Dokumen tersebut membahas tentang hukum waris menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan fiqih mawaris. KHI mengatur tentang unsur-unsur proses peralihan harta warisan, sebab ahli waris mewarisi, bagian warisan untuk ahli waris tertentu seperti anak, ayah, ibu, dan perdamaian antar ahli waris. Terdapat perbedaan antara KHI dengan konsep fiqih mawaris dalam hal bagian bapak dan masalah-masalah
Materi kali ini memaparkan terkait pewarisan / turun waris meliputi pengertian, golongan, syarat pewarisan, dan lain sebagainya. Tentu permasalahan pewarisan telah menjadi hal yang umum di setiap keluarga terutama terkait pembagian harta kekayaan dan peninggalan dari seseorang Almarhum kepada Ahli Waris.
Materi kali ini memaparkan terkait pewarisan / turun waris meliputi pengertian, golongan, syarat pewarisan, dan lain sebagainya. Tentu permasalahan pewarisan telah menjadi hal yang umum di setiap keluarga terutama terkait pembagian harta kekayaan dan peninggalan dari seseorang Almarhum kepada Ahli Waris.
Hukum Kelurga Mengatur hubungan hukum yang timbul dari ikatan keluarga . Yang termasuk dalam hukum keluarga adalah peraturan perkawinan, peraturan kekuasaan orang tua dan peraturan perwalian
Hukum Kelurga Mengatur hubungan hukum yang timbul dari ikatan keluarga . Yang termasuk dalam hukum keluarga adalah peraturan perkawinan, peraturan kekuasaan orang tua dan peraturan perwalian
2. PENGERTIAN
• Hukum kewarisan Islam adalah hukum yg mengatur segala sesuatu yg berkenaan
dengan peralihan hak dan kewajiban atas harta kekayaan seseorang setelah ia
meninggal dunia kepada ahli warisnya.
• Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), hukum kewarisan adalah hukum yg
mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris,
menentukan siapa-siapa yg berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya
masing-masing.
3. RUKUN WARIS MENURUT KHI
• Proses peralihan harta dlm hukum kewarisan Islam memiliki unsur-unsur sebagai
berikut:
1. Pewaris; menurut KHI pada pasal 171 poin (b) yg dinamakan pewaris adalah
orang yg pada saat meninggalnya atau dinyatakan meninggal berdasarkan
putusan pengadilan agama islam, meninggalkan ahli waris dan harta
peninggalan.
2. Harta warisan; sebagaimana dlm pasal 171 poin (e) adalah harta bawaan
ditambah bagian dari harta Bersama setelah digunakan untuk keperluan selama
sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran
hutang, dan pemberian untuk kerabat.
4. RUKUN WARIS MENURUT KHI
• Proses peralihan harta dlm hukum kewarisan Islam memiliki unsur-unsur sebagai
berikut:
3. Ahli waris; menurut KHI adalah orang yg pada saat meninggal dunia
mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris,
beragama islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
5. SEBAB WARIS MEWARISI
• Dalam KHI, ada 2 hal yg menjadi sebab waris mewarisi, yaitu:
1. Hubungan darah; dibagi ke dalam 2 kategori, pertama golongan laki-laki yg
terdiri dari; ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek. Adapun
cucu masuk dalam kategori ahli waris pengganti. Kedua, golongan perempuan
yg terdiri dari; ibu, anak perempuan, dan saudara perempuan dari nenek.
2. Hubungan perkawinan
6. BAGIAN-BAGIAN AHLI WARIS DALAM KHI
• Dalam KHI, pada pasal 176-182 dibahas hak-hak kerabat yg berupa bagian-bagian yg
telah ditentukan atau yg disebut al furud al muqaddarah.
1. Anak perempuan; bila seorang mendapatkan ½ bagian, bila dua orang atau lebih
mereka Bersama-sama mendapatkan 2/3 bagian. Bila Bersama anak laki-laki adalah
dua banding satu (asabah bil ghoir).
2. Ayah; mendapatkan 1/3 jika tdk ada anak, dan 1/6 jika ada anak.
3. Ibu; mendapatkan 1/6 bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tdk ada anak
atau dua saudara atau lebih maka mendapatkan 1/3. Ibu mendapatkan bagian dari
sisa (1/3 sisa) sesudah diambil oleh suami/istri bila Bersama-sama dengan ayah.
7. BAGIAN-BAGIAN AHLI WARIS DALAM KHI
4. Suami; mendapatkan ½ bagian, bila tidak ada anak. Bila ada anak mendapatkan ¼
bagian.
5. Istri; mendapatkan 1/4 jika tdk ada anak, dan 1/8 jika ada anak.
6. Saudara seIbu; bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka
saudara LK dan saudara PR seIbu masing-masing mendapatkan 1/6 bagian. Bila
mereka itu 2 orang atau lebih maka mereka Bersama-sama mendapatkan 1/3
bagian.
7. Saudara PR kandung atau seayah; bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan
anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara PR kandung atau seayah, maka
ia mendapatkan ½ bagian. Bila mereka 2 orang atau lebih maka 2/3 bagian. Bila
Bersama dengan saudara LK kandung atau seayah maka 2 banding satu.
8. KESEPAKATAN DAMAI DALAM PEMBAGIAN
• Para ahli waris dpt bersepakat melakukan perdamaian dlm pembagian harta
warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya. Jadi para ahli waris dapat
tdk mengikuti aturan pembagian warisan bagi masing-masing ahli waris
berdasarkan ketentuan bagiannya yg telah diatur dalam KHI, jika mereka telah
rela untuk bersepakat untuk berdamai dalam pembagian itu, karena mungkin ada
ahli waris yg menganggap dia tak perlu lagi mendapatkan warisan karena secara
ekonomi dan lainnya sudah cukup, sedangkan ahli waris yg lain lebih pantas
untuk mendapatkan menurut mereka.
• Bagi anak yg lahir di luar perkawinan, maka dia hanya dpt mewarisi dengan
ibunya dan keluarga dari ibunya saja.
9. HAL-HAL YG MENGHALANGI WARIS
• Dalam KHI pasal 173, hal yg menghalangi waris karena:
1. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya
berat pewaris.
2. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris
telah melakukan suatu kejahatan yg diancam dengan hukuman 5 tahun penjara
atau hukuman yg lebih berat.
10. KHI DAN FIQIH
• Ada beberapa perbedaan yang ada pada KHI dengan yang terkonsep oleh fikih
mawaris.
• Perbedaan tersebut diantaranya bagian Bapak yg ada pada KHI adalah antara 1/3
dan 1/6, perdamaian antara ahli waris, ahli waris pengganti, dan hal-hal yg
menghalangi hak atas warisan serta tidak dicantumkannya murtad, masalah-
masalah gharrawain, akdariyah dan sebagainya.
11. CATATAN
• Penggunaan aturan KHI sebagai pedoman hakim pengadilan dalam sengketa
waris tersebut dilakukan jika ada aduan kepada pengadilan. Jika tidak ada aduan
dan masing-masing keluarga telah membaginya berdasarkan ijtihad imam
mazhab, maka penyelesaian sengketa waris dapat dilakukan tanpa melibatkan
pihak pengadilan agama.