SlideShare a Scribd company logo
1 | P a g e
TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER
TEORI PERUBAHAN SOSIAL
KONFLIK AGRAGIA DAN IRONI PEMBANGUNAN DI DESA
Oleh : Muhammad Mardhan
(Mahasiswa S2 PSDK | NIM 17/422835/PSP/06324)
A. Latar Belakang
Persoalan pembangunan, dewasa ini tidak hanya mengundang perdebatan mengenai
bagaimana capaian-capaian pembangunan itu berarti bagi kehidupan masyarakat, namun juga
menghadirkan pertanyaan bernada kritis tentang apa saja dampak yang timbul akibat
pembangunan itu sendiri. Hal ini mulai ramai menjadi sorotan setidaknya sejak proses
pembangunan di Indonesia merembet masuk ke wilayah pedesaan dan menimbulkan berbagai
persoalan baru di desa.
Salah satu persoalan penting yang ditimbul akibat proses pembangunan di desa adalah
menyangkut masalah agraria (pertanahan). Dalam konteks ini, masalah yang timbul tidak
hanya menyangkut krisis lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam (SDA) secara
berlebihan oleh kegiatan industri, akan tetapi juga melahirkan konflik agraria akibat
perebutan tanah oleh berbagai pihak.
Dalam catatan Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) telah menunjukkan bahwa di
tahun 2017, terdapat sedikitnya telah terjadi 659 kejadian konflik agraria di berbagai wilayah
dan provinsi di tanah air dengan luasan 520.491,87 hektar. Konflik-konflik tersebut
melibatkan sedikitnya 652.738 Kepala Keluarga (KK). Dibanding tahun 2016, angka
kejadian konflik pada tahun ini menunjukkan kenaikan yang sangat siginifikan di mana
terjadi peningkatan hingga 50%. Jika dirata-rata, maka hampir dua konflik agraria terjadi
dalam satu hari di Indonesia sepanjang tahun ini.
Namun yang lebih ironis dari berbagai kasus konflik agraria yang terjadi, karena pada
kenyataannya pihak yang memperebutkan sumber daya (tanah) yang terdapat di desa bukan
saja warga desa sendiri, melainkan juga para investor yang berasal dari luar desa yang
biasanya berkolaborasi dengan elit lokal untuk memuluskan proses kapitalisasi tanah yang di
desa. Adanya pola Investasi melalui penggunaan tanah berskala luas semacam ini telah
menghasilkan ketimpangan atas penguasaan lahan dan juga menuai konflik agraria dan
2 | P a g e
kemiskinan. Fenomena ekspansi modal yang menyerbu desa tersebut pada akhirnya
mengakibatkan masyarakat desa, khususnya para petani tidak berdaya atas aset-aset yang
mereka miliki dan pada akhirnya membuat mereka kehilangan sumber penghidupannya.
Meskipun dampak yang timbul akibat konflik agraria telah menyeret banyak korban
dan kerugikan, di Indonesia, konflik agraria dapat di katakan belum mendapat perhatian yang
serius dan bahkan diabaikan. Padahal konflik agraria itu telah menyebabkan dampak
ekonomi, politis dan sosial terhadap masyarakat pedesaan. Di beberapa tempat di Indonesia
seperti di Rembang, Jateng (kasus PT.Semen Indonesia), Kulonprogo, DIY (pembangunan
bandara udara), Sukamulya, Jawa Barat (pembangunan infrastruktur), Lumajang, Jawa Timur
(kasus pertambang pasir besi), Sumatera Barat (Kasus Komunitas Nagari Kinali vs
perusahaan perkebunan sawit), dan masih banyak lainnya bahkan perebutan sumber daya
agraria itu diiringi pula oleh kekerasan fisik dan bentuk kriminalitas lainnya.
Atas dasar itulah maka penulis merasa penting untuk mengangkat tema mengenai
konflik agraria yanag terjadi di beberapa daerah di Indonesia untuk melihat kembali
bagaimana dinamika yang dalam konflik agraria yang berlangsung, hubungan antara aktor
yang terlibat dalam konflik, dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi timbulnya konflik
tersebut.
Pembangunan, Penyingkiran dan Resistensi Masyarakat
Memperbincangkan konflik agraria yang saat ini berlangsung nampaknya mustahil
jika kita melewatkan diskursus tentang keterlibatan negara dan korporasi di dalamnya. Sebab
bagaimanapun, hari ini kita telah menyaksikan bagaimana kawanan korporasi yang direstui
oleh negara secara beramai-ramai mengoperasikan pembangunan dengan berbagai modelnya:
mulai dari pembangunan jalanan, bandara, perhotelan, reklamasi untuk apertemen ataupun
pusat wiasata, pertambangan sumber daya alam dan perkebunan dengan alih fungsi lahan,
baik itu berupa perkebunan kelapa sawit hingga pembukaan pertanian massal yang luasnya
mencapai ratusan ribu hingga jutaan hektar.
Hal ini tentu saja merupakan sebuah paradoks. Saya katakan demikian karena proses
pembangunan tersebut diiringi pula dengan proses penggusuran dan perampasan tanah-tanah
milik masyarakat. Sebab pembangunan hanya dapat dimungkinkan dengan adanya
lahan/tanah. Dalam konteks ini, untuk memuluskan jalannya pembangunan maka proses
penyingkiran dianggap sebagai kewajaran. Maka tak heran atas nama pembangunan, dan atas
3 | P a g e
nama pertumbuhan ekonomi penguasaan Tanah dan juga sumber daya strategis yang ada di
desa saat ini justru lebih banyak dikuasai oleh atau jatuh ke tangan para pemilik modal,
termaksud investor asing. Implikasi dari model penguasaan tanah yang kapitalistik semacam
ini tentu saja melahirkan ketimpangan penguasaan tanah dan juga penyingkiran masyarakat
di pedesaan. Oleh karena itu, menjadi wajar pula jika proses pembangunan yang jalankan,
baik oleh negara maupun oleh korporasi seringkali dihujani aksi protes dan resistensi oleh
kelompok masyarakat dengan beragam bentuknya.
Fenomena konflik semacam ini tentunya tidak begitu mengejutkan, sebab tanah
merupakan basis bagi keberlangsungan hidup manusia. Sejak lahir sampai meninggal dunia,
orang/manusia membutuhkan tanah baik sebagai tempat tinggal, berproduksi serta kebutuhan
lainnya. Dalam sejarah peradaban umat manusia, tanah merupakan faktor yang paling utama
dalam menentukan produksi setiap fase peradaban. Tanah tidak hanya memiliki nilai
ekonomis yang tinggi, tetapi juga nilai filosofis, sosial , kultural,dan eklogis. Oleh karena
itulah tak mengherankan apabila setiap orang atau kelompok senantias berusaha untuk
memiliki/mempertahankan, bahkan memperebutkan tanah untuk berbagai kepentingannya.
Hal ini nampaknya sejalan dengan apa yang pernah diungkapkan oleh Moch. Tauchid
bahwa “Soal Agraria (soal tanah) adalah soal hidup dan penghidupan manusia, karena tanah
adalah asal dan sumber makanan bagi manusia. Perebutan tanah berarti perebutan makanan,
perebutan tiang hidup manusia. Untuk ini orang rela menumpahkan darah, mengorbankan
segala yang ada demi mempertahankan hidup selanjutnya.” (Moch. Tauchid, 1952)
Padahal dalam UUD 1945 pada pasal 33 ayat 3 telah jelas disebutkan bahwa “bumi,
air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negar dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Amanat tersebut sejatinya mengisyaratkan
bahwa negara memiliki tanggungjawab untuk memberikan kemakmuran bagi rakyatnya
dengan melakukan pengelolaan sumber daya yang dimiliki negara secara adil.
B. Penjelasan Teoritis
Kisah-kisah konflik agraria yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia merupakan
pemandangan yang semakin lama semakin dianggap sebagai sebuah kelaziman. Ada kesan
bahwa konflik agraria yang berlangsung tiada henti itu tidak lepas dari peranan negara dan
ekspansi kapitalisme. Maka dalam pembahasan ini, untuk menganalisis konflik agraria yang
4 | P a g e
ada berikut faktor-faktor yang mempengaruhinya maka penulis menggunakan dua teori,
yakni : Teori Marxis dan Teori Resistensi James C. Scott
1. Teori Marxis
Pandangan Marxis menekankan bahwa konflik agraria terjadi akibat perkembangan
ekonomi kapitalis (ekspansi kapital masuk ke desa) yang mengakibatkan perebutan sumber
daya (konflik) dan selanjutnya menyebabkan penduduk tersingkir dari tanahnya (tesis
proletarisasi). Proletarisasi atau proses terciptanya golongan sosial yang hidup dari menjual
tenaga kerjanya tidak terjadi begitu saja. Jadi, bukan pula karena Tuhan telah mentakdirkan
segolongan orang menjadi pekerja sementara segolongan orang lainnya bisa hidup hanya
sebagai pemilik sarana produksi.
Karl Marx sendiri sangat menekankan pentingnya aspek historis dalam melihat asal mula
pembentukan kelas proletariat. Dalam hal ini, Marx melalui upayanya telah melacak sejarah
perkembangan ekonomi dari transisi feodalisme ke kapitalisme. Dalam istilah Marx sendiri,
hal ini disebut sebagai Akumulasi Primitif. Akumulasi primitif merupakan titik landas
kapitalis sebelum melakukan aktifitas selanjutnya, yakni Akumulasi Kapital. Bagi Marx
bahwa tujuan dari akumulasi primitif tak lain adalah memisahkan para produsen independen,
utamanya para petani, dari alat produksi mereka (tanah) melalui perampasan dan mengingkari
hak-hak petani (termasuk hak-hak adat) atas tanah, sehingga kapitalis dapat memonopoli alat
produksi. Dengan merampas alat produksi para petani, nelayan atau produsen berskala kecil,
maka tenaga kerja mereka menjadi terbuka untuk dijual kepada kelas kapitalis dalam proses
akumulasi kapital. Mereka kemungkinan segera terintegrasi ke dalam proses akumulasi
kapital sebagai tenaga kerja murah, setelah kehilangan alat produksinya. Dengan kata lain,
para petani dalam hal ini akan berubah status menjadi buruh. Akumulasi primitif, dengan
demikian adalah sebuah proses historis pembentukan kelas proletariat1
Keterlibatan elit politik sebagai representasi dari negara dalam kasus ini jelas, sebagaimana
yang di ungkapkan Marx : “Tanah diberikan begitu saja atau dijual dengan harga yang
konyol atau dikuasai sebagai lahan swasta melalui penyerobotan langsung. Kerjasama para
penguasa politik dengan elite-elite borjuis telah memungkinkan kaum elite menganugrahi diri
mereka lahan- lahan garapan penduduk menjadi milik pribadi [mereka]” (Marx, 1990: 884).
Oleh karena itu, konflik agraria dilihat sebagai perlawanan penduduk yang tidak punya tanah
1
Marx,Kalr 2004. Kapital (Jilid 1) Jakarta : Hasta Mitra
5 | P a g e
atau yang tanahnya dirampas kepada kapitalis dan negara ditempatkan sebagai instrumen
kelas kapitalis. Inti, alur pikiran Marxis dalam konteks ini adalah keberpihakan negara
kepada pebisnis (kapitalis), dengan kata lain hal ini tak lain merupakan persoalan strukturan
dan oleh sebab itu tidak terhindarkan dari sistem ekonomi kapitalis.
David Harvey, selah seorang teoritisi Marxis terkemuka di abad ini dalam bukunya, A Brief
History of Neoliberalism (2007:54) mengemukakan konsepnya tentang Akumulasi lewat
penjarahan (accumulation by dispossesion). Bagi Harvey, setidaknya ada 10 ciri akumulasi
primitif seperti yang diangkat oleh Marx dalam Das Kapital, yaitu : Komodifikasi dan
swastanisasi tanah, pengusiran paksa petani dari lahan garapannya, pengalihan bentuk-bentuk
kepemilikan prakapitalis menjadi kepemilikan pribadi borjuis, penindasan terhadap peri-
kehidupan komunal, komodifikasi tenaga kerja, penghancuran bentuk-bentuk produksi dan
konsumsi non kapitalis, konolisasi aset-aset, monetasi pertukaran dan perpajakan: politik
suap, sistem kredit, utang nasional, dan lainnya ke dalam jaringan sirkulasi kapital2
.
2. Teori Resistensi
Menurut Scott, tujuan resistensi dimaksudkan untuk memperkecil atau menolak sama
sekali klaim-klaim yang diajukan kelas-kelas dominan atau mengajukan klaim-klaim mereka
sendiri dalam menghadapi kelas dominan. Dalam hal ini, kesadaran kolektif yang dimiliki
masyarakat yang terancam/telah kehilangan tanah berupaya membentuk suatu gerakan
perlawanan yang memunculkan suatu tuntutan-tuntutan untuk mempertahankan atau
mengembalikan tanah mereka yang telah dirampas oleh kelompok dominan, baik oleh negara
maupun oleh korporasi.
Di dalam bukunya Weapons of the Wealc, James C. Scott menguraikan betapa akibat
meluasnya peranan negara dalam proses transformasi pedesaan melalui Revolusi Hijau, telah
mengubah hubungan antara petani kaya dengan petani miskin, di mana yang kaya menjadi
semakin kaya sedangkan yang miskin tetap tinggal miskin, bahkan menjadi lebih miskin.
Perubahan ini melahirkan berbagai bentuk perlawanan kaum lemah dalam menghadapi
hegemoni kaum kaya maupun neganra. Scott menunjukkan betapa petani miskin mampu
membangun perlawanan terhadap hegemoni negara lewat penetrasi negara di dalam proses
transformasi hubungan-hubungan produksi dengan mekanisasi dan modernisasi pertanian,
2
Mulyanto,Dede, Kapitalisme Perspektif Sosio-Historis, Bandung : Penerbit Ultimus. Hlm 90
6 | P a g e
dengan menyebutkan realitas itu sebagai everyday forms of repression yang dihadapi dengan
everyday forms of resistance (James C. Scott: 1985, 241).
Adapun upaya untuk menjelaskan timbulnya protes petani dapat dilihat dalam tiga faktor :
Pertama, akibat meluasnya komersialisasi pertanian yang mengakibatkan merosotnya
keamanan ekonomi petani, terbongkarnya hubungan-hubungan sosial pedesaan, dan
melemahnya nilai-nilai tradisional. Kedua, faktor pembentukan organisasi politik yang
berasal dari luar masyarakat petani yang mengembangkan tuntutan bantuan sumber daya
ekonomi, perlindungan, keahlian organisasi, dan sistem nilai baru. Ketiga, respon negara,
khususnya perpaduan dari pilihan antara reformasi dan penindasan yang menimbulkan
dampak penting pada lingkup dan intensitas mobilisasi gerakan petani.
C. Fakta Empiris
1. Lonjakan Konflik Agraria
Dalam kurun waktu 2017, KPA mencatat sedikitnya telah terjadi 659 kejadian konflik
agraria di berbagai wilayah dan provinsi di tanah air dengan luasan 520.491,87 hektar.
Konflik-konflik tersebut melibatkan sedikitnya 652.738 Kepala Keluarga (KK). Dari semua
sektor yang dimonitor, perkebunan masih menempati posisi pertama. Sebanyak 208 konflik
agraria telah terjadi di sektor ini sepanjang tahun 2017, atau 32 persen dari seluruh jumlah
kejadian konflik. Sektor properti menempati posisi kedua dengan 199 (30%) jumlah kejadian
konflik. Posisi ketiga ditempati sektor infrastruktur dengan 94 konflik (14%), disusul sektor
pertanian dengan 78 (12%) kejadian konflik. Seterusnya sektor kehutanan dengan jumlah 30
(5%) konflik, sektor pesisir dan kelautan sebanyak 28 (4%) konflik, dan terakhir sektor
pertambangan dengan jumlah 22 (3%) kejadian konflik yang terjadi sepanjang tahun 2017.
Dengan begitu, selama tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK (2015-2017), telah terjadi
sebanyak 1.361 letusan konflik agraria.
7 | P a g e
Tabel.1 Konflik Agraria Persektor
Sumber : Konsorsium Pembaharuan Agraria Tahun 2016
Persoalan pelik lain dari masalah perkebunan juga lagi-lagi dengan ketimpangan
kepemilikan lahan. Dari total lahan perkebunan sawit yang ada di Indonesia, seluas 31 persen
dari luas area yang ditanami sawit dimiliki oleh hanya beberapa group perusahaan besar
seperti Sinar Mas Group, Salim Group, Jardine Matheson Group, Wilmar Group dan Surya
Dumai Group3
.
2. Persebaran Konflik Agraria
Menurut laporan KPA (2016), berdasarkan persebarannya konflik agraria tersebar di
34 Provinsi, dengan enam besar provinsi sebagai penyumbang konflik tertinggi, antara lain:
1) Riau dengan 44 konflik (9,78 %), 2) Jawa Timur dengan 43 konflik (9.56 %), 3) Jawa
Barat sebanyak 38 konflik (8,44 %), 4) Sumatra Utara 36 konflik (8,00 %), 5) Aceh 24
konflik (5,33 %), dan Sumatra Selatan 22 konflik (4,89 %).
Seperti di tahun sebelumnya, Provinsi Riau kembali menjadi penyumbang konflik
agraria tertinggi. Ekspansi perusahaan perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri
(HTI) menjadi penyebab utama konflik agraria di provinsi ini, sebagai akibat dari putusan
pejabat publik yang memberikan ijin-ijin konsesi kepada perusahaan di atas tanah-tanah yang
sesungguhnnya telah dikuasai dan digarap warga setempat. Tercatat, Riau merupakan
provinsi dengan perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia, mencapai 2,4 juta hektar
3
http://www.mongabay.co.id/2016/04/18/industri-kelapa-sawit-dan-perjalanan-politik-komoditas-ini-di-
indonesia/
8 | P a g e
dengan produksi mencapai 7,4 juta ton di tahun 2015 berdasarkan data dari Direktorat
Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian RI.
Oleh sebab itu, kini di Riau terjadi krisis lingkungan yang sungguh luar biasa, yaitu
kejadian pembakaran hutan setiap tahun, bahkan akhir-akhir ini lebih dari sekali di tahun
yang sama. Saat menghirup asap yang membahayakan jiwa dan generasi yang hilang
dianggap biasa-biasa saja, saat itulah sesungguhnya krisis telah mencapai puncaknya. Dengan
laju deforestasi 160 ribu hektare pertahunnya, hutan di Provinsi Riau saat ini hanya tersisa
20% saja dari seluruh luas daratan yang ada. Sebagian besar kehilangan hutan di Riau
disebabkan oleh berbagai bentuk eksploitasi yang dilakukan perusahaan-perusahaan, yaitu
untuk hutan tanaman maupun alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit4
.
Sementara itu, Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat menempati posisi kedua dan
ketiga. Pada umumnya konflik agraria yang terjadi di Jawa berkaitan dengan penguasaan
tanah oleh PTPN, monopoli hutan Jawa oleh pihak Perhutani dan perluasan proyek-proyek
pembangunan infrastruktur (jalan tol, bandara internasional, perumahan, waduk, dan lain-
lain) yang tumpang-tindih dengan garapan dan pemukiman masyarakat. Kemudian, Sumatera
Utara menempati urutan keempat yang didominasi oleh konfilk karena ekspansi perkebunan,
terutama kelapa sawit.
D. Kesimpulan
Setelah melihat gambaran atas konflik agraria di beberapa tempat sebagaimana yang
telah dijelaskan di atas, maka berdaskan hal itu penulis menarik beberapa kesimpulan :
Pertama, tidak ada satu pun faktor tunggal yang bisa menjelaskan konflik agraria yang kini
tengah berlangsung, sebab di tempat berbeda masalahnya pun berneda. Namun dari berbagai
kasus yang muncul kita dapat menarik benang merah bahwa sejatinya protes-protes agraria
yang kian ramai dimotori oleh penduduk desa/komunitas lokal berhubungan erat dengan
pembangunan yang telah dijalankan pemerintah serta ekspansi modal dalam berbagai
bentuknya. Hal itu berarti, di satu sisi kita dapat mengatakan bahwa pembangunan dan
ekspansi modal merupakan penyebab konflik, walaupun di sisi lain kita dapat
menghubungkannya dengan berbagai persoalan dan faktor lainnya.
4
Uslaini,dkk. Robohjya Sumatera Kami ( Samdhana Institute : 2015 ) hlm. 91
9 | P a g e
Kedua, dalam praktiknya, konflik agraria, secara langsung disebabkan oleh dan
terjadi ketika pemberian izin/hak oleh pengurus publik (menteri kehutanan, menteri ESDM,
kepala BPN, Gubernur, Bupati) tanah/wilayah kelola/SDA kepunyaan masyarakat adat/lokal
ke dalam ijin/hak/lisensi badan-badan usaha raksasa. Pengadaan tanah skala besar untuk
kepentingan proyek-proyek pembangunan tersebut seringkali menggunakan kekerasan (baik
itu menggunakan tangan preman maupun aparat kepolisian), manipulasi, dan penipuan.
Ketiga, konflik agraria yang meletus di sana-sini di seluruh Indonesia perlu dipahami
penanganan yang serius melalui sebuah kajian yang konpherensif, dan tidak cukup dengan
menggunakan pendekatan hukum. Sebab aksi protes oleh petani atau petani bersama
organisasi-organisasi masyarakat sipil tidak bisa dipisahkan dan dilokalisir sedemikian rupa
sebagai masalah perbuatan hukum yang terpisah dari masalah konflik agraria. Sesungguhnya,
tindakan kriminalisasi terhadap para pelaku protes adalah bagian dari hal-hal yang
melestarikan konflik itu sendiri.
Keempat, bahwa negara dalam hal ini pada dasarnya merupakan menjadi salah satu
penyebab timbulnya konflik. Dikatakan demikian, karena negara baik secara langsung
maupun tak langsung sejatinya telah melegitimasi berbagai kebijakan investasi tanah melalui
kerjasamanya dengan swasta, dan dalam perjalanannya justru mengabaikan hak-hak
masyarakat sipil atas penguasaan tanah. Hal ini akhirnya melahirkan perlawanan langsung
dari rakyat. Disinilah konflik itu terjadi, yaitu pertentangan klaim yang berkepanjangan
antara suatu kelompok rakyat pedesaan dengan negara (pemerintah) atau investor yang
bergerak dalam bidang produksi, ekstraksi, konservasi, dan lainnya.
Lewat tulisan ini semoga dapat menjadi pelajaran bagi kita untuk memahami
keikutsertaan negara dan korporasi dalam masalah-masalah agraria di Indonesia. Ini
sekaligus merupakan salah satu bukti, betapa sulitnya untuk mendorong negara dalam
melakukan penanganan serius atas masalah agraria juga menghentikan pengerusakan hutan.
10 | P a g e
Daftar Pustaka
Afrizal.2006, Sosiologi Konflik Agraria: Protes-protes Agraria Dalam Masyarakat
Indonesia Kontemporer, Andalas University Press
Catatan Akhir Tahun Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), 2016. Liberalisasi Agraria
Diperhebat, Reforma Agraria Dibelokkan
Hotman,M. 1999, Anarki Sebagai Upaya Mempertahankan Subsistensi Di Pedesaan,
Jurnal JSP Volume 2 Nomor 3 Tahun 1999.
Fauzi,Noer. 2015, Panggilan Tanah Air, Yogyakarta : Insist Press
Marx,Karl. 2004, Kapital Jilid 1 : Sebuah Kritik Ekonomi Politik, Jakarta : Hasta Mitra
Ritzer,Goerge.2012, Teori Sosiologi : Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan
Mutakhir Teori Sosial Postmodern, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Wiradi, Gunawan. 2009, Seluk Beluk Masalah Agraria : Reforma Agraria dan Penelitian
Agraria, Yogyakarta : STPN Press
Media Online : https://tirto.id/musim-konflik-agraria-yang-tak-pernah-berakhir-cc6J
https://indoprogress.com/2016/09/akumulasi-primitif-dan-masalah-agraria-di-pesisir-sumenep/

More Related Content

What's hot

Daya dukung lingkungan
Daya dukung lingkunganDaya dukung lingkungan
Daya dukung lingkunganRiska_21
 
74032 reforma-agraria-untuk-pemula
74032 reforma-agraria-untuk-pemula74032 reforma-agraria-untuk-pemula
74032 reforma-agraria-untuk-pemula
Sulastri2001113697
 
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGANDAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN
Wayan Yase
 
Analisis daya-dukung-dan-analisis-pembagian-lokasi
Analisis daya-dukung-dan-analisis-pembagian-lokasiAnalisis daya-dukung-dan-analisis-pembagian-lokasi
Analisis daya-dukung-dan-analisis-pembagian-lokasiChintosa Into
 
Kelangkaan x iis2 stc1
Kelangkaan x iis2 stc1Kelangkaan x iis2 stc1
Kelangkaan x iis2 stc1
Antonius Suranto
 
Daya Dukung Lingkungan Hidup PLH
Daya Dukung Lingkungan Hidup PLHDaya Dukung Lingkungan Hidup PLH
Daya Dukung Lingkungan Hidup PLH
Amalia Dewi
 
Bacaan i ikhtisar bacaan
Bacaan i ikhtisar bacaanBacaan i ikhtisar bacaan
Bacaan i ikhtisar bacaanDhelfitriani Dhell
 
Life skill vs technology
Life skill vs technologyLife skill vs technology
Life skill vs technologyYagi Mohamad
 
ekonomi sumberdaya alam
ekonomi sumberdaya alamekonomi sumberdaya alam
ekonomi sumberdaya alamFirman Ferdian
 
Kelangkaan Sumber Daya Alam (kemiskinan)
Kelangkaan Sumber Daya Alam (kemiskinan)Kelangkaan Sumber Daya Alam (kemiskinan)
Kelangkaan Sumber Daya Alam (kemiskinan)Sanoma PriciLia
 
Konsep dasar daya dukung
Konsep dasar daya dukungKonsep dasar daya dukung
Konsep dasar daya dukungMuhammad Subhan
 
Seminar tora kementan (yuti) new
Seminar tora kementan (yuti)   newSeminar tora kementan (yuti)   new
Seminar tora kementan (yuti) new
Syahyuti Si-Buyuang
 
Tugas Sosio X 1 Kel 6 sman 49
Tugas Sosio X 1 Kel 6 sman 49Tugas Sosio X 1 Kel 6 sman 49
Tugas Sosio X 1 Kel 6 sman 49Abdul Rachim
 
Reforma Agraria
Reforma AgrariaReforma Agraria
Reforma Agraria
Lestari Moerdijat
 
Agraria 2011 (syahyuti)
Agraria 2011 (syahyuti)Agraria 2011 (syahyuti)
Agraria 2011 (syahyuti)
Syahyuti Si-Buyuang
 
Konsep dan pengertian ekonomi sumber daya alam
Konsep dan pengertian ekonomi sumber daya alamKonsep dan pengertian ekonomi sumber daya alam
Konsep dan pengertian ekonomi sumber daya alam
Rahmatullah
 
Angkubah yang sering digunakan untuk mengukur penggunaan isirumah
Angkubah yang sering digunakan untuk mengukur penggunaan isirumahAngkubah yang sering digunakan untuk mengukur penggunaan isirumah
Angkubah yang sering digunakan untuk mengukur penggunaan isirumahmandalina landy
 
Makalah_56 Kel 4 pengaruh perubahan iklim terhadap pembangunan pertanian dan ...
Makalah_56 Kel 4 pengaruh perubahan iklim terhadap pembangunan pertanian dan ...Makalah_56 Kel 4 pengaruh perubahan iklim terhadap pembangunan pertanian dan ...
Makalah_56 Kel 4 pengaruh perubahan iklim terhadap pembangunan pertanian dan ...Bondan the Planter of Palm Oil
 
Pengaruh perubahan iklim global pada perencanaan pembangunan wilayah fix
Pengaruh perubahan iklim global pada perencanaan pembangunan wilayah fixPengaruh perubahan iklim global pada perencanaan pembangunan wilayah fix
Pengaruh perubahan iklim global pada perencanaan pembangunan wilayah fix
Andy Herlambang
 

What's hot (20)

Daya dukung lingkungan
Daya dukung lingkunganDaya dukung lingkungan
Daya dukung lingkungan
 
74032 reforma-agraria-untuk-pemula
74032 reforma-agraria-untuk-pemula74032 reforma-agraria-untuk-pemula
74032 reforma-agraria-untuk-pemula
 
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGANDAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN
 
Analisis daya-dukung-dan-analisis-pembagian-lokasi
Analisis daya-dukung-dan-analisis-pembagian-lokasiAnalisis daya-dukung-dan-analisis-pembagian-lokasi
Analisis daya-dukung-dan-analisis-pembagian-lokasi
 
Kelangkaan x iis2 stc1
Kelangkaan x iis2 stc1Kelangkaan x iis2 stc1
Kelangkaan x iis2 stc1
 
Daya Dukung Lingkungan Hidup PLH
Daya Dukung Lingkungan Hidup PLHDaya Dukung Lingkungan Hidup PLH
Daya Dukung Lingkungan Hidup PLH
 
Bacaan i ikhtisar bacaan
Bacaan i ikhtisar bacaanBacaan i ikhtisar bacaan
Bacaan i ikhtisar bacaan
 
Life skill vs technology
Life skill vs technologyLife skill vs technology
Life skill vs technology
 
ekonomi sumberdaya alam
ekonomi sumberdaya alamekonomi sumberdaya alam
ekonomi sumberdaya alam
 
Kelangkaan Sumber Daya Alam (kemiskinan)
Kelangkaan Sumber Daya Alam (kemiskinan)Kelangkaan Sumber Daya Alam (kemiskinan)
Kelangkaan Sumber Daya Alam (kemiskinan)
 
Konsep dasar daya dukung
Konsep dasar daya dukungKonsep dasar daya dukung
Konsep dasar daya dukung
 
7.faktor produksi tanah
7.faktor produksi tanah7.faktor produksi tanah
7.faktor produksi tanah
 
Seminar tora kementan (yuti) new
Seminar tora kementan (yuti)   newSeminar tora kementan (yuti)   new
Seminar tora kementan (yuti) new
 
Tugas Sosio X 1 Kel 6 sman 49
Tugas Sosio X 1 Kel 6 sman 49Tugas Sosio X 1 Kel 6 sman 49
Tugas Sosio X 1 Kel 6 sman 49
 
Reforma Agraria
Reforma AgrariaReforma Agraria
Reforma Agraria
 
Agraria 2011 (syahyuti)
Agraria 2011 (syahyuti)Agraria 2011 (syahyuti)
Agraria 2011 (syahyuti)
 
Konsep dan pengertian ekonomi sumber daya alam
Konsep dan pengertian ekonomi sumber daya alamKonsep dan pengertian ekonomi sumber daya alam
Konsep dan pengertian ekonomi sumber daya alam
 
Angkubah yang sering digunakan untuk mengukur penggunaan isirumah
Angkubah yang sering digunakan untuk mengukur penggunaan isirumahAngkubah yang sering digunakan untuk mengukur penggunaan isirumah
Angkubah yang sering digunakan untuk mengukur penggunaan isirumah
 
Makalah_56 Kel 4 pengaruh perubahan iklim terhadap pembangunan pertanian dan ...
Makalah_56 Kel 4 pengaruh perubahan iklim terhadap pembangunan pertanian dan ...Makalah_56 Kel 4 pengaruh perubahan iklim terhadap pembangunan pertanian dan ...
Makalah_56 Kel 4 pengaruh perubahan iklim terhadap pembangunan pertanian dan ...
 
Pengaruh perubahan iklim global pada perencanaan pembangunan wilayah fix
Pengaruh perubahan iklim global pada perencanaan pembangunan wilayah fixPengaruh perubahan iklim global pada perencanaan pembangunan wilayah fix
Pengaruh perubahan iklim global pada perencanaan pembangunan wilayah fix
 

Similar to Konflik Agraria dan Pembangunan Desa

Ketidakadilan sosial dan timbulnya pertikaian sosial
Ketidakadilan sosial dan timbulnya pertikaian sosialKetidakadilan sosial dan timbulnya pertikaian sosial
Ketidakadilan sosial dan timbulnya pertikaian sosial
Abdus Salam
 
8_Dampak Negatif Reklamasi Teluk Jakarta
8_Dampak Negatif Reklamasi Teluk Jakarta8_Dampak Negatif Reklamasi Teluk Jakarta
8_Dampak Negatif Reklamasi Teluk Jakarta
sakuramochi
 
Selasar edisi 15
Selasar edisi 15Selasar edisi 15
Selasar edisi 15
Jaringan GusDurian
 
Laporan akhir tahun 2013 kpa final release 19 des
Laporan akhir tahun 2013 kpa final release 19 desLaporan akhir tahun 2013 kpa final release 19 des
Laporan akhir tahun 2013 kpa final release 19 desseptianm
 
Paradigma PMII Pada Era Transisi Globalisasi
Paradigma PMII Pada Era Transisi GlobalisasiParadigma PMII Pada Era Transisi Globalisasi
Paradigma PMII Pada Era Transisi Globalisasi
PMII
 
4_bab1.pdf
4_bab1.pdf4_bab1.pdf
4_bab1.pdf
OchaKsz
 
Perlawanan Petani, Konflik agraria, dan Gerakan Sosial
Perlawanan Petani, Konflik agraria, dan Gerakan SosialPerlawanan Petani, Konflik agraria, dan Gerakan Sosial
Perlawanan Petani, Konflik agraria, dan Gerakan Sosial
Sadikin Gani
 
Gerakan Sosial STKGB PT BNIL
Gerakan Sosial STKGB PT BNILGerakan Sosial STKGB PT BNIL
Gerakan Sosial STKGB PT BNIL
University of Lampung
 
Saragih 2011 (cap buruk perkebunan sawit berawal dan berakhir di penataan ruang)
Saragih 2011 (cap buruk perkebunan sawit berawal dan berakhir di penataan ruang)Saragih 2011 (cap buruk perkebunan sawit berawal dan berakhir di penataan ruang)
Saragih 2011 (cap buruk perkebunan sawit berawal dan berakhir di penataan ruang)
Andi Ishak
 
Globalisasi Kapitalisme
Globalisasi KapitalismeGlobalisasi Kapitalisme
Globalisasi Kapitalisme
People Power
 
Bab ii teori pertumbuhan ekonomi
Bab ii   teori pertumbuhan ekonomiBab ii   teori pertumbuhan ekonomi
Bab ii teori pertumbuhan ekonomiOpy Cynthia
 
Tidak Ada Ekonomi Kerakyatan Tanpa Reforma Agraria
Tidak Ada Ekonomi Kerakyatan Tanpa Reforma AgrariaTidak Ada Ekonomi Kerakyatan Tanpa Reforma Agraria
Tidak Ada Ekonomi Kerakyatan Tanpa Reforma AgrariaPeople Power
 
Bitranet edisi 46
Bitranet edisi 46Bitranet edisi 46
Bitranet edisi 46
BitraIndonesia
 
Bitranet edisi 46
Bitranet edisi 46Bitranet edisi 46
Bitranet edisi 46
BitraIndonesia
 
Sosiologi Politik Summary
Sosiologi Politik SummarySosiologi Politik Summary
Sosiologi Politik Summary
Bakrie University
 
Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2
Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2
Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2Febie Yandra
 
Transformasi masyarakat petani mranggen menuju masyarakat industri
Transformasi masyarakat petani mranggen menuju masyarakat industriTransformasi masyarakat petani mranggen menuju masyarakat industri
Transformasi masyarakat petani mranggen menuju masyarakat industri
Trisna Nurdiaman
 
Analisa permasalahan Pada Pemetaan Partisipatif
Analisa permasalahan Pada Pemetaan PartisipatifAnalisa permasalahan Pada Pemetaan Partisipatif
Analisa permasalahan Pada Pemetaan Partisipatif
National Cheng Kung University
 
Slide 6 Sistem Ekonomi Republik Indonesia.pdf
Slide 6 Sistem Ekonomi Republik Indonesia.pdfSlide 6 Sistem Ekonomi Republik Indonesia.pdf
Slide 6 Sistem Ekonomi Republik Indonesia.pdf
PangeranSilalahi
 
Ra Dan Refleksi Ham
Ra Dan Refleksi HamRa Dan Refleksi Ham
Ra Dan Refleksi Hamlodzi
 

Similar to Konflik Agraria dan Pembangunan Desa (20)

Ketidakadilan sosial dan timbulnya pertikaian sosial
Ketidakadilan sosial dan timbulnya pertikaian sosialKetidakadilan sosial dan timbulnya pertikaian sosial
Ketidakadilan sosial dan timbulnya pertikaian sosial
 
8_Dampak Negatif Reklamasi Teluk Jakarta
8_Dampak Negatif Reklamasi Teluk Jakarta8_Dampak Negatif Reklamasi Teluk Jakarta
8_Dampak Negatif Reklamasi Teluk Jakarta
 
Selasar edisi 15
Selasar edisi 15Selasar edisi 15
Selasar edisi 15
 
Laporan akhir tahun 2013 kpa final release 19 des
Laporan akhir tahun 2013 kpa final release 19 desLaporan akhir tahun 2013 kpa final release 19 des
Laporan akhir tahun 2013 kpa final release 19 des
 
Paradigma PMII Pada Era Transisi Globalisasi
Paradigma PMII Pada Era Transisi GlobalisasiParadigma PMII Pada Era Transisi Globalisasi
Paradigma PMII Pada Era Transisi Globalisasi
 
4_bab1.pdf
4_bab1.pdf4_bab1.pdf
4_bab1.pdf
 
Perlawanan Petani, Konflik agraria, dan Gerakan Sosial
Perlawanan Petani, Konflik agraria, dan Gerakan SosialPerlawanan Petani, Konflik agraria, dan Gerakan Sosial
Perlawanan Petani, Konflik agraria, dan Gerakan Sosial
 
Gerakan Sosial STKGB PT BNIL
Gerakan Sosial STKGB PT BNILGerakan Sosial STKGB PT BNIL
Gerakan Sosial STKGB PT BNIL
 
Saragih 2011 (cap buruk perkebunan sawit berawal dan berakhir di penataan ruang)
Saragih 2011 (cap buruk perkebunan sawit berawal dan berakhir di penataan ruang)Saragih 2011 (cap buruk perkebunan sawit berawal dan berakhir di penataan ruang)
Saragih 2011 (cap buruk perkebunan sawit berawal dan berakhir di penataan ruang)
 
Globalisasi Kapitalisme
Globalisasi KapitalismeGlobalisasi Kapitalisme
Globalisasi Kapitalisme
 
Bab ii teori pertumbuhan ekonomi
Bab ii   teori pertumbuhan ekonomiBab ii   teori pertumbuhan ekonomi
Bab ii teori pertumbuhan ekonomi
 
Tidak Ada Ekonomi Kerakyatan Tanpa Reforma Agraria
Tidak Ada Ekonomi Kerakyatan Tanpa Reforma AgrariaTidak Ada Ekonomi Kerakyatan Tanpa Reforma Agraria
Tidak Ada Ekonomi Kerakyatan Tanpa Reforma Agraria
 
Bitranet edisi 46
Bitranet edisi 46Bitranet edisi 46
Bitranet edisi 46
 
Bitranet edisi 46
Bitranet edisi 46Bitranet edisi 46
Bitranet edisi 46
 
Sosiologi Politik Summary
Sosiologi Politik SummarySosiologi Politik Summary
Sosiologi Politik Summary
 
Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2
Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2
Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2
 
Transformasi masyarakat petani mranggen menuju masyarakat industri
Transformasi masyarakat petani mranggen menuju masyarakat industriTransformasi masyarakat petani mranggen menuju masyarakat industri
Transformasi masyarakat petani mranggen menuju masyarakat industri
 
Analisa permasalahan Pada Pemetaan Partisipatif
Analisa permasalahan Pada Pemetaan PartisipatifAnalisa permasalahan Pada Pemetaan Partisipatif
Analisa permasalahan Pada Pemetaan Partisipatif
 
Slide 6 Sistem Ekonomi Republik Indonesia.pdf
Slide 6 Sistem Ekonomi Republik Indonesia.pdfSlide 6 Sistem Ekonomi Republik Indonesia.pdf
Slide 6 Sistem Ekonomi Republik Indonesia.pdf
 
Ra Dan Refleksi Ham
Ra Dan Refleksi HamRa Dan Refleksi Ham
Ra Dan Refleksi Ham
 

Recently uploaded

Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 BandungBahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Galang Adi Kuncoro
 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
UditGheozi2
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
EkoPutuKromo
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
EkoPutuKromo
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
Dedi Dwitagama
 
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docxKisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
irawan1978
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Rima98947
 
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptxKarier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
adolfnuhujanan101
 
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdfINDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
NurSriWidyastuti1
 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
gloriosaesy
 
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
ozijaya
 
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdfLaporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
UmyHasna1
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
ssuser289c2f1
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
PURWANTOSDNWATES2
 
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrinPatofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
rohman85
 
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdfRHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
asyi1
 
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
astridamalia20
 
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdfppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
setiatinambunan
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
lindaagina84
 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
agusmulyadi08
 

Recently uploaded (20)

Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 BandungBahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
 
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docxKisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
 
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptxKarier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
 
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdfINDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
 
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
 
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdfLaporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
 
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrinPatofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
 
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdfRHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
 
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
 
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdfppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
 

Konflik Agraria dan Pembangunan Desa

  • 1. 1 | P a g e TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER TEORI PERUBAHAN SOSIAL KONFLIK AGRAGIA DAN IRONI PEMBANGUNAN DI DESA Oleh : Muhammad Mardhan (Mahasiswa S2 PSDK | NIM 17/422835/PSP/06324) A. Latar Belakang Persoalan pembangunan, dewasa ini tidak hanya mengundang perdebatan mengenai bagaimana capaian-capaian pembangunan itu berarti bagi kehidupan masyarakat, namun juga menghadirkan pertanyaan bernada kritis tentang apa saja dampak yang timbul akibat pembangunan itu sendiri. Hal ini mulai ramai menjadi sorotan setidaknya sejak proses pembangunan di Indonesia merembet masuk ke wilayah pedesaan dan menimbulkan berbagai persoalan baru di desa. Salah satu persoalan penting yang ditimbul akibat proses pembangunan di desa adalah menyangkut masalah agraria (pertanahan). Dalam konteks ini, masalah yang timbul tidak hanya menyangkut krisis lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam (SDA) secara berlebihan oleh kegiatan industri, akan tetapi juga melahirkan konflik agraria akibat perebutan tanah oleh berbagai pihak. Dalam catatan Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) telah menunjukkan bahwa di tahun 2017, terdapat sedikitnya telah terjadi 659 kejadian konflik agraria di berbagai wilayah dan provinsi di tanah air dengan luasan 520.491,87 hektar. Konflik-konflik tersebut melibatkan sedikitnya 652.738 Kepala Keluarga (KK). Dibanding tahun 2016, angka kejadian konflik pada tahun ini menunjukkan kenaikan yang sangat siginifikan di mana terjadi peningkatan hingga 50%. Jika dirata-rata, maka hampir dua konflik agraria terjadi dalam satu hari di Indonesia sepanjang tahun ini. Namun yang lebih ironis dari berbagai kasus konflik agraria yang terjadi, karena pada kenyataannya pihak yang memperebutkan sumber daya (tanah) yang terdapat di desa bukan saja warga desa sendiri, melainkan juga para investor yang berasal dari luar desa yang biasanya berkolaborasi dengan elit lokal untuk memuluskan proses kapitalisasi tanah yang di desa. Adanya pola Investasi melalui penggunaan tanah berskala luas semacam ini telah menghasilkan ketimpangan atas penguasaan lahan dan juga menuai konflik agraria dan
  • 2. 2 | P a g e kemiskinan. Fenomena ekspansi modal yang menyerbu desa tersebut pada akhirnya mengakibatkan masyarakat desa, khususnya para petani tidak berdaya atas aset-aset yang mereka miliki dan pada akhirnya membuat mereka kehilangan sumber penghidupannya. Meskipun dampak yang timbul akibat konflik agraria telah menyeret banyak korban dan kerugikan, di Indonesia, konflik agraria dapat di katakan belum mendapat perhatian yang serius dan bahkan diabaikan. Padahal konflik agraria itu telah menyebabkan dampak ekonomi, politis dan sosial terhadap masyarakat pedesaan. Di beberapa tempat di Indonesia seperti di Rembang, Jateng (kasus PT.Semen Indonesia), Kulonprogo, DIY (pembangunan bandara udara), Sukamulya, Jawa Barat (pembangunan infrastruktur), Lumajang, Jawa Timur (kasus pertambang pasir besi), Sumatera Barat (Kasus Komunitas Nagari Kinali vs perusahaan perkebunan sawit), dan masih banyak lainnya bahkan perebutan sumber daya agraria itu diiringi pula oleh kekerasan fisik dan bentuk kriminalitas lainnya. Atas dasar itulah maka penulis merasa penting untuk mengangkat tema mengenai konflik agraria yanag terjadi di beberapa daerah di Indonesia untuk melihat kembali bagaimana dinamika yang dalam konflik agraria yang berlangsung, hubungan antara aktor yang terlibat dalam konflik, dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi timbulnya konflik tersebut. Pembangunan, Penyingkiran dan Resistensi Masyarakat Memperbincangkan konflik agraria yang saat ini berlangsung nampaknya mustahil jika kita melewatkan diskursus tentang keterlibatan negara dan korporasi di dalamnya. Sebab bagaimanapun, hari ini kita telah menyaksikan bagaimana kawanan korporasi yang direstui oleh negara secara beramai-ramai mengoperasikan pembangunan dengan berbagai modelnya: mulai dari pembangunan jalanan, bandara, perhotelan, reklamasi untuk apertemen ataupun pusat wiasata, pertambangan sumber daya alam dan perkebunan dengan alih fungsi lahan, baik itu berupa perkebunan kelapa sawit hingga pembukaan pertanian massal yang luasnya mencapai ratusan ribu hingga jutaan hektar. Hal ini tentu saja merupakan sebuah paradoks. Saya katakan demikian karena proses pembangunan tersebut diiringi pula dengan proses penggusuran dan perampasan tanah-tanah milik masyarakat. Sebab pembangunan hanya dapat dimungkinkan dengan adanya lahan/tanah. Dalam konteks ini, untuk memuluskan jalannya pembangunan maka proses penyingkiran dianggap sebagai kewajaran. Maka tak heran atas nama pembangunan, dan atas
  • 3. 3 | P a g e nama pertumbuhan ekonomi penguasaan Tanah dan juga sumber daya strategis yang ada di desa saat ini justru lebih banyak dikuasai oleh atau jatuh ke tangan para pemilik modal, termaksud investor asing. Implikasi dari model penguasaan tanah yang kapitalistik semacam ini tentu saja melahirkan ketimpangan penguasaan tanah dan juga penyingkiran masyarakat di pedesaan. Oleh karena itu, menjadi wajar pula jika proses pembangunan yang jalankan, baik oleh negara maupun oleh korporasi seringkali dihujani aksi protes dan resistensi oleh kelompok masyarakat dengan beragam bentuknya. Fenomena konflik semacam ini tentunya tidak begitu mengejutkan, sebab tanah merupakan basis bagi keberlangsungan hidup manusia. Sejak lahir sampai meninggal dunia, orang/manusia membutuhkan tanah baik sebagai tempat tinggal, berproduksi serta kebutuhan lainnya. Dalam sejarah peradaban umat manusia, tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban. Tanah tidak hanya memiliki nilai ekonomis yang tinggi, tetapi juga nilai filosofis, sosial , kultural,dan eklogis. Oleh karena itulah tak mengherankan apabila setiap orang atau kelompok senantias berusaha untuk memiliki/mempertahankan, bahkan memperebutkan tanah untuk berbagai kepentingannya. Hal ini nampaknya sejalan dengan apa yang pernah diungkapkan oleh Moch. Tauchid bahwa “Soal Agraria (soal tanah) adalah soal hidup dan penghidupan manusia, karena tanah adalah asal dan sumber makanan bagi manusia. Perebutan tanah berarti perebutan makanan, perebutan tiang hidup manusia. Untuk ini orang rela menumpahkan darah, mengorbankan segala yang ada demi mempertahankan hidup selanjutnya.” (Moch. Tauchid, 1952) Padahal dalam UUD 1945 pada pasal 33 ayat 3 telah jelas disebutkan bahwa “bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negar dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Amanat tersebut sejatinya mengisyaratkan bahwa negara memiliki tanggungjawab untuk memberikan kemakmuran bagi rakyatnya dengan melakukan pengelolaan sumber daya yang dimiliki negara secara adil. B. Penjelasan Teoritis Kisah-kisah konflik agraria yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia merupakan pemandangan yang semakin lama semakin dianggap sebagai sebuah kelaziman. Ada kesan bahwa konflik agraria yang berlangsung tiada henti itu tidak lepas dari peranan negara dan ekspansi kapitalisme. Maka dalam pembahasan ini, untuk menganalisis konflik agraria yang
  • 4. 4 | P a g e ada berikut faktor-faktor yang mempengaruhinya maka penulis menggunakan dua teori, yakni : Teori Marxis dan Teori Resistensi James C. Scott 1. Teori Marxis Pandangan Marxis menekankan bahwa konflik agraria terjadi akibat perkembangan ekonomi kapitalis (ekspansi kapital masuk ke desa) yang mengakibatkan perebutan sumber daya (konflik) dan selanjutnya menyebabkan penduduk tersingkir dari tanahnya (tesis proletarisasi). Proletarisasi atau proses terciptanya golongan sosial yang hidup dari menjual tenaga kerjanya tidak terjadi begitu saja. Jadi, bukan pula karena Tuhan telah mentakdirkan segolongan orang menjadi pekerja sementara segolongan orang lainnya bisa hidup hanya sebagai pemilik sarana produksi. Karl Marx sendiri sangat menekankan pentingnya aspek historis dalam melihat asal mula pembentukan kelas proletariat. Dalam hal ini, Marx melalui upayanya telah melacak sejarah perkembangan ekonomi dari transisi feodalisme ke kapitalisme. Dalam istilah Marx sendiri, hal ini disebut sebagai Akumulasi Primitif. Akumulasi primitif merupakan titik landas kapitalis sebelum melakukan aktifitas selanjutnya, yakni Akumulasi Kapital. Bagi Marx bahwa tujuan dari akumulasi primitif tak lain adalah memisahkan para produsen independen, utamanya para petani, dari alat produksi mereka (tanah) melalui perampasan dan mengingkari hak-hak petani (termasuk hak-hak adat) atas tanah, sehingga kapitalis dapat memonopoli alat produksi. Dengan merampas alat produksi para petani, nelayan atau produsen berskala kecil, maka tenaga kerja mereka menjadi terbuka untuk dijual kepada kelas kapitalis dalam proses akumulasi kapital. Mereka kemungkinan segera terintegrasi ke dalam proses akumulasi kapital sebagai tenaga kerja murah, setelah kehilangan alat produksinya. Dengan kata lain, para petani dalam hal ini akan berubah status menjadi buruh. Akumulasi primitif, dengan demikian adalah sebuah proses historis pembentukan kelas proletariat1 Keterlibatan elit politik sebagai representasi dari negara dalam kasus ini jelas, sebagaimana yang di ungkapkan Marx : “Tanah diberikan begitu saja atau dijual dengan harga yang konyol atau dikuasai sebagai lahan swasta melalui penyerobotan langsung. Kerjasama para penguasa politik dengan elite-elite borjuis telah memungkinkan kaum elite menganugrahi diri mereka lahan- lahan garapan penduduk menjadi milik pribadi [mereka]” (Marx, 1990: 884). Oleh karena itu, konflik agraria dilihat sebagai perlawanan penduduk yang tidak punya tanah 1 Marx,Kalr 2004. Kapital (Jilid 1) Jakarta : Hasta Mitra
  • 5. 5 | P a g e atau yang tanahnya dirampas kepada kapitalis dan negara ditempatkan sebagai instrumen kelas kapitalis. Inti, alur pikiran Marxis dalam konteks ini adalah keberpihakan negara kepada pebisnis (kapitalis), dengan kata lain hal ini tak lain merupakan persoalan strukturan dan oleh sebab itu tidak terhindarkan dari sistem ekonomi kapitalis. David Harvey, selah seorang teoritisi Marxis terkemuka di abad ini dalam bukunya, A Brief History of Neoliberalism (2007:54) mengemukakan konsepnya tentang Akumulasi lewat penjarahan (accumulation by dispossesion). Bagi Harvey, setidaknya ada 10 ciri akumulasi primitif seperti yang diangkat oleh Marx dalam Das Kapital, yaitu : Komodifikasi dan swastanisasi tanah, pengusiran paksa petani dari lahan garapannya, pengalihan bentuk-bentuk kepemilikan prakapitalis menjadi kepemilikan pribadi borjuis, penindasan terhadap peri- kehidupan komunal, komodifikasi tenaga kerja, penghancuran bentuk-bentuk produksi dan konsumsi non kapitalis, konolisasi aset-aset, monetasi pertukaran dan perpajakan: politik suap, sistem kredit, utang nasional, dan lainnya ke dalam jaringan sirkulasi kapital2 . 2. Teori Resistensi Menurut Scott, tujuan resistensi dimaksudkan untuk memperkecil atau menolak sama sekali klaim-klaim yang diajukan kelas-kelas dominan atau mengajukan klaim-klaim mereka sendiri dalam menghadapi kelas dominan. Dalam hal ini, kesadaran kolektif yang dimiliki masyarakat yang terancam/telah kehilangan tanah berupaya membentuk suatu gerakan perlawanan yang memunculkan suatu tuntutan-tuntutan untuk mempertahankan atau mengembalikan tanah mereka yang telah dirampas oleh kelompok dominan, baik oleh negara maupun oleh korporasi. Di dalam bukunya Weapons of the Wealc, James C. Scott menguraikan betapa akibat meluasnya peranan negara dalam proses transformasi pedesaan melalui Revolusi Hijau, telah mengubah hubungan antara petani kaya dengan petani miskin, di mana yang kaya menjadi semakin kaya sedangkan yang miskin tetap tinggal miskin, bahkan menjadi lebih miskin. Perubahan ini melahirkan berbagai bentuk perlawanan kaum lemah dalam menghadapi hegemoni kaum kaya maupun neganra. Scott menunjukkan betapa petani miskin mampu membangun perlawanan terhadap hegemoni negara lewat penetrasi negara di dalam proses transformasi hubungan-hubungan produksi dengan mekanisasi dan modernisasi pertanian, 2 Mulyanto,Dede, Kapitalisme Perspektif Sosio-Historis, Bandung : Penerbit Ultimus. Hlm 90
  • 6. 6 | P a g e dengan menyebutkan realitas itu sebagai everyday forms of repression yang dihadapi dengan everyday forms of resistance (James C. Scott: 1985, 241). Adapun upaya untuk menjelaskan timbulnya protes petani dapat dilihat dalam tiga faktor : Pertama, akibat meluasnya komersialisasi pertanian yang mengakibatkan merosotnya keamanan ekonomi petani, terbongkarnya hubungan-hubungan sosial pedesaan, dan melemahnya nilai-nilai tradisional. Kedua, faktor pembentukan organisasi politik yang berasal dari luar masyarakat petani yang mengembangkan tuntutan bantuan sumber daya ekonomi, perlindungan, keahlian organisasi, dan sistem nilai baru. Ketiga, respon negara, khususnya perpaduan dari pilihan antara reformasi dan penindasan yang menimbulkan dampak penting pada lingkup dan intensitas mobilisasi gerakan petani. C. Fakta Empiris 1. Lonjakan Konflik Agraria Dalam kurun waktu 2017, KPA mencatat sedikitnya telah terjadi 659 kejadian konflik agraria di berbagai wilayah dan provinsi di tanah air dengan luasan 520.491,87 hektar. Konflik-konflik tersebut melibatkan sedikitnya 652.738 Kepala Keluarga (KK). Dari semua sektor yang dimonitor, perkebunan masih menempati posisi pertama. Sebanyak 208 konflik agraria telah terjadi di sektor ini sepanjang tahun 2017, atau 32 persen dari seluruh jumlah kejadian konflik. Sektor properti menempati posisi kedua dengan 199 (30%) jumlah kejadian konflik. Posisi ketiga ditempati sektor infrastruktur dengan 94 konflik (14%), disusul sektor pertanian dengan 78 (12%) kejadian konflik. Seterusnya sektor kehutanan dengan jumlah 30 (5%) konflik, sektor pesisir dan kelautan sebanyak 28 (4%) konflik, dan terakhir sektor pertambangan dengan jumlah 22 (3%) kejadian konflik yang terjadi sepanjang tahun 2017. Dengan begitu, selama tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK (2015-2017), telah terjadi sebanyak 1.361 letusan konflik agraria.
  • 7. 7 | P a g e Tabel.1 Konflik Agraria Persektor Sumber : Konsorsium Pembaharuan Agraria Tahun 2016 Persoalan pelik lain dari masalah perkebunan juga lagi-lagi dengan ketimpangan kepemilikan lahan. Dari total lahan perkebunan sawit yang ada di Indonesia, seluas 31 persen dari luas area yang ditanami sawit dimiliki oleh hanya beberapa group perusahaan besar seperti Sinar Mas Group, Salim Group, Jardine Matheson Group, Wilmar Group dan Surya Dumai Group3 . 2. Persebaran Konflik Agraria Menurut laporan KPA (2016), berdasarkan persebarannya konflik agraria tersebar di 34 Provinsi, dengan enam besar provinsi sebagai penyumbang konflik tertinggi, antara lain: 1) Riau dengan 44 konflik (9,78 %), 2) Jawa Timur dengan 43 konflik (9.56 %), 3) Jawa Barat sebanyak 38 konflik (8,44 %), 4) Sumatra Utara 36 konflik (8,00 %), 5) Aceh 24 konflik (5,33 %), dan Sumatra Selatan 22 konflik (4,89 %). Seperti di tahun sebelumnya, Provinsi Riau kembali menjadi penyumbang konflik agraria tertinggi. Ekspansi perusahaan perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri (HTI) menjadi penyebab utama konflik agraria di provinsi ini, sebagai akibat dari putusan pejabat publik yang memberikan ijin-ijin konsesi kepada perusahaan di atas tanah-tanah yang sesungguhnnya telah dikuasai dan digarap warga setempat. Tercatat, Riau merupakan provinsi dengan perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia, mencapai 2,4 juta hektar 3 http://www.mongabay.co.id/2016/04/18/industri-kelapa-sawit-dan-perjalanan-politik-komoditas-ini-di- indonesia/
  • 8. 8 | P a g e dengan produksi mencapai 7,4 juta ton di tahun 2015 berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian RI. Oleh sebab itu, kini di Riau terjadi krisis lingkungan yang sungguh luar biasa, yaitu kejadian pembakaran hutan setiap tahun, bahkan akhir-akhir ini lebih dari sekali di tahun yang sama. Saat menghirup asap yang membahayakan jiwa dan generasi yang hilang dianggap biasa-biasa saja, saat itulah sesungguhnya krisis telah mencapai puncaknya. Dengan laju deforestasi 160 ribu hektare pertahunnya, hutan di Provinsi Riau saat ini hanya tersisa 20% saja dari seluruh luas daratan yang ada. Sebagian besar kehilangan hutan di Riau disebabkan oleh berbagai bentuk eksploitasi yang dilakukan perusahaan-perusahaan, yaitu untuk hutan tanaman maupun alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit4 . Sementara itu, Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat menempati posisi kedua dan ketiga. Pada umumnya konflik agraria yang terjadi di Jawa berkaitan dengan penguasaan tanah oleh PTPN, monopoli hutan Jawa oleh pihak Perhutani dan perluasan proyek-proyek pembangunan infrastruktur (jalan tol, bandara internasional, perumahan, waduk, dan lain- lain) yang tumpang-tindih dengan garapan dan pemukiman masyarakat. Kemudian, Sumatera Utara menempati urutan keempat yang didominasi oleh konfilk karena ekspansi perkebunan, terutama kelapa sawit. D. Kesimpulan Setelah melihat gambaran atas konflik agraria di beberapa tempat sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, maka berdaskan hal itu penulis menarik beberapa kesimpulan : Pertama, tidak ada satu pun faktor tunggal yang bisa menjelaskan konflik agraria yang kini tengah berlangsung, sebab di tempat berbeda masalahnya pun berneda. Namun dari berbagai kasus yang muncul kita dapat menarik benang merah bahwa sejatinya protes-protes agraria yang kian ramai dimotori oleh penduduk desa/komunitas lokal berhubungan erat dengan pembangunan yang telah dijalankan pemerintah serta ekspansi modal dalam berbagai bentuknya. Hal itu berarti, di satu sisi kita dapat mengatakan bahwa pembangunan dan ekspansi modal merupakan penyebab konflik, walaupun di sisi lain kita dapat menghubungkannya dengan berbagai persoalan dan faktor lainnya. 4 Uslaini,dkk. Robohjya Sumatera Kami ( Samdhana Institute : 2015 ) hlm. 91
  • 9. 9 | P a g e Kedua, dalam praktiknya, konflik agraria, secara langsung disebabkan oleh dan terjadi ketika pemberian izin/hak oleh pengurus publik (menteri kehutanan, menteri ESDM, kepala BPN, Gubernur, Bupati) tanah/wilayah kelola/SDA kepunyaan masyarakat adat/lokal ke dalam ijin/hak/lisensi badan-badan usaha raksasa. Pengadaan tanah skala besar untuk kepentingan proyek-proyek pembangunan tersebut seringkali menggunakan kekerasan (baik itu menggunakan tangan preman maupun aparat kepolisian), manipulasi, dan penipuan. Ketiga, konflik agraria yang meletus di sana-sini di seluruh Indonesia perlu dipahami penanganan yang serius melalui sebuah kajian yang konpherensif, dan tidak cukup dengan menggunakan pendekatan hukum. Sebab aksi protes oleh petani atau petani bersama organisasi-organisasi masyarakat sipil tidak bisa dipisahkan dan dilokalisir sedemikian rupa sebagai masalah perbuatan hukum yang terpisah dari masalah konflik agraria. Sesungguhnya, tindakan kriminalisasi terhadap para pelaku protes adalah bagian dari hal-hal yang melestarikan konflik itu sendiri. Keempat, bahwa negara dalam hal ini pada dasarnya merupakan menjadi salah satu penyebab timbulnya konflik. Dikatakan demikian, karena negara baik secara langsung maupun tak langsung sejatinya telah melegitimasi berbagai kebijakan investasi tanah melalui kerjasamanya dengan swasta, dan dalam perjalanannya justru mengabaikan hak-hak masyarakat sipil atas penguasaan tanah. Hal ini akhirnya melahirkan perlawanan langsung dari rakyat. Disinilah konflik itu terjadi, yaitu pertentangan klaim yang berkepanjangan antara suatu kelompok rakyat pedesaan dengan negara (pemerintah) atau investor yang bergerak dalam bidang produksi, ekstraksi, konservasi, dan lainnya. Lewat tulisan ini semoga dapat menjadi pelajaran bagi kita untuk memahami keikutsertaan negara dan korporasi dalam masalah-masalah agraria di Indonesia. Ini sekaligus merupakan salah satu bukti, betapa sulitnya untuk mendorong negara dalam melakukan penanganan serius atas masalah agraria juga menghentikan pengerusakan hutan.
  • 10. 10 | P a g e Daftar Pustaka Afrizal.2006, Sosiologi Konflik Agraria: Protes-protes Agraria Dalam Masyarakat Indonesia Kontemporer, Andalas University Press Catatan Akhir Tahun Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), 2016. Liberalisasi Agraria Diperhebat, Reforma Agraria Dibelokkan Hotman,M. 1999, Anarki Sebagai Upaya Mempertahankan Subsistensi Di Pedesaan, Jurnal JSP Volume 2 Nomor 3 Tahun 1999. Fauzi,Noer. 2015, Panggilan Tanah Air, Yogyakarta : Insist Press Marx,Karl. 2004, Kapital Jilid 1 : Sebuah Kritik Ekonomi Politik, Jakarta : Hasta Mitra Ritzer,Goerge.2012, Teori Sosiologi : Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern, Yogyakarta : Pustaka Pelajar Wiradi, Gunawan. 2009, Seluk Beluk Masalah Agraria : Reforma Agraria dan Penelitian Agraria, Yogyakarta : STPN Press Media Online : https://tirto.id/musim-konflik-agraria-yang-tak-pernah-berakhir-cc6J https://indoprogress.com/2016/09/akumulasi-primitif-dan-masalah-agraria-di-pesisir-sumenep/