SlideShare a Scribd company logo
PAPER MAKROEKONOMI 1
KOMPARASI KEBIJAKAN DAN PERTUMBUHAN
EKONOMI: INDONESIA DAN KOREA SELATAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
UNIVERSITAS INDONESI
PAPER MAKROEKONOMI 1
KOMPARASI KEBIJAKAN DAN PERTUMBUHAN
: INDONESIA DAN KOREA SELATAN
Disusun oleh:
Yohannes Ekaputra Sananto
1306408220
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2016
KOMPARASI KEBIJAKAN DAN PERTUMBUHAN
: INDONESIA DAN KOREA SELATAN
Komparasi Kebijakan dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Korea Selatan
Yohannes Ekaputra Sananto / 1306408220
I. Pendahuluan
Indonesia dan Korea Selatan adalah dua negara yang memiliki kesamaan pada beberapa
aspek. Kedua negara ini merdeka pada tahun 1945 setelah mengalami penjajahan. Kedua negara ini
juga mengalami pergolakan politik pada awal tahun 1960an, masing-masing adalah perang saudara di
Korea yang menewaskan lebih dari 2,5juta jiwa, dan pergantian kekuasaan dari Orde Lama ke Orde
Baru di Indonesia yang juga membawa dampak ekonomi dan demografi. Kesamaan lain antara kedua
negara adalah kondisi sumber daya manusia. Keduanya menghadapi masalah akses terhadap
pendidikan , tingkat literasi dan kesetaraan gender yang rendah, yang masih merupakan warisan dari
kolonialisme panjang yang mereka alami. Indonesia dan Korea Selatan juga memiliki perbedaan
dalam hal sumber daya alam. Indonesia tergolong sebagai negara dengan sumber daya alam yang
kaya. Indonesia adalah pemasok 20% timah di dunia, dan mempunyai cadangan tembaga, nikel dan
emas yang sangat diperhitungkan. Minyak dan pertambangan secara bersama-sama mencakup 42%
dari ekspor di 2011. Sementara Korea Selatan relatif miskin dalam hal sumber daya alam. Meskipun
Korea Selatan memiliki sejumlah kecil batubara, tungsten, molybdenum dan grafit. Sumber daya alam
lain adalah perhutanan, yang sekarang sudah berkurang karena deforestasi.
Pada 1960an, perekonomian Indonesia sangat terganggu dengan adanya instabilitas politik.
Setelah turunnya Presiden Sukarno, perekonomian dalam kondisi buruk dengan inflasi tahunan
1000%, jauh menurunnya pendapatan ekspor, melambatnya pembangunan infrastruktur, tidak
maksimalnya kapasitas produksi pabrik, dan juga rendahnya tingkat investasi. Produksi minyak masih
menjadi andalan pertumbuhan Indonesia pada saat itu, mengingat Indonesia masih merupakan
anggota OPEC. Setelah administasi Presiden Suharto melakukan stabilisasi ekonomi dengan
renegosiasi hutang luar negeri, stabilisasi mata uang, menarik bantuan dan investasi luar negeri,
pendapatan dari ekspor minyak menjadi motor penggerak pertumbuhan GDP per capita yang
mencapai 545% dari 1970 sampai 1980. Tingginya pertumbuhan ekonomi ini menutupi kelemahan
struktural pada perekonomian Indonesia. Sayangnya, pertumbuhan diraih dengan mengabaikan
institusi pemerintahan yang lemah dan korup, tingginya hutang luar negeri karena mismanagement
keuangan, dan cepat berkurangnya sumber daya alam Indonesia. Setelah mengalami krisis finansial
tahun 1998, GDP per capita Indonesia tumbuh hingga mencapai USD 3.475,25.
Sementara setelah Perang Korea di awal 1960, Korea Selatan masih merupakan salah satu
negara termiskin di dunia selama lebih dari satu dekade. Pada 1960an, GDP per capita Korea Selatan
pernah mencapai titik terendah $79, lebih rendah dari negara-negara sub-Sahara (4). Kemudian Korea
Selatan melakukan reformasi dalam pendidikan, manufaktur, investasi dan kesehatan. Sebagai
hasilnya, GDP per capita Korea Selatan tumbuh dengan rata-rata 8% per tahun dari USD 103,88 pada
1962, menjadi USD 5.438,24 pada 1989, dan menlebihi USD 20.000,00 pada 2006. Motor utama
pertumbuhan ekonomi Korea Selatan adalah sektor manufaktur dan perdagangan. Terlihat bahwa
persentase sektor manufaktur tumbuh dari 14,3% GDP menjadi 30,3% pada 1987. Sementara volume
perdagangan komoditas berkembang dari USD 480 juta pada 1962, menjadi USD 127,9 miliar pada
1990.
Penulis ingin menganalisis melalui karya tulis ini, apa saja kebijakan-kebijakan yang
membedakan tingkat pertumbuhan GDP per capita Korea Selatan dan Indonesia (1), mengingat
kesamaan yang dimiliki kedua negara pada tahun 1960, kesamaan kondisi sumber daya alam pada
saat itu, dan kemiripan latar belakang penjajahan yang menjadi batasan bagi kedua negara. Penulis
juga ingin membandingkan realita pertumbuhan ekonomi kedua negara dengan landasan teori. Serta
menghasilkan analisis akan kebijakan yang dilakukan pemerintah Korea Selatan yang tidak atau
belum dilakukan pemerintah Indonesia secara maksimal, sehingga Korea Selatan meraih pertumbuhan
yang jauh lebih pesat daripada Indonesia. Fokus pada tulisan ini adalah kebijakan yang berhubungan
dengan investasi, demografi (administrasi lokal, pendidikan dan kesehatan) (2), dan manufaktur di
tahun 1960-sekarang, yang menjadi fokus adalah di tahun 1960an dan 1970an, karena masa itu
menjadi dasar kebijakan sampai sekarang yang membuat perbedaan pertumbuhan ekonomi kedua
negara. Selain itu, masa-masa ini menjadi titik dimana pertumbuhan ekonomi kedua negara mulai
melebar jauh setelah sebelumnya setara.
II. Landasan Teori
1. Level of Capital
Model pertumbuhan Solow menunjukkan bahwa pada jangka panjang, tingkat saving pada
suatu ekonomi menentukan ukutan dari capital stock mereka dan tingkat output yang lebih tinggi.
Pada model Solow, kenaikan pada tingkat saving mempunyai dampak pada pendapatan per orang.
Pada awalnya akan menghasilkan pertumbuhan yang cepat, tapi pada akhirnya pertumbuhan tersebut
akan melambat sampai steady-state yang baru tercapai. Maka, meskipun tingkat saving tinggi
menghasilkan output steady-state, saving sendiri tidak dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi
yang persisten secara terus menerus.
Tingkat kapital yang memaksimalkan konsumsi steady-state disebut dengan tingkat Golden
Rule. Jika suatu ekonomi memiliki kapital lebih banyak dari tingkat Golden Rule, maka mengurangi
saving akan menaikkan konsumsi pada saat tersebut. Sebaliknya, jika perekonomian mempunyai
kapital lebih rendah dari saat tingkat Golden Rule, maka untuk mencapai Golden Rule diperlukan
investasi lebih banyak dan mengurangi konsumsi pada generasi sekarang.
2. Level of Population Growth
Model Solow menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan populasi dari suatu ekonomi adalah
penentu lainnya dari standard kehidupan pada jangka panjang. Berdasarkan Solow model, jika
pertumbuhan populasi lebih tinggi, lebih rendah tingkat steady-state dari capital per worker dan
output per worker. Interpretasi lain pada teori dampak dari pertumbuhan populasi seperti yang
dilakukan Malthus, yang menyatakan bahwa pertumbuhan populasi akan menekan sumber daya alam
yang dibutuhkan untuk memproduksi makanan. Kremer menyarankan bahwa tingginya populasi dapat
mempercepat progress teknologi.
3. Level of Technological Progress
Pada tingkat steady state di model pertumbuhan Solow, tingkat pertumbuhan pendapatan per
orang ditentukan hanya oleh faktor eksogenous yaitu technological progress. Tingkat steady-state
Golden Rule (maksimal konsumsi) mempunyai ciri-ciri kesamaan antara net marginal product of
capital (MPK − d) dan tingkat pertumbuhan steady-state dari total pendapatan (n + g). Di awal
1970an, tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita turun secara drastis pada banyak negara industri.
Alasan perlambatan ini belum diketahui. Pada pertengahan 1990an, tingkat pertumbuhan naik,
dikarenakan kemajuan pada teknologi informasi.
III. Analisis
1. Investasi
Kebijakan industri manufaktur Korea Selatan mempunyai karakteristik yang khas pada awal
1960an, yaitu hubungan hierarkikal antara pemerintah dan beberapa perusahaan terpilih, yang
kemudian dikenal sebagai chaebols.Pemerintah mengarahkan dan mendanai investasi melalui bank
milik pemerintah, mengkoordinasikan akrivitas di antara perusahaan yang berhubungan dan
menentukan kriteria yang harus dipenuhi agar suatu perusahaan mendapat dukungan pemerintah.
Kebijakan ini sangat mendorong iklim kompetisi di antara perusahaan lokal, dan juga sekaligus
memberikan proteksi dari industri manufaktur luar negeri.
Tetapi, seiring chaebols tumbuh dan mempunyai kekuatan ekonomi dan mulai melawan
kekuatan pemerintah, hubungan keduanya mulai tidak harmonis. Dengan tumbuhnya kekuatan
chaebols, kekuatan pemerintah dalam mengarahkan menjadi berkurang, sementara alokasi kemudahan
bagi chaebols masih harus dijalankan. Hal ini menghasilkan iklim korupsi dan rent-seeking di antara
oknum keduanya. Tindakan-tindakan seperti ini diklaim sebagai salah satu faktor terjadinya dinancial
crisis 1997-1998 di Korea Selatan. Tetapi sistem ini yang memunculkan keberadaan perusahaan
raksasa Korea Selatan sampai saat ini seperti LG, Hyundai, dan Samsung, yang juga didukung
kampanye pemerintah pada masa lalu sampai sekarang yang mendorong warganya untuk memakai
produk lokal.
Sementara di Indonesia pada awal 1960an-1970an, usaha yang dilakukan pemerintah lebih
bertujuan untuk mendorong pertumbuhan pengusaha pribumi, yang pada masa itu jauh tertinggal
dibanding pengusaha etnis China dan investor luar negeri. Cara yang dilakukan adalah dengan
memberikan subsidi dan kemudahan kredit oleh bank milik negara yang diprioritaskan kepada
pebisnis pribumi. Hal ini sayangnya menimbulkan praktek tidak sehat. Terjadi pergeseran dari
pegawai pemerintahan dan politisi menjadi pebisnis dengan adanya kemudahan ini, terutama
kerjasama oleh oknum Partai Nasional Indonesia yang berkuasa di awal 1960an dengan kroninya di
pihak pebisnis. Hal ini menimbulkan persaingan tidak sehat berupa spekulasi dan perusahaan ber
profit terlalu tinggi. Salah satu cara yang sering dilakukan adalah dengan menaikkan harga barang
impor secara drastis yang memungkinkan pebisnis mengumpulkan modal dalam mata uang asing,
yang kemudian dipakai untuk membiayai investasi domestik. Di luar praktek tidak sehat ini, usaha
memajukan bisnis pribumi juga secara umum dinilai gagal. Hal ini dikarenakan lemahnya
kemampuan entrepreneurial dari pribumi.
Kesalahan lain yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada masa itu adalah tidak adanya
dukungan terhadap investasi modal asing. Pemerintah justru lebih percaya terhadap BUMN sebagai
tulang punggung perekonomian. Hal ini terbukti gagal karena BUMN banyak mengalami manajemen
yang buruk, karena penunjukkan manajer sering dilatarbelakangi kepentingan pribadi dan politik.
2. Demografi
a. Administrasi Lokal
Di Korea Selatan, sistem administrasi, terutama di pedesaan masih sangat bernuansa warisan
kolonial Jepang yang sudah mengakar selama setengah abad. Sistem pemerintahan desa di desain
dengan memprioritaskan stabilitas dan ekstraksi kelebihan hasil tanah. Keamanan merupakan prioritas
utama pada zaman kolonial Jepang, karena posisi Korea Selatan yang rawan akan serangan musuh,
tetapi produksi makanan juga menjadi prioritas utama untuk menjamin kelangsungan masyarakat.
Sistem ini membuat peran landlord masih sangat kental dalam pemerintahan desa-desa Korea Selatan.
Reformasi sistem ini baru dimulai pada tahun 1971, ketika program Saemaul Undong (Pergerakan
Komunitas Baru) diluncurkan. Program ini memprioritaskan semangat self-help pada diri desa dan
pemimpinnya. Hal ini didukung sistem reward yang diberikan kepada desa dengan performa terbaik.
Sayangnya pada prakteknya, program ini mendapat gangguan dari elite lokal desa yang tak ingin
kehilangan kekuatannya.
Sementara di Indonesia, pada tahun 1950an dan 1960an, Partai Komunis Indonesia memulai
pergerakan radikal agraria untuk menghimpun sejumlah besar petani yang miskin dan tidak
mempunyai tanah. Hal ini ditentang keras oleh kaum pembela partai Muslim dan angkatan bersenjata.
Pertentangan ini mulai memanas hingga berujung pada pembunuhan massal yang dilakukan pada
1965, dan turunnya Presiden Sukarno. Naiknya Presiden Suharto, seorang teknokrat yang mempunyai
hubungan erat dengan banyak perwira militer dan pensiunan, sangat mempengaruhi administrasi desa
pada masa pemerintahannya. Kontrol yang termiliterisasi diterapkan pada pemerintahan setiap level,
kotamadya, kabupaten, dan provinsi. Sistem yang ketat ini dimanfaatkan pemerintah untuk
meningkatkan performa aktivitas dan produktivitas agrikultur yang kemudian hasilnya akan dipakai
untuk pengembangan pendidikan dan pekerjaan publik.
b. Pendidikan
Pendidikan menjadi salah satu prioritas utama pemerintah Indonesia dan Korea Selatan.
Pendidikan dipandang sebagai alat pendukung perkembangan industri di kedua negara sebagai
investasi jangka panjang. Selain itu, pendidikan juga dipandang sebagai sarana mobilitas sosial dan
ekonomi bagi warga individual. Tingkat jumlah masyarakat yang masuk ke pendidikan formal di
Korea Selatan lebih tinggi dibandingkan di Indonesia, bahkan sampai tahun 1995. (3)
Di Korea Selatan, permintaan tinggi akan pendidikan sekunder ditunjukkan oleh munculnya
biaya pendidikan pada sekolah negeri dan mulai menjamurnya sekolah swasta. Hal ini sejalan dengan
prioritas Korea Selatan dalam manufaktur adalah mempromosikan industri ekspor impor mereka,
dimulai dari agrikultur (beras), labor-intensive, manufaktur ringan ( sepeda dan tekstil). Pada tahun
berikutnya pemerintah Korea Selatan berambisi beralih ke komoditas yang lebih sophisticated dengan
cara menambah balue-added pada produk mereka. Untuk itulah, pendidikan berkualitas menjadi
sangat penting untuk menghasilkan tenaga kerja yang mumpuni. Hal ini terlihat dari tingginya
pengeluaran untuk pendidikan oleh pemerintah. Pemgeluaran untuk pendidian berlipat 29 kali selama
1963-2005. Sementara budget pemerintah keseluruhan hanya berlipat 20 kali pada periode yang sama.
Pada tingkat keluarga, ada stigma yang tercipta di Korea Selatan yang menimbulkan tekanan
dan dorongan bagi anak muda pada zaman dulu sampai sekarang untuk masuk ke pendidikan tinggi.
Pendidikan tinggi dianggap memberikan status dan kehormatan bagi individual, hal ini yang belum
ada di Indonesia pada awal Orde Baru.
Di Indonesia, pada 1970an, tingkat pendidikan pada sekolah dasar sudah tinggi, sehingga
masyarakat beralih kepada persaingan untuk masuk ke sekolah atas, yang pada masa itu dipandang
sebagai rute menuju pekerjaan tetap di pemerintahan, yang dipandang menjamin kesejahteraan dan
masa depan.
Meski usaha pemerintah dan swasta untuk menyediakan cukup sekolah, kesadaran
masyarakat dan budaya tampak menjadi faktor utama jauh lebih rendahnya tingkat masuk pendidikan
di masyarakat Indonesia dibanding dengan di Korea Selatan. Salah satu faktor penyebabnya adalah
pernikahan dini. Pernikahan dini jauh lebih rendah jumlahnya di Asia Timur dibanding dengan di
Asia Selatan dan Asia Tenggara. Data menunjukkan bahwa proporsi wanita menikah pada usia 15-19
relatif tinggi pada 1960an di Malaysia dan Indonesia. Meskipun trendnya menurun hingga tahun
1980an, dari 37% ke 9% di Malaysia dan dari 40% ke 19% di Indonesia (Letee dan Alam 1993:24)
c. Kesehatan
Pada awal 1960an, baik Korea Selatan dan Indonesia sudah memiliki kesadaran penuh untuk
menjadikan kesehatan dasar sebagai prioritas pada seluruh warganya. Sarana kesehatan sudah tersebar
hingga ke desa-desa, meski kualitasnya tentu jauh lebih buruk dibanding sekarang. Tindakan preventif
kesehatan, seperti vaksinasi, kontrol pada penularan penyakit, kebersihan publik, sudah mulai digagas
pada awal 1960an. China menjadi pioneer kebijakan kesehatan publik dengan diluncurkannya Ntional
Patriotic Health Campaign Committees, yang kemudian menjadi acuan dan ditiru oleh negara-negara
Asia lain, termasuk di Indonesia dan Korea Selatan.
Sayangnya, sistem kesehatan publik di Indonesia pada saat itu dinilai sebagai salah satu yang
terburuk di antara negara-negara Asia. Operasi kesehatan publik, yang dijalankan Kementerian
Kesehatan dengan pengawasan Kementerain Dalam Negeri, dinilai kurang efektif. Biaya kesehatan
yang diterima pemerintah daerah cukup besar, tetapi sayangnya sebagian besar dipakai untuk aktivitas
lain seperti pekerjaan publik.
Keluarga Berencana mulai digagas sebagai salah satu cara kontrol populasi dan
mempermudah pelayanan kesehatan publik. Di Korea Selatan, program ini sempat ditentang pada era
kediktatoran Syngman Rhee, tetapi pada era suksesornya, sistem ini sangat didukung. Bahkan
Keluarga Berencana dimasukkan ke dalam rencana lima tahun pemerintahan tahun 1962. Aborsi juga
disediakan, mekipun sebetulnya masih ilegal sampai tahun 1973. Program ini dijalankan sebagai
prioritas utama pembanguan ekonomi, dengan target yang mendetail dan monitoring seksama akan
pelaksanaannya.
Di Indonesia, program serupa juga mendapat dukungan penuh dari pemerintahan Presiden
Suharto. Program Keluarga Berencana menjadi salah satu alat utama pemerintah dalam melakukan
perencanaan pembangunan ekonomi dan kesehatan publik. Beberapa pihak yang menetang segera
disingkirkan oleh pemerintah. Pemerintah desa ditekan untuk mencapai target kelahiran yang
ditentukan pemerintah. Hal ini membuat pelaksanaannya di Indonesia cukup membuahkan hasil baik
di Korea Selatan ataupun Indonesia.
3. Manufaktur dan Perdagangan
Sejak awal tahun 1960an, pemerintah Korea Selatan sudah mempunyai kesadaran untuk lebih
mengembangkan kapasitas dan efisiensi dari industri manufaktur Korea Selatan. Yang menjadi
prioritas pertumbuhan pada saat itu adalah industri labor-intensive dan export oriented, yang
kemudian akan beralih menjadi heavy industries. Langkah yang dilakukan adalah dengan memberikan
insentif pajak dan kontrol impor yang ketat. Hal ini didukung dengan skema kepemilikan yang
didukung pemerintah melalui konglomerasi yang dimiliki beberapa keluarga, atau sering disebut
dengan chaebols. Halangan untuk masuk dan keluar sangat mendukung chaebols lokal untuk
mengembangkan industri manufaktur dalam negeri. (Chang and Jung, 2002)
Pembentukan area perdagangan dan hukum persaingan usaha yang sehat juga memegang
peran penting dalam perkembangan pesar industri di Korea Selatan. Dalam usaha penegakan hukum
usaha yang sehat, pemerintah Korea Selatan mengadopsi Monopoly Regulation and Fair Trade Act
(MRFTA) pada 1980. Pada periode 1981-1986 atau fase pertama penerapannya, FTO (Fair Trade
Office) sudah mulai dibentuk untuk bertugas dalam penegakan hukum MRFTA. Tetapi kemudian
kewenangan FTO dialihkan ke Korea Fair Trade Comission (KFTC), sebuah organisasi independen di
bawah EPB (Korea Fair Trade Comission, 2011).
Sementara di Indonesia, penegakan hukum yang bertujuan memberantas persaingan tidak
sehat baru dimulai setelah krisis finansial 1997-1998. Hal ini setelah IMF meminta persaingan usaha
yang sehat sebagai salah satu syarat pinjaman bantuan mereka. Kemudian dibentuklah Komisi
Pengawasan Kompetisi Usaha (KPPU). Sayangnya implementasi hukum oleh KPPU kurang berjalan
baik. Hal ini dapat dilihat dengan beberapa kasus yang ditangani oleh KPPU dibatalkan oleh
pengadilan di Indonesia. Hal ini berkontribusi dalam ketidakpastian dalam iklim berbisnis di
Indonesia.
IV. Kesimpulan
Dari berbagai olah data dan studi literatur, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik di
bidang kelancaran investasi, perbaikan kualitas demografi, dan peningkatan value-added dari
manufaktur menjadi pembeda di antara pendorong pertumbuhan di Indonesia dan Korea Selatan.
Pada bidang peningkatan angka investasi, kebijakan konglomerasi pemerintah dan swasta di
Korea Selatan, yang sering disebut dengan chaebols, terbukti secara lebih rapi dilakukan dan lebih
efektif menghasilkan perusahaan lokal yang kompetitif. Dibandingkan dengan kemudahan kredit dan
investasi yang diberikan bagi pengusaha pribumi di Indonesia, yang justru menimbulkan korupsi dan
kolusi di antara pemerintah dan pebisnis. Selain itu, pengusaha etnis China memang menjadi motor
penggerak ekonomi Indonesia dengan kemampuan entrepreneurialnya. Ketergantungan pada BUMN
di era Orde Baru tidak cukup menghasilkan kesejahteraan karena banyaknya miss-management oleh
BUMN pada masa itu. Selain itu korupsi, kolusi, dan nepotisme juga terjadi di badan pemerintahan
Indonesia.
Pada peningkatkan demografi, kebijakan pemerintah Korea Selatan juga terlihat lebih baik
dan cepat dibandingkan Indonesia, sehingga hasilnya sudah terlihat sekarang. Pada pemerintahan dan
administrasi lokal, kedua negara tampak setara, karena sudah desa sudah didorong untuk produktif
secara mandiri dengan sistem self-help di Korea Selatan, dan pemerintahan desa gaya militer di
Indonesia.
Sementara pada sektor pendidikan, yang menjadi pembeda antara keduanya adalah kesadaran
dan budaya masyarakatnya sendiri, dimana di Korea Selatan pendidikan menjadi kewajiban di dalam
keluarga, karena memberikan status dan kehormatan bagi keluarga. Sementara di Indonesia, pada
masa itu kesadaran untuk meraih pendidikan masih rendah. Yang menjadi pendukungnya adalah
tingginya angka pernikahan dini yang menghentikan banyak wanita Indonesia dalam mengejar
pendidikan. Kebijakan pendidikan Korea Selatan juga lebih terintegrasi dengan rencana industrinya,
karena mereka sudah membuat perencanaan lapangan pekerjaan bagi lulusan pendidikan tinggi
mereka.
Pada bidang kesehatan, kebijakan publik Indonesia pada saat itu dipandang sebagai salah satu
yang terburuk di Asia. Faktor penyebabnya adalah miss-management yang dilakukan Kementerian
Kesehatan selaku operator saat itu dan ketidakefektifan penggunaan dana.
Dan yang terakhir, dalam pengembangan industri manufaktur dan perdagangan, yang
menjadi pembeda Korea Selatan dan Indonesia adalah pembentukan badan pengawas persaingan
usaha. Dapat dilihat bahwa pembentukkan KPPU di Indonesia dilakukan jauh setelah dibentuknya
FTO di Korea Selatan, yang terbukti cukup terlambat. Selain itu, performa pengawasan persaingan
usaha yang sehat di Indonesia juga berada di bawah performa Korea Selatan.
V. Daftar Pustaka
Mendoza, Ronald U. Barcenas, Lai-Lynn Angelica. and Mahurkar, Padmini (2013). Balancing
Industrial Concentration and Competition for Economic Development in Asia: Insights from
South Korea, China, India, Indonesia and the Philippines. Paseo de Roxas, Makati City,
Philippines.
McNicoll, Geoffrey (2006). Policy Lessons of the East Asian Demographic Transition. Population
and Development Review, Vol. 32, No. 1. Population Council.
World Bank. (n.d.). World Development Indicators World Bank. Retrieved June 13, 2016, from
WorldBank:
http://data.worldbank.org/country/korea-republic
http://data.worldbank.org/country/indonesia
http://databank.worldbank.org/data/reports.aspx?source=2&country=IDN&series=&period=
Chang, S. and Y. Jung. 2002. “Republic of Korea.” In D. Brooks and S. Evenett, Eds. Competition
Policy and Development in Asia. New York:Palgrave Macmillan.
Singh, Nirvikar. and Trieu, Hung. (1999). Total Factor Productivity Growth in Japan, South Korea,
and Taiwan. Department of Economics, Delhi School of Economics, University of Delhi.
Chung, Tae Dong. (1977). South Korea and Southeast Asia: A Reassessment. Asian Perspective, Vol.
1, No. 1 (Spring 1977), pp. 1-13. Lynne Rienner Publishers.
Mankiw, Gregory N. (2010). Macroeconomics, 7th Edition. Worth Publishers.
Leete, Richard and Iqbal Alam (eds.). 1993. The Revolution in Asian Fertility: Dimensions, Causes,
and Implications. Oxford: Clarendon Press.
VI. Lampiran
Tabel 1
Perbandingan GDP per capita Korea Selatan dan Indonesia
Tabel 2
Pertumbuhan Ekonomi dan Transisi Demografi pada Negara-negara Asia
Tabel 3
Proporsi Anak Usia Sekolah yang Terdaftar di Sekolah
Tabel 4
Komparasi GDP per capita Korea Selatan dan Sub-Saharan Africa

More Related Content

What's hot

Kemiskinan, ketimpangan, dan pembangunan
Kemiskinan, ketimpangan, dan pembangunanKemiskinan, ketimpangan, dan pembangunan
Kemiskinan, ketimpangan, dan pembangunanArief Anzarullah
 
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomiPertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi
Lucky Maharani Safitri
 
Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomiPertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi
Lutfiyah Siti
 
Pengertian Perdagangan Internasional ppt
Pengertian Perdagangan Internasional pptPengertian Perdagangan Internasional ppt
Pengertian Perdagangan Internasional ppt
BundaF
 
(3) SISTEM EKONOMI INDONESIA
(3) SISTEM EKONOMI INDONESIA(3) SISTEM EKONOMI INDONESIA
(3) SISTEM EKONOMI INDONESIA
Bakhrul Ulum
 
Perekonomian indonesia ppt
Perekonomian indonesia pptPerekonomian indonesia ppt
Perekonomian indonesia ppt
Dita Prillia Kusuma Devi
 
Rangkuman kesimpulan ekonomi mikro
Rangkuman kesimpulan ekonomi mikroRangkuman kesimpulan ekonomi mikro
Rangkuman kesimpulan ekonomi mikroRetna Rindayani
 
Presentasi bab 3 ekonomi pembangunan teori klasik pertumbuhan ekonomi dan pem...
Presentasi bab 3 ekonomi pembangunan teori klasik pertumbuhan ekonomi dan pem...Presentasi bab 3 ekonomi pembangunan teori klasik pertumbuhan ekonomi dan pem...
Presentasi bab 3 ekonomi pembangunan teori klasik pertumbuhan ekonomi dan pem...
Basuki Rahmat
 
Kependudukan dan ketenagakerjaan di indonesia
Kependudukan dan ketenagakerjaan di indonesiaKependudukan dan ketenagakerjaan di indonesia
Kependudukan dan ketenagakerjaan di indonesia
Anissatul Mukhoiriyah
 
Tugas 2. ppt sejarah perekonomian indonesia
Tugas 2. ppt sejarah perekonomian indonesiaTugas 2. ppt sejarah perekonomian indonesia
Tugas 2. ppt sejarah perekonomian indonesia
siti aisah
 
Krisis ekonomi perekonomian Indonesia
Krisis ekonomi perekonomian IndonesiaKrisis ekonomi perekonomian Indonesia
Krisis ekonomi perekonomian Indonesia
Mohammad Sugiharto
 
Presentasi bab 5 ok
Presentasi bab 5 okPresentasi bab 5 ok
Presentasi bab 5 okIrawan Willy
 
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)Bagus Cahyo Jaya Pratama Pratama
 
(6) KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
(6) KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN(6) KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
(6) KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
Bakhrul Ulum
 
Chap08 en-id
Chap08 en-idChap08 en-id
Chap08 en-id
Judianto Nugroho
 
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi
Anida Nur M
 
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori Pertumbuhan EkonomiTeori Pertumbuhan Ekonomi
Teori Pertumbuhan Ekonomimsahuleka
 
Perhitungan biaya hidup
Perhitungan biaya hidupPerhitungan biaya hidup
Perhitungan biaya hidupAjeng Faiza
 

What's hot (20)

Kemiskinan, ketimpangan, dan pembangunan
Kemiskinan, ketimpangan, dan pembangunanKemiskinan, ketimpangan, dan pembangunan
Kemiskinan, ketimpangan, dan pembangunan
 
Model Ekonomi
Model EkonomiModel Ekonomi
Model Ekonomi
 
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomiPertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi
 
Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomiPertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi
 
Pengertian Perdagangan Internasional ppt
Pengertian Perdagangan Internasional pptPengertian Perdagangan Internasional ppt
Pengertian Perdagangan Internasional ppt
 
(3) SISTEM EKONOMI INDONESIA
(3) SISTEM EKONOMI INDONESIA(3) SISTEM EKONOMI INDONESIA
(3) SISTEM EKONOMI INDONESIA
 
Perekonomian indonesia ppt
Perekonomian indonesia pptPerekonomian indonesia ppt
Perekonomian indonesia ppt
 
Rangkuman kesimpulan ekonomi mikro
Rangkuman kesimpulan ekonomi mikroRangkuman kesimpulan ekonomi mikro
Rangkuman kesimpulan ekonomi mikro
 
Presentasi bab 3 ekonomi pembangunan teori klasik pertumbuhan ekonomi dan pem...
Presentasi bab 3 ekonomi pembangunan teori klasik pertumbuhan ekonomi dan pem...Presentasi bab 3 ekonomi pembangunan teori klasik pertumbuhan ekonomi dan pem...
Presentasi bab 3 ekonomi pembangunan teori klasik pertumbuhan ekonomi dan pem...
 
Kependudukan dan ketenagakerjaan di indonesia
Kependudukan dan ketenagakerjaan di indonesiaKependudukan dan ketenagakerjaan di indonesia
Kependudukan dan ketenagakerjaan di indonesia
 
Tugas 2. ppt sejarah perekonomian indonesia
Tugas 2. ppt sejarah perekonomian indonesiaTugas 2. ppt sejarah perekonomian indonesia
Tugas 2. ppt sejarah perekonomian indonesia
 
Krisis ekonomi perekonomian Indonesia
Krisis ekonomi perekonomian IndonesiaKrisis ekonomi perekonomian Indonesia
Krisis ekonomi perekonomian Indonesia
 
Presentasi bab 5 ok
Presentasi bab 5 okPresentasi bab 5 ok
Presentasi bab 5 ok
 
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
 
(6) KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
(6) KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN(6) KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
(6) KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
 
Chap08 en-id
Chap08 en-idChap08 en-id
Chap08 en-id
 
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi
 
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori Pertumbuhan EkonomiTeori Pertumbuhan Ekonomi
Teori Pertumbuhan Ekonomi
 
Perhitungan biaya hidup
Perhitungan biaya hidupPerhitungan biaya hidup
Perhitungan biaya hidup
 
Pengangguran
PengangguranPengangguran
Pengangguran
 

Similar to Komparasi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Korea Selatan

Gambaran perekonomian indonesia
Gambaran perekonomian indonesiaGambaran perekonomian indonesia
Gambaran perekonomian indonesia
Yusuf Abidin
 
Makalah perekonomian indonesia
Makalah perekonomian indonesiaMakalah perekonomian indonesia
Makalah perekonomian indonesia
ily_sugli
 
Judul judul kti tentang ekonomi
Judul judul kti tentang ekonomiJudul judul kti tentang ekonomi
Judul judul kti tentang ekonomi
Yasirecin Yasir
 
Ruri nurul jannah 2.2
Ruri nurul jannah 2.2Ruri nurul jannah 2.2
Ruri nurul jannah 2.2
Ruri1139
 
EKONOMI ORDE BARU DAN REFORMASI DI INDONESIA
EKONOMI ORDE BARU DAN REFORMASI DI INDONESIAEKONOMI ORDE BARU DAN REFORMASI DI INDONESIA
EKONOMI ORDE BARU DAN REFORMASI DI INDONESIA
amelqatrunnada
 
3 sejarah perekonomian ido
3 sejarah perekonomian ido3 sejarah perekonomian ido
3 sejarah perekonomian ido
firman sahari
 
3 sejarah perekonomian ido
3 sejarah perekonomian ido3 sejarah perekonomian ido
3 sejarah perekonomian ido
firman sahari
 
Histo analisis pembangunan ekonomi pada masa orde baru dibawah rezim soeharto
Histo analisis pembangunan ekonomi pada masa orde baru dibawah rezim soehartoHisto analisis pembangunan ekonomi pada masa orde baru dibawah rezim soeharto
Histo analisis pembangunan ekonomi pada masa orde baru dibawah rezim soeharto
Sejarah Akademika
 
Ppt gambaran dasar perekonomian indonesia
Ppt gambaran dasar perekonomian indonesiaPpt gambaran dasar perekonomian indonesia
Ppt gambaran dasar perekonomian indonesia
R Anggara
 
(1) GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA
(1) GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA(1) GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA
(1) GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA
Bakhrul Ulum
 
133752138 makalah-ekonomi-pembangunan-3
133752138 makalah-ekonomi-pembangunan-3133752138 makalah-ekonomi-pembangunan-3
133752138 makalah-ekonomi-pembangunan-3
Septian Muna Barakati
 
Sejarah perekonomian indonesia
Sejarah perekonomian indonesiaSejarah perekonomian indonesia
Sejarah perekonomian indonesia
Eris Hariyanto
 
PEMASARAN INTERNASIONAL PERBANDINGAN LINGKUNGAN PEMASARAN INTERNASIONAL INDO...
PEMASARAN INTERNASIONAL PERBANDINGAN LINGKUNGAN PEMASARAN INTERNASIONAL  INDO...PEMASARAN INTERNASIONAL PERBANDINGAN LINGKUNGAN PEMASARAN INTERNASIONAL  INDO...
PEMASARAN INTERNASIONAL PERBANDINGAN LINGKUNGAN PEMASARAN INTERNASIONAL INDO...
Putri Sanuria
 
Ekonomika pembangunan dari krisis ke krisis
 Ekonomika pembangunan dari krisis ke krisis Ekonomika pembangunan dari krisis ke krisis
Ekonomika pembangunan dari krisis ke krisis
Sigit Pramulia
 
SEJARAH PEREKONOMIAN
SEJARAH PEREKONOMIAN SEJARAH PEREKONOMIAN
SEJARAH PEREKONOMIAN
Dini Sri Rahayu
 
MATERI PEREKONOMIAN INDONESIA
MATERI PEREKONOMIAN INDONESIAMATERI PEREKONOMIAN INDONESIA
MATERI PEREKONOMIAN INDONESIA
Wiandita Handayani
 
Resume pertemuan ke 2 sampai 7 dan pertemuan ke 9 sampai 14 EKONOMI INTERNASI...
Resume pertemuan ke 2 sampai 7 dan pertemuan ke 9 sampai 14 EKONOMI INTERNASI...Resume pertemuan ke 2 sampai 7 dan pertemuan ke 9 sampai 14 EKONOMI INTERNASI...
Resume pertemuan ke 2 sampai 7 dan pertemuan ke 9 sampai 14 EKONOMI INTERNASI...
erika herawati
 

Similar to Komparasi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Korea Selatan (20)

Gambaran perekonomian indonesia
Gambaran perekonomian indonesiaGambaran perekonomian indonesia
Gambaran perekonomian indonesia
 
Makalah perekonomian indonesia
Makalah perekonomian indonesiaMakalah perekonomian indonesia
Makalah perekonomian indonesia
 
Bab 2
Bab 2Bab 2
Bab 2
 
Imf
ImfImf
Imf
 
Judul judul kti tentang ekonomi
Judul judul kti tentang ekonomiJudul judul kti tentang ekonomi
Judul judul kti tentang ekonomi
 
Ruri nurul jannah 2.2
Ruri nurul jannah 2.2Ruri nurul jannah 2.2
Ruri nurul jannah 2.2
 
Bab 3
Bab 3Bab 3
Bab 3
 
EKONOMI ORDE BARU DAN REFORMASI DI INDONESIA
EKONOMI ORDE BARU DAN REFORMASI DI INDONESIAEKONOMI ORDE BARU DAN REFORMASI DI INDONESIA
EKONOMI ORDE BARU DAN REFORMASI DI INDONESIA
 
3 sejarah perekonomian ido
3 sejarah perekonomian ido3 sejarah perekonomian ido
3 sejarah perekonomian ido
 
3 sejarah perekonomian ido
3 sejarah perekonomian ido3 sejarah perekonomian ido
3 sejarah perekonomian ido
 
Histo analisis pembangunan ekonomi pada masa orde baru dibawah rezim soeharto
Histo analisis pembangunan ekonomi pada masa orde baru dibawah rezim soehartoHisto analisis pembangunan ekonomi pada masa orde baru dibawah rezim soeharto
Histo analisis pembangunan ekonomi pada masa orde baru dibawah rezim soeharto
 
Ppt gambaran dasar perekonomian indonesia
Ppt gambaran dasar perekonomian indonesiaPpt gambaran dasar perekonomian indonesia
Ppt gambaran dasar perekonomian indonesia
 
(1) GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA
(1) GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA(1) GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA
(1) GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA
 
133752138 makalah-ekonomi-pembangunan-3
133752138 makalah-ekonomi-pembangunan-3133752138 makalah-ekonomi-pembangunan-3
133752138 makalah-ekonomi-pembangunan-3
 
Sejarah perekonomian indonesia
Sejarah perekonomian indonesiaSejarah perekonomian indonesia
Sejarah perekonomian indonesia
 
PEMASARAN INTERNASIONAL PERBANDINGAN LINGKUNGAN PEMASARAN INTERNASIONAL INDO...
PEMASARAN INTERNASIONAL PERBANDINGAN LINGKUNGAN PEMASARAN INTERNASIONAL  INDO...PEMASARAN INTERNASIONAL PERBANDINGAN LINGKUNGAN PEMASARAN INTERNASIONAL  INDO...
PEMASARAN INTERNASIONAL PERBANDINGAN LINGKUNGAN PEMASARAN INTERNASIONAL INDO...
 
Ekonomika pembangunan dari krisis ke krisis
 Ekonomika pembangunan dari krisis ke krisis Ekonomika pembangunan dari krisis ke krisis
Ekonomika pembangunan dari krisis ke krisis
 
SEJARAH PEREKONOMIAN
SEJARAH PEREKONOMIAN SEJARAH PEREKONOMIAN
SEJARAH PEREKONOMIAN
 
MATERI PEREKONOMIAN INDONESIA
MATERI PEREKONOMIAN INDONESIAMATERI PEREKONOMIAN INDONESIA
MATERI PEREKONOMIAN INDONESIA
 
Resume pertemuan ke 2 sampai 7 dan pertemuan ke 9 sampai 14 EKONOMI INTERNASI...
Resume pertemuan ke 2 sampai 7 dan pertemuan ke 9 sampai 14 EKONOMI INTERNASI...Resume pertemuan ke 2 sampai 7 dan pertemuan ke 9 sampai 14 EKONOMI INTERNASI...
Resume pertemuan ke 2 sampai 7 dan pertemuan ke 9 sampai 14 EKONOMI INTERNASI...
 

More from Ekaputra Sananto

Pengaruh Kehadiran Kepemilikan Bank Asing Terhadap Profitabilitas, Aktivitas ...
Pengaruh Kehadiran Kepemilikan Bank Asing Terhadap Profitabilitas, Aktivitas ...Pengaruh Kehadiran Kepemilikan Bank Asing Terhadap Profitabilitas, Aktivitas ...
Pengaruh Kehadiran Kepemilikan Bank Asing Terhadap Profitabilitas, Aktivitas ...
Ekaputra Sananto
 
PT. Sepatu Bata Tbk. - Strategic Management
PT. Sepatu Bata Tbk. - Strategic ManagementPT. Sepatu Bata Tbk. - Strategic Management
PT. Sepatu Bata Tbk. - Strategic Management
Ekaputra Sananto
 
Insurance and Its Correlation with International Trade
Insurance and Its Correlation with International TradeInsurance and Its Correlation with International Trade
Insurance and Its Correlation with International Trade
Ekaputra Sananto
 
Threat from Government-backed BPJS for Private Insurance in Indonesia
Threat from Government-backed BPJS for Private Insurance in IndonesiaThreat from Government-backed BPJS for Private Insurance in Indonesia
Threat from Government-backed BPJS for Private Insurance in Indonesia
Ekaputra Sananto
 
Comprehensive Bond Valuation in Indonesia
Comprehensive Bond Valuation in IndonesiaComprehensive Bond Valuation in Indonesia
Comprehensive Bond Valuation in Indonesia
Ekaputra Sananto
 
Expansion of Merdeka Bank Focusing in SME Loans in Indonesia
Expansion of Merdeka Bank Focusing in SME Loans in IndonesiaExpansion of Merdeka Bank Focusing in SME Loans in Indonesia
Expansion of Merdeka Bank Focusing in SME Loans in Indonesia
Ekaputra Sananto
 
Universal Basic Income as a Tool of Labor Market Transformation due to Techno...
Universal Basic Income as a Tool of Labor Market Transformation due to Techno...Universal Basic Income as a Tool of Labor Market Transformation due to Techno...
Universal Basic Income as a Tool of Labor Market Transformation due to Techno...
Ekaputra Sananto
 
Bright Store Expansion in Effort to Diversify Pertamina's Business
Bright Store Expansion in Effort to Diversify Pertamina's BusinessBright Store Expansion in Effort to Diversify Pertamina's Business
Bright Store Expansion in Effort to Diversify Pertamina's Business
Ekaputra Sananto
 
Embracing Indonesia Potential for Indonesische Thee
Embracing Indonesia Potential for Indonesische TheeEmbracing Indonesia Potential for Indonesische Thee
Embracing Indonesia Potential for Indonesische Thee
Ekaputra Sananto
 
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Bond Valuation
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Bond ValuationPT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Bond Valuation
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Bond Valuation
Ekaputra Sananto
 
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Stock Valuation
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Stock ValuationPT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Stock Valuation
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Stock Valuation
Ekaputra Sananto
 
Reimagine Banking in 2025: How Will IT Change the Way We Do Banking?
Reimagine Banking in 2025: How Will IT Change the Way We Do Banking?Reimagine Banking in 2025: How Will IT Change the Way We Do Banking?
Reimagine Banking in 2025: How Will IT Change the Way We Do Banking?
Ekaputra Sananto
 
Persaingan Tiga Perusahaan Raksasa Dunia untuk Menjadi Market Leader dalam Te...
Persaingan Tiga Perusahaan Raksasa Dunia untuk Menjadi Market Leader dalam Te...Persaingan Tiga Perusahaan Raksasa Dunia untuk Menjadi Market Leader dalam Te...
Persaingan Tiga Perusahaan Raksasa Dunia untuk Menjadi Market Leader dalam Te...
Ekaputra Sananto
 
Universal Basic Income as a Tool of Labor Market Transformation due to Techno...
Universal Basic Income as a Tool of Labor Market Transformation due to Techno...Universal Basic Income as a Tool of Labor Market Transformation due to Techno...
Universal Basic Income as a Tool of Labor Market Transformation due to Techno...
Ekaputra Sananto
 
Pengaruh Sistem Remunerasi Terhadap Tingkat Loyalitas di BSA Land Group
Pengaruh Sistem Remunerasi Terhadap Tingkat Loyalitas di BSA Land GroupPengaruh Sistem Remunerasi Terhadap Tingkat Loyalitas di BSA Land Group
Pengaruh Sistem Remunerasi Terhadap Tingkat Loyalitas di BSA Land Group
Ekaputra Sananto
 
Leadership in PT. Tidar Motor
Leadership in PT. Tidar MotorLeadership in PT. Tidar Motor
Leadership in PT. Tidar Motor
Ekaputra Sananto
 
Financial Analysis of Krakatau Steel Corporation
Financial Analysis of Krakatau Steel CorporationFinancial Analysis of Krakatau Steel Corporation
Financial Analysis of Krakatau Steel Corporation
Ekaputra Sananto
 
Dampak Peraturan Capital Requirements Terhadap Efisiensi Biaya
Dampak Peraturan Capital Requirements Terhadap Efisiensi BiayaDampak Peraturan Capital Requirements Terhadap Efisiensi Biaya
Dampak Peraturan Capital Requirements Terhadap Efisiensi Biaya
Ekaputra Sananto
 
Comparation of CSR Actions Done by Cargill and Austindo Nusantara Jaya
Comparation of CSR Actions Done by Cargill and Austindo Nusantara JayaComparation of CSR Actions Done by Cargill and Austindo Nusantara Jaya
Comparation of CSR Actions Done by Cargill and Austindo Nusantara Jaya
Ekaputra Sananto
 

More from Ekaputra Sananto (20)

Pengaruh Kehadiran Kepemilikan Bank Asing Terhadap Profitabilitas, Aktivitas ...
Pengaruh Kehadiran Kepemilikan Bank Asing Terhadap Profitabilitas, Aktivitas ...Pengaruh Kehadiran Kepemilikan Bank Asing Terhadap Profitabilitas, Aktivitas ...
Pengaruh Kehadiran Kepemilikan Bank Asing Terhadap Profitabilitas, Aktivitas ...
 
PT. Sepatu Bata Tbk. - Strategic Management
PT. Sepatu Bata Tbk. - Strategic ManagementPT. Sepatu Bata Tbk. - Strategic Management
PT. Sepatu Bata Tbk. - Strategic Management
 
Insurance and Its Correlation with International Trade
Insurance and Its Correlation with International TradeInsurance and Its Correlation with International Trade
Insurance and Its Correlation with International Trade
 
Threat from Government-backed BPJS for Private Insurance in Indonesia
Threat from Government-backed BPJS for Private Insurance in IndonesiaThreat from Government-backed BPJS for Private Insurance in Indonesia
Threat from Government-backed BPJS for Private Insurance in Indonesia
 
Comprehensive Bond Valuation in Indonesia
Comprehensive Bond Valuation in IndonesiaComprehensive Bond Valuation in Indonesia
Comprehensive Bond Valuation in Indonesia
 
Expansion of Merdeka Bank Focusing in SME Loans in Indonesia
Expansion of Merdeka Bank Focusing in SME Loans in IndonesiaExpansion of Merdeka Bank Focusing in SME Loans in Indonesia
Expansion of Merdeka Bank Focusing in SME Loans in Indonesia
 
Universal Basic Income as a Tool of Labor Market Transformation due to Techno...
Universal Basic Income as a Tool of Labor Market Transformation due to Techno...Universal Basic Income as a Tool of Labor Market Transformation due to Techno...
Universal Basic Income as a Tool of Labor Market Transformation due to Techno...
 
Bright Store Expansion in Effort to Diversify Pertamina's Business
Bright Store Expansion in Effort to Diversify Pertamina's BusinessBright Store Expansion in Effort to Diversify Pertamina's Business
Bright Store Expansion in Effort to Diversify Pertamina's Business
 
Embracing Indonesia Potential for Indonesische Thee
Embracing Indonesia Potential for Indonesische TheeEmbracing Indonesia Potential for Indonesische Thee
Embracing Indonesia Potential for Indonesische Thee
 
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Bond Valuation
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Bond ValuationPT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Bond Valuation
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Bond Valuation
 
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Stock Valuation
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Stock ValuationPT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Stock Valuation
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Stock Valuation
 
Reimagine Banking in 2025: How Will IT Change the Way We Do Banking?
Reimagine Banking in 2025: How Will IT Change the Way We Do Banking?Reimagine Banking in 2025: How Will IT Change the Way We Do Banking?
Reimagine Banking in 2025: How Will IT Change the Way We Do Banking?
 
Persaingan Tiga Perusahaan Raksasa Dunia untuk Menjadi Market Leader dalam Te...
Persaingan Tiga Perusahaan Raksasa Dunia untuk Menjadi Market Leader dalam Te...Persaingan Tiga Perusahaan Raksasa Dunia untuk Menjadi Market Leader dalam Te...
Persaingan Tiga Perusahaan Raksasa Dunia untuk Menjadi Market Leader dalam Te...
 
Universal Basic Income as a Tool of Labor Market Transformation due to Techno...
Universal Basic Income as a Tool of Labor Market Transformation due to Techno...Universal Basic Income as a Tool of Labor Market Transformation due to Techno...
Universal Basic Income as a Tool of Labor Market Transformation due to Techno...
 
Proposal Tofu Nugget
Proposal Tofu NuggetProposal Tofu Nugget
Proposal Tofu Nugget
 
Pengaruh Sistem Remunerasi Terhadap Tingkat Loyalitas di BSA Land Group
Pengaruh Sistem Remunerasi Terhadap Tingkat Loyalitas di BSA Land GroupPengaruh Sistem Remunerasi Terhadap Tingkat Loyalitas di BSA Land Group
Pengaruh Sistem Remunerasi Terhadap Tingkat Loyalitas di BSA Land Group
 
Leadership in PT. Tidar Motor
Leadership in PT. Tidar MotorLeadership in PT. Tidar Motor
Leadership in PT. Tidar Motor
 
Financial Analysis of Krakatau Steel Corporation
Financial Analysis of Krakatau Steel CorporationFinancial Analysis of Krakatau Steel Corporation
Financial Analysis of Krakatau Steel Corporation
 
Dampak Peraturan Capital Requirements Terhadap Efisiensi Biaya
Dampak Peraturan Capital Requirements Terhadap Efisiensi BiayaDampak Peraturan Capital Requirements Terhadap Efisiensi Biaya
Dampak Peraturan Capital Requirements Terhadap Efisiensi Biaya
 
Comparation of CSR Actions Done by Cargill and Austindo Nusantara Jaya
Comparation of CSR Actions Done by Cargill and Austindo Nusantara JayaComparation of CSR Actions Done by Cargill and Austindo Nusantara Jaya
Comparation of CSR Actions Done by Cargill and Austindo Nusantara Jaya
 

Recently uploaded

PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
hoiriyono
 
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.pptPpt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
mariapasaribu13
 
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptxPendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
LidyaManuelia1
 
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Anisa Rizki Rahmawati
 
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
EnforceA Real Solution
 
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUPDJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
adjhe17ks1
 
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniahreksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
AhmadVikriKhoirulAna
 
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptxPPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
f4hmizakaria123
 
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptxMETODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.pptCost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
meincha1152
 
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
IndahMeilani2
 
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptxMETODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
Penghitungan Kerugian Keuangan Negara di Indonesia
Penghitungan Kerugian Keuangan Negara di IndonesiaPenghitungan Kerugian Keuangan Negara di Indonesia
Penghitungan Kerugian Keuangan Negara di Indonesia
FachrulAchast
 
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdfPengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
fadilahsaleh427
 
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplinEKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
anthoniusaldolemauk
 
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptxModul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
MarkusPiyusmanZebua
 
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptxSesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
bidakara2016
 
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.pptKonsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
AchmadHasanHafidzi
 

Recently uploaded (18)

PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
 
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.pptPpt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
 
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptxPendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
 
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
 
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
 
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUPDJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
 
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniahreksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
 
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptxPPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
 
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptxMETODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
 
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.pptCost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
 
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
 
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptxMETODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
 
Penghitungan Kerugian Keuangan Negara di Indonesia
Penghitungan Kerugian Keuangan Negara di IndonesiaPenghitungan Kerugian Keuangan Negara di Indonesia
Penghitungan Kerugian Keuangan Negara di Indonesia
 
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdfPengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
 
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplinEKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
 
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptxModul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
 
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptxSesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
 
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.pptKonsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
 

Komparasi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Korea Selatan

  • 1. PAPER MAKROEKONOMI 1 KOMPARASI KEBIJAKAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI: INDONESIA DAN KOREA SELATAN DEPARTEMEN MANAJEMEN UNIVERSITAS INDONESI PAPER MAKROEKONOMI 1 KOMPARASI KEBIJAKAN DAN PERTUMBUHAN : INDONESIA DAN KOREA SELATAN Disusun oleh: Yohannes Ekaputra Sananto 1306408220 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2016 KOMPARASI KEBIJAKAN DAN PERTUMBUHAN : INDONESIA DAN KOREA SELATAN
  • 2. Komparasi Kebijakan dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Korea Selatan Yohannes Ekaputra Sananto / 1306408220 I. Pendahuluan Indonesia dan Korea Selatan adalah dua negara yang memiliki kesamaan pada beberapa aspek. Kedua negara ini merdeka pada tahun 1945 setelah mengalami penjajahan. Kedua negara ini juga mengalami pergolakan politik pada awal tahun 1960an, masing-masing adalah perang saudara di Korea yang menewaskan lebih dari 2,5juta jiwa, dan pergantian kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru di Indonesia yang juga membawa dampak ekonomi dan demografi. Kesamaan lain antara kedua negara adalah kondisi sumber daya manusia. Keduanya menghadapi masalah akses terhadap pendidikan , tingkat literasi dan kesetaraan gender yang rendah, yang masih merupakan warisan dari kolonialisme panjang yang mereka alami. Indonesia dan Korea Selatan juga memiliki perbedaan dalam hal sumber daya alam. Indonesia tergolong sebagai negara dengan sumber daya alam yang kaya. Indonesia adalah pemasok 20% timah di dunia, dan mempunyai cadangan tembaga, nikel dan emas yang sangat diperhitungkan. Minyak dan pertambangan secara bersama-sama mencakup 42% dari ekspor di 2011. Sementara Korea Selatan relatif miskin dalam hal sumber daya alam. Meskipun Korea Selatan memiliki sejumlah kecil batubara, tungsten, molybdenum dan grafit. Sumber daya alam lain adalah perhutanan, yang sekarang sudah berkurang karena deforestasi. Pada 1960an, perekonomian Indonesia sangat terganggu dengan adanya instabilitas politik. Setelah turunnya Presiden Sukarno, perekonomian dalam kondisi buruk dengan inflasi tahunan 1000%, jauh menurunnya pendapatan ekspor, melambatnya pembangunan infrastruktur, tidak maksimalnya kapasitas produksi pabrik, dan juga rendahnya tingkat investasi. Produksi minyak masih menjadi andalan pertumbuhan Indonesia pada saat itu, mengingat Indonesia masih merupakan anggota OPEC. Setelah administasi Presiden Suharto melakukan stabilisasi ekonomi dengan renegosiasi hutang luar negeri, stabilisasi mata uang, menarik bantuan dan investasi luar negeri, pendapatan dari ekspor minyak menjadi motor penggerak pertumbuhan GDP per capita yang mencapai 545% dari 1970 sampai 1980. Tingginya pertumbuhan ekonomi ini menutupi kelemahan struktural pada perekonomian Indonesia. Sayangnya, pertumbuhan diraih dengan mengabaikan institusi pemerintahan yang lemah dan korup, tingginya hutang luar negeri karena mismanagement keuangan, dan cepat berkurangnya sumber daya alam Indonesia. Setelah mengalami krisis finansial tahun 1998, GDP per capita Indonesia tumbuh hingga mencapai USD 3.475,25. Sementara setelah Perang Korea di awal 1960, Korea Selatan masih merupakan salah satu negara termiskin di dunia selama lebih dari satu dekade. Pada 1960an, GDP per capita Korea Selatan pernah mencapai titik terendah $79, lebih rendah dari negara-negara sub-Sahara (4). Kemudian Korea Selatan melakukan reformasi dalam pendidikan, manufaktur, investasi dan kesehatan. Sebagai
  • 3. hasilnya, GDP per capita Korea Selatan tumbuh dengan rata-rata 8% per tahun dari USD 103,88 pada 1962, menjadi USD 5.438,24 pada 1989, dan menlebihi USD 20.000,00 pada 2006. Motor utama pertumbuhan ekonomi Korea Selatan adalah sektor manufaktur dan perdagangan. Terlihat bahwa persentase sektor manufaktur tumbuh dari 14,3% GDP menjadi 30,3% pada 1987. Sementara volume perdagangan komoditas berkembang dari USD 480 juta pada 1962, menjadi USD 127,9 miliar pada 1990. Penulis ingin menganalisis melalui karya tulis ini, apa saja kebijakan-kebijakan yang membedakan tingkat pertumbuhan GDP per capita Korea Selatan dan Indonesia (1), mengingat kesamaan yang dimiliki kedua negara pada tahun 1960, kesamaan kondisi sumber daya alam pada saat itu, dan kemiripan latar belakang penjajahan yang menjadi batasan bagi kedua negara. Penulis juga ingin membandingkan realita pertumbuhan ekonomi kedua negara dengan landasan teori. Serta menghasilkan analisis akan kebijakan yang dilakukan pemerintah Korea Selatan yang tidak atau belum dilakukan pemerintah Indonesia secara maksimal, sehingga Korea Selatan meraih pertumbuhan yang jauh lebih pesat daripada Indonesia. Fokus pada tulisan ini adalah kebijakan yang berhubungan dengan investasi, demografi (administrasi lokal, pendidikan dan kesehatan) (2), dan manufaktur di tahun 1960-sekarang, yang menjadi fokus adalah di tahun 1960an dan 1970an, karena masa itu menjadi dasar kebijakan sampai sekarang yang membuat perbedaan pertumbuhan ekonomi kedua negara. Selain itu, masa-masa ini menjadi titik dimana pertumbuhan ekonomi kedua negara mulai melebar jauh setelah sebelumnya setara. II. Landasan Teori 1. Level of Capital Model pertumbuhan Solow menunjukkan bahwa pada jangka panjang, tingkat saving pada suatu ekonomi menentukan ukutan dari capital stock mereka dan tingkat output yang lebih tinggi. Pada model Solow, kenaikan pada tingkat saving mempunyai dampak pada pendapatan per orang. Pada awalnya akan menghasilkan pertumbuhan yang cepat, tapi pada akhirnya pertumbuhan tersebut akan melambat sampai steady-state yang baru tercapai. Maka, meskipun tingkat saving tinggi menghasilkan output steady-state, saving sendiri tidak dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang persisten secara terus menerus. Tingkat kapital yang memaksimalkan konsumsi steady-state disebut dengan tingkat Golden Rule. Jika suatu ekonomi memiliki kapital lebih banyak dari tingkat Golden Rule, maka mengurangi saving akan menaikkan konsumsi pada saat tersebut. Sebaliknya, jika perekonomian mempunyai kapital lebih rendah dari saat tingkat Golden Rule, maka untuk mencapai Golden Rule diperlukan investasi lebih banyak dan mengurangi konsumsi pada generasi sekarang.
  • 4. 2. Level of Population Growth Model Solow menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan populasi dari suatu ekonomi adalah penentu lainnya dari standard kehidupan pada jangka panjang. Berdasarkan Solow model, jika pertumbuhan populasi lebih tinggi, lebih rendah tingkat steady-state dari capital per worker dan output per worker. Interpretasi lain pada teori dampak dari pertumbuhan populasi seperti yang dilakukan Malthus, yang menyatakan bahwa pertumbuhan populasi akan menekan sumber daya alam yang dibutuhkan untuk memproduksi makanan. Kremer menyarankan bahwa tingginya populasi dapat mempercepat progress teknologi. 3. Level of Technological Progress Pada tingkat steady state di model pertumbuhan Solow, tingkat pertumbuhan pendapatan per orang ditentukan hanya oleh faktor eksogenous yaitu technological progress. Tingkat steady-state Golden Rule (maksimal konsumsi) mempunyai ciri-ciri kesamaan antara net marginal product of capital (MPK − d) dan tingkat pertumbuhan steady-state dari total pendapatan (n + g). Di awal 1970an, tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita turun secara drastis pada banyak negara industri. Alasan perlambatan ini belum diketahui. Pada pertengahan 1990an, tingkat pertumbuhan naik, dikarenakan kemajuan pada teknologi informasi. III. Analisis 1. Investasi Kebijakan industri manufaktur Korea Selatan mempunyai karakteristik yang khas pada awal 1960an, yaitu hubungan hierarkikal antara pemerintah dan beberapa perusahaan terpilih, yang kemudian dikenal sebagai chaebols.Pemerintah mengarahkan dan mendanai investasi melalui bank milik pemerintah, mengkoordinasikan akrivitas di antara perusahaan yang berhubungan dan menentukan kriteria yang harus dipenuhi agar suatu perusahaan mendapat dukungan pemerintah. Kebijakan ini sangat mendorong iklim kompetisi di antara perusahaan lokal, dan juga sekaligus memberikan proteksi dari industri manufaktur luar negeri. Tetapi, seiring chaebols tumbuh dan mempunyai kekuatan ekonomi dan mulai melawan kekuatan pemerintah, hubungan keduanya mulai tidak harmonis. Dengan tumbuhnya kekuatan chaebols, kekuatan pemerintah dalam mengarahkan menjadi berkurang, sementara alokasi kemudahan bagi chaebols masih harus dijalankan. Hal ini menghasilkan iklim korupsi dan rent-seeking di antara oknum keduanya. Tindakan-tindakan seperti ini diklaim sebagai salah satu faktor terjadinya dinancial crisis 1997-1998 di Korea Selatan. Tetapi sistem ini yang memunculkan keberadaan perusahaan
  • 5. raksasa Korea Selatan sampai saat ini seperti LG, Hyundai, dan Samsung, yang juga didukung kampanye pemerintah pada masa lalu sampai sekarang yang mendorong warganya untuk memakai produk lokal. Sementara di Indonesia pada awal 1960an-1970an, usaha yang dilakukan pemerintah lebih bertujuan untuk mendorong pertumbuhan pengusaha pribumi, yang pada masa itu jauh tertinggal dibanding pengusaha etnis China dan investor luar negeri. Cara yang dilakukan adalah dengan memberikan subsidi dan kemudahan kredit oleh bank milik negara yang diprioritaskan kepada pebisnis pribumi. Hal ini sayangnya menimbulkan praktek tidak sehat. Terjadi pergeseran dari pegawai pemerintahan dan politisi menjadi pebisnis dengan adanya kemudahan ini, terutama kerjasama oleh oknum Partai Nasional Indonesia yang berkuasa di awal 1960an dengan kroninya di pihak pebisnis. Hal ini menimbulkan persaingan tidak sehat berupa spekulasi dan perusahaan ber profit terlalu tinggi. Salah satu cara yang sering dilakukan adalah dengan menaikkan harga barang impor secara drastis yang memungkinkan pebisnis mengumpulkan modal dalam mata uang asing, yang kemudian dipakai untuk membiayai investasi domestik. Di luar praktek tidak sehat ini, usaha memajukan bisnis pribumi juga secara umum dinilai gagal. Hal ini dikarenakan lemahnya kemampuan entrepreneurial dari pribumi. Kesalahan lain yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada masa itu adalah tidak adanya dukungan terhadap investasi modal asing. Pemerintah justru lebih percaya terhadap BUMN sebagai tulang punggung perekonomian. Hal ini terbukti gagal karena BUMN banyak mengalami manajemen yang buruk, karena penunjukkan manajer sering dilatarbelakangi kepentingan pribadi dan politik. 2. Demografi a. Administrasi Lokal Di Korea Selatan, sistem administrasi, terutama di pedesaan masih sangat bernuansa warisan kolonial Jepang yang sudah mengakar selama setengah abad. Sistem pemerintahan desa di desain dengan memprioritaskan stabilitas dan ekstraksi kelebihan hasil tanah. Keamanan merupakan prioritas utama pada zaman kolonial Jepang, karena posisi Korea Selatan yang rawan akan serangan musuh, tetapi produksi makanan juga menjadi prioritas utama untuk menjamin kelangsungan masyarakat. Sistem ini membuat peran landlord masih sangat kental dalam pemerintahan desa-desa Korea Selatan. Reformasi sistem ini baru dimulai pada tahun 1971, ketika program Saemaul Undong (Pergerakan Komunitas Baru) diluncurkan. Program ini memprioritaskan semangat self-help pada diri desa dan pemimpinnya. Hal ini didukung sistem reward yang diberikan kepada desa dengan performa terbaik. Sayangnya pada prakteknya, program ini mendapat gangguan dari elite lokal desa yang tak ingin kehilangan kekuatannya.
  • 6. Sementara di Indonesia, pada tahun 1950an dan 1960an, Partai Komunis Indonesia memulai pergerakan radikal agraria untuk menghimpun sejumlah besar petani yang miskin dan tidak mempunyai tanah. Hal ini ditentang keras oleh kaum pembela partai Muslim dan angkatan bersenjata. Pertentangan ini mulai memanas hingga berujung pada pembunuhan massal yang dilakukan pada 1965, dan turunnya Presiden Sukarno. Naiknya Presiden Suharto, seorang teknokrat yang mempunyai hubungan erat dengan banyak perwira militer dan pensiunan, sangat mempengaruhi administrasi desa pada masa pemerintahannya. Kontrol yang termiliterisasi diterapkan pada pemerintahan setiap level, kotamadya, kabupaten, dan provinsi. Sistem yang ketat ini dimanfaatkan pemerintah untuk meningkatkan performa aktivitas dan produktivitas agrikultur yang kemudian hasilnya akan dipakai untuk pengembangan pendidikan dan pekerjaan publik. b. Pendidikan Pendidikan menjadi salah satu prioritas utama pemerintah Indonesia dan Korea Selatan. Pendidikan dipandang sebagai alat pendukung perkembangan industri di kedua negara sebagai investasi jangka panjang. Selain itu, pendidikan juga dipandang sebagai sarana mobilitas sosial dan ekonomi bagi warga individual. Tingkat jumlah masyarakat yang masuk ke pendidikan formal di Korea Selatan lebih tinggi dibandingkan di Indonesia, bahkan sampai tahun 1995. (3) Di Korea Selatan, permintaan tinggi akan pendidikan sekunder ditunjukkan oleh munculnya biaya pendidikan pada sekolah negeri dan mulai menjamurnya sekolah swasta. Hal ini sejalan dengan prioritas Korea Selatan dalam manufaktur adalah mempromosikan industri ekspor impor mereka, dimulai dari agrikultur (beras), labor-intensive, manufaktur ringan ( sepeda dan tekstil). Pada tahun berikutnya pemerintah Korea Selatan berambisi beralih ke komoditas yang lebih sophisticated dengan cara menambah balue-added pada produk mereka. Untuk itulah, pendidikan berkualitas menjadi sangat penting untuk menghasilkan tenaga kerja yang mumpuni. Hal ini terlihat dari tingginya pengeluaran untuk pendidikan oleh pemerintah. Pemgeluaran untuk pendidian berlipat 29 kali selama 1963-2005. Sementara budget pemerintah keseluruhan hanya berlipat 20 kali pada periode yang sama. Pada tingkat keluarga, ada stigma yang tercipta di Korea Selatan yang menimbulkan tekanan dan dorongan bagi anak muda pada zaman dulu sampai sekarang untuk masuk ke pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi dianggap memberikan status dan kehormatan bagi individual, hal ini yang belum ada di Indonesia pada awal Orde Baru. Di Indonesia, pada 1970an, tingkat pendidikan pada sekolah dasar sudah tinggi, sehingga masyarakat beralih kepada persaingan untuk masuk ke sekolah atas, yang pada masa itu dipandang sebagai rute menuju pekerjaan tetap di pemerintahan, yang dipandang menjamin kesejahteraan dan masa depan.
  • 7. Meski usaha pemerintah dan swasta untuk menyediakan cukup sekolah, kesadaran masyarakat dan budaya tampak menjadi faktor utama jauh lebih rendahnya tingkat masuk pendidikan di masyarakat Indonesia dibanding dengan di Korea Selatan. Salah satu faktor penyebabnya adalah pernikahan dini. Pernikahan dini jauh lebih rendah jumlahnya di Asia Timur dibanding dengan di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Data menunjukkan bahwa proporsi wanita menikah pada usia 15-19 relatif tinggi pada 1960an di Malaysia dan Indonesia. Meskipun trendnya menurun hingga tahun 1980an, dari 37% ke 9% di Malaysia dan dari 40% ke 19% di Indonesia (Letee dan Alam 1993:24) c. Kesehatan Pada awal 1960an, baik Korea Selatan dan Indonesia sudah memiliki kesadaran penuh untuk menjadikan kesehatan dasar sebagai prioritas pada seluruh warganya. Sarana kesehatan sudah tersebar hingga ke desa-desa, meski kualitasnya tentu jauh lebih buruk dibanding sekarang. Tindakan preventif kesehatan, seperti vaksinasi, kontrol pada penularan penyakit, kebersihan publik, sudah mulai digagas pada awal 1960an. China menjadi pioneer kebijakan kesehatan publik dengan diluncurkannya Ntional Patriotic Health Campaign Committees, yang kemudian menjadi acuan dan ditiru oleh negara-negara Asia lain, termasuk di Indonesia dan Korea Selatan. Sayangnya, sistem kesehatan publik di Indonesia pada saat itu dinilai sebagai salah satu yang terburuk di antara negara-negara Asia. Operasi kesehatan publik, yang dijalankan Kementerian Kesehatan dengan pengawasan Kementerain Dalam Negeri, dinilai kurang efektif. Biaya kesehatan yang diterima pemerintah daerah cukup besar, tetapi sayangnya sebagian besar dipakai untuk aktivitas lain seperti pekerjaan publik. Keluarga Berencana mulai digagas sebagai salah satu cara kontrol populasi dan mempermudah pelayanan kesehatan publik. Di Korea Selatan, program ini sempat ditentang pada era kediktatoran Syngman Rhee, tetapi pada era suksesornya, sistem ini sangat didukung. Bahkan Keluarga Berencana dimasukkan ke dalam rencana lima tahun pemerintahan tahun 1962. Aborsi juga disediakan, mekipun sebetulnya masih ilegal sampai tahun 1973. Program ini dijalankan sebagai prioritas utama pembanguan ekonomi, dengan target yang mendetail dan monitoring seksama akan pelaksanaannya. Di Indonesia, program serupa juga mendapat dukungan penuh dari pemerintahan Presiden Suharto. Program Keluarga Berencana menjadi salah satu alat utama pemerintah dalam melakukan perencanaan pembangunan ekonomi dan kesehatan publik. Beberapa pihak yang menetang segera disingkirkan oleh pemerintah. Pemerintah desa ditekan untuk mencapai target kelahiran yang ditentukan pemerintah. Hal ini membuat pelaksanaannya di Indonesia cukup membuahkan hasil baik di Korea Selatan ataupun Indonesia.
  • 8. 3. Manufaktur dan Perdagangan Sejak awal tahun 1960an, pemerintah Korea Selatan sudah mempunyai kesadaran untuk lebih mengembangkan kapasitas dan efisiensi dari industri manufaktur Korea Selatan. Yang menjadi prioritas pertumbuhan pada saat itu adalah industri labor-intensive dan export oriented, yang kemudian akan beralih menjadi heavy industries. Langkah yang dilakukan adalah dengan memberikan insentif pajak dan kontrol impor yang ketat. Hal ini didukung dengan skema kepemilikan yang didukung pemerintah melalui konglomerasi yang dimiliki beberapa keluarga, atau sering disebut dengan chaebols. Halangan untuk masuk dan keluar sangat mendukung chaebols lokal untuk mengembangkan industri manufaktur dalam negeri. (Chang and Jung, 2002) Pembentukan area perdagangan dan hukum persaingan usaha yang sehat juga memegang peran penting dalam perkembangan pesar industri di Korea Selatan. Dalam usaha penegakan hukum usaha yang sehat, pemerintah Korea Selatan mengadopsi Monopoly Regulation and Fair Trade Act (MRFTA) pada 1980. Pada periode 1981-1986 atau fase pertama penerapannya, FTO (Fair Trade Office) sudah mulai dibentuk untuk bertugas dalam penegakan hukum MRFTA. Tetapi kemudian kewenangan FTO dialihkan ke Korea Fair Trade Comission (KFTC), sebuah organisasi independen di bawah EPB (Korea Fair Trade Comission, 2011). Sementara di Indonesia, penegakan hukum yang bertujuan memberantas persaingan tidak sehat baru dimulai setelah krisis finansial 1997-1998. Hal ini setelah IMF meminta persaingan usaha yang sehat sebagai salah satu syarat pinjaman bantuan mereka. Kemudian dibentuklah Komisi Pengawasan Kompetisi Usaha (KPPU). Sayangnya implementasi hukum oleh KPPU kurang berjalan baik. Hal ini dapat dilihat dengan beberapa kasus yang ditangani oleh KPPU dibatalkan oleh pengadilan di Indonesia. Hal ini berkontribusi dalam ketidakpastian dalam iklim berbisnis di Indonesia. IV. Kesimpulan Dari berbagai olah data dan studi literatur, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik di bidang kelancaran investasi, perbaikan kualitas demografi, dan peningkatan value-added dari manufaktur menjadi pembeda di antara pendorong pertumbuhan di Indonesia dan Korea Selatan. Pada bidang peningkatan angka investasi, kebijakan konglomerasi pemerintah dan swasta di Korea Selatan, yang sering disebut dengan chaebols, terbukti secara lebih rapi dilakukan dan lebih efektif menghasilkan perusahaan lokal yang kompetitif. Dibandingkan dengan kemudahan kredit dan investasi yang diberikan bagi pengusaha pribumi di Indonesia, yang justru menimbulkan korupsi dan kolusi di antara pemerintah dan pebisnis. Selain itu, pengusaha etnis China memang menjadi motor penggerak ekonomi Indonesia dengan kemampuan entrepreneurialnya. Ketergantungan pada BUMN
  • 9. di era Orde Baru tidak cukup menghasilkan kesejahteraan karena banyaknya miss-management oleh BUMN pada masa itu. Selain itu korupsi, kolusi, dan nepotisme juga terjadi di badan pemerintahan Indonesia. Pada peningkatkan demografi, kebijakan pemerintah Korea Selatan juga terlihat lebih baik dan cepat dibandingkan Indonesia, sehingga hasilnya sudah terlihat sekarang. Pada pemerintahan dan administrasi lokal, kedua negara tampak setara, karena sudah desa sudah didorong untuk produktif secara mandiri dengan sistem self-help di Korea Selatan, dan pemerintahan desa gaya militer di Indonesia. Sementara pada sektor pendidikan, yang menjadi pembeda antara keduanya adalah kesadaran dan budaya masyarakatnya sendiri, dimana di Korea Selatan pendidikan menjadi kewajiban di dalam keluarga, karena memberikan status dan kehormatan bagi keluarga. Sementara di Indonesia, pada masa itu kesadaran untuk meraih pendidikan masih rendah. Yang menjadi pendukungnya adalah tingginya angka pernikahan dini yang menghentikan banyak wanita Indonesia dalam mengejar pendidikan. Kebijakan pendidikan Korea Selatan juga lebih terintegrasi dengan rencana industrinya, karena mereka sudah membuat perencanaan lapangan pekerjaan bagi lulusan pendidikan tinggi mereka. Pada bidang kesehatan, kebijakan publik Indonesia pada saat itu dipandang sebagai salah satu yang terburuk di Asia. Faktor penyebabnya adalah miss-management yang dilakukan Kementerian Kesehatan selaku operator saat itu dan ketidakefektifan penggunaan dana. Dan yang terakhir, dalam pengembangan industri manufaktur dan perdagangan, yang menjadi pembeda Korea Selatan dan Indonesia adalah pembentukan badan pengawas persaingan usaha. Dapat dilihat bahwa pembentukkan KPPU di Indonesia dilakukan jauh setelah dibentuknya FTO di Korea Selatan, yang terbukti cukup terlambat. Selain itu, performa pengawasan persaingan usaha yang sehat di Indonesia juga berada di bawah performa Korea Selatan. V. Daftar Pustaka Mendoza, Ronald U. Barcenas, Lai-Lynn Angelica. and Mahurkar, Padmini (2013). Balancing Industrial Concentration and Competition for Economic Development in Asia: Insights from South Korea, China, India, Indonesia and the Philippines. Paseo de Roxas, Makati City, Philippines. McNicoll, Geoffrey (2006). Policy Lessons of the East Asian Demographic Transition. Population and Development Review, Vol. 32, No. 1. Population Council.
  • 10. World Bank. (n.d.). World Development Indicators World Bank. Retrieved June 13, 2016, from WorldBank: http://data.worldbank.org/country/korea-republic http://data.worldbank.org/country/indonesia http://databank.worldbank.org/data/reports.aspx?source=2&country=IDN&series=&period= Chang, S. and Y. Jung. 2002. “Republic of Korea.” In D. Brooks and S. Evenett, Eds. Competition Policy and Development in Asia. New York:Palgrave Macmillan. Singh, Nirvikar. and Trieu, Hung. (1999). Total Factor Productivity Growth in Japan, South Korea, and Taiwan. Department of Economics, Delhi School of Economics, University of Delhi. Chung, Tae Dong. (1977). South Korea and Southeast Asia: A Reassessment. Asian Perspective, Vol. 1, No. 1 (Spring 1977), pp. 1-13. Lynne Rienner Publishers. Mankiw, Gregory N. (2010). Macroeconomics, 7th Edition. Worth Publishers. Leete, Richard and Iqbal Alam (eds.). 1993. The Revolution in Asian Fertility: Dimensions, Causes, and Implications. Oxford: Clarendon Press. VI. Lampiran Tabel 1 Perbandingan GDP per capita Korea Selatan dan Indonesia
  • 11. Tabel 2 Pertumbuhan Ekonomi dan Transisi Demografi pada Negara-negara Asia Tabel 3 Proporsi Anak Usia Sekolah yang Terdaftar di Sekolah Tabel 4 Komparasi GDP per capita Korea Selatan dan Sub-Saharan Africa