rekomendasi Kebijakan .................................................................                38
       C. Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat .....................................                              41
          1. Indikator ............................................................................................   41
             1.1. Indikator Pendidikan ..................................................................             41
             1.2. Indikator Kesehatan ...................................................................             43
             1.3. Indikator Keluarga Berencana ..................................................                     48
             1.4. Indikator Makro Ekonomi dan Investasi.....................................                          50
             1.5. Infrastruktur ……………………………………………………….                                                                52
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 

            1.6 Indikator Pertanian ………………………………………………….                                                           53
            1.7. Indikator Kehutanan ...................................................................           55
            1.8. Indikator Kelautan ……………………………………………………                                                          56
            1.9. Indikator Kesejahteraan Sosial …………………………………….                                                   57
         2. Analisis Pencapaian Indikator …………………………………………..                                                      59
         3. Rekomendasi Kebijakan .....................................................................           85
            3.1. Indikator Pendidikan ...................................................................         85
            3.2. Indikator Kesehatan dan Keluarga Berencana ............................                          85
            3.3. Indikator Makro Ekonomi .............................................................            86
            3.4. Indikator Pertanian, Kehutanan dan Kelautan..............................                         87
            3.5. Indikator Kesejahteraan Sosial ....................................................               88

BAB III. RELEVANSI RPJMN 2010-2014 DENGAN RPJMD PROVINSI
         SULAWESI TENGGARA ...............................................................……                       89
           1. Pengantar .......................................................................................    89
           2. Tabel Relevansi RPJM Nasional dan RPJMD Sulawesi Tenggara..                                          89
           3. Rekomendasi ..................................................................................      105

BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................                               109

          1. Kesimpulan .....................................................................................     109

          2. Rekomendasi ..................................................................................       110
                  Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 

                                         DAFTAR TABEL

                                                                                                       Hal

Tabel 2     Persentase Umur Harapan Hidup Penduduk                                       di Sulawesi 45
            Tenggara .......................................................................................

Tabel 3     Persentase Angka Kematian Bayi di Provinsi Sulawesi Tenggara                                46

Tabel 4      Persentase Prevalensi Gizi Buruk di Sulawesi Tenggara                                      46

Tabel 5     Persentase Prevalensi Gizi Kurang di Sulawesi Tenggara                                      47

Tabel 6     Persentase penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate) di 48
            Provinsi Sulawesi Tenggara

Tabel 7.    Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Sulawesi Tenggara                                     49

Tabel 8.    Kinerja Makro Ekonomi Sulawesi Tenggara (2004-2009)                                         50

Tabel 9.    Perkembangan Investasi Domestik dan Investasi Asing di 51
            Sulawesi Tenggara

Tabel 10.   Perkembangan Kondisi Jalan di Sulawesi Tenggara                                             52

Tabel 11.   Nilai Tukar Petani (NTP) di Sulawesi Tenggara Tahun 2008-2009                               54

Tabel 12.    PDRB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku (Rp. Juta)                                  55

Tabel 13.   Persentase Luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan
            kritis di Sulawesi Tenggara dan Nasional Tahun 2004-2008      55

Tabel 14.   Capaian indicator keluaran (output) jumlah tindak pidana
            perikanan di Sulawesi Tenggara dan Nasional Tahun 2004- 56
            2009

Tabel 15.   Luas Kawasan Konservasi Laut                     di Sulawesi Tenggara               dan 57
            Nasional Tahun 2004-2009

Tabel 16.   Persentase Penduduk Miskin Di Sulawesi Tenggara 2004-2009                                   57

Tabel 17.   Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Sulawesi Tenggara
            Tahun 2004-2009                                            58

Tabel 18.   Jumlah Tenaga Kerja Menurut Perusahaan (Sedang dan Besar) 58
            Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2004-2009

Tabel 19.   Evaluasi Relevansi RPJMN 2010-2014 dengan RPJMD Provinsi 90
            Sulawesi    Tenggara   2008-2013   dari  Aspek  Prioritas
            Pembangunan dan Program Aksi
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 




                                          DAFTAR GAMBAR

                                                                                                                 Hal

Gambar 1        Persentase    Kasus     Konvensional      yang  terselesaikan
                dibandingkan yang dilaporkan di Polda Sultra …………………….. 6
Gambar 2        Persentase Kasus Kejahatan Transnasional yang terselesaikan
                selama tahun 2004-2009 ............................................................... 7
Gambar 3        Persentase kasus korupsi terselesaikan di Polda Sultra, tahun
                2005-2009 ……………………………………………………………... 16
Gambar 4        Persentase Kasus Tindak Pidana Korupsi pada Kejaksaan
                Tinggi Sulawesi Tenggara yang ditangani dibanding dengan
                yang dilaporkan dalam kurun waktu 2004-2009 …………………... 17

Gambar 5        Persentase jumlah SKPD di Sultra yang laporan keuangannya
                WTP ............................................................................................... 20
Gambar 6        Perkembangan Capaian Angka Usia Harapan Hidup Penduduk
                Sulawesi Tenggara dalam kurun Waktu 2005 sampai dengan
                2009 ............................................................................................... 23

Gambar 7.       Angka Kematian Bayi/1000 Kelahiran Hidup di Sulawesi
                Tenggara Selama Lima Tahun Terakhir (Tahun 2005-2009) ........ 23
Gambar 8.       Angka kematian ibu melahirkan/100.000 kelahiran hidup (KH) .....                                   24
                Gambar 10. Persentase angka melek huruf perempuan berusia
                di atas 15 tahun, Sultra tahun 2004-2009 ...................................... 25
Gambar 11.      Grafik Persentase Perempuan dalam Angkatan Kerja ..................                                26
Gambar 12 Persentase Jumlah Perempuan di DPRD se Sultra, periode
.         tahun 2004-2009 dan 2009-2014 ................................................... 27
Gambar 13       Persentase APK dan AMH ............................................................. 58
Gambar 14.      Persentase APS dan AMH …………………………………………...                                                         59
Gambar 15.      Persentase APS dan AMH …………………………………………...                                                         60
Gambar 16       Trend Angka Kematian Bayi di Provinsi Sulawesi Tenggara .........                                  61
Gambar 17       Trend penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate) di
                Provinsi Sulawesi Tenggara .......................................................... 63
Gambar 18       Trend Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Sulawesi
                Tenggara ....................................................................................... 65
Gambar 19.      Laju Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi Tenggara ......................                               66
Gambar 20.      Laju Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi Tenggara ......................                               68
Gambar 21       Laju Inflasi di Sulawesi Tenggara .................................................                69
                    Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 

Gambar 22.   Nilai Realisasi Investasi PMA di Sulawesi Tenggara ...................                            71
Gambar 23.   Nilai Realisasi Investasi PMDN di Sulawesi Tenggara ................                              72
Gambar 24.   Persentase Jalan Nasional Dalam Kondisi Baik di Sultra .............                              74
Gambar 25.   Persentase Jalan Nasional Dalam Kondisi Sedang di Sultra ........                                 75
Gambar 26.   Persentase Jalan Nasional Dalam Kondisi Rusak di Sultra ..........                                76
Gambar 27.   Kondisi Jalan Nasional di Sulawesi Tenggara Tahun 2007 ..........                                 76
Gambar 28.   Kondisi Jalan Nasional Tahun 2009 di Sulawesi Tenggara ..........                                 77
Gambar 29    Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tenggara...................                            78
Gambar 30    Persentase Luas Lahan Rehabilitasi dalam Hutan terhadap
             Lahan Kritis ................................................................................... 79
Gambar 31    Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sulawesi Tenggara 2004-
             2009 .............................................................................................. 80
Gambar 32    Tingkat pengangguran terbuka Provinsi Sulawesi Tenggara
             2004-2009 ..................................................................................... 81
Gambar 32    Daya serap tenaga kerja menurut perusahaan di Provinsi Sulwesi
             Tenggara 2004-2009 ..................................................................... 82
Gambar 34    Analisis dengan indikator pendukung ............................................                  82
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


                                                                BAB I
                                                         PENDAHULUAN

1.1 . Latar Belakang
         Menurut Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), kegiatan evaluasi merupakan salah
satu dari empat tahapan perencanaan pembangunan yang meliputi penyusunan,
penetapan, pengendalian perencanaan serta evaluasi pelaksanaan perencanaan.
Sebagai suatu tahapan perencanaan pembangunan, evaluasi harus dilakukan
secara sistematis dengan mengumpulkan dan menganalisis data serta informasi
untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan dilaksanakan.
Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan. Sesuai
dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pemerintah
(Bappenas) berkewajiban untuk melakukan evaluasi pelaksanan RPJMN 2004-2009.
         Di dalam pelaksanaan evaluasi dilakukan dua bentuk yang berkaitan
dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Pertama
adalah evaluasi atas pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan yang kedua penilaian
keterkaitan antara RPJMD dengan RPJMN 2010-2014. Metode yang digunakan
evaluasi adalah Evaluasi ex-post. Evaluasi ex-post bertujuan untuk melihat
efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran) dengan mengacu pada 3 (tiga)
agenda RPJMN 2004 - 2009 (agenda Aman dan Damai; Adil dan Demokratis; serta
Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat). Untuk mengukur kinerja yang telah dicapai
dalam pelaksanaan ketiga agenda tersebut, diperlukan identifikasi dan analisis
indikator pencapaian.
         Metode yang digunakan dalam evaluasi relevansi RPJMD Provinsi dengan
RPJMN 2010-2014 adalah membandingkan keterkaitan 11 prioritas nasional dan 3
prioritas lainnya dengan prioritas daerah serta mengidentifikasi potensi lokal dan
prioritas daerah yang tidak ada dalam RPJMN 2010-2014. Prioritas nasional dalam
RPJMN 2010-2014 adalah 1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, 2) Pendidikan, 3)
Kesehatan, 4) Penanggulangan Kemiskinan, 5) Ketahanan Pangan, 6) Infrastruktur,
7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha, 8) Energi, 9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan
Bencana, 10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, & Pasca-konflik, 11)
Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi dan 3 prioritas lainnya yaitu 1)


 
                                        1
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


Kesejahteraan Rakyat lainnya, 2) Politik, Hukum, dan Keamanan lainnya, 3)
Perekonomian lainnya.
         Hasil dari EKPD 2010 diharapkan dapat memberikan umpan balik pada
perencanaan pembangunan daerah untuk perbaikan kualitas perencanaan di
daerah. Selain itu, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar bagi pemerintah
dalam mengambil kebijakan pembangunan daerah.
         Pelaksanaan EKPD dilakukan secara eksternal untuk memperoleh masukan
yang lebih independen terhadap pelaksanaan RPJMN di daerah. Berdasarkan hal
tersebut, Bappenas cq. Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan melaksanakan
kegiatan EKPD yang bekerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi selaku evaluator
eksternal dan dibantu oleh stakeholders daerah.


1.2. Tujuan dan Keluaran Evaluasi
Tujuan kegiatan evaluasi adalah:
1. Untuk mengevaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan menganalisis
    kontribusi pada pembangunan di daerah;
2. Untuk menganalisis keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam RPJMN 2010-
    2014 dengan prioritas/program yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka
    Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi. Keluaran yang diharapkan dari kegiatan
    evaluasi meliputi: Tersedianya dokumen evaluasi pencapaian pelaksanaan
    RPJMN 2004-2009 untuk setiap provinsi dan tersedianya dokumen evaluasi
    keterkaitan RPJMD Provinsi dengan RPJMN 2010-2014.




 
                                        2
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


                                                    BAB II
                HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009

A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI

               Dua dari tiga visi utama pembangunan Indonesia tahun 2004 – 2009
    adalah terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang aman,
    bersatu, rukun dan damai; serta terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara
    yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan, dan hak asasi manusia. Untuk
    mewujudkan visi dimaksud telah dijabarkan sasaran target dan program
    pembangunan nasional sebagaimana dicanangkan dalam RPJMN 2004-2009.
               Dalam upaya membangunan Indonesia yang aman dan damai misalnya
    telah digariskan berbagai rancangan kebijakan seperti peningkatan kemampuan
    pertahanan Negara dengan maksud untuk meningkatkan profesionalisme aparat
    keamanan baik dalam hal modernisasi peralatan pertahanan negara dan
    teknologi pendukungnya, dan mereposisi peran TNI dalam kehidupan sosial-
    politik,    mengembangkan     secara   bertahap    dukungan   pertahanan,   serta
    meningkatkan kesejahteraan prajurit dalam upama memaksimalkan kinerja
    aparat keamanan dalam menjalankan tugas pokok dan funsinya.
               Pemerintah secara nasional telah menelorkan berbagai bentuk program
    terkait dalam rangka mewujudkan visi di atas terutama dalam kaitannya dengan
    peningkatan rasa aman dan damai diantaranya peningkatan keamanan,
    ketertiban dan penanggulangan kriminalitas mulai dari perkotaan sampai         di
    pelosok tanah air, yang diwujudkan melalui penegakkan hukum dengan tegas,
    adil, dan tidak diskriminatif; meningkatkan kemampuan lembaga keamanan
    negara; meningkatkan peran serta masyarakat untuk mencegah kriminalitas dan
    gangguan       keamanan    dan   ketertiban   di   lingkungannya   masing-masing,
    menanggulangi dan mencegah tumbuhnya permasalahan yang berkaitan dengan
    penggunaan dan penyebaran dan konsumsi narkoba, baik dalam negeri maupun
    transnasional, meningkatkan kesadaran akan hak-hak dan kewajiban hukum
    masyarakat, serta memperkuat kerjasama internasional untuk memerangi
    kriminalitas dan kejahatan lintas Negara secara umum.




 
                                           3
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


1. Indikator
    1.1. Indeks Kriminal
           Dalam banyak fakta, upaya membangun dan mewujudkan rasa aman dan
    damai di kalangan masyarakat terus dilakukan dan telah menunjukkan kemajuan.
    Pada level nasional terutama di daerah tempat persembunyian kelompok
    terorisme telah berhasil diungkap dan diawasi secara ketat oleh aparat
    keamanan terutama kepolisian. Hanya saja, dalam fakta lainnya, di berbagai
    daerah termasuk di Sulawesi Tenggara sampai tahun 2009 ini, masih saja terjadi
    berbabagi kejahatan bagi kejahatan konvensional maupun dan perompakan
    sumber daya alam seperti ilegal loging dan ilegal fishing yang sampai saat ini
    masih menjadi permasalahan yang belum dituntaskan.
           Berbagai kejahatan konvensional seperti tindakan kriminalitas (pencurian
    dan perampokan) masih terus terjadi. Kasus seperti itu tentu saja sangat
    menghawatirkan karena menggangu rasa aman dan ketentraman hidup dalam
    masyarakat di daerah. Praktek ilegal loging hasil hutan terus terjadi selama tahun
    2004 hingga 2009, terutama pencurian kayu jati di Kabupaten Muna, Sulawesi
    Tenggara yang telah merugikan Negara,           merusak lingkungan hidup dan
    ekosistem penyangka kelestarian sumber mata air bagi masyarakat. Selain itu,
    kejahatan transnasional juga terus terjadi sampai di daerah yang tidak
    berbatasan langsung dengan Negara lain seperti Sulawesi Tenggara, berupa
    penyelundupan barang bekas, antar negara dari Singapura ke Indonesia, dan
    penjualan hasil hutan seperti rotan ke Singapur dan malaysia masih terjadi.
           Beberapa penyebab adanya berbagai kejahatan itu antara lain perilaku
    hidup masyarakat yang tidak patuh aturan, dorongan untuk memperkaya diri
    sendiri, termasuk karena desakan ekonomi sebagai alasan klasik yang menjadi
    penyebab lahirnya berbagai kajahatan dalam masyarakat. Luas wilayah
    dibandingkan jumlah aparat keamanan masih terbatas, anggaran operasional
    dan peralatan teknologi terbatas masih menjadi alasan (pada level pusat maupun
    daerah), mengapa praktek kejahatan baik konvensional maupu transnasional
    terus terjadi. Namun hal itu bukanlah satu-satunya penyebab yang membuat
    kejahatan terus berlangsung. Hal yang paling utama adalah komitmen dan
    profesionalisme aparat keamanan (TNI, Polisi dan Bantuan Polisi) dalam
    menjalankan tupoksi dalam memberikan perlindungan terhadap asset Negara
    dan kehidupan masyarakat belum maksimal.



 
                                          4
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


             Kasus illegal loging yakni penebangan secara liar kayu jati yang terjadi di
    Pulau Muna Sulawei Tenggara, terkesan lebih disebabkan oleh kurang
    profesionalnya    aparat   keamanan,              termasuk     penguasa    setempat    dalam
    mengawal potensi hasil hutan. Bahkan ada fenomena bahwa ada sejumlah
    oknum aparat yang seharusnya mengamankan hasil hutan, justru tutup mata
    dengan praktek penebangan kayu jati secara liar yang terjadi di wilayah itu.
             Khusus kasus terorisme yang menjadi kekhawatiran nasional tidak terjadi
    di Sulawesi Tenggara. Fenomena yang terjadi adalah isu-isu provokasi yang
    menjurus pada konflik horizontal antar kelompok yang terjadi selama periode
    tahun 2004-2009. Kasus ini sering terkait dengan pelaksanaan Pilkada langsung,
    yang seringkali mencuat di permukaan ketika pertarungan politik dalam pilkada
    melahirkan ketidakpuasan diantara para pendukung calon kepala daerah, baik
    dalam proses pemilihan Walikota, Bupati maupun pemilihan Gubernur. Bentuk
    kerawanan yang lain adalah konflik antar kelompok pemuda di kota Kendari yang
    sering mengarah pada konflik antar etnik di kota Kendari. Peluang terjadinya
    konflik horizontal antar etnik sangat terbuka di Kota ini karena watak kesukuan
    masih dominan dan dipegang teguh oleh masing-masing kelompok-kelompok
    etnik dalam masyarakat Kota Kendari seperti (Tolaki, Muna, Bugis, Makassar,
    Buton,    Mekongga),    dan     nilai-nilai       pluralisme    dalam     masyarakat   belum
    terkonsolidasi secara baik.


    1.2. Indikator Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional
             Persentase    jumlah     penyelesaian          kasus     kejahatan    konvensional
    berfluktuasi. Jumlah kasus terselesaikan pada tahun 2005 sebanyak 55,54%,
    tahun 2006 sebesar 56,04%, dari jumlah kasus dilaporkan sebanyak 4675 kasus.
    Pada tahun 2007 terjadi penurunan persentase jumlah kasus kejahatan
    konvesnional yang terselesaikan yakni menjadi 53,52% dari                      jumlah kasus
    dilaporkan sebanyak 6.359 kasus yang dilaporkan. Pada tahun 2008 kembali
    mengalami peningkatan menjadi 59,74% kasus yang terselesaikan, dan terus
    naik menjadi 64,70% dari jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2009.
    Beberapa kritik masyarakat atas proses penyelesaian kasus-kasus kejahatan
    konvesional di daerah ini adalah masih lambannya aparat kepolisian dalam
    merespon laporan masyarakat selain proses penyelesaian kasus yang tidak
    tranparan, yang disertai dengan adanya biaya-biaya ekstra yang dibebankan
    kepada masyarakat.


 
                                                  5
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 




    1.3. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional
            Persentase penyelesaian hukum atas kasus kejahatan transnasional juga
     menunjukkan perubahan angka yang tidak linier. Salah satu persoalan hukum
     yang menjadi perhatian pemerintah di daerah ini adalah praktek kejahatan
     transnasional yang melibatkan warga dari berbagai Negara seperti kasus migran
     gelap dari Filipina sempat menarik perhatian publik di daerah ini. Penyelesaian
     kasus-kasus yang melibatkan warga Negara dari berbagai Negara seringkali
     mengalami hambatan dalam penyelesaiannya karena belum ada perjanjian
     ekstradisi antar pemerintah RI dengan Negara asal warga yang mempunyai
     masalah pelanggaran hokum.
            Sulawesi Tenggara      merupakan salah satu daerah di Indonesia yang
     tingkat kejahatan transnasionalnya relative rendah, dengan kasus-kasus utama
     hanya pada masalah pelanggaran keimigrasian, narkotika dan perdagangan
     antar negara. Pada tahun 2005, jumlah kasus tindak kejahatan transnasional
     yang terselesaikan dibandingkan dengan yang dilaporkan sebesar 90,00%, tahun
     2006 sebesar 65,79 %, tahun 2007 sebesar 57,53%,              tahun   2008 sebesar
     52,08%, dan tahun 2009 sebesar 87,88%              dari 66 kasus yang dilaporkan.
     Perubahan angka persentase yang berfluktuasi itu disebabkan oleh jumlah
     laporan   kejahatan    konvesional      yang   berfluktuasi   pula    serta   tingkat
     penyelesaiannya     tidak   didasarkan      pada     tahun    kalender    melainkan
     mengutamakan tingkat kemudahan dalam penyelesaiannya.


    2. Analisis Pencapaian Indikator
            Beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan
     pembangunan aman dan damai dalam kaitannya dengan indeks kriminalitas
     adalah persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional dan persentase
     penyelesaian kasus kejahatan transnasional yang terjadi diberbagai wilayah di
     tanah air. Di Sulawesi Tenggara, selama tahun 2004 sampai dengan 2009,
     kinerja aparat kemanan dalam menyelesaikan kasus kejahatan konvesional dan
     kejahatan transnasional berfluktuasi.




 
                                             6
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


           Berdasarkan data yang diperoleh dari Kepolisian Daerah (Polda)
    Sulawesi   Tenggara    tahun   2010,   tingkat   penyelesaian   kasus   kejahatan
    konvensional disajikan dan dianalisis dalam bentuk grafik sebagai berikut:




    Sumber: diolah dari data sekunder Polda Sultra, 2010.
    Gambar 1. Persentase Kasus Konvensional yang terselesaikan dibandingkan
                yang dilaporkan di Polda Sultra

           Berdasarkan grafik pada Gambar 1 terlihat bahwa penyelesaian kasus
    tindak kejahatan konvensional masih relative rendah dan berfluktuasi atau tidak
    terjadi peningkatan yang linier selama kurun waktu tahun 2005 sampai dengan
    2009. Kondisi itu terkait dengan naik turunnya jumlah kasus yang dilaporkan.
    Pada tahun 2007 terjadi penurunan kinerja penyelesaian kasus yakni 53,52%
    dari jumlah dilaporkan. Penyebabnya oleh antara lain karena naiknya jumlah
    kasus yang dilaporkan sementara jumlah aparat tidak bertambah secara dramatis
    seiring peningkatan jumlah kasus dilaporkan. Dengan kata lain, jumlah kasus
    yang dilaporkan meningkat, sementara jumlah aparat kepolisian di daerah ini
    tidak meningkat secara drastis. Sebagai catatan, bahwa peningkatan jumlah
    anggota polisi dan alokasi anggaran setiap tahun yang terus meningkat belum
    menunjukkan perubahan dan dampak yang signifikan terhadap perkembangan
    jumlah kejahatan yang terjadi. Alokasi anggaran terus meningkat, namun
    kejahatan juga semakin bertambah. Pada hal idealnya, semakin banyak jumlah
    aparat polisi, semakin tinggi alokasi anggaran operasional seharusnya semakin
    rendah pula jumlah kasus kejahatan konvesional yang terjadi dalam masyarakat.


 
                                           7
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


               Tingkat penyelesaian kasus kejahatan konvesional menggambarkan
       hal yang serupa. Terjadi fluktuasi presentase tingkat penyelesaian kasus
       kejahatan transnasional yang dilakukan oleh aparat khususnya aparat
       kepolisisan daerah Sulawesi Tenggara. Secara jelas digambarkan dalam
       grafik pada gambar 2 berikut.




    Sumber: Diolah dari data sekunder Polda Sultra (2010)
    Gambar 2. Persentase Kasus Kejahatan Transnasional yang terselesaikan
                selama tahun 2004-2009

           Berdasarkan grafik pada Gambar 2 terlihat adanya penurunan tingkat
    penyelesaian kasus transnasional yang terjadi di wilayah Kepolisian Daerah
    Sulawesi    Tenggara.   Dalam      grafik   terlihat   bahwa   jumlah   kasus   yang
    terselesaikan pada tahun 2007 (57,58%) dan tahun 2008 (52,08%). Penurunan
    persentase jumlah kasus yang diselesaikan dibandingkan yang dilaporkan terus
    meningkat. Hal itu tidak sejalan dengan target kinerja yang ditetapkan kepolisian
    yakni memaksimalkan pelayanan masyarakat. Lambannya penyelesaian kasus
    transnasional disebabkan oleh keterlibatan warga Negara dan jumlah aparat
    yang masih terbatas. Selain itu target penyelesaikan kasus tidak didasarkan
    pada tahun kalender, melainkan tergantung pada skala prioritas dikaitkan
    dengan tingkat kerumitan atau kemudahan dalam penyelesaian setiap kasus
    yang dilaporkan oleh masyarakat.




 
                                            8
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


3. Rekomendasi Kebijakan

         Berbadasarkan hasil evaluasi kinerja pemerintahan daerah di Sulawesi
    Tenggara khususnya mengenai pelaksanaan agenda pembangunan Indonesia
    yang aman dan damai menunjukkan kinerjanya masih relative rendah. Untuk itu
    beberapa hal yang perlu mendapat perhatian untuk memaksimalkan kinerjanya
    ke depan adalah sebagai berikut:
    1. Perlu   keseriusan   aparat     kepolisian   dalam   penanganan   kasus-kasus
       kejahatan konvensional termasuk perlu melakukan tindakan prefentif agar
       kasus kejahatan dapat berkurang. Karena frekwensi tindak kejahatan
       konvesional terus meningkat di daerah ini, maka peran aparat keamanan
       untuk meningatkan pengamanan termasuk penyelesaian kasus-kasus
       kejahatan perlu terus ditingkatkan, selain penanganan masalah kemiskinan
       dan pengangguran yang seringkali dianggap menjadi pemicu lahirnya
       tindakan kriminalitas seperti pencurian dan perampokan.
    2. Penanganan kasus transnasional, termasuk penyelesaian kasus yang
       melibatkan WNI di luar negeri seperti pelanggaran keimigrasian perlu
       ditangani secara serius. Upaya yang perlu dilakukan adalah memberikan
       berbagai penyuluhan terkait dengan aturan-aturan keimigrasian, penyuluhan
       perdagangan lintas Negara kepada para pemilik kapal di daerah yang sering
       menyelundupkan barang dari dan ke Singapura agar mereka mengetahui
       dalam mematuhi aturan keimigrasian dan ekspor-inpor barang sehingga tidak
       merugikan Negara atau daerah
 




 
                                           9
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


B. MEWUJUDKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS


    1. Indikator
    1.1. Pelayanan Publik
           Beberapa faktor penyebab rendahnya kualitas pelayanan umum kepada
    masyarakat antara lain karena penyalahgunaan kewenangan dan atau karena
    adanya berbagai penyimpangan atau korupsi, rendahnya kinerja aparatur, belum
    memadainya     sistem    kelembagaan       (organisasi)   dan      ketatalaksanaan
    pemerintahan, rendahnya kesejahteraan PNS, serta banyaknya peraturan
    perundang-undangan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan
    dan tuntutan pembangunan.
           Rendahnya    kualitas   pelayanan    publik   terlihat    dari   antara   lain
    pembangunan prasarana umum seperti jalan raya (jalan provinsi dan jalan
    kabupaten) yang belum memadai (banyak yang rusak), fasilitas air bersih dan
    listrik yang masih terbatas. Ketiga hal itu, sampai saat ini masih menjadi
    permasalahan utama dan belum terselesaikan di Sulawesi Tenggara sejak awal
    pelaksanaan otonomi daerah, terutama pada tahun 1999 hingga tahun 2009.
    Pada hal salah satu esensi dari otonomi daerah adalah dalam rangka mendorong
    percepatan pembangunan dan pelayanan publik. Namun demikian diakui pula
    bahwa beberapa aspek layanan publik yang lain mulai dibenahi dan
    menunjukkan kinerja yang baik, seperti pelayanan kesehatan, penyelenggaran
    pendidikan, pelayanan administrasi dan pelayanan perizinan.


    1.2. Indikator Demokrasi Publik

           Beberapa isu utama yang menjadi perhatian dan sekalgus permasalahan
    dalam pembangunan demokrasi adalah masih lemahnya kelembagaan politik
    lembaga penyelenggara Negara, lembaga-lembaga kemasyarakatan belum
    tertata, masih rendahnya internalisasi nilai-nilai demokratis dalam kehidupan
    berbangsa dan bernegara seperti tingginya tindakan kekerasan atau konflik
    horizontal antar kelompok-kelompok politik, politik uang,       persoalan-persoalan
    masa lalu yang belum tuntas seperti pelanggaran HAM berat, tindakan-tindakan
    kejahatan politik, adanya ancaman terhadap komitmen persatuan dan kesatuan
    dan adanya kecenderungan unilateralisme dalam hubungan internasional.
    Disamping masalah-masalah pokok tersebut di atas, berbagai permasalahan


 
                                        10
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


    mendasar yang menuntut perhatian khusus pembangunan ke depan adalah: (1)
    masih lemahnya karakter bangsa; (2) belum terbangunnya sistem pembangunan,
    pemerintahan, dan pembangunan yang berkelanjutan; (3) belum berkembangnya
    nasionalisme, rendahnya keberpihakan pada rakyat kecil, demokrasi dan
    kekerasan dalam politik, dan ketidak adilan distribsi ekonomi antar struktur dalam
    masyarakat; (4) belum terejawantahnya nilai-nilai utama kebangsaan; 5) belum
    berkembangnya sistem yang memungkinkan masyarakat untuk mengadopsi dan
    memaknai nilai-nilai kontemporer secara bijaksana; (6) kegamangan dalam
    menghadapi     masa     depan;     serta    (7)   rentannya     sistem    pembangunan,
    pemerintahan, dan kenegaraan dalam menghadapi perubahan.
           Sistem demokrasi yang dianut Indonesia haruslah selaras dengan nilai-
    nilai demokrasi Pancasila, bukan demokrasi liberal seperti banyak dianut oleh
    Negara demokrasi liberal lainnya. Penerapan demokrasi pancasila lebih condong
    pada system demokrasi sosialis, yang memberikan peluang bagi intervensi
    Negara dalam mendorong percepatan pembangunan yang terkait dengan
    kepentingan strategis masyarakat atau dalam hal terjadi ketimpangan struktural.
    Hal itu berbeda dengan sistem demokrasi liberal yang secara esensil, segala
    sesuatunya, termasuk layanan publik yang menguasai hajat hidup orang banyak,
    termasuk menyangkut kepentingan kelompok minoritas diserahkan pada
    mekanisme      pasar.   Konsep     mekanisme       pasar      secara     absolute    hanya
    menguntungkan      pemilik   modal,    sementara      yang     lemah     atau     kelompok
    masyarakat marginal akan semakin tertinggal dan terpinggirkan.
           Konsep pembangunan berwawasan gender merupakan bagian dari upaya
    mengatasi ketimpangan struktural antara laki-laki dan perempuan dalam
    hubungan sosial dan pelayanan publik dalam kerangka membangun demokrasi
    yang partisipatif secara luas dan perwujudan nilai-nilai HAM. Salah satu tujuan
    dan sasaran penting dari pembangunan berwawasan gender adalah peningkatan
    kualitas hidup yang setara antara perempuan dan laki-laki. Hal itu hanya bisa
    dicapai dengan cara melakukan peningkatan kapabilitas dasar secara seimbang
    antara laki-laki dan perempuan. Hal itu dapat dilakukan dalam berbagai aspek
    seperti peningkatan akses yang setara dalam pelayanan pendidikan, pelayanan
    kesehatan secara baik dan kegiatan ekonomi. Karena itu, indikator yang
    digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan demokrasi adalah
    semakin tingginya aksebilitas dan keterlibatan perempuan dalam layanan publik
    (pendidikan,   kesehatan     dan    pemberdayaan        ekonomi)       dan      keterlibatan


 
                                               11
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


    perempuan dalam proses-proses politik, kebijakan pemerintahan dan kegiatan
    yang terkait dengan upaya mewujudkan kesetaraan perempuan dan laki-laki.
          Pemerintah Sulawesi Tenggara menetapkan suatu kerangka kebijakan
    pembangunan gender dengan tujuan antara lain meningkatkan kesetaraan
    perempuan dan laki-laki dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui
    kebijakan yang ada, berbagai lembaga yang terkait secara struktural maupun
    fungsional mempunyai tugas dan peran untuk memperjuangkan terwujudnya
    kesetaraan dan keadilan gender. Dalam Renstrada pembangunan gender
    ditetapkan beberapa target dan sasaran yang hendak dicapai dalam kurun waktu
    20004-2009. Sasaran dimaksud adalah: (a) mewujudkan kemitrasejajaran antara
    perempuan dan laki-laki melalui jalinan pola sikap dan perilaku yang saling
    peduli, saling menghargai, saling menghormati dan saling mengisi, baik di tingkat
    keluarga, masyarakat, maupun dalam proses pembangunan; (b) meningkatkan
    stabilitas dan kontrol yang memungkinkan perempuan sebagai mitra sejajar laki-
    laki untuk bersama-sama berperan dalam pembangunan sesuai dengan kodrat
    dan martabatnya, tanpa melupakan peran bersama dalam mewujudkan keluarga
    sejahtera yang beriman sehat dan bahagia; (c) memberdayakan lembaga-
    lembaga pengelola kemajuan perempuan agar lebih berperan, berkualitas dan
    mandiri yang diwujudkan melalui program-program GDI (Gender Development
    Indeks) seperti perbaikan layanan kesehatan, pendidikan dan pemberdayaan
    ekonomi, dan program GEM (Gender Empowerment Meassurement) seperti
    pemberdayaan politik perempuan dan aksebiitas dalam jabatan professional dan
    pengambilan keputusan; (d) meningkatkan perlindungan terhadap perempuan
    untuk mencegah terjadinya diskriminasi dan tindakan pelecehan atau kekerasan
    terhadap perempuan dan anak; (e) terjaminnya keadilan gender dalam berbagai
    peraturan    perundang-undangan        dan      kebijakan     publik;   (f)   menurunnya
    kesenjangan pencapaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki yang
    diukur dengan angka GDI dan GEM.
           Pencapaian kinerja dalam GDI dan GEM diukur menggunakan beberapa
    indikator   seperti   aksebilitas   terhadap      pelayanan     kesehatan,    pendidikan,
    keberdayaan     ekonomi,     partisipasi    dan    peran    politik   perempuan,   posisi
    perempuan      dalam    pengambilan        kebijakan   dalam     pemerintahan.     Dalam
    peningkatan kesetaraan gender, upaya pembangunan di Sulawesi Tenggara
    diarahkan untuk meningkatkan mutu dan pelayanan kesehatan, pendidikan
    gratis, pemberdayaan ekonomi dan mendorong partisipasi politik warga dalam


 
                                               12
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


    proses-proses pengambilan keputusan dalam pembangunan guna menghasilkan
    pembangunan yang mampu mengatasi permasalahan sesuai kebutuhan riil
    seluruh lapisan masyarakat. Dalam bidang kesehatan, upaya itu dilakukan
    melalui berbagai kebijakan seperti pengobatan gratis di Puskesmas serta
    pemberian obat secara cuma-cuma untuk jenis obat tertentu. Sementara dalam
    bidang pendidikan dilakukan dengan memberikan kesempatan yang sama antara
    anak laki-laki dan perempuan untuk mengenyam pendidikan mulai dari SD
    sampai dengan perguruan tinggi. Sementara dalam pemberdayaan ekonomi,
    memberikan kesempatan luas kapada kelompok usaha kecil rumah tangga dan
    usaha menengah untuk mendapatkan permodalan guna meningkatkan kapasitas
    usahanya.
             Dalam bidang politik, upaya peningkatan peran perempuan dalam politik
    juga menjadi perhatian organisasi politik dengan memberikan akses kepada
    perempuan untuk ikut dalam partai politik atau menjadi calon legislatif termasuk
    menduduki posisi penting dalam organisasi birokrasi. Dalam kebijakan yang
    disebutkan terakhir ini seringkali dihambat oleh penguasa lokal yang           tidak
    menempatkan perempuan dalam posisi penting di birokrasi karena sistem
    promosi dalam birokrasi seringkali lebih didominasi oleh pertimbangan dukungan
    politik, selain persayaratan yang harus dipenuhi dalam jabatan karir di birorkrasi.


    2. Analisis Pencapaian Indikator
    2.1. Indikator Pelayanan Publik
             Salah satu problem dalam pemberdayaan pegawai di Sulawesi Tenggara
    dalam kaitannya dengan pemberdayaan perempuan adalah proses rekruitmen
    yang tidak mengutamakan perempuan. Proses penerimaan CPNS misalnya lebih
    diwarnai oleh adanya pungutan liar kepada para CPNS, sehingga yang diterima
    hanya mereka yang memiliki kemampuan untuk membayar sejumlah uang
    kepada pihak penentu, sementara dalam lingkungan masyarakat sendiri, kaum
    laki-laki selalu lebih diutamakan dibandingkan dengan perempuan. Selain itu
    proses    pembinaan,    pengembangan        dan   promosi   pegawai   selalu   lebih
    mengutamakan kepentingan politik, pendekatan primordial dan pendekatan KKN.
    Politisasi birokrasi dan sistem promosi yang KKN telah merusak tatanan birokrasi
    dan menjadikan kinerja aparat birokrasi menjadi lemah dan berdampak pada
    rendahnya kualitas pelayanan publik.



 
                                           13
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


           Berkembangnya permasalahan seperti di atas setidaknya disebabkan
    oleh dua faktor utama. Pertama, praktek korupsi dan KKN para aparat yang terus
    berlanjut. Kedua, penyalahgunaan kekuasaan termasuk karena adanya politisasi
    birokrasi oleh penguasa demi merebut atau mempertahankan kekuasaan.
    Praktek korupsi yang terus berlanjut dalam berbagai lini di pemerintahan daerah
    (yang penyelesaiannya selalu tidak tuntas dan sanksi bagi koruptor lemah) telah
    menelantarkan pembangunan. Berbagai sarana dan prasarana dasar seperti
    jalan raya, air bersih dan pangan yang menjadi kebutuhan utama masyarakat
    kurang diperhatikan.
           Praktek seperti itu diperparah oleh adanya penyalahgunaan Anggaran
    Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau korupsi demi memenuhi
    kebutuhan pribadi dan kelompok tertentu sehingga alokasi anggaran tidak
    mencapai tujuannya. Proses pengelolaan keuangan daerah yang buruk, dan
    terjadinya berbagai penyimpangan, memiliki keterkaitan dengan mentalitas dan
    moralitas pejabat publik yang rendah. Selain itu kapasitas SDM aparat yang
    rendah juga menjadi penyebab utama adanya penyimpangan. Pada saat yang
    sama, masih ada keengganan dari penguasa lokal untuk merumuskan kebijakan
    yang memberikan kemudahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
           Pada sisi      lain, pelayanan publik seringkali tidak berjalan baik karena
    anggaran yang salah kelola atau memang sengaja dikorupsi oleh pengelola dan
    penguasa lokal. Penyimpangan anggaran di daerah masih banyak dilakukan.
    Penyalahgunnaan APBD di daerah dilakukan melalui berbagai cara seperti
    penyimpangan dari aturan, tidak konsisten dalam perencanaan, pemborosan
    anggaran, dan alokasi anggaran yang tidak pro rakyat serta pelaksanaan
    anggaran   fiktif    yakni   sebuah   proyek   pembangunan    hanya   ada   dalam
    perencnanaan dan dilaporkan dalam dokumen, tetapi tidak dilaksanakan.
           Beberapa       indikator   keberhasilan   pelayanan   public   adalah;   1)
    meningkatnya rasa keadilan dan tidak adanya diskriminasi dalam penegakkan
    hukum terutama terhadap kasus-kasus korupsi keuangan Negara/daerah yang
    diperuntukan bagi masyarakat dan pelayanan publik; 2) adanya pengelolaan
    keuangan daerah yang baik dan benar guna mendorong terselengarakannya
    pembangunan secara maksimal; 3) adanya peraturan daerah (Perda) untuk
    menjamin terselenggaranya pelayanan secara baik seperti Perda pelayanan satu
    atap atau pelayanan satu pintu; serta 4) kualitas kinerja Satuan Kerja Perangkat
    Daerah (SKPD) dalam pengelolaan keuangan di daerah.


 
                                            14
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


         Sasaran yang hendak dicapai pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara
    dalam bidang pelayanan publik dalam periode tahun 2004-2009 mencakup:
    (a) berkurangnya secara nyata praktek korupsi pada birokrasi dan dimulai pada
    tataran pejabat yang paling atas; (b) terciptanya sistem kelembagaan dan
    ketatalaksanaan pemerintahan       yang bersih, effisien, efektif, transparan,
    profesional dan akuntabel; (c) terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang
    sifatnya diskriminatif terhadap warga negara, kelompok atau golongan
    masyarakat; (d) terwujudnya peningkatan kapasistas aparatur pemerintah
    daerah melalui peningkatan dan pengembangan pendidikan formal dan
    pendidikan   informal;   (e)   tercitanya   mekanisme   pelayanan    birokrasi
    pemerintahan daerah yang lebih efektif, efisien, partisipatif, transparan dan
    akuntabel melalui sistem pelayanan satu atap atau satu pintu yang mempunyai
    kekuatan hukum dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).
         Komitmen pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara untuk memberantas
    tindak pidana korupsi, sebagaimana ditetapkan dalam Renstrada 2004-2009,
    ternyata belum dapat diwujudkan. Berbagai kendala yang dihadapi dalam
    pemberantasan tindak pidana korupsi di daerah ini antara lain : (a) Masih
    kurangnya dukungan masyarakat dalam memberi keterangan atau kesaksian
    dalam upaya mengungkap kasus tindak pidana korupsi. Hal ini disebabkan oleh
    perlindungan saksi yang belum dijamin oleh pemerintah. (b) Masyarakat
    cenderung menghindar untuk menjadi saksi karena tidak dinilai merepotkan
    dimulai sejak mencari keterangan oleh petugas sampai pada persidangan yang
    dinilai tidak memberikan manfaat atau buang-buang waktu saja; (c) Kemampuan
    petugas penyidik yang masih terbatas sehingga pembuktian secara hukum atas
    suatu kasus, kadang-kadang memakan waktu lama, bahkan ada yang di SP3-
    kan karena dianggap tidak cukup bukti; (d) Belum transparannya penanganan
    kasus korupsi yang melibatkan para pejabat lokal, dan rasa percaya masyarakat
    terhadap penegak hukum masih rendah; (e) Para penguasa lokal belum
    memperlihatkan sistem keteladanan dalam menjalankan tugasnya sebagai
    aparat pemerintah; (f) undang-undang yang mengharuskan alat bukti suatu
    kasus tindak pidana korupsi, harus lebih dari satu menjadi kendala, sebab
    meskipun pembuktian cukup kuat tetapi kalau hanya satu alat bukti, belum
    memenuhi syarat hukum dilanjutkan ke penuntutan/peradilan.




 
                                        15
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


    1. Persentase Jumlah Kasus Korupsi Tertangani

        Keberhasilan capaian indikator pemberantasan tindak pidana korupsi,
    ditentukan oleh antara lain: (a) Kemandirian lembaga-lembaga peradilan dalam
    penanganan    kasus-kasus   korupsi      seperti   kepolisian,   kejaksanaan   dan
    pengadilan; (b) Tidak ada pilih kasih dalam penyelesaian kasus korupsi;
    (c) Transparansi dalam proses penanganan kasus; (d) Komitmen aparat hukum
    dalam menjalankan tugas yang menjamin rasa keadilan masyarakat.
        Upaya peningkatan penegakan hukum kasus tindak pidana korupsi di
    Kejaksanaan Tinggi dan Polda Sultra terus dibenahi. Peningkatan penegakan
    hukum itu terlihat dari beberapa indikator yang sejalan dengan sasaran
    pemerintah daerah. Namun pencapaian indikator itu secara umum belum sesuai
    dengan target yang ditetapkan. Faktor menentu keberhasilan pemberantasan
    tindak pidana korupsi di Sulawesi Tenggara terlihat dari: a) Kemandirian
    lembaga peradilan dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi             sangat
    positif. Protes masyarakat kepada lembaga peradilan atas sinyalemen intervensi
    pihak penguasa dalam penanganan kasus korupsi semakin berkurang dalam
    kurun waktu 2004-2009; b) Diskriminasi penanganan kasus tindak pidana
    korupsi pada tahap penyelidikan (Polisi) dan Penyidikan (Jaksa) masih tetap
    mewarnai mas media di daerah ini.
        Penanganan kasus korupsi dengan modus gratifikasi yang melibatkan
    mantan Walikota Kendari dan Wakil Walikota Kendari yang diproses sejak tahun
    2008 terkesan diskriminatif. Kasus gratifikasi mantan walikota yang nilainya
    lebih besar, tersendat-sendat, sangat lamban dan mengundang keterlibatan
    massa melakukan demonstrasi, menekan pihak kejaksaan agar serius
    menangani kasus. Kasus gratifikasi mantan Wakil Walikota Kendari yang
    nilainya lebih kecil, berjalan lebih cepat sampai pemutusan kasus dan
    penahanan di rumah tahanan Kelas II Kendari (Kendari Pos, 30/20/2009).
        Kasus lain, dugaan kasus korupsi Bupati Bombana yang melibatkan Haikal
    Atikurrahman (anak Bupati) telah dilaporkan oleh masyarakat Bombana disertai
    bukti-bukti awal terkait dugaan korupsi APBD (Rp 7,6 milyar). Ternyata belum
    ada kejelasan penanganannya oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara. Pada
    hal tekanan publik berupa unjuk rasa dari komponen masyarakat Bombana
    (Komite untuk Demokrasi, Keadilan dan Transparansi Anggaran sudah
    dilakukan (Kendari Pos, 27 Okt.2009); c) Transparansi penanganan kasus



 
                                        16
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


    tindak pidana korupsi oleh penegak hukum          di Kejaksaan Tinggi Sultra,
    memperlihatkan indikasi tidak transparan. Laporan yang diterima pihak
    Kejaksaan Tinggi Sultra dari berbagai komponen masyarakat tentang dugaan
    tindak pidana korupsi beberapa Bupati Kepala Daerah selama kurun waktu 2004
    - 2009, antara lain Bupati Muna, Bupati Konawe, Bupati Konawe Selatan, Bupati
    Bombana dan Bupati Buton Utara, belum ada kejelasan status penanganannya
    hingga kini (Antara lain Kendari Pos, 27 Oktober 2009); d) Profesionalisme
    aparat dalam mewujudkan rasa keadilan masyarakat dalam keputusannya
    masih menjadi sorotan masyarakat di daerah ini. Kasus dugaan korupsi APBD
    Bombana tahun 2007-2008 sebesar Rp. 7,6 milyar melibatkan anak kandung
    Bupati Bombana (Haikal Atikurrahman), telah di SP3 kan oleh pihak Kejaksaan
    Tinggi Sualwesi Tenggara. Keputusan tersebut dinilai tidak adil oleh masyarakat
    Bombana karena pelakunya memperkaya diri sendiri, proses penangannya tidak
    transparan (Kendari Pos, 27 Oktober 2009).
        Keberhasilan pemberantasan tidak pidana korupsi di Sulawesi Tenggara
    selama tahun 2004 s/d 2009 dapat dilihat dari kinerja Kepolisian Daerah dan
    Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara dalam menangani kasus-kasus korupsi di
    daerah ini. Dari beberapa data/informasi diperoleh keterangan sebagai berikut:
    1. Persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan yang dilaporkan di
        Polda Sultra. Data dari Polda Sultra tahun 2010 diketahui bahwa sejak
        tahun 2005 hingga tahun 2009 persentase penyelesaian kasus korupsi
        yang masuk di Polda Sultra bervariasi. Tahun 2005, jumlah kasus
        terselesaikan 100%. Tahun 2006 kasus yang masuk 5 kasus tidak satupun
        terselesaikan (0,00%). Tahun 2007 kasus korupsi terselesaikan 33,33%
        dari 6 (enam) kasus dilaporkan. Tahun 2008 jumlah terselesaikan sebesar
        200% dari jumlah kasus masuk tahun yang sama, dan berhasil
        menyelesaikan kasus tahun sebelumnya. Tahun 2009 sebanyak 100,00%
        terselesaikan dari 12 kasus dugaan korupsi yang masuk. Secara jelas
        terlihat dalam grafik (gambar 3).




 
                                            17
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 




       Sumber : Polda Sultra 2010
       Gambar 3 Persentase kasus korupsi terselesaikan di Polda Sultra, tahun
                 2005-2009

               Dari grafik pada gambar 3 terlihat adanya fluktuasi persentase
       penyelesaian kasus kosupsi yang masuk di Polda Sulawesi Tenggara
       dalam waktu 2005-2009. Tahun 2006, 2007 dan 2008 terjadi peningkatan,
       sementara pada tahun 2009 terjadi penurunan drastis. Hal itu disebabkan
       oleh antara lain: 1) proses penyelesaian kasus yang sengaja diulur-ulur
       karena adanya intervensi atau karena ada kepentingan tertentu sekaligus
       menandakan lemahnya kinerja aparat; 2) karena memang kasusnya rumit
       sehingga tidak cukup waktu untuk diselesaikan dalam waktu 1 tahun,
       karenanya nanti pada tahun berikut baru dapat terselesaikan. Tahun 2008
       mengalami kenaikan 200% karena ternyata kasus yang masuk pada
       tahun 2006 baru dapat diselesaikan pada tahun 2008, sehingga
       persentase kasus yang terselesaikan lebih besar dari pada jumlah kasus
       korupsi yang masuk do Polda pada tahun yang sama.


    2. Persentase penyelesaian kasus dibanding dilaporkan di Kejaksanaan
      Tinggi Sultra. Tingkat penyelesaian kasus di Kejati Sultra tahun 2004-2008
      berfluktuasi. Sayangnya, sampai laporan ini dibuat, belum diperoleh data
      kinerja penyelesaian kasus korupsi di Kejati Sultra pada tahun 2009. Ada
      kesan bahwa aparat kejaksanaan menutup diri untuk tidak memberikan
      informasi tentang kinerjanya dalam penangan masalah korupsi di daerah
      ini. Hal itu setidaknya terlihat, ketika tim evaluasi berulang kali berhubungan



 
                                       18
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


    dengan pemegang data, dimana pemegang data tidak memberikan
    informasi dan kepastian tentang penyelesaian kasus korupsi pada tahun
    2009. Gambar 4 menyajikan kinerja Kejati Sultra dibandingkan dengan
    kinerja nasional dalam hal penyelesaian kasus dugaan tindak pidana
    korupsi antara tahun 2004 sampai tahun 2009.




    Ket: warna merah prestasi nasional, dan biru prestasi Sulawesi Tenggara
    Sumber: diolah dari data sekunder Kejaksanaan Tinggi Sultra, 2009.

    Gambar 4 Persentase Kasus Tindak Pidana Korupsi pada Kejaksaan Tinggi
             Sulawesi Tenggara yang ditangani dibanding dengan yang
             dilaporkan dalam kurun waktu 2004-2009

    Berdasarkan    grafik   pada     Gambar   4   terlihat   persentase   tingkat
    penyelesaikan kasus korupsi di Kejadi Sultra masih berada di bawah
    prestasi nasional dan pada tahun 2006 terjadi penurunan (hanya 44,44). Hal
    itu dapat disebabkan oleh antara lain : 1) Kemampuan petugas penyidik
    yang masih terbatas sehingga pembuktian secara hukum atas suatu kasus,
    kadang-kadang memakan waktu lama, bahkan ada yang di SP3-kan karena
    dianggap tidak cukup bukti; 2)    Belum adanya transparansi penanganan
    kasus korupsi yang melibatkan para pejabat local dan tidak jelas target
    penyelesaian suatu kasus korupsi oleh aparat kejaksanaan; 3) Lambannya
    tingkat penyelesaikan kasus yang disebabkan oleh adanya intervensi demi
    kepentingan materi atau kekuasaan;4) undang-undang atau peraturan yang
    tidak mengharuskan target waktu dalam penyelesaikan sebuat kasus, dan
    mengharuskan alat bukti suatu kasus tindak pidana korupsi, harus lebih dari
    satu menjadi kendala , sebab meskipun pembuktian cukup kuat tetapi kalau
    hanya satu alat bukti, belum memenuhi syarat hukum dilanjutkan ke


 
                                     19
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


       penuntutan pengadilan, dan ini memperlambat proses penyelesaian kasus.
       Empat hal itu juga yang menyebabkan lambannya kinerja penyelesaian
       kasus-kasus dugaan korupsi di Sulawesi Tenggara terutama kasus dugaan
       korupsi yang melibatkan bupati dan keluarga (kasus di Kabupaten
       Bombana), dan mantan Wali Kota dan Wakil Walikota Kendari (2001-2007).
                Lambannya penyelesaian kasus-kasus dugaan korupsi di lembaga
       hukum, dan tidak transparannya proses penanganan kasus dugaan korupsi
       oleh para aparat penegak hukum telah memberikan dampak pada antara
       lain semakin merosotnya kepercayaan publik terhadap eksistensi lembaga
       hukum yang ada di daerah dan rasa pesimistik selalu muncul dari kalangan
       masyarakat atas penyelesaian kasus-kasus korupsi di daerah.


    2. Persentase Kab/Kota Memiliki Perda Pelayanan Satu Atap.

                Isu utama terkait dengan perlunya pengaturan pelayanan satu atap
       atau proses perizinan satu pintu adalah untuk memberikan jaminan
       kepastian berusaha bagi para investor atau penguasa kecil di daerah.
       Gagasan untuk melahirkan sistem pelayanan cepat satu atap muncul ketika
       di banyak daerah ditemukan adanya peraturan perundang-undangan yang
       belum mencerminkan keadilan, keberpihakan pada rakyat, kesetaraan,
       penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) dalam
       pemberian pelayanan. Selain itu masih banyak peraturan yang tumpang
       tindih    serta   belum   adanya    konsistensi     pemerintah    daerah    dalam
       mengimplementasikan       kebijakan      nasional    terkait   dengan    kepastian
       pemberian pelayanan public di daerah. Hal itu berdampak pada tidak
       kondunsifnya iklim usaha yang pada gilirannya dapat menghambat proses
       peningkatan investasi, kurangnya penciptaan lapangan kerja baru dan
       lambannya peningkatan pendapatapan dan kejahteraan masyarakat daerah.
                Pemerintah   daerah   di     Sulawesi      Tenggara     masih   berupaya
       memperbaiki kualitas pelayanan publik melalui kebijakan pelayanan terpadu
       satu atap atau satu pintu. Hal ini ditandai dengan mulai adanya pemerintah
       kota yang menetapkan kebijakan sistem pelayanan satu atap atau sistem
       pelayanan terpadu satu pintu melalui penetapan peraturan daerah (Perda)
       selama kurun waktu 2004-2009. Jumlah kabupaten kota yang menerapkan
       sistem pelayanan satu atap yang dituangkan dalam peraturan daerah masih



 
                                           20
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


    terbatas (16,67%) dari 12 kabupaten/kota yang ada di Sulawesi Tenggara
    sampai tahun 2009.
           Kedua kota dimaksud adalah: 1) Pemerintah Kota Kendari melalui
    Perda No 14 2008 tentang Prosedur/Mekanisme dan Standar Waktu
    Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Secara konsep, pemkot
    Kendari mulai memperkenalkan sistem pelayanan satu atap sejak tahun
    2002 dengan melibatkan 12 jenis perizinan yang dikelola oleh berbagai
    dinas/instansi. Tahun 2008 dalam Perda yang ada menjadi 40 jenis
    perizinan dan sampai tahun 2009 menjadi 67 jenis perizinan yang dikelola
    dengan sitem pelayanan satu atap; 2) Pemerintah kota Bau-Bau melalui
    Perda No 6 Tahun 2008 tentang Organisasi Tata Kerja Pelayanan Perizinan
    Terpadu Kota Bau-Bau menerapkan sistem pelayanan satu atap, mencakup
    12 jenis perizinan.
           Masalah yang dihadapi pemerinatah daerah kabupaten/kota dalam
    mewujudkan pelayanan satu atap, adalah keterbatasan sumber daya
    manusia/aparatur yang memiliki kemampuan teknis serta dukungan
    perangkat informasi teknologi baik perangkat keras maupun perangkat lunak
    yang belum tersedia secara baik, dan yang ada pun belum dikelola secara
    profesional serta belum berkesinambungan.
         Kebijakan pemerintah Sulawesi Tenggara melalui Renstra 2004-2009
    yang menggariskan pentingnya iklim kondunsif bagi berkembangan investasi
    di daerah melalui kemudahan perizinan, mengalami hambatan dalam
    implementasinya karena tidak semua kewenangan perizinan berada di
    provinsi, melainkan diserahkan pada pemerintah kabupatan/kota. Sementara
    masing-masing pimpinan atau kepala daerah memiliki orientasi kebijakan,
    permasalahan, karakter dan kebijakan yang berbeda-beda. Pelaksanaan
    pelayan satu atap tergantung dari ada tidaknya kemauan atau komitmen
    para Bupati/Walikota untuk mengefektifkan sistem pelayanan kepada
    masyarakat atau dunia usaha. Selain itu, tarik menarik kepentingan dan ego
    sektoral para pimpinan SKPD juga menjadi salah satu penyebab masih
    kurangnya inisiatif pemerintah kabupaten/kota yang dimotori oleh para
    pimpinan SKPD untuk menetapkan Perda sistem pelayanan satu atap.
           Belum adanya Perda tentang pelayanan satu atap membuat
    pelayanan publik khususnya dalam administrasi perizinan menjadi lebih
    lama, memerlukan biaya lebih besar, seringkali menyulitkan dan bahkan


 
                                    21
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


       menghambat bertumbuhkembangnya investasi dan dunia usaha di daerah.
       Hal itu disebabkan oleh karena sistem pelayanan melewati banyak SKPD
       atau dinas yang masing-masing memiliki SOP yang berbeda-beda dengan
       ego sektoralnya masing-masing.


    3. Persentase    SKPD     Provinsi    Memiliki   Laporan     Keuangan   Tanpa
       Penyimpangan (WTP)
          Salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur baik tidaknya kinerja
    penyelenggaraan pemerintahan termasuk di daerah adalah dengan melihat
    kinerja pengelolaan di setiap daerah. Pemerintahan terus mendorong upaya
    perbaikan kinerja pengelolaan keuangan daerah guna mendorong efektivitas
    dan efisiensi penggunaan anggaran negara, serta menghindari penyalahgunaan
    anggaran    Negara/daerah     demi    tercapainya   tujuan   pembanguan   dan
    memaksimalkan pelayanan masyarakat. Hal itu sangat beralasan karena dalam
    banyak fakta, sejak pelaksanaan otonomi daerah, praktek korupsi dan
    penyimpangan keuangan Negara/daerah juga ikut bergeser dari pusat ke
    daerah dan terus berlanjut hingga saat ini.
          Secara konseptual/redaksional dalam Renstra Sultra tahun 2004-2009
    menjelaskan perlunya penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang
    baik (good governance) dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Namun
    selama kurum waktu ini, komitmen para aparat pemerintah setempat dalam
    mewujudkan pengelolaan anggaran daerah yang baik sesuai dengan prinsip-
    prinsip good governance dan sesuai konsep anggaran kinerja masih lemah.
          Jumlah     SKPD Provinsi yang memiliki Pelaporan keuangan Tanpa
    penyimpangan masih terbatas. Pada level pemerintah provinsi sendiri selama
    tahun 2005 hingga tahun 2009 selalu mendapatkan predikat disklaimer (tanpa
    komentar) atas laporan pengelolaan keuangan pemerintah Provinsi Sulawesi
    Tenggara (BPK RI Perwakilan Sulawesi Tenggara Tahun 2009).
          Pada tahun 2004 jumlah SKPD provinsi yang memiliki pelaporan
    pengelolaan keuangan tanpa penyimpangan tidak diketahui karena data tidak
    tersedia. Demikian pula pada tahun 2005 dan tahun 2006. Tahun 2007
    persentase jumlah SKPD yang tidak melakukan penyimpangan dalam
    pengelolaan keuangan sebanyak 82%, dari 41 SKPD. Namun pada tahun 2008
    dan 2009 sangat menghawatirkan, karena tidak satupun SKPD yang memiliki
    kinerja pengelolaan tanpa penyimpangan. Dengan kata lain, seluruh SKPD pada


 
                                         22
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


    tahun tersebut melakukan penyimpangan atau melakukan kesalahan dalam
    pengelolaan keuangan terutama dalam pengelolaan anggaran dana hibah,
    termasuk dalam hal pengelolaan penganggaran belanja lainnya.
             Tipikal kesalahan yang terjadi dalam pengelolaan keuangan daerah
    disebabkan oleh ketidaktahuan, sengaja mengalihkan pos anggaran pada
    kegiatan lain, penempatan anggaran daerah pada rekening pribadi, proses
    utang piutang yang tidak terkontrol, pembukuan yang tumpang tindih,
    pengeluaran uang dari kas daerah yang tidak sesuai SOP dan SAP sehingga
    sulit dipertanggungjawabkan. Selain itu, kemampuan pengelola yang minim
    setelah adanya perubahan SAP baru, serta lemahnya komitmen aparat
    mengelola anggaran secara transparan, akuntabel, bertanggungjawab, efektif
    dan efisien sesuai peruntukannya.
             Berbagai akibat yang ditimbulkan karena kesalahan pengelolaan
    keuangan daerah di berbagai SKPD di daerah ini adalah: 1) penggunaan
    anggaran belanja yang tidak tepat sasaran; 2) merugikan keuangan daerah;
    3) hasil kegiatan tidak dapat dimanfaatkan secara tepat waktu; 4) pemborosan
    anggaran daerah; 5) keterlambatan dalam penerimaan kas Negara/daerah;
    6) tidak sesuai peruntukannya, tidak tepat sasaran sehingga rawan
    disalahgunakan;      7)   kesalahan    dalam   pembukuan;     8)   operasionalisasi
    pemerintahan terhambat; 9) daerah kehilangan penerimaan; 10) penggunaan
    anggaran tidak realistis antara jumlah anggaran yang dikelola dengan waktu
    yang tersedia; 11) keterlambatan dalam pelaporan; 12) laporan keuangan
    kurang akurat; 13) penyajian anggaran tidak menggambarkan kondisi yang
    sebenarnya; 14) realisasi anggaran tidak sesuai dengan perencanaan;
    15) kesulitan mengetahui jumlah realisasi anggaran perjenis kegiatan (tumpang
    tindih    pembukuan;      16)   pengelolaan      utang-piutang     sulit    dipantau;
    17) pembatalan kegiatan karena pengalihan anggaran ke tempat/pos lain;
    18) pimpinan sulit mengontrol kas dan tempat menyimpan keuangan daerah.
             Kesalahan   pengelolaan      daerah   tersebut   dalam    jangka    panjang
    berdampak pada kegagalan pelaksanaan pembangunan dan pelayanan publik.
    Hal itu sekaligus menggambarkan kegagalan pemerintah provinsi dalam
    mewujudkan visi dan misi pembangunan yang telah ditetapkannya selama lima
    tahun kepemimpinan, sebagaimana dijanjikan pada saat kampanye dalam
    proses seleksi pemilihan kepala daerah setiap lima tahun.




 
                                           23
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 




    2. Analisis Pencapaian indicator Demokrasi Publik

            Tiga indikator utama yang digunakan untuk mengukur keberhasilan
    pembangunan demokrasi publik di tingkat lokal antara lain membaiknya angka
    GDI    (Gender-related   Development       Index)    dan    angka     GEM      (Gender
    Empowerment      Measurement),     dan     partisipasi   politik   perempuan    dalam
    pelaksanaan pemilihan umum di daerah.

    1. Indikator Gender Development Index (GDI).
            Untuk mengukur pencapaian indeks pembangunan gender (Gender
    Development Index/GDI),menggunakan kriteria sebagai berikut: a) akses
    perempuan terhadap pelayanan kesehatan yang baik, diamati dari aspek: 1)
    angka harapan hidup; 2) angka kematian ibu melahirkan; dan 3) angka kematian
    bayi. b) akses perempuan terhadap pelayanan pendidikan yang indikatornya
    dilihat dari: 1) tingkat melek huruf; 2) rata-rata lama sekolah. c) akses perempuan
    terhadap kegiatan ekonomi yakni perempuan dalam angkatan kerja.
            Data dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
    Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009 diketahui sebagai berikut:
    1. Angka usia harapan hidup. Angka Harapan Hidup penduduk perempuan di
       Sulawesi Tenggara pada tahun 2005 adalah 66,8 dan tahun 2006 rata-rata
       67,0. Tahun 2007 tetap 69,0 tahun (Indonesia 70,5 tahun). Tahun 2008
       mencapai 70,1 dan tahun 2009 mengalami perubahan menjadi 71,64 di atas
       rata-rata nasional yakni 71,04 tahun.




          Sumber: Diolah dari data sekunder Badan Pemberdayaan Perempuan dan
                  Keluarga Berencana (BPP dan KB) Prov. Sultra, 2010




 
                                          24
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


       Gambar 5. Perkembangan Capaian Angka Usia Harapan Hidup Penduduk
                 Sulawesi Tenggara dalam kurun Waktu 2005 sampai dengan
                 2009
           Pencapaian Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk di Sulawesi
       Tenggara, menunjukkan peningkatan yang konsisten selama lima tahun
       terakhir (tahun 2005 sampai dengan 2009) dan bahkan sempat melampui
       pencapaian nasional. Pencapaian ini tidak lepas dari upaya dinas (SKPD)
       terkait dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di daerah. Alokasi
       anggaran yang proporsional dan pemberian pelayanan kesehatan gratis serta
       penyuluhan mengenai pola hidup sehat yang dilakukan secara terus menerus
       merupakan    faktor-faktor   yang    mendorong   dan   menentukan    dalam
       mewujudkan pencapain peningkatan usia harapan hidup penduduk setempat.
    2. Angka kematian bayi/1000 kelahiran hidup (kh). Angka kematian bayi
       selama tahun 2004 sampai dengan 2009 mengalami fluktuasi. Tahun 2004
       angka kematian bayi sebanyak 33 jiwa/1000kh, tahun 2005 sebanyak 34
       jiwa/1000kh, tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 32 jiwa/kh. Pada
       tahun 2007 kembali mengalami kenaikan menjadi 41 jiwa/1000kh, dan tahun
       2008 kembali menurun menjadi 35 jiwa/1000kh sedangkan tahun 2009 tetap
       sebanyak 35 jiwa/1000kh.




       Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Provinsi Sultra, 2010

       Gambar 6. Angka Kematian Bayi/1000 Kelahiran Hidup di Sulawesi
               Tenggara Selama Lima Tahun Terakhir (Tahun 2005-2009

              Berdasarkan grafik pada Gambar 6 terlihat bahwa tahun 2007 terjadi
       kenaikan angka kematian bayi. Hal itu terkait dengan naik turunnya tingkat
       kepedulian orang tua dalam memperhatikan derajat kesehatan anak,


 
                                           25
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


       memeriksakan anak di Puskesmas secara gratis, serta kurang konsistennya
       pembinaan kesehatan yang dilakukan oleh para aparat di lapangan. Pada hal
       anggaran perbaikan untuk pelayanan kesehatan terus meningkat dari tahun
       ke tahun, dan perubahan jumlah anggaran selalu meningkat secara linier.
              Kebijakan pemerintah daerah konsisen dalam mengalokasikan
       anggaran kesehatan, namun para aparat di lapangan belum maksimal
       menunjukkan kinerjanya. Hal itu juga terkait dengan banyaknya kasus-kasus
       penyimpangan dalam pengelolaan anggaran kesehatan sesuai temuan BPK
       di daerah. Alokasi anggaran yang tidak tepat sasaran atau karena korupsi di
       tingkat pengelola juga menjadi penyebab lemahnya kinerja aparat fungsional
       kesehatan yang ada di lapangan. Sebab dana operasional seringkali
       mengalami pengurangan sebelum sampai di tangan aparat pengelola. Di
       tingkat aparatur sendiri, faktor rendahnya pendapatan aparat pegawai
       seringkali menjadi alasan yang menjadi penyebab rendahnya kualitas
       pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Alasannya, mereka harus
       mencari sumber pendapatan lain di luar pekerjaan sesungguhnya.


    3. Angka kematian ibu melahirkan. Angka kematian ibu melahirkan/100.000
       kelahiran hidup (kh)    selama tahun 2004 sampai dengan 2009 juga
       berfluktuasi. Tahun 2005 angka kematian ibu melahirkan sebanyak 302
       jiwa/1000.000kh, tahun 2006 menjadi 304/100.00kh, pada tahun 2007
       menjadi 302/100.000kh, dan tahun 2008 menjadi 228/100.000 kh, serta tahun
       2009 menjadi 302/100.000kh.




       Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Provinsi Sultra, 2010

       Gambar 7. Angka kematian ibu melahirkan/100.000 kelahiran hidup (KH)



 
                                       26
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 




              Berdasarkan grafik pada gambar 7 terlihat bahwa tahun 2009 terjadi
       kenaikan angka kematian ibu melahirkan. Hal itu antara lain disebabkan oleh
       rendahnya kesadaran para ibu hamil untuk memeriksakan diri di Puskesmas
       secara gratis. Pola pelayanan Puskesmas secara gratis kurang dimanfaatkan
       oleh masyarakat setempat, terutama di daerah yang kurang memahami
       pentingnya pemeriksaan kesehatan ibu yang sedang hamil. Di Kabupaten
       Muna termasuk daerah yang rendah kesadarannya memeriksakan diri di
       Puskesmas, hanya mengandalkan dukun. Dan ternyata, kasus kematian ibu
       melahirkan juga yang paling banyak terjadi di Kabupaten Muna dari seluruh
       kasus kematian ibu hamil pada tahun 2009.


    4. Tingkat melek huruf.      Tingkat melek huruf penduduk perempuan yang
       berusia di atas 15 tahun dibandingkan dengan penduduk dalam usia yang
       sama. Tahun 2005 sebanyak 87,2%, tahun 2006 tetap pada angka 87,2%,
       tahun 2007 menjadi 87, 5%, meningkat menjadi menjadi 87,98% pada tahun
       2008, serta tahun 2009 menjadi 87,90% (BPP dan KB Sultra 2010). Secara
       rinci digambarkan dalam grafik berikut:




       Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Provinsi Sultra, 2010

       Gambar 8. Persentase angka melek huruf perempuan berusia di atas 15
                  tahun, Sultra tahun 2004-2009




 
                                         27
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


             Berdasarkan grafik pada Gambar 8 terlihat bahwa angka melek huruf
      penduduk perempuan yang berusia di atas 15 tahun menunjukkan
      peningkatan, seiring terus meningkatkan perbaikan sistem penyelenggaraan
      pendidikan, alokasi anggaran yang memadai serta pemberantasan buta
      aksara yang terus dilakukan dari tahun ke tahun. Kenaikan itu dipicu oleh
      membaiknya kinerja penyelenggaraan pendidikan dan pelaksanaan program-
      program pendataan yang baik sehingga data yang sebelumnya tidak
      terjangkau dalam laporan mulai dapat disajikan dalam laporan capaian
      kinerja penyelenggaraan pendidikan baik pendidikan formal maupun
      pendidikan non formal seperti kejar paket.


    5. Akses perempuan terhadap peluang kerja atau perempuan dalam
      angkatan kerja. Data yang ada tahun 2005 menunjukkan bahwa akses
      perempuan terhadap peluang kerja sebanyak 37,3% dan laki-laki sebanyak
      62,7% dari total angkatan kerja. Pada tahun 2006 menurun menjadi 35,5%.
      Pada tahun 2007     tetap pada angka 35,5%, dan menurun menjadi 31,5%
      pada tahun 2008, sedangkan pada tahun 2009 tetap pada angka 31,5% dari
      total angkatan kerja di Sulawesi Tenggara sebanyak 243.068 orang (BPP dan
      KB Sultra, 2009). Lebih jelasnya digambarkan dalam grafik berikut:




      Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Provinsi Sultra, 2009
      Gambar 9. Grafik Persentase Perempuan dalam Angkatan Kerja




 
                                        28
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


            Dibandingkan dengan kaum laki-laki, jumlah perempuan dalam
    angkatan kerja selama lima tahun terakhir (tahun 2005 sampai dengan 2009)
    menunjukkan angka yang terus menurun. Salah satu penyebab menurunnya
    angka-angka yang tersajikan dalam laporan ini (menurut informan) adalah
    sistem pendataan yang tidak berkesinambungan serta kurang tersedianya
    data-data di setiap SKPD terkait, yang memiliki kewenangan dalam
    pembinaan dan pengembangan ketenagakerjaan. Penyajian data resmi
    mengenai        capain    kinerja    dalam   pembinaan,    pengembanngan      dan
    penempatan tenaga kerja di daerah terbatas. Penurunan jumlah angkatan
    kerja perempuan juga disebabkan oleh meningkatnya jumlah angkatan kerja
    laki-laki, dimana kuantitas peserta laki-laki dalam kegiatan pelatihan selalu
    dominan dibandingkan dengan perempuan. Karena itulah maka rasio jumlah
    angkatan kerja laki-laki terus meningkat sementara rasio jumlah angkatan
    kerja perempuan terus menurun setiap tahunnya.


    2. Indikator GEM.
           Lembaga yang bertanggung jawab dalam                 bidang pemberdayaan
    perempuan di daerah ini, baru terbentuk secara formal pada tahun 2006.
    Dengan demikian data yang disajikan dalam laporan evaluasi ini terkait
    pelaksanaan program GEM, hanya meliputi data tahun 2006-2009. Data
    untuk tahun sebelumnya tidak ditemukan dalam kegiatan pengumpulan data
    evaluasi ini.
           Untuk      mengetahui        keberhasilan   pelaksanaan     pemberdayaan
    perempuan Gender Empowerment Measurement (GEM) digunakan beberapa
    indikator seperti persentase keterlibatan perempuan di parlemen, keterlibatan
    perempuan dalam dunia kerja profesional serta besaran upah kerja minimum
    yang diterima perempuan pada sektor non pertanian. Data pada Badan
    Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Sultra Tahun 2010
    diketahui sebagai berikut:


    a. Indeks Keterlibatan Perempuan di Parlemen
         Keterlibatan        perempuan     di    parlemen     (DPRD)   Provinsi   dan
    Kabupaten/Kota se-Sulawesi Tenggara. Jumlah perempuan di DPRD
    seSulawesi pada pada periode masa kerja (tahun 2004 - 2009) sebanyak
    12,7% dari total anggota legislatif sebanyak 220 orang. Pada periode masa


 
                                           29
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


    kerja (tahun 2009 – 2014) sebanyak 14,73%, dari total anggota legislatif 224
    orang (BPP dan KB, Sultra, 2010). Secara grafik digambarkan sebagai
    berikut:




        Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Sultra, 2010.

        Gambar 10 . Persentase Jumlah Perempuan di DPRD se Sultra, periode
                     tahun 2004-2009 dan 2009-2014

           Berdasarkan grafik pada Gambar 10 menunjukan bahwa jumlah
    anggota legislatif perempuan meningkat dari periode masa kerja 2004-2009
    ke periode masa kerja 2009, namun perubahan yang terjadi belum signifikan
    dibandingkan dengan target kuota perempuan di parlemen sebesar 30% dari
    jumlah anggota legislatif di masing-masing daerah. Target kuota perempuan
    yang harapkan dapat menjadi anggota legislatif minimal sebanyak 30%.
    Salah satu pertimbangan, mengapa perlu jumlah anggota DPRD perempuan
    lebih besar di legislatif, karena DPRD merupakan lembaga yang merumuskan
    kebijakan sehingga dengan banyaknya anggota DPRD perempuan, maka
    keputusan di DPRD berkaitan dengan kebijakan pembangunan daerah lebih
    pro perempuan dan anak atau minimal bisa netral atau tidak diskriminatif.


    b. Perempuan dalam dunia kerja professional;
           Indikator lain menggambarkan keberhasilan implementasi kebijakan
    pemberdayaan perempuan adalah jumlah perempuan dalam dunia kerja
    profesional. Karena katerbatasan data yang menjelaskan posisi perempuan
    dalam sebagai kerja professional menjadikan sulit untuk menjadikan informasi
    ini secara tuntas.




 
                                     30
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


           Data jumlah perempuan sebagai pekerja professional baik di birokrasi
    maupun dalam bidang lainnya belum lengkap. Selama tahun 2004-2009
    hanya data dua tahun yang ada yaitu data tahun 2005 sebesar 38,8% dan
    tahun 2006 sebesar 40,76%. Dalam jabatan eksekutif mulai dari gubernur,
    bupati, walikota, eselon II, eselon III, eselon IV, camat, lurah dan kepala desa
    perbandingan laki-laki dan perempuan masih didominasi oleh kaum laki-laki.
    Data tahun 2009 diketahui bahwa jabatan eksekutif, jumlah perempuan masih
    rendah yakni baru sekitar 10,76% sementara laki-laki 89,24% dari total posisi
    jabatan eksekutif di Sulawesi Tenggara sebanyak 3.130 jabatan. Demikian
    pula posisi dalam jabatan professional di lembaga peradilan seperti jaksa dan
    hakim masih didominasi oleh laki-laki. jumlah perempuan sebanyak 21,81%
    dan laki-laki 78,19% (BPP dan KB Provinsi Sultra, 2010).
           Masih rendahnya jumlah perempuan yang menempati jabatan
    struktural di pemerintahan disebabkan oleh antara lain: 1) masih kurangnya
    kepedulian penguasa wilayah untuk memanfaatkan tenaga perempuan
    selaku pembantunya dalam menjalankan roda pemerintahan; 2) kalaupun
    penguasanya peduli, masih sedikit perempuan yang mampu melanjutkan di
    pendidikan lebih tinggi sehingga posisi mereka selalu dikesampingkan dalam
    birokrasi pemerintahan.


    c. Upah Pekerja Perempuan Sektor NonPertanian.
           Ketersediaan     data,   menjadi    penyebab     sulitnya   mengangkat
    perkembangan besaran upah kerja minimal perempuan selama tahun 2005
    sampai 2009 sesuai kebutuhan laporan evaluasi ini. Data yang tersedia pada
    BPP dan KB Sultra tahun 2010 menggambarkan jumlah upah minimal yang
    diterima perempuan dalam lapangan usaha sektor non pertanian mengalami
    perubahan selama kurun waktu tahun 2005 dan 2006. Tahun 2005 sebesar
    621,9 sedangkan tahun 2006 menjadi 932,4 atau meningkat sebesar 49,93%.
           Upah kerja minimal yang diterima perempuan sektor non pertanian
    menggambarkan besarnya gaji yang diterima perempuan dalam berbagai
    lapangan pekerjaan dimana mereka bekerja, dan dapat didata secara jelas.
    Seiring dengan semakin ketatnya pemberlakuan Upah Minimum Regional
    (UMR) menjadikan gaji perempuan yang bekerja di sektor non pertanian juga
    semakin membaik selain semakin baiknya posisi-posisi yang ditempati
    perempuan dalam dunia kerja professional.


 
                                      31
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


           Keberhasilan pembangunan gender di daerah dicirikan oleh semakin
    mengecilnya kesenjangan antara indek pembangunan manusia (IPM) atau
    Human Develoment Index (HDI) secara keseluruhan dengan Indeks
    Pembangunan Gender atau Gender Development Index (GDI) dan Indeks
    Pemberdayaan Gender atau Gender Empowerment Measurement (GEM).
           Sebagai gambaran, indek pembangunan manusia (IPM) Sulawesi
    Tenggara tahun 2005 mencapai 67,5 (Nasional 69,6) dan tahun 2006 IPM
    naik menjadi 67,8 masih di bawah Nasional (70,1) pada tahun yang sama.
    Secara umum, angka perolehan GDI dan GEM Sulawesi Tenggara
    dibandingkan dengan Nasional masih rendah, dan masih jauh dibawah IPM.
    Tahun 2006, angka Gender Develoment Index (GDI) Sulawesi Tenggara
    sebesar 61,4 sementara Nasional sebesar 65,3. Sedangkan angka Gender
    Empowerment Measurement (GEM) tahun 2005 sebesar 53,4 sementara
    (nasional 61,3) dan tahun 2006, menjadi 55,3 (Nasional 61,8) (BPP dan KB
    Provinsi Sultra, 2010). Perolehan posisi Sultra dibandingkan dengan provinsi
    lain masih berada pada urutan 26 dari 33 provinsi dan GDI berada pada
    posisi 17 dari 33 provinsi tahun 2008 sementara tahun 2006 berada pada
    posisi 16 dari 32 provinsi.
           Untuk mengejar ketertinggalan dalam pembangunan gender, perlu
    terus didukung oleh kebijakan yang dijalankan secara terus menerus dan
    konsisten, sumber daya aparat yang memadai baik kuantitas mapun kualitas,
    pengembangan system pembinaan dan penguatan kelembagaan dalam
    bidang pemberdayaan gender, dukungan anggaran yang memadai, system
    koordinasi lintas SKPD terkait, basis data online dan selalu terbarukan, serta
    komitmen pada pelaksana dan para pemangku kepentingan untuk terus
    menjalankan     tugas,   peran,   dan   fungsinya   secara   maksimal     dan
    berkelanjutan. Hal itu akan mudah terwujud jika diikuti pula dengan
    pemberian reward yang memadai serta punishment yang setimpal atas
    prestasi atau kegagalan dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab oleh
    masing-masing pihak.
           Faktor atau kendala utama yang menjadi penyebab ketertinggalan
    Sulawesi Tenggara dalam pembangunan gender adalah dukungan anggaran
    yang terbatas, yang hanya menggantungkan diri pada dari pemerintah pusat.
    Hal itu disebabkan karena PAD (pendapata asli daerah) yang terbatas. Selain
    itu penempatan skala prioritas pembangunan dan alokasi anggaran juga


 
                                      32
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


         belum menempatkan pembangunan gender sebagai perhatian utama.
         Program gender hanya secara implisit berada di setiap SKPD yang terkait
         dan seringkali kurang menjadi perhatian pokok dari SKPD bersangkutan,
         terutama terkait dengan penyediaan basis data yang lengkap sesuai
         kebutuhan dana terus menerus. Praktek aparat pengelolaan anggaran yang
         masih     saja   menyimpang        juga    menjadi     akar    permasalahan     yang
         menyebabkan tidak maksimalnya pengelolaan program dan anggaran
         berbasis gender seperti dalam pembangunan kesehatan, pendidikan dan
         pemberdayaan ekonomi kerakyatan.


    3.   Indikator Partisipasi dalam Pemilu di Daerah
                 Indikator partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan umum di
         daerah baik dalam pemilihan kepala daerah, pemilihan anggota legislatif
         maupun pemilihan presiden menjadi ukuran keberhasilan pembangunan
         demokrasi lokal. Pemerintah provinsi menunjukan komitmennya untuk
         mendorong tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah,
         pemilihan legislatif dan pemilihan presiden di daerah khususnya dalam kurun
         waktu 2004-2009.
                 Kebijakan pembangunan politik dan demokrasi Provinsi Sulawesi
         Tenggara tahun 2004-2009, dijabarkan dalam rencana strategis daerah
         (Renstrada) yang mempunyai sejumlah target dan sasaran sebagai berikut:
         Pertama, mengembangkan iklim dan budaya politik yang demokratis dengan
         mengaktualisasikan      prinsip    persamaan,        kesetaraan,    kebebasan   dan
         keterbukaan      yang   berbasis    pada    pada      konstitusi   dalam   kehidupan
         masyarakat; Kedua, meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi politik
         masyarakat dengan mengembangkan komunikasi politik yang lebih sehat
         menuju terwujudnya budaya politik yang kondusif terhadap kehidupan
         masyarakat dan pembangunan; Ketiga, meningkatkan kemandirian partai-
         partai politik agar dapat melaksanakan fungsinya dalam meningkatkan
         kesadaran dan partisipasi politik masyarakat; Keempat, meningkatkan dan
         memantapkan pemahaman warga negara mengenai wawasan kebangsaan,
         jati diri bangsa, pembauran bangsa dengan mengaktualisasikan dalam
         kehidupan berbangsa dan bernegara dilandasi ketahanan bangsa yang kuat,
         bermuara dan berfokus pada kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa serta
         utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).


 
                                              33
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


          Target dan sasaran pembangunan bidang politik yang ditetapkan oleh
    pihak pemerintah di daerah ini, sejalan dengan terget dan sasaran nasional
    yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
    (RPJMN) 2004-2009, yang sasarannya meliputi: (a) terlaksananya peran dan
    fungsi lembaga penyelenggara negara dan lembaga kemasyarakatan sesuai
    dengan   konstitusi   dan   peraturan   perundang-undangan      berlaku;   (b)
    meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
    politik; (c) terlaksananya pemilihan umum yang demokratis, jujur, dan adil
    tahun 2009.
         Sesuai dengan Renstrada (2004-2009) kebijakan pembangunan politik
    Sulawesi Tenggara meliputi: (a) mengembangkan iklim dan budaya politik
    yang demokratis dengan mengaktualisasikan prinsip persamaan, kesetaraan,
    kebebasan dan keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi dalam
    kehidupan masyarakat; (b) meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi
    politik masyarakat dengan mengembangkan komunikasi politik yang lebih
    sehat menuju terwujudnya budaya politik yang kondusif terhadap kehidupan
    masyarakat dan pembangunan; (c) meningkatkan kemandirian partai-partai
    politik agar dapat melaksanakan fungsinya dalam meningkatkan kesadaran
    dan partisipasi politik masyarakat; (d) meningkatkan dan memantapkan
    pemahaman warga negara mengenai wawasan kebangsaan, jati diri bangsa,
    pembauran bangsa dilandasi ketahanan yang kuat, bermuara pada kokohnya
    persatuan dan kesatuan bangsa serta utuhnya NKRI. Kebijakan tersebut
    sesuai dengan kebijakan pemerintah yang dijawantahkan dalam bentuk
    penyelenggaraan pemilihan umum di daerah seperti Pemilu legislatif, Pilpres
    secara langsung dan Pilkada langsung.


    a. Indikator Partisipasi Dalam Pemilu Legislatif.
         Indikator ini diarahkan pada upaya pencapaian target dan sasaran
    pembangunan di bidang politik sebagai tertuang dalam Renstrada (2004-
    2009) yakni: (a) mengembangkan iklim dan budaya politik yang demokratis
    dengan mengaktualisasikan prinsip persamaan, kesetaraan, kebebasan dan
    keterbukaan    yang   berbasis   pada   pada   konstitusi   dalam   kehidupan
    masyarakat; (b) meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi politik
    masyarakat dengan mengembangkan komunikasi politik yang lebih sehat
    menuju terwujudnya budaya politik yang kondusif terhadap kehidupan


 
                                      34
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


    masyarakat dan pembangunan; (c) meningkatkan kemandirian partai-partai
    politik agar dapat melaksanakan funmgsinya dalam meningkatkan kesadaran
    dan partisipasi politik masyarakat; (d) meningkatkan dan memantapkan
    pemahaman politik warga Negara. Kebijakan ini sesuai dengan kebijakan
    pemerintah pusat yang selanjutnya dioperasionalisasikan dalam bentuk
    program dan kegiatan dalam bentuk penyelenggaraan Pilkada Provinsi,
    Pilkada Legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
         Tingkat partisipasi wajib pilih bervariasi antara pemilu legislatif tahun
    2004 dengan pemilu legislatif tahun 2009.      Data pada Komisi Pemilihan
    Umum Daerah (KPUD) Provinsi Sulawesi Tenggara memperlihatkan bahwa
    jumlah wajib pilih terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam Pemilu
    2004 sebanyak 1.320.562 orang. Sedangkan jumlah wajib pilih yang
    menggunakan hak pilihnya sebanyak 1.263.426 orang, menunjukkan bahwa
    partisipasi wajib pilih dalam Pemilu legislatif 2004 sebesar 96% dan yang
    golput hanya sebesar 4%. Rendahnya angka golput tersebut menunjukkan
    meningkatnya kesadaran warga dalam menggunakan hak pilihnya serta
    membaiknya kinerja KPUD dan dukungan pemerintah daerah dalam
    penyelenggaraan pemilu legislatif. Dalam Pemilu legislative tahun 2009,
    jumlah wajib pilih terdaftar dalam Daftar Pemili Tetap (DPT) sebanyak
    1.901.060 orang dan yang menggunakan haknya sebanyak 1.484.636 orang,
    dengan angka partisipasi pemilih sebesar 78%, atau golput sebanyak 22%.
         Peningkatan jumlah wajib pilih terdaftar yang golput atau tidak
    menggunakan hak pilihnya pada Pemilu legislatif 2004 ke Pemilu Legislatif
    2009 sebesar 18%. Kesadaran warga menggunakan hak pilih menurun
    antara lain karena adanya kampanye golput untuk tidak memilih akibat
    berkurangnya kepercayaan warga terhadap kinerja anggota DPRD di daerah
    ini. Penurunan itu juga disebabkan oleh antara lain lemahnya kinerja KPUD
    Provinsi dalam mempersiapkan, melaksanakan dan mendorong partisipasi
    warga dalam Pemilu legislatif, selain semakin kurangnya dukungan
    pemerintah daerah dalam mensosialisasikan pelaksanaan Pemilu legislatif
    2009.
         Fenomena menunjukkan bahwa di setiap TPS di wilayah Provinsi
    Sulawesi Tenggara, banyak wajib pilih yang hadir dan berkeinginan untuk
    menyalurkan hak suaranya tetapi ditolak oleh petugas KPPS karena tidak
    memiliki kartu suara. Secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat kesadaran


 
                                     35
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010 
 


    dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu di Sulawesi
    Tenggara cukup tinggi, tetapi tidak dibarengi dengan kemampuan kerja
    penyelenggara pemilu, baik KPU Daerah maupun pemerintah daerah dalam
    mempersiapkan penyelenggaraan pemilu. Kelemahan yang paling menonjol
    adalah pada tahapan pemutakhiran data yang tidak dilakukan secara optimal
    dan profesional. Fenomena menunjukkan, banyak pemilih yang terdaftar dan
    mendapat kartu undangan dalam penyelenggaraan pemilu legislatif 2004
    yang lalu, ternyata tidak terdaftar lagi dan tidak mendapat kartu undagan
    pemilu dalam penyelenggaraan pemilu legislatif tahun 2009.


    b. Indikator Partisipasi Pilpres Langsung
           Capaian indikator penyelenggaraan Pilpres langsung oleh KPUD,
    tingkat partisipasi wajib pilih dan kualitas pelaksanaan Pilpres tahun 2004 dan
    tahun 2009 berbeda. Data pada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD)
    Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukan bahwa jumlah wajib pilih dalam
    Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada tahun 2004 sebanyak 1.329.652 orang dan
    yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 1.313.823 orang dengan tingkat
    partisipasi sebesar 98% dan wajib pilih yang golput sebesar 2%. Pada Pilpres
    tahun 2009, jumlah wajib pilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap
    (DPT) sebanyak 1.908.679 orang, yang menggunakan haknya sebanyak
    1.565.918 orang dengan tingkat partisipasi sebesar 82%, atau jumlah golput
    sebanyak 18%. Terdapat penurunan tingkat partisipasi masyarakat dalam
    Pilpres tahun 2009 dibandingkan tahun 2004 dengan angka golput naik
    sebesar 16%. Tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilpres tahun 2004
    tergolong sangat tinggi dan hanya kategori tinggi pada tahun 2009. Kondisi
    itu sekaligus menunjukkan berkurang kualitas kinerja KPUD Provinsi
    Sulawesi Tenggara dalam penyelenggaraan Pilpres 2009 meskipun masih
    relative baik dan berjalan sukses.
           Indikator partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Presiden Secara
    langsung (Pilpres langsung) diarahkan pada upaya pencapaian target dan
    sasaran pembangunan bidang politik sesuai Renstrada (2004-2009) yang
    target dan sasarannya mencakup: (a) mengembangkan iklim dan budaya
    politik yang demokratis dengan mengaktualisasikan prinsip persamaan,
    kesetaraan, kebebasan dan keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi
    dalam kehidupan masyarakat; (b) meningkatkan pendidikan politik dan


 
                                         36
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal

More Related Content

What's hot

Laporan Akhir EKPD 2010 - Kepri - UMRAH
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kepri - UMRAHLaporan Akhir EKPD 2010 - Kepri - UMRAH
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kepri - UMRAH
EKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNPLaporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
EKPD
 
Memori Akhir Jabatan Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumah...
Memori Akhir Jabatan Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumah...Memori Akhir Jabatan Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumah...
Memori Akhir Jabatan Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumah...
Oswar Mungkasa
 
Laporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMUL
Laporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMULLaporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMUL
Laporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMUL
EKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Lampung - UNILA
Laporan Akhir EKPD 2010 - Lampung - UNILALaporan Akhir EKPD 2010 - Lampung - UNILA
Laporan Akhir EKPD 2010 - Lampung - UNILA
EKPD
 
Laporan AKhir EKPD 2009 Gorontalo - UNG
Laporan AKhir EKPD 2009 Gorontalo - UNGLaporan AKhir EKPD 2009 Gorontalo - UNG
Laporan AKhir EKPD 2009 Gorontalo - UNG
EKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNANDLaporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND
EKPD
 
EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL DALAM PENCAPAIAN TARGET PENERIMAAN PAJAK DA...
EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL DALAM PENCAPAIAN TARGET PENERIMAAN PAJAK DA...EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL DALAM PENCAPAIAN TARGET PENERIMAAN PAJAK DA...
EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL DALAM PENCAPAIAN TARGET PENERIMAAN PAJAK DA...
Uofa_Unsada
 
Halaman pengesahan
Halaman pengesahanHalaman pengesahan
Halaman pengesahan
Adul Imau
 
KEGIATAN PROMOSI PADA SEKSI PROMOSI DAN INFORMASI PASAR DINAS PERINDUSTRIAN D...
KEGIATAN PROMOSI PADA SEKSI PROMOSI DAN INFORMASI PASAR DINAS PERINDUSTRIAN D...KEGIATAN PROMOSI PADA SEKSI PROMOSI DAN INFORMASI PASAR DINAS PERINDUSTRIAN D...
KEGIATAN PROMOSI PADA SEKSI PROMOSI DAN INFORMASI PASAR DINAS PERINDUSTRIAN D...
OktavianiDwiAstuti
 
Eksum
EksumEksum
Laporan Akhir
Laporan AkhirLaporan Akhir
Laporan Akhir
muhfidzilla
 
Studi Hubungan Mental Lokal
Studi Hubungan Mental LokalStudi Hubungan Mental Lokal
Studi Hubungan Mental Lokal
Tri Cahyono
 
Daftar isi rkpd 2012
 Daftar isi rkpd 2012 Daftar isi rkpd 2012
Daftar isi rkpd 2012
BAPPEDA - PEMKAB. JOMBANG
 
Laporan eskursi gbg kelompok 9
Laporan eskursi gbg kelompok 9Laporan eskursi gbg kelompok 9
Laporan eskursi gbg kelompok 9
Bandung Institute of Technology
 
3 laporan akhir rtdr kp rengasdengklok
3 laporan akhir rtdr kp rengasdengklok3 laporan akhir rtdr kp rengasdengklok
3 laporan akhir rtdr kp rengasdengklok
muhfidzilla
 
EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DALAM RANGKA MENINGKATKAN PEN...
EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DALAM RANGKA MENINGKATKAN PEN...EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DALAM RANGKA MENINGKATKAN PEN...
EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DALAM RANGKA MENINGKATKAN PEN...
Uofa_Unsada
 
Faktor faktor yang mempengaruhi terciptanya kawasan permukiman kumuh di kawas...
Faktor faktor yang mempengaruhi terciptanya kawasan permukiman kumuh di kawas...Faktor faktor yang mempengaruhi terciptanya kawasan permukiman kumuh di kawas...
Faktor faktor yang mempengaruhi terciptanya kawasan permukiman kumuh di kawas...Amanda Hurin
 
Tesis Model Efektivitas e-Government
Tesis Model Efektivitas e-GovernmentTesis Model Efektivitas e-Government
Tesis Model Efektivitas e-Government
Arie Purwanto
 

What's hot (20)

Laporan Akhir EKPD 2010 - Kepri - UMRAH
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kepri - UMRAHLaporan Akhir EKPD 2010 - Kepri - UMRAH
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kepri - UMRAH
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNPLaporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
 
Memori Akhir Jabatan Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumah...
Memori Akhir Jabatan Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumah...Memori Akhir Jabatan Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumah...
Memori Akhir Jabatan Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumah...
 
Laporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMUL
Laporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMULLaporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMUL
Laporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMUL
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Lampung - UNILA
Laporan Akhir EKPD 2010 - Lampung - UNILALaporan Akhir EKPD 2010 - Lampung - UNILA
Laporan Akhir EKPD 2010 - Lampung - UNILA
 
Laporan AKhir EKPD 2009 Gorontalo - UNG
Laporan AKhir EKPD 2009 Gorontalo - UNGLaporan AKhir EKPD 2009 Gorontalo - UNG
Laporan AKhir EKPD 2009 Gorontalo - UNG
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNANDLaporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND
 
EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL DALAM PENCAPAIAN TARGET PENERIMAAN PAJAK DA...
EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL DALAM PENCAPAIAN TARGET PENERIMAAN PAJAK DA...EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL DALAM PENCAPAIAN TARGET PENERIMAAN PAJAK DA...
EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL DALAM PENCAPAIAN TARGET PENERIMAAN PAJAK DA...
 
Halaman pengesahan
Halaman pengesahanHalaman pengesahan
Halaman pengesahan
 
KEGIATAN PROMOSI PADA SEKSI PROMOSI DAN INFORMASI PASAR DINAS PERINDUSTRIAN D...
KEGIATAN PROMOSI PADA SEKSI PROMOSI DAN INFORMASI PASAR DINAS PERINDUSTRIAN D...KEGIATAN PROMOSI PADA SEKSI PROMOSI DAN INFORMASI PASAR DINAS PERINDUSTRIAN D...
KEGIATAN PROMOSI PADA SEKSI PROMOSI DAN INFORMASI PASAR DINAS PERINDUSTRIAN D...
 
Eksum
EksumEksum
Eksum
 
Laporan Akhir
Laporan AkhirLaporan Akhir
Laporan Akhir
 
Studi Hubungan Mental Lokal
Studi Hubungan Mental LokalStudi Hubungan Mental Lokal
Studi Hubungan Mental Lokal
 
Daftar isi rkpd 2012
 Daftar isi rkpd 2012 Daftar isi rkpd 2012
Daftar isi rkpd 2012
 
Laporan eskursi gbg kelompok 9
Laporan eskursi gbg kelompok 9Laporan eskursi gbg kelompok 9
Laporan eskursi gbg kelompok 9
 
3 laporan akhir rtdr kp rengasdengklok
3 laporan akhir rtdr kp rengasdengklok3 laporan akhir rtdr kp rengasdengklok
3 laporan akhir rtdr kp rengasdengklok
 
EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DALAM RANGKA MENINGKATKAN PEN...
EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DALAM RANGKA MENINGKATKAN PEN...EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DALAM RANGKA MENINGKATKAN PEN...
EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DALAM RANGKA MENINGKATKAN PEN...
 
Faktor faktor yang mempengaruhi terciptanya kawasan permukiman kumuh di kawas...
Faktor faktor yang mempengaruhi terciptanya kawasan permukiman kumuh di kawas...Faktor faktor yang mempengaruhi terciptanya kawasan permukiman kumuh di kawas...
Faktor faktor yang mempengaruhi terciptanya kawasan permukiman kumuh di kawas...
 
File 1
File 1File 1
File 1
 
Tesis Model Efektivitas e-Government
Tesis Model Efektivitas e-GovernmentTesis Model Efektivitas e-Government
Tesis Model Efektivitas e-Government
 

Viewers also liked

HASIL EVALUASI KINARJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI MALUKU UTARA
HASIL EVALUASI KINARJAPEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI MALUKU UTARAHASIL EVALUASI KINARJAPEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI MALUKU UTARA
HASIL EVALUASI KINARJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI MALUKU UTARA
EKPD
 
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 2009 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 2009 PROVINSI KALIMANTAN TENGAHHASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 2009 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 2009 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
EKPD
 
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI KEPULAUAN RIAU
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI KEPULAUAN RIAUHASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI KEPULAUAN RIAU
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI KEPULAUAN RIAU
EKPD
 
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI NUSA TENGGARA B...
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI NUSA TENGGARA B...HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI NUSA TENGGARA B...
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI NUSA TENGGARA B...
EKPD
 
- Laporan awal ekpd 2011 provinsi sumatera barat
 - Laporan awal ekpd 2011 provinsi sumatera barat - Laporan awal ekpd 2011 provinsi sumatera barat
- Laporan awal ekpd 2011 provinsi sumatera baratEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
EKPD
 
- Laporan awal ekpd 2011 provinsi bali
 - Laporan awal ekpd 2011 provinsi bali - Laporan awal ekpd 2011 provinsi bali
- Laporan awal ekpd 2011 provinsi bali
EKPD
 

Viewers also liked (7)

HASIL EVALUASI KINARJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI MALUKU UTARA
HASIL EVALUASI KINARJAPEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI MALUKU UTARAHASIL EVALUASI KINARJAPEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI MALUKU UTARA
HASIL EVALUASI KINARJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI MALUKU UTARA
 
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 2009 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 2009 PROVINSI KALIMANTAN TENGAHHASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 2009 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 2009 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
 
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI KEPULAUAN RIAU
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI KEPULAUAN RIAUHASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI KEPULAUAN RIAU
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI KEPULAUAN RIAU
 
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI NUSA TENGGARA B...
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI NUSA TENGGARA B...HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI NUSA TENGGARA B...
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI NUSA TENGGARA B...
 
- Laporan awal ekpd 2011 provinsi sumatera barat
 - Laporan awal ekpd 2011 provinsi sumatera barat - Laporan awal ekpd 2011 provinsi sumatera barat
- Laporan awal ekpd 2011 provinsi sumatera barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
 
- Laporan awal ekpd 2011 provinsi bali
 - Laporan awal ekpd 2011 provinsi bali - Laporan awal ekpd 2011 provinsi bali
- Laporan awal ekpd 2011 provinsi bali
 

Similar to Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal

Laporan Akhir EKPD 2010 - Banten - UNTIRTA
Laporan Akhir EKPD 2010 - Banten - UNTIRTALaporan Akhir EKPD 2010 - Banten - UNTIRTA
Laporan Akhir EKPD 2010 - Banten - UNTIRTA
EKPD
 
Laporan AKhir EKPD 2009 Kalimantan Tengah - UNPAR
Laporan AKhir EKPD 2009 Kalimantan Tengah - UNPARLaporan AKhir EKPD 2009 Kalimantan Tengah - UNPAR
Laporan AKhir EKPD 2009 Kalimantan Tengah - UNPAR
EKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sulbar - UNM
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sulbar - UNMLaporan Akhir EKPD 2010 - Sulbar - UNM
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sulbar - UNM
EKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kaltim - UNMUL
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kaltim - UNMULLaporan Akhir EKPD 2010 - Kaltim - UNMUL
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kaltim - UNMUL
EKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRAT
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRATLaporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRAT
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRAT
EKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAMLaporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM
EKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Papua - UNCEN
Laporan Akhir EKPD 2009 Papua - UNCENLaporan Akhir EKPD 2009 Papua - UNCEN
Laporan Akhir EKPD 2009 Papua - UNCEN
EKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Barat - UNM
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Barat - UNMLaporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Barat - UNM
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Barat - UNM
EKPD
 
Aipmnh kota kupang tahun 2009-2011
Aipmnh kota kupang tahun 2009-2011Aipmnh kota kupang tahun 2009-2011
Aipmnh kota kupang tahun 2009-2011
darikupang
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumut - USU
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumut - USULaporan Akhir EKPD 2010 - Sumut - USU
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumut - USU
EKPD
 
BUKU INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2011
BUKU INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2011BUKU INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2011
BUKU INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2011
ervinayulianti
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bali - UNUD
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bali - UNUDLaporan Akhir EKPD 2010 - Bali - UNUD
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bali - UNUD
EKPD
 
Kata pengantar daftar isi & istilah 31 agust 2012-revisi 4_final
Kata pengantar daftar isi & istilah 31 agust 2012-revisi 4_finalKata pengantar daftar isi & istilah 31 agust 2012-revisi 4_final
Kata pengantar daftar isi & istilah 31 agust 2012-revisi 4_final
Suhardi Bae
 
Buku Saku Pembangunan Permukiman dan Perumahan
Buku Saku Pembangunan Permukiman dan Perumahan Buku Saku Pembangunan Permukiman dan Perumahan
Buku Saku Pembangunan Permukiman dan Perumahan
Oswar Mungkasa
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Lampung - UNILA
Laporan Akhir EKPD 2009 Lampung - UNILALaporan Akhir EKPD 2009 Lampung - UNILA
Laporan Akhir EKPD 2009 Lampung - UNILA
EKPD
 
Studi Manajemen Utang LN & DN Pemerintah & Assessment Terhadap Optimal Borrowing
Studi Manajemen Utang LN & DN Pemerintah & Assessment Terhadap Optimal BorrowingStudi Manajemen Utang LN & DN Pemerintah & Assessment Terhadap Optimal Borrowing
Studi Manajemen Utang LN & DN Pemerintah & Assessment Terhadap Optimal Borrowing
Badan Kebijakan Fiskal
 
Kajian Dampak Implementasi Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan
Kajian Dampak Implementasi Perencanaan Pembangunan Daerah di KalimantanKajian Dampak Implementasi Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan
Kajian Dampak Implementasi Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan
Tri Widodo W. UTOMO
 
Draft 240410 pedoman_umum_stbm
Draft 240410 pedoman_umum_stbmDraft 240410 pedoman_umum_stbm
Draft 240410 pedoman_umum_stbm
nanang_wardhana
 
UPK Kemenkes.pdf
UPK Kemenkes.pdfUPK Kemenkes.pdf
UPK Kemenkes.pdf
SujimanSKM
 
Daftar isi laphir 2014 bptp sumsel
Daftar isi laphir 2014 bptp sumselDaftar isi laphir 2014 bptp sumsel

Similar to Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal (20)

Laporan Akhir EKPD 2010 - Banten - UNTIRTA
Laporan Akhir EKPD 2010 - Banten - UNTIRTALaporan Akhir EKPD 2010 - Banten - UNTIRTA
Laporan Akhir EKPD 2010 - Banten - UNTIRTA
 
Laporan AKhir EKPD 2009 Kalimantan Tengah - UNPAR
Laporan AKhir EKPD 2009 Kalimantan Tengah - UNPARLaporan AKhir EKPD 2009 Kalimantan Tengah - UNPAR
Laporan AKhir EKPD 2009 Kalimantan Tengah - UNPAR
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sulbar - UNM
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sulbar - UNMLaporan Akhir EKPD 2010 - Sulbar - UNM
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sulbar - UNM
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kaltim - UNMUL
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kaltim - UNMULLaporan Akhir EKPD 2010 - Kaltim - UNMUL
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kaltim - UNMUL
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRAT
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRATLaporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRAT
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRAT
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAMLaporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Papua - UNCEN
Laporan Akhir EKPD 2009 Papua - UNCENLaporan Akhir EKPD 2009 Papua - UNCEN
Laporan Akhir EKPD 2009 Papua - UNCEN
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Barat - UNM
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Barat - UNMLaporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Barat - UNM
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Barat - UNM
 
Aipmnh kota kupang tahun 2009-2011
Aipmnh kota kupang tahun 2009-2011Aipmnh kota kupang tahun 2009-2011
Aipmnh kota kupang tahun 2009-2011
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumut - USU
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumut - USULaporan Akhir EKPD 2010 - Sumut - USU
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumut - USU
 
BUKU INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2011
BUKU INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2011BUKU INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2011
BUKU INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2011
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bali - UNUD
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bali - UNUDLaporan Akhir EKPD 2010 - Bali - UNUD
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bali - UNUD
 
Kata pengantar daftar isi & istilah 31 agust 2012-revisi 4_final
Kata pengantar daftar isi & istilah 31 agust 2012-revisi 4_finalKata pengantar daftar isi & istilah 31 agust 2012-revisi 4_final
Kata pengantar daftar isi & istilah 31 agust 2012-revisi 4_final
 
Buku Saku Pembangunan Permukiman dan Perumahan
Buku Saku Pembangunan Permukiman dan Perumahan Buku Saku Pembangunan Permukiman dan Perumahan
Buku Saku Pembangunan Permukiman dan Perumahan
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Lampung - UNILA
Laporan Akhir EKPD 2009 Lampung - UNILALaporan Akhir EKPD 2009 Lampung - UNILA
Laporan Akhir EKPD 2009 Lampung - UNILA
 
Studi Manajemen Utang LN & DN Pemerintah & Assessment Terhadap Optimal Borrowing
Studi Manajemen Utang LN & DN Pemerintah & Assessment Terhadap Optimal BorrowingStudi Manajemen Utang LN & DN Pemerintah & Assessment Terhadap Optimal Borrowing
Studi Manajemen Utang LN & DN Pemerintah & Assessment Terhadap Optimal Borrowing
 
Kajian Dampak Implementasi Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan
Kajian Dampak Implementasi Perencanaan Pembangunan Daerah di KalimantanKajian Dampak Implementasi Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan
Kajian Dampak Implementasi Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan
 
Draft 240410 pedoman_umum_stbm
Draft 240410 pedoman_umum_stbmDraft 240410 pedoman_umum_stbm
Draft 240410 pedoman_umum_stbm
 
UPK Kemenkes.pdf
UPK Kemenkes.pdfUPK Kemenkes.pdf
UPK Kemenkes.pdf
 
Daftar isi laphir 2014 bptp sumsel
Daftar isi laphir 2014 bptp sumselDaftar isi laphir 2014 bptp sumsel
Daftar isi laphir 2014 bptp sumsel
 

More from EKPD

Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi RiauLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
EKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera UtaraLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
EKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
EKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
EKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
EKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi PapuaLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
EKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
EKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
EKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
EKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi MalukuLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
EKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku UtaraLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
EKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi LampungLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
EKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan RiauLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
EKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka BelitungLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
EKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TimurLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
EKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TenganLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
EKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
EKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TimurLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
EKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TengahLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
EKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi JambiLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
EKPD
 

More from EKPD (20)

Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi RiauLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera UtaraLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi PapuaLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi MalukuLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku UtaraLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi LampungLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan RiauLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka BelitungLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TimurLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TenganLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TimurLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TengahLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi JambiLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
 

Recently uploaded

Laporan bulanan Dosen Pembimbing lapangan dalam pelaksanaan kampus mengajar a...
Laporan bulanan Dosen Pembimbing lapangan dalam pelaksanaan kampus mengajar a...Laporan bulanan Dosen Pembimbing lapangan dalam pelaksanaan kampus mengajar a...
Laporan bulanan Dosen Pembimbing lapangan dalam pelaksanaan kampus mengajar a...
Sathya Risma
 
LAPORAN BIMBINGAN TEKNIS TRANSISI PAUD - SD.pdf
LAPORAN BIMBINGAN TEKNIS TRANSISI PAUD - SD.pdfLAPORAN BIMBINGAN TEKNIS TRANSISI PAUD - SD.pdf
LAPORAN BIMBINGAN TEKNIS TRANSISI PAUD - SD.pdf
RosidaAini3
 
AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF (perubahan kecil dengan dampak besar)
AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF (perubahan kecil dengan dampak besar)AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF (perubahan kecil dengan dampak besar)
AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF (perubahan kecil dengan dampak besar)
juliafnita47
 
Panduan Pemilihan Mapel Pilihan SMK.pptx
Panduan Pemilihan Mapel Pilihan SMK.pptxPanduan Pemilihan Mapel Pilihan SMK.pptx
Panduan Pemilihan Mapel Pilihan SMK.pptx
tab2008
 
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?
SABDA
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak
 
Filsafat Ilmu Administrasi Publik dan Pemerintahan
Filsafat Ilmu Administrasi Publik dan PemerintahanFilsafat Ilmu Administrasi Publik dan Pemerintahan
Filsafat Ilmu Administrasi Publik dan Pemerintahan
FetraHerman2
 
425764250-Koleksi-Soalan-Sains-Tingkatan-1-KSSM.docx
425764250-Koleksi-Soalan-Sains-Tingkatan-1-KSSM.docx425764250-Koleksi-Soalan-Sains-Tingkatan-1-KSSM.docx
425764250-Koleksi-Soalan-Sains-Tingkatan-1-KSSM.docx
MuhamadsyakirbinIsma
 
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
RizkiArdhan
 
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI UMUM TENTANG MENGUKUR KEANEKARAGAMAN JENIS FLORA D...
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI UMUM TENTANG  MENGUKUR KEANEKARAGAMAN JENIS FLORA D...LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI UMUM TENTANG  MENGUKUR KEANEKARAGAMAN JENIS FLORA D...
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI UMUM TENTANG MENGUKUR KEANEKARAGAMAN JENIS FLORA D...
HengkiRisman
 
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMPPerencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
TriSutrisno48
 
Modul Ajar Projek Kreatif dan Kewirausahaan - Peluang Usaha di Lingkungan i...
Modul Ajar Projek Kreatif dan Kewirausahaan - Peluang Usaha di Lingkungan   i...Modul Ajar Projek Kreatif dan Kewirausahaan - Peluang Usaha di Lingkungan   i...
Modul Ajar Projek Kreatif dan Kewirausahaan - Peluang Usaha di Lingkungan i...
PutraDwitara
 
laporan komunitas belajar sekolah dasar negeri botoputih
laporan komunitas belajar sekolah dasar negeri botoputihlaporan komunitas belajar sekolah dasar negeri botoputih
laporan komunitas belajar sekolah dasar negeri botoputih
SDNBotoputih
 
PPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptx
PPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptxPPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptx
PPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptx
SriKuntjoro1
 
Selamat "Hari Raya_Idul Adha 1445H / 2024H".
Selamat "Hari Raya_Idul Adha 1445H / 2024H".Selamat "Hari Raya_Idul Adha 1445H / 2024H".
Selamat "Hari Raya_Idul Adha 1445H / 2024H".
Kanaidi ken
 
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28  Juni 2024Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28  Juni 2024
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024
Kanaidi ken
 
Kalender Pendidikan tahun pelajaran 2023/2024 Kabupaten Temanggung .pdf
Kalender Pendidikan tahun pelajaran 2023/2024  Kabupaten Temanggung .pdfKalender Pendidikan tahun pelajaran 2023/2024  Kabupaten Temanggung .pdf
Kalender Pendidikan tahun pelajaran 2023/2024 Kabupaten Temanggung .pdf
SDNBotoputih
 
Proyek Tema Dimensi P5 Pelajar Pancasila
Proyek Tema Dimensi P5 Pelajar PancasilaProyek Tema Dimensi P5 Pelajar Pancasila
Proyek Tema Dimensi P5 Pelajar Pancasila
ArulArya1
 
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptxPembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Sosdiklihparmassdm
 
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdfBiografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
pristayulianabila
 

Recently uploaded (20)

Laporan bulanan Dosen Pembimbing lapangan dalam pelaksanaan kampus mengajar a...
Laporan bulanan Dosen Pembimbing lapangan dalam pelaksanaan kampus mengajar a...Laporan bulanan Dosen Pembimbing lapangan dalam pelaksanaan kampus mengajar a...
Laporan bulanan Dosen Pembimbing lapangan dalam pelaksanaan kampus mengajar a...
 
LAPORAN BIMBINGAN TEKNIS TRANSISI PAUD - SD.pdf
LAPORAN BIMBINGAN TEKNIS TRANSISI PAUD - SD.pdfLAPORAN BIMBINGAN TEKNIS TRANSISI PAUD - SD.pdf
LAPORAN BIMBINGAN TEKNIS TRANSISI PAUD - SD.pdf
 
AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF (perubahan kecil dengan dampak besar)
AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF (perubahan kecil dengan dampak besar)AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF (perubahan kecil dengan dampak besar)
AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF (perubahan kecil dengan dampak besar)
 
Panduan Pemilihan Mapel Pilihan SMK.pptx
Panduan Pemilihan Mapel Pilihan SMK.pptxPanduan Pemilihan Mapel Pilihan SMK.pptx
Panduan Pemilihan Mapel Pilihan SMK.pptx
 
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Apa itu AI?
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
 
Filsafat Ilmu Administrasi Publik dan Pemerintahan
Filsafat Ilmu Administrasi Publik dan PemerintahanFilsafat Ilmu Administrasi Publik dan Pemerintahan
Filsafat Ilmu Administrasi Publik dan Pemerintahan
 
425764250-Koleksi-Soalan-Sains-Tingkatan-1-KSSM.docx
425764250-Koleksi-Soalan-Sains-Tingkatan-1-KSSM.docx425764250-Koleksi-Soalan-Sains-Tingkatan-1-KSSM.docx
425764250-Koleksi-Soalan-Sains-Tingkatan-1-KSSM.docx
 
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
 
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI UMUM TENTANG MENGUKUR KEANEKARAGAMAN JENIS FLORA D...
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI UMUM TENTANG  MENGUKUR KEANEKARAGAMAN JENIS FLORA D...LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI UMUM TENTANG  MENGUKUR KEANEKARAGAMAN JENIS FLORA D...
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI UMUM TENTANG MENGUKUR KEANEKARAGAMAN JENIS FLORA D...
 
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMPPerencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
 
Modul Ajar Projek Kreatif dan Kewirausahaan - Peluang Usaha di Lingkungan i...
Modul Ajar Projek Kreatif dan Kewirausahaan - Peluang Usaha di Lingkungan   i...Modul Ajar Projek Kreatif dan Kewirausahaan - Peluang Usaha di Lingkungan   i...
Modul Ajar Projek Kreatif dan Kewirausahaan - Peluang Usaha di Lingkungan i...
 
laporan komunitas belajar sekolah dasar negeri botoputih
laporan komunitas belajar sekolah dasar negeri botoputihlaporan komunitas belajar sekolah dasar negeri botoputih
laporan komunitas belajar sekolah dasar negeri botoputih
 
PPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptx
PPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptxPPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptx
PPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptx
 
Selamat "Hari Raya_Idul Adha 1445H / 2024H".
Selamat "Hari Raya_Idul Adha 1445H / 2024H".Selamat "Hari Raya_Idul Adha 1445H / 2024H".
Selamat "Hari Raya_Idul Adha 1445H / 2024H".
 
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28  Juni 2024Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28  Juni 2024
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024
 
Kalender Pendidikan tahun pelajaran 2023/2024 Kabupaten Temanggung .pdf
Kalender Pendidikan tahun pelajaran 2023/2024  Kabupaten Temanggung .pdfKalender Pendidikan tahun pelajaran 2023/2024  Kabupaten Temanggung .pdf
Kalender Pendidikan tahun pelajaran 2023/2024 Kabupaten Temanggung .pdf
 
Proyek Tema Dimensi P5 Pelajar Pancasila
Proyek Tema Dimensi P5 Pelajar PancasilaProyek Tema Dimensi P5 Pelajar Pancasila
Proyek Tema Dimensi P5 Pelajar Pancasila
 
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptxPembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
 
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdfBiografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
 

Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal

  • 1.
  • 2. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    KATA PENGANTAR Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pemerintah (Bappenas) berkewajiban untuk melakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana pelaksanan RPJMN 2004-2009 di daerah. Bappenas dalam melakukan evaluasi berkerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia untuk melaksanakan kegiatan evaluasi di daerah masing-masing. Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) tahun 2010 di Provinsi Sulawesi Tenggara secara umum bertujuan; untuk mengevaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan menganalisis kontribusi pada pembangunan di daerah; dan untuk menganalisis keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam RPJMN 2010- 2014 dengan prioritas/program yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi dengan menggunakan pendekatan diskripsi kuantitatif dengan memperhatikan kaidah-kaidah SMART (Specific, Measurable, Attainable, Relevant, dan Timely). Pencapaian hasil yang optimal hanya dapat dilakukan jika kegiatan evaluasi ini didukung oleh tim yang multidisipliner. Tim EKPD Sulawesi Tenggara tahun 2010 didukung oleh tim yang berlatar belakang ilmu ekonomi sumberdaya alam, menajemen sumberdaya pesisir, ilmu penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat, ilmu adminitrasi pemerintah, ilmu sosial dan pendidikan, ilmu ekonomi pembangunan dan Kesehatan Masyarakat. Laparan ini diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi tim evaluasi dalam melakukan kegaiatn evaluasi dan sebagai bahan Tim sekretariat Nasional untuk melakukan Berkoordinasi dengan tim evaluasi provinsi untuk mengetahui perkembangan pekerjaan dan memastikan perkembangan pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditetapkan Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan masukan dalam rangka memperlancar kegiatan EKPD ini. Secara khusus kami mengucapkan terima kasih kepada semua stakeholders daerah dan pusat yang telah memberikan kontribusi pemikiran, informasi dan data sebagai bahan penyusunan laporan akhir EKPD 2010. Kendari, Desember 2010 Rektor Universitas Haluoleo, Prof. Dr. H. Usman Rianse NIP. 19620204 198703 1 004
  • 3.      Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ……………….…..….…………………………………….…...…. i DAFTAR ISI ………………………………………………..…………………………….. ii BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………… 1 1.1 Latar Belakang ...................………………………………………………. 1 1.2 Tujuan dan Keluaran Evalusi ….…………………………………………. 2 BAB II HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009 …….......……… 3 A. Agenda Pembangunan Indonesia Yang Aman dan Damai ……….….. 3 1. Indikator ....................................................................................... 4 1.1. Indeks Kriminal ...................................................................... 4 1.2. Indikator Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional ........................................................................ 5 1.3. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional .. 6 2. Analisis Pencapaian Indikator ……………………………………….. 6 3. Rekomendasi Kebijakan ……………………………………………… 9 B. Mewujudkan Indonesia Yang Adil dan Demokratis .............................. 10 1. Indikator ......................................................................................... 10 1.1. Pelayanan Publik ................................................................... 10 1.2. Indikator Demokrasi Publik .................................................... 10 2. Analisis Pencapaian Indikator ………………………………………… 13 2.1 Indikator Pelayanan Publik ..................................................... 13 2.2 Persentase Kab/Kota Memiliki Perda Pelayanan Satu Atap... 20 2.3 Persentase SKPD Provinsi Memiliki Pelaporan Keuangan WTP 22 2. Analisis Pencapaian Indikator Demokrasi Publik ............................ 24 3. Rekomendasi Kebijakan ................................................................. 38 C. Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat ..................................... 41 1. Indikator ............................................................................................ 41 1.1. Indikator Pendidikan .................................................................. 41 1.2. Indikator Kesehatan ................................................................... 43 1.3. Indikator Keluarga Berencana .................................................. 48 1.4. Indikator Makro Ekonomi dan Investasi..................................... 50 1.5. Infrastruktur ………………………………………………………. 52
  • 4. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    1.6 Indikator Pertanian …………………………………………………. 53 1.7. Indikator Kehutanan ................................................................... 55 1.8. Indikator Kelautan …………………………………………………… 56 1.9. Indikator Kesejahteraan Sosial ……………………………………. 57 2. Analisis Pencapaian Indikator ………………………………………….. 59 3. Rekomendasi Kebijakan ..................................................................... 85 3.1. Indikator Pendidikan ................................................................... 85 3.2. Indikator Kesehatan dan Keluarga Berencana ............................ 85 3.3. Indikator Makro Ekonomi ............................................................. 86 3.4. Indikator Pertanian, Kehutanan dan Kelautan.............................. 87 3.5. Indikator Kesejahteraan Sosial .................................................... 88 BAB III. RELEVANSI RPJMN 2010-2014 DENGAN RPJMD PROVINSI SULAWESI TENGGARA ...............................................................…… 89 1. Pengantar ....................................................................................... 89 2. Tabel Relevansi RPJM Nasional dan RPJMD Sulawesi Tenggara.. 89 3. Rekomendasi .................................................................................. 105 BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................ 109 1. Kesimpulan ..................................................................................... 109 2. Rekomendasi .................................................................................. 110
  • 5.      Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    DAFTAR TABEL Hal Tabel 2 Persentase Umur Harapan Hidup Penduduk di Sulawesi 45 Tenggara ....................................................................................... Tabel 3 Persentase Angka Kematian Bayi di Provinsi Sulawesi Tenggara 46 Tabel 4 Persentase Prevalensi Gizi Buruk di Sulawesi Tenggara 46 Tabel 5 Persentase Prevalensi Gizi Kurang di Sulawesi Tenggara 47 Tabel 6 Persentase penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate) di 48 Provinsi Sulawesi Tenggara Tabel 7. Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Sulawesi Tenggara 49 Tabel 8. Kinerja Makro Ekonomi Sulawesi Tenggara (2004-2009) 50 Tabel 9. Perkembangan Investasi Domestik dan Investasi Asing di 51 Sulawesi Tenggara Tabel 10. Perkembangan Kondisi Jalan di Sulawesi Tenggara 52 Tabel 11. Nilai Tukar Petani (NTP) di Sulawesi Tenggara Tahun 2008-2009 54 Tabel 12. PDRB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku (Rp. Juta) 55 Tabel 13. Persentase Luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis di Sulawesi Tenggara dan Nasional Tahun 2004-2008 55 Tabel 14. Capaian indicator keluaran (output) jumlah tindak pidana perikanan di Sulawesi Tenggara dan Nasional Tahun 2004- 56 2009 Tabel 15. Luas Kawasan Konservasi Laut di Sulawesi Tenggara dan 57 Nasional Tahun 2004-2009 Tabel 16. Persentase Penduduk Miskin Di Sulawesi Tenggara 2004-2009 57 Tabel 17. Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2004-2009 58 Tabel 18. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Perusahaan (Sedang dan Besar) 58 Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2004-2009 Tabel 19. Evaluasi Relevansi RPJMN 2010-2014 dengan RPJMD Provinsi 90 Sulawesi Tenggara 2008-2013 dari Aspek Prioritas Pembangunan dan Program Aksi
  • 6. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 1 Persentase Kasus Konvensional yang terselesaikan dibandingkan yang dilaporkan di Polda Sultra …………………….. 6 Gambar 2 Persentase Kasus Kejahatan Transnasional yang terselesaikan selama tahun 2004-2009 ............................................................... 7 Gambar 3 Persentase kasus korupsi terselesaikan di Polda Sultra, tahun 2005-2009 ……………………………………………………………... 16 Gambar 4 Persentase Kasus Tindak Pidana Korupsi pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara yang ditangani dibanding dengan yang dilaporkan dalam kurun waktu 2004-2009 …………………... 17 Gambar 5 Persentase jumlah SKPD di Sultra yang laporan keuangannya WTP ............................................................................................... 20 Gambar 6 Perkembangan Capaian Angka Usia Harapan Hidup Penduduk Sulawesi Tenggara dalam kurun Waktu 2005 sampai dengan 2009 ............................................................................................... 23 Gambar 7. Angka Kematian Bayi/1000 Kelahiran Hidup di Sulawesi Tenggara Selama Lima Tahun Terakhir (Tahun 2005-2009) ........ 23 Gambar 8. Angka kematian ibu melahirkan/100.000 kelahiran hidup (KH) ..... 24 Gambar 10. Persentase angka melek huruf perempuan berusia di atas 15 tahun, Sultra tahun 2004-2009 ...................................... 25 Gambar 11. Grafik Persentase Perempuan dalam Angkatan Kerja .................. 26 Gambar 12 Persentase Jumlah Perempuan di DPRD se Sultra, periode . tahun 2004-2009 dan 2009-2014 ................................................... 27 Gambar 13 Persentase APK dan AMH ............................................................. 58 Gambar 14. Persentase APS dan AMH …………………………………………... 59 Gambar 15. Persentase APS dan AMH …………………………………………... 60 Gambar 16 Trend Angka Kematian Bayi di Provinsi Sulawesi Tenggara ......... 61 Gambar 17 Trend penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate) di Provinsi Sulawesi Tenggara .......................................................... 63 Gambar 18 Trend Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Sulawesi Tenggara ....................................................................................... 65 Gambar 19. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi Tenggara ...................... 66 Gambar 20. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi Tenggara ...................... 68 Gambar 21 Laju Inflasi di Sulawesi Tenggara ................................................. 69
  • 7.      Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    Gambar 22. Nilai Realisasi Investasi PMA di Sulawesi Tenggara ................... 71 Gambar 23. Nilai Realisasi Investasi PMDN di Sulawesi Tenggara ................ 72 Gambar 24. Persentase Jalan Nasional Dalam Kondisi Baik di Sultra ............. 74 Gambar 25. Persentase Jalan Nasional Dalam Kondisi Sedang di Sultra ........ 75 Gambar 26. Persentase Jalan Nasional Dalam Kondisi Rusak di Sultra .......... 76 Gambar 27. Kondisi Jalan Nasional di Sulawesi Tenggara Tahun 2007 .......... 76 Gambar 28. Kondisi Jalan Nasional Tahun 2009 di Sulawesi Tenggara .......... 77 Gambar 29 Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tenggara................... 78 Gambar 30 Persentase Luas Lahan Rehabilitasi dalam Hutan terhadap Lahan Kritis ................................................................................... 79 Gambar 31 Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sulawesi Tenggara 2004- 2009 .............................................................................................. 80 Gambar 32 Tingkat pengangguran terbuka Provinsi Sulawesi Tenggara 2004-2009 ..................................................................................... 81 Gambar 32 Daya serap tenaga kerja menurut perusahaan di Provinsi Sulwesi Tenggara 2004-2009 ..................................................................... 82 Gambar 34 Analisis dengan indikator pendukung ............................................ 82
  • 8. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    BAB I PENDAHULUAN 1.1 . Latar Belakang Menurut Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), kegiatan evaluasi merupakan salah satu dari empat tahapan perencanaan pembangunan yang meliputi penyusunan, penetapan, pengendalian perencanaan serta evaluasi pelaksanaan perencanaan. Sebagai suatu tahapan perencanaan pembangunan, evaluasi harus dilakukan secara sistematis dengan mengumpulkan dan menganalisis data serta informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan dilaksanakan. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pemerintah (Bappenas) berkewajiban untuk melakukan evaluasi pelaksanan RPJMN 2004-2009. Di dalam pelaksanaan evaluasi dilakukan dua bentuk yang berkaitan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Pertama adalah evaluasi atas pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan yang kedua penilaian keterkaitan antara RPJMD dengan RPJMN 2010-2014. Metode yang digunakan evaluasi adalah Evaluasi ex-post. Evaluasi ex-post bertujuan untuk melihat efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran) dengan mengacu pada 3 (tiga) agenda RPJMN 2004 - 2009 (agenda Aman dan Damai; Adil dan Demokratis; serta Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat). Untuk mengukur kinerja yang telah dicapai dalam pelaksanaan ketiga agenda tersebut, diperlukan identifikasi dan analisis indikator pencapaian. Metode yang digunakan dalam evaluasi relevansi RPJMD Provinsi dengan RPJMN 2010-2014 adalah membandingkan keterkaitan 11 prioritas nasional dan 3 prioritas lainnya dengan prioritas daerah serta mengidentifikasi potensi lokal dan prioritas daerah yang tidak ada dalam RPJMN 2010-2014. Prioritas nasional dalam RPJMN 2010-2014 adalah 1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, 2) Pendidikan, 3) Kesehatan, 4) Penanggulangan Kemiskinan, 5) Ketahanan Pangan, 6) Infrastruktur, 7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha, 8) Energi, 9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, 10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, & Pasca-konflik, 11) Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi dan 3 prioritas lainnya yaitu 1)   1
  • 9. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    Kesejahteraan Rakyat lainnya, 2) Politik, Hukum, dan Keamanan lainnya, 3) Perekonomian lainnya. Hasil dari EKPD 2010 diharapkan dapat memberikan umpan balik pada perencanaan pembangunan daerah untuk perbaikan kualitas perencanaan di daerah. Selain itu, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan pembangunan daerah. Pelaksanaan EKPD dilakukan secara eksternal untuk memperoleh masukan yang lebih independen terhadap pelaksanaan RPJMN di daerah. Berdasarkan hal tersebut, Bappenas cq. Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan melaksanakan kegiatan EKPD yang bekerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi selaku evaluator eksternal dan dibantu oleh stakeholders daerah. 1.2. Tujuan dan Keluaran Evaluasi Tujuan kegiatan evaluasi adalah: 1. Untuk mengevaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan menganalisis kontribusi pada pembangunan di daerah; 2. Untuk menganalisis keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam RPJMN 2010- 2014 dengan prioritas/program yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi. Keluaran yang diharapkan dari kegiatan evaluasi meliputi: Tersedianya dokumen evaluasi pencapaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 untuk setiap provinsi dan tersedianya dokumen evaluasi keterkaitan RPJMD Provinsi dengan RPJMN 2010-2014.   2
  • 10. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    BAB II HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009 A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI Dua dari tiga visi utama pembangunan Indonesia tahun 2004 – 2009 adalah terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai; serta terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan, dan hak asasi manusia. Untuk mewujudkan visi dimaksud telah dijabarkan sasaran target dan program pembangunan nasional sebagaimana dicanangkan dalam RPJMN 2004-2009. Dalam upaya membangunan Indonesia yang aman dan damai misalnya telah digariskan berbagai rancangan kebijakan seperti peningkatan kemampuan pertahanan Negara dengan maksud untuk meningkatkan profesionalisme aparat keamanan baik dalam hal modernisasi peralatan pertahanan negara dan teknologi pendukungnya, dan mereposisi peran TNI dalam kehidupan sosial- politik, mengembangkan secara bertahap dukungan pertahanan, serta meningkatkan kesejahteraan prajurit dalam upama memaksimalkan kinerja aparat keamanan dalam menjalankan tugas pokok dan funsinya. Pemerintah secara nasional telah menelorkan berbagai bentuk program terkait dalam rangka mewujudkan visi di atas terutama dalam kaitannya dengan peningkatan rasa aman dan damai diantaranya peningkatan keamanan, ketertiban dan penanggulangan kriminalitas mulai dari perkotaan sampai di pelosok tanah air, yang diwujudkan melalui penegakkan hukum dengan tegas, adil, dan tidak diskriminatif; meningkatkan kemampuan lembaga keamanan negara; meningkatkan peran serta masyarakat untuk mencegah kriminalitas dan gangguan keamanan dan ketertiban di lingkungannya masing-masing, menanggulangi dan mencegah tumbuhnya permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan dan penyebaran dan konsumsi narkoba, baik dalam negeri maupun transnasional, meningkatkan kesadaran akan hak-hak dan kewajiban hukum masyarakat, serta memperkuat kerjasama internasional untuk memerangi kriminalitas dan kejahatan lintas Negara secara umum.   3
  • 11. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    1. Indikator 1.1. Indeks Kriminal Dalam banyak fakta, upaya membangun dan mewujudkan rasa aman dan damai di kalangan masyarakat terus dilakukan dan telah menunjukkan kemajuan. Pada level nasional terutama di daerah tempat persembunyian kelompok terorisme telah berhasil diungkap dan diawasi secara ketat oleh aparat keamanan terutama kepolisian. Hanya saja, dalam fakta lainnya, di berbagai daerah termasuk di Sulawesi Tenggara sampai tahun 2009 ini, masih saja terjadi berbabagi kejahatan bagi kejahatan konvensional maupun dan perompakan sumber daya alam seperti ilegal loging dan ilegal fishing yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang belum dituntaskan. Berbagai kejahatan konvensional seperti tindakan kriminalitas (pencurian dan perampokan) masih terus terjadi. Kasus seperti itu tentu saja sangat menghawatirkan karena menggangu rasa aman dan ketentraman hidup dalam masyarakat di daerah. Praktek ilegal loging hasil hutan terus terjadi selama tahun 2004 hingga 2009, terutama pencurian kayu jati di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara yang telah merugikan Negara, merusak lingkungan hidup dan ekosistem penyangka kelestarian sumber mata air bagi masyarakat. Selain itu, kejahatan transnasional juga terus terjadi sampai di daerah yang tidak berbatasan langsung dengan Negara lain seperti Sulawesi Tenggara, berupa penyelundupan barang bekas, antar negara dari Singapura ke Indonesia, dan penjualan hasil hutan seperti rotan ke Singapur dan malaysia masih terjadi. Beberapa penyebab adanya berbagai kejahatan itu antara lain perilaku hidup masyarakat yang tidak patuh aturan, dorongan untuk memperkaya diri sendiri, termasuk karena desakan ekonomi sebagai alasan klasik yang menjadi penyebab lahirnya berbagai kajahatan dalam masyarakat. Luas wilayah dibandingkan jumlah aparat keamanan masih terbatas, anggaran operasional dan peralatan teknologi terbatas masih menjadi alasan (pada level pusat maupun daerah), mengapa praktek kejahatan baik konvensional maupu transnasional terus terjadi. Namun hal itu bukanlah satu-satunya penyebab yang membuat kejahatan terus berlangsung. Hal yang paling utama adalah komitmen dan profesionalisme aparat keamanan (TNI, Polisi dan Bantuan Polisi) dalam menjalankan tupoksi dalam memberikan perlindungan terhadap asset Negara dan kehidupan masyarakat belum maksimal.   4
  • 12. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    Kasus illegal loging yakni penebangan secara liar kayu jati yang terjadi di Pulau Muna Sulawei Tenggara, terkesan lebih disebabkan oleh kurang profesionalnya aparat keamanan, termasuk penguasa setempat dalam mengawal potensi hasil hutan. Bahkan ada fenomena bahwa ada sejumlah oknum aparat yang seharusnya mengamankan hasil hutan, justru tutup mata dengan praktek penebangan kayu jati secara liar yang terjadi di wilayah itu. Khusus kasus terorisme yang menjadi kekhawatiran nasional tidak terjadi di Sulawesi Tenggara. Fenomena yang terjadi adalah isu-isu provokasi yang menjurus pada konflik horizontal antar kelompok yang terjadi selama periode tahun 2004-2009. Kasus ini sering terkait dengan pelaksanaan Pilkada langsung, yang seringkali mencuat di permukaan ketika pertarungan politik dalam pilkada melahirkan ketidakpuasan diantara para pendukung calon kepala daerah, baik dalam proses pemilihan Walikota, Bupati maupun pemilihan Gubernur. Bentuk kerawanan yang lain adalah konflik antar kelompok pemuda di kota Kendari yang sering mengarah pada konflik antar etnik di kota Kendari. Peluang terjadinya konflik horizontal antar etnik sangat terbuka di Kota ini karena watak kesukuan masih dominan dan dipegang teguh oleh masing-masing kelompok-kelompok etnik dalam masyarakat Kota Kendari seperti (Tolaki, Muna, Bugis, Makassar, Buton, Mekongga), dan nilai-nilai pluralisme dalam masyarakat belum terkonsolidasi secara baik. 1.2. Indikator Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional Persentase jumlah penyelesaian kasus kejahatan konvensional berfluktuasi. Jumlah kasus terselesaikan pada tahun 2005 sebanyak 55,54%, tahun 2006 sebesar 56,04%, dari jumlah kasus dilaporkan sebanyak 4675 kasus. Pada tahun 2007 terjadi penurunan persentase jumlah kasus kejahatan konvesnional yang terselesaikan yakni menjadi 53,52% dari jumlah kasus dilaporkan sebanyak 6.359 kasus yang dilaporkan. Pada tahun 2008 kembali mengalami peningkatan menjadi 59,74% kasus yang terselesaikan, dan terus naik menjadi 64,70% dari jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2009. Beberapa kritik masyarakat atas proses penyelesaian kasus-kasus kejahatan konvesional di daerah ini adalah masih lambannya aparat kepolisian dalam merespon laporan masyarakat selain proses penyelesaian kasus yang tidak tranparan, yang disertai dengan adanya biaya-biaya ekstra yang dibebankan kepada masyarakat.   5
  • 13. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    1.3. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional Persentase penyelesaian hukum atas kasus kejahatan transnasional juga menunjukkan perubahan angka yang tidak linier. Salah satu persoalan hukum yang menjadi perhatian pemerintah di daerah ini adalah praktek kejahatan transnasional yang melibatkan warga dari berbagai Negara seperti kasus migran gelap dari Filipina sempat menarik perhatian publik di daerah ini. Penyelesaian kasus-kasus yang melibatkan warga Negara dari berbagai Negara seringkali mengalami hambatan dalam penyelesaiannya karena belum ada perjanjian ekstradisi antar pemerintah RI dengan Negara asal warga yang mempunyai masalah pelanggaran hokum. Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah di Indonesia yang tingkat kejahatan transnasionalnya relative rendah, dengan kasus-kasus utama hanya pada masalah pelanggaran keimigrasian, narkotika dan perdagangan antar negara. Pada tahun 2005, jumlah kasus tindak kejahatan transnasional yang terselesaikan dibandingkan dengan yang dilaporkan sebesar 90,00%, tahun 2006 sebesar 65,79 %, tahun 2007 sebesar 57,53%, tahun 2008 sebesar 52,08%, dan tahun 2009 sebesar 87,88% dari 66 kasus yang dilaporkan. Perubahan angka persentase yang berfluktuasi itu disebabkan oleh jumlah laporan kejahatan konvesional yang berfluktuasi pula serta tingkat penyelesaiannya tidak didasarkan pada tahun kalender melainkan mengutamakan tingkat kemudahan dalam penyelesaiannya. 2. Analisis Pencapaian Indikator Beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan aman dan damai dalam kaitannya dengan indeks kriminalitas adalah persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional dan persentase penyelesaian kasus kejahatan transnasional yang terjadi diberbagai wilayah di tanah air. Di Sulawesi Tenggara, selama tahun 2004 sampai dengan 2009, kinerja aparat kemanan dalam menyelesaikan kasus kejahatan konvesional dan kejahatan transnasional berfluktuasi.   6
  • 14. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    Berdasarkan data yang diperoleh dari Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara tahun 2010, tingkat penyelesaian kasus kejahatan konvensional disajikan dan dianalisis dalam bentuk grafik sebagai berikut: Sumber: diolah dari data sekunder Polda Sultra, 2010. Gambar 1. Persentase Kasus Konvensional yang terselesaikan dibandingkan yang dilaporkan di Polda Sultra Berdasarkan grafik pada Gambar 1 terlihat bahwa penyelesaian kasus tindak kejahatan konvensional masih relative rendah dan berfluktuasi atau tidak terjadi peningkatan yang linier selama kurun waktu tahun 2005 sampai dengan 2009. Kondisi itu terkait dengan naik turunnya jumlah kasus yang dilaporkan. Pada tahun 2007 terjadi penurunan kinerja penyelesaian kasus yakni 53,52% dari jumlah dilaporkan. Penyebabnya oleh antara lain karena naiknya jumlah kasus yang dilaporkan sementara jumlah aparat tidak bertambah secara dramatis seiring peningkatan jumlah kasus dilaporkan. Dengan kata lain, jumlah kasus yang dilaporkan meningkat, sementara jumlah aparat kepolisian di daerah ini tidak meningkat secara drastis. Sebagai catatan, bahwa peningkatan jumlah anggota polisi dan alokasi anggaran setiap tahun yang terus meningkat belum menunjukkan perubahan dan dampak yang signifikan terhadap perkembangan jumlah kejahatan yang terjadi. Alokasi anggaran terus meningkat, namun kejahatan juga semakin bertambah. Pada hal idealnya, semakin banyak jumlah aparat polisi, semakin tinggi alokasi anggaran operasional seharusnya semakin rendah pula jumlah kasus kejahatan konvesional yang terjadi dalam masyarakat.   7
  • 15. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    Tingkat penyelesaian kasus kejahatan konvesional menggambarkan hal yang serupa. Terjadi fluktuasi presentase tingkat penyelesaian kasus kejahatan transnasional yang dilakukan oleh aparat khususnya aparat kepolisisan daerah Sulawesi Tenggara. Secara jelas digambarkan dalam grafik pada gambar 2 berikut. Sumber: Diolah dari data sekunder Polda Sultra (2010) Gambar 2. Persentase Kasus Kejahatan Transnasional yang terselesaikan selama tahun 2004-2009 Berdasarkan grafik pada Gambar 2 terlihat adanya penurunan tingkat penyelesaian kasus transnasional yang terjadi di wilayah Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara. Dalam grafik terlihat bahwa jumlah kasus yang terselesaikan pada tahun 2007 (57,58%) dan tahun 2008 (52,08%). Penurunan persentase jumlah kasus yang diselesaikan dibandingkan yang dilaporkan terus meningkat. Hal itu tidak sejalan dengan target kinerja yang ditetapkan kepolisian yakni memaksimalkan pelayanan masyarakat. Lambannya penyelesaian kasus transnasional disebabkan oleh keterlibatan warga Negara dan jumlah aparat yang masih terbatas. Selain itu target penyelesaikan kasus tidak didasarkan pada tahun kalender, melainkan tergantung pada skala prioritas dikaitkan dengan tingkat kerumitan atau kemudahan dalam penyelesaian setiap kasus yang dilaporkan oleh masyarakat.   8
  • 16. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    3. Rekomendasi Kebijakan Berbadasarkan hasil evaluasi kinerja pemerintahan daerah di Sulawesi Tenggara khususnya mengenai pelaksanaan agenda pembangunan Indonesia yang aman dan damai menunjukkan kinerjanya masih relative rendah. Untuk itu beberapa hal yang perlu mendapat perhatian untuk memaksimalkan kinerjanya ke depan adalah sebagai berikut: 1. Perlu keseriusan aparat kepolisian dalam penanganan kasus-kasus kejahatan konvensional termasuk perlu melakukan tindakan prefentif agar kasus kejahatan dapat berkurang. Karena frekwensi tindak kejahatan konvesional terus meningkat di daerah ini, maka peran aparat keamanan untuk meningatkan pengamanan termasuk penyelesaian kasus-kasus kejahatan perlu terus ditingkatkan, selain penanganan masalah kemiskinan dan pengangguran yang seringkali dianggap menjadi pemicu lahirnya tindakan kriminalitas seperti pencurian dan perampokan. 2. Penanganan kasus transnasional, termasuk penyelesaian kasus yang melibatkan WNI di luar negeri seperti pelanggaran keimigrasian perlu ditangani secara serius. Upaya yang perlu dilakukan adalah memberikan berbagai penyuluhan terkait dengan aturan-aturan keimigrasian, penyuluhan perdagangan lintas Negara kepada para pemilik kapal di daerah yang sering menyelundupkan barang dari dan ke Singapura agar mereka mengetahui dalam mematuhi aturan keimigrasian dan ekspor-inpor barang sehingga tidak merugikan Negara atau daerah     9
  • 17. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    B. MEWUJUDKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS 1. Indikator 1.1. Pelayanan Publik Beberapa faktor penyebab rendahnya kualitas pelayanan umum kepada masyarakat antara lain karena penyalahgunaan kewenangan dan atau karena adanya berbagai penyimpangan atau korupsi, rendahnya kinerja aparatur, belum memadainya sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan pemerintahan, rendahnya kesejahteraan PNS, serta banyaknya peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dan tuntutan pembangunan. Rendahnya kualitas pelayanan publik terlihat dari antara lain pembangunan prasarana umum seperti jalan raya (jalan provinsi dan jalan kabupaten) yang belum memadai (banyak yang rusak), fasilitas air bersih dan listrik yang masih terbatas. Ketiga hal itu, sampai saat ini masih menjadi permasalahan utama dan belum terselesaikan di Sulawesi Tenggara sejak awal pelaksanaan otonomi daerah, terutama pada tahun 1999 hingga tahun 2009. Pada hal salah satu esensi dari otonomi daerah adalah dalam rangka mendorong percepatan pembangunan dan pelayanan publik. Namun demikian diakui pula bahwa beberapa aspek layanan publik yang lain mulai dibenahi dan menunjukkan kinerja yang baik, seperti pelayanan kesehatan, penyelenggaran pendidikan, pelayanan administrasi dan pelayanan perizinan. 1.2. Indikator Demokrasi Publik Beberapa isu utama yang menjadi perhatian dan sekalgus permasalahan dalam pembangunan demokrasi adalah masih lemahnya kelembagaan politik lembaga penyelenggara Negara, lembaga-lembaga kemasyarakatan belum tertata, masih rendahnya internalisasi nilai-nilai demokratis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seperti tingginya tindakan kekerasan atau konflik horizontal antar kelompok-kelompok politik, politik uang, persoalan-persoalan masa lalu yang belum tuntas seperti pelanggaran HAM berat, tindakan-tindakan kejahatan politik, adanya ancaman terhadap komitmen persatuan dan kesatuan dan adanya kecenderungan unilateralisme dalam hubungan internasional. Disamping masalah-masalah pokok tersebut di atas, berbagai permasalahan   10
  • 18. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    mendasar yang menuntut perhatian khusus pembangunan ke depan adalah: (1) masih lemahnya karakter bangsa; (2) belum terbangunnya sistem pembangunan, pemerintahan, dan pembangunan yang berkelanjutan; (3) belum berkembangnya nasionalisme, rendahnya keberpihakan pada rakyat kecil, demokrasi dan kekerasan dalam politik, dan ketidak adilan distribsi ekonomi antar struktur dalam masyarakat; (4) belum terejawantahnya nilai-nilai utama kebangsaan; 5) belum berkembangnya sistem yang memungkinkan masyarakat untuk mengadopsi dan memaknai nilai-nilai kontemporer secara bijaksana; (6) kegamangan dalam menghadapi masa depan; serta (7) rentannya sistem pembangunan, pemerintahan, dan kenegaraan dalam menghadapi perubahan. Sistem demokrasi yang dianut Indonesia haruslah selaras dengan nilai- nilai demokrasi Pancasila, bukan demokrasi liberal seperti banyak dianut oleh Negara demokrasi liberal lainnya. Penerapan demokrasi pancasila lebih condong pada system demokrasi sosialis, yang memberikan peluang bagi intervensi Negara dalam mendorong percepatan pembangunan yang terkait dengan kepentingan strategis masyarakat atau dalam hal terjadi ketimpangan struktural. Hal itu berbeda dengan sistem demokrasi liberal yang secara esensil, segala sesuatunya, termasuk layanan publik yang menguasai hajat hidup orang banyak, termasuk menyangkut kepentingan kelompok minoritas diserahkan pada mekanisme pasar. Konsep mekanisme pasar secara absolute hanya menguntungkan pemilik modal, sementara yang lemah atau kelompok masyarakat marginal akan semakin tertinggal dan terpinggirkan. Konsep pembangunan berwawasan gender merupakan bagian dari upaya mengatasi ketimpangan struktural antara laki-laki dan perempuan dalam hubungan sosial dan pelayanan publik dalam kerangka membangun demokrasi yang partisipatif secara luas dan perwujudan nilai-nilai HAM. Salah satu tujuan dan sasaran penting dari pembangunan berwawasan gender adalah peningkatan kualitas hidup yang setara antara perempuan dan laki-laki. Hal itu hanya bisa dicapai dengan cara melakukan peningkatan kapabilitas dasar secara seimbang antara laki-laki dan perempuan. Hal itu dapat dilakukan dalam berbagai aspek seperti peningkatan akses yang setara dalam pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan secara baik dan kegiatan ekonomi. Karena itu, indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan demokrasi adalah semakin tingginya aksebilitas dan keterlibatan perempuan dalam layanan publik (pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi) dan keterlibatan   11
  • 19. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    perempuan dalam proses-proses politik, kebijakan pemerintahan dan kegiatan yang terkait dengan upaya mewujudkan kesetaraan perempuan dan laki-laki. Pemerintah Sulawesi Tenggara menetapkan suatu kerangka kebijakan pembangunan gender dengan tujuan antara lain meningkatkan kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui kebijakan yang ada, berbagai lembaga yang terkait secara struktural maupun fungsional mempunyai tugas dan peran untuk memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. Dalam Renstrada pembangunan gender ditetapkan beberapa target dan sasaran yang hendak dicapai dalam kurun waktu 20004-2009. Sasaran dimaksud adalah: (a) mewujudkan kemitrasejajaran antara perempuan dan laki-laki melalui jalinan pola sikap dan perilaku yang saling peduli, saling menghargai, saling menghormati dan saling mengisi, baik di tingkat keluarga, masyarakat, maupun dalam proses pembangunan; (b) meningkatkan stabilitas dan kontrol yang memungkinkan perempuan sebagai mitra sejajar laki- laki untuk bersama-sama berperan dalam pembangunan sesuai dengan kodrat dan martabatnya, tanpa melupakan peran bersama dalam mewujudkan keluarga sejahtera yang beriman sehat dan bahagia; (c) memberdayakan lembaga- lembaga pengelola kemajuan perempuan agar lebih berperan, berkualitas dan mandiri yang diwujudkan melalui program-program GDI (Gender Development Indeks) seperti perbaikan layanan kesehatan, pendidikan dan pemberdayaan ekonomi, dan program GEM (Gender Empowerment Meassurement) seperti pemberdayaan politik perempuan dan aksebiitas dalam jabatan professional dan pengambilan keputusan; (d) meningkatkan perlindungan terhadap perempuan untuk mencegah terjadinya diskriminasi dan tindakan pelecehan atau kekerasan terhadap perempuan dan anak; (e) terjaminnya keadilan gender dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik; (f) menurunnya kesenjangan pencapaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki yang diukur dengan angka GDI dan GEM. Pencapaian kinerja dalam GDI dan GEM diukur menggunakan beberapa indikator seperti aksebilitas terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan, keberdayaan ekonomi, partisipasi dan peran politik perempuan, posisi perempuan dalam pengambilan kebijakan dalam pemerintahan. Dalam peningkatan kesetaraan gender, upaya pembangunan di Sulawesi Tenggara diarahkan untuk meningkatkan mutu dan pelayanan kesehatan, pendidikan gratis, pemberdayaan ekonomi dan mendorong partisipasi politik warga dalam   12
  • 20. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    proses-proses pengambilan keputusan dalam pembangunan guna menghasilkan pembangunan yang mampu mengatasi permasalahan sesuai kebutuhan riil seluruh lapisan masyarakat. Dalam bidang kesehatan, upaya itu dilakukan melalui berbagai kebijakan seperti pengobatan gratis di Puskesmas serta pemberian obat secara cuma-cuma untuk jenis obat tertentu. Sementara dalam bidang pendidikan dilakukan dengan memberikan kesempatan yang sama antara anak laki-laki dan perempuan untuk mengenyam pendidikan mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi. Sementara dalam pemberdayaan ekonomi, memberikan kesempatan luas kapada kelompok usaha kecil rumah tangga dan usaha menengah untuk mendapatkan permodalan guna meningkatkan kapasitas usahanya. Dalam bidang politik, upaya peningkatan peran perempuan dalam politik juga menjadi perhatian organisasi politik dengan memberikan akses kepada perempuan untuk ikut dalam partai politik atau menjadi calon legislatif termasuk menduduki posisi penting dalam organisasi birokrasi. Dalam kebijakan yang disebutkan terakhir ini seringkali dihambat oleh penguasa lokal yang tidak menempatkan perempuan dalam posisi penting di birokrasi karena sistem promosi dalam birokrasi seringkali lebih didominasi oleh pertimbangan dukungan politik, selain persayaratan yang harus dipenuhi dalam jabatan karir di birorkrasi. 2. Analisis Pencapaian Indikator 2.1. Indikator Pelayanan Publik Salah satu problem dalam pemberdayaan pegawai di Sulawesi Tenggara dalam kaitannya dengan pemberdayaan perempuan adalah proses rekruitmen yang tidak mengutamakan perempuan. Proses penerimaan CPNS misalnya lebih diwarnai oleh adanya pungutan liar kepada para CPNS, sehingga yang diterima hanya mereka yang memiliki kemampuan untuk membayar sejumlah uang kepada pihak penentu, sementara dalam lingkungan masyarakat sendiri, kaum laki-laki selalu lebih diutamakan dibandingkan dengan perempuan. Selain itu proses pembinaan, pengembangan dan promosi pegawai selalu lebih mengutamakan kepentingan politik, pendekatan primordial dan pendekatan KKN. Politisasi birokrasi dan sistem promosi yang KKN telah merusak tatanan birokrasi dan menjadikan kinerja aparat birokrasi menjadi lemah dan berdampak pada rendahnya kualitas pelayanan publik.   13
  • 21. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    Berkembangnya permasalahan seperti di atas setidaknya disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, praktek korupsi dan KKN para aparat yang terus berlanjut. Kedua, penyalahgunaan kekuasaan termasuk karena adanya politisasi birokrasi oleh penguasa demi merebut atau mempertahankan kekuasaan. Praktek korupsi yang terus berlanjut dalam berbagai lini di pemerintahan daerah (yang penyelesaiannya selalu tidak tuntas dan sanksi bagi koruptor lemah) telah menelantarkan pembangunan. Berbagai sarana dan prasarana dasar seperti jalan raya, air bersih dan pangan yang menjadi kebutuhan utama masyarakat kurang diperhatikan. Praktek seperti itu diperparah oleh adanya penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau korupsi demi memenuhi kebutuhan pribadi dan kelompok tertentu sehingga alokasi anggaran tidak mencapai tujuannya. Proses pengelolaan keuangan daerah yang buruk, dan terjadinya berbagai penyimpangan, memiliki keterkaitan dengan mentalitas dan moralitas pejabat publik yang rendah. Selain itu kapasitas SDM aparat yang rendah juga menjadi penyebab utama adanya penyimpangan. Pada saat yang sama, masih ada keengganan dari penguasa lokal untuk merumuskan kebijakan yang memberikan kemudahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pada sisi lain, pelayanan publik seringkali tidak berjalan baik karena anggaran yang salah kelola atau memang sengaja dikorupsi oleh pengelola dan penguasa lokal. Penyimpangan anggaran di daerah masih banyak dilakukan. Penyalahgunnaan APBD di daerah dilakukan melalui berbagai cara seperti penyimpangan dari aturan, tidak konsisten dalam perencanaan, pemborosan anggaran, dan alokasi anggaran yang tidak pro rakyat serta pelaksanaan anggaran fiktif yakni sebuah proyek pembangunan hanya ada dalam perencnanaan dan dilaporkan dalam dokumen, tetapi tidak dilaksanakan. Beberapa indikator keberhasilan pelayanan public adalah; 1) meningkatnya rasa keadilan dan tidak adanya diskriminasi dalam penegakkan hukum terutama terhadap kasus-kasus korupsi keuangan Negara/daerah yang diperuntukan bagi masyarakat dan pelayanan publik; 2) adanya pengelolaan keuangan daerah yang baik dan benar guna mendorong terselengarakannya pembangunan secara maksimal; 3) adanya peraturan daerah (Perda) untuk menjamin terselenggaranya pelayanan secara baik seperti Perda pelayanan satu atap atau pelayanan satu pintu; serta 4) kualitas kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam pengelolaan keuangan di daerah.   14
  • 22. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    Sasaran yang hendak dicapai pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara dalam bidang pelayanan publik dalam periode tahun 2004-2009 mencakup: (a) berkurangnya secara nyata praktek korupsi pada birokrasi dan dimulai pada tataran pejabat yang paling atas; (b) terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, effisien, efektif, transparan, profesional dan akuntabel; (c) terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang sifatnya diskriminatif terhadap warga negara, kelompok atau golongan masyarakat; (d) terwujudnya peningkatan kapasistas aparatur pemerintah daerah melalui peningkatan dan pengembangan pendidikan formal dan pendidikan informal; (e) tercitanya mekanisme pelayanan birokrasi pemerintahan daerah yang lebih efektif, efisien, partisipatif, transparan dan akuntabel melalui sistem pelayanan satu atap atau satu pintu yang mempunyai kekuatan hukum dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda). Komitmen pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara untuk memberantas tindak pidana korupsi, sebagaimana ditetapkan dalam Renstrada 2004-2009, ternyata belum dapat diwujudkan. Berbagai kendala yang dihadapi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di daerah ini antara lain : (a) Masih kurangnya dukungan masyarakat dalam memberi keterangan atau kesaksian dalam upaya mengungkap kasus tindak pidana korupsi. Hal ini disebabkan oleh perlindungan saksi yang belum dijamin oleh pemerintah. (b) Masyarakat cenderung menghindar untuk menjadi saksi karena tidak dinilai merepotkan dimulai sejak mencari keterangan oleh petugas sampai pada persidangan yang dinilai tidak memberikan manfaat atau buang-buang waktu saja; (c) Kemampuan petugas penyidik yang masih terbatas sehingga pembuktian secara hukum atas suatu kasus, kadang-kadang memakan waktu lama, bahkan ada yang di SP3- kan karena dianggap tidak cukup bukti; (d) Belum transparannya penanganan kasus korupsi yang melibatkan para pejabat lokal, dan rasa percaya masyarakat terhadap penegak hukum masih rendah; (e) Para penguasa lokal belum memperlihatkan sistem keteladanan dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat pemerintah; (f) undang-undang yang mengharuskan alat bukti suatu kasus tindak pidana korupsi, harus lebih dari satu menjadi kendala, sebab meskipun pembuktian cukup kuat tetapi kalau hanya satu alat bukti, belum memenuhi syarat hukum dilanjutkan ke penuntutan/peradilan.   15
  • 23. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    1. Persentase Jumlah Kasus Korupsi Tertangani Keberhasilan capaian indikator pemberantasan tindak pidana korupsi, ditentukan oleh antara lain: (a) Kemandirian lembaga-lembaga peradilan dalam penanganan kasus-kasus korupsi seperti kepolisian, kejaksanaan dan pengadilan; (b) Tidak ada pilih kasih dalam penyelesaian kasus korupsi; (c) Transparansi dalam proses penanganan kasus; (d) Komitmen aparat hukum dalam menjalankan tugas yang menjamin rasa keadilan masyarakat. Upaya peningkatan penegakan hukum kasus tindak pidana korupsi di Kejaksanaan Tinggi dan Polda Sultra terus dibenahi. Peningkatan penegakan hukum itu terlihat dari beberapa indikator yang sejalan dengan sasaran pemerintah daerah. Namun pencapaian indikator itu secara umum belum sesuai dengan target yang ditetapkan. Faktor menentu keberhasilan pemberantasan tindak pidana korupsi di Sulawesi Tenggara terlihat dari: a) Kemandirian lembaga peradilan dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi sangat positif. Protes masyarakat kepada lembaga peradilan atas sinyalemen intervensi pihak penguasa dalam penanganan kasus korupsi semakin berkurang dalam kurun waktu 2004-2009; b) Diskriminasi penanganan kasus tindak pidana korupsi pada tahap penyelidikan (Polisi) dan Penyidikan (Jaksa) masih tetap mewarnai mas media di daerah ini. Penanganan kasus korupsi dengan modus gratifikasi yang melibatkan mantan Walikota Kendari dan Wakil Walikota Kendari yang diproses sejak tahun 2008 terkesan diskriminatif. Kasus gratifikasi mantan walikota yang nilainya lebih besar, tersendat-sendat, sangat lamban dan mengundang keterlibatan massa melakukan demonstrasi, menekan pihak kejaksaan agar serius menangani kasus. Kasus gratifikasi mantan Wakil Walikota Kendari yang nilainya lebih kecil, berjalan lebih cepat sampai pemutusan kasus dan penahanan di rumah tahanan Kelas II Kendari (Kendari Pos, 30/20/2009). Kasus lain, dugaan kasus korupsi Bupati Bombana yang melibatkan Haikal Atikurrahman (anak Bupati) telah dilaporkan oleh masyarakat Bombana disertai bukti-bukti awal terkait dugaan korupsi APBD (Rp 7,6 milyar). Ternyata belum ada kejelasan penanganannya oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara. Pada hal tekanan publik berupa unjuk rasa dari komponen masyarakat Bombana (Komite untuk Demokrasi, Keadilan dan Transparansi Anggaran sudah dilakukan (Kendari Pos, 27 Okt.2009); c) Transparansi penanganan kasus   16
  • 24. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    tindak pidana korupsi oleh penegak hukum di Kejaksaan Tinggi Sultra, memperlihatkan indikasi tidak transparan. Laporan yang diterima pihak Kejaksaan Tinggi Sultra dari berbagai komponen masyarakat tentang dugaan tindak pidana korupsi beberapa Bupati Kepala Daerah selama kurun waktu 2004 - 2009, antara lain Bupati Muna, Bupati Konawe, Bupati Konawe Selatan, Bupati Bombana dan Bupati Buton Utara, belum ada kejelasan status penanganannya hingga kini (Antara lain Kendari Pos, 27 Oktober 2009); d) Profesionalisme aparat dalam mewujudkan rasa keadilan masyarakat dalam keputusannya masih menjadi sorotan masyarakat di daerah ini. Kasus dugaan korupsi APBD Bombana tahun 2007-2008 sebesar Rp. 7,6 milyar melibatkan anak kandung Bupati Bombana (Haikal Atikurrahman), telah di SP3 kan oleh pihak Kejaksaan Tinggi Sualwesi Tenggara. Keputusan tersebut dinilai tidak adil oleh masyarakat Bombana karena pelakunya memperkaya diri sendiri, proses penangannya tidak transparan (Kendari Pos, 27 Oktober 2009). Keberhasilan pemberantasan tidak pidana korupsi di Sulawesi Tenggara selama tahun 2004 s/d 2009 dapat dilihat dari kinerja Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara dalam menangani kasus-kasus korupsi di daerah ini. Dari beberapa data/informasi diperoleh keterangan sebagai berikut: 1. Persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan yang dilaporkan di Polda Sultra. Data dari Polda Sultra tahun 2010 diketahui bahwa sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 persentase penyelesaian kasus korupsi yang masuk di Polda Sultra bervariasi. Tahun 2005, jumlah kasus terselesaikan 100%. Tahun 2006 kasus yang masuk 5 kasus tidak satupun terselesaikan (0,00%). Tahun 2007 kasus korupsi terselesaikan 33,33% dari 6 (enam) kasus dilaporkan. Tahun 2008 jumlah terselesaikan sebesar 200% dari jumlah kasus masuk tahun yang sama, dan berhasil menyelesaikan kasus tahun sebelumnya. Tahun 2009 sebanyak 100,00% terselesaikan dari 12 kasus dugaan korupsi yang masuk. Secara jelas terlihat dalam grafik (gambar 3).   17
  • 25. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    Sumber : Polda Sultra 2010 Gambar 3 Persentase kasus korupsi terselesaikan di Polda Sultra, tahun 2005-2009 Dari grafik pada gambar 3 terlihat adanya fluktuasi persentase penyelesaian kasus kosupsi yang masuk di Polda Sulawesi Tenggara dalam waktu 2005-2009. Tahun 2006, 2007 dan 2008 terjadi peningkatan, sementara pada tahun 2009 terjadi penurunan drastis. Hal itu disebabkan oleh antara lain: 1) proses penyelesaian kasus yang sengaja diulur-ulur karena adanya intervensi atau karena ada kepentingan tertentu sekaligus menandakan lemahnya kinerja aparat; 2) karena memang kasusnya rumit sehingga tidak cukup waktu untuk diselesaikan dalam waktu 1 tahun, karenanya nanti pada tahun berikut baru dapat terselesaikan. Tahun 2008 mengalami kenaikan 200% karena ternyata kasus yang masuk pada tahun 2006 baru dapat diselesaikan pada tahun 2008, sehingga persentase kasus yang terselesaikan lebih besar dari pada jumlah kasus korupsi yang masuk do Polda pada tahun yang sama. 2. Persentase penyelesaian kasus dibanding dilaporkan di Kejaksanaan Tinggi Sultra. Tingkat penyelesaian kasus di Kejati Sultra tahun 2004-2008 berfluktuasi. Sayangnya, sampai laporan ini dibuat, belum diperoleh data kinerja penyelesaian kasus korupsi di Kejati Sultra pada tahun 2009. Ada kesan bahwa aparat kejaksanaan menutup diri untuk tidak memberikan informasi tentang kinerjanya dalam penangan masalah korupsi di daerah ini. Hal itu setidaknya terlihat, ketika tim evaluasi berulang kali berhubungan   18
  • 26. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    dengan pemegang data, dimana pemegang data tidak memberikan informasi dan kepastian tentang penyelesaian kasus korupsi pada tahun 2009. Gambar 4 menyajikan kinerja Kejati Sultra dibandingkan dengan kinerja nasional dalam hal penyelesaian kasus dugaan tindak pidana korupsi antara tahun 2004 sampai tahun 2009. Ket: warna merah prestasi nasional, dan biru prestasi Sulawesi Tenggara Sumber: diolah dari data sekunder Kejaksanaan Tinggi Sultra, 2009. Gambar 4 Persentase Kasus Tindak Pidana Korupsi pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara yang ditangani dibanding dengan yang dilaporkan dalam kurun waktu 2004-2009 Berdasarkan grafik pada Gambar 4 terlihat persentase tingkat penyelesaikan kasus korupsi di Kejadi Sultra masih berada di bawah prestasi nasional dan pada tahun 2006 terjadi penurunan (hanya 44,44). Hal itu dapat disebabkan oleh antara lain : 1) Kemampuan petugas penyidik yang masih terbatas sehingga pembuktian secara hukum atas suatu kasus, kadang-kadang memakan waktu lama, bahkan ada yang di SP3-kan karena dianggap tidak cukup bukti; 2) Belum adanya transparansi penanganan kasus korupsi yang melibatkan para pejabat local dan tidak jelas target penyelesaian suatu kasus korupsi oleh aparat kejaksanaan; 3) Lambannya tingkat penyelesaikan kasus yang disebabkan oleh adanya intervensi demi kepentingan materi atau kekuasaan;4) undang-undang atau peraturan yang tidak mengharuskan target waktu dalam penyelesaikan sebuat kasus, dan mengharuskan alat bukti suatu kasus tindak pidana korupsi, harus lebih dari satu menjadi kendala , sebab meskipun pembuktian cukup kuat tetapi kalau hanya satu alat bukti, belum memenuhi syarat hukum dilanjutkan ke   19
  • 27. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    penuntutan pengadilan, dan ini memperlambat proses penyelesaian kasus. Empat hal itu juga yang menyebabkan lambannya kinerja penyelesaian kasus-kasus dugaan korupsi di Sulawesi Tenggara terutama kasus dugaan korupsi yang melibatkan bupati dan keluarga (kasus di Kabupaten Bombana), dan mantan Wali Kota dan Wakil Walikota Kendari (2001-2007). Lambannya penyelesaian kasus-kasus dugaan korupsi di lembaga hukum, dan tidak transparannya proses penanganan kasus dugaan korupsi oleh para aparat penegak hukum telah memberikan dampak pada antara lain semakin merosotnya kepercayaan publik terhadap eksistensi lembaga hukum yang ada di daerah dan rasa pesimistik selalu muncul dari kalangan masyarakat atas penyelesaian kasus-kasus korupsi di daerah. 2. Persentase Kab/Kota Memiliki Perda Pelayanan Satu Atap. Isu utama terkait dengan perlunya pengaturan pelayanan satu atap atau proses perizinan satu pintu adalah untuk memberikan jaminan kepastian berusaha bagi para investor atau penguasa kecil di daerah. Gagasan untuk melahirkan sistem pelayanan cepat satu atap muncul ketika di banyak daerah ditemukan adanya peraturan perundang-undangan yang belum mencerminkan keadilan, keberpihakan pada rakyat, kesetaraan, penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) dalam pemberian pelayanan. Selain itu masih banyak peraturan yang tumpang tindih serta belum adanya konsistensi pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kebijakan nasional terkait dengan kepastian pemberian pelayanan public di daerah. Hal itu berdampak pada tidak kondunsifnya iklim usaha yang pada gilirannya dapat menghambat proses peningkatan investasi, kurangnya penciptaan lapangan kerja baru dan lambannya peningkatan pendapatapan dan kejahteraan masyarakat daerah. Pemerintah daerah di Sulawesi Tenggara masih berupaya memperbaiki kualitas pelayanan publik melalui kebijakan pelayanan terpadu satu atap atau satu pintu. Hal ini ditandai dengan mulai adanya pemerintah kota yang menetapkan kebijakan sistem pelayanan satu atap atau sistem pelayanan terpadu satu pintu melalui penetapan peraturan daerah (Perda) selama kurun waktu 2004-2009. Jumlah kabupaten kota yang menerapkan sistem pelayanan satu atap yang dituangkan dalam peraturan daerah masih   20
  • 28. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    terbatas (16,67%) dari 12 kabupaten/kota yang ada di Sulawesi Tenggara sampai tahun 2009. Kedua kota dimaksud adalah: 1) Pemerintah Kota Kendari melalui Perda No 14 2008 tentang Prosedur/Mekanisme dan Standar Waktu Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Secara konsep, pemkot Kendari mulai memperkenalkan sistem pelayanan satu atap sejak tahun 2002 dengan melibatkan 12 jenis perizinan yang dikelola oleh berbagai dinas/instansi. Tahun 2008 dalam Perda yang ada menjadi 40 jenis perizinan dan sampai tahun 2009 menjadi 67 jenis perizinan yang dikelola dengan sitem pelayanan satu atap; 2) Pemerintah kota Bau-Bau melalui Perda No 6 Tahun 2008 tentang Organisasi Tata Kerja Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Bau-Bau menerapkan sistem pelayanan satu atap, mencakup 12 jenis perizinan. Masalah yang dihadapi pemerinatah daerah kabupaten/kota dalam mewujudkan pelayanan satu atap, adalah keterbatasan sumber daya manusia/aparatur yang memiliki kemampuan teknis serta dukungan perangkat informasi teknologi baik perangkat keras maupun perangkat lunak yang belum tersedia secara baik, dan yang ada pun belum dikelola secara profesional serta belum berkesinambungan. Kebijakan pemerintah Sulawesi Tenggara melalui Renstra 2004-2009 yang menggariskan pentingnya iklim kondunsif bagi berkembangan investasi di daerah melalui kemudahan perizinan, mengalami hambatan dalam implementasinya karena tidak semua kewenangan perizinan berada di provinsi, melainkan diserahkan pada pemerintah kabupatan/kota. Sementara masing-masing pimpinan atau kepala daerah memiliki orientasi kebijakan, permasalahan, karakter dan kebijakan yang berbeda-beda. Pelaksanaan pelayan satu atap tergantung dari ada tidaknya kemauan atau komitmen para Bupati/Walikota untuk mengefektifkan sistem pelayanan kepada masyarakat atau dunia usaha. Selain itu, tarik menarik kepentingan dan ego sektoral para pimpinan SKPD juga menjadi salah satu penyebab masih kurangnya inisiatif pemerintah kabupaten/kota yang dimotori oleh para pimpinan SKPD untuk menetapkan Perda sistem pelayanan satu atap. Belum adanya Perda tentang pelayanan satu atap membuat pelayanan publik khususnya dalam administrasi perizinan menjadi lebih lama, memerlukan biaya lebih besar, seringkali menyulitkan dan bahkan   21
  • 29. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    menghambat bertumbuhkembangnya investasi dan dunia usaha di daerah. Hal itu disebabkan oleh karena sistem pelayanan melewati banyak SKPD atau dinas yang masing-masing memiliki SOP yang berbeda-beda dengan ego sektoralnya masing-masing. 3. Persentase SKPD Provinsi Memiliki Laporan Keuangan Tanpa Penyimpangan (WTP) Salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur baik tidaknya kinerja penyelenggaraan pemerintahan termasuk di daerah adalah dengan melihat kinerja pengelolaan di setiap daerah. Pemerintahan terus mendorong upaya perbaikan kinerja pengelolaan keuangan daerah guna mendorong efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran negara, serta menghindari penyalahgunaan anggaran Negara/daerah demi tercapainya tujuan pembanguan dan memaksimalkan pelayanan masyarakat. Hal itu sangat beralasan karena dalam banyak fakta, sejak pelaksanaan otonomi daerah, praktek korupsi dan penyimpangan keuangan Negara/daerah juga ikut bergeser dari pusat ke daerah dan terus berlanjut hingga saat ini. Secara konseptual/redaksional dalam Renstra Sultra tahun 2004-2009 menjelaskan perlunya penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Namun selama kurum waktu ini, komitmen para aparat pemerintah setempat dalam mewujudkan pengelolaan anggaran daerah yang baik sesuai dengan prinsip- prinsip good governance dan sesuai konsep anggaran kinerja masih lemah. Jumlah SKPD Provinsi yang memiliki Pelaporan keuangan Tanpa penyimpangan masih terbatas. Pada level pemerintah provinsi sendiri selama tahun 2005 hingga tahun 2009 selalu mendapatkan predikat disklaimer (tanpa komentar) atas laporan pengelolaan keuangan pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (BPK RI Perwakilan Sulawesi Tenggara Tahun 2009). Pada tahun 2004 jumlah SKPD provinsi yang memiliki pelaporan pengelolaan keuangan tanpa penyimpangan tidak diketahui karena data tidak tersedia. Demikian pula pada tahun 2005 dan tahun 2006. Tahun 2007 persentase jumlah SKPD yang tidak melakukan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan sebanyak 82%, dari 41 SKPD. Namun pada tahun 2008 dan 2009 sangat menghawatirkan, karena tidak satupun SKPD yang memiliki kinerja pengelolaan tanpa penyimpangan. Dengan kata lain, seluruh SKPD pada   22
  • 30. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    tahun tersebut melakukan penyimpangan atau melakukan kesalahan dalam pengelolaan keuangan terutama dalam pengelolaan anggaran dana hibah, termasuk dalam hal pengelolaan penganggaran belanja lainnya. Tipikal kesalahan yang terjadi dalam pengelolaan keuangan daerah disebabkan oleh ketidaktahuan, sengaja mengalihkan pos anggaran pada kegiatan lain, penempatan anggaran daerah pada rekening pribadi, proses utang piutang yang tidak terkontrol, pembukuan yang tumpang tindih, pengeluaran uang dari kas daerah yang tidak sesuai SOP dan SAP sehingga sulit dipertanggungjawabkan. Selain itu, kemampuan pengelola yang minim setelah adanya perubahan SAP baru, serta lemahnya komitmen aparat mengelola anggaran secara transparan, akuntabel, bertanggungjawab, efektif dan efisien sesuai peruntukannya. Berbagai akibat yang ditimbulkan karena kesalahan pengelolaan keuangan daerah di berbagai SKPD di daerah ini adalah: 1) penggunaan anggaran belanja yang tidak tepat sasaran; 2) merugikan keuangan daerah; 3) hasil kegiatan tidak dapat dimanfaatkan secara tepat waktu; 4) pemborosan anggaran daerah; 5) keterlambatan dalam penerimaan kas Negara/daerah; 6) tidak sesuai peruntukannya, tidak tepat sasaran sehingga rawan disalahgunakan; 7) kesalahan dalam pembukuan; 8) operasionalisasi pemerintahan terhambat; 9) daerah kehilangan penerimaan; 10) penggunaan anggaran tidak realistis antara jumlah anggaran yang dikelola dengan waktu yang tersedia; 11) keterlambatan dalam pelaporan; 12) laporan keuangan kurang akurat; 13) penyajian anggaran tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya; 14) realisasi anggaran tidak sesuai dengan perencanaan; 15) kesulitan mengetahui jumlah realisasi anggaran perjenis kegiatan (tumpang tindih pembukuan; 16) pengelolaan utang-piutang sulit dipantau; 17) pembatalan kegiatan karena pengalihan anggaran ke tempat/pos lain; 18) pimpinan sulit mengontrol kas dan tempat menyimpan keuangan daerah. Kesalahan pengelolaan daerah tersebut dalam jangka panjang berdampak pada kegagalan pelaksanaan pembangunan dan pelayanan publik. Hal itu sekaligus menggambarkan kegagalan pemerintah provinsi dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan yang telah ditetapkannya selama lima tahun kepemimpinan, sebagaimana dijanjikan pada saat kampanye dalam proses seleksi pemilihan kepala daerah setiap lima tahun.   23
  • 31. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    2. Analisis Pencapaian indicator Demokrasi Publik Tiga indikator utama yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan demokrasi publik di tingkat lokal antara lain membaiknya angka GDI (Gender-related Development Index) dan angka GEM (Gender Empowerment Measurement), dan partisipasi politik perempuan dalam pelaksanaan pemilihan umum di daerah. 1. Indikator Gender Development Index (GDI). Untuk mengukur pencapaian indeks pembangunan gender (Gender Development Index/GDI),menggunakan kriteria sebagai berikut: a) akses perempuan terhadap pelayanan kesehatan yang baik, diamati dari aspek: 1) angka harapan hidup; 2) angka kematian ibu melahirkan; dan 3) angka kematian bayi. b) akses perempuan terhadap pelayanan pendidikan yang indikatornya dilihat dari: 1) tingkat melek huruf; 2) rata-rata lama sekolah. c) akses perempuan terhadap kegiatan ekonomi yakni perempuan dalam angkatan kerja. Data dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009 diketahui sebagai berikut: 1. Angka usia harapan hidup. Angka Harapan Hidup penduduk perempuan di Sulawesi Tenggara pada tahun 2005 adalah 66,8 dan tahun 2006 rata-rata 67,0. Tahun 2007 tetap 69,0 tahun (Indonesia 70,5 tahun). Tahun 2008 mencapai 70,1 dan tahun 2009 mengalami perubahan menjadi 71,64 di atas rata-rata nasional yakni 71,04 tahun. Sumber: Diolah dari data sekunder Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPP dan KB) Prov. Sultra, 2010   24
  • 32. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    Gambar 5. Perkembangan Capaian Angka Usia Harapan Hidup Penduduk Sulawesi Tenggara dalam kurun Waktu 2005 sampai dengan 2009 Pencapaian Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk di Sulawesi Tenggara, menunjukkan peningkatan yang konsisten selama lima tahun terakhir (tahun 2005 sampai dengan 2009) dan bahkan sempat melampui pencapaian nasional. Pencapaian ini tidak lepas dari upaya dinas (SKPD) terkait dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di daerah. Alokasi anggaran yang proporsional dan pemberian pelayanan kesehatan gratis serta penyuluhan mengenai pola hidup sehat yang dilakukan secara terus menerus merupakan faktor-faktor yang mendorong dan menentukan dalam mewujudkan pencapain peningkatan usia harapan hidup penduduk setempat. 2. Angka kematian bayi/1000 kelahiran hidup (kh). Angka kematian bayi selama tahun 2004 sampai dengan 2009 mengalami fluktuasi. Tahun 2004 angka kematian bayi sebanyak 33 jiwa/1000kh, tahun 2005 sebanyak 34 jiwa/1000kh, tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 32 jiwa/kh. Pada tahun 2007 kembali mengalami kenaikan menjadi 41 jiwa/1000kh, dan tahun 2008 kembali menurun menjadi 35 jiwa/1000kh sedangkan tahun 2009 tetap sebanyak 35 jiwa/1000kh. Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Provinsi Sultra, 2010 Gambar 6. Angka Kematian Bayi/1000 Kelahiran Hidup di Sulawesi Tenggara Selama Lima Tahun Terakhir (Tahun 2005-2009 Berdasarkan grafik pada Gambar 6 terlihat bahwa tahun 2007 terjadi kenaikan angka kematian bayi. Hal itu terkait dengan naik turunnya tingkat kepedulian orang tua dalam memperhatikan derajat kesehatan anak,   25
  • 33. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    memeriksakan anak di Puskesmas secara gratis, serta kurang konsistennya pembinaan kesehatan yang dilakukan oleh para aparat di lapangan. Pada hal anggaran perbaikan untuk pelayanan kesehatan terus meningkat dari tahun ke tahun, dan perubahan jumlah anggaran selalu meningkat secara linier. Kebijakan pemerintah daerah konsisen dalam mengalokasikan anggaran kesehatan, namun para aparat di lapangan belum maksimal menunjukkan kinerjanya. Hal itu juga terkait dengan banyaknya kasus-kasus penyimpangan dalam pengelolaan anggaran kesehatan sesuai temuan BPK di daerah. Alokasi anggaran yang tidak tepat sasaran atau karena korupsi di tingkat pengelola juga menjadi penyebab lemahnya kinerja aparat fungsional kesehatan yang ada di lapangan. Sebab dana operasional seringkali mengalami pengurangan sebelum sampai di tangan aparat pengelola. Di tingkat aparatur sendiri, faktor rendahnya pendapatan aparat pegawai seringkali menjadi alasan yang menjadi penyebab rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Alasannya, mereka harus mencari sumber pendapatan lain di luar pekerjaan sesungguhnya. 3. Angka kematian ibu melahirkan. Angka kematian ibu melahirkan/100.000 kelahiran hidup (kh) selama tahun 2004 sampai dengan 2009 juga berfluktuasi. Tahun 2005 angka kematian ibu melahirkan sebanyak 302 jiwa/1000.000kh, tahun 2006 menjadi 304/100.00kh, pada tahun 2007 menjadi 302/100.000kh, dan tahun 2008 menjadi 228/100.000 kh, serta tahun 2009 menjadi 302/100.000kh. Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Provinsi Sultra, 2010 Gambar 7. Angka kematian ibu melahirkan/100.000 kelahiran hidup (KH)   26
  • 34. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    Berdasarkan grafik pada gambar 7 terlihat bahwa tahun 2009 terjadi kenaikan angka kematian ibu melahirkan. Hal itu antara lain disebabkan oleh rendahnya kesadaran para ibu hamil untuk memeriksakan diri di Puskesmas secara gratis. Pola pelayanan Puskesmas secara gratis kurang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, terutama di daerah yang kurang memahami pentingnya pemeriksaan kesehatan ibu yang sedang hamil. Di Kabupaten Muna termasuk daerah yang rendah kesadarannya memeriksakan diri di Puskesmas, hanya mengandalkan dukun. Dan ternyata, kasus kematian ibu melahirkan juga yang paling banyak terjadi di Kabupaten Muna dari seluruh kasus kematian ibu hamil pada tahun 2009. 4. Tingkat melek huruf. Tingkat melek huruf penduduk perempuan yang berusia di atas 15 tahun dibandingkan dengan penduduk dalam usia yang sama. Tahun 2005 sebanyak 87,2%, tahun 2006 tetap pada angka 87,2%, tahun 2007 menjadi 87, 5%, meningkat menjadi menjadi 87,98% pada tahun 2008, serta tahun 2009 menjadi 87,90% (BPP dan KB Sultra 2010). Secara rinci digambarkan dalam grafik berikut: Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Provinsi Sultra, 2010 Gambar 8. Persentase angka melek huruf perempuan berusia di atas 15 tahun, Sultra tahun 2004-2009   27
  • 35. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    Berdasarkan grafik pada Gambar 8 terlihat bahwa angka melek huruf penduduk perempuan yang berusia di atas 15 tahun menunjukkan peningkatan, seiring terus meningkatkan perbaikan sistem penyelenggaraan pendidikan, alokasi anggaran yang memadai serta pemberantasan buta aksara yang terus dilakukan dari tahun ke tahun. Kenaikan itu dipicu oleh membaiknya kinerja penyelenggaraan pendidikan dan pelaksanaan program- program pendataan yang baik sehingga data yang sebelumnya tidak terjangkau dalam laporan mulai dapat disajikan dalam laporan capaian kinerja penyelenggaraan pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal seperti kejar paket. 5. Akses perempuan terhadap peluang kerja atau perempuan dalam angkatan kerja. Data yang ada tahun 2005 menunjukkan bahwa akses perempuan terhadap peluang kerja sebanyak 37,3% dan laki-laki sebanyak 62,7% dari total angkatan kerja. Pada tahun 2006 menurun menjadi 35,5%. Pada tahun 2007 tetap pada angka 35,5%, dan menurun menjadi 31,5% pada tahun 2008, sedangkan pada tahun 2009 tetap pada angka 31,5% dari total angkatan kerja di Sulawesi Tenggara sebanyak 243.068 orang (BPP dan KB Sultra, 2009). Lebih jelasnya digambarkan dalam grafik berikut: Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Provinsi Sultra, 2009 Gambar 9. Grafik Persentase Perempuan dalam Angkatan Kerja   28
  • 36. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    Dibandingkan dengan kaum laki-laki, jumlah perempuan dalam angkatan kerja selama lima tahun terakhir (tahun 2005 sampai dengan 2009) menunjukkan angka yang terus menurun. Salah satu penyebab menurunnya angka-angka yang tersajikan dalam laporan ini (menurut informan) adalah sistem pendataan yang tidak berkesinambungan serta kurang tersedianya data-data di setiap SKPD terkait, yang memiliki kewenangan dalam pembinaan dan pengembangan ketenagakerjaan. Penyajian data resmi mengenai capain kinerja dalam pembinaan, pengembanngan dan penempatan tenaga kerja di daerah terbatas. Penurunan jumlah angkatan kerja perempuan juga disebabkan oleh meningkatnya jumlah angkatan kerja laki-laki, dimana kuantitas peserta laki-laki dalam kegiatan pelatihan selalu dominan dibandingkan dengan perempuan. Karena itulah maka rasio jumlah angkatan kerja laki-laki terus meningkat sementara rasio jumlah angkatan kerja perempuan terus menurun setiap tahunnya. 2. Indikator GEM. Lembaga yang bertanggung jawab dalam bidang pemberdayaan perempuan di daerah ini, baru terbentuk secara formal pada tahun 2006. Dengan demikian data yang disajikan dalam laporan evaluasi ini terkait pelaksanaan program GEM, hanya meliputi data tahun 2006-2009. Data untuk tahun sebelumnya tidak ditemukan dalam kegiatan pengumpulan data evaluasi ini. Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan pemberdayaan perempuan Gender Empowerment Measurement (GEM) digunakan beberapa indikator seperti persentase keterlibatan perempuan di parlemen, keterlibatan perempuan dalam dunia kerja profesional serta besaran upah kerja minimum yang diterima perempuan pada sektor non pertanian. Data pada Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Sultra Tahun 2010 diketahui sebagai berikut: a. Indeks Keterlibatan Perempuan di Parlemen Keterlibatan perempuan di parlemen (DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Sulawesi Tenggara. Jumlah perempuan di DPRD seSulawesi pada pada periode masa kerja (tahun 2004 - 2009) sebanyak 12,7% dari total anggota legislatif sebanyak 220 orang. Pada periode masa   29
  • 37. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    kerja (tahun 2009 – 2014) sebanyak 14,73%, dari total anggota legislatif 224 orang (BPP dan KB, Sultra, 2010). Secara grafik digambarkan sebagai berikut: Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Sultra, 2010. Gambar 10 . Persentase Jumlah Perempuan di DPRD se Sultra, periode tahun 2004-2009 dan 2009-2014 Berdasarkan grafik pada Gambar 10 menunjukan bahwa jumlah anggota legislatif perempuan meningkat dari periode masa kerja 2004-2009 ke periode masa kerja 2009, namun perubahan yang terjadi belum signifikan dibandingkan dengan target kuota perempuan di parlemen sebesar 30% dari jumlah anggota legislatif di masing-masing daerah. Target kuota perempuan yang harapkan dapat menjadi anggota legislatif minimal sebanyak 30%. Salah satu pertimbangan, mengapa perlu jumlah anggota DPRD perempuan lebih besar di legislatif, karena DPRD merupakan lembaga yang merumuskan kebijakan sehingga dengan banyaknya anggota DPRD perempuan, maka keputusan di DPRD berkaitan dengan kebijakan pembangunan daerah lebih pro perempuan dan anak atau minimal bisa netral atau tidak diskriminatif. b. Perempuan dalam dunia kerja professional; Indikator lain menggambarkan keberhasilan implementasi kebijakan pemberdayaan perempuan adalah jumlah perempuan dalam dunia kerja profesional. Karena katerbatasan data yang menjelaskan posisi perempuan dalam sebagai kerja professional menjadikan sulit untuk menjadikan informasi ini secara tuntas.   30
  • 38. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    Data jumlah perempuan sebagai pekerja professional baik di birokrasi maupun dalam bidang lainnya belum lengkap. Selama tahun 2004-2009 hanya data dua tahun yang ada yaitu data tahun 2005 sebesar 38,8% dan tahun 2006 sebesar 40,76%. Dalam jabatan eksekutif mulai dari gubernur, bupati, walikota, eselon II, eselon III, eselon IV, camat, lurah dan kepala desa perbandingan laki-laki dan perempuan masih didominasi oleh kaum laki-laki. Data tahun 2009 diketahui bahwa jabatan eksekutif, jumlah perempuan masih rendah yakni baru sekitar 10,76% sementara laki-laki 89,24% dari total posisi jabatan eksekutif di Sulawesi Tenggara sebanyak 3.130 jabatan. Demikian pula posisi dalam jabatan professional di lembaga peradilan seperti jaksa dan hakim masih didominasi oleh laki-laki. jumlah perempuan sebanyak 21,81% dan laki-laki 78,19% (BPP dan KB Provinsi Sultra, 2010). Masih rendahnya jumlah perempuan yang menempati jabatan struktural di pemerintahan disebabkan oleh antara lain: 1) masih kurangnya kepedulian penguasa wilayah untuk memanfaatkan tenaga perempuan selaku pembantunya dalam menjalankan roda pemerintahan; 2) kalaupun penguasanya peduli, masih sedikit perempuan yang mampu melanjutkan di pendidikan lebih tinggi sehingga posisi mereka selalu dikesampingkan dalam birokrasi pemerintahan. c. Upah Pekerja Perempuan Sektor NonPertanian. Ketersediaan data, menjadi penyebab sulitnya mengangkat perkembangan besaran upah kerja minimal perempuan selama tahun 2005 sampai 2009 sesuai kebutuhan laporan evaluasi ini. Data yang tersedia pada BPP dan KB Sultra tahun 2010 menggambarkan jumlah upah minimal yang diterima perempuan dalam lapangan usaha sektor non pertanian mengalami perubahan selama kurun waktu tahun 2005 dan 2006. Tahun 2005 sebesar 621,9 sedangkan tahun 2006 menjadi 932,4 atau meningkat sebesar 49,93%. Upah kerja minimal yang diterima perempuan sektor non pertanian menggambarkan besarnya gaji yang diterima perempuan dalam berbagai lapangan pekerjaan dimana mereka bekerja, dan dapat didata secara jelas. Seiring dengan semakin ketatnya pemberlakuan Upah Minimum Regional (UMR) menjadikan gaji perempuan yang bekerja di sektor non pertanian juga semakin membaik selain semakin baiknya posisi-posisi yang ditempati perempuan dalam dunia kerja professional.   31
  • 39. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    Keberhasilan pembangunan gender di daerah dicirikan oleh semakin mengecilnya kesenjangan antara indek pembangunan manusia (IPM) atau Human Develoment Index (HDI) secara keseluruhan dengan Indeks Pembangunan Gender atau Gender Development Index (GDI) dan Indeks Pemberdayaan Gender atau Gender Empowerment Measurement (GEM). Sebagai gambaran, indek pembangunan manusia (IPM) Sulawesi Tenggara tahun 2005 mencapai 67,5 (Nasional 69,6) dan tahun 2006 IPM naik menjadi 67,8 masih di bawah Nasional (70,1) pada tahun yang sama. Secara umum, angka perolehan GDI dan GEM Sulawesi Tenggara dibandingkan dengan Nasional masih rendah, dan masih jauh dibawah IPM. Tahun 2006, angka Gender Develoment Index (GDI) Sulawesi Tenggara sebesar 61,4 sementara Nasional sebesar 65,3. Sedangkan angka Gender Empowerment Measurement (GEM) tahun 2005 sebesar 53,4 sementara (nasional 61,3) dan tahun 2006, menjadi 55,3 (Nasional 61,8) (BPP dan KB Provinsi Sultra, 2010). Perolehan posisi Sultra dibandingkan dengan provinsi lain masih berada pada urutan 26 dari 33 provinsi dan GDI berada pada posisi 17 dari 33 provinsi tahun 2008 sementara tahun 2006 berada pada posisi 16 dari 32 provinsi. Untuk mengejar ketertinggalan dalam pembangunan gender, perlu terus didukung oleh kebijakan yang dijalankan secara terus menerus dan konsisten, sumber daya aparat yang memadai baik kuantitas mapun kualitas, pengembangan system pembinaan dan penguatan kelembagaan dalam bidang pemberdayaan gender, dukungan anggaran yang memadai, system koordinasi lintas SKPD terkait, basis data online dan selalu terbarukan, serta komitmen pada pelaksana dan para pemangku kepentingan untuk terus menjalankan tugas, peran, dan fungsinya secara maksimal dan berkelanjutan. Hal itu akan mudah terwujud jika diikuti pula dengan pemberian reward yang memadai serta punishment yang setimpal atas prestasi atau kegagalan dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab oleh masing-masing pihak. Faktor atau kendala utama yang menjadi penyebab ketertinggalan Sulawesi Tenggara dalam pembangunan gender adalah dukungan anggaran yang terbatas, yang hanya menggantungkan diri pada dari pemerintah pusat. Hal itu disebabkan karena PAD (pendapata asli daerah) yang terbatas. Selain itu penempatan skala prioritas pembangunan dan alokasi anggaran juga   32
  • 40. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    belum menempatkan pembangunan gender sebagai perhatian utama. Program gender hanya secara implisit berada di setiap SKPD yang terkait dan seringkali kurang menjadi perhatian pokok dari SKPD bersangkutan, terutama terkait dengan penyediaan basis data yang lengkap sesuai kebutuhan dana terus menerus. Praktek aparat pengelolaan anggaran yang masih saja menyimpang juga menjadi akar permasalahan yang menyebabkan tidak maksimalnya pengelolaan program dan anggaran berbasis gender seperti dalam pembangunan kesehatan, pendidikan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan. 3. Indikator Partisipasi dalam Pemilu di Daerah Indikator partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan umum di daerah baik dalam pemilihan kepala daerah, pemilihan anggota legislatif maupun pemilihan presiden menjadi ukuran keberhasilan pembangunan demokrasi lokal. Pemerintah provinsi menunjukan komitmennya untuk mendorong tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden di daerah khususnya dalam kurun waktu 2004-2009. Kebijakan pembangunan politik dan demokrasi Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2004-2009, dijabarkan dalam rencana strategis daerah (Renstrada) yang mempunyai sejumlah target dan sasaran sebagai berikut: Pertama, mengembangkan iklim dan budaya politik yang demokratis dengan mengaktualisasikan prinsip persamaan, kesetaraan, kebebasan dan keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi dalam kehidupan masyarakat; Kedua, meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi politik masyarakat dengan mengembangkan komunikasi politik yang lebih sehat menuju terwujudnya budaya politik yang kondusif terhadap kehidupan masyarakat dan pembangunan; Ketiga, meningkatkan kemandirian partai- partai politik agar dapat melaksanakan fungsinya dalam meningkatkan kesadaran dan partisipasi politik masyarakat; Keempat, meningkatkan dan memantapkan pemahaman warga negara mengenai wawasan kebangsaan, jati diri bangsa, pembauran bangsa dengan mengaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dilandasi ketahanan bangsa yang kuat, bermuara dan berfokus pada kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa serta utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).   33
  • 41. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    Target dan sasaran pembangunan bidang politik yang ditetapkan oleh pihak pemerintah di daerah ini, sejalan dengan terget dan sasaran nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, yang sasarannya meliputi: (a) terlaksananya peran dan fungsi lembaga penyelenggara negara dan lembaga kemasyarakatan sesuai dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan berlaku; (b) meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan politik; (c) terlaksananya pemilihan umum yang demokratis, jujur, dan adil tahun 2009. Sesuai dengan Renstrada (2004-2009) kebijakan pembangunan politik Sulawesi Tenggara meliputi: (a) mengembangkan iklim dan budaya politik yang demokratis dengan mengaktualisasikan prinsip persamaan, kesetaraan, kebebasan dan keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi dalam kehidupan masyarakat; (b) meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi politik masyarakat dengan mengembangkan komunikasi politik yang lebih sehat menuju terwujudnya budaya politik yang kondusif terhadap kehidupan masyarakat dan pembangunan; (c) meningkatkan kemandirian partai-partai politik agar dapat melaksanakan fungsinya dalam meningkatkan kesadaran dan partisipasi politik masyarakat; (d) meningkatkan dan memantapkan pemahaman warga negara mengenai wawasan kebangsaan, jati diri bangsa, pembauran bangsa dilandasi ketahanan yang kuat, bermuara pada kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa serta utuhnya NKRI. Kebijakan tersebut sesuai dengan kebijakan pemerintah yang dijawantahkan dalam bentuk penyelenggaraan pemilihan umum di daerah seperti Pemilu legislatif, Pilpres secara langsung dan Pilkada langsung. a. Indikator Partisipasi Dalam Pemilu Legislatif. Indikator ini diarahkan pada upaya pencapaian target dan sasaran pembangunan di bidang politik sebagai tertuang dalam Renstrada (2004- 2009) yakni: (a) mengembangkan iklim dan budaya politik yang demokratis dengan mengaktualisasikan prinsip persamaan, kesetaraan, kebebasan dan keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi dalam kehidupan masyarakat; (b) meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi politik masyarakat dengan mengembangkan komunikasi politik yang lebih sehat menuju terwujudnya budaya politik yang kondusif terhadap kehidupan   34
  • 42. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    masyarakat dan pembangunan; (c) meningkatkan kemandirian partai-partai politik agar dapat melaksanakan funmgsinya dalam meningkatkan kesadaran dan partisipasi politik masyarakat; (d) meningkatkan dan memantapkan pemahaman politik warga Negara. Kebijakan ini sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat yang selanjutnya dioperasionalisasikan dalam bentuk program dan kegiatan dalam bentuk penyelenggaraan Pilkada Provinsi, Pilkada Legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Tingkat partisipasi wajib pilih bervariasi antara pemilu legislatif tahun 2004 dengan pemilu legislatif tahun 2009. Data pada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi Sulawesi Tenggara memperlihatkan bahwa jumlah wajib pilih terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam Pemilu 2004 sebanyak 1.320.562 orang. Sedangkan jumlah wajib pilih yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 1.263.426 orang, menunjukkan bahwa partisipasi wajib pilih dalam Pemilu legislatif 2004 sebesar 96% dan yang golput hanya sebesar 4%. Rendahnya angka golput tersebut menunjukkan meningkatnya kesadaran warga dalam menggunakan hak pilihnya serta membaiknya kinerja KPUD dan dukungan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemilu legislatif. Dalam Pemilu legislative tahun 2009, jumlah wajib pilih terdaftar dalam Daftar Pemili Tetap (DPT) sebanyak 1.901.060 orang dan yang menggunakan haknya sebanyak 1.484.636 orang, dengan angka partisipasi pemilih sebesar 78%, atau golput sebanyak 22%. Peningkatan jumlah wajib pilih terdaftar yang golput atau tidak menggunakan hak pilihnya pada Pemilu legislatif 2004 ke Pemilu Legislatif 2009 sebesar 18%. Kesadaran warga menggunakan hak pilih menurun antara lain karena adanya kampanye golput untuk tidak memilih akibat berkurangnya kepercayaan warga terhadap kinerja anggota DPRD di daerah ini. Penurunan itu juga disebabkan oleh antara lain lemahnya kinerja KPUD Provinsi dalam mempersiapkan, melaksanakan dan mendorong partisipasi warga dalam Pemilu legislatif, selain semakin kurangnya dukungan pemerintah daerah dalam mensosialisasikan pelaksanaan Pemilu legislatif 2009. Fenomena menunjukkan bahwa di setiap TPS di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, banyak wajib pilih yang hadir dan berkeinginan untuk menyalurkan hak suaranya tetapi ditolak oleh petugas KPPS karena tidak memiliki kartu suara. Secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat kesadaran   35
  • 43. Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra  2010    dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu di Sulawesi Tenggara cukup tinggi, tetapi tidak dibarengi dengan kemampuan kerja penyelenggara pemilu, baik KPU Daerah maupun pemerintah daerah dalam mempersiapkan penyelenggaraan pemilu. Kelemahan yang paling menonjol adalah pada tahapan pemutakhiran data yang tidak dilakukan secara optimal dan profesional. Fenomena menunjukkan, banyak pemilih yang terdaftar dan mendapat kartu undangan dalam penyelenggaraan pemilu legislatif 2004 yang lalu, ternyata tidak terdaftar lagi dan tidak mendapat kartu undagan pemilu dalam penyelenggaraan pemilu legislatif tahun 2009. b. Indikator Partisipasi Pilpres Langsung Capaian indikator penyelenggaraan Pilpres langsung oleh KPUD, tingkat partisipasi wajib pilih dan kualitas pelaksanaan Pilpres tahun 2004 dan tahun 2009 berbeda. Data pada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukan bahwa jumlah wajib pilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada tahun 2004 sebanyak 1.329.652 orang dan yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 1.313.823 orang dengan tingkat partisipasi sebesar 98% dan wajib pilih yang golput sebesar 2%. Pada Pilpres tahun 2009, jumlah wajib pilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 1.908.679 orang, yang menggunakan haknya sebanyak 1.565.918 orang dengan tingkat partisipasi sebesar 82%, atau jumlah golput sebanyak 18%. Terdapat penurunan tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilpres tahun 2009 dibandingkan tahun 2004 dengan angka golput naik sebesar 16%. Tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilpres tahun 2004 tergolong sangat tinggi dan hanya kategori tinggi pada tahun 2009. Kondisi itu sekaligus menunjukkan berkurang kualitas kinerja KPUD Provinsi Sulawesi Tenggara dalam penyelenggaraan Pilpres 2009 meskipun masih relative baik dan berjalan sukses. Indikator partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Presiden Secara langsung (Pilpres langsung) diarahkan pada upaya pencapaian target dan sasaran pembangunan bidang politik sesuai Renstrada (2004-2009) yang target dan sasarannya mencakup: (a) mengembangkan iklim dan budaya politik yang demokratis dengan mengaktualisasikan prinsip persamaan, kesetaraan, kebebasan dan keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi dalam kehidupan masyarakat; (b) meningkatkan pendidikan politik dan   36