SlideShare a Scribd company logo
1 of 16
Download to read offline
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1




                    Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1
                           Balai Persuteraan Alam

                                     BAB I
                                 PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
        Telur ulat sutera merupakan bahan baku yang sangat penting untuk
keperluan pembuatan benang sutera, yang pada saat ini merupakan salah satu
kegiatan yang penting dalam rangka penciptaan bahan baku untuk kain sutera.
Untuk mendapatkan benang sutera dengan kualitas yang tinggi, maka sejak awal
perlu dilakukan penanganan telur ulat sutera.
        Penanganan telur ulat sutera secara baik akan menyebabkan hasil kokon
yang tinggin dengan kualitas baik dan selanjutnya akan dapat menghasilkan benang
sutera dengan kualitas yang baik serta rendemen yang tinggi. Untuk penanganan ini
tidak cukup hanya pada saat produksi telurnya saja, namun sampai dengan
bagaimana cara perlakukan penanganan pasca produksi yang meliputi pengepakan
dan pengangkutannya hingga sampai ke petani dan dipelihara sesuai dengan
persyaratan-persyaratan teknis yang diperlukan.
        Penanganan telur ulat sutera sangat diperlukan sebab pada masa-masa yang
akan datang cukup banyak permintaan petani akan telur ulat sutera dengan
produksi yang tinggi dan berkualitas baik.
        Buku petunjuk teknis ini disusun untuk keperluan melengkapi hal-hal yang
berkaitan dengan penanganan dimaksud dan merupakan pegangan dari para
produsen yang bergerak di bidang telur ulat sutera.


B. Maksud dan Tujuan
        Buku Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 ini disusun dengan maksud
sebagai pedoman, arahan dan pegangan bagi para produsen telur ulat sutera.
Adapun tujuan yang akan dicapai adalah agar produsen dapat menghasilkan telur



                                                                                       1
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1



ulat sutera dengan mutu yang baik dan dapat disalurkan kepada konsumen sesuai
dengan kebutuhan serta terjamin kualitasnya.
C. Pengertian-Pengertian
        Beberapa pengertian yang akan dipakai dalam Petunjuk Teknis Penanganan
Telur F1 ini antara lain:
   1. Chorion adalah selaput terluar pada telur yang bersifat kuat dan kukuh serta
       tebal
   2. Hibernasi adalah perlakuan dengan cara penyimpanan dengan waktu dan
       temperatur tertentu (penetasan buatan) yang dilakukan terhadap telur ulat
       sutera
   3. Inkubasi adalah suatu perlakuan dimana telur ulat sutera diletakkan ke dalam
       ruangan yang bersuhu 25 OC dengan kelembaban 80 %
   4. Kotak telur adalah tempat pengepakan telur yang berbentuk kotak dengan
       ukuran 20 x 10 cm terbuat dari kayu yang terbungkus dari kain kasa yang
       dapat diisi telur ulat sutera sebanyak 20.000 – 25.000 butir (setara 12 – 13
       gram)
   5. Refrigertaor adalah mesin pendingin yang digunakan untuk mengawetkan
       telur ulat sutera
   6. Treatment ruangan adalah perlakuan pencelupan telur ke dalam air yang
       telah dipanaskan (± 40 OC )
   7. Telur sertifikasi adalah telur yang telah diperiksa (diteliti) kualitasnya dan
       dianggap aman untuk disalurkan




                                                                                      2
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1



                                       BAB II
                   DASAR-DASAR PENANGANAN TELUR F1


A. Morfologi dan Fisologi Telur Ulat Sutera
        Telur ulat sutera berbentuk bulat, dengan panjang 1,3 mm; lebar 1 mm;
tebal 0,5 mm dan berat 0,6 gram. Telur diliputi oleh kulit telur yang pada salah
satu ujungnya terdapat microphyl tempat masuknya sperma ke dalam telur. Telur
menampakkan warna yang berbeda-beda menurut jenis ulatnya. Warna telur
merupakan paduan warna dari warna kulit telur, serasa dan kuning telur.
        Di bawah kulit telur terdapat selaput vitellina yang tipis dan transparant.
Di sebelah dalam selaput vitellina terdapat seroso dan embrio, sedang kuning telur
terletak di tengah. Embrio berubah-ubah bentuk dalam proses pertumbuhan. Warna
putih telur kekuning-kuningan, dua sampai tiga hari setelah peletakkan telur
warnanya berubah menjadi merah kecoklatan. Tanda-tanda telur yang akan
menetas terdapat bintik-bintik biru.
        Telur ulat sutera kaya dengan zat yang penuh mengandung lemak dan zat-
zat lain yang menjadi sumber bahan untuk pertumbuhan sel telur tersebut. Telur
diliputi oleh selaput bersifat kuat dan kukuh serta tebal dinamakan chorion dan
bagian dalam chorion terdapat selaput tipis yang disebut selaput telur. Chorion
terdiri dari choriorinin yaitu suatu zat putih telur yang mirip dengan keratin.
        Telur ulat sutera yang hibernasi akan mengalami masa istirahat (dormancy)
dan telur yang tidak mengalami hibernasi embrionya akan berkembang dengan tidak
mengalami masa istirahat.


B. Perkembangan Embrio
        Perkembangan embrio dalam telur ulat sutera sangat kuat kaitannya
dengan penyimpanan dan penanganan telur. Hal ini sangat mempengaruhi
keberhasilan penyimpanan dan pentasan telur. Telur yang disimpan dalam
temperatur tertentu dimana tingkat perkembangan embrio tidak sesuai dapat




                                                                                        3
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1



menyebabkan penetasan telurnya kurang baik, sehingga dapat mengakibatkan
produksi kokonnya rendah.
  1. Pembentukan Telur
      Di bagian dalam telur, primordial reproductive cells         yang berkembang
      memisah pada tahap awal dari pertumbuhan embrio akan mencapai tahap
      oogonium. Dan akan berkembang terus menjadi sel telur dan membentuk sel
      telur dalam larva (pada pertengahan tahap ke-4) akan mencapai oogonium
      dan kemudian masing-masing akan berkembang menjadi satu sel telur
      pertama dan 7 nurse cells yang diselubungi oleh tunic cells.
  2. Pembentukan embrio 2 jam setelah peneluran (suhu 25 OC)
      Inti sel telur bersatu dengan inti sperma membentuk zigote, kemudian
      mengalami pembelahan sel akan pindah ke bagian marginal dan membentuk
      bagian sel tunggal ini akan terus berkembang dan akan berpisah menjadi
      benih berbentuk sabuk dan bagian lainnya (sekitar 20 jam kemudian).
      Kemudian benih berbentuk sabuk ini mulai mengkerut dari bagian kiri dan
      kanannya ke arah bagian perut telur. Kekerutan ini akan berlangsung terus
      dan dari bagian kiri kanan akan nampak semacam ”pelintiran”. Pada tahap
      ini dapat dibedakan dengan jelas antara bagian kepala dan ekor. Dari
      bentuknya, tahap ini dinamakan tahap pembentukkan ”embrio”. Ini akan
      terjadi 30 jam setelah peneluran atau 15 jam setelah treatment biasa.
  3. Pembentukan Organ
      Pada tahap ini bermacam orgam terbentuk dalam tubuh embrio. Bagi telur
      yang ditreatment dengan cara biasa, 30 jam kemudian setelah treatment
      akan timbul lekukan saraf pada bagian garis tengah embrio dan mass
      mesoderma berpisah ke samping kiri kanan.
      Pada tahapan ini akan mulai nampak rahang dan dada dari embrio. Dalam
      waktu yang sama kepala akan mebentuk segi empat. Bersamaan dengan
      proses pertumbuhannya, bagian rahang dan dada akan memanjang dan
      bagian kaki mulai nampak pada bagian perut.




                                                                                      4
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1



   Embrio akan berada dalam tahap ini untuk waktu yang agak lama sebelum
   memasuki tahap emrio berbalik. Proses ini akan terjadi 35 jam setelah
   treatment.
4. Tahap embrio berbalik
   Setelah melewati tahap pembentukan organ, tubuh embrio yang panjang
   nampak menonjol dan mulai membentuk pembuluh pernafasan dan kelenjar
   sutera. Pada saat yang sama segmen rahang mulai terbentuk dan nampak
   perbedaan antara bagian yang akan menjadi kepala dan dada. Selanjutnya,
   embrio yang tadinya berada di bagian perut telur dan memanjang sepanjang
   lingkaran telur, akan mulai berputar dan bergerak ke belakang sambil
   menghadap ke arah bagian perut sedikit demi sedikit dan berakhir pada
   posisi yang hampir sama dengan posisi larva. Ini terjadi 3 – 5 hari setelah
   treatment.
5. Tahap Penyempurnaan
   Setelah selesai berbalik, embrio selanjutnya membentuk bermacam organ
   seperti bulu kasar, pembentukan gigi taring, pembentukan warna mata,
   pertumbuhan batang tenggorokan, pigmentasi dan rahang.
   Permukaan kepala menjadi teratur dan berwarna coklat dan bagian pusat
   menjadi tertutup rapat. Pada tahap ini tampak melalui kulit telur, bagian
   kepala menjadi kebiru-biruan dan kemudian bagian tubuh mulai berwarna
   menyebabkan seluruh tubuh menjadi kebiru-biruan. Ini terjadi 8 hari setelah
   treatment atau sesaat sebelum penetasan.




                                                                                 5
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1




Gambar 1. Perkembangan Embrio Telur Ulat Sutera




                                                                 6
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1



C. Syarat-Syarat Produsen untuk Menangani Telur F1
        Departemen Kehutanan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan
No. P.56/Menhut-II/2007 tentang Pengadaan dan Peredaran Telur Ulat Sutera pada
tanggal 7 Desember 2007. Dalam Permenhut tersebut disebutkan tentang
pengadaan, pemuliaan, pelepasan, sertifikasi dan peredaran telur ulat sutera.
        Pada dasarnya ada beberapa persyaratan untuk menjadi produsen telur F1,
antara lain:
   1. Mempunyai tenaga teknis yang terampil dalam hal penyimpanan telur ulat
      sutera
   2. Mempunyai sarana dalam hal penyimpanan telur antara lain refrigerator yang
      lengkap
   3. Sanggup mentaati petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Balai Persuteraan
      Alam persuteraan Alam
   4. Ditunjuk atau mendapat ijin sebagai produsen telur ulat sutera dari
      Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan




                                                                                      7
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1



                                             BAB III
                        TEKNIK PENYIMPANAN TELUR




A. Tanpa Penyimpanan
        Pelaksanaan   cara    ini   adalah    merupakan      cara    yang terbaik untuk
pemeliharaan ulat sutera. Hal ini disebabkan telur tidak melalui lagi masa istirahat
(penyimpanan), karena       akan    dapat    mempengaruhi       penetasan     telur   (kalau
penyimpanan kurang hati-hati).
        Telur-telur yang baru diletakkan oleh kupu-kupu dibiarkan selama 15 jam
pada suhu 25 OC, kemudian langsung ditreatment HCl, lalu dicuci dan dikeringkan
kemudian dimasukkan ke dalam ruang inkubasi/disalurkan kepada petani. Menurut
pengamatan, daya tetas telur ini rata-rata di atas 90 %.


         bertelur            15 jam            treatment            Inkubasi/penyaluran
          25 OC             25 OC


B. Penyimpanan Sebelum Treatment HCl
        Cara ini dimaksudkan untuk menunda penetasan telur tanpa mempengaruhi
daya tetas dan daya tahan ulat sutera selama pemeliharaan. Telur tersebut akan
disimpan pada suhu rendah, apabila suhu dinaikkan, maka pembentukkan embrio
akan aktif kembali. Untuk mempercepat penetasan tersebut maka perlu dibantu
dengan treatment.
Cara ini ada 3 perlakuan:
   1. Penyimpanan sebelum treatment selama 20 jam – 7 hari
   2. Penyimpanan sebelum treatment selama 60 hari
   3. Penyimpanan sebelum treatment selama 25 - 35 hari
        Proses pelaksanaan adalah sebagai berikut, setelah peneluran, telur
dibiarkan pada suhu 25 OC dan keadaan ini dibiarkan selama 40 s/d 50 jam atau bila
keadaan telur telah berubah warna menjadi merah kecoklatan. Penyimpanan akan


                                                                                            8
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1



                                                              O
lebih aman jika terleih dahulu disimpan pada suhu 15              C   selama 6 – 12 jam.
Selanjutnya dapat disimpan selama 25 – 35 hari pada suhu 5 OC.
        Untuk mendapatkan penyimpanan selama 60 hari, telur yang telah
diletakkan dibiarkan selama 40 – 50 jam pada suhu 25 OC lalu dimasukkan ke dalam
refrigerator dengan suhu 5 OC. Selanjutnya disimpan pada suhu 25 OC selama 2O
hari dengan kelembaban harus dipertahankan berkisar antara 80 – 90 %. Jadi
penyimpanan ini akan dapat bertahan sampai 40 hari.
        Untuk telur yang penyimpanannya selama 20 jam – 7 hari, maka telur yang
                                                                      O
telah diletakkan dibiarkan selama 40 – 50 jam pada suhu 25                C   lalu dimasukkan
ke dalam refrigerator dengan suhu 5 OC.
        Untuk lebih jelasnya ketiga perlakuan di atas dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
   1. Penyimpanan sebelum treatment (20 jam – 7 hari)


      bertelur                          treatment inkubasi/penyaluran
         O
      25 C                              25 OC
                   20 jam – 7 hari




   2. Penyimpanan sebelum treatment selama 60 hari
      Bertelur 40 – 50 jam
                 25 OC


                           6 – 12 jam
                             25 OC


                                     4O hari            3–6 jam treatment inkubasi
                                     25 OC               25O C
                                                2O hr

                                                2,5 OC


                                                                                           9
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1




   3. Penyimpanan sebelum treatment selama 25 - 35 hari


         Bertelur 4O – 5O jam
         25 OC     25 OC


                             2 – 6 jam                    3–6 jamtreatment inkubasi
                                15 OC                     25 OC                 25 OC


                                         25 - 35 hari
                                            5 OC


C. Penyimpanan Telur Setelah Treatment
          Penyimpanan telur setelah treatment perlu dilakukan dengan hati-hati
karena dapat mengakibatkan kegagalan dalam penetasan. Cara ini ada 2 perlakuan :
   1. Penyimpanan setelah treatment selama 2O hari
         Setelah telur selesai ditreatment segera dikeringkan (dianginkan) dalam
         waktu yang singkat, kemudian disimpan kedalam refrigerator dengan suhu 5 O
         C dan dapat bertahan selama 2O hari.


Bertelur 15 jam Treatment 18 Jam                                         inkubasi
 25 OC             25 OC                   25   O
                                                    C                            25 OC
                                                        12 jam
                                           2O hari        15 OC
                                             5 OC




                                                                                          10
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1



   2. Penyimpanan setelah treatment selama 3O hari
      Sementara bila diinginkan waktu yang lebih lama (30 hari) telur tersebut
      disimpan pada suhu 2,5 OC.




Bertelur 15 jam Treatment 18 Jam                                            Inkubasi
                                                                            25 OC


                                       2O hari              2 jam
                                        5 OC                15 OC


                                                 1O hari
                                                 2,5 OC


D. Penyimpanan Sebelum dan Sesudah Treatment
        Penyimpanan sebelum dan sesudah treatment perlu penanganan dengan
hati-hati, merngingat adanya perbedaan suhu yang sangat tinggi. Jika salah dalam
menentukan lama masa penyimpanan dan tinggi suhu peralihan, maka akan banyak
terjadi telur yang mati (tidak menetas).
        Penyimpanan dengan cara ini dimaksudkan untuk menunda perkembangan
embryo, karena itu harus diusahakan agar perbedaan suhu tidak terlalu drastis dan
untuk memperkecil tekanan terhadap telur maka lama penyimpanan ulang
ditentukan tidak lebih dari 10 hari.
   Cara ini ada 2 macam :
   1. Penyimpanan sebelum dan sesudah treatment selama 12 jam
      Telur ulat sutera yang telah mengalami penyimpanan kemudian akan
      ditreatment memrlukan suhu peralihan 15 OC sebelum diletakkan pada suhu
           O                                                           O
      25       C setelah treatment, maka penyimpanan ulang (5              C) hendaknya
      dilaksanakan tidak lebih dari 12 jam.




                                                                                       11
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1




   Telur Reishin    6 – 12 jam    Treatment      12 jam           inkubasi/penyaluran
                         O             O               O
                      15 C          15 C             15 C


   2. Penyimpanan sebelum dan sesudah treatment selama 48 – 110 jam
      Bila menginginkan penyimpanan 48 – 110           jam kemudian, maka terlebih
                                                 O
      dahulu telur diletakkan pada suhu 15           C selama 6 – 12 jam, kemudian
      disimpan pada suhu 5 OC.


   Bertelur Reishin 6 - 12 jam Treatment
                       15 OC


                                      6-12 jam                     inkubasi
                                       15 OC


                                                 42-98 jam             inkubasi




                                                      10 hari




E. Penyimpanan Telur Secara Hibernasi
        Penyimpanan telur secara hibernasi adalah salah satu cara penyimpanan
telur dengan waktu dan temperatur tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan
beberapa cara antara lain :
   1. Penyimpanan telur selama 40 – 70 hari
      Setelah peletakan telur oleh induk kupu-kupu, telur dibiarkan selamam 1 – 3
      hari, ada suhu 25 OC kemudian disimpan pada suhu 5 OC selama 40 – 70 hari,
      setelah melewati masa tersebut, telur dikeluarkan untuk diinkubasi. Cara ini
      tidaklah begitu baik (penetasan tidak secara serentak).



                                                                                           12
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1




     1 – 3 hari                      inkubasi
          O
       25 C                            25 OC
                     4O – 7O hari
                        5 OC


2. Penyimpanan telur selama 150 hari
   Setelah peletakan telur, telur tersebut disimpan pada suhu 25 OC selama 3
   hari, begitupun pada suhu 15 OC, 10   O
                                             C dan 5O C masing-masing selama 3
   hari. Setelah memasuki hari yang ke -50 , telur tersebut disimpan pada suhu
   2,5 OC selama 90 hari kemudian setelah memasuki hari yang ke-140 , telur
   tersebut dipindahkan pada suhu 5 OC, 10 OC, 15 OC dan 2 OC masing-masing
   selama 1 hari dan selanjutnya telur-telur tersebut segera diinkubasi.




3. Penyimpanan telur selama 180 hari
   Setelah peletakan telur, telur dibiarkan pada suhu 25 OC selama 20 – 30 hari,
   kemudian disimpan pada suhu dingin dengan menurunkan suhunya secara
                                                    O
   bertahap, yakni setiap tahapan sekitar 2,5        C sampai mencapai suhu
   terendah 5 OC dan dibiarkan selama 60 hari. Untuk mencegah masih adanya
   telur yang belum aktif sebaiknya telur tersebut disimpan pada suhu 2,5 OC
   selama 60      hari. Bila jumlah seluruh penyimpanan kurang dari 100 hari



                                                                                  13
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1



(termasuk suhu 5 OC dan 2,5 OC), maka sebaiknya dilakukan treatment ringan
untuk mendapatkan penetasan yang serentak. Akan tetapi jika dibiarkan
pada suhu rendah lebih dari 120       hari, treatment ringan tidak perlu
dilakukan.




                                                                             14
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1



                                        BAB IV
                PENANGANAN PASCA PRODUKSI TELUR F1


A. Pengepakan
        Setelah telur dikeringkan diambil sampel masing-masing 0,1 gram,
kemudian dihitung telur yang dibuahi dan tak dibuahi. Pemeriksaan ini dilakukan
sebagai dasar dalam transaksi dan standar pemeliharaan.
        Berdasarkan pemeriksaan ini telur ditimbang dengan seksama kemudian
dimasukkan ke dalam kotak yang terbuat dari kayu yang terbungkus dengan kain
kasa, kemudian kotak telur tersebut ditutup rapi.




                Gambar 2. Kotak telur produksi KPSA Perum Perhutani


B. Labelisasi
        Maksud dari pemberian label adalah untuk mencegah adanya telur yang
beredar ke petani tanpa melalui pemeriksaan penyakit Pebrine (sertifikasi).
Pemberian label biasanya ditempelkan pada lubang/bagian atas dari kotak telur
untuk memudahkan petani dalam mengenalnya.




                                                                                    15
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1



   Contoh label adalah sebagai berikut:
    KODE                                        NOMOR
    JENIS
    TGL. PENELURAN
    JUMLAH TELUR                                INDUK (± 25.000 BUTIR)
    MACAM TREATMENT
    TGL PEMERIKSAAN                                                      BEBAS
    PENYAKIT PEBRINE                                                     PENYAKIT
    TGL PERKIRAAN MENETAS
                   PRODUKSI
                   ALAMAT



C. Pengangkutan Telur
           Untuk mendapatkan hasil telur dengan kualitas yang baik sampai di
konsumen, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
   1. Telur yang dikirim perlu dipak secara rapi, sirkulasi udara harus baik, serta
      dihindarkan dari cahaya matahari secara langsung dan terkena air.
   2. Pengiriman         telur   dilaksanakan   setelah      ada         permintaan   dari
      penyalur/konsumen
   3. Telur yang disalurkan adalah telur-telur yang sudah mendapat sertifikasi dari
      Balai Persuteraan Alam Persuteraan Alam dan dinyatakan aman untuk
      disalurkan kepada konsumen
   4. Pengiriman telur dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan perusahaan
      ekspedisi dengan pesawat udara, kapal laut atau angkutan darat. Pemilihan
      alat angkutan dipertimbangkan menurut jumlah permintaan dan lamanya
      waktu pengiriman, disesuaikan dengan tanggal penetasan dan paling lama 9
      hari setelah treatment.




                                                                                        16

More Related Content

What's hot

Laporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampung
Laporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampungLaporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampung
Laporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampungLaode Syawal Fapet
 
laporan pengetahuan bahan pangan telur
laporan pengetahuan bahan pangan telurlaporan pengetahuan bahan pangan telur
laporan pengetahuan bahan pangan telurYuni Qurrota
 
Kegiatan Penetasan Telur
Kegiatan Penetasan TelurKegiatan Penetasan Telur
Kegiatan Penetasan TelurSIlfani Sabila
 
07 teknologi telur
07 teknologi telur07 teknologi telur
07 teknologi telurmaner b1
 
Laporan teknelogi benih
Laporan teknelogi benihLaporan teknelogi benih
Laporan teknelogi benihfahmiganteng
 
Laporan teknologi benih aspek hpt
Laporan teknologi benih aspek hptLaporan teknologi benih aspek hpt
Laporan teknologi benih aspek hptfahmiganteng
 
Pemijahan Lele secara buatan
Pemijahan Lele secara buatanPemijahan Lele secara buatan
Pemijahan Lele secara buatanFathir Tozuka
 
Buku xi bab 9 (Sistem Reproduksi)
Buku xi bab 9 (Sistem Reproduksi)Buku xi bab 9 (Sistem Reproduksi)
Buku xi bab 9 (Sistem Reproduksi)Muhamad Toha
 
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)fadlidera
 
IBM1_Pengantar Telur
IBM1_Pengantar TelurIBM1_Pengantar Telur
IBM1_Pengantar TelurTitis Sari
 
BIOLOGI_M3KB2 PPT
BIOLOGI_M3KB2 PPTBIOLOGI_M3KB2 PPT
BIOLOGI_M3KB2 PPTppghybrid4
 

What's hot (19)

Laporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampung
Laporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampungLaporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampung
Laporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampung
 
laporan pengetahuan bahan pangan telur
laporan pengetahuan bahan pangan telurlaporan pengetahuan bahan pangan telur
laporan pengetahuan bahan pangan telur
 
Kegiatan Penetasan Telur
Kegiatan Penetasan TelurKegiatan Penetasan Telur
Kegiatan Penetasan Telur
 
Telur
TelurTelur
Telur
 
Produk olahan telur
Produk olahan telurProduk olahan telur
Produk olahan telur
 
07 teknologi telur
07 teknologi telur07 teknologi telur
07 teknologi telur
 
Laporan teknelogi benih
Laporan teknelogi benihLaporan teknelogi benih
Laporan teknelogi benih
 
Telur
Telur Telur
Telur
 
Laporan teknologi benih aspek hpt
Laporan teknologi benih aspek hptLaporan teknologi benih aspek hpt
Laporan teknologi benih aspek hpt
 
Pemijahan Lele secara buatan
Pemijahan Lele secara buatanPemijahan Lele secara buatan
Pemijahan Lele secara buatan
 
Induceed breeding
Induceed breedingInduceed breeding
Induceed breeding
 
Pasca
PascaPasca
Pasca
 
Buku xi bab 9 (Sistem Reproduksi)
Buku xi bab 9 (Sistem Reproduksi)Buku xi bab 9 (Sistem Reproduksi)
Buku xi bab 9 (Sistem Reproduksi)
 
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
 
Bab i2
Bab i2Bab i2
Bab i2
 
IBM1_Pengantar Telur
IBM1_Pengantar TelurIBM1_Pengantar Telur
IBM1_Pengantar Telur
 
Luluk latifah
Luluk latifahLuluk latifah
Luluk latifah
 
BIOLOGI_M3KB2 PPT
BIOLOGI_M3KB2 PPTBIOLOGI_M3KB2 PPT
BIOLOGI_M3KB2 PPT
 
sistem reproduksi
sistem reproduksisistem reproduksi
sistem reproduksi
 

Similar to Juknis penanganan telur f1

Juknis sertifikasi
Juknis sertifikasiJuknis sertifikasi
Juknis sertifikasiBPA_ADMIN
 
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021DediKusmana2
 
Reproduksi pada hewan
Reproduksi pada hewanReproduksi pada hewan
Reproduksi pada hewanAli Mustofa
 
01. kegiatan akuakultur
01. kegiatan akuakultur01. kegiatan akuakultur
01. kegiatan akuakulturNoor Yusuf
 
Penerapan pewarisan sifat dalam teknik reproduksi
Penerapan pewarisan sifat dalam teknik reproduksiPenerapan pewarisan sifat dalam teknik reproduksi
Penerapan pewarisan sifat dalam teknik reproduksiEuis Nurilaini
 
Bioteknologi Peternakan Salah satu Materi Biologi
Bioteknologi Peternakan Salah satu Materi BiologiBioteknologi Peternakan Salah satu Materi Biologi
Bioteknologi Peternakan Salah satu Materi Biologiherawati847
 
Laporan sertifikasi
Laporan sertifikasiLaporan sertifikasi
Laporan sertifikasiAskar Sohoku
 
Kelompok tulip 9i kelas 9 i smpn264 jakarta
Kelompok tulip 9i kelas 9 i smpn264 jakartaKelompok tulip 9i kelas 9 i smpn264 jakarta
Kelompok tulip 9i kelas 9 i smpn264 jakartaLiana Susanti SMPN 248
 
Kelompok tulip kelas 9I SMPN 264 Jakarta " BIOTENOLOGI Bab 6 "
Kelompok tulip kelas 9I SMPN 264 Jakarta " BIOTENOLOGI Bab 6 "Kelompok tulip kelas 9I SMPN 264 Jakarta " BIOTENOLOGI Bab 6 "
Kelompok tulip kelas 9I SMPN 264 Jakarta " BIOTENOLOGI Bab 6 "Liana Susanti SMPN 248
 
Gametogenesis & embrriogenesis
Gametogenesis & embrriogenesisGametogenesis & embrriogenesis
Gametogenesis & embrriogenesisRezki Hedianti
 
Juknis bibit induk
Juknis bibit indukJuknis bibit induk
Juknis bibit indukBPA_ADMIN
 
perkembangbiakan nyamuk
perkembangbiakan nyamukperkembangbiakan nyamuk
perkembangbiakan nyamukDini_febriani
 
Kelompok 12 perkembangan makhluk hidup
Kelompok 12 perkembangan makhluk hidupKelompok 12 perkembangan makhluk hidup
Kelompok 12 perkembangan makhluk hidupNanda Reda
 
nanopdf.com_lap-embrio-ayam-biologi-dasar-embriologi-histologi-fkh-usk.pdf
nanopdf.com_lap-embrio-ayam-biologi-dasar-embriologi-histologi-fkh-usk.pdfnanopdf.com_lap-embrio-ayam-biologi-dasar-embriologi-histologi-fkh-usk.pdf
nanopdf.com_lap-embrio-ayam-biologi-dasar-embriologi-histologi-fkh-usk.pdfAgathaHaselvin
 
3.MEDIA PPT1-Aspihani_PPL.pptx
3.MEDIA PPT1-Aspihani_PPL.pptx3.MEDIA PPT1-Aspihani_PPL.pptx
3.MEDIA PPT1-Aspihani_PPL.pptxAspihaniAzvhi
 
Bab 9 sistem reproduksi manusia
Bab 9 sistem reproduksi manusiaBab 9 sistem reproduksi manusia
Bab 9 sistem reproduksi manusiaSMAN 2 Indramayu
 

Similar to Juknis penanganan telur f1 (20)

Juknis sertifikasi
Juknis sertifikasiJuknis sertifikasi
Juknis sertifikasi
 
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
 
Reproduksi pada hewan
Reproduksi pada hewanReproduksi pada hewan
Reproduksi pada hewan
 
01. kegiatan akuakultur
01. kegiatan akuakultur01. kegiatan akuakultur
01. kegiatan akuakultur
 
Penerapan pewarisan sifat dalam teknik reproduksi
Penerapan pewarisan sifat dalam teknik reproduksiPenerapan pewarisan sifat dalam teknik reproduksi
Penerapan pewarisan sifat dalam teknik reproduksi
 
Perkembangan hewan
Perkembangan hewanPerkembangan hewan
Perkembangan hewan
 
Bioteknologi Peternakan Salah satu Materi Biologi
Bioteknologi Peternakan Salah satu Materi BiologiBioteknologi Peternakan Salah satu Materi Biologi
Bioteknologi Peternakan Salah satu Materi Biologi
 
Laporan sertifikasi
Laporan sertifikasiLaporan sertifikasi
Laporan sertifikasi
 
Reproduksi Hewan
Reproduksi HewanReproduksi Hewan
Reproduksi Hewan
 
Kelompok tulip 9i kelas 9 i smpn264 jakarta
Kelompok tulip 9i kelas 9 i smpn264 jakartaKelompok tulip 9i kelas 9 i smpn264 jakarta
Kelompok tulip 9i kelas 9 i smpn264 jakarta
 
Kelompok tulip kelas 9I SMPN 264 Jakarta " BIOTENOLOGI Bab 6 "
Kelompok tulip kelas 9I SMPN 264 Jakarta " BIOTENOLOGI Bab 6 "Kelompok tulip kelas 9I SMPN 264 Jakarta " BIOTENOLOGI Bab 6 "
Kelompok tulip kelas 9I SMPN 264 Jakarta " BIOTENOLOGI Bab 6 "
 
Gametogenesis & embrriogenesis
Gametogenesis & embrriogenesisGametogenesis & embrriogenesis
Gametogenesis & embrriogenesis
 
Juknis bibit induk
Juknis bibit indukJuknis bibit induk
Juknis bibit induk
 
perkembangbiakan nyamuk
perkembangbiakan nyamukperkembangbiakan nyamuk
perkembangbiakan nyamuk
 
Acara 6 fix tekben
Acara 6 fix tekbenAcara 6 fix tekben
Acara 6 fix tekben
 
Kelompok 12 perkembangan makhluk hidup
Kelompok 12 perkembangan makhluk hidupKelompok 12 perkembangan makhluk hidup
Kelompok 12 perkembangan makhluk hidup
 
nanopdf.com_lap-embrio-ayam-biologi-dasar-embriologi-histologi-fkh-usk.pdf
nanopdf.com_lap-embrio-ayam-biologi-dasar-embriologi-histologi-fkh-usk.pdfnanopdf.com_lap-embrio-ayam-biologi-dasar-embriologi-histologi-fkh-usk.pdf
nanopdf.com_lap-embrio-ayam-biologi-dasar-embriologi-histologi-fkh-usk.pdf
 
3.MEDIA PPT1-Aspihani_PPL.pptx
3.MEDIA PPT1-Aspihani_PPL.pptx3.MEDIA PPT1-Aspihani_PPL.pptx
3.MEDIA PPT1-Aspihani_PPL.pptx
 
Bab 9 sistem reproduksi manusia
Bab 9 sistem reproduksi manusiaBab 9 sistem reproduksi manusia
Bab 9 sistem reproduksi manusia
 
Bab 9 sistem reproduksi manusia
Bab 9 sistem reproduksi manusiaBab 9 sistem reproduksi manusia
Bab 9 sistem reproduksi manusia
 

More from BPA_ADMIN

Pengumuman pemilihan langsung
Pengumuman pemilihan langsungPengumuman pemilihan langsung
Pengumuman pemilihan langsungBPA_ADMIN
 
Pengumuman pemilihan langsung
Pengumuman pemilihan langsungPengumuman pemilihan langsung
Pengumuman pemilihan langsungBPA_ADMIN
 
Statistik bpa 2009
Statistik bpa 2009Statistik bpa 2009
Statistik bpa 2009BPA_ADMIN
 
Selayang pandang bpa 2010
Selayang pandang bpa 2010Selayang pandang bpa 2010
Selayang pandang bpa 2010BPA_ADMIN
 
Juknis penanganan kokon
Juknis penanganan kokonJuknis penanganan kokon
Juknis penanganan kokonBPA_ADMIN
 
Juknis penyakit ulat new
Juknis penyakit ulat newJuknis penyakit ulat new
Juknis penyakit ulat newBPA_ADMIN
 

More from BPA_ADMIN (9)

Pengumuman pemilihan langsung
Pengumuman pemilihan langsungPengumuman pemilihan langsung
Pengumuman pemilihan langsung
 
Pengumuman pemilihan langsung
Pengumuman pemilihan langsungPengumuman pemilihan langsung
Pengumuman pemilihan langsung
 
Statistik bpa 2009
Statistik bpa 2009Statistik bpa 2009
Statistik bpa 2009
 
Rekap 2010
Rekap 2010Rekap 2010
Rekap 2010
 
Mutu kokon
Mutu kokonMutu kokon
Mutu kokon
 
Juknis upuk
Juknis upukJuknis upuk
Juknis upuk
 
Selayang pandang bpa 2010
Selayang pandang bpa 2010Selayang pandang bpa 2010
Selayang pandang bpa 2010
 
Juknis penanganan kokon
Juknis penanganan kokonJuknis penanganan kokon
Juknis penanganan kokon
 
Juknis penyakit ulat new
Juknis penyakit ulat newJuknis penyakit ulat new
Juknis penyakit ulat new
 

Juknis penanganan telur f1

  • 1. Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 Balai Persuteraan Alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telur ulat sutera merupakan bahan baku yang sangat penting untuk keperluan pembuatan benang sutera, yang pada saat ini merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam rangka penciptaan bahan baku untuk kain sutera. Untuk mendapatkan benang sutera dengan kualitas yang tinggi, maka sejak awal perlu dilakukan penanganan telur ulat sutera. Penanganan telur ulat sutera secara baik akan menyebabkan hasil kokon yang tinggin dengan kualitas baik dan selanjutnya akan dapat menghasilkan benang sutera dengan kualitas yang baik serta rendemen yang tinggi. Untuk penanganan ini tidak cukup hanya pada saat produksi telurnya saja, namun sampai dengan bagaimana cara perlakukan penanganan pasca produksi yang meliputi pengepakan dan pengangkutannya hingga sampai ke petani dan dipelihara sesuai dengan persyaratan-persyaratan teknis yang diperlukan. Penanganan telur ulat sutera sangat diperlukan sebab pada masa-masa yang akan datang cukup banyak permintaan petani akan telur ulat sutera dengan produksi yang tinggi dan berkualitas baik. Buku petunjuk teknis ini disusun untuk keperluan melengkapi hal-hal yang berkaitan dengan penanganan dimaksud dan merupakan pegangan dari para produsen yang bergerak di bidang telur ulat sutera. B. Maksud dan Tujuan Buku Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 ini disusun dengan maksud sebagai pedoman, arahan dan pegangan bagi para produsen telur ulat sutera. Adapun tujuan yang akan dicapai adalah agar produsen dapat menghasilkan telur 1
  • 2. Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 ulat sutera dengan mutu yang baik dan dapat disalurkan kepada konsumen sesuai dengan kebutuhan serta terjamin kualitasnya. C. Pengertian-Pengertian Beberapa pengertian yang akan dipakai dalam Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 ini antara lain: 1. Chorion adalah selaput terluar pada telur yang bersifat kuat dan kukuh serta tebal 2. Hibernasi adalah perlakuan dengan cara penyimpanan dengan waktu dan temperatur tertentu (penetasan buatan) yang dilakukan terhadap telur ulat sutera 3. Inkubasi adalah suatu perlakuan dimana telur ulat sutera diletakkan ke dalam ruangan yang bersuhu 25 OC dengan kelembaban 80 % 4. Kotak telur adalah tempat pengepakan telur yang berbentuk kotak dengan ukuran 20 x 10 cm terbuat dari kayu yang terbungkus dari kain kasa yang dapat diisi telur ulat sutera sebanyak 20.000 – 25.000 butir (setara 12 – 13 gram) 5. Refrigertaor adalah mesin pendingin yang digunakan untuk mengawetkan telur ulat sutera 6. Treatment ruangan adalah perlakuan pencelupan telur ke dalam air yang telah dipanaskan (± 40 OC ) 7. Telur sertifikasi adalah telur yang telah diperiksa (diteliti) kualitasnya dan dianggap aman untuk disalurkan 2
  • 3. Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 BAB II DASAR-DASAR PENANGANAN TELUR F1 A. Morfologi dan Fisologi Telur Ulat Sutera Telur ulat sutera berbentuk bulat, dengan panjang 1,3 mm; lebar 1 mm; tebal 0,5 mm dan berat 0,6 gram. Telur diliputi oleh kulit telur yang pada salah satu ujungnya terdapat microphyl tempat masuknya sperma ke dalam telur. Telur menampakkan warna yang berbeda-beda menurut jenis ulatnya. Warna telur merupakan paduan warna dari warna kulit telur, serasa dan kuning telur. Di bawah kulit telur terdapat selaput vitellina yang tipis dan transparant. Di sebelah dalam selaput vitellina terdapat seroso dan embrio, sedang kuning telur terletak di tengah. Embrio berubah-ubah bentuk dalam proses pertumbuhan. Warna putih telur kekuning-kuningan, dua sampai tiga hari setelah peletakkan telur warnanya berubah menjadi merah kecoklatan. Tanda-tanda telur yang akan menetas terdapat bintik-bintik biru. Telur ulat sutera kaya dengan zat yang penuh mengandung lemak dan zat- zat lain yang menjadi sumber bahan untuk pertumbuhan sel telur tersebut. Telur diliputi oleh selaput bersifat kuat dan kukuh serta tebal dinamakan chorion dan bagian dalam chorion terdapat selaput tipis yang disebut selaput telur. Chorion terdiri dari choriorinin yaitu suatu zat putih telur yang mirip dengan keratin. Telur ulat sutera yang hibernasi akan mengalami masa istirahat (dormancy) dan telur yang tidak mengalami hibernasi embrionya akan berkembang dengan tidak mengalami masa istirahat. B. Perkembangan Embrio Perkembangan embrio dalam telur ulat sutera sangat kuat kaitannya dengan penyimpanan dan penanganan telur. Hal ini sangat mempengaruhi keberhasilan penyimpanan dan pentasan telur. Telur yang disimpan dalam temperatur tertentu dimana tingkat perkembangan embrio tidak sesuai dapat 3
  • 4. Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 menyebabkan penetasan telurnya kurang baik, sehingga dapat mengakibatkan produksi kokonnya rendah. 1. Pembentukan Telur Di bagian dalam telur, primordial reproductive cells yang berkembang memisah pada tahap awal dari pertumbuhan embrio akan mencapai tahap oogonium. Dan akan berkembang terus menjadi sel telur dan membentuk sel telur dalam larva (pada pertengahan tahap ke-4) akan mencapai oogonium dan kemudian masing-masing akan berkembang menjadi satu sel telur pertama dan 7 nurse cells yang diselubungi oleh tunic cells. 2. Pembentukan embrio 2 jam setelah peneluran (suhu 25 OC) Inti sel telur bersatu dengan inti sperma membentuk zigote, kemudian mengalami pembelahan sel akan pindah ke bagian marginal dan membentuk bagian sel tunggal ini akan terus berkembang dan akan berpisah menjadi benih berbentuk sabuk dan bagian lainnya (sekitar 20 jam kemudian). Kemudian benih berbentuk sabuk ini mulai mengkerut dari bagian kiri dan kanannya ke arah bagian perut telur. Kekerutan ini akan berlangsung terus dan dari bagian kiri kanan akan nampak semacam ”pelintiran”. Pada tahap ini dapat dibedakan dengan jelas antara bagian kepala dan ekor. Dari bentuknya, tahap ini dinamakan tahap pembentukkan ”embrio”. Ini akan terjadi 30 jam setelah peneluran atau 15 jam setelah treatment biasa. 3. Pembentukan Organ Pada tahap ini bermacam orgam terbentuk dalam tubuh embrio. Bagi telur yang ditreatment dengan cara biasa, 30 jam kemudian setelah treatment akan timbul lekukan saraf pada bagian garis tengah embrio dan mass mesoderma berpisah ke samping kiri kanan. Pada tahapan ini akan mulai nampak rahang dan dada dari embrio. Dalam waktu yang sama kepala akan mebentuk segi empat. Bersamaan dengan proses pertumbuhannya, bagian rahang dan dada akan memanjang dan bagian kaki mulai nampak pada bagian perut. 4
  • 5. Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 Embrio akan berada dalam tahap ini untuk waktu yang agak lama sebelum memasuki tahap emrio berbalik. Proses ini akan terjadi 35 jam setelah treatment. 4. Tahap embrio berbalik Setelah melewati tahap pembentukan organ, tubuh embrio yang panjang nampak menonjol dan mulai membentuk pembuluh pernafasan dan kelenjar sutera. Pada saat yang sama segmen rahang mulai terbentuk dan nampak perbedaan antara bagian yang akan menjadi kepala dan dada. Selanjutnya, embrio yang tadinya berada di bagian perut telur dan memanjang sepanjang lingkaran telur, akan mulai berputar dan bergerak ke belakang sambil menghadap ke arah bagian perut sedikit demi sedikit dan berakhir pada posisi yang hampir sama dengan posisi larva. Ini terjadi 3 – 5 hari setelah treatment. 5. Tahap Penyempurnaan Setelah selesai berbalik, embrio selanjutnya membentuk bermacam organ seperti bulu kasar, pembentukan gigi taring, pembentukan warna mata, pertumbuhan batang tenggorokan, pigmentasi dan rahang. Permukaan kepala menjadi teratur dan berwarna coklat dan bagian pusat menjadi tertutup rapat. Pada tahap ini tampak melalui kulit telur, bagian kepala menjadi kebiru-biruan dan kemudian bagian tubuh mulai berwarna menyebabkan seluruh tubuh menjadi kebiru-biruan. Ini terjadi 8 hari setelah treatment atau sesaat sebelum penetasan. 5
  • 6. Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 Gambar 1. Perkembangan Embrio Telur Ulat Sutera 6
  • 7. Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 C. Syarat-Syarat Produsen untuk Menangani Telur F1 Departemen Kehutanan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-II/2007 tentang Pengadaan dan Peredaran Telur Ulat Sutera pada tanggal 7 Desember 2007. Dalam Permenhut tersebut disebutkan tentang pengadaan, pemuliaan, pelepasan, sertifikasi dan peredaran telur ulat sutera. Pada dasarnya ada beberapa persyaratan untuk menjadi produsen telur F1, antara lain: 1. Mempunyai tenaga teknis yang terampil dalam hal penyimpanan telur ulat sutera 2. Mempunyai sarana dalam hal penyimpanan telur antara lain refrigerator yang lengkap 3. Sanggup mentaati petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Balai Persuteraan Alam persuteraan Alam 4. Ditunjuk atau mendapat ijin sebagai produsen telur ulat sutera dari Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan 7
  • 8. Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 BAB III TEKNIK PENYIMPANAN TELUR A. Tanpa Penyimpanan Pelaksanaan cara ini adalah merupakan cara yang terbaik untuk pemeliharaan ulat sutera. Hal ini disebabkan telur tidak melalui lagi masa istirahat (penyimpanan), karena akan dapat mempengaruhi penetasan telur (kalau penyimpanan kurang hati-hati). Telur-telur yang baru diletakkan oleh kupu-kupu dibiarkan selama 15 jam pada suhu 25 OC, kemudian langsung ditreatment HCl, lalu dicuci dan dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam ruang inkubasi/disalurkan kepada petani. Menurut pengamatan, daya tetas telur ini rata-rata di atas 90 %. bertelur 15 jam treatment Inkubasi/penyaluran 25 OC 25 OC B. Penyimpanan Sebelum Treatment HCl Cara ini dimaksudkan untuk menunda penetasan telur tanpa mempengaruhi daya tetas dan daya tahan ulat sutera selama pemeliharaan. Telur tersebut akan disimpan pada suhu rendah, apabila suhu dinaikkan, maka pembentukkan embrio akan aktif kembali. Untuk mempercepat penetasan tersebut maka perlu dibantu dengan treatment. Cara ini ada 3 perlakuan: 1. Penyimpanan sebelum treatment selama 20 jam – 7 hari 2. Penyimpanan sebelum treatment selama 60 hari 3. Penyimpanan sebelum treatment selama 25 - 35 hari Proses pelaksanaan adalah sebagai berikut, setelah peneluran, telur dibiarkan pada suhu 25 OC dan keadaan ini dibiarkan selama 40 s/d 50 jam atau bila keadaan telur telah berubah warna menjadi merah kecoklatan. Penyimpanan akan 8
  • 9. Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 O lebih aman jika terleih dahulu disimpan pada suhu 15 C selama 6 – 12 jam. Selanjutnya dapat disimpan selama 25 – 35 hari pada suhu 5 OC. Untuk mendapatkan penyimpanan selama 60 hari, telur yang telah diletakkan dibiarkan selama 40 – 50 jam pada suhu 25 OC lalu dimasukkan ke dalam refrigerator dengan suhu 5 OC. Selanjutnya disimpan pada suhu 25 OC selama 2O hari dengan kelembaban harus dipertahankan berkisar antara 80 – 90 %. Jadi penyimpanan ini akan dapat bertahan sampai 40 hari. Untuk telur yang penyimpanannya selama 20 jam – 7 hari, maka telur yang O telah diletakkan dibiarkan selama 40 – 50 jam pada suhu 25 C lalu dimasukkan ke dalam refrigerator dengan suhu 5 OC. Untuk lebih jelasnya ketiga perlakuan di atas dapat dilihat pada gambar di bawah ini: 1. Penyimpanan sebelum treatment (20 jam – 7 hari) bertelur treatment inkubasi/penyaluran O 25 C 25 OC 20 jam – 7 hari 2. Penyimpanan sebelum treatment selama 60 hari Bertelur 40 – 50 jam 25 OC 6 – 12 jam 25 OC 4O hari 3–6 jam treatment inkubasi 25 OC 25O C 2O hr 2,5 OC 9
  • 10. Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 3. Penyimpanan sebelum treatment selama 25 - 35 hari Bertelur 4O – 5O jam 25 OC 25 OC 2 – 6 jam 3–6 jamtreatment inkubasi 15 OC 25 OC 25 OC 25 - 35 hari 5 OC C. Penyimpanan Telur Setelah Treatment Penyimpanan telur setelah treatment perlu dilakukan dengan hati-hati karena dapat mengakibatkan kegagalan dalam penetasan. Cara ini ada 2 perlakuan : 1. Penyimpanan setelah treatment selama 2O hari Setelah telur selesai ditreatment segera dikeringkan (dianginkan) dalam waktu yang singkat, kemudian disimpan kedalam refrigerator dengan suhu 5 O C dan dapat bertahan selama 2O hari. Bertelur 15 jam Treatment 18 Jam inkubasi 25 OC 25 OC 25 O C 25 OC 12 jam 2O hari 15 OC 5 OC 10
  • 11. Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 2. Penyimpanan setelah treatment selama 3O hari Sementara bila diinginkan waktu yang lebih lama (30 hari) telur tersebut disimpan pada suhu 2,5 OC. Bertelur 15 jam Treatment 18 Jam Inkubasi 25 OC 2O hari 2 jam 5 OC 15 OC 1O hari 2,5 OC D. Penyimpanan Sebelum dan Sesudah Treatment Penyimpanan sebelum dan sesudah treatment perlu penanganan dengan hati-hati, merngingat adanya perbedaan suhu yang sangat tinggi. Jika salah dalam menentukan lama masa penyimpanan dan tinggi suhu peralihan, maka akan banyak terjadi telur yang mati (tidak menetas). Penyimpanan dengan cara ini dimaksudkan untuk menunda perkembangan embryo, karena itu harus diusahakan agar perbedaan suhu tidak terlalu drastis dan untuk memperkecil tekanan terhadap telur maka lama penyimpanan ulang ditentukan tidak lebih dari 10 hari. Cara ini ada 2 macam : 1. Penyimpanan sebelum dan sesudah treatment selama 12 jam Telur ulat sutera yang telah mengalami penyimpanan kemudian akan ditreatment memrlukan suhu peralihan 15 OC sebelum diletakkan pada suhu O O 25 C setelah treatment, maka penyimpanan ulang (5 C) hendaknya dilaksanakan tidak lebih dari 12 jam. 11
  • 12. Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 Telur Reishin 6 – 12 jam Treatment 12 jam inkubasi/penyaluran O O O 15 C 15 C 15 C 2. Penyimpanan sebelum dan sesudah treatment selama 48 – 110 jam Bila menginginkan penyimpanan 48 – 110 jam kemudian, maka terlebih O dahulu telur diletakkan pada suhu 15 C selama 6 – 12 jam, kemudian disimpan pada suhu 5 OC. Bertelur Reishin 6 - 12 jam Treatment 15 OC 6-12 jam inkubasi 15 OC 42-98 jam inkubasi 10 hari E. Penyimpanan Telur Secara Hibernasi Penyimpanan telur secara hibernasi adalah salah satu cara penyimpanan telur dengan waktu dan temperatur tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : 1. Penyimpanan telur selama 40 – 70 hari Setelah peletakan telur oleh induk kupu-kupu, telur dibiarkan selamam 1 – 3 hari, ada suhu 25 OC kemudian disimpan pada suhu 5 OC selama 40 – 70 hari, setelah melewati masa tersebut, telur dikeluarkan untuk diinkubasi. Cara ini tidaklah begitu baik (penetasan tidak secara serentak). 12
  • 13. Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 1 – 3 hari inkubasi O 25 C 25 OC 4O – 7O hari 5 OC 2. Penyimpanan telur selama 150 hari Setelah peletakan telur, telur tersebut disimpan pada suhu 25 OC selama 3 hari, begitupun pada suhu 15 OC, 10 O C dan 5O C masing-masing selama 3 hari. Setelah memasuki hari yang ke -50 , telur tersebut disimpan pada suhu 2,5 OC selama 90 hari kemudian setelah memasuki hari yang ke-140 , telur tersebut dipindahkan pada suhu 5 OC, 10 OC, 15 OC dan 2 OC masing-masing selama 1 hari dan selanjutnya telur-telur tersebut segera diinkubasi. 3. Penyimpanan telur selama 180 hari Setelah peletakan telur, telur dibiarkan pada suhu 25 OC selama 20 – 30 hari, kemudian disimpan pada suhu dingin dengan menurunkan suhunya secara O bertahap, yakni setiap tahapan sekitar 2,5 C sampai mencapai suhu terendah 5 OC dan dibiarkan selama 60 hari. Untuk mencegah masih adanya telur yang belum aktif sebaiknya telur tersebut disimpan pada suhu 2,5 OC selama 60 hari. Bila jumlah seluruh penyimpanan kurang dari 100 hari 13
  • 14. Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 (termasuk suhu 5 OC dan 2,5 OC), maka sebaiknya dilakukan treatment ringan untuk mendapatkan penetasan yang serentak. Akan tetapi jika dibiarkan pada suhu rendah lebih dari 120 hari, treatment ringan tidak perlu dilakukan. 14
  • 15. Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 BAB IV PENANGANAN PASCA PRODUKSI TELUR F1 A. Pengepakan Setelah telur dikeringkan diambil sampel masing-masing 0,1 gram, kemudian dihitung telur yang dibuahi dan tak dibuahi. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai dasar dalam transaksi dan standar pemeliharaan. Berdasarkan pemeriksaan ini telur ditimbang dengan seksama kemudian dimasukkan ke dalam kotak yang terbuat dari kayu yang terbungkus dengan kain kasa, kemudian kotak telur tersebut ditutup rapi. Gambar 2. Kotak telur produksi KPSA Perum Perhutani B. Labelisasi Maksud dari pemberian label adalah untuk mencegah adanya telur yang beredar ke petani tanpa melalui pemeriksaan penyakit Pebrine (sertifikasi). Pemberian label biasanya ditempelkan pada lubang/bagian atas dari kotak telur untuk memudahkan petani dalam mengenalnya. 15
  • 16. Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 Contoh label adalah sebagai berikut: KODE NOMOR JENIS TGL. PENELURAN JUMLAH TELUR INDUK (± 25.000 BUTIR) MACAM TREATMENT TGL PEMERIKSAAN BEBAS PENYAKIT PEBRINE PENYAKIT TGL PERKIRAAN MENETAS PRODUKSI ALAMAT C. Pengangkutan Telur Untuk mendapatkan hasil telur dengan kualitas yang baik sampai di konsumen, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Telur yang dikirim perlu dipak secara rapi, sirkulasi udara harus baik, serta dihindarkan dari cahaya matahari secara langsung dan terkena air. 2. Pengiriman telur dilaksanakan setelah ada permintaan dari penyalur/konsumen 3. Telur yang disalurkan adalah telur-telur yang sudah mendapat sertifikasi dari Balai Persuteraan Alam Persuteraan Alam dan dinyatakan aman untuk disalurkan kepada konsumen 4. Pengiriman telur dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan perusahaan ekspedisi dengan pesawat udara, kapal laut atau angkutan darat. Pemilihan alat angkutan dipertimbangkan menurut jumlah permintaan dan lamanya waktu pengiriman, disesuaikan dengan tanggal penetasan dan paling lama 9 hari setelah treatment. 16