Suplemen Materi “Agenda Setting dan Perumusan Kebijakan”
Diklat Analisis Kebijakan Publik Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Jakarta, 4-5 Maret 2013
Disampaikan pada “Knowledge Sharing Perumusan Kebijakan: dari Agenda Setting hingga Advokasi Kebijakan”, diselenggarakan oleh Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan, Kemenkes RI
Jakarta, 26 April 2022
Dr. Tri Widodo W. Utomo, MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Suplemen Materi “Agenda Setting dan Perumusan Kebijakan”
Diklat Analisis Kebijakan Publik Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Jakarta, 4-5 Maret 2013
Disampaikan pada “Knowledge Sharing Perumusan Kebijakan: dari Agenda Setting hingga Advokasi Kebijakan”, diselenggarakan oleh Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan, Kemenkes RI
Jakarta, 26 April 2022
Dr. Tri Widodo W. Utomo, MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
pembahasan materi ini menyangkut tentang etika aparatur pemerintah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai aparatu negara, etika dianggap perlu dalam praktik tatanan pemerintah, politik, dan jabatan, aga dapat terwujudnya akuntabilitas, responsibilitas, dan transparansi
Formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses kebijakan publik merupakan tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan telah selesai, disamping itu kegagalan suatu kebijakan atau program dalam mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan pengolaan tahap formulasi
Mata kuliah ini membahas konsep-konsep dasar kebijakan publik, yang mencakup makna dan ruang lingkup kebijakan publik, sistem kebijakan, pendekatan, proses kebijakan, dan lingkungan kebijakan.
pembahasan materi ini menyangkut tentang etika aparatur pemerintah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai aparatu negara, etika dianggap perlu dalam praktik tatanan pemerintah, politik, dan jabatan, aga dapat terwujudnya akuntabilitas, responsibilitas, dan transparansi
Formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses kebijakan publik merupakan tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan telah selesai, disamping itu kegagalan suatu kebijakan atau program dalam mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan pengolaan tahap formulasi
Mata kuliah ini membahas konsep-konsep dasar kebijakan publik, yang mencakup makna dan ruang lingkup kebijakan publik, sistem kebijakan, pendekatan, proses kebijakan, dan lingkungan kebijakan.
Etika pemerintahan adalah nilai-nilai etik pemerintahan yang menjadi landasan moral bagi penyelenggara pemerintahan.Etika pemerintahan lahir dari cabang sosial dimana didalamna terdapat etika pers, etika politik, etika pemerintahan, dst.
Makalah administrasi negara ini akan sangat penting bagi kita selaku pelajar guna menambah wawasan kita sebagai pelajar yang luar biasa yang selalu ingin tahu dan berkreasi
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:592), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Secara terminologis, terdapat berbagai rumusan pengertian moral, yang dari segi substantif materiilnya tidak ada perbedaan, akan tetapi bentuk formalnya berbeda.
1. SILABUS
Nama Mata kuliah : Etika Administrasi Negara
Kode M./SKS : 3SKS
Standar Kompetensi :
Pemahaman dan penghayatan tentang pentingnya nilai‐nilai etika dan moral
dalam tugas‐tugas administrasi negara merupakan hal penting bagi
sarjana administrasi karena dalam banyak hal kualitas kebijakan dan
pelaksanaan tugas‐tugas tersebut sangat ditentukan oleh penghayatan
etika tersebut.
Melalui mata kuliah ini mahasiswa akan diberikan landasan‐landasan
rasional yang mendasari norma‐norma etika yang harus dipegang dalam men
jalankan tugas ‐ tugas aministrasi negara.
Dosen Pengampu : SAIDAH HASBIYAH
Evaluasi
Ujian Tengah Semester
Ujian akhir Semester
Nilai Ujian =
Nilai Bonus diperoleh sebagai Reword dari inisiatif mahasiswa membuat
makalah, dan ringkasan materi perkuliahan yang ditentukan formatnya.
Garis‐garis Besar Program Perkuliahan
2. PENGERTIAN
Dalam Ensiklopedi Indonesia, Etika disebut sebagai “Ilmu tentang
kesusilaan yang menentukan bagaimana PATUTnya manusia hidup dalam
masyarakat ; apa yang BAIK dan apa yang BURUK”. Sedangkan
BAGIAN I secara etimologis, Etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang
berarti KEBIASAAN atau WATAK.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah Etika selalu
ETIKA ADMINISTRASI berhubungan dengan kebiasaan atau watak manusia (sebagai individu
atau dalam kedudukan tertentu), baik kebiasaan atau watak yang BAIK
maupun kebiasaan atau watak BURUK. Watak baik yang
termanifestasikan dalam kelakuan baik, sering dikatakan sebagai sesuatu
yang patut atau sepatutnya. Sedangkan watak buruk yang
termanifestasikan dalam kelakuan buruk, sering dikatakan sebagai
sesuatu yang tidak patut patut atau tidak sepatutnya.
Dalam kehidupan bermasyarakat, istilah Etika sering dipersamakan atau
dipergunakan secara bergantian dengan istilah Moral, Norma dan Etiket.
Beberapa pakar / kalangan tidak membedakannya secara prinsip, sedangkan
sebagian lain memberikan pembedaan-pembedaan sebagai berikut :
1. Prof. Judistira K. Garna, (Materi Kuliah Etika Kebijakan Publik, LAN-
UNPAD, 1997) dan Wahyudi Kumorotomo (Etika Administrasi
Negara, Rajawali, 1994 : 9) Moral menyatakan tindakan / perbuatan
lahiriah seseorang, atau daya dorong internal untuk mengarah
kepada perbuatan baik dan menghindari perbuatan buruk.
Sedangkan Etika tidak hanya menyangkut tindakan lahiriah, tetapi
juga nilai mengapa dia bertindak demikian. Etika tumbuh dari
pengetahuan seseorang yang diberi makna kesepakatan sosial,
dan dijadikan acuan / tolok ukur moralitas masyarakat.
2. Robert C. Solomon (Etika : Suatu Pengantar, Erlangga : 1987 : 2-18)
Moral menekankan kepada karakter dan sifat-sifat individu yang
khusus (misalnya rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa),
diluar ketaatan pada peraturan. Sedangkan Etika berkenaan dengan
dua hal : 1) disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai-nilai yang
dianut manusia beserta pembenarannya, dan 2) hukum yang
mengatur tingkah laku manusia.
3. William K. Frankena dalam Kumorotomo (1994 : 7) Etika mencakup
filsafat moral atau pembenaran-pembenaran filosofis. Moralitas
merupakan instrumen kemasyarakatan yang berfungsi sebagai
penuntun tindakan (action guide) untuk segala pola tingkah laku
yang disebut bermoral. Dengan demikian, moralitas akan serupa
3. dengan hukum disatu pihak dan dengan etiket dipihak lain. Perbuatan yang dianggap baik adalah yang mendatangkan
Bedanya dengan etiket, moralitas memiliki pertimbangan yang jauh kesenangan, kenikmatan atau rasa puas kepada manusia.
lebih tinggi tentang ‘kebenaran’ dan ‘keharusan’. Disamping itu, Sempalan dari ajaran ini adalah aliran Materialisme yang
moralitas juga dapat dibedakan dengan hukum, sebab ia tidak mengajarkan bahwa alat pokok untuk memenuhi kepuasan
dapat diubah melalui tindakan legislatif, eksekutif maupun yudikatif. manusia adalah materi.
Demikian pula sanksi dalam moralitas tidak melinatkan paksaan 4. Eudaemonisme (Eudaemonismos = bahagia)
fisik atau ancaman, melainkan lebih bersifat internal misalnya Perbuatan yang dianggap baik adalah yang mendatangkan
berwujud rasa bersalah, malu, dan sejenisnya. kebahagiaan kepada manusia. Bedanya dengan hedonisme,
kebahagiaan lebih bersifat kejiwaan. Dengan kata lain,
kebahagiaan merupakan kebaikan tertinggi (prima facie).
SUMBER (PROSES PEMBENTUKAN) & IMPLEMENTASI ETIKA Sempalan dari ajaran ini adalah aliran Stoisisme yang
mengemukakan bahwa untuk mencapai kebahagiaan, manusia
Munculnya Etika sebagai suatu pedoman bertingkah laku dapat harus menggunakan akal pikirannya ; bukan mencari
terbentuk dalam dua macam proses, yaitu : “kebijaksanaan” dengan cara menyendiri atau mengendapkan
1. Secara alamiah terbentuk dari dalam (internal) diri manusia perasaan seperti seorang pengecut.
karena pemahaman dan keyakinan terhadap suatu nilai-nilai tertentu 5. Utilitarianisme
(khususnya agama / religi). Perbuatan yang dianggap baik secara susila ialah “guna /
2. Diciptakan oleh aturan-aturan eksternal yang disepakati secara manfaat”. Penganjut utamanya adalah Jeremy Bentham yang
kolektif, misalnya sumpah jabatan, disiplin, dan sebagainya. Sumpah mengatakan bahwa the greatest happiness of the greatest
jabatan dan peraturan disiplin PNS, pada gilirannya akan membentuk number, dan John Stuart Mill. Sempalan dari ajaran ini antara
etika birokrasi. Sedangkan kasus Singapura menunjukkan bahwa lain adalah aliran pragmatisme, empirisme, positivisme, dan neo
etika berdisiplin (antri, membuang sampah) dibentuk oleh denda positivisme (scientisme).
yang sangat besar bagi pelanggarnya. 6. Vitalistis
Norma perbuatan baik adalah yang mempunyai kekuatan paling
Sementara itu, implementasi Etika sebagai suatu pedoman bertingkah besar. jadi, orang / kelompok yang paling kuat dan dapat
laku juga dapat dikelompokkan menjadi dua aspek, yakni internal (kedalam) menguasai orang / kelompok lain dianggap sebagai orang /
dan eksternal (keluar). Dari aspek ‘kedalam’, seseorang akan selalu kelompok yang baik. Atau menurut Nietzsche, perilaku yang baik
bertingkah laku baik meskipun tidak ada orang lain disekitarnya. Dalam hal adalah yang menambah daya hidup, sedangkan perilaku yang
ini, etika lebih dimaknakan sebagai moral. Sedangkan dalam aspek buruk adalah yang merusak daya hidup.
‘keluar’, implementasi Etika akan berbentuk sikap / perbuatan / perilaku 7. Idealisme
yang baik dalam kaitan interaksi dengan orang / pihak lain. Pusat pengertian aliran ini ialah kebebasan atau penghormatan
kepada pribadi manusia. Ajaran ini terdiri dari 3 komponen, yaitu
ALIRAN DALAM ETIKA idealisme rasionalistik (akal pikiran sebagai penuntun tingkah
1. Teologisme laku), idealisme estetik (kehidupan manusia dilihat dari perspektif
Prinsip atau asas etika menurut aliran ini, sesuatu yang baik, susila karya seni), dan idealisme etik (menentukan ukuran moral dan
atau etik, adalah yang sesuai dengan kehendak Tuhan, dan kesusilaan terhadap kehidupan manusia).
sebaliknya.
2. Naturalisme
Perbuatan yang dianggap baik adalah yang sesuai dengan hukum
alam.
3. Hedonisme (Hedone = perasaan akan kesenangan)
4. TDL, peningkatan tunjangan struktural pejabat tinggi, pembentukan
lembaga-lembaga ekstra struktural yang membebani anggaran, dan
sebagainya.
Dikaitkan dengan definisi etika sebagaimana disebutkan diatas, maka suatu
kebijakan publik hendaknya tidak hanya menonjolkan nilai-nilai BENAR –
SALAH, tetapi harus lebih dikembangkan kepada sosialisasi nilai-nilai
BAIK – BURUK. Sebab, suatu tindakan yang benar menurut hukum, belum
tentu baik secara moral dan etis. Sebagai contoh dapat ditunjukkan
kasus-kasus sebagai berikut :
1. Kasus perijinan HPH. Secara yuridis, penebangan hutan secara
besar-besaran dengan alasan untuk menghasilkan devisa dapat
dibenarkan karena perusahaan yang bersangkutan telah memiliki
ijin yang legal. Namun secara etis tindakan tersebut sangat tidak
dibenarkan (dan karenanya tidak dapat dikatakan sebagai
perbuatan baik), sebab menimbulkan kerusakan alam yang
sangat hebat serta menggusur kepentingan penduduk asli.
2. Kasus Korupsi. Dengan menggunakan pendekatan yuridis, setiap
pertanggungjawaban keuangan yang dapat dibuktikan secara
formal tidak dapat dikatakan telah terjadi tindak pidana korupsi,
ARTI PENTING ETIKA BAGI ADMINISTRASI PUBLIK meskipun secara materiil tindak pidana tersebut telah terjadi.
Konkritnya, jika pembangunan suatu mega proyek secara riil
Sebagaimana diketahui, Birokrasi atau Administrasi Publik memiliki menghabiskan biaya 10 trilyun, tetapi dalam kuitansi maupun
kewenangan bebas untuk bertindak (discretionary power atau freies nota-nota keuangan lainnya tercantum 15 trilyun, maka
ermessen) dalam rangka memberikan pelayanan umum (public service) serta sesungguhnya telah terjadi korupsi sebesar 5 trilyun, meskipun
menciptakan kesejahteraan masyarakat (bestuurzorg). Untuk itu, kepada secara hukum tidak terjadi.
birokrasi diberikan kekuasaan regulatif, yakni tindakan hukum yang sah Tindakanmemanipulasi angka ini jelas tidak etis dan tidak
untuk mengatur kehidupan masyarakat melalui instrumen yang disebut bermoral. Itulah sebabnya kemudian muncul anekdot bahwa
kebijakan publik (public policy). Indonesia merupakan negara dengan tingkat korupsi terbesar di
Perumusan (formulation) dan penerapan (implementation) kebijakan publik dunia, namun dengan jumlah koruptor terkecil di dunia.
ini harus dilakukan sebaik mungkin, sebab suatu kebijakan pemerintah tidak Mengingat kelemahan dalam pendekatan yuridis yang selama ini
hanya mengandung konsekuensi yuridis semata, tetapi juga konsekuensi diterapkan, maka perlu dikembangkan pendekatan baru dalam
etis atau moral. Sebagai suatu produk hukum, kebijakan publik berisi perumusan kebijakan publik, yakni pendekatan etika / moral.
perintah (keharusan) atau larangan. Barangsiapa yang melanggar Konsekuensi dari pendekatan baru ini adalah bahwa suatu
perintah atau melaksanakan perbuatan tertentu yang dilarang, maka ia kebijakan publik harus mempertimbangkan hal-hal
akan dikenakan sanksi tertentu pula. Inilah implikasi yuridis dari suatu sebagai berikut :
kebijakan publik. Dengan kata lain, pendekatan yuridis terhadap kebijakan 1. Keterikatannya untuk menjamin terselenggaranya kepentingan
publik kurang memperhatikan aspek dampak dan / atau kemanfaatan dari / kesejahteraan rakyat banyak.
kebijakan tersebut. Itulah sebabnya, sering kita saksikan bahwa 2. Keterikatannya dengan upaya untuk memajukan daerah /
kebijakan pemerintah sering ditolak oleh masyarakat (public veto) karena tanah air dimana kebijakan tersebut dirumuskan.
kurang mempertimbangkan dimensi etis dan moral dalam masyarakat.
Beberapa contoh konkrit kebijakan yang tidak populer dimata masyarakat
adalah : pembangunan waduk, pengurangan / penghapusan subsidi BBM /
5. Gambaran diatas mengindikasikan bahwa sempurnanya suatu tugas atau
fungsi aparatur pemerintah (baik individu maupun organisasi) ditentukan
oleh tingkat profesionalisme dan kualifikasi manusia pendukungnya.
Namun, kemampuan teknis (skill) dan keluasan wawasan (knowledge) saja
belum cukup memadai untuk menumbuhkan kepercayaan dan rasa kepuasan
dihati masyarakat. Mau tidak mau, birokrasi mestilah memiliki pula moral,
etika maupun sikap dan perilaku yang terpuji dan patut di contoh (attitude).
Adapun perilaku birokrasi atau pejabat publik, paling tidak dibentuk oleh 5
(lima) norma, yaitu norma jabatan, norma sosial, norma profesi, norma
keluarga, serta norma-norma lainnya (hukum, kesopanan, kesusilaan).
Norma atau etika jabatan mempelajari perbuatan pegawai negeri yang
memegang jabatan tertentu dan berwenang untuk berbuat atau
bertindak dalam kedudukannya sebagai unsur pemerintah
(BayuSuryaningrat, 1984 : 94). Norma sosial adalah seperangkat kaidah
atau nilai-nilai yang harus ditaati oleh seorang pejabat sebagai anggota
suatu komunitas sosial. Norma profesi adalah peraturan-peraturan baku
yang diperuntukkan bagi anggota suatu organisasi profesi dalam rangka
berinteraksi dengan anggota interrn organisasi maupun antar organisasi.
Sedangkan norma keluarga merupakan suatu kondisi mental seseorang
untuk menjunjung tinggi martabat dan kehormatan keluarga. Keseluruhan
norma diatas harus benar-benar dipahami oleh aparatur pemerintah,
dengan tidak memberikan bobot yang lebih dominan kepada salah
satunya. Manakala terdapat keseimbangan antar norma-norma tersebut,
diharapkan praktek pelayanan publik-pun tidak akan bersifat pilih kasih atau
pandang bulu. Semua lapisan masyarakat membutuhkan pelayanan birokrasi
(public service), tetapi yang lebih dibutuhkan adalah sikap keadilan (equity)
dari para birokrat.
Political will pemerintah untuk menciptakan sosok birokrasi yang memiliki
perilaku terpuji ini sebenarnya telah dilaksanakan secara sistematis,
seperti terlihat pada upaya implementasi Sapta Prasetya KORPRI,
penegakan peraturan disiplin pegawai (PP Nomor 30 tahun 1980), pemberian
Santi Aji secara berkesinambungan dan sebagainya. Hanya saja, dalam
implementasi di lapangan masih sering ditemui oknum-oknum yang
melanggar kode etik PNS yang justru mengakibatkan rusaknya kredibilitas
dan akuntabilitas aparat dimata masyarakat. Inilah tantangan berat bagi
pemerintah dari struktur teratas sampai dengan struktur terendah, yang
harus segera diperbaiki pada masa-masa mendatang. Secara skematis,
pengaruh berbagai norma yang membentuk kepribadian seorang pejabat
publik dalam fungsi pelayanan, dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.
6.
7.
8. PRINSIP-PRINSIP ETIKA dan hak asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan
Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum Masehi sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak merugikan atau
para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan harus
sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir itu telah diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan
mengidentifikasi sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great ideas). yang semena-mena kepada orang lain. Untuk itu kebebasan individu disini
Seluruh gagasan atau ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam diartikan sebagai:
prinsip yang merupakan landasan penting etika, yaitu keindahan, persamaan, 1. Kemampuan untuk berbuat sesuatu atau menentukan pilihan.
kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran. 2. Kemampuan yang memungkinkan manusia untuk melaksana
pilihannya tersebut.
Prinsip Keindahan 3. Kemampuan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa
senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia Prinsip Kebenaran
memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang Kebenaran biasanya digunakan dalam logika keilmuan yang muncul dari hasil
indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan pemikiran yang logis/rasional. Kebenaran harus dapat dibuktikan dan
sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja. ditunjukkan agar kebenaran itu dapat diyakini oleh individu dan masyarakat.
Tidak setiap kebenaran dapat diterima sebagai suatu kebenaran apabila
Prinsip Persamaan belum dapat dibuktikan. Semua prinsip yang telah diuraikan itu merupakan
Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang prasyarat dasar dalam pengembangan nilai-nilai etika atau kode etik dalam
sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan hubungan antarindividu, individu dengan masyarakat, dengan pemerintah,
perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya. dan sebagainya. Etika yang disusun sebagai aturan hukum yang akan
Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar apapun. mengatur kehidupan manusia, masyarakat, organisasi, instansi pemerintah,
dan pegawai harus benar-benar dapat menjamin terciptanya keindahan,
Prinsip Kebaikan persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran bagi setiap
Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat orang.
kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya
berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat menghormati, kasih MACAM – MACAM ETIKA
sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan
selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima baik dan buruknya prilaku manusia :
oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang 1. ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara
diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar
kebaikan bagi masyarakat oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika
deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil
Prinsip Keadilan keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
Pengertian keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan 2. ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai
kepada setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu, sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia
prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional serta dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif
tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain. memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan
kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Prinsip Kebebasan
Kebebasan dapat diartikan sebagai keleluasaan individu untuk bertindak atau
tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan
9. Etika secara umum dapat dibagi menjadi :
1. ETIKA UMUM, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana ETIKA DAN ETIKET
manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil Banyak kalangan menyamakan pengetrian etika dan etiket. Padahal kalau
keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang ditelusuri baik hakekat dan lahiriahnya, etikat dan etiket memiliki banyak
menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur perbedaan.
dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat
di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai NO ETIKA ETIKET
pengertian umum dan teori-teori. 1 Berasal dari kata Yunani Ethos,Berasal dari kata Inggris Ethics
2. ETIKA KHUSUS, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar artinya adat, tata akhlak, watak,dan Perancis Etiquette, yang
dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : sikap, cara berpikir, lebihartinya sopan santun.
Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang mengarah ke moral
kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari 2 Menyangkut apakah suatuMenyangkaut cara melakukan
oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan perbuatan boleh dilakukan sesuatu kepada orang lain
itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan 3 Berlaku kapan saja walaupunBerlaku hanya kalau ada saksi di
orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang tidak ada saksi sekitar
dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak 4 Bersifat absolut Bersifat relatif
etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau 5 Memandang manusia dari lahirMemandang manusia dari lahirnya
tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya. dan batin
3. ETIKA KHUSUS dibagi lagi menjadi dua bagian :
a. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia
terhadap dirinya sendiri.
b. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola
perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat
dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap
diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika sosial
menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung
maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis
terhadpa pandangan-pandangana dunia dan idiologi-idiologi maupun
tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup. Dengan demikian
luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau terpecah
menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling
aktual saat ini adalah sebagai berikut :
1) Sikap terhadap sesama
2) Etika keluarga
3) Etika profesi
4) Etika politik
5) Etika lingkungan
6) Etika idiologi
10. ETIKA ORGANISASI
Pentingnya peranan etika dalam organisasi tidak mungkin lagi dapat dibesar-
besarkan. Organisasi tidak mungkin berfungsi secara bertanggung jawab
tanpa memiliki etika ketika menjalankan urusan kesehariannya. Setiap
organisasi, baik publik maupun swasta, seyogianya memiliki dan menerapkan
BAGIAN II suatu tatanan perilaku yang dihormati setiap anggotanya dalam mengelola
kegiatan organisasi. Tatanan ini dimaksudkan sebagai pedoman dan acuan
ETIKA ORGANISASI utama bagi anggota organisasi dalam pengambilan keputusan sehari-hari.
Tatanan ini digunakan untuk memperjelas misi, nilai-nilai dan prinsip-prinsip
organisasi, serta mengaitkannya dengan standar perilaku profesional.
Nilai-nilai, Moral, dan Budaya Organisasi
Perilaku seseorang sebagaimana diketahui merupakan cerminan dari nilai-
nilai yang dianut oleh orang tersebut. Nilai-nilai yang diyakini oleh individu
tersebutlah yang mendasarinya untuk melakukan atau tidak melakukan suatu
tindakan/perilaku. Nilai-nilai itu pula yang menyebabkan seseorang terdorong
atau memiliki semangat untuk melakukan hal yang baik atau buruk, salah
atau benar. Seseorang akan melakukan suatu tindakan apabila dia yakin
bahwa tindakannya benar dan tidak akan melakukan suatu tindakan apabila
diyakininya bahwa tindakan itu salah, baik menurut nilai-nilai yang dianutnya
atau nilainilai yang berlaku dalam lingkungannya. Nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari diacu juga sebagai moral atau moralitas.Dalam
organisasi, peran individu sangat penting, karena organisasi terbentuk
dengan adanya sekelompok orang yang saling berinteraksi dalam
mewujudkan tujuan tertentu. Organisasi adalah sistem hubungan yang
terstruktur yang mengoordinasikan suatu usaha individu atau kelompok orang
untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi juga dapat dipandang sebagai
koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan
umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi berdasarkan hierarki otoritas
dan tanggung jawab. Dengan demikian, organisasi dapat dipandang sebagai
entitas sosial yang terkoordinasi dengan batas-batas yang relatif dapat
diidentifikasi dan relatif berfungsi secara kontinyu untuk mencapai tujuan
bersama. Dari beberapa pengertian tentang organsasi dapat diketahui bahwa
dalam organisasi terdapat interaksi atau hubungan antarindividu dan/atau
antarkelompok untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Interaksi antarorang atau antarkelompok yang memiliki nilai serta latar
belakang yang berbeda-beda akan saling memengaruhi satu sama lain
11. sehingga membentuk suatu nilai baru yang akan melandasi perilaku individu 2. Kebijakan dan praktik personel. Masalah ini berkenaan dengan etika
untuk bersama-sama mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian, etika kepegawaian, pemberian gaji, kenaikan pangkat, pendisiplinan,
organisasi dapat pula diartikan sebagai pola sikap dan perilaku yang pemberhinetian dan masalah pension anggota organisasi. Kewajiban
diharapkan dari setiap individu dan kelompok dalam organisasi, yang pada umum organisasi adalah berlaku adil pada anggota organisasi yang
akhirnya akan membentuk budaya organisasi yang sejalan dengan visi, misi, prospektif disetiap jenjang karirnya.
dan tujuan organisasi. 3. Keleluasaan (privacy) dan pengaruh terhadap keputusan pribadi.
Perjanjian eksplisit dan implicit antara pegawai dengan organisasi
yang memperkerjakan mereka, memberi peluang kepada organisasi
MASALAH ETIKA DALAM ORGANISASI untuk memperhatikan faktor – faktor yang secara jelas
mempengaruhi prestasi kerja pegawai. Namun masalah etika muncul
Masalah etika selalu muncul dalam situasi yangmelibatkan orang lain, tetapi bila organisasi menaruh perhatian khusus pada masalah kehidupan
seringkali organisasi lebih banyak menyoroti masalh etika ini daripada pihak – pribadi anggotanya yang tidak secara langsung mempengaruhi
pihak lainnya. Pelanggaran terhadap etika yang telah diterima secara umum prestasi kerja mereka dalam organisasi, misalnya segala sesuatu
merupakan masalah yang harus diwaspadai dalam organisasi. Bagi sebagian yang terjadi selama cuti yang mungkin mempengaruhi citra
orang perilaku etis dalam organisasi tidak selalu penting. Charles Saxon, organisasi, keikutsertaan dalam masalah – masalah public seperti
kartunis majalah The New Yorker, menerbitkan serial kartun bisnis berjudul “ kegiatan masyarakat dan organisasi pelayanan, kontribusi pada
kejujuran adalah salah satu kebijakan yang lebih baik”, Tampaknya Saxon badan – badan amal, dan keterlibatan dalam kelompok kegiatan
berpendapat bahwa dikusi etika dalam organisasi bisnis diperlukan, dan politik.
mungkin bermanfaat bagi kita untuk mempelajari beberapa masalah etika
dalam konteks pembuatan keputusan mengenai pekerjaan dalam organisasi.
Bidang karier apapun yang anda putuskan untuk anda tekuni, pasti mencakup DIMENSI ETIKA DALAM ORGANISASI
sejumlah dilemma dan paradoks mengenai etika kehidupan yang
sesunguhnya. Lantas apakah yang dimaksud dengan etika ? Sekelompok Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa etika merupakan cara
teoritis (Solomon & Hanson, 1985) mengemukan bahwa etika berkaitan bergaul atau berperilaku yang baik. Nilai-nilai etika tersebut dalam suatu
dengan pemikiran dan cara bersikap, pemikiran mengenai etika terdiri dari organisasi dituangkan dalam aturan atau ketentuan hukum, baik tertulis
evaluasi masalah dan keputusan dalam arti bagaimana kedua hal ini memberi maupun tidak tertulis. Aturan ini mengatur bagaimana seseorang harus
andil pada kemungkinan penigkatan seseorang seraya menghindari akibat bersikap atau berperilaku ketika berinteraksi dengan orang lain di dalam
yang merugikan orang lain dan diri sendiri. Perilaku etis berhubungan dengan suatu organisasi dan dengan masyarakat di lingkungan organisasi
tindakan yang sesuai dengan keputusan yang relevan, yang sejalan dengan tersebut. Cukup banyak aturan dan ketentuan dalam organisasi yang
seperangkat pedoman yang menyangkut perolehan yang mungkin dan akibat mengatur struktur hubungan individu atau kelompok dalam organisasi
yang merugikan orang lain. serta dengan masyarakat di lingkungannya sehingga menjadi kode etik
Masalah etika dalam organisasi dapat dibagi dalam dua kategori : atau pola perilaku anggota organisasi bersangkutan.
1. yang menyangkut praktik – praktik organisasi di tempat kerja, dan
2. yang menyangkut keputusan perorangan Birokrasi
Praktik – praktik Organisasi Nilai-nilai yang berlaku dalam suatu organisasi secara konseptual telah
1. Rasa hormat, martabat, dan kebebasan perorangan. Masalah ini dikembangkan sejak munculnya teori tentang organisasi. Salah satu teori
berhubungan dengan cara organisasi memperlakukan anggotanya. klasik tentang organisasi yang cukup dikenal dan sangat berpengaruh
Dari sudut pandang sebagian besar anggota oraganisasi, terhadap pengembangan organisasi adalah birokrasi. Menurut teori ini,
kepentingan organisasi didahulukan dan kepentingan anggota ciri organisasi yang ideal yang sekaligus menjadi nilai-nilai perilaku yang
dijadikan yang paling akhir. harus dianut oleh setiap anggota organisasi adalah:
12. 1. Adanya pembagian kerja Disiplin
2. Hierarki wewenang yang jelas
3. Prosedur seleksi yang formal Para pegawai harus menaati dan menghormati peraturan yang mengatur
4. Aturan dan prosedur kerja yang rinci, serta organisasi. Disiplin yang baik merupakan hasil dari kepemimpinan yang
5. Hubungan yang tidak didasarkan atas hubungan pribadi. efektif, saling pengertian yang jelas antara pimpinan dan para pegawai
tentang peraturan organisasi, serta penerapan sanksi yang adil bagi yang
menyimpang dari peraturan tersebut.
Teori birokrasi menempatkan setiap anggota organisasi dalam suatu hierarki
struktur yang jelas, setiap pekerjaan harus diselesesaikan berdasarkan Kesatuan Perintah
prsedur dan aturan kerja yang telah ditetapkan, dan setiap orang terikat
secara ketat dengan aturan-aturan tersebut. Selain itu, hubungan Setiap pegawai hanya menerima perintah dari satu orang atasan. Tidak boleh
antarindividu dalam organisasi dan dengan lingkungan di dalam organisasi terjadi ada dua nakhoda dalam satu kapal.
hanya dibatasi dalam hubungan pekerjaan sesuai tugas dan tanggung jawab
masing-masing. Dalam model organisasi ini pola perilaku yang berkembang Koordinasi
bersifat sangat kaku dan formal.
Pimpinan harus sanggup menyelaraskan aktivitas bawahan ke arah tujuan
Prinsip Manajemen Organisasi yang ditetapkan.
Berbeda dengan teori birokrasi terdapat teori lain yang mengidentifikasi Mendahulukan kepentingan organisasi
prinsip-prinsip manajemen organisasi. Prinsip-prinsip ini cukup banyak
diadopsi oleh para pimpinan organisasi, baik publik maupun swasta. Prinsip- Kepentingan organisasi lebih diutamakan ketimbang kepentingan
prinsip ini bahkan ditemukan juga dalam oragnisasi yang dikelola secara perseorangan.
birokratis. Prinsip-prinsip tersebut adalah pembagian kerja, wewenang,
disiplin, kesatuan perintah (komando), koordinasi, mendahulukan kepentingan Remunerasi/Pengupahan yang Wajar
organisasi, remunerasi, sentralisasi versus desentralisasi, inisiatif, dan
kesektiakawanan kelompok. Para pegawai harus digaji sesuai dengan kinerja yang mereka tunjukkan. Ini
yang sekarang diacu sebagai penghargaan berbasis kinerja (performance
Pembagian kerja based reward).
Pembagian kerja yang sangat spesifik dapat meningkatkan kinerja dengan
cara membuat para pekerja lebih produktif. Para spesialis dipandang akan Sentralisasi Versus Desentralisasi
sangat mahir dengan spesialisasinya karena hanya melakukan bagian
tertentu dari suatu pekerjaan. Dalam pengambilan keputusan perlu dipilih cara yang paling menguntungkan,
karena sentralisasi dan desentralisasi masing-masing memiliki kelebihan dan
Wewenang kelemahan.
Untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik, setiap anggota harus diberi Inisiatif
kewenangan tertentu seimbang dengan tugas yang dipikulnya. Selanjutnya Organisasi hidup dalam lingkungan masyarakat yang selalu berkembang dan
setiap wewenang yang diberikan harus diikuti dengan tanggung jawab yang bersaing dengan organisasi lainnya. Agar dapat bertahan hidup dan
seimbang pula. berkembang, organisasi harus membuka diri dan mampu menyesuaikan diri
dengan perkembangan tersebut. Untuk itu, diperlukan inisiatif untuk
13. melakukan inovasi. Pimpinan harus memiliki inisiatif dan mampu menciptakan mengatur bagaimana hubungan antaranggota dalam organisasi
iklim yang memungkinkan munculnya berbagai inisiatif baru yang inovatif. (bawahan dengan pimpinan, bawahan dengan bawahan, pimpinan
Dalam menghadapi situasi yang bersifat rutin pun inisiatif tetap diperlukan. dengan pimpinan) serta organisasi dengan lingkungannya. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa dimensi perilaku individu dalam
Kesetiakawanan kelompok organisasi atau etika organisasi dapat dikelompokkan sebagai
berikut.
Pimpinan harus mampu menggalang rasa kesetiakawanan (Esprit de corps)
antaranggota organisasi sehingga mereka memiliki semangat sebagai satu
tim yang solid. Perasaan ini sangat penting karena hal tersebut akan
menimbulkan kekuatan dan semangat kelompok, kebanggaan terhadap
organisasi, dan kesetiaan anggota kepada organisasi.
Prinsip Manajemen Keilmuan
Prinsip lain yang juga cukup berpengaruh dalam pengembangan pola perilaku
dalam organisasi adalah prinsip organisasi yang diacu sebagai manajemen
keilmuan. Prinsip ini berkenaan dengan gerakan perubahan sikap/perilaku
dari dua pihak yang terlibat langsung dalam organisasi yaitu pegawai (buruh)
dan pemilik (majikan). Prinsipprinsip yang terkandung dalam manajemen
keilmuan antara lain sebagai berikut.
• Dalam melaksanakan pekerjaan digunakan pedoman kerja atau
aturan kerja yang disusun berdasarkan hasil penelitian. Sifat dan
karakteristik setiap jenis pekerjaan harus diteliti sehingga diperoleh
pedoman khusus bagi setiap jenis pekerjaan sebagai pedoman
pelaksanaan tugas.
• Para pegawai harus dipilah secara keilmuan yang didasarkan atas
penelitian terhadap bakat dan keahlian yang sesuai dengan jenis
pekerjaan yang akan dilakukan. Sementara itu, pegawai yang sudah
ada perlu dididik dan dilatih sehingga memiliki tingkat kemampuan
dan keterampilan yang tinggi. Organisasi dapat mencapai tingkat
efisiensi yang tinggi jika para pegawai melaksanakan tugas dengan
memanfaatkan keahliannya secara maksimal.
• Pembinaan hubungan kerja sama yang baik antara pimpinan dan
pegawai.
• Adanya tanggung jawab bersama antara pimpinan dan pegawai
dalam pelaksanaan tugas.
• Kinerja pegawai dihargai sesuai dengan tingkat produktivitas yang
ditunjukkan
Beberapa pendapat tersebut di atas mengatur tentang perilaku dalam
organisasi yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Namun, pada dasarnya semua teori tersebut pada hakikatnya
14. ETIKA BIROKRASI
Berbicara tentang Etika Birokrasi dewasa ini menjadi topik yang sangat
menarik dibahas, terutama dalam mewujudkan aparatur yang bersih dan
BAGIAN III berwibawa. Kecenderungan atau gejala yang timbul dewasa ini banyak aparat
birokrasi dalam pelaksanaan tugasnya sering melanggar aturan main yang
telah ditetapkan. Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
ETIKA BIROKRASI sangat terkait dengan moralitas dan mentalitas aparat birokrasi dalam
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan itu sendiri yang tercermin lewat
fungsi pokok pemerintahan , yaitu fungsi pelayanan, fungsi pengaturan atau
regulasi dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Jadi berbicara tentang Etika
Birokrasi berarti kita berbicara tentang bagaimana aparat Birokrasi tersebut
dalam melaksanakan fungsi tugasnya sesuai dengan ketentuan aturan yang
seharusnya dan semestinya, yang pantas untuk dilakukan dan yang
sewajarnya dimana telah ditentukan atau diatur untuk ditaati dilaksanakan.
Menjadi permasalahan sekarang ini bagaimana proses penentuan Etika
dalam Birokrasi itu sendiri, siapa yang akan mengukur seberapa jauh etis
atau tidak, bagaimana dengan kondisi saat itu dan tempat daerah tertentu
yang mengatakan bahwa itu etis saja di daerah kami atau dapat dibenarkan,
namun ditempat lain belum tentu. Dapat dikatakan bahwa Etika Birokrasi
sangat terpergantung dari seberapa jauh melanggar di tempat atau daerah
mana, kapan dilakukannya dan pada saat yang bagaimana, serta sangsi apa
yang akan diterapkan sangsi social moral ataukah sangsi hukum, semua ini
sangat temporer dan bervariasi di negara kita sebab terkait juga dengan
aturan, norma, adat dan kebiasaan setempat.
ALASAN PENTINGNYA ETIKA DALAM BIROKRASI
Ketika kenyataan yang kita inginkan jauh dari harapakan kita, maka pasti
akan timbul kekecewaan, begitulah yang terjadi ketiga kita mengharapkan
agar para aparatur Birokrasi bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab,
kejujuran dan keadilan dijunjung, sementara yang kenyataan yang terjadi
mereka sama sekali tidak bermoral atau beretika, maka disitulah kita
mengharapkan adanya aturan yang dapat ditegakkan yang menjadi norma
atau rambu-rambu dalam melaksanakan tugasnya. Sesuatu yang kita
inginkan itu adalah Etika yang yang perlu diperhatikan oleh aparat Birokrasi
tadi. Ada beberapa alasan mengapa Etika Birokrasi penting diperhatikan
dalam pengembangan pemerintahan yang efisien, tanggap dan akuntabel,
menurut Agus Dwiyanto, bahwa :pertama masalah – masalah yang dihadapi
15. oleh birokrasi pemerintah dimasa mendatang akan semakin kompleks. sendiri agar dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat yang dilayani,
Modernitas masyarakat yang semakin meningkat telah melahirkaan berbagai diatur dan diberdayakan.Untuk itu para Birokrat harus merubah sikap perilaku
masalah – masalah publik yang semakin banyak dan komplek dan harus agar dapat dikatakan lebih beretika atau bermoral di dalam melaksanakan
diselesaikan oleh birokrasi pemerintah. Dalam memecahkan masalh yang tugas dan fungsinya, dengan demikian harus ada aturan main yang jelas dan
berkembang birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada pilihan – pilihan yang tegas yang perlu ditaati yang menjadi landasan dalam bertindak dan
jelas seperti baik dan buruk. Para pejabat birokrasi seringkali tidak berperilaku di tengah-tengah masyarakat.
dihadapkan pada pilihan yang sulit, antara baik dan baik, yang masing –
masing memiliki implikasi yang saling berbenturan satu sama lain.Dalam DARIMANA ETIKA BIROKRASI DIBENTUK.
kasus pembebasan tanah, misalnya pilihan yang dihadapi oleh para pejabat
birokrasi seringkaali bersifat dikotomis dan dilematis. Mereka harus memilih Terbentuknya Etika Birokrasi tidak terlepas dari kondisi yang ada di dalam
antara memperjuangkan program pemerintah dan memperhatikan masyarakat yang bersangkutan, sesuai dengan aturan, norma, kebiasaan
kepentingan masyarakatnya. Masalah – masalah yang ada dalam “grey area atau budaya di tengah-tengah masyarakat dalam suatu komunitas tertentu.
“seperti ini akan menjadi semakin banyak dan kompleks seiring dengan Nilai-nilai yang ada dan berkembang di dalam masyarakat mewarnai sikap
meningkatnya modernitas masyarakat. Pengembangan etika birokrasi dan perilaku yang nantinya dipandang etis atau tidak etis dalam
mungkin bisa fungsional terutama dalam memberi “ policy guidance” kepada penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan yang merupakan bagian dari
para pejabat birokrat untuk memecahkan masalah-masalah yang fungsi aparat birokrasi itu sendiri. Di negara kita yang masih kental budaya
dihadapinya. Kedua, keberhasilan pembangunan yang telah meningkatkan paternalistik atau tunduk dan taat kepada Bapak atau pemimpin
dinamika dan kecepatan perubahan dalam lingkungan birokrasi. Dinamika pemerintahan yang juga merupakan pemimpin birokrasi, sehingga sangat
yang terjadi dalam lingkungan tentunya menuntut kemampuan birokrasi untuk sulit bagi masyarakat untuk menegur para aparat Birokrasi bahwa yang
melakukan adjustments agar tetap tanggap terhadap perubahan yang terjadi dilakukannya itu tidak etis atau tidak bermoral, mereka lebih banyak diam dan
dalam lingkungannya. Kemampuan untuk bisa melakukan adjustment itu malah manut saja melihat perilaku yang adan dalam jajaran aparat birokrasi.
menuntut discretionary power yang besar. Penggunaan kekuasaan direksi ini Dalam kondisi seperti di atas, inisiatif penetapan Etika bagi aparat Birokrasi
hanya akan dapat dilakukan dengan baik kalau birokrasi memiliki kesadaran atau penyelenggara pemerintahan hampir sepenuhnya berada di tangan
dan pemahaman yang tinggi mengenai besarnya kekuasaan yang dimiliki dan pemerintah. Dimana pemerintah atau organisasi yang disebut birokrasi
implikasi dari penggunaan kekuasaan itu bagi kepentingan masyarakatnya. merasa paling berkuasa dan merasa dialah yang mempunyai kewengan
Kesadaran dan pemahaman yang tinggi mengenai kekuasaan dan implikasi untuk menentukan sesuatu itu etis atau tidak bagi dirinya menurut versi atau
penggunaan kekuasaan itu hanya dapat dilakukan melalui pengembangan pandangannya sendiri, tanpa mempedulikan apa yang aturan main di dalam
etika birokrasi.Walaupun pengembangan etika birokrasi sangat penting bagi masyarakat. Permasalahan ini sangat rumit karena Etika Birokrasi cenderung
pengembangan birokrasi namun belum banyak usaha dilakukan untuk diseragamkan melalui peraturan Kepegawaian yang telah diatur dari Birokrasi
mengembangkannya. Sejauh ini baru lembaga peradilan dan kesehatan yang tingkat atas atau pemerintah pusat, sementara dalam pelaksanaan tugasnya
telah maju dalam pengembangan etika ,seperti terefleksikan dalam etika dia berada di tengah-tengah masyarakat, yang jadi pertanyaan sekarang
kedokteran dan peradilan. Etika ini bisa jadi salah satu sumber tuntunan bagi apakah yang dikatakan Etis menurut peraturan kepegawaian yang mengetur
para professional dalam pelaksanaan pekerjaan mereka. Pengembangan Aparat Birokrasi dapat dapat dikatakan Etis pula dalam masyarakat ataupun
etika birokrasi ini tentunya menjadi satu tantangan bagi para sarjana dan sebaliknya. Menurut Drs. Haryanto,MA dalam makalahnya mengatakan
praktisi administrasi publik dan semua pihak yang menginginkan perbaikan bahwa : Adalah sulit untuk menyetujui atau tidak mengenai perlunya Etika
kualitas birokrasi dan pelayanan publik di Indonesia. Dari alasan yang tersebut diundangkan secara formal. Etika sebagaimana telah dikatakan
dikemukakan di atas ada sedikit gambaran bagi kita mengapa Etika Birokrasi sebelumnya sangat terkait dengan moralitas yang mana di dalamnya memiliki
menjadi suatu tuntutan yang harus sesegera mungkin dilakukan sekarang ini, pertimbangan-pertimbangan yang jauh lebih tinggi tentang apa yang disebut
hal tersebut sangat terkait dengan tuntutan tugas dari aparat birokrasi tiu sebagai ‘kebenaran dan ketidakbenaran’ dan ‘kepantasan dan
sendiri yang seiring dengan semakin komplesnya permasalahan yang ada ketidakpantasan’. Dalam menyikapi pelaksanaan Etika Birokrasi di Indonesia
dalam masyarakat dan seiring dengan fungsi pelayanan dari Birokrat itu sering dikaitkan dengan Etika Pegawai Negeri yang telah diformalkan lewat
16. ketentuan dan peraturan Kepegawaian di negara kita, sehingga terkadang biasanya tidak tertulis dan sangsinya berupa sangsi social yang situasional
tidak menyentuh permasalahan Etika dalam masyarakat yang lebih jauh lagi dan kondisional tergantung tradisi dan kebiasaan masyarakat tersebut.
disebut moral. Di sini tidak akan dipermasalahkan Etika Birokrasi itu
diformalkan atau tidak tetapi yang terpenting adalah bagaimana
penerapannya serta sangsi yang jelas dan tegas, ini semua mambutuhkan PERATURAN KEPEGAWAIAN SEBAGAI BAGIAN DARI PENERAPAN
kemauan baik dari Aparat Birokrasi itu sendiri untuk mentaatinya. ETIKA BIROKRASI
Pelaksanaan Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di
Indonesia, sebagaimana telah disinggung di atas perlu diperhatikan perihal Berbicara tentang Etika Birokrasi tidak dapat dipisahkan dari Etika Aparatur
sangsi yang menyertainya, karena Etika pada umumnya tidak ada sangsi fisik Birokrasi itu sendiri karena ketika kita Etika Birokrasi didengungkan secara
atau hukuman tetapi berupa sangsi social dalam masyarakt, seperti tertulis memang belum diuraikan dengan jelas namun secara eksplisit Etika
dikucilkan, dihujat dan yang paling keras disingkirkan dari lingkukgan Birokrasi telah termuat dalam peraturan Kepegawaian yang mengatur para
masyarakat tersebut, sementara bagi Aparat Birokrasi sangat sulit, karena aparat Birokrasi (Pegawai negeri) itu sendiri, yang mana kita tahu bahwa
masyarakat enggan dan sungkan (budaya Patron yang melekat). Begitu rumit Birokrasi merupakan sebuah organisasi penyelenggara pemerintahan yang
dan kompleksnya permasalahan pemerintahan dewasa ini membuat para terstruktur dari pusat sampai kedaerah dan memiliki jenjang atau tingkatan
aparat birokrasi mudaj tergelincir atau terjerumus kedadalam perilaku yang yang disebut hirarki. Jadi Etika Birokrasi sangat terkait dengan tingkah laku
menyimpang belum lagi karenan tuntutan atau kebutuhan hidupnya sendiri, para apata birokrasi itu sendiri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
untuk itu perlu adanya penegasan payung hukum atau norma aturan yang Aparat Birokrasi secara kongrit di negara kita yaitu Pegawai Negeri baik itu
perlu disepakati bersama untuk dilakukan dan diayomi dengan aturan hukum Sipil maupun Militer, yang secara Organisatoris dan hirarkis melaksanakan
yang jelas dan sangsi yang tegas bagi siapa saja pelanggarnya tanpa tugas dan fungsi masing-masing sessuai aturan yang telah ditetakan.Etika
pandang bulu di dalam jajaran Birokrasi di Indonesia, seiring dengan itu oleh Birokrasi merupakan bagian dari aturan main dalam organisasi Birokrasi atau
Paul H. Douglas dalam bukunya “Ethics in Government” yang dikutip oleh Pegawai Negeri yang secara structural telah diatur aturan mainnya, dimana
Drs. Haryanto, MA, tentang tindakan-tindakan yang hendaknya dihindari oleh kita kenal sebagai Kode Etik Pegawai Negeri, yang telah diatur lewat Undang-
seorang pejabat pemerintah yang juga merupakan aparat Birokrasi, yaitu : undang Kepegawaian. Kode Etik yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil
1. Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau perusahaan swasta (PNS) disebut Sapta Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia ( Sapta
untuk keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan jabata Prasetya KORPRI) dan dikalangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) disebut
kedinasan. Sapta Marga. Dengan sendirinya Kode Etik itu dibaca secara bersama –
2. Menerima segala sesuatu hadiah dari pihak swasta pada saat ia sama pada kesempatan tertentu yang kadang –kadang diikuti oleh suatau
melaksanakan transaksi untuk kepentingan dinas. wejangan dari seorang pimpinanupacara disebut inspektur upacara ( IRUP ),
3. Membicarakan masa depan peluang kerja diluar instansi pada saat it maksudnya adalah untuk menciptakan kondisi – kondisi moril yang
berada dalam tugas-tugas sebagai pejabat pemerintah. menguntungkan dalam organisasi yang berpengalaman dan
4. Membocornakan informasi komersial atau ekonomis yang bersifat mempertumbuhkan sikap mentalyang diperlukan, juga untuk menciptakan
rahasia kepada pihak-pihak yang tidak berhak. moral yang baik. Kode Etik tersebut biasanya dibaca dalam upacara bendera,
5. Terlalu erat berurusan dengan orang-orang diluar instansi pemerintah upacara bulanan atau upacara ulang tahun organisasi yang bersangkutan,
yang dalam menjalankan bisnis pokoknya tergantung dari izin dan upacara – upacara nasional.Setiap organisasi, misalnya PNS atau TNI
pemerintah. dan lain-lain ada usaha untuk membentuk Kode Etik yang lebih mengikat atau
mengatur anggotanya agar lebih beretika dan bermoral. Namun sampai
Dengan demikian jelas bahwa Etika Birokrasi sangat terkait dengan perilaku sekarang belum diketahui sampai seberapa jauhnya dan juga belum dapat
dan tindakan oleh aparat birokrasi tersebut dalam melaksanakan fungsi dan dipantau secara jelas dari perbuatan seseorang apakah yang bersangkutan
kerjanya, apakah ia menyimpang dari aturan dan ketentuan atau tidak, untuk melanggar Etika atau Kode Etik atau tidak, karena belum jelas batasannya
itu perlu aturan yang tegas dan nyata, sebab berbicara tentang Etika dan apa sangsinya, sehingga benar-benar dapat dipergunakan sebagai
17. ukuran atau criteria untuk menilai perilaku atau tingkah laku aparat Birokrasi pegawai negeri berada sepenuhnya dibawah aturan yang telah
sehingga disebut beretika atau tidak. ditentukan.
3. Penghargaan Pegawai Negeri sipil
Tetapi apapun dan bagaimanapun maksud yang hendak dicapai dengan Kepada Pegawai negeri dapat diberikan penghargaan apabila telah
membentuk, menanamkan Kode Etik tersebut adalah demi terciptanya Aparat menunjukkan kesetiaan dan prestasi kerja dan memiliki etika kerja yang
Birokrasi lebih jujur, lebih bertanggung jawab, lebih berdisiplin, dan lebih rajin baik, dianggap berjasa bagi negara dan masyarakat perlu diberikan
serta yang terpenting lebih memiliki moral yangg baik terhindar dari perbuatan penghargaan kepada Pegawai Negeri yang bersangkutan berupa tanda
tercela seperti korupsi, kolusi, nepotisme. Agar tercipta Aparat Birokrasi yang jasa, kenaikan pangkat istimewa yang secara otomatis kenaikkan gajinya
lebih beretika sesuai harapan di atas, maka perlu usaha dan latihan ke arah sesuai pangkat, dengan harapan agar menjadi contoh kepada yang lain
itu serta penegakkan sangsi yang tegas dan jelas kepada mereka yang dalam melaksanakan tugas.
melanggar kode Etik atau aturan yang telah ditetapkan. Dalam hubungannya 4. Keanggotaan Pegawai negeri dalam Partai Politik
dengan Kode Etik Pegawai Negeri yaitu dengan betul-betul menjiwai, Untuk menjaga netralitas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
menghayati dan melaksanakan Sapta Pra Setya Korpri, serta aturan-aturan agar lebih beretika dan bermoral, supaya terhindar dari kepentingan
kepegawaian yang telah ditentukan atau ditetapkan sebagai aturan main para partai politik, maka sebaiknya Pegewai Negeri yang bersangkutan
aparat Birokrasi. memundurkan diri demi menjaga moralitas yang merupakan etika aparat
Adapun aturan-aturan pokok yang melekat pada seorang Pegawai Negeri birokrasi.
atau Aparat Birokrasi yang dapat dijadikan acuan Kode Etiknya dapat dilihat 5. Peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil
sebagai berikut : Ketentuan tentang Disiplin Pegawai Negeri sipil diatur dalam Peratuiran
1. Aturan mengenai Pembinaan Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut
Untuk menjamin terselenggaranya tugas-tugas umum pemerintahan antara lain diatur hal-hal sebagai berikut : Kewajiban, larangan, sangsi,
secara berdayaguna dan berhasilguna dalam rangka usaha mewujutkan tata cara pemeriksaan, tata cara pengajuan keberatan terhadap hukuman
masyarakat adil dan makmur baik material maupun spiritual, dimana disiplin yang kesemuanya dapat menjadi acuan dalam beretika bagi
diperlukan adanya Pegawai Negeri sebagai unsure aparatur negara yang seorang aparat Birokrasi atau Pegawai Negeri. Peraturan disiplin
penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-undang Pegawai Negeri yang menjadi kewajiban dan harus ditaati sesuai Pasal 2
Dasar 1945, bersih, berwibawa bermutu tinggi dan sadar akan tugas serta Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, antara lain mengatur
tanggungjawabnya. Dlam hubungan ini Undang-undang Nomor 8 Tahun tentang :
1974 telah meletakkan dasar yang kokoh untuk mewujutkan Aparat a. Kesetiaan terhadap Pancasila dan UUD 1945, Negara dan
Birokrasi atau PNS seperti dimaksud di atas dengan cara mengatur Pemerintah.
kedudukan, kewajiban bagi Aparat Birokrasi sebagai salah satu kewajiban b. Mengangkat dan mentaati sumpah/ janji Pegawai Negeri Sipil dan
dan langkah usaha penyempurnaan aparatur negara di bidang sumpah/ janji jabatan berdasarkan peraturan yang berlaku serta siap
kepegawaian. menerima sangsinya.
c. Menyimpan rahasia negara dan atau rahasi jabatan dengan sebaik-
baiknya.
2. Aturan menegnai kedudukan Pegawai Negeri sipil d. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, bersemangat untuk kepentingan
Pegawai Negeri sipil adalah unsure aparatur negara, abdi negara dan negara.
abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada pancasila, e. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal
UUD 1945, Negara dan Pemerintah, menyelenggarakan tugas yang dapat membahayakan atau merugikan negara/ pemerintah,
pemerintahan dan pembangunan, pelayanan kepada masyarakat, terutama di bidang keamanan, keuangan, dan material.
mengatur masyarakat atau regulasi dan memberdayakan masyarakat. f. Mentaati ketentuan jam kerja.
Kesetiaan dan ketaatan penuh tersebut mengandung pengertian bahwa g. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat.
h. Bersikap adil dan bijaksana terhadaop bawahannya.
18. i. Menjadi atau memberikan contoh teladan terhadap bawahannya. sangsi yang mengikat, sehingga diharapkan pelaksanannya dapat membuat
j. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk meningkatkan aparat birokrasi lebih beretika. Jadi selain etika yang berlaku dalam
kariernya. masyarakat dimana aparat birokrasi merupakan bagian dalam masyarakat,
k. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan maka secara otomatis dia harus terikat dengan aturan tersebut, sementara di
santun terhadap masyarakat, sesama pegawai dan atasannya. satu sisi Aparat Birokrsi mempunyai aturan main sendiri yang secara Nasional
di Seluruh Indonesia dapat diterapkan yaitu tercermin dalam Sapta Pra Setya
Sementara Larangan yang merupakan aturan main yang turut mengatur Korpri bagi pegawai negeri dan Sapta Marga bagi TNI, serta aturan
perilaku aparat Birokrasi atau pegawai Negeri menurut Pasal 3 Peraturan Kepegawaian yang berlaku dan juga ketentuan atau sangsi yang tegas dan
Pemerintah Nomor 30 Tahun1980, yang juga dapat dijadikan sebagai nyata. Ini diharapkan dapat menjadi Kode Etik Birokrasi dan menjadi aturan
Kode Etik Birokrasi, yaitu larangan seperti : main dalam dalam melaksanakan tugas dan fungsi Birokrasi agar dikatakan
a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau birokrasi lebih beretika dan bermoral.
martabat Negara, Pemerintah atau Pegawai Negeri sipil.
b. Menyalahgunakan wewenangnya.
c. Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga
milik negara.
d. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari
siapapun yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian
itu bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri
yang bersangkutan.
e. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau
martabat pegawai negeri sipil, kecuali kepentingan jabatan.
f. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya.
g. Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan
untuk mendapat pekerjaan atau peranan dari kantor/ instansi
pemerintah.
h. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam
melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau
pihak lain.
Semua kewajiban dan larangan yang diuraikan diatas kiranya dapat
dipahami oleh pegawai negeri sipil selaku aparat birokrasi sebagai pagar
atau norma dan aturan yang merupakan bagian dari Etika atau kode etik
Pegawai Negeri yang notabenen merupakan aparat birokrasi.Selain
Kewajiban dan Larangan yang harus ditaati oleh Pegawai Negeri, juga
yang tidak kalah penting dalam pembentukan Etika Birokrasi adalah
sangsi atau hukuman yang setimpal dengan pelanggaran atas ketentuan
tersebut di atas.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peraturan kepegawaian juga dapat BAGIAN IV
dijadikan salah satu bagian dari kode Etik Birokrasi yang nantinya dapat
mengatur segala bentuk tingkah laku dari Aparat Birokrasi dengan segala ETIKA PROFESI
19. paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika
tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk
mengatur kehidupan bersama.Salah satu golongan masyarakat yang
mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan
kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya,
yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian
karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu
kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para
anggotanya.Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-
perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai
pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi),
sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai
contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan,
demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di
daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.
Prinsip-Prinsip Etika Profesi
1. Tanggung jawab
a. Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
b. Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau
masyarakatpada umumnya.
2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa
saja apayang menjadi haknya.
3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki
dan di beri kebebasan dalam menjalankan profesinya.
Syarat-syarat suatu profesi :
1. Melibatkan kegiatan intelektual.
2. Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3. Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar
latihan.
4. Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
5. Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
6. Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
ETIKA PROFESI 8. Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.
SISTEM PENILAIAN ETIKA
PERANAN ETIKA DALAM PROFESI
Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan Titik berat penilaian etika sebagai suatu ilmu, adalah pada perbuatan baik
orangsaja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang atau jahat, susila atau tidak susila. Perbuatan atau kelakuan seseorang yang
20. telah menjadi sifat baginya atau telah mendarah daging, itulah yang disebut
akhlak atau budi pekerti. Budi tumbuhnya dalam jiwa, bila telah dilahirkan
dalam bentuk perbuatan namanya pekerti. Jadi suatu budi pekerti, pangkal
penilaiannya adalah dari dalam jiwa; dari semasih berupa angan-angan, cita-
cita, niat hati, sampai ia lahir keluar berupa perbuatan nyata.Kalangan ahli
filsafat menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan di nilai pada 3 (tiga) tingkat :
1. Tingkat pertama, semasih belum lahir menjadi perbuatan, jadi masih
berupa rencana dalam hati, niat.
2. Tingkat kedua, setelah lahir menjadi perbuatan nyata, yaitu pekerti.
3. Tingkat ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik atau
buruk.
Dari sistematika di atas, kita bisa melihat bahwa ETIKA PROFESI
merupakan bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk
dari etika sosial. Kata hati atau niat biasa juga disebut karsa atau kehendak,
kemauan, wil. Dan isi dari karsa inilah yang akan direalisasikan oleh
perbuatan. Dalam hal merealisasikan ini ada (4 empat) variabel yang terjadi :
1. Tujuan baik, tetapi cara untuk mencapainya yang tidak baik.
2. Tujuannya yang tidak baik, cara mencapainya ; kelihatannya baik.
3. Tujuannya tidak baik, dan cara mencapainya juga tidak baik.
4. Tujuannya baik, dan cara mencapainya juga terlihat baik.
BAGIAN V
KONSEP ETIKA DALAM
KEBIJAKAN PUBLIK
21. bahwa standard-standard yang digunakan sebagai dasar keputusan tersebut
sedapat mungkin merefleksikan nilai-nilai dasar dari masyarakat yang
dilayani.
Di tahun 1960-an, muncul lagi pemikiran baru lewat tulisan Golembiewski
(dalam Keban, 1994: 51) menambah elemen baru yaitu standar etika mungkin
mengalami perubahan dari waktu-kewaktu dan karena itu administrator harus
mampu memahami perkembangan dan bertindak sesuai standard-standard
perilaku tersebut. Pada permulaan tahun 1970-an, beberapa tulisan
merefleksikan kecenderungan baru, tulisan Hart (dalam Keban, 1994)
mempromosikan nilai-nilai social equity sebagai pedoman dasar administrasi
negara, dan menyarankan teori keadilan dan rawls sebagai pedoman etika
bagi masyarakat maupun administrator sebagai individu. Kecenderungan
baru juga terlihat pada tulisan Henry (dalam Keban, 1994) yang menekankan
tanggung jawab atau keharusan administrator publik untuk memperhatikan
aspek etika, dan tidak hanya melekat pada aspek efesiensi, ekonomi, dan
prinsip-prinsip administrasi. Menurut Henry, teori rawls tentang justice al
fanicres sangat bermanfaat untuk dipertimbangkan dalam praktek
administrasi negara. Dengan demikian aspek yang ditambahkan dalam
permulaan tahun 1970-an ini adalah aspek keadilan dan tanggung jawab.
Sejak permulaan tahun 1970-an ada beberapa tokoh penting yang sangat
mempengaruhi etika administrator publik, dua diantaranya adalah John Rohr
dan Terry L.Cooper. Rohr (dalam Keban,1994: 51-52) menyarankan agar
administrator dapat menggunakan regime norms yaitu nilai-nilai keadilan,
persamaan, dan kebebasan sebagai pengambilan keputusan terhadap
berbagai alternatif kebijaksanaan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya.
Dengan cara demikian, administrator negara dapat menjadi etis (being
ethical). Namun, menurut Cooper (dalam Keban,1994: 51) etika sangat
melibatkan substantive reasoning tentang kewajiban, konsekwensi dan tujuan
akhir; dan bertindak etis (doing ethics) adalah melibatkan pemikiran yang
KONSEP ETIKA DALAM KEBIJAKAN PUBLIK sistematis tentang nilai-nilai yang melekat pada pilihan-pilihan dalam
pengambilan keputusan. Pemikiran Cooper menunjukkan administrator yang
Pemikiran tentang etika kaitannya dengan pelayanan publik mengalami etis adalah administrator yang selalu terikat pada tanggung jawab dan
perkembangan sejak tahun 1940-an melalui karya Leys (dalam Keban, 1994: peranan organisasi, sekaligus bersedia menerapkan standard etika secara
50-51). Leys berpendapat: “bahwa seorang administrator dianggap etis tepat pada pembuatan keputusan administrasi. Terkait dengan di atas,
apabila ia menguji dan mempertanyakan standard-standard yang digunakan (Kumorotomo,1992: 7) mendefinisikan etika pelayanan publik sebagai suatu
dalam pembuatan keputusan, dan tidak mendasarkan keputusannya semata- cara dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang
mata pada kebiasaan dan tradisi yang sudah ada”Kemudian Tahun 1950-an, mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma-norma yang mengatur
muncul perkembangan pemikiran baru. Hal ini terlihat dalam karya Anderson tingkah laku manusia yang dianggap baik.Sedangkan Darwin, 1999 (dalam
(dalam Keban, 1994: 51) menyempurnakan aspek standard yang digunakan Widodo, 2001) mengartikan etika birokrasi sebagai seperangkat nilai yang
dalam pembuatan keputusan. Karya Anderson menambah suatu point baru, menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia organisasi. Dalam
22. kaitan tersebut, (Widodo, 2001: 241) menyebutkan etika administrasi negara sebagai masalah teknis dan bukan masalah moral, sehingga timbul berbagai
adalah merupakan wujud kontrol terhadap administrasi negara dalam persoalan dalam bekerjanya birokrasi publik”. Birokrasi sebagai bentuk
melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi dan kewenangannya. organisasi yang ideal, telah merusak dirinya dan masyarakatnya dengan
Manakala administrasi negara menginginkan sikap, tindakan dan perilakunya ketiadaan norma-norma, nila-nilai dan etika yang berpusat pada manusia,
dikatakan baik, maka dalam menjalankan tugas pokok fungsi dan Hummel (dalam Widodo, 2001: 246).
kewenangannya harus menyandarkan pada etika administrasi negara. Sementara pemahaman pelayanan publik yang disediakan oleh birokrasi
Menurut Fadillah (2001: 27) etika pelayanan publik adalah suatu cara dalam merupakan wujud dari fungsi aparat birokrasi sebagai abdi masyarakat dan
melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang abdi negara. Sehingga maksud dari publik servis tersebut demi
mengandung nilai¬nilai hidup dan hukum atau norma yang mengatur tingkah mensejahterakan masyarakat. Kaitan dengan tersebut Widodo (2001: 269)
laku manusia yang dianggap baik. Sedangkan etika dalam konteks birokrasi mengartikan, pelayanan publik sebagai pemberian layanan (melayani)
menurut Dwiyanto (2002: 188) mengatakan, etika birokrasi digambarkan keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada
sebagai suatu panduan norma bagi aparat birokrasi dalam menjalankan tugas organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah
pelayanan pada masyarakat. Etika birokrasi harus menempatkan kepentingan ditetapkan.Sehubungan dengan itu, dikemukakan Thoha (1988: 119) kondisi
publik di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan organisasnya. Etika harus masyarakat terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat
diarahkan pada pilihan-pilihan kebijakan yang benar-benar mengutamakan kehidupan masyarakat yang semakin baik merupakan indikasi dari
kepentingan masyarakat luas. empowering yang dialami oleh masyarakat. Hal ini, berarti masyarakat
Oleh karena etika mempersoalkan “baik-buruk” dan bukan “benar-salah” semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga
tentang sikap, tindakan dan perilaku manusia dalam berhubungan dengan negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Masyarakat
sesamanya baik dalam masyarakat maupun organisasi publik, maka etika semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya
mempunyai peran penting dalam praktek administrasi negara.Dalam kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk
paradigma “dikotomi politik dan administrasi” sebagaimana dijelaskan oleh melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintah.
Wilson (dalam Widodo, 2001: 245) menegaskan, pemerintah memiliki dua Dengan kondisi masyarakat semakin kritis, birokrasi publik dituntut mengubah
fungsi yang berbeda, yaitu fungsi politik yang berkaitan dengan pembuatan posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan layanan publik. Dari yang
kebijakan (public policy making) atau pernyataan apa yang menjadi keinginan suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang
negara, dan fungsi administrasi yaitu, adalah berkenaan dengan pelaksanaan suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka menolong
kebijakan-kebijakan tersebut.Kekuasaan membuat kebijakan publik berada menuju ke arah yang fleksibel kolaburatis dan dialogis, dan dari cara-cara
pada kekuasaan politik (political master), dan melaksanakan kebijakan politik yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik pragmatis (Thoha, 1988:
tersebut merupakan kekuasaan administrasi negara. Namun, administrasi 119).Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan tersebut, aparat
negara dalam menjalankan kebijakan politik tersebut memiliki kewenangan birokrasi harus dapat memberikan layanan publik yang lebih professional,
secara umum disebut “discretionary power”, yaitu keleluasaan untuk efektif, efisien, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsive,
menafsirkan suatu kebijakan politik dalam bentuk program dan proyek, maka adaftif dan sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti
timbul suatu pertanyaan, apakah ada jaminan dan bagaimana menjamin meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif
kewenangan itu digunakan secara “baik dan tidak secara buruk”. Atas dasar menentukan masa depannya sendiri (Effendi, 1986: 213)
itulah etika di perlukan dalam administrasi publik. Etika dapat dijadikan Selanjutnya pelayanan publik yang professional adalah pelayanan publik
pedoman, referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh aparat yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi
birokrasi dalam menjalankan kebijakan politik, dan sekaligus digunakan layanan yaitu aparatur pemerintah. (Widodo, 2001: 270-271). Ciri-cirinya yaitu
sebagai standar penilaian apakah perilaku aparat birokrasi dalam :(1) efektif lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan
menjalankan kebijakan politik dapat dikatakan baik atau buruk. dan sasaran;(2) sederhana mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan
Beberapa pandangan yang mendukung arti pentingnya etika dalam etika diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah
administrasi negara seperti dikutip (Kartasasmita, 1977) sebagai berikut: dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta
“Birokrasi melenceng dari keadaan yang seharusnya. Birokrasi selalu dilihat pelayanan;(3) kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung arti adanya
23. kejelasan dan kepastian mengenai; (a) prosedur tata cara pelayanan, (b) “sistim nilai”; (2) etika sebagai kumpulan asas atau nilai moral yang sering
persyaratan pelayanan, baik teknis maupun persyaratan administrative, (c) dikenal dengan “kode etik”; dan (3) sebagai ilmu tentang yang baik atau
unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam buruk, yang acapkali disebut “filsafat moral”. Pendapat seperti ini mirip
memberikan pelayanan, (d) rincian biaya/tartif pelayanan dan tata cara dengan pendapat yang ditulis dalam The Encyclopedia of Philosophy yang
pembayarannya, dan (e) jadwal waktu penyelesaian pelayanan;(4) menggunakan etika sebagai (1) way of life; (2) moral code atau rules of
keterbukaan mengandung arti prosedur/tatacara persyaratan, satuan conduct, (Denhardt, 1988). Salah satu uraian menarik dari Bertens (2000)
kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, adalah tentang pembedaan atas konsep etika dari konsep etiket. Etika lebih
rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan menggambarkan norma tentang perbuatan itu sendiri – yaitu apakah suatu
wajib di informasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh perbuatan boleh atau tidak boleh dilakukan, misalnya mengambil barang milik
masyarakat, baik diminta maupun tidak;(5) efisiensi mengandung arti; (a) orang tanpa ijin tidak pernah diperbolehkan. Sementara etiket
persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung menggambarkan cara suatu perbuatan itu dilakukan manusia, dan berlaku
dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan hanya dalam pergaulan atau berinteraksi dengan orang lain, dan cenderung
keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan, berlaku dalam kalangan tertentu saja, misalnya memberi sesuatu kepada
(b) dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan dari satuan orang lain dengan tangan kiri merupakan cara yang kurang sopan menurut
kerja/instansi pemerintah lain yang terkait;(6) ketepatan waktu kriteria ini kebudayaan tertentu, tapi tidak ada persoalan bagi kebudayaan lain. Karena
mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan itu etiket lebih bersifat relatif, dan cenderung mengutamakan simbol lahiriah,
dalam kurun waktu yang telah ditentukan;(7) responsif lebih mengarah pada bila dibandingkan dengan etika yang cenderung berlaku universal dan
daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan menggambarkan sungguh-sungguh sikap bathin.
dalam aspirasi masyarakat yang dilayani; dan
(8) adaptif adalah cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, Pembahasan
keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami
tumbuh kembang. Dalam arti yang sempit, pelayanan publik adalah suatu tindakan pemberian
barang dan jasa kepada masyarakat oleh pemerintah dalam rangka tanggung
KONSEP ETIKA DALAM PELAYANAN PUBLIK jawabnya kepada publik, baik diberikan secara langsung maupun melalui
kemitraan dengan swasta dan masyarakat, berdasarkan jenis dan intensitas
Bertens (2000) menggambarkan konsep etika dengan beberapa arti, salah kebutuhan masyarakat, kemampuan masyarakat dan pasar. Konsep ini lebih
satu diantaranya dan biasa digunakan orang adalah kebiasaan, adat atau menekankan bagaimana pelayanan publik berhasil diberikan melalui suatu
akhlak dan watak. Filsuf besar Aristoteles, kata Bertens, telah menggunakan delivery system yang sehat. Pelayanan publik ini dapat dilihat sehari-hari di
kata etika ini dalam menggambarkan filsafat moral, yaitu ilmu tentang apa bidang administrasi, keamanan, kesehatan, pendidikan, perumahan, air
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Bertens juga bersih, telekomunikasi, transportasi, bank, dsb. Tujuan pelayanan publik
mengatakan bahwa di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, karangan adalah menyediakan barang dan jasa yang terbaik bagi masyarakat. Barang
Purwadarminta, etika dirumuskan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas- dan jasa yang terbaik adalah yang memenuhi apa yang dijanjikan atau apa
asas akhlak (moral), sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan demikian pelayanan publik yang
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), istilah etika disebut terbaik adalah yang memberikan kepuasan terhadap publik, kalau perlu
sebagai (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak melebihi harapan publik. Dalam arti yang luas, konsep pelayanan public
dan kewajiban moral; (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan (public service) identik dengan public administration yaitu berkorban atas
akhlak; dan (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan nama orang lain dalam mencapai kepentingan publik (Perry, 1989). Dalam
atau masyarakat. Dengan memperhatikan beberapa sumber diatas, Bertens konteks ini pelayanan publik lebih dititik beratkan kepada bagaimana elemen-
berkesimpulan bahwa ada tiga arti penting etika, yaitu (1) etika sebagai nilai- elemen administrasi publik seperti policy making, desain organisasi, dan
nilai moral dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang proses manajemen dimanfaatkan untuk mensukseskan pemberian pelayanan
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, atau disebut dengan publik, dimana pemerintah merupakan pihak provider yang diberi tanggung
24. jawab. Buku Denhardt yang berjudul The Ethics of Public Service (1988) dalam hal ini tidak memiliki “independensi” dalam bertindak etis, atau dengan
merupakan contoh dari pandangan ini, dimana pelayanan publik identik kata lain, tidak ada “otonomi dalam beretika”. Alasan lain lebih berkenaan
dengan administrasi publik yang merupakan bagian dari manajemen ilmu dengan lingkungan di dalam birokrasi yang memberikan pelayanan itu sendiri.
pemerintahan. Dalam dunia pelayanan publik, etika diartikan sebagai filsafat Desakan untuk memberi perhatian kepada aspek kemanusiaan dalam
dan profesional standards (kode etik), atau moral atau right rules of conduct organisasi (organizational humanism) telah disampaikan oleh Denhardt.
(aturan berperilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi Dalam literatur tentang aliran human relations dan human resources, telah
pelayanan publik atau administrator publik. Berdasarkan konsep etika dan dianjurkan agar manajer harus bersikap etis, yaitu memperlakukan manusia
pelayanan publik di atas, maka yang dimaksudkan dengan etika pelayanan atau anggota organisasi secara manusiawi. Alasannnya adalah bahwa
publik adalah suatu praktek administrasi publik dan atau pemberian perhatian terhadap manusia (concern for people) dan pengembangannya
pelayanan publik (delivery system) yang didasarkan atas serangkaian sangat relevan dengan upaya peningkatan produktivitas, kepuasan dan
tuntunan perilaku (rules of conduct) atau kode etik yang mengatur hal-hal pengembangan kelembagaan. Alasan berikutnya berkenaan dengan
yang “baik” yang harus dilakukan atau sebaliknya yang “tidak baik” agar karakteristik masyarakat publik yang terkadang begitu variatif sehingga
dihindarkan. membutuhkan perlakuan khusus. Mempekerjakan pegawai negeri dengan
menggunakan prinsip “kesesuaian antara orang dengan pekerjaannya”
Pentingnya Etika dalam Pelayanan Publik merupakan prinsip yang perlu dipertanyakan secara etis, karena prinsip itu
akan menghasilkan ketidak adilan, dimana calon yang dipekerjakan hanya
Saran klasik di tahun 1900 sampai 1929 untuk memisahkan antara berasal dari daerah tertentu yang relatif lebih maju. Kebijakan affirmative
administrasi dan politik (dikotomi) menunjukan bahwa administrator harus action dalam hal ini merupakan terobosan yang bernada etika karena akan
sungguh-sungguh netral, bebas dari pengaruh politik ketika memberikan memberi ruang yang lebih luas bagi kaum minoritas, miskin, tidak berdaya,
pelayanan publik. Akan tetapi kritik bermunculan menentang ajaran dikotomi dsb untuk menjadi pegawai atau menduduki posisi tertentu. Ini merupakan
administrasi – politik pada tahun 1930-an, sehingga perhatian mulai ditujukan suatu pilihan moral (moral choice) yang diambil oleh seorang birokrat
kepada keterlibatan para administrator dalam keputusan-keputusan publik pemerintah berdasarkan prinsip justice –as – fairness sesuai pendapat John
atau kebijakan publik. Sejak saat ini mata publik mulai memberikan perhatian Rawls yaitu bahwa distribusi kekayaan, otoritas, dan kesempatan sosial akan
khusus terhadap “permainan etika” yang dilakukan oleh para birokrat terasa adil bila hasilnya memberikan kompensasi keuntungan kepada setiap
pemerintahan. Penilaian keberhasilan seorang administrator atau aparat orang, dan khususnya terhadap anggota masyarakat yang paling tidak
pemerintah tidak semata didasarkan pada pencapaian kriteria efisiensi, beruntung. Kebijakan mengutamakan “putera daerah” merupakan salah satu
ekonomi, dan prinsip-prinsip administrasi lainnya, tetapi juga kriteria contoh yang populer saat ini. Alasan penting lainnya adalah peluang untuk
moralitas, khususnya terhadap kontribusinya terhadap public interest atau melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika yang berlaku dalam
kepentingan umum (Henry, 1995). Alasan mendasar mengapa pelayanan pemberian pelayanan publik sangat besar. Pelayanan publik tidak
publik harus diberikan adalah adanya public interest atau kepentingan publik sesederhana sebagaimana dibayangkan, atau dengan kata lain begitu
yang harus dipenuhi oleh pemerintah karena pemerintahlah yang memiliki kompleksitas sifatnya baik berkenaan dengan nilai pemberian pelayanan itu
“tanggung jawab” atau responsibility. Dalam memberikan pelayanan ini sendiri maupun mengenai cara terbaik pemberian pelayanan publik itu
pemerintah diharapkan secara profesional melaksanakannya, dan harus sendiri. Kompleksitas dan ketidakmenentuan ini mendorong pemberi
mengambil keputusan politik secara tepat mengenai siapa mendapat apa, pelayanan publik mengambil langkah-langkah profesional yang didasarkan
berapa banyak, dimana, kapan. Padahal, kenyataan menunjukan bahwa kepada “keleluasaan bertindak” (discretion). Dan keleluasaan inilah yang
pemerintah tidak memiliki tuntunan atau pegangan kode etik atau moral sering menjerumuskan pemberi pelayanan publik atau aparat pemerintah
secara memadai. Asumsi bahwa semua aparat pemerintah adalah pihak yang untuk bertindak tidak sesuai dengan kode etik atau tuntunan perilaku yang
telah teruji pasti selalu membela kepentingan publik atau masyarakatnya, ada. Dalam pemberian pelayanan publik khususnya di Indonesia,
tidak selamanya benar. Banyak kasus membuktikan bahwa kepentingan pelanggaran moral dan etika dapat diamati mulai dari proses kebijakan publik
pribadi, keluarga, kelompok, partai dan bahkan struktur yang lebih tinggi (pengusulan program, proyek, dan kegiatan yang tidak didasarkan atas
justru mendikte perilaku seorang birokrat atau aparat pemerintahan. Birokrat kenyataan), desain organisasi pelayanan publik (pengaturan struktur,