Makalah Metodologi Sutudi Islam
Makalah Metodologi Sutudi Islam
Makalah Metodologi Sutudi Islam
Makalah Metodologi Sutudi Islam
Makalah Metodologi Sutudi Islam
Makalah Metodologi Sutudi Islam
Makalah Metodologi Sutudi Islam
Makalah Metodologi Sutudi Islam
Makalah Metodologi Sutudi Islam
Makalah Metodologi Sutudi Islam
TEORI PERUSAHAAN / THEORY OF THE FIRM : KAJIAN TENTANG TEORI BAGI HASIL PERUS...bennyagussetiono
Tulisan ini mencoba mengkaji tentang teori perusahaan/theory of the firm khususnya faktor bagi hasil dengan dasar teori profit and loss sharing dalam kaitannya dengan permintaan tabungan di perbankan syariah.
Agama merupakan ajaran yang mengatur tata keimanan dan tata kaidah kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungan. Kemudian konseling agama pada dasarnya terbagi menjadi dua versi. Pertama, konseling agama dimaknai sebagai konseling yang digunakan untuk menangani masalah-masalah keagamaan atau dengan kata lain menjadi tujuan konseling. Sedangkan makna kedua konseling agama, diartikan sebagai konseling yang menggunakan pendekatan agama atau dengan kata lain agama menjadi instrumen dalam konseling. Adapun beberapa contoh prilaku konselor yang dilandasi oleh nilai-nilai keagamaan dalam memberikan layanan bantuan kepada konseli yaitu: konselor mampu menciptakan suasana yang nyaman dan mampu menciptakan suasana yang hangat dalam membuka wawancara dengan konseli, sebelum memulai pelayanan konseling, konselor dan konseli berdoa sesuai dengan kepercayaan yang dianutnya, pada saat melakukan pelayanan, konselor menggunakan landasan filosofis, serta setelah selesai melakukan konseling, kegiatan konseling tersebut di tutup dengan doa bersama.
Apakah program Sekolah Alkitab Liburan ada di gereja Anda? Perlukah diprogramkan? Jika sudah ada, apa-apa saja yang perlu dipertimbangkan lagi? Pak Igrea Siswanto dari organisasi Life Kids Indonesia membagikannya untuk kita semua.
Informasi lebih lanjut: 0821-3313-3315 (MLC)
#SABDAYLSA #SABDAEvent #ylsa #yayasanlembagasabda #SABDAAlkitab #Alkitab #SABDAMLC #ministrylearningcenter #digital #sekolahAlkitabliburan #gereja #SAL
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
1. HAKEKAT RELEGIUSITAS
Oleh
Drs.H.Ahmad Thontowi
1. Pengertian Religiusitas
Secara bahasa ada tiga istilah yang masing-masing kata tersebut memilki
perbedaan arti yakni religi, religiusitas dan religius. Slim (Rasmanah, 2003)
mendefenisikan istilah tersebut dari bahasa Inggris. Religi berasal dari kata religion
sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau kepercayaan akan adanya
sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia. Religiusitas berasal dari kata religiosity
yang berarti keshalihan, pengabdian yang besar pada agama. Religiusitas berasal dari
religious yang berkenaan dengan religi atau sifat religi yang melekat pada diri
seseorang.
Religiusitas berasal dari bahasa latin “relegare” yang berarti mengikat secara
erat atau ikatan kebersamaan (Mansen, dalam Kaye & Raghavan, 2000). Religiusitas
adalah sebuah ekspresi Spiritual seseorang yang berkaitan dengan sistem keyakinan,
nilai, hukum yang berlaku dan ritual (Kaye & Raghavan, 2000).
Religiusitas merupakna aspek yang telah dihayati oleh individu di dalam hati,
getaran hati nurani pribadi dan sikap personal (Mangunwija, 1986). Hal serupa juga
diungkapkan oleh Glock & Stark (Dister, 1988) mengenai religiusitas yaitu sikap
keberagamaan yang berarti adanya unsur internalisasi agama ke dalam diri
seseorang.
Definisi lain mengatakan bahwa religiusitas merupakan sebuah proses untuk
mencari sebuah jalan kebenaran yang berhubungan dengan sesuatu yang sakral
(Chatters, 2000). Menurut Majid (1992) religiusitas adalah tingkah laku manusia
yang sepenuhnya dibentuk oleh kepercayaan kepada kegaiban atau alam gaib, yaitu
kenyataan-kenyataan supra-empiris. Manusia melakukan tindakan empiris
Widyaiswara Madya Balai Diklat Keagamaan Palembang.
2. sebagaimana layaknya tetapi manusia yang memiliki religiusitas meletakan harga
dan makna tindakan empirisnya dibawah supra-empiris.
Secara mendalam Chaplin (1997) mengatakan bahwa religi merupakan sistem
yang konfleks yang terdiri dari kepercayaan, keyakinan yang tercermin dalam sikap
dan melaksanakan upacara-upacara keagaman yang dengan maksud untuk dapat
berhubungan dengan Tuhan.
Ananto (2003) menerangkan religius seseorang terwujud dalam berbagai
bentuk dan dimensi, yaitu:
a. Seseorang boleh jadi menempuh religiusitas dalam bentuk penerimaan ajaran-
ajaran agama yang bersangkutan tanpa merasa perlu bergabung dengan
kelompok atau organisasi penganut agama tersebut. Boleh jadi individu
bergabung dan menjadi anggota suatu kelompok keagamaan, tetapi
sesungguhnya dirinya tidak menghayati ajaran agama tersebut.
b. Pada aspek tujuan, religiusitas yang dimilki seseorang baik berupa pengamatan
ajaran-ajaran maupun penggabungan diri ke dalam kelompok keagamaan adalah
semata-mata karena kegunaan atau manfaat intrinsik religiusitas tersebut. Boleh
jadi bukan karena kegunaan atau manfaaat intrinsik itu, melainkan kegunaan
manfaat yang justruk tujuannya lebih bersifat ekstrinsik yang akhirnya dapat
ditarik kesimpulan ada empat dimensi religius, yaitu aspek intrinsik dan aspek
ekstrinsik, serta sosial intrinsik dan sosial ekstinsik.
Dari beberapa definisi yang diungkapakan di atas,
dapat diambil kesimpulan bahwa religiusitas merupakan suatu bentuk hubungan
manusia dengan penciptanya melalui ajaran agama yang sudah terinternalisasi
dalam diri seseorang dan tercermin dalam sikap dan perilakunya sehari-hari.
2. Dimensi religiusitas
Aspek religiusitas menurut kementrian dan lingkungan hidup RI 1987
(Caroline, 1999) religiusitas (agama Islam) terdiri dalam lima aspek:
a. Aspek iman menyangkut keyakinan dan hubungan manusia dengan
Tuhan, malaikat, para nabi dan sebagainya.
3. b. Aspek Islam menyangkut freluensi, intensitas pelaksanaan ibadah yang
telah ditetapkan, misalnya sholat, puasa dan zakat.
c. Aspek ihsan menyangkut pengalaman dan perasaan tentang kehadiran
Tuhan, takut melnggar larangan dan lain-lain.
d. Aspek ilmu yang menyangkut pengetahuan seseorang tentang ajaran-
ajaran agama.
e. Aspek amal menyangkut tingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat,
misalnya menolong orang lain, membela orang lemah, bekerja dan
sebagainya.
Verbit (Roesgiyanto, 1999) mengemukakan ada enam komponen religiusitas
dan masing-masing komponen memiliki empat dimensi. Keenam komponen tersebut
adalah :
1. Ritual yaitu perilaku seromonial baik secara sendiri-sndiri maupun
bersama-sama
2. Doctrin yaitu penegasan tentang hubungan individu dengan Tuhan
3. Emotion yaitu adanya perasaan seperi kagum, cinta, takut, dan
sebagainya.
4. Knowledge yaitu pengetahuan tentang ayat-ayat dan prinsip-prinsip suci.
5. Ethics yaitu atauran-aturan untuk membimbing perilaku interpersonal
membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk.
6. Community yaitu penegasan tentang hubungan manusia dengan makhluk
atau individu yang lain.
Sedangkan dimensi dari komponen tersebut adalah :
1. Content, merupakan sifat penting dari komponen misalnya ritual khusus,
ide-ide, pengetahuan, prinsip-prinsip dan lain-lain.
2. Frequency, merupakan seberapa sering unsur-unsur atau ritual tersebut
dilakukan.
3. Intensity, merupakan tingkat komitmen.
4. Centrality, yaiutu hal-hal yang paling menonjol atau penting.
Menurut Glock (Rahmat, 2003) bahwa ada lima aspek atau dimensi
religiusitas yaitu :
4. a. Dimensi Ideologi atau keyakinan, yaitu dimensi dari keberagamaan yang
berkaitan dengan apa yang harus dipercayai, misalnya kepercayaan
adanya Tuhan, malaikat, surga, dsb. Kepercayaan atau doktrin agama
adalah dimensi yang paling mendasar.
b. Dimensi Peribadatan, yaitu dimensi keberagaman yang berkaitan dengan
sejumlah perilaku, dimana perilaku tersebut sudah ditetapakan oleh
agama, seperti tata cara ibadah, pembaptisan, pengakuan dosa, berpuasa,
shalat atau menjalankan ritual-ritual khusus pada hari-hari suci.
c. Dimensi Penghayatan, yaitu dimensi yang berkaitan dengan perasaan
keagamaan yang dialami oleh penganut agama atau seberapa jauh
seseorang dapat menghayati pengalaman dalam ritual agama yang
dilakukannya, misalnya kekhusyukan ketika melakukan sholat.
d. Dimensi Pengetahuan, yaitu berkaitan dengan pemahaman dan
pengetahuan seseorang terhadap ajaran-ajaran agama yang dianutnya.
e. Dimensi Pengamalan, yaitu berkaitan dengan akibat dari ajaran-ajaran
agama yang dianutnya yang diaplikasikan melalui sikap dan perilaku
dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Polutzian (1996) klasifikasi menurut Glock & Stark yang membagi
agama ke dalam lima dimensi cukup representatif untuk mengungkap religiuasitas
seseorang. Diantara lima dimensi di atas, dimensi pengetahuan dalam berbagai
penelitian tidak memiliki hubungan dengan variabel yang lain. Tidak adanya
hubungan antara dimensi pengetahuan dengan variabel lain dapat diketahui dari
penelitian Diana (1998) dan Prihastuti & Theresiawati (2003) dimana dimensi
religiusitas tidak berkaitan dengan kreatifitas dan metode aktive coping. Berdasarkan
hal di atas, maka dalam tulisan ini dimensi pengetahuan tidak dimasukkan sebagai
dimensi religiusitas yang diteliti.
5. Refrensi
Ancok, D dan Suroso, F. N. 2001. Psikologi Islami,. Yogyakarta : Penerbit Pustaka
Pelajar
Caroline, C. 1999. Hubungan antara Religiusitas Dengan Tingkat Penalaran Moral
Pada Pelajar Madrasah Mu”Allimat Muhammadiyah Yogyakarta, Yoyakarta:
Fakultas Psikologi UGM
Darwati, T.E., 2003, Hubungan Antara Kemasakan Sosial Dengan Kompetensi
Interpersonal Pada Remaja, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UII.
Dister, N.S. 1988. Psikologi Agama. Yogyakarta : Kanisius
Echols, J.M, and Shadily, H. 1983. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta :Penerbit P.T.
Gramedia.
Madjid, R. 1997. Islam Kemoderenan dan Ke-Indonesiaan. Bandung : Mizan Pustaka
Mangunwijaya, Y. B. 1986. Menumbuhkan Sikap Religiusitas Anak. Jakarta : Gramedia