Filsafat berasal dari bahasa Yunani , dalam bahasa Yunani filsafat berasal dari dua kata. Yaitu kata philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi dapat dijelaskan bahwa filsafat adalah cinta atau ketertarikan terhadap suatu pengetahuan.
Filsafat dapat diartikan secara luas sebagai tindakan atau usaha manusia yang didasari ketertarikan dan cinta akan pengetahuan serta kebijakan.
1. ARTIKEL
FALSAFAH KESATUAN ILMU
Dosen Pengampu : Dr. Khoirul Anwar, M.Ag.
Disusun Oleh :
Muhamad Husni Mubarok (2205056063)
PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2022
2. Cabang Filsafat dan Konsep Ilmu Dalam Islam
Filsafat berasal dari bahasa Yunani , dalam bahasa Yunani filsafat berasal dari
dua kata. Yaitu kata philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia
(hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi)1
.
Jadi dapat dijelaskan bahwa filsafat adalah cinta atau ketertarikan terhadap suatu
pengetahuan.
Filsafat dapat diartikan secara luas sebagai tindakan atau usaha manusia yang
didasari ketertarikan dan cinta akan pengetahuan serta kebijakan. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu
pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada,
sebab asal dan hukumnya2
.
Filsafat awalnya muncul pada abad ke-7 SM di Yunani kuno. Seiring
berjalannya waktu filsafat secara cepat berkembang mengikuti perkembangan zaman.
Filsafat pada dasarnya tidak dapat lepas dari yang namanya ilmu pemgetahuan. Filsafat
berperan penting dalam ilmu pengetahuan yakni dengan filsafat kita akan menemukan
pandangan-pandangan baru akan pengetahuan. Dari sinilah muncul bahwa filsafat
adalah suatu bagian dari ilmu pengetahuan yang dapat diartikan juga filsafat itu
kesatuan dari ilmu.
1. Cabang-cabang filsafat
Pada dasarnya filsafat ditujukan untuk mengetahui hakikat sesuatu. Sedangkan
untuk mengetahui hakikat sesuatu harus diperlukannya langkah yang menyeluruh, teliti,
dan meliputi banyak hal. Dalam filsafat kita perlu mengetahui cabang-cabang utamanya
demi mengetahui hakikat sesuatu.
Filsafat dapat diklasifikasikan mempunyai 3 cabang utama, yakni ontologi,
epistimologi, dan aksiologi. Pada zaman sekarang telah muncul cabang-cabang filsafat
selain cabang utama, misal filsafat alam, estetika, etika, logika, dan lain-lain. Cabang-
cabang tersebut bukan lah cabang utama dari filsafat, akan tetapi merupakan suatu
bagian yang didapat dari turunan cabang utama dari filsafat3
.
Cabang utama filsafat yakni ontologi. Ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang
berasal dari kata ontos dan logos. Ontos berarti wujud atau yang ada, sedangkan logos
berarti ilmu, sehingga ontologi dapat didefinisikan sebagai objek kajian ilmu yang
secara ringkas membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya. Objek kajian
ontologi meliputi segala yang ada, baik yang bersifat individu, umum, yang universal,
yang terbatas, yang tidak terbatas, hingga yang mutlak, baik yang tampak secara fisik
(fenomena), atau yang tidak tampak secara fisik (metafisik).
Ontologi membahas mengenai apa yang dapat diketahui oleh manusia. Ontologi
menjadi pembahasan yang utama dalam filsafat, dimana membahas tentang realitas atau
kenyataan. Pada dasarnya ontologi berbicara mengenai teori tentang “ada”, karena
membahas apa yang ingin diketahui dan seberapa jauh keingintahuan tersebut.
Kajian ontologi dikaitkan dengan objek ilmu dalam pandangan Islam, terbagi
menjadi dua yaitu: Pertama, objek ilmu yang bersifat materi, maksudnya adalah objek
ilmu yang dapat didengar, dilihat, dan dirasakan. Contohnya ilmu sains, ilmu eksak,
ilmu politik, sosial, budaya, psikologi, dan lain sebagainya. Kedua, objek ilmu yang
1
Syafrizal Helmi Situmorang Paham Ginting, Filsafat Ilmu Dan Metode Riset, Gastronomía Ecuatoriana y
Turismo Local., vol. 1, 2008.
2
Kamus Besar Bahasa Indonesia
3
Badrul Munir Chair, Falsafah Kesatuan Ilmu, ed. Richa Miskiyya, 1st ed. (Semarang: SeAP (Southeast Asian
Publishing), 2020). hal. 3
3. bersifat non-materi. Berlawanan dengan objek materi, pada non-materi ini tidak bisa
didengar, dilihat, dan dirasakan. Hasil akhir dari objek non-materi ini lebih sebagai
kepuasan spiritual. Contohnya objek yang berbicara tentang ruh, sifat dan wujud
Tuhan4
. Dengan demikian, ontologis sebagai objek kajian ilmu didasarkan untuk
membuktikan dan menelaah bahwa sebuah ilmu pengetahuan itu benar-benar dapat
dibuktikan keberadaannya.
Cabang filsafat yang kedua yaitu epistimologi. Epistemologi berasal dari bahasa
Yunani yaitu episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori.
Epistimologi disebut juga sebagai sumber ilmu, dimana epistimologi adalah cabang
filsafat yang membahas proses memperoleh pengetahuan. Bahasan-bahasan dalam
epistemologi meliputi: pertama, objek pengetahuan; kedua, cara memperoleh
pengetahuan; ketiga, kebenaran pengetahuan atau parameter kebenaran; dan keempat,
tujuan pengetahuan5
.
Posisi epistimologi tentunya sangat penting, karena studi terhadap objek
pengetahuan tidak akan dapat dilakukan tanpa menetapkan sumber-sumber dan alat-alat
yang diakui dan disepakati untuk memperoleh pengetahuan tersebut.
Cabang ketiga filsafat yaitu aksiologi. Aksiologi adalah ilmu tentang fungsi dan
makna ilmu. Aksiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu axia yang berarti nilai, dan
logos yang berarti ilmu. Aksiologi juga dapat didefinisikan suatu cabang filsafat yang
berguna untuk menelaah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia.
Aksiologi terbagi menjadi dua cabang, yaitu etika (filsafat moral) dan estetika
(filsafat keindahan). Filsafat moral berkaitan dengan tingkah laku dan perbuatan
manusia. Sedangakan filsafat keindahan berkaitan dengan kreasi dan apresiasi suatu
keindahan.
Daya kerja dari aksiologi diantaranya yaitu: Pertama, menjaga dan memberi arah
agar proses keilmuan dapat menemukan kebenaran yang hakiki, maka perilaku
keilmuan perlu dilakukan dengan penuh kejujuran dan tidak berorientasi pada
kepentingan langsung. Kedua, dalam pemilihan objek penelaahan dapat dilakukan
secara etis yang tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia,
tidak mencampuri masalah kehidupan dan netral dari nilai-nilai yang bersifat dogmatik,
arogansi kekuasaan dan kepentingan politik. Ketiga, pengembangan pengetahuan
diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat
manusia serta keseimbangan, kelestarian alam lewat pemanfaatan ilmu dan temuan-
temuan universal6
.
Dari tiga cabang utama tersebut, antara cabang satu dengan cabang lainnya
saling berkaitan satu sama lain. Ketiga cabang utama filsafat tersebut juga berguna
untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan yang sering kali muncul. Dimana Setiap jenis
ilmu pengetahuan pastinya memiliki ciri-ciri yang spesifik untuk menjawab apa
(ontologi), bagaimana (epistemologi), dan untuk apa (aksiologi) suatu ilmu pengetahuan
itu disusun. Ketiga aspek dalam berpikir filsafat antara ontologi, epistemologi, dan
aksiologi saling berhubungan satu sama lain.
2. Konsep ilmu dalam Islam
Ilmu dalam perspektif Islam berasal Kata 'ilm dimana dalam bahasa Arab
merupakan masdar dari kata 'alima ('alima-ya'lamu-'ilman). 'Alima berarti mengetahui,
sedangkan 'ilman berarti pengetahuan (al-ma'rifah). Ilmu dapat diartikan sebagai
4
Novi Khomsatun, “Pendidikan Islam Dalam Tinjauan Ontologi, Epistemologi, Dan Aksiologi,”
EDUCREATIVE: Jurnal Pendidikan Kreatif Anak Vol. 4, No (2019): 229–31.
5
Edwards, 1972
6
Muhammad Adib, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014). hal. 82
4. pengetahuan mendalam hasil usaha yang sungguh-sungguh (ijtihād) dari para ilmuwan
dengan bersumber kepada wahyu Allah.
Corak ilmu dalam Islam awalnya diajarkan oleh Rasulullah SAW, yaitu ilmu
yang bercorak tarbiyah ilahiyah atau ilmu pendidikan akan ketuhanan. Pusat ajaran
Islam yang paling utama adalah kepercayaan kepada satu Tuhan yang bersifat
transenden. Yang kemudian berkembang menjadi ilmu tauhid atau ilmu yang
menagajarkan tentang ketuhanan.
Seiring berjalannya waktu ilmu dalam Islam mengalami peningkatan dan
kemajuan serta sesuai kebutuhan masyarakat. Pada masa Khulafaur Rasyidin misalnya,
ilmu-ilmu Islam berkembang dalam bidang qiraah, tafsir dan hadist. Kemudian pada
masa Daulah Abbasiyah I, ilmu fiqih berkembang sangat pesat, dan pada zaman Daulah
Abbasiyah II, ilmu hadits semakin berkembang. Munculnya ilmu-ilmu baru di dalam
Islam pada mulanya dimaksudkan untuk mempermudah dalam memahami ajaran-ajaran
Islam. Ilmu-ilmu ini kemudian dinamakan sebagai ilmu tradisional Islam.
Setelah mengalami pergantian adab ilmu-ilmu tradisonal pun bersinggungan
dengan budaya lain diluar budaya Islam, perkembangan ilmu pun mulai tak
terbendungkan. Agar perkembangan ilmu baru akibat pengaruh dari luar tersebut tetap
relevan dengan masyarakat Islam, pemikir-pemikir Islam zaman klasik berusaha
menyelaraskan semua ilmu dengan azas-azas agama. Ilmu pengetahuan (sains) dengan
agama dianggap bukan sebagai dua hal yang berbeda. Usaha penyelarasan ilmu-ilmu
dengan azas agama, misalnya dilakukan dengan cara mengklasifikasikan ilmu, misalnya
yang dilakukan oleh al-Kindi, al-Farabi, dan al-Ghazali7
.
Dalam Islam berkonsep bahwa segala sesuatu ilmu itu hakikatnya bersumber
dari Allah SWT. Islam juga mempunyai konsep bahwa antara ilmu pengetahuan dan
ilmu agama itu berjalan beriringan dan saling berkaitan. Berbeda dengan konsep ilmu
barat bahwa ilmu pengetahuan itu berjalan sendiri begitu juga dengan ilmu agama.
Konsep ilmu barat juga menganggap bahwa ilmu agama jika diselaraskan berjalan
dengan ilmu pengetahuan akan membawa kemunduran.
Sedangkan konsep ilmu dalam Islam dapat diartikan bahwa ilmu itu asalnya
bersumber pada satu sumber yaitu Allah SWT. Dalam Islam juga tidak boleh
mendikotomikan suatu ilmu, karena semua ilmu itu saling berhubungan dan berkaitan
antara satu dengan yang lainnya tanpa membawa kemunduran satu sama lainnya.
Islam mempunyai perspektif bahwa ilmu adalah suatu media atau alat untuk
mencapai tujuan yang luhur lagi mulia, yaitu untuk mencapai kesadaran tentang yang
Kudus, yang Maha Esa, serta ilmu dapat menyadarkan manusia akan keharusan
mengelola alam, menjalin hubungan antar sesama, menjalin hubungannya dengan
tuhannya, serta bersikap tanggung jawab. Dengan adanya ilmu, manusia diharapkan
agar manusia tidak hanya dekat dengan tuhannya, melainkan dekat juga dengan sesama
manusia, lebih bermanfaat bagi sesama, serta mampu mengelola dan menggunakan
fasilitas serta sumber daya alam yang ada di bumi ini.
Oleh karena itu, dalam Islam mengenal akan istilah wahdatul ulum. Dimana
Islam berprinsip bahwa segala ilmu itu saling berkaitan antar satu sama lain serta
bersumber pada Allah SWT. Sementara itu, ilmu yang selama ini berkembang di Barat
lebih dikenal cenderung mengarah pada sekularisme atau paham yang hanya fokus pada
ilmu pengetahuan saja, sedangkan ilmu agama dianggap membawa kemunduran bagi
ilmu pengetahuan.
Dalam Islam, dikhotomi antara ilmu agama dan ilmu memang harus segera
diakhiri, karena hanya membuat umat Islam semakin tertinggal jauh dari negara-negara
7
Badrul Munir Chair, Falsafah Kesatuan Ilmu, ed. Richa Miskiyya, 1st ed. (Semarang: SeAP (Southeast Asian
Publishing), 2020).
5. maju. Islam dalam mendapatkan ilmu lebih menekankan dengan iman, akal pikiran,
serta kebaikannya akan kemaslahatan terhadap umat atau sesama.
Dengan menghilangkan sifat dikhotomi terhadap antar ilmu, baik ilmu agama
dan ilmu umum, manusia diharapkan tidak saja lebih dekat dengan Tuhannya, akan
tetapi juga lebih dekat dengan sesama, dan lebih bermanfaat dalam kehidupan, serta
menggunakan dan memanfaatkan alam dengan benar sesuai dengan apa semestinya.
Jadi, ilmu dalam Islam merupakan jalan yang dapat mengantarkan seseorang untuk
mengenal dan memahami Allah8
, sehingga ia menjadi hamba sekaligus orang yang
bertanggung jawab dalam membangun peradaban dan manfaat bagi sesama dan bagi
alam.
Kesimpulan
Filsafat mempunyai cabang utama, yaitu ontologi, epistimologi, dan
aksiologi.Dari tiga cabang utama tersebut, antara cabang satu dengan cabang lainnya
saling berkaitan satu sama lain. Ketiga cabang utama filsafat tersebut juga berguna
untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan yang sering kali muncul. Dimana Setiap jenis
ilmu pengetahuan pastinya memiliki ciri-ciri yang spesifik untuk menjawab apa
(ontologi), bagaimana (epistemologi), dan untuk apa (aksiologi) suatu ilmu pengetahuan
itu disusun. Ketiga aspek dalam berpikir filsafat antara ontologi, epistemologi, dan
aksiologi saling berhubungan satu sama lain.
Dalam Islam berkonsep bahwa segala sesuatu ilmu itu hakikatnya bersumber
dari Allah SWT. Islam juga mempunyai konsep bahwa antara ilmu pengetahuan dan
ilmu agama itu berjalan beriringan dan saling berkaitan. Berbeda dengan konsep ilmu
barat bahwa ilmu pengetahuan itu berjalan sendiri begitu juga dengan ilmu agama.
Konsep ilmu barat juga menganggap bahwa ilmu agama jika diselaraskan berjalan
dengan ilmu pengetahuan akan membawa kemunduran.
Daftar Pustaka
Adib, Muhammad. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
Chair, Badrul Munir. Falsafah Kesatuan Ilmu. Edited by Richa Miskiyya. 1st ed. Semarang:
SeAP (Southeast Asian Publishing), 2020.
Khomsatun, Novi. “Pendidikan Islam Dalam Tinjauan Ontologi, Epistemologi, Dan
Aksiologi.” EDUCREATIVE: Jurnal Pendidikan Kreatif Anak Vol. 4, No (2019)
Paham Ginting, Syafrizal Helmi Situmorang. Filsafat Ilmu Dan Metode Riset. Gastronomía
Ecuatoriana y Turismo Local. Vol. 1, 2008.
Tawfiq, Muslim. Al-Hadhdhu ‘ala Al-‘Ilm Fi Al-Islâm. 1st ed. Tripoli: Mansyûrât Jam`iyyat al-
Da`wah al-Islâmiyyah al-‗Âlamiyyah, 1991.
8
Muslim Tawfiq, Al-Hadhdhu ‘ala Al-‘Ilm Fi Al-Islâm, 1st ed. (Tripoli: Mansyûrât Jam`iyyat al- Da`wah al-
Islâmiyyah al-‗Âlamiyyah, 1991). Cet. I, hal. 37