SlideShare a Scribd company logo
1
KONSEP SISTEM IMUNITAS DALAM PENANGGULANGAN TERORISME DI
INDONESIA
1. Landasan Berpikir
Terorisme di Indonesia, berdasarkan kepada bab-bab pembahasan sebelumnya
haruslah dilihat sebagai sebuah dampak atau akibat dari tumbuhnya radikalisme
dalam gerakan Islam di Indonesia baik dari segi pemikiran maupun dari segi
implementasi gerakan. Berangkat dari postulat ini, maka penanggulangan terorisme
di Indonesia, khususnya dalam upaya-upaya pencegahan, harus benar-benar
diarahkan kepada upaya menghancurkan struktur radikalisme dalam gerakan
Islam.
Dalam hal ini, para aparat penegak hukum harus mencoba untuk
memposisikan diri dan sudut pandangnya sebagai seorang muslim yang meyakini
nilai-nilai kebenaran Islam sebagai sesuatu yang haq, tetap, tidak dapat berubah.
Upaya penanggulangan terorisme bukan berarti melakukan upaya-upaya
pembatasan dan diskriminasi terhadap berbagai bentuk pengembangan Islam
sebagai sebuah agama, karena upaya-upaya tersebut yang justru memberikan ruang
dan alasan bagi tumbuh suburnya radikalisme dalam pemikiran dan gerakan Islam
di Indonesia.
Kita semua harus menyepakati sebuah fakta yang tidak dapat dibantah, baik
dalam konteks sejarah, maupun dalam konteks kekinian, bahwa gerakan Islam yang
berupaya untuk menegakan syari’at Islam dalam pengertian luas, adalah sebuah
kewajiban yang diemban oleh tiap-tiap individu muslim, seperti yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah pada masa dakwah dan penyebaran Islam. Dengan
demikian, gerakan penegakan syari’at Islam ini pun sudah seharusnya dikawal serta
diberi ruang secara proporsional oleh pemerintah.
Dalam konteks ini, penegakan syari’at Islam dimaknai sebagai tegaknya aturan
dan hukum Islam bagi kalangan muslim, dimana aturan-aturan da hukum Islam
tersebut dimulai dari pengaturan terhadap hubungan ibadah individu muslim
dengan Allah yang kemudian menjadi fondasi bagi hubungan individu muslim
dengan sesama muslim maupun non-muslim dalam sebuah lingkungan sosial.
2
Penegakan syari’at Islam bukan berarti penegasian terhadap eksistensi penganut
agama yang lain, tetapi lebih kepada tegaknya aturan dan perintah Allah bagi kaum
muslim. dalam Al Qur’an surat Al Kafirun, seperti yang kita ketahui bersama sudah
jelas dan tegas dinyatakan bahwa “untukmu Agamamu, untukku Agamaku”,
dimana petikan ayat tersebut menjadi bukti yang jelas sekaligus dasar penegakan
syari’at Islam dalam konteks masyarakat yang beragam, bahwa Islam mengakui
eksistensi agama lainnya.
Menyatakan kebenaran Islam meskipun satu ayat adalah kewajiban bagi setiap
muslim, akan tetapi memaksa orang lain yang ketika sudah diberi tahu dan diajak
untuk mengikuti jalan kebenaran Islam untuk masuk dan meyakini Islam sebagai
agama yang benar adalah sebuah hal yang tidak dibenarkan. Pengakuan eksistensi
agama lainnya dalam sebuah lingkungan sosial dimana syari’at Islam ditegakkan
pernah dicontohkan oleh Rasulullah melalui Piagam Madinah, dimana hak-hak
penganut agama lain seperti Yahudi dan Nasrani yang hidup berdampingan dengan
kaum muslim di Madinah diakui dan dilindungi oleh Rasulullah. Sikap Rasulullah
ini hakikatnya merupakan dakwah bagi kaum non-muslim bahwa Islam sebagai
rahmatan lil alamin tidak hanya sebuah kalimat tanpa makna dan bukti, akan tetapi
sebuah ketetapan Allah yang tidak bisa dibantah, sehingga eksistensinya dalam
kehidupan dunia pun sudah pasti dapat dilihat dan dirasakan oleh segenap alam,
termasuk seluruh manusia yang ada didalamnya, apapun agamanya tanpa
terkecuali.
Penegakan syari’at Islam dengan demikian jangan dianggap sebagai sebuah
hal yang menakutkan dan mengancam harmoni dan keberagaman, bahkan
dianggap sebagai hal yang mengancam keutuhan dan kesatuan NKRI, karena
penegakan syari’at Islam bukan berarti berdirinya sebuah daulah Islamiyah. Daulah
atau negara Islam hanyalah sebuah pilihan sebagai dampak dari munculnya
konsensus masyarakat untuk mendirikan sebuah negara Islam. Daulah Islamiyah
pun tidak menjamin tegaknya syari’at Islam dalam konteks hubungan ibadah antara
individu muslim dengan Allah, daulah Islamiyah hanya menjamin tegaknnya
aturan hukum dan sosial yang mengatur hubungan antar manusia dan menciptakan
3
kondisi lingkungan yang menunjang tetapnya iman seorang muslim dalam
kerangka hubungan ibadahnya dengan Allah.
Radikalisme Islam yang kemudian berujung kepada upaya penegakan syari’at
Islam melalui pendirian sebuah Daulah Islamiyah maupun sebuah khilafah
Islamiyah lebih disebabkan kepada rasa tidak puas beberapa kelompok Islam yang
menyadari bahwasanya ada sebuah ketidakadilan yang dialami oleh umat muslim
di Indonesia, dan pemerintah serta negara yang memiliki kewajiban untuk
melindungi hak-hak kaum muslim sebagai bagian dari warga negara serta
menciptakan keadilan sosial yang menyeluruh, dianggap oleh kelompok-kelompok
gerakan Islam ini sudah tidak mampu menjalankan kewajibannya tersebut.
Rasa ketidakpuasan ini kemudian ditambah lagi dengan munculnya gerakan-
gerakan perlawanan Islam yang bersifat transnasional terhadap berbagai bentuk
penindasan sistemik dalam skala global kepada umat muslim di berbagai belahan
dunia. Akumulasi dari hal ini adalah radikalisme gerakan Islam, yang pertama,
pada tataran pemikiran adalah munculnya sebuah kesimpulan dan persepsi bahwa
telah terjadi bentuk-bentuk penindasan yang nyata terhadap umat muslim di
berbagai wilayah di dunia, sebuah bentuk kedzaliman sistemik kepada umat
muslim, dengan demikian diperlukan upaya-upaya perlawanan terhadap
penindasan tersebut dan siapapun yang melakukan penindasan tersebut, termasuk
mereka yang mendukung, langsung maupun tidak langsung, bentuk-bentuk
penindasan tersebut.
Yang kedua, pada tataran implementasi gerakan Islam, yang awalnya berupa
gerakan dakwah internal-eksternal, berubah menjadi gerakan perlawanan dengan
tujuan jangka menengah mendirikan daulah Islamiyah atau khilafah Islamiyah.
Dengan berubahnya orientasi gerakan Islam dari dakwah menjadi gerakan
perlawanan, maka dititik inilah radikalisme tersebut tumbuh dan berkembang.
Pemahaman terhadap hubungan sebab-akibat antara radikalisme dan
terorisme ini kemudian akan mengantarkan kita kepada sebuah konsep
penanggulangan terorisme yang tepat, efektif, dan efisien. Dalam kerangka
penanggulangan terorisme di Indonesia dengan menggunakan pendekatan
preventif, pemahaman terhadap hubungan sebab-akibat seperti yang dijelaskan di
4
atas sangat penting, karena hakikatnya, upaya pencegahan adalah upaya
mengelimir berbagai sebab utama munculnya terorisme di Indonesia.
Seperti yang telah dijelaskan, terorisme muncul karena adanya radikalisme
gerakan Islam, dan radikalisme gerakan Islam muncul karena adanya beberapa
faktor utama, yaitu:
1) Terbatasnya ruang-ruang penegakan syari’at Islam dalam pengertian luas;
2) Perubahan orientasi gerakan Islam dari gerakan dakwah menjadi gerakan
perlawanan yang disebabkan oleh:
 Faktor internal: rasa ketidakpuasan terhadap pemerintah dan berbagai
pihak (bahkan kepada kelompok muslim yang dianggap berpikiran
liberal) yang dianggap tidak mampu menjamin terpenuhinya hak-hak
kaum muslim untuk menjalankan ibadahnya dan interaksi sosialnya
berdasarkan kepada syari’at Islam, serta kegagalan pemerintah dalam
menciptakan keadilan sosial yang menyeluruh;
 Faktor eksternal: terjadinya bentuk-bentuk penindasan sistemik dalam
tataran global pada kaum muslim di berbagai belahan dunia.
Proses eliminasi terhadap faktor-faktor penyebab tersebut berarti melakukan
upaya-upaya yang bersifat global dan berjalan di tingkat nasional, regional, dan
internasional. Hal ini tentu saja sebuah upaya panjang yang membutuhkan energi
yang besar, komitmen yang yang jelas, serta cost yang tinggi. Di lain pihak, gerakan
radikalisme Islam terus tumbuh secara positif dan terus berpotensi menjadi gerakan
terorisme dengan waktu yang relatif singkat, energi yang sedikit, dan cost yang
relatif rendah. Radikalisme dapat tumbuh dengan subur hanya dengan melakukan
eksploitasi terhadap kondisi-kondisi keterpurukan umat muslim di berbagai bidang
dan dimensi di Indonesia sebagai sebuah akibat dari penindasan secara sistemik.
Dalam tataran konseptualisasi dan pendekatan preventif dalam
menanggulangi terorisme, penulis ingin menegaskan bahwa telah terjadi hubungan
yang negatif antara upaya preventif dan tumbuhnya radikalisme. Secara konsep,
telah terjadi gap atau kesenjangan yang amat signifikan antara upaya pencegahan
dan tumbuhnya radikalisme di Indonesia. Kesenjangan ini tentu saja akan semakin
lebar jika kita turunkan dalam tataran implementasi.
5
Dengan demikian perlu sebuah konsep yang memiliki hubungan positif
dengan tumbuhnya radikalisme gerakan Islam di Indonesia. Jika upaya eliminasi
terhadap sebab-sebab munculnya radikalisme gerakan Islam di Indonesia adalah
upaya yang sebenarnya hampir tidak rasionil untuk dilakukan, maka harus diambil
pilihan lain yang lebih rasionil.
Sebuah sistem berpikir yang membentuk persepsi dan menentukan bagaimana
sebuah keputusan diambil dan bagaimana sebuah tindakan akhirnya dilakukan,
dapat berjalan karena adanya input yang masuk dalam sistem berpikir tersebut.
Gambar 5.1 Bagan Sederhana Sistem Berpikir Manusia
Dalam bagan sistem berpikir di atas, diketahui bahwa terdapat dua jenis input
yang ada dalam sistem berpikir manusia, yaitu:
1) Input eksternal: berkaitan dengan segala hal yang ditangkap oleh seluruh
indera fisik manusia meliputi apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan
sebagainya;
2) Input internal: berkaitan dengan segala hal yang muncul secara mandiri
dan alamiah dalam diri manusia yang berasal dari ruang kebatinan
Kesadaran/
Pemahaman
Input
Eksternal
Input
Internal
Panca
Indera
Proses
Berpikir
Output
Sikap/
Keputusan
Perilaku/
Tindakan
6
manusia, dan seringkali muncul tanpa disadari; sebuah kesadaran mandiri
yang berdiri sendiri dan meliputi hal-hal terdasar dalam hakikat
kemanusiaan dan relasinya dengan alam serta penciptanya; seringkali input
internal ini dipersepsikan dan dihubungkan dengan hal-hal yang bersifat
metafisis.
Kedua jenis input tersebut berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama
lain, dan proses interaksi diantara kedua input tersebut selanjutnya akan diproses
oleh pikiran manusia dan menghasilkan output-output seperti tergambar pada
bagan di atas.
Sebab-sebab munculnya radikalisme dalam alam pikiran manusia, mengacu
kepada sistem berpikir di atas, merupakan hasil dari proses terhadap input eksternal
dan internal yang masuk dalam proses berpikir seseorang. Input eksternal adalah
berbagai hal terkait dengan sebab-sebab kemunculan radikalisme gerakan Islam
seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Sedangkan input internalnya mengacu
kepada sebuah kesadaran diri untuk mencapai sebuah kondisi keadilan, dimana
manusia sampai kepada hakikat penciptaannya sebagai manusia. Kesadaran internal
ini kemudian menimbulkan sebuah ekspektasi atau harapan tentang kondisi ideal
yang harus mampu dia capai sebagai seorang manusia. Di sisi lain, kesadaran
internal tersebut juga menimbulkan kebutuhan akan suasana batin yang lebih baik,
kedamaian dan kedekatan dengan Allah dalam hubungan antara Tuhan dan hamba.
Jika sebelumnya secara konseptual kita tidak menemukan korelasi yang positif
antara upaya pencegahan dan tumbuhnya radikalisme, maka dengan pendekatan
sistem berpikir ini, kita dapat melihat bahwa pada dasarnya kesadaran internal yang
muncul dalam diri manusia dapat menjadi titik awal untuk membuat sebuah konsep
pencegahan radikalisme yang tepat. Disini penulis ingin menegaskan kembali
sekaligus menunjukan bahwa apa yang mendorong seseorang untuk mengambil
sebuah keputusan dan melakukan tindakan-tindakan kekerasan, mereproduksi
radikalisme, dan berujung kepada aksi-aksi terorisme, seluruhnya berawal dari
proses berpikir dalam sistem berpikir manusia. Oleh karena itu upaya pencegahan
yang paling efektif adalah melindungi sistem berpikir tersebut agar tidak dapat
7
dirusak oleh input-input radikalisme yang masuk secara sporadis maupun
sistematis.
Secara konseptual terdapat beberapa pilihan yang dapat diambil untuk
melindungi sistem berpikir kita, yang pertama adalah eliminasi terhadap input-
input radikalisme, kemudian filterisasi terhadap input-input radikalisme, dan yang
terakhir adalah imunisasi sistem berpikir dari input-input radikalisme.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, eliminasi terhadap berbagai input
radikalisme, secara konsep ternyata berkorelasi negatif dengan tumbuhnya
radikalisme, dengan demikian pilihan ini akan kita abaikan untuk sementara.
Pilihan berikutnya adalah melakukan filterisasi terhadap input-input radikalisme.
Filterisasi berarti menyaring, memilah antara mana yang diperlukan dan mana yang
tidak diperlukan oleh sistem berpikir manusia. Dalam kerangka penyaringan ini,
diasumsikan bahwa tidak seluruhnya input-input radikalisme tersebut bersifat
negatif, tetapi ada juga bagian-bagian dari input tersebut yang memiliki nilai positif
dan berguna bagi proses berpikir manusia.
Untuk beberapa jenis input radikalisme, penulis sepakat bahwa tidak semua
kesatuan inputnya bersifat negatif, akan tetapi ada nilai-nilai positif yang dapat
diambil, misalnya yang umum dan lazim ditemukan adalah ajakan untuk
menjalankan ibadah sesuai dengan apa yang telah disyari’atkan dalam Al Qur’an
dan Al Hadist serta seperti apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Input
seperti ini bersifat positif karena dapat menjadi pendorong tegaknya iman dan
munculnya akhlak Islam dalam kehidupan sosial.
Akan tetapi untuk input-input yang bersifat samar dan cenderung
menyesatkan, akan sangat sulit untuk disaring, seperti rasionalisasi terhadap aksi
bom bunuh diri sebagai bagian dari jihad fi sabilillah, rasionalisasi yang menyatakan
bahwa mereka yang kafir adalah musuh dan wajib dibunuh, dan input-input sejenis,
dimana jika dilihat dari proses rasionalisasinya sendiri sudah salah dan rujukan
dalilnya pun kurang tepat, sehingga input-input radikalisme seperti ini seluruhnya
bersifat negatif dan tidak ada hal positif yang dapat diambil darinya. Jika demikian,
maka tidak berlaku proses penyaringan untuk jenis input yang seperti ini.
8
Pilihan yang terakhir adalah imunisasi, yaitu penciptaan sistem kekebalan
terhadap berbagai input radikalisme yang masuk dalam sistem berpikir seseorang.
Melalui sistem kekebalan ini dimungkinkan terjadinya penolakan secara sistematis
terhadap berbagai input radikalisme yang masuk, tidak hanya menolak, sistem
kekebalan juga mengacu kepada kemampuan sistem berpikir untuk menyaring dan
memilah informasi mana yang masih dapat diproses dan mana yang tidak dapat
diproses lebih lanjut.
Gambar 5.2 Ilustrasi Sederhana Konsep Imunitas Dalam Menangkal Paham
Radikalisme
Ilustrasi sederhana pada Gambar 5.2 di atas menunjukan secara sederhana apa
yang dimaksud dengan konsep Imunitas, dimana fungsi utama Sistem Imunitas
yang dibangun mencakup 3 hal yaitu sebagai berikut:
1) Fungsi penolakan: yaitu menolak input radikalisme yang salah dalam hal
rasionalisasi dan penyimpulan;
2) Fungsi penghapusan: yaitu menghapus input radikalisme yang telah
terlanjur masuk ke dalam sistem berpikir;
3) Fungsi penyaring: yaitu memilih dan memilah informasi mana yang
bernilai positif dari input radikalisme untuk kemudian diteruskan dalam
proses berpikir.
Ketiga fungsi utama menunjukan bahwa Sistem Imunitas terhadap radikalisme
dibangun sebagai sebuah pilihan yang paling rasionil dalam upaya pencegahan
sekaligus penanggulangan terorisme di Indonesia. Dengan fokus kerja Sistem
Imunitas pada sistem berpikir manusia, maka Sistem Imunitas yang dibangun harus
memiliki kemampuan adaptif dan self-organize sejalan dengan perubahan dan
perkembangan pola dan sistem berpikir manusia.
Sistem
Berpikir
IMUNRADIKALISME
9
2. Sistem Imunitas
Dalam pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa Sistem Imunitas adalah
sebuah sistem kekebalan yang dibangun untuk melindungi sistem berpikir manusia
dari berbagai input yang menimbulkan pemahaman dan kesadaran radikal
(radikalisme).
2.1 Unsur/Komponen Sistem Imunitas
Sistem Imunitas memiliki beberapa unsur atau komponen utama yang harus
dimiliki agar ketiga fungsi utama dari sistem ini dapat bekerja. Unsur atau
komponen utama dari Sistem Imunitas adalah sebagai berikut:
1) Unsur Penolak (Denial Component)
Unsur penolak merupakan unsur yang menjalankan fungsi penolakan
terhadap berbagai input radikalisme. Beberapa variabel dari unsur ini
diantaranya adalah kemanusiaan, toleransi, hak asasi manusia, perdamaian.
2) Unsur Penghapus (Eraser Component)
Unsur penghapus merupakan unsur yang menjalankan fungsi
penghapusan terhadap berbagai input radikalisme yang telah masuk ke
dalam sistem berpikir. Unsur ini terdiri dari dua sub-komponen yaitu:
a. Deradikalisasi;
b. Rehabilitasi.
3) Unsur Penyaring (Filter Component)
Unsur penyaring merupakan unsur yang menjalankan fungsi memilah dan
memilih bagian mana dari input radikalisme yang masih mengandung nilai
positif yang berguna untuk meningkatkan daya tahan Sistem Imunitas.
Beberapa variabel dari unsur ini diantaranya universalitas Islam dan 3
rukun agama dalam Islam (Syari’at, Hakikat, dan Ma’rifatFiqih, Tauhid,
dan Tasawuf).
2.2 Karakteristik Sistem Imunitas
10
Sebagai sebuah sistem, Imunitas memiliki beberapa karakteristik yang
membedakannya dari sistem-sistem penanggulangan terorisme lainnya yaitu
sebagai berikut:
1) Sistem Imunitas dibangun untuk diterapkan pada para target potensial
perekrutan kelompok teroris-radikalis;
2) Sistem Imunitas memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan
perkembangan pola dan sistem berpikir manusia;
3) Sistem Imunitas memiliki kemampuan untuk berjalan/bekerja sendiri (self-
organize) secara mandiri tanpa terpengaruh kondisi eksternal maupun
internal;
4) Sistem Imunitas terintegrasi dengan sistem berpikir manusia, oleh karena
itu dapat bekerja secara efektif ketika sistem berpikir manusia berjalan.
2.3 Mekanisme Kerja Sistem Imunitas
Sistem Imunitas bekerja dalam Sistem Berpikir manusia sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dimulai sejak Sistem Imunitas tersebut mulai ditanam dan
dibangun dalam sistem berpikir manusia. Secara umum, mekanisme kerja dari
Sistem Imunitas terdiri dari 3 bagian yaitu sebagai berikut:
1) Instalasi
Merupakan proses pembangunan dan penanaman Sistem Imunitas dalam
sistem berpikir seseorang. Proses instalasi ini akan sangat tergantung
kepada komposisi variabel yang digunakan dari masing-masing komponen,
media instalasi, dan prosedur instalasi yang digunakan.
2) Penjalanan Fungsi
Segera setelah proses instalasi selesai, Sistem Imunitas ini akan secara
otomatis bekerja selama sistem berpikir seseorang bekerja. Seluruh fungsi
dari Sistem Imunitas ini akan berjalan dalam sistem berpikir seseorang dan
akan berhenti bekerja ketika sistem berpikir seseorang berhenti bekerja.
3) Pembaharuan Komponen
11
Pembaharuan komponen-komponen sistem berjalan secara otomatis
mengikuti perkembangan pola dan sistem berpikir. Pembaharuan
komponen berjalan secara parsial dengan fungsi kerja penyaringan, dimana
nilai dan informasi positif dari input radikalisme hasil dari proses
penyaringan akan diolah dalam proses berpikir yang kemudian salah satu
outputnya adalah pembaharuan komponen sistem.

More Related Content

What's hot

Sistem Politik Islam dan Demokrasii
Sistem Politik Islam dan DemokrasiiSistem Politik Islam dan Demokrasii
Sistem Politik Islam dan Demokrasii
atuulll
 
Menguatkan barisan dakwah
Menguatkan barisan dakwah Menguatkan barisan dakwah
Menguatkan barisan dakwah
suwartono SIP
 
Sistem politik-islam
Sistem politik-islamSistem politik-islam
Sistem politik-islam
aditurki
 

What's hot (20)

Islam & politik
Islam & politikIslam & politik
Islam & politik
 
Kedudukan sistem politik dalam islam
Kedudukan sistem politik dalam islamKedudukan sistem politik dalam islam
Kedudukan sistem politik dalam islam
 
Sistem Politik Islam dan Demokrasii
Sistem Politik Islam dan DemokrasiiSistem Politik Islam dan Demokrasii
Sistem Politik Islam dan Demokrasii
 
Akhlak sosial
Akhlak sosialAkhlak sosial
Akhlak sosial
 
Makalah Sistem politik Islam
Makalah Sistem politik IslamMakalah Sistem politik Islam
Makalah Sistem politik Islam
 
Menguatkan barisan dakwah
Menguatkan barisan dakwah Menguatkan barisan dakwah
Menguatkan barisan dakwah
 
Politik dalam islam
Politik dalam islamPolitik dalam islam
Politik dalam islam
 
Politik islam dan Sejarahnya
Politik islam dan SejarahnyaPolitik islam dan Sejarahnya
Politik islam dan Sejarahnya
 
Sistem Politik Islam
Sistem Politik IslamSistem Politik Islam
Sistem Politik Islam
 
Sistem Politik Islam
Sistem Politik IslamSistem Politik Islam
Sistem Politik Islam
 
Sistem politik-islam
Sistem politik-islamSistem politik-islam
Sistem politik-islam
 
PPT Islam dan Negara - Sejarah Peradaban Islam
PPT Islam dan Negara - Sejarah Peradaban IslamPPT Islam dan Negara - Sejarah Peradaban Islam
PPT Islam dan Negara - Sejarah Peradaban Islam
 
lmcp1552 pembangunan mapan dalam islam
lmcp1552 pembangunan mapan dalam islamlmcp1552 pembangunan mapan dalam islam
lmcp1552 pembangunan mapan dalam islam
 
25846923 tugas-makalah-konsep-keadilan
25846923 tugas-makalah-konsep-keadilan25846923 tugas-makalah-konsep-keadilan
25846923 tugas-makalah-konsep-keadilan
 
Sistem politik islam
Sistem politik islamSistem politik islam
Sistem politik islam
 
Tugas tik 4
Tugas tik 4Tugas tik 4
Tugas tik 4
 
VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.
VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.
VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.
 
Politik islam
Politik islamPolitik islam
Politik islam
 
Sistem Politik Islam
Sistem Politik IslamSistem Politik Islam
Sistem Politik Islam
 
Agro.agama
Agro.agamaAgro.agama
Agro.agama
 

Similar to Konsep sistem imunitas dalam penanggulangan terorisme di indonesia

PPT_Islam_dan_Tantangan_Radikalisme.pptx
PPT_Islam_dan_Tantangan_Radikalisme.pptxPPT_Islam_dan_Tantangan_Radikalisme.pptx
PPT_Islam_dan_Tantangan_Radikalisme.pptx
LintasLti
 

Similar to Konsep sistem imunitas dalam penanggulangan terorisme di indonesia (20)

Murtad Bukan Hak Asasi
Murtad Bukan Hak AsasiMurtad Bukan Hak Asasi
Murtad Bukan Hak Asasi
 
ISU LIBERALISME DI MALAYSIA
ISU LIBERALISME DI MALAYSIAISU LIBERALISME DI MALAYSIA
ISU LIBERALISME DI MALAYSIA
 
4. aliran dan dilog peradaban
4. aliran dan dilog peradaban4. aliran dan dilog peradaban
4. aliran dan dilog peradaban
 
4. aliran dan dilog peradaban
4. aliran dan dilog peradaban4. aliran dan dilog peradaban
4. aliran dan dilog peradaban
 
studi islam.docx
studi islam.docxstudi islam.docx
studi islam.docx
 
Buku Propaganda Ideologi Islam
Buku Propaganda Ideologi IslamBuku Propaganda Ideologi Islam
Buku Propaganda Ideologi Islam
 
Kajian Politik Islam.docx
Kajian Politik Islam.docxKajian Politik Islam.docx
Kajian Politik Islam.docx
 
Kajian Politik Islam.pdf
Kajian Politik Islam.pdfKajian Politik Islam.pdf
Kajian Politik Islam.pdf
 
Paper Politik islam dan sejarahnya
Paper Politik islam dan sejarahnyaPaper Politik islam dan sejarahnya
Paper Politik islam dan sejarahnya
 
Ideologi islam
Ideologi islamIdeologi islam
Ideologi islam
 
Revisi makalah msi islam radikalisme
Revisi makalah msi islam radikalismeRevisi makalah msi islam radikalisme
Revisi makalah msi islam radikalisme
 
Tulisan Opini Politik
Tulisan Opini PolitikTulisan Opini Politik
Tulisan Opini Politik
 
Soal tes tertulis
Soal tes tertulisSoal tes tertulis
Soal tes tertulis
 
Makalah agama islam
Makalah agama islamMakalah agama islam
Makalah agama islam
 
PPT_Islam_dan_Tantangan_Radikalisme.pptx
PPT_Islam_dan_Tantangan_Radikalisme.pptxPPT_Islam_dan_Tantangan_Radikalisme.pptx
PPT_Islam_dan_Tantangan_Radikalisme.pptx
 
16. 33020210117_Brelyandiosa.pdf
16. 33020210117_Brelyandiosa.pdf16. 33020210117_Brelyandiosa.pdf
16. 33020210117_Brelyandiosa.pdf
 
Metodologi Studi Islam.pptx
Metodologi Studi Islam.pptxMetodologi Studi Islam.pptx
Metodologi Studi Islam.pptx
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Masyarakat Madani.pptx
Masyarakat Madani.pptxMasyarakat Madani.pptx
Masyarakat Madani.pptx
 

Konsep sistem imunitas dalam penanggulangan terorisme di indonesia

  • 1. 1 KONSEP SISTEM IMUNITAS DALAM PENANGGULANGAN TERORISME DI INDONESIA 1. Landasan Berpikir Terorisme di Indonesia, berdasarkan kepada bab-bab pembahasan sebelumnya haruslah dilihat sebagai sebuah dampak atau akibat dari tumbuhnya radikalisme dalam gerakan Islam di Indonesia baik dari segi pemikiran maupun dari segi implementasi gerakan. Berangkat dari postulat ini, maka penanggulangan terorisme di Indonesia, khususnya dalam upaya-upaya pencegahan, harus benar-benar diarahkan kepada upaya menghancurkan struktur radikalisme dalam gerakan Islam. Dalam hal ini, para aparat penegak hukum harus mencoba untuk memposisikan diri dan sudut pandangnya sebagai seorang muslim yang meyakini nilai-nilai kebenaran Islam sebagai sesuatu yang haq, tetap, tidak dapat berubah. Upaya penanggulangan terorisme bukan berarti melakukan upaya-upaya pembatasan dan diskriminasi terhadap berbagai bentuk pengembangan Islam sebagai sebuah agama, karena upaya-upaya tersebut yang justru memberikan ruang dan alasan bagi tumbuh suburnya radikalisme dalam pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Kita semua harus menyepakati sebuah fakta yang tidak dapat dibantah, baik dalam konteks sejarah, maupun dalam konteks kekinian, bahwa gerakan Islam yang berupaya untuk menegakan syari’at Islam dalam pengertian luas, adalah sebuah kewajiban yang diemban oleh tiap-tiap individu muslim, seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah pada masa dakwah dan penyebaran Islam. Dengan demikian, gerakan penegakan syari’at Islam ini pun sudah seharusnya dikawal serta diberi ruang secara proporsional oleh pemerintah. Dalam konteks ini, penegakan syari’at Islam dimaknai sebagai tegaknya aturan dan hukum Islam bagi kalangan muslim, dimana aturan-aturan da hukum Islam tersebut dimulai dari pengaturan terhadap hubungan ibadah individu muslim dengan Allah yang kemudian menjadi fondasi bagi hubungan individu muslim dengan sesama muslim maupun non-muslim dalam sebuah lingkungan sosial.
  • 2. 2 Penegakan syari’at Islam bukan berarti penegasian terhadap eksistensi penganut agama yang lain, tetapi lebih kepada tegaknya aturan dan perintah Allah bagi kaum muslim. dalam Al Qur’an surat Al Kafirun, seperti yang kita ketahui bersama sudah jelas dan tegas dinyatakan bahwa “untukmu Agamamu, untukku Agamaku”, dimana petikan ayat tersebut menjadi bukti yang jelas sekaligus dasar penegakan syari’at Islam dalam konteks masyarakat yang beragam, bahwa Islam mengakui eksistensi agama lainnya. Menyatakan kebenaran Islam meskipun satu ayat adalah kewajiban bagi setiap muslim, akan tetapi memaksa orang lain yang ketika sudah diberi tahu dan diajak untuk mengikuti jalan kebenaran Islam untuk masuk dan meyakini Islam sebagai agama yang benar adalah sebuah hal yang tidak dibenarkan. Pengakuan eksistensi agama lainnya dalam sebuah lingkungan sosial dimana syari’at Islam ditegakkan pernah dicontohkan oleh Rasulullah melalui Piagam Madinah, dimana hak-hak penganut agama lain seperti Yahudi dan Nasrani yang hidup berdampingan dengan kaum muslim di Madinah diakui dan dilindungi oleh Rasulullah. Sikap Rasulullah ini hakikatnya merupakan dakwah bagi kaum non-muslim bahwa Islam sebagai rahmatan lil alamin tidak hanya sebuah kalimat tanpa makna dan bukti, akan tetapi sebuah ketetapan Allah yang tidak bisa dibantah, sehingga eksistensinya dalam kehidupan dunia pun sudah pasti dapat dilihat dan dirasakan oleh segenap alam, termasuk seluruh manusia yang ada didalamnya, apapun agamanya tanpa terkecuali. Penegakan syari’at Islam dengan demikian jangan dianggap sebagai sebuah hal yang menakutkan dan mengancam harmoni dan keberagaman, bahkan dianggap sebagai hal yang mengancam keutuhan dan kesatuan NKRI, karena penegakan syari’at Islam bukan berarti berdirinya sebuah daulah Islamiyah. Daulah atau negara Islam hanyalah sebuah pilihan sebagai dampak dari munculnya konsensus masyarakat untuk mendirikan sebuah negara Islam. Daulah Islamiyah pun tidak menjamin tegaknya syari’at Islam dalam konteks hubungan ibadah antara individu muslim dengan Allah, daulah Islamiyah hanya menjamin tegaknnya aturan hukum dan sosial yang mengatur hubungan antar manusia dan menciptakan
  • 3. 3 kondisi lingkungan yang menunjang tetapnya iman seorang muslim dalam kerangka hubungan ibadahnya dengan Allah. Radikalisme Islam yang kemudian berujung kepada upaya penegakan syari’at Islam melalui pendirian sebuah Daulah Islamiyah maupun sebuah khilafah Islamiyah lebih disebabkan kepada rasa tidak puas beberapa kelompok Islam yang menyadari bahwasanya ada sebuah ketidakadilan yang dialami oleh umat muslim di Indonesia, dan pemerintah serta negara yang memiliki kewajiban untuk melindungi hak-hak kaum muslim sebagai bagian dari warga negara serta menciptakan keadilan sosial yang menyeluruh, dianggap oleh kelompok-kelompok gerakan Islam ini sudah tidak mampu menjalankan kewajibannya tersebut. Rasa ketidakpuasan ini kemudian ditambah lagi dengan munculnya gerakan- gerakan perlawanan Islam yang bersifat transnasional terhadap berbagai bentuk penindasan sistemik dalam skala global kepada umat muslim di berbagai belahan dunia. Akumulasi dari hal ini adalah radikalisme gerakan Islam, yang pertama, pada tataran pemikiran adalah munculnya sebuah kesimpulan dan persepsi bahwa telah terjadi bentuk-bentuk penindasan yang nyata terhadap umat muslim di berbagai wilayah di dunia, sebuah bentuk kedzaliman sistemik kepada umat muslim, dengan demikian diperlukan upaya-upaya perlawanan terhadap penindasan tersebut dan siapapun yang melakukan penindasan tersebut, termasuk mereka yang mendukung, langsung maupun tidak langsung, bentuk-bentuk penindasan tersebut. Yang kedua, pada tataran implementasi gerakan Islam, yang awalnya berupa gerakan dakwah internal-eksternal, berubah menjadi gerakan perlawanan dengan tujuan jangka menengah mendirikan daulah Islamiyah atau khilafah Islamiyah. Dengan berubahnya orientasi gerakan Islam dari dakwah menjadi gerakan perlawanan, maka dititik inilah radikalisme tersebut tumbuh dan berkembang. Pemahaman terhadap hubungan sebab-akibat antara radikalisme dan terorisme ini kemudian akan mengantarkan kita kepada sebuah konsep penanggulangan terorisme yang tepat, efektif, dan efisien. Dalam kerangka penanggulangan terorisme di Indonesia dengan menggunakan pendekatan preventif, pemahaman terhadap hubungan sebab-akibat seperti yang dijelaskan di
  • 4. 4 atas sangat penting, karena hakikatnya, upaya pencegahan adalah upaya mengelimir berbagai sebab utama munculnya terorisme di Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan, terorisme muncul karena adanya radikalisme gerakan Islam, dan radikalisme gerakan Islam muncul karena adanya beberapa faktor utama, yaitu: 1) Terbatasnya ruang-ruang penegakan syari’at Islam dalam pengertian luas; 2) Perubahan orientasi gerakan Islam dari gerakan dakwah menjadi gerakan perlawanan yang disebabkan oleh:  Faktor internal: rasa ketidakpuasan terhadap pemerintah dan berbagai pihak (bahkan kepada kelompok muslim yang dianggap berpikiran liberal) yang dianggap tidak mampu menjamin terpenuhinya hak-hak kaum muslim untuk menjalankan ibadahnya dan interaksi sosialnya berdasarkan kepada syari’at Islam, serta kegagalan pemerintah dalam menciptakan keadilan sosial yang menyeluruh;  Faktor eksternal: terjadinya bentuk-bentuk penindasan sistemik dalam tataran global pada kaum muslim di berbagai belahan dunia. Proses eliminasi terhadap faktor-faktor penyebab tersebut berarti melakukan upaya-upaya yang bersifat global dan berjalan di tingkat nasional, regional, dan internasional. Hal ini tentu saja sebuah upaya panjang yang membutuhkan energi yang besar, komitmen yang yang jelas, serta cost yang tinggi. Di lain pihak, gerakan radikalisme Islam terus tumbuh secara positif dan terus berpotensi menjadi gerakan terorisme dengan waktu yang relatif singkat, energi yang sedikit, dan cost yang relatif rendah. Radikalisme dapat tumbuh dengan subur hanya dengan melakukan eksploitasi terhadap kondisi-kondisi keterpurukan umat muslim di berbagai bidang dan dimensi di Indonesia sebagai sebuah akibat dari penindasan secara sistemik. Dalam tataran konseptualisasi dan pendekatan preventif dalam menanggulangi terorisme, penulis ingin menegaskan bahwa telah terjadi hubungan yang negatif antara upaya preventif dan tumbuhnya radikalisme. Secara konsep, telah terjadi gap atau kesenjangan yang amat signifikan antara upaya pencegahan dan tumbuhnya radikalisme di Indonesia. Kesenjangan ini tentu saja akan semakin lebar jika kita turunkan dalam tataran implementasi.
  • 5. 5 Dengan demikian perlu sebuah konsep yang memiliki hubungan positif dengan tumbuhnya radikalisme gerakan Islam di Indonesia. Jika upaya eliminasi terhadap sebab-sebab munculnya radikalisme gerakan Islam di Indonesia adalah upaya yang sebenarnya hampir tidak rasionil untuk dilakukan, maka harus diambil pilihan lain yang lebih rasionil. Sebuah sistem berpikir yang membentuk persepsi dan menentukan bagaimana sebuah keputusan diambil dan bagaimana sebuah tindakan akhirnya dilakukan, dapat berjalan karena adanya input yang masuk dalam sistem berpikir tersebut. Gambar 5.1 Bagan Sederhana Sistem Berpikir Manusia Dalam bagan sistem berpikir di atas, diketahui bahwa terdapat dua jenis input yang ada dalam sistem berpikir manusia, yaitu: 1) Input eksternal: berkaitan dengan segala hal yang ditangkap oleh seluruh indera fisik manusia meliputi apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan sebagainya; 2) Input internal: berkaitan dengan segala hal yang muncul secara mandiri dan alamiah dalam diri manusia yang berasal dari ruang kebatinan Kesadaran/ Pemahaman Input Eksternal Input Internal Panca Indera Proses Berpikir Output Sikap/ Keputusan Perilaku/ Tindakan
  • 6. 6 manusia, dan seringkali muncul tanpa disadari; sebuah kesadaran mandiri yang berdiri sendiri dan meliputi hal-hal terdasar dalam hakikat kemanusiaan dan relasinya dengan alam serta penciptanya; seringkali input internal ini dipersepsikan dan dihubungkan dengan hal-hal yang bersifat metafisis. Kedua jenis input tersebut berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain, dan proses interaksi diantara kedua input tersebut selanjutnya akan diproses oleh pikiran manusia dan menghasilkan output-output seperti tergambar pada bagan di atas. Sebab-sebab munculnya radikalisme dalam alam pikiran manusia, mengacu kepada sistem berpikir di atas, merupakan hasil dari proses terhadap input eksternal dan internal yang masuk dalam proses berpikir seseorang. Input eksternal adalah berbagai hal terkait dengan sebab-sebab kemunculan radikalisme gerakan Islam seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Sedangkan input internalnya mengacu kepada sebuah kesadaran diri untuk mencapai sebuah kondisi keadilan, dimana manusia sampai kepada hakikat penciptaannya sebagai manusia. Kesadaran internal ini kemudian menimbulkan sebuah ekspektasi atau harapan tentang kondisi ideal yang harus mampu dia capai sebagai seorang manusia. Di sisi lain, kesadaran internal tersebut juga menimbulkan kebutuhan akan suasana batin yang lebih baik, kedamaian dan kedekatan dengan Allah dalam hubungan antara Tuhan dan hamba. Jika sebelumnya secara konseptual kita tidak menemukan korelasi yang positif antara upaya pencegahan dan tumbuhnya radikalisme, maka dengan pendekatan sistem berpikir ini, kita dapat melihat bahwa pada dasarnya kesadaran internal yang muncul dalam diri manusia dapat menjadi titik awal untuk membuat sebuah konsep pencegahan radikalisme yang tepat. Disini penulis ingin menegaskan kembali sekaligus menunjukan bahwa apa yang mendorong seseorang untuk mengambil sebuah keputusan dan melakukan tindakan-tindakan kekerasan, mereproduksi radikalisme, dan berujung kepada aksi-aksi terorisme, seluruhnya berawal dari proses berpikir dalam sistem berpikir manusia. Oleh karena itu upaya pencegahan yang paling efektif adalah melindungi sistem berpikir tersebut agar tidak dapat
  • 7. 7 dirusak oleh input-input radikalisme yang masuk secara sporadis maupun sistematis. Secara konseptual terdapat beberapa pilihan yang dapat diambil untuk melindungi sistem berpikir kita, yang pertama adalah eliminasi terhadap input- input radikalisme, kemudian filterisasi terhadap input-input radikalisme, dan yang terakhir adalah imunisasi sistem berpikir dari input-input radikalisme. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, eliminasi terhadap berbagai input radikalisme, secara konsep ternyata berkorelasi negatif dengan tumbuhnya radikalisme, dengan demikian pilihan ini akan kita abaikan untuk sementara. Pilihan berikutnya adalah melakukan filterisasi terhadap input-input radikalisme. Filterisasi berarti menyaring, memilah antara mana yang diperlukan dan mana yang tidak diperlukan oleh sistem berpikir manusia. Dalam kerangka penyaringan ini, diasumsikan bahwa tidak seluruhnya input-input radikalisme tersebut bersifat negatif, tetapi ada juga bagian-bagian dari input tersebut yang memiliki nilai positif dan berguna bagi proses berpikir manusia. Untuk beberapa jenis input radikalisme, penulis sepakat bahwa tidak semua kesatuan inputnya bersifat negatif, akan tetapi ada nilai-nilai positif yang dapat diambil, misalnya yang umum dan lazim ditemukan adalah ajakan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan apa yang telah disyari’atkan dalam Al Qur’an dan Al Hadist serta seperti apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Input seperti ini bersifat positif karena dapat menjadi pendorong tegaknya iman dan munculnya akhlak Islam dalam kehidupan sosial. Akan tetapi untuk input-input yang bersifat samar dan cenderung menyesatkan, akan sangat sulit untuk disaring, seperti rasionalisasi terhadap aksi bom bunuh diri sebagai bagian dari jihad fi sabilillah, rasionalisasi yang menyatakan bahwa mereka yang kafir adalah musuh dan wajib dibunuh, dan input-input sejenis, dimana jika dilihat dari proses rasionalisasinya sendiri sudah salah dan rujukan dalilnya pun kurang tepat, sehingga input-input radikalisme seperti ini seluruhnya bersifat negatif dan tidak ada hal positif yang dapat diambil darinya. Jika demikian, maka tidak berlaku proses penyaringan untuk jenis input yang seperti ini.
  • 8. 8 Pilihan yang terakhir adalah imunisasi, yaitu penciptaan sistem kekebalan terhadap berbagai input radikalisme yang masuk dalam sistem berpikir seseorang. Melalui sistem kekebalan ini dimungkinkan terjadinya penolakan secara sistematis terhadap berbagai input radikalisme yang masuk, tidak hanya menolak, sistem kekebalan juga mengacu kepada kemampuan sistem berpikir untuk menyaring dan memilah informasi mana yang masih dapat diproses dan mana yang tidak dapat diproses lebih lanjut. Gambar 5.2 Ilustrasi Sederhana Konsep Imunitas Dalam Menangkal Paham Radikalisme Ilustrasi sederhana pada Gambar 5.2 di atas menunjukan secara sederhana apa yang dimaksud dengan konsep Imunitas, dimana fungsi utama Sistem Imunitas yang dibangun mencakup 3 hal yaitu sebagai berikut: 1) Fungsi penolakan: yaitu menolak input radikalisme yang salah dalam hal rasionalisasi dan penyimpulan; 2) Fungsi penghapusan: yaitu menghapus input radikalisme yang telah terlanjur masuk ke dalam sistem berpikir; 3) Fungsi penyaring: yaitu memilih dan memilah informasi mana yang bernilai positif dari input radikalisme untuk kemudian diteruskan dalam proses berpikir. Ketiga fungsi utama menunjukan bahwa Sistem Imunitas terhadap radikalisme dibangun sebagai sebuah pilihan yang paling rasionil dalam upaya pencegahan sekaligus penanggulangan terorisme di Indonesia. Dengan fokus kerja Sistem Imunitas pada sistem berpikir manusia, maka Sistem Imunitas yang dibangun harus memiliki kemampuan adaptif dan self-organize sejalan dengan perubahan dan perkembangan pola dan sistem berpikir manusia. Sistem Berpikir IMUNRADIKALISME
  • 9. 9 2. Sistem Imunitas Dalam pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa Sistem Imunitas adalah sebuah sistem kekebalan yang dibangun untuk melindungi sistem berpikir manusia dari berbagai input yang menimbulkan pemahaman dan kesadaran radikal (radikalisme). 2.1 Unsur/Komponen Sistem Imunitas Sistem Imunitas memiliki beberapa unsur atau komponen utama yang harus dimiliki agar ketiga fungsi utama dari sistem ini dapat bekerja. Unsur atau komponen utama dari Sistem Imunitas adalah sebagai berikut: 1) Unsur Penolak (Denial Component) Unsur penolak merupakan unsur yang menjalankan fungsi penolakan terhadap berbagai input radikalisme. Beberapa variabel dari unsur ini diantaranya adalah kemanusiaan, toleransi, hak asasi manusia, perdamaian. 2) Unsur Penghapus (Eraser Component) Unsur penghapus merupakan unsur yang menjalankan fungsi penghapusan terhadap berbagai input radikalisme yang telah masuk ke dalam sistem berpikir. Unsur ini terdiri dari dua sub-komponen yaitu: a. Deradikalisasi; b. Rehabilitasi. 3) Unsur Penyaring (Filter Component) Unsur penyaring merupakan unsur yang menjalankan fungsi memilah dan memilih bagian mana dari input radikalisme yang masih mengandung nilai positif yang berguna untuk meningkatkan daya tahan Sistem Imunitas. Beberapa variabel dari unsur ini diantaranya universalitas Islam dan 3 rukun agama dalam Islam (Syari’at, Hakikat, dan Ma’rifatFiqih, Tauhid, dan Tasawuf). 2.2 Karakteristik Sistem Imunitas
  • 10. 10 Sebagai sebuah sistem, Imunitas memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dari sistem-sistem penanggulangan terorisme lainnya yaitu sebagai berikut: 1) Sistem Imunitas dibangun untuk diterapkan pada para target potensial perekrutan kelompok teroris-radikalis; 2) Sistem Imunitas memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan perkembangan pola dan sistem berpikir manusia; 3) Sistem Imunitas memiliki kemampuan untuk berjalan/bekerja sendiri (self- organize) secara mandiri tanpa terpengaruh kondisi eksternal maupun internal; 4) Sistem Imunitas terintegrasi dengan sistem berpikir manusia, oleh karena itu dapat bekerja secara efektif ketika sistem berpikir manusia berjalan. 2.3 Mekanisme Kerja Sistem Imunitas Sistem Imunitas bekerja dalam Sistem Berpikir manusia sebagai bagian yang tidak terpisahkan dimulai sejak Sistem Imunitas tersebut mulai ditanam dan dibangun dalam sistem berpikir manusia. Secara umum, mekanisme kerja dari Sistem Imunitas terdiri dari 3 bagian yaitu sebagai berikut: 1) Instalasi Merupakan proses pembangunan dan penanaman Sistem Imunitas dalam sistem berpikir seseorang. Proses instalasi ini akan sangat tergantung kepada komposisi variabel yang digunakan dari masing-masing komponen, media instalasi, dan prosedur instalasi yang digunakan. 2) Penjalanan Fungsi Segera setelah proses instalasi selesai, Sistem Imunitas ini akan secara otomatis bekerja selama sistem berpikir seseorang bekerja. Seluruh fungsi dari Sistem Imunitas ini akan berjalan dalam sistem berpikir seseorang dan akan berhenti bekerja ketika sistem berpikir seseorang berhenti bekerja. 3) Pembaharuan Komponen
  • 11. 11 Pembaharuan komponen-komponen sistem berjalan secara otomatis mengikuti perkembangan pola dan sistem berpikir. Pembaharuan komponen berjalan secara parsial dengan fungsi kerja penyaringan, dimana nilai dan informasi positif dari input radikalisme hasil dari proses penyaringan akan diolah dalam proses berpikir yang kemudian salah satu outputnya adalah pembaharuan komponen sistem.