SlideShare a Scribd company logo
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya.
Menurut Harun Nasution, dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal
pula kata din (‫دين‬) dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agama
berasal dari bahasa Sansekerta, “a” yang berarti tidak dan “gam” yang artinya pergi. Jadi agama
artinya tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi secara turun-temurun. Selanjutnya din dalam
bahasa semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti
menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan.1
Harun Nasution menyimpulkan bahwa intisari yang terkandung dalam istilah-istilah di
atas ialah ikatan. Agama memang mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi
manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.
Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Suatu kekuatan gaib yang
tak dapat ditangkap oleh pancaindera.2
Menurut Prof. Yusuf Qordawi bahwa kata ad-din adalah keyakinan (keimanan) tentang
suatu zat ketuhanan (ilahiyah) yang pantas untuk menerima ketaatan dan ibadah
(penyembahan).3
Adapun pengertian agama dari segi istilah menurut Elizabet K. Nottingham adalah gejala
yang begitu sering terdapat dimana-mana sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk
membuat abstraksi ilmiah. Lebih lanjut Nottingham mengatakan bahwa agama berkaitan
dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri
dan keberadaan alam semesta. Agama telah menimbulkan khayalnya yang paling luas dan juga
digunakan untuk membenarkan kekejaman orang yang luar biasa terhadap orang lain. Agama
1 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta, Rajawali Pers, 2016), hlm. 9.
2 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI Press, 1979), hlm. 9-10.
3 Solihah Titin Sumanti, Dasar-dasar Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2015), hlm. 26.
dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna dan juga perasaan takut dan
ngeri.4
Menurut Hendro Puspito, agama adalah suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh
penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non empiris yang
dipercayainya dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan masyarakat
pada umumnya.5
Menurut A. M. Saefuddin (1987), menyatakan bahwa agama merupakan kebutuhan
manusia yang paling esensial yang bersifat universal. Karena itu, agama merupakan kesadaran
spiritual yang di dalamnya ada satu kenyataan di luar kenyataan yang nampak ini, yaitu bahwa
manusia selalu mengharap belas kasihan-Nya, bimbingan-Nya, serta belaian-Nya, yang secara
ontologis tidak bisa diingkari, walaupun oleh manusia yang mengingkari agama (komunis)
sekalipun.
B. Agama dan Perkembangannya
Dalam perjalanan sejarahnya, agama dapat dibedakan menjadi dua kategori. Ada agama
yang dianut oleh masyarakat yang masih bersifat primitif dan ada pula yang dianut oleh
masyarakat yang telah meninggalkan fase primitif. Di antara bentuk agama yang terdapat dalam
masyarakat primitif adalah dinamisme, animisme, dan politeisme.
Agama dinamisme mengandung kepercayaan pada kekuatan gaib yang misterius. Dalam
paham ini, benda-benda tertentu diyakini mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh terhadap
kehidupan manusia sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada yang bersifat
jahat. Benda yang mempunyai kekuatan gaib baik akan disenangi dan dipakai atau dimakan
agar orang yang memakai atau memakannya senantiasa dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan
gaib yang terdapat di dalamnya. Benda yang mempunyai kekuatan gaib dan jahat ditakuti dan
karena itu dijauhi. Kekuatan gaib itu tidak mengambil tempat yang tetap, tetapi berpindah dari
satu tempat ke tempat yang lain. Lebih lanjut, kekuatan gaib itu tak dapat dilihat, yang dapat
dilihat hanyalah efek atau bekas dan pengaruhnya. Pengaruh baiknya umumnya terlihat dalam
bentuk kesuburan bagi sebidang tanah, rindangnya buah bagi sesuatu pohon, panjangnya umur
bagi seseorang, keberanian luar biasa bagi pahlawan perang, kekuatan luar biasa bagi seekor
4 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat Suatu Pengantar Sosiologi Agama, (Jakarta: Rajawali, 1985),
cet. I, hlm. 4.
5 Hendropuspito,Sosiologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1998) hlm. 34
bina-tang, dan sebagainya. Kalau efek-efek tersebut telah hilang dari tanah, atau pohon, atau
pun dari selainnya, maka benda yang diang-gap membawa kesuburan, umur panjang, dan
sebagainya itu berarti telah kehilangan kekuatan gaibnya, dan benda itu pun tidak dihargai lagi.
Dalam literatur ilmiah, kekuatan gaib itu disebut “mana”, orang Jepang menyebutnya
“kami”, orang India “hari”, “sakti”, dan sebagainya, orang Pigmi di Afrika menyebutnya,
“oudah”, dan orang Indian Amerika menyebutnya “wakan”,“orienda”, dan “maniti”.6 Dalam
bahasa Indonesia mana ini disebut tuah atau sakti. Di kalangan masyarakat Indonesia, orang
masih menghargai barang-barang yang dianggap bersakti dan bertuah, seperti keris, batu cincin,
dan lain-lain. Dengan memakai benda serupa ini, orang menganggap dirinya akan dapat
terpelihara dari penyakit, kecelakaan, bencana, dan lain-lain. Mana yang terdapat dalam benda
yang bersangkutan dan merupakan kekuatan gaib itulah yang dianggap memelihara manusia
dari hal-hal buruk yang disebut di atas. Dalam paham agama dinamisme, diyakini bahwa
semakin bertambah mana yang diperoleh seseorang semakin bertambah jauh pula dia dari
bahaya dan bertambah selamat hidupnya. Kehilangan mana berarti maut. Oleh karena itu,
tujuan beragama di sini, ialah mengumpulkan mana sebanyak mungkin.7
Dalam masyarakat primitif peran seorang dukun atau ahli sihir dipandang masih penting
karena mereka inilah yang diyakini dapat mengontrol dan menguasai mana yang beraneka
ragam itu. Mereka dianggap dapat membuat mana berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Karena kemampuan seperti ini, mereka diyakini dapat pula menempatkan mana ke dalam
benda-benda yang telah mereka tentukan, biasanya benda-benda kecil yang mudah diikatkan ke
anggota badan dan mudah dapat di bawa ke mana-mana. Benda-benda serupa ini disebut fetish.
Dengan cara demikian, seorang anggota masyara-kat primitif dapat memperoleh mana yang
diperlukan untuk memelihara keselamatan diri mereka dari bahaya-bahaya yang selalu
mengancam hidup mereka.
Agama animisme, adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik yang
bernyawa maupun yang tidak bernyawa, mempunyai roh. Roh dalam masyarakat primitif belum
mengambil bentuk roh seperti yang dipahami oleh paham masyarakat yang lebih maju. Dalam
masyarakat primitif, roh masih tersusun dari materi yang halus sekali, yang lebih menyerupai
6 Harun Nasution, Falsafat Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm. 23-24.
7 Harun Nasution, Islam Ditinjau, Jilid II, hlm.10-11.
uap atau udara. Roh bagi mereka mempunyai rupa, misalnya berkaki dan bertangan yang
panjang-panjang, mempunyai umur dan perlu pada makanan. Mereka bertingkah laku seperti
manusia, misalnya pergi berburu, menari, dan menyanyi. Terkadang roh dapat juga dilihat,
walaupun ia tersusun dari materi yang halus sekali. Roh dari benda-benda tertentu mempunyai
pengaruh terhadap kehidupan manusia. Mereka menghormati dan merasa takut pada Roh dari
benda-benda yang menimbulkan perasaan dahsyat, seperti hutan yang lebat, danau yang dalam,
sungai yang arusnya deras, pohon besar lagi rindang daunnya, gua yang gelap, dan sebagainya.
Masyarakat primitif mempersembahkan sesajen kepada roh-roh seperti ini untuk
menyenangkan hati mereka. Sesajen biasanya berupa binatang, makanan, kembang, dan
sebagainya. Bagi penganut animisme, roh nenek moyang mereka juga menjadi objek yang
ditakuti dan dihormati. Dalam konteks agama animisme, tujuan beragama masih terbatas pada
penciptaan atau penjalinan hubungan baik dengan roh-roh yang ditakuti dan dihormati itu
dengan cara berupaya menyenangkan hati mereka. Tindakan yang membuat mereka marah
harus dijauhi karena kemarahan roh-roh itu akan menimbulkan bahaya dan malapetaka. Yang
diyakini dapat mengontrol roh-roh tersebut, seperti halnya dalam agama dinamisme, adalah
dukun dan ahli sihir juga.
Dalam masyarakat Indonesia, masih dijumpai kepercayaan kepada roh, seperti halnya
kepercayaan kepada mana. Bentuknya banyak terlihat dalam tradisi pemberian sasajen,
selamatan, kepercayaan kepada ”makhluk halus” dan lain-lain. Ritus dan tradisi seperti ini
adalah bekas dan peninggalan dari kepercayaan animistis masyarakat kita dari zaman yang
silam.
Agama politeisme mengandung kepercayaan pada dewa-dewa. Dalam agama ini, bukan
lagi roh-roh yang yang menimbulkan perasaan takjub dan dahsyat, tapi dewa-dewa. Kalau roh-
roh dalam animisme tidak diketahui tugas-tugasnya yang sebenarnya, dewadewa dalam
politeisme mempunyai tugas-tugas tertentu. Ada dewa yang bertugas menyinarkan cahaya dan
panas ke permukaan bumi. Dewa ini dalam agama Mesir kuno disebut Ra, dalam agama India
Kuno disebut Surya, dan dalam agama Persia kuno disebut Mithra. Ada pula dewa yang
tugasnya menurunkan hujan, yang diberi nama Indera dalam agama India kuno, dan Donnar
dalam agama Jerman kuno. Selanjutnya, ada pula dewa angin yang disebut Wata dalam agama
India kuno, dan Wotan dalam agama Jerman kuno.
Dalam politeisme, dewa-dewa diyakini lebih berkuasa daripada roh-roh. Oleh karena itu,
tujuan hidup beragama di sini bukanlah hanya memberi sasajen dan persembahan kepada dewa-
dewa itu, tetapi juga menyembah dan berdoa pada mereka untuk menjauhkan amarahnya dari
masyarakat yang bersangkutan. Dalam politeisme terdapat paham pertentangan tugas antara
dewa-dewa yang banyak itu. Dewa hujan dan dewa kemarau mempunyai tugas bertentangan,
dewa musim dingin dengan dewa musim panas, dewa pembanguan dengan dewa penghancuran,
dan sebagainya. Oleh karena itu, bila berdoa, seorang penganut politeisme (politeis) tidak
memanjatkan doa hanya kepada satu dewa, tetapi juga kepada dewa lawannya.
Ada kalanya tiga dari dewa-dewa yang banyak dalam politeisme meningkat statusnya
menjadi tiga dewa utama yang mendapat perhatian dan pujaan yang lebih besar dari yang lain.
Dari sini timbul paham dewa tiga. Dalam ajaran agama Hindu, dewa tiga itu mengambil bentuk
Brahma, Wisnu, Syiwa; dalam agama Weda menjadi Indra, Vithra dan Varuna; dalam agama
Mesir kuno, Osioris dengan isterinya Isis dan anaknya Herus; dan dalam agama Arab pra-Islam
ketiga dewa itu adalah al-Lata, al-‘Uzza, dan Manata.
Namun demikian, kalau dewa yang terbesar itu saja kemudian yang dihormati dan dipuja,
sedang dewa-dewa lain ditinggalkan, paham demikian telah keluar dari politeisme dan
meningkat kepada Henoteisme. Henoteisme mengakui satu tuhan untuk satu bangsa, dan
bangsa-bangsa lain mempunyai tuhannya sendiri-sendiri. Henoteisme mengandung paham
Tuhan Nasional. Paham seperti ini terdapat dalam perkembangan paham keagamaan
masyarakat Yahudi. Yahweh pada akhirnya mengalahkan dan menghancurkan semua dewa
suku bangsa Yahudi lain, sehingga Yahweh menjadi tuhan nasional bangsa Yahudi. Paham
tuhan utama dalam satu agama ini bisa meningkat menjadi paham tuhan tunggal yang disebut
dengan monoteisme, seperti akan dijelaskan di bawah.
Agama selanjutnya adalah agama monoteisme. Dalam masyarakat yang sudah maju,
agama yang dianut bukan lagi dinamisme, animisme, politeisme, dan henoteisme, tetapi agama
monoteisme atau, dalam istilah Islam disebut agama tauhid. Dasar ajaran monoteisme adalah
kepercayaan kepada adanya satu tuhan, Tuhan Maha Esa, pencipta alam semesta. Dengan
demikian, perbedaan antara henoteisme dengan monoteisme ialah bahwa pada agama yang
disebut terakhir tuhan tidak lagi merupakan tuhan nasional, tetapi tuhan internasional,8 tuhan
semua bangsa di dunia ini, bukan tuhan alam semesta.
Kalau dalam agama-agama sebelumnya, asal-usul manusia belum memperoleh perhatian,
dalam agama monoteisme, manusia telah diyakini berasal dari Tuhan dan akhirnya akan
kembali ke Tuhan. Oleh karena itu, dalam agama monoteisme telah muncul kesadaran bahwa
kehidupan manusia tidak hanya terbatas pada kehidupan fisikmaterial di dunia ini, tetapi akan
berlanjut ke kehidupan berikutnya setelah manusia meninggal dunia. Dalam Islam, kehidupan
kedua ini biasa disebut sebagai kehidupan akhirat. Di samping itu, dalam agama monoteisme
terdapat keyakinan monoteisme bahwa di antara kedua periode kehidupan tersebut, kehidupan
tahap kedualah yang lebih penting. Periode kehidupan pertama bersifat sementara saja sedang
yang kedua bersifat kekal. Senang atau sengsaranya seseorang di periode kehidupan kedua nanti
bergantung pada baik dan buruknya kehidupan yang dia jalani dalam periode yang pertama.
Kalau dia hidup di sini sebagai orang-orang baik, dia akan memperoleh kesenangan di sisi
Tuhan kelak. Akan tetapi, kalau dia hidup dalam keadaan jahat, dia akan mengalami
kesengsaraan di akhirat nanti. Paham seperti ini belum jelas terlihat dalam agama politeisme
apalagi dalam agama-agama dinamisme dan animisme.
Tujuan hidup dalam agama monoteisme bukan lagi mencari keselamatan hidup material
saja, tetapi juga keselamatan hidup kedua atau hidup spiritual. Dalam istilah agama, hal ini
disebut keselamatan dunia dan keselamatan akhirat. Jalan mencari keselamatan itu bukan lagi
dengan memperoleh sebanyak mungkin mana, seperti dalam masyarakat dinamisme, dan tidak
pula dengan membujuk dan menyogok roh-roh dan dewa-dewa, seperti dalam masyarakat
animisme dan politeisme. Dalam agama monoteisme, kekuatan gaib atau supernatural itu
dipandang sebagai suatu zat yang berkuasa mutlak dan bukan lagi sebagai suatu zat yang
menguasai suatu fenomena alam, seperti dalam paham animisme dan politeisme. Oleh karena
itu, Tuhan dalam monoteisme tidak dapat dibujuk dengan saji-sajian. Kepada Tuhan sebagai
pencipta yang mutlak, orang tidak bisa kecuali menyerahkan diri kepada kehendak-Nya. Pada
dasarnya, inilah arti kata “islam” yang menjadi nama agama yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw. Islam bermakna penyerahan diri seutuhnya kepada kehendak Tuhan. Dengan
8 Al-Imam Syekh Muhammad ‘Abduh, al-Qur’an al-Karim Juz ‘Amma (Mesir: Dar al-Taufiqiyyah, 1978), hlm.124-
125.
penyerahan diri inilah, yaitu dengan mematuhi perintah dan larangan-larangan Tuhan, seorang
penganut agama monoteisme mencoba mencari keselamatan.
Di sinilah letak perbedaan besar antara agama-agama primitif dan agama monoteis. Dalam
agama-agama primitif, manusia mencoba membujuk dan menarik perhatian kekuatan
supernatural dengan penyembahan dan saji-sajian supaya kekuatan itu mengikuti kemauan
manusia. Sebaliknya, dalam agama monoteisme, manusialah yang tunduk kepada kemauan
Tuhan. Tuhan dalam paham monoteisme adalah Maha Suci dan Dia menghendaki supaya
manusia pun tetap suci. Manusia akan kembali kepada Tuhan, dan yang dapat kembali ke sisi
Tuhan Yang Maha Suci hanyalah orang-orang yang suci. Orang-orang yang kotor tidak akan
diterima kembali ke sisi Tuhan Yang Maha Suci. Orang-orang kotor akan berada di neraka,
yang berarti jauh dari Tuhan. Orang yang suci akan berada dekat Tuhan dalam surga. Jalan
untuk tetap suci adalah dengan senantiasa berusaha mendekati dan mengingat Dia, dan tidak
pernah melupakan-Nya. Dengan senantiasa mendekati dan mengingat Tuhan, manusia tidak
akan mudah terperdaya oleh kesenangan kepada materi yang akan membawa kepada kejahatan,
tetapi justru berupaya untuk memperoleh kesenangan abadi di akhirat. Dengan jalan demikian,
manusia senantiasa diharapkan berusaha supaya tetap mempunyai jiwa yang suci dan bersih
serta berusaha untuk menjauhi perbuatan-perbuatan buruk dan jahat.9
C. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
Sekurang-kurangnya ada empat alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap
agama. Keempat alasan tersebut secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Latar Belakang Fitrah Manusia
Murtadha Muthahari mengatakan bahwa pada saat berbicara tentang para nabi, Imam
Ali menyebutkan bahwa mereka diutus untuk mengigatkan manusia kepada perjanjian
yang telah diikat oleh fitrah mereka, yang kelak mereka akan dituntut untuk memenuhinya.
Perjanjian itu tidak tercatat diatas kertas, tidak pula diucapkan oleh lidah, melainkan terukir
dengan pena ciptaan Allah di permukaan kalbu dan lubuk fitrah manusia, dan diatas
permuakaan hati nurani serta di kedalaman perasaan batiniah.10
9 Mustafa Kamal Pasha, Aqidah Islam (Jogjakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003), hlm.13-20.
10 Murthada Muthahhari, Prespektif Manusia dan Agama, (Bandung: Mizan, 1990), cet. V, hlm. 45.
Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut, untuk pertama kali
ditegaskan dalam ajaran islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitrah manusia.
Sebelumnya manusia tidak mengenal kenyataan ini. Kemudian, muncul beberapa orag
yang menyerukan dan memopulerkannya. Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia
inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia pada agama. Oleh karena itu, ketika datang
wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar beragama, seruan tersebut memang sejalan
dengan fitrahnnya. Dalam konteks ini, Allah berfirman dalam QS. Ar-Rum, 30: 30:
ْ
‫م‬ِ‫َق‬‫أ‬َ‫ف‬
ْ
ْ‫ا‬ً
‫ف‬‫ي‬ِ‫ن‬َ
‫ْح‬ِ
‫ن‬‫ي‬ِ
‫لد‬ِ‫ْل‬ َ
‫ك‬َ
‫ه‬‫ج‬َ
‫و‬
ْ
‫ه‬‫ل‬‫ْا‬ِ‫ه‬
‫ْاَّلل‬ َ
‫ت‬َ
‫ر‬‫ط‬ِ‫ف‬
ْ‫ا‬َ
‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬َ
‫ْع‬ َ
‫هاس‬‫ن‬‫ْال‬َ
‫ر‬َ‫ط‬َ‫ف‬ْ ِ
‫ِت‬
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu (QS. Ar-Rum, 30:30).
Berdasarkan informasi tersebut, terlihat dengan jelas bahwa manusia secara fitri
merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk beragama. Hal demikian sejalan
dengan petunjuk nabi dalam salah satu hadisnya yang mengatakan bahwa setiap anak yang
dilahirkan memiliki fitrah (potensi beragama), maka tinggal orang tuanyalah yang
menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
2. Kelemahan dan Kekurangan Manusia
Faktor lain yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah karena di
samping manusia memiliki kesempurnaan juga memiliki kekurangan. Hal ini antara lain di
ungkapkan oleh kata an-nafs. Menurut Qurash shihab, bahwa dalam pandangan Al-Qur’an,
nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna dan berfungsi menampung serta
mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia
inilah yang oleh Al-Qur’an dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar. Kita misalnya
membaca ayat yang berbunyi:
(ْ‫ا‬َ
‫اه‬‫ه‬
‫و‬َ
‫اْس‬َ
‫م‬َ
‫ْو‬ ٍ
‫س‬‫ف‬َ‫ن‬َ
‫و‬
٧
(ْ‫ا‬َ
‫اه‬َ
‫و‬‫ق‬َ‫ت‬َ
‫اْو‬َ
‫ه‬َ
‫ور‬ُ
‫ج‬ُ‫ف‬ْ‫ا‬َ
‫ه‬َ
‫م‬َ‫َْل‬‫أ‬َ‫ف‬ْ)
٨
)
Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwaannya (QS. As-Syams, 91: 7-8).
Menurut Quraish Shihab bahwa kata mengilhamkan berarti potensi agar manusia
melalui nafs menangkap makna baik dan buruk, serta dapat mendorongnya untuk
melakukan kebaikan dan keburukan. Di sini antara lain terlihat perbedaan pengertian kata
ini menurut Al-Qur’an dengan terminologi kaum Sufi, yang oleh Al-Qusyairi dalam
risalahnya dinyatakan bahwa nafs dalam pengertian sufi adalah sesuatu yang melahirkan
sifat tercela dan perilaku buruk.11
3. Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah kehidupan manusia
yang senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari
luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Adapun
tantangan dari luar berupa rekayasa dan dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang
secara sengaja berupaya ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela
mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk
kebudayaan yang didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan. Kita
misalnya membaca ayat yang berbunyi:
َْ
‫ن‬‫و‬ُ
‫ق‬ِ
‫ف‬‫ن‬ُ‫اْي‬‫و‬ُ
‫ر‬َ
‫ف‬َ
‫ك‬َْ
‫ين‬ِ
‫ذ‬‫ه‬‫ل‬‫ْا‬‫ه‬
‫ن‬ِ‫إ‬
ْ
ِْ‫ه‬
‫ْاَّلل‬ ِ
‫يل‬ِ‫ب‬َ
‫ْس‬‫ن‬َ
‫اْع‬‫و‬ُّ
‫د‬ُ
‫ص‬َ‫ي‬ِ‫ْل‬‫م‬َُ
‫ْل‬‫ا‬َ
‫و‬‫َم‬‫أ‬
Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi
(orang) dari jalan Allah. (QS. Al-Anfal, 8: 36).
Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mereka
gunakan agar orang mengikuti keinginannya. Sebagai bentuk budaya, hiburan, obat-obat
terlarang dan lain sebagainya dibuat dengan sengaja. Untuk itu, upaya mengatasi dan
membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat menjalankan agama.
Godaan dan tantangan hidup demikian itu, saat ini semakin meningkat, sehingga upaya
mengamankan masyarakat menjadi penting.
11 Abd Al-Karim Hawazan Al-Qusyairi Al-Naisabury, al-Risalah al-Qusyairiyah fi’Ilm al-Tasawuf, (Mesir: Dar al-
Khair, t.t.), hlm. 319.

More Related Content

What's hot

Etika dan Moral Agama Hindu
Etika dan Moral Agama HinduEtika dan Moral Agama Hindu
Etika dan Moral Agama Hindu
Thomas Mon
 
Makalah agama hindu etika moral putu nagita
Makalah agama hindu etika moral putu nagitaMakalah agama hindu etika moral putu nagita
Makalah agama hindu etika moral putu nagita
PutuNagita
 
Agama hindu
Agama hindu Agama hindu
Agama hindu
Vimalan Letchumanan
 
Agama hindu dan budha
Agama hindu dan budhaAgama hindu dan budha
Agama hindu dan budha
Ikhsan Nasrullah
 
Tugas pai 2
Tugas pai 2Tugas pai 2
Tugas pai 2
Agus Triyono
 
1. konsep agama (1)
1. konsep agama (1)1. konsep agama (1)
1. konsep agama (1)
Erwin Line
 
Pengaruh Agama Hindu dalam Pembangunan sahsiah
Pengaruh Agama Hindu dalam Pembangunan sahsiahPengaruh Agama Hindu dalam Pembangunan sahsiah
Pengaruh Agama Hindu dalam Pembangunan sahsiah
Nur Kareena
 
Perbandingan Agama II (Abdul Manam)
Perbandingan Agama II (Abdul Manam)Perbandingan Agama II (Abdul Manam)
Perbandingan Agama II (Abdul Manam)
wk_aiman
 
Lahirnya agama hindu buddha
Lahirnya agama hindu buddhaLahirnya agama hindu buddha
Lahirnya agama hindu buddha
Rachellita Elizania
 
Penjelasan tentang Agama Hindu
Penjelasan tentang Agama HinduPenjelasan tentang Agama Hindu
Penjelasan tentang Agama Hindu
Vivi Silvia
 
Konsep Agama Hindu
Konsep Agama HinduKonsep Agama Hindu
Konsep Agama Hindu
pjj_kemenkes
 
Moksa
MoksaMoksa
Perkembangan Agama Hindu-Budha
Perkembangan Agama Hindu-BudhaPerkembangan Agama Hindu-Budha
Perkembangan Agama Hindu-Budha
amirapp
 
Implementasi harkat dan martabat manusia
Implementasi harkat dan martabat manusiaImplementasi harkat dan martabat manusia
Implementasi harkat dan martabat manusia
O'nyhondd Liebling
 
teori asal usul agama
teori asal usul agamateori asal usul agama
teori asal usul agamamkazree
 
Kaidah /keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah /keyakinan agama terhadap manusiaKaidah /keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah /keyakinan agama terhadap manusia
pjj_kemenkes
 
Pengertian, Fungsi, Tujuan, dan Unsur-unsur Agama
Pengertian, Fungsi, Tujuan, dan Unsur-unsur AgamaPengertian, Fungsi, Tujuan, dan Unsur-unsur Agama
Pengertian, Fungsi, Tujuan, dan Unsur-unsur Agama
Jimatul Arrobi
 
Tauhid, Al-Qur’an&Hadits, Generasi Terbaik dan Salafussalih, Berbagi, Keadila...
Tauhid, Al-Qur’an&Hadits, Generasi Terbaik dan Salafussalih, Berbagi, Keadila...Tauhid, Al-Qur’an&Hadits, Generasi Terbaik dan Salafussalih, Berbagi, Keadila...
Tauhid, Al-Qur’an&Hadits, Generasi Terbaik dan Salafussalih, Berbagi, Keadila...
DitiTriAriputry
 
Sistem kepercayaan awal masyarakat
Sistem kepercayaan awal masyarakatSistem kepercayaan awal masyarakat
Sistem kepercayaan awal masyarakat
rendrafauzi
 

What's hot (19)

Etika dan Moral Agama Hindu
Etika dan Moral Agama HinduEtika dan Moral Agama Hindu
Etika dan Moral Agama Hindu
 
Makalah agama hindu etika moral putu nagita
Makalah agama hindu etika moral putu nagitaMakalah agama hindu etika moral putu nagita
Makalah agama hindu etika moral putu nagita
 
Agama hindu
Agama hindu Agama hindu
Agama hindu
 
Agama hindu dan budha
Agama hindu dan budhaAgama hindu dan budha
Agama hindu dan budha
 
Tugas pai 2
Tugas pai 2Tugas pai 2
Tugas pai 2
 
1. konsep agama (1)
1. konsep agama (1)1. konsep agama (1)
1. konsep agama (1)
 
Pengaruh Agama Hindu dalam Pembangunan sahsiah
Pengaruh Agama Hindu dalam Pembangunan sahsiahPengaruh Agama Hindu dalam Pembangunan sahsiah
Pengaruh Agama Hindu dalam Pembangunan sahsiah
 
Perbandingan Agama II (Abdul Manam)
Perbandingan Agama II (Abdul Manam)Perbandingan Agama II (Abdul Manam)
Perbandingan Agama II (Abdul Manam)
 
Lahirnya agama hindu buddha
Lahirnya agama hindu buddhaLahirnya agama hindu buddha
Lahirnya agama hindu buddha
 
Penjelasan tentang Agama Hindu
Penjelasan tentang Agama HinduPenjelasan tentang Agama Hindu
Penjelasan tentang Agama Hindu
 
Konsep Agama Hindu
Konsep Agama HinduKonsep Agama Hindu
Konsep Agama Hindu
 
Moksa
MoksaMoksa
Moksa
 
Perkembangan Agama Hindu-Budha
Perkembangan Agama Hindu-BudhaPerkembangan Agama Hindu-Budha
Perkembangan Agama Hindu-Budha
 
Implementasi harkat dan martabat manusia
Implementasi harkat dan martabat manusiaImplementasi harkat dan martabat manusia
Implementasi harkat dan martabat manusia
 
teori asal usul agama
teori asal usul agamateori asal usul agama
teori asal usul agama
 
Kaidah /keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah /keyakinan agama terhadap manusiaKaidah /keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah /keyakinan agama terhadap manusia
 
Pengertian, Fungsi, Tujuan, dan Unsur-unsur Agama
Pengertian, Fungsi, Tujuan, dan Unsur-unsur AgamaPengertian, Fungsi, Tujuan, dan Unsur-unsur Agama
Pengertian, Fungsi, Tujuan, dan Unsur-unsur Agama
 
Tauhid, Al-Qur’an&Hadits, Generasi Terbaik dan Salafussalih, Berbagi, Keadila...
Tauhid, Al-Qur’an&Hadits, Generasi Terbaik dan Salafussalih, Berbagi, Keadila...Tauhid, Al-Qur’an&Hadits, Generasi Terbaik dan Salafussalih, Berbagi, Keadila...
Tauhid, Al-Qur’an&Hadits, Generasi Terbaik dan Salafussalih, Berbagi, Keadila...
 
Sistem kepercayaan awal masyarakat
Sistem kepercayaan awal masyarakatSistem kepercayaan awal masyarakat
Sistem kepercayaan awal masyarakat
 

Similar to Materi msi

Pai 3 kebutuhan agama 2003
Pai 3  kebutuhan agama 2003Pai 3  kebutuhan agama 2003
Pai 3 kebutuhan agama 2003
Hamba Alloh Part II
 
PPT Studi Islam kelompok 10.pptx
PPT Studi Islam kelompok 10.pptxPPT Studi Islam kelompok 10.pptx
PPT Studi Islam kelompok 10.pptx
ShintaAzhari
 
Asal usul agama psychologis evolusionistis
Asal usul agama psychologis evolusionistisAsal usul agama psychologis evolusionistis
Asal usul agama psychologis evolusionistis
Syaikhuna Al-Asyhi
 
Bab ii tgas
Bab ii tgasBab ii tgas
Bab ii tgas33335
 
Agama
AgamaAgama
04 Agama
04 Agama04 Agama
04 Agama
WanBK Leo
 
2.Materi PAK 2 PNM Smt.Gasal 2020 Dengan Soal.pptx
2.Materi PAK 2 PNM Smt.Gasal 2020 Dengan Soal.pptx2.Materi PAK 2 PNM Smt.Gasal 2020 Dengan Soal.pptx
2.Materi PAK 2 PNM Smt.Gasal 2020 Dengan Soal.pptx
DanielErgawanto
 
1kebutuhan manusia terhadap agama islam
1kebutuhan manusia  terhadap agama islam1kebutuhan manusia  terhadap agama islam
1kebutuhan manusia terhadap agama islam
IfanBudiyanto2
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
jayacapture
 
Definisi kebudayaan
Definisi kebudayaanDefinisi kebudayaan
Definisi kebudayaan
nurulhawaniarifin
 
Agama
AgamaAgama
Agama dan manusia
Agama dan manusiaAgama dan manusia
Agama dan manusia
ahmadt2000
 
Agama arti dan r lingkupnya
Agama arti dan r lingkupnyaAgama arti dan r lingkupnya
Agama arti dan r lingkupnyaSutipyo Ru'iya
 
Materi agama hindu
Materi agama hinduMateri agama hindu
Materi agama hindu
Wayan Martino
 
Konsep ketuhanan dan keagamaan
Konsep ketuhanan dan keagamaanKonsep ketuhanan dan keagamaan
Konsep ketuhanan dan keagamaanfiro HAR
 
Filsafat
FilsafatFilsafat
Filsafat
abi sukron
 
Filsafat
FilsafatFilsafat
Filsafat
abi sukron
 
Filsafat Ilmu
Filsafat IlmuFilsafat Ilmu
Filsafat Ilmu
elsamillenia
 

Similar to Materi msi (20)

Pai 3 kebutuhan agama 2003
Pai 3  kebutuhan agama 2003Pai 3  kebutuhan agama 2003
Pai 3 kebutuhan agama 2003
 
PPT Studi Islam kelompok 10.pptx
PPT Studi Islam kelompok 10.pptxPPT Studi Islam kelompok 10.pptx
PPT Studi Islam kelompok 10.pptx
 
Asal usul agama psychologis evolusionistis
Asal usul agama psychologis evolusionistisAsal usul agama psychologis evolusionistis
Asal usul agama psychologis evolusionistis
 
Bab ii tgas
Bab ii tgasBab ii tgas
Bab ii tgas
 
Agama
AgamaAgama
Agama
 
04 Agama
04 Agama04 Agama
04 Agama
 
2.Materi PAK 2 PNM Smt.Gasal 2020 Dengan Soal.pptx
2.Materi PAK 2 PNM Smt.Gasal 2020 Dengan Soal.pptx2.Materi PAK 2 PNM Smt.Gasal 2020 Dengan Soal.pptx
2.Materi PAK 2 PNM Smt.Gasal 2020 Dengan Soal.pptx
 
Pertemuan 1
Pertemuan 1Pertemuan 1
Pertemuan 1
 
1kebutuhan manusia terhadap agama islam
1kebutuhan manusia  terhadap agama islam1kebutuhan manusia  terhadap agama islam
1kebutuhan manusia terhadap agama islam
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Definisi kebudayaan
Definisi kebudayaanDefinisi kebudayaan
Definisi kebudayaan
 
Agama
AgamaAgama
Agama
 
Agama dan manusia
Agama dan manusiaAgama dan manusia
Agama dan manusia
 
Materi kuliah pai
Materi kuliah paiMateri kuliah pai
Materi kuliah pai
 
Agama arti dan r lingkupnya
Agama arti dan r lingkupnyaAgama arti dan r lingkupnya
Agama arti dan r lingkupnya
 
Materi agama hindu
Materi agama hinduMateri agama hindu
Materi agama hindu
 
Konsep ketuhanan dan keagamaan
Konsep ketuhanan dan keagamaanKonsep ketuhanan dan keagamaan
Konsep ketuhanan dan keagamaan
 
Filsafat
FilsafatFilsafat
Filsafat
 
Filsafat
FilsafatFilsafat
Filsafat
 
Filsafat Ilmu
Filsafat IlmuFilsafat Ilmu
Filsafat Ilmu
 

Recently uploaded

Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024
Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024
Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024
Herry Prasetyo
 
5. Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas_SDN 8n Kranji.docx
5. Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas_SDN 8n Kranji.docx5. Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas_SDN 8n Kranji.docx
5. Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas_SDN 8n Kranji.docx
StevanusOkiRudySusan
 
Tugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdf
Tugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdfTugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdf
Tugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdf
SafaAgrita1
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdeka
Fathan Emran
 
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdfBiografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
pristayulianabila
 
PERSENTASI PENINGKATAN KUALITAS PRAKTIK PEMBELAJARAN.pdf
PERSENTASI PENINGKATAN KUALITAS PRAKTIK PEMBELAJARAN.pdfPERSENTASI PENINGKATAN KUALITAS PRAKTIK PEMBELAJARAN.pdf
PERSENTASI PENINGKATAN KUALITAS PRAKTIK PEMBELAJARAN.pdf
MunirLuvNaAin
 
CP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdf
CP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdfCP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdf
CP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdf
andimagfirahwati1
 
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdfProjek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
anikdwihariyanti
 
Alur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase e
Alur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase eAlur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase e
Alur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase e
MsElisazmar
 
(Fase B ) - Gaya Hidup Berkelanjutan (P5).docx
(Fase B ) - Gaya Hidup Berkelanjutan (P5).docx(Fase B ) - Gaya Hidup Berkelanjutan (P5).docx
(Fase B ) - Gaya Hidup Berkelanjutan (P5).docx
BAHTIARMUHAMAD
 
PRESENTASI PROGRAM KERJA TATA USAHA SMP.pptx
PRESENTASI PROGRAM KERJA TATA USAHA SMP.pptxPRESENTASI PROGRAM KERJA TATA USAHA SMP.pptx
PRESENTASI PROGRAM KERJA TATA USAHA SMP.pptx
Hasbullah66
 
Modul Projek Gaya Hidup Berkelanjutan - Peduli Sampah Selamatkan Generasi - F...
Modul Projek Gaya Hidup Berkelanjutan - Peduli Sampah Selamatkan Generasi - F...Modul Projek Gaya Hidup Berkelanjutan - Peduli Sampah Selamatkan Generasi - F...
Modul Projek Gaya Hidup Berkelanjutan - Peduli Sampah Selamatkan Generasi - F...
AdeSutisna19
 
Modul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
PAPARAN PELATIHAN SATKAMLING DALAM RANGKA LOMBA.pptx
PAPARAN PELATIHAN SATKAMLING DALAM RANGKA LOMBA.pptxPAPARAN PELATIHAN SATKAMLING DALAM RANGKA LOMBA.pptx
PAPARAN PELATIHAN SATKAMLING DALAM RANGKA LOMBA.pptx
xtemplat
 
Panduan E_KSP SMK 2024 Program Kemendikbud SMK
Panduan E_KSP SMK 2024 Program Kemendikbud SMKPanduan E_KSP SMK 2024 Program Kemendikbud SMK
Panduan E_KSP SMK 2024 Program Kemendikbud SMK
PujiMaryati
 
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada AnakMengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak
 
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptx
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptxPEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptx
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptx
dwiwahyuningsih74
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan Regulasi Terbaru P...
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan  Regulasi  Terbaru P...PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan  Regulasi  Terbaru P...
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan Regulasi Terbaru P...
Kanaidi ken
 
1. Sosialisasi_Serdos_2024_PSD_PTU dan Peserta.pdf
1. Sosialisasi_Serdos_2024_PSD_PTU dan Peserta.pdf1. Sosialisasi_Serdos_2024_PSD_PTU dan Peserta.pdf
1. Sosialisasi_Serdos_2024_PSD_PTU dan Peserta.pdf
denny404455
 
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
Arumdwikinasih
 

Recently uploaded (20)

Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024
Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024
Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024
 
5. Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas_SDN 8n Kranji.docx
5. Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas_SDN 8n Kranji.docx5. Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas_SDN 8n Kranji.docx
5. Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas_SDN 8n Kranji.docx
 
Tugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdf
Tugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdfTugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdf
Tugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdf
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdeka
 
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdfBiografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
 
PERSENTASI PENINGKATAN KUALITAS PRAKTIK PEMBELAJARAN.pdf
PERSENTASI PENINGKATAN KUALITAS PRAKTIK PEMBELAJARAN.pdfPERSENTASI PENINGKATAN KUALITAS PRAKTIK PEMBELAJARAN.pdf
PERSENTASI PENINGKATAN KUALITAS PRAKTIK PEMBELAJARAN.pdf
 
CP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdf
CP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdfCP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdf
CP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdf
 
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdfProjek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
 
Alur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase e
Alur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase eAlur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase e
Alur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase e
 
(Fase B ) - Gaya Hidup Berkelanjutan (P5).docx
(Fase B ) - Gaya Hidup Berkelanjutan (P5).docx(Fase B ) - Gaya Hidup Berkelanjutan (P5).docx
(Fase B ) - Gaya Hidup Berkelanjutan (P5).docx
 
PRESENTASI PROGRAM KERJA TATA USAHA SMP.pptx
PRESENTASI PROGRAM KERJA TATA USAHA SMP.pptxPRESENTASI PROGRAM KERJA TATA USAHA SMP.pptx
PRESENTASI PROGRAM KERJA TATA USAHA SMP.pptx
 
Modul Projek Gaya Hidup Berkelanjutan - Peduli Sampah Selamatkan Generasi - F...
Modul Projek Gaya Hidup Berkelanjutan - Peduli Sampah Selamatkan Generasi - F...Modul Projek Gaya Hidup Berkelanjutan - Peduli Sampah Selamatkan Generasi - F...
Modul Projek Gaya Hidup Berkelanjutan - Peduli Sampah Selamatkan Generasi - F...
 
Modul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum Merdeka
 
PAPARAN PELATIHAN SATKAMLING DALAM RANGKA LOMBA.pptx
PAPARAN PELATIHAN SATKAMLING DALAM RANGKA LOMBA.pptxPAPARAN PELATIHAN SATKAMLING DALAM RANGKA LOMBA.pptx
PAPARAN PELATIHAN SATKAMLING DALAM RANGKA LOMBA.pptx
 
Panduan E_KSP SMK 2024 Program Kemendikbud SMK
Panduan E_KSP SMK 2024 Program Kemendikbud SMKPanduan E_KSP SMK 2024 Program Kemendikbud SMK
Panduan E_KSP SMK 2024 Program Kemendikbud SMK
 
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada AnakMengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
 
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptx
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptxPEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptx
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan Regulasi Terbaru P...
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan  Regulasi  Terbaru P...PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan  Regulasi  Terbaru P...
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan Regulasi Terbaru P...
 
1. Sosialisasi_Serdos_2024_PSD_PTU dan Peserta.pdf
1. Sosialisasi_Serdos_2024_PSD_PTU dan Peserta.pdf1. Sosialisasi_Serdos_2024_PSD_PTU dan Peserta.pdf
1. Sosialisasi_Serdos_2024_PSD_PTU dan Peserta.pdf
 
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
 

Materi msi

  • 1. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Agama Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya. Menurut Harun Nasution, dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din (‫دين‬) dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agama berasal dari bahasa Sansekerta, “a” yang berarti tidak dan “gam” yang artinya pergi. Jadi agama artinya tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi secara turun-temurun. Selanjutnya din dalam bahasa semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan.1 Harun Nasution menyimpulkan bahwa intisari yang terkandung dalam istilah-istilah di atas ialah ikatan. Agama memang mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Suatu kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap oleh pancaindera.2 Menurut Prof. Yusuf Qordawi bahwa kata ad-din adalah keyakinan (keimanan) tentang suatu zat ketuhanan (ilahiyah) yang pantas untuk menerima ketaatan dan ibadah (penyembahan).3 Adapun pengertian agama dari segi istilah menurut Elizabet K. Nottingham adalah gejala yang begitu sering terdapat dimana-mana sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk membuat abstraksi ilmiah. Lebih lanjut Nottingham mengatakan bahwa agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama telah menimbulkan khayalnya yang paling luas dan juga digunakan untuk membenarkan kekejaman orang yang luar biasa terhadap orang lain. Agama 1 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta, Rajawali Pers, 2016), hlm. 9. 2 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI Press, 1979), hlm. 9-10. 3 Solihah Titin Sumanti, Dasar-dasar Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 26.
  • 2. dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna dan juga perasaan takut dan ngeri.4 Menurut Hendro Puspito, agama adalah suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non empiris yang dipercayainya dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan masyarakat pada umumnya.5 Menurut A. M. Saefuddin (1987), menyatakan bahwa agama merupakan kebutuhan manusia yang paling esensial yang bersifat universal. Karena itu, agama merupakan kesadaran spiritual yang di dalamnya ada satu kenyataan di luar kenyataan yang nampak ini, yaitu bahwa manusia selalu mengharap belas kasihan-Nya, bimbingan-Nya, serta belaian-Nya, yang secara ontologis tidak bisa diingkari, walaupun oleh manusia yang mengingkari agama (komunis) sekalipun. B. Agama dan Perkembangannya Dalam perjalanan sejarahnya, agama dapat dibedakan menjadi dua kategori. Ada agama yang dianut oleh masyarakat yang masih bersifat primitif dan ada pula yang dianut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase primitif. Di antara bentuk agama yang terdapat dalam masyarakat primitif adalah dinamisme, animisme, dan politeisme. Agama dinamisme mengandung kepercayaan pada kekuatan gaib yang misterius. Dalam paham ini, benda-benda tertentu diyakini mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada yang bersifat jahat. Benda yang mempunyai kekuatan gaib baik akan disenangi dan dipakai atau dimakan agar orang yang memakai atau memakannya senantiasa dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan gaib yang terdapat di dalamnya. Benda yang mempunyai kekuatan gaib dan jahat ditakuti dan karena itu dijauhi. Kekuatan gaib itu tidak mengambil tempat yang tetap, tetapi berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Lebih lanjut, kekuatan gaib itu tak dapat dilihat, yang dapat dilihat hanyalah efek atau bekas dan pengaruhnya. Pengaruh baiknya umumnya terlihat dalam bentuk kesuburan bagi sebidang tanah, rindangnya buah bagi sesuatu pohon, panjangnya umur bagi seseorang, keberanian luar biasa bagi pahlawan perang, kekuatan luar biasa bagi seekor 4 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat Suatu Pengantar Sosiologi Agama, (Jakarta: Rajawali, 1985), cet. I, hlm. 4. 5 Hendropuspito,Sosiologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1998) hlm. 34
  • 3. bina-tang, dan sebagainya. Kalau efek-efek tersebut telah hilang dari tanah, atau pohon, atau pun dari selainnya, maka benda yang diang-gap membawa kesuburan, umur panjang, dan sebagainya itu berarti telah kehilangan kekuatan gaibnya, dan benda itu pun tidak dihargai lagi. Dalam literatur ilmiah, kekuatan gaib itu disebut “mana”, orang Jepang menyebutnya “kami”, orang India “hari”, “sakti”, dan sebagainya, orang Pigmi di Afrika menyebutnya, “oudah”, dan orang Indian Amerika menyebutnya “wakan”,“orienda”, dan “maniti”.6 Dalam bahasa Indonesia mana ini disebut tuah atau sakti. Di kalangan masyarakat Indonesia, orang masih menghargai barang-barang yang dianggap bersakti dan bertuah, seperti keris, batu cincin, dan lain-lain. Dengan memakai benda serupa ini, orang menganggap dirinya akan dapat terpelihara dari penyakit, kecelakaan, bencana, dan lain-lain. Mana yang terdapat dalam benda yang bersangkutan dan merupakan kekuatan gaib itulah yang dianggap memelihara manusia dari hal-hal buruk yang disebut di atas. Dalam paham agama dinamisme, diyakini bahwa semakin bertambah mana yang diperoleh seseorang semakin bertambah jauh pula dia dari bahaya dan bertambah selamat hidupnya. Kehilangan mana berarti maut. Oleh karena itu, tujuan beragama di sini, ialah mengumpulkan mana sebanyak mungkin.7 Dalam masyarakat primitif peran seorang dukun atau ahli sihir dipandang masih penting karena mereka inilah yang diyakini dapat mengontrol dan menguasai mana yang beraneka ragam itu. Mereka dianggap dapat membuat mana berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Karena kemampuan seperti ini, mereka diyakini dapat pula menempatkan mana ke dalam benda-benda yang telah mereka tentukan, biasanya benda-benda kecil yang mudah diikatkan ke anggota badan dan mudah dapat di bawa ke mana-mana. Benda-benda serupa ini disebut fetish. Dengan cara demikian, seorang anggota masyara-kat primitif dapat memperoleh mana yang diperlukan untuk memelihara keselamatan diri mereka dari bahaya-bahaya yang selalu mengancam hidup mereka. Agama animisme, adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa, mempunyai roh. Roh dalam masyarakat primitif belum mengambil bentuk roh seperti yang dipahami oleh paham masyarakat yang lebih maju. Dalam masyarakat primitif, roh masih tersusun dari materi yang halus sekali, yang lebih menyerupai 6 Harun Nasution, Falsafat Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm. 23-24. 7 Harun Nasution, Islam Ditinjau, Jilid II, hlm.10-11.
  • 4. uap atau udara. Roh bagi mereka mempunyai rupa, misalnya berkaki dan bertangan yang panjang-panjang, mempunyai umur dan perlu pada makanan. Mereka bertingkah laku seperti manusia, misalnya pergi berburu, menari, dan menyanyi. Terkadang roh dapat juga dilihat, walaupun ia tersusun dari materi yang halus sekali. Roh dari benda-benda tertentu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan manusia. Mereka menghormati dan merasa takut pada Roh dari benda-benda yang menimbulkan perasaan dahsyat, seperti hutan yang lebat, danau yang dalam, sungai yang arusnya deras, pohon besar lagi rindang daunnya, gua yang gelap, dan sebagainya. Masyarakat primitif mempersembahkan sesajen kepada roh-roh seperti ini untuk menyenangkan hati mereka. Sesajen biasanya berupa binatang, makanan, kembang, dan sebagainya. Bagi penganut animisme, roh nenek moyang mereka juga menjadi objek yang ditakuti dan dihormati. Dalam konteks agama animisme, tujuan beragama masih terbatas pada penciptaan atau penjalinan hubungan baik dengan roh-roh yang ditakuti dan dihormati itu dengan cara berupaya menyenangkan hati mereka. Tindakan yang membuat mereka marah harus dijauhi karena kemarahan roh-roh itu akan menimbulkan bahaya dan malapetaka. Yang diyakini dapat mengontrol roh-roh tersebut, seperti halnya dalam agama dinamisme, adalah dukun dan ahli sihir juga. Dalam masyarakat Indonesia, masih dijumpai kepercayaan kepada roh, seperti halnya kepercayaan kepada mana. Bentuknya banyak terlihat dalam tradisi pemberian sasajen, selamatan, kepercayaan kepada ”makhluk halus” dan lain-lain. Ritus dan tradisi seperti ini adalah bekas dan peninggalan dari kepercayaan animistis masyarakat kita dari zaman yang silam. Agama politeisme mengandung kepercayaan pada dewa-dewa. Dalam agama ini, bukan lagi roh-roh yang yang menimbulkan perasaan takjub dan dahsyat, tapi dewa-dewa. Kalau roh- roh dalam animisme tidak diketahui tugas-tugasnya yang sebenarnya, dewadewa dalam politeisme mempunyai tugas-tugas tertentu. Ada dewa yang bertugas menyinarkan cahaya dan panas ke permukaan bumi. Dewa ini dalam agama Mesir kuno disebut Ra, dalam agama India Kuno disebut Surya, dan dalam agama Persia kuno disebut Mithra. Ada pula dewa yang tugasnya menurunkan hujan, yang diberi nama Indera dalam agama India kuno, dan Donnar dalam agama Jerman kuno. Selanjutnya, ada pula dewa angin yang disebut Wata dalam agama India kuno, dan Wotan dalam agama Jerman kuno.
  • 5. Dalam politeisme, dewa-dewa diyakini lebih berkuasa daripada roh-roh. Oleh karena itu, tujuan hidup beragama di sini bukanlah hanya memberi sasajen dan persembahan kepada dewa- dewa itu, tetapi juga menyembah dan berdoa pada mereka untuk menjauhkan amarahnya dari masyarakat yang bersangkutan. Dalam politeisme terdapat paham pertentangan tugas antara dewa-dewa yang banyak itu. Dewa hujan dan dewa kemarau mempunyai tugas bertentangan, dewa musim dingin dengan dewa musim panas, dewa pembanguan dengan dewa penghancuran, dan sebagainya. Oleh karena itu, bila berdoa, seorang penganut politeisme (politeis) tidak memanjatkan doa hanya kepada satu dewa, tetapi juga kepada dewa lawannya. Ada kalanya tiga dari dewa-dewa yang banyak dalam politeisme meningkat statusnya menjadi tiga dewa utama yang mendapat perhatian dan pujaan yang lebih besar dari yang lain. Dari sini timbul paham dewa tiga. Dalam ajaran agama Hindu, dewa tiga itu mengambil bentuk Brahma, Wisnu, Syiwa; dalam agama Weda menjadi Indra, Vithra dan Varuna; dalam agama Mesir kuno, Osioris dengan isterinya Isis dan anaknya Herus; dan dalam agama Arab pra-Islam ketiga dewa itu adalah al-Lata, al-‘Uzza, dan Manata. Namun demikian, kalau dewa yang terbesar itu saja kemudian yang dihormati dan dipuja, sedang dewa-dewa lain ditinggalkan, paham demikian telah keluar dari politeisme dan meningkat kepada Henoteisme. Henoteisme mengakui satu tuhan untuk satu bangsa, dan bangsa-bangsa lain mempunyai tuhannya sendiri-sendiri. Henoteisme mengandung paham Tuhan Nasional. Paham seperti ini terdapat dalam perkembangan paham keagamaan masyarakat Yahudi. Yahweh pada akhirnya mengalahkan dan menghancurkan semua dewa suku bangsa Yahudi lain, sehingga Yahweh menjadi tuhan nasional bangsa Yahudi. Paham tuhan utama dalam satu agama ini bisa meningkat menjadi paham tuhan tunggal yang disebut dengan monoteisme, seperti akan dijelaskan di bawah. Agama selanjutnya adalah agama monoteisme. Dalam masyarakat yang sudah maju, agama yang dianut bukan lagi dinamisme, animisme, politeisme, dan henoteisme, tetapi agama monoteisme atau, dalam istilah Islam disebut agama tauhid. Dasar ajaran monoteisme adalah kepercayaan kepada adanya satu tuhan, Tuhan Maha Esa, pencipta alam semesta. Dengan demikian, perbedaan antara henoteisme dengan monoteisme ialah bahwa pada agama yang
  • 6. disebut terakhir tuhan tidak lagi merupakan tuhan nasional, tetapi tuhan internasional,8 tuhan semua bangsa di dunia ini, bukan tuhan alam semesta. Kalau dalam agama-agama sebelumnya, asal-usul manusia belum memperoleh perhatian, dalam agama monoteisme, manusia telah diyakini berasal dari Tuhan dan akhirnya akan kembali ke Tuhan. Oleh karena itu, dalam agama monoteisme telah muncul kesadaran bahwa kehidupan manusia tidak hanya terbatas pada kehidupan fisikmaterial di dunia ini, tetapi akan berlanjut ke kehidupan berikutnya setelah manusia meninggal dunia. Dalam Islam, kehidupan kedua ini biasa disebut sebagai kehidupan akhirat. Di samping itu, dalam agama monoteisme terdapat keyakinan monoteisme bahwa di antara kedua periode kehidupan tersebut, kehidupan tahap kedualah yang lebih penting. Periode kehidupan pertama bersifat sementara saja sedang yang kedua bersifat kekal. Senang atau sengsaranya seseorang di periode kehidupan kedua nanti bergantung pada baik dan buruknya kehidupan yang dia jalani dalam periode yang pertama. Kalau dia hidup di sini sebagai orang-orang baik, dia akan memperoleh kesenangan di sisi Tuhan kelak. Akan tetapi, kalau dia hidup dalam keadaan jahat, dia akan mengalami kesengsaraan di akhirat nanti. Paham seperti ini belum jelas terlihat dalam agama politeisme apalagi dalam agama-agama dinamisme dan animisme. Tujuan hidup dalam agama monoteisme bukan lagi mencari keselamatan hidup material saja, tetapi juga keselamatan hidup kedua atau hidup spiritual. Dalam istilah agama, hal ini disebut keselamatan dunia dan keselamatan akhirat. Jalan mencari keselamatan itu bukan lagi dengan memperoleh sebanyak mungkin mana, seperti dalam masyarakat dinamisme, dan tidak pula dengan membujuk dan menyogok roh-roh dan dewa-dewa, seperti dalam masyarakat animisme dan politeisme. Dalam agama monoteisme, kekuatan gaib atau supernatural itu dipandang sebagai suatu zat yang berkuasa mutlak dan bukan lagi sebagai suatu zat yang menguasai suatu fenomena alam, seperti dalam paham animisme dan politeisme. Oleh karena itu, Tuhan dalam monoteisme tidak dapat dibujuk dengan saji-sajian. Kepada Tuhan sebagai pencipta yang mutlak, orang tidak bisa kecuali menyerahkan diri kepada kehendak-Nya. Pada dasarnya, inilah arti kata “islam” yang menjadi nama agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Islam bermakna penyerahan diri seutuhnya kepada kehendak Tuhan. Dengan 8 Al-Imam Syekh Muhammad ‘Abduh, al-Qur’an al-Karim Juz ‘Amma (Mesir: Dar al-Taufiqiyyah, 1978), hlm.124- 125.
  • 7. penyerahan diri inilah, yaitu dengan mematuhi perintah dan larangan-larangan Tuhan, seorang penganut agama monoteisme mencoba mencari keselamatan. Di sinilah letak perbedaan besar antara agama-agama primitif dan agama monoteis. Dalam agama-agama primitif, manusia mencoba membujuk dan menarik perhatian kekuatan supernatural dengan penyembahan dan saji-sajian supaya kekuatan itu mengikuti kemauan manusia. Sebaliknya, dalam agama monoteisme, manusialah yang tunduk kepada kemauan Tuhan. Tuhan dalam paham monoteisme adalah Maha Suci dan Dia menghendaki supaya manusia pun tetap suci. Manusia akan kembali kepada Tuhan, dan yang dapat kembali ke sisi Tuhan Yang Maha Suci hanyalah orang-orang yang suci. Orang-orang yang kotor tidak akan diterima kembali ke sisi Tuhan Yang Maha Suci. Orang-orang kotor akan berada di neraka, yang berarti jauh dari Tuhan. Orang yang suci akan berada dekat Tuhan dalam surga. Jalan untuk tetap suci adalah dengan senantiasa berusaha mendekati dan mengingat Dia, dan tidak pernah melupakan-Nya. Dengan senantiasa mendekati dan mengingat Tuhan, manusia tidak akan mudah terperdaya oleh kesenangan kepada materi yang akan membawa kepada kejahatan, tetapi justru berupaya untuk memperoleh kesenangan abadi di akhirat. Dengan jalan demikian, manusia senantiasa diharapkan berusaha supaya tetap mempunyai jiwa yang suci dan bersih serta berusaha untuk menjauhi perbuatan-perbuatan buruk dan jahat.9 C. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama Sekurang-kurangnya ada empat alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap agama. Keempat alasan tersebut secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Latar Belakang Fitrah Manusia Murtadha Muthahari mengatakan bahwa pada saat berbicara tentang para nabi, Imam Ali menyebutkan bahwa mereka diutus untuk mengigatkan manusia kepada perjanjian yang telah diikat oleh fitrah mereka, yang kelak mereka akan dituntut untuk memenuhinya. Perjanjian itu tidak tercatat diatas kertas, tidak pula diucapkan oleh lidah, melainkan terukir dengan pena ciptaan Allah di permukaan kalbu dan lubuk fitrah manusia, dan diatas permuakaan hati nurani serta di kedalaman perasaan batiniah.10 9 Mustafa Kamal Pasha, Aqidah Islam (Jogjakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003), hlm.13-20. 10 Murthada Muthahhari, Prespektif Manusia dan Agama, (Bandung: Mizan, 1990), cet. V, hlm. 45.
  • 8. Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut, untuk pertama kali ditegaskan dalam ajaran islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitrah manusia. Sebelumnya manusia tidak mengenal kenyataan ini. Kemudian, muncul beberapa orag yang menyerukan dan memopulerkannya. Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia pada agama. Oleh karena itu, ketika datang wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar beragama, seruan tersebut memang sejalan dengan fitrahnnya. Dalam konteks ini, Allah berfirman dalam QS. Ar-Rum, 30: 30: ْ ‫م‬ِ‫َق‬‫أ‬َ‫ف‬ ْ ْ‫ا‬ً ‫ف‬‫ي‬ِ‫ن‬َ ‫ْح‬ِ ‫ن‬‫ي‬ِ ‫لد‬ِ‫ْل‬ َ ‫ك‬َ ‫ه‬‫ج‬َ ‫و‬ ْ ‫ه‬‫ل‬‫ْا‬ِ‫ه‬ ‫ْاَّلل‬ َ ‫ت‬َ ‫ر‬‫ط‬ِ‫ف‬ ْ‫ا‬َ ‫ه‬‫ي‬َ‫ل‬َ ‫ْع‬ َ ‫هاس‬‫ن‬‫ْال‬َ ‫ر‬َ‫ط‬َ‫ف‬ْ ِ ‫ِت‬ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu (QS. Ar-Rum, 30:30). Berdasarkan informasi tersebut, terlihat dengan jelas bahwa manusia secara fitri merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk beragama. Hal demikian sejalan dengan petunjuk nabi dalam salah satu hadisnya yang mengatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan memiliki fitrah (potensi beragama), maka tinggal orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. 2. Kelemahan dan Kekurangan Manusia Faktor lain yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah karena di samping manusia memiliki kesempurnaan juga memiliki kekurangan. Hal ini antara lain di ungkapkan oleh kata an-nafs. Menurut Qurash shihab, bahwa dalam pandangan Al-Qur’an, nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna dan berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh Al-Qur’an dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar. Kita misalnya membaca ayat yang berbunyi: (ْ‫ا‬َ ‫اه‬‫ه‬ ‫و‬َ ‫اْس‬َ ‫م‬َ ‫ْو‬ ٍ ‫س‬‫ف‬َ‫ن‬َ ‫و‬ ٧ (ْ‫ا‬َ ‫اه‬َ ‫و‬‫ق‬َ‫ت‬َ ‫اْو‬َ ‫ه‬َ ‫ور‬ُ ‫ج‬ُ‫ف‬ْ‫ا‬َ ‫ه‬َ ‫م‬َ‫َْل‬‫أ‬َ‫ف‬ْ) ٨ ) Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (QS. As-Syams, 91: 7-8).
  • 9. Menurut Quraish Shihab bahwa kata mengilhamkan berarti potensi agar manusia melalui nafs menangkap makna baik dan buruk, serta dapat mendorongnya untuk melakukan kebaikan dan keburukan. Di sini antara lain terlihat perbedaan pengertian kata ini menurut Al-Qur’an dengan terminologi kaum Sufi, yang oleh Al-Qusyairi dalam risalahnya dinyatakan bahwa nafs dalam pengertian sufi adalah sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan perilaku buruk.11 3. Tantangan Manusia Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah kehidupan manusia yang senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Adapun tantangan dari luar berupa rekayasa dan dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan. Kita misalnya membaca ayat yang berbunyi: َْ ‫ن‬‫و‬ُ ‫ق‬ِ ‫ف‬‫ن‬ُ‫اْي‬‫و‬ُ ‫ر‬َ ‫ف‬َ ‫ك‬َْ ‫ين‬ِ ‫ذ‬‫ه‬‫ل‬‫ْا‬‫ه‬ ‫ن‬ِ‫إ‬ ْ ِْ‫ه‬ ‫ْاَّلل‬ ِ ‫يل‬ِ‫ب‬َ ‫ْس‬‫ن‬َ ‫اْع‬‫و‬ُّ ‫د‬ُ ‫ص‬َ‫ي‬ِ‫ْل‬‫م‬َُ ‫ْل‬‫ا‬َ ‫و‬‫َم‬‫أ‬ Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. (QS. Al-Anfal, 8: 36). Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mereka gunakan agar orang mengikuti keinginannya. Sebagai bentuk budaya, hiburan, obat-obat terlarang dan lain sebagainya dibuat dengan sengaja. Untuk itu, upaya mengatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup demikian itu, saat ini semakin meningkat, sehingga upaya mengamankan masyarakat menjadi penting. 11 Abd Al-Karim Hawazan Al-Qusyairi Al-Naisabury, al-Risalah al-Qusyairiyah fi’Ilm al-Tasawuf, (Mesir: Dar al- Khair, t.t.), hlm. 319.