SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
Download to read offline
Diterjemahkan oleh :
Dimas Mahendra
MASKULINITAS SEBAGAI HOMOFOBIA
Michael S. Kimmel
Michael Kimmel berpendapat bahwa laki-laki Amerika tersosialisasi dengan sebuah definisi
maskulinitas yang sangat kaku dan membatasi. Ia menyatakan bahwa laki-laki takut
ditertawakan oleh laki-laki lainnya jika terlalu feminin, dan ketakutan ini melanggengkan
homofobia serta maskulinitas yang bersifat eksklusif. Ia menghimbaukan pentingnya politik yang
bersifat inklusif atau perluasan definisi maskulinitas untuk mengakhiri perjuangan gender.
Rahasia besar dalam kedewasaan laki-laki Amerika adalah Kita takut akan laki-laki lain.
Homofobia telah menjadi prinsip baku dalam definisi kultural kita tentang kedewasaan laki-laki.
Homofobia lebih daripada ketakutan irasional terhadap laki-laki gay; lebih daripada ketakutan
bahwa kita akan dinilai sebagai seorang gay. “Kata ‘banci’ tidak ada hubungannya dengan
pengalaman homoseksual atau bahkan ketakutan terhadap homoseksual” tulis David Leverenz
(1986). “Kata itu berasal dari lubuk paling dalam kedewasaan laki-laki: label yang paling
merendahkan untuk siapapun yang kemayu, tidak tangguh, dan tidak keren” (h.455). Homofobia
adalah ketakutan bahwa laki-laki lain akan membuka diri kita, membuat kita terlihat lemah, dan
menyingkapkan kepada kita dan dunia bahwa kita tidak layak, bahwa kita bukan laki-laki sejati.
Kita takut membiarkan laki-laki lain melihat ketakutan kita tersebut. Rasa takut membuat kita
malu karena kesadaran akan ketakutan dalam diri kita merupakan bukti bahwa kita tidak sejantan
yang selama ini kita kira, bahwa kita seperti laki-laki muda dalam sebuah puisi oleh Yeats, “one
that ruffles in a manly pose for all his timid heart.” (yang menegang dengan pose jantan karena
hatinya yang pemalu.) Ketakutkan kita adalah ketakutan akan dipermalukan. Kita malu bahwa
kita takut....
Ketakutan akan dilihat sebagai sosok yang kemayu mendominasi definisi maskulinitas. Hal itu
dimulai sejak dini. “Anak laki-laki, berada di antara anak-anak laki-laki, malu jika terlihat tidak
jantan” tulis seorang pendidik pada 1871 (disitir dalam Rotundo, 1993, h. 264). Saya pernah
taruhan dengan seorang teman bahwa saya dapat berjalan ke taman bermain manapun di
Amerika di mana anak-anak laki-laki 6 tahun sedang bermain dengan gembiranya dan, dengan
melemparkan satu pertanyaan saja, saya dapat memicu sebuah perkelahian. Pertanyaan tersebut
adalah: “Siapa yang kemayu di sini?” Begitu pertanyaan ini dilontarkan, tantangan pun muncul.
Satu dari dua kemungkinan akan terjadi. Satu anak akan menuduh anak lainnya kemayu, dan
anak yang dituduh itu akan mengatakan bahwa ia tidak kemayu; anak yang menuduhnyalah yang
kemayu. Mereka mungkin akan berkelahi untuk membuktikan siapa yang berbohong. Atau
semua anak laki-laki dalam kelompok itu akan mengelilingi salah satu teman mereka dan
berteriak “Dia! Dia!” Anak tersebut mungkin akan menangis dan lari pulang atau ia akan harus
Diterjemahkan oleh :
Dimas Mahendra
berkelahi dengan beberapa anak laki-laki sekaligus, untuk membuktikan bahwa ia tidak kemayu.
(Apa pula yang akan dikatakan ayah atau saudara laki-lakinya bila ia memilih pulang sembari
menangis?) Akan butuh beberapa waktu hingga anak tersebut memperoleh kembali harga
dirinya.
Kekerasan seringkali dijadikan penanda kedewasaan laki-laki yang paling jelas. Bukan keinginan
untuk berkelahi, kehendak untuk berkelahi. Asal mula kiasan ada sepotong kayu di bahu
seseorang (one has a chip on one’s shoulder) adalah dari praktik yang dilakukan remaja laki-laki
di desa atau kota kecil, yang akan berjalan ke mana-mana dengan sepotong kayu yang
diseimbangkan di bahunya—sebuah tanda mengenai kesiapannya untuk berkelahi dengan
siapapun yang mencoba menjatuhkan potongan kayu tersebut (lihat Gorer, 1964, h. 38; Mead,
1965).
Sebagai remaja, kita belajar bahwa teman-teman kita seringkali bertindak sebagai polisi gender,
senantiasa mengancam akan membuka diri kita sebagai individu yang feminin, kemayu. Salah
satu trik yang paling sering saya gunakan ketika remaja adalah meminta seorang anak laki-laki
melihat kuku jari tangannya. Apabila ia mengangkat telapak tangannya dengan menghadap ke
arah wajah dan menekuk jarinya, maka ia lolos tes. Ia melihat kukunya “seperti seorang laki-
laki.” Tapi apabila ia memeriksa tangannya dengan mengangkat telapak tangannya
membelakangi wajah dan mengamati kuku-kuku jarinya dengan lengan terentang, maka ia akan
langsung diolok-olok sebagai kemayu.
Sebagai pemuda, kita senantiasa berpegang pada batasan-batasan gender tersebut, selalu
memeriksa pagar-pagar yang telah kita bangun, memastikan bahwa tidak ada sedikit pun kesan
feminin yang muncul. Kemungkinan untuk ditelanjangi ada di mana-mana… Bahkan hal-hal
yang sangat tidak signifikan pun dapat menjadi ancaman atau memunculkan teror yang
mengerikan. Pada suatu hari, para mahasiswa dalam mata kuliah saya, “Sociology of Men and
Masculinities”, dijadwalkan untuk berdiskusi mengenai homofobia dan pertemanan antar laki-
laki. Salah seorang mahasiswa di kelas tersebut memberikan ilustrasi yang menyentuh.
Menyadari bahwa hari itu adalah hari yang indah, hari pertama musim semi setelah musim
dingin tenggara yang mengerikan, ia memutuskan untuk menggunakan celana pendek ke kelas.
“Saya punya celana pendek madras baru yang bagus sekali” ia berkomentar. “Lalu saya berpikir-
pikir, celana itu ada warna lavender dan merah jambunya. Topik di kelas hari ini adalah
homofobia. Mungkin hari ini bukanlah hari terbaik untuk memakai celana tersebut.”
Upaya kita untuk mempertahankan topeng maskulin mencakup setiap hal yang kita lakukan.
Baju yang kita gunakan. Cara kita berbicara. Cara kita berjalan. Cara kita makan. Setiap
tindakan, setiap gerak-gerik mengandung bahasa gender yang terkodekan. Coba pikirkan,
contohnya, bagaimana kamu akan menjawab pertanyaan ini: Bagaimana kamu “tahu” seorang
laki-laki adalah homoseksual? Ketika saya melemparkan pertanyaan ini di dalam kelas dan atau
lokakarya, sebagian besar responden selalu memberikan daftar perilaku stereotip kemayu yang
cukup standar. Ia berjalan dengan cara tertentu, berbicara dengan cara tertentu, dan bertindak
dengan cara tertentu. Ia emosional sekali; ia menunjukkan perasaannya. Seorang perempuan
Diterjemahkan oleh :
Dimas Mahendra
berkata, ia “tahu” seorang laki-laki gay apabila laki-laki itu sangat memperhatikan dirinya;
perempuan lainnya bilang ia tahu seorang laki-laki gay apabila laki-laki itu tidak menunjukkan
ketertarikan apapun kepada dirinya, apabila laki-laki tersebut membiarkannya saja.
Sekarang pertanyaannya diganti dan bayangkan apa yang dilakukan laki-laki heteroseksual untuk
memastikan bahwa tidak ada seorang pun mendapat kesan yang salah mengenai dirinya. Respons
yang muncul biasanya merujuk pada stereotip yang sudah ada, kali ini sebagai satu set peraturan
perilaku yang bernegasi. Jangan berpakaian seperti itu. Jangan berbicara atau berjalan seperti itu.
Jangan tunjukkan perasaanmu atau menjadi emosional. Selalu siap untuk memperlihatkan
ketertarikan seksual setiap kali bertemu perempuan sehingga perempuan tak mungkin salah
paham tentang dirimu. Dalam hal ini, homofobia, ketakutan dipandang sebagai gay, sebagai
seseorang yang tidak jantan, membuat laki-laki melebih-lebihkan aturan-aturan tradisional
mengenai maskulinitas, termasuk tindakan predator seksual terhadap perempuan. Homofobia dan
seksisme berjalan beriringan….
Kuasa dan Ketakberdayaan dalam Kehidupan Laki-Laki
…Maskulinitas disejajarkan dengan kekuasaan—atas perempuan, atas laki-laki lain. Ke
manapun kita melihat, kita melihat ekspresi institusional kekuasaan tersebut—di badan-badan
legislasi negara dan nasional, dalam dewan-dewan direksi tiap perusahaan besar atau firma-firma
hukum Amerika Serikat, dan dalam setiap tata usaha sekolah dan rumah sakit. Perempuan sudah
lama mengerti tentang ini dan para aktivis feminis telah menghabiskan tiga dekade ini untuk
menantang ekspresi kekuasaan laki-laki dan ketakutan mereka terhadap laki-laki baik secara
publik maupun privat. Feminisme sebagai seperangkat teori menjelaskan ketakutan perempuan
terhadap laki-laki dan memberdayakan perempuan untuk menghadapi hal itu baik secara publik
maupun privat. Perempuan-perempuan feminis beranggapan bahwa maskulinitas adalah
keinginan akan dominasi, keinginan akan kekuasaan, akan penaklukan.
Definisi tentang maskulinitas sebagai keinginan akan kekuasaan yang dikemukakan oleh feminis
tersebut diteorikan dari sudut pandang perempuan. Begitulah cara perempuan memandang
maskulinitas. Namun, teori itu mengasumsikan adanya simetri antara publik dan privat yang
tidak sama dengan apa yang dialami oleh laki-laki. Feminis mengamati bahwa perempuan,
sebagai kelompok, tidak memiliki kekuasaan dalam masyarakat. Mereka juga memperhatikan
bahwa mereka, secara individual sebagai perempuan, tidak merasa memiliki kekuasaan. Mereka
merasa takut dan rentan. Observasi mereka terhadap realitas sosial dan pengalaman pribadi
mereka maka simetris. Feminisme juga mengamati bahwa laki-laki, sebagai kelompok, berkuasa.
Oleh karena itu, dengan simetri yang sama, feminisme memiliki tendensi untuk berasumsi bahwa
secara individual laki-laki pasti merasa berkuasa.
Itulah mengapa kritik yang dilontarkan oleh para feminis seringkali tidak ditanggapi oleh laki-
laki. Ketika dihadapkan dengan analisis bahwa laki-lakilah yang berkuasa, banyak di antara laki-
laki yang bereaksi tidak percaya. “Apa maksudnya laki-laki berkuasa?” tanya mereka. “Apa yang
Diterjemahkan oleh :
Dimas Mahendra
kamu bicarakan? Istri saya selalu mengatur saya. Anak saya selalu mengatur saya. Bos saya
selalu mengatur saya. Saya tidak berkuasa sama sekali! Saya benar-benar tidak berdaya!”
Yang dirasakan laki-laki bukanlah perasaan bahwa mereka berkuasa, melainkan perasaan bahwa
mereka tidak berdaya. Perasaan ini dapat dipastikan muncul dari diskontinuitas antara kondisi
sosial dan psikologis, antara agregat analisis yang menunjukkan bahwa laki-laki sebagai
kelompok berkuasa dan fakta psikologis bahwa mereka tidak merasa berkuasa secara individual.
Perasaan tersebut adalah perasaan laki-laki yang dibesarkan untuk meyakini bahwa mereka
berhak merasa berkuasa, tetapi tidak merasakan itu. Bukanlah fakta yang mengejutkan bahwa
banyak laki-laki frustrasi dan marah….
Seringkali para pencetus teori-teori yang berbau mitos mengenai pergerakan laki-laki—sebuah
payung istilah yang mencakup semua kelompok yang membantu laki-laki mendapatkan kembali
mitos-mitos mengenai maskulinitas yang ada selama ini—menggunakan citra supir untuk
menggambarkan posisi laki-laki modern. Seorang supir seolah-olah memiliki kekuasaan—ia
mengenakan seragam, ia duduk di bangku pengendara, dan ia tahu ke mana harus pergi. Jadi,
bagi pengamat, si supir terlihat seolah memegang komando. Tapi, bagi supir itu sendiri, menurut
mereka, ia hanyalah menjalankan perintah. Ia tidak sepenuhnya berkuasa.
Walaupun kenyataannya kebanyakan orang tahu bahwa supir tidak memiliki kekuasaan besar,
citra tersebut masih saja memikat di mata laki-laki di setiap lokakarya akhir minggu ini. Namun,
terdapat sekeping bagian yang hilang dari citra tersebut, sekeping bagian yang tersembunyi oleh
pembingkaian citra tersebut sehubungan dengan pengalaman individual laki-laki. Bagian yang
hilang tersebut adalah bahwa orang yang memberikan perintah juga seorang laki-laki. Sekarang
terlihatlah hubungan antara laki-laki—antara laki-laki yang memberikan perintah dan laki-laki
lain yang menjalankan perintah tersebut. Laki-laki yang mengidentifikasikan diri sebagai supir
tersebut berhak menjadi laki-laki yang memberikan perintah, namun pada kenyataannya tidak.
Dimensi kekuasaan tersebut sekarang dimasukkan kembali ke dalam pengalaman laki-laki, tidak
hanya sebagai hasil dari pengalaman pribadi tetapi juga sebagai hasil dari relasi dengan laki-laki
lain. Dalam hal ini, pengalaman laki-laki yang merasa tidak berdaya itu nyata—laki-laki benar-
benar merasakan ketidakberdayaan dan bertindak atas rasa tidak berdaya tersebut—namun hal
itu tidak benar; artinya, hal itu tidak secara akurat mendeskripsikan kondisi yang dialami oleh
laki-laki. Bertolak belakang dengan kehidupan perempuan, kehidupan laki-laki lebih
terstrukturkan di seputar relasi-relasi kuasa dan perbedaan akses laki-laki pada kekuasaan,
sekaligus perbedaan akses pada kekuasaan laki-laki sebagai kelompok. Ketidaksempurnaan kita
dalam menganalisis situasi yang kita alami mengarahkan kita pada keyakinan bahwa kita sebagai
laki-laki membutuhkan kekuasaan yang lebih banyak, alih-alih mengarahkan kita untuk
mendukung usaha para feminis demi mengatur kembali relasi kekuasaan tersebut menurut
hubungan yang lebih setara….
Lalu mengapa laki-laki Amerika merasa sangat tidak berdaya? Sebagian jawabannya adalah
karena kita telah mengonstruksi aturan-aturan mengenai maskulinitas sehingga hanya sebagian
Diterjemahkan oleh :
Dimas Mahendra
kecil laki-laki saja yang percaya bahwa merekalah yang paling baik, merekalah yang paling kuat,
merekalah penentang feminintas yang paling jahat, yang paling berani dan agresif. Kita telah
berhasil melemahkan sebagian besar laki-laki Amerika dengan cara-cara lain—seperti
melakukan diskriminasi atas dasar ras, kelas, etnis, umur, atau preferensi seksual.
Pelarian maskulinis yang berusaha mendapatkan kembali maskulinitas yang dalam dan terluka
(deep, wounded masculinity) hanyalah salah satu cara bagaimana laki-laki Amerika hari ini
bergulat dengan ketakutan dan rasa malu mereka. Sayangnya, pada saat yang sama ketika
pelarian berusaha mendobrak pengasingan yang melingkupi kehidupan laki-laki, ketika pelarian
itu memungkinkan laki-laki untuk mengekspresikan ketakutan dan rasa malu tersebut, hal itu
juga mengabaikan kekuasaan sosial yang terus dijalankan laki-laki atas perempuan dan privilese
(sebagai laki-laki kulit putih paruh baya, kelas menengah, yang membentuk sebagian besar
populasi pelarian tersebut) yang terus mereka dapatkan—terlepas dari pengalaman mereka
sebagai korban yang terluka dari proses sosialisasi antar laki-laki yang bersifat opresif.
Yang lain masih melakukan politik eksklusi, seakan-akan dengan menyingkirkan lapangan main
bagi identitas gender aman yang kita anggap kurang jantan—perempuan, laki-laki homoseksual,
laki-laki nonpribumi, laki-laki bukan kulit putih—laki-laki kulit putih, kelas menengah,
heteroseksual dapat menjangkarkan kembali perasaan akan keberadaan diri mereka tanpa
ketakutan yang menghantui tersebut dan rasa malu yang mendalam bahwa mereka tidak jantan
dan akan diekspos oleh laki-laki lain. Inilah maskulinitas rasisme, seksisme, dan homofobia.
Maskulinitas ini adalah maskulinitas yang sedemikian tak aman (insecure) sehingga gemetar
mendengar gagasan untuk menghapus pelarangan homoseksual di lingkungan militer; yang
sedemikian oleh perempuan di tempat kerja sehingga perempuan menjadi target pelecahan
seksual; yang sedemikian takut akan kesetaraan sehingga harus memastikan bahwa lapangan
main kompetisi laki-laki selalu siap untuk melawan seluruh pendatang baru dalam permainan
tersebut.
Eksklusi dan pelarian telah menjadi metode yang paling sering dipakai oleh laki-laki Amerika
untuk menjauhkan rasa takut dipermalukan. Ketakutan akan dibuat lemah oleh laki-laki lain,
ketakutan akan dipermalukan, dilihat sebagai banci, adalah motif dasar dalam pembacaan saya
terhadap sejarah kedewasaan laki-laki Amerika. Maskulintas telah menjadi ujian tanpa henti
yang selalu kita lakukan untuk membuktikan terhadap laki-laki lain, terhadap perempuan, dan
terhadap diri sendiri, bahwa kita telah menguasai hal tersebut. Kegelisahan yang dirasakan oleh
laki-laki hari ini bukanlah hal baru dalam sejarah Amerika; kita telah merasa cemas dan gelisah
selama hampir dua abad. Baik eksklusi ataupun pelarian tidak pernah memberikan kelegaan yang
selama ini kita cari, dan tidak ada alasan untuk berpikir bahwa kedua hal itu dapat menyelesaikan
masalah kita sekarang. Ketenangan pikiran, perasaan lega dan bebas dari perjuangan gender,
hanya akan datang dari politik yang bersifat inklusif, bukan ekslusif, dengan cara mendukung
kesetaraan dan keadilan, bukan melarikan diri dari hal itu.
Daftar Pustaka
Diterjemahkan oleh :
Dimas Mahendra
Gorer, G. (1964). The American people: A study in national character. New York: Norton.
Leverenz, D. (1986). Manhood, humiliation and public life: Some stories. Southwest Review, 71.
Mead, M. (1965). And keep your powder dry. New York: William Morrow.
Rotundo, E.A. (1993). American manhood: Transformations in masculinity from the revolution
to the modern era. New York: Basic Books.
Tautan
http://faculty.ucc.edu/psysoc-stokes/masculinity.pdf

More Related Content

Similar to Dimas jan 2016

MODUL 8 AGEN perubahan perundungan roots days
MODUL 8 AGEN perubahan perundungan roots daysMODUL 8 AGEN perubahan perundungan roots days
MODUL 8 AGEN perubahan perundungan roots daysw2wchanel
 
kmb.pptx
kmb.pptxkmb.pptx
kmb.pptxCipluy
 
Sifat komunikator
Sifat komunikatorSifat komunikator
Sifat komunikatorPJIK12
 
Sifat komunikator
Sifat komunikatorSifat komunikator
Sifat komunikatorPJIK12
 
Perkembangan peserta didik unit3 modul 2 news
Perkembangan peserta didik unit3 modul 2 newsPerkembangan peserta didik unit3 modul 2 news
Perkembangan peserta didik unit3 modul 2 newsistana walet
 
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 11 Mei 2014-3 Juni 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 11 Mei 2014-3 Juni 2014(Sindonews.com) Opini sosial budaya 11 Mei 2014-3 Juni 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 11 Mei 2014-3 Juni 2014ekho109
 
Fenomena adiksi pornografi dan perkembangan kognitif pada remaja
Fenomena adiksi pornografi dan perkembangan kognitif pada remaja Fenomena adiksi pornografi dan perkembangan kognitif pada remaja
Fenomena adiksi pornografi dan perkembangan kognitif pada remaja FahrulRosyid1
 
Pp psikologi eksistensial
Pp psikologi eksistensialPp psikologi eksistensial
Pp psikologi eksistensialfaiqoh nurlaeli
 
Psikologi Kepribadian
Psikologi KepribadianPsikologi Kepribadian
Psikologi KepribadianJoko Setiawan
 
Lentera news - mei 2016
Lentera news  - mei 2016Lentera news  - mei 2016
Lentera news - mei 2016Ananta Bangun
 
Komunikasi Gender 5_Bahasa, Gender, Komunikasi Verbal dan Nonverbal.pptx
Komunikasi Gender 5_Bahasa, Gender, Komunikasi Verbal dan Nonverbal.pptxKomunikasi Gender 5_Bahasa, Gender, Komunikasi Verbal dan Nonverbal.pptx
Komunikasi Gender 5_Bahasa, Gender, Komunikasi Verbal dan Nonverbal.pptxRintaArina
 
GENDER.pptx
GENDER.pptxGENDER.pptx
GENDER.pptxruhil1
 
Ku jaga gelas kristal ku (tugas)
Ku jaga gelas kristal ku (tugas)Ku jaga gelas kristal ku (tugas)
Ku jaga gelas kristal ku (tugas)Slamet Readi
 
RESUME KB 3.docx
RESUME KB 3.docxRESUME KB 3.docx
RESUME KB 3.docxZudisAhmad
 
Makalah Psikologi Sosial "Prasangka" Universitas Mercubuana
Makalah Psikologi Sosial "Prasangka" Universitas MercubuanaMakalah Psikologi Sosial "Prasangka" Universitas Mercubuana
Makalah Psikologi Sosial "Prasangka" Universitas MercubuanaAndreasFN
 
Prasangka, steorotip dan diskriminasi
Prasangka, steorotip dan diskriminasiPrasangka, steorotip dan diskriminasi
Prasangka, steorotip dan diskriminasiAnna Dekinai
 

Similar to Dimas jan 2016 (20)

MODUL 8 AGEN perubahan perundungan roots days
MODUL 8 AGEN perubahan perundungan roots daysMODUL 8 AGEN perubahan perundungan roots days
MODUL 8 AGEN perubahan perundungan roots days
 
kmb.pptx
kmb.pptxkmb.pptx
kmb.pptx
 
Sifat komunikator
Sifat komunikatorSifat komunikator
Sifat komunikator
 
Sifat komunikator
Sifat komunikatorSifat komunikator
Sifat komunikator
 
Perkembangan peserta didik unit3 modul 2 news
Perkembangan peserta didik unit3 modul 2 newsPerkembangan peserta didik unit3 modul 2 news
Perkembangan peserta didik unit3 modul 2 news
 
Bullying
BullyingBullying
Bullying
 
Gender
 Gender Gender
Gender
 
Gender
GenderGender
Gender
 
Hirarki Gender dalam Media
Hirarki Gender dalam MediaHirarki Gender dalam Media
Hirarki Gender dalam Media
 
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 11 Mei 2014-3 Juni 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 11 Mei 2014-3 Juni 2014(Sindonews.com) Opini sosial budaya 11 Mei 2014-3 Juni 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 11 Mei 2014-3 Juni 2014
 
Fenomena adiksi pornografi dan perkembangan kognitif pada remaja
Fenomena adiksi pornografi dan perkembangan kognitif pada remaja Fenomena adiksi pornografi dan perkembangan kognitif pada remaja
Fenomena adiksi pornografi dan perkembangan kognitif pada remaja
 
Pp psikologi eksistensial
Pp psikologi eksistensialPp psikologi eksistensial
Pp psikologi eksistensial
 
Psikologi Kepribadian
Psikologi KepribadianPsikologi Kepribadian
Psikologi Kepribadian
 
Lentera news - mei 2016
Lentera news  - mei 2016Lentera news  - mei 2016
Lentera news - mei 2016
 
Komunikasi Gender 5_Bahasa, Gender, Komunikasi Verbal dan Nonverbal.pptx
Komunikasi Gender 5_Bahasa, Gender, Komunikasi Verbal dan Nonverbal.pptxKomunikasi Gender 5_Bahasa, Gender, Komunikasi Verbal dan Nonverbal.pptx
Komunikasi Gender 5_Bahasa, Gender, Komunikasi Verbal dan Nonverbal.pptx
 
GENDER.pptx
GENDER.pptxGENDER.pptx
GENDER.pptx
 
Ku jaga gelas kristal ku (tugas)
Ku jaga gelas kristal ku (tugas)Ku jaga gelas kristal ku (tugas)
Ku jaga gelas kristal ku (tugas)
 
RESUME KB 3.docx
RESUME KB 3.docxRESUME KB 3.docx
RESUME KB 3.docx
 
Makalah Psikologi Sosial "Prasangka" Universitas Mercubuana
Makalah Psikologi Sosial "Prasangka" Universitas MercubuanaMakalah Psikologi Sosial "Prasangka" Universitas Mercubuana
Makalah Psikologi Sosial "Prasangka" Universitas Mercubuana
 
Prasangka, steorotip dan diskriminasi
Prasangka, steorotip dan diskriminasiPrasangka, steorotip dan diskriminasi
Prasangka, steorotip dan diskriminasi
 

More from QueerSqueak

IDAHOT 2016 Report
IDAHOT 2016 ReportIDAHOT 2016 Report
IDAHOT 2016 ReportQueerSqueak
 
Laporan IDAHOT 2016
Laporan IDAHOT 2016Laporan IDAHOT 2016
Laporan IDAHOT 2016QueerSqueak
 
Keluarga lgbt jurnal
Keluarga lgbt jurnalKeluarga lgbt jurnal
Keluarga lgbt jurnalQueerSqueak
 
Kuliah umum-suara-kita-1(1)
Kuliah umum-suara-kita-1(1)Kuliah umum-suara-kita-1(1)
Kuliah umum-suara-kita-1(1)QueerSqueak
 
Jurnal+ilmiah+seni+makalangan +panggil+aku+yessy.compressed
Jurnal+ilmiah+seni+makalangan +panggil+aku+yessy.compressedJurnal+ilmiah+seni+makalangan +panggil+aku+yessy.compressed
Jurnal+ilmiah+seni+makalangan +panggil+aku+yessy.compressedQueerSqueak
 

More from QueerSqueak (7)

IDAHOT 2016 Report
IDAHOT 2016 ReportIDAHOT 2016 Report
IDAHOT 2016 Report
 
Laporan IDAHOT 2016
Laporan IDAHOT 2016Laporan IDAHOT 2016
Laporan IDAHOT 2016
 
Masculinity
MasculinityMasculinity
Masculinity
 
Keluarga lgbt jurnal
Keluarga lgbt jurnalKeluarga lgbt jurnal
Keluarga lgbt jurnal
 
Ogi jan 2016
Ogi jan 2016Ogi jan 2016
Ogi jan 2016
 
Kuliah umum-suara-kita-1(1)
Kuliah umum-suara-kita-1(1)Kuliah umum-suara-kita-1(1)
Kuliah umum-suara-kita-1(1)
 
Jurnal+ilmiah+seni+makalangan +panggil+aku+yessy.compressed
Jurnal+ilmiah+seni+makalangan +panggil+aku+yessy.compressedJurnal+ilmiah+seni+makalangan +panggil+aku+yessy.compressed
Jurnal+ilmiah+seni+makalangan +panggil+aku+yessy.compressed
 

Recently uploaded

PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdfaksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdfwalidumar
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxSaefAhmad
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdfanitanurhidayah51
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMIGustiBagusGending
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...MetalinaSimanjuntak1
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDNurainiNuraini25
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidupfamela161
 

Recently uploaded (20)

PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdfaksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 

Dimas jan 2016

  • 1. Diterjemahkan oleh : Dimas Mahendra MASKULINITAS SEBAGAI HOMOFOBIA Michael S. Kimmel Michael Kimmel berpendapat bahwa laki-laki Amerika tersosialisasi dengan sebuah definisi maskulinitas yang sangat kaku dan membatasi. Ia menyatakan bahwa laki-laki takut ditertawakan oleh laki-laki lainnya jika terlalu feminin, dan ketakutan ini melanggengkan homofobia serta maskulinitas yang bersifat eksklusif. Ia menghimbaukan pentingnya politik yang bersifat inklusif atau perluasan definisi maskulinitas untuk mengakhiri perjuangan gender. Rahasia besar dalam kedewasaan laki-laki Amerika adalah Kita takut akan laki-laki lain. Homofobia telah menjadi prinsip baku dalam definisi kultural kita tentang kedewasaan laki-laki. Homofobia lebih daripada ketakutan irasional terhadap laki-laki gay; lebih daripada ketakutan bahwa kita akan dinilai sebagai seorang gay. “Kata ‘banci’ tidak ada hubungannya dengan pengalaman homoseksual atau bahkan ketakutan terhadap homoseksual” tulis David Leverenz (1986). “Kata itu berasal dari lubuk paling dalam kedewasaan laki-laki: label yang paling merendahkan untuk siapapun yang kemayu, tidak tangguh, dan tidak keren” (h.455). Homofobia adalah ketakutan bahwa laki-laki lain akan membuka diri kita, membuat kita terlihat lemah, dan menyingkapkan kepada kita dan dunia bahwa kita tidak layak, bahwa kita bukan laki-laki sejati. Kita takut membiarkan laki-laki lain melihat ketakutan kita tersebut. Rasa takut membuat kita malu karena kesadaran akan ketakutan dalam diri kita merupakan bukti bahwa kita tidak sejantan yang selama ini kita kira, bahwa kita seperti laki-laki muda dalam sebuah puisi oleh Yeats, “one that ruffles in a manly pose for all his timid heart.” (yang menegang dengan pose jantan karena hatinya yang pemalu.) Ketakutkan kita adalah ketakutan akan dipermalukan. Kita malu bahwa kita takut.... Ketakutan akan dilihat sebagai sosok yang kemayu mendominasi definisi maskulinitas. Hal itu dimulai sejak dini. “Anak laki-laki, berada di antara anak-anak laki-laki, malu jika terlihat tidak jantan” tulis seorang pendidik pada 1871 (disitir dalam Rotundo, 1993, h. 264). Saya pernah taruhan dengan seorang teman bahwa saya dapat berjalan ke taman bermain manapun di Amerika di mana anak-anak laki-laki 6 tahun sedang bermain dengan gembiranya dan, dengan melemparkan satu pertanyaan saja, saya dapat memicu sebuah perkelahian. Pertanyaan tersebut adalah: “Siapa yang kemayu di sini?” Begitu pertanyaan ini dilontarkan, tantangan pun muncul. Satu dari dua kemungkinan akan terjadi. Satu anak akan menuduh anak lainnya kemayu, dan anak yang dituduh itu akan mengatakan bahwa ia tidak kemayu; anak yang menuduhnyalah yang kemayu. Mereka mungkin akan berkelahi untuk membuktikan siapa yang berbohong. Atau semua anak laki-laki dalam kelompok itu akan mengelilingi salah satu teman mereka dan berteriak “Dia! Dia!” Anak tersebut mungkin akan menangis dan lari pulang atau ia akan harus
  • 2. Diterjemahkan oleh : Dimas Mahendra berkelahi dengan beberapa anak laki-laki sekaligus, untuk membuktikan bahwa ia tidak kemayu. (Apa pula yang akan dikatakan ayah atau saudara laki-lakinya bila ia memilih pulang sembari menangis?) Akan butuh beberapa waktu hingga anak tersebut memperoleh kembali harga dirinya. Kekerasan seringkali dijadikan penanda kedewasaan laki-laki yang paling jelas. Bukan keinginan untuk berkelahi, kehendak untuk berkelahi. Asal mula kiasan ada sepotong kayu di bahu seseorang (one has a chip on one’s shoulder) adalah dari praktik yang dilakukan remaja laki-laki di desa atau kota kecil, yang akan berjalan ke mana-mana dengan sepotong kayu yang diseimbangkan di bahunya—sebuah tanda mengenai kesiapannya untuk berkelahi dengan siapapun yang mencoba menjatuhkan potongan kayu tersebut (lihat Gorer, 1964, h. 38; Mead, 1965). Sebagai remaja, kita belajar bahwa teman-teman kita seringkali bertindak sebagai polisi gender, senantiasa mengancam akan membuka diri kita sebagai individu yang feminin, kemayu. Salah satu trik yang paling sering saya gunakan ketika remaja adalah meminta seorang anak laki-laki melihat kuku jari tangannya. Apabila ia mengangkat telapak tangannya dengan menghadap ke arah wajah dan menekuk jarinya, maka ia lolos tes. Ia melihat kukunya “seperti seorang laki- laki.” Tapi apabila ia memeriksa tangannya dengan mengangkat telapak tangannya membelakangi wajah dan mengamati kuku-kuku jarinya dengan lengan terentang, maka ia akan langsung diolok-olok sebagai kemayu. Sebagai pemuda, kita senantiasa berpegang pada batasan-batasan gender tersebut, selalu memeriksa pagar-pagar yang telah kita bangun, memastikan bahwa tidak ada sedikit pun kesan feminin yang muncul. Kemungkinan untuk ditelanjangi ada di mana-mana… Bahkan hal-hal yang sangat tidak signifikan pun dapat menjadi ancaman atau memunculkan teror yang mengerikan. Pada suatu hari, para mahasiswa dalam mata kuliah saya, “Sociology of Men and Masculinities”, dijadwalkan untuk berdiskusi mengenai homofobia dan pertemanan antar laki- laki. Salah seorang mahasiswa di kelas tersebut memberikan ilustrasi yang menyentuh. Menyadari bahwa hari itu adalah hari yang indah, hari pertama musim semi setelah musim dingin tenggara yang mengerikan, ia memutuskan untuk menggunakan celana pendek ke kelas. “Saya punya celana pendek madras baru yang bagus sekali” ia berkomentar. “Lalu saya berpikir- pikir, celana itu ada warna lavender dan merah jambunya. Topik di kelas hari ini adalah homofobia. Mungkin hari ini bukanlah hari terbaik untuk memakai celana tersebut.” Upaya kita untuk mempertahankan topeng maskulin mencakup setiap hal yang kita lakukan. Baju yang kita gunakan. Cara kita berbicara. Cara kita berjalan. Cara kita makan. Setiap tindakan, setiap gerak-gerik mengandung bahasa gender yang terkodekan. Coba pikirkan, contohnya, bagaimana kamu akan menjawab pertanyaan ini: Bagaimana kamu “tahu” seorang laki-laki adalah homoseksual? Ketika saya melemparkan pertanyaan ini di dalam kelas dan atau lokakarya, sebagian besar responden selalu memberikan daftar perilaku stereotip kemayu yang cukup standar. Ia berjalan dengan cara tertentu, berbicara dengan cara tertentu, dan bertindak dengan cara tertentu. Ia emosional sekali; ia menunjukkan perasaannya. Seorang perempuan
  • 3. Diterjemahkan oleh : Dimas Mahendra berkata, ia “tahu” seorang laki-laki gay apabila laki-laki itu sangat memperhatikan dirinya; perempuan lainnya bilang ia tahu seorang laki-laki gay apabila laki-laki itu tidak menunjukkan ketertarikan apapun kepada dirinya, apabila laki-laki tersebut membiarkannya saja. Sekarang pertanyaannya diganti dan bayangkan apa yang dilakukan laki-laki heteroseksual untuk memastikan bahwa tidak ada seorang pun mendapat kesan yang salah mengenai dirinya. Respons yang muncul biasanya merujuk pada stereotip yang sudah ada, kali ini sebagai satu set peraturan perilaku yang bernegasi. Jangan berpakaian seperti itu. Jangan berbicara atau berjalan seperti itu. Jangan tunjukkan perasaanmu atau menjadi emosional. Selalu siap untuk memperlihatkan ketertarikan seksual setiap kali bertemu perempuan sehingga perempuan tak mungkin salah paham tentang dirimu. Dalam hal ini, homofobia, ketakutan dipandang sebagai gay, sebagai seseorang yang tidak jantan, membuat laki-laki melebih-lebihkan aturan-aturan tradisional mengenai maskulinitas, termasuk tindakan predator seksual terhadap perempuan. Homofobia dan seksisme berjalan beriringan…. Kuasa dan Ketakberdayaan dalam Kehidupan Laki-Laki …Maskulinitas disejajarkan dengan kekuasaan—atas perempuan, atas laki-laki lain. Ke manapun kita melihat, kita melihat ekspresi institusional kekuasaan tersebut—di badan-badan legislasi negara dan nasional, dalam dewan-dewan direksi tiap perusahaan besar atau firma-firma hukum Amerika Serikat, dan dalam setiap tata usaha sekolah dan rumah sakit. Perempuan sudah lama mengerti tentang ini dan para aktivis feminis telah menghabiskan tiga dekade ini untuk menantang ekspresi kekuasaan laki-laki dan ketakutan mereka terhadap laki-laki baik secara publik maupun privat. Feminisme sebagai seperangkat teori menjelaskan ketakutan perempuan terhadap laki-laki dan memberdayakan perempuan untuk menghadapi hal itu baik secara publik maupun privat. Perempuan-perempuan feminis beranggapan bahwa maskulinitas adalah keinginan akan dominasi, keinginan akan kekuasaan, akan penaklukan. Definisi tentang maskulinitas sebagai keinginan akan kekuasaan yang dikemukakan oleh feminis tersebut diteorikan dari sudut pandang perempuan. Begitulah cara perempuan memandang maskulinitas. Namun, teori itu mengasumsikan adanya simetri antara publik dan privat yang tidak sama dengan apa yang dialami oleh laki-laki. Feminis mengamati bahwa perempuan, sebagai kelompok, tidak memiliki kekuasaan dalam masyarakat. Mereka juga memperhatikan bahwa mereka, secara individual sebagai perempuan, tidak merasa memiliki kekuasaan. Mereka merasa takut dan rentan. Observasi mereka terhadap realitas sosial dan pengalaman pribadi mereka maka simetris. Feminisme juga mengamati bahwa laki-laki, sebagai kelompok, berkuasa. Oleh karena itu, dengan simetri yang sama, feminisme memiliki tendensi untuk berasumsi bahwa secara individual laki-laki pasti merasa berkuasa. Itulah mengapa kritik yang dilontarkan oleh para feminis seringkali tidak ditanggapi oleh laki- laki. Ketika dihadapkan dengan analisis bahwa laki-lakilah yang berkuasa, banyak di antara laki- laki yang bereaksi tidak percaya. “Apa maksudnya laki-laki berkuasa?” tanya mereka. “Apa yang
  • 4. Diterjemahkan oleh : Dimas Mahendra kamu bicarakan? Istri saya selalu mengatur saya. Anak saya selalu mengatur saya. Bos saya selalu mengatur saya. Saya tidak berkuasa sama sekali! Saya benar-benar tidak berdaya!” Yang dirasakan laki-laki bukanlah perasaan bahwa mereka berkuasa, melainkan perasaan bahwa mereka tidak berdaya. Perasaan ini dapat dipastikan muncul dari diskontinuitas antara kondisi sosial dan psikologis, antara agregat analisis yang menunjukkan bahwa laki-laki sebagai kelompok berkuasa dan fakta psikologis bahwa mereka tidak merasa berkuasa secara individual. Perasaan tersebut adalah perasaan laki-laki yang dibesarkan untuk meyakini bahwa mereka berhak merasa berkuasa, tetapi tidak merasakan itu. Bukanlah fakta yang mengejutkan bahwa banyak laki-laki frustrasi dan marah…. Seringkali para pencetus teori-teori yang berbau mitos mengenai pergerakan laki-laki—sebuah payung istilah yang mencakup semua kelompok yang membantu laki-laki mendapatkan kembali mitos-mitos mengenai maskulinitas yang ada selama ini—menggunakan citra supir untuk menggambarkan posisi laki-laki modern. Seorang supir seolah-olah memiliki kekuasaan—ia mengenakan seragam, ia duduk di bangku pengendara, dan ia tahu ke mana harus pergi. Jadi, bagi pengamat, si supir terlihat seolah memegang komando. Tapi, bagi supir itu sendiri, menurut mereka, ia hanyalah menjalankan perintah. Ia tidak sepenuhnya berkuasa. Walaupun kenyataannya kebanyakan orang tahu bahwa supir tidak memiliki kekuasaan besar, citra tersebut masih saja memikat di mata laki-laki di setiap lokakarya akhir minggu ini. Namun, terdapat sekeping bagian yang hilang dari citra tersebut, sekeping bagian yang tersembunyi oleh pembingkaian citra tersebut sehubungan dengan pengalaman individual laki-laki. Bagian yang hilang tersebut adalah bahwa orang yang memberikan perintah juga seorang laki-laki. Sekarang terlihatlah hubungan antara laki-laki—antara laki-laki yang memberikan perintah dan laki-laki lain yang menjalankan perintah tersebut. Laki-laki yang mengidentifikasikan diri sebagai supir tersebut berhak menjadi laki-laki yang memberikan perintah, namun pada kenyataannya tidak. Dimensi kekuasaan tersebut sekarang dimasukkan kembali ke dalam pengalaman laki-laki, tidak hanya sebagai hasil dari pengalaman pribadi tetapi juga sebagai hasil dari relasi dengan laki-laki lain. Dalam hal ini, pengalaman laki-laki yang merasa tidak berdaya itu nyata—laki-laki benar- benar merasakan ketidakberdayaan dan bertindak atas rasa tidak berdaya tersebut—namun hal itu tidak benar; artinya, hal itu tidak secara akurat mendeskripsikan kondisi yang dialami oleh laki-laki. Bertolak belakang dengan kehidupan perempuan, kehidupan laki-laki lebih terstrukturkan di seputar relasi-relasi kuasa dan perbedaan akses laki-laki pada kekuasaan, sekaligus perbedaan akses pada kekuasaan laki-laki sebagai kelompok. Ketidaksempurnaan kita dalam menganalisis situasi yang kita alami mengarahkan kita pada keyakinan bahwa kita sebagai laki-laki membutuhkan kekuasaan yang lebih banyak, alih-alih mengarahkan kita untuk mendukung usaha para feminis demi mengatur kembali relasi kekuasaan tersebut menurut hubungan yang lebih setara…. Lalu mengapa laki-laki Amerika merasa sangat tidak berdaya? Sebagian jawabannya adalah karena kita telah mengonstruksi aturan-aturan mengenai maskulinitas sehingga hanya sebagian
  • 5. Diterjemahkan oleh : Dimas Mahendra kecil laki-laki saja yang percaya bahwa merekalah yang paling baik, merekalah yang paling kuat, merekalah penentang feminintas yang paling jahat, yang paling berani dan agresif. Kita telah berhasil melemahkan sebagian besar laki-laki Amerika dengan cara-cara lain—seperti melakukan diskriminasi atas dasar ras, kelas, etnis, umur, atau preferensi seksual. Pelarian maskulinis yang berusaha mendapatkan kembali maskulinitas yang dalam dan terluka (deep, wounded masculinity) hanyalah salah satu cara bagaimana laki-laki Amerika hari ini bergulat dengan ketakutan dan rasa malu mereka. Sayangnya, pada saat yang sama ketika pelarian berusaha mendobrak pengasingan yang melingkupi kehidupan laki-laki, ketika pelarian itu memungkinkan laki-laki untuk mengekspresikan ketakutan dan rasa malu tersebut, hal itu juga mengabaikan kekuasaan sosial yang terus dijalankan laki-laki atas perempuan dan privilese (sebagai laki-laki kulit putih paruh baya, kelas menengah, yang membentuk sebagian besar populasi pelarian tersebut) yang terus mereka dapatkan—terlepas dari pengalaman mereka sebagai korban yang terluka dari proses sosialisasi antar laki-laki yang bersifat opresif. Yang lain masih melakukan politik eksklusi, seakan-akan dengan menyingkirkan lapangan main bagi identitas gender aman yang kita anggap kurang jantan—perempuan, laki-laki homoseksual, laki-laki nonpribumi, laki-laki bukan kulit putih—laki-laki kulit putih, kelas menengah, heteroseksual dapat menjangkarkan kembali perasaan akan keberadaan diri mereka tanpa ketakutan yang menghantui tersebut dan rasa malu yang mendalam bahwa mereka tidak jantan dan akan diekspos oleh laki-laki lain. Inilah maskulinitas rasisme, seksisme, dan homofobia. Maskulinitas ini adalah maskulinitas yang sedemikian tak aman (insecure) sehingga gemetar mendengar gagasan untuk menghapus pelarangan homoseksual di lingkungan militer; yang sedemikian oleh perempuan di tempat kerja sehingga perempuan menjadi target pelecahan seksual; yang sedemikian takut akan kesetaraan sehingga harus memastikan bahwa lapangan main kompetisi laki-laki selalu siap untuk melawan seluruh pendatang baru dalam permainan tersebut. Eksklusi dan pelarian telah menjadi metode yang paling sering dipakai oleh laki-laki Amerika untuk menjauhkan rasa takut dipermalukan. Ketakutan akan dibuat lemah oleh laki-laki lain, ketakutan akan dipermalukan, dilihat sebagai banci, adalah motif dasar dalam pembacaan saya terhadap sejarah kedewasaan laki-laki Amerika. Maskulintas telah menjadi ujian tanpa henti yang selalu kita lakukan untuk membuktikan terhadap laki-laki lain, terhadap perempuan, dan terhadap diri sendiri, bahwa kita telah menguasai hal tersebut. Kegelisahan yang dirasakan oleh laki-laki hari ini bukanlah hal baru dalam sejarah Amerika; kita telah merasa cemas dan gelisah selama hampir dua abad. Baik eksklusi ataupun pelarian tidak pernah memberikan kelegaan yang selama ini kita cari, dan tidak ada alasan untuk berpikir bahwa kedua hal itu dapat menyelesaikan masalah kita sekarang. Ketenangan pikiran, perasaan lega dan bebas dari perjuangan gender, hanya akan datang dari politik yang bersifat inklusif, bukan ekslusif, dengan cara mendukung kesetaraan dan keadilan, bukan melarikan diri dari hal itu. Daftar Pustaka
  • 6. Diterjemahkan oleh : Dimas Mahendra Gorer, G. (1964). The American people: A study in national character. New York: Norton. Leverenz, D. (1986). Manhood, humiliation and public life: Some stories. Southwest Review, 71. Mead, M. (1965). And keep your powder dry. New York: William Morrow. Rotundo, E.A. (1993). American manhood: Transformations in masculinity from the revolution to the modern era. New York: Basic Books. Tautan http://faculty.ucc.edu/psysoc-stokes/masculinity.pdf