Rangkuman dasar-dasar hukum waris (faraidh) sesuai dengan fiqih. Dimaksudkan sebagai bahan studi pelajar/mahasiswa dan pengantar pengetahuan umum bidang ekonomi syariah.
Kata Waris Berasal dari bahasa arab al-mirats (الميراث). Bentuk jamaknya adalah mawaris,yang berarti harta peninggalan orang meninggal yang akan dibagikan kepada ahli warisnya.
Rangkuman dasar-dasar hukum waris (faraidh) sesuai dengan fiqih. Dimaksudkan sebagai bahan studi pelajar/mahasiswa dan pengantar pengetahuan umum bidang ekonomi syariah.
Kata Waris Berasal dari bahasa arab al-mirats (الميراث). Bentuk jamaknya adalah mawaris,yang berarti harta peninggalan orang meninggal yang akan dibagikan kepada ahli warisnya.
3. ORANGYANG HILANG (MAFQUD)
Maksudnya apabila ada orang yg tidak diketahui kabar atau keberadaannya dan
tidak diketahui keadaannya apakah ia masih hidup atau sudah meninggal. Jika
orang tersebut diketahui keberadaannya saja dan tidak diketahui secara persis
keadaannya, maka orang tersebut masuk dalam kategori mafqud.
Orang yang hilang (mafqud) yang belum diketahui keberadaannya perlu
dipastikan keadaannya karena berhubungan dengan harta yang ia tinggalkan
ataupun sebagai ahli waris (Ketika saudaranya meninggal dunia).
Selain itu, penetapan mafqud dihukumi meninggal juga menjadi hal yang menjadi
pertimbangkan.
Dengan demikian, paling tidak ada 3 hal yg berkaitan dengan mafqud yg
berhubungan dengan penetapan status meninggal dan tidaknya. Yaitu pewaris,
ahli waris dan harta yang ditinggalkan.
4. ORANGYANG HILANG (MAFQUD)
1. Sebagai pewaris. Jika seseorang tidak diketahui kabar dan keberadaannya, maka dalam
hal ini para pakar hukum Islam berbeda pendapat.
Menurut pakar dari kalangan Hanafiyah, status orang yg hilang diserahkan kepada hakim
untuk berijtihad, menimbang dan memutuskan hal yg menjadi maslahah bagi semua
pihak. Hal ini disesuaikan dengan pendapat sahabat Ali ibn Abi Thalib “Wanita yg
suaminya hilang adalah Wanita yg mendapat cobaan, maka bersabarlah, jangan menikah
sampai diyakini kematian (suami)nya”.
Ulama Hanabilah berpendapat hamper sama dengan Hanafiyah. Hanya saja keputusan
meninggal dan tidaknya dikaitkan dengan keadaan sebelum ia dinyatakan hilang. Jika
sebelumnya diyakini/diketahui keberadaannya maka ia belum bisa dinyatakan hilang.
Sedangkan jika kepergiannya (hilang) dalam keadaan dimana tidak mungkin masih hidup
(berperang dan blm Kembali dan kebanyakan pasukan telah gugur), maka orang tsb
dinyatakan meninggal setelah 4 tahun dari status dinyatakan hilang atas putusan hakim.
5. ORANGYANG HILANG (MAFQUD)
1. Sebagai pewaris. Jika seseorang tidak diketahui kabar dan keberadaannya,
maka dalam hal ini para pakar hukum Islam berbeda pendapat.
Hal yg sama disampaikan oleh ulama Malikiyah dimana orang yang hilang
dihukumi meninggal 4 tahun setelah istri/keluarganya mengangkat perkara
tersebut kepada hakim. Kemudia sang istri menjalani masa iddah setelah 4 tahun
tersebut dan dibolehkan menikah setelah iddahnya selesai.
Adapun dlm pandangan ulama Syafi’iyah, orang yg dinyatakan hilang, tdk
diketahui keberadaannya belum bisa dihukumi hidup atau meninggal jika belum
ada bukti yg jelas atau paling tidak sudah melewati masa dimana pada umumnya
orang-orang yang sebaya dengannya tidak ada yang masih hidup.
6. ORANGYANG HILANG (MAFQUD)
2. Harta Warisan. Berkenaan dengan harta, semua ulama mazhab empat sepakat
bahwa mafqud dianggap masih hidup. Hal ini berarti bahwa harta yg dimiliki
oleh mafqud masih menjadi miliknya, tidak boleh digunakan atau dibagikan
kepada saudara-saudaranya atau ahli warisnya (jika ia dinyatakan meninggal)
sebelum ada ketetapan dari hakim atau kejelasan tentang hidup atau
meninggalnya. Selain itu, perjanjian-perjanjian yg berkenaan dengan harta juga
msh tetap dilanjutkan seperti ijarah yang dinyatakan selesai apabila salah satu
dari kedua belah pihak atau selesai masa kontrak.
7. ORANGYANG HILANG (MAFQUD)
3. Sebagai Ahli waris. Jika keberadaan seseorang tdk diketahui secara pasti atau
dinyatakan hilang, maka hak waris atas orang tersebut tidak dapat ditetapkan.
Pendapat ini diungkapkan oleh jumhur ulama Hanafiyah. Hal tersebut sesuai
dengan pandangan mereka dimana mereka menolak istishab dalam penetapan
hukum Islam. Hal ini berbeda dengan pandangan mereka tentang status
mafqud sebagai ahli waris dan status hartanya. Menurut mereka, harta mafqud
wajib dibagikan kepada ahli waris yg masih hidup, akan tetapi jika salah satu
keluarganya meninggal, ia tidak berhak mendapatkan harta waris.
Menurut jumhur ulama dari kalangan Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah, Zahiriyah
bahkan Syiah Imamiyah. Menurut pandangan mereka, mafqud masih berhak
mendapatkan warisan dari kerabat yang lain, karena dalam hal ini mafqud masih
dihukumi hidup selama belum ada ketentuan yg meyakinkan atau keputusan
hakim/pengadilan bahwa ia telah meninggal
8. ORANGYANG HILANG (MAFQUD)
Contoh mafqud sebagai ahli waris.
Seseorang meninggal dan meninggalkan harta Rp. 36.000.000 dengan ahli waris
istri, 1 anak laki-laki (mafqud), dan bapak. Untuk menyelesaikan masalah ini sesuai
dengan pandangan jumhur ulama, maka kita harus membuat dua perhitungan
(kemungkinan) yaitu kemungkinan masih hidup dan meninggal.
Ahli Waris Kemungkinan Hidup AM 24 Kemungkinan Meninggal AM 4
Istri 1/8 = 3/24 x 36jt = 4,5 jt ¼ x 36jt = 9 jt
Anak Laki (mafqud) Asabah = 17 = 17/24 x 36jt = 25,5 jt -
Bapak 1/6 = 4/24 x 36jt = 6 jt Asabah = ¾ x 36jt = 27 jt
9. ORANGYANG HILANG (MAFQUD)
Jika kedua pembagian dengan kedua kemungkinan telah diketahui, maka Langkah
selanjutnya adalah membagikan harta yg sudah pasti dengan kemungkinan terkecil
dari kedua kemungkinan tersebut. Kemudian sisanya dimauqufkan menunggu
keputusan hakim atau pengadilan.
10. BANCI (KHUNSA)
Khunsa adalah orang yg mempunyai dua alat kelamin, satu alat kelamin laki-laki
dan satu alat kelamin perempuan, atau hanya mempunyai satu lubang yg tdk
menyerupai alat kelamin laki-laki maupun kelamin perempuan.
Khunsa itu sendiri terbagi ke dalam dua bagian. 1) Khunsa Musykil dan 2) Khunsa
Ghair Musykil.
Khunsa Musykil adalah khunsa yg sama sekali belum bisa dihukumi status
kelaminnya.
Khunsa Ghair Musykil adalah khunsa yg mempunyai alat kelamin sebagaimana
khunsa musykil namun masih bisa dihukumi status kelaminnya dengan melihat
tanda-tanda kecenderungan pada salah satunya.
11. BANCI (KHUNSA)YANG DIHUKUMI
BERJENIS KELAMIN WANITA
1. Yang memiliki satu alat (berbentuk lubang), namun setelah baligh dia keluar haid atau hamil
2. Yang memiliki satu alat (berbentuk lubang) tidak haid dan tidak hamil, namun ada perasaan
senang pada laki-laki.
3. Yang memiliki satu alat (berbentuk lubang) tidak haid dan tidak hamil, namun ada perasaan
senang pada keduanya, namun sifat kewanitaannya lebih menonjol dibanding sifat laki-laki.
4. Yang memiliki dua alat, namun mengalami haid dan keluar mani dari vaginanya.
5. Yang mempunyai dua alat dan keluar kencing dari keduanya namun keluar dahulu dari
vaginanya.
6. Yang mempunyai dua alat dan keluar bersama dari keduanya namun ada perasaan senang
pada laki-laki.
7. Yang memiliki dua alat, keluar kencing bersamaan dari kedua kelamin, ada perasaan senang
terhadap laki-laki dan perempuan namun sifatWanita lebih menonjol dari sifat pria.
12. BANCI (KHUNSA)YANG DIHUKUMI
BERJENIS KELAMIN LAKI-LAKI
1. Yang memiliki satu alat (berbentuk lubang) tidak haid dan tidak hamil, namun ada
perasaan senang padaWanita.
2. Yang memiliki satu alat (berbentuk lubang) tidak haid dan tidak hamil, namun ada
perasaan senang pada keduanya, namun sifat laki-lakinya lebih menonjol dibanding
sifat wanita.
3. Yang memiliki dua alat, namun mengalami kencing dan keluar mani dari penisnya.
4. Yang mempunyai dua alat dan keluar kencing dari keduanya namun keluar dahulu dari
penisnya.
5. Yang mempunyai dua alat dan keluar bersama dari keduanya namun ada perasaan
senang pada wanita.
6. Yang memiliki dua alat, keluar kencing bersamaan dari kedua kelamin, ada perasaan
senang terhadap laki-laki dan perempuan namun sifat laki-laki lebih menonjol dari sifat
wanita.
13. STATUS HUKUM WARIS BAGI BANCI
(KHUNSA)
Khunsa Musykil tdk mungkin berstatus suami, istri, bapak atau ibu. Bahkan
pernikahan tdk akan sah jika salah satunya berstatus khunsa musykil.
Kemungkinan yg terjadi adalah jika khunsa musykil berstatus sebagai anak,
saudara atau paman.
Pembagian harta yg salah satu atau beberapa ahli warisnya adalah khunsa
musykil mengikuti beberapa ketentuan berikut:
1. Jika bagian antara laki-laki atau perempuan sama besarnya, maka harta
langsung dibagi kepadanya tanpa ada permasalahan yg berarti.
2. Jika bagian antara laki-laki atau perempuan berbeda, maka keempat mazhab
memiliki cara penyelesaian yg berbeda-beda.
14. STATUS HUKUM WARIS BAGI BANCI
(KHUNSA)
1. Menurut mazhab Hanafi, ahli waris yg berstatus khunsa musykil tersebut akan
mendapatkan bagian terkecil antara kemungkinan laki-laki dan perempuan. Adapun ahli
waris yg lain mengambil bagian terbesar dari kedua kemungkinan.
Contoh: harta yg ditinggalkan 24 juta dan ahli warisnya adalah istri, bapak, ibu dan anak
berstatus khunsa musykil. Cara penyelesaiannya adalah:
Sebagai laki-laki AM 24 Sebagai perempuan AM 24
Istri 1/8 = 3/24 x 24jt = 3jt Istri 1/8 = 3/24 x 24jt = 3jt
Bapak 1/6 = 4/24 x 24jt = 4jt Bapak 1/6 + A = 5/24 x 24jt = 5jt
Ibu 1/6 = 4/24 x 24jt = 4jt Ibu 1/6 = 4/24 x 24jt = 4jt
Khunsa ‘A = 13/24 x 24jt = 13jt Khunsa 1/2 = 12/24 x 24jt = 12jt
15. STATUS HUKUM WARIS BAGI BANCI
(KHUNSA)
Dengan demikian, anak yg berstatus khunsa musykil tersebut akan mendapatkan Rp. 12 jt
(bagian terkecil dari kedua kemungkinan). Istri dan ibu mengambil bagiannya (3&4 juta).
Adapun ayah akan mendapatkan bagian Rp. 5 jt (bagian terbesar dari kedua kemungkinan)
2. Adapun menurut mazhab Maliki, khunsa musykil dibagi kedalam dua kategori. Pertama,
jika ia masih tetap mendapatkan bagian dalam dua kemungkinan (laki-laki dan
perempuan). Dalam hal ini ia akan mendapatkan ½ dari bagian laki-laki dan ½ dari
bagian perempuan. Jika menggunakan contoh sebelumnya, maka ia akan mendapatkan
12,5 juta (1/2 dr 13jt dan ½ dr 12 jt).
Kategori kedua adalah jika ia mendapatkan bagian dari salah satu dari dua kemungkinan
dan tidak mendapatkan bagian dalam kemungkinan yg lain. Maka, ia akan mendapatkan
½ dari bagian. Untuk kasus ini belum ditemukan contoh yg tepat terkait persoalan
tersebut.
16. STATUS HUKUM WARIS BAGI BANCI
(KHUNSA)
3. Menurut mazhab Syafi’I, khunsa musykil maupun ahli waris yg lain diberi bagian terkecil
dari kedua kemungkinan. Adapun sisanya dimauqufkan sampai ada kejelasan terkait
status kelaminnya tersebut baik secara medis, tanda-tanda zahir (yg tampak) Ketika
dewasa atau sesuai kesepakatan keluarga.
4. Adapun menurut mazhab Hambali memilih jalan tengah antara mazhab syafi’I dan
maliki. Dengan ketentuan:
Jika sangat dimungkinkan akan ada kejelasan terkait status khunsa musykil dlm waktu
dekat, maka mazhab hambali setuju dengan pendapat mazhab syafi’I dengan cara setiap
ahli waris mengambil bagian terkecil dan sisanya dimauqufkan.
Namun jika tidak, maka dlm hal ini, mazhab hambali sepakat dengan mazhab maliki. Yaitu
ia tetap mendapatkan bagian dari kedua kemungkinan, maka ia akan mendapatkan
setengah dari dua kemungkinan laki-laki dan perempuan, jika tidak, ia akan mendapatkan
setengah dari kemungkinan mendapatkan bagian (furud)
17. ANAK DALAM KANDUNGAN
Menurut Syeikh Muhammad ibn Salim Al Hadrami, ada dua syarat yg harus dipenuhi agar
janin atau bayi yg msh dalam kandungan berhak mendapatkan warisan. Kedua syarat
tersebut adalah:
1. Anak dlm kandungan dipastikan hidup pada saat muwarris (pewaris) meninggal dunia
kendati masih dalam bentuk nutfah atau sekitar umur kandungan 120 hari. Kepastian
tsb didapatkan dari keterangan tenaga medis. Hal lain yg dpt dijadikan dasar adalah
dengan menghitung jarak lahir bayi dengan meninggalnya muwarris. Jika bayi tersebut
lahir setelah 6 bulan dan maksimal 4 tahun maka bayi tersebut dipastikan sdh ada
dalam kandungan Ketika muwarris meninggal.
2. Dipastikan lahir dalam keadaan hidup. Hal ini bisa diketahui dengan jeritan, tangisan,
uapan (menguap), bersinan bayi.
18. PERHITUNGAN WARIS ANAK DALAM
KANDUNGAN
Kriteria-kriteria perhitungan waris anak dalam kandungan sebagai berikut:
1. Jika anak yg msh ada dalam kandungan tidak akan mendapatkan warisan karena
terhalang oleh ahli waris yg lain, maka harta warisan tidak dimauqufkan dan dibagi
kepada ahli waris yg ada. Contoh: seseorang meninggal dengan meninggalkan ahli waris
bapak, ibu yg sedang hamil dengan suami baru (bukan bapaknya), saudara kandung.
2. Jika hanya ia (anak msh dlm kandungan) saja yg akan mendapatkan warisan jika ia lahir,
maka seluruh harta dimauqufkan dan menunggu anak tersebut lahir. Contoh: seseorang
meninggal dgn meninggalkan ahli waris, menantu yg sedang hamil dan saudara laki-laki
seibu.
3. Jika anak tsb tidak terhalang oleh ahli waris yg lain dan begitu juga sebaliknya, maka
Sebagian harta dimauqufkan. Dalam hal ini semua ahli waris mengambil bagian terkecil
dari beberapa kemungkinan. Kemudian selebihnya dimauqufkan menunggu sang anak
lahir.
19. PERHITUNGAN WARIS ANAK DALAM
KANDUNGAN
Contoh 1.
Jika seorang meninggal dunia, meninggalkan harta 36jt dengan ahli waris bapak, ibu yg
sedang hamil dengan suami baru (bukan bapaknya), saudara kandung. Maka cara
penyelesaiannya sbg berikut:
Bapak ‘A 2/3 x 36jt = 24jt
Ibu 1/3 1/3 x 36jt = 12jt
Saudara Lk kandung terhalang oleh bapak
Anak dlm kandungan terhalang oleh bapak
20. PERHITUNGAN WARIS ANAK DALAM
KANDUNGAN
Contoh 2.
Jika seorang meninggal dunia, meninggalkan harta 36jt dengan ahli waris menantu yg
sedang hamil dr anaknya yg laki-laki dan saudara laki-laki seibu. Maka cara penyelesaiannya
sbg berikut:
Saudara Lk seibu
Anak dlm kandungan
Pada kasus ini, seorg saudara seibu akan terhalang oleh anak yg msh dalam kandungan baik
laki-laki maupun perempuan. Namun jika anak berada dlm kandungan meninggal dlm
kandungan maka seluruh harta untuk saudara lk seibu . Maka harta warisan dimauqufkan
semuanya.
21. PERHITUNGAN WARIS ANAK DALAM
KANDUNGAN
Contoh 3.
Jika seorang meninggal dunia, meninggalkan harta 36jt dengan ahli waris istri, bapak, ibu,
anak dlm kandungan. Maka cara penyelesaiannya kita membuat 3 perhitungan, yaitu
kemungkinan anak yg lahir adalah laki-laki, perempuan dan dua perempuan.
Kemungkinan Laki-laki Kemungkinan Perempuan Kemungkinan 2 Perempuan
Istri 1/8 3/24 x 36jt = 4.5jt Istri 1/8 3/24 x 36jt = 4.5jt Istri 1/8 3/27 x 36jt = 4jt
Bapak 1/6 4/24 x 36jt = 6jt Bapak 1/6 +A 5/24 x 36jt = 7,5jt Bapak 1/6 +A 4/27 x 36jt = 5,3jt
Ibu 1/6 4/24 x 36jt = 6jt Ibu 1/6 4/24 x 36jt = 6jt Ibu 1/6 4/27 x 36jt = 5,3jt
Anak dikandungan ‘A 13/24 x 36jt = 19.5jt Anak dikandungan ½ 12/24 x 36jt = 18jt Anak dikandungan 2/3 16/27 x 36jt = 21.4jt
22. ANAK ZINA, LI’AN DAN LAQIT
Secara Bahasa Zina adalah bentuk Masdar dr kata zana yazni yg artinya berbuat
jahat. Adapun secara terminology zina berarti hubungan seksual antara seorang
laki-laki dan seorg perempuan melalui vagina bukan dalam akad pernikahan yg
menyerupai akad ini.
Adapun Li’an secara Bahasa berarti menjauh. Dipilihnya kalimat li’an karena
suami dan istri saling menjauh dan tdk akan pernah Bersatu selamanya. Adapun
secara istilah syariat ,lian adalah sumpah dengan redaksi tertentu yg diungkapkan
suami kepada istrinya bahwa ia telah berzina atau menafikan anak yg dikandung
istrinya sebagai anak kandungnya. Lian dilakukan Ketika sang suami tdk dapat
menghadirkan 4 org saksi.
23. ANAK ZINA, LI’AN DAN LAQIT
Anak zina adalah anak yg dihasilkan dari hubungan seksual antara laki-laki dan
perempuan bukan dlm hubungan pernikahan yg sah.
Adapun anak li’an adalah anak yg tidak dinisbatkan kepada ayahnya berdasar
pada putusan pengadilan akibat dr hukum li’an yg terjadi antara suami dan istri.
Akibat hukum yg ditimbulkan dr zina dan li’an adalah terputusnya hukum waris
antara anak dan bapak bilogis serta kerabat sang bapak tersebut.
24. ANAK ZINA, LI’AN DAN LAQIT
Contoh waris anak zina atau lian
Jika seorang meninggal dan meninggalkan harta 24jt. Adapun ahli warisnya ibu,
dan anak yg dihasilkan dr perbuatan zina, maka seluruh harta diberikan kepada ibu.
Contoh lain, Jika seorang meninggal dan meninggalkan harta 24jt. Adapun ahli
warisnya ibu, saudara laki-laki seibu dan saudara laki-laki sebapak (tdk syar’I atau
anak zina/lian) maka:
Ibu 1/3 2/3 x 24jt = 16jt
Saudara seibu 1/6 1/3 x 24jt = 8jt
Saudara sebapak x
25. ANAK ZINA, LI’AN DAN LAQIT
Adapun laqit adalah anak yg ditemukan oleh seseorang dan tidak diketahui siapa
orangtuanya. Jika anak yg ditemukan tersebut meninggal dunia maka harta yg ia
miliki diberikan kepada bayt al maal. Jika bayt al maal tdk ditemukan maka harta
tersebut digunakan untuk kemaslahatan umum. Pendapat diatas dikemukakan
oleh jumhur fukaha selain imam Ahmad. Adapun menurut imam Ahmad ibn
Hambal dan ibn Taymiyyah harta waris tersebut diberikan kepada orang yg
menemukan.