Materi Produk Hukum Daerah ini merupakan bahan perkenalan untuk selayang pandang mengenai jenis dan prosedur pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah dipresentasikan dihadapan Mahasiswa STIA Al Gazali Barru pada Latihan Kepemimpinan Dasar 14 Agustus 2019
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota - Batang Tubuh RDTR
Materi Produk Hukum Daerah ini merupakan bahan perkenalan untuk selayang pandang mengenai jenis dan prosedur pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah dipresentasikan dihadapan Mahasiswa STIA Al Gazali Barru pada Latihan Kepemimpinan Dasar 14 Agustus 2019
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota - Batang Tubuh RDTR
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
2. REGERINGS REGLEMENT (RR) 1854
(STAATSBLAAD 1855 NO. 2)
• Mengatur penyelenggaraan pemerintahan kolonial Belanda
di Indonesia.
• Belum mengenal adanya desentralisasi pemerintahan.
• Penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan secara
sentralistik dan monopolistik oleh Gubernur Jenderal.
• Yang ada hanya wilayah administratif yang disebut
onderafdeling, gewesten, afdeling dan
• Sepanjang keadaan mengijinkan maka rakyat bumiputera
dibiarkan dibawah pimpinan langsung kepala-kepalanya
baik yang diangkat oleh Pemerintah mapun yang diakui,
berada di bawah pengawasan sesuai ketentuan … (psl 67)
Desentralisasi masa kolonial 2
3. DESENTRALISATIE WET 1903
1. Memberikan peluang dibentuknya satuan
pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri.
2. Dibentuknya Local Raad (Dewan Daerah), anggotanya
sebagian diangkat dan sebagian dipilih.
3. Berhak membentuk peraturan setempat yang belum
diatur oleh PHB.
4. Namun Pemerintah Daerah hampir tidak mempunyai
kewenangan yang berarti.
Desentralisasi masa kolonial 3
4. WET OP DE BESTUURSHERVORMING 1922
(UU Reformasi Tata Pemerintahan)
• MENGATUR TENTANG PEMBENTUKAN PROVINCIE,
REGENTSCHAP, STADSGEMEENTE DAN
GROEPMENEENSCHAP.
• PEMERINTAHAN SEHARI-HARI DIJALANKAN OLEH
GOUVERNEUR UNTUK PROVINCIE, REGENT UNTUK
REGENTSCHAP (Kabupaten) DAN BURGERMEESTER
UNTUK GEMEENTE (Komunitas).
Desentralisasi masa kolonial 4
5. WET OP DE BESTUURSHERVORMIN 1922
• TERDAPAT PULA PEMERINTAHAN YANG MERUPAKAN
PERRSEKUTAN ASLI MASY SETEMPAT. YANG DISEBUT
ZELFBESTUURENDE LANDSCHAPPEN SEPERTI DESA, HUTA,
NAGARI, DLL YANG DIATUR DENGAN IGO (INLANDSCHE
GEMEENTE-ORDONANTIE) UNTUK DESA DI JAWA DAN “IGO
BUITENGEWESTEN” (IGOB) UNTUK LUAR JAWA.
• TERDAPAT PULA ADMINISTRASI PEMERINTAHAN YANG
DISELENGGARAKAN OLEH PEMERINTAH KERAJAAN YANG
SUDAH ADA SEBELUM KEDATANGAN KAUM KOLONIAL
YANG DIIKAT DENGAN SEJUMLAH KONTRAK POLITIK BAIK
YANG BERSIFAT KONTRAK PANJANG (LANGE VERKLARING)
MIS: KASUNANAN SURAKARTA, MAUPUN KONTRAK
PENDEK (KORTE VERKLARING) MIS : KERAJAAN GOA, DLL.
Desentralisasi masa kolonial 5
6. DESENTRALISASI
PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG
• WILAYAH HINDIA BELANDA DIBAGI KEDALAM TIGA
WILAYAH KEKUASAAN MILITER :WILAYAH JAWA
DAN MADURA , WILAYAH SUMATERA, WILAYAH
TIMUR (SULAWESI, KALIMANTAN, SUNDA KECIL DAN
MALUKU).
• OSAMUSEIREI (UU) NO. 27 TAHUN 1942) MENGATUR
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH.
• TIGA TINGKATAN PEMERINTAH DAERAH : SYUU
DIPIMPIN OLEH SYUUTYOOKAN, KEN DIPIMPIN
KENTYOO, SI DIPIMPIN SITYOO.
• PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
SENTRALISTIK DAN MILITERISTIK.
Desentralisasi masa kolonial 6
7. DESENTRALISASI
PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG
• LOCAL RAAD DIHAPUSKAN DAN PEMDA HAMPIR
SAMA SEKALI TIDAK MEMILIKI WEWENANG.
• KARENA KETERBATASAN PERSONIL KOLONIAL
JEPANG TETAP MEMANFAATKAN PARA
”PANGREHPRAJA” MULAI DARI RESIDEN SAMPAI
“RT/RW” UNTUK MENJALANKAN PEMERINTAHAN.
Desentralisasi masa kolonial 7