Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!jong arsitek
pentingnya upaya pelestarian fungsi: PROSES alami rth DAN rtb dalam penerapan rtrw 2010-2030 DI dki jakarta
Bahan diskusi dari KOWAR2030, oleh Ning Purnomohadi.
Rabu, Tgl 10 Feb.2010 di Galeri Salihara Psr Minggu, Jakarta Selatan
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!jong arsitek
pentingnya upaya pelestarian fungsi: PROSES alami rth DAN rtb dalam penerapan rtrw 2010-2030 DI dki jakarta
Bahan diskusi dari KOWAR2030, oleh Ning Purnomohadi.
Rabu, Tgl 10 Feb.2010 di Galeri Salihara Psr Minggu, Jakarta Selatan
Penulisan skripsi ini berjudul “PEMANFAATAN TANAH KAS DESA UNTUK RELOKASI KORBAN ERUPSI MERAPI DI DESA KEPUHARJO, KECAMATAN CANGKRINGAN”. Dalam penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tanah kas desa dalam pelaksanaan relokasi warga korban erupsi Merapi, status rumah dan tanah milik warga yang terkena Erupsi Merapi, serta status kepemilikan rumah dan tanah yang ditempati warga di relokasi.
Penelitian ini dispesifikan sebagai penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, yaitu penelitian kepustakaan merupakan penelitian yang mempelajari literatur-literatur, jurnal-jurnal hukum, peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penelitian ini dan melakukan wawancara dengan Dwi Handaka Purnama, selaku Kepala Seksi Survei, Pengukuran Dan Pemetaan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman, Heru Saptono, selaku Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD, dan Tulus Budiwiratno, selaku Sekertaris Desa Kepuharjo.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan suatu gejala dengan gejalah lain dalam masyarakat.
Desa Kepuharjo merupakan salah satu desa di Kecamatan Cangkringan, yang mengalami kerusakan terbanyak serta digolongkan sebagai daerah yang tidak boleh ditempati. Untuk menjamin terselenggaranya relokasi bagi warga korban erupsi merapi, diperlukan tanah untuk lokasi baru pada zona aman bencana erupsi. Pengadaan tanah untuk pelaksanaan relokasi di Desa Kepuharjo, menggunakan tanah kas desa (TKD), berdasarkan Izin Pelepasan Tanah Kas Desa Kepuharjo Nomor 31/IZ/2012 tanggal 11 April 2012. Status tanah warga yang terkena erupsi merapi, tetap menjadi milik warga dengan syarat dari pemerintah daerah bahwa tanah tersebut hanya diperuntukan untuk pertanian dan tidak diperbolehkan untuk mendirikan bangunan di atasnya. Status kepemilikan rumah dan tanah bagi warga di tempat relokasi, adalah milik warga yang menempati. Pemerintah memberikan sertifikat sebagai tanda bukti kepemilikannya.
Kata Kunci : Pemanfaatan Tanah, Tanah Kas Desa, Erupsi Merapi
Penertiban tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah terlantarCV Maju Bersama Bangsa
Salah satu program reforma agraria adalah distribusi ulang tanah-tanah yang sudah dikuasai. Tanah-tanah yang dikusai tersebut di antaranya adalah tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah terlantar
Penulisan skripsi ini berjudul “PEMANFAATAN TANAH KAS DESA UNTUK RELOKASI KORBAN ERUPSI MERAPI DI DESA KEPUHARJO, KECAMATAN CANGKRINGAN”. Dalam penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tanah kas desa dalam pelaksanaan relokasi warga korban erupsi Merapi, status rumah dan tanah milik warga yang terkena Erupsi Merapi, serta status kepemilikan rumah dan tanah yang ditempati warga di relokasi.
Penelitian ini dispesifikan sebagai penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, yaitu penelitian kepustakaan merupakan penelitian yang mempelajari literatur-literatur, jurnal-jurnal hukum, peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penelitian ini dan melakukan wawancara dengan Dwi Handaka Purnama, selaku Kepala Seksi Survei, Pengukuran Dan Pemetaan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman, Heru Saptono, selaku Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD, dan Tulus Budiwiratno, selaku Sekertaris Desa Kepuharjo.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan suatu gejala dengan gejalah lain dalam masyarakat.
Desa Kepuharjo merupakan salah satu desa di Kecamatan Cangkringan, yang mengalami kerusakan terbanyak serta digolongkan sebagai daerah yang tidak boleh ditempati. Untuk menjamin terselenggaranya relokasi bagi warga korban erupsi merapi, diperlukan tanah untuk lokasi baru pada zona aman bencana erupsi. Pengadaan tanah untuk pelaksanaan relokasi di Desa Kepuharjo, menggunakan tanah kas desa (TKD), berdasarkan Izin Pelepasan Tanah Kas Desa Kepuharjo Nomor 31/IZ/2012 tanggal 11 April 2012. Status tanah warga yang terkena erupsi merapi, tetap menjadi milik warga dengan syarat dari pemerintah daerah bahwa tanah tersebut hanya diperuntukan untuk pertanian dan tidak diperbolehkan untuk mendirikan bangunan di atasnya. Status kepemilikan rumah dan tanah bagi warga di tempat relokasi, adalah milik warga yang menempati. Pemerintah memberikan sertifikat sebagai tanda bukti kepemilikannya.
Kata Kunci : Pemanfaatan Tanah, Tanah Kas Desa, Erupsi Merapi
Penertiban tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah terlantarCV Maju Bersama Bangsa
Salah satu program reforma agraria adalah distribusi ulang tanah-tanah yang sudah dikuasai. Tanah-tanah yang dikusai tersebut di antaranya adalah tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah terlantar
Biotani Bahari Indonesia turut menandatangani petisi ini, dan hadir sejenak dalam diskusi Pakar dengan tema Membangun Indonesia dengan Keadilan Agraria di Hotel Bidakara pada Kamis, 7 Februari 2013
Keadilan Agraria, Forum
Keterangan Pihak Terkait Dalam Perkara Nomor 10/PUU-XII/2014 Perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Advokat dan Pembela Hak-hak Konstitusional yang tergabung dalam TIM ADVOKASI RAKYAT UNTUK KEDAULATAN TAMBANG beritndak untuk dan atas nama :
Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS); Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA); Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M); Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA); Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
Similar to Saragih 2011 (cap buruk perkebunan sawit berawal dan berakhir di penataan ruang) (20)
Studi Kasus : Oksidasi Pirit dan Pengaruhnya Terhadap Ekosistemd1051231041
Pirit merupakan zat di dalam tanah yang terbawa karena adanya arus pasang surut. Zat ini dapat membahayakan ekosistem sekitar apabila mengalami reaksi oksidasi dan penyebab utama mengapa tanah menjadi masam, karena mengandung senyawa besi dan belerang. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis pembentukan, dampak, peran, pengaruh, hingga upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah ekosistem yang terjadi.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
Analisis Konten Pendekatan Fear Appeal dalam Kampanye #TogetherPossible WWF.pdfBrigittaBelva
Berada dalam kerangka Mata Kuliah Riset Periklanan, tim peneliti menganalisis penggunaan pendekatan "fear appeal" atau memicu rasa takut dalam kampanye #TogetherPossible yang dilakukan oleh World Wide Fund (WWF) untuk mengedukasi masyarakat tentang isu lingkungan.
Analisis dilakukan dengan metode kualitatif, meliputi analisis konten media sosial WWF, observasi, dan analisis naratif. Tidak hanya itu, penelitian ini juga memberikan strategi nyata untuk meningkatkan keterlibatan dan dampak kampanye serupa di masa depan.
Hasil dari #INC4 #TraktatPlastik, #plastictreaty masih saja banyak reaksi ketidak puasan, tetapi seluruh negara anggota PBB bertekad melanjutkan putaran negosiasi
berikutnya: #INC5 di bulan November 2024 di Busan Korea Selatan
Cerita sukses desa-desa di Pasuruan kelola sampah dan hasilkan PAD ratusan juta adalah info inspiratif bagi khalayak yang berdiam di perdesaan
.
#PartisipasiASN dalam #bebersihsampah nyata biarpun tidak banyak informasinya
PAPER KIMIA LINGKUNGAN MENINGKATNYA GAS RUMAH KACA IMPLIKASI DAN SOLUSI BAGI ...muhammadnoorhasby04
Gas rumah kaca memainkan peran penting dalam mempengaruhi iklim Bumi melalui mekanisme efek rumah kaca. Fenomena ini alami dan esensial untuk menjaga suhu Bumi tetap hangat dan layak huni. Namun, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik pertanian intensif, telah memperkuat efek ini, menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim yang signifikan.Pemanasan global membawa dampak luas pada berbagai aspek lingkungan, termasuk suhu rata-rata global, pola cuaca, kenaikan permukaan laut, serta frekuensi dan intensitas fenomena cuaca ekstrem seperti badai dan kekeringan. Dampak ini juga meluas ke ekosistem alami, menyebabkan gangguan pada habitat, distribusi spesies, dan interaksi ekologi, yang berdampak pada keanekaragaman hayati.
Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh peningkatan gas rumah kaca dan perubahan iklim, upaya mitigasi dan adaptasi menjadi sangat penting. Langkah-langkah mitigasi meliputi transisi ke sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Di sisi lain, langkah-langkah adaptasi mencakup pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap cuaca ekstrem, pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, dan perlindungan terhadap wilayah pesisir.Selain itu, mengurangi konsumsi daging, memanfaatkan metode kompos, dan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim adalah beberapa tindakan konkret yang dapat diambil untuk mengurangi dampak gas rumah kaca.Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme dan dampak dari efek rumah kaca, serta melalui kolaborasi global yang kuat dan langkah-langkah konkret yang efektif, kita dapat melindungi planet kita dan memastikan kesejahteraan bagi generasi mendatang.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...d1051231039
Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang unik dan penting secara global. Terbentuk dari endapan bahan organik yang terdekomposisi selama ribuan tahun, lahan gambut memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga keanekaragaman hayati, menyimpan karbon, serta mengatur siklus air. Kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya habitat, degradasi lingkungan, dan penurunan kesuburan tanah. Kerusakan lahan gambut di Indonesia telah meningkat seiring waktu, dengan laju deforestasi dan degradasi lahan gambut yang signifikan. Menurut data, sekitar 70% dari lahan gambut di Indonesia telah rusak, dan angka tersebut terus meningkat. Kerusakan lahan gambut memiliki dampak yang luas dan serius, tidak hanya secara lokal tetapi juga global. Selain menyebabkan hilangnya habitat bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang khas bagi ekosistem gambut, kerusakan lahan gambut juga melepaskan jumlah karbon yang signifikan ke atmosfer, berkontribusi pada perubahan iklim global.Kerusakan lahan gambut memiliki dampak negatif yang luas pada masyarakat, lingkungan, dan ekonomi. Dalam jangka panjang, kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya sumber daya alam, penurunan kesuburan tanah, dan peningkatan risiko bencana alam.
Saragih 2011 (cap buruk perkebunan sawit berawal dan berakhir di penataan ruang)
1. Daftar Isi
Pengantar
Penataan Ruang dan
Pengelolaan Sumberdaya
Rivani Noor & Lubabun Ni’am
2 .
Kajian
Politik Ruang dan
Penguasaan Tanah untuk Pangan
Laksmi Adriani Savitri
7 .
Melawan Sang Panglima:
Salah Urus Sektor Tambang dan
Respons Warga di Indonesia
Siti Maimunah
27 .
Cap Buruk Perkebunan Sawit:
Berawal dan Berakhir
di Penataan Ruang
Jefri Gideon Saragih
49 .
Mengakui Kedaulatan Masyarakat
Adat atas Hak Hidup melalui Pemetaan
Partisipatif
Kasmita Widodo
73 .
Kasus
Penataan Ruang, Pembentukan Subjek,
dan Penerapan Kekuasaan di Pulau
Siberut 1969–1998
Darmanto
89 .
Menyerahkan Hutan
ke Pangkuan Modal:
Studi Kasus Provinsi Riau
Raflis
125 .
Dewan Redaksi
Roem Topatimasang
Saleh Abdullah
Bonar Saragih
Wahyu W. Basjir
Hira Jhamtani
Puthut EA
Redaktur Tamu
Rivani Noor
Redaktur Pelaksana
Lubabun Ni’am
Pemimpin Perusahaan
Mohammad Anwar
Penata Letak
Kirana Yunita
Ilustrator
Ismail
Perancang Sampul
Eddy Susanto
Jl. Gandok Tambakan 85 RT04 RW20
Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta
Tel./Faks.: 0274-883452
www.insist.or.id
WACANA mengundang Anda menuliskan
gagasan-gagasan kritis dan alternatif
yang berorientasi pada penguatan peran
masyarakat. Tulisan Anda diharapkan
minimal 10 halaman kuarto, dilengkapi
dengan pustaka acuan dalam bentuk
catatan kaki dan daftar bacaan. Redaksi
dapat memperbaiki tulisan tanpa
mengubah maksud dan isinya. Untuk
tulisan yang dimuat akan disediakan
honorarium yang pantas.
Foto Sampul:
Aktivitas penambangan batubara di Kalimantan Timur.
Sampai Maret 2011, sebagaimana dirilis kompas.com
(“Demo Tolak Tambang Batu Bara di Kaltim”, 2 Maret
2011), tercatat 1.271 izin pertambangan skala kuasa
pertambangan (KP) dan 33 izin perjanjian karya peng
usaha pertambangan batubara (PKP2B) di Kalimantan
Timur. Total luasnya mencapai 4,4 juta hektar.
2. Pengantar
Penataan Ruang dan
Pengelolaan Sumberdaya
SEORANG mahasiswa pertambangan dari institut teknologi terbaik di
Indonesia pernah mengaku kepada karibnya. Bumi ini, menurutnya, dapat
diumpakan sebagai seekor kambing gemuk. Seekor kambing gemuk, kalau
dibiarkan, pasti akan mati. Bumi, dengan kandungan yang melimpah
di dalamnya, kalau dibiarkan juga akan hancur. Oleh karena itu, dia
menandaskan, betapa sia-sia umat manusia kalau saja bumi dibiarkan untuk
tidak dieksploitasi sehabis-habisnya, serupa manusia menyembelih kambing
pada perayaan kurban. Sepotong pandangan ini tentu saja merupakan
cermin mengenai penataan ruang dan pengelolaan sumberdaya (resource) di
Indonesia, jauh semenjak didatangi kapal-kapal misonaris rempah.
Jack Turner dalam Spice: The History of A Temptation (2005) menarasikan
dengan bagus mengenai pembelahan bumi menjadi dua bagian, seenteng
membelah apel, pada masa perburuan rempah. Persaingan antara Spanyol
dan Portugis pada Zaman Penjelajahan itu tidak hanya meninggalkan catatan
sejarah yang Eropasentris sehingga seolah-olah dunia yang galibnya purba
ini baru dimulai sejak misi-misi pelayaran mereka. Lebih dari itu, Perjanjian
Tordesillas yang diteken kedua pihak pada 7 Juni 1494 di Kota Tordesillas,
Spanyol, mungkin merupakan aturan tertulis pertama dalam skala global
mengenai konsep penataan ruang. Perjanjian yang membagi wilayah pelayaran
dari titik paling barat benua Afrika, yakni Kepulauan Tanjung Verde (kini
Senegal), itu merupakan dentum peringatan bahwa perebutan sumberdaya
selalu berujung pada kepentingan ekonomi kapitalistik global.
Selain itu, kalau sepakat berangkat dari titik yang sudah berselisih enam
abad dari sekarang itu, ternyata melahirkan sederet implikasi serius dari
proses teritorialisasi ruang. Pertama, kesemrawutan batas-batas geografis
karena belum berkembangnya ilmu bumi kala itu sehingga para pelayar pun
3. wacana JURNAL ILMU SOSIAL TRANSFORMATIF 26/XIII/2011 3
hanya kira-kira saja menerka domain kekuasaan masing-masing. Kedua,
perompakan dan pertumpahan darah sudah pasti, dan itu hanya satu persoalan
yang jelas merupakan bumerang. Persoalan yang ketiga, yang tentu saja
menyangkut penduduk asli yang dikolonisasi, terbentang mulai dari proses
penciptaan subjek yang marginal hingga proses “pengkaplingan” tanah dan
kawasan. Penciptaan subjek tidak hanya dilakukan dengan jalan menguras
dan menguasai sumberdaya kawasan pada awalnya, tetapi pada akhirnya
juga dengan menyingkirkan penduduk asli yang sudah berabad-abad tinggal
dengan cara hidup dan kearifan mereka. Kecenderungan ini tidak hanya
terjadi pada masa silam, tetapi juga pada hari ini.
Yang paling hangat adalah program akuisisi tanah skala luas (large
scale land acquisition) dari World Bank. Program akuisisi ini melesat bagai
tembakan bola api meriam dari dek kapal masa lalu. Program ini tidak
hanya menyebut bahwa sebagian besar tanah di negara-negara yang kaya
sumberdaya itu “menganggur”, tetapi juga mengembalikan akumulasi tanah
masa imperialisme sebagai seolah-olah benar-benar baru terjadi pada hari
ini. Dengan mengatakan “menganggur”, sama artinya dengan meniadakan
penduduk asli dan mengklaim secara membabibuta saja bahwa negara-
negara yang kaya sumberdaya itu tidak becus mengurus energi dan pangan.
Di Indonesia, ironisnya, turunan dari program tersebut, yakni megaproyek
Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE), justru mencengkeram
di satu daratan pulau besar (Papua) yang bukan hanya sudah dikuras habis
oleh perusahaan pertambangan multinasional, melainkan juga penuh konflik
dengan penduduk yang tercerabut dari akar kebudayaan dan identitasnya.
MIFEE, program pengembangan pertanian pangan dan bahan bakar
hayati berskala luas, ini telah membuka 1,6 juta hektar lahan (hampir dua
4. wacana JURNAL ILMU SOSIAL TRANSFORMATIF 26/XIII/20114
setengah kali luas Jakarta) dan melibatkan 32 investor swasta. Para investor
telah mendapatkan izin bergerak pada beberapa sektor. Mulai dari perkebunan
kelapa sawit (316.347 hektar), tebu (156.812 hektar), jagung (97.000 hektar),
areal Hutan Tanaman Industri (973.057,56 hektar), tanaman pangan (69.000
hektar), pengolahan kayu serpih (2.818 hektar), termasuk untuk membangun
dermaga (1.200 hektar) (Kasmita Widodo, dalam jurnal ini). Seiring dengan
arus penolakan penduduk terhadap megaproyek MIFEE, tentu saja MIFEE
sudah menunggu untuk didaftarkan sebagai penyempurna persoalan
eksploitasi sumberdaya dan karut marut pemekaran wilayah di Tanah Papua.
Empat tahun lalu, sebenarnya Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang sudah disahkan. Keluarnya undang-undang ini
sempat mengundang harapan bagi sebagian kalangan untuk kembali menata
ulang ruang dan pengelolaan sumberdaya di Indonesia. Tetapi, tidak sedikit
yang memandang bahwa undang-undang tersebut sejauh ini hanya sanggup
memberi napas pada “ruang sebagai kambing gemuk”. Menurut undang-
undang tersebut, proses penyusunan atau revisi tata ruang seharusnya sudah
selesai pada 26 April 2010 untuk tingkat provinsi dan 26 April 2011 untuk
tingkat kabupaten. Namun, sampai sekarang hampir sebagian besar kabupaten
belum menyelesaikan penyusunan atau revisi tata ruangnya. Sementara itu,
5. wacana JURNAL ILMU SOSIAL TRANSFORMATIF 26/XIII/2011 5
tren yang bermunculan selama ini adalah pemutihan pelanggaran dengan
menerbitkan aturan baru, baik melalui peraturan pemerintah maupun
peraturan Menteri Kehutanan.
Berita terakhir pada 16 September 2011 (kompas.com, “Sebagian Besar
Daerah Belum Punya RTRW”), dari 491 kabupaten/kota di Indonesia, 445
di antaranya belum memiliki peraturan daerah (perda) Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW). Padahal, batas akhir penyelesaikan RTRW kabupaten/
kota berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007 adalah 26 April 2011 atau tiga
tahun sejak undang-undang tersebut disahkan. Sementara itu, untuk RTRW
provinsi, masih tersisa tiga provinsi yang belum memiliki RTRW, yakni Aceh,
Jambi, dan Riau. Berdasarkan Pasal 78 UU Nomor 26 Tahun 2007, RTRW
provinsi harus sudah disusun atau disesuaikan paling lambat dua tahun sejak
undang-undang tersebut disahkan, yakni pada 26 April 2010. Jadi, selain laju
percepatan di level daerah yang lambat, perumusan kebijakan tata ruang ini
masih memendam persoalan kompleks karena korporasi berkejaran untuk
mendapatkan konsesi tanpa memedulikan undang-undang dan perda terkait
di atasnya yang sudah diundangkan.
Kompleksitas penyusunan atau revisi tata ruang terutama terjadi di
wilayah-wilayah yang kaya sumberdaya alam. Tarik-menarik kepentingan,
bahkan adu kekuatan antara korporasi dengan masyarakat adat dan lokal,
baik melalui ekspansi langsung maupun politik pemilihan kepala daerah,
terlihat nyata sekali. Karena itu, arena tata ruang telah bermetamorfosis
menjadi pertarungan ekonomi-politik pencarian rente dan unjuk kuasa
modal. Di banyak wilayah pun awam terjadi, ruang hidup warga semakin
sempit lantaran dijepit beragam konsesi korporasi pengeruk sumber kekayaan
alam. Tidak mengherankan apabila gerakan pemetaan partisipatif, salah
satunya, perlu didorong sebagai bagian penting dalam gerakan masyarakat
adat untuk mendapat pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat.
Peta partisipatif adalah peta yang diproduksi rakyat untuk melawan peta yang
diproduksinegaradankorporasidiberbagaisektor:kehutanan,pertambangan,
perkebunan, pertanian, perairan, dan konservasi.
Ya, ketidakadilan penguasaan dan akses terhadap ruang, pada saat yang
sama telah menimbun sederet panjang konflik sosial dan tenurial, memakan
korban terutama warga miskin, yang sekaligus kerapkali dituduh kriminal
(perambah hutan, pencuri brondong sawit atau kayu bakar). Warga pun
terasing dari kampung halaman sendiri, berhadapan dengan aparat dan alat-
6. wacana JURNAL ILMU SOSIAL TRANSFORMATIF 26/XIII/20116
alat kekerasan, serta diusir dari tanah sumber kehidupan. Enam artikel dari
enam penulis dalam Jurnal WACANA edisi ini merekam kenyataan tersebut,
menguraikan persis bagaimana politik tata ruang di Indonesia, bagaimana
praktik modal menguasai ruang, dan bagaimana ketidakadilan ruang telah
menjadi ancaman nyata bagi kelestarian alam sekaligus berkontribusi pada
pelenyapan identitas dan sumber kehidupan warga. [ ]
Rivani Noor & Lubabun Ni’am