SlideShare a Scribd company logo
1 of 27
PENDAHULUAN<br />Latar Belakang<br />Sebenarnya sudah banyak produk perencanaan yang disusun, bahkan hampir semua Pemerintah Kota, Kabupaten dan Propinsi, juga Pemerintah Pusat, sudah menyusun produk perencanaan untuk kepentingan pengarahan pembangunan kota, wilayah atau kawasan, namun dalam kenyataan masih sering kita dengar, orang berpendapat bahwa perencanaannya yang salah atau tidak sesuai dengan keinginan semua pihak, dan masih banyak pendapat yang lain, masalah ketidak beresan produk perencanaan yang sudah disusun (Ragil Haryanto).<br />Perencanaan pembangunan regional yang selama beberapa dekade ini dirumuskan belum efektif dalam mengarahkan kegiatan pembangunan. Dokumen perencanaan yang tebal atau sering dikatakan “berbobot dalam jumlah kertas” masih belum dimanfaatkan secara optimal. Banyak buku rencana yang disimpan saja di lemari arsip dan jarang dibuka sejak disahkan legislatif (Djunaedi, 1995).<br />Bila selama ini realitas pembangunan regional di Indonesia masih jauh dari harapan yang ditunjukkan dengan kesenjangan antar daerah dan kemiskinan warganya, tentu ada yang salah: apakah pada tingkat praktis, metodologis, maupun paradigmatis. Menyadari kegagalan dan mengupayakan perbaikan lebih baik daripada membiarkan diri dalam situasi sesat pikir dan menikmati atas kesesatan itu. Tema “Sesat Pikir” merebak sebagai kajian kritis dari kelompok intelektual organik dan aktivis  Ornop dalam mencermati berbagai isu pembangunan; antara lain, buku Ruwiyati (2000) Sesat Pikir Politik Hukum Agraria dan buku Mansour Fakih (2001) berjudul Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi (M.Baiquni, Forum Perencanaan Pembangunan - Edisi Khusus, Januari 2005)<br />Isu Strategis Penataan Ruang di Indonesia.<br />Presiden Republik Indonesia dalam sambutannya pada saat Rapat Kerja Nasional Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional pada tahun 2003 di Surabaya menegaskan beberapa isu strategis dalam penyelenggaraan penataan ruang nasional, yakni :<br />,[object Object]
belum berfungsinya secara optimal penataan ruang dalam rangka menyelaraskan, mensinkronkan, dan memadukan berbagai rencana dan program sektor tadi,
terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari ketentuan dan norma yang seharusnya ditegakkan. Penyebabnya adalah inkonsistensi kebijakan terhadap rencana tata ruang serta kelemahan dalam pengendalian pembangunan,
belum tersedianya alokasi fungsi-fungsi yang tegas dalam RTRWN,
belum adanya keterbukaan dan keikhlasan dalam menempatkan kepentingan sektor dan wilayah dalam kerangka penataan ruang, serta
kurangnya kemampuan menahan diri dari keinginan membela kepentingan masingmasing secara berlebihan.Senada dengan isu yang dikemukakan Presiden RI, Menko Perekonomian pada forum yang sama menyebutkan adanya 3 (tiga) isu utama dalam penyelenggaraan penataan ruang nasional, yang meliputi : (a) konflik antar-sektor dan antar-wilayah, (b) degradasi lingkungan akibat penyimpangan tata ruang, baik di darat, laut dan udara, serta (c) dukungan terhadap pengembangan wilayah belum optimal, seperti diindikasikan dari minimnya dukungan kebijakan sektor terhadap pengembangan kawasan-kawasan strategis nasional dalam RTRWN seperti kawasan perbatasan negara, kawasan andalan, dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)<br />Pada era otonomi daerah, inisiatif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat cenderung diselenggarakan untuk memenuhi tujuan jangka pendek, tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan jangka panjang. Konversi lahan dari kawasan lindung menjadi kawasan budidaya guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah praktek pembangunan yang kerap terjadi. Di Pulau Jawa misalnya, hutan lindungnya telah terkonversi dengan laju sebesar 19.000 ha/tahun (BPS,2001).<br />Bahkan Badan Planologi Kehutanan menyebutkan bahwa hingga 2001 penjarahan hutan di Jawa telah mencapai 350.000 ha sehingga luas hutan tersisa 23% saja dari luas daratan Pulau Jawa. Selain itu, terjadi konversi lahan pertanian untuk penggunaan non-pertanian seperti untuk industri, permukiman dan jasa di Pulau Jawa yang mencapai 1.002.005 ha atau 50.100 ha/tahun antara 1979 – 1999 (Deptan, 2001).<br />Contoh lainnya adalah penurunan luas kawasan resapan air pada pulau-pulau besar yang signifikan. Hutan tropis, misalnya, sebagai kawasan resapan air telah berkurang luasannya baik akibat kebakaran dan penjarahan/ penggundulan. Data yang dihimpun dari The Georgetown – International Environmental Law Review (1999) menunjukkan bahwa antara tahun 1997 – 1998 saja tidak kurang dari 1,7 juta hektar hutan terbakar di Sumatra dan Kalimantan. Bahkan WWF (2000) menyebutkan angka yang lebih besar, yakni antara 2 hingga 3,5 juta hektar pada periode yang sama. Dengan kerusakan hutan yang berfungsi lindung tersebut maka akan menimbulkan run-off yang besar, mengganggu siklus hidrologis, memperluas kelangkaan air bersih pada jangka panjang, serta meningkatkan resiko pendangkalan dan banjir pada kawasan pesisir.<br />Selain itu kondisi satuan-satuan wilayah sungai (SWS) di Indonesia telah berada pada kondisi yang mengkhawatirkan. Dari keseluruhan 89 SWS yang ada di Indonesia, hingga tahun 1984 saja telah terdapat 22 SWS berada dalam kondisi kritis. Pada tahun 1992, kondisi ini semakin meluas hingga menjadi 39 SWS. Perkembangan yang buruk terus meluas hingga tahun 1998, dimana 59 SWS di Indonesia telah berada dalam kondisi kritis, termasuk hampir seluruh SWS di Pulau Jawa. (Siswono, 2001)<br />Seluruh SWS kritis tersebut selain mendatangkan bencana banjir pada musim hujan, sebaliknya juga menyebabkan kekeringan yang parah pada musim kemarau. Dari sisi ketahanan pangan, bilamana kecenderungan negatif dalam pengelolaan SWS tersebut terus berlanjut, maka produktivitas sentra-sentra pangan yang terletak di SWS-SWS potensial (seperti Citarum, Saddang, Brantas, dsb) akan terancam pula.<br />Berbagai fenomena bencana (water-related disaster) seperti banjir, longsor dan kekeringan yang terjadi secara merata di berbagai wilayah di Indonesia pada awal tahun 2002 dan 2003 ini, pada dasarnya, merupakan indikasi yang kuat terjadinya ketidakselarasan dalam pemanfaatan ruang, antara manusia dengan alam maupun antara kepentingan ekonomi dengan pelestarian lingkungan. Penyebab terjadinya bencana sendiri dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) hal, yakni : (1) kondisi alam yang bersifat statis, seperti kondisi geografi, topografi, dan karakteristik sungai, (2) peristiwa alam yang bersifat dinamis, seperti : perubahan iklim (pemanasan) global, land subsidence, sedimentasi, dan sebagainya, serta (3) aktivitas sosial-ekonomi manusia yang dinamis, seperti penggundulan hutan, konversi lahan pada kawasan lindung, pemanfaatan sempadan sungai untuk permukiman, pemanfaatan wilayah retensi banjir, perilaku masyarakat, dan sebagainya.<br />Pada kawasan pesisir pun, telah terjadi degradasi kualitas lingkungan yang serius. Pertama adalah penurunan luas mangrove di Indonesia dari 5.209.543 ha (1982) menjadi 3.235.700 ha (1987) hingga 2.496.185 ha (1993). Dalam 10 tahun (1982-1993), terjadi penurunan mangrove 50% dari total luasan semula. Apabila mangrove tidak dapat dipertahankan maka : abrasi pantai, pencemaran dari sungai ke laut, dan zona aquaculture pun akan terancam. Kedua adalah intrusi air laut yang diakibatkan oleh kenaikan muka air laut serta land subsidence akibat penghisapan air tanah secara berlebihan. Contoh, antara 2050 hingga 2070, intrusi air laut akan mencakup 50% dari luas wilayah Jakarta Utara. Ketiga adalah hilangnya ekosistem terumbu karang yang merupakan tempat pemijahan (breeding and nursery ground) bagi perkembangbiakan ikan-ikan. Keempat adalah ancaman dampak global warming berupa gangguan terhadap kondisi sosial-ekonomi kawasan, diantaranya adalah : (a) jalan lintas dan KA di Pantura Jawa dan Timur-Selatan Sumatera ; (b) permukiman penduduk pada wilayah Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan, Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa spot pesisir di Papua ; (c) hilangnya sawah, payau, kolam ikan, dan mangrove seluas 3,4 juta ha; sentra produksi pangan (4 %) terancam alih fungsi lahan,5 dan (d) penurunan produktivitas sentra-sentra pangan, seperti di DAS Citarum, Brantas, dan Saddang (Siswono, 2001).<br />Walaupun telah diatur melalui PP No.69/1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tatacara Peran Serta Masyarakat yang merupakan derivasi dari UU No.24/1992 dan karenanya telah menjadi common interests, proses pelibatan masyarakat sebagai subyek utama dalam penataan ruang wilayah masih belum menemukan bentuk terbaiknya. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa penyaluran hak-hak masyarakat dalam penataan ruang saja belum terjamin sepenuhnya, terlebih pelaksanaan kewajibannya masih jauh dari yang diharapkan. Persepsi yang berbeda mengenai hak dan kewajiban dari masyarakat seringkali juga menghadirkan konflik pemanfaatan ruang yang sulit dicarikan solusinya, tingginya transaction cost, dan cenderung merugikan kepentingan publik. Hal lainnya adalah menyangkut tatacara penyampaian aspirasi agar berbagai kepentingan seluruh stakeholders dapat terakomodasi secara adil, efektif, dan seimbang. Pelibatan masyarakat perlu dikembangkan berdasarkan konsensus yang disepakati bersama serta dengan memperhatikan karakteristik sosial-budaya setempat (local unique).<br />Dukungan teknologi informasi dalam proses pengambilan keputusan atau intervensi kebijakan penataan ruang belum dioptimalkan pemanfaatannya, walaupun kompleksitas permasalahan pengembangan wilayah yang dihadapi telah nyata. Era otonomi daerah akan menempatkan masing-masing wilayah otonom dalam iklim kompetisi yang ketat. Eksistensi suatu wilayah dalam hal ini sangat ditentukan oleh kemampuan para pengambil keputusan dalam mengatasi kekurangan dan memanfaatkan kelebihan yang dimilikinya dengan optimal. Untuk itu, salah satu kunci sukses terletak pada kecepatan mengakses informasi, melakukan analisis dan penyesuaian kebijakan pembangunan wilayahnya.<br />Kompatibilitas dan kesesuaian standar peta yang digunakan dalam perencanaan tata ruang wilayah di masing-masing wilayah otonom merupakan salah satu prasyarat terwujudnya keterpaduan dalam pengelolaan sumber daya. Untuk itu, PP No. 10 tahun 2000 tentang Ketelitian Peta diharapkan dapat mensinergikan peta-peta yang digunakan untuk penataan ruang wilayah sehingga ke depan dapat menjadi sistem informasi yang handal untuk penataan ruang wilayah tersebut. Selanjutnya, PP No. 10 tahun 2000 ini masih perlu disosialisasikan agar jelas manfaatnya dengan mendorong BAKOSURTANAL dan instansi terkait dengan penataan ruang untuk siap melayani kebutuhan akan pengadaan peta dasar wilayah, peta tematik dan informasi digital lainnya.<br />Isu Strategis Penataan Ruang di Solok<br />DPRD Desak Pamkab Solok Susun RTRW<br />Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD) Kabupaten Solok mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Solok untuk segera menyusun Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Solok. Sebab tanpa adanya RTRW yang disusun Pemkab Solok, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat selalu berpatokan kepada RTRW provinsi. Padahal dalam RTRW provinsi ini terdapat perbedaan mencolok antara batas suatu lahan dengan lahan lainnya, terutama berkaitan dengan batasan kawasan hutan lindung.<br />Dendi, S.Ag, MA, salah seorang anggota DPRD Kabupaten Solok kepada antara-sumbar.com di Arosuka, Senin (18/10/2010) mengatakan dirinya seringkali mendapat protes dari masyarakat akibat seringnya masyarakat tersebut batal menerima bantuan bibit dari pemerintah. Pembatalan bantuan bibit dilakukan pemerintah dengan alasan lahan yang akan dijadikan untuk menanam bibit tersebut berada di kawasan hutan lindung.<br />Dijelaskan Dendi baru-baru ini masyarakat Nagari Gantung Ciri dan Nagari Koto Hilalang urung memperoleh bantuan bibit seluas lima Ha, akibat pemberi bantuan beralasan lahan penanaman bibit berada di kawasan hutan lindung, sesuai RTRW provinsi. <br />“Padahal dari pantauan kita lahan tersebut telah menjadi ulayat kaum dan tidak berada di kawasan hutan lindung. Makanya kita mendesak Pemkab Solok segera menyusun RTRW Kabupaten Solok agar batasan hutan lindung dan tanah ulayat menjadi jelas,” tegasnya.<br />Azwirman, anggota DPRD Kabupaten Solok lainnya juga mengatakan hal serupa. Masyarakat nagarinya di Nagari Surian juga telah seringkali gagal menerima bantuan bibit dari pemerintah dengan alasan lahan tersebut termasuk kawasan hutan lindung. (adrianto<br />ANTARA) (http://www.sumbarprov.go.id/detail_news.php?id=2030)<br />Tujuan Penulisan<br />Perencanaan pembangunan regional di masa transisi dan di era otonomi menunjukkan berbagai perubahan dan ketidakpastian. Perubahan di masa transisi ini secara terus menerus terjadi, dan dengan dilakukannya perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi dapat menciptakan harapan dan sekaligus kekhawatiran. Oleh karena itu perlu dilihat kembali dan dicermati fenomena dan dinamika pembangunan regional, melalui upaya refleksi kritis terhadap perkembangan dan kecenderungan yang terjadi.<br />Tujuan penulisan sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional ini adalah untuk:<br />,[object Object]
Membangun kebijakan dalam rangka merumuskan perencanaan tata ruang dan wilayah Kabupaten Solok.STUDI LITERATUR<br />Defenisi Ruang, Tata Ruang, Wilayah dan Kawasan<br />Ruang dan tata ruang sebagai istilah hukum tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Pasal-pasal terpenting berkenaan dengan kebijakan lingkungan hidup ialah pasal 1 tentang batasan pengertian, pasal 2 dan 3 tentang asas dan tujuan, pasal 7, 11, 14 dan 16 tentang perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian, dan pasal 20 tentang rencana tata ruang. Pasal-pasal itu dapat diintisarikan sebagai berikut.<br />Ruang dan wadah, satu kesatuan wilayah, dan tempat manusia dan mahkluk hidup lainnya hidup, melakukan kegiatan hidup, dan memelihara kelangsungan hidupnya (pasal 1 butir 1). Dalam penjelasannya istilah ruang berkonotasi politik, tempat negara Republik Indonesia memegang hak jurisdiksi, dan sekaligus berkonotasi habitat.<br />Wilayah adalah ruang, kesatuan geografis beserta segenap unsurnya, dan batas serta sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional (pasal 1 butir 5). Dalam penjelasannya wilayah beraspek administratif disebut wilayah pemerintahan, sedang yang beraspek fungsional disebut kawasan. Penjelasan ini menyiratkan berlakunya kriterium ruang rangkap, yaitu politik (pemerintahan) dan fungsi (kawasan). Rupa-rupanya wilayah adalah jabaran mikro ruang, dengan menggunakan takrif (definition) leksikal melingkar (hal yang dijelaskan terdapat dalam hal yang menjelaskan). Tidak ada penjelasan tentang makna geografis dan unsur-unsurnya.<br />Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya (pasal 1 butir 6).<br />Tata ruang adalah wujud struktural pemanfaatan ruang dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak (pasal 1 butir 2). Dalam penjelasannya tata ruang memberikan dua gambaran sekaligus, yaitu tampakan bentang lahan (landscape festures; wujud struktural pemanfaatan ruang) dan alokasi kegiatan pemanfaatan ruang (pola pemanfaatan ruang). Tata ruang yang direncanakan ialah tata ruang buatan, sedang yang tidak direncanakan ialah terbentuk secara alamiah dengan unsur-unsur alam.<br />Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (pasal 1 butir 3). Hasil perencanaan tata ruang adalah rencana tata ruang (pasal 1 butir 4).<br />Asas penataan ruang ialah pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan (pasal 2 butir a), dan keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum (pasal 2 butir b).<br />Dalam penjelasannya semua kepentingan ialah kepentingan pemerintah dan masarakat secara adil dengan memperhatikan golongan masarakat lemah; terpadu ialah dirumuskan menjadi satu kesatuan mencakup aspek waktu, modal, optimisasi, daya dukung lingkungan, daya tampung lingkungan dan geopolitik; berdaya guna dan berhasil guna ialah terwujudnya kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan fungsi ruang; serasi, selaras dan seimbang ialah berkenaan dengan struktur dan pola pemanfaatan ruang bagi persebaran penduduk dalam satu kesatuan wawasan nusantara; berkelanjutan ialah menjamin kelestarian kemampuan daya dukung sumberdaya alam dengan memperhatikan kepentingan lahir dan batin antar generasi. <br />Tujuan pemetaan ruang ialah pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional (pasal 3 butir a), pengaturan pemanfatan kawasan lindung dan budidaya (pasal 3 butir b), mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia (pasal 3 butir c2), dan mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan (pasal 3 butir c4). Dalam penjelasannya pengaturan konservasi dan produksi terpisah dalam arti kata konservasi adalah tujuan khusus kawasan lindung dan produksi adalah tujuan khusus kawasan budidaya. Keterpaduan bermakna mencegah pembenturan kepentingan.<br />Penataan ruang terpisah menjadi tiga, yaitu yang berdasarkan fungsi lindung dan budidaya, serta yang berdasarkan aspek administratif di wilayah-wilayah pemerintahan (pasal 7 butir 1 dan 2). Dalam penjelasannya kawasan lindung ialah semua kawasan yang perlu dilindungi, seperti hutan lindung, kawasan resapan air, kawasan cagar budaya, dsb., bukan kawasan berfungsi lindung.<br />Penataan ruang beraspek lingkungan (alam, buatan, sosial dan interaksi antar lingkungan) dan beraspek organisasi, kelembagaan, pengelolaan dan pembiayaan (pasal 11 butir a dan b). Dalam penjelasannya dikatakan bahwa dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut pemanfaatan ruang dapat dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna serta dapat memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup.<br />Perencanaan tata ruang mencakup perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang, meliputi tata guna tanah, air, udara dan sumberdaya alam lainnya (pasal 14 butir 2). Dalam penjelasannya dikatakan bahwa tata guna tanah, air, udara dan sumberdaya alam lainnya merupakan bagian tidak terpisahkan dari perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang agar peningkatan kualitas tata ruang dapat terus berlangsung.<br />Dalam pemanfaatan ruang dikembangkan pola pengelolaan tataguna tanah, air, udara dan sumberdaya alam lainnya sesuai dengan asas penataan ruang dan perangkat insentif dan disintensif dengan menghormati hak penduduk sebagai warganegara (pasal 16 butir a dan b). penjelasannya mengatakan bahwa “pola pengelolaan tata guna” sama dengan “penatagunaan” dengan maksud antara lain penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan, berwujud konsolidasi pemanfaatan melalui pengaturan kelembagaan sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. Perangkat insentif memberikan rangsangan terhadap kegiatan yang seiring dengan tujuan rencana tata ruang. Perangkat disintensif membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.<br />Rencana tata ruang wilayah nasional merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara (pasal 20 butir 1), berisi norma, kriteria dan pedoman pengendalian pemanfaatan ruang (pasal 20 butir 2b dan 2c), dan menjadi pedoman perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah nasional (pasal 20 butir 3a).<br />Konsep Pengembangan Wilayah<br />Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses iteratif yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis. Dengan kata lain, konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori dan model yang senantiasa berkembang yang telah diujiterapkan dan kemudian dirumuskan kembali menjadi suatu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia. <br />Dalam sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia, terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya. Pertama adalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya. Kedua adalah Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori polarization effect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development). Ketiga adalah Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash and spread effect. Keempat adalah Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa – kota (rural – urban linkages) dalam pengembangan wilayah.<br />Keberadaan landasan teori dan konsep pengembangan wilayah diatas kemudian diperkaya dengan gagasan-gagasan yang lahir dari pemikiran cemerlang putra-putra bangsa. Diantaranya adalah Sutami (era 1970-an) dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi sumberdaya alam akan mampu mempercepat pengembangan wilayah. Poernomosidhi (era transisi) memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-kota dan hirarki prasarana jalan melalui Orde Kota.<br />Selanjutnya adalah Ruslan Diwiryo (era 1980-an) yang memperkenalkan konsep Pola dan Struktur ruang yang bahkan menjadi inspirasi utama bagi lahirnya UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang. Pada periode 1980-an ini pula, lahir Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan (SNPP) sebagai upaya untuk mewujudkan sitem kota-kota nasional yang efisien dalam konteks pengembangan wilayah nasional. Dalam perjalanannya SNPP ini pula menjadi cikal-bakal lahirnya konsep Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT) sebagai upaya sistematis dan menyeluruh untuk mewujudkan fungsi dan peran kota yang diarahkan dalam SNPP. <br />Pada era 90-an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi kesenjangan wilayah, misal antara KTI dan KBI, antar kawasan dalam wilayah pulau, maupun antara kawasan perkotaan dan perdesaan. Perkembangan terakhir pada awal abad millennium, bahkan, mengarahkan konsep pengembangan wilayah sebagai alat untuk mewujudkan integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.<br />Berdasarkan pemahaman teoritis dan pengalaman empiris diatas, maka secara konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan dalam wadah NKRI..<br />Berpijak pada pengertian diatas maka pembangunan seyogyanya tidak hanya diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat parsial, namun lebih dari itu, pembangunan diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan pengembangan wilayah yang bersifat komprehensif dan holistik dengan mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumber daya sebagai unsur utama pembentuk ruang (sumberdaya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas), yang didukung oleh sistem hukum dan sistem kelembagaan yang melingkupinya.<br />Konsep Penataan Ruang di Indonesia.<br />Dalam rangka mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang didalamnya memuat tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia, maka ditempuh melalui upaya penataan ruang yang terdiri dari 3 (tiga) proses utama, yakni : <br />,[object Object]
proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri,
proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya. Dengan demikian, selain merupakan proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan, penataan ruang sekaligus juga merupakan produk yang memiliki landasan hukum (legal instrument) untuk mewujudkan tujuan pengembangan wilayah.Di Indonesia, penataan ruang telah ditetapkan melalui UU No.24/1992 yang kemudian diikuti dengan penetapan berbagai Peraturan Pemerintah (PP) untuk operasionalisasinya. Berdasarkan UU No.24/1992, khususnya pasal 3, termuat tujuan penataan ruang, yakni terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan budidaya. Sedangkan sasaran penataan ruang adalah : <br />,[object Object]
mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia,
mewujudkan keseimbangan kepentingan antara kesejahteraan dan keamanan,
meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdayaguna, berhasil guna dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta
mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan.Sesuai dengan UU 24/1992 tentang penataan ruang, sistem perencanaan tata ruang wilayah diselenggarakan secara berhirarkis menurut kewenangan administratif, yakni dalam bentuk RTRW Nasional, RTRW Propinsi dan RTRW Kabupaten/Kota serta rencana-rencana yang sifatnya lebih rinci. RTRWN disusun dengan memperhatikan wilayah Nasional sebagai satu kesatuan wilayah yang lebih lanjut dijabarkan kedalam strategi serta struktur dan pola pemanfaatan ruang pada wilayah propinsi (RTRWP), termasuk di dalamnya penetapan sejumlah kawasan tertentu dan kawasan andalan yang diprioritaskan penanganannya<br />Aspek teknis perencanaan tata ruang wilayah dibedakan berdasarkan hirarki rencana. RTRWN merupakan perencanaan makro strategis jangka panjang dengan horizon waktu hingga 25 - 50 tahun ke depan dengan menggunakan skala ketelitian 1 : 1,000,000. RTRW Propinsi merupakan perencanaan makro strategis jangka menengah dengan horizon waktu 15 tahun pada skala ketelitian 1 : 250,000. Sementara, RTRW Kabupaten dan Kota merupakan perencanaan mikro operasional jangka menengah (5-10 tahun) dengan skala ketelitian 1 : 20,000 hingga 100,000, yang kemudian diikuti dengan rencana-rencana rinci yang bersifat mikro-operasional jangka pendek dengan skala ketelitian dibawah 1 : 5,000<br />Selain penyiapan rencana untuk wilayah administratif, maka disusun pula rencana pengembangan (spatial development plan) untuk kawasan-kawasan fungsional yang memiliki nilai strategis. Misalnya, untuk kawasan dengan nilai strategis ekonomi, maka disusun rencana pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) dan kawasan andalan. Sementara itu untuk kawasan dengan nilai strategis pertahanankeamanan (security), disusun rencana pengembangan kawasan perbatasan negara, baik di darat maupun di laut. Selain itu juga disusun rencana pengembangan kawasan agropolitan (sentra-sentra produksi pertanian), dan sebagainya.<br />Dalam kaitannya dengan pengembangan sistem permukiman, maka didalam RTRWN sendiri telah ditetapkan fungsi kota-kota secara nasional berdasarkan kriteria tertentu (administratif, ekonomi, dukungan prasarana, maupun kriteria strategis lainnya) yakni sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Untuk mewujudkan fungsi-fungsi kota sebagaimana ditetapkan dalam RTRWN secara bertahap dan sistematis, maka pada saat ini tengah disusun review Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan (SNPP). Dengan kata lain, SNPP dewasa ini merupakan bentuk penjabaran dari RTRWN.<br />PEMBAHASAN<br />Penataan Ruang dalam Era Otonomi Daerah<br />Dengan memperhatikan keseluruhan uraian diatas, untuk mengatasi berbagai permasalahan aktual dalam pembangunan, maka prinsip-prinsip penataan ruang tidak dapat diabaikan lagi. Dalam konteks ini upaya pengendalian pembangunan dan berbagai dampaknya perlu diselenggarakan secara terpadu lintas sektor dan lintas wilayah melalui instrumen penataan ruang. Melalui instrumen ini pula, maka daya dukung lingkungan dari suatu wilayah menjadi pertimbangan yang sangat penting.<br />Dengan diberlakukannya UU Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal pada tahun 2001, dimulailah era baru dalam sistem pembangunan di daerah. Pada hakekatnya otonomi daerah mengandung makna yaitu diberikannya kewenangan (authority) kepada pemerintah daerah menurut kerangka perundang-undangan yang berlaku untuk mengatur kepentingan (interest) daerah masing-masing. Melalui kebijakan otonomi daerah ini, pemerintah telah mendesentralisasikan sebagian besar kewenangannya kepada pemerintah daerah.<br />Secara konseptual, desentralisasi dapat dibedakan atas 4 (empat) bentuk dengan turunan yang berbeda : (1) devolusi, yang merupakan penyerahan urusan fungsi-fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat atau pemerintah yang lebih atasnya kepada pemerintah di bawahnya sehingga menjadi urusan rumah tangga daerah; (2) dekonsentrasi, yang merupakan pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat atau pemerintah atasannya kepada para pejabat mereka di daerah; (3) delegasi, yang merupakan penunjukkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah atasannya kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dengan pertanggungjawaban tugas kepada atasannya; (4) privatisasi, yang merupakan pengalihan kewenangan dari pemerintah kepada organisasi non-pemerintah baik yang berorientasi profit maupun non-profit. Lazimnya prinsip devolusi mengacu kepada desentralisasi politik, dekonsentrasi pada pengertian desentralisasi administrasi, dan delegasi maupun privatisasi sebagai tugas subcontracting.<br />Berlakunya kebijaksanaan otonomi daerah melalui UU No. 22/1999 berimplikasi pada biasnya hirarki dalam sistem perencanaan tata ruang wilayah. Dengan tidak adanya hirarki antara pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota, RTRW Nasional dan RTRW Propinsi yang sebelumnya menjadi pedoman bagi daerah tingkat bawahannya (ps.20 (3c) dan ps 21 (3d) UU 24/1992 dapat menjadi tidak efektif karena daerah mempunyai kewenangan penuh dalam penataan ruang daerahnya. Dalam PP No 25/1999 bahkan disebutkan bahwa penyusunan RTRWN berdasarkan tata ruang kabupaten/kota dan propinsi (ps.2 (3) butir 13.c. Sementara penyusunan RTRWP harus berdasarkan kesepakatan antara propinsi dan Kabupaten/Kota (ps.3 (5) butir 12.a). Meskipun pada satu sisi penataan ruang yang paling fundamental merupakan kewenangan daerah, namun pada sisi lain RTRW Propinsi bukanlah mosaik dari Kabupaten/Kota.<br />Dalam konteks ini, concern Pemerintah Pusat dalam bidang penataan ruang adalah untuk menjamin:<br />,[object Object]
Tercapainya pemulihan daya dukung lingkungan untuk mencegah terjadinya bencana yang lebih besar dan menjamin keberlanjutan pembangunan
Terwujudnya keterpaduan dan kerjasama pembangunan lintas propinsi dan lintas sektor untuk optimasi dan sinergi struktur pemanfaatan ruang
Terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat (basic needs) akan pelayanan public yang memadaiDi sisi lain, menurut PP 25 tahun 2000, kewenangan pusat dalam bidang tata ruang meliputi:<br />,[object Object]
Fasilitasi kerjasama atau penyelesaian masalah antar propinsi/daerah, misal melalui penyusunan RTRW Pulau atau RTRW Kawasan Jabodetabek.
Pengaturan tata ruang perairan di luar 12 mil dan kriteria penataan perwilayah ekosistem daerah tangkapan air
Penyiapan standar, kriteria dan fasilitasi kerjasama penataan ruangBerkenaan dengan hal tersebut, instrumen pengikat yang dapat digunakan sebagai acuan sekaligus alat keterpaduan dan kerjasama pembangunan antar-daerah adalah melalui:<br />,[object Object]
Kebijakan-kebijakan yang jelas dan responsif sesuai dengan kebutuhan daerah
Bantuan dan kompensasi dalam bentuk fiskal
Penyediaan langsung prasarana berfungsi lintas wilayah dan ”backbone” pengembangan wilayah
Mendorong kemitraan secara vertikal dan horisontal yang bersifat kerjasama pengelolaan (co-management) dan kerjasama produksi (co-production)Geografis Kabupaten Solok<br />Secara geografis Kabupatan Solok berada pada posisi 01o20’27” sampai 01o21’39”LS dan 100o25’00” sampai 100o33’43” BT dengan batas-batas:<br />Sebelah Selatan dengan Kabupaten Solok Selatan<br />Sebelah Utara dengan Kabupaten Tanah Datar <br />Sebelah Barat dengan Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan<br />Sebelah Timur dengan Kota Sawah Lunto dan Kabupaten Sawahlunto Sijunjung.<br />Kabupaten Solok memiliki luas ±373.800 ha atau 3.738,00 km2 yang terbagi ke dalam 14 Kecamatan dan 74 Nagari. 38,88 % dari luas wilayah tersebut merupakan hutan negara dan 15,81 % hutan rakyat. Lahan yang telah diolah oleh masyarakat sebagai lahan perkebunan  atau perladangan ± 9,86 %, sawah 6,70 %, dan dikelola oleh perusahaan perkebunan 2,24 %.<br />Secara sosial ekonomi Kabupaten Solok berada pada posisi strategis, dilalui oleh jalur Lintas Sumatera dan berbatasan langsung dengan Kota Padang, Ibu Kota Propinsi Sumatera Barat. Kondisi alamnya yang sejuk dan indah berpotensi menjadi kawasan wisata, perdagangan dan jasa. Iklimnya tropis dengan temperatur bervariasi antara 180C sampai 300C. Kelembaban udara mencapai 80 % dan rata-rata curah hujan 2.167 mm/thn. Topografis daerahnya tidak rata, berbukit dan memiliki perbedaan yang cukup tajam antara satu kawasan dengan kawasan lain karena terletak pada ketinggian 329 sampai 1.458 M di atas permukaan air laut. <br />Perbedaan ini menjadikan setiap wilayah Kabupaten Solok memiliki karakteristik yang berbeda dan berpengaruh pula terhadap sumber daya alam serta kehidupan dan kesejahteraan masyarakatnya. Wilayah bagian utara rata-rata lebih rendah, tanahnya tidak terlalu subur, berbatuan dan banyak memiliki lahan tandus. Kondisi alam yang demikian mendorong masyarakatnya untuk mencari sumber kehidupan di daerah lain atau pergi merantau. Di bagian tengah arah ke selatan berada pada dataran tinggi, berhawa sejuk dan dingin, bercurah hujan tinggi, tanahnya lebih subur dan terkenal sebagai penghasil sayur mayur serta komoditas pertanian lainnya seperti; markisa, alpukat, dll. Sedangkan bagian selatan berada pada dataran sedang dan rendah, lebih dari separoh wilayahnya merupakan kawasan hutan. <br />Di samping memiliki banyak sungai, Kabupaten Solok juga memiliki empat danau yang cukup terkenal; Danau Singkarak, Danau Diateh,  Danau Dibawah dan Danau Talang serta satu gunung api yang masih aktif, Gunung Talang. Oleh karena itu, Kabupaten Solok termasuk daerah rawan bencana, seperti; tanah longsor, gempa bumi, letusan gunung api bahkan banjir bandang (galodo).<br />Ditinjau dari komposisi pemanfaatan lahan, pada tahun 2007 sebagian besar (38.88%) wilayah Kabupaten Solok masih berstatus hutan negara dan 16.02% berstatus hutan rakyat. Sedangkan yang diolah rakyat untuk ladang/kebun 10.35% dan dikelola perusahaan perkebunan 2.09%. Pemanfaatan lahan untuk sawah lebih kurang 6.28% dan merupakan areal sawah terbesar di Sumatera Barat.<br />Sebagai sentra produksi padi di Sumatera Barat, pada tahun 2007 areal sawah terluas di Kabupaten Solok sebetulnya berada di Kecamatan Gunung Talang, kemudian diikuti oleh Kecamatan Kubung, dan Bukit Sundi. Kecamatan-kecamatan lain luas areal sawahnya masih di bawah angka 3000 Ha<br />Kondisi Fisik Dan Tata Ruang <br />Berdasarkan kesesuaian lahan untuk pembangunan Kabupaten Solok secara umum terbagi dalam 3 (tiga) bagian yaitu :<br />1.     Kawasan Lindung/non budidaya merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi konservasi dan preservasi alam<br />2.    Kawasan penyangga merupakan kawasan yang berfungsi untuk mengamankan kawasan lindung mutlak dan kawasan lindung terbatas dari tambahan perkembangan atau pengaruh dari kawasan permukiman yang ada disekitarnya.<br />3.    Kawasan budidaya yaitu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan manusia dalam rangka melanjutkan kehidupan dan penghidupannya.<br />Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Solok akan terdiri dari beberapa bagian yang merupakan strategi pengembangan ruang kabupaten berdasarkan berbagai kondisi, potensi dan permasalahan pembangunan dalam kaitannya dengan pencapaian berbagai tujuan dan sasaran pembangunan di sampai akhir tahun perencanaan.<br />Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah<br />Seiring dengan perkembangan peraturan perundangan yaitu dengan diundangkannya Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dimana di dalam Pasal 78 ayat 4 disebutkan bahwa semua peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota disusun atau disesuaikan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak UUPR No. 26 tahun 2007 diundangkan, maka perlu dilakukan kegiatan Revisi RTRW Kabupaten Solok untuk disesuaikan dengan UUPR No. 26 tahun 2007.<br />Dengan dilakukannya revisi terhadap RTRW Kabupaten Solok ini diharapkan RTRW Kabupaten Solok yang baru mampu mengakomodasi berbagai permasalahan sehingga nantinya mampu mengakomodasi semua kepentingan (sektoral, swasta dan masyarakat) serta mampu menjaga keseimbangan lingkungan. <br />Arah Pengembangan Pola Ruang Kabupaten Solok<br />Rencana pemanfaatan alokasi penggunaan ruang mempunyai fungsi untuk memberikan arahan lokasi. Arahan lokasi penggunaan ruang untuk kawasan lindung dan kawasan budidaya di Kabupaten Solok adalah sebagai berikut: <br />Kawasan Lindung ( 264.90 Ha).<br />Kawasan penyangga seluas ( 36.96 Ha).<br />Kawasan Pertambangan seluas (1.5 Ha)  <br />Kawasan Budidaya ( 63.48 Ha)<br />Pengembangan kawasan budidaya akan terbagi menjadi dua bagian besar yaitu kawasan budidaya pertanian yang diturunkan kembali berdasarkan tipe sub-pertaniannnya dan pengembangan kawasan perkotaan. Kawasan pertanian ini tidak dipandang hanya sebagai tempat usaha budidaya pertanian saja tetapi juga termasuk pada pengembangan pusat-pusat permukiman perdesaan secara keseluruhan. <br />Kawasan Pertanian <br />Kawasan pertanian merupakan kawasan yang dominan penggunaan lahannya di Kabupaten Solok.  <br />Kawasan Tanaman Pangan Lahan Basah<br />Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering <br />Kawasan Peternakan<br />Kawasan Perikanan<br />Kawasan Perkotaan permukiman, perdagangan, industri RT dan jasa) berada di  kawasan Koto Baru - Selayo. <br />Kawasan Pariwisata berdasarkan rencana kebijaksanaan pembangunan daerah Kabupaten Solok dialokasikan di Kawasan Danau Singkarak dan Danau Kembar. <br />Arahan Pemanfaatan Lahan<br />Rencana perwilayahan pembangunan di Kabupaten Solok didasarkan pada satu keterkaitan dan kesatuan wilayah pengembangan pembangunan. Hal yang menentukan dari keterkaitan dan kesatuan pengembangan ini adalah tingkat interaksi yang tinggi sebagai hasil dari kinerja sistem tranportasi serta kesamaan berbagai karakteristik dasar yang menjadi dasar pengembangannya. Berdasarkan hal tersebut, perwilayahan pembangunan (WP – Wilayah Pembangunan) di Kabupaten Solok terbagi menjadi tiga bagian yaitu WP A, WP B, dan WP C.<br />Rencana Wilayah Pembangunan Kabupaten Solok Tahun 2014<br />NoWPKecamatanLuas (ha)Pusat WPPotensi Pengembangan1WP AJunjung SirihX Koto Diatas Sumani/SingkarakPusat Pemasaran hasil-hasil pertanian antar wilayah.Pawisata D. SingkarakFungsi permukiman dan kegiatan Industri kecil dan kerajinan.   35.840  2WP BTalangSungaui Lasi Kubang Nan DuoMuara PanasBukit Sileh Koto Baru - SelayoKegiatan perkotaan (perdagangan dan jasa)     3WP CSp. Tj. Nan IVTalang BabungoBt. Bajanjang, danSurian Alahan Panjang -          Agribisnis-          Agropolitan-          Sentra dan Distribusi  hasil-hasil pertanian  Total Kabupaten133.600  <br />Sumber: RTRW <br /> Jenjang hirarki kota-kota di Kabupaten Solok  terdiri dari 3 (Tiga) tingkatan mulai dari Hirarki I yang melayani seluruh kabupaten sampai DPP (Desa Pusat Pertumbuhan) yang merupakan pusat pelayanan bagian kecamatan. Akan tetapi berdasarkan aspek strategis dalam pengembangan pembangunan kabupaten maka susunan hirarki kota sebagai pusat pelayanan dan pengembangan pembangunan wilayah akan terdiri dari 3 tingkatan yaitu :<br />Kota Hirarki I; merupakan kota dengan tingkat jangkauan pelayanan dan pengembangan tertinggi yaitu ditujukan bagi seluruh kabupaten. Berdasarkan jangkauan tingkat pelayanannya maka Koto Baru Selayo yang merupakan Eks. Pusat Pemerintahan Kabupaten Solok.<br />Kota Hirarki II; merupakan kota-kota dengan jangkuan bagian wilayah kabupaten atau sebagai pusat WP. Kota atau pusat pelayanan seperti yang telah tergambar pada pusat perwilayahan. <br />Kota Hirarki III; yaitu ibukota kecamatan yang mempunyai jangkauan pelayanan dan pengembangan desa-desa merupakan kewenangan dari masing-masing kecamatan.<br />Jenjang Hierarki Kota di Kabupaten Solok<br />NoNama PusatHirarkiFungsi dan Peranan1.Koto Baru Selayo dan Talanga. Kota Hirarki Ib. Sebagian fungsi dari      Kota Tani Utama-   Pst. pelayanan ekonomi perkotaan bagi seluruh kabupaten dengan adanya pasar dan pusat perkotokoan-   Pusat pelayanan transportasi angkutan -   Pusat pelayanan sosial dan pemerintahan dengan sarana seperti rumah sakit,  pendidikan tinggi, kantor kabupaten, dll-   Pusat berbagai kegiatan tertier agribisnis, jasa perdagangan, asuransi pertanian, perbankan dan keuangan-   Pusat permukiman perkotaan utama kabupaten-   Pusat pengembangan pariwisata kabupaten dan akomodasi wisata2.Alahan Panjang,a. Kota Hirarki II (A)b. Orde II Pusat Distrik     Agropolitan-   Pengembangan kegiatan perkotaan bagian wilayah kabupaten-   Pusat pelayanan sosiasl ekononomi bagian wilayah kabupaten-   Pusat Perdagangan wilayah yang ditandai dengan adanya pasar-pasar grosir dan pergudangan komoditas sejenis-   Pusat kegiatan agro industri berupa pengolahan barang pertanian jadi dan setengah jadi serta kegiatan agribisnis-   Pusat pelayanan agro industri khusus (special agro-industry services), pendidikan, pelatihan dan pengembangan tanaman unggulan-   Pusat pengembangan dan pemasaran industri kecil dan kerajinan tingkat kabupaten 3.Singkarak, Bukit Sileh, Tanjung Balita. Kota Hirarki II (B)b. Pusat Kawasan     Pertanian-   Pusat pelayanan sosiasl ekononomi bagian wilayah kabupaten seperti pendidikan tingkat menengah baik SLTA ataupun sekolah khusus pertanian setingkat SLTA.-   Pusat pengembangan usaha agribisnis usaha budidaya petanian (komoditas unggulan)-   Pusat perdagangan lokal yang ditandai dengan adanya pasar harian-   Pusat koleksi komoditas pertanian yang dihasilkan sebagai bahan mentah industri-   Pusat penelitian, pembibitan dan percontohan komoditas-   Pusat pemenuhan pelayanan kebutuhan permukiman pertanian-   Koperasi dan informasi pasar barang perdagangan4.Ibukota KecamatanlainnyaKota Hirarki III-   Pusat pelayanan pemerintahan, sosial, dan ekonomi kecamatan-   Pusat koleksi dan distribusi komoditas pertanian serta agroinput pertanian<br />Kebijakan dan Strategi Penyelenggaraan Penataan Ruang<br />Dalam merespons berbagai isu dan tantangan pembangunan yang aktual dalam era otonomi daerah, maka keberadaan visi penyelenggaraan penataan ruang yang tegas menjadi sangat penting. Integrasi tata ruang darat, laut dan udara antara kabupaten dan propinsi serta nasional harus terjaga. Perbedaan penentuan peruntukan kawasan tidak hanya merugikan daerah pada prakteknya tetapi akan sangat menghambat laju pertumbuhan pembangunan. Pusat-pusat perkembangan dan strategi pengembangan kawasan tidak akan berjalan apabila peruntukan kawasan di daerah tidak sinkron dengan peruntukan kawasan di Propinsi maupun Nasional.<br />Dalam RAKERNAS – BKTRN di Surabaya yang lalu, Menko Perekonomian selaku Ketua BKTRN telah menjabarkan keywords yang menjadi jiwa daripada visi tata ruang ke depan. Adapun keywords dimaksud adalah : “integrasi tata ruang darat, laut dan udara”, “pengelolaan pusat pertumbuhan baru”, “pengembangan kawasan perbatasan”, “pengendalian dalam pengelolaan tata ruang” dan “peningkatan aspek pertahanan dan keamanan dalam penataan ruang (demi keutuhan NKRI).”<br />Adalah menjadi tugas Ditjen Penataan Ruang – Depkimpraswil untuk menjabarkan jiwa dari visi tata ruang ke depan tersebut ke dalam bentuk kebijakan dan strategi penyelenggaraan penataan ruang. Selain itu perumusan kebijakan dan strategi tersebut tidak dapat pula dilepaskan dari 2 (dua) pokok kesepakatan yang dicapai dalam RAKERNAS – BKTRN, yaitu : pengaturan penataan ruang nasional dan penguatan peran daerah dalam penataan ruang.<br />Berpijak pada jiwa daripada visi tata ruang ke depan dan kesepakatan RAKERNAS – BKTRN tersebut, maka telah dihasilkan rumusan kebijakan dan strategi pokok penataan ruang tahun 2004 dan pasca 2004, hendaknya ini menjadi dasar juga bagi daerah khusunya Kabupaten Solok dalam membuat kebijakan mengenai rencana tata ruang wilayah. Antara lain :<br />,[object Object]
Memantapkan RTRWN sebagai acuan pengembangan wilayah, yang ditempuh melalui : (1) operasionalisasi RTRWN (melalui RTRW Pulau, Propinsi, Kabupaten dan RTRW Kota) sebagai produk yang mengintegrasikan rencana pemanfaatan ruang darat, laut dan pesisir, serta udara ; (2) koordinasi lintas sektor dan lintas daerah, dan (3) pengembangan sistem penataan ruang. Dalam kaitan ini RTRWN diharapkan dapat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan menjadi landasan dalam penyusunan program pembangunan lima tahunan (five-years development plan). RTRWN juga digunakan sebagai acuan dalam pengembangan sistem kota-kota yang efisien, sesuai dengan fungsi-fungsi yang ditetapkan.
Meningkatkan pembinaan pengelolaan KAPET (sebagai pusat pertumbuhan baru) dan Kawasan Tertentu (sebagai kawasan yang memiliki nilai strategis nasional, seperti kawasan perbatasan negara, kawasan kritis lingkungan, kawasan metropolitan, dsb). Keduanya ditempuh melalui upaya fasilitasi yang konsisten dan sistematis.
Meningkatkan kapasitas penyelenggaraan penataan ruang di daerah dalam rangka mempercepat pelaksanaan otonomi daerah. Adapun upaya yang ditempuh adalah melalui : (1) penyelenggaraan Bintek Penyusunan dan Evaluasi RTRW Propinsi, Kabupaten dan Kota, (2) penciptaan iklim yang mendorong tumbuhnya kemitraan dan peranserta masyarakat dalam penataan ruang, (3) peningkatan kepastian hukum dan transparansi dalam penataan ruang, dan (4) penyusunan Norma, Standar, Pedoman, dan Manual (NSPM).
Terkait dengan kebijakan dan strategi untuk meningkatkan kapasitas penyelenggaraan penataan ruang di daerah, maka langkah strategis yang menjadi penting adalah : (1) memperkuat peran Gubernur dalam penyelenggaraan penataan ruang, khususnya untuk memfasilitasi kerjasama penataan ruang antardaerah otonom dan mengendalikan pembangunan (pemanfaatan ruang) secara lebih efektif, (2) memberdayakan Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD), baik pada tingkat Propinsi, Kabupaten maupun Kota, dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi koordinasi, inisasi, supervisi, dan mediasi (conflict resolution body).Ini menjadi acuan yang sangat baik kepada semua daerah agar segera memberi kekuatan hukum terhadap rencana tata ruang wilayah yang telah dibuat berupa Peraturan Daerah sehingga menjadi pedoman dalam rencana pembangunan daerah baik itu jangka panjang maupun jangka menengah.<br />PENUTUP<br />Kesimpulan <br />Beberapa kesimpulan yang penting untuk dikemukakan berdasarkan uraian diatas adalah :<br />,[object Object]

More Related Content

What's hot

Penyusunan RPJPD
Penyusunan RPJPD                                                       Penyusunan RPJPD
Penyusunan RPJPD 93220872
 
Pedoman penyusunan RDTR Kota
Pedoman penyusunan RDTR KotaPedoman penyusunan RDTR Kota
Pedoman penyusunan RDTR KotaAji Qan D
 
Pedoman umum tata ruang perdesaan
Pedoman umum tata ruang perdesaanPedoman umum tata ruang perdesaan
Pedoman umum tata ruang perdesaanHerman Purba
 
Kedudukan rtrw kabupaten kota dalam pembangunan
Kedudukan rtrw kabupaten kota dalam pembangunanKedudukan rtrw kabupaten kota dalam pembangunan
Kedudukan rtrw kabupaten kota dalam pembangunanEvant Manö
 
Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah
Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Dokumen Perencanaan Pembangunan DaerahPenyusunan Rencana Tata Ruang dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah
Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Dokumen Perencanaan Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
1 laporan pendahuluan rtdr kp rengasdengklok
1 laporan pendahuluan rtdr kp rengasdengklok1 laporan pendahuluan rtdr kp rengasdengklok
1 laporan pendahuluan rtdr kp rengasdengklokmuhfidzilla
 
PPT RDTR_31052022.pptx
PPT RDTR_31052022.pptxPPT RDTR_31052022.pptx
PPT RDTR_31052022.pptxYettiAnita
 
MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAANMANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAANHimpunan Mahasiswa Planologi ITS
 
Instrumen Lengkap Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Instrumen Lengkap Pengendalian Pemanfaatan RuangInstrumen Lengkap Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Instrumen Lengkap Pengendalian Pemanfaatan RuangMusnanda Satar
 
Kota-Kota Berkelanjutan
Kota-Kota BerkelanjutanKota-Kota Berkelanjutan
Kota-Kota Berkelanjutanushfia
 
Perencanaan Pembangunan Partisipatif
Perencanaan Pembangunan PartisipatifPerencanaan Pembangunan Partisipatif
Perencanaan Pembangunan PartisipatifBagus ardian
 
PERENCANAAN TATA RUANG
PERENCANAAN TATA RUANGPERENCANAAN TATA RUANG
PERENCANAAN TATA RUANGDadang Solihin
 
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan Ruang
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan RuangSinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan Ruang
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan RuangOswar Mungkasa
 
RDTR, RTBL dan Peraturan Zonasi dalam sistem perencanaan tata ruang di Indonesia
RDTR, RTBL dan Peraturan Zonasi dalam sistem perencanaan tata ruang di IndonesiaRDTR, RTBL dan Peraturan Zonasi dalam sistem perencanaan tata ruang di Indonesia
RDTR, RTBL dan Peraturan Zonasi dalam sistem perencanaan tata ruang di IndonesiaFitri Indra Wardhono
 
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...Deki Zulkarnain
 
Konsultasi Publik RPJMD Kota Surakarta oleh Bappeda Kota Surakarta
Konsultasi Publik RPJMD Kota Surakarta oleh Bappeda Kota SurakartaKonsultasi Publik RPJMD Kota Surakarta oleh Bappeda Kota Surakarta
Konsultasi Publik RPJMD Kota Surakarta oleh Bappeda Kota SurakartaBagus ardian
 
Mekanisme kawasan perdesaaan
Mekanisme  kawasan perdesaaanMekanisme  kawasan perdesaaan
Mekanisme kawasan perdesaaanEkoWahyudi107
 
Pengukuran Perkembangan Kawasan Perdesaan
Pengukuran Perkembangan Kawasan PerdesaanPengukuran Perkembangan Kawasan Perdesaan
Pengukuran Perkembangan Kawasan PerdesaanSugeng Budiharsono
 
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007Yogan Daru Prabowo
 
Penyusunan RPJMDesa
Penyusunan RPJMDesa Penyusunan RPJMDesa
Penyusunan RPJMDesa Umi Arifah
 

What's hot (20)

Penyusunan RPJPD
Penyusunan RPJPD                                                       Penyusunan RPJPD
Penyusunan RPJPD
 
Pedoman penyusunan RDTR Kota
Pedoman penyusunan RDTR KotaPedoman penyusunan RDTR Kota
Pedoman penyusunan RDTR Kota
 
Pedoman umum tata ruang perdesaan
Pedoman umum tata ruang perdesaanPedoman umum tata ruang perdesaan
Pedoman umum tata ruang perdesaan
 
Kedudukan rtrw kabupaten kota dalam pembangunan
Kedudukan rtrw kabupaten kota dalam pembangunanKedudukan rtrw kabupaten kota dalam pembangunan
Kedudukan rtrw kabupaten kota dalam pembangunan
 
Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah
Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Dokumen Perencanaan Pembangunan DaerahPenyusunan Rencana Tata Ruang dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah
Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah
 
1 laporan pendahuluan rtdr kp rengasdengklok
1 laporan pendahuluan rtdr kp rengasdengklok1 laporan pendahuluan rtdr kp rengasdengklok
1 laporan pendahuluan rtdr kp rengasdengklok
 
PPT RDTR_31052022.pptx
PPT RDTR_31052022.pptxPPT RDTR_31052022.pptx
PPT RDTR_31052022.pptx
 
MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAANMANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
 
Instrumen Lengkap Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Instrumen Lengkap Pengendalian Pemanfaatan RuangInstrumen Lengkap Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Instrumen Lengkap Pengendalian Pemanfaatan Ruang
 
Kota-Kota Berkelanjutan
Kota-Kota BerkelanjutanKota-Kota Berkelanjutan
Kota-Kota Berkelanjutan
 
Perencanaan Pembangunan Partisipatif
Perencanaan Pembangunan PartisipatifPerencanaan Pembangunan Partisipatif
Perencanaan Pembangunan Partisipatif
 
PERENCANAAN TATA RUANG
PERENCANAAN TATA RUANGPERENCANAAN TATA RUANG
PERENCANAAN TATA RUANG
 
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan Ruang
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan RuangSinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan Ruang
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan Ruang
 
RDTR, RTBL dan Peraturan Zonasi dalam sistem perencanaan tata ruang di Indonesia
RDTR, RTBL dan Peraturan Zonasi dalam sistem perencanaan tata ruang di IndonesiaRDTR, RTBL dan Peraturan Zonasi dalam sistem perencanaan tata ruang di Indonesia
RDTR, RTBL dan Peraturan Zonasi dalam sistem perencanaan tata ruang di Indonesia
 
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
 
Konsultasi Publik RPJMD Kota Surakarta oleh Bappeda Kota Surakarta
Konsultasi Publik RPJMD Kota Surakarta oleh Bappeda Kota SurakartaKonsultasi Publik RPJMD Kota Surakarta oleh Bappeda Kota Surakarta
Konsultasi Publik RPJMD Kota Surakarta oleh Bappeda Kota Surakarta
 
Mekanisme kawasan perdesaaan
Mekanisme  kawasan perdesaaanMekanisme  kawasan perdesaaan
Mekanisme kawasan perdesaaan
 
Pengukuran Perkembangan Kawasan Perdesaan
Pengukuran Perkembangan Kawasan PerdesaanPengukuran Perkembangan Kawasan Perdesaan
Pengukuran Perkembangan Kawasan Perdesaan
 
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
 
Penyusunan RPJMDesa
Penyusunan RPJMDesa Penyusunan RPJMDesa
Penyusunan RPJMDesa
 

Similar to Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2

Vol 11 No 3 (Jul-Sep 2003)
Vol 11 No 3 (Jul-Sep 2003)Vol 11 No 3 (Jul-Sep 2003)
Vol 11 No 3 (Jul-Sep 2003)Yoel Hendrawan
 
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...Analyst of Water Resources Management
 
ppt nazsywa nurfatiha.pptx
ppt nazsywa nurfatiha.pptxppt nazsywa nurfatiha.pptx
ppt nazsywa nurfatiha.pptxNazsywaNurfatiha
 
Pendekatan vegetatif di begawan solo
Pendekatan vegetatif di begawan soloPendekatan vegetatif di begawan solo
Pendekatan vegetatif di begawan soloSyarifah Nisa
 
1. Pengelolaan Lingkungan Hidup.pptx
1. Pengelolaan Lingkungan Hidup.pptx1. Pengelolaan Lingkungan Hidup.pptx
1. Pengelolaan Lingkungan Hidup.pptxKholidahUINWalisongo
 
Bab 32 -20090202204616__1756__33
Bab 32 -20090202204616__1756__33Bab 32 -20090202204616__1756__33
Bab 32 -20090202204616__1756__33ogipongtuluran
 
Amdal pembangunan-permukiman
Amdal pembangunan-permukimanAmdal pembangunan-permukiman
Amdal pembangunan-permukimanKurniawan Yusril
 
Daerah aliran sungai
Daerah aliran sungaiDaerah aliran sungai
Daerah aliran sungaiAbhy Taridala
 
Memahami Krisis Iklim dan Potensi Solusinya berdarkan En-ROADS Simulation
Memahami Krisis Iklim dan Potensi Solusinya berdarkan En-ROADS Simulation Memahami Krisis Iklim dan Potensi Solusinya berdarkan En-ROADS Simulation
Memahami Krisis Iklim dan Potensi Solusinya berdarkan En-ROADS Simulation Farhan Helmy
 
Tugas-Observasi-Kelompok-Selumit-Pantai-Salin.docx
Tugas-Observasi-Kelompok-Selumit-Pantai-Salin.docxTugas-Observasi-Kelompok-Selumit-Pantai-Salin.docx
Tugas-Observasi-Kelompok-Selumit-Pantai-Salin.docxAswar Amiruddin
 
Konsep pembangunan berkelanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutanKonsep pembangunan berkelanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutanBudy Jafar
 
Penggunaan lahan kering di das limboto sept 2011
Penggunaan lahan kering di das limboto sept 2011Penggunaan lahan kering di das limboto sept 2011
Penggunaan lahan kering di das limboto sept 2011NurdinUng
 
Tugas presentasi wayan
Tugas presentasi wayanTugas presentasi wayan
Tugas presentasi wayanWayan Susanto
 
Penataan ruang-kota
Penataan ruang-kotaPenataan ruang-kota
Penataan ruang-kotaLyyzza Mambo
 

Similar to Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2 (20)

Vol 11 No 3 (Jul-Sep 2003)
Vol 11 No 3 (Jul-Sep 2003)Vol 11 No 3 (Jul-Sep 2003)
Vol 11 No 3 (Jul-Sep 2003)
 
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
 
ppt nazsywa nurfatiha.pptx
ppt nazsywa nurfatiha.pptxppt nazsywa nurfatiha.pptx
ppt nazsywa nurfatiha.pptx
 
Pembangunan regional mteri pak iman
Pembangunan regional mteri pak imanPembangunan regional mteri pak iman
Pembangunan regional mteri pak iman
 
Pengelolaan Pesisir
Pengelolaan  PesisirPengelolaan  Pesisir
Pengelolaan Pesisir
 
pwp
pwppwp
pwp
 
Pendekatan vegetatif di begawan solo
Pendekatan vegetatif di begawan soloPendekatan vegetatif di begawan solo
Pendekatan vegetatif di begawan solo
 
1. Pengelolaan Lingkungan Hidup.pptx
1. Pengelolaan Lingkungan Hidup.pptx1. Pengelolaan Lingkungan Hidup.pptx
1. Pengelolaan Lingkungan Hidup.pptx
 
Bab 32 -20090202204616__1756__33
Bab 32 -20090202204616__1756__33Bab 32 -20090202204616__1756__33
Bab 32 -20090202204616__1756__33
 
Arga
ArgaArga
Arga
 
Amdal pembangunan-permukiman
Amdal pembangunan-permukimanAmdal pembangunan-permukiman
Amdal pembangunan-permukiman
 
7. kelestarian lingkungan
7. kelestarian lingkungan7. kelestarian lingkungan
7. kelestarian lingkungan
 
Daerah aliran sungai
Daerah aliran sungaiDaerah aliran sungai
Daerah aliran sungai
 
Hutan 4
Hutan 4Hutan 4
Hutan 4
 
Memahami Krisis Iklim dan Potensi Solusinya berdarkan En-ROADS Simulation
Memahami Krisis Iklim dan Potensi Solusinya berdarkan En-ROADS Simulation Memahami Krisis Iklim dan Potensi Solusinya berdarkan En-ROADS Simulation
Memahami Krisis Iklim dan Potensi Solusinya berdarkan En-ROADS Simulation
 
Tugas-Observasi-Kelompok-Selumit-Pantai-Salin.docx
Tugas-Observasi-Kelompok-Selumit-Pantai-Salin.docxTugas-Observasi-Kelompok-Selumit-Pantai-Salin.docx
Tugas-Observasi-Kelompok-Selumit-Pantai-Salin.docx
 
Konsep pembangunan berkelanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutanKonsep pembangunan berkelanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutan
 
Penggunaan lahan kering di das limboto sept 2011
Penggunaan lahan kering di das limboto sept 2011Penggunaan lahan kering di das limboto sept 2011
Penggunaan lahan kering di das limboto sept 2011
 
Tugas presentasi wayan
Tugas presentasi wayanTugas presentasi wayan
Tugas presentasi wayan
 
Penataan ruang-kota
Penataan ruang-kotaPenataan ruang-kota
Penataan ruang-kota
 

Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2

  • 1.
  • 2. belum berfungsinya secara optimal penataan ruang dalam rangka menyelaraskan, mensinkronkan, dan memadukan berbagai rencana dan program sektor tadi,
  • 3. terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari ketentuan dan norma yang seharusnya ditegakkan. Penyebabnya adalah inkonsistensi kebijakan terhadap rencana tata ruang serta kelemahan dalam pengendalian pembangunan,
  • 4. belum tersedianya alokasi fungsi-fungsi yang tegas dalam RTRWN,
  • 5. belum adanya keterbukaan dan keikhlasan dalam menempatkan kepentingan sektor dan wilayah dalam kerangka penataan ruang, serta
  • 6.
  • 7.
  • 8. proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri,
  • 9.
  • 10. mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia,
  • 11. mewujudkan keseimbangan kepentingan antara kesejahteraan dan keamanan,
  • 12. meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdayaguna, berhasil guna dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta
  • 13.
  • 14. Tercapainya pemulihan daya dukung lingkungan untuk mencegah terjadinya bencana yang lebih besar dan menjamin keberlanjutan pembangunan
  • 15. Terwujudnya keterpaduan dan kerjasama pembangunan lintas propinsi dan lintas sektor untuk optimasi dan sinergi struktur pemanfaatan ruang
  • 16.
  • 17. Fasilitasi kerjasama atau penyelesaian masalah antar propinsi/daerah, misal melalui penyusunan RTRW Pulau atau RTRW Kawasan Jabodetabek.
  • 18. Pengaturan tata ruang perairan di luar 12 mil dan kriteria penataan perwilayah ekosistem daerah tangkapan air
  • 19.
  • 20. Kebijakan-kebijakan yang jelas dan responsif sesuai dengan kebutuhan daerah
  • 21. Bantuan dan kompensasi dalam bentuk fiskal
  • 22. Penyediaan langsung prasarana berfungsi lintas wilayah dan ”backbone” pengembangan wilayah
  • 23.
  • 24. Memantapkan RTRWN sebagai acuan pengembangan wilayah, yang ditempuh melalui : (1) operasionalisasi RTRWN (melalui RTRW Pulau, Propinsi, Kabupaten dan RTRW Kota) sebagai produk yang mengintegrasikan rencana pemanfaatan ruang darat, laut dan pesisir, serta udara ; (2) koordinasi lintas sektor dan lintas daerah, dan (3) pengembangan sistem penataan ruang. Dalam kaitan ini RTRWN diharapkan dapat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan menjadi landasan dalam penyusunan program pembangunan lima tahunan (five-years development plan). RTRWN juga digunakan sebagai acuan dalam pengembangan sistem kota-kota yang efisien, sesuai dengan fungsi-fungsi yang ditetapkan.
  • 25. Meningkatkan pembinaan pengelolaan KAPET (sebagai pusat pertumbuhan baru) dan Kawasan Tertentu (sebagai kawasan yang memiliki nilai strategis nasional, seperti kawasan perbatasan negara, kawasan kritis lingkungan, kawasan metropolitan, dsb). Keduanya ditempuh melalui upaya fasilitasi yang konsisten dan sistematis.
  • 26. Meningkatkan kapasitas penyelenggaraan penataan ruang di daerah dalam rangka mempercepat pelaksanaan otonomi daerah. Adapun upaya yang ditempuh adalah melalui : (1) penyelenggaraan Bintek Penyusunan dan Evaluasi RTRW Propinsi, Kabupaten dan Kota, (2) penciptaan iklim yang mendorong tumbuhnya kemitraan dan peranserta masyarakat dalam penataan ruang, (3) peningkatan kepastian hukum dan transparansi dalam penataan ruang, dan (4) penyusunan Norma, Standar, Pedoman, dan Manual (NSPM).
  • 27.
  • 28. Penataan ruang merupakan instrumen legal untuk mewujudkan tujuan dan sasaran pengembangan wilayah melalui pemanfaatan sumberdaya secara efektif, efisien, dan terpadu, sekaligus mewujudkan ruang yang berkualitas.
  • 29. Dengan memanfaatkan berbagai teori dan konsep pengembangan wilayah penataan ruang merupakan instrumen yang digunakan untuk memahami interaksi antara 4 (empat) unsur utama pembentuk ruang (sumberdaya alam, manusia, buatan, dan sistem aktivitas) secara komprehensif.
  • 30. Penataan ruang merupakan instrumen untuk mengkaji keterkaitan antar fenomena tersebut serta untuk merumuskan tujuan dan strategi pengembangan wilayah terpadu sebagai landasan pengembangan kebijakan pembangunan sektoral dan daerah, termasuk sebagai landasan pengembangan sistem kota-kota yang efisien sesuai dengan fungsi-fungsi yang telah ditetapkan.
  • 31. Dalam perkembangannya, kini penataan ruang memiliki peran yang strategis dalam konteks pembangunan nasional karena diarahkan sebagai landasan untuk mempertahankan integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • 32.
  • 33. Penegakan hukum (law enforcement) secara konsisten terhadap penyimpangan pemanfaatan rencana tata ruang
  • 34. Penyelenggaraan prinsip-prinsip good governance dalam bidang penataan ruang, seperti transparansi, akuntabilitas, efisiensi, keadilan, keberlanjutan pembangunan, dan pelayanan publik (misalnya mekanisme perizinan pemanfaatan ruang)
  • 35. Penyiapan Norma, Standar, Prosedur dan Manual (NSPM) untuk per-cepatan desentralisasi bidang penataan ruang ke daerah;
  • 36. peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia serta pemantapan format dan mekanisme kelembagaan penataan ruang,
  • 37. pengintensifan sosialisasi produk-produk penataan ruang kepada masyarakat melalui public campaign dan public services
  • 38. penyiapan dukungan sistem informasi penataan ruang.
  • 39. Peningkatan penyelenggaraan Bantuan Teknis bagi daerah-daerah dalam penataan ruang.DAFTAR PUSTAKA<br />Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang<br />M.Baiquni, Forum Perencanaan Pembangunan - Edisi Khusus, Januari 2005<br />Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah, Pengembangan Wilayah Dan Penataan Ruang Di Indonesia Tinjauan Teoritis Dan Praktis, Jogyakarta.2003<br />Ragil Haryanto, Pendekatan Regional Management Sebagai Salah Satu Strategi Implementasi Tata Ruang (Kasus Jabodetabek) Dalam Menanggulangi Banjir. 2004<br />Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang Di Kawasan Perkotaan. 2003<br />Keputusan Menteri Pemukiman Dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia Nomor 327/Kpts/M/2002 Tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang.<br />Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 15/Prt/M/2009 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi.<br />