Tiga kalimat:
Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa pluralisme, liberalisme, dan sekularisme agama bertentangan dengan ajaran Islam. Namun, penguasa seringkali tidak memperdulikan fatwa ini. Tulisan ini membahas pentingnya kontrol publik dan koreksi terhadap penguasa agar mencegah bencana akibat kemunduran agama.
1. 26/12/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Kala Penguasa Menabrak Fatwa
HOME TENTANG KAMI FAQ
Search.. Cari
Kala Penguasa Menabrak Fatwa
December 25th, 2014 by kafi
“Sekulerisasi, liberalisasi dan pluralisme itu pada
hakikatnya adalah berpaling dari petunjuk Allah
SWT. Dan itu bukanlah jalan selamat.”
Majelis Ulama Indonesia telah memfatwakan
keharaman pluralisme, liberalisme, dan sekulerisasi
agama. Ini bukan fatwa baru. Fatwa itu lahir pada
Munas VII MUI Juli 2005.
Nyatanya, fakta menunjukkan yang sebaliknya.
Penguasa tak menggubris fatwa tersebut. Ada yang agak takuttakut, tapi ada yang terus
terang melabrak fatwa tersebut seperti yang terjadi di rezim baru ini.
Padahal MUI sebenarnya telah memberikan penjelasan yang gamblang tentang definisi
ismeisme tersebut. Berikut penjelasan tersebut:
Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah
sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif, oleh sebab itu, setiap pemeluk
agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama
yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan
masuk dan hidup berdampingan di surga.
Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat
berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
Liberalisme agama adalah memahami nashnash agama (alQur’an dan Sunnah) dengan
menggunakan akal pikiran yang bebas, dan hanya menerima doktrindoktrin agama yang
sesuaid engan akal pikiran semata.
2. 26/12/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Kala Penguasa Menabrak Fatwa
Sekulerisme agama adalah memishkan urusan dunia dari agama, agama hanya digunakan
untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia
diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial.
Berdasarkan hal itu, MUI menetapkan ketentuan hukum sebagai berikut:
1. Pluralisme, Sekulerisme, dan Liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada
bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
2. Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme, Sekulerisme dan Liberalisme
agama.
3. Dalam masalah akidah dan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif, dalam arti
haram mencampuradukkan akidah dan ibadah umat Islam dengan akidah dan
ibadah pemeluk agama lain.
4. Bagi masyarakat Muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain lain (pluralitas
agama), dalam maslah sosial yang tidak berkaitan dengan akidah dan ibadah,
umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan
agama lain sepanjang tidak saling merugikan.
“Sekulerisasi, liberalisasi dan pluralisme itu pada hakikatnya adalah berpaling dari petunjuk
Allah SWT. Dan itu bukanlah jalan selamat. Sebaliknya merupakan jalan kebinasaan dan
menuju kesempitan hidup,” kata Yahya Abdurrahman.
Ia mengutip firman Allah SWT: “dan siapa saja yang berpaling dari peringatanKu maka
baginya kehidupan yang sempit…” (TQS Thaha [20]: 124)
Ibn Katsir menjelaskan di dalam Tafsir alQur’an al‘Azhim: “yakni menyalahi perintah
(ketentuan)Ku dan apa yan telah aku turunkan kepada rasulKu, ia berpaling darinya dan
melupakannya serta mengambil yang lain sebagai petunjuknya. “Maka baginya kehidupan
yang sempit” yakni di dunia, tidak ada ketenteraman baginya dan tidak ada kelapangan
untuk dadanya …”
Kontrol dan Koreksi Umat
Ibarat gunung, proses sekulerisasi, liberalisasi dan pluralisme sudah hampir mencapai
puncaknya. Selama ini penguasa masih agak raguragu untuk membuka kran liberalisasi,
dan sekulerisasi karena terhalang oleh reaksi umat Islam.
Nah, rezim yang baru tampaknya sedang melakukan ‘test the water’—menguji kembali
reaksi umat—terhadap proses tersebut. Ini bisa dilihat dari pernyataan yang berubahubah
yang dikatakan oleh para pejabat negara.
“Di sini, umat itu diuji kepeduliaannya,” kata Yahya. Jika, rakyat melakukan kontrol dengan
ketat, maka niat pemerintah bisa dihalangi. Sebaliknya, jika rakyat tak peduli maka
pemerintah akan semaunya sendiri.
”Kontrol dari publik sangat penting. Juga betapa penting dan strategisnya aktivitas
mengoreksi penguasa sehinga harus terus dilakukan oleh umat Islam. Semua itu mestinya