SlideShare a Scribd company logo
Guru Merdeka
Versi Panjang

Iwan Pranoto
Tahun 1928 pada saat sejumlah pemuda mendeklarasikan jati diri bangsanya, dapat dikatakan itulah
kelahiran resmi budaya bernalar di nusantara. Jika Sang Rasionalis René Descartes dianggap sebagai
pencetus kebudayaan bernalar dan juga bidan revolusi sains, maka sesama penggila matematika Tan
Malaka adalah penggagas budaya bernalar untuk bangsa kita. Malahan, lebih tiga tahun sebelum
Sumpah Pemuda, Tan yang tak kenal kompromi ini sudah merumuskan gagasan keindonesiaan,
disebarkan lewat brosur Naar de Republiek Indonesia.

Dengan kegigihannya bernalar, Sang Penyala yang kerap menganalogikan dirinya sebagai guru
matematika, mengajak rakyatnya yang dianalogikan sebagai murid untuk bernalar aktif. Rakyat harus
terlibat aktif bernalar dengan pemimpinnya. Bahkan dari dalam kubur sampai abad 21 ini pun, masih
bergema jelas gaung dzikir ajakan bernalarnya, lewat suara para guru sejati. Sesungguhnya, harapannya
pada republik yang berdasarkan nalar tetap menyala dalam kemilaunya mata pelajar dan keringat
pendidik.

Bernalar Saat Sekarang

Namun benar bahwa budaya bernalar pingsan sejak tahun 70an di tanah air. Budaya bernalar tak subur
dan kalah pamor dengan kepatuhan. Bahkan, kerap pernalaran dikorbankan demi kesantunan. Proses
belajar dalam dunia pendidikan telah disepelekan menjadi pembiasaan kepatuhan. Murid membeo
ketrampilan yang dipertontonkan guru. Ini tidak saja terjadi di pendidikan pra-universitas, tetapi juga di
pendidikan tinggi. Murid menyalin persis ucapan dan tulisan guru, bukan mencatat gagasan inti untuk
bernalar mandiri. Ditambah lagi, sistem pendidikan sekarang menguntungkan murid penyalin dan
penurut. Persekolahan sekarang adalah tanah tandus bagi budaya bernalar.

Sebagai ilustrasi, coba saja amati bagaimana perilaku kebanyakan siswa sampai mahasiswa mencatat di
kelas. Apapun yang ditulis guru di papan tulis akan disalin mentah-mentah ke buku catatannya. Jika guru
salah titik atau koma di papan tulis, tepat seperti itulah juga yang akan tertulis di buku catatan siswa.
Mencatat telah disepelekan menjadi menyalin. Kegiatan mencatat yang sejatinya untuk bernalar sudah
direduksi menjadi sekedar memindahkan tulisan di papan tulis ke tulisan di buku catatan, tanpa diolah
dahulu. Benak menganggur di kelas.

Menyedihkannya, pertumbuhan budaya bernalar justru kerap dirusak oleh kebijakan pendidikan sendiri.
Satu perusak budaya bernalar paling efektif adalah Ujian Nasional (UN). Kebijakan ini telah memupuskan
gairah bernalar siswa sekaligus guru. Pemaksaan penerapan UN bermutu sangat rendah, mengabaikan
teori belajar, ditambah penyuburan tradisi jalan pintas telah merendahkan makna belajar. Terkhusus,
UN matematika yang berpusat pada tataran kognitif sangat rendah serta kegandrungan pada
pragmatisme membuat proses bernalar seperti pembuktian tak lagi dianggap penting.
Lemah Bernalar

Dampak kebijakan yang tak ramah pada budaya bernalar dapat dibaca dari beberapa survei
internasional, yang menunjukkan performa siswa kita teramat rendah. Khususnya, patut disimak hasil
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) serta Programme for International
Student Assessment (PISA) sejak tahun 2000-an yang mengukur bukan saja penyerapan pengetahuan,
tetapi juga kecakapan berpikir dan mengolah pengetahuan. Hasil berbagai studi itu konvergen menuju
satu kesimpulan, yakni siswa kita tak cakap bernalar.

Lebih meresahkan lagi, belum tampak tanda-tanda perbaikan. Namun, ada secuil berita baik, dari hasil
TIMSS 2011 Sains, siswa kita ternyata sangat piawai di tataran menghafal fakta, bahkan jauh di atas rata-
rata dunia. Di tataran kognitif paling rendah ini, seperti saat ditanya apa rumus kimia dari Karbon
Dioksida, anak-anak kita mengalahkan teman-temannya di beberapa negara maju, termasuk AS. Tetapi,
siswa kita jatuh saat di tataran yang membutuhkan pernalaran dan pengolahan informasi serta
pengungkapan argumen. Misalnya, saat diminta menjelaskan bagaimana mengetahui apakah suatu zat
itu logam. Ini merupakan penanda jelas atas penekanan berlebihan pada perilaku menghafal dan,
sebaliknya, pengabaian proses bernalar.

Pengabaian budaya bernalar di pra-universitas itu logikanya berpengaruh pada pendidikan tinggi. Secara
informal, sudah jamak di antara pengajar perguruan tinggi, terdengar keluhan atas tak siapnya lulusan
SMA belajar di perguruan tinggi akhir-akhir ini. Perlu dilakukan penelitian ilmiah secara seksama guna
memahami situasi ini.

Guru Merdeka

Semua warga negara bertanggungjawab membangunkan budaya bernalar. Namun demikian, Kemdikbud
sebagai kementerian dengan jumlah doktor terbanyak dan mengemban nama kebudayaan tentunya
pegang peran sentral. Di kementrian ini, guru adalah garda terdepan pejuang budaya bernalar
menghadapi gencarnya perilaku nirnalar.

Namun, sekarang guru sulit membudayakan bernalar. Menggunakan istilah Dr. Bana G. Kartasasmita
yang aktif dalam pendidikan guru, “Guru tersandra oleh kebijakan dan sistem.” Bukan salah guru tak
membelajarkan kecakapan bernalar. Kebijakan pendidikan sekarang tidak ramah terhadap upaya
pembudayaan bernalar. Bahkan, pengakuan bagi guru yang berinovasi membelajarkan bernalar pun
nyaris tak ada.

Unsur terpenting sekarang adalah kemerdekaan guru. Mematahkan pasung penyandra itu sederhana,
hanya butuh rasionalitas. Guru harus diberdayakan menjadi seorang intelektual merdeka. Caranya
menggelorakan kembali semangat belajar guru, terutama untuk mendalami konsep sekaligus budaya
dalam keilmuannya. Di sini, mutlak dibutuhkan kepeloporan perguruan tinggi, sebagai lembaga
pengembang ilmu. Juga, sangat perlu penggunaan bahasa yang berbudaya saat membangun komunikasi
dengan guru. Guru adalah intelektual. Kemudian, perlu penyadaran guru atas peran pusatnya dalam
pembangunan negara berdasarkan intelektualitas. Hasrat kejuangan dan semangat kemerdekaan guru
akan berimbas langsung pada siswa yang bergairah bernalar. Guru berdaya akan otomatis memicu
atmosfer subur, sehingga pelajar bergairah bermatematika dan bersains, bukan beriman kepatuhan
pada rumus atau ketakutan salah.

Sejalan dengan ini, naskah pendidikan apapun harus disadari merupakan sebuah penanda budaya.
Melalui peraturan atau naskah seperti kurikulum, dapat ditelaah budaya macam apa yang diangankan
penggagasnya. Manusia macam apa yang diangan-angankan pemimpin saat dibuat. Kita dapat baca
manusia macam apa yang diangan-angankan Ibu-Bapak Bangsa kita di balik UUD 1945. Bahkan dalam
Pembukaan UUD kita itu, gagasan besarnya dapat ditafsirkan mudah, dengan mencari kata yang paling
sering dituliskan. Dapat diperiksa, kata yang paling banyak adalah kata “merdeka.” Khususnya,
kemerdekaan itu masih relevan sampai abad 21 ini. Kemerdekaan berpikir harus tetap subur.

Terkait dengan hal ini, coba disimak frasa “Menunjukkan perilaku patuh pada tata tertib dan aturan
dalam melakukan penjumlahan dan pengurangan sesuai prosedur/aturan dengan memperhatikan nilai
tempat puluhan dan satuan”, yang ditulis pada sebuah rancangan Kurikulum 2013 SD 1. Secara terang
benderang, dapat dikatakan sikap patuh terhadap aturan dalam matematika yang dikembangkan. Ini
sangat bertolak-belakang dengan budaya bernalar.

Pertama, frasa itu bertentangan dengan cita-cita penggenapan budaya bernalar, yang juga – ironisnya –
merupakan harapan awal pencetus gagasan mengubah kurikulum terdahulu. Kedua, frasa itu
berlawanan dengan hakikat bermatematika yang sejatinya membebaskan dan merupakan bentuk seni
paling radikal. Matematika adalah sebuah semesta tempat kita semua dapat mempertanyakan,
meragukan, dan mengembangkan pemikiran, tanpa takut untuk berbeda dengan mahluk bernama
“kebiasaan”. Namun, frasa di rancangan kurikulum baru itu justru membuat kemerdekaan berpikir, yang
merupakan unsur terpenting dalam hakikat bermatematika, dipasung. Kepatuhan pada aturan lalu lintas
tentunya bukan analogi tepat dengan kepatuhan terhadap aturan penjumlahan atau perkalian. Aturan
lalu lintas memang harus dipatuhi, namun aturan di matematika harus diragukan dan dikaji. Dua konteks
yang sangat berbeda. Sangatlah naif jika dipandang dengan kaca mata yang sama.

Entah apakah perancang Kurikulum 2013 ini pernah melihat penggunaan kata ‘patuh” dalam standar
atau kurikulum matematika negara lain? Penulis tak pernah membaca kurikulum negara mana pun
menggunakan kata “obey.” Mungkin, ini pertama kalinya kurikulum matematika di Republik Indonesia
menggunakan kata “patuh.” Tentu menjadi sangat menarik, di abad 21 ini, justru kebijakan pendidikan
pemerintah sendiri yang hendak memasung anak-anaknya dalam berpikir, dengan kepatuhan.

Sebagai ilustrasi, menarik membandingkan frasa di rancangan kurikulum 2013 itu dengan frasa berikut:
“Students develop, discuss, and use efficient, accurate, and generalizable methods to add within 100
and subtract multiples of 10.” Ini diambil dari kurikulum matematika, negara bagian Massachusetts 2,
Amerika Serikat. Perhatikan bahwa kata kerja mengembangkan, mendiskusikan, dan menggunakan itu
1
 Diunduh dari http://www.bincangedukasi.com/dokumen-kurikulum-2013.html Ini bukan situs resmi. Seharusnya,
rancangan Krikulum 2013 dapat diunduh dari situs resmi Kemdikbud, seperti yang sudah dianjurkan beberapa
pihak.
2
    Dapat diunduh di http://www.doe.mass.edu/frameworks/math/0111.pdf
tidak saja operasional, tetapi menyampaikan atmosfer kelas matematika seperti apa yang diharapkan.
Metode mengalikan bilangan dikembangkan dan didiskusikan, sebelum digunakan. Sama sekali bukan
untuk dipatuhi.

Saat membandingkan dua frasa itu, langsung tertangkap pesan perbedaan “pendidikan matematika”
yang sedang direkacipta penulisnya. Sangat mungkin, perbedaan ini dikarenakan oleh pemilihan kata
kerja (verb) serta harapan jenjang berpikir yang diharapkan penulis-penulisnya. Pemilihan kata kerja dan
kata keterangan itu harus sangat seksama. Pembahasaan dalam sebuah dokumen sangat-sangat
penting. Kurikulum adalah sebuah penanda budaya.

Konon, matematikawan pertama Indonesia, Sam Ratulangi, saat menjumlahkan bilangan, tidak
mengikuti aturan biasa. Beliau memulai dengan yang terbesar dahulu, yakni puluhan, baru satuan.
Tentunya, buyut-cicit Sam Ratulangi di abad 21 ini juga mampu mencipta algoritmanya sendiri.
Matematika adalah buatan manusia yang punya ketaksempurnaan, maka perlu dikritisi dan
dikembangkan. Pertumbuhan sains, teknologi, rekayasa, seni, dan matematika merupakan pilar
pembangunan negara berdasarkan intelektualitas. Dan, pertumbuhan ini butuh guru merdeka.

More Related Content

What's hot

Menelusuri Jejak Literasi Hingga Literasi Digital (hal 4-7)
Menelusuri Jejak Literasi Hingga Literasi Digital (hal 4-7)Menelusuri Jejak Literasi Hingga Literasi Digital (hal 4-7)
Menelusuri Jejak Literasi Hingga Literasi Digital (hal 4-7)
Tati D. Wardi Ph.D.
 
56 silabus-bahasa-jepang-peminatan-versi-120216
56 silabus-bahasa-jepang-peminatan-versi-12021656 silabus-bahasa-jepang-peminatan-versi-120216
56 silabus-bahasa-jepang-peminatan-versi-120216
eli priyatna laidan
 
Panduan Gerakan Literasi SMK
Panduan Gerakan Literasi SMKPanduan Gerakan Literasi SMK
Panduan Gerakan Literasi SMK
Walid Umar
 
Proposal pak edy siap print
Proposal pak edy   siap printProposal pak edy   siap print
Proposal pak edy siap printdhesiasri
 
Nota edu 3109 dalam ppt
Nota edu 3109 dalam pptNota edu 3109 dalam ppt
Nota edu 3109 dalam pptMma Mma
 
Hsp psk tkt_4
Hsp psk tkt_4Hsp psk tkt_4
Hsp psk tkt_4
Cuya MsNf
 
Tugasan edu 3093 isu dan cabaran guru
Tugasan edu 3093 isu dan cabaran guruTugasan edu 3093 isu dan cabaran guru
Tugasan edu 3093 isu dan cabaran guru
Ahmad NazRi
 
Nota guru dan cabaran semasa
Nota guru dan cabaran semasaNota guru dan cabaran semasa
Nota guru dan cabaran semasaNurul Asha'ari
 
9152 31749-1-pb
9152 31749-1-pb9152 31749-1-pb
9152 31749-1-pb
ssuserd5e2891
 
Hsp B.Melayu Tahun 6
Hsp B.Melayu  Tahun 6Hsp B.Melayu  Tahun 6
Hsp B.Melayu Tahun 6PAKLONG CIKGU
 
Peningkatan Kinerja Profesi Tenaga Pendidik
Peningkatan Kinerja  Profesi Tenaga PendidikPeningkatan Kinerja  Profesi Tenaga Pendidik
Peningkatan Kinerja Profesi Tenaga Pendidik
sman 2 mataram
 
Kepelbagaian pelajar dalam etnik write up
Kepelbagaian pelajar dalam etnik write upKepelbagaian pelajar dalam etnik write up
Kepelbagaian pelajar dalam etnik write up
Radziah Mokhtar
 
Pendidikan karakter dan tantangan guru masa kini
Pendidikan karakter dan tantangan guru masa kiniPendidikan karakter dan tantangan guru masa kini
Pendidikan karakter dan tantangan guru masa kini
NovitaDelimaPutri
 
A2 gls smk penyegaran instruktur kur 13
A2 gls smk penyegaran instruktur kur 13A2 gls smk penyegaran instruktur kur 13
A2 gls smk penyegaran instruktur kur 13
khadik25
 
Irma (rasional pengembangan k13)
Irma (rasional pengembangan k13)Irma (rasional pengembangan k13)
Irma (rasional pengembangan k13)
Irma Rahmawati
 
Kpf4013 ament kumpulan
Kpf4013 ament kumpulanKpf4013 ament kumpulan
Kpf4013 ament kumpulanFaz Azlan
 

What's hot (18)

Menelusuri Jejak Literasi Hingga Literasi Digital (hal 4-7)
Menelusuri Jejak Literasi Hingga Literasi Digital (hal 4-7)Menelusuri Jejak Literasi Hingga Literasi Digital (hal 4-7)
Menelusuri Jejak Literasi Hingga Literasi Digital (hal 4-7)
 
56 silabus-bahasa-jepang-peminatan-versi-120216
56 silabus-bahasa-jepang-peminatan-versi-12021656 silabus-bahasa-jepang-peminatan-versi-120216
56 silabus-bahasa-jepang-peminatan-versi-120216
 
Panduan Gerakan Literasi SMK
Panduan Gerakan Literasi SMKPanduan Gerakan Literasi SMK
Panduan Gerakan Literasi SMK
 
Proposal pak edy siap print
Proposal pak edy   siap printProposal pak edy   siap print
Proposal pak edy siap print
 
Nota edu 3109 dalam ppt
Nota edu 3109 dalam pptNota edu 3109 dalam ppt
Nota edu 3109 dalam ppt
 
HSP
HSPHSP
HSP
 
Hsp psk tkt_4
Hsp psk tkt_4Hsp psk tkt_4
Hsp psk tkt_4
 
Tugasan edu 3093 isu dan cabaran guru
Tugasan edu 3093 isu dan cabaran guruTugasan edu 3093 isu dan cabaran guru
Tugasan edu 3093 isu dan cabaran guru
 
Nota guru dan cabaran semasa
Nota guru dan cabaran semasaNota guru dan cabaran semasa
Nota guru dan cabaran semasa
 
9152 31749-1-pb
9152 31749-1-pb9152 31749-1-pb
9152 31749-1-pb
 
Hsp B.Melayu Tahun 6
Hsp B.Melayu  Tahun 6Hsp B.Melayu  Tahun 6
Hsp B.Melayu Tahun 6
 
HSP Bahasa Melayu Tahun 5
HSP Bahasa Melayu Tahun 5HSP Bahasa Melayu Tahun 5
HSP Bahasa Melayu Tahun 5
 
Peningkatan Kinerja Profesi Tenaga Pendidik
Peningkatan Kinerja  Profesi Tenaga PendidikPeningkatan Kinerja  Profesi Tenaga Pendidik
Peningkatan Kinerja Profesi Tenaga Pendidik
 
Kepelbagaian pelajar dalam etnik write up
Kepelbagaian pelajar dalam etnik write upKepelbagaian pelajar dalam etnik write up
Kepelbagaian pelajar dalam etnik write up
 
Pendidikan karakter dan tantangan guru masa kini
Pendidikan karakter dan tantangan guru masa kiniPendidikan karakter dan tantangan guru masa kini
Pendidikan karakter dan tantangan guru masa kini
 
A2 gls smk penyegaran instruktur kur 13
A2 gls smk penyegaran instruktur kur 13A2 gls smk penyegaran instruktur kur 13
A2 gls smk penyegaran instruktur kur 13
 
Irma (rasional pengembangan k13)
Irma (rasional pengembangan k13)Irma (rasional pengembangan k13)
Irma (rasional pengembangan k13)
 
Kpf4013 ament kumpulan
Kpf4013 ament kumpulanKpf4013 ament kumpulan
Kpf4013 ament kumpulan
 

Viewers also liked

FPAW 2012 BID - Italy
FPAW 2012 BID - ItalyFPAW 2012 BID - Italy
FPAW 2012 BID - Italy
claudiocigna
 
gui
guigui
Kalkulus 1A – minggu 4
Kalkulus 1A – minggu 4Kalkulus 1A – minggu 4
Kalkulus 1A – minggu 4
Iwan Pranoto
 
Passion to Teach, Conceptual Mastery
Passion to Teach, Conceptual MasteryPassion to Teach, Conceptual Mastery
Passion to Teach, Conceptual Mastery
Iwan Pranoto
 
Developing Culture through Math & Science Education
Developing Culture through Math & Science EducationDeveloping Culture through Math & Science Education
Developing Culture through Math & Science Education
Iwan Pranoto
 
Mengukur kecakapan mematematikakan final
Mengukur kecakapan mematematikakan finalMengukur kecakapan mematematikakan final
Mengukur kecakapan mematematikakan final
Iwan Pranoto
 
UN LOT VS HOT
UN   LOT VS HOTUN   LOT VS HOT
UN LOT VS HOT
Iwan Pranoto
 
Matek 1 minggu 12
Matek 1   minggu 12Matek 1   minggu 12
Matek 1 minggu 12
Iwan Pranoto
 
Kalkulus 2 minggu 4
Kalkulus 2   minggu 4Kalkulus 2   minggu 4
Kalkulus 2 minggu 4
Iwan Pranoto
 
Menegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiah
Menegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiahMenegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiah
Menegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiah
Iwan Pranoto
 
Consumer switching behaviour in Ireland, Aug 2012
Consumer switching behaviour in Ireland, Aug 2012Consumer switching behaviour in Ireland, Aug 2012
Consumer switching behaviour in Ireland, Aug 2012
National Consumer Agency
 
A step beyond hd 3 d
A step beyond hd 3 dA step beyond hd 3 d
A step beyond hd 3 d
MSB
 
NCA research on consumers and switching
NCA research on consumers and switchingNCA research on consumers and switching
NCA research on consumers and switching
National Consumer Agency
 
gui
guigui
6º6º
Marita
 
Pār pļaviņu pāriedama.
Pār pļaviņu pāriedama. Pār pļaviņu pāriedama.
Pār pļaviņu pāriedama. 64inara
 
Kalkulus 2 minggu 14
Kalkulus 2   minggu 14Kalkulus 2   minggu 14
Kalkulus 2 minggu 14
Iwan Pranoto
 
Kalkulus 1A – Minggu 3
Kalkulus 1A – Minggu 3Kalkulus 1A – Minggu 3
Kalkulus 1A – Minggu 3
Iwan Pranoto
 
Matek 1 - Minggu 6
Matek 1 - Minggu 6Matek 1 - Minggu 6
Matek 1 - Minggu 6
Iwan Pranoto
 
การพัฒนาโปรแกรม
การพัฒนาโปรแกรมการพัฒนาโปรแกรม
การพัฒนาโปรแกรม
อภิสิทธิ์ เวชประสาร
 

Viewers also liked (20)

FPAW 2012 BID - Italy
FPAW 2012 BID - ItalyFPAW 2012 BID - Italy
FPAW 2012 BID - Italy
 
gui
guigui
gui
 
Kalkulus 1A – minggu 4
Kalkulus 1A – minggu 4Kalkulus 1A – minggu 4
Kalkulus 1A – minggu 4
 
Passion to Teach, Conceptual Mastery
Passion to Teach, Conceptual MasteryPassion to Teach, Conceptual Mastery
Passion to Teach, Conceptual Mastery
 
Developing Culture through Math & Science Education
Developing Culture through Math & Science EducationDeveloping Culture through Math & Science Education
Developing Culture through Math & Science Education
 
Mengukur kecakapan mematematikakan final
Mengukur kecakapan mematematikakan finalMengukur kecakapan mematematikakan final
Mengukur kecakapan mematematikakan final
 
UN LOT VS HOT
UN   LOT VS HOTUN   LOT VS HOT
UN LOT VS HOT
 
Matek 1 minggu 12
Matek 1   minggu 12Matek 1   minggu 12
Matek 1 minggu 12
 
Kalkulus 2 minggu 4
Kalkulus 2   minggu 4Kalkulus 2   minggu 4
Kalkulus 2 minggu 4
 
Menegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiah
Menegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiahMenegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiah
Menegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiah
 
Consumer switching behaviour in Ireland, Aug 2012
Consumer switching behaviour in Ireland, Aug 2012Consumer switching behaviour in Ireland, Aug 2012
Consumer switching behaviour in Ireland, Aug 2012
 
A step beyond hd 3 d
A step beyond hd 3 dA step beyond hd 3 d
A step beyond hd 3 d
 
NCA research on consumers and switching
NCA research on consumers and switchingNCA research on consumers and switching
NCA research on consumers and switching
 
gui
guigui
gui
 
6º6º
 
Pār pļaviņu pāriedama.
Pār pļaviņu pāriedama. Pār pļaviņu pāriedama.
Pār pļaviņu pāriedama.
 
Kalkulus 2 minggu 14
Kalkulus 2   minggu 14Kalkulus 2   minggu 14
Kalkulus 2 minggu 14
 
Kalkulus 1A – Minggu 3
Kalkulus 1A – Minggu 3Kalkulus 1A – Minggu 3
Kalkulus 1A – Minggu 3
 
Matek 1 - Minggu 6
Matek 1 - Minggu 6Matek 1 - Minggu 6
Matek 1 - Minggu 6
 
การพัฒนาโปรแกรม
การพัฒนาโปรแกรมการพัฒนาโปรแกรม
การพัฒนาโปรแกรม
 

Similar to Guru merdeka versi panjang

Evaluasi Kurikulum 2013
Evaluasi Kurikulum 2013Evaluasi Kurikulum 2013
Evaluasi Kurikulum 2013
Dewi Izza
 
Cegah budaya kekerasan.
Cegah budaya kekerasan.Cegah budaya kekerasan.
Cegah budaya kekerasan.
Suyanto Suyanto
 
BAB I Penelitian R and D
BAB I Penelitian R and DBAB I Penelitian R and D
BAB I Penelitian R and D
Ahmad Zaky Kurniawan
 
Energi dan Perubahannya Buku Guru Kelas 3 tema 7
Energi dan Perubahannya Buku Guru Kelas 3 tema 7Energi dan Perubahannya Buku Guru Kelas 3 tema 7
Energi dan Perubahannya Buku Guru Kelas 3 tema 7
Sisilia Herjanti
 
Perkembangan Teknologi Kelas 3 tema 2 Buku Guru
Perkembangan Teknologi Kelas 3 tema 2 Buku GuruPerkembangan Teknologi Kelas 3 tema 2 Buku Guru
Perkembangan Teknologi Kelas 3 tema 2 Buku Guru
Sisilia Herjanti
 
Indahnya Persahabatan Buku Pegangan Guru Kelas 3 tema 6
Indahnya Persahabatan Buku Pegangan Guru Kelas 3 tema 6Indahnya Persahabatan Buku Pegangan Guru Kelas 3 tema 6
Indahnya Persahabatan Buku Pegangan Guru Kelas 3 tema 6
Sisilia Herjanti
 
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 6 indahnya persahabatan guru
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 6 indahnya persahabatan guruBuku BSE Kelas 03 sd tematik 6 indahnya persahabatan guru
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 6 indahnya persahabatan guru
FarahYudian
 
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 6 indahnya persahabatan guru
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 6 indahnya persahabatan guruBuku BSE Kelas 03 sd tematik 6 indahnya persahabatan guru
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 6 indahnya persahabatan guru
FarahYudian
 
Perubahan di Alam Kelas 3 tema 3 Buku Guru
Perubahan di Alam Kelas 3 tema 3 Buku GuruPerubahan di Alam Kelas 3 tema 3 Buku Guru
Perubahan di Alam Kelas 3 tema 3 Buku Guru
Sisilia Herjanti
 
Bumi dan Alam Semesta Buku Guru Kelas 3 tema 8
Bumi dan Alam Semesta Buku Guru Kelas 3 tema 8Bumi dan Alam Semesta Buku Guru Kelas 3 tema 8
Bumi dan Alam Semesta Buku Guru Kelas 3 tema 8
Sisilia Herjanti
 
K2 bs tema 6 indahnya persahabatan fa
K2 bs tema 6 indahnya persahabatan faK2 bs tema 6 indahnya persahabatan fa
K2 bs tema 6 indahnya persahabatan fa
Fahmi Awaludin
 
Indahnya Persahabatan Buku Siswa Kelas 3 tema 6
Indahnya Persahabatan Buku Siswa Kelas 3 tema 6 Indahnya Persahabatan Buku Siswa Kelas 3 tema 6
Indahnya Persahabatan Buku Siswa Kelas 3 tema 6
Sisilia Herjanti
 
PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA BERBASIS TEKNOLOGI TANPA PERENCANAAN
PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA BERBASIS TEKNOLOGI TANPA PERENCANAANPENGARUH PENGGUNAAN MEDIA BERBASIS TEKNOLOGI TANPA PERENCANAAN
PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA BERBASIS TEKNOLOGI TANPA PERENCANAANyos sudarman
 
Kelas 03 sd_tematik_6_indahnya_persahabatan_siswa
Kelas 03 sd_tematik_6_indahnya_persahabatan_siswaKelas 03 sd_tematik_6_indahnya_persahabatan_siswa
Kelas 03 sd_tematik_6_indahnya_persahabatan_siswa
Octavianus Charles
 
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 3 perubahan di alam guru
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 3 perubahan di alam guruBuku BSE Kelas 03 sd tematik 3 perubahan di alam guru
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 3 perubahan di alam guru
FarahYudian
 
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 3 perubahan di alam guru
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 3 perubahan di alam guruBuku BSE Kelas 03 sd tematik 3 perubahan di alam guru
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 3 perubahan di alam guru
FarahYudian
 
MATEMATIKA SEBAGAI REVOLUSI MENTAL BANGSA INDONESIA
MATEMATIKA SEBAGAI REVOLUSI MENTAL BANGSA INDONESIAMATEMATIKA SEBAGAI REVOLUSI MENTAL BANGSA INDONESIA
MATEMATIKA SEBAGAI REVOLUSI MENTAL BANGSA INDONESIA
Muhammad Nur Chalim
 
Panduan_penguatan_literasi_dan_numerasi.pdf
Panduan_penguatan_literasi_dan_numerasi.pdfPanduan_penguatan_literasi_dan_numerasi.pdf
Panduan_penguatan_literasi_dan_numerasi.pdf
RaminisRaminis
 
Peduli Lingkungan Sosial Kelas 3 tema 4 Buku Guru
Peduli Lingkungan Sosial Kelas 3 tema 4 Buku GuruPeduli Lingkungan Sosial Kelas 3 tema 4 Buku Guru
Peduli Lingkungan Sosial Kelas 3 tema 4 Buku Guru
Sisilia Herjanti
 

Similar to Guru merdeka versi panjang (20)

Evaluasi Kurikulum 2013
Evaluasi Kurikulum 2013Evaluasi Kurikulum 2013
Evaluasi Kurikulum 2013
 
Cegah budaya kekerasan.
Cegah budaya kekerasan.Cegah budaya kekerasan.
Cegah budaya kekerasan.
 
Makalah clear
Makalah clearMakalah clear
Makalah clear
 
BAB I Penelitian R and D
BAB I Penelitian R and DBAB I Penelitian R and D
BAB I Penelitian R and D
 
Energi dan Perubahannya Buku Guru Kelas 3 tema 7
Energi dan Perubahannya Buku Guru Kelas 3 tema 7Energi dan Perubahannya Buku Guru Kelas 3 tema 7
Energi dan Perubahannya Buku Guru Kelas 3 tema 7
 
Perkembangan Teknologi Kelas 3 tema 2 Buku Guru
Perkembangan Teknologi Kelas 3 tema 2 Buku GuruPerkembangan Teknologi Kelas 3 tema 2 Buku Guru
Perkembangan Teknologi Kelas 3 tema 2 Buku Guru
 
Indahnya Persahabatan Buku Pegangan Guru Kelas 3 tema 6
Indahnya Persahabatan Buku Pegangan Guru Kelas 3 tema 6Indahnya Persahabatan Buku Pegangan Guru Kelas 3 tema 6
Indahnya Persahabatan Buku Pegangan Guru Kelas 3 tema 6
 
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 6 indahnya persahabatan guru
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 6 indahnya persahabatan guruBuku BSE Kelas 03 sd tematik 6 indahnya persahabatan guru
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 6 indahnya persahabatan guru
 
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 6 indahnya persahabatan guru
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 6 indahnya persahabatan guruBuku BSE Kelas 03 sd tematik 6 indahnya persahabatan guru
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 6 indahnya persahabatan guru
 
Perubahan di Alam Kelas 3 tema 3 Buku Guru
Perubahan di Alam Kelas 3 tema 3 Buku GuruPerubahan di Alam Kelas 3 tema 3 Buku Guru
Perubahan di Alam Kelas 3 tema 3 Buku Guru
 
Bumi dan Alam Semesta Buku Guru Kelas 3 tema 8
Bumi dan Alam Semesta Buku Guru Kelas 3 tema 8Bumi dan Alam Semesta Buku Guru Kelas 3 tema 8
Bumi dan Alam Semesta Buku Guru Kelas 3 tema 8
 
K2 bs tema 6 indahnya persahabatan fa
K2 bs tema 6 indahnya persahabatan faK2 bs tema 6 indahnya persahabatan fa
K2 bs tema 6 indahnya persahabatan fa
 
Indahnya Persahabatan Buku Siswa Kelas 3 tema 6
Indahnya Persahabatan Buku Siswa Kelas 3 tema 6 Indahnya Persahabatan Buku Siswa Kelas 3 tema 6
Indahnya Persahabatan Buku Siswa Kelas 3 tema 6
 
PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA BERBASIS TEKNOLOGI TANPA PERENCANAAN
PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA BERBASIS TEKNOLOGI TANPA PERENCANAANPENGARUH PENGGUNAAN MEDIA BERBASIS TEKNOLOGI TANPA PERENCANAAN
PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA BERBASIS TEKNOLOGI TANPA PERENCANAAN
 
Kelas 03 sd_tematik_6_indahnya_persahabatan_siswa
Kelas 03 sd_tematik_6_indahnya_persahabatan_siswaKelas 03 sd_tematik_6_indahnya_persahabatan_siswa
Kelas 03 sd_tematik_6_indahnya_persahabatan_siswa
 
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 3 perubahan di alam guru
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 3 perubahan di alam guruBuku BSE Kelas 03 sd tematik 3 perubahan di alam guru
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 3 perubahan di alam guru
 
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 3 perubahan di alam guru
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 3 perubahan di alam guruBuku BSE Kelas 03 sd tematik 3 perubahan di alam guru
Buku BSE Kelas 03 sd tematik 3 perubahan di alam guru
 
MATEMATIKA SEBAGAI REVOLUSI MENTAL BANGSA INDONESIA
MATEMATIKA SEBAGAI REVOLUSI MENTAL BANGSA INDONESIAMATEMATIKA SEBAGAI REVOLUSI MENTAL BANGSA INDONESIA
MATEMATIKA SEBAGAI REVOLUSI MENTAL BANGSA INDONESIA
 
Panduan_penguatan_literasi_dan_numerasi.pdf
Panduan_penguatan_literasi_dan_numerasi.pdfPanduan_penguatan_literasi_dan_numerasi.pdf
Panduan_penguatan_literasi_dan_numerasi.pdf
 
Peduli Lingkungan Sosial Kelas 3 tema 4 Buku Guru
Peduli Lingkungan Sosial Kelas 3 tema 4 Buku GuruPeduli Lingkungan Sosial Kelas 3 tema 4 Buku Guru
Peduli Lingkungan Sosial Kelas 3 tema 4 Buku Guru
 

More from Iwan Pranoto

Menegur Kembali Pentingnya Pembangunan Budaya Bernalar
Menegur Kembali Pentingnya Pembangunan Budaya BernalarMenegur Kembali Pentingnya Pembangunan Budaya Bernalar
Menegur Kembali Pentingnya Pembangunan Budaya Bernalar
Iwan Pranoto
 
Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003
Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003 Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003
Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003
Iwan Pranoto
 
Kasmaran Bernalar serta Strategi Penyebarannya
Kasmaran Bernalar serta Strategi PenyebarannyaKasmaran Bernalar serta Strategi Penyebarannya
Kasmaran Bernalar serta Strategi Penyebarannya
Iwan Pranoto
 
Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...
Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...
Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...
Iwan Pranoto
 
Mengukur Pemahaman
Mengukur PemahamanMengukur Pemahaman
Mengukur Pemahaman
Iwan Pranoto
 
Viewing Nature through Math Lenses
Viewing Nature through Math LensesViewing Nature through Math Lenses
Viewing Nature through Math Lenses
Iwan Pranoto
 
Matematika sebagai Kata Kerja
Matematika sebagai Kata Kerja Matematika sebagai Kata Kerja
Matematika sebagai Kata Kerja
Iwan Pranoto
 
Mengintip Kompleksitas
Mengintip KompleksitasMengintip Kompleksitas
Mengintip Kompleksitas
Iwan Pranoto
 
Kerangka Membelajarkan Matematika
Kerangka Membelajarkan MatematikaKerangka Membelajarkan Matematika
Kerangka Membelajarkan Matematika
Iwan Pranoto
 
Berbahasa untuk Bernalar
Berbahasa untuk Bernalar Berbahasa untuk Bernalar
Berbahasa untuk Bernalar
Iwan Pranoto
 
Karakter Pendidikan Karakter
Karakter Pendidikan KarakterKarakter Pendidikan Karakter
Karakter Pendidikan Karakter
Iwan Pranoto
 
Menakar Budaya Bernalar Bangsa melalui PISA 2013
Menakar Budaya Bernalar Bangsa melalui PISA 2013Menakar Budaya Bernalar Bangsa melalui PISA 2013
Menakar Budaya Bernalar Bangsa melalui PISA 2013
Iwan Pranoto
 
Mempertanyakan Rasionalitas dan Estetika Matematika
Mempertanyakan Rasionalitas dan Estetika MatematikaMempertanyakan Rasionalitas dan Estetika Matematika
Mempertanyakan Rasionalitas dan Estetika Matematika
Iwan Pranoto
 
Menafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika final
Menafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika   finalMenafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika   final
Menafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika final
Iwan Pranoto
 
Tan Malaka
Tan Malaka Tan Malaka
Tan Malaka
Iwan Pranoto
 
Kasmaran Tan Malaka Bermatematika
Kasmaran Tan Malaka Bermatematika Kasmaran Tan Malaka Bermatematika
Kasmaran Tan Malaka Bermatematika
Iwan Pranoto
 
UN: Sebuah Kompas Rusak
UN: Sebuah Kompas RusakUN: Sebuah Kompas Rusak
UN: Sebuah Kompas Rusak
Iwan Pranoto
 
Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...
Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...
Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...
Iwan Pranoto
 
Kajian thd analisis hasil pisa 2000 2009 final
Kajian thd analisis hasil pisa 2000 2009 finalKajian thd analisis hasil pisa 2000 2009 final
Kajian thd analisis hasil pisa 2000 2009 final
Iwan Pranoto
 
Mutu Soal UN Matematika
Mutu Soal UN MatematikaMutu Soal UN Matematika
Mutu Soal UN Matematika
Iwan Pranoto
 

More from Iwan Pranoto (20)

Menegur Kembali Pentingnya Pembangunan Budaya Bernalar
Menegur Kembali Pentingnya Pembangunan Budaya BernalarMenegur Kembali Pentingnya Pembangunan Budaya Bernalar
Menegur Kembali Pentingnya Pembangunan Budaya Bernalar
 
Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003
Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003 Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003
Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003
 
Kasmaran Bernalar serta Strategi Penyebarannya
Kasmaran Bernalar serta Strategi PenyebarannyaKasmaran Bernalar serta Strategi Penyebarannya
Kasmaran Bernalar serta Strategi Penyebarannya
 
Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...
Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...
Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...
 
Mengukur Pemahaman
Mengukur PemahamanMengukur Pemahaman
Mengukur Pemahaman
 
Viewing Nature through Math Lenses
Viewing Nature through Math LensesViewing Nature through Math Lenses
Viewing Nature through Math Lenses
 
Matematika sebagai Kata Kerja
Matematika sebagai Kata Kerja Matematika sebagai Kata Kerja
Matematika sebagai Kata Kerja
 
Mengintip Kompleksitas
Mengintip KompleksitasMengintip Kompleksitas
Mengintip Kompleksitas
 
Kerangka Membelajarkan Matematika
Kerangka Membelajarkan MatematikaKerangka Membelajarkan Matematika
Kerangka Membelajarkan Matematika
 
Berbahasa untuk Bernalar
Berbahasa untuk Bernalar Berbahasa untuk Bernalar
Berbahasa untuk Bernalar
 
Karakter Pendidikan Karakter
Karakter Pendidikan KarakterKarakter Pendidikan Karakter
Karakter Pendidikan Karakter
 
Menakar Budaya Bernalar Bangsa melalui PISA 2013
Menakar Budaya Bernalar Bangsa melalui PISA 2013Menakar Budaya Bernalar Bangsa melalui PISA 2013
Menakar Budaya Bernalar Bangsa melalui PISA 2013
 
Mempertanyakan Rasionalitas dan Estetika Matematika
Mempertanyakan Rasionalitas dan Estetika MatematikaMempertanyakan Rasionalitas dan Estetika Matematika
Mempertanyakan Rasionalitas dan Estetika Matematika
 
Menafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika final
Menafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika   finalMenafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika   final
Menafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika final
 
Tan Malaka
Tan Malaka Tan Malaka
Tan Malaka
 
Kasmaran Tan Malaka Bermatematika
Kasmaran Tan Malaka Bermatematika Kasmaran Tan Malaka Bermatematika
Kasmaran Tan Malaka Bermatematika
 
UN: Sebuah Kompas Rusak
UN: Sebuah Kompas RusakUN: Sebuah Kompas Rusak
UN: Sebuah Kompas Rusak
 
Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...
Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...
Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...
 
Kajian thd analisis hasil pisa 2000 2009 final
Kajian thd analisis hasil pisa 2000 2009 finalKajian thd analisis hasil pisa 2000 2009 final
Kajian thd analisis hasil pisa 2000 2009 final
 
Mutu Soal UN Matematika
Mutu Soal UN MatematikaMutu Soal UN Matematika
Mutu Soal UN Matematika
 

Guru merdeka versi panjang

  • 1. Guru Merdeka Versi Panjang Iwan Pranoto Tahun 1928 pada saat sejumlah pemuda mendeklarasikan jati diri bangsanya, dapat dikatakan itulah kelahiran resmi budaya bernalar di nusantara. Jika Sang Rasionalis René Descartes dianggap sebagai pencetus kebudayaan bernalar dan juga bidan revolusi sains, maka sesama penggila matematika Tan Malaka adalah penggagas budaya bernalar untuk bangsa kita. Malahan, lebih tiga tahun sebelum Sumpah Pemuda, Tan yang tak kenal kompromi ini sudah merumuskan gagasan keindonesiaan, disebarkan lewat brosur Naar de Republiek Indonesia. Dengan kegigihannya bernalar, Sang Penyala yang kerap menganalogikan dirinya sebagai guru matematika, mengajak rakyatnya yang dianalogikan sebagai murid untuk bernalar aktif. Rakyat harus terlibat aktif bernalar dengan pemimpinnya. Bahkan dari dalam kubur sampai abad 21 ini pun, masih bergema jelas gaung dzikir ajakan bernalarnya, lewat suara para guru sejati. Sesungguhnya, harapannya pada republik yang berdasarkan nalar tetap menyala dalam kemilaunya mata pelajar dan keringat pendidik. Bernalar Saat Sekarang Namun benar bahwa budaya bernalar pingsan sejak tahun 70an di tanah air. Budaya bernalar tak subur dan kalah pamor dengan kepatuhan. Bahkan, kerap pernalaran dikorbankan demi kesantunan. Proses belajar dalam dunia pendidikan telah disepelekan menjadi pembiasaan kepatuhan. Murid membeo ketrampilan yang dipertontonkan guru. Ini tidak saja terjadi di pendidikan pra-universitas, tetapi juga di pendidikan tinggi. Murid menyalin persis ucapan dan tulisan guru, bukan mencatat gagasan inti untuk bernalar mandiri. Ditambah lagi, sistem pendidikan sekarang menguntungkan murid penyalin dan penurut. Persekolahan sekarang adalah tanah tandus bagi budaya bernalar. Sebagai ilustrasi, coba saja amati bagaimana perilaku kebanyakan siswa sampai mahasiswa mencatat di kelas. Apapun yang ditulis guru di papan tulis akan disalin mentah-mentah ke buku catatannya. Jika guru salah titik atau koma di papan tulis, tepat seperti itulah juga yang akan tertulis di buku catatan siswa. Mencatat telah disepelekan menjadi menyalin. Kegiatan mencatat yang sejatinya untuk bernalar sudah direduksi menjadi sekedar memindahkan tulisan di papan tulis ke tulisan di buku catatan, tanpa diolah dahulu. Benak menganggur di kelas. Menyedihkannya, pertumbuhan budaya bernalar justru kerap dirusak oleh kebijakan pendidikan sendiri. Satu perusak budaya bernalar paling efektif adalah Ujian Nasional (UN). Kebijakan ini telah memupuskan gairah bernalar siswa sekaligus guru. Pemaksaan penerapan UN bermutu sangat rendah, mengabaikan teori belajar, ditambah penyuburan tradisi jalan pintas telah merendahkan makna belajar. Terkhusus, UN matematika yang berpusat pada tataran kognitif sangat rendah serta kegandrungan pada pragmatisme membuat proses bernalar seperti pembuktian tak lagi dianggap penting.
  • 2. Lemah Bernalar Dampak kebijakan yang tak ramah pada budaya bernalar dapat dibaca dari beberapa survei internasional, yang menunjukkan performa siswa kita teramat rendah. Khususnya, patut disimak hasil Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) serta Programme for International Student Assessment (PISA) sejak tahun 2000-an yang mengukur bukan saja penyerapan pengetahuan, tetapi juga kecakapan berpikir dan mengolah pengetahuan. Hasil berbagai studi itu konvergen menuju satu kesimpulan, yakni siswa kita tak cakap bernalar. Lebih meresahkan lagi, belum tampak tanda-tanda perbaikan. Namun, ada secuil berita baik, dari hasil TIMSS 2011 Sains, siswa kita ternyata sangat piawai di tataran menghafal fakta, bahkan jauh di atas rata- rata dunia. Di tataran kognitif paling rendah ini, seperti saat ditanya apa rumus kimia dari Karbon Dioksida, anak-anak kita mengalahkan teman-temannya di beberapa negara maju, termasuk AS. Tetapi, siswa kita jatuh saat di tataran yang membutuhkan pernalaran dan pengolahan informasi serta pengungkapan argumen. Misalnya, saat diminta menjelaskan bagaimana mengetahui apakah suatu zat itu logam. Ini merupakan penanda jelas atas penekanan berlebihan pada perilaku menghafal dan, sebaliknya, pengabaian proses bernalar. Pengabaian budaya bernalar di pra-universitas itu logikanya berpengaruh pada pendidikan tinggi. Secara informal, sudah jamak di antara pengajar perguruan tinggi, terdengar keluhan atas tak siapnya lulusan SMA belajar di perguruan tinggi akhir-akhir ini. Perlu dilakukan penelitian ilmiah secara seksama guna memahami situasi ini. Guru Merdeka Semua warga negara bertanggungjawab membangunkan budaya bernalar. Namun demikian, Kemdikbud sebagai kementerian dengan jumlah doktor terbanyak dan mengemban nama kebudayaan tentunya pegang peran sentral. Di kementrian ini, guru adalah garda terdepan pejuang budaya bernalar menghadapi gencarnya perilaku nirnalar. Namun, sekarang guru sulit membudayakan bernalar. Menggunakan istilah Dr. Bana G. Kartasasmita yang aktif dalam pendidikan guru, “Guru tersandra oleh kebijakan dan sistem.” Bukan salah guru tak membelajarkan kecakapan bernalar. Kebijakan pendidikan sekarang tidak ramah terhadap upaya pembudayaan bernalar. Bahkan, pengakuan bagi guru yang berinovasi membelajarkan bernalar pun nyaris tak ada. Unsur terpenting sekarang adalah kemerdekaan guru. Mematahkan pasung penyandra itu sederhana, hanya butuh rasionalitas. Guru harus diberdayakan menjadi seorang intelektual merdeka. Caranya menggelorakan kembali semangat belajar guru, terutama untuk mendalami konsep sekaligus budaya dalam keilmuannya. Di sini, mutlak dibutuhkan kepeloporan perguruan tinggi, sebagai lembaga pengembang ilmu. Juga, sangat perlu penggunaan bahasa yang berbudaya saat membangun komunikasi dengan guru. Guru adalah intelektual. Kemudian, perlu penyadaran guru atas peran pusatnya dalam pembangunan negara berdasarkan intelektualitas. Hasrat kejuangan dan semangat kemerdekaan guru akan berimbas langsung pada siswa yang bergairah bernalar. Guru berdaya akan otomatis memicu
  • 3. atmosfer subur, sehingga pelajar bergairah bermatematika dan bersains, bukan beriman kepatuhan pada rumus atau ketakutan salah. Sejalan dengan ini, naskah pendidikan apapun harus disadari merupakan sebuah penanda budaya. Melalui peraturan atau naskah seperti kurikulum, dapat ditelaah budaya macam apa yang diangankan penggagasnya. Manusia macam apa yang diangan-angankan pemimpin saat dibuat. Kita dapat baca manusia macam apa yang diangan-angankan Ibu-Bapak Bangsa kita di balik UUD 1945. Bahkan dalam Pembukaan UUD kita itu, gagasan besarnya dapat ditafsirkan mudah, dengan mencari kata yang paling sering dituliskan. Dapat diperiksa, kata yang paling banyak adalah kata “merdeka.” Khususnya, kemerdekaan itu masih relevan sampai abad 21 ini. Kemerdekaan berpikir harus tetap subur. Terkait dengan hal ini, coba disimak frasa “Menunjukkan perilaku patuh pada tata tertib dan aturan dalam melakukan penjumlahan dan pengurangan sesuai prosedur/aturan dengan memperhatikan nilai tempat puluhan dan satuan”, yang ditulis pada sebuah rancangan Kurikulum 2013 SD 1. Secara terang benderang, dapat dikatakan sikap patuh terhadap aturan dalam matematika yang dikembangkan. Ini sangat bertolak-belakang dengan budaya bernalar. Pertama, frasa itu bertentangan dengan cita-cita penggenapan budaya bernalar, yang juga – ironisnya – merupakan harapan awal pencetus gagasan mengubah kurikulum terdahulu. Kedua, frasa itu berlawanan dengan hakikat bermatematika yang sejatinya membebaskan dan merupakan bentuk seni paling radikal. Matematika adalah sebuah semesta tempat kita semua dapat mempertanyakan, meragukan, dan mengembangkan pemikiran, tanpa takut untuk berbeda dengan mahluk bernama “kebiasaan”. Namun, frasa di rancangan kurikulum baru itu justru membuat kemerdekaan berpikir, yang merupakan unsur terpenting dalam hakikat bermatematika, dipasung. Kepatuhan pada aturan lalu lintas tentunya bukan analogi tepat dengan kepatuhan terhadap aturan penjumlahan atau perkalian. Aturan lalu lintas memang harus dipatuhi, namun aturan di matematika harus diragukan dan dikaji. Dua konteks yang sangat berbeda. Sangatlah naif jika dipandang dengan kaca mata yang sama. Entah apakah perancang Kurikulum 2013 ini pernah melihat penggunaan kata ‘patuh” dalam standar atau kurikulum matematika negara lain? Penulis tak pernah membaca kurikulum negara mana pun menggunakan kata “obey.” Mungkin, ini pertama kalinya kurikulum matematika di Republik Indonesia menggunakan kata “patuh.” Tentu menjadi sangat menarik, di abad 21 ini, justru kebijakan pendidikan pemerintah sendiri yang hendak memasung anak-anaknya dalam berpikir, dengan kepatuhan. Sebagai ilustrasi, menarik membandingkan frasa di rancangan kurikulum 2013 itu dengan frasa berikut: “Students develop, discuss, and use efficient, accurate, and generalizable methods to add within 100 and subtract multiples of 10.” Ini diambil dari kurikulum matematika, negara bagian Massachusetts 2, Amerika Serikat. Perhatikan bahwa kata kerja mengembangkan, mendiskusikan, dan menggunakan itu 1 Diunduh dari http://www.bincangedukasi.com/dokumen-kurikulum-2013.html Ini bukan situs resmi. Seharusnya, rancangan Krikulum 2013 dapat diunduh dari situs resmi Kemdikbud, seperti yang sudah dianjurkan beberapa pihak. 2 Dapat diunduh di http://www.doe.mass.edu/frameworks/math/0111.pdf
  • 4. tidak saja operasional, tetapi menyampaikan atmosfer kelas matematika seperti apa yang diharapkan. Metode mengalikan bilangan dikembangkan dan didiskusikan, sebelum digunakan. Sama sekali bukan untuk dipatuhi. Saat membandingkan dua frasa itu, langsung tertangkap pesan perbedaan “pendidikan matematika” yang sedang direkacipta penulisnya. Sangat mungkin, perbedaan ini dikarenakan oleh pemilihan kata kerja (verb) serta harapan jenjang berpikir yang diharapkan penulis-penulisnya. Pemilihan kata kerja dan kata keterangan itu harus sangat seksama. Pembahasaan dalam sebuah dokumen sangat-sangat penting. Kurikulum adalah sebuah penanda budaya. Konon, matematikawan pertama Indonesia, Sam Ratulangi, saat menjumlahkan bilangan, tidak mengikuti aturan biasa. Beliau memulai dengan yang terbesar dahulu, yakni puluhan, baru satuan. Tentunya, buyut-cicit Sam Ratulangi di abad 21 ini juga mampu mencipta algoritmanya sendiri. Matematika adalah buatan manusia yang punya ketaksempurnaan, maka perlu dikritisi dan dikembangkan. Pertumbuhan sains, teknologi, rekayasa, seni, dan matematika merupakan pilar pembangunan negara berdasarkan intelektualitas. Dan, pertumbuhan ini butuh guru merdeka.