INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2024 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2025-2045
SURAT EDARAN BERSAMA KEMDAGRI DAN BAPPENAS NOMOR: 600.1/ 176/SJ DAN NOMOR: 1 TAHUN 2024 TENTANG PENYELARASAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH DENGAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2025-2045
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
Β
Inmendagri dan SEB Kemdagri-Bappenas 2004
1. INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2024
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2025-2045
SURAT EDARAN BERSAMA KEMDAGRI DAN BAPPENAS
NOMOR: 600.1/ 176/SJ
DAN
NOMOR: 1 TAHUN 2024
TENTANG
PENYELARASAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA
PANJANG DAERAH DENGAN RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2025-2045
2. DAFTAR ISI
I. INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2024 TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG
DAERAH TAHUN 2025-2045
II. SURAT EDARAN BERSAMA NOMOR: 600.1/ 176/SJ DAN NOMOR: 1 Tahun 2024
TENTANG PENYELARASAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG
DAERAH DENGAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL
TAHUN 2025-2045
BUKU I
Kata Sambutan Menteri Dalam Negeri ..................................................................... ii
Kata Sambutan Menteri PPN/Kepala Bappenas ....................................................... iii
Daftar Isi .................................................................................................................... iv
BAGIAN I: TATA CARA PENYELARASAN MUATAN RPJPD DENGAN RPJPN DAN
PENYUSUNAN RPJPD TAHUN 2025-2045 .................................................................. 1
1.1 Pendahuluan ....................................................................................................... 3
1.2 Landasan Hukum ................................................................................................. 4
1.3 Ketentuan Umum ................................................................................................ 5
1.4 Ruang Lingkup Penyelarasan .............................................................................. 5
1.5 Mekanisme Penyelarasan ................................................................................... 8
1.6 Peran Menteri Dalam Negeri dan Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam
Penyelarasan Muatan RPJP Daerah Provinsi dengan RPJP Nasional Tahun
2025-2045 ................................................................................................................. 30
BAGIAN II: PENERJEMAHAN SASARAN VISI DAN 45 INDIKATOR UTAMA
PEMBANGUNAN DI DAERAH .................................................................................... 33
2.1. Penerjemahan 5 (Lima) Sasaran Visi Nasional ke Daerah .................................. 35
2.2. Penerjemahan 45 (Empat Puluh Lima) Indikator Utama Pembangunan
Nasional ke Daerah ................................................................................................... 36
2.3. Metadata 5 (Lima) Indikator Sasaran Visi dan 45 (Empat puluh lima)
Indikator Utama Pembangunan ............................................................................... 43
PENUTUP .................................................................................................................. 122
BUKU II
Daftar Isi .................................................................................................................... 2
Bagian I: Substansi Penyusunan RPJP Daerah Tahun 2025-2045 .............................. 3
1.1 Substansi Penyusunan RPJP Daerah Tahun 2025-2045 ....................................... 4
Bagian II: Sistematika Penulisan RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 β¦β¦β¦β¦..... 5
2.1. Sistematika Penulisan ........................................................................................ 6
2.2. Penentuan Arah Kebijakan Transformasi ........................................................... 14
Bagian III: Arah Kebijakan Transformasi Menurut Provinsi ...................................... 15
Bagian IV: Pedoman bagi Pemerintah Provinsi untuk Mengoordinasikan
Penyusunan RPJPD Kabupaten/Kota Tahun 2025-2045 ........................................... 36
4.1. Pokok-Pokok Pedoman ...................................................................................... 37
4.2. Panduan Penulisan ............................................................................................ 37
3. SALINAN
MENTER! DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
MENTER! DALAM NEGERI,
Menindaklanjuti Pasal 65 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah bahwa salah satu tugas kepala daerah adalah menyusun dan
mengajukan rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD) kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
untuk dibahas bersama DPRD, dan melaksanakan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota Menjadi Undang-Undang yang
mengamanatkan penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah
secara serentak nasional Tahun 2024, serta dalam rangka mendukung terwujudnya
efektivitas, efisiensi, dan sinergitas penyelenggaraan pembangunan nasional dan
pembangunan daerah, diinstruksikan:
Kepada : 1. Gubernur;
Untuk :
KESATU
2. Bupati/Wali Kota;
3. Ketua DPRD Provinsi; dan
4. Ketua DPRD Kabupaten/Kota.
Khusus kepada:
a. Gubernur bersama DPRD Provinsi untuk segera membahas
RPJPD Provinsi Tahun 2025-2045 yang selaras dan
berpedoman pada RPJPN Tahun 2025-2045 dan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi;
b. Bupati/Wali kota bersama DPRD Kabupaten/Kota untuk
segera membahas RPJPD Kabupaten/Kota Tahun 2025-
2045 yang selaras dan berpedoman pada RPJPN Tahun
2025-2045, RPJPD Provinsi Tahun 2025-2045, dan RTRW
Kabupaten/Kota;
c. Penjabat Gubernur Provinsi DOB Papua menyusun RPJPD
Tahun 2025-2045 yang selaras dan berpedoman pada
RPJPN Tahun 2025-2045 dan Rencana Induk Percepatan
Pembangunan Papua (RIPPP) Tahun 2022-2041.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39. οΏ½οΏ½Lr--:'.t c
ItοΏ½ ;;οΏ½t
-.οΏ½,.οΏ½
... '
,..,,....
MENTERI DALAM NEGERI
DAN
MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
Jakarta, 10 Januari 2024
Kepada Yth,
Sdr. 1. Gubernur
SALINAN
2. Ketua DPRD Provinsi
di-
seluruh Indonesia
SURAT EDARAN BERSAMA
NOMOR: 600.1/176/SJ
NOMOR: 1 Tahun 2024
TENTANG
PENYELARASAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH
DENGAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL
TAHUN 2025-2045
Dalam rangka melaksanakan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang
Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, untuk memastikan pencapaian visi, misi dan
arah pembangunan nasional Tahun 2025-2045 sebagaimana termuat dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2025-2045 (selanjutnya
disebut RPJP Nasional Tahun 2025-2045) dilakukan penyelarasan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (selanjutnya disebut sebagai RPJP Daerah)
Provinsi dengan RPJP Nasional Tahun 2025-2045.
Penyelarasan RPJP Daerah Provinsi dengan RPJP Nasional Tahun 2025-2045
bertujuan untuk:
1. Mencapai tujuan pembangunan nasional melalui pencapaian tujuan
pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional.
46. iv
Daftar Isi
Kata Sambutan Menteri Dalam Negeri............................................................ ii
Kata Sambutan Menteri PPN/Kepala Bappenas ............................................. iii
Daftar Isi ...................................................................................................... iv
BAGIAN I: TATA CARA PENYELARASAN MUATAN RPJPD DENGAN RPJPN DAN
PENYUSUNAN RPJPD TAHUN 2025-2045 ....................................................... 1
1.1 Pendahuluan...............................................................................................3
1.2 Landasan Hukum........................................................................................4
1.3 Ketentuan Umum........................................................................................5
1.4 Ruang Lingkup Penyelarasan ......................................................................5
1.5 Mekanisme Penyelarasan ............................................................................8
1.6 Peran Menteri Dalam Negeri dan Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam
Penyelarasan Muatan RPJP Daerah Provinsi dengan RPJP Nasional Tahun
2025-2045 ................................................................................................30
BAGIAN II: PENERJEMAHAN SASARAN VISI DAN 45 INDIKATOR UTAMA
PEMBANGUNAN DI DAERAH ........................................................................ 33
2.1. Penerjemahan 5 (Lima) Sasaran Visi Nasional ke Daerah...........................35
2.2. Penerjemahan 45 (Empat Puluh Lima) Indikator Utama Pembangunan
Nasional ke Daerah ...................................................................................36
2.3. Metadata 5 (Lima) Indikator Sasaran Visi dan 45 (Empat puluh lima)
Indikator Utama Pembangunan................................................................. 43
PENUTUP................................................................................................... 122
47. 1
BAGIAN I: TATA CARA PENYELARASAN RPJPD DENGAN RPJPN DAN
PENYUSUNAN RPJPD TAHUN 2025-2045
49. 3
1.1 Pendahuluan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2025-2045
disusun sebagai panduan dalam mewujudkan tujuan bernegara dan pencapaian
sasaran pembangunan nasional. Meskipun saat ini telah banyak mencapai
kemajuan, Indonesia masih terjebak sebagai negara berpendapatan menengah
(middle income trap) selama 30 (tiga puluh) tahun terakhir, yang diwarnai oleh
tingkat kemiskinan tinggi serta adanya kesenjangan antar wilayah dan antar
kelompok pendapatan. Oleh karena itu, pembangunan dalam 20 (dua puluh) tahun
ke depan harus menggunakan paradigma baru. Reformasi saja tidak cukup,
sehingga Indonesia harus melakukan transformasi secara menyeluruh
berlandaskan kolaborasi seluruh elemen bangsa dalam mendorong kemajuan.
Untuk dapat mencapai transformasi menyeluruh tersebut, kebijakan pembangunan
jangka panjang Indonesia harus bersifat imperatif atau wajib dilakukan, oleh
seluruh pelaku pembangunan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai negara kesatuan,
kebijakan imperatif pada perencanaan jangka panjang baik di tingkat pusat maupun
daerah akan menjamin tercapainya sinergi dan harmoni pembangunan nasional.
Dalam Rancangan Undang-Undang tentang RPJP Nasional Tahun 2025-2045
telah diatur bahwa RPJP Nasional Tahun 2025-2045 bersifat imperatif, wajib
menjadi pedoman, dan diikuti serta dicapai target indikator yang ditetapkan dalam
penyusunan RPJP Daerah Provinsi dan RPJP Daerah Kabupaten/Kota. Sehingga,
Pemerintah Daerah Provinsi dalam menyusun RPJP Daerah Provinsi perlu
menyelaraskan dengan RPJP Nasional Tahun 2025-2045, begitu juga penyusunan
RPJP Daerah Kabupaten/Kota perlu untuk menyelaraskan dengan RPJP Daerah
provinsinya dan dengan RPJP Nasional. Untuk itu, Pemerintah Daerah Provinsi akan
mendapatkan fasilitasi, koordinasi, dan asistensi dari pemerintah pusat untuk
menyelaraskan RPJP Daerah Provinsi dan RPJP Nasional Tahun 2025-2045.
Sementara, fasilitasi, koordinasi, dan asistensi untuk pemerintah kabupaten/kota
dalam rangka menyelaraskan dengan RPJP Daerah Kabupaten/Kota dengan RPJP
Daerah provinsinya dan dengan RPJP Nasional akan dilaksanakan oleh Pemerintah
Daerah Provinsi.
Visi Indonesia Emas 2045 diukur melalui 5 (lima) sasaran visi dan
diwujudkan melalui 8 (delapan) misi (agenda) pembangunan yang terdiri dari 3 (tiga)
transformasi Indonesia, 2 (dua) landasan transformasi, dan 3 (tiga) kerangka
implementasi transformasi. Kedelapan agenda tersebut dilaksanakan melalui 17
(tujuh belas) arah (tujuan) pembangunan yang diukur melalui 45 (empat puluh lima)
indikator utama pembangunan. Adapun angka yang terkandung dalam 8 (delapan)
Misi (Agenda) Pembangunan Nasional, 17 (tujuh belas) Arah (Tujuan) Pembangunan
Nasional, dan 45 (empat puluh lima) Indikator Utama Pembangunan, secara utuh
mencerminkan semangat kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada
tanggal Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang berlandaskan Pancasila.
50. 4
Dalam rangka mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 diperlukan
sinkronisasi dan penyelarasan antara Perencanaan Pembangunan Nasional dan
Perencanaan Pembangunan Daerah. Pembangunan daerah merupakan bagian
integral dari Pembangunan Nasional, sekaligus bagian dari pelaksanaan
Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu, penyelarasan perencanaan pembangunan
jangka panjang menjadi kunci bagi sinergi pembangunan antara pusat dan
daerah. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka perlu disusun suatu
mekanisme dalam rangka penyelarasan muatan RPJP Daerah Tahun 2025-2045
terhadap RPJP Nasional Tahun 2025 -2045.
1.2 Landasan Hukum
Landasan Hukum yang digunakan adalah:
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor
4421);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun
2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor
6856);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik lndonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndonesia Nomor 4664);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses
Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional (Lembaran
Negara Republik lndonesia Tahun 2017 Nomor 105, Tambahan Lembaran
Negara Republik lndonesia Nomor 6056);
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 86 Tahun
2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi
Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah, serta Tata Cara Perubahan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah.
51. 5
1.3 Ketentuan Umum
1. Visi Indonesia Emas 2045 adalah rumusan umum mengenai keadaan
yang diinginkan pada akhir periode Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2025-2045.
2. Misi Pembangunan adalah agenda Pembangunan Nasional yang
merupakan upaya besar yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan Visi
Indonesia Emas 2045.
3. Arah Pembangunan adalah strategi untuk mencapai tujuan
Pembangunan Nasional jangka panjang.
4. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2025β2045 yang
selanjutnya disebut RPJP Nasional Tahun 2025β2045 adalah RPJP
Nasional untuk periode tahun 2025 sampai dengan tahun 2045.
5. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang selanjutnya disebut
RPJP Daerah adalah dokumen perencanaan untuk periode 2025 sampai
dengan tahun 2045.
6. Visi Daerah adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan
pada akhir periode perencanaan pembangunan Daerah.
7. Misi Daerah adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan
dilaksanakan untuk mewujudkan visi.
8. Nusantara adalah sebutan nama bagi seluruh wilayah Kepulauan
Indonesia.
9. Penyelarasan adalah proses sinkronisasi muatan antara dokumen
perencanaan pembangunan nasional dan daerah agar tercapai sinergi
pembangunan dalam pencapaian tujuan nasional secara koheren.
10. Karakteristik wilayah adalah karakter wilayah dari sisi geografis, luas
wilayah, sosial ekonomi.
11. Karakteristik provinsi adalah karakter provinsi dari sisi geografis, luas
provinsi, dan keadaan sosial ekonomi.
12. Indonesia Emas (IE) adalah Arah Pembangunan dalam 20 tahun ke depan
dengan menggunakan paradigma baru.
1.4 Ruang Lingkup Penyelarasan
Sesuai dengan tujuan dan sasaran dari penyusunan Surat Edaran
Bersama ini, maka ruang lingkup penyelarasan yang perlu dilakukan sebagai
berikut:
52. 6
1. Visi;
Visi abadi Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945 adalah menjadi negara yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil, dan makmur. Visi abadi Indonesia diterjemahkan ke
dalam visi RPJP Nasional Tahun 2025-2045 sebagai Negara Nusantara
Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan.
2. 5 (Lima) Sasaran Visi;
Terwujudnya Indonesia sebagai Negara Nusantara Berdaulat, Maju,
dan Berkelanjutan tercermin dalam lima sasaran visi, yaitu: mencapai
pendapatan per kapita setara negara maju, kemiskinan menuju nol
persen dan menurunnya ketimpangan, meningkatnya kepemimpinan dan
pengaruh Indonesia di dunia internasional, meningkatnya daya saing
sumber daya manusia, serta menurunnya intensitas emisi Gas Rumah
Kaca (GRK) menuju net zero emission.
3. 8 (Delapan) Misi Pembangunan;
Untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 ditetapkan 8 (delapan) misi
(agenda) pembangunan, terdiri atas: (i) Transformasi Sosial; (ii)
Transformasi Ekonomi; dan (iii) Transformasi Tata Kelola; yang ditopang
oleh 2 (dua) agenda Landasan Transformasi, yaitu: (iv) Supremasi
Hukum, Stabilitas, dan Kepemimpinan Indonesia; dan (v) Ketahanan
Sosial Budaya dan Ekologi; yang diimplementasikan secara menyeluruh
melalui 3 (tiga) agenda Kerangka Implementasi Transformasi, yaitu: (vi)
Pembangunan Kewilayahan yang Merata dan Berkeadilan; (vii) Sarana
dan Prasarana yang Berkualitas dan Ramah Lingkungan, serta (viii)
Kesinambungan Pembangunan yang telah dituangkan dalam IE 1 hingga
IE 17.
4. 17 (Tujuh Belas) Arah Pembangunan;
Kedelapan misi (agenda) tersebut dilaksanakan melalui 17 (tujuh belas)
arah (tujuan) pembangunan yang bersifat transformatif yang dituangkan
sebagai IE 1 sampai dengan IE 17.
5. 45 (Empat Puluh Lima) Indikator Utama Pembangunan;
Dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045, terdapat 45 (empat puluh
lima) indikator utama pembangunan dalam RPJP Nasional Tahun 2025-
2045 sebagai indikator pengukur keberhasilan dan pencapaian
pembangunan. Namun demikian, untuk mencapai keberhasilan tersebut,
diperlukan koherensi pusat dan daerah termasuk penggunaan 45 (empat
puluh lima) indikator utama pembangunan dalam RPJP Daerah sehingga
Visi Indonesia 2045 dapat dicapai bersama-sama oleh bangsa Indonesia.
53. 7
Selanjutnya, 45 (empat puluh lima) indikator utama pembangunan RPJP
Nasional Tahun 2025-2045 yang diturunkan kepada RPJP Daerah
dijelaskan secara rinci di dalam Bagian 2 Buku I ini.
6. Upaya Transformatif Super Prioritas;
RPJP Nasional Tahun 2025-2045 sebagai pedoman penyusunan RPJPD
memuat upaya transformasi, termasuk 20 (dua puluh) Upaya
Transformatif Super Prioritas (Game Changers) yang memerlukan
perhatian khusus. Secara keseluruhan, upaya transformasi tersebut
telah termuat dalam arah kebijakan Kewilayahan dan Sarana Prasarana
pada Bab V RPJPN 2025-2045.
7. Arah Kebijakan Kewilayahan dan Sarana Prasarana.
Indonesia Emas 2045 salah satunya diwujudkan dengan peningkatan
kesejahteraan rakyat di seluruh wilayah Nusantara, yang ditandai dengan
pengurangan kesenjangan antar kelompok pendapatan dan antar
wilayah. Dalam mewujudkan pembangunan wilayah, faktor pendorong
utama adalah: (i) pembangunan sarana dan prasarana (konektivitas,
ketenagalistrikan, teknologi informasi dan komunikasi, serta sarana dan
prasarana dasar); serta (ii) tata kelola dan kapasitas fiskal pemerintah
daerah (seiring dengan desentralisasi dan otonomi daerah). Dalam
menerapkan kebijakan dan pembangunan wilayah harus memperhatikan
karakteristik wilayah dan tidak dilakukan secara one size fits all, serta
memberikan pemihakan kepada daerah afirmasi.
RPJP Nasional Tahun 2025-2045 telah menjabarkan arah kebijakan
kewilayahan dan sarana prasarana secara spesifik dalam Bab V-
Pembangunan Wilayah dan Sarana Prasarana yang wajib diacu oleh
Daerah Provinsi yang secara rinci tertuang dalam Buku II Lampiran SEB
tentang Sistematika Penulisan RPJPD 2025-2045 dan Arah Kebijakan
Transformasi menurut Provinsi.
Arah Kebijakan Transformasi dalam RPJP Daerah Provinsi terdiri dari
8 Misi (Agenda) Pembangunan, 17 Arah (Tujuan) Pembangunan, serta 45
Indikator Utama Pembangunan. Kebijakan yang spesifik ini merupakan
koridor bagi kesatuan langkah transformasi dalam mencapai tujuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), namun masih memberikan
ruang yang luas untuk menyesuaikan dengan karakteristik dan
pelaksanaan otonomi daerah. Selanjutnya, kebijakan pembangunan yang
menyeluruh, termasuk program dan kegiatan yang non transformatif,
dapat dituangkan dalam penyusunan RPJMN dan RPJMD.
54. 8
1.5 Mekanisme Penyelarasan
1.5.1 Tata Cara Penyelarasan Muatan RPJPD Provinsi dan RPJPN 2025-
2045
Mekanisme penyelarasan merupakan tata cara yang digunakan dalam
pelaksanaan penyelarasan muatan RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045
dengan RPJP Nasional Tahun 2025-2045. Mekanisme penyelarasan
mencakup:
1. Penyelarasan Visi dilakukan dengan:
a) Menyusun Visi RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 dengan
mengacu pada Visi RPJP Nasional Tahun 2025-2045 yang
disesuaikan dengan karakteristik daerah.
b) Visi daerah dianggap selaras apabila setidaknya mengandung kata
βmajuβ dan βberkelanjutanβ, serta disesuaikan dengan 5 (lima)
sasaran visi daerah.
2. Penyelarasan 5 (Lima) Sasaran Visi dilakukan dengan:
a) Menerjemahkan 5 (lima) sasaran Visi RPJP Nasional Tahun 2025-
2045 ke dalam sasaran Visi RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045.
b) Memastikan sasaran visi daerah berjumlah 5 (lima) dengan: (i)
sasaran visi nomor 1, 2, 4, 5 mengacu pada 5 (lima) sasaran visi RPJP
Nasional Tahun 2025-2045; (ii) sasaran visi nomor 3 yaitu
βkepemimpinan dan pengaruh di dunia internasional meningkatβ
dapat disesuaikan/diganti dengan Sasaran Kepemimpinan Daerah
untuk mencapai Visi Daerah-nya, sesuai dengan karakteristiknya
masing-masing.
c) Menurunkan sasaran visi 1, 2, 4, dan 5 ke Provinsi dengan target
yang ditentukan oleh Kementerian PPN/Bappenas, sedangkan
sasaran dan target Visi 3 disesuaikan/diganti dengan indikator yang
mencerminkan Sasaran 3 Provinsi.
d) Menggunakan indikator sasaran visi yang merupakan turunan dari
sasaran visi RPJP Nasional Tahun 2025-2045 dengan merujuk pada
Bagian 2 Tabel 2.1 tentang Penerjemahan 5 (Lima) Sasaran Visi
Nasional ke Daerah.
55. 9
Gambar 1
Alur Penyelarasan Visi dan Sasaran Visi RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045
dengan RPJP Nasional Tahun 2025-2045
Mulai
Dokumen
RPJPN 2025-2045
Dokumen RPJPD
2025-2045
Visi RPJPD
setidaknya memuat
kata βmajuβ dan
βberkelanjutanβ
Visi RPJPN
Visi RPJPD
Perbaikan Visi
Daerah
Menyesuaikan 5
Sasaran Visi Daerah
Tidak
Ya
Sasaran Visi
berjumlah 5
Menyusun indikator
sasaran menggunakan
indikator turunan Visi
RPJPN
Perbaikan Sasaran
Visi RPJPN
Selesai
Tidak
Ya
Sesuai
Tidak
Ya
Perbaikan Sasaran
Visi RPJPD
56. 10
Tabel 1
Penyelarasan Visi RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 dan RPJP Nasional Tahun 2025-2045
Provinsi
No Visi RPJP Nasional Tahun 2025-2045 Visi RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025 β 2045
(1) (2) (3)
Penyelarasan Visi RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 dan RPJP Nasional Tahun 2025-2045 dilakukan dengan:
1. Tuliskan pada kolom (2) Visi Indonesia Emas 2045 yang tertuang dalam Dokumen RPJP Nasional Tahun 2025-2045
2. Tuliskan pada kolom (3) Rancangan Visi Daerah Provinsi yang akan tertuang dalam Dokumen RPJP Daerah Provinsi Tahun
2025-2045
Contoh Tabel Penyelarasan Provinsi A:
No Visi RPJP Nasional Tahun 2025-2045 Visi RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025 β 2045
(1) (2) (3)
1 Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan
Terwujudnya Provinsi halaman depan yang maju,
berkelanjutan, dan harmonis di tengah perairan yang
lestari
57. 11
Tabel 2
Penyelarasan 5 (Lima) Sasaran Visi RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 dan RPJP Nasional Tahun 2025-2045
Provinsi
No
RPJP Nasional Tahun 2025-2045 RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045
Sasaran
Visi
Indikator
Baseline
2025
Target
2045
Sasaran
Visi
Indikator
Baseline
2025
Target
2045
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Penyelarasan 5 (lima) Sasaran Visi RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 dan RPJP Nasional Tahun 2025-2045
dilakukan dengan:
1. Tuliskan pada kolom (2) Sasaran Visi yang tertuang pada Dokumen RPJP Nasional Tahun 2025-2045
2. Tuliskan pada kolom (3) Indikator sasaran visi yang tertuang pada Dokumen RPJP Nasional Tahun 2025-2045
3. Tuliskan pada kolom (4) dan (5) Angka Baseline 2025 dan Sasaran 2045 yang tertuang pada Dokumen RPJP Nasional
Tahun 2025-2045
4. Tuliskan pada kolom (6) Rancangan Sasaran Visi yang akan tertuang dalam Dokumen RPJP Daerah Provinsi Tahun
2025-2045 dengan merujuk pada Lampiran SEB Buku II Bagian III
5. Tuliskan pada kolom (7) Indikator sasaran visi yang akan tertuang dalam Dokumen RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-
2045 dengan merujuk pada Lampiran SEB Buku II Bagian III
6. Tuliskan pada kolom (8) dan (9) Angka Baseline 2025 dan Sasaran 2045 yang akan tertuang dalam Dokumen RPJP
Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 dengan merujuk pada Lampiran SEB Buku II Bagian III
58. 12
Contoh Tabel Penyelarasan Provinsi A:
No
RPJP Nasional Tahun 2025-2045 RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045
Sasaran Visi Indikator
Baseline
2025
Target
2045
Sasaran Visi Indikator
Baseline
2025*
Target
2045*
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1
Pendapatan
per kapita
setara negara
maju
a. GNI Per
Kapita (US$)
5.500
23.000 β
30.300
Peningkatan
Pendapatan per
Kapita
a. PDRB per
kapita (Rp Juta)
b. Kontribusi
PDB
Maritim
(%)
7,6 15,0
b. Indeks Ekonomi
Biru Indonesia
(IBEI)
c. Kontribusi
PDB
Manufaktur
(%)
20,8 28,0
c. Kontribusi PDB
Industri
Pengolahan (%)
2
Kemiskinan
menuju 0%
dan
ketimpangan
berkurang
a. Tingkat
Kemiskinan
(%)
6,0 - 7,0 0,5 - 0,8
Pengentasan
Kemiskinan dan
Ketimpangan
a. Tingkat
Kemiskinan (%)
b. Rasio Gini
(indeks)
0,379 β
0,382
0,377 β
0,320
b. Rasio gini
(Indeks)
c. Kontribusi
PDRB KTI
(%)
21,5
(2022)
28,5
c. Kontribusi PDRB
Provinsi (%)
59. 13
No
RPJP Nasional Tahun 2025-2045 RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045
Sasaran Visi Indikator
Baseline
2025
Target
2045
Sasaran Visi Indikator
Baseline
2025*
Target
2045*
3
Kepemimpinan
dan pengaruh
di dunia
internasional
meningkat
Global Power
Index
(peringkat)
34 (2023) 15 besar
Dapat
disesuaikan/diganti
dengan Sasaran
Kepemimpinan
Daerah untuk
mencapai Visi
Daerah nya, sesuai
dengan
karakteristiknya
masing-masing
disesuaikan/diganti
dengan indikator
yang mencerminkan
Sasaran 3
4
Daya saing
sumber daya
manusia
meningkat
Indeks Modal
Manusia
0,54
(2022)
0,73
Daya saing sumber
daya manusia
meningkat
Indeks Modal
Manusia
5
Intensitas
emisi GRK
menurun
menuju net
zero emission
Penurunan
Intensitas
Emisi GRK
(%)
38,6 93,5
Intensitas emisi
GRK menurun
menuju net zero
emission
Penurunan
intensitas emisi
GRK (%)
60. 14
3. Penyelarasan 8 (Delapan) Misi Pembangunan dilakukan dengan:
Menurunkan 8 (delapan) misi Pembangunan RPJP Nasional Tahun 2025-2045 ke dalam 8 (delapan) misi pembangunan
RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 memuat setidaknya kata kunci sebagai berikut:
(1) Transformasi sosial
(2) Transformasi ekonomi
(3) Transformasi tata kelola
(4) Keamanan daerah tangguh, demokrasi substansial, dan stabilitas ekonomi makro daerah
(5) Ketahanan sosial budaya dan ekologi
(6) Pembangunan kewilayahan yang merata dan berkeadilan
(7) Sarana dan prasarana yang berkualitas dan ramah lingkungan
(8) Kesinambungan pembangunan
Catatan:
a) Misi Pembangunan 1 sampai 8 penekanannya dapat disesuaikan dengan visi dan karakteristik Daerah dengan
tetap menjaga substansi dan jumlah misi sebanyak 8.
b) Misi Pembangunan 6 dan 7 dituangkan dalam kesatuan Kebijakan Pengembangan Wilayah dan Sarana Prasarana
untuk memastikan pengembangan wilayah yang terintegrasi yang didukung oleh Pembangunan Sarana Prasarana.
61. 15
Gambar 2
Alur Penyelarasan Misi RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 dengan RPJP Nasional Tahun 2025-2045
Mulai
Dokumen
RPJPN 2025-2045
Dokumen RPJPD
2025-2045
Misi Daerah
berjumlah 8
Misi RPJPN
Misi RPJPD
Perbaikan Misi
Daerah
Tidak
Ya
Misi daerah harus memuat :
(1) Mewujudkan transformasi sosial
(2) Mewujudkan transformasi ekonomi
(3) Mewujudkan transformasi tata kelola
(4) Memantapkan keamanan daerah tangguh,
demokrasi substansial, dan stabilitas ekonomi
makro daerah
(5) Memantapkan ketahanan sosial budaya dan
ekologi
(6) Mewujudkan pembangunan kewilayahan
(7) Mewujudkan dukungan sarana dan prasarana
yang berkualitas dan ramah lingkungan
(8)Mewujudkan kesinambungan pembangunan
untuk mengawal pencapaian Indonesia Emas Selsesi
Tidak
Sesuai
Ya
62. 16
Tabel 3
Penyelarasan Misi RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 dan RPJP Nasional Tahun 2025-2045
Provinsi
No
RPJP Nasional Tahun 2025-2045 RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025 β 2045
Agenda Misi Misi
(1) (2) (3) (4)
Penyelarasan Misi RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 dan RPJP Nasional Tahun 2025-2045 dilakukan dengan:
1. Tuliskan pada kolom (2) dan (3) Agenda dan Misi yang tertuang dalam Dokumen RPJP Nasional Tahun 2025-2045
2. Tuliskan pada kolom (4) Misi yang tertuang dalam Dokumen RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045.
Contoh Tabel Penyelarasan Provinsi A:
No
RPJP Nasional Tahun 2025-2045 RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025 β 2045
Kelompok
Agenda/Misi
Agenda/Misi
Agenda/Misi
(1) (2) (3) (5)
1
Transformasi
Indonesia
Transformasi Sosial Transformasi Sosial
2 Transformasi Ekonomi Transformasi Ekonomi
3 Transformasi Tata Kelola Transformasi Tata Kelola
4
Landasan
Transfromasi
Supremasi Hukum, Stabilitas, dan
Kepemimpinan Indonesia
Keamanan Daerah Tangguh, Demokrasi Substansial, dan
Stabilitas Ekonomi Makro Daerah
5
Ketahanan Sosial Budaya dan
Ekologi
Ketahanan Sosial Budaya dan Ekologi
63. 17
No
RPJP Nasional Tahun 2025-2045 RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025 β 2045
Kelompok
Agenda/Misi
Agenda/Misi
Agenda/Misi
(1) (2) (3) (5)
6
Kerangka
Implementasi
Transformasi
Pembangunan Kewilayahan yang
Merata dan Berkeadilan
Pembangunan Kewilayahan yang Merata dan Berkeadilan
7
Sarana dan Prasarana yang
Berkualitas dan Ramah
Lingkungan
Sarana dan Prasarana yang Berkualitas dan Ramah
Lingkungan
8 Kesinambungan Pembangunan Kesinambungan Pembangunan
4. Penyelarasan 17 (Tujuh Belas) Arah (Tujuan) Pembangunan dilakukan dengan:
Menerjemahkan 17 (tujuh belas) arah Pembangunan RPJP Nasional Tahun 2025-2045 ke dalam RPJP Daerah Provinsi
Tahun 2025-2045.
Arah pembangunan RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 harus berjumlah 17 (tujuh belas) dengan nomenklatur
yang sama dengan RPJP Nasional 2025-2045 kecuali untuk :
- IE10 yaitu βHukum Berkeadilan, Keamanan Nasional Tangguh, dan Demokrasi Substansialβ dan IE11 yaitu
βStabilitas Ekonomi Makroβ, dapat disesuaikan nomenklaturnya dengan karakteristik Daerah.
- IE12 yaitu βKetangguhan Diplomasi Indonesia di Tingkat Global dan Membangun Kekuatan Pertahanan Berdaya
Gentar Kawasanβ dapat diganti/disesuaikan dengan tema wilayah dan karakteristik Daerah
64. 18
Gambar 3
Alur Penyelarasan 17 Arah (Tujuan) Pembangunan RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 dengan RPJP Nasional Tahun
2025-2045
65. 19
Tabel 4
Penyelarasan 17 Arah (Tujuan) Pembangunan RPJP Daerah Tahun 2025-2045 dengan RPJP Nasional Tahun 2025-2045
Provinsi
No
RPJP Nasional Tahun 2025-2045 RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025 β 2045
Transformasi Arah Pembangunan Transformasi Arah Pembangunan
(1) (2) (3) (4) (5)
Penyelarasan Arah Pembangunan RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 dan RPJP Nasional Tahun 2025-2045
dilakukan dengan:
1. Tuliskan pada kolom (2) dan (3) Transformasi dan 17 Arah (Tujuan) Pembangunan yang tertuang dalam Dokumen RPJP
Nasional Tahun 2025-2045
2. Tuliskan pada kolom (4) dan (5) Transformasi dan 17 Arah (Tujuan) Pembangunan yang akan tertuang dalam Dokumen
RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 dengan merujuk pada Lampiran SEB Buku II Bagian III
Contoh Tabel Penyelarasan Provinsi A:
No
RPJP Nasional Tahun 2025-2045 RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025 β 2045
Transformasi Arah Pembangunan Transformasi Arah Pembangunan
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Sosial IE1. Kesehatan untuk Semua Sosial IE1. Kesehatan untuk Semua
IE2. Pendidikan Berkualitas yang
Merata
IE2. Pendidikan Berkualitas yang
Merata
IE3. Perlindungan Sosial yang
Adaptif
IE3. Perlindungan Sosial yang
Adaptif
66. 20
5. Penyelarasan Upaya Transformatif Super Prioritas merupakan bagian dari penyelarasan Arah Kebijakan Transformasi
Provinsi dalam butir 6 berikut.
6. Penyelarasan Arah Kebijakan Transformasi dalam RPJP Daerah Provinsi dengan Arah Kebijakan Kewilayahan dan
Sarana Prasarana dalam RPJP Nasional dilakukan dengan:
a) Menerjemahkan Bab V RPJP Nasional Tahun 2025-2045 ke dalam Arah Kebijakan Transformasi Provinsi dengan
merujuk pada Lampiran SEB Buku II Bagian III.
b) Arah Kebijakan Transformasi Provinsi dapat disesuaikan dengan kebutuhan, tema wilayah, dan karakteristik
masing-masing daerah provinsi yang memperhatikan tahapan pembangunan dalam RPJP Nasional Tahun 2025-
2045.
67. 21
Gambar 4
Alur Penyelarasan Arah Kebijakan Transformasi dalam RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 dengan RPJP Nasional Tahun
2025-2045
68. 22
Tabel 5
Penyelarasan Arah Kebijakan Transformasi dalam Rancangan RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 dengan RPJP Nasional
Tahun 2025-2045
No
Arah Kebijakan Transformasi Daerah
(dalam Lampiran SEB Buku II Bagian III)
Arah Kebijakan Transformasi Daerah
(dalam Rancangan RPJP Daerah Provinsi)
Transformasi Arah Kebijakan Transformasi Arah Kebijakan
(1) (2) (3) (4) (5)
Penyelarasan Arah Kebijakan Transformasi dalam Rancangan RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 dengan Arah
Kebijakan Kewilayahan dan Sarana Prasarana dalam RPJP Nasional (yang disebut: Arah Kebijakan Transformasi Daerah
pada Lampiran SEB Buku II Bagian III) dilakukan dengan:
1. Tuliskan pada kolom (2) transformasi yang tertuang dalam Lampiran SEB Buku II Bagian III.
2. Tuliskan pada kolom (3) arah kebijakan transformasi daerah pada masing-masing Provinsi yang tertuang dalam Lampiran
SEB Buku II Bagian III.
3. Tuliskan pada kolom (4) transformasi yang akan dituangkan dalam Rancangan RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045
4. Tuliskan pada kolom (5) arah kebijakan transformasi yang akan dituangkan dalam Rancangan RPJP Daerah Provinsi
Tahun 2025-2045, yang sedapat mungkin selaras dengan kolom (3) tetapi dapat disesuaikan dengan kebutuhan
transformasi di daerah untuk mencapai visi dan melaksanakan otonomi daerah.
Catatan:
Penyesuaian arah kebijakan pada kolom (5) yang dimaksud dalam butir 4 dapat berupa:
(i) Penyesuaian arah kebijakan yang tertera pada kolom (3)
(ii) Penambahan arah kebijakan transformatif baru yang belum tertuang dalam kolom (3)
69. 23
Contoh Tabel Penyelarasan Provinsi A:
No
Arah Kebijakan Transformasi Daerah
(Dalam Lampiran SEB Buku II Bagian III)
Arah Kebijakan Transformasi Daerah
(Dalam Rancangan RPJP Daerah Provinsi)
Transformasi Arah Kebijakan Transformasi Arah Kebijakan
(1) (2) (3) (4) (5)
Transformasi Ekonomi Penerapan pertanian organik
dan pengembangan sistem
pertanian regeneratif
Transformasi
Ekonomi
Penerapan pertanian organik dan
pengembangan sistem pertanian
regeneratif
(Ket: Arah Kebijakan yang sudah
sepenuhnya selaras)
Peningkatan sarana dan
prasarana serta kualitas
pelayanan bandar udara
internasional yang dapat
melayani
aksesibilitas/konektivitas
cepat ke/dari kawasan
metropolitan, kawasan
strategis industri, kawasan
strategis pariwisata dan
ekonomi kreatif dan/atau
Daerah afirmasi 3TP
Peningkatan sarana dan prasarana
serta kualitas pelayanan bandar
udara internasional yang dapat
melayani aksesibilitas/konektivitas
cepat ke/dari kawasan
metropolitan, kawasan strategis
industri, kawasan strategis
pariwisata dan ekonomi kreatif
dan/atau Daerah afirmasi 3TP
(Ket: Penyesuaian dapat dilakukan karena
Provinsi tersebut tidak memprioritaskan
kawasan metropolitan dan kawasan
industri strategis)
- Pembangunan jalan lingkar pantai
selatan
(Ket:Tambahan arah kebijakan transformatif
baru sesuai kebutuhan daerah)
β¦ dst
70. 24
7. Penyelarasan 45 (Empat Puluh Lima) Indikator Utama Pembangunan dilakukan dengan:
a) Memastikan jumlah indikator dalam RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 sesuai dengan jumlah 45 (empat
puluh lima) indikator dalam RPJP Nasional Tahun 2025-2045.
b) Memastikan indikator yang digunakan dalam RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 mengacu pada Lampiran
SEB Buku I Bagian II (Tabel 2.2) dengan sasaran masing-masing indikator utama pembangunan dituangkan pada
Buku II Bagian III, yang mencakup indikator nasional yang diturunkan ke tingkat Provinsi dan Indikator Proksi.
Apabila terdapat kebutuhan untuk menambah indikator yang belum tercantum dalam tabel 2.2 terutama untuk
memperkuat pemenuhan transformasi sesuai karakteristik Daerah dan/atau pencapaian Standar Pelayanan
Minimal (SPM), maka dimungkinkan untuk menambahkan indikator dengan total indikator tetap berjumlah 45,
dengan cara berikut:
- sebagai sub-indikator dibawah indikator yang relevan dan/atau,
- sebagai indikator pengganti dari 4 (empat) indikator yang tidak dapat diturunkan ke tingkat Provinsi
71. 25
Gambar 5
Alur Penyelarasan 45 (Empat Puluh Lima) Indikator Utama Pembangunan RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 dengan
RPJP Nasional Tahun 2025-2045
Indikator A yang tidak dapat diturunkan ke Provinsi dapat diganti dengan indikator B yang
sesuai dengan karakteristik daerah Provinsi dan sesuai dengan koridor pemilihan indikator
yang ditetapkan.
Indikator A yang diturunkan
ke Provinsi + Indikator B
yang sebagai proxy A +
Indikator B yang sesuai
dengan karakteristik
Provinsi
72. 26
Tabel 6
Penyelarasan Indikator Utama Pembangunan (45 Indikator)
RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045 dengan RPJP Nasional Tahun 2025-2045
Provinsi
No
Indikator
Utama
Pembangunan
RPJP Nasional Tahun
2025-2045
Indikator
utama
Pembangunan
RPJP Daerah Tahun
Provinsi 2025-2045
Target RPJP Nasional Target RPJP Daerah
Baseline
2025
Target
2045
Baseline
2025
Target
2045
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Penyelarasan Indikator Utama Pembangunan (45 Indikator) dilakukan dengan:
1. Tuliskan pada kolom (2) Indikator utama pembangunan yang tertuang dalam RPJP Nasional Tahun 2025-2045.
2. Tuliskan pada kolom (3) dan (4) Angka Baseline 2025 dan target 2045 yang tertuang dalam RPJP Nasional Tahun 2025-
2045
3. Tuliskan pada kolom (5) Indikator utama pembangunan yang mengacu pada Lampiran SEB Buku II Bagian III dan akan
dituangkan dalam Rancangan RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045
4. Tuliskan pada kolom (6) dan (7) Angka Baseline 2025 dan target 2045 yang akan dituangkan dalam Dokumen RPJP Daerah
Provinsi Tahun 2025-2045 dengan merujuk pada Lampiran SEB Buku II Bagian III
73. 27
Contoh Tabel Penyelarasan Provinsi A
No
Indikator utama
Pembangunan
RPJP Nasional Tahun
2025-2045
Indikator utama
Pembangunan
RPJP Daerah Provinsi
Tahun 2025-2045
Target RPJP Nasional Target RPJP Daerah
Baseline
2025
Target
2045
Baseline
2025
Target
2045
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1
Usia Harapan
Hidup (UHH)
(tahun)
74,4 80,0
Usia Harapan
Hidup (UHH)
(tahun)
75,0 80,2
2
Prevalensi
Stunting pada
balita (%)
13,5 5,0
Prevalensi Stunting
pada balita (%)
7,6 5,0
3
Angka Kematian
Ibu (per 100.000
kelahiran hidup)
115 16
Angka Kematian
Ibu (per 100.000
kelahiran hidup)
52 7
4
Rata β Rata Lama
Sekolah (tahun)
9,46 12,0
Proporsi Penduduk
Berusia 15 Tahun
ke Atas yang
Berkualifikasi
Pendidikan Tinggi
(%)
10,3 20,0
β¦ β¦ dst β¦ β¦
74. 28
1.5.2 Rangkuman Penyelarasan dalam Konteks Karakteristik Daerah
1. Karakteristik Daerah dicerminkan dengan Visi Daerah, Arah Kebijakan dan Sasaran Pokok
2. Dalam penyusunan Visi Daerah, mengacu pada Visi RPJPN dengan koridor sebagaimana ditetapkan dalam
bagian 1.5.1.
3. Arah Kebijakan Provinsi memuat sekurang-kurangnya arah kebijakan yang tercantum lebih rinci dalam Buku
II SEB dan dapat ditambahkan sesuai karakteristik masing-masing Provinsi.
4. Sasaran Pokok memuat 45 Indikator Utama Pembangunan sebagaimana dalam Tabel 2.2 Penerjemahan 45
Indikator Utama Pembangunan yang dapat disesuaikan dan/atau ditambahkan dengan indikator yang
mencerminkan karakteristik Provinsi dan mendukung pencapaian Visi Daerah.
5. Butir 1 hingga 4 dijabarkan dalam Sistematika RPJPD yang tertuang dalam Buku II SEB.
75. 29
Tabel 7
Sasaran Pokok dan Indikator Utama Pembangunan (IUP)
Provinsi A
Agenda/
Misi
Arah
Pembangunan
(IE)
IUP RPJPN IUP RPJPD
Sasaran Pokok
Indikator
Target
Indikator
Target
2025 2045 2025 2045
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Keterangan :
1. Kolom (1) memuat Misi Pembangunan Daerah
2. Kolom (2) memuat Arah Pembangunan Daerah
3. Kolom (3) memuat Indikator Utama Pembangunan Nasional dalam Dokumen RPJPN 2025-2045
4. Kolom (4) dan (5) memuat Angka Baseline 2025 dan target 2045 dalam Dokumen RPJPN 2025-2045
5. Kolom (6) memuat Indikator Utama Pembangunan Daerah yang merupakan penurunan dari nasional serta tambahan
indikator sesuai visi dan karakteristik daerah
6. Kolom (7) dan (8) memuat Angka Baseline 2025 dan target 2045 untuk Indikator Utama Pembangunan Daerah
7. Kolom (9) memuat sasaran pokok daerah yang disesuaikan dengan visi dan karakteristik daerah
76. 30
1.6 Peran Menteri Dalam Negeri dan Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam
Penyelarasan Muatan RPJP Daerah Provinsi dengan RPJP Nasional Tahun
2025-2045
Gambar 6
Peran Menteri Dalam Negeri dan Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam
Fasilitasi, Koordinasi, dan Asistensi Penyusunan RPJP Daerah Provinsi
Evaluasi Raperda Provinsi
tentang RPJP Daerah
Provinsi
Sosialisasi RPJP
Nasional
Fasilitasi Forum Konsultasi Rancangan Awal RPJP Daerah
Menteri Dalam Negeri bersama Menteri PPN/Kepala
Bappenas melakukan fasilitasi penyelarasan Rancangan Awal
RPJPD dan dituangkan dalam rekomendasi Rancangan Awal.
Menteri Dalam
Negeri bersama
Menteri
PPN/Kepala
Bappenas
melaksanakan
sosialisasi
Menteri Dalam Negeri
bersama Menteri
PPN/Kepala Bappenas
melakukan fasilitasi
Evaluasi Rancangan Perda
RPJP Daerah dan
dituangkan dalam Catatan
Bersama
1 2 3
Asistensi Penyelarasan RPJP
Daerah dengan RPJP Nasional
Menteri Dalam Negeri bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas
melakukan asistensi penyelarasan RPJP Daerah dalam bentuk
bimbingan teknis, workshop, atau bentuk lainnya
a
Koordinasi Penyelarasan RPJP
Daerah dengan RPJP Nasional
Menteri Dalam Negeri bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas melakukan koordinasi
penyelarasan RPJP Daerah dalam bentuk surat, rapat, kunjungan, maupun media
komunikasi lainnya dalam mendukung pencapaian keselarasan
b
77. 31
Dalam rangka memastikan keselarasan muatan RPJP Daerah Provinsi
dengan Rancangan Akhir RPJP Nasional Tahun 2025-2045, maka Menteri
Dalam Negeri bersama-sama dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas
melakukan sosialisasi dan fasilitasi terhadap Pemerintah Daerah Provinsi
dalam menyusun RPJP Daerah Provinsi pada tahapan sebagaimana berikut
ini:
1. Sosialisasi RPJP Nasional Tahun 2025-2045.
Menteri Dalam Negeri bersama dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas
melakukan sosialisasi materi RPJP Nasional Tahun 2025-2045, kewajiban
keselarasan muatan antara RPJP Daerah Provinsi dengan RPJP Nasional
Tahun 2025-2045, serta proses dan mekanisme penyelarasan,
penerjemahan 45 (empat puluh lima) indikator, pedoman penyusunan
RPJP Daerah provinsi.
2. Fasilitasi pada Rancangan Awal RPJP Daerah Provinsi.
Menteri Dalam Negeri, melalui Direktur Jenderal Bina Pembangunan
Daerah, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas, melalui Deputi Bidang
Pengembangan Regional, melaksanakan fasilitasi penyelarasan muatan
Rancangan Awal RPJP Daerah Provinsi dengan RPJP Nasional dalam
Forum Konsultasi Rancangan Awal RPJP Daerah provinsi.
Hasil dari forum Konsultasi Rancangan Awal RPJP Daerah Provinsi berupa
masukan dan arahan tertulis terkait penyelarasan muatan Rancangan
Awal RPJP Daerah Provinsi dengan RPJP Nasional Tahun 2025-2045 dari
Menteri PPN/Kepala Bappenas melalui Deputi Bidang Pengembangan
Regional kepada Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Bina
Pembangunan Daerah yang kemudian akan dituangkan dalam Surat
Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Bina Pembangunan
Daerah kepada Pemerintah Daerah Provinsi.
3. Evaluasi Raperda Provinsi tentang RPJP Daerah Provinsi.
Menteri Dalam Negeri, melalui Direktur Jenderal Bina Pembangunan
Daerah, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas, melalui Deputi Bidang
Pengembangan Regional, melaksanakan fasilitasi Evaluasi Rancangan
Peraturan Daerah tentang RPJP Daerah Provinsi.
Hasil dari Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang RPJP Daerah
Provinsi berupa Catatan Bersama yang memuat kesepakatan antara
Menteri PPN/Kepala Bappenas melalui Deputi Bidang Pengembangan
Regional dengan Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Bina
Pembangunan Daerah tentang keselarasan atau ketidakselarasan muatan
RPJP Daerah Provinsi dengan RPJP Nasional Tahun 2025-2045. Apabila
catatan Bersama berupa ketidakselarasan, maka Daerah wajib untuk
menyelaraskan.
78. 32
Dalam pelaksanaan sosialisasi dan fasilitasi keselarasan muatan RPJP
Daerah provinsi dengan Rancangan Akhir RPJP Nasional Tahun 2025-2045,
maka Menteri Dalam Negeri bersama-sama dengan Menteri PPN/Kepala
Bappenas melakukan:
a. Asistensi Penyelarasan Muatan RPJP Daerah Provinsi dengan RPJP
Nasional Tahun 2025-2045.
Menteri Dalam Negeri, melalui Direktur Jenderal Bina Pembangunan
Daerah, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas, melalui Deputi Bidang
Pengembangan Regional melaksanakan Asistensi Penyelarasan Muatan
RPJP Daerah Provinsi dengan RPJP Nasional Tahun 2025-2045. Asistensi
dilaksanakan dalam bentuk bimbingan teknis, workshop, ataupun bentuk
lainnya yang memungkinkan. Asistensi dapat dilaksanakan setelah
sosialisasi RPJP Nasional Tahun 2025-2045 hingga sebelum Evaluasi
Raperda Provinsi tentang RPJP Daerah Provinsi.
b. Koordinasi Penyelarasan Muatan RPJP Daerah Provinsi dengan RPJP
Nasional Tahun 2025-2045.
Menteri Dalam Negeri, melalui Direktur Jenderal Bina Pembangunan
Daerah, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas, melalui Deputi Bidang
Pengembangan Regional melaksanakan koordinasi penyusunan RPJP
Daerah Provinsi selama kurun waktu penyusunan RPJP Daerah Provinsi.
Proses koordinasi dapat dilaksanakan dengan menggunakan mekanisme
komunikasi surat, rapat, kunjungan, maupun media komunikasi lainnya.
Dalam rangka menjamin pelaksanaan fasilitasi, koordinasi, dan asistensi;
Gubernur melalui Kepala Badan yang menangani urusan perencanaan,
mengirimkan jadwal rencana penyusunan RPJP Daerah Provinsi kepada
Menteri Dalam Negeri, melalui Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah,
dan Menteri PPN/Kepala Bappenas, melalui Deputi Bidang Pengembangan
Regional.
Rekomendasi Penyelarasan RPJP Daerah dari Menteri Dalam Negeri dan
Menteri PPN/Kepala Bappenas wajib ditindaklanjuti dan dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah Provinsi.
Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat mengkoordinasikan penyelarasan
RPJP Daerah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya, dengan mempedomani
RPJP Daerah Provinsi dan RPJP Nasional Tahun 2025-2045, sebagaimana
dijelaskan dalam Lampiran SEB Buku II Bagian IV. Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyelarasan RPJP Daerah Kabupaten/Kota dituangkan dalam surat
edaran Gubernur/Pj. Gubernur.
81. 35
2.1. Penerjemahan 5 (Lima) Sasaran Visi Nasional ke Daerah
No
RPJP Nasional Tahun 2025-2045 RPJP Daerah Tahun 2025-2045
Sasaran Visi Sasaran Visi
(1) (2) (3)
1. Peningkatan Pendapatan per Kapita
a. GNI per Kapita (US$) a. PDRB per Kapita (Rp Juta)**
b. Kontribusi PDB maritim (%) b. Indeks Ekonomi Biru Indonesia (IBEI)**
c. Kontribusi PDB Industri Pengolahan (%) c. Kontribusi PDB Industri Pengolahan (%)
2. Pengentasan Kemiskinan dan Ketimpangan
a. Tingkat Kemiskinan (%) a. Tingkat Kemiskinan (%)
b. Rasio Gini b. Rasio Gini
c. Kontribusi PDRB KTI (%) c. Kontribusi PDRB Provinsi (%)*
3.
Kepemimpinan dan Pengaruh di Dunia Internasional Meningkat (dapat disesuaikan/diganti dengan Sasaran
Kepemimpinan Daerah untuk mencapai Visi Daerah-nya, sesuai dengan karakteristiknya masing-masing)
Global Power Index (peringkat)
disesuaikan/diganti dengan indikator yang mencerminkan
Sasaran 3
4. Peningkatan Daya Saing Sumber Daya Manusia
Indeks Modal Manusia Indeks Modal Manusia
5. Penurunan Emisi GRK menuju Net Zero Emission
Penurunan intensitas emisi GRK (%) Penurunan intensitas emisi GRK (%)
Keterangan:
* Kontribusi PDRB Provinsi merupakan kontribusi PDRB Provinsi terhadap Nasional
** Merupakan Indikator proksi
82. 36
2.2. Penerjemahan 45 (Empat Puluh Lima) Indikator Utama Pembangunan Nasional ke Daerah
No
RPJP Nasional Tahun 2025-2045 RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045
Misi /Arah Pembangunan/ Indikator Utama Misi/Arah Pembangunan/ Indikator Utama
(1) (2) (3)
Transformasi Sosial
IE1 Kesehatan untuk Semua Kesehatan untuk Semua
1. Usia Harapan Hidup (UHH) (tahun) 1. Usia Harapan Hidup (UHH) (tahun)
2. Kesehatan Ibu dan Anak: 2. Kesehatan Ibu dan Anak:
a) Angka Kematian Ibu (per 100.000 kelahiran
hidup)
a) Angka Kematian Ibu (per 100.000 kelahiran hidup)
b) Prevalensi Stunting (pendek dan sangat pendek)
pada balita (%)
b) Prevalensi Stunting (pendek dan sangat pendek)
pada balita (%)
3. Insidensi Tuberkulosis (per 100.000 penduduk)
3. Penanganan Tuberkulosis:
a. Cakupan penemuan dan pengobatan kasus
tuberkulosis (treatment coverage) (%)*
b. Angka keberhasilan pengobatan tuberkulosis
(treatment success rate) (%)*
4.
Cakupan kepesertaan jaminan kesehatan nasional
(%)
4. Cakupan kepesertaan jaminan kesehatan nasional (%)
IE2 Pendidikan Berkualitas yang Merata Pendidikan Berkualitas yang Merata
5. Hasil Pembelajaran: 5. Hasil Pembelajaran:
a) Rata-rata Nilai PISA a)Persentase kabupaten/kota yang mencapai standar
kompetensi minimum pada asesmen tingkat nasional
untuk*:
i) Literasi Membaca
ii) Numerasi
b)Persentase satuan pendidikan yang mencapai
standar kompetensi minimum pada asesmen
tingkat nasional untuk*:
a-i Membaca
a-ii Matematika
a-iii Sains
83. 37
No
RPJP Nasional Tahun 2025-2045 RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045
Misi /Arah Pembangunan/ Indikator Utama Misi/Arah Pembangunan/ Indikator Utama
(1) (2) (3)
i) Literasi Membaca
ii) Numerasi
b) Rata-rata lama sekolah penduduk usia di atas
15 tahun (tahun)
c) Rata-Rata lama sekolah penduduk usia di atas 15
tahun (tahun)
c) Harapan Lama Sekolah (tahun) d) Harapan Lama Sekolah (tahun)
6.
Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Tinggi
(%)
6. Proporsi Penduduk Berusia 15 Tahun ke Atas yang
Berkualifikasi Pendidikan Tinggi (%)*
7.
Persentase pekerja lulusan pendidikan menengah
dan tinggi yang bekerja di bidang keahlian
menengah tinggi (%)
7. Persentase Pekerja Lulusan Pendidikan Menengah dan
Tinggi yang Bekerja di Bidang Keahlian Menengah
Tinggi (%)
IE3 Perlindungan Sosial yang Adaptif Perlindungan Sosial yang Adaptif
8. Tingkat Kemiskinan (%) 8. Tingkat Kemiskinan (%)
9.
Cakupan kepesertaan Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan (%)
9. Cakupan Kepesertaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Provinsi (%)
10.
Persentase penyandang disabilitas bekerja di
sektor formal (%)
10. Persentase Penyandang Disabilitas Bekerja di Sektor
Formal (%)
Transformasi Ekonomi Transformasi Ekonomi
IE4 Iptek, Inovasi, dan Produktivitas Ekonomi Iptek, Inovasi, dan Produktivitas Ekonomi
11. Rasio PDB Industri Pengolahan (%) 11. Rasio PDRB Industri Pengolahan (%)
12. Pengembangan Pariwisata: 12. Pengembangan Pariwisata
a) Rasio PDB Pariwisata (%) a) Rasio PDRB Penyediaan Akomodasi Makan dan
Minum (%)*
b) Devisa Pariwisata (miliar USD) b) Jumlah Tamu Wisatawan Mancanegara (Hotel
Berbintang) (Ribu Orang)*
13. Proporsi PDB Ekonomi Kreatif (%) 13. Proporsi PDRB Ekonomi Kreatif (%)
14. Produktivitas UMKM, Koperasi, BUMN 14. Produktivitas UMKM, Koperasi, BUMD
84. 38
No
RPJP Nasional Tahun 2025-2045 RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045
Misi /Arah Pembangunan/ Indikator Utama Misi/Arah Pembangunan/ Indikator Utama
(1) (2) (3)
a) Proporsi Jumlah Usaha Kecil dan Menengah (%) a-i) Proporsi Jumlah Usaha Kecil dan Menengah Non
Pertanian pada Level Provinsi (%)
a-ii)Proporsi Jumlah Industri Kecil dan Menengah
pada Level Provinsi (%)
b) Rasio kewirausahaan (%) b) Rasio Kewirausahaan Daerah (%)
c) Rasio Volume Usaha Koperasi terhadap PDB (%) c) Rasio Volume Usaha Koperasi terhadap PDRB (%)
d) Return on Aset (ROA) BUMN (%) d) Return on Aset (ROA) BUMD (%)*
15. Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 15. Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
16. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan (%) 16. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan (%)
17. Tingkat Penguasaan IPTEK
17. Disesuaikan dengan karakteristik daerah, dalam
rumpun Arah Pembangunan (IE) yang sama
a) Pengeluaran IPTEK dan Inovasi (persen PDB)
b) Peringkat Indeks Inovasi Global (peringkat)
IE5 Penerapan Ekonomi Hijau Penerapan Ekonomi Hijau
18. Tingkat Penerapan Ekonomi Hijau 18. Tingkat Penerapan Ekonomi Hijau
a) Indeks Ekonomi Hijau a) Indeks Ekonomi Hijau Daerah
b) Porsi EBT dalam Bauran Energi Primer (%) b) Porsi EBT dalam Bauran Energi Primer (%)
IE6 Transformasi Digital Transformasi Digital
19.
Indeks Daya Saing Digital di Tingkat Global
(peringkat)
19. Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan
Komunikasi*
1E7 Integrasi Ekonomi Domestik dan Global Integrasi Ekonomi Domestik dan Global
20. Biaya Logistik (% PDB)
20. Koefisien Variasi Harga Antarwilayah Tingkat
Provinsi*
21. Pembentukan Modal Tetap Bruto (% PDB) 21. Pembentukan Modal Tetap Bruto (% PDRB)
22. Ekspor Barang dan Jasa (% PDB)
22. Ekspor Barang dan Jasa (% PDRB)
85. 39
No
RPJP Nasional Tahun 2025-2045 RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045
Misi /Arah Pembangunan/ Indikator Utama Misi/Arah Pembangunan/ Indikator Utama
(1) (2) (3)
IE8
Perkotaan dan Perdesaan sebagai Pusat
Pertumbuhan Ekonomi
Perkotaan dan Perdesaan sebagai Pusat Pertumbuhan
Ekonomi
23. Kota dan Desa Maju, Inklusif, dan Berkelanjutan 23. Kota dan Desa Maju, Inklusif, dan Berkelanjutan
a) Proporsi Kontribusi PDRB Wilayah Metropolitan
terhadap Nasional (%)
a) Proporsi Kontribusi PDRB Wilayah Metropolitan
terhadap Nasional (%)
b) Rumah Tangga dengan Akses
Hunian Layak, Terjangkau dan Berkelanjutan
(%)
b) Rumah Tangga dengan Akses Hunian Layak,
Terjangkau dan Berkelanjutan (%)
c) Persentase Desa Mandiri (%) c) Persentase Desa Mandiri (%)
Transformasi Tata Kelola Transformasi Tata Kelola
IE9
Regulasi dan Tata kelola yang Berintegritas dan
Adaptif
Regulasi dan Tata kelola yang Berintegritas dan
Adaptif
24. Indeks Materi Hukum 24. Indeks Reformasi Hukum*
25. Indeks Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik 25. Indeks Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik
26. Indeks Pelayanan Publik 26. Indeks Pelayanan Publik
27. Anti Korupsi
27. Indeks Integritas Nasional
a) Indeks Integritas Nasional
b) Indeks Persepsi Korupsi
Supremasi Hukum, Stabilitas, dan
Kepemimpinan Indonesia
Keamanan Daerah Tangguh, Demokrasi Substansial,
dan Stabilitas Ekonomi Makro Daerah
IE10
Hukum Berkeadilan, Keamanan Nasional
Tangguh, dan Demokrasi Substansial
Hukum Berkeadilan, Keamanan Nasional Tangguh, dan
Demokrasi Substansial (nomenklatur dapat disesuaikan
dengan karakteristik daerah)
86. 40
No
RPJP Nasional Tahun 2025-2045 RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045
Misi /Arah Pembangunan/ Indikator Utama Misi/Arah Pembangunan/ Indikator Utama
(1) (2) (3)
28. Indeks Pembangunan Hukum
28. Disesuaikan dengan karakteristik daerah, dalam
rumpun Arah Pembangunan (IE) yang sama
29.
Proporsi Penduduk yang Merasa Aman Berjalan
Sendirian di Area Tempat Tinggalnya (%)
29. Proporsi Penduduk yang Merasa Aman Berjalan
Sendirian di Area Tempat Tinggalnya (%)
30. Indeks Demokrasi Indonesia 30. Indeks Demokrasi Indonesia
IE11 Stabilitas Ekonomi Makro
Stabilitas Ekonomi Makro (nomenklatur dapat
disesuaikan dengan karakteristik daerah)
31. Rasio Pajak terhadap PDB (%) 31. Rasio Pajak Daerah terhadap PDRB (%)
32. Tingkat Inflasi (%) 32. Tingkat Inflasi (%)
33. Pendalaman/Intermediasi Sektor Keuangan 33. Pendalaman/Intermediasi Sektor Keuangan
a) Aset Perbankan/PDB (%) a) Total Dana Pihak Ketiga/PDRB (%) *
b) Aset Dana Pensiun/PDB (%) b) Aset Dana Pensiun/PDRB (%)
c) Aset Asuransi/PDB (%)
c) Nilai Transaksi Saham Per Provinsi Berupa Nilai
Rata-rata Tahunan*
d) Kapitalisasi Pasar Modal/PDB (%) d) Total Kredit/PDRB (%)
e) Total Kredit/PDB (%)
34. Inklusi Keuangan (%) 34. Inklusi Keuangan (%)
IE12
Ketangguhan Diplomasi dan Pertahanan
Berdaya Gentar Kawasan
Ketangguhan Diplomasi dan Pertahanan Berdaya
Gentar Kawasan (nomenklatur dapat diganti/disesuaikan
dengan karakteristik daerah dengan tetap serumpun
dengan IE)
35.
Asia Power Index
(Diplomatic Influence)
35. Disesuaikan dengan karakteristik daerah, dalam
rumpun Arah Pembangunan (IE) yang sama
36.
Asia Power Index
(Military Capability)
36. Disesuaikan dengan karakteristik daerah, dalam
rumpun Arah Pembangunan (IE) yang sama
Ketahanan Sosial Budaya dan Ekologi Ketahanan Sosial Budaya dan Ekologi
IE13 Beragama Maslahat dan Berkebudayaan Maju Beragama Maslahat dan Berkebudayaan Maju
87. 41
No
RPJP Nasional Tahun 2025-2045 RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045
Misi /Arah Pembangunan/ Indikator Utama Misi/Arah Pembangunan/ Indikator Utama
(1) (2) (3)
37. Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) 37. Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK)
38. Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) 38. Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB)
IE14
Keluarga Berkualitas, Kesetaraan Gender, dan
Masyarakat Inklusif
Keluarga Berkualitas, Kesetaraan Gender, dan
Masyarakat Inklusif
39. Indeks Pembangunan Kualitas Keluarga 39. Indeks Pembangunan Kualitas Keluarga
40. Indeks Ketimpangan Gender (IKG) 40. Indeks Ketimpangan Gender (IKG)
1E15 Lingkungan Hidup Berkualitas Lingkungan Hidup Berkualitas
41. Indeks Pengelolaan Keanekaragaman Hayati 41. Indeks Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Daerah
42. Kualitas Lingkungan Hidup 42. Kualitas Lingkungan Hidup
a) Indeks Kualitas Lingkungan Hidup a) Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Daerah
b) Rumah Tangga dengan Akses Sanitasi Aman (%) b) Rumah Tangga dengan Akses Sanitasi Aman (%)
c) Timbulan Sampah Terolah di Fasilitas
Pengolahan Sampah (%)
c) Pengelolaan Sampah
- Timbulan Sampah Terolah di Fasilitas
Pengolahan Sampah (%)
- Proporsi Rumah Tangga (RT) dengan Layanan
Penuh Pengumpulan Sampah (% RT)*
IE16
Berketahanan Energi, Air, dan Kemandirian
Pangan
Berketahanan Energi, Air, dan Kemandirian Pangan
43 Ketahanan Energi, Air, dan Pangan 43. Ketahanan Energi, Air, dan Pangan
a. Ketahanan Energi a. Ketahanan Energi
- Indeks Ketahanan Energi
- Konsumsi Listrik per Kapita (kWh)*
- Intensitas Energi Primer (SBM/Rp milyar)*
b. Prevalensi ketidakcukupan pangan (%)
b) Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan
(Prevalence of Undernourishment) (%)
c. Ketahanan Air c) Ketahanan Air
- Kapasitas Tampungan Air (m3/kapita) - Kapasitas Air Baku (m3/detik)*
88. 42
No
RPJP Nasional Tahun 2025-2045 RPJP Daerah Provinsi Tahun 2025-2045
Misi /Arah Pembangunan/ Indikator Utama Misi/Arah Pembangunan/ Indikator Utama
(1) (2) (3)
- Akses Rumah Tangga Perkotaan terhadap Air
Siap Minum Perpipaan (%)
- Akses Rumah Tangga Perkotaan terhadap Air
Siap Minum Perpipaan (%)
IE17
Resiliensi terhadap Bencana dan Perubahan
Iklim
Resiliensi terhadap Bencana dan Perubahan Iklim
44
Proporsi Kerugian Ekonomi Langsung Akibat
Bencana Relatif terhadap PDB (%)
44. Indeks Risiko Bencana (IRB)*
45 Persentase Penurunan Emisi GRK (%) 45. Persentase Penurunan Emisi GRK (%)
a. Kumulatif a. Kumulatif
b. Tahunan b. Tahunan
Keterangan:
*) Merupakan Indikator Proksi
Untuk Daerah Otonom Khusus, penyusunan RPJP Daerah mengacu kepada RPJP Nasional Tahun 2025-2045 dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur terkait kekhususan daerah otonom tersebut yang masih berlaku.
89. 43
2.3. Metadata 5 (Lima) Indikator Sasaran Visi dan 45 (Empat puluh lima)
Indikator Utama Pembangunan dalam RPJPD Provinsi
5 INDIKATOR SASARAN VISI DALAM RPJPD PROVINSI
Peningkatan Pendapatan per Kapita
1. Produk Domestik Regional Bruto per Kapita (Rp Juta)
Nama Indikator Produk Domestik Regional Bruto per Kapita (Rp Juta)
Definisi PDRB per kapita menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per
satu orang penduduk. PDRB per kapita dihitung dengan cara
membagi total PDRB atas dasar harga berlaku dengan jumlah
penduduk pertengahan tahun.
Rumus
Perhitungan
ππ·π π΅ πππ πππππ‘π =
ππ·π π΅!"#$
ππππ’πππ π
Keterangan:
PDRBADHB = PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
populasi = jumlah penduduk regional
t = periode
Interpretasi Peningkatan PDRB per kapita biasanya dianggap sebagai tanda
pertumbuhan ekonomi yang positif dan dapat meningkatkan
standar hidup penduduk. Namun, penting untuk diingat bahwa
PDRB per kapita tidak mencerminkan distribusi pendapatan
yang merata di dalam wilayah tersebut, sehingga tidak
memberikan gambaran lengkap tentang ketidaksetaraan
ekonomi.
Sumber Data Badan Pusat Statistik
Frekuensi Tahunan
90. 44
2. Indeks Ekonomi Biru Indonesia (IBEI)
Nama Indikator Indeks Ekonomi Biru Indonesia (IBEI)
Definisi Indeks Ekonomi Biru Indonesia menghitung kontribusi
sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan terhadap kemajuan
ekonomi biru. Skor indeks akhir berkisar dari nol hingga
seratus dan mengukur kondisi terkini ekonomi biru secara
holistik. IBEI disusun dari beberapa indikator
perekonomian makro, yang dapat mencerminkan
perkembangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan yang
terkait dengan sektor Ekonomi Biru. IBEI juga dapat
digunakan untuk memprediksi kondisi ekonomi biru di
masa depan, sesuai dengan asumsi-asumsi yang
ditentukan.
Rumus
Perhitungan
Indeks ekonomi biru diukur melalui beberapa komponen
utama:
1. Pilar Ekonomi: Terdiri dari tiga subsektor yaitu: (1)
Perikanan tangkap dan budidaya, (2) Manufaktur
berbasis kelautan, (3) Pariwisata berbasis kelautan.
2. Pilar Sosial: Dibangun dari tiga subsektor yaitu: (1)
Ketenagakerjaan, (2) Kesehatan, (3) R&D dan
Pendidikan
3. Pilar Lingkungan: Mencakup dua subsektor yaitu: (1)
Kualitas sumber daya dan konservasi laut dan (2)
Energi terbarukan
Komponen-komponen ini diolah menggunakan multi-
stages PCA untuk menghasilkan skor Indeks Ekonomi Biru
Indonesia, yang berkisar dari 0 hingga 100. Perhitungan
IBEI dilakukan di dua tingkat wilayah, yaitu ditingkat
nasional dan di tingkat provinsi.
Hasil perhitungan PCA terbagi menjadi dua bagian penting,
sebagai berikut:
1. Bobot β Menentukan peran dari masing-masing pilar
dalam pembentukan indeks. Semakin tinggi bobot,
semakin besar pula peran pilar tersebut dalam nilai
index.
2. Skor β Merupakan hasil perkalian antara bobot dengan
kinerja masing-masing indikator. Skor pada tingkat
provinsi menentukan posisi masing-masing provinsi
dalam kuadran IBEI.
91. 45
3. Kontribusi PDRB Industri Pengolahan (%)
Nama Indikator Kontribusi PDRB Industri Pengolahan (%)
Definisi Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang
bersumber dari sektor Industri Pengolahan yang
mencerminkan proporsi nilai tambah sektor industri
pengolahan terhadap PDB.
Metode
Perhitungan
πππππππ π ππ·π π΅ ππππ‘ππ πΌπππ’π π‘ππ πππππππhππ
=
"#$%# &%'(%) *+,&-. /012*&.# 3+04-$%)%0
"#$%# 5678 5.-9#0*#
x 100%
Interpretasi Kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB yang
mencerminkan rasio hasil nilai tambah sektor industri
pengolahan dengan total nilai PDRB . Semakin besar nilai
PDRB yang dihasilkan oleh sektor industri pengolahan,
semakin tinggi proporsinya terhadap Produk Domestik
Regional Bruto per daerah, ceteris paribus.
Sumber Data Badan Pusat Statistik
Frekuensi Triwulanan, Tahunan
Pengentasan Kemiskinan dan Ketimpangan
1. Tingkat Kemiskinan (%)
Nama
Indikator
Tingkat Kemiskinan (%)
Definisi Kemiskinan adalah kondisi seseorang yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan dasar makanan maupun bukan makanan
yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk dikategorikan
miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan
di bawah garis kemiskinan. Sedangkan Garis Kemiskinan (GK)
merupakan akumulasi dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM)
dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM).
Interpretasi Secara umum, IBEI yang tinggi menunjukkan bahwa
suatu wilayah telah berhasil dalam mengelola sumber
daya lautnya dengan baik sehingga menghasilkan
keuntungan ekonomi dan pemberdayaan manusia tanpa
mengesampingkan kelestarian lingkungan hidup.
Sumber Data Kementerian PPN/Bappenas
Frekuensi Setiap tahun
92. 46
Nama
Indikator
Tingkat Kemiskinan (%)
Rumus
Perhitungan
Interpretasi Persentase penduduk miskin merupakan banyaknya penduduk
yang memiliki rata-rata pengeluaran di bawah garis kemiskinan
dibandingkan dengan total populasi penduduk Indonesia.
Tingkat kemiskinan yang tinggi mengindikasikan masalah serius
dalam mencapai kesejahteraan dasar masyarakat.
Sumber
Data
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Frekuensi Dua kali per tahun (Maret dan September)
2. Rasio Gini
Nama
Indikator
Rasio Gini
Definisi Rasio gini merupakan salah satu teknik statistik untuk
mengukur ketimpangan pendapatan. Keistimewaan dari alat
ukur ini adalah dapat ditampilkan secara geometris, sehingga
mempunyai dua aspek sekaligus yaitu aspek visual melalui
kurva yang disebut kurva Lorenz dan aspek matematis.
Rumus
Penghitungan
Rasio Gini = 1 β β (π%
&
%'( β π%)()(π% β π%)()
dimana: π% = Proporsi kumulatif dari penerima pendapatan i
π% = Proporsi kumulatif pengeluaran perkapita i
π = jumlah observasi
Interpretasi Angka rasio gini sebagai ukuran pemerataan mempunyai
selang nilai antara 0 dan 1. Rasio Gini bernilai 0 menunjukan
ketimpangan sebaran yang rendah (pemerataan sempurna).
Sedangkan, nilai 1 menunjukan tingkat ketimpangan sebaran
93. 47
yang tinggi (ketimpangan sempurna). Menurut Todaro (2006),
klasifikasi nilai dari rasio gini adalah sebagai berikut:
1. Nilai rasio gini terletak antara 0,50 β 0,70 menandakan
pemerataan sangat timpang.
2. Nilai rasio gini terletak antara 0,36 β 0,49 menunjukan
ketimpangan sedang.
3. Nilai rasio gini berada pada selang 0,20 β 0,35
menunjukan pemerataan relatif baik.
Secara visual, rasio gini dapat dijelaskan dengan
menggunakan kurva Lorenz, yaitu kurva pengeluaran
kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu variabel
tertentu (misalnya pengeluaran) dengan distribusi seragam
yang mewakili persentase kumulatif penduduk.
Grafik persentase kumulatif penduduk yang diurut dari
termiskin ke terkaya digambar pada sumbu horizontal dan
persentase kumulatif pengeluaran digambar pada sumbu
vertikal. Rasio gini merupakan formula yang menghitung rasio
luas bidang antara garis diagonal (perfect equality) dan kurva
Lorenz. Semakin jauh jarak kurva Lorenz dengan garis
diagonal, maka tingkat ketimpangan semakin tinggi.
Sumber Data Badan Pusat Statistik, Survei Sosial Ekonomi Nasional
Frekuensi Dua kali setahun, bulan Maret dan September setiap
tahunnya.
3. Kontribusi PDRB Provinsi(%)
Nama Indikator Kontribusi PDRB Provinsi (%)
Definisi Kontribusi PDRB Provinsi adalah share PDRB Provinsi
terhadap PDB Nasional.
Rumus
Perhitungan
πΎπππ‘ππππ’π π ππ·π π΅*+,-%&.% =
ππ·π π΅*+,-%&.%
ππ·π΅/0.%,&01
Γ 100%
Interpretasi Sebagai upaya mengukur tingkat pemerataan dan
pengurangan ketimpangan ekonomi antarwilayah yang
saat ini masih didominasi KBI.
Sumber Data Badan Pusat Statistik
Frekuensi Triwulanan
94. 48
Kepemimpinan dan Pengaruh di Dunia Internasional Meningkat
Disesuaikan dengan Visi dan Karakteristik Daerah.
Peningkatan Daya Saing Sumber Daya Manusia
Indeks Modal Manusia
Nama
Indikator
Indeks Modal Manusia
Definisi Indeks Modal Manusia menghitung kontribusi kesehatan dan
pendidikan terhadap produktivitas pekerja. Skor indeks akhir
berkisar dari 0 hingga 1 dan mengukur produktivitas sebagai
pekerja masa depan dari anak yang lahir hari ini relatif
terhadap patokan kesehatan penuh dan pendidikan lengkap.
Indeks Modal Manusia adalah pendekatan yang dilakukan oleh
World Bank (Human Capital Index).
Rumus
Perhitungan
Indeks modal manusia diukur melalui beberapa komponen
utama:
1. Probabilitas bertahan hidup (survival) hingga usia 5
tahun: Probabilitas bahwa seorang anak yang baru lahir
akan bertahan hingga usia 5 tahun. Data dihitung dari
angka kematian balita.
2. Pendidikan: Akses pendidikan diukur melalui harapan
lama sekolah. Kualitas pendidikan diukur melalui
harmonized test scores. Data akses dan kualitas
pendidikan ditransformasikan menjadi pengukuran
Learning-Adjusted Years of Schooling menggunakan
metrik konversi.
3. Kesehatan: Mencakup berbagai indikator kesehatan,
termasuk stunting, yang merupakan kondisi di mana
pertumbuhan anak terhambat karena malnutrisi kronis.
2 proksi yang digunakan adalah (1) adult survival rate
yang didefinisikan sebagai proporsi penduduk usia 15
tahun yang hidup hingga 60 tahun; dan (2) prevalensi
stunting.
Komponen-komponen ini digabungkan untuk menghasilkan
skor Indeks Modal Manusia, yang berkisar dari 0 hingga 1. Skor
ini mengukur produktivitas tenaga kerja di masa depan dari
anak yang dilahirkan saat ini, relatif terhadap patokan
kesehatan penuh dan pendidikan lengkap.
Komponen-komponen tersebut dapat dihitung dengan
pendekatan sebagai berikut:
1. Survival dihitung dari angka kematian balita (SUPAS dan
LF SP)
95. 49
2. Pendidikan: Akses pendidikan tetap diukur melalui
harapan lama sekolah, namun untuk kualitas
pendidikan, harmonized test scores diukur melalui
proksi hasil asesmen pendidikan yang dilaksanakan di
tingkat nasional dan daerah. Data akses dan kualitas
pendidikan ditransformasikan menjadi pengukuran
Learning-Adjusted Years of Schooling menggunakan
metrik konversi.
3. Kesehatan dihitung dari data adult survival rate (SUPAS
dan LF SP) yang diagregasi pada usia 15-60 dan
prevalensi stunting (SSGI dan SKI)
4. Konversi ketiga komponen menjadi Indeks Modal
Manusia dilakukan menggunakan pendekatan yang
dilakukan World Bank.
Catatan: Perlu penjajakan dengan Worldbank, Badan Pusat
Statistik, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, dan pakar statistik
membahas metode perhitungan Indeks Modal Manusia di
tingkat nasional dan daerah.
Interpretasi Secara umum, IMM yang tinggi menunjukkan bahwa suatu
wilayah telah berhasil dalam memberikan akses pendidikan
dan kesehatan yang baik kepada penduduknya, yang pada
gilirannya akan mendukung produktivitas tenaga kerja di masa
depan.
Sumber Data SUPAS, SP, SSGI, SKI, BPS, AN Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Frekuensi SSGI: tahunan
SKI: 5 tahunan
SUPAS dan SP: 10 tahunan Badan Pusat Statistik: tahunan
AN Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi: tahunan
Penurunan Emisi GRK menuju Net Zero Emission
Penurunan Intensitas Emisi GRK (%)
Nama
Indikator
Penurunan intensitas emisi GRK (%)
Definisi Intensitas emisi gas rumah kaca (GRK) adalah perbandingan
antara emisi gas rumah kaca yang terlepas ke atmosfer
terhadap produk domestik regional bruto yang dihasilkan
pada tahun tersebut.
Penurunan intensitas emisi GRK untuk memperlihatkan
96. 50
sinergitas antara upaya penurunan emisi dengan
pertumbuhan ekonomi.
Rumus
Perhitungan
Intensitas emisi GRK (ton CO2e/2010 IDR)
IEt = TEt / PDRBt
IEt = Intensitas emisi GRK pada tahun t (ton CO2e/2010
IDR miliar)
TEt = Total tingkat emisi GRK pada tahun t (ton CO2e)
PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto tahun t (2010 IDR
miliar)
t = titik tahun perhitungan
Penurunan intensitas emisi GRK (%)
%IEt = (IEt - IEBt) / IEBt
%IEt = Persentase intensitas emisi GRK pada tahun t
IEt = Intensitas emisi GRK pada tahun t (ton CO2e/2010
IDR miliar)
IEBt = Intensitas emisi GRK baseline tahun t (ton
CO2e/2010 IDR miliar)
t = titik tahun perhitungan
Interpretasi Persentase penurunan intensitas emisi gas rumah kaca
(GRK)
Sumber Data 1. Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK): Laporan
AKSARA, Kementerian PPN/Bappenas;
2. Produk Domestik Regional Bruto (Harga Konstan 2010):
BPS.
Frekuensi Tahunan
97. 51
45 INDIKATOR UTAMA PEMBANGUNAN DALAM RPJPD PROVINSI
Transformasi Sosial
Kesehatan Untuk Semua
1. Usia Harapan Hidup (UHH) (tahun)
Nama
Indikator
Usia Harapan Hidup (UHH) (tahun)
Definisi Rata-rata jumlah tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi yang
baru lahir pada suatu tahun tertentu.
Rumus
Perhitungan
Idealnya dihitung berdasarkan Angka Kematian Menurut Umur
(Age Specific Death Rate/ASDR) yang datanya diperoleh dari
catatan registrasi kematian secara bertahun-tahun sehingga
dimungkinkan dibuat tabel kematian. Namun, karena catatan
registrasi tidak tersedia dengan baik, maka dihitung dengan
cara tidak langsung dengan paket program Micro Computer
Program for Demographic Analysis (MCPDA) atau Mortpack
Interpretasi Semakin tinggi usia harapan hidup di suatu daerah,
menandakan semakin baik pula derajat kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Ini menunjukkan
adanya perbaikan status kesehatan masyarakat, termasuk
peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan.
Sumber Data Proyeksi dari SUPAS dan SP sebagai proksi/pendekatan
Frekuensi SP: 10 tahunan
SUPAS: 10 tahunan
2. Kesehatan ibu dan anak
2a. Angka Kematian Ibu (per 100.000 kelahiran hidup)
Nama
Indikator
Angka Kematian Ibu (per 100.000 kelahiran hidup)
Definisi Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya perempuan yang
meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan
gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk
kecelakaan, bunuh diri atau kasus insidentil) selama
kehamilan, melahirkan, dan dalam masa nifas (42 hari setelah
melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per
100.000 kelahiran hidup.
Rumus
Perhitungan
Jumlah kematian ibu yang berkaitan dengan kehamilan,
persalinan, dan masa nifas yang tercatat atau hasil estimasi
pada tahun tertentu dibagi jumlah kelahiran hidup pada periode
yang sama dan dikali 100.000.
98. 52
AKI = (JKI/JLH) x 100.000
Keterangan:
AKI : Angka kematian ibu
JKI : Jumlah kematian ibu yang berkaitan dengan kehamilan,
persalinan, dan masa nifas atau estimasi pada waktu
tertentu
JLH : Jumlah kelahiran hidup
Interpretasi Indikator Angka Kematian Ibu (AKI) adalah ukuran yang
digunakan untuk memantau jumlah kematian ibu yang terjadi
sebagai akibat langsung dari komplikasi kehamilan, persalinan,
dan masa nifas. AKI sangat penting karena memberikan
gambaran tentang kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak
di suatu negara atau wilayah.
Angka Kematian Ibu (AKI) yang rendah di suatu wilayah
mencerminkan beberapa hal penting:
1. Kualitas Pelayanan Kesehatan: AKI yang rendah
biasanya mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan
yang baik, termasuk pelayanan kesehatan ibu dan anak,
pelayanan antenatal, persalinan, dan pascapersalinan.
2. Akses Pelayanan Kesehatan: AKI yang rendah juga bisa
mencerminkan akses yang baik ke pelayanan kesehatan.
Ini bisa berarti bahwa fasilitas kesehatan mudah
dijangkau dan terjangkau oleh masyarakat.
3. Pendidikan Kesehatan: AKI yang rendah bisa
mencerminkan tingkat pengetahuan dan kesadaran
masyarakat tentang kesehatan reproduksi dan
pentingnya pelayanan kesehatan selama kehamilan dan
persalinan.
4. Status Gizi: AKI yang rendah juga bisa mencerminkan
status gizi ibu yang baik. Gizi yang baik selama
kehamilan sangat penting untuk mencegah komplikasi
yang bisa mengancam nyawa ibu.
5. Kesadaran Masyarakat: AKI yang rendah juga bisa
mencerminkan tingkat kesadaran masyarakat tentang
pentingnya perawatan kesehatan selama kehamilan dan
persalinan.
Sumber Data Sensus Penduduk (SP) dan Survei Penduduk Antar Sensus
(SUPAS)
Frekuensi Sensus Penduduk (SP): 10 tahunan
Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS): 10 tahunan
99. 53
2b. Prevalensi Stunting (pendek dan sangat pendek) pada balita (%)
Nama
Indikator
Prevalensi Stunting (pendek dan sangat pendek) pada balita (%)
Definisi Stunting (pendek/sangat pendek) adalah kondisi kurang gizi
kronis yang diukur berdasarkan indeks tinggi badan menurut
umur (TB/U) dibandingkan dengan menggunakan standar WHO
tahun 2005. Data tinggi badan pada menjadi analisis untuk
status gizi dan tinggi badan setiap anak balita dikonversikan ke
dalam nilai terstandar (Z-score) menggunakan baku
antropometri anak balita WHO 2005. Klasifikasi berdasarkan
indikator TB/U adalah sebagai berikut standar dari WHO dan
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
1995/MENKES/SK/XII/2010.
a. Sangat pendek: Zscore < -3,0
b. Pendek: Zscore β₯ -3,0 s/d Zscore < -2,0
Rumus
Perhitungan
Cara perhitungan (1)
(1) Jumlah anak balita pendek pada waktu tertentu dibagi
dengan jumlah anak balita pada waktu yang sama dan
dinyatakan dalam satuan persen (%).
Keterangan PAB(5) P
stunting
: Prevalensi anak balita yang
menderita pendek (stunting)
JAB(5 )P stunting : Jumlah anak balita pendek
(stunting) pada waktu tertentu
JAB(5) : Jumlah anak balita pada waktu
yang sama
Cara perhitungan (2)
(2) Jumlah anak balita sangat pendek pada waktu tertentu
dibagi dengan jumlah anak balita pada periode yang sama dan
dinyatakan dalam satuan persen (%).
Keterangan PAB(5)
SP stunting
: Prevalensi anak balita yang
menderita sangat pendek (stunting)
JAB(5) SP stunting : Jumlah anak balita sangat pendek
(stunting) pada waktu tertentu
JAB(5) : Jumlah anak balita pada waktu yang
sama
Cara perhitungan (3)
Prevalensi stunting = PAB(5) P + PAB(5) SP
Interpretasi Prevalensi stunting yang tinggi di suatu wilayah menggambarkan
beberapa masalah serius, termasuk:
1. Kekurangan Gizi: Stunting adalah indikator kekurangan
gizi kronis. Prevalensi stunting yang tinggi menunjukkan
100. 54
bahwa banyak anak di wilayah tersebut menderita
kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama.
2. Akses Pelayanan Kesehatan: Prevalensi stunting yang
tinggi dapat mencerminkan akses yang terbatas ke
pelayanan kesehatan berkualitas, termasuk pelayanan
gizi dan kesehatan ibu dan anak.
3. Kemiskinan: Stunting sering kali terkait dengan
kemiskinan. Keluarga yang miskin mungkin tidak
mampu menyediakan makanan bergizi untuk anak-anak
mereka, yang pada gilirannya dapat menyebabkan
stunting.
4. Pendidikan: Tingkat pendidikan orang tua, khususnya
ibu, juga berpengaruh terhadap prevalensi stunting.
Orang tua yang berpendidikan cenderung lebih
memahami pentingnya gizi dan kesehatan bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak.
5. Faktor Lingkungan: Faktor lingkungan seperti sanitasi
yang buruk dan akses terbatas ke air bersih juga dapat
berkontribusi terhadap prevalensi stunting.
Sumber Data SSGI
Survei Kesehatan Indonesia perlu dieksplor penggunaan data
program Kementerian Kesehatan (E-PPGBM) untuk penyediaan
data tahunan
Frekuensi SSGI: tahunan
Survei Kesehatan Indonesia : 5 tahunan
3. Penanganan Tuberkulosis
3a. Cakupan penemuan dan pengobatan kasus tuberkulosis (treatment
coverage) (%)
Nama
Indikator
Cakupan penemuan dan pengobatan kasus tuberkulosis
(treatment coverage) (%)
Definisi Persentase kasus tuberkulosis yang berhasil ditemukan dan
mendapatkan pengobatan di suatu wilayah dalam periode
tertentu
Rumus
Perhitungan
Cakupan penemuan dan pengobatan kasus tuberkulosis
dihitung berdasarkan jumlah seluruh kasus tuberkulosis yang
berhasil ditemukan dan mendapatkan pengobatan
dibandingkan dengan perkiraan jumlah kasus tuberkulosis
yang ada di suatu wilayah dalam periode tertentu.
Interpretasi Indikator ini adalah ukuran penting dalam penanggulangan
tuberkulosis, karena menunjukkan sejauh mana upaya
penemuan dan pengobatan kasus tuberkulosis berhasil
dilakukan. Indikator ini mencakup dua aspek penting:
101. 55
1. Penemuan Kasus: Ini merujuk pada kemampuan sistem
kesehatan untuk mengidentifikasi dan mendiagnosis
individu yang menderita tuberkulosis.
2. Pengobatan Kasus: Ini merujuk pada kemampuan
sistem kesehatan untuk memberikan pengobatan yang
tepat dan efektif kepada individu yang didiagnosis dengan
tuberkulosis.
Sumber Data Data Program Kementerian Kesehatan
Frekuensi Tahunan
3b. Angka keberhasilan pengobatan tuberkulosis (treatment success rate) (%)
Nama
Indikator
Angka keberhasilan pengobatan tuberkulosis (treatment success
rate) (%)
Definisi Persentase pasien tuberkulosis yang sembuh dan
menyelesaikan pengobatan lengkap
Rumus
Perhitungan
Jumlah pasien tuberkulosis yang sembuh dan menyelesaikan
pengobatan dibandingkan dengan semua kasus tuberkulosis
yang diobati dan dilaporkan.
Interpretasi Ini adalah indikator penting dalam evaluasi pengobatan
tuberkulosis dan merupakan penjumlahan dari angka
kesembuhan dan angka pengobatan lengkap. Angka ini dapat
memberikan gambaran tentang efektivitas program pengobatan
tuberkulosis di suatu wilayah.
Sumber Data Data Program Kementerian Kesehatan
Frekuensi Tahunan
4. Cakupan kepesertaan jaminan kesehatan nasional (JKN) (%)
Nama
Indikator
Cakupan kepesertaan jaminan kesehatan nasional (JKN) (%)
Definisi Indikator ini menyatakan jumlah penduduk yang terdaftar sebagai
kepesertaan jaminan kesehatan nasional (JKN) atau BPJS
Kesehatan di mana bagi fakir miskin dan orang tidak mampu
dibayarkan oleh pemerintah.
Rumus
Perhitungan
Metode perhitungan yang digunakan adalah jumlah peserta
jaminan kesehatan nasional dibagi dengan jumlah penduduk
Indonesia dikali 100%.
102. 56
Interpretasi Cakupan kepesertaan jaminan kesehatan nasional yang tinggi di
suatu wilayah mencerminkan beberapa hal penting:
1. Akses Pelayanan Kesehatan: Cakupan kepesertaan yang
tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di
wilayah tersebut memiliki akses ke pelayanan kesehatan.
2. Kesadaran Masyarakat: Cakupan yang tinggi juga bisa
mencerminkan tingkat kesadaran masyarakat tentang
pentingnya asuransi kesehatan dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan yang berkualitas.
3. Komitmen Pemerintah Daerah: Cakupan yang tinggi juga
bisa mencerminkan komitmen pemerintah daerah dalam
mendaftarkan penduduknya ke dalam program jaminan
kesehatan nasional.
4. Pencapaian Universal Health Coverage (UHC): Cakupan
yang tinggi adalah langkah positif menuju pencapaian
Universal Health Coverage (UHC), yaitu kondisi di mana
semua orang dapat memperoleh layanan kesehatan yang
mereka butuhkan tanpa mengalami kesulitan keuangan.
Sumber Data BPJS
DJSN
Frekuensi Tahunan
Pendidikan Berkualitas yang Merata
5. Hasil Pembelajaran
5a. Persentase kabupaten/kota yang mencapai standar kompetensi minimum
pada asesmen tingkat nasional untuk Literasi membaca dan Numerasi
Nama
Indikator
Persentase kabupaten/kota yang mencapai standar kompetensi
minimum pada asesmen tingkat nasional untuk:
i) Literasi membaca
ii) Numerasi
Definisi Jumlah kabupaten/kota di provinsi X yang memiliki capaian
asesmen tingkat nasional mencapai standar kompetensi
minimum dibagi jumlah kabupaten/kota di provinsi X. Asesmen
Nasional adalah ukuran hasil asesmen peserta didik secara
nasinal untuk aspek literasi membaca dan numerasi yang
diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, dan Teknologi. Asesmen Nasional diikuti oleh seluruh
satuan pendidikan tingkat dasar dan menengah di bawah
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan
Kementerian Agama, termasuk satuan pendidikan kesetaraan.
Pada tiap satuan pendidikan, Asesmen Nasional akan diikuti
oleh sebagian peserta didik kelas V, VIII, dan XI yang dipilih
secara acak oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset,
103. 57
dan Teknologi. Hasil capaian Asesmen Nasional dibagi menjadi
empat kategori, yaitu:
1. Perlu intervensi khusus
2. Dasar
3. Cakap
4. Mahir
Dikategorikan sudah βmencapai kompetensi minimumβ jika
paling sedikit 75% peserta didik pada kabupaten/kota tersebut
memiliki level hasil belajar minimal βcakapβ.
Rumus
Perhitungan %ππππππ‘ πππ. ππΎπ =
β ππππππ‘ πππ. ππΎπ
0
#:;
π
Keterangan:
ππππππ‘ πππ. ππΎπ = Kabupaten/kota yang mencapai standar
kompetensi minimum pada asesmen
tingkat nasional untuk literasi membaca
atau numerasi
π = Jumlah kabupaten/kota
Interpretasi Misal: Persentase kabupaten/kota yang mencapai standar
kompetensi minimum pada asesmen tingkat nasional untuk
literasi membaca tahun 2022 sebesar 11,67%. Artinya, ada
11,67% kabupaten/kota di Indonesia atau sebanyak 60
kabupaten/kota yang telah mencapai standar kompetensi
minimum pada asesmen tingkat nasional untuk literasi
membaca (paling sedikit 75% peserta didik pada
kabupaten/kota tersebut memiliki level hasil belajar minimal
βcakapβ).
Sumber Data Asesmen Nasional, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, dan Teknologi
Frekuensi Tahunan
5b. Persentase satuan pendidikan yang mencapai standar kompetensi
minimum pada asesmen tingkat nasional untuk Literasi membaca dan
Numerasi
Nama
Indikator
Persentase satuan pendidikan yang mencapai standar
kompetensi minimum pada asesmen tingkat nasional untuk:
i) Literasi membaca
ii) Numerasi
Definisi Jumlah satuan pendidikan di provinsi X yang memiliki capaian
asesmen tingkat nasional mencapai standar kompetensi
minimum dibagi jumlah satuan pendidikan di provinsi X.
Asesmen Nasional adalah ukuran hasil asesmen peserta didik
104. 58
secara nasional untuk aspek literasi membaca dan numerasi
yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Asesmen Nasional diikuti oleh seluruh satuan pendidikan
tingkat dasar dan menengah, termasuk satuan pendidikan
kesetaraan. Pada tiap satuan pendidikan, Asesmen Nasional
akan diikuti oleh sebagian peserta didik kelas V, VIII, dan XI
yang dipilih secara acak oleh Kemendikbudristek. Hasil capaian
Asesmen Nasional dibagi menjadi empat kategori, yaitu:
1. Perlu intervensi khusus
2. Dasar
3. Cakap
4. Mahir
Dikategorikan sudah βmencapai kompetensi minimumβ jika
paling sedikit 75% peserta didik pada satuan pendidikan
tersebut memiliki level hasil belajar minimal βcakapβ.
Rumus
Perhitungan %π ππ‘πππ πππ. ππΎπ =
β π ππ‘πππ πππ. ππΎπ
0
#:;
π
Keterangan:
π ππ‘πππ πππ. ππΎπ = Satuan pendidikan yang mencapai
standar kompetensi minimum pada
asesmen tingkat nasional untuk literasi
membaca atau numerasi
π = Jumlah satuan pendidikan
Interpretasi Misal: Persentase satuan pendidikan yang mencapai standar
kompetensi minimum pada asesmen tingkat nasional untuk
literasi membaca tahun 2022 sebesar 29,16%. Artinya, ada
29,16% satuan pendidikan di Indonesia atau sebanyak 83.808
satuan pendidikan yang telah mencapai standar kompetensi
minimum pada asesmen tingkat nasional untuk literasi
membaca (paling sedikit 75% peserta didik pada satuan
pendidikan tersebut memiliki level hasil belajar minimal
βcakapβ).
Sumber Data Asesmen Nasional, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, dan Teknologi
Frekuensi Tahunan
105. 59
5c. Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Usia di Atas 15 Tahun (tahun)
Nama
Indikator
Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Usia di Atas 15 Tahun
(tahun)
Definisi Rerata waktu (dalam satuan tahun) yang ditempuh oleh
penduduk usia 15 tahun ke atas dalam menyelesaikan semua
jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani. Rata-rata Lama
Sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas (RLS 15+) dihitung
dengan cara mengkonversikan ijazah terakhir dan tingkat
pendidikan yang sedang dijalani ke dalam satuan tahun dengan
tidak memperhitungkan adanya kejadian pengulangan kelas.
Ijazah yang dimiliki akan dikonversi ke dalam lama waktu
bersekolah (satuan tahun) berdasarkan ketentuan berikut:
a. Tidak punya ijazah = 0 tahun;
b. SD = 6 tahun;
c. SMP = 9 tahun;
d. SMA = 12 tahun;
e. D1/D2 = 14 tahun;
f. D3 = 15 tahun;
g. D4 = 16 tahun;
h. S1 = 17 tahun;
i. S2 = 19 tahun;
j. S3 = 22 tahun.
Konversi ijazah ke menjadi lamanya waktu bersekolah
memenuhi perhitungan berikut ini:
a. Tidak pernah sekolah = 0 tahun;
2. Masih sekolah di SD sampai dengan S1= konversi ijazah
terakhir + kelas terakhir β 1;
3. Masih sekolah di S2/S3 = konversi ijazah terakhir + 1;
4. Tidak bersekolah lagi dan tamat kelas terakhir = konversi
ijazah terakhir;
5. Tidak bersekolah lagi dan tidak tamat di kelas terakhir =
konversi ijazah terakhir + kelas terakhir β1
Rumus
Perhitungan π ππ‘π β πππ‘π πΏπππ ππππππβ 15+ =
1
π!"#
4 π₯$
%!"#
$&!
Keterangan:
π(23 = Jumlah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas
π₯% = Lama sekolah penduduk ke- π
Interpretasi Misal: RLS 15+ Indonesia tahun 2022 = 9,08 tahun, artinya
secara rata-rata, penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun ke
atas telah menempuh pendidikan selama 9,08 tahun atau telah
menamatkan kelas IX.
Sumber Data Susenas, Badan Pusat Statistik
Frekuensi Tahunan (hasil survei bulan Maret di setiap tahunnya)
106. 60
5d. Harapan Lama Sekolah
Nama
Indikator
Harapan Lama Sekolah
Definisi Lamanya waktu bersekolah yang diharapkan dapat dirasakan
oleh anak-anak usia tertentu pada jenjang pendidikan usia
tersebut di masa mendatang.
Rumus
Perhitungan π»ππππππ πΏπππ ππππππβ = πΉπΎ ;
πΈ#
&
π#
&
0
#:<
Keterangan:
πΉπΎ = Faktor koreksi pesantren
πΈ%
4
= Jumlah penduduk usia π yang berkolah pada tahun π‘
π%
4
= Jumlah penduduk usia π pada tahun π‘
π = Usia (7, 8, ..., π)
Interpretasi Angka HLS menunjukkan peluang anak usia 7 tahun ke atas
untuk menempuh pendidikan formal pada waktu tertentu.
Misal: HLS Indonesia pada tahun 2022 sebesar 13,10 tahun.
Artinya, secara rata-rata anak usia 7 tahun yang masuk jenjang
pendidikan formal pada tahun 2022 memiliki peluang untuk
bersekolah selama 13,10 tahun atau setara dengan Diploma I.
Sumber Data Susenas, Badan Pusat Statistik
Frekuensi Tahunan (hasil survei bulan Maret di setiap tahunnya)
6. Proporsi Penduduk Berusia 15 Tahun ke Atas yang Berkualifikasi
Pendidikan Tinggi (%)
Nama Indikator Proporsi Penduduk Berusia 15 Tahun ke Atas yang
Berkualifikasi Pendidikan Tinggi (%)
Definisi β’ Proporsi penduduk berusia 15 Tahun ke atas yang
berkualifikasi pendidikan tinggi adalah untuk memantau
jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas yang berhasil
menyelesaikan pendidikan hingga ke jenjang perguruan
tinggi.
β’ Nilai tertinggi dari indikator ini mencapai 100% (seluruh
penduduk berusia 15 tahun ke atas di provinsi tersebut
sudah menyelesaikan pendidikan tinggi).
β’ Jenjang pendidikan tinggi mencakup:
o Diploma I-IV
o S1
o S2
107. 61
o S2 Terapan
o S3
Rumus
Perhitungan
Proporsi penduduk
berusia 15 Tahun ke
atas yang
berkualifikasi
pendidikan tinggi
=
Jumlah penduduk 15 tahun ke atas, yang
lulus/berijazah pendidikan tinggi di
Provinsi X X 100%
Jumlah penduduk 15 tahun ke atas di
Provinsi X
Interpretasi β’ Positif
β’ Tingginya proporsi penduduk Berusia 15 Tahun ke atas
yang berkualifikasi pendidikan tinggi menggambarkan
kualitas penduduk dari segi pendidikan semakin baik.
Sumber Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan Pusat
Statistik (BPS)
Frekuensi Tahunan
7. Persentase Pekerja Lulusan Pendidikan Menengah dan Tinggi yang Bekerja
di Bidang Keahlian Menengah Tinggi (%)
Nama Indikator Persentase Pekerja Lulusan Pendidikan Menengah dan Tinggi
yang Bekerja di Bidang Keahlian Menengah Tinggi (%)
Definisi β’ Pekerja lulusan pendidikan menengah dan tinggi
merupakan penduduk usia 15 tahun ke atas lulusan
pendidikan menengah atau pendidikan tinggi.
Tingkat Pendidikan
Rendah
Tingkat Pendidikan
Menengah
Tingkat Pendidikan
Tinggi
β’ Tidak/belum
tamat SD
β’ SD/MI/SDLB/
Paket A
β’ SMP/MTs/
SMPLB/Paket B
β’ SMA/MA/SMLB/
Paket C
β’ SMK
β’ MAK
β’ Diploma I/II/III
β’ Diploma IV
β’ S1
β’ S2
β’ S2 Terapan
β’ S3
β’ Bidang keahlian menengah (semi-skilled) adalah bidang
kerja yang membutuhkan pekerja yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan dengan tingkat
kompleksitas sedang untuk menyelesaikan tugas yang
umumnya bersifat rutin dan tidak membutuhkan
kemampuan mental tinggi.
108. 62
β’ Bidang keahlian tinggi (skilled) adalah bidang kerja yang
membutuhkan pekerja dengan pengetahuan dan
keterampilan komprehensif atas pekerjaan yang
dilakukannya sehingga mampu menyelesaikan tugas yang
sifatnya kompleks dan membutuhkan kemampuan mental
tinggi.
β’ Indikator ini diperoleh dengan membagi jumlah penduduk
15 tahun ke atas yang lulus pendidikan menengah atau
pendidikan tinggi, dan sedang bekerja pada bidang
keahlian menengah atau tinggi dengan jumlah penduduk
15 tahun ke atas yang lulus pendidikan menengah atau
pendidikan tinggi, dan sedang bekerja pada bidang
keahlian rendah atau menengah atau tinggi.
Rumus
Perhitungan
Persentase pekerja
lulusan pendidikan
menengah dan tinggi
yang bekerja di bidang
keahlian menengah
tinggi (Provinsi X)
=
Jumlah penduduk 15 tahun ke atas, yang
lulus pendidikan menengah atau pendidikan
tinggi, dan sedang bekerja pada bidang
keahlian menengah atau tinggi, pada tahun
T di Provinsi X
X 100%
Jumlah penduduk 15 tahun ke atas, yang
lulus pendidikan menengah atau pendidikan
tinggi, dan sedang bekerja pada tahun T di
Provinsi X
Interpretasi β’ Positif
β’ Meningkatnya persentase pekerja lulusan pendidikan
menengah dan tinggi yang bekerja di bidang keahlian
menengah dan tinggi menggambarkan peningkatan link
and match tenaga kerja antara dunia pendidikan (supply)
dan lapangan kerja (demand) dengan klasifikasi keahlian
yang sesuai dengan tingkat pendidikan.
Sumber Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) oleh Badan Pusat
Statistik (BPS)
Frekuensi Dua kali per tahun (Februari dan Agustus), namun yang
digunakan adalah publikasi Agustus.
Perlindungan Sosial yang Adaptif
8. Tingkat Kemiskinan (%)
Nama
Indikator
Tingkat Kemiskinan (%)
Definisi Kemiskinan adalah kondisi seseorang yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan dasar makanan maupun bukan makanan
yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk dikategorikan miskin
jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah
109. 63
garis kemiskinan. Sedangkan Garis Kemiskinan (GK) merupakan
akumulasi dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis
Kemiskinan Non Makanan (GKNM).
Rumus
Perhitungan
Interpretasi Persentase penduduk miskin merupakan banyaknya penduduk
yang memiliki rata-rata pengeluaran di bawah garis kemiskinan
dibandingkan dengan total populasi penduduk regional.
Sumber Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Frekuensi Dua kali per tahun (Maret dan September)
9. Cakupan Kepesertaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (%)
Nama Indikator Cakupan Kepesertaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
(%)
Definisi Cakupan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan adalah
proksi yang digunakan untuk mengukur perlindungan
jaminan sosial nasional bagi pekerja di Indonesia. Definisinya
adalah jumlah pekerja yang memiliki Program Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK) dan Program Jaminan Kematian
(JKM) BPJS Ketenagakerjaan terhadap semesta penduduk
bekerja.
Rumus
Penghitungan
πΆπππ’πππ π½πππ ππ πππππ
=
π½π’πππβ πππ πππ‘π π΅ππ½π πΎππ‘ππππππππππππ
π½π’πππβ π ππππ π‘π πππππ’ππ’π πππππππ
Γ 100%
Dimana:
πππ πππ‘π= Pekerja Penerima Upah (PPU), Jasa Konstruksi, dan
Pekerja Bukan Penerima Upah
πππππ π‘π πππππ’ππ’π πππππππ = Penduduk Bekerja yang berusia
15-65 tahun
110. 64
Interpretasi Semakin tinggi Cakupan Kepesertaan Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan menunjukkan tingkat perlindungan
jaminan sosial ketenagakerjaan yang semakin tinggi.
Jaminan sosial ini mencakup perlindungan terhadap risiko-
risiko seperti kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan
kematian. Manfaat yang diperoleh peserta maupun keluarga
meliputi santunan tunai, fasilitasi pengembalian ke pasar
kerja, dan beasiswa bagi anak.
Sumber Data BPJS Ketenagakerjaan dan BPS, Susenas.
Frekuensi Setiap bulan dan survei dua kali setahun, bulan Maret dan
September setiap tahunnya.
10. Persentase Penyandang Disabilitas Bekerja di Sektor Formal (%)
Nama Indikator
Persentase Penyandang Disabilitas Bekerja di Sektor
Formal (%)
Definisi Pekerja penyandang disabilitas adalah penduduk
penyandang disabilitas berusia 15 tahun ke atas yang bekerja
dan mengalami satu atau lebih hambatan diantaranya:
gangguan dalam penglihatan, pendengaran, mobilitas,
menggunakan atau menggerakan jari atau tangan, gangguan
berbicara atau memahami atau berkomunikasi dengan orang
lain, gangguan mengingat, berkonsentrasi, dan gangguan
emosional dengan tingkat keparahan rendah, sedang, sampai
parah. Penyandang disabilitas yang bekerja di sektor formal
adalah penyandang disabilitas yang bekerja pada status
pekerjaan berusaha dibantu buruh tetap atau buruh dibayar
(status pekerjaan 3) dan buruh/karyawan/pegawai (status
pekerjaan 4). Persentase penyandang disabilitas bekerja di
sektor formal adalah proporsi penyandang disabilitas yang
bekerja di sektor formal (status pekerjaan 3 dan 4) terhadap
total penyandang disabilitas pada angkatan kerja.
Penyandang disabilitas yang dihitung dalam indikator ini
adalah penyandang disabilitas kategori sedang dan berat.
Rumus
Perhitungan
111. 65
Interpretasi Persentase penyandang disabilitas bekerja di sektor formal
merupakan proporsi penyandang disabilitas yang bekerja
pada status pekerjaan berusaha dibantu buruh tetap atau
buruh dibayar dan bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai
terhadap total angkatan kerja penyandang disabilitas.
Penyandang disabilitas yang bekerja di sektor formal
mendapatkan jobs security, penghasilan yang stabil, serta
cakupan perlindungan sosial yang lebih baik untuk
mendapatkan kehidupan yang layak dibandingkan mereka
yang bekerja di sektor informal.
Sumber Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
112. 66
Transformasi Ekonomi
Iptek, Inovasi, dan Produktivitas Ekonomi
11. Kontribusi PDRB Industri Pengolahan (%)
Nama Indikator Kontribusi PDRB Industri Pengolahan (%)
Definisi Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang
bersumber dari sektor Industri Pengolahan yang
mencerminkan proporsi nilai tambah sektor industri
pengolahan terhadap PDB.
Metode
Perhitungan
πππππππ π ππ·π π΅ ππππ‘ππ πΌπππ’π π‘ππ πππππππhππ
=
"#$%# &%'(%) *+,&-. /012*&.# 3+04-$%)%0
"#$%# 5678 5.-9#0*#
x 100%
Interpretasi Kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB yang
mencerminkan rasio hasil nilai tambah sektor industri
pengolahan dengan total nilai PDRB . Semakin besar nilai
PDRB yang dihasilkan oleh sektor industri pengolahan,
semakin tinggi proporsinya terhadap Produk Domestik
Regional Bruto per daerah, ceteris paribus.
Sumber Data Badan Pusat Statistik
Frekuensi Triwulanan, Tahunan
12. Pengembangan Pariwisata
12a. Rasio PDRB Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum (%)
Nama Indikator Rasio PDRB Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum (%)
Definisi Proporsi PDRB Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum
adalah persen bagian PDB regional yang dikontribusikan oleh
aktivitas terkait pariwisata meliputi:
1. Penyediaan Akomodasi bagi Wisatawan, dan
2. Penyediaan Jasa Makan dan Minum.
Metode
Perhitungan
π ππ ππ ππ·π B Penyediaan Akmamin =
"#$%# &%'(%) *+,-+.#%%, /0'%'#,
"#$%# *123 *456#,7#
x 100%
Interpretasi Semakin besar nilai PDB yang dihasilkan oleh aktivitas terkait
pariwisata, semakin tinggi proporsinya terhadap PDB regional,
ceteris paribus. Ke depan, perlu ada pemutakhiran dari
aktivitas-aktivitas yang terkait pariwisata.
Sumber Data Badan Pusat Statistik Daerah, Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif
Frekuensi Tahunan