Metode grafik dan uji Durbin-Watson digunakan untuk mendeteksi autokorelasi pada data time series. Metode grafik memplotkan nilai residual terhadap waktu atau residual satu periode terhadap periode sebelumnya. Pola sistematis mengindikasikan autokorelasi. Uji Durbin-Watson membandingkan statistik uji dengan nilai kritis untuk menolak atau menerima keberadaan autokorelasi. Kedua metode digunakan untuk menganalisis conto
1. C. Mendeteksi autokorelasi
1. Metode Grafik
Metode ini merupakan metode yang paling sederhana untuk mendeteksi autokorelasi.
Sekaligus merupakan langkah awal untuk mendeteksi autokorelasi. Dengan metode grafik,
untuk mendeteksi autokorelasi pada data time series dilakukan dengan cara memplotkan π π‘
terhadap waktu (t) atau π π‘ dengan π π‘β1. Nilai π π‘ ini merupakan pendekatan untuk melihat
gangguan atau disturbansi populasi, yang tidak dapat diamati secara langsung.
Apa itu π π‘? π π‘ adalah nilai residual yang dapat diperoleh dari prosedur OLS yang biasa.
Untuk perhitungannya dapat dilihat pada contoh dibawah.
Setelah memplotkan π π‘ terhadap t atau π π‘ dengan π π‘β1, amati pola yang terjadi. Jika
terdapat pola-pola yang sistematis, maka diduga ada autokorelasi. Sebaliknya, jika tidak
terdapat pola yang sistematis (atau bersifat acak), maka tidak ada autokorelasi.
Ada beberapa pola et ini, diantaranya sebagai berikut:
- Gambar (a) menunjukkan pola siklus dari
plot residual terhadap waktu, pada suatu
periode, ketika π π‘ meningkat diikuti oleh
peningkatan π π‘ tahun berikutnya, dan pada
periode lainnya ketika et menurun diikuti oleh
penurunan π π‘ tahun berikutnya. Ini
menunjukkan adanya autokorelasi positif.
- Gambar (b) menunjukan pola kuadratis
dari plot residual terhadap waktu. Sama dengan
gambar (a) ini juga menunjukkan adanya
autokorelasi positif.
- Gambar (c) menunjukkan pola gerakan
kebawah dan ke atas secara konstan. Ini
menunjukkan adanya autokorelasi negatif.
- Gambar (d) menunjukkan pola yang tidak
beraturan, yang menunjukkan tidak adanya
autokorelasi
- Gambar (e) dan (f) adalah plot antara π π‘ dengan π π‘β1.
o Gambar (e) menunjukkan pergerakan dari kiri bawah ke kanan atas yang
menunjukkan autokorelasi positif (jika data pada gambar a atau b diplot
terhadap π π‘β1, bukan terhadap waktu, akan
menghasilkan gambar e ini).
o Gambar (f) menunjukkan pergerakan dari
kiri atas ke kanan bawah yang menunjukkan
adanya autokorelasi negatif (jika data pada
gambar c diplot terhadap et-1, bukan
terhadap waktu, akan menghasilkan gambar
f ini).
Contoh:
Misalnya kita ingin melihat pengaruh tingkat bunga (X
dalam persen) terhadap investasi (Y dalam milyar Rp).
Data yang kita gunakan selama 16 tahun, mulai dari tahun
1993 sampai 2008, seperti yang terlihat pada tabel berikut
ini (kolom 2 untuk Y dan kolom 3 untuk X)
Tahap-tahap yang kita lakukan adalah sebagai berikut:
2. - Tahap 1. Bentuk persamaan regresi tersebut dengan variabel bebas adalah tingkat bunga
dan variabel terikat adalah investasi. Hasil persamaan regresinya sebagai berikut
o Y = 403,212 β 14,421X
- Tahap 2. Hitung ΕΆ. Hasil perhitungan ΕΆ untuk seluruh tahun diberikan pada kolom (4).
- Tahap 3. Hitung nilai residual. Hasil perhitungan π π‘ untuk seluruh tahun diberikan
pada kolom (5).
- Tahap 4. Plot π π‘ terhadap tahun, dengan π π‘ pada sumbu vertikal dan tahun pada sumbu
horizontal (sebenarnya bisa juga dipertukarkan, hanya agak susah melihatnya). Grafik
yang didapatkan grafik sebagai berikut:
Perhatikan pola yang terjadi pada plot residual
ini. Terlihat adanya pola siklus. Pada suatu
periode, ketika π π‘ meningkat diikuti oleh
peningkatan π π‘ tahun berikutnya, dan pada
periode lainnya ketika π π‘ menurun diikuti oleh
penurunan π π‘ tahun berikutnya. Ini menunjukkan
adanya autokorelasi positif
Sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, selain memplotkan π π‘
terhadap tahun, kita juga dapat mendeteksi autokorelasi dengan cara memplot
π π‘ terhadap π π‘β1. Plot π π‘ terhadap π π‘β1artinya kita memplotkan antara e
tahun ini dengan e tahun sebelumnya. Misalnya e tahun 1997 dipasangkan
dengan e tahun 1996. Demikian juga e tahun 1998 dipasangkan dengan e
tahun 1997, seperti tabel berikut:
Setelah itu lakukan plot seperti plot antara et dengan tahun. Perbedaannya
adalah, jika sebelumnya sumbu horizontal dari plot kita adalah tahun, maka
sekarang sumbu horizontalnya adalah π π‘β1 .
Perhatikan pola yang terjadi pada plot residual ini, yang
bergerak dari kiri bawah ke kanan atas. Ini menunjukkan
adanya autokorelasi positif.
Tahap-tahap dalam SPSS sebagai berikut:
1. Buka program SPSS, kemudian input data pada
worksheetnya sebagai berikut:
3. 2. Klik Analyze > Regression >
Linear. Akan muncul tampilan
berikut:
Masukkan variabel Y dalam kotak
Dependent dan variabel X dalam
kotak Independent
3. Klik Save, akan muncul tampilan
berikut:
Centang Unstandarized pada
Predicted Values dan pada
Residuals. Kemudian klik
Continue. Klik OK.
Perhatikan pada
worksheet kita akan
bertambah dua
variabel baru dengan
nama PRE_1 dan
RES_1. Variabel
PRE_1 adalah nilai Y
prediksi dan RES_1
adalah nilai residual,
sebagaimana yang
pernah kita hitung
sebelumnya. Sedangkan pada
halaman output akan keluar hasil
regresi kita seperti biasanya (tidak
ditampilkan disini untuk menghemat
halaman, dan untuk menjaga fokus
pembahasan hanya pada deteksi
autokorelasi)
Selanjutnya untuk mendapatkan plot
antara residual (et) terhadap tahun,
klik Graphs > Interactive > Line.
Akan muncul tampilan berikut:
(catatan: anda juga bisa mengganti
Line dengan Dot atau Scatterplot.
Hanya agak susah melihat secara
visual pola residualnya).
4. Pilih 2-D Coordinate yang ada
disudut kanan. Masukkan
Unstandarized Residual pada kotak
sumbu vertikal. Masukkan Tahun
pada kotak sumbu Horizontal.
Selanjutnya klik Dots and Lines,
akan keluar tampilan berikut:
Centang Dots pada Display dan
klik OK. Maka akan keluar output
sebagai berikut:
Hasil yang kita peroleh, sama dengan cara manual yang kita lakukan sebelumnya.
Selain secara manual dan dengan SPSS, kita bisa juga menggunakan Excel, dengan tahapan:
1. Inputkan data tahun di worksheet Excel mulai dari sel A1
sampai A17 (range A2:A17).. Sel A1 untuk judul Inputkan
data investasi pada range B1:B17 (sel B1 untuk judul) dan
data tingkat bungan pada range C1:C17 (sel C1 untuk
judul).
2. Klik menu Tool kemudian klik Data Analysis. (Catatan: jika
setelah mengklik Tool, ternyata tidak muncul pilihan Data
Analysis, berarti menu tersebut belum diaktifkan di
program Excel Anda. Untuk mengaktifkannya, klik Tool,
kemudian klik Add ins, selanjutnya conteng pada pilihan
Analysis Toolpak, setelah itu klik ok. Lalu ulangi tahap 2
ini).
Tampilan yang muncul setelah mengklik Data Analysis
adalah seperti dibawah ini. Selanjutnya klik Regression dan
klik OK.
5. 3. Selanjutnya akan muncul tampilan
berikut:
Isi Input Y Range (bisa dengan
mengetikkan ke dalam kotak
putihnya atau memblok data). Input
Y Range adalah variabel yang
menjadi variabel terikat (dependent
variable). Kemudian isikan Input X
Range. Input X Range adalah
variabel yang menjadi variabel
bebas (independent variable).
Semua variabel bebas diblok
sekaligus. Catatan: Baik Y range
maupun X range, didalamnya
termasuk judul/nama variabel.
Selanjutnya conteng kotak Labels.
Ini artinya, memerintahkan Excel
untuk membaca baris pertama dari
data kita sebagai nama variabel.
Anda juga bisa menconteng
Constant is Zero, jika
menginginkan output regresi
dengan konstanta bernilai 0. Anda
juga bisa menconteng Confidence
Level jika ingin mengganti nilai
confidence level (jika tidak
diconteng, Excel akan memberikan
confidence level 95%). Dalam
latihan kita kedua pilihan tersebut
tidak kita conteng.
Selanjutnya pada Output Option
kita bisa menentukan penempatan
output/hasilnya. Bisa pada
worksheet baru atau workbook
baru. Katakanlah kita menempatkan
output di worksheet yang sama
dengan data kita. Conteng Output
Range dan isi kotak putihnya
dengan sel pertama dimana output tersebut akan ditempatkan. Dalam contoh ini,
misalnya ditempatkan pada sel A20.
Pada pilihan Residual, terdapat 4 pilihan. Anda bisa menconteng sesuai dengan
keinginan. Dalam kasus ini kita conteng saja pilihan Residuals dan Residuals Plots.
Pilihan lain diabaikan.
Setelah itu, klik OK. Maka akan muncul hasil regresi berikut:
Ada empat tabel hasil yang ditampilkan (yang tergantung pada pilihan yang kita buat
sebelumnya), yaitu SUMMARY OUTPUT, ANOVA, RESIDUAL OUTPUT. Pada
SUMARY OUTPUT ditampilkan nilai multiple R, R square, adjusted R square,
standard error dan jumlah observasi. Pada ANOVA ditampilkan analisis variance dan
nilai F serta pengujiannya. Selanjutnya ditampilkan perhitungan regresi kita yang
6. mencakup intercept (konstanta) dan koefisien-koefisien regresi untuk masing-masing
variabel. Dari hasil ini kita bisa membentuk persamaan regresi menjadi:
Y = 403,212 β 14,421X
Selanjutnya, pada tabel tersebut juga dimunculkan standard error, t stat, P-value,
confidence level untuk 95% (karena kita tidak mengganti default nilai ini pada tahap
sebelumnya).
Pada RESIDUAL
OUTPUT diberikan
nilai Y prediksi dan
nilai residual (et) yang
menjadi fokus perhatian
kita dalam mendeteksi
autokorelasi.
Selain itu, karena tadi
kita menconteng pilihan
residuals plots, maka
akan ditampilkan plot
residual sebagai berikut
Jika dilihat grafik diatas, agak rumit untuk mengambil kesimpulan mengenai pola
residualnya (apalagi karena contoh datanya sedikit). Untuk itu, kita bisa merubah grafik
tersebut menjadi grafik
garis dengan cara klik
kanan grafik tersebut.
Kemudian klik Change
Chart Type, dan Klik
Line. Selanjutnya pilih
jenis grafik garis yang
diinginkan. Hasilnya
akan menjadi seperti ini
Terlihat hasil yang kita
peroleh, sama dengan cara manual dan dengan menggunakan SPSS sebelumnya.
2. Uji Durbin Watson
Metode grafik diatas masih memiliki permasalahan. Pada metode tersebut, adanya autokorelasi
agak sulit untuk ditentukan karena hanya melalui subjektifitas peneliti. Sehingga, kemungkinan
tiap peniliti memiliki pandangan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengujian formal yang dapat dipercaya secara ilmiah. Salah satu cara untuk mengetahui adanya
autokorelasi adalah uji durbin-watson.
hipotesis:
π»0: π = 0 (tidak ada autokorelasi)
π»1: π > 0 (ada autokorelasi)
Statistik Uji :
Setelah mendapatkan statistik uji. Langkah selanjutnya
adalah membandingkan dengan tabel DW. Tabel DW
tediri atas dua nilai, yaitu batas bawah (dL) dan batas atas(dl) dan batas bawah(du). Berikut
beberapa keputusan setelah membandingkan DW.
ο· Bila d < dL Γ tolak H0; Berarti ada korelasi yang positif atau kecenderungannya r= 1
7. ο· Bila dL < d < dU Γ kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa
ο· Bila dU < d < 4 β dU Γ jangan tolak H0; Artinya tidak ada korelasi positif maupun
negatif
ο· Bila 4 β dU < d < 4 β dL Γ kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa
ο· Bila d > 4 β dL Γ tolak H0; Berarti ada korelasi negatif
tabel durbin-watson
Perhatikan tabel berikut untuk aplikasi rumusnya.
- Kolom (1) adalah nilai residual (et)
pada cara grafis.
- Kolom (2) adalah et-1. Copy saja data
et pada kolom 1, tetapi urutkan satu
baris kebawahnya. Dengan demikian
data terakhir yaitu et = 69.06 jadi
hilang
- Kolom (3) adalah pengurangan dari et
dengan et-1. Baris pertama
dihilangkan/diabaikan
- Kolom (4) adalah kuadrat dari kolom
3. Kemudian jumlahkan kolom 4 ini.
Jumlah kolom 4 akan jadi pembilang
dalam rumus kita
- Kolom (5) adalah kuadrat dari kolom
1. Kemudian jumlahkan kolom 5 ini.
Jumlah kolom 5 akan jadi penyebut
dalam rumus kita.
- Dengan demikian didapatkan statistik d dari Durbin-Watson sebagai berikut:
- Setelah mendapatkan nilai d ini, bandingkan nilai d dengan nilai-nilai kritis dari dL dan
dU dari tabel statistik Durbin-Watson. Tabel statistik Durbin-Watson ini biasanya ada
pada lampiran-lampiran buku statistik.
8. - Kriteria pengujiannya sebagai berikut:
o Jika 0 < d < dL, berarti ada autokorelasi positif
o 4 β dL < d < 4, berarti ada autokorelasi negatif
o Jika 2 < d < 4 β dU atau dU < d < 2, berarti tidak ada autokorelasi positif atau
negatif
o Jika dL β€ d β€ dU atau 4 β dU β€ d β€ 4 β dL, pengujian tidak meyakinkan.
(sumber: Pyndick & Rubinfeld,1998)
o Dari tabel statistik Durbin-Watson dengan N=16 , jumlah variabel bebas = 1
dan taraf pengujian (Ξ±) = 5%, didapatkan nilai kritis dL = 1.10 dan nilai kritis
dU = 1.37
o Dengan membandingkan nilai d yang kita peroleh dari perhitungan terhadap dL
atau dU dari tabel didapatkan bahwa:
d= 0.3423 < dL=1.10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat
autokorelasi positif dari model regresi ini.
- Berbagai program statistik juga sudah menyediakan perhitungan untuk statisik d dari
Durbin-Watson ini. Diantaranya , program SPSS.
o Untuk mendapatkan
nilai d dari program
SPSS, setelah anda
memasukkan variabel
Dependent dan Variabel
Independent seperti
berikut ini:
o Selanjutnya klik Statistics,
maka akan muncul tampilan
berikut:
Pada bagian Residuals,
centang kotak Durbin-
Watson dan klik Continue.
maka dalam output SPSS
akan disertakan nilai d dari
Durbin-Watson. (catatan: jika
anda mencoba dengan data
latihan kita, mungkin
hasilnya akan sedikit berbeda. Hal tersebut terjadi karena proses pembulatan)
9. 4. Uji Run
Uji durbin Watson juga memiliki kelemahan ketika berada antara nilai dL dan dU atau
antara (4-dU) dan (4-dL) maka keputusannya autokorelasi tidak bisa diketahui mempunyai
autokorelasi apa tidak. Sehingga dilakukan uji lain bisa dengan metode grafik atau metode
formal lainnya. Salah satu uji formal yaitu uji run.
Run test sebagai bagian dari statistik non-parametrik dapat digunakan untuk menguji
apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi atau tidak. Jika antar residual tidak terdapat
hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run Test
digunakan untuk melihat apakah residual terjadi secara random atau tidak.
Menurut pemahaman saya, uji run test akan memberikan kesimpulan yang lebih pasti jika
terjadi masalah pada Durbin Watson Test yaitu nilai d terletak antara dL dan dU atau
diantara (4-dU) dan (4-dL) yang akan menyebabkan tidak menghasilkan kesimpulan yang
pasti atau pengujian tidak meyakinkan jika menggunakan DW test. Seperti contoh dibawah ini.
Dengan T=27, K=5, dL = 1.08364, dU = 1.75274. artinya dL < d < dU = Tidak ada
kesimpulan yang pasti.
Perinsip kerja uji run sangat sederhana yaitu dengan melihat tanda nilai residual negtaif
atau positif(+) atau negatif (-), tanpa memperhatikan nilainya. Sehingga run yang dimaksud
disini adalah sekelompok nilai residual yang mempunyai tanda sama secara bertusut-turut.
Contoh: (++++++)(-----)(+++++)(----)
Hipotesis:
π»0=residual random (tidak ada autokorelasi)
π»1=residual tidak random (ada autokorelasi)
Untuk menghitungnya digunakan beberapa fungsi berikut:
Dimana:
N=jumlah observasi
N1=jumlah run positif(+)
N2=jumlah run negatif(-)
Dalam melakukan pengujian hipotesis, digunakan analisis interval kepercayaan :
E(run)-1,96 <= run <= E(run)+1,96 run
Keputusan:
Apabila nilai Run berada diantara interval tersebut maka terima H0sehingga disimpulkan
residualnya random dan tidak adanya unsur autokorelasi.
10. Contoh soal (lain)
Studi Kasus...
Data Jumlah Penduduk Miskin dan Faktor-faktor Penyebabnya
pada setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur
NO
Jumlah
Penduduk
Miskin
(Ribu Jiwa)
Laju
Pertumbuhan
Ekonomi (%)
Jumlah
Pengangguran
(Jiwa)
Angka
Rata-rata
Lama
Sekolah
(Tahun)
NO
Jumlah
Penduduk
Miskin
(Ribu Jiwa)
Laju
Pertumbuhan
Ekonomi (%)
Jumlah
Pengangguran
(Jiwa)
Angka
Rata-rata
Lama
Sekolah
(Tahun)
1 105.4 6.52 3031 6.79 20 80.2 5.83 9217 7.62
2 113 6.13 18898 6.73 21 149.1 6.19 21476 6.43
3 107.8 6.1 8312 7.32 22 227.2 12.26 20723 6.65
4 105.4 6.82 19021 7.99 23 225.8 6.62 17116 6.36
5 135.5 6.81 13276 7.41 24 220.5 6.9 21615 7.12
6 232.8 6.53 28634 7.61 25 193.8 6.93 45199 8.63
7 306.7 6.22 56425 6.86 26 255.6 5.44 25008 5.19
8 140.8 5.92 15459 6.1 27 285.4 5.33 7868 4.03
9 311.4 6.16 31472 6.65 28 179.2 5.84 15471 5.81
10 175.1 6.63 32415 6.91 29 256.6 5.73 11343 5.31
11 131.9 5.64 645 5.6 30 24.9 5.91 9923 10.19
12 105.2 5.62 11289 6.17 31 10.1 6.33 4371 9.84
13 276.6 6.46 1219 5.15 32 48.4 6.52 34085 11.12
14 199.3 6.76 27678 6.4 33 41.4 6.04 5444 8.46
15 145.4 6.19 83603 9.87 34 168.8 6.33 5956 8.9
16 125.4 6.81 26381 7.93 35 8.9 6.56 4623 9.76
17 166.4 6.31 32175 7.87 36 10.4 6.92 8342 10.5
18 151.6 6.75 18364 7.21 37 195.6 7.08 9139 10.01
19 102.3 5.92 19282 7.07 38 9.7 7.06 5418 8.44
1. Pada Data View SPSS, Pilih menu
Analyze β Regression β Linear,
pada kotak Dependent, isikan
variabel dependent (Jumlah
Penduduk Miskin) dan pada kotak
Independent, isikan variabel X1,
X2, (Jumlah Pengangguran, Angka
Rata2 Lama Sekolah)
2. Pilih metode Enter, kemudian klik
Button Save.
11. 3. Berikan centang pada Unstandardized
pada kolom Residuals, lalu klik
Continue, kemudian pilih OK.
4. Selanjutnya pada Data View SPSS,
akan muncul kolom baru dengan nama
kolom RES_1, ini merupakan residual
regresi.
5. Pilih menu Analyze - Nonparametric
Test - Legacy Dialogs β Runs,
kemudian Pindahkan RES_1 ke
kolom Test Variable List di sebelah
kanan, centang pada Median, lalu
klik OK.
Sekarang Perhatikan output runs test berikut ini, nilai yang dibandingkan adalah Asymp.
Sig. (2-tailed) yaitu 0,869.
Hasil run test menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-
tailed) > 0.05 yang berarti Hipotesis nol gagal ditolak.
Dengan demikian, data yang dipergunakan cukup random
sehingga tidak terdapat masalah autokorelasi pada data
yang diuji.
12. 4. Uji Breusch-Godfrey(BG)/Lagrange Multiplier(LM)
Jika data observasi di atas 100 data sebaiknya ujin ini.
Uji ini dikembangkan oleh breusch-bodfrey.
Berdasarkan model tersebut Breusch-bodfrey mengasumsikan bahwa Ut mengikuti
autoregresif ordo p(AR(p)), sehingga membentuk model berikut: