PPT Pendadaran Ujian Skripsi : EFEKTIVITAS PENGGUNAAN STRATEGI CARD SORT DAN ...Dhinar Dewi Istini
Power point ini saya buat sebagai bahan presentasi saya ketika ujian skripsi yang berjudul EFEKTIVITAS PENGGUNAAN STRATEGI CARD SORT DAN INDEX CARD MATCH TERHADAP NILAI KOGNITIF DAN KEAKTIFAN SISWA PADA MATERI FUNGI (Eksperimen pada siswa kelas X SMA Negeri 2 Sukoharjo Tahun Ajaran 2011/2012).
Sekiranya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dan tidak disalahgunakan selama mencantumkan sumbernya.
Semoga Bermanfaat... :)
Salam
PPT Pendadaran Ujian Skripsi : EFEKTIVITAS PENGGUNAAN STRATEGI CARD SORT DAN ...Dhinar Dewi Istini
Power point ini saya buat sebagai bahan presentasi saya ketika ujian skripsi yang berjudul EFEKTIVITAS PENGGUNAAN STRATEGI CARD SORT DAN INDEX CARD MATCH TERHADAP NILAI KOGNITIF DAN KEAKTIFAN SISWA PADA MATERI FUNGI (Eksperimen pada siswa kelas X SMA Negeri 2 Sukoharjo Tahun Ajaran 2011/2012).
Sekiranya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dan tidak disalahgunakan selama mencantumkan sumbernya.
Semoga Bermanfaat... :)
Salam
PEMANFAATAN MEDIA KIT GENETIKA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOL...SMK Negeri 6 Malang
Pembelajaran biologi di SMPN 1 Jombang belum berjalan maksimal. Oleh karena itu, peneliti menggunakan media untuk memudahkan proses belajar khususnya materi pewarisan sifat. Media yang dipilih adalah kit genetika. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa catatan pengamatan aktivitas dan data hasil tes. Data tersebut dianalisis dengan teknik mean score. Hasil analisis aktivitas memperlihatkan antusias saat belajar. Pada siklus I diperoleh 84,38% dan siklus II 96,88%. Dengan kata lain, terdapat kenaikan sebesar 12,5%. Hasil rata-rata evaluasi siklus I sebesar 71,77 dan siklus II 82,74. Hasil tersebut meningkat 10,97, sedangkan ketuntasan belajar pada siklus I sebesar 71,875% (23 siswa) dan siklus II 93,75% (30 siswa). Hasil itu menunjukkan kenaikan 21,88%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan kit genetika dan belajar berkelompok dapat meningkatkan hasil belajar dan menumbuhkan motivasi.
Skripsi Presentasi Sidang Januari 2012
Judul : PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA MATERI SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA
DI SMP NEGERI 1 JULI
Oleh: Nurmala
NPM: 070203075
PEMANFAATAN MEDIA KIT GENETIKA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOL...SMK Negeri 6 Malang
Pembelajaran biologi di SMPN 1 Jombang belum berjalan maksimal. Oleh karena itu, peneliti menggunakan media untuk memudahkan proses belajar khususnya materi pewarisan sifat. Media yang dipilih adalah kit genetika. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa catatan pengamatan aktivitas dan data hasil tes. Data tersebut dianalisis dengan teknik mean score. Hasil analisis aktivitas memperlihatkan antusias saat belajar. Pada siklus I diperoleh 84,38% dan siklus II 96,88%. Dengan kata lain, terdapat kenaikan sebesar 12,5%. Hasil rata-rata evaluasi siklus I sebesar 71,77 dan siklus II 82,74. Hasil tersebut meningkat 10,97, sedangkan ketuntasan belajar pada siklus I sebesar 71,875% (23 siswa) dan siklus II 93,75% (30 siswa). Hasil itu menunjukkan kenaikan 21,88%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan kit genetika dan belajar berkelompok dapat meningkatkan hasil belajar dan menumbuhkan motivasi.
Skripsi Presentasi Sidang Januari 2012
Judul : PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA MATERI SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA
DI SMP NEGERI 1 JULI
Oleh: Nurmala
NPM: 070203075
Artikel ptk (Penelitian tinddakan Kelas) SMA KimiaM Wahyudi Haidar
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP REAKSI REDUKSI OKSIDASI MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) DENGAN MEDIA PEMBELAJARAN ULAR TANGGA REDOKS DI KELAS X 2 SMA NEGERI 1 TANJUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Diges Politeknik & Kolej Komuniti Zon Sarawak/Bil 1/ISSN 2180 - 1916 APRIL 2010Muhammad Nazri Abdul Halim
Jawatankuasa aktiviti penyelidikan dan pembangunan Politeknik & Kolej Komuniti Zon Sarawak telah menerbitkan sebuah wacana berkala yang berjudul Diges Politeknik & Kolej Komuniti Zon Sarawak.
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
1. PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP
PRESTASI BELAJAR FISIKA DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF SISWA KELAS X
SMA
Oleh
I Made Asta Wibawa, NIM. 0913021098
Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas MIPA UNDIKSHA Singaraja
Email: asta_imade@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan perbedaan prestasi belajar fisika antara
kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran problem solving (MPPS) dan
kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional (MPK), (2)
mendeskripsikan perbedaan prestasi belajar fisika antara kelompok siswa yang memiliki gaya
kognitif field independent (FI) dan kelompok siswa yang memiliki gaya kognitif field
dependent (FD), (3) mendeskripsikan pengaruh interaksi antara model pembelajaran (MP)
dengan gaya kognitif (GK) terhadap prestasi belajar fisika siswa. Penelitian ini tergolong
eksperimen semu dengan rancangan nonequivalent pretest-posttest control group design.
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 4 Singaraja tahun pelajaran
2012/2013. Sampel penelitian adalah siswa kelas X2,X3,X5,dan X9 semester 2 SMA Negeri 4
Singaraja. Sampel diambil dengan teknik simple random sampling. Data dikumpulkan
dengan tes prestasi belajar fisika. Data dianalisis menggunakan statistik deskriftif dan Anova
dua jalur. Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 5%. Hasil penelitian
menunjukkan (1) terdapat perbedaan prestasi belajar fisika antara kelompok siswa yang
belajar dengan MPPS dan MPK (F=20,764; p<0,05), (2) terdapat perbedaan prestasi belajar
fisika antara kelompok siswa yang memiliki gaya kognitif FI dan FD (F=26,252; p<0,05), (3)
terdapat pengaruh interaksi antara (MP) dan (GK) terhadap prestasi belajar fisika siswa
(F=5,541; p<0,05). Implikasi dari penelitian ini adalah guru sebaiknya menggunakan MPPS
untuk meningkatkan prestasi belajar fisika dan dalam pembelajaran guru sebaiknya
memperhatikan gaya kognitif yang dimiliki siswa.
Kata kunci: Model pembelajaran problem solving (MPPS), model pembelajaran
konvensional (MPK), prestasi belajar fisika, gaya kognitif.
Abstract
This study aimed at (1) describe different of learning achievement in physics among
the group of students who studied with a problem solving model and conventional model, (2)
describe different of learning achievement in physics among the group of student who have a
field independent cognitive style and field dependent cognitive style, (3) describe the
influence interction between the learning model and cognitive style toward the learning
achievement in physics. This study is considered quasi-experimental design with
nonequivalent pretest-posttest control group design. The population of the research were the
X class of SMA Negeri 4 Singaraja in the academic year 2012/2013. The sample of the
research were student of 2nd
semester in grade class X2,X3,X5,and X9 of SMA Negeri 4
Singaraja. Samples were taken by simple random sampling technique. Data collected by the
test of achievement learning in physics. Data were analyzed by using descriptive statistics
and two way Anova. The results show (1) there is a difference between the learning
achievement in physics among the group of students who studied with MPPS and MPK
(F=20,764; p<0,05), (2) there is a difference between the learning achievement in physics
students who have FI cognitive style and FD cognitive style (F=26,252; p<0,05), (3) there is
an interaction effect between cognitive style and learning model toward the learning
2. achievement in physics (F=5,541; p<0,05). The implication of this research it can be
suggested that the teachers should use problem solving model as an alternative model in
teaching to increase achievement learning in physics and they should also pay much
attention on the cognitive style of the students.
Keywords: Problem solving model, conventional model, achievement learning in physics,
cognitive styles.
PENDAHULUAN
Tujuan pendidikan nasional adalah
untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab (Ali,
2009). Berbagai upaya inovatif untuk
pencapaian tujuan pendidikan nasional dan
memenuhi tuntutan dalam Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK) telah dilakukan
pemerintah yang mengarah pada peningkatan
mutu pendidikan di antaranya pendidikan
Sains (fisika). Upaya inovatif yang dilakukan
pemerintah antara lain dengan
menyempurnakan kurikulum, mulai dari
kurikulum 1968, 1975, 1984, dan 1994,
kemudian menjadi Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) atau kurikulum 2004.
KBK disempurnakan oleh pemerintah menjadi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
untuk menjamin pencapian tujuan pendidikan
nasional.
Upaya inovatif pemerintah yang lainnya
seperti penataran guru, program musyawarah
guru mata pelajaran (MGMP), penyediaan
sarana dan prasarana pendidikan melalui dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang
digunakan untuk membantu biaya kegiatan
operasional sekolah, antara lain pembelian
atau penggandaan buku teks pelajaran,
kegiatan penerimaan siswa baru, dan kegiatan
ekstrakurikuler, semuanya itu bertujuan untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Hal senada
juga dilakukan oleh pemerintah yaitu
menyelenggarakan Pendidikan Latihan Profesi
Guru (PLPG), Uji Kompetensi Guru (UKG),
Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan, Terluar
dan Tertinggal (SM3T).
Saat ini di sekolah, masih banyak siswa
yang mengalami kesulitan dalam memecahkan
persoalan-persoalan fisika, hal tersebut dapat
dilihat dari prestasi belajar fisika yang kurang
memuaskan. Hal ini dibuktikan oleh hasil
beberapa penelitian, surveai dan hasil riset
internasional seperti PISA dan TIMSS. Tahun
2013 ini, Indonesia juga ikut serta dalam
kegiatan Olimpiade fisika dunia atau World
Physics Olympiad (WoPhO) ke-2 di
Tangerang, Banten, yang digelar pada tanggal
28 Desember 2012 s/d 3 Januari 2013. Hasil
kegiatan olimpiade menempatkan Indonesia
pada peringkat ke-34 dari 72 peserta yang
berasal dari berbagai negara.
Secara lokal, kelulusan siswa SMA di
kabupaten Buleleng pada empat tahun terakhir
berdasarkan data laporan hasil ujian nasional
SMA/MA Dinas Pendidikan Kabupaten
Buleleng menyatakan bahwa pada tahun
2008/2009 jumlah yang tidak lulus 0,04%,
pada tahun 2009/2010 jumlah yang tidak lulus
0,07%, pada tahun 2010/2011 jumlah yang
tidak lulus 0,05% dan pada tahun 20011/2012
jumlah yang tidak lulus 0,28%.
Berdasarkan permasalahan yang
dikemukakan di atas, maka perlu dilakukan
suatu proses pembelajaran yang membuat
siswa aktif dalam mengkonstruksi
pengetahuan yang mengarah pada peningkatan
prestasi belajar fisika. Salah satu model
pembelajaran yang relevan dengan hal-hal
tersebut adalah model pembelajaran problem
solving. Model pembelajaran problem solving
sebagai salah satu model pembelajaran yang
berlandaskan paradigma konstruktivisme
merupakan suatu model pembelajaran yang
memberikan kesempatan lebih banyak kepada
siswa untuk lebih aktif dalam proses
pembelajaran, mengoptimalkan pengetahuan
mereka untuk meyelesaikan permasalahan
yang komplek dalam pembelajaran fisika.
Pada model pembelajaran problem
solving, sebelum memulai proses
pembelajaran di dalam kelas, siswa diminta
untuk mengobservasi fenomena-fenomena
3. terlebih dahulu. Jadi dengan model
pembelajaran problem solving membuat
proses pembelajar menjadi lebih bermakna,
dalam artian memungkinkan siswa
mengetahui tujuan belajar mereka dan siswa
dapat membangaun pengetahuan sendiri
melalui masalah-masalah yang akan mereka
pecahkan sesuai sintak model pembelajaran
problem solving. Santyasa (2007) sebagai
dampak pembelajaran dalam model ini adalah
pemahaman, keterampilan berpikir kritis dan
kreatif, kemampuan pemecahan masalah,
kemampuan komunikasi, keterampilan
mengunakan pengetahuan secara bermakna.
Hasil penelitian yang relevan
menunjukkan model pembelajaran problem
solving lebih baik daripada model
pembelajaran konvensional. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Ifamuyiwa dan
Ajilogba (2012) hasil penelitian menunjukkan
bahwa model pembelajaran problem solving
dapat meningkatkan prestasi dan ingatan
(retention) siswa terhadap pembelajaran
matematika dibandingkan dengan model
konvensional. Hal senada juga dinyatakan
oleh Mariati (2012) hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerapan model
pembelajaran fisika dasar berbasis problem
solving dapat lebih efektif meningkatkan
kemampuan metakognisi dan pemahaman
konsep siswa. Lebih lanjut penelitian yang
dilakukan Subratha (2007) penerapan model
pembelajaran kooperatif dan strategi
pemecahan masalah dapat meningkatkan
kualitas intraksi siswa dalam pembelajaran
fisika siswa kelas VII C SMP Negeri 1
Sukasada.
Banyak faktor yang mempengaruhi
individu dalam memecahkan masalah fisika,
salah satunya adalah gaya kognitif. Gaya
kognitif adalah karakteristik individu dalam
penggunaan fungsi kognitif seperti (berpikir,
mengingat, memecahkan masalah, membuat
suatu keputusan, mengorganisasi dan
memproses informasi, dan seterusnya) yang
bersifat konsisten dan berlangsung lama.
Individu dengan gaya kognitif field dependent
cenderung menerima suatu pola secara
keseluruhan. Sebaliknya individu yang
memiliki gaya kognitif field independent lebih
menunjukkan bagian-bagian terpisah dari pola
menyeluruh dan mampu menganalisis pola ke
dalam komponen-komponennya (Usodo,
2011).
Usodo (2011) melakukan penelitian di
Program Studi Pendidikan Matematika FMIPA
FKIP UNS mendapatkan hasil bahwa
mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field
independent lebih sukses memecahkan
masalah daripada siswa yang memiliki gaya
kognitif field dependent. Hal senada juga
diungkapkan oleh penelitian yang dilakukan
oleh Effendi (2011) hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penguasaan konsep
kelompok siswa yang memiliki gaya kognitif
field independent berbeda secara signifikan,
yaitu lebih tinggi bila dibandingkan dengan
kelompok siswa yang memiliki gaya kognitif
field dependent. Masih pada gaya kognitif
yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Mertayasa (2012) hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
pemahaman konsep dan keterampilan berpikir
kritis antara siswa yang memiliki gaya
kognitif field independent dengan siswa yang
memiliki gaya kognitif field dependent.
Pembelajaran yang selama ini cenderung
diterapkan oleh guru di sekolah (model
konvensional) memiliki karakteristik yang
berbeda dengan model pembelajaran problem
solving. Model pembelajaran problem solving
mengarahkan siswa untuk menyelesaikan
permasalahan dimana dengan gaya kognitif
field independent siswa cenderung mengubah
permasalahan ke bentuk yang lebih terinci
sehingga timbul pemikiran secara analitik dan
real sehingga siswa cenderung dapat memilah
penggunaan cara dalam memecahkan
permasalahan berkaitan dengan permasalahan
yang diberikan. Model pembelajaran problem
solving lebih cocok diterapkan pada siswa
yang memiliki gaya kognitif field
independent, sebab lebih mandiri dalam
menghadapi suatu masalah dalam proses
pembelajaran. Sedangkan model pembelajaran
konvensional cenderung untuk siswa yang
memiliki gaya kognitif field dependent sebab
4. materi yang disajikan secara sistematis akan
langsung diterima siswa tanpa mengorganisisr
materi sesuai kebutuhannya.
Berdasarkan latar belakang, terdapat
beberapa rumusan permasalahan, yaitu.
Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar
fisika antara kelompok siswa yang belajar
dengan MPPS dan MPK? Apakah terdapat
perbedaan prestasi belajar fisika antara
kelompok siswa yang memiliki gaya kognitif
FI dengan FD? Apakah terdapat pengaruh
interaksi antara model pembelajaran dengan
gaya kognitif terhadap prestasi belajar fisika
siswa? Apakah terdapat perbedaan prestasi
belajar antara kelompok siswa yang belajar
dengan MPPS dan MPK untuk siswa yang
memiliki gaya kognitif FI? Apakah terdapat
perbedaan prestasi belajar antara kelompok
siswa yang belajar dengan MPPS dan MPK
untuk siswa yang memiliki gaya kognitif FD?
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah
nonequivalent pretest-posttest control group
design. Populasi target pada penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas X semester II SMA
Negeri 4 Singaraja tahun pelajaran
20012/2013 yang terdistribusi dalam sembilan
kelas.
Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan teknik simple random empat
kelas sebagai sampel yaitu kelas X2, dan X9
sebagai kelas eksperimen sedangkan kelas X3,
dan X5 sebagai kelas kontrol.
Pengelompokkan siswa menurut gaya
kognitif didasarkan pada skor yang diperoleh
siswa setelah mengerjakan tes GEFT (Group
Embedded Figure Test). Skor yang diperoleh
dari hasil tersebut dirangking 27% dari
anggota kelompok atas masing-masing model
pembelajaran dinyatakan sebagai kelompok
siswa yang memiliki gaya kognitif FI,
sedangkan 27% dari anggota kelompok bawah
masing - masing model pembelajaran
dinyatakan sebagai kelompok siswa yang
memiliki gaya kognitif FD. Dengan demikian
didapatkan 20 siswa dari kelompok
eksperimen yang memiliki gaya kognitif FI
dan 20 siswa yang memiliki gaya kognitif FD,
begitu juga untuk kelompok kelas kontrol.
Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah prestasi belajar fisika siswa. Variabel
bebas terdiri dari MPPS pada kelompok
eksperimen dan MPK pada kelompok kontrol
serta variabel moderator adalah gaya kognitif
siswa.
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini adalah prestasi belajar fisika
siswa yang diukur dengan menggunakan tes
prestasi belajar fisika. Tes prestasi belajar
fisika berupa pilihan ganda diperluas
sebanyak 20 butir soal. Kriteria penilaian tes
prestasi belajar fsisika menggunakan rubrik
yang memiliki rentangan skor 0-4.
Dalam penelitian ini, akan digunakan
dua teknik analisis yaitu analisis statistik
deskriptif dan ANAVA dua jalur faktorial 2 ×
2. Peningkatan prestasi siswa sebelum
perlakuan (pretest) dan setelah kegiatan
pembelajaran (posttest) dihitung dengan gain
score ternormalisasi. Gain skor ternormalisasi
didefinisikan sebagai tingkat kemajuan data
setelah manipulasi pembelajaran.
Hake, 1999
( )
( )><−
><−><
>=<
><
><
>=<
im
if
SS
SS
g
G
G
g
max
Sebelum pengujian hipotesis,terlebih
dahulu dilakukan uji normalitas sebaran data
dengan menggunakan statistik kolmogorov-
smirnov test dan shapiro-wilk test, uji
homogenitas varian antar kelompok
menggunakan levene’s test of equality of error
variance (Candiasa, 2010b). Sebagai uji lanjut
dari ANAVA, untuk komparasi signifikansi
skor rata-rata menggunakan uji Tukey. Semua
pengujian hipotesis dilakukan pada taraf
signifikansi 0,05 dan menggunakan program
SPSS 16.0 for Windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Distribusi data gain skor prestasi belajar
fisika siswa setelah perlakuan disajikan seperti
5. pada Tabel 4.7. Ringkasan hasil analisis
varians dua jalur disajikan pada Tabel 4.17.
Tabel 4.7 Deskripsi Skor Peningkatan (Gain Skor) Prestasi Belajar Fisika Siswa
Statistik Model Pembelajaran dan Gaya Kognitif
MPPS MPK FI FD MPPS-
FI
MPPS-
FD
MPK
-FI
MPK-
FD
Mean 0,738 0,649 0,744 0,643 0,811 0,665 0,676 0,622
Median 0,754 0,651 0,759 0,645 0,817 0,650 0,674 0,630
SD 0,114 0,089 0,013 0,086 0,073 0,101 0,104 0,064
Varians 0,013 0,008 0,112 0,007 0,005 0,010 0,011 0,004
Maksimu
m
0,930 0,840 0,930 0,840 0,930 0,840 0,840 0,730
Minimum 0,500 0,500 0,500 0,500 0,680 0,500 0,340 0,500
Jangkaua
n
0,430 0,340 0,430 0,340 0,250 0,340 0,340 0,230
Berdasarkan Tabel 4.7, dapat
dideskripsikan gain skor prestasi belajar fisika
siswa yang mengikuti model pembelajaran
problem solving (MPPS) dengan kualifikasi
tinggi, dibandingkan dengan gain skor prestasi
belajar fisika siswa yang mengikuti model
pembelajaran konvensional (MPK) dengan
kualifikasi cukup. Gain skor prestasi belajar
fisika siswa yang memiliki gaya kognitif field
independen dengan kualifikasi tinggi,
sedangkan gain skor prestasi belajar fisika
siswa yang memiliki gaya kognitif field
dependent dengan kualifikasi sedang.
Gain skor prestasi belajar fisika siswa
yang mengikuti model pembelajaran problem
solving (MPPS) dengan gaya kognitif field
independent dengan kualifikasi tinggi,
sedangkan model pembelajaran konvensional
(MPK) dengan gaya kognitif field independent
dengan kualifikasi sedang. Gain skor prestasi
belajar fisika siswa yang mengikuti model
pembelajaran problem solving (MPPS) dengan
gaya kognitif field dependent dengan
kualifikasi sedang, sedangkan model
pembelajaran konvensional (MPK) dengan
gaya kognitif field dependent dengan
kualifikasi sedang juga.
Hasil pengujian normalitas data
menggunakan statistik Kolmogiorov- Smirnov
dan Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa nilai-
nilai statistik yang diperoleh memiliki angka
signifikansi lebih besar dari 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa sebaran data gain skor
prestasi belajar fisika siswa untuk setiap unit
analisis berdistribusi normal. Uji homogenitas
varians antar kelompok ini dapat dilakukan
dengan menggunakan levene’s test of equality
of error variance (Candiasa, 2010b)
menunjukkan bahwa nilai-nilai statistik yang
diperoleh memiliki angka signifikansi lebih
besar dari 0,05. Hal ini berarti bahwa varian
antar model, antar gaya kognitif, dan antar
keempat kelompok data adalah homogen.
Tabel 4.17 Ringkasan Hasil Uji Anava 2 Jalur
Sumber Variansi JK dk RJK Fhitung Ftabel Sig. Ket.
Model
Pembelajaran
0,159 1 0,159 20,764 3,98 0,000
Signifikan
Gaya Kognitif 0,202 1 0,202 26,252 3,98 0,000 Signifikan
7. Berdasarkan ringkasan Anava dua jalur
seperti pada Tabel 4.17 dapat diinformasikan
temuan-temuan penelitian sebagai berikut.
Hasil pengujian hipotesis yang pertama,
terdapat perbedaan prestasi belajar fisika
antara kelompok siswa yang belajar dengan
model problem solving (MPPS) dan kelompok
siswa yang belajar dengan model
konvensional (MPK) (F=20,764; p<0,05).
Artinya prestasi belajar fisika menunjukkan
perbedaan yang signifikan antar kelompok
model pembelajaran. Hasil pengujian hipotesis
yang kedua, terdapat perbedaan prestasi
belajar fisika antara kelompok siswa yang
memiliki gaya kognitif field dependent dan
kelompok siswa yang memiliki gaya kognitif
field independent (F=26,252; p<0,05).
Artinya, prestasi belajar fisika menunjukkan
perbedaan yang signifikan antar gaya kognitif.
Hasil pengujian hipotesis yang ketiga, terdapat
pengaruh interaksi antara model pembelajaran
dan gaya kognitif terhadap prestasi belajar
fisika siswa (F= 5,541; p<0,05). Hasil
pengujian hipotesis yang keempat, terdapat
perbedaan prestasi belajar siswa antara
kelompok siswa yang belajar dengan MPPS
dan MPK untuk siswa yang memiliki gaya
kognitif field independent (Q=6,77; p<0,05).
Artinya, prestasi belajar fisika kelompok siswa
yang memiliki gaya kognitif field independent
yang mengikuti MPPS lebih unggul daripada
yang mengikuti MPK. Hasil pengujian
hipotesis yang kelima, tidak terdapat
perbedaan prestasi belajar siswa antara
kelompok siswa yang belajar dengan MPPS
dan MPK untuk siswa yang memiliki gaya
kognitif field dependent. (Q=2,16; p>0,05).
Artinya, prestasi belajar fisika kelompok siswa
yang memiliki gaya kognitif field dependent
yang mengikuti MPPS tidak berbeda secara
signifikan dengan yang mengikuti MPK.
Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan prestasi belajar fisika
antara kelompok siswa yang belajar dengan
model problem solving dan kelompok siswa
yang belajar dengan model konvensional
(F=20,764; p<0,05), dimana prestasi belajar
fisika siswa dalam kelompok MPPS lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok MPK.
Justifikasi peneliti terhadap temuan-
temuan hasil penelitian dapat dijelaskan
sebagai berikut. Dalam pembelajaran problem
solving, siswa aktif terlibat dalam kegiatan
pembelajaran, senantiasa dilatih untuk
menganalisis dan memecahkan permasalahan
kontekstual. Hal ini dapat dilihat mulai dari
pertemuan pertama sampai pertemuan keenam
pada proses pembelajaran MPPS
dibandingkan dengan MPK.
Pertemuan pertama, siswa belajar
tentang arus listrik dan alat ukur listrik dengan
alokasi waktu 90 menit. Kegiatan pertama
adalah pendahuluan. Pada awal pembelajaran,
setelah pengabsenan dan penyampaian
indikator, guru memberi apersepsi dan
motivasi yang terkait dengan materi yang akan
dipelajari, hasil temuan di sekolah berdasarkan
pengamatan diperoleh jawaban siswa
bervariasi dan ini tujuannya agar siswa
mengalami konflik sehingga dapat berpikir
tentang” mengapa, bagaimana, kenapa” suatu
fenomena dapat terjadi dengan mengaitkan
pengetahuan atau pengalaman pada diri siswa
yang sudah ada sebelumnya. Pembelajaran
masuk pada kegiatan inti yang terdiri visualize
the problem, tahapan ini, siswa secara
berkelompok secara heterogen menganalisis,
mengidentifikasikan kuantitas-kuantitas yang
diketahui dan tak diketahui, dan batasan-
batasan yang ada dari masalah, kemudian
siswa mengidentifikasi pendekatan umum
terhadap masalah yang terdapat pada LKS
pemecahan masalah, dan sampai pada
memulai tindakan.
Fase 2 physics description
(mendiskripsikan masalah-masalah dalam
istilah fisika), pada tahapan ini siswa
menggunakan pemahaman kualitatif dan
prinsip-prinsip fisika untuk menganalisis dan
menyajikan masalah dalam istilah-istilah
fisika. Melalui fase 3 yaitu plan a solution
guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk merencakana pemecahan masalah
dengan memberikan kesempatan kepada siswa
secara leluasa untuk mengemukakan
perencanaan yang masuk akal terkait dengan
masalah yang akan dipecahkan. Fase 4
8. excecute the plan dengan melakukan
percobaan terkait dengan masalah yang
disajikan pada LKS pemecahan masalah.
Masing-masing kelompok melaksanakan
kegiatan percobaan, pada tahapan inilah siswa
benar-benar berpikir secara kritis dan kreatif
untuk menganalisis permasalahan melalui
kegiatan ekspserimen guna memecahkan
masalah. Hasil temuan di sekolah terlihat
kadang-kadang siswa FD masih cenderung
untuk menunggu instruksi dari guru dalam hal
bagaimana melakukan percobaan, namun ini
hanya terjadi pada pertemuan pertama sampai
ketiga, sedangkan untuk pertemuan
selanjutnya siswa FD mulai aktif dalam
melakukan percobaan. Kegiatan selanjutnya
pada tahap check and evaluate, yaitu masing-
masing kelompok mendiskusikan hasil dari
percobaan yang telah dilakukan. Dimana
tahapan ini menuntun siswa antara lain
memeriksa kembali hasil dari pemecahan
masalahnya apakah sudah masuk akal siswa
juga dituntun menemukan alternatif
pemecahan lain, memperluas konsep ilmiah
dan generalisasi, serta memformulasikan
masalah-masalah variatif yang orisinil. Hal ini
terlihat saat siswa FI dalam mengemukakan
hasil pemecahan masalahnya sangat kokoh
dengan pendapatnya dan tidak semudah
menerima informasi, dimana informasi yang
diberikan oleh temannya diolah atau dianalisis
terlebih dahulu, baru kemudian sisiw FI
menjustifikasinya.
Materi pelajaran dalam model
pembelajaran problem solving dikemas dalam
bentuk masalah dengan struktur ill-defined
yang berkaitan dengan lingkungan siswa
secara nyata yang berbeda dengan masalah
yang berbentuk standard-problem. Hal ini
dapat menimbulkan motivasi intrinsik siswa
untuk lebih bertanggung jawab dalam kegiatan
pembelajaran. Dalam pembelajaran problem
solving, guru berperan sebagai fasilitator dan
mediator. Hal ini memberikan implikasi
bahwa guru hendaknya memiliki kemampuan
yang baik dalam mengemas materi pelajaran
dalam bentuk masalah-masalah ill-structured
atau ill-defined yang berkaitan dengan
lingkungan sekitar siswa.
Model pembelajaran konvensional
menekankan pada aktivitas guru (teacher-
centered). Kegiatan dalam pembelajaran
konvensional ini meliputi penyajian materi
pelajaran oleh guru secara jelas dan terperinci,
siswa melakukan percobaan berdasarkan
petunjuk LKS dan bimbingan guru, dan
dilanjutkan dengan kegiatan diskusi yang
dipimpin oleh guru. Berdasarkan hal ini,
proses belajar sebagian masih merupakan
tanggung jawab guru. Guru bertanggung
jawab dalam menyajikan informasi akademik
baru kepada siswa setiap minggunya melalui
informasi verbal atau teks. Sedangkan siswa
hanya menunggu penjelasan dari gurunya.
Meskipun dalam pembelajaran konvensional
digunakan metode selain ceramah seperti
praktikum, namun penekanannya tetap pada
proses penerimaan pengetahuan (materi
pelajaran) bukan pada proses pencarian dan
konstruksi pengetahuan.
Dilihat dari operasional empirisnya pada
penelitian ini model problem solving
difasilitasi dengan LKS pemecahan masalah
yang terdiri dari permasalahan kontekstual
yang mengundang prakonsepsi siswa,
perencanaan solusi, kemudian pertanyaan-
pertanyaan penuntun yang akan mengarahkan
siswa dalam kegiatan investigasi untuk
melakukan pemecahan masalah melalui
kegiatan praktikum. Hal ini akan membuat
siswa memahami proses pemecahan masalah
dengan melakukan eksperimen dan tujuan
kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan
sehingga proses belajar akan lebih bermakna.
LKS konvensional dikemas secara
“standar” sesuai dengan LKS penuntun yang
biasa digunakan di sekolah. LKS konvensional
terdiri dari uraian materi, alat dan bahan,
langkah kerja secara rinci dan kesimpulan
yang mengarah pada hasil akhir pengukuran
atau perhitungan. Pada LKS konvensional
seluruh petunjuk sudah disediakan secara jelas
dan rinci tidak memperhitungkan adanya
pengetahuan awal siswa sehingga tidak
menuntut pemahaman lebih jauh tentang
“mengapa” suatu fenomena dapat terjadi.
Hasil penelitian ini konsisten dengan
penelitian sebelumnya (Ifamuyiwa &
Ajilogba, 2012; Mariati, 2012; Omiwale,
9. 2011; Ogwuche et al., 2011; Gok & Silay,
2010; dan Paton, 2010).
Hasil penelitian yang kedua ditemukan
bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar
fisika antara kelompok siswa yang memiliki
gaya kognitif FI dan kelompok siswa yang
memiliki gaya kognitif FD (F=26,252;
p<0,05), dimana prestasi belajar yang dicapai
oleh siswa dengan gaya kognitif FI lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang memiliki
gaya kognitif FD. Justifikasi peneliti terhadap
temuan-temuan hasil penelitian dapat
dijelaskan sebagai berikut. Pertama, siswa FI
memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam
menghadapi berbagai permasalahan dalam
belajar. Mereka cenderung mampu mengaitkan
informasi baru dengan struktur kognitif yang
sudah mereka miliki sebelumnya. Kedua,
faktor kunci yang memotivasi siswa FI dalam
belajar adalah kepuasan intrinsik dari suatu
keberhasilan membangun pengetahuan, bukan
pada ganjaran ekstrinsik. Ketiga, siswa FI
lebih menyukai tantangan dalam belajar yaitu
terlibat dalam suatu proses pembelajaran di
mana kemungkinan ada resiko gagal, dalam
penelitian ini proses pemecahan masalah pasti
tidak selamanya berjalan lancar ada saja
kendala, namun siswa FI tidak begitu kawatir
akan kegagalan dalam proses pembelajaran.
Keempat, karakteristik siswa FI lebih berpikir
skeptis dan kritis dalam proses pembelajaran
serta lebih bersifat analitis dalam memecahkan
permasalahan. Sedangkan siswa FD cenderung
memiliki sikap pasif dan akan dapat belajar
secara maksimal jika diberikan lebih banyak
petunjuk secara jelas dan eksplisit.
Hasil penelitian yang ketiga ditemukan
bahwa terdapat pengaruh interaksi antara
model pembelajaran dan gaya kognitif
terhadap prestasi belajar fisika siswa
(F=5,541; p<0,05). Ini berarti bahwa
perlakuan yang diberikan (model
pembelajaran) terhadap peningkatan prestasi
belajar fisika siswa bergantung pada gaya
kognitif siswa. Justifikasi peneliti terhadap
temuan-temuan hasil penelitian sebagai
berikut. Siswa yang memiliki gaya kognitif FI
akan lebih tekun, bekerja keras, berusaha
semaksimal mungkin, dalam memecahkan
masalah. Sementara itu, karakteristik siswa FD
adalah cenderung menerima struktur yang
sudah ada karena kurang memiliki
kemampuan restrukturisasi, serta dalam
memecahkan permasalahan memerukan
bantuan temen, tetapi temuan peneliti di
sekolah pada model problem solving tidak
semua siswa FD seperti itu, justru karena
pengaruh model, siswa FD terkena imbas
siswa FI saat memecahkan masalah secara
berkelompok.
Hasil penelitian yang keempat
ditemukan bahwa terdapat perbedaan prestasi
belajar siswa antara kelompok siswa yang
belajar dengan MPPS dan MPK untuk siswa
yang memiliki gaya kognitif field independent
(Q=6,77; p<0,05). Artinya, prestasi belajar
fisika kelompok siswa yang memiliki gaya
kognitif field independent yang mengikuti
MPPS lebih unggul daripada yang mengikuti
MPK. Justifikasi peneliti terhadap temuan-
temuan hasil penelitian sebagai berikut. Pada
kelompok dengan gaya kognitif field
independent siswa yang mengikuti MPPS
cenderung lebih mampu menganalisis,
mengidentifikasi, menghubung-hubungkan
konsep yang relevan dalam merencanakan
solusi sampai memecahkan suatu
permasalahan kontekstual yang disajikan
dalam bentuk LKS pemecahan masalah, dan
karena siswa tersebut dengan sungguh-
sungguh dan penuh dengan rasa tanggung
jawab untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Sehingga model problem solving cocok untuk
siswa yang memiliki gaya kognitif field
independent.
Hasil penelitian yang kelima ditemukan
babhwa tidak terdapat perbedaan prestasi
belajar siswa antara kelompok siswa yang
belajar dengan MPPS dan MPK untuk siswa
yang memiliki gaya kognitif field dependent.
(Q=2,16, atau p>0,05). Artinya, prestasi
belajar fisika kelompok siswa yang memiliki
gaya kognitif field dependent yang mengikuti
MPPS tidak berbeda secara signifikan dengan
yang mengikuti MPK. Justifikasi peneliti
terhadap temuan-temuan hasil penelitian
sebagai berikut. Pada MPPS baik sisiwa yang
memiliki gaya kognitif FI maupun FD sama-
sama terkena effect dari suatu MPPS, tetapi
siswa FI lebih mudah memecahkan persoalan
10. daripada FD. Kemudian siswa FD pada
mulanya diterapkan MPPS siswa mengalami
tekanan dan kebingungan dalam memecahkan
persoalan kontekstual yang diberikan, tetapi
setelah diberikan motivasi oleh guru, bahwa
aktivitas siswa dan tugas-tugas serta kontribusi
dalam kelompok saat memecahkan masalah
juga ikut menentukan nilai akhir, maka
mulailah perubahan dalam proses
pembelajaran untuk siswa yang memiliki gaya
kognitif FD. Dengan demikian prestasi sisiwa
FD untuk MPPS mampu menyamai prestasi
sisiwa FD untuk MPK. Tetapi jika guru mau
bersabar dengan memberikan motivasi secara
terus menerus, maka secara bertahap siswa
yang memiliki gaya kognitif FD yang
mengikuti MPPS akan memberikan hasil
prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan
dengan mengikuti MPK.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dapat diuraikan simpulan sebagai
berikut. Terdapat perbedaan prestasi belajar
fisika antara kelompok siswa yang belajar
dengan model problem solving dan kelompok
siswa yang belajar dengan model
konvensional (F=20,764; p<0,05). Terdapat
perbedaan prestasi belajar fisika antara
kelompok siswa yang memiliki gaya kognitif
field dependent dan kelompok siswa yang
memiliki gaya kognitif field independent
(F=26,252; p<0,05). Terdapat pengaruh
interaksi antara model pembelajaran dan gaya
kognitif terhadap prestasi belajar fisika siswa
(F= 5,541; p<0,05). Terdapat perbedaan
prestasi belajar siswa antara kelompok siswa
yang belajar dengan MPPS dan MPK untuk
siswa yang memiliki gaya kognitif field
independent (Q=6,77; p<0,05), dimana
prestasi belajar fisika kelompok siswa yang
memiliki gaya kognitif field independent yang
mengikuti MPPS lebih unggul daripada yang
mengikuti MPK. Tidak terdapat perbedaan
prestasi belajar siswa antara kelompok siswa
yang belajar dengan MPPS dan MPK untuk
siswa yang memiliki gaya kognitif field
dependent. (Q=2,16; p>0,05), dimana, prestasi
belajar fisika kelompok siswa yang memiliki
gaya kognitif field dependent yang mengikuti
MPPS tidak berbeda secara signifikan dengan
yang mengikuti MPK.
Saran-Saran
Pertama, berdasarkan hasil temuan
dalam penelitia ini, didapatkan bahwa gaya
kognitif siswa memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap prestasi belajar fisika
siswa. Untuk itu disarankan dalam
pengelolaan kelas, siswa yang memiliki gaya
kognitif FI mampu memberikan kontribusi
belajar kepada siswa yang memiliki gaya
kognitif FD. Kedua, bagi peneliti selanjutnya
yang akan menerapkan model pembelajaran
problem solving agar saat pembelajaran
berlangsung secara efektif serta mendapatkan
hasil yang optimal perlu menyeting kelas atau
memberitahukan kepada siswa langkah-
langkah pembelajaran problem solving.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. 2009. Pendidikan untuk pembangunan
nasional. Bandung: PT. Imperial Bakti
Utama.
Candiasa, I M. 2010b. Statistik multivariat
disertai aplikasi SPSS. Singaraja: Unit
Penerbitan Universitas Pendidikan
Ganesha.
Effendi, A., Sjarkawi., & Asrial. 2011. Pengaruh
interaksi media dan gaya kognitif terhadap
penguasaan konsep bangun datar dan
bangun ruang. Jurnal Tekno-Pedagogi. 1(2).
15-26. Tersedia pada http://www.online-
journal. unja.ac. Diakses pada tanggal 18
Januari 2013.
Hake, R. R. 1998. Interactive-engagement versus
traditional methods: a six-thousand-student
survey of mechanics test data for
introductary physics course. Amarican
Journal of Physics. 66(1). 64-67. Tersedia
pada http://www.lists. Asu.edu. Diakses
pada tanggal 4 februari 2013.
Hake, R. R. 1999. Analyzing change/gain
scores. AERA-D-American Educational
Research Association’s Division,
Measurement and Methodology.
Tersedia pada http://www.lists. Asu.edu.
Diakses pada tanggal 4 februari 2013.
Ifamuyiwa, A. S., & Ajilogba, S. I. 2012. A
problem solving model as a strategy for
11. improving secondary school students’
achievement and retention in further
mathematics. ARPN Journal of Science
and Technology. 2(2). 122-130. Tersedia
padahttp://www.ejournalofscience.org.
Diakses pada tanggal 22 Juli 2012.
Kompas. 2013. Indonesia alami krisis
pendidikan. Berita Kompas Online.
http://edukasi.kompas.com. Diakses
pada tanggal 2 Februari 2013.
Lamba, H.A. Pengaruh pembelajaran
kooperatif model STAD dan gaya
kognitif terhadap hasil belajar fisika
siswa SMA. Jurnal Ilmu Pendidikan.
Jilid. 13. No. 2, Juni 2006. 122-128.
Santyasa, I W. 2007. Model-model
pembelajaran inovatif. Makalah.
Disajikan dalam Pelatihan tentang
Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru-
Guru SMP dan SMA, Tanggal 29 Juni
s.d 1 Juli 2007 di Nusa Penida.
Usodo, B. 2011. Profil intuisi mahasiswa
dalam memecahkan masalah matematika
ditinjau dari gaya kognitif field
dependent dan field
independen.Prosiding Seminar Nasional
Matematika dan Pendidikan
Matematika. Universitas Negeri
Surabaya.