Dokumen tersebut merupakan draft pedoman Good Corporate Governance (GCG) untuk perbankan Indonesia yang diterbitkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance pada tahun 2012. Pedoman ini menjelaskan prinsip-prinsip dasar GCG meliputi transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi dan kesetaraan serta komitmen yang dibutuhkan bank untuk menerapkannya. Pedoman ini juga menjelaskan struktur tata kelola perusahaan bank dan faktor
BE & GG, Duci, Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA,Artikel Etika Bisnis, Universitas Mer...DUCI
Etika Bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, dan juga masyarakat. Perlunya etika bisnis dalam perusahaan agar menjadikan perusahaan tersebut mempunyai nilai-nilai luhur yang mesti di taati untuk meningkatkan kinerja dan menggapai visi perusahaan. Disadari atau tidak, penerapan Good Corporate Governance dalam implementasi etika dalam bisnis memiliki peran yang sangat besar.
BE & GG, Duci, Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA,Artikel Etika Bisnis, Universitas Mer...DUCI
Etika Bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, dan juga masyarakat. Perlunya etika bisnis dalam perusahaan agar menjadikan perusahaan tersebut mempunyai nilai-nilai luhur yang mesti di taati untuk meningkatkan kinerja dan menggapai visi perusahaan. Disadari atau tidak, penerapan Good Corporate Governance dalam implementasi etika dalam bisnis memiliki peran yang sangat besar.
Indonesia Islamic Banking Outlook 2017Tony Hidayat
Outlook perbankan syariah 2017 dari Karim Business Consulting disusun dengan asumsi-asumsi makro berikut ini. Pertama, ekonomi global masih stagnan. Pertumbuhan ekonomi AS 2016 diperkirakan dibawah 2%, pertumbuhan Cina hanya 6,5%, dan Eropa hanya 1,5%. Kedua, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2016 diperkirakan 5,2% dengan pertumbuhan kredit 8%. Ketiga, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2017 diproyeksikan 5,4% dengan partumbuhan kredit 10%.
Outlook ini juga memperhitungkan adanya empat hal yang tetap menjadi kendala industri perbankan syariah. Pertama, risiko konsentasi kredit yang masih akan mengandalkan pada sektor konsumtif. Kedua, skala ekonomi yang kecil karena permodalan dan kapasitas bank syariah. Ketiga, switching rate (tingkat perpindahan) nasabah ke perbankan syariah masih rendah. Keempat, terbatasnya alat likuid.
Outlook ini juga memperkirakan empat perubahan yang akan terjadi, dua perubahan yang berpotensi baik (upsides) dan dua perubahan yang berpotensi buruk (downsides).
BE & GG, Febi Nofita Sari, Hapzi Ali, Ethics and Business: Concept and Theory...Febi Nofita Sari
Perkembangan perbankan yang semakin pesat saat ini menimbulkan persaingan bank semakin ketat. Persaingan ini mengakibatkan pasar perbankan semakin dinamis sehingga menuntut bank-bank untuk berusaha lebih efektif dan efisien. Kelangsungan hidup suatu perusahaan atau bank sangat dipengaruhi oleh corporate governance atau tata kelola perusahaan tersebut.
Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDFRajaclean
Jasa Cuci Sofa Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor, Laundry Sofa Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Jakarta Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Kulit Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Panggilan Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Di Rumah Bogor Barat Bogor, Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Fabric Bogor Barat Bogor, Laundry Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor,
Jasa cuci sofa kini semakin diminati karena kepraktisannya. Dengan menggunakan jasa ini, Anda tidak perlu repot mencuci sofa sendiri. Profesional dalam bidang ini dilengkapi dengan peralatan modern yang mampu membersihkan sofa hingga ke serat terdalam, menghilangkan kotoran dan bakteri yang tidak terlihat.
aku lah11111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111Kota Bandung Lautan Api Mulai Agresif: Persib Segera Comot Bintang Persija Lagi, Bobotoh Pasti Suka
Tayang: Jumat, 31 Mei 2024 06:00
Penulis: Adi Manggala Saputro Editor: Elfan Fajar Nugroho
zoom-inlihat fotoKota Bandung Lautan Api Mulai Agresif: Persib Segera Comot Bintang Persija Lagi, Bobotoh Pasti Suka
Instagram @persib @persija
Skuad Persib Bandung (kiri) dan Persija Jakarta (kanan). Kota Bandung Lautan Api mulai agresif, Persib Bandung segera comot bintang Persija Jakarta, Bobotoh dijamin pasti suka, berikut sosoknya.
TRIBUNWOW.COM - Kota Bandung Lautan Api mulai agresif, Persib Bandung segera comot bintang Persija Jakarta, Bobotoh dijamin pasti suka, berikut sosoknya.
Dilansir TribunWow.com, keberhasilan Persib Bandung dalam perekrutan Rezaldi Hehanusa nampaknya menjadi motivasi mereka untuk bisa kembali gembosi sang rival abadi, Persija Jakarta.
Hal itu dapat dibuktikan dengan masuknya gelandang bintang Persija Jakarta, Hanif Sjahbandi.
Kabar masuknya Hanif Sjahbandi ke dalam lis belanja Persib Bandung diungkap oleh akun seputar sepak bola Indonesia, @transfernews_ft, Kamis (31/5/2024).
Baca juga: Transfer Kejutan Persib Bandung? Bintang di Luar Dugaan Kepergok Beri Sinyal, Bobotoh Dijamin Suka
"Hanif Sjahbandi (DMF/27) masuk radar Persib Bandung," tulis @transfernews_ft.
Sebagaimana diketahui, masuknya Hanif Sjahbandi selain karena ketagihan akan keberhasilan Persib Bandung dalam merekrut Rezaldi Hehanusa, hal itu menunjukkan sinyal Maung Bandung ingin memulangkan putra daerahnya satu per satu ke Kota Kembang.
Mengingat, Hanif Sjahbandi merupakan gelandang asli jebolan Persib Bandung yang juga pemain kelahiran Kota Bandung.
Meski, ia tercatat belum pernah berkarier di Persib Bandung senior meski pernah bergabung dengan tim juniorn Pangeran Biru pada Januari sampai dengan Juli 2015 silam.
Artikel ini telah tayang di TribunWow.com dengan judul Kota Bandung Lautan Api Mulai Agresif: Persib Segera Comot Bintang Persija Lagi, Bobotoh Pasti Suka, https://wow.tribunnews.
2. DAFTAR ISI
I PENDAHULUAN 2
II ASAS GOOD CORPORATE GOVERNANCE 3
III KOMITMEN PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE 4
IV STRUKTUR GOOD CORPORATE GOVERNANCE 5
A. Organ perusahaan bagi bank yang berkantor pusat di Indonesia 5
B. Organ Perusahaan bagi Bank yang berbentuk kantor cabang
dari Bank yang berkantor pusat di luar negeri 6
C. Struktur Governance yang mendukung organ bank 7
D. Struktur governance dari sudut kebijakan bank dalam
rangka melakukan usaha 7
V PROSES GOOD CORPORATE GOVERNANCE 8
VI GOOD CORPORATE GOVERNANCE OUTCOME 8
VII FAKTOR‐FAKTOR PENUNJANG PELAKSANAAN GOOD CORPORATE
GOVERNANCE PERBANKAN 9
A. Bank sebagai Konglomerasi 9
B. Pemegang Saham 10
C. Pemangku Kepentingan 10
D. Benturan Kepentingan 12
E. Remunerasi 13
F. Pedoman Praktis Pelaksanaan GCG Pada Bank 13
TIM PENYUSUN PEDOMAN GCG 14
LEMBAGA PENDUKUNG TIM PENYUSUN PEDOMAN GCG 15
NARA SUMBER 16
1
3. PRINSIP DASAR
PEDOMAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PERBANKAN INDONESIA
I. PENDAHULUAN
1. Bank dan industri perbankan secara keseluruhan sebagai lembaga intermediasi sektor
keuangan, memiliki peran penting dalam perekonomian suatu negara. Secara mikro,
bank berfungsi menyalurkan dana dari nasabah yang memiliki kelebihan dana kepada
pelaku usaha dan perorangan yang membutuhkan dana dalam rangka memperlancar
usaha dari pihak‐pihak yang berkepentingan. Secara makro, industri perbankan berperan
sebagai sumber pembiayaan bagi perkembangan perekonomian dan sebagai sarana
dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
2. Perkembangan industri perbankan Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang sangat
pesat, baik dari sudut pertumbuhan aset, jenis produk yang ditawarkan antara lain
sebagai akibat berkembangnya bank sebagai konglomerasi, maupun teknologi informasi
yang digunakan. Perkembangan tersebut telah mengakibatkan persaingan antar bank
menjadi semakin ketat. Kondisi ini akan terus berlangsung, bahkan akan semakin
meningkat dengan akan terbentuknya masyarakat ekonomi ASEAN pada tahun 2015.
3. Sebagai respon dari pentingnya pelaksanaan GCG oleh masing‐masing bank, dalam BASEL
III antara lain dilakukan perubahan kriteria kesehatan bank sehingga didalamnya
termasuk pelaksanaan GCG. Hal ini juga telah direspon oleh pengatur dan pengawas
bank di Indonesia dalam bentuk ketentuan tentang kesehatan bank.
4. Berdasarkan pertimbangan‐pertimbangan sebagaimana tercantum pada butir 1 sampai
dengan butir 3 diatas, KNKG memandang perlu untuk menerbitkan Pedoman GCG
Perbankan Indonesia tahun 2012 sebagai pengganti Pedoman GCG Perbankan Indonesia
tahun 2004.
5. Pedoman ini disebut Pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia, tetapi
implementasinya hanya diperuntukkan bagi bank umum yang secara keseluruhan
mempunyai pangsa pasar lebih dari 95 persen.
6. Sistematika Pedoman ini berbeda dengan sistematika pedoman yang dikeluarkan pada
tahun 2004, terutama yang berkaitan dengan GCG sebagai sistem. Disamping itu best
practices diperluas dan dicantumkan didalam pedoman ini sebagai faktor‐faktor
penunjang pelaksanaan GCG Perbankan.
7. Pedoman disusun dalam dua versi yaitu : (i) Versi pendek yang memuat prinsip dasar;
dan (ii) Versi panjang yang memuat baik prinsip dasar maupun pedoman pelaksanaan.
2
4. Pedoman dibawah ini merupakan versi pendek yang hanya memuat prinsip dasar yang
harus menjadi pedoman bagi bank‐bank umum di Indonesia dalam menerapkan Good
Corporate Governance.
II. ASAS GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Setiap Bank harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di
seluruh jajaran bank. Asas GCG yang harus dipastikan pelaksanaanya meliputi transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, indepedensi serta kewajaran dan kesetaraan. Asas GCG
diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) bank dengan
memperhatikan kepentingan pemegang saham, nasabah serta pemangku kepentingan
lainnya.
A. TRANSPARANSI
Transparansi (transparency) mengandung unsur pengungkapan (disclosure) dan
penyediaan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan dapat
diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan dan masyarakat.
Transparansi diperlukan agar bank menjalankan bisnis secara objektif, profesional, dan
melindungi kepentingan konsumen.
B. AKUNTABILITAS
Akuntabilitas (accountability) mengandung unsur kejelasan fungsi dalam organisasi dan
cara mempertanggungjawabkannya. Bank sebagai lembaga dan pejabat yang memiliki
kewenangan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan
akuntabel. Untuk itu bank harus dikelola secara sehat, terukur dan professional dengan
memperhatikan kepentingan pemegang saham, nasabah, dan pemangku kepentingan
lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang
berkesinambungan.
C. RESPONSIBILITAS
Responsibilitas mengandung unsur kepatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan
dan ketentuan internal bank serta tanggung jawab bank terhadap masyarakat dan
lingkungan. Responsibilitas diperlukan agar dapat menjamin terpeliharanya
kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai warga
korporasi yang baik atau dikenal dengan good corporate citizen.
D. INDEPENDENSI
Independensi mengandung unsur kemandirian dari dominasi pihak lain dan objektifitas
dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dalam hubungan dengan asas
independensi (independency), Bank harus dikelola secara independen agar masing‐
masing organ Perusahaan beserta seluruh jajaran dibawahnya tidak saling mendominasi
3
5. dan tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun yang dapat mempengaruhi
obyektivitas dan profesionalisme dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
E. KEWAJARAN DAN KESETARAAN
Kewajaran dan kesetaraan (fairness) mengandung unsur perlakuan yang adil dan
kesempatan yang sama sesuai dengan proporsinya. Dalam melaksanakan kegiatannya,
bank harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham, konsumen dan
pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan dari
masing‐masing pihak yang bersangkutan.
III. KOMITMEN PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Penerapan Good Corporate Governance secara konsekuen dan berkelanjutan hanya dapat
dicapai apabila ada komitmen yang kuat dari organ perusahaan dan jajaran dibawahnya.
Prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh Bank dalam memastikan adanya komitmen
adalah:
1. Bank harus memiliki rumusan visi dan misi yang jelas dan realistis.
2. Bank harus memiliki nilai‐nilai perusahaan yang menggambarkan sikap moral bank yang
baik dalam pelaksanaan usahanya.
3. Bank harus memiliki pedoman tata kerja Dewan Komisaris dan tata kerja Direksi dalam
menjalankan peran dan tugasnya.
4. Bank harus memiliki rumusan etika bisnis dan pedoman perilaku perusahaan yang
penyusunannya dilakukan dengan melibatkan organ perusahaan dan jajaran
dibawahnya. Etika bisnis dan pedoman perilaku harus dilaksanakan secara
berkesinambungan dan konsisten sehingga membentuk budaya perusahaan yang
merupakan manifestasi dari nilai‐nilai perusahaan.
5. Bank dalam fungsinya sebagai lembaga intermediasi dan sebagai bagian dari dunia
bisnis harus peduli dan berperan aktif dalam menjaga kelestarian sumber daya alam dan
lingkungan hidup.
6. Bank harus memiliki peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama yang dapat
menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak sehingga dapat mendukung suasana
kerja yang kondusif.
7. Bank harus memiliki whistle‐blowing system untuk memungkinkan diperolehnya laporan
dan pengaduan serta saran dan kritik dari pegawai dan pemangku kepentingan lainnya.
4
6. IV. STRUKTUR GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Struktur governance bank meliputi struktur organ perusahaan dan kebijakan bank dalam
rangka pelaksanaan usaha. Dalam struktur governance bank juga dimasukkan beberapa
aspek penting yang berperan mendukung organ perusahaan yaitu pengendalian internal
(internal control), manajemen risiko (risk management), sekretaris perusahaan (corporate
secretary), dan ketaatan terhadap ketentuan yang berlaku (compliance). Prinsip dasar yang
harus dilaksanakan oleh bank adalah sebagai berikut:
A. Organ Perusahaan bagi bank yang berkantor pusat di Indonesia
Struktur governance bank dari sudut organ perusahaan harus sesuai dengan bentuk
hukum perusahaan di Indonesia. Sebagian besar bank di Indonesia memiliki bentuk
hukum perseroan terbatas (PT). Oleh karena itu pembahasan struktur governance
bank yang berkantor pusat di Indonesia dilakukan dengan mendasarkan pada organ
perusahaan yang berbentuk PT. Organ perusahaan terdiri dari RUPS, Direksi dan
Dewan Komisaris.
1. RUPS adalah organ perusahaan yang merupakan wadah para pemegang saham
untuk mengambil keputusan dengan memperhatikan ketentuan anggaran dasar
dan peraturan perundang‐undangan.
1.1. RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau
Dewan Komisaris.
1.2. RUPS dan atau pemegang saham tidak dapat melakukan intervensi
terhadap tugas, fungsi dan wewenang Dewan Komisaris dan Direksi dengan
tidak mengurangi wewenang RUPS untuk menjalankan haknya sesuai
dengan anggaran dasar dan peraturan perundang‐undangan, termasuk
untuk melakukan penggantian atau pemberhentian anggota Dewan
Komisaris dan atau Direksi.
2. Kepengurusan perseroan terbatas di Indonesia menganut sistim dua badan (two‐
board system) yaitu direksi dan dewan komisaris yang mempunyai wewenang
dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing‐masing. Fungsi
Direksi dan Dewan Komisaris diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan
perundang‐undangan yang dikenal sebagai fiduciary responsibility.
2.1. Direksi menjalankan pengurusan untuk kepentingan bank dan sesuai
dengan maksud dan tujuan bank.
a. Direksi adalah organ perusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab
secara kolegial. Masing‐masing anggota Direksi dapat melaksanakan
tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan
5
7. wewenangnya, tetapi pelaksanaan tugas dari masing‐masing anggota
Direksi akhirnya tetap merupakan tanggung jawab bersama.
b. Kedudukan masing‐masing anggota Direksi, termasuk Direktur Utama
adalah setara. Tugas Direktur Utama sebagai primus inter pares adalah
mengkoordinasikan kegiatan Direksi.
2.2. Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan,
jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai bank maupun usaha
bank, dan memberikan nasehat kepada Direksi.
a. Dewan Komisaris adalah organ Perusahaan yang bertugas dan
bertanggungjawab secara kolektif. Dengan demikian keputusan Dewan
Komisaris merupakan keputusan bersama dari Dewan Komisaris.
Pembagian tugas diantara Dewan Komisaris bukan dimaksudkan untuk
mengambil keputusan tetapi untuk memperdalam hal‐hal yang perlu
diputuskan oleh Dewan Komisaris.
b. Kedudukan masing‐masing anggota Dewan Komisaris, termasuk
Komisaris Utama adalah setara. Tugas Komisaris Utama sebagai primus
inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Dewan Komisaris.
2.3. Hubungan kerja Dewan Komisaris dan Direksi adalah hubungan check and
balances dengan prinsip bahwa kedua organ tersebut mempunyai
kedudukan yang setara, namun keduanya mempunyai tugas untuk menjaga
kelangsungan usaha bank dalam jangka panjang dan mempunyai tujuan
akhir untuk kemajuan dan kesehatan bank. Oleh karena itu Dewan
Komisaris dan Direksi harus memiliki kesamaan persepsi terhadap visi, misi,
nilai‐nilai perusahaan dan strategi bank. Dewan Komisaris dan Direksi juga
harus menyetujui bersama rencana kerja jangka panjang, rencana kerja dan
anggaran tahunan serta hal‐hal yang berkaitan dengan pelaksanaan
ketentuan perundang‐undangan dan good corporate governance.
B. Organ Perusahaan bagi bank yang berbentuk cabang dari bank yang berkantor pusat
di luar negeri.
Organ Perusahaan bagi bank yang berbentuk cabang dari bank yang berkantor pusat di
luar negeri, mengikuti ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia termasuk ketentuan
yang dikeluarkan oleh pengatur dan pengawas bank.
1. Bentuk hukum kantor cabang bank dari bank yang berkantor pusat di luar negeri
mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya.
2. Kantor cabang bank tersebut pada butir 2.1 memperoleh izin untuk melakukan
usaha di Indonesia dari pengatur dan pengawas bank.
6
8. 3. Sesuai dengan prinsip kelengkapan organ perusahaan di Indonesia yang menganut
dua badan (two board system), maka kantor cabang harus dilengkapi dengan fungsi
pengawasan yang terpisah dengan fungsi operasional.
C. Struktur governance yang mendukung organ bank
Struktur governance yang berkaitan dengan pengendalian internal (internal control),
manajemen risiko (risk management), sekretaris perusahaan (corporate secretary), dan
ketaatan terhadap ketentuan yang berlaku (compliance) pada dasarnya merupakan
bagian dari tugas Direksi atau tugas dari Pemimpin Cabang dari bank yang berkantor
pusat diluar negeri. Namun demikian, karena keempat unsur governance tersebut
mengandung interdependensi dan independensi terhadap seluruh struktur governance
bank maka diperlukan pedoman yang lebih spesifik mengenai hal‐hal tersebut.
1. Pengendalian internal meliputi lima unsur utama yaitu Lingkungan Pengendalian,
Penilaian Risiko, Kegiatan Pengendalian, Sistem Informasi dan Komunikasi, serta
Pemantauan dan Evaluasi.
2. Manajemen risiko merupakan landasan paradigma dalam mengelola risiko yang
merupakan bagian terpadu dari proses organisasi dan pengambilan keputusan yang
secara khusus menangani ketidakpastian serta dilakukan secara dinamis, berulang,
dan responsif terhadap perubahan.
3. Sekretaris perusahaan bertugas untuk menyampaikan hal‐hal yang terkait dengan
kegiatan bank yang berhubungan dengan pihak ketiga termasuk pemegang saham
(investor relation).
4. Kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku merupakan aspek yang sangat penting
karena bank merupakan industri yang diatur secara ketat (highly regulated). Karena
itu kepatuhan merupakan tanggung jawab dari organ perusahaan yang harus dapat
diwujudkan menjadi budaya kepatuhan.
D. Struktur Governance dari sudut Kebijakan Bank dalam rangka Melakukan Usaha
Kebijakan bank dalam rangka melakukan usaha merupakan bagian dari struktur
governance. Kebijakan tersebut dituangkan dalam 4 (empat) kelompok kebijakan yaitu
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pelaporan. Prinsip dasar untuk kebijakan
bank dalam melakukan usaha adalah sebagai berikut:
1. Bank harus menyusun rencana jangka panjang (corporate plan) serta rencana kerja
dan anggaran tahunan (business plan) sebagai panduan dalam rangka mewujudkan
tujuan dan sasaran bank yang tertuang dalam anggaran dasar serta strategi yang
ditetapkan oleh Direksi dengan persetujuan Dewan Komisaris. Rencana jangka
panjang serta rencana kerja dan anggaran tahunan tersebut juga merupakan
panduan dalam mengukur keberhasilan bank bagi pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya.
2. Bank harus menyusun berbagai kebijakan usaha bank sesuai dengan jenis produk
dan layanan yang dilakukan serta kebijakan pendukungnya.
7
9. 3. Bank menyusun kebijakan pengawasan untuk memastikan bahwa rencana jangka
panjang dan jangka pendek dapat dicapai. Pelaksanaan kebijakan dilakukan sesuai
dengan prinsip kehati‐hatian dan pengendalian risiko bank.
4. Pelaksanaan rencana kerja, kebijakan bank dan pengawasan harus dilaporkan secara
berkala kepada pihak‐pihak yang berkepentingan termasuk otoritas pengatur dan
pengawas bank.
V. PROSES GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Proses Governance merupakan cara atau mekanisme yang dilakukan oleh organ
perusahaan dan jajaran dibawahnya dalam melakukan fungsi dan tugasnya untuk
mewujudkan Komitmen dan Struktur Governance sehingga dapat dicapai Governance
Outcome yang sesuai dengan asas good corporate governance. Prinsip dasar proses
governance bank adalah sebagai berikut:
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) harus diselenggarakan sesuai dengan waktu
dan tata cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang‐undangan, anggaran dasar
serta komitmen dan struktur governance yang tercantum dalam Pedoman GCG Bank.
2. Fungsi, tugas, wewenang dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris harus
dilaksanakan atas dasar itikad baik, kehati‐hatian dan professional sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang‐undangan, anggaran dasar
serta komitmen dan struktur governance yang tercantum dalam Pedoman GCG Bank.
3. Kegiatan usaha bank harus dilakukan sejalan dengan visi, misi, nilai‐nilai perusahaan
dan strategi bank berdasarkan prinsip kehati‐hatian serta komitmen dan struktur
governance yang tercantum dalam Pedoman GCG Bank.
4. Pengembangan sumber daya manusia dilakukan sesuai dengan kebutuhan
pengembangan bank dan dilakukan berdasarkan merit system yang berbasis
kompetensi dan integritas.
5. Tanggung jawab sosial dan lingkungan dilaksanakan terintegrasi dengan strategi bank.
6. Pedoman GCG bank harus disosialisasikan kepada seluruh jajaran bank secara
kontinyu.
7. Proses governance harus didokumentasikan dengan baik sehingga disamping sebagai
alat pembuktian hukum, juga dapat menjadi bukti pelaksanaan GCG.
VI. GOOD CORPORATE GOVERNANCE OUTCOME
Governance outcome merupakan manifestasi dari pelaksanaan governance oleh bank yang
dimulai dari governance commitment dan dilaksanakan melalui governance structure dan
governance process secara terintegrasi. Sebagai implikasi dari governance outcome, bank
mampu memelihara kesehatan dan kemajuan secara berkesinambungan dalam rangka
memenuhi kebutuhan dan harapan dari pemangku kepentingan. Governance outcome
8
10. merupakan indikator capaian atas pelaksanaan kegiatan bank. Oleh karena itu governance
outcome dapat dimanifestasikan dalam 8 (delapan) prinsip dasar yaitu kesinambungan
usaha, efisiensi, kemanfaatan bagi masyarakat, ketaatan terhadap peraturan, perlindungan
konsumen, pelestarian lingkungan, objektifitas self assessment, dan penilaian GCG dari
pihak lain. Prinsip dasar yang harus diwujudkan untuk mencapai governance outcome bagi
bank adalah sebagai berikut:
1. Bank mampu memelihara kesinambungan usaha sehingga dapat memenuhi
kebutuhan dan harapan pemangku kepentingan secara berkelanjutan.
2. Bank mampu mewujudkan efisiensi sebagai hasil dari kemampuan dan kapabilitas
dalam mengelola bank.
3. Bank mampu memberikan manfaat melalui berbagai kegiatan dan pelayanan bagi
masyarakat dan perekonomian nasional.
4. Bank senantiasa mentaati segala peraturan perundang‐undangan dan ketentuan
internal bank sesuai dengan prinsip dasarnya sebagai lembaga kepercayaan.
5. Bank mampu melindungi kepentingan dan kebutuhan nasabah sebagai konsumen.
6. Bank mampu berperan aktif dalam menjaga dan meningkatkan tanggung jawab sosial
dan lingkungan.
7. Bank mampu melakukan self assessement yang menghasilkan penilaian obyektif
mengenai kondisi penerapan GCG di bank.
8. Bank memperoleh penilaian GCG yang baik dari otoritas pengatur dan pengawas bank
dan penghargaan pelaksanaan GCG dari lembaga penilai GCG yang memiliki reputasi
yang baik.
VII. FAKTOR‐FAKTOR PENUNJANG PELAKSANAAN GCG PERBANKAN
A. BANK SEBAGAI KONGLOMERASI
Dengan terintegrasinya sistem keuangan, bank dapat berkembang menjadi
konglomerasi, baik bank sebagai bagian dari konglomerasi maupun bank sebagai
konglomerasi.
1. Bank sebagai bagian dari konglomerasi harus tetap berfungsi sebagai badan hukum
yang independen sehingga organ perusahaan harus berfungsi sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Disamping melalui RUPS, koordinasi
dengan group dalam konglomerasi dapat dilakukan melalui penyusunan bersama
strategi bisnis, corporate plan dan business plan serta evaluasi kinerja secara
berkala.
2. Bank sebagai konglomerasi adalah bank yang memiliki anak perusahaan berupa
bank lain dan atau lembaga keuangan lain.
A.1. Sebagai pemegang saham, bank harus berpedoman pada fungsinya sebagai
pemegang saham pengendali sesuai dengan prinsip dasar tersebut pada butir
1.
A.2. Dalam hal bank memiliki saham pada anak perusahaan melebihi 50 persen,
bank harus membuat laporan keuangan konsolidasian.
9
11. A.3. Bank harus memastikan bahwa pelaksanaan GCG pada anak perusahaan
dilakukan sejalan dengan pelaksanaan GCG pada bank sehingga dapat
dilakukan penilaian sendiri (self assessment) secara gabungan sebagai
konglomerasi.
A.4. Bank harus membuat laporan gabungan pelaksanaan GCG kepada pengatur
dan pengawas bank dalam rangka penilaian kesehatan bank secara gabungan.
C. PEMEGANG SAHAM
Pemegang Saham adalah pemilik modal, oleh karenanya memiliki hak dan tanggung
jawab atas bank sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan peraturan perundang‐
undangan. Pemegang Saham harus menyadari bahwa dalam melaksanakan hak dan
tanggung jawabnya, harus memperhatikan kelangsungan hidup bank. Komposisi
pemegang saham pada suatu bank dapat mempengaruhi kualitas penerapan GCG
pada bank yang bersangkutan. Komposisi pemegang saham yang dapat berpengaruh
terhadap pelaksanaan GCG tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Pemegang saham pengendali merupakan perusahaan induk (konglomerasi),
pemerintah, atau pemerintah daerah. Dalam hal ini, kebijakan GCG secara group
disusun oleh pemegang saham pengendali, tetapi bank harus tetap berfungsi
sebagai badan hukum yang independen sehingga organ perusahaan harus
berfungsi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Disamping
melalui RUPS, koordinasi dengan pemegang saham pengendali dapat dilakukan
melalui penyusunan bersama strategi bisnis, corporate plan dan business plan
serta evaluasi kinerja secara berkala. Pemegang saham pengendali tidak
diperkenankan intervensi dalam pelaksanaan operasional bank serta direksi dan
komisaris harus menolak intervensi tersebut..
2. Pemegang saham pengendali terdiri dari perorangan atau keluarga. Dalam hal ini,
penyusunan kebijakan GCG dilakukan oleh bank. Disamping itu, pemegang saham
pengendali tidak diperkenankan intervensi dalam pelaksanaan operasional bank
serta direksi dan komisaris harus menolak intervensi tersebut.
3. Tidak terdapat pemegang saham pengendali yang signifikan untuk dapat
mempengaruhi keputusan pemegang saham. Dalam hal ini, penyusunan
kebijakan GCG dilakukan oleh bank. Disamping itu pemegang saham tidak
diperkenankan melakukan praktek tirani minoritas.
D. PEMANGKU KEPENTINGAN
Pemangku kepentingan (selain pemegang saham), adalah para pihak yang peran dan
kepentingannya baik langsung maupun tidak langsung terpengaruh dan atau
mempengaruhi pelaksanaan GCG bank. Para pihak tersebut antara lain terdiri dari
negara, pengatur dan pengawas bank, nasabah kreditur, nasabah debitur, nasabah
lain, bank lain, mitra bisnis, profesi penunjang, asosiasi bank, asosiasi bankir, asosiasi
lainnya dan pegawai bank. Agar hubungan antara bank dengan pemangku
kepentingan berjalan dengan baik, perlu diperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:
10
12. 1. Terhadap negara, bank harus mentaati ketentuan perundang‐undangan dan
hukum serta penyelenggara negara. Sementara itu, penyelenggara negara wajib
menjamin proses pembentukan peraturan perundang‐undangan dan
pelaksanaannya yang dapat menunjang pelaksanaan GCG.
2. Terhadap pengatur dan pengawas, bank berkewajiban untuk patuh terhadap
ketentuan perundang‐undangan dan memelihara kesehatan bank dalam rangka
melindungi kepentingan nasabah dan bermanfaat untuk perekonomian nasional.
Sementara itu, pengatur dan pengawas wajib menjamin proses pembentukan
peraturan perundang‐undangan yang menghasilkan ketentuan yang dapat
menunjang pelaksanaan GCG serta mendorong penegakan pelaksanaan GCG
pada bank.
3. Terhadap nasabah kreditur, bank berkewajiban untuk melindungi dan
memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan. Sementara itu, nasabah
kreditur berkewajiban melakukan hubungan bisnis yang beretika dan mematuhi
peraturan yang berlaku serta berpartisipasi dalam kontrol sosial secara obyektif
terhadap pelaksanaan GCG di dalam bank.
4. Terhadap nasabah debitur, bank berkewajiban memelihara hubungan yang saling
menguntungkan. Sementara itu, nasabah debitur berkewajiban melakukan
hubungan bisnis yang beretika dan mematuhi peraturan yang berlaku serta
berpartisipasi dalam kontrol sosial secara obyektif terhadap pelaksanaan GCG di
dalam bank.
5. Terhadap nasabah lain, bank harus memberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan nasabah yang bersangkutan. Sementara itu, nasabah lain
berkewajiban melakukan hubungan bisnis yang beretika dan mematuhi peraturan
yang berlaku serta berpartisipasi dalam kontrol sosial secara obyektif terhadap
pelaksanaan GCG di dalam bank.
6. Terhadap bank lain, bank harus dapat menjaga persaingan secara sehat dengan
tetap dimungkinkan melakukan kerjasama bisnis yang sesuai dengan prinsip GCG.
7. Terhadap mitra bisnis, bank harus bekerjasama untuk kepentingan kedua belah
pihak atas dasar prinsip saling menguntungkan yang sesuai dengan prinsip GCG.
Sementara itu, mitra bisnis berkewajiban melakukan hubungan bisnis yang
beretika dan mematuhi hukum yang berlaku serta berpartisipasi dalam kontrol
sosial secara objektif terhadap pelaksanaan GCG didalam bank.
8. Terhadap pegawai, bank harus menjamin tidak terjadinya diskriminasi
berdasarkan suku, agama, ras, golongan, dan jenis kelamin (gender) serta
terciptanya perlakuan yang adil dan jujur dalam mendorong perkembangan
pegawai sesuai dengan potensi, kemampuan, pengalaman dan ketrampilan
masing‐masing. Sementara itu, pegawai wajib melaksanakan tugasnya secara
profesional dan bersungguh‐sungguh dengan integritas yang tinggi.
9. Terhadap profesi penunjang, bank dalam menggunakan jasanya harus secara
objektif dan tidak melakukan intervensi yang dapat mengganggu profesionalisme
dan etika profesi dalam melaksanakan tugasnya.
10. Terhadap asosiasi bank, bank wajib mengikuti ketentuan yang dikeluarkan dan
memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh asosiasi.
11
13. 11. Terhadap asosiasi bankir, bank wajib mendorong pejabatnya untuk menjadi
anggota serta mentaati ketentuan dan kode etik yang dikeluarkan dan memenuhi
kewajiban yang ditetapkan oleh asosiasi.
12. Terhadap asosiasi lainnya yang ada hubungan dengan bank yang bersangkutan,
bank wajib mendorong pejabatnya untuk menjadi anggota serta mentaati
ketentuan dan kode etik yang dikeluarkan dan memenuhi kewajiban yang
ditetapkan oleh asosiasi.
E. BENTURAN KEPENTINGAN
Benturan kepentingan (conflict of interest) adalah perbedaan antara kepentingan
ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi Direktur dan Komisaris
serta jajaran dibawahnya, pemegang saham atau pihak terafiliasi dari Direktur,
Komisaris atau pemegang saham yang dapat merugikan bank. Oleh karena itu,
benturan kepentingan dapat berpengaruh besar terhadap pelaksanaan kebijakan
maupun pelaksanaan GCG pada bank. Untuk menghindari pengaruh negatif dari
benturan kepentingan terhadap kebijakan dan pelaksanaan GCG, harus diperhatikan
prinsip dasar sebagai berikut:
4.1. Faktor yang menimbulkan benturan kepentingan pada bank adalah hubungan
antara anggota Dewan Komisaris, Direksi dan jajaran dibawahnya dengan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
4.2. Benturan kepentingan dengan pihak‐pihak tersebut pada butir 4.1 dapat terjadi
karena hubungan kekeluargaan, hubungan kepemilikan, hubungan keuangan,
dan hubungan pertemanan.
4.3. Benturan kepentingan dapat menimbulkan kerugian bagi bank apabila terjadi
penyalahgunaan dalam penyusunan kebijakan atau keputusan strategis,
penerimaan baik langsung maupun tidak langsung dari pihak lain yang dapat
mempengaruhi proses pengambilan keputusan, dan pemberian informasi yang
menimbulkan informasi yang asimetris (asymetric information).
4.4. Pencegahan dan pengelolaan benturan kepentingan serta mitigasi risiko akibat
transaksi benturan kepentingan meliputi pengungkapan segala hal yang dapat
menimbulkan dan telah menimbulkan benturan kepentingan. Informasi
mengenai benturan kepentingan dapat diperoleh melalui sistem pengaduan
pelanggaran (whistleblowing system).
4.5. Untuk bank yang telah mencatatkan sahamnya di bursa, ketentuan yang
berkaitan dengan benturan kepentingan mengikuti pula ketentuan yang
dikeluarkan oleh pengatur dan pengawas pasar modal.
12
14. F. REMUNERASI
Sistem Remunerasi Bank berkaitan erat dengan asas akuntabilitas serta kewajaran
dan kesetaraan. Remunerasi terdiri dari gaji, bonus, tantiem, fasilitas natura,
representasi, dan remunerasi berbasis saham. Oleh karena itu dalam menetapkan
remunerasi bank harus memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:
1. Besaran remunerasi harus memperhatikan long‐term value creation dan
memperhatikan dampaknya terhadap industri.
2. Sistem remunerasi harus mampu merefleksikan kinerja dan risiko yang
ditimbulkan baik secara korporat maupun individual serta cukup menarik untuk
mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas.
3. Besaran remunerasi harus merefleksikan kewajaran dalam peer bank dan tidak
harus diperbandingkan dengan industri lain.
4. Rentang remunerasi antar jenjang dalam struktur organisasi bank harus
ditetapkan secara wajar.
G. PEDOMAN PRAKTIS PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA BANK
Keberhasilan implementasi GCG pada bank dan industri perbankan ditentukan oleh
prinsip dasar sebagai berikut:
1. Komitmen dari Organ Perusahaan dan seluruh jajaran dibawahnya yang dilandasi
oleh itikad baik untuk menerapkan GCG secara sistematis, konsisten dan
berkesinambungan.
2. Penciptaan sistem dan mekanisme implementasi GCG di semua lapisan secara
sistematis, konsisten dan berkesinambungan untuk semua pihak dalam bank dan
pemangku kepentingan.
3. Penyesuaian kebijakan dan peraturan internal bank dengan pedoman GCG pada
masing‐masing bank.
4. Dukungan dari otoritas pengatur dan pengawas bank serta pemangku
kepentingan.
5. Disclosure mengenai penerapan GCG dan kesesuaiannya dengan pedoman GCG
perbankan yang dikeluarkan oleh KNKG.
13