Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik+Lingkungan, Aspek Ekonomi, Aspek Sosial dan Budaya. Berisi definisi aspek, meliputi apa saja, dan kebutuhan data yang akan dicari dalam rencana tata ruang.
Materi Produk Hukum Daerah ini merupakan bahan perkenalan untuk selayang pandang mengenai jenis dan prosedur pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah dipresentasikan dihadapan Mahasiswa STIA Al Gazali Barru pada Latihan Kepemimpinan Dasar 14 Agustus 2019
Menurut Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau biasa disebut Undang-Undang Pokok Agraria yang disingkat (UUPA) di atur tentang hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada warga negaranya.
Hak atas tanah akan berbeda dengan hak yang melekat pada tanah tersebut, dengan demikian ganti rugi yang diberikan atas tanah itu juga menentukan berapa besar yang harus diterima dengan adanya hak berbeda itu, namun demikian negara mempunyai wewenang untuk melaksanakan pembangunan sebagaimana di atur dalam peraturan perundang-undangan baik dengan pencabutan hak maupun dengan pembebasan tanah.
Kondisi tanah (terindikasi) terlantar di Indonesia saat ini cukup luas. Berdasarkan hasil identifikasi BPN pada tahun 2011, terdapat sekitar 7,3 juta hektar tanah yang terindikasi terlantar; sedangkan tanah yang sudah dinyatakan terlantar adalah 459 bidang, yang luasnya mencakup 4,8 juta hektar. Luas tanah terlantar ini bertambah, karena data pada tahun 2007 tanah terlantar seluas 7,1 juta hektar di luar kawasan hutan. Tanah terlantar seluas itu sama dengan 14 kali luas wilayah Singapura. Data terakhir (2014), potensi tanah (terindikasi) terlantar mencapai 7,5 juta ha.
Data-data tersebut menunjukkan tanah (terindikasi) terlantar perlu ditangani sesegera mungkin dan penanganannya bersifat multi sektor. Dalam arti harus melibatkan kontribusi berbagai sektor yang terkait dan partisipasi aktif masyarakat, baik pemilik hak atas tanah maupun masyarakat yang berkepentingan pada penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar. Berbagai peraturan perundang-undangan telah dibentuk, kebijakan telah diambil untuk menangani masalah tanah terlantar, namun hasilnya masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Di era Orde Baru, telah ada Instruksi Mendagri No. 2 tahun 1982 tentang Penertiban Tanah Terlantar di Daerah Perkotaan yang Dikuasai oleh Badan Hukum/Perorangan yang tidak Dimanfaatkan/ Diterlantarkan,. Setelah itu kemudian terbit Keputusan Mendagri No. 268 tahun 1982 tentang Pokok-pokok Kebijakan Penertiban/Pemanfaatan Tanah yang Dicadangkan bagi dan/atau Dikuasai oleh Perusahaan-Perusahaan.
Di era Reformasi, muncul PP No. 36 tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Keputusan Ka. BPN No. 24 tahun 2002 sebagai peraturan pelaksanaannya. Selanjutnya PP tersebut diganti oleh PP No. 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, dan ditindak lanjuti oleh Perkaban No. 4 tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar, dan Perkaban No. 5 tahun 2011 tentang Tata Cara Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar. Meskipun peraturan dan kebijakan telah dibentuk namun faktanya jumlah tanah (terindikasi) terlantar justru meningkat, sehingga upaya penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar semakin jauh dari tujuan awalnya, yaitu mewujudkan keadilan agraria. dalam kerangka reforma agraria.
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota - Batang Tubuh RDTR
Reforma Agraria adalah penataan kembali struktur
penguasaan, pemilikian, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui
Penataan Aset dan disertai dengan Penataan Akses
untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Review Perencanaan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Pada Zona Pemanfaatan ...bramantiyo marjuki
Review Proses Perencanaan Keruangan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Pada Zona Pemanfaatan di Bukit Tekenang, Taman Nasional Danau Sentarum, Kapuas Hulu Kalimantan Barat Indonesia.
KESERASIAN PENATAAN RUANG ANTAR WILAYAKESERASIAN WILAYAH DI KAWASAN JABODETAB...Fitri Indra Wardhono
HAL-HAL POKOK SUBSTANSI UU No.26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
PERPRES No. 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR
ARAHAN PENGEMBANGAN KOTA TANGERANG BERDASARKAN PERPRES No. 54 TAHUN 2008
Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik+Lingkungan, Aspek Ekonomi, Aspek Sosial dan Budaya. Berisi definisi aspek, meliputi apa saja, dan kebutuhan data yang akan dicari dalam rencana tata ruang.
Materi Produk Hukum Daerah ini merupakan bahan perkenalan untuk selayang pandang mengenai jenis dan prosedur pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah dipresentasikan dihadapan Mahasiswa STIA Al Gazali Barru pada Latihan Kepemimpinan Dasar 14 Agustus 2019
Menurut Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau biasa disebut Undang-Undang Pokok Agraria yang disingkat (UUPA) di atur tentang hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada warga negaranya.
Hak atas tanah akan berbeda dengan hak yang melekat pada tanah tersebut, dengan demikian ganti rugi yang diberikan atas tanah itu juga menentukan berapa besar yang harus diterima dengan adanya hak berbeda itu, namun demikian negara mempunyai wewenang untuk melaksanakan pembangunan sebagaimana di atur dalam peraturan perundang-undangan baik dengan pencabutan hak maupun dengan pembebasan tanah.
Kondisi tanah (terindikasi) terlantar di Indonesia saat ini cukup luas. Berdasarkan hasil identifikasi BPN pada tahun 2011, terdapat sekitar 7,3 juta hektar tanah yang terindikasi terlantar; sedangkan tanah yang sudah dinyatakan terlantar adalah 459 bidang, yang luasnya mencakup 4,8 juta hektar. Luas tanah terlantar ini bertambah, karena data pada tahun 2007 tanah terlantar seluas 7,1 juta hektar di luar kawasan hutan. Tanah terlantar seluas itu sama dengan 14 kali luas wilayah Singapura. Data terakhir (2014), potensi tanah (terindikasi) terlantar mencapai 7,5 juta ha.
Data-data tersebut menunjukkan tanah (terindikasi) terlantar perlu ditangani sesegera mungkin dan penanganannya bersifat multi sektor. Dalam arti harus melibatkan kontribusi berbagai sektor yang terkait dan partisipasi aktif masyarakat, baik pemilik hak atas tanah maupun masyarakat yang berkepentingan pada penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar. Berbagai peraturan perundang-undangan telah dibentuk, kebijakan telah diambil untuk menangani masalah tanah terlantar, namun hasilnya masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Di era Orde Baru, telah ada Instruksi Mendagri No. 2 tahun 1982 tentang Penertiban Tanah Terlantar di Daerah Perkotaan yang Dikuasai oleh Badan Hukum/Perorangan yang tidak Dimanfaatkan/ Diterlantarkan,. Setelah itu kemudian terbit Keputusan Mendagri No. 268 tahun 1982 tentang Pokok-pokok Kebijakan Penertiban/Pemanfaatan Tanah yang Dicadangkan bagi dan/atau Dikuasai oleh Perusahaan-Perusahaan.
Di era Reformasi, muncul PP No. 36 tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Keputusan Ka. BPN No. 24 tahun 2002 sebagai peraturan pelaksanaannya. Selanjutnya PP tersebut diganti oleh PP No. 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, dan ditindak lanjuti oleh Perkaban No. 4 tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar, dan Perkaban No. 5 tahun 2011 tentang Tata Cara Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar. Meskipun peraturan dan kebijakan telah dibentuk namun faktanya jumlah tanah (terindikasi) terlantar justru meningkat, sehingga upaya penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar semakin jauh dari tujuan awalnya, yaitu mewujudkan keadilan agraria. dalam kerangka reforma agraria.
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota - Batang Tubuh RDTR
Reforma Agraria adalah penataan kembali struktur
penguasaan, pemilikian, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui
Penataan Aset dan disertai dengan Penataan Akses
untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Review Perencanaan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Pada Zona Pemanfaatan ...bramantiyo marjuki
Review Proses Perencanaan Keruangan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Pada Zona Pemanfaatan di Bukit Tekenang, Taman Nasional Danau Sentarum, Kapuas Hulu Kalimantan Barat Indonesia.
KESERASIAN PENATAAN RUANG ANTAR WILAYAKESERASIAN WILAYAH DI KAWASAN JABODETAB...Fitri Indra Wardhono
HAL-HAL POKOK SUBSTANSI UU No.26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
PERPRES No. 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR
ARAHAN PENGEMBANGAN KOTA TANGERANG BERDASARKAN PERPRES No. 54 TAHUN 2008
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
2. Daya Dukung Lingkungan Hidup
Di dalam Ketentuan Umum UU RI no 23 tahun 1997 Pasal 1
Ayat 6 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, disebutkan
bahwa Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan
lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia
dan makhluk hidup lain.
3. Pelestarian Daya Dukung Lingkungan
Hidup
Pelestarian Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah
rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan
lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan/atau
dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan
agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia
dan makhluk hidup lain.
4. Daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua)
komponen yaitu:
A
• Kapasitas Penyediaan (Supportive capacity)
B
• Kapasitas Tampung Limbah (assimilative capacity)
Dalam pedoman ini, daya dukung lingkungan hidup terbatas pada
kapasitas penyediaan sumber daya alam, terutama berkaitan
dengan kemampuan lahan serta ketersediaan dan kebutuhan akan
lahan dan air dalam suatu ruang/wilayah. Oleh karena kapasitas
sumber daya alam tergantung pada kemampuan, ketersediaan, dan
kebutuhan akan lahan dan air.
5. a) Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang.
b) Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan.
c) Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air.
Agar pemanfaatan ruang di suatu wilayah sesuai dengan kapasitas lingkungan hidup
dan sumber daya, alokasi pemanfaatan ruang harus mengindahkan kemampuan
lahan. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dan air di
suatu wilayah menentukan keadaan surplus atau defisit dari lahan dan air untuk
mendukung kegiatan pemanfaatan ruang. Hasil penentuan daya dukung lingkungan
hidup dijadikan acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah. Mengingat
daya dukung lingkungan hidup tidak dapat dibatasi berdasarkan batas wilayah
administratif, penerapan rencana tata ruang harus memperhatikan aspek
keterkaitan ekologis, efektivitas dan efisiensi pemanfaatan ruang, serta dalam
pengelolaannya memperhatikan kerja sama antar daerah.
6. Keberadaan sumber daya alam di bumi tidak tersebar merata sehingga daya
dukung lingkungan pada setiap daerah akan berbeda-beda. Oleh karena itu,
pemanfaatannya harus dijaga agar terus berkesinambungan dan tindakan
eksploitasi harus dihindari.
Pemeliharaan dan pengembangan lingkungan hidup harus dilakukan dengan
cara yang rasional antara lain sebagai berikut:
• Memanfaatkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan hati-
hati dan efisien, misalnya: air, tanah dan udara.
• Menggunakan bahan pengganti, misalnya hasil metalurgi (campuran).
• Mengembangkan metode penambangan dan pemrosesan yang lebih
efisien serta dapat didaur ulang.
• Melaksanakan etika lingkungan dengan menjaga kelestarian alam.