SlideShare a Scribd company logo
BAB 1 
PENDAHULUAN 
1.1 Latar Belakang 
Sains dan teknologi telah menuntun manusia menuju peradaban yang lebih 
maju dan merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan masyarakat. Pada era 
globalisasi seperti sekarang ini, penguasaan sains dan teknologi merupakan 
indikator signifikan dalam percepatan pertumbuhan pembangunan suatu bangsa. 
Upaya mengejar ketertinggalan sains dan teknologi bangsa-bangsa yang sedang 
membangun terhadap bangsa-bangsa yang sudah maju bukanlah suatu hal yang 
mudah karena kondisinya dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya masyarakat setempat. 
Sains merupakan bagian dari himpunan informasi yang termasuk dalam 
pengetahuan alamiah, dan berisikan informasi yang memberikan gambaran tentang 
struktur dari suatu sistem serta penjelasan tentang pola laku sistem tersebut. Sistem 
yang dimaksud dapat berupa sistem alami maupun sistem yang merupakan rekaan 
pemikiran manusia mengenai pola laku hubungan dalam tatanan kehidupan 
bermasyarakat. 
Sains sebagai proses ilmiah, menurut Ritchie Calder, (1955 : 37), dimulai 
ketika manusia mengamati sesuatu. Pengamatan tersebut disebabkan oleh adanya 
kontak langsung antara manusia dengan dunia empiris yang menimbulkan berbagai 
macam permasalahan. Jadi proses berpikir manusia dilakukan ketika manusia 
menemukan masalah dan karena masalah itu berasal dari dunia empiris maka proses 
berpikir itu di arahkan pada pengamatan obyek yang bersangkutan dengan dunia 
empiris pula 
Kita dapat mempelajari sains dari alam semesta yang dimulai dengan 
bertanya kepada alam atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang alam. Dari 
pertanyaan itulah kemudian muncul sebuah hipotesis yang akan diajukan secara 
empiris sehingga dari pengujian empiris tersebut diperoleh informasi yang valid dan 
dapat dipercaya. 
Sains dan hasilnya dapat dirasakan dalam semua aspek kehidupan manusia. 
Untuk itu sains harus menjadi bagian internal dari sistem pendidikan nasional 
supaya para siswa menjadi warga negara dan masyarakat yang sadar akan 
pentingnya sains di era masa kini.
1.2 Rumusan Masalah 
Dari uraian latar belakang diatas yang menjadi permasalahan adalah : 
bagaimana peranan bebas nilai dalam ilmu sains dan bagaimana tanggung jawab 
sains. 
1.3 Tujuan 
Aadapun tujuan dari penulisan ini adalah : 
1. Untuk mengetahui deskripsi/pengertian sains bebas nilai, teori bebas nilai, dan 
ilmu antara bebas atau terikat nilai 
2. Untuk mengetahui tanggung jawab dan peranan sains dalam kehidupan.
BAB II 
ISI 
2.1 Deskripsi Bebas Nilai Dalam Sains 
Sains bebas nilai, objektif dan diolah melalui pengamatan 
berkesinambungan, terus menerus, dan disempurnakan. Hadir dari filsafat 
positivisme yang mengangungkan pendekatan material dan harus terukur secara 
inderawi (melalui metodologi keilmuan tentunya). Sains, didalamnya melahirkan 
kebenaran-kebenaran dan uji-uji hipotesis dari masa ke masa dengan segala latar 
belakangnya menimbulkan kebanggaan dan keberdayaan manusia dengan produk 
teknologinya. Meski kita sadari juga, pada akhirnya seluruh proses kreatifitas 
manusia dan kemampuan berpikir manusia untuk mengelola alam semesta dengan 
segala pernak-perniknya selalu melahirkan penemuan-penemuan baru yang kian 
lama kian shophisticated, kian canggih. 
Dalam pemabahasan mengenal hal ini kami menemukan 2 persepsi yang 
berbeda. Ada yang mengatakan bahwa sains itu bebas nilai, tidak ada sangkut 
pautnya dengan keyakinan apalagi agama. Namun ada pula yang mengatakan 
bahwa sains itu tidak bebas nilai dengan alasan landasan perkataaan Enstein yang 
mengeluarkan kata terkenal : “Sains tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu 
pincang” atau Stephen Hawking berkata :”saya membaca pikiran-pikiran Tuhan”. 
Titik tengah dari pendapat tersebut adalah seperti pada uraian berikut. 
Pembuktian teori-teori sains yang dikembangkan dilandasi pencarian kebenaran, 
bukan pembenaran nafsu manusiawi. Secara sederhana, sering dikatakan bahwa 
dalam sains kesalahan adalah lumrah karena keterbatasan daya analisis manusiawi, 
tetapi kebohongan adalah bencana. 
Perkembangan ilmu pengetahuan dalam sejarahnya tidak selalu melalui 
logika penemuan yang didasarkan pada metodologi objektivisme yang ketat. 
Setiap buah pikiran manusia harus kembali pada aspek ontologi, epistimologi, dan 
aksiologi. Hal ini sangat penting bahwa setelah tahap ontologi dan epistimologi 
suatu ilmu dituntut pertanyaan yaitu tentang nilai kegunaan ilmu (aksiologi). Dari 
sudut epistemologi, sains (ilmu pengetahuan) terbagi dua, yaitu sains formal dan 
sains empirikal. Sains formal berada di pikiran kita yang berupa kontemplasi 
dengan menggunakan simbol, merupakan implikasi-implikasi logis yang tidak
berkesudahan. Sains formal netral karena berada di dalam pikiran kita dan diatur 
oleh hukum-hukum logika. Adapun sains empirical tidak netral. Sains empirikal 
merupakan wujud kongkret jagad raya ini, isinya ialah jalinan-jalinan sebab akibat. 
Sains empirikal tidak netral karena dibangun oleh pakar berdasarkan paradigma 
yang menjadi pijakannya, dan pijakannya itu merupakan hasil penginderaan 
terhadap jagad raya. Pijakan ilmuwan tersebut tentulah nilai. Tetapi sebaliknya 
pada dasar ontologi dan aksiologi bahwa ilmuwan harus menilai antara yang baik 
dan buruk pada suatu objek, yang hakikatnya mengharuskan dia menentukan sikap. 
Objek ilmu memiliki nilai intrinsik sementara di luar itu terdapat nilai-nilai 
lain yang mempengaruhinya. Objek tidak dapat menghindari nilai dari luar dirinya 
karena tidak akan dikenal sebagai ilmu pengetahuan apabila hanya berdiri sendiri 
dan sibuk dengan nilainya sendiri. Dengan kata lain ilmu bukan hanya untuk 
kepentingan ilmu sendiri tetapi ilmu juga untuk kepentingan lainnya, sehingga tidak 
dapat diabaikan kalau ilmu terikat dengan lainnya seperti nilai. Paradigmalah yang 
menentukan jenis eksperimen dilakukan para ilmuwan, jenis-jenis pertanyaan yang 
mereka ajukan, dan masalah yang mereka anggap penting dan manfaatnya. 
Ketidaknetralan ilmu disebabkan karena ilmuwan berhubungan dengan realitas 
bukan sebagai sesuatu yang telah ada tanpa interpretasi, melainkan dibangun oleh 
skema konseptual, ideologi, permainan bahasa, ataupun paradigma. 
Di samping itu ilmu yang bebas nilai juga akan berimplikasi lepasnya 
secara otomatis tanggung jawab sosial para ilmuwan terhadap masalah negatif yang 
timbul, karena disibukkan dengan kegiatan keilmuan yang diyakini sebagai bebas 
nilai alias tak bisa diganggu gugat. Jika ilmuwan berlepas terhadap persoalan 
negatif yang ditimbulkannya, maka secara ilmiah mereka dianggap benar. Hal yang 
sangat menggelikan. Seharusnya ilmuwan menerima kebenaran yang didapat dalam 
penyelidikan ilmu dengan kritis. Setiap pendapat yang dikemukakan diuji 
kebenarannya, itulah yang membawa kemajuan ilmu. Kelanggengannya dapat 
diganti dengan penemuan yang baru. Kemudian di mana letak kenetralan ilmu? 
Dalam perkembangan ilmu sering digunakan metode trial and error, dan sering 
menimbulkan permasalahan eksistensi ilmu ketika eksperimentasi ternyata 
seringkali menimbulkan fatal error sehingga tuntutan nilai sangat dibutuhkan 
sebagai acuan moral bagi pengembangannya. Dalam konteks ini, eksistensi nilai
dapat diwujudkan dalam visi, misi, keputusan, pedoman perilaku, dan kebijakan 
moral. 
Dapat disimpulkan bahwa ilmu dapat netral hanya pada aspek sains formal 
sedangkan pada sains empirik, ontology, dan aksiologi sains tidak bisa netral. 
Objek ilmu, subjek ilmu, dan pengguna ilmu saling berkaitan. Ilmu dibangun oleh 
interpretasi ilmuwan yang didasari paradigma dan nilai diluar objek ilmu. 
Hukum konservasi massa dan energi yang secara keliru sering disebut 
sebagai hukum kekekalan massa dan energi sering dikira bertentangan dengan 
prinsip tauhid. Padahal itu hukum agama yang dirumuskan manusia, bahwa massa 
dan energi tidak bisa diciptakan dari ketiadaan dan tidak bisa dimusnahkan. Alam 
hanya bisa mengalihkannya menjadi wujud yang lain. Hanya Tuhan yang kuasa 
menciptakan dan memusnahkan. 
Demikian juga tetap sains yang berlandaskan agama yang menghasilkan 
teknologi kloning, rekayasa biologi yang memungkinkan binatang atau manusia 
memperoleh keturunan yang benar-benar identik dengan sumber gennya. Teori 
evolusi dalam konteks tinjauan aslinya dalam sains, juga agamis bila didukung 
bukti saintifik. Semua prosesnya mengikuti sunnah agama, yang tanpa kekuasaan 
Tuhan semuanya tak mungkin terwujud. 
Dalam sains, rujukan yang digunakan semestinya dapat diterima semua 
orang, tanpa memandang sistem nilai yang dianutnya. Dalam hal ini sistem nilai 
yang tidak mungkin dilepaskan. Memang tidak akan tampak dalam makalah 
ilmiahnya, tetapi sistem nilai yang dianut seorang saintis kadang tercermin dalam 
pemaparan yang bersifat populer atau semi-ilmiah. 
Karena objektivitasnya pada pandangan indrawi dan harus teruji, maka 
sains mendekati dari kacamata agama (Islam) menjadi susah. Islam tidak bebas 
nilai. Islam berbicara pada sudut-sudut yang tidak dimiliki oleh ilmu 
(pengetahuan). Karena itu pula, Jamaluddin menulis dalam artikel yang 
dikomentari Joesath : “tidak ada sains islam yang ada adalah saintis islam dan 
bukan saintis islam”. 
Salah satu alasan pandangan sains yang tidak bebas nilai yaitu ketika 
mempelajari sains, manusia tetap saja punya keinginan-keinginan untuk 
menyimpulkan sesuatu atas dasar cara pandangnya. Ketika Eistein mengeluarkan
kata yang terkenal : “Sains tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu pincang” atau 
Stephen Hawking berkata :”saya membaca pikiran-pikiran Tuhan”, sangat jelas 
bahwa persepsi pengetahuan dan kemampuan memahami fenomena alam 
melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak bebas nilai. 
Sains juga ditelaah dengan segala kemajuannya semakin (menurut agor) 
semakin juga terjerembab pada pertanyaan-pertanyaan yang semakin tidak ada 
jawabnya jika diolah dari pengetahuan inderawi, terukur, dan objektif. Karena, 
semakin di dalami, semakin tampak bahwa penelitian-penelitian yang terjadi, 
indikator-indikator yang terjadi mengarah pada substansi yang tak tertangkap oleh 
inderawi. Paling minimal, indikasi makin mengetahui menjadi semakin tidak 
mengetahui. Misalnya saja, ketika bicara alam, muncul pemikiran alam paralel, 
materi gelap, ketiadaan materi dalam teori dawai. Wujud menjadi sesuatu yang 
pseudo. 
Jawaban-jawaban kemudian sangat tampak subjektif atas objektif yang 
diamati atau diteorikan. Jadi, semakin tampak bahwa sains harus (baca : kemudian) 
semakin subjektif dan tidak bebas nilai. Kesulitan sains mempertahankan posisi 
untuk bebas nilai semakin sulit karena fakta indera menangkap begitu banyak 
masalah-masalah di luar dimensi-dimensi fisik yang terukur pada bidang-bidang 
fisika, kimia, biologi, astronomi tampaknya semakin menekan ilmuwan untuk 
melihat dan harus melihat tidak hanya pada realitas objektif, tapi juga realitas relatif 
terhadap spirit atau metafisik. 
2.2. Teori Tentang Nilai 
Perkembangan yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan 
sebuah polemik baru karena kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa 
kita sebut sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis 
pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai atau yang lebih dikenal sebagai 
value baound. Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas pengetahuan dan 
pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai? 
Bagi ilmuwan yang menganut faham bebas nilai kemajuan perkembangan 
ilmu pengetahuan akan lebih cepat terjadi. Karena ketiadaan hambatan dalam 
melakukan penelitian. Baik dalam memilih objek penelitian, cara yang digunakan 
maupun penggunaan produk penelitian.
Sedangkan bagi ilmuwan penganut faham nilai terikat, perkembangan 
pengetahuan akan terjadi sebaliknya. karena dibatasinya objek penelitian, cara, dan 
penggunaan oleh nilai. 
Kendati demikian paham pengetahuan yang disandarkan pada teori bebas 
nilai ternyata melahirkan sebuah permasalahan baru. Dari yang tadinya 
menciptakan pengetahuan sebagai sarana membantu manusia, ternyata kemudian 
penemuannya tersebut justru menambah masalah bagi manusia. Meminjam istilah 
carl Gustav Jung “bukan lagi Goethe yang melahirkan Faust melainkan Faust-lah 
yang melahirkan Goethe”. 
2.3 Ilmu, Antara Bebas Atau Terikat Nilai 
Perkembangan ilmu pengetahuan dalam sejarahnya tidak selalu melalui 
logika penemuan yang didasarkan pada metodologi objektivisme yang ketat. Ide 
baru bisa saja muncul berupa kilatan intuisi atau refleksi religius, di mana netralitas 
ilmu pengetahuan kemudian rentan permasalahan di luar objeknya. Yaitu terikat 
dengan nilai subjektifitasnya seperti hal yang berbau mitologi. Dengan demikian 
netralitas ilmu semakin dipertanyakan. 
Setiap buah pikiran manusia harus kembali pada aspek ontologi, 
epistimologi, dan aksiologi. Hal ini sangat penting bahwa setelah tahap ontologi 
dan epistimologi suatu ilmu dituntut pertanyaan yaitu tentang nilai kegunaan ilmu 
(aksiologi). Dari sudut epistemologi, sains (ilmu pengetahuan) terbagi dua, yaitu 
sains formal dan sains empirikal. Sains formal berada di pikiran kita yang berupa 
kontemplasi dengan menggunakan simbol, merupakan implikasi-implikasi logis 
yang tidak berkesudahan. Sains formal netral karena berada di dalam pikiran kita 
dan diatur oleh hukum-hukum logika. Adapun sains empirical tidak netral. Sains 
empirikal merupakan wujud kongkret jagad raya ini, isinya ialah jalinan-jalinan 
sebab akibat. Sains empirikal tidak netral karena dibangun oleh pakar berdasarkan 
paradigma yang menjadi pijakannya, dan pijakannya itu merupakan hasil 
penginderaan terhadap jagad raya. Pijakan ilmuwan tersebut tentulah nilai. Tetapi 
sebaliknya pada dasar ontologi dan aksiologi bahwa ilmuwan harus menilai antara 
yang baik dan buruk pada suatu objek, yang hakikatnya mengharuskan dia 
menentukan sikap.
Objek ilmu memiliki nilai intrinsik sementara di luar itu terdapat nilai-nilai 
lain yang mempengaruhinya. Objek tidak dapat menghindari nilai dari luar dirinya 
karena tidak akan dikenal sebagai ilmu pengetahuan apabila hanya berdiri sendiri 
dan sibuk dengan nilainya sendiri. Dengan kata lain ilmu bukan hanya untuk 
kepentingan ilmu sendiri tetapi ilmu juga untuk kepentingan lainnya, sehingga tidak 
dapat diabaikan kalau ilmu terikat dengan lainnya seperti nilai. Paradigmalah yang 
menentukan jenis eksperimen dilakukan para ilmuwan, jenis-jenis pertanyaan yang 
mereka ajukan, dan masalah yang mereka anggap penting dan manfaatnya. 
Ketidaknetralan ilmu disebabkan karena ilmuwan berhubungan dengan realitas 
bukan sebagai sesuatu yang telah ada tanpa interpretasi, melainkan dibangun oleh 
skema konseptual, ideologi, permainan bahasa, ataupun paradigma. 
Di samping itu ilmu yang bebas nilai juga akan berimplikasi lepasnya 
secara otomatis tanggungjawab sosial para ilmuwan terhadap masalah negatif yang 
timbul, karena disibukkan dengan kegiatan keilmuan yang diyakini sebagai bebas 
nilai alias tak bisa diganggu gugat. Jika ilmuwan berlepas terhadap persoalan 
negatif yang ditimbulkannya, maka secara ilmiah mereka dianggap benar. Hal yang 
sangat menggelikan. Seharusnya ilmuwan menerima kebenaran yang didapat dalam 
penyelidikan ilmu dengan kritis. Setiap pendapat yang dikemukakan diuji 
kebenarannya, itulah yang membawa kemajuan ilmu. Kelanggengannya dapat 
diganti dengan penemuan yang baru. Kemudian di mana letak kenetralan ilmu? 
Dalam perkembangan ilmu sering digunakan metode trial and error, dan 
sering menimbulkan permasalahan eksistensi ilmu ketika eksperimentasi ternyata 
seringkali menimbulkan fatal error sehingga tuntutan nilai sangat dibutuhkan 
sebagai acuan moral bagi pengembangannya. Dalam konteks ini, eksistensi nilai 
dapat diwujudkan dalam visi, misi, keputusan, pedoman perilaku, dan kebijakan 
moral. 
Berbeda dengan ilmu yang bebas nilai, ilmu yang tidak bebas nilai atau 
terikat nilai (valuebond) memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai dan 
harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai. Pengembangan ilmu 
yang terikat nilai jelas tidak mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai, lepas dari 
kepentingan-kepentingan baik politis, ekonomis, sosial, religius, ekologis dsb.
2.4 Hakikat dan Tanggung Jawab Pendidikan Sains 
Sains dari aspek dan epistemologi, didefinisikan sebagai “Suatu deretan 
konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain, dan yang tumbuh 
sebagai hasil eksperimentasi dan observasi, serta berguna untuk diamati dan 
dieksprementasikan lebih lanjut”. Sebagai disiplin ilmu, sains diidentikkan dengan 
IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) yang terediri atas physical sciences dan life sciences. 
Termasuk physical sciences adalah ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi, 
mineralogi, meteorologi, dan fisika. Sedangkan life sciences meliputi biologi, 
zoologi, dan fisiologi. Hal ini sejalan dengan pendefinisian yang diberikan dalam 
Encyclopaedia of Knowledge, 1993, dimana Sains / IPA didefinisikan sebagai 
pengembangan dan sistematisasi dari ilmu pengetahuan positif yang berkaitan 
dengan alam semesta. Perkembangan IPA ditunjukkan tidak hanya oleh kumpulan 
fakta saja, melainkan juga oleh timbulnya metode ilmiah (scientific method) dan 
sikap ilmiah (scientific attitude). 
A.N. Whitehead menyatakan bahwa sains dibentuk karena pertemuan dua 
orde pengalaman, yaitu orde observasi yang dididasarkan pada hasil observasi 
terhadap gejala/fakta alam, dan orde konsepsional yang didasarkan pada konsep 
manusia mengenai alam semesta. Dengan demikian, Sains berupaya 
membangkitkan minat manusia agar mau menigkatkan kecerdasan dan pemahaman 
tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tidak habis-habisnya, yang 
pada akhirnya akan memperdekat rentang jarak antara sains dengan teknologi 
sebagai terapannya. Pendidikan Sains tentunya berbeda dengan sains itu sendiri, 
tetapi memiliki hubungan yang sangat erat. Bila Sains ditujukan untuk 
mengembangkan Sains itu sendiri, tetapi pendidikan sains ditujukan agar manusia 
mengerti dan mengembangkan atau mengembangkan aplikasi dari sains. Lain 
halnya dengan para saintis (ilmuwan), para praktisi dalam pendidikan sains dituntut 
harus memperhatikan aspek-aspek psikologis, sosial dan kultural. 
Pendidikan sains seringkali disamakan dengan pengajaran sains, namun 
pendidikan sains dapat dibedakan lebih jauh dari pengajaran sains. Dalam 
pengajaran sains, para siswa terutama dilatih untuk memahami hubungan antar (dan 
peran masing-masing) peubah dalam gejala dan peristiwa alam, serta kondisi yang 
perlu bagi terjadi atau tidak terjadinya gejala itu melalui mekanisme tertentu.
Sementara itu, pendidikan sains lebih ditujukan memberikan kearifan, menanamkan 
rasa tanggung jawab dan mendewasakan pertimbangan serta sikap moral etis. 
Dengan demikian, pendidikan sains lebih menitik beratkan pada pada aspek afektif, 
dan pengajaran sains lebih terfokus pada segi-segi kognitif dan psikomotorik. 
Dalam kaitannya dengan disiplin ilmu, sains (dan matematika) dapat 
dinyatakan memiliki daerah bersama (irisan) dengan ilmu-ilmu lain dimana, sains 
itu sendiri merupakan disiplin pokok yang berkaitan erat dengannya. Pendidikan 
sains tidak dapat terlepas dari psikologi, pedagogi, epistemologi, sosiologi, 
antropologi, bahasa dan lain-lain. Keterkaitan erat antara Sains dengan didiplin 
ilmu lainnya dalam Pendidikan Sains, berimplikasi pada pengembangannya sebagai 
disiplin ilmu yang relatif masih berkembang ini. Dimensi Pendidikan Sains, dengan 
sendirinya, sekurang-kurangnya mengandung unsur atau nilai sosial budaya, etika 
moral dan agama. 
2.5 Pendidik Dan Pengajar Sains 
Dalam masyarakat industri modern sekarang ini, dibutuhkan sosok para 
pendidik yang menguasai sains dan teknologi dan sekaligus sosok personifikasi 
moral dan keyakinan agama. Dia adalah gabungan ciri-ciri seorang profesioanl, 
saintis, ulama dan mungkin pula seniman. Perubahan pandangan yang dirasa 
penting dari setiap pendidik sains dewasa ini adalah agar para pendidik berusaha 
mengetahui hal-hal yang dibutuhkan peserta didik untuk dipelajari, agar setelah 
berlangsungnya proses pembelajaran betu betul dirasakan manfaatnya bagi peserta 
didik tersebut. Hal ini tidaklah berarti bahwa struktur keilmuan sains tidak 
diperhatikan sama sekali, akan tetapi perlu dilakukan penelaahan dan pemilihan 
kedalaman pembahasan konsep- konsep yang tercantum dalam kurikulum. Untuk 
itu, para pendidik sains harus mampu melihat jauh ke depan dalam merancang 
program pengajaran agar dapat memenuhi tuntutan masa depan. Apabila 
peningkatan kualitas pembelajaran sains hendak dijadikan sebagai prioritas, maka 
kualitas tenaga pendidik menjadi faktor penentu bagi berlangsungnya upaya 
tersebut.
BAB III 
PENUTUP 
3.1 Kesimpulan 
1. Kemajuan pembangunan suatu bangsa merupakan interaksi beberapa faktor. 
Penguasaan sains dan teknologi merupakan keharusan, tetapi yang lebih urgen 
adalah pembentukan tata nilai budaya masyarkat itu sendiri. 
2. Peningkatan SDM dalam pemanfaatan sains, teknologi, dan seni haruslah di 
dasari dengan sikap tanggung jawab dan moral yang tinggi supaya dapat 
menetralkan pengaruh negatif dan meningkatkan pengaruh positif dari dampak 
sains, teknologi dan seni itu sendiri. Dengan cara mengkolaborasikan antara 
yang empiris dengan nilai-nilai keagamaan. 
3.2. Saran 
Sebaiknya umat manusia tidak hanya mendalami pengetahuannya tentang 
sains, dan teknologi saja, tetapi juga harus mendalami nilai-nilai religius, 
keagamaan untuk menetralisir pengaruh buruk dari sains, teknologi, untuk 
mendapatkan kesejahteraan hidup yang lebih baik lagi. Sebab tanpa memperhatikan 
tatanan nilai-nilai, perkembangan sains akan berbelok ke arah yang tidak 
diinginkan yang menyebab terjadinya berbagai penyimpangan.
BAB IV 
DAFTAR PUSTAKA 
Anonim. NETRALITAS SAINS : Perbedaan Cara Pandang Saintis dan Pakar Filsafat 
Ilmu dimuat dalam “Radar Bandung”, Ramadhan 1424, 10 & 11 November 
2003. 
Ahmad Rifa’i. ILMU, Antara Bebas atau Terikat Nilai. Diambil dari 
“http://www.inilahjalanku.com/fisika_dan_kimia”Diakses pada tanggal 25 
Oktober 2013. 
Djohar. 1996. Reformasi Pendidikan Sains. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains. 
No. 1-2/ I. FPMIPA IKIP Yogyakarta. Yogyakarta 
Poedjiadi, Anna. 1994. Pembaharuan Pandangan dalam Pendidikan Sains. Mimbar 
Pendidikan. No. 4/XIII. IKIP Bandung. 
Sukarno, dkk. 1981. Dasar-dasar Pendidikan Sains. Bhratara Karya Aksara. Jakarta 
Sumaji,dkk. 1998. Pendidikan Sains Yang Humanitis. Penerbit Kanisius. Jakarta.
TUGAS 
STRUKTUR ALJABAR 
“GROUP PERMUTASI” 
Oleh 
1. RUSMIN Y. MA’BUD / K 202 13 032 
2. MUZDALIFA / K 202 13 038 
PPs UNIVERSITAS TADULAKO 
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SAINS 
KOSENTRASI PENDIDIKAN MATEMATIKA

More Related Content

What's hot

Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmuKumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
PutriAgilya
 
PPT KEBENARAN ILMIAH.pdf
PPT KEBENARAN ILMIAH.pdfPPT KEBENARAN ILMIAH.pdf
PPT KEBENARAN ILMIAH.pdf
SukmaWati130587
 
Kegunaan dan Fungsi Filsafat Ilmu
Kegunaan dan Fungsi Filsafat IlmuKegunaan dan Fungsi Filsafat Ilmu
Kegunaan dan Fungsi Filsafat Ilmu
Ady Setiawan
 
Tantangan dan masa depan ilmu
Tantangan dan masa depan ilmuTantangan dan masa depan ilmu
Tantangan dan masa depan ilmuayu Naoman
 
Paper lengkap sosiologi pendidikan sebagai ilmu murni&ilmu ;terapan
Paper  lengkap sosiologi  pendidikan sebagai ilmu  murni&ilmu ;terapanPaper  lengkap sosiologi  pendidikan sebagai ilmu  murni&ilmu ;terapan
Paper lengkap sosiologi pendidikan sebagai ilmu murni&ilmu ;terapan
Dadang DjokoKaryanto
 
Aksiologi ppt
Aksiologi pptAksiologi ppt
Aksiologi ppt
Aprilianty Wid
 
Aksiologi kelompok 3
Aksiologi kelompok 3Aksiologi kelompok 3
Aksiologi kelompok 3
Reny Shinta Shinta
 
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam IslamIlmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
Wulandari Rima Kumari
 
Pertemuan 3 Hubungan nilai, norma dan moral
Pertemuan 3 Hubungan nilai, norma dan moralPertemuan 3 Hubungan nilai, norma dan moral
Pertemuan 3 Hubungan nilai, norma dan moral
Eka Zay
 
Makalah Jenis - Jenis Penelitian
Makalah Jenis - Jenis PenelitianMakalah Jenis - Jenis Penelitian
Makalah Jenis - Jenis Penelitian
Ratih Memah
 
5 sarana berpikir ilmiah
5 sarana berpikir ilmiah5 sarana berpikir ilmiah
5 sarana berpikir ilmiah
PPS Universitas Sriwijaya
 
"SARANA BERFIKIR ILMIAH "
 "SARANA BERFIKIR ILMIAH " "SARANA BERFIKIR ILMIAH "
"SARANA BERFIKIR ILMIAH "
Nursa Fatri Nofriati
 
Power Point Filsafat Hubungan Ilmu Metafisika dengan Ontologi
Power Point Filsafat Hubungan Ilmu Metafisika dengan OntologiPower Point Filsafat Hubungan Ilmu Metafisika dengan Ontologi
Power Point Filsafat Hubungan Ilmu Metafisika dengan Ontologi
Arief S
 
Filsafat positivisme auguste comte
Filsafat positivisme auguste comteFilsafat positivisme auguste comte
Filsafat positivisme auguste comte
Priyo Sudibyo
 
Teori-teori Kebenaran
Teori-teori KebenaranTeori-teori Kebenaran
Teori-teori KebenaranHidayahilya
 
Proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar dan...
Proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar dan...Proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar dan...
Proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar dan...
Universitas Muhammadiyah Tangerang
 
Masyarakat Madani ppt
Masyarakat Madani pptMasyarakat Madani ppt
Masyarakat Madani ppt
Berbagi Semangat
 
TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)
TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)
TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)
vina serevina
 
Multikulturalisme dalam Perspektif Islam
Multikulturalisme dalam Perspektif IslamMultikulturalisme dalam Perspektif Islam
Multikulturalisme dalam Perspektif IslamAli Murfi
 
Dasar-Dasar Pengetahuan
Dasar-Dasar PengetahuanDasar-Dasar Pengetahuan
Dasar-Dasar PengetahuanMuhammad Ihsan
 

What's hot (20)

Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmuKumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
 
PPT KEBENARAN ILMIAH.pdf
PPT KEBENARAN ILMIAH.pdfPPT KEBENARAN ILMIAH.pdf
PPT KEBENARAN ILMIAH.pdf
 
Kegunaan dan Fungsi Filsafat Ilmu
Kegunaan dan Fungsi Filsafat IlmuKegunaan dan Fungsi Filsafat Ilmu
Kegunaan dan Fungsi Filsafat Ilmu
 
Tantangan dan masa depan ilmu
Tantangan dan masa depan ilmuTantangan dan masa depan ilmu
Tantangan dan masa depan ilmu
 
Paper lengkap sosiologi pendidikan sebagai ilmu murni&ilmu ;terapan
Paper  lengkap sosiologi  pendidikan sebagai ilmu  murni&ilmu ;terapanPaper  lengkap sosiologi  pendidikan sebagai ilmu  murni&ilmu ;terapan
Paper lengkap sosiologi pendidikan sebagai ilmu murni&ilmu ;terapan
 
Aksiologi ppt
Aksiologi pptAksiologi ppt
Aksiologi ppt
 
Aksiologi kelompok 3
Aksiologi kelompok 3Aksiologi kelompok 3
Aksiologi kelompok 3
 
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam IslamIlmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
 
Pertemuan 3 Hubungan nilai, norma dan moral
Pertemuan 3 Hubungan nilai, norma dan moralPertemuan 3 Hubungan nilai, norma dan moral
Pertemuan 3 Hubungan nilai, norma dan moral
 
Makalah Jenis - Jenis Penelitian
Makalah Jenis - Jenis PenelitianMakalah Jenis - Jenis Penelitian
Makalah Jenis - Jenis Penelitian
 
5 sarana berpikir ilmiah
5 sarana berpikir ilmiah5 sarana berpikir ilmiah
5 sarana berpikir ilmiah
 
"SARANA BERFIKIR ILMIAH "
 "SARANA BERFIKIR ILMIAH " "SARANA BERFIKIR ILMIAH "
"SARANA BERFIKIR ILMIAH "
 
Power Point Filsafat Hubungan Ilmu Metafisika dengan Ontologi
Power Point Filsafat Hubungan Ilmu Metafisika dengan OntologiPower Point Filsafat Hubungan Ilmu Metafisika dengan Ontologi
Power Point Filsafat Hubungan Ilmu Metafisika dengan Ontologi
 
Filsafat positivisme auguste comte
Filsafat positivisme auguste comteFilsafat positivisme auguste comte
Filsafat positivisme auguste comte
 
Teori-teori Kebenaran
Teori-teori KebenaranTeori-teori Kebenaran
Teori-teori Kebenaran
 
Proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar dan...
Proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar dan...Proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar dan...
Proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar dan...
 
Masyarakat Madani ppt
Masyarakat Madani pptMasyarakat Madani ppt
Masyarakat Madani ppt
 
TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)
TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)
TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)
 
Multikulturalisme dalam Perspektif Islam
Multikulturalisme dalam Perspektif IslamMultikulturalisme dalam Perspektif Islam
Multikulturalisme dalam Perspektif Islam
 
Dasar-Dasar Pengetahuan
Dasar-Dasar PengetahuanDasar-Dasar Pengetahuan
Dasar-Dasar Pengetahuan
 

Viewers also liked

Bab i makalah sains nimar
Bab i makalah sains nimarBab i makalah sains nimar
Bab i makalah sains nimarjuo2121
 
Dasar-dasar Sains Islam Jaringan Rohis MIPA Nasional
Dasar-dasar Sains Islam Jaringan Rohis MIPA NasionalDasar-dasar Sains Islam Jaringan Rohis MIPA Nasional
Dasar-dasar Sains Islam Jaringan Rohis MIPA Nasional
Ade Narsa
 
Tugas teknologi dan media pembelajaran
Tugas teknologi dan media pembelajaranTugas teknologi dan media pembelajaran
Tugas teknologi dan media pembelajaransarjispdi
 
Psikologi islami-pola-pola-pengembangan-psikologi-islami
Psikologi islami-pola-pola-pengembangan-psikologi-islamiPsikologi islami-pola-pola-pengembangan-psikologi-islami
Psikologi islami-pola-pola-pengembangan-psikologi-islamiRidwan Sehat
 
KB 2 Kaitan Agama dengan Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni
KB 2 Kaitan Agama dengan Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan SeniKB 2 Kaitan Agama dengan Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni
KB 2 Kaitan Agama dengan Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni
pjj_kemenkes
 
Pemikiran islam dan filsafat ilmu baru
Pemikiran islam dan filsafat ilmu baruPemikiran islam dan filsafat ilmu baru
Pemikiran islam dan filsafat ilmu baruRoby Irzal Maulana
 
Keterampilan proses pembelajaran ipa
Keterampilan proses pembelajaran ipaKeterampilan proses pembelajaran ipa
Keterampilan proses pembelajaran ipa
Mheela Smart
 
Kesetimbangan Kimia Yeni Purwati
Kesetimbangan Kimia Yeni PurwatiKesetimbangan Kimia Yeni Purwati
Kesetimbangan Kimia Yeni PurwatiYeni Purwati
 
MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx
MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docxMAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx
MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx
Firman Anz
 
Contributions Of Islam To Civilization
Contributions Of Islam To CivilizationContributions Of Islam To Civilization
Contributions Of Islam To Civilization
Islamiculture
 
Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam dan barat
Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam dan baratPerkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam dan barat
Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam dan baratKodogg Kritingg
 

Viewers also liked (13)

Bab i makalah sains nimar
Bab i makalah sains nimarBab i makalah sains nimar
Bab i makalah sains nimar
 
Dasar-dasar Sains Islam Jaringan Rohis MIPA Nasional
Dasar-dasar Sains Islam Jaringan Rohis MIPA NasionalDasar-dasar Sains Islam Jaringan Rohis MIPA Nasional
Dasar-dasar Sains Islam Jaringan Rohis MIPA Nasional
 
Tugas teknologi dan media pembelajaran
Tugas teknologi dan media pembelajaranTugas teknologi dan media pembelajaran
Tugas teknologi dan media pembelajaran
 
Psikologi islami-pola-pola-pengembangan-psikologi-islami
Psikologi islami-pola-pola-pengembangan-psikologi-islamiPsikologi islami-pola-pola-pengembangan-psikologi-islami
Psikologi islami-pola-pola-pengembangan-psikologi-islami
 
KB 2 Kaitan Agama dengan Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni
KB 2 Kaitan Agama dengan Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan SeniKB 2 Kaitan Agama dengan Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni
KB 2 Kaitan Agama dengan Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni
 
Pemikiran islam dan filsafat ilmu baru
Pemikiran islam dan filsafat ilmu baruPemikiran islam dan filsafat ilmu baru
Pemikiran islam dan filsafat ilmu baru
 
Keterampilan proses pembelajaran ipa
Keterampilan proses pembelajaran ipaKeterampilan proses pembelajaran ipa
Keterampilan proses pembelajaran ipa
 
Kesetimbangan Kimia Yeni Purwati
Kesetimbangan Kimia Yeni PurwatiKesetimbangan Kimia Yeni Purwati
Kesetimbangan Kimia Yeni Purwati
 
Ikatan kimia
Ikatan kimiaIkatan kimia
Ikatan kimia
 
MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx
MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docxMAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx
MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx
 
Contributions Of Islam To Civilization
Contributions Of Islam To CivilizationContributions Of Islam To Civilization
Contributions Of Islam To Civilization
 
Quiz Ikatan Kimia
Quiz Ikatan KimiaQuiz Ikatan Kimia
Quiz Ikatan Kimia
 
Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam dan barat
Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam dan baratPerkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam dan barat
Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam dan barat
 

Similar to Tugas makalah filsafat sains ( pa mustamin)

Teknologi & kemislinan
Teknologi & kemislinanTeknologi & kemislinan
Teknologi & kemislinanAze Aze
 
Masalah Bebas Nilai
Masalah Bebas NilaiMasalah Bebas Nilai
Masalah Bebas Nilai
Siska Fauziah
 
Makalah aksiologi henry kurniawan
Makalah aksiologi henry kurniawanMakalah aksiologi henry kurniawan
Makalah aksiologi henry kurniawanHenry Kurniawan
 
1276-Article Text-2610-1-10-20160901.pdf
1276-Article Text-2610-1-10-20160901.pdf1276-Article Text-2610-1-10-20160901.pdf
1276-Article Text-2610-1-10-20160901.pdf
imamdaulay
 
Makalah Filsafat
Makalah FilsafatMakalah Filsafat
Makalah Filsafat
PPS Universitas Sriwijaya
 
Filosofi ilmu dalam 3 kajian
Filosofi ilmu dalam 3 kajianFilosofi ilmu dalam 3 kajian
Filosofi ilmu dalam 3 kajianSigit Kindarto
 
Aksiologi Sains
Aksiologi SainsAksiologi Sains
Aksiologi Sains
Abdul Aziz
 
Tugas Filsafat dalam kehidupan!!!!!.pptx
Tugas Filsafat dalam kehidupan!!!!!.pptxTugas Filsafat dalam kehidupan!!!!!.pptx
Tugas Filsafat dalam kehidupan!!!!!.pptx
ziloglow
 
Filsafat ilmu 1
Filsafat ilmu 1Filsafat ilmu 1
Filsafat ilmu 1
putri eneliz
 
Filsafat ilmu 2
Filsafat ilmu 2Filsafat ilmu 2
Filsafat ilmu 2
KuliahMandiri.org
 
Dimensi kajian filsafat ilmu
Dimensi kajian filsafat ilmuDimensi kajian filsafat ilmu
Dimensi kajian filsafat ilmu
M fazrul
 
Aksiologi Ilmu Pendidikan
Aksiologi Ilmu PendidikanAksiologi Ilmu Pendidikan
Aksiologi Ilmu Pendidikan
META GUNAWAN
 
Scientisme dan kultus keilmuan
Scientisme dan kultus keilmuanScientisme dan kultus keilmuan
Scientisme dan kultus keilmuan
yoggivani zhansen
 
Peta Pemikiran Ilmu
Peta Pemikiran IlmuPeta Pemikiran Ilmu
Peta Pemikiran Ilmu
Ihsan Iskandar
 
Pancasila sebagai dasar ilmu
Pancasila sebagai dasar ilmuPancasila sebagai dasar ilmu
Pancasila sebagai dasar ilmu
Abdurrasyid Jahdan
 
Makalah filsafat pendidikan yeni
Makalah filsafat pendidikan yeni Makalah filsafat pendidikan yeni
Makalah filsafat pendidikan yeni Yeni Purwati
 
Tugas Filsafat Ilmu
Tugas Filsafat IlmuTugas Filsafat Ilmu
Tugas Filsafat Ilmu
KristinaMala
 

Similar to Tugas makalah filsafat sains ( pa mustamin) (20)

Teknologi & kemislinan
Teknologi & kemislinanTeknologi & kemislinan
Teknologi & kemislinan
 
Masalah Bebas Nilai
Masalah Bebas NilaiMasalah Bebas Nilai
Masalah Bebas Nilai
 
Makalah aksiologi henry kurniawan
Makalah aksiologi henry kurniawanMakalah aksiologi henry kurniawan
Makalah aksiologi henry kurniawan
 
1276-Article Text-2610-1-10-20160901.pdf
1276-Article Text-2610-1-10-20160901.pdf1276-Article Text-2610-1-10-20160901.pdf
1276-Article Text-2610-1-10-20160901.pdf
 
Makalah Filsafat
Makalah FilsafatMakalah Filsafat
Makalah Filsafat
 
Filosofi ilmu dalam 3 kajian
Filosofi ilmu dalam 3 kajianFilosofi ilmu dalam 3 kajian
Filosofi ilmu dalam 3 kajian
 
Aksiologi Sains
Aksiologi SainsAksiologi Sains
Aksiologi Sains
 
Tugas Filsafat dalam kehidupan!!!!!.pptx
Tugas Filsafat dalam kehidupan!!!!!.pptxTugas Filsafat dalam kehidupan!!!!!.pptx
Tugas Filsafat dalam kehidupan!!!!!.pptx
 
Filsafat ilmu 1
Filsafat ilmu 1Filsafat ilmu 1
Filsafat ilmu 1
 
Filsafat ilmu 2
Filsafat ilmu 2Filsafat ilmu 2
Filsafat ilmu 2
 
Dimensi kajian filsafat ilmu
Dimensi kajian filsafat ilmuDimensi kajian filsafat ilmu
Dimensi kajian filsafat ilmu
 
Aksiologi Ilmu Pendidikan
Aksiologi Ilmu PendidikanAksiologi Ilmu Pendidikan
Aksiologi Ilmu Pendidikan
 
Scientisme dan kultus keilmuan
Scientisme dan kultus keilmuanScientisme dan kultus keilmuan
Scientisme dan kultus keilmuan
 
Peta Pemikiran Ilmu
Peta Pemikiran IlmuPeta Pemikiran Ilmu
Peta Pemikiran Ilmu
 
Makalah filsafat ilmu
Makalah filsafat ilmuMakalah filsafat ilmu
Makalah filsafat ilmu
 
UTS Filsafat Ilmu.pdf
UTS Filsafat Ilmu.pdfUTS Filsafat Ilmu.pdf
UTS Filsafat Ilmu.pdf
 
Pancasila sebagai dasar ilmu
Pancasila sebagai dasar ilmuPancasila sebagai dasar ilmu
Pancasila sebagai dasar ilmu
 
Makalah filsafat pendidikan yeni
Makalah filsafat pendidikan yeni Makalah filsafat pendidikan yeni
Makalah filsafat pendidikan yeni
 
Materi ssbi 2012
Materi ssbi 2012Materi ssbi 2012
Materi ssbi 2012
 
Tugas Filsafat Ilmu
Tugas Filsafat IlmuTugas Filsafat Ilmu
Tugas Filsafat Ilmu
 

Recently uploaded

PERATURAN BUPATI TENTANG KODE KLASIFIKASI ARSIP
PERATURAN BUPATI TENTANG KODE KLASIFIKASI ARSIPPERATURAN BUPATI TENTANG KODE KLASIFIKASI ARSIP
PERATURAN BUPATI TENTANG KODE KLASIFIKASI ARSIP
Pemdes Wonoyoso
 
654Bagan akun standar Kep 331 Tahun 2021
654Bagan akun standar Kep 331 Tahun 2021654Bagan akun standar Kep 331 Tahun 2021
654Bagan akun standar Kep 331 Tahun 2021
renprogarksd3
 
A.Ekhwan Nur Fauzi_2021 B_ Analisis Kritis Jurnal
A.Ekhwan Nur Fauzi_2021 B_ Analisis Kritis JurnalA.Ekhwan Nur Fauzi_2021 B_ Analisis Kritis Jurnal
A.Ekhwan Nur Fauzi_2021 B_ Analisis Kritis Jurnal
Ekhwan2
 
Materi matriks dan determinan matriks.pptx
Materi matriks dan determinan matriks.pptxMateri matriks dan determinan matriks.pptx
Materi matriks dan determinan matriks.pptx
BanjarMasin4
 
M. Fattahillah Ajrun Azhiima_2021B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
M. Fattahillah Ajrun Azhiima_2021B_Analisis Kritis Jurnal.pdfM. Fattahillah Ajrun Azhiima_2021B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
M. Fattahillah Ajrun Azhiima_2021B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
AjrunAzhiima
 
KTSP Raudhatul Athfal Kementerian Agama.pdf
KTSP Raudhatul Athfal Kementerian Agama.pdfKTSP Raudhatul Athfal Kementerian Agama.pdf
KTSP Raudhatul Athfal Kementerian Agama.pdf
khalisahumairahh
 
BAB 5 SIKLUS INVESTASI DAN PENDANAAN.ppt
BAB 5 SIKLUS INVESTASI DAN PENDANAAN.pptBAB 5 SIKLUS INVESTASI DAN PENDANAAN.ppt
BAB 5 SIKLUS INVESTASI DAN PENDANAAN.ppt
Ggproject
 
SURAT KEPUTUSAN TENTANG KAMPUNG BERKUALITAS
SURAT KEPUTUSAN TENTANG KAMPUNG BERKUALITASSURAT KEPUTUSAN TENTANG KAMPUNG BERKUALITAS
SURAT KEPUTUSAN TENTANG KAMPUNG BERKUALITAS
Pemdes Wonoyoso
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan.visi guru penggerakpptx
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan.visi guru penggerakpptxKanvas BAGJA prakarsa perubahan.visi guru penggerakpptx
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan.visi guru penggerakpptx
ssuser283069
 
Apa itu data dan pengertian data by manajemen 22.pptx
Apa itu data dan pengertian data by manajemen 22.pptxApa itu data dan pengertian data by manajemen 22.pptx
Apa itu data dan pengertian data by manajemen 22.pptx
AssyifaFarahDiba1
 
bahan belajar Application Programming Interface (API) Gateway
bahan belajar Application Programming Interface (API) Gatewaybahan belajar Application Programming Interface (API) Gateway
bahan belajar Application Programming Interface (API) Gateway
subbidtekinfo813
 
Tugas Sequence Diagram Rekayasa Perangkat Lunak.pptx
Tugas Sequence Diagram Rekayasa Perangkat Lunak.pptxTugas Sequence Diagram Rekayasa Perangkat Lunak.pptx
Tugas Sequence Diagram Rekayasa Perangkat Lunak.pptx
fauzandika
 
LAPORAN OPERATOR DAPODIK dfffffffffffffffffffff
LAPORAN OPERATOR DAPODIK dfffffffffffffffffffffLAPORAN OPERATOR DAPODIK dfffffffffffffffffffff
LAPORAN OPERATOR DAPODIK dfffffffffffffffffffff
acehirfan
 

Recently uploaded (13)

PERATURAN BUPATI TENTANG KODE KLASIFIKASI ARSIP
PERATURAN BUPATI TENTANG KODE KLASIFIKASI ARSIPPERATURAN BUPATI TENTANG KODE KLASIFIKASI ARSIP
PERATURAN BUPATI TENTANG KODE KLASIFIKASI ARSIP
 
654Bagan akun standar Kep 331 Tahun 2021
654Bagan akun standar Kep 331 Tahun 2021654Bagan akun standar Kep 331 Tahun 2021
654Bagan akun standar Kep 331 Tahun 2021
 
A.Ekhwan Nur Fauzi_2021 B_ Analisis Kritis Jurnal
A.Ekhwan Nur Fauzi_2021 B_ Analisis Kritis JurnalA.Ekhwan Nur Fauzi_2021 B_ Analisis Kritis Jurnal
A.Ekhwan Nur Fauzi_2021 B_ Analisis Kritis Jurnal
 
Materi matriks dan determinan matriks.pptx
Materi matriks dan determinan matriks.pptxMateri matriks dan determinan matriks.pptx
Materi matriks dan determinan matriks.pptx
 
M. Fattahillah Ajrun Azhiima_2021B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
M. Fattahillah Ajrun Azhiima_2021B_Analisis Kritis Jurnal.pdfM. Fattahillah Ajrun Azhiima_2021B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
M. Fattahillah Ajrun Azhiima_2021B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
 
KTSP Raudhatul Athfal Kementerian Agama.pdf
KTSP Raudhatul Athfal Kementerian Agama.pdfKTSP Raudhatul Athfal Kementerian Agama.pdf
KTSP Raudhatul Athfal Kementerian Agama.pdf
 
BAB 5 SIKLUS INVESTASI DAN PENDANAAN.ppt
BAB 5 SIKLUS INVESTASI DAN PENDANAAN.pptBAB 5 SIKLUS INVESTASI DAN PENDANAAN.ppt
BAB 5 SIKLUS INVESTASI DAN PENDANAAN.ppt
 
SURAT KEPUTUSAN TENTANG KAMPUNG BERKUALITAS
SURAT KEPUTUSAN TENTANG KAMPUNG BERKUALITASSURAT KEPUTUSAN TENTANG KAMPUNG BERKUALITAS
SURAT KEPUTUSAN TENTANG KAMPUNG BERKUALITAS
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan.visi guru penggerakpptx
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan.visi guru penggerakpptxKanvas BAGJA prakarsa perubahan.visi guru penggerakpptx
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan.visi guru penggerakpptx
 
Apa itu data dan pengertian data by manajemen 22.pptx
Apa itu data dan pengertian data by manajemen 22.pptxApa itu data dan pengertian data by manajemen 22.pptx
Apa itu data dan pengertian data by manajemen 22.pptx
 
bahan belajar Application Programming Interface (API) Gateway
bahan belajar Application Programming Interface (API) Gatewaybahan belajar Application Programming Interface (API) Gateway
bahan belajar Application Programming Interface (API) Gateway
 
Tugas Sequence Diagram Rekayasa Perangkat Lunak.pptx
Tugas Sequence Diagram Rekayasa Perangkat Lunak.pptxTugas Sequence Diagram Rekayasa Perangkat Lunak.pptx
Tugas Sequence Diagram Rekayasa Perangkat Lunak.pptx
 
LAPORAN OPERATOR DAPODIK dfffffffffffffffffffff
LAPORAN OPERATOR DAPODIK dfffffffffffffffffffffLAPORAN OPERATOR DAPODIK dfffffffffffffffffffff
LAPORAN OPERATOR DAPODIK dfffffffffffffffffffff
 

Tugas makalah filsafat sains ( pa mustamin)

  • 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sains dan teknologi telah menuntun manusia menuju peradaban yang lebih maju dan merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan masyarakat. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, penguasaan sains dan teknologi merupakan indikator signifikan dalam percepatan pertumbuhan pembangunan suatu bangsa. Upaya mengejar ketertinggalan sains dan teknologi bangsa-bangsa yang sedang membangun terhadap bangsa-bangsa yang sudah maju bukanlah suatu hal yang mudah karena kondisinya dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya masyarakat setempat. Sains merupakan bagian dari himpunan informasi yang termasuk dalam pengetahuan alamiah, dan berisikan informasi yang memberikan gambaran tentang struktur dari suatu sistem serta penjelasan tentang pola laku sistem tersebut. Sistem yang dimaksud dapat berupa sistem alami maupun sistem yang merupakan rekaan pemikiran manusia mengenai pola laku hubungan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Sains sebagai proses ilmiah, menurut Ritchie Calder, (1955 : 37), dimulai ketika manusia mengamati sesuatu. Pengamatan tersebut disebabkan oleh adanya kontak langsung antara manusia dengan dunia empiris yang menimbulkan berbagai macam permasalahan. Jadi proses berpikir manusia dilakukan ketika manusia menemukan masalah dan karena masalah itu berasal dari dunia empiris maka proses berpikir itu di arahkan pada pengamatan obyek yang bersangkutan dengan dunia empiris pula Kita dapat mempelajari sains dari alam semesta yang dimulai dengan bertanya kepada alam atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang alam. Dari pertanyaan itulah kemudian muncul sebuah hipotesis yang akan diajukan secara empiris sehingga dari pengujian empiris tersebut diperoleh informasi yang valid dan dapat dipercaya. Sains dan hasilnya dapat dirasakan dalam semua aspek kehidupan manusia. Untuk itu sains harus menjadi bagian internal dari sistem pendidikan nasional supaya para siswa menjadi warga negara dan masyarakat yang sadar akan pentingnya sains di era masa kini.
  • 2. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas yang menjadi permasalahan adalah : bagaimana peranan bebas nilai dalam ilmu sains dan bagaimana tanggung jawab sains. 1.3 Tujuan Aadapun tujuan dari penulisan ini adalah : 1. Untuk mengetahui deskripsi/pengertian sains bebas nilai, teori bebas nilai, dan ilmu antara bebas atau terikat nilai 2. Untuk mengetahui tanggung jawab dan peranan sains dalam kehidupan.
  • 3. BAB II ISI 2.1 Deskripsi Bebas Nilai Dalam Sains Sains bebas nilai, objektif dan diolah melalui pengamatan berkesinambungan, terus menerus, dan disempurnakan. Hadir dari filsafat positivisme yang mengangungkan pendekatan material dan harus terukur secara inderawi (melalui metodologi keilmuan tentunya). Sains, didalamnya melahirkan kebenaran-kebenaran dan uji-uji hipotesis dari masa ke masa dengan segala latar belakangnya menimbulkan kebanggaan dan keberdayaan manusia dengan produk teknologinya. Meski kita sadari juga, pada akhirnya seluruh proses kreatifitas manusia dan kemampuan berpikir manusia untuk mengelola alam semesta dengan segala pernak-perniknya selalu melahirkan penemuan-penemuan baru yang kian lama kian shophisticated, kian canggih. Dalam pemabahasan mengenal hal ini kami menemukan 2 persepsi yang berbeda. Ada yang mengatakan bahwa sains itu bebas nilai, tidak ada sangkut pautnya dengan keyakinan apalagi agama. Namun ada pula yang mengatakan bahwa sains itu tidak bebas nilai dengan alasan landasan perkataaan Enstein yang mengeluarkan kata terkenal : “Sains tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu pincang” atau Stephen Hawking berkata :”saya membaca pikiran-pikiran Tuhan”. Titik tengah dari pendapat tersebut adalah seperti pada uraian berikut. Pembuktian teori-teori sains yang dikembangkan dilandasi pencarian kebenaran, bukan pembenaran nafsu manusiawi. Secara sederhana, sering dikatakan bahwa dalam sains kesalahan adalah lumrah karena keterbatasan daya analisis manusiawi, tetapi kebohongan adalah bencana. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam sejarahnya tidak selalu melalui logika penemuan yang didasarkan pada metodologi objektivisme yang ketat. Setiap buah pikiran manusia harus kembali pada aspek ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Hal ini sangat penting bahwa setelah tahap ontologi dan epistimologi suatu ilmu dituntut pertanyaan yaitu tentang nilai kegunaan ilmu (aksiologi). Dari sudut epistemologi, sains (ilmu pengetahuan) terbagi dua, yaitu sains formal dan sains empirikal. Sains formal berada di pikiran kita yang berupa kontemplasi dengan menggunakan simbol, merupakan implikasi-implikasi logis yang tidak
  • 4. berkesudahan. Sains formal netral karena berada di dalam pikiran kita dan diatur oleh hukum-hukum logika. Adapun sains empirical tidak netral. Sains empirikal merupakan wujud kongkret jagad raya ini, isinya ialah jalinan-jalinan sebab akibat. Sains empirikal tidak netral karena dibangun oleh pakar berdasarkan paradigma yang menjadi pijakannya, dan pijakannya itu merupakan hasil penginderaan terhadap jagad raya. Pijakan ilmuwan tersebut tentulah nilai. Tetapi sebaliknya pada dasar ontologi dan aksiologi bahwa ilmuwan harus menilai antara yang baik dan buruk pada suatu objek, yang hakikatnya mengharuskan dia menentukan sikap. Objek ilmu memiliki nilai intrinsik sementara di luar itu terdapat nilai-nilai lain yang mempengaruhinya. Objek tidak dapat menghindari nilai dari luar dirinya karena tidak akan dikenal sebagai ilmu pengetahuan apabila hanya berdiri sendiri dan sibuk dengan nilainya sendiri. Dengan kata lain ilmu bukan hanya untuk kepentingan ilmu sendiri tetapi ilmu juga untuk kepentingan lainnya, sehingga tidak dapat diabaikan kalau ilmu terikat dengan lainnya seperti nilai. Paradigmalah yang menentukan jenis eksperimen dilakukan para ilmuwan, jenis-jenis pertanyaan yang mereka ajukan, dan masalah yang mereka anggap penting dan manfaatnya. Ketidaknetralan ilmu disebabkan karena ilmuwan berhubungan dengan realitas bukan sebagai sesuatu yang telah ada tanpa interpretasi, melainkan dibangun oleh skema konseptual, ideologi, permainan bahasa, ataupun paradigma. Di samping itu ilmu yang bebas nilai juga akan berimplikasi lepasnya secara otomatis tanggung jawab sosial para ilmuwan terhadap masalah negatif yang timbul, karena disibukkan dengan kegiatan keilmuan yang diyakini sebagai bebas nilai alias tak bisa diganggu gugat. Jika ilmuwan berlepas terhadap persoalan negatif yang ditimbulkannya, maka secara ilmiah mereka dianggap benar. Hal yang sangat menggelikan. Seharusnya ilmuwan menerima kebenaran yang didapat dalam penyelidikan ilmu dengan kritis. Setiap pendapat yang dikemukakan diuji kebenarannya, itulah yang membawa kemajuan ilmu. Kelanggengannya dapat diganti dengan penemuan yang baru. Kemudian di mana letak kenetralan ilmu? Dalam perkembangan ilmu sering digunakan metode trial and error, dan sering menimbulkan permasalahan eksistensi ilmu ketika eksperimentasi ternyata seringkali menimbulkan fatal error sehingga tuntutan nilai sangat dibutuhkan sebagai acuan moral bagi pengembangannya. Dalam konteks ini, eksistensi nilai
  • 5. dapat diwujudkan dalam visi, misi, keputusan, pedoman perilaku, dan kebijakan moral. Dapat disimpulkan bahwa ilmu dapat netral hanya pada aspek sains formal sedangkan pada sains empirik, ontology, dan aksiologi sains tidak bisa netral. Objek ilmu, subjek ilmu, dan pengguna ilmu saling berkaitan. Ilmu dibangun oleh interpretasi ilmuwan yang didasari paradigma dan nilai diluar objek ilmu. Hukum konservasi massa dan energi yang secara keliru sering disebut sebagai hukum kekekalan massa dan energi sering dikira bertentangan dengan prinsip tauhid. Padahal itu hukum agama yang dirumuskan manusia, bahwa massa dan energi tidak bisa diciptakan dari ketiadaan dan tidak bisa dimusnahkan. Alam hanya bisa mengalihkannya menjadi wujud yang lain. Hanya Tuhan yang kuasa menciptakan dan memusnahkan. Demikian juga tetap sains yang berlandaskan agama yang menghasilkan teknologi kloning, rekayasa biologi yang memungkinkan binatang atau manusia memperoleh keturunan yang benar-benar identik dengan sumber gennya. Teori evolusi dalam konteks tinjauan aslinya dalam sains, juga agamis bila didukung bukti saintifik. Semua prosesnya mengikuti sunnah agama, yang tanpa kekuasaan Tuhan semuanya tak mungkin terwujud. Dalam sains, rujukan yang digunakan semestinya dapat diterima semua orang, tanpa memandang sistem nilai yang dianutnya. Dalam hal ini sistem nilai yang tidak mungkin dilepaskan. Memang tidak akan tampak dalam makalah ilmiahnya, tetapi sistem nilai yang dianut seorang saintis kadang tercermin dalam pemaparan yang bersifat populer atau semi-ilmiah. Karena objektivitasnya pada pandangan indrawi dan harus teruji, maka sains mendekati dari kacamata agama (Islam) menjadi susah. Islam tidak bebas nilai. Islam berbicara pada sudut-sudut yang tidak dimiliki oleh ilmu (pengetahuan). Karena itu pula, Jamaluddin menulis dalam artikel yang dikomentari Joesath : “tidak ada sains islam yang ada adalah saintis islam dan bukan saintis islam”. Salah satu alasan pandangan sains yang tidak bebas nilai yaitu ketika mempelajari sains, manusia tetap saja punya keinginan-keinginan untuk menyimpulkan sesuatu atas dasar cara pandangnya. Ketika Eistein mengeluarkan
  • 6. kata yang terkenal : “Sains tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu pincang” atau Stephen Hawking berkata :”saya membaca pikiran-pikiran Tuhan”, sangat jelas bahwa persepsi pengetahuan dan kemampuan memahami fenomena alam melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak bebas nilai. Sains juga ditelaah dengan segala kemajuannya semakin (menurut agor) semakin juga terjerembab pada pertanyaan-pertanyaan yang semakin tidak ada jawabnya jika diolah dari pengetahuan inderawi, terukur, dan objektif. Karena, semakin di dalami, semakin tampak bahwa penelitian-penelitian yang terjadi, indikator-indikator yang terjadi mengarah pada substansi yang tak tertangkap oleh inderawi. Paling minimal, indikasi makin mengetahui menjadi semakin tidak mengetahui. Misalnya saja, ketika bicara alam, muncul pemikiran alam paralel, materi gelap, ketiadaan materi dalam teori dawai. Wujud menjadi sesuatu yang pseudo. Jawaban-jawaban kemudian sangat tampak subjektif atas objektif yang diamati atau diteorikan. Jadi, semakin tampak bahwa sains harus (baca : kemudian) semakin subjektif dan tidak bebas nilai. Kesulitan sains mempertahankan posisi untuk bebas nilai semakin sulit karena fakta indera menangkap begitu banyak masalah-masalah di luar dimensi-dimensi fisik yang terukur pada bidang-bidang fisika, kimia, biologi, astronomi tampaknya semakin menekan ilmuwan untuk melihat dan harus melihat tidak hanya pada realitas objektif, tapi juga realitas relatif terhadap spirit atau metafisik. 2.2. Teori Tentang Nilai Perkembangan yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan sebuah polemik baru karena kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa kita sebut sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai atau yang lebih dikenal sebagai value baound. Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai? Bagi ilmuwan yang menganut faham bebas nilai kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan akan lebih cepat terjadi. Karena ketiadaan hambatan dalam melakukan penelitian. Baik dalam memilih objek penelitian, cara yang digunakan maupun penggunaan produk penelitian.
  • 7. Sedangkan bagi ilmuwan penganut faham nilai terikat, perkembangan pengetahuan akan terjadi sebaliknya. karena dibatasinya objek penelitian, cara, dan penggunaan oleh nilai. Kendati demikian paham pengetahuan yang disandarkan pada teori bebas nilai ternyata melahirkan sebuah permasalahan baru. Dari yang tadinya menciptakan pengetahuan sebagai sarana membantu manusia, ternyata kemudian penemuannya tersebut justru menambah masalah bagi manusia. Meminjam istilah carl Gustav Jung “bukan lagi Goethe yang melahirkan Faust melainkan Faust-lah yang melahirkan Goethe”. 2.3 Ilmu, Antara Bebas Atau Terikat Nilai Perkembangan ilmu pengetahuan dalam sejarahnya tidak selalu melalui logika penemuan yang didasarkan pada metodologi objektivisme yang ketat. Ide baru bisa saja muncul berupa kilatan intuisi atau refleksi religius, di mana netralitas ilmu pengetahuan kemudian rentan permasalahan di luar objeknya. Yaitu terikat dengan nilai subjektifitasnya seperti hal yang berbau mitologi. Dengan demikian netralitas ilmu semakin dipertanyakan. Setiap buah pikiran manusia harus kembali pada aspek ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Hal ini sangat penting bahwa setelah tahap ontologi dan epistimologi suatu ilmu dituntut pertanyaan yaitu tentang nilai kegunaan ilmu (aksiologi). Dari sudut epistemologi, sains (ilmu pengetahuan) terbagi dua, yaitu sains formal dan sains empirikal. Sains formal berada di pikiran kita yang berupa kontemplasi dengan menggunakan simbol, merupakan implikasi-implikasi logis yang tidak berkesudahan. Sains formal netral karena berada di dalam pikiran kita dan diatur oleh hukum-hukum logika. Adapun sains empirical tidak netral. Sains empirikal merupakan wujud kongkret jagad raya ini, isinya ialah jalinan-jalinan sebab akibat. Sains empirikal tidak netral karena dibangun oleh pakar berdasarkan paradigma yang menjadi pijakannya, dan pijakannya itu merupakan hasil penginderaan terhadap jagad raya. Pijakan ilmuwan tersebut tentulah nilai. Tetapi sebaliknya pada dasar ontologi dan aksiologi bahwa ilmuwan harus menilai antara yang baik dan buruk pada suatu objek, yang hakikatnya mengharuskan dia menentukan sikap.
  • 8. Objek ilmu memiliki nilai intrinsik sementara di luar itu terdapat nilai-nilai lain yang mempengaruhinya. Objek tidak dapat menghindari nilai dari luar dirinya karena tidak akan dikenal sebagai ilmu pengetahuan apabila hanya berdiri sendiri dan sibuk dengan nilainya sendiri. Dengan kata lain ilmu bukan hanya untuk kepentingan ilmu sendiri tetapi ilmu juga untuk kepentingan lainnya, sehingga tidak dapat diabaikan kalau ilmu terikat dengan lainnya seperti nilai. Paradigmalah yang menentukan jenis eksperimen dilakukan para ilmuwan, jenis-jenis pertanyaan yang mereka ajukan, dan masalah yang mereka anggap penting dan manfaatnya. Ketidaknetralan ilmu disebabkan karena ilmuwan berhubungan dengan realitas bukan sebagai sesuatu yang telah ada tanpa interpretasi, melainkan dibangun oleh skema konseptual, ideologi, permainan bahasa, ataupun paradigma. Di samping itu ilmu yang bebas nilai juga akan berimplikasi lepasnya secara otomatis tanggungjawab sosial para ilmuwan terhadap masalah negatif yang timbul, karena disibukkan dengan kegiatan keilmuan yang diyakini sebagai bebas nilai alias tak bisa diganggu gugat. Jika ilmuwan berlepas terhadap persoalan negatif yang ditimbulkannya, maka secara ilmiah mereka dianggap benar. Hal yang sangat menggelikan. Seharusnya ilmuwan menerima kebenaran yang didapat dalam penyelidikan ilmu dengan kritis. Setiap pendapat yang dikemukakan diuji kebenarannya, itulah yang membawa kemajuan ilmu. Kelanggengannya dapat diganti dengan penemuan yang baru. Kemudian di mana letak kenetralan ilmu? Dalam perkembangan ilmu sering digunakan metode trial and error, dan sering menimbulkan permasalahan eksistensi ilmu ketika eksperimentasi ternyata seringkali menimbulkan fatal error sehingga tuntutan nilai sangat dibutuhkan sebagai acuan moral bagi pengembangannya. Dalam konteks ini, eksistensi nilai dapat diwujudkan dalam visi, misi, keputusan, pedoman perilaku, dan kebijakan moral. Berbeda dengan ilmu yang bebas nilai, ilmu yang tidak bebas nilai atau terikat nilai (valuebond) memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai. Pengembangan ilmu yang terikat nilai jelas tidak mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai, lepas dari kepentingan-kepentingan baik politis, ekonomis, sosial, religius, ekologis dsb.
  • 9. 2.4 Hakikat dan Tanggung Jawab Pendidikan Sains Sains dari aspek dan epistemologi, didefinisikan sebagai “Suatu deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain, dan yang tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan observasi, serta berguna untuk diamati dan dieksprementasikan lebih lanjut”. Sebagai disiplin ilmu, sains diidentikkan dengan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) yang terediri atas physical sciences dan life sciences. Termasuk physical sciences adalah ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi, mineralogi, meteorologi, dan fisika. Sedangkan life sciences meliputi biologi, zoologi, dan fisiologi. Hal ini sejalan dengan pendefinisian yang diberikan dalam Encyclopaedia of Knowledge, 1993, dimana Sains / IPA didefinisikan sebagai pengembangan dan sistematisasi dari ilmu pengetahuan positif yang berkaitan dengan alam semesta. Perkembangan IPA ditunjukkan tidak hanya oleh kumpulan fakta saja, melainkan juga oleh timbulnya metode ilmiah (scientific method) dan sikap ilmiah (scientific attitude). A.N. Whitehead menyatakan bahwa sains dibentuk karena pertemuan dua orde pengalaman, yaitu orde observasi yang dididasarkan pada hasil observasi terhadap gejala/fakta alam, dan orde konsepsional yang didasarkan pada konsep manusia mengenai alam semesta. Dengan demikian, Sains berupaya membangkitkan minat manusia agar mau menigkatkan kecerdasan dan pemahaman tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tidak habis-habisnya, yang pada akhirnya akan memperdekat rentang jarak antara sains dengan teknologi sebagai terapannya. Pendidikan Sains tentunya berbeda dengan sains itu sendiri, tetapi memiliki hubungan yang sangat erat. Bila Sains ditujukan untuk mengembangkan Sains itu sendiri, tetapi pendidikan sains ditujukan agar manusia mengerti dan mengembangkan atau mengembangkan aplikasi dari sains. Lain halnya dengan para saintis (ilmuwan), para praktisi dalam pendidikan sains dituntut harus memperhatikan aspek-aspek psikologis, sosial dan kultural. Pendidikan sains seringkali disamakan dengan pengajaran sains, namun pendidikan sains dapat dibedakan lebih jauh dari pengajaran sains. Dalam pengajaran sains, para siswa terutama dilatih untuk memahami hubungan antar (dan peran masing-masing) peubah dalam gejala dan peristiwa alam, serta kondisi yang perlu bagi terjadi atau tidak terjadinya gejala itu melalui mekanisme tertentu.
  • 10. Sementara itu, pendidikan sains lebih ditujukan memberikan kearifan, menanamkan rasa tanggung jawab dan mendewasakan pertimbangan serta sikap moral etis. Dengan demikian, pendidikan sains lebih menitik beratkan pada pada aspek afektif, dan pengajaran sains lebih terfokus pada segi-segi kognitif dan psikomotorik. Dalam kaitannya dengan disiplin ilmu, sains (dan matematika) dapat dinyatakan memiliki daerah bersama (irisan) dengan ilmu-ilmu lain dimana, sains itu sendiri merupakan disiplin pokok yang berkaitan erat dengannya. Pendidikan sains tidak dapat terlepas dari psikologi, pedagogi, epistemologi, sosiologi, antropologi, bahasa dan lain-lain. Keterkaitan erat antara Sains dengan didiplin ilmu lainnya dalam Pendidikan Sains, berimplikasi pada pengembangannya sebagai disiplin ilmu yang relatif masih berkembang ini. Dimensi Pendidikan Sains, dengan sendirinya, sekurang-kurangnya mengandung unsur atau nilai sosial budaya, etika moral dan agama. 2.5 Pendidik Dan Pengajar Sains Dalam masyarakat industri modern sekarang ini, dibutuhkan sosok para pendidik yang menguasai sains dan teknologi dan sekaligus sosok personifikasi moral dan keyakinan agama. Dia adalah gabungan ciri-ciri seorang profesioanl, saintis, ulama dan mungkin pula seniman. Perubahan pandangan yang dirasa penting dari setiap pendidik sains dewasa ini adalah agar para pendidik berusaha mengetahui hal-hal yang dibutuhkan peserta didik untuk dipelajari, agar setelah berlangsungnya proses pembelajaran betu betul dirasakan manfaatnya bagi peserta didik tersebut. Hal ini tidaklah berarti bahwa struktur keilmuan sains tidak diperhatikan sama sekali, akan tetapi perlu dilakukan penelaahan dan pemilihan kedalaman pembahasan konsep- konsep yang tercantum dalam kurikulum. Untuk itu, para pendidik sains harus mampu melihat jauh ke depan dalam merancang program pengajaran agar dapat memenuhi tuntutan masa depan. Apabila peningkatan kualitas pembelajaran sains hendak dijadikan sebagai prioritas, maka kualitas tenaga pendidik menjadi faktor penentu bagi berlangsungnya upaya tersebut.
  • 11. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Kemajuan pembangunan suatu bangsa merupakan interaksi beberapa faktor. Penguasaan sains dan teknologi merupakan keharusan, tetapi yang lebih urgen adalah pembentukan tata nilai budaya masyarkat itu sendiri. 2. Peningkatan SDM dalam pemanfaatan sains, teknologi, dan seni haruslah di dasari dengan sikap tanggung jawab dan moral yang tinggi supaya dapat menetralkan pengaruh negatif dan meningkatkan pengaruh positif dari dampak sains, teknologi dan seni itu sendiri. Dengan cara mengkolaborasikan antara yang empiris dengan nilai-nilai keagamaan. 3.2. Saran Sebaiknya umat manusia tidak hanya mendalami pengetahuannya tentang sains, dan teknologi saja, tetapi juga harus mendalami nilai-nilai religius, keagamaan untuk menetralisir pengaruh buruk dari sains, teknologi, untuk mendapatkan kesejahteraan hidup yang lebih baik lagi. Sebab tanpa memperhatikan tatanan nilai-nilai, perkembangan sains akan berbelok ke arah yang tidak diinginkan yang menyebab terjadinya berbagai penyimpangan.
  • 12. BAB IV DAFTAR PUSTAKA Anonim. NETRALITAS SAINS : Perbedaan Cara Pandang Saintis dan Pakar Filsafat Ilmu dimuat dalam “Radar Bandung”, Ramadhan 1424, 10 & 11 November 2003. Ahmad Rifa’i. ILMU, Antara Bebas atau Terikat Nilai. Diambil dari “http://www.inilahjalanku.com/fisika_dan_kimia”Diakses pada tanggal 25 Oktober 2013. Djohar. 1996. Reformasi Pendidikan Sains. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains. No. 1-2/ I. FPMIPA IKIP Yogyakarta. Yogyakarta Poedjiadi, Anna. 1994. Pembaharuan Pandangan dalam Pendidikan Sains. Mimbar Pendidikan. No. 4/XIII. IKIP Bandung. Sukarno, dkk. 1981. Dasar-dasar Pendidikan Sains. Bhratara Karya Aksara. Jakarta Sumaji,dkk. 1998. Pendidikan Sains Yang Humanitis. Penerbit Kanisius. Jakarta.
  • 13. TUGAS STRUKTUR ALJABAR “GROUP PERMUTASI” Oleh 1. RUSMIN Y. MA’BUD / K 202 13 032 2. MUZDALIFA / K 202 13 038 PPs UNIVERSITAS TADULAKO PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SAINS KOSENTRASI PENDIDIKAN MATEMATIKA