Teks tersebut membahas pentingnya kajian epistemologi Islam untuk menangkal "kanker epistemologis" seperti relativisme dan skeptisisme. Epistemologi Islam menolak pemisahan ilmu menjadi ilmiah dan nonilmiah, melainkan mengakui semua jenis pengetahuan termasuk yang bersumber dari rasio, pengalaman, intuisi, dan wahyu.
Materi ini menjelaskan mengenai sejarah filsafat yang dimulai dari masa tales dari miletus hingga aristoteles
Sebagai sebuah ilmu, filsafat lahir dari peradaban dan kebudayaan Yunani
EPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat IlmuJihad Achmad Gojali
Epistemologi Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang menekankan otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung dan dijustifikasi oleh akal kebahasan yang digali lewat inferensi (istidlal).
Esensi Pendidik dalam Filsafat Pendidikan IslamIslamic Studies
Pendidik dan peserta didik adalah dua komponen yang tidak dapat dipisahkan. Antara keduanya saling memiliki peran dalam proses pendidikan. Hakikat pendidik adalah memberikan pengajaran kepada peserta didik baik langsung maupun tidak langsung. Sedangkan peserta didik harus memiliki hormat kepada gurunya
Materi ini menjelaskan mengenai sejarah filsafat yang dimulai dari masa tales dari miletus hingga aristoteles
Sebagai sebuah ilmu, filsafat lahir dari peradaban dan kebudayaan Yunani
EPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat IlmuJihad Achmad Gojali
Epistemologi Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang menekankan otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung dan dijustifikasi oleh akal kebahasan yang digali lewat inferensi (istidlal).
Esensi Pendidik dalam Filsafat Pendidikan IslamIslamic Studies
Pendidik dan peserta didik adalah dua komponen yang tidak dapat dipisahkan. Antara keduanya saling memiliki peran dalam proses pendidikan. Hakikat pendidik adalah memberikan pengajaran kepada peserta didik baik langsung maupun tidak langsung. Sedangkan peserta didik harus memiliki hormat kepada gurunya
Ppt msi "Pendekatan - Pendekatan Studi Islam"Shollana
Persentasi dari kelompok 2 yang berjudul "Pendekatan - Pendekatan Studi Islam". yang beranggotakan : Shollana M, Danang Wahyu T, Muhammad Wahyu D, dan Nurul F. Husna.
Aliran filsafat empirisme rasionalisme dan materialismeradenkuning
Filsafat adalah induk segala ilmu pengetahuan. Dalam Filsafat terdapat beberapa aliran filsafat seperti aliran Empirisme, Rasionalisme dan materialisme.
Ppt msi "Pendekatan - Pendekatan Studi Islam"Shollana
Persentasi dari kelompok 2 yang berjudul "Pendekatan - Pendekatan Studi Islam". yang beranggotakan : Shollana M, Danang Wahyu T, Muhammad Wahyu D, dan Nurul F. Husna.
Aliran filsafat empirisme rasionalisme dan materialismeradenkuning
Filsafat adalah induk segala ilmu pengetahuan. Dalam Filsafat terdapat beberapa aliran filsafat seperti aliran Empirisme, Rasionalisme dan materialisme.
Filsafat berasal dari bahasa Yunani , dalam bahasa Yunani filsafat berasal dari dua kata. Yaitu kata philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi dapat dijelaskan bahwa filsafat adalah cinta atau ketertarikan terhadap suatu pengetahuan.
Filsafat dapat diartikan secara luas sebagai tindakan atau usaha manusia yang didasari ketertarikan dan cinta akan pengetahuan serta kebijakan.
Kelompok 12
Nama Anggota :
Anisa’ul Khomariyah 1211900355
Dian Tifany Putri 1211900363
Yohanes Berachmans Mudja 1231600058
Mastumatul Khasnawati 1231503313
Rangkuman Slide Pengantar Filsafat Ilmu
Kelas S
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
2. Kajian epistemologi Islam penting untuk dilakukan
mengingat saat ini sudah menyebar apa yang disebut
oleh Syamsuddin Arif, “kanker epistemologis”. Kanker
jenis ini telah melumpuhkan kemampuan menilai
(critical power) serta mengakibatkan kegagalan akal
(intellectual failure), yang pada gilirannya
mengerogoti keyakinan dan keimanan, dan akhirnya
menyebabkan kekufuran.
Gejala dari orang yang mengidap kanker ini, di
antaranya suka berkata: “Di dunia ini, kita tidak
pernah tahu Kebenaran Absolut. Yang kita tahu
hanyalah kebenaran dengan “k” kecil.” “Kebenaran
itu relatif.” “Agama itu mutlak, sedang pemikiran
keagamaan relatif.” “Semua agama benar dalam
posisi dan porsinya masing-masing.” Dll.
3. Epistemologi secara sederhana bisa dimaknai teori pengetahuan.
Mungkinkah mengetahui, apa itu pengetahuan, dan bagaimana
mendapatkan pengetahuan, merupakan tema-tema pembahasan
epistemologi.
Menurut Milton D. Hunnex, epistemologi berasal dari bahasa
Yunani, episçmç yang bermakna knowledge, pengetahuan, dan
logos yang bermakna teori. Istilah ini pertama kali digunakan
pada tahun 1854 oleh J.F. Ferrier yang membuat perbedaan
antara dua cabang filsafat yaitu ontologi (Yunani: on =
being, wujud, apa + logos = teori) dan epistemologi.
Jika ontologi mengkaji tentang wujud, hakikat, dan
metafisika, maka epistemologi membandingkan kajian sistematik
terhadap sifat, sumber, dan validitas pengetahuan.
Menurut Mulyadhi Kartanegara, ada dua pertanyaan yang tidak
bisa dilepaskan dari epistemologi, yaitu: (1) apa yang dapat
diketahui dan (2) bagaimana mengetahuinya. Yang pertama
mengacu pada teori dan isi ilmu, sedangkan yang kedua pada
metodologi.
4. Pertanyaan itu sudah mengemuka dari sejak
zaman Yunani kuno. Pada zaman ini lahir
aliran yang bernama sofisme. Menurut kaum
sofis, semua kebenaran relatif. Ukuran
kebenaran itu manusia (man is the measure
of all things). Karena manusia berbeda-beda,
jadi kebenaran pun berbeda-beda tergantung
manusianya.
Bagaimana menurut anda?
Menurut anda mungkin benar, tetapi menurut
saya tidak, demikian kurang lebih
argumentasi kaum sofis.
5. Akibatnya, mudah diterka, terjadi semacam
kekacauan kebenaran. Semua teori sains
diragukan, semua aqidah dan kaidah agama dicurigai.
Manusia menjadi hidup tanpa pegangan
“kebenaran”, dan hal seperti itu telah menyebabkan
manusia terasing di dunianya sendiri.
Maka kemudian, muncullah Socrates, yang jejaknya
diikuti oleh Plato dan Aristoteles. Menurut mereka
tidak semua kebenaran relatif, ada kebenaran yang
umum, yang mutlak benar bagi siapapun. Kebenaran
ini disebut idea oleh Plato, dan definisi oleh
Aristoteles.
6. Islam tentu saja menentang paham sofisme dengan segala
macam bentuk reinkarnasinya (skeptisisme atau
relativisme). Dari sejak awal surat, al-Qur`an mengajarkan
agar manusia mencari kebenaran, karena kebenaran itu
ada, dan kesalahan pun beserta orang-orang yang salahnya
juga ada.
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang
yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan
(jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan)
mereka yang sesat.
Nabi Muhammad saw, sebagai insan biasa, yang terkadang
ragu dengan propaganda sofisme dari musuh-musuhnya pun
diingatkan Allah swt:
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan
sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.
7. Ilmu diperoleh oleh manusia dengan berbagai
cara dan dengan menggunakan berbagai alat.
Menurut Jujun S. Suriasumantri, pada dasarnya
terdapat dua cara pokok bagi manusia untuk
mendapatkan pengetahuan yang benar.
Yang pertama adalah mendasarkan diri kepada
rasio, dan yang kedua mendasarkan diri kepada
pengalaman.
Yang pertama disebut paham rasionalisme, dan
yang kedua disebut paham empirisme.
Pengetahuan jenis pertama disebut logis, dan
pengetahuan jenis kedua disebut empiris.
8.
Kerjasama rasionalisme dan empirisme melahirkan
metode sains (scientific method), dan dari metode ini
lahirlah pengetahuan sains (scientific knowledge) yang
dalam bahasa Indonesia sering disebut pengetahuan
ilmiah atau ilmu pengetahuan. Pengetahuan sains ini
adalah jenis pengetahuan yang logis dan memiliki bukti
empiris. Jadi tidak hanya logis saja yang menjadi
andalan kaum rasionalis, tapi juga harus empiris yang
menjadi andalan kaum empiris. Kalau ternyata
pengetahuan tersebut hanya bersifat logis, tidak
empiris, pengetahuan tersebut akan disebut
pengetahuan filsafat, bukan pengetahuan sains/ilmiah.
Kerjasama dari rasionalisme-empirisme ini kemudian
melahirkan paham positivisme, yakni paham yang
menyatakan bahwa segala pengetahuan yang ilmiah
harus dan pasti dapat “terukur”. Panas diukur dengan
derajat panas, jauh diukur dengan meteran, berat
diukur dengan timbangan.
9. Di samping rasionalisme dan empirisme, masih terdapat
cara untuk mendapatkan pengetahuan yang lain.
menurut Jujun adalah intuisi dan wahyu.
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa
melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang
terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja
menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Tanpa
melalui proses berpikir yang berliku-liku tiba-tiba saja dia
sudah sampai di situ. Inilah yang disebut intuisi.
Sementara wahyu merupakan pengetahuan yang
disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini
disalurkan lewat nabi-nabi yang diutus-Nya di setiap
zaman. Menurut Jujun, agama merupakan pengetahuan
bukan saja mengenai kehidupan manusia sekarang yang
terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-
masalah yang bersifat transendental seperti latar belakang
penciptaan manusia dan hari kemudian di akhirat nanti.
Pengetahuan ini didasarkan kepada kepercayaan akan hal-
hal yang gaib (supernatural). Akan tetapi pengetahuan jenis
ini banyak tidak diakui oleh para ilmuwan yang kurang
berpihak pada agama, seiring dibatasinya pengetahuan
ilmiah pada logis-empiris.
10. Peradaban Barat membedakan pengetahuan ke dalam
dua istilah teknis, yaitu science dan knowledge.
Istilah yang pertama diperuntukkan bagi bidang-
bidang ilmu fisik atau empiris,
sedangkan istilah kedua diperuntukkan bagi bidang-
bidang ilmu nonfisik seperti konsep mental dan
metafisika. Istilah yang pertama diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia dengan ilmu pengetahuan,
sementara istilah kedua diterjemahkan dengan
pengetahuan saja. Dengan kata lain, hanya ilmu yang
sifatnya fisik dan empiris saja yang bisa dikategorikan
ilmu, sementara sisanya, seperti ilmu agama, tidak
bisa dikategorikan ilmu (ilmiah).
11. Islam tentu saja tidak mengenal pemenggalan zaman
menjadi abad klasik, pertengahan dan modern.
Karena di Islam tidak pernah terjadi tarik-ulur yang
dahsyat antara akal dan iman, atau antara
kekuasaan dunia dan kekuasaan agama. Islam juga
tidak mengenal renaissance yang ditandakan dengan
terbebasnya alam pikiran manusia dari kungkungan
penguasa agama. Karena dari sejak awal
kelahirannya, antara agama, akal dan
indera, ketiganya berjalin kelindan dengan sangat
baik. Konsekuensinya, tidak akan ditemukan dalam
khazanah pemikiran Islam pergeseran definisi ilmu
seperti yang terjadi di dunia Barat. Dari sejak awal
dan sampai sekarang, ilmu dalam Islam mencakup
bidang-bidang fisik juga bidang-bidang nonfisik.
12. Istilah yang digunakannya pun dari sejak awal tidak berubah, yakni
„ilm. Menurut Wan Mohd Nor Wan Daud, penggunaan istilah „ilm itu
sendiri, sangat terpengaruh oleh pandangan dunia Islam (Islamic
worldview):
Pengetahuan dalam bahasa Arab digambarkan dengan istilah al-
‟ilm, al-ma‟rifah dan al-syu‟ûr (kesadaran). Namun, dalam
pandangan dunia Islam, yang pertamalah yang terpenting, karena
ia merupakan salah satu sifat Tuhan. Julukan-julukan yang
dikenakan kepada Tuhan adalah al-‟Âlim, al-‟Alîm dan al-‟Allâm,
yang semuanya berarti Maha Mengetahui; tetapi Dia tidak pernah
disebut al-‟Ârif atau al-Syâ‟ir.
Akan tetapi berkaitan dengan pertanyaan apa itu pengetahuan,
menurut Wan Daud, sekarang ini umat Islam menyadari bahwa
mendefinisikan ilmu (pengetahuan) secara hadd adalah mustahil.
al-Attas dalam hal ini menjelaskan bahwa ilmu merupakan sesuatu
yang tidak terbatas (limitless) dan karenanya tidak memiliki ciri-
ciri spesifik dan perbedaan khusus yang bisa didefinisikan. Lagi
pula, al-Attas menjelaskan, pemahaman mengenai istilah „ilm
selalu diukur oleh pengetahuan seseorang mengenai ilmu dan oleh
sesuatu yang jelas baginya. Ketika medan ilmu pada faktanya
sangat luas, maka pengetahuan seseorang terhadapnya sangat
terbatas. Oleh karena itu pasti pemahaman ilmu dari masing-
masing orang akan terbatas.
13. Konsekuensinya, Islam tidak mengenal
dikotomi ilmu; yang satu diakui, yang lainnya
tidak. Yang logis-empiris dikategorikan
ilmiah, sedangkan yang berdasarkan pada
wahyu tidak dikategorikan ilmiah. Semua jenis
pengetahuan, apakah itu yang logis-
empiris, apalagi yang sifatnya wahyu
(revelational), diakui sebagai sesuatu yang
ilmiah. Dalam khazanah pemikiran Islam yang
dikenal hanya klasifikasi (pembedaan) atau
diferensiasi (perbedaan), bukan dikotomi
seperti yang berlaku di Barat.
14. Al-Ghazali misalnya membagi ilmu dari aspek ghard
(tujuan/kegunaan) pada syar‟iyyah dan ghair syar‟iyyah. Syar‟iyyah
yang dimaksudkan al-Ghazali adalah yang berasal dari Nabi
saw, sedangkan ghair syar‟iyyah adalah yang dihasilkan oleh akal
seperti ilmu hitung, dihasilkan oleh eksperimen seperti
kedokteran, atau yang dihasilkan oleh pendengaran seperti ilmu
bahasa.
Berkaitan dengan pembagian ilmu dalam Islam seperti di
atas, Oliver Leaman menjelaskan, umat Islam membagi ilmu ke
dalam model seperti itu disebabkan al-Qur`an menjelaskan bahwa
bidang pengetahuan itu ada dua; yang tampak dan yang gaib. Yang
tampak dapat diketahui oleh manusia dan juga merupakan objek
kajian sains, sedangkan alam gaib, meskipun dapat diketahui
dengan cara yang berbeda, merupakan wilayah wahyu. Hal ini dapat
dimengerti mengingat tidak adanya bukti fisik yang bisa diterima
ihwal alam gaib.
Oliver Leaman menjelaskan lebih lanjut, berdasar pada acuan al-
Qur`an inilah maka kemudian ilmu pengetahuan dalam Islam ada
dua jenis: „Ilm yang mengungkap „âlam syahâdah atau alam yang
sudah diakrabi dan terpapar dalam sains alam; dan ma‟rifah yang
mendedahkan „âlam al-ghâ`ib atau alam yang tersembunyi dan
karenanya lebih dari sekadar pengetahuan proposisional
(propositional knowledge). Cara memperoleh pengetahuan jenis
15. Klasifikasi seperti ini penting untuk diterapkan agar
tidak terjadi “kekacauan ilmu”. Ketika agama
diukur oleh akal dan indera (induktif), maka yang
lahir adalah sofisme modern. Sehingga adanya
Ahmadiyah dan aliran-aliran sesat tidak dipahami
sebagai sebuah “kesalahan”, melainkan sebuah
pembenaran bahwa Islam itu warna-warni. Demikian
juga, ketika sains dicari-cari pembenarannya dari
dalil-dalil agama, maka yang lahir kelak pembajakan
dalil-dalil agama. Sehingga langit yang tujuh
dipahami sebagai planet yang jumlahnya
tujuh, seperti pernah dikemukakan oleh sebagian
filosof Muslim di abad pertengahan.
Wal-’Llahu a’lam bis-shawab.