Bab pertama membahas tentang shalat khauf dan bagaimana melaksanakannya ketika berperang. Bab kedua membahas melakukan shalat khauf sambil berjalan atau menaiki kendaraan. Bab ketiga membahas bagaimana sebagian melindungi sebagian lainnya saat shalat khauf. Bab berikutnya membahas melakukan shalat ketika beradu senjata dengan musuh.
kitab suci bagi umat Islam, tidak ada keraguan di dalamnya
ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ
Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (Q.S. Al-Baqarah:2)
Tabaruk diambil dari kata berkah, yang substansinya adalah bertambah dan berkembang.
Tabaruk adalah mencari tambahan dan perkembangan dari sesuatu yang menjadi sarana tabaruk
KUMPULAN TANYA JAWAB BERBAGAI PERSOALAN FIQIH MELALUI SMS, MAJELIS TA’LIM, DAN
INTERNET (abuhudzaifi.multiply.com) BERDASARKAN AL QURAN DAN AS SUNNAH SESUAI
PEMAHAMAN PARA SAHABAT, TABI’IN, TABI’UT TABI’IN, DAN PARA IMAM AHLUS SUNNAH WAL
JAMA’AH
MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah mengeluarkan buku pedoman tentang penyimpangan ajaran Syi'ah. Yang ingin mengetahui isi Buku Pedoman MUI ttg Syiah ini, sudah dibuat ringkasan dalam bentuk paparan Power Point dalam 9 seri. Silakan download di sini.
taglines: spiritual, MUI, fatwa MUI, Syi'ah.
kitab suci bagi umat Islam, tidak ada keraguan di dalamnya
ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ
Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (Q.S. Al-Baqarah:2)
Tabaruk diambil dari kata berkah, yang substansinya adalah bertambah dan berkembang.
Tabaruk adalah mencari tambahan dan perkembangan dari sesuatu yang menjadi sarana tabaruk
KUMPULAN TANYA JAWAB BERBAGAI PERSOALAN FIQIH MELALUI SMS, MAJELIS TA’LIM, DAN
INTERNET (abuhudzaifi.multiply.com) BERDASARKAN AL QURAN DAN AS SUNNAH SESUAI
PEMAHAMAN PARA SAHABAT, TABI’IN, TABI’UT TABI’IN, DAN PARA IMAM AHLUS SUNNAH WAL
JAMA’AH
MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah mengeluarkan buku pedoman tentang penyimpangan ajaran Syi'ah. Yang ingin mengetahui isi Buku Pedoman MUI ttg Syiah ini, sudah dibuat ringkasan dalam bentuk paparan Power Point dalam 9 seri. Silakan download di sini.
taglines: spiritual, MUI, fatwa MUI, Syi'ah.
Seorang kader harus memiliki karakter khusus yang senantiasa menjadi kepribadiannya. Ia akan terus meningkatakan potensi dirinya menuju lebih baik di hadapan Allah SWT
Ilmu merupakan basis utama kebaikan. ketika ilmu mendasari setiap perbuatan maka akan lahir kemajuan dan perabdabn. Islam memulais egala sesuatu dari ilmu. karena kejelasan dan kepastian adalah islam itu sendiri
Keseimbangan dalam Hidup Muslim (Tawazun) Idrus Abidin
Manusia membutuhkan keseimbangan untuk dapat merasakan kebahagiaan. karena hakikat hidup adalah keseimbangan antar masing-masing unsur yang membentuk kesatuan yang utuh hingga mencapai tarap kesempurnaan.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
1. Kitab Khauf
Bab Ke-1: Shalat Khauf dan Firman Allah, "Apabila kamu bepergian di
muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalat(mu), jika
kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir
itu adalah musuh yang nyata bagimu. Apabila kamu berada di tengah-
tengah mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan shalat
bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri
(shalat besertamu) dan menyandang senjata. Kemudian apabila mereka
(yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat),
maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi
musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat,
lalu shalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan
menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah
terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu
dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu untuk meletakkan senjata-
senjata kamu, jika kamu mendapat suatu kesusahan karena hujan atau
karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah
telah menyiapkan azab yang menghinakan bagi orang-orang yang kafir
itu." (an-Nisaa': 101-102)
504. Syu'aib (meriwayatkan) dari az-Zuhri, katanya, "Aku bertanya kepadanya,
'Apakah Nabi melakukan shalat khauf?' Dia menjawab, 'Salim memberitahukan
kepadaku bahwa Abdullah bin Umar berkata, 'Saya berperang bersama Rasulullah di
arah Najd, kami bertemu musuh. Lalu, kami membuat shaf dan Rasulullah berdiri
mengimami shalat kami. Sekelompok berdiri bersama beliau dan sekelompok
menghadap ke arah musuh. Rasulullah ruku dengan orang yang bersama beliau, dan
sujud dua kali. Kemudian mereka pergi ke tempat sekelompok yang belum shalat.
Mereka datang, lalu Rasulullah shalat bersama mereka satu rakaat dan sujud dua
kali, kemudian membaca salam. Lalu masing-masing dari mereka shalat sendiri satu
rakaat dan sujud dua kali.'"
2. Bab Ke-2: Shalat Khauf dengan Berjalan dan Menaiki Kendaraan, yang
Berjalan dengan Berdiri
505. Dari Nafi' dari Ibnu Umar sebagaimana dikeluarkan oleh Mujahid, ia berkata,
"Apabila mereka telah bercampur (yakni peperangan berkecamuk dengan dahsyat),
maka shalat itu dikerjakan dengan berdiri."[1] Ibnu Umar menambahkan dari Nabi
saw., "Jika mereka lebih banyak daripada itu, maka hendak lah mereka shalat
dengan berdiri dan berkendaraan."
Bab Ke-3: Sebagian Mereka Menjaga Sebagian yang Lain dalam Shalat
Khauf
506. Ibnu Abbas berkata, "Nabi berdiri (dan dalam satu riwayat: Ibnu Abbas
berkata, "Nabi shalat khauf di Dzi Qarad 5/51),[2] dan orang banyak berdiri di
belakang beliau. Nabi membaca takbir dan orang-orang pun ikut takbir pula.
Kemudian Nabi ruku, maka sebagian mereka ruku pula. Kemudian sujud, lalu yang
sebagian tadi sujud pula bersama beliau. Sesudah itu Nabi berdiri untuk rakaat yang
kedua, maka berdiri pula makmum yang telah sujud tadi, dan mereka menjaga
kawan-kawan mereka (yang belum ruku dan sujud). Bagian yang kedua ini
mendekat, lalu mereka ruku dan sujud bersama Nabi. Mereka semua sedang shalat,
tetapi mereka saling menjaga."
Bab Ke-4: Shalat Ketika Beradu Senjata dan Berpapasan dengan Musuh
Al-Auza'i berkata, "Jika kemenangan sudah di ambang pintu dan mereka belum
melakukan shalat, maka hendaklah mereka shalat dengan berisyarat. Masing-masing
orang melakukannya sendiri-sendiri. Jika mereka tidak dapat melakukannya dengan
berisyarat, maka hendaklah mereka menunda shalatnya hingga pertempuran reda,
3. atau keadaan aman. Lalu, mereka kerjakan shalat dua rakaat. Kalau tidak dapat,
hendaklah mereka lakukan shalat satu rakaat dengan dua sujud. Kalau ini pun tidak
dapat mereka kerjakan, maka tidaklah cukup menunaikan shalat dengan takbir saja,
dan hendaklah mereka menundanya hingga situasinya aman."[3]
Makhul juga berpendapat demikian.[4]
Anas berkata, "Saya datang pada waktu fajar cemerlang dan ketika itu perang
sedang berkecamuk. Maka, mereka tidak dapat mengerjakan shalat. Oleh karena itu,
kami tidak mengerjakan shalat kecuali setelah hari agak siang. Kami mengerjakan
shalat itu bersama Abu Musa, kemudian kami diberi kemenangan. Shalat itu lebih
menggembirakan aku daripada dunia seisinya."[5]
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Jabir bin Abdullah yang tercantum pada nomor 222 di muka.")
Bab Ke-5: Shalatnya Orang yang Mencari atau yang Dicari Musuh, Boleh
dengan Berkendaraan dan Memberi Isyarat
Al-Walid berkata, "Saya menyebutkan kepada al-Auza'i tentang shalat Syurahbil bin
as-Simth dan teman-temannya di atas punggung kendaraan, lalu dia menjawab,
'Begitulah yang kami lakukan apabila takut kehabisan waktu.'"[6]
Al-Walid berargumentasi dengan sabda Nabi saw., "Jangan sekali-kali seseorang
mengerjakan shalat Ashar kecuali di perkampungan bani Quraizhah."[7]
Bab Ke-6:
507. Ibnu Umar berkata, "Rasulullah bersabda kepada kami ketika pulang dari
(Perang) Ahzab, 'Janganlah sekali-kali seseorang shalat Ashar kecuali di bani
Quraizhah.' Sebagian dari mereka melaksanakan shalat Ashar di jalan, dan sebagian
4. lagi berkata, 'Kami tidak shalat sehingga sampai di sana.' Sebagian dari mereka
berkata, 'Bahkan, kami shalat, karena bukan itu yang dimaksudkan terhadap
kami.'[8] Lalu, mereka menyebutkan (hal itu 5/50) kepada Nabi, maka beliau tidak
memaki salah seorang pun dari mereka."
Bab Ke-7: Shalat Lebih Awal dan Subuh Masih Gelap dan Shalat Ketika
Terjadi Penyerbuan dan Peperangan Berkecamuk
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian
dari hadits Anas yang akan disebutkan pada '55 - ALWASHAYA / 26 - BAB'.")
Catatan Kaki:
[1] Al-Hafizh menganalisis bahwa perkataan "qiyaaman" di sini adalah perubahan
dari kata "fa innamaa", dan al-Ismaili meriwayatkannya dari jalan lain dengan
menjelaskan perkataan Mujahid, katanya, "Apabila mereka telah bertemu, maka
sesungguhnya shalat itu dilakukan dengan takbir dan isyarat kepala." Saya katakan,
"Diriwayatkan oleh al-Baihaqi (3/255) dari jalan al-Ismaili, dan darinya pulalah
disusulkan tambahan ini."
[2] Tambahan ini diriwayatkan secara mu'allaq oleh penyusun, dan di-maushul-kan
oleh Nasai, Thabrani, dan Baihaqi (3/262) dengan sanad sahih.
[3] Disebutkan oleh al-Walid bin Muslim dari al-Auza'i dalam kitab as-Sirah.
[4] Di-maushul-kan oleh Abd bin Humaid dari Makhul dari jalan selain al-Auza'i
dengan lafal, "Apabila suatu kaum tidak dapat mengerjakan shalat di atas tanah,
maka hendaklah mereka shalat di atas kendaraan dua rakaat. Kalau tidak dapat,
maka satu rakaat saja dengan dua sujud. Kalau tidak dapat dengan cara begini,
5. maka hendaklah mereka menunda shalatnya hingga kondisinya aman dan mereka
kerjakan shalat di atas tanah."
[5]Di-mauhsul-kan oleh Ibnu Sa'ad dan Ibnu Abi Syaibah dari jalan Qatadah dari
Anas.
[6] Al-Hafizh tidak mentakhrijnya.
[7] Di-maushul-kan oleh penyusun pada bab berikutnya.
[8] Menurut mereka, yang dimaksud dengan sabda Nabi saw., "Jangan sekali-kali
seseorang shalat Ashar kecuali di bani Quraizhah" adalah kelazimannya, yakni agar
cepat-cepat berangkat ke perkampungan bani Quraizhah, bukan meninggalkan
shalat dengan sebenarnya. Seakan-akan beliau bersabda, "Shalatlah kamu di
perkampungan bani Quraizhah, kecuali jika kamu kehabisan waktunya sebelum
sampai di sana." Maka, mereka mengkompromikan dalil-dalil tentang wajibnya
shalat dan wajibnya cepat-cepat berangkat. Kemudian mereka kerjakan shalat
sambil naik kendaraan.