Bab pertama membahas tentang perayaan hari raya dan berpakaian indah pada hari raya. Bab kedua membahas tentang bermain tombak dan perisai pada hari raya. Bab ketiga membahas tentang berdoa pada hari raya. Bab keempat membahas tentang makan sebelum shalat hari raya fitri. Bab kelima membahas tentang makan pada hari raya kurban.
Aksi Nyata PMM perencanaan pembelajaran SMP?paket B
Kitab dua hari raya
1. Kitab Dua Hari Raya
Bab Ke-1: Mengenai Dua Hari Raya dan Mengenakan yang Indah-Indah
pada Hari Raya
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Ibnu Umar yang tercantum pada nomor 475 di muka.")
Bab Ke-2: Bermain dengan Tombak dan Perisai pada Hari Raya
508. Aisyah berkata, "Rasulullah masuk padaku, dan di sisiku ada dua anak wanita
(dari gadis-gadis Anshar 2/3, dan dalam satu riwayat: dua orang biduanita 4/266)
pada hari Mina. Lalu, keduanya memukul rebana (4/161). Mereka menyanyi dengan
nyanyian (dalam satu riwayat: dengan apa yang diucapkan oleh wanita-wanita
Anshar pada hari) Perang Bu'ats[1] sedang keduanya bukan penyanyi. Beliau
berbaring di atas hamparan dan memalingkan wajah beliau. Abu Bakar masuk,
sedang Nabi
menutup wajah dengan pakaian beliau (2/11), lalu Abu Bakar menghardik saya (dan
dalam satu riwayat: menghardik mereka) dan mengatakan, 'Seruling setan di (dalam
satu riwayat: Pantaskah ada seruling setan di rumah) Rasulullah? Dia
mengucapkannya dua kali. Lalu, Nabi menghadap Abu Bakar (dalam satu riwayat:
lalu Nabi membuka wajahnya) lantas bersabda, 'Biarkanlah mereka wahai Abu
Bakar! Karena tiap-tiap kaum mempunyai hari raya, dan hari ini adalah hari raya
kita.' Maka, ketika beliau lupa, saya mengisyaratkan kepada kedua anak wanita itu,
lalu keduanya keluar."
509. "Hari itu adalah hari raya, di mana orang Sudan (dalam satu riwayat: orang-
orang Habasyah 1/117) bermain perisai dan tombak di dalam masjid. Barangkali
saya yang meminta kepada Nabi atau barangkali beliau sendiri yang mengatakan
kepadaku, 'Apakah engkau ingin melihat?' Saya menjawab, 'Ya.' Saya disuruhnya
2. berdiri di belakang beliau di depan pintu kamarku. Beliau melindungiku dengan
selendang beliau, sedang aku melihat permainan mereka di dalam masjid. Lalu,
Umar[2] menghardik mereka. Kemudian Nabi bersabda, 'Biarkanlah mereka.' (4/162)
Maka, saya terus menyaksikan (6/147) sedang pipiku menempel pada pipi beliau,
dan beliau berkata, 'Silakan (dan dalam satu riwayat: aman) wahai bani Arfidah!'
Sehingga, ketika aku sudah merasa bosan, beliau bertanya, 'Sudah cukup?' Aku
menjawab, 'Cukup.' Beliau bersabda, 'Kalau begitu, pergilah.'" (Maka, perkirakanlah
sendiri wanita yang masih muda usia, yang senang sekali terhadap permainan.
6/159)
Bab Ke-3: Berdoa pada Hari Raya
Bab Ke-4: Makan pada Hari Raya Fitri Sebelum Keluar
510. Anas berkata, "Rasulullah tidak pergi (ke tempat shalat) pada hari raya Fitri
sehingga beliau memakan beberapa buah kurma. (Dan beliau memakannya dalam
jumlah ganjil.)"[3]
Bab Ke-5: Makan pada Hari Raya Nahar Atau Idul Adha
511. Al-Bara' bin Azib r.a. berkata, "Nabi berpidato kepada kami pada hari raya
kurban (Idul Adha) setelah shalat. Lalu beliau bersabda." (Dalam satu riwayat al-
Bara' berkata, "Pada hari Adha Nabi keluar, lalu mengerjakan shalat Id dua rakaat.
Kemudian menghadap kepada kami, seraya bersabda, 'Sesungguhnya kurban kita
pada hari ini harus kita mulai dengan mengerjakan shalat Id, kemudian kita pulang,
lalu kita sembelih kurban. 2/8) Barangsiapa yang shalat dengan shalat kita dan
menyembelih dengan sembelihan kita, maka ia telah benar dalam berkurban (dalam
riwayat lain: sesuai dengan Sunnah kami). Barangsiapa yang berkurban sebelum
shalat, maka sesungguhnya sembelihan itu (menyembelih biasa) dan tidak ada
3. kurban baginya." (Dalam satu riwayat: maka sesungguhnya yang demikian itu
adalah daging yang ia segerakan untuk keluarganya, bukan kurban sedikit pun 2/6).
(Dan dalam riwayat lain: barangsiapa yang mengerjakan shalat seperti shalat kita
dan menghadap kiblat kita, maka janganlah ia menyembelih kurban sebelum selesai
shalat. 6/238). Abu Burdah bin Niyar, paman Bara', berkata, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya saya berkurban dengan kambing saya sebelum shalat dan saya
mengetahui bahwa hari raya ini adalah hari makan dan minum. Saya senang
kambing saya itu sebagai kambing pertama yang disembelih di rumahku. Karena itu,
saya sembelih kambing saya dan saya makan sebelum mendatangi shalat (dan saya
beri makan keluargaku dan tetanggaku." 2/10). Dalam riwayat lain, al-Bara' berkata,
"Mereka mempunyai tamu di rumahnya, lalu Abu Burdah menyuruh keluarganya
menyembelih sebelum ia pulang, agar tamunya dapat makan. Maka, mereka
menyembelih kambing sebelum shalat. Kemudian peristiwa itu dilaporkan kepada
Nabi, lalu beliau menyuruhnya untuk menyembelih kurban lagi. (7/227). Beliau
bersabda, "Kambingmu adalah kambing daging." Ia berkata, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya kami mempunyai kambing kecil betina, kami mempunyai anak
binatang ternak (dalam satu riwayat: anak kambing betina yang jinak 6/237) yang
lebih saya sukai daripada dua ekor kambing (dalam satu riwayat: saya mempunyai
anak kambing betina, anak kambing penghasil susu, yang lebih baik daripada dua
ekor kambing daging. Dalam riwayat lain: daripada seekor kambing yang lebih tua.
Dan, dalam riwayat lain lagi: daripada dua ekor kambing yang lebih tua). Apakah itu
mencukupi bagi saya?" Beliau menjawab, "Ya, tetapi tidak akan mencukupi bagi
seorang pun sesudahmu."
Bab Ke-6: Keluar ke Tempat Shalat Tanpa Mimbar
512. Abu Sa'id al-Khudri berkata, "Rasulullah keluar pada hari raya Fitri dan hari raya
Adha ke mushalla.[4] Yang pertama-tama beliau lakukan adalah shalat. Kemudian
beliau berdiri dan menghadap manusia, dan manusia duduk di shaf-shaf mereka
masing-masing. Beliau memberi nasihat, wasiat, dan perintah kepada mereka. Jika
beliau mau menetapkan utusan, maka beliau mengutusnya; atau menyuruh sesuatu,
4. maka beliau menyuruhnya, kemudian beliau pergi." Abu Sa'id berkata, "Orang-orang
senantiasa berbuat demikan itu. Sehingga, saya keluar bersama Marwan, Gubernur
Madinah, pada hari raya Adha atau Fitri. Ketika kami sampai di Mushalla, ternyata di
sana ada mimbar yang dibuat oleh Katsir bin Shalt. Tiba-tiba Marwan mau naik
mimbar sebelum shalat, maka saya menarik pakaiannya. Tetapi, ia menarikku, lantas
ia naik dan berkhutbah sebelum shalat. Maka, saya katakan kepadanya, 'Demi Allah
kamu telah mengubah.' Ia berkata, 'Wahai Abu Sa'id, apa yang kamu ketahui telah
ketinggalan (usang).' Saya berkata kepadanya, 'Demi Allah, apa yang saya ketahui
lebih baik daripada apa yang tidak saya ketahui.' Lalu ia (Marwan) melanjutkan
perkataannya, 'Sesungguhnya orang-orang tidak lagi mau duduk bersama-sama kita
sesudah shalat, maka saya jadikan khutbah itu sebelum shalat.'"
Bab Ke-7: Berjalan dan Berkendaraan ke Tempat Shalat Hari Raya serta
Bab Tidak Adanya Azan dan Iqamah
513. Atha' mengatakan bahwa sesungguhnya Ibnu Abbas berkirim surat kepada
Ibnu Zubair pada hari pertama ia dibai'at (yang isi suratnya), "Sesungguhnya shalat
Idul Fitri itu tidak diazani sebagaimana shalat fardhu,[5] dan sesungguhnya khutbah
Id itu dilakukan sesudah shalat."
514. Ibnu Abbas dan Jabir bin Abdullah berkata, 'Tidak diadakan azan pada shalat
hari raya Idul Fitri dan tidak pula pada Idul Adha."[6]
515. Jabir bin Abdullah berkata, "Sesungguhnya Nabi berdiri (dan dalam satu
riwayat: keluar pada hari Idul Fitri), lalu memulai shalat. Kemudian berkhutbah di
muka orang banyak sesudah shalat itu. Setelah Nabi selesai khutbah, beliau turun.[7]
Kemudian mendatangi para wanita, memberi nasihat kepada mereka dan pada
waktu itu beliau bersandar pada tangan Bilal. Bilal menggelar bajunya dan di baju
itulah para wanita itu meletakkan sedekah mereka." Aku (perawi) bertanya kepada
Atha', "Zakat pada hari raya Fitri?" Dia menjawab, 'Tidak, tetapi sedekah biasa yang
mereka berikan pada waktu itu. Mereka lepas cincin mereka dan mereka lemparkan
5. (ke baju bilal)." Saya bertanya (2/9), "Apakah Anda berpendapat bahwa di zaman
kita sekarang ini imam boleh mendatangi kaum wanita, lalu memberi nasihat kepada
mereka jika telah selesai shalat dan berkhutbah?" Atha' berkata, "Yang demikian itu
sebenarnya adalah hak baginya. Kalau tidak boleh, maka apakah sebabnya tidak
boleh mengerjakan demikian?"
Bab Ke-8: Berkhotbah Sesudah Shalat Hari Raya
516. Ibnu Umar berkata, "Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar biasa mengerjakan
shalat hari raya sebelum khutbah."
Bab Ke-9: Dimakruhkan Membawa Senjata pada Hari Raya dan ketika
Berada di Tanah Suci
Al-Hasan berkata, "Manusia dilarang membawa senjata pada hari raya, kecuali jika
mereka dalam keadaan takut kepada musuh."[8]
517. Sa'id bin Jubair berkata, "Aku bersama Ibnu Umar ketika ia tertusuk oleh ujung
tombak yang tajam di tapak kakinya bagian dalam, maka menempellah tapak
kakinya itu pada sanggurdi. Lalu aku turun dan mencopotnya. Peristiwa itu terjadi di
Mina. Hal itu didengar oleh Hajjaj, kemudian ia menjenguknya. Hajjaj berkata,
'Bagaimana keadaannya?' Jawab Ibnu Umar, 'Baik.' Hajjaj berkata, "Alangkah
baiknya kalau kita mengetahui siapa orang yang menyebabkan Anda terkena
bencana itu.' Ibnu Umar berkata, 'Andalah yang telah menimpakan bencana
kepadaku.' Hajjaj menimpali, 'Bagaimana hal itu bisa terjadi?' Ibnu Umar menjawab,
'Anda membawa senjata pada hari yang tidak diperbolehkan membawa senjata, dan
Anda memasukkan senjata ke tanah suci, padahal senjata itu tidak boleh
dimasukkan ke tanah suci.'"
6. Bab Ke-10: Bersegera Mengerjakan Shalat Hari Raya
Abdullah bin Busr berkata, "Sesungguhnya kami selesai melakukannya pada saat ini,
yaitu ketika bertasbih."
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
al-Barra' pada nomor 511 di muka.')
Bab Ke- 11: Keutamaan Beramal pada Hari-Hari Tasyrik[9]
Ibnu Abbas berkata, "'Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang
telah ditentukan (al-Hajj: 28),' ialah sepuluh hari (yang pertama dalam bulan
Dzulhijjah); dan 'beberapa hari yang berbilang'[10] (al-Baqarah: 203) ialah hari-hari
tasyrik."[11]
Ibnu Umar dan Abu Hurairah biasa pergi ke pasar pada sepuluh hari pertama
Dzulhijjah sambil bertakbir, dan orang-orang yang di belakangnya turut bertakbir
mengikuti takbirnya.[12]
Muhammad bin Ali bertakbir di belakang kafilah.[13]
518. Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Tidak ada amalan pada
hari-hari lain yang lebih utama daripada sepuluh hari ini?" Mereka menjawab,
"Tidakkah jihad (lebih utama)?" Beliau bersabda, "Bukan pula jihad, kecuali orang
yang keluar dengan mempertaruhkan jiwa dan hartanya, lalu ia tidak kembali
dengan sesuatu pun."
Bab Ke-12: Bertakbir Pada Hari-Hari Mina dan Ketika Pergi Ke Arafah
7. Umar r.a. biasa bertakbir di kubahnya di Mina. Lalu, terdengar oleh orang-orang
yang di masjid, kemudian mereka bertakbir (mengikutinya). Bertakbir pula orang-
orang yang di pasar-pasar, sehingga Mina gemuruh dengan takbir.[14]
Ibnu Umar biasa bertakbir di Mina pada hari-hari itu, ketika selesai shalat-shalat
wajib, di tempat tidur, di tendanya, di majelisnya, dan di jalan, pada semua hari
itu.[15]
Maimunah biasa bertakbir pada hari nahar (10 Dzulhijjah).[16]
Orang-orang wanita biasa bertakbir di belakang Aban bin Utsman, dan Umar bin
Abdul Aziz, pada malam-malam hari tasyrik bersama kaum laki-laki di masjid.[17]
519. Muhammad bin Abu Bakar ats-Tsaqafi berkata, "Saya bertanya kepada Anas bin
Malik ketika kami bersama-sama pergi dari Mina ke Arafah, tentang talbiah,
'Bagaimana Anda melakukan bersama Nabi?' Ia menjawab, 'Seseorang membaca
talbiah tidak diingkari (oleh Nabi), dan seseorang bertakbir juga tidak diingkari (oleh
Nabi).'"
Bab Ke-13: Shalat dengan Menggunakan Tombak (Sebagai Sutrah) Pada
Hari Raya
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
sebagian hadits Ibnu Umar yang tertera pada nomor 279 yang lalu.")
Bab Ke-14: Membawa Tombak Kecil atau Tombak Biasa di Muka Imam
pada Hari Raya
8. (Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian
lain dari hadits Ibnu Umar yang diisyaratkan di atas.")
Bab Ke-15: Keluarnya Kaum Wanita dan Orang-Orang yang Sedang Haid
ke Tempat Shalat
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
sebagian dan hadits Ummu Athiyah yang tertera pada nomor 180.")
Bab Ke-16: Keluarnya Anak-Anak ke Tempat Shalat
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian
dari hadits Ibnu Abbas yang disebutkan sesudah bab ini nanti.")
Bab Ke-17: Imam Menghadap Makmum ketika Khutbah Hari Raya
Abu Said berkata, "Nabi berdiri menghadap manusia (yakni ketika berkhutbah)"[18]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
al-Barra' yang tertera pada nomor 511 di muka.")
Bab Ke-18: Bendera yang Berada di Tempat Shalat
520. Abdurrahman bin Abis berkata, "Aku mendengar Ibnu Abbas ditanya, 'Apakah
Anda pernah menghadiri shalat hari raya bersama Nabi? Ia menjawab, 'Ya, tetapi
andaikata bukan sebab dekatnya kedudukanku kepada Nabi, tentulah aku tidak
menghadirinya, sebab aku masih kecil. Aku menyaksikan Nabi (1/33) keluar pada
hari raya Fitri (2/5) bersama Bilal (1/33) hingga beliau tiba pada bendera yang
9. diletakkan di tempat Katsir bin Shalt. Lalu, beliau shalat dua rakaat, tanpa
melakukan shalat sebelumnya dan sesudahnya. Kemudian beliau berkhotbah (dan
tidak menyebut-nyebut azan dan iqamah 2/162). Selasai berkhotbah, beliau
mendatangi kaum wanita (dan dalam riwayat lain: maka Ibnu Abbas melihat bahwa
beliau tidak memperdengarkan kepada kaum wanita, lalu beliau datang kepada
mereka 2/122) bersama Bilal yang membentangkan kainnya. Nabi memberikan
nasihat dan peringatan kepada mereka, dan menyuruh mereka agar mengeluarkan
sedekah. Lalu beliau menyuruh Bilal darang kepada mereka. Maka, aku melihat
kaum wanita itu mengulurkan tangan mereka ke telinga dan leher mereka. Lalu,
mereka melemparkannya (dan dalam satu riwayat: maka orang-orang wanita itu
melemparkan gelang dan anting-anting emas 2/118, dan dalam riwayat lain: anting-
anting emas dan kalungnya. Ayyub mengisyaratkan kepada telinganya dan lehernya)
pada kain Bilal. Kemudian beliau pulang ke rumahnya bersama Bilal."
Bab Ke-19: Imam Memberikan Nasihat kepada Kaum Wanita pada Hari
Raya
521. Ibnu Abbas berkata, "Aku menghadiri shalat Idul Fitri bersama Nabi, Abu Bakar,
Umar, dan Utsman, semuanya mengerjakan shalat sebelum berkhotbah. Nabi keluar
(lalu turun 6/62) seakan-akan aku masih melihat beliau ketika menyuruh orang
banyak duduk dengan mengisyaratkan tangannya. Kemudian menghadapi mereka
dan membelah barisan kaum lelaki (dan ini dilakukan sehabis berkhotbah).
Sehingga, beliau mendatangi kaum wanita bersama Bilal, lalu beliau mengucapkan,
'Yaa ayyuhan nabiyyu idzaa jaa-akal mu'minaatu yubbaayi'naka ['alaa an laa
yusyrikna billaahi syaian wa laa yasriqna wa laa yazniina wa laa yaqtulna
aulaadahunna wa laa ya'tiina bi buhtaanin yaftariinahu baina aidiihinna wa
arjulihinna]' 'Hai Nabi, jika kamu didatangi oleh kaum wanita hendak mengadakan
bai'at atau berjanji setia kepadamu (untuk tidak mempersekutukan sesuatu pun
dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-
anak mereka, dan tidak membuat-buat tuduhan perzinaan kepada orang lain dengan
tuduhan palsu.' Hingga selesai 6/62) membaca ayat itu semuanya. Kemudian beliau
10. bersabda setelah membaca ayat tersebut, 'Hai kaum wanita, apakah Anda sekalian
seperti itu?' Seorang wanita di kalangan mereka menjawab, dan tiada seorang pun
dari kaum wanita itu yang menjawab selainnya. Ia berkata, 'Benar wahai Rasulullah.'
Al-Hasan (yang meriwayatkan hadits itu) tidak mengetahui siapa wanita yang
menjawab itu. Nabi bersabda lagi, 'Kalau begitu, maka bersedekahlah kalian!'
Kemudian Bilal membeberkan pakaiannya, lalu dia berkata, 'Marilah, Anda sekalian
adalah penebus ayahku dan ibuku.' Kemudian orang-orang wanita itu meletakkan
cincin besar-besar dari emas (yang biasa dipakai pada zaman jahiliah dulu), juga
meletakkan cincin ukuran biasa di atas pakaian Bilal itu."[19]
Abdur Razzaq berkata, "Al Fatakh ialah cincin-cincin besar yang biasa dipakai pada
zaman jahiliah."
Bab Ke-20: Jika Seorang Wanita Tidak Mempunyai Baju Kurung pada Hari
Raya
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Ummu Athiyah yang baru saja diisyaratkan di muka.")
Bab Ke-21: Menyendirinya Wanita yang Sedang Haid dan Menjauh Sedikit
dari Tempat Shalat
(Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ummu Athiyah
yang disebutkan di muka.)
Bab Ke-22: Menyembelih (Dzabah dan Nahar) pada Hari Raya Kurban di
Tempat Shalat
11. 522. Ibnu Umar r.a mengatakan bahwa Nabi saw biasa menyembelih (binatang
kurban) di mushalla (tanah lapang tempat shalat Id).
Bab Ke-23: Pembicaraan Imam dan Orang Banyak dalam Khotbah Hari
Raya dan Jika Imam Ditanya Mengenai Sesuatu, dan Ia Sedang
Berkhotbah
523. Anas bin Malik berkata, "Sesungguhnya Rasulullah melakukan shalat pada hari
raya kurban, kemudian berkhotbah. Lalu, menyuruh orang yang menyembelih
kurban sebelum shalat, supaya mengulangi penyembelihannya (menyembelih
kurban lagi). Kemudian ada seorang lelaki dari kaum Anshar, berkata, 'Wahai
Rasulullah, (hari ini adalah hari yang orang menyukai daging 2/3), aku mempunyai
beberapa orang tetangga-mungkin dia berkata-yang sangat membutuhkan'. Mungkin
dia berkata, 'Mereka itu dalam keadaan fakir' (lalu Nabi saw. membenarkannya).
'Sebenarnya aku telah menyembelih sebelum shalat hari raya, dan aku mempunyai
seekor kambing yang umurnya kurang dari setahun (dan dalam satu riwayat: masih
muda). Tetapi, lebih aku sukai daripada daging dua ekor kambing biasa.' Nabi
kemudian memberikan kelonggaran kepadanya dengan menyembelih kambing yang
umurnya belum setahun dan disembelih sebelum shalat hari raya dilakukan. Tetapi
saya tidak mengetahui apakah kelonggaran itu sampai kepada orang lain atau
tidak."
524. Jundub berkata, "Nabi melakukan shalat Idul Adha, kemudian beliau
berkhothah. Sesudah itu beliau menyembelih kurban, lalu bersabda, 'Barangsiapa
yang menyembelih kurban sebelum shalat, hendaklah menyembelih lagi yang lain
(sesudah shalat) sebagai gantinya. Dan, barangsiapa yang belum menyembelih,
hendaklah menyembelih dengan nama Allah.'"
12. Bab Ke-24: Orang yang Berbeda Jalan Ketika Pulang pada Hari Raya dari
Tempat Shalat
525. Jabir r.a. berkata, "Nabi apabila hari raya, beliau menyelisihi jalan (yakni
menempuh jalan yang berbeda ketika pergi dan ketika pulang dari menunaikan
shalat Id- penj.)."
Bab Ke-25: Apabila Terluput dari Shalat Hari Raya dengan Berjamaah,
Bolehlah Shalat Dua Rakaat, Begitu Pula Kaum Wanita, Orang yang Ada di
Rumah dan di Desa, Mengingat sabda Nabi saw., "Ini adalah hari raya kita
umat Islam."[20]
Anas bin Malik memerintahkan mantan budaknya dan sahabatnya Ibnu Abi Utbah
yang ada di pelosok supaya mengumpulkan keluarganya dan anak anaknya, dan
melakukan shalat hari raya sebagaimana orang kota serta bertakbir seperti
mereka.[21]
Ikrimah berkata, "Orang-orang pelosok berkumpul pada hari raya menunaikan shalat
dua rakaat sebagaimana yang dilakukan imam."[22]
Atha' berkata, "Apabila seseorang terluput menunaikan shalat Id (dengan
berjamaah), maka hendaklah ia menunaikannya dua rakaat."[23]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Aisyah yang tersebut pada nomor 508 di muka.")
Bab Ke-26: Shalat Sunnah Sebelum dan Sesudah Shalat Hari Raya
13. Abul Mu'alla berkata, "Saya mendengar Said dari Ibnu Abbas membenci shalat
Sunnah sebelum shalat Id."[24]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya bagian
dari hadits Ibnu Abbas yang tertera pada nomor 520 di muka.")
Catatan Kaki:
[1] Demikian lafat bu'ats dibaca sebagai isim munsharif (dengan tanwin kasrah; isim
munsharif atau isim munawwan adalah isim yang dapat diberi tanda tanwin dan
dapat diberi harkat kasrah) dan sebagai isim ghairu munsharif (tidak bertanwin dan
tidak dapat diberi harkat kasrah, dan alamat jar-nya dengan fat-hah, kecuali kalau
kemasukan alif lam yakni al-... atau dalam kedudukan sebagai mudhaf-penj.). Bu'ats
adalah nama sebuah benteng yang di sisinya terjadi peperangan antara suku Aus
dan Khazraj tiga tahun sebelum hijrah.
[2] Demikianlah dalam riwayat Karimah yang menyebutkan nama pelakunya (Umar)
secara jelas. Demikian pula di dalam riwayat Imam Ahmad (2/540) dan Nasa'i
(1/236) dari hadits Abu Hurairah dengan sanad sahih.
[3] Demikian tambahan dari penyusun secara mu'allaq, dan di-maushul-kan oleh
Ibnu Khuzaimah dan al-Ismaili dan lain-lainnya.
[4] Mushalla ini adalah suatu tempat yang terkenal di Madinah, yang jarak antaranya
dengan Masjid Nabawi seribu hasta sebagaimana dikutip al-Hafizh Ibnu Hajar dari
al-Kanani, sahabat Imam Malik.
[5] Abdur Razzaq menambahkan di dalam al Mushannaj (2/77/5628) dari jalan
periwayatan Imam Bukhari dengan tambahan, "Maka tidak diazani untuknya." Kata
Atha', "Ibnu Zubair tidak mengadakan azan pada hari itu. Ibnu Abbas berkirim surat
kepadanya yang isinya, 'Sesungguhnya khutbah itu dilakukan setelah shalat Id.' Ibnu
14. Zubair pun melaksanakannya." Kata Atha', "Maka, Ibnu Zubair shalat Id sebelum
khutbah. Kemudian Ibnu Shafwan dan sahabat-sahabatnya bertanya kepadanya,
mereka berkata, "Mengapa engkau tidak berazan untuk kami? Kemudian datanglah
waktu shalat kepada mereka pada hari itu. Maka, ketika hubungan antara dia dan
Ibnu Abbas memburuk, Ibnu Zubair tidak berani melanggar perintah Ibnu Abbas."
Saya (al-Albani) katakan, "Zahir perkataan Ibnu Abbas kepada Ibnu Zubair, 'Maka,
janganlah engkau berazan untuk shalat Id', adalah karena Ibnu Zubair biasa
mengadakan azan sebelum itu, maka ini berarti Ibnu Abbas melarangnya dari
perbuatan itu. Hal ini diperkuat dengan perkataan Atha' pada akhir perkataannya,
'Ketika hubungannya memburuk, maka Ibnu Zubair tidak berani melanggar perintah
Ibnu Abbas.' Riwayat yang lebih kuat dari itu menerangkan bahwa Shafwan dan
sahabat-sahabatnya ketinggalan (terluput) melakukan shalat Id, dan hal itu
disebabkan-wallahu a'lam-mereka tidak mendengar azan yang biasa mereka
dengarkan sebelumnya. Para ulama berbeda pendapat mengenai siapa orang yang
pertama kali mengadakan azan dalam shalat Id. Ada yang mengatakan bahwa yang
mula-mula mengadakannya adalah Muawiyah, dan terdapat riwayat yang sahih
bahwa dia melakukan hal itu, dan masih ada pendapat-pendapat lain lagi. Ibnul
Mundzir meriwayatkan dari Abu Qilabah, katanya, "Orang yang mula-mula
mengadakannya adalah Ibnu Zubair." Saya (al-Albani) katakan, "Kalau riwayat ini
sahih dari Ibnu Zubair, maka dia adalah orang pertama yang mengadakannya di
Hijaz, sedang Muawiyah adalah orang yang pertama kali mengadakannya di Syam.
Wallahu a'lam." Mengenai hal ini terdapat ungkapan yang bagus untuk dipegangi,
yaitu bahwa apabila terdapat sunnah yang sahih, maka tidak boleh bertaklid kepada
orang yang menyelisihinya, meskipun dia seorang sahabat. Maka, Muawiyah dan
Ibnu Zubair-mudah-mudahan Allah meridhai keduanya-telah mengadakan azan
shalat Id yang tidak pernah terjadi pada zaman Nabi saw., barangkali dari segi ini,
maka orang-orang yang shalat di belakang Ibnu Zubair membaca amin dengan
keras sehingga riuh rendah suaranya di masjid, sebagaimana diriwayatkan secara
mu'allaq di muka (1/193). Di antaranya lagi ialah shalat gerhana yang dilakukan
Ibnu Zubair dengan cara seperti melakukan shalat subuh. Maka, saudara Zubair
yang bernama Urwah ketika ditanya tentang hal itu, dia menjawab, "Menyalahi
Sunnah", sebagaimana akan disebutkan pada kitab al-Kusuf bab keempat. Di antara
15. tindakannya lagi ialah mengusap dengan tangannya pada tiang-tiang Baitullah yang
empat, sedangkan menurut Sunnah ialah mengusap dua rukun Yamani saja,
sebagaimana akan disebutkan pada "25 - AL-HAJJ/ 59 - BAB".
[6] Hadits Ibnu Abbas akan disebutkan sebentar lagi pada nomor 520, karena itu di
sini tidak saya beri nomor tersendiri.
[7] Nabi saw. tidak pernah khutbah Id di atas mimbar sebagaimana ditunjuki hadits
Abu Sa'id di muka tadi. Kemungkinan beliau berada di tempat yang tinggi, kemudian
turun. Wallahu a'lam.
[8] Al-Hafizh berkata, "Saya tidak mendapatinya maushul, tetapi terdapat riwayat
seperti ini secara marfu dan muqayyad 'dengan ada persyaratan' serta ada yang
tidak muqayyad. Kemudian disebutkannya yang muqayyad dari riwayat Ibnu Majah
dengan isnad yang dhaif dari Ibnu Abbas, dan yang lain disebutkan dari riwayat
Abdur Razzaq dengan isnad yang mursal.
[9] Sudah populer bahwa hari-hari tasyrik sesudah hari nahar (tangga110 Dzulhijjah)
itu diperselisihkan, apakah dua hari atau tiga hari. Akan tetapi, beberapa atsar
memberikan kesaksian bahwa hari Idul Adha itu termasuk hari tasyrik, dan pendapat
ini dikuatkan oleh Abu Ubaid berdasarkan apa yang dikutip dan ditahqiq oleh al-
Hafizh dalam al-Fath.
[10] Bunyi teks bacaannya ialah "Wayadzkurullaaha fii ayaamin ma'luumaat" atau
"Wadzkurullaaha fii ayyaamin ma'duudaat". Yang dimaksudkan oleh Ibnu Abbas
bukan bacaannya, tetapi penafsiran kata "ma'duudaat" dan "ma'luumaat".
[11] Di-maushul-kan oleh Abd bin Humaid dari Amr bin Dinar dari Ibnu Abbas.
[12] Al-Hafizh berkata, "Saya tidak mendapatinya secara maushul dari mereka."
16. [13] Muhammad bin Ali adalah Abu Ja'far al-Baqir, dan di-maushul-kan oleh ad-
Daruquthni darinya dalam al-Mu'talif.
[14] Di-maushul-kan oleh Abu Ubaid, dan di-maushul-kan pula dari jalannya oleh al-
Baihaqi (3/312) dari Umar, dan di-maushul-kan oleh Said bin Manshur dari jalan lain
darinya.
[15] Di-maushul-kan oleh Ibnul Mundzir dan al-Fakihi dalam Akhbaaru Makkah
dengan sanad sahih dari Ibnu Umar.
[16] AI-Hafizh berkata, "Saya tidak mendapatinya secara maushul."
[17] Di-maushul-kan oleh Abu Bakar Ibnu Abid Dun-ya dalam Kitab al-Idain. Al-
Hafizh berkata, "Hadits Ummu Athiyah dalam bab ini mendahului mereka dalam hal
itu."
[18] Ini adalah bagian dari hadits yang di-maushul-kan oleh penyusun pada nomor
512 di muka..
[19] Kisah ini telah disebutkan dari jalan lain dari Ibnu Abbas secara ringkas. Maka,
kemungkinan cerita ini dua macam, dan mungkin juga hanya satu, dan sebagian
perawi meringkasnya. Wallahu a'lam.
[20] Al-Hafizh berkata, "Saya tidak mengetahuinya demikian. Sesungguhnya bagian
pertamanya terdapat di dalarn hadits Aisyah tentang kisah dua wanita yang
menyanyi -yakni hadits yang baru disebutkan di muka (2-BAB). Adapun sisanya,
kemungkinan diambil dari hadits Uqbah bin Amir secara marfu, 'Hari Mina adalah
hari raya kita umat Islam'", yang mana hadits ini diriwayatkan dalam As-Sunan dan
disahkan oleh Ibnu Khuzaimah.
[21] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah (2/183) yang seperti itu.
17. [22] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah (2/191) yang sama dengannya dengan
sanad sahih.
[23] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dan al-Faryabi dengan sanad sahih.
[24] Al-Hafizh berkata, "Saya tidak menjumpainya yang maushul." Saya (Al-Albani)
berkata, "Abdur Razzaq meriwayatkannya (5624) dengan sanad sahih dari maula
Ibnu Abbas, dari Ibnu Abbas, ia berkata, 'Tidak boleh mengerjakan shalat sunnah
sebelum dan sesudahnya.'"