SlideShare a Scribd company logo
1 
BAB I 
PENDAHULUAN 
Pada awalnya, insiden dari keganasan kolon dan rektal tidak diperhitungkan sebelum 
tahun 1900. Akan tetapi, sejak kemajuan ekonomik dan industri berkembang, angka kejadian 
keganasan ini meningkat. Pada saat ini, kanker kolorektal merupakan penyebab ketiga 
kematian dari pria dan wanita akibat kanker di Amerika Serikat 
Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka 
kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus 
kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki 
peringkat ketiga dari semua kasus kanker.Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari 
berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, data dari Depkes didapati 
angka 1,8 per 100.000 penduduk. 
Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang 
ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk, 
terutama antara negara maju dan berkembang. Demikian pula antara Negara Barat dan 
Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di 
Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan sebanding antara pria dan wanita; 
banyak terdapat pada seseorang yang berusia muda; dan sekitar 75% dari kanker ditemukan 
pada kolon rektosigmoid, sedangkan di Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang 
ditemukan pada pria lebih besar daripada wanita; banyak terdapat pada seseorang yang 
berusia lanjut; dan dari kanker yang ditemukan hanya sekitar 50% yang berada pada kolon 
rektosigmoid. 
Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid.Keluhan 
pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari tumor. Keluhan dari 
lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di abdominal, symptomatic 
anemia dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat 
berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi. 
Jenis kanker yang paling sering ditemukan ialah adenokarsinoma yaitu sebanyak 
98%, sedangkan lainnya yang lebih jarang ialah carcinoid (0,4%), limfoma (1,3%) dan 
sarkoma (0,3%).
2 
BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA 
2.1. Definisi 
Kanker colorectal ditujukan pada tumor ganas yang berasal dari mukosa colon 
atau rectum. Kebanyakan kanker colorectal berkembang dari polip, oleh karena itu 
polypectomy colon mampu menurunkan kejadian kanker colorectal. Polip colon dan 
kanker pada stadium dini terkadang tidak menunjukkan gejala. Secara histopatologis, 
hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma (terdiri atas epitel kelenjar) 
dan dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda-beda. Tumor dapat menyebar 
melalui infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung 
kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe pericolon dan mesocolon, dan 
melalui aliran darah, biasanya ke hati karena colon mengalirkan darah ke sistem portal. 
2.2 Anatomi Colon dan Rectum 
Usus besar atau colon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang 
sekitar 1,5 m (5 kaki) yang terbentang dari caecum hingga canalis ani. Diameter usus 
besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6,5 cm (2,5 inci), tetapi 
makin dekat anus diameternya semakin kecil. 
Usus besar terdiri dari 6 bagian, yaitu caecum, colon ascenden, colon 
transversum, colon descenden, colon sigmoid dan rectum (Lihat Gambar. 1). Berbeda 
dengan mukosa usus halus, pada mukosa colon tidak dijumpai vili dan kelenjar 
biasanya lurus-lurus dan teratur. Permukaan mukosa terdiri dari pelapis epitel tipe 
absorptif diselang-seling dengan sel goblet. Pada lamina propria dan basis kripta secara 
sporadik terdapat nodul jaringan limfoid. 
2.2.1 Caecum 
Merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada usus 
besar. Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Caecum terletak 
pada fossa iliaca kanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale. 
Biasanya caecum seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat 
bergerak bebas, tetapi tidak mempunyai mesenterium; terdapat perlekatan ke 
fossa iliaca di sebelah medial dan lateral melalui lipatan peritoneum yaitu plica 
caecalis, menghasilkan suatu kantong peritoneum kecil, recessus retrocaecalis.
3 
2.2.2. Colon ascenden 
Bagian ini memanjang dari caecum ke fossa iliaca kanan sampai ke 
sebelah kanan abdomen. Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen 
sebelah kanan, dan dibawah hati membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut 
fleksura hepatica (fleksura coli dextra) dan dilanjutkan dengan colon transversum. 
2.2.3 Colon Transversum 
Merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat bergerak 
bebas karena tergantung pada mesocolon, yang ikut membentuk omentum majus. 
Panjangnya antara 45-50 cm, berjalan menyilang abdomen dari fleksura coli 
dekstra sinistra yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis. Letaknya tidak 
tepat melintang (transversal) tetapi sedikit melengkung ke bawah sehingga terletak 
di regio umbilicalis. 
2.2.4 Colon descenden 
Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri, 
dari atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri, 
bersambung dengan sigmoid, dan dibelakang peritoneum. 
2.2.5 Colon sigmoid 
Disebut juga colon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan 
berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari apertura pelvis superior 
(pelvic brim) sampai peralihan menjadi rectum di depan vertebra S-3. Tempat 
peralihan ini ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli, dan terletak + 15 cm 
di atas anus. Colon sigmoideum tergantung oleh mesocolon sigmoideum pada 
dinding belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak bebas (mobile). 
2.2.6 Rectum 
Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu colon sigmoid 
dengan panjang sekitar 15 cm. Rectum memiliki tiga kurva lateral serta kurva 
dorsoventral. Mukosa dubur lebih halus dibandingkan dengan usus 
besar.Rectum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior 
kiri. 2/3 bagian distal rectum terletak di rongga pelvic dan terfiksir, sedangkan 
1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua 
bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflectum dimana bagian anterior lebih
panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian 
terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih 
proksimal, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot 
yang mengatur pasase isi rectum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 
3 sling : atas, medial dan depan. 
Vaskularisasi kolondipelihara oleh cabang-cabang arteri mesenterica superior 
dan arteri mesenterica inferior, membentuk marginal arteri seperti periarcaden, yang 
memberi cabang-cabang vasa recta pada dinding usus. Yang membentuk marginal 
arteri adalah arteri ileocolica, arteri colica dextra, arteri colica media, arteri colica 
sinistra dan arteri sigmoidae. Hanya arteri ciloca sinistra dan arteri sigmoideum yang 
merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior, sedangkan yang lain dari arteri 
mesenterica superior. Pada umumnya pembuluh darah berjalan retroperitoneal kecuali 
arteri colica media dan arteri sigmoidae yang terdapat didalam mesocolon transversum 
dan mesosigmoid. Seringkali arteri colica dextra membentuk pangkal yang sama 
dengan arteri colica media atau dengan arteri ileocolica. Pembuluh darah vena 
mengikuti pembuluh darah arteri untuk menuju ke vena mesenterica superior dan arteri 
mesenterica inferior yang bermuara ke dalam vena porta. Aliran limfe mengalir 
menuju ke nn. ileocolica, nn. colica dextra, nn. colica media, nn. colica sinistra dan nn. 
mesenterica inferior. Kemudian mengikuti pembuluh darah menuju truncus 
intestinalis. 
2.3 Fungsi Fisiologis 
Usus besar atau colon mengabsorbsi 80% sampai 90% air dan elektrolit dari 
kimus yang tersisa dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat. Usus 
besar hanya memproduksi mucus. Sekresinya tidak mengandung enzim atau hormon 
pencernaan. Sejumlah bakteri dalam colon mampu mencerna sejumlah kecil selulosa 
dan memproduksi sedikit kalori nutrien bagi tubuh dalam setiap hari. Bakteri juga 
memproduksi vitamin K, riboflavin, dan tiamin, dan berbagai gas. Usus besar 
mengekskresi zat sisa dalam bentuk feses. 
Fungsi utama dari rectum dan canalis anal ialah untuk mengeluarkan massa 
feses yang terbentuk dan melakukan hal tersebut dengan cara yang terkontrol. Fungsi 
rectum berhubungan dengan defekasi sebagai hasil refleks. Apabila feses masuk ke 
dalam rectum, terjadi peregangan rectum sehingga menimbulkan gelombang peristaltik 
pada colon descendens dan colon sigmoid mendorong feses ke arah anus, sfingter ani 
4
internus dihambat dan sfingter ani internus melemas sehingga terjadi defekasi. Feses 
tidak keluar secara terus menerus dan sedikit demi sedikit dari anus berkat adanya 
kontraksi tonik otot sfingter ani internus dan externus. 
5 
2.4. Epidemiologi 
2.4.1. Distribusi dan Frekuensi 
a. Orang 
Sekitar 75% dari kanker colorectal terjadi pada orang yang tidak 
memiliki faktor risiko tertentu. Sisanya sebesar 25% kasus terjadi pada 
orang dengan faktor-faktor risiko yang umum, sejarah keluarga atau 
pernah menderita kanker colorectal atau polip, terjadi sekitar 15-20% 
dari semua kasus. Faktor-faktor risiko penting lainnya adalah 
kecenderungan genetik tertentu, seperti Hereditary Nonpolyposis 
Colorectal Cancer (HNPCC; 4-7% dari semua kasus) dan Familial 
Adenomatosa Polyposis (FAP, 1%) serta Inflammatory Bowel Disease 
(IBD; 1% dari semua kasus). 
b. Tempat dan Waktu 
Kanker colorectal merupakan salah satu penyakit yang mematikan. 
Berdasarkan laporan World Cancer Report WHO, diperkirakan 944.717 
kasus ditemukan di seluruh dunia pada tahun 2000. Insiden yang tinggi 
pada kasus kanker colorectal ditemukan di Amerika Serikat, Kanada, 
Jepang, negara bagian Eropa, New Zealand, Israel, dan Australia, 
sedangkan insiden yang rendah itu ditemukan di Aljazair dan India. 
Sebagian besar kanker colorectal terjadi di negara-negara industri. 
Insiden kanker colorectal mulai mengalami kenaikan di beberapa negara 
seperti di Jepang, Cina (Shanghai) dan di beberapa negara Eropa 
Timur.8 Menurut American Cancer Society pada tahun 2008 di Amerika 
Serikat diperkirakan sekitar 148.810 orang didiagnosis menderita kanker 
colorectal dan 49.960 mengalami kematian dengan CFR 33,57%. 
Eropa, sebagai salah satu negara maju memiliki angka kesakitan 
kanker colorectal yang tinggi. Pada tahun 2004, terdapat 2.886.800 kasus 
dan 1.711.000 kematian karena kanker dengan CFR 59,27%, kanker 
colorectal menduduki peringkat kedua pada angka insiden dan 
mortalitas.
Insidens kanker colorectal di Indonesia cukup tinggi, demikian 
juga angka kematiannya. Pada tahun 2002 kanker colorectal menduduki 
peringkat kedua pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan 
pada wanita kanker colorectal menduduki peringkat ketiga dari semua 
kasus kanker. Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik 
pada insidens yang ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial 
ekonomi dan kepadatan penduduk, terutama antara negara maju dan 
berkembang. 
6 
2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi 
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian kanker 
colorectal yaitu: 
a. Umur 
Kanker colorectal sering terjadi pada usia tua. Lebih dari 90% 
penyakit ini menimpa penderita di atas usia 40 tahun, dengan insidensi 
puncak pada usia 60-70 tahun (lansia). Kanker colorectal ditemukan di 
bawah usia 40 tahun yaitu pada orang yang memiliki riwayat colitis 
ulseratif atau polyposis familial. 
b. Faktor Genetik 
Meskipun sebagian besar kanker colorectal kemungkinan 
disebabkan oleh faktor lingkungan, namun faktor genetik juga berperan 
penting. Ada beberapa indikasi bahwa ada kecenderungan faktor 
keluarga pada terjadinya kanker colorectal. Risiko terjadinya kanker 
colorectal pada keluarga pasien kanker colorectal adalah sekitar 3 kali 
dibandingkan pada populasi umum. 
Banyak kelainan genetik yang dikaitkan dengan keganasan kanker 
colorectal diantaranya sindrom poliposis. Namun demikian sindrom 
poliposis hanya terhitung 1% dari semua kanker colorectal. Selain itu 
terdapat Hereditary Non-Poliposis Colorectal Cancer (HNPCC) atau 
Syndroma Lynch terhitung 2-3% dari kanker colorectal. 
c. Faktor Lingkungan 
Kanker colorectal timbul melalui interaksi yang kompleks antara 
faktor genetik dan faktor lingkungan. Sejumlah bukti menunjukkan 
bahwa lingkungan berperan penting pada kejadian kanker colorectal. 
Risiko mendapat kanker colorectal meningkat pada masyarakat yang
bermigrasi dari wilayah dengan insiden kanker colorectal yang rendah ke 
wilayah dengan risiko kanker colorectal yang tinggi. Hal ini menambah 
bukti bahwa lingkungan sentrum perbedaan pola makanan berpengaruh 
pada karsinogenesis. 
d. Faktor Makanan 
Makanan mempunyai peranan penting pada kejadian kanker 
colorectal. Mengkonsumsi serat sebanyak 30 gr/hari terbukti dapat 
menurunkan risiko timbulnya kanker colorectal sebesar 40% 
dibandingkan orang yang hanya mengkonsumsi serat 12 gr/hari. Orang 
yang banyak mengkonsumsi daging merah (misal daging sapi, kambing) 
atau daging olahan lebih dari 160 gr/hari (2 porsi atau lebih) akan 
mengalami peningkatan risiko kanker colorectal sebesar 35% 
dibandingkan orang yang mengkonsumsi kurang dari 1 porsi per 
minggu. 
Menurut Daldiyono et al. (1990), dikatakan bahwa serat makanan 
terutama yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin sebagian 
besar tidak dapat dihancurkan oleh enzim-enzim dan bakteri di dalam 
tractus digestivus. Serat makanan ini akan menyerap air di dalam colon, 
sehingga volume feses menjadi lebih besar dan akan merangsang syaraf 
pada rectum, sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi. Dengan 
demikian tinja yang mengandung serat akan lebih mudah dieliminir atau 
dengan kata lain transit time yaitu kurun waktu antara masuknya 
makanan dan dikeluarkannya sebagai sisa makanan yang tidak 
dibutuhkan tubuh menjadi lebih singkat. Waktu transit yang pendek, 
menyebabkan kontak antara zat-zat iritatif dengan mukosa colorectal 
menjadi singkat, sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit di colon 
dan rectum. Di samping menyerap air, serat makanan juga menyerap 
asam empedu sehingga hanya sedikit asam empedu yang dapat 
merangsang mukosa colorectal, sehingga timbulnya karsinoma colorectal 
dapat dicegah. 
e. Polyposis Familial 
Polyposis Familial diwariskan sebagai sifat dominan autosom. 
Insiden pada populasi umum adalah satu per 10.000. Jumlah total polip 
bervariasi 100-10.000 dalam setiap usus yang terserang. Bentuk polip ini 
7
biasanya mirip dengan polip adenomatosun bertangkai atau berupa polip 
sesil, akan tetapi multipel tersebar pada mukosa colon. Sebagian dari 
poliposis ini asimtomatik dan sebagian disertai keluhan sakit di 
abdomen, diare, sekresi lendir yang meningkat dan perdarahan kecil 
yang mengganggu penderita. Polip cenderung muncul pada masa remaja 
dan awal dewasa dan risiko karsinoma berkembang di pasien yang tidak 
diobati adalah sekitar 90% pada usia 40 tahun. 
f. Polip Adenoma 
Polip Adenoma sering dijumpai pada usus besar. Insiden terbanyak 
pada umur sesudah dekade ketiga, namun dapat juga dijumpai pada 
semua umur dan laki-laki lebih banyak dibanding dengan perempuan. 
Polip adenomatosum lebih banyak pada colon sigmoid (60%), ukuran 
bervariasi antara 1-3 cm, namun terbanyak berukuran 1 cm. Polip terdiri 
dari 3 bagian yaitu puncak, badan dan tangkai. Polip dengan ukuran 1,2 
cm atau lebih dapat dicurigai adanya adenokarsinoma. Semakin besar 
diameter polip semakin besar kecurigaan keganasan. Perubahan dimulai 
dibagian puncak polip, baik pada epitel pelapis mukosa maupun pada 
epitel kelenjar, meluas ke bagian badan dan tangkai serta basis polip. 
Risiko terjadinya kanker meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran 
dan jumlah polip. 
g. Adenoma Vilosa 
Adenoma vilosa jarang terjadi, berjumlah kurang dari 10% 
adenoma colon. Terbanyak dijumpai di daerah rectosigmoid dan 
biasanya berupa massa papiler, soliter, tidak bertangkai dan diameter 
puncak tidak jauh berbeda dengan ukuran basis polip. Adenoma vilosa 
mempunyai insiden kanker sebesar 30-70%. Adenoma dengan diameter 
lebih dari 2 cm, risiko menjadi kanker adalah 45%. Semakin besar 
diameter semakin tinggi pula insiden kanker. 
h. Colitis Ulserosa 
Perkiraan kejadian kumulatif dari kanker colorectal yang 
berhubungan dengan colitis ulserosa adalah 2,5% pada 10 tahun, 7,6% 
pada 30 tahun, dan 10,8% pada 50 tahun.Colitis ulserosa dimulai dengan 
mikroabses pada kripta mukosa colon dan beberapa abses bersatu 
membentuk ulkus. Pada stadium lanjut timbul pseudopolip yaitu 
8
penonjolan mukosa colon yang ada diantara ulkus. Perjalanan penyakit 
yang sudah lama, berulang-ulang, dan lesi luas disertai adanya 
pseudopolip merupakan resiko tinggi terhadap karsinoma. Pada kasus 
demikian harus dipertimbangkan tindakan kolektomi. Tujuannya adalah 
mencegah terjadinya karsinoma (preventif) dan menghindari penyakit 
yang sering berulang-ulang. Karsinoma yang timbul sebagai komplikasi 
colitis ulserosa sifatnya lebih ganas, cepat tumbuh dan metastasis. 
9 
2.5. Patologi 
Pada umumnya, dalam perjalanan penyakit, pertumbuhan adenokarsinoma usus 
besar sebelah kanan dan kiri berbeda. Adenokarsinoma usus besar kanan (caecum, 
colon ascenden, transversum sampai batas flexura lienalis), tumor cenderung tumbuh 
eksofitik atau polipoid. Pada permulaan, massa tumor berbentuk sesil, sama seperti 
tumor colon kiri. Akan tetapi kemudian tumbuh progresif, bentuk polipoid yang mudah 
iritasi dengan simtom habit bowel: sakit di abdomen yang sifatnya lama. Keluhan 
sakit, sering berkaitan dengan makanan/minuman atau gerakan peristaltik dan kadang-kadang 
disertai diare ringan. Berat badan semakin menurun dan anemia karena adanya 
perdarahan kecil tersembunyi. Konstipasi jarang terjadi, mungkin karena volum colon 
kanan lebih besar. Suatu saat dapat dipalpasi massa tumor di rongga abdomen sebelah 
kanan. 
Karsinoma usus besar kiri (colon transversum batas flexura lienalis, colon 
descenden, sigmoid dan rectum) tumbuh berbentuk cincin menimbulkan napkin-ring. 
Pada permulaan, tumor tampak seperti massa berbentuk sesil, kemudian tumbuh 
berbentuk plak melingkar yang menimbulkan obstipasi. Kemudian bagian 
tengahmengalami ulserasi yang menimbulkan simtom diare, tinja campur lendir dan darah, 
konstipasi dan tenesmus mirip dengan sindrom disentri.
10 
2.6 Histologi 
Pada penelitian mengenai gambaran histologi kanker kolorektal dari tahun 
1998-2001 di Amerika Serikat yang melibatkan 522.630 kasus kanker kolorektal. 
Didapatkan gambaran histopatologis dari kanker kolorektal sebesar 96% berupa 
adenocarcinoma, 2% karsinoma lainnya (termasuk karsinoid tumor), 0,4% epidermoid 
carcinoma, dan 0,08% berupa sarcoma. Proporsi dari epidermoid carcinoma, mucinous 
carcinoma dan carcinoid tumor banyak diketemukan pada wanita. Secara keseluruhan, 
didapatkan suatu pola hubungan antara tipe histopatologis, derajat differensiasi dan 
stadium dari kanker kolorektal. Adenocarcinoma sering ditemukan dengan derajat 
differensiasi sedang dan belum bermetastase pada saat terdiagnosa, signet ring cell 
carcinoma banyak ditemukan dengan derajat differensiasi buruk dan telah bermetastase 
jauh pada saat terdiagnosa, lain pula pada carcinoid tumor dan sarcoma yang sering 
dengan derajat differensiasi buruk dan belum bermetastase pada saat terdiagnosa, 
sedangkan small cell carcinoma tidak memiliki derajat differensiasi dan sering sudah 
bermetastase jauh pada saat terdiagnosa. 
Dari 201 kasus kanker kolorektal periode 1994-2003 di RS Kanker Dharmais 
(RSKD) didapatkan bahwa tipe histopatologis yang paling sering dijumpai adalah 
adenocarcinoma [diferensiasi baik 48 (23,88%), sedang 78 (38,80%), buruk 45 
(22,39%)], dan yang jarang adalah musinosum 19 (9,45%) dan signet ring cell 
carcinoma 11 (5,47%). Berbagai varian gambaran histopatologi kanker kolorektal 
berdasarkan klasifikasi World Health Organization: 
- Mucinous adenocarcinoma 
- Signet ring cell adenocarcinoma 
- Adenoskuamous carcinoma
11 
- Squamous carcinoma 
- Choriocarcionma 
- Medullary carcinoma10 
2.7 Manifestasi klinis 
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan 
suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian 
kanan (caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan 
arteri mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon 
transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Tanda dan 
gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama pasien 
dengan kanker kolorektal berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor. 
a. Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta isi fecal 
ialah air. Karena fitur anatomisnya, karsinoma kolon kanan dapat tumbuh besar 
sebelum terdiagnosa. Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah 
makroskopis sering tidak tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah 
samar. Pasien dapat mengeluh ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah 
makan dan sering salah diagnosa dengan penyakit gastrointestinal dan kandung 
empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan berkemih. 
b. Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi feses 
ialah semisolid. Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen 
yang menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau peningkatan 
frekuensi BAB. Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif. Feses 
dapat diliputi atau tercampur dengan darah merah atau hitam. Serta sering keluar 
mukus bersamaan dengan gumpalan darah atau feses. 
Pada kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia. Perdarahan 
seringkali terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus. Pada 
pasien dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau tua, walaupun ada 
hemoroid, kanker tetap harus dipikirkan. 
Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika 
ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar 
penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker 
kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan 
diagnosis secara cepat dan penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin 
mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar, kram perut dan perut yang menegang.
Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis 
kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga 
dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut 
divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat 
menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat 
menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya 
merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon. 
Gambar Distribusi kanker kolorektal menurut lokasi sebanyak 73% dapat dideteksi 
dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi (data unit endoskopi, Divisi Departemen 
Ilmu penyakit Dalam FKUI/RSCM,Jakarta 2005) 
12 
 Gejala-gejala yang timbul pada karsinoma kolorektal 
a. Kolon kanan : 
- Kelemahan yang tidak dapat dijelaskan / anemia 
- Tes darah samar pada feses 
- Gejala dispepsia 
- Ketidaknyamanan abdomen kanan persisten 
- Teraba massa abdominal 
b. Kolon kiri : 
- Gangguan pola buang air besar 
- Darah makro pada feses 
- Gejala obstruksi 
c. Rektum : 
- Pendarahan per rektal
13 
- Gangguan pola buang air 
- Adanya sensasi tidak lampias 
- Teraba tumor intrarectal 
KOLON KANAN KOLON KIRI REKTUM 
ASPEK KLINIS Kolitis Obstruksi Proktitis 
NYERI Karena penyusupan Obstruksi Obstruksi 
DEFEKASI Diare/diare berkala Konstipasi progresif Tenesmi terus menerus 
OBSTRUKSI Jarang Hampir selalu Hampir selalu 
DARAH PADA 
Samar Samar/makroskopik Makroskopik 
FESES 
FESES Normal/diare berkala Normal Perubahan bentuk 
DISPEPSIA Sering Jarang Jarang 
ANEMIA Hampir selalu Lambat Lambat 
MEMBURUKNYA 
Hampir selalu Lambat Lambat 
KEADAAN UMUM 
Tabel gambaran klinis karsinoma kolorektal 
Staging tumor menurut TNM 
Prognosis dari pasien dari pasien kanker kolorektal berhubungan dengan 
dalamnya penetrasi tumor ke dinding kolon, keterlibatan kelenjar getah bening 
regional atau metastasis jauh. Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan 
sistem staging yang awalnya diperhatikan oleh Dukes. 
Dan diaplikasi dalam metode klasifikasi TNM dalam hal ini, T menunjukkan 
kedalaman penetrasi tumor, N menandakan keterlibatan kelenjar getah bening dan M 
ada tidaknya metastase jauh. 
Lesi superfisial yang tidak mencapai lapisan muskularis atau kelenjar getah 
bening (KGB) dianggap sebagai stadium A (T1N0M0). Bila tumor yang masuk lebih 
dalam namun tidak menyebar ke KGB dikelompokkan sebagai stadium B1 (T2N0M0). 
Bila tumor terbatas sampai lapisan muskularis disebut stadium B2 (T3N0M0). Bila 
tumor menginfiltrasi serosa dan KGB disebut stadium C (TXN1M0),bila terdapatstatus 
anak sebar di hati, paru, atau tulang mempertegas stadium D (TXNXM1). Bila status 
metastasis belum dapat dipastikan maka sulit menentukan stadium. Oleh karena itu, 
pemeriksaan mikroskopik terhadap spesimen bedah sangat penting dalam menentukan 
stadium. Umumnya rekurensi kanker kolorektal terjadi dalam 4 tahun setelah
pembedahan sehingga harapan hidup rata-rata 5 tahun dapat menjadi indikator 
kesembuhan. Indikator buruknya prognosis prognosis kanker kolorektal setelah 
menjalani operasi. 
Kanker kolorektal umumnya menyebar ke kelenjar getah bening regional atau 
ke hati melalui sirkulasi vena portal. Hati merupakan organ yang paling sering 
mendapat anak sebar kelenjar getah bening. Sepertiga kasus kanker kolorektal yang 
rekuren disertai metastase ke hati dan duapertiga pasien kanker kolorektal ditemukan 
metastase ke hati pada waktu meninggal. Kanker kolorektal jarang bermetastasis ke 
paru. KGB superklavikula tulang atau otak tanpa ditemukan anak sebar di hati 
terlebih dahulu. Pengecualian terjadi bilamana tumor dapat terletak di distal rektum, 
sel tumor dapat menyebar melalui pleksusvena paravertebra kemudian dapat 
mencapai paru atau KGB superklavikula tanpa melalui sistem vena porta. Rata-rata 
harapan hidup setelah ditemukan metastase berkisar 6 – 9 bulan (hepatomegali dan 
gangguan pada hati) atau 20-30 bulan (nodul kecil di hati yang ditandai oleh 
peningkatan CEA dan gambaran CT-scan). 
14 
 T – Tumor primer 
 Tx: Tumor primer tidak dapat dinilai 
 T0: Tidak ada tumor primer 
 Tis: Karsinoma insitu, invasi lamina propia atau intraepitelial 
 T1: Invasi tumor di lapisan sub-mukosa 
 T2: Invasi tumor di lapisan otot propria 
 T3: Invasi tumor melewati otot propria ke subserosa atau masuk ke 
perikolik yang tidak dilapisi peritoneum atau perirektal 
 T4: Invasi tumor terhadap organ/struktur sekitarnya dan/atau 
peritoneum viseral.
15 
Gambar 2.9 Gambaran kedalaman tumor 
 N – Kelenjar limfe regional 
 Nx: Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai 
 N0: Tidak didapatkan kelenjar limfe regional 
 N1: Metastase di 1 – 3 kelenjar limfe perikolik atau perirektal 
 N2: Metastase di 4 atau lebih kelenjar limfe perikolik atau perirektal 
 N3: Metastase pada kelenjar limfe sesuai nama pembuluh darah dan 
atau pada kelenjar apikal (bila diberi tanda oleh ahli bedah). 
 M – Metastase jauh 
 Mx: Metastase jauh tidak dapat dinilai 
 M0: Tidak ada metastase jauh 
 M1: Terdapat metastase jauh6 
Stadium Deskripsi 
histopatologis 
Bertahan 5 
Dukes TNM Derajat tahun (%) 
A T1N0M0 I Kanker terbatas 
padamukosa/submukosa 
>90 
B1 T2N0M0 I Kanker mencapai 
muskularis 
85 
B1 T3N0M0 II Kanker cenderung 
masuk atau melewati 
lapisan serosa 
70-80 
C TxN1M0 III Metastasis 35-65 
D TxNxM1 IV 5 
Tabel stadium dan Prognosis Kanker Kolorektal
16 
2.8 Pemeriksaan 
 Pemeriksaan penyaring pada kanker kolorektal (CRC): 
Resiko Prosedur Onset Frekuensi 
Resiko rendah 
- Asimptomatik 
- Tidak ada kerabat 
tingkat 1 yang kena 
Tes darah samar 
(TSD), fleksibel 
sigmoidoskopi (FS) 
Kolonoskopi, barium 
enema dan 
proctosigmoidoscopy 
50 
50 
TDS tiap tahun 
FS tiap 5 tahun 
Tiap 5-10 tahun 
Resiko menengah 
- CRC pada kerabat 
tingkat 1,usia < 55th 
atau > 2 keluarga 
tingkat pertama 
terkena 
- CRC pada keluarga 
tingkat pertama, 
usia > 55 th 
- Riwayat polip 
kolorektal besar > 
1cm atau multipel 
- Riwayat CRC 
setelah reseksi 
Kolonoskopi 
Kolonoskopi 
Kolonoskopi 
Kolonoskopi 
40 atau 10 tahun 
sebelum kasus CRC 
termuda 
50 atau 10 tahun 
sebelum kasus CRC 
termuda 
1 tahun setelah 
polipektomi 
1 tahun setelah reseksi 
Setiap 5 tahun 
Setiap 5 – 10 tahun 
Jika rekuren, tiap 
tahun. Jika tidak, tiap 5 
tahun 
Jika normal 3 th, bila 
tetap normal tiap 5 
tahun. Jika abnormal, 
tiap 5 tahun 
Resiko tinggi 
- FAP 
- HNPCC 
- IBD 
FS, pemeriksaan 
genetik 
Kolonoskopi, 
pemeriksaan genetik 
Kolonoskopi 
12-14 tahun ( pubertas) 
21-40 tahun 
40 tahun 
8-15 tahun 
Tiap 2 tahun 
Tiap 2 tahun 
Tiap tahun 
Tiap 2 tahun 
Tabel screening pada tiap resiko
17 
a. Tes darah samar 
Pada suatu studi kontrol pada universitas di Minnesota, didapatkan 
kesimpulan bahwa tes darah samar sebagai tes penyaring dapat 
mengurangi mortalitas CRC sebanyak 33% dan metastasis sebanyak 50%. 
Tetapi tes darah samar tidak selalu sensitif dan terlewat sampai 50% kasus. 
Spesifitas pemeriksaan ini rendah, 90% pasien dengan tes ini positif tidak 
memiliki CRC. Tes ini baru signifikan bila dilakukan kolonoskopi setelahh 
tes darah samar positif. Jadi, tes darah samar dilakukan dan 
direkomendasikan bagi pasien asimptomatik. 
b. Rigid Proctoscopy 
Proctoscopy digunakan untuk mengevaluasi kanal anal, rektum dan 
kolon sigmoid. Proctoscope pendek, lurus, rigid, dengan pipa metal dan 
biasanya terdapat cahaya diatasnya. Panjangnya sekitar 15cm. Proctoscope 
dilubrikasi dan dimasukan ke dalam rektum, kemudian obturator 
disingkirkan dan terlihat bagian interior dari rektum. Prosedur ini biasa 
digunakan untuk menginspeksi hemoroid atau polip rektum. 
Studi kasus kontrol memperlihatkan adanya penurunan resiko 
kematian pada kanker rektal dengan skrining melalui rigid proctoskopi 
walaupun resiko kematian kanker kolon tidak dipengaruhi. Akan tetapi, 
dikarenakan adanya limitasi jangkauan,maka proctoskopi ini hanya sedikit 
dicantumkan dalam program skrining modern ini. 
Gambar Proctoscopy
18 
c. Flexible Sigmoidoscopy 
Skrining dengan fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun 
menyebabkan penurunan mortalitas CRC dan mengidentifikasi individu 
resiko tinggi dengan adenoma. Pada pasien dengan polip, kanker atau 
lainnya pada fleksibek sigmoidoskopi maka memerlukan kolonoskopi. 
d. Colonoscopy 
Kolonoskopi sekarang ini merupakan metode yang akurat dan 
paling baik digunakan dalam pemeriksaan usus besar. Prosedur ini sangat 
sensitif dalam mendeteksi polip kecil sekalipun dan dapat dilakukan 
biopsi, polipektomi, mengontrol pendarahan dan dilatasi striktur. Akan 
tetapi, pemeriksaan ini memerlukan persiapan usus dan menyebabkan 
ketidaknyamanan karena memerlukan sedasi. Kolonoskopi dilakukan 
dengan bantuan endoskopi. Komplikasi utama setelah kolonoskopi ialah 
perforasi dan pendarahan, namun sangat kecil. 
Gambar kolonoskopi dan sigmoidoskopi 
e. Barium enema kontras 
Kontras barium enema juga sensitif dalam mendeteksi polip > 1cm 
yaitu sekitar 90%. Akan tetapi, tidak ada studi yang membuktikan 
efikasinya dalam skrining populasi besar. Akurasi paling tinggi pada kolon 
proksimal, akan tetapi dapat juga digunakan pada kolon sigmoid bila ada 
divertikulosis signifikan. Untuk alasan ini, maka barium enema
dikombinasikan dengan fleksibel sigmoidoskopi sebagai skrining. 
Kerugian pada metode ini ialah memerlukan persiapan pada usus. 
Kolonoskopi juga dilakukan bila ditemukan lesi. 
19 
f. CT Colonografi 
Kemajuan teknologi sekarang ini menghasilkan sesuatu yang tidak 
invasif tetapi akurasi tinggi. CT colonografi mengggunakan teknologi CT 
helik dan rekonstruksi 3 dimensi untuk menggabarkan kolon intraluminal. 
Pasien membutuhkan persiapan usus. Kolon diisi dengan udara lalu 
dilakukan CT. Kolonoskopi tetap dibutuhkan bila terdetteksi lesi. 
CT Colonography (CTC) yang juga populer dengan istilah “Virtual 
Colonography” merupakan pengembangan dari teknologi multipel helical 
(multi- slice) CT Scan yang dapat menghasilkan gambaran interior kolon 
dalam dua atau tiga dimensi. CTC memiliki radiasi exposure yang rendah 
dan tidak invasif, tapi tidak bisa melakukan biopsi dan polipektomi. 
Persiapan pemeriksaan CTC hampir sama dengan kolonoskopi yaitu 
membersihkan usus besar dengan bahan laksan, ditambah memasukkan 
udara kedalam kolon melalui kateter rektal. Pemeriksaan dilakukan pada 
posisi supinasi dan pronasi serta tidak membutuhkan sedasi. Penelitian 
meta- analisis mengatakan bahwa CTC memiliki sensitifitas dan 
spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm, yaitu 88% 
dan 95%. Penelitian lainnya CTC dengan 4-detector-row scanners 
menghasilkan sensitifitas 82%-100% dan spesifisitas 90%-98% untuk 
mendeteksi polip ukuran > 10mm. CTC juga memiliki resiko terjadinya 
perforasi dan dilaporkan hanya 1/22.000 pemeriksaan. 
 Pemeriksaan fisik 
Pemeriksaan fisik penting dalam menentukan penyakit lokal, 
mengidentifikasi emtastase dan mendeteksi sistem organ lain yang turut 
berperan dalam pengobatan. Area supraclavicula harus dipalpasi untuk 
memeriksa adanya kelenjar yang mengalami metastase. Pemeriksaan abdomen 
dimulai dari inspeksi yaitu melihat adanya bekas operasi, penonjolan massa, 
kontur usus yang mungkin dapat terlihat ( darm kontur, darm steifung). 
Palpasi dilakukan untuk meraba adanya massa, pembesaran hepar, asites atau
nyeri tekan pada abdomen. Bila teraba massa disebutkan lokasi, diameter, 
mobilitas atau melekat pada jaringan, konsistensi, batas jelas atau tidak. 
Perkusi normal pada abdomen ialah timpani. Bila terdapat masssa maka 
perubahan suara menjadi redup. Pada auskultasi didengarkan bising usus. 
Pada kanker rektal distal, dapat dirasakan massa yang rata, keras, oval 
atau melingkar dengan depresi pada sentral. Bila meluas, harus ditentukan 
ukuran dan derajat perlekatan jaringan. Pada pemeriksaan RT, maka dapat 
didapatkan darah pada sarung tangan. 
20 
 Pemeriksaan penunjang 
Keberadaan kanker kolorektal dapat dikenali dari beberapa tanda 
seperti: anemia mikrositik, hematoskezia, nyeri perut, berat badan turun atau 
perubahan defekasi. Oleh sebab itu perlu segera dilakukan pemeriksaan 
endoskopi atau radiologi. Temuan darah samar di feses memperkuat dugaan 
neoplasia namun bila tidak dapat menyingkirkan lesi neoplasma. 
a. Laboratorium 
Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon 
memberikan hasil normal. Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah 
urinalisis, hitung leukosit dan hemoglobin. Pemeriksaan lain yang dapat 
diperiksa sesuai dengan indikasinya ialah protein serum, kalsium, 
bilirubin, alkali fosfatase dan kreatinin. Pendarahan intermitten dan polip 
besar dapat dideteksi melalui darah sama feses atau defesiensi Fe. 
Petanda tumor yang paling banyak digunakan untuk keganasan 
kolorektal Carcinoembryonic antigen (CEA) yaitu sebuah glikoprotein 
yang ditemukan pada sel membran banyak jaringan tubuh termasuk CRC. 
Beberapa antigen masuk ke dalam sirkulasi dan dideteksi dengan 
radioimunnoassay serum. CEA dapat terdeteksi di berbagai cairan tubuh, 
urin dan feses. Peningkatan serum CEA tidak spesifik berhubungan 
dengan kanker kolorektal. Kadar CEA tinggi pada 70% pasien dengan 
kanker usus besar. CEA tidak dapat digunakan sebagai prosedur screening 
tetapi akurat sebagai diagnosis CEA residif.
21 
b. Pemeriksaan Radiologi 
Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu 
mendeteksi 50% polip kolon dengan spesifitas 85%. Terdapat gambaran 
pasase kontras, jenis bagian rektosigmoid sering sulit untuk divisualisasi 
meskipun bila dibaca oleh ahli radiologi senior. Oleh karena itu, 
pemeriksaan rektosigmoidoskopi masih diperlukan. 
Bilamana ada lesi yang mencurigakan, pemeriksaan kolonoskopi 
diperlukan untuk biopsi. Pemeriksaan lumen barium teknik kontras ganda 
merupakan alternatif lain untuk kolonoskopi namun pemeriksaan ini sering 
tidak bisa mendeteksi lesi berukuran kecil. Enema barium cukup efektif 
untuk memeriksa bagian kolon di balik striktur yang tak terjangkau dengan 
pemeriksaan kolonoskopi.Persiapan dan pemeriksaan barium enema 
Persiapan: 
 Penderita diberi makan bubur kecap 1 hari sebelumnya 
 10 -12 jam sebelum pemeriksaan penderita diberi Laxans 
 Segera setelah akan diperiksa diberi Laxans 
 Kontras yang dipakai yaitu Barium sulfat. 
 Bubur barium 1:4, 1:5, 1:6. 
Gambaran normal: 
 Pasase lancar (gambaran haustre) 
 Refluks kontras ke dalam ileum 
 Post evakuasi: feather like appereance 
Gambar barium enema normal
22 
Gambaran radiologis karsinoma kolon: 
 Gangguan pasase kontras 
 Jenis ekstraluminar: pendorongan lumen 
 Jenis intraluminar: mukosa kasar + filling defect 
Karsinoma kolon kiri : filling defek, biasanya 2-6 cm dengan konfigurasi apple 
core. Karsinoma kolon kanan : konstriksi atau massa intrluminal5 
Gambar karsinoma anular kolon sigmoid 
Gambaran radiologis polip: 
 Khas pada post evakuasi terdapat gambaran radiolusen yang 
berbentuk multipel 
Gambar gambaran polip pada barium enema Gambar peduncaled polyp 
Gambaran radiologis karsinoma rektum: 
 Gambaran pasase kontras 
 Tergantung jenisnya:
23 
- Pendorongan : kelainan bentuk dan anatomis 
- Filling defect : mukosa tidak rata 
2.9 Diagnosis 
Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, 
pemeriksaan fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan 
kontras ganda. Pemeriksaan ini sebaiknya di lakukan setiap 3 tahun untuk usia 
diatas 45 tahun. Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi 
anatomi. 
Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk kemungkinan 
tekanan ureter kiri atau infiltrasi ke kandung kemih, serta hati dan paru untuk 
metastasis. 
2.10. Tata laksana 
2.10.1. Kanker kolon 
Tata laksana yang dapat diberikan ialah reseksi operasi luas dari lesi dan 
drainase regional limfatik. Reseksi dari tumor primer tetap diindikasikan 
walaupun telah terjadi metastase. Abdomen dibuka dan dieksplorasi adakah 
metastase. Tujuan terapi karsinoma kolon ialah mengeluarkan tumor dan suplai 
limfovaskular. Reseksi dari usus tergantung dari pembuluh darah yang 
mengaliri bagian kanker tersebut. Organ atau jaringan penyokong seperti 
omentum nyga harus direseksi en blok dengan tumor. Bila seluruh tumor tidak 
dapat diangkat, maka dibutuhkan terapi paliatif. Anastomosis dilakukan 
diawali dengan irigasi usus dengan normal solusio saline atau povidon idodin 
yang diharapkan sel tumor dalam lumen dapat tercuci atau dihancurkan. 
Adanya kanker synchronous atau adenoma atau riwayat keluarga yang 
kuat terhadap CRC mengindikasikan seluruh kolon beresiko terhadap 
karsinoma ( field defect) dan harus dilkukan subtotal atau total kolektomi. 
Kanker synchronous ialah adanya lebih dari 2 kanker secara bersamaan. 
Metachronous tumor ( reseksi baru pada pasien yang telah direseksi 
sebelumnya) juga diterapi serupa. 
Apabila terdapat metastase tidak terprediksi sebelumnya saat dilakukan 
laparotomi, maka tumor primer harus direseksi bila dapat dilakukan dan aman. 
Selanjutkan dilakukan anaastomosis. Pada tumor yang tidak dapat direseksi,
maka dilakukan prosedur paliatif dan membutuhkan proksimal stoma atau 
bypass. 
24 
a. Stage 0 ( Tis, N0,M0) 
Polip yang mengandung carcinoma in situ/ high grade 
dysplasia tidak memiliki resiko metastasis nodus limfatikus. Akan 
tetapi, high grade dysplasia meningkatkan resiko karsinoma 
invasif. Karena alasan ini, maka polip dieksisi lengkap dan 
batasnya harus bebas dari displasia.polip bertangkai harus 
dilepaskan secara komplit secara endoskopi. Pada pasien iini, 
diikuti dengan kolonoskopi teratur yang memastikan bahwa polip 
tidak rekuren dan tidak terbentuk karsinoma invasif. Apabila polip 
tidak dapat diangkat se`luruhnya, maka dilakukan reseksi 
segmental. 
d. Stage I: Malignant Polyp (T1, N0, M0) 
Pengelolaan polip malignant didasarkan atas resiko rekurensi dan 
metastasis ke kelenjar getah bening. Metastase ke kelenjar getah bening 
berdasarkan kedalaman invasi polip. Pada invasi limfovaskular, 
histologi diferensiasi buruk dapat dilkakukan segmental kolektomi. 
e. Stages I and II: Localized Colon Carcinoma (T1-3, N0, M0) 
Mayoritas pasien dengan stadium 1 dan 2 dapat disembuhkan 
dengan operasi reseksi. Beberapa pasien dengan reseksi komplit stadium 
1 dapat berkembang rekurensi lokal atau jauh dan kemoterapi tidak 
meningkatkan survival pasien ini. Sebanyak 46% pasien dengan reseksi 
komplit stadium 2 dapat beresiko kematian. Untuk alasan ini, 
kemoterapi ajuvan disarankan untuk beberapa pasien ( pasien muda dan 
resiko tinggi). 
f. Stage III: Lymph Node Metastasis (Tany, N1, M0) 
Pasien dengan keterlibatan kelenjar getah bening merupakan resiko 
yang tinggi terhadap rekurensi. Oleh karena itu, direkomendasikan 
ajuvan kemoterapi rutin pada pasien ini. Regimen yang digunakan ialah 
5- Flourouracil dengan levamisole atau leukovorin emngurangi 
rekurensi dan meningkatkan angka ketahanan hidup. Agen kemoterapi
yang baru ialah as capecitabine, irinotecan, oxaliplatin, angiogenesis 
inhibitors, dan immunotherapy. 
25 
g. Stage IV: Distant Metastasis (Tany, Nany, M1) 
Angka survival sangat terbatas pada stadium ini. Pasien dengan 
penyakit sistemik, sebanyak 15% akan bermetastase ke hati. Pada 
stadium ini, sebanyak 20% potensial reseksi untuk sembuh. Angka 
survival pada pasien reseksi ini menignkat bila dibandingkan dengan 
pasien yang tidak direseksi. Semua pasien membutuhkan kemoterapi 
ajuvan. Pasien yang tidakdioperasi difokuskan untuk paliatif terapi. 
Terapi paliatif yang digunakan ialah stenting untuk lesi obstruksi kolon 
kiri. 
 Reseksi kolorektal 
Reseksi kolorektal dilakukan pada kondisi bervariasi termasuk 
neoplasma ( jinak dan ganas), inflamatori bowel disease dan kasus lain. 
 Reseksi 
Secara umum, ligasi proksimal mesenterik akan mengelimnasi 
aliran darah pada bagian kolon lebih besar dan membutuhkan kolektomi. 
Reseksi kurativ dari CRC dicapai dengan ligasi PD mesenterika proksimal 
dan pembersihan kelenjar getah bening mesenterika secara radikal. Pada 
reseksi proses benign, tidak diperlukan reseksi mesenterika dan omentum 
dapat tetap dipertahankan. 
 Emergensi reseksi 
Reseksi jenis ini digunakan dalam kasus obstruksi, perforasi dan 
hemoragi. Pada keadaan ini, usus tidak ada persiapan dan kondisi pasien 
tidak stabil. Pada reseksi kolon kanan atau proksimal tranversal, anastomsosi 
oleocolonic dapat dilakukan. 
 Reseksi laparoskopik 
Keuntungan dari laparoskopik ialah baik secara kosmetik, mengurangi 
nyeri post operasi dan pemulihan usus yang lebih cepat. Reseksi usus besar 
secara laparoskopik membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding operasi 
secara terbuka.
26 
Gambar reseksi kolon berdasarkan tumor primer 
 Anastomosis 
Anastomosis dapat dibentuk melalui 2 segemen usus. Teknik yang 
digunakan dapat berupa handsewn atau stapled. 
Jenis anastomosis : 
1. End to end 
Dilakukan ketika 2 segmen usus dengan kaliber yang sama. 
Teknik ini terutama dilakukan pada reseksi rektum, tetapi dapat 
digunakan dalam kolostomi atau anastomosis usus kecil. 
2. End to side 
Digunakan bila salah satu bagian usus lebih besar dari lainnya. 
Teknik ini dilakukan pada obstruksi kronik. 
3. Side to end 
Dilakukan ketika usus proksimal lebih kecil daripada bagian 
distalnya.
27 
4. Side to ide 
Dilakukan bila menyambung kontinuitas diantara 2 pembuluh 
darah atau segmens usus dimana tempat terakhirnya telah ditutup. 
End to end End to side 
Side to side 
Gambar 2. 17 Anastomosis 
 Colostomy 
Bentuk kolostomi yang sering digunakan ialah end kolostomi 
dibanding dengan loop kolostomi. Kolostomi dibuat pada sisi kiri kolon. 
Defek pada dinding abdomen dibuat dan akhir dari kolon dimobilisasi 
melalui lubang itu. Usus bagian distal yang dikeluarkan melalui dinding 
abdomen sebagai mucus fistula atau di dalam abdomen sebagai hartmann’s 
pouch. Penutupan kolostomi membutuhkan laparotomi. Stoma didiseksi 
dari dinding abdomen dan odentifikasi usus distal, kemudian dilakukan 
anastomosis end to end. 
Komplikasi dari nekrosis dapat terjadi pada masa awal post operasi 
dikarenakan terganggunya suplai darah. Retraksi juga dapat terjadi, tapi 
kolostomi lebih sedikit beresiko.
28 
Gambar kolostomi 
2.10.2.Kanker rektum 
Biologis dari adenokarsinoma rekal sama dengan adenokarsinoma kolon 
dan prinsip operasi ialah reseksi komplit dari tumor primer, kelenjar getah 
bening dan organ apapun yang terkena. Akan tetapi diakrenakan struktur dari 
pelvis maka reseksi lebih sulit dan membutuhkan pendekatan lain. Rekurensi 
lebih tinggi dibanding dengan kanker kolon dengan stadium yang sama. Akan 
tetapi, tumor rektum lebih sensitif dengan radiasi. 
a. Terapi lokal 
Sepanjang 10 cm distal dari rektum dapat dijangkau melalui anus. 
Karena itulah, beberapa terapi dilakukan secara lokal. Untuk jenis yang 
benign, noncircumferential dan adenoma villous dilakukan dengan baik 
dengan eksisi transanal. Akan tetapi rekurensi tinggi walau dengan terapi 
kemoradiasi. Transanal endoscopic microsurgery (TEM) dioperasikan 
dengan menggunakan proctoscope dan alat-alat serupa dengan laparoskopi 
yang membuat eksisi lokal dapat dilakukan pada tempat yang lebih tinggi 
yaitu sekitar 15 cm. Lokal eksisi harus diikuti dengan eksisional biopsi. 
Teknik ablasi seperti elektrokauter atau radiasi endocavitary juga 
dapat digunakan. Kerugian dari teknik ini ialah tidak dapat diambilnya 
spesimen patologis untuk diketahui stadiumnya. Teknik ini digunakan pada
individu dengan resiko tinggi yang tidak dapat mentoleransi terapi radikal 
lainnya. 
29 
b. Reseksi radikal 
Reseksi radikal lebih dipilih dibanding terapi lokal untuk banyak 
kasus karsinoma rektal. Reseksi radikal mengangkat segmen yang terkena 
bersama dengan limfovaskularnya. 
Total mesorektal excision (TME) adalah teknik yang menggunakan 
diseksi tajam untuk menghasilkan reseksi total dari mesenterium rektal. 
Untuk tumor rektosigmoid, eksisi partial mesorektal paling tidak sepanyak 
cm distal dari tumor. TME menurunkan rekurensi dan meningkatakan 
survival. Teknik ini hanya sedikit dari yang hilang dibanding dengan 
operasi tajam. 
c. Terapi spesifik stadium 
Sebelum dilakukan terapi dilakukan ultrasound endorektal untuk 
mengetahui T dan N dari kanker rektum. USG ini baik untuk mengetahui 
kedalaman tumor namun kurang akurat dalam diagnosis keterlibatan nodus 
limfatikus. 
 Stage 0 (Tis, N0,M0) 
Karsinoma in situ ( displasia tingkat tinggi) secara ideal diterapi dengan 
eksisi lokal. 
 Stage I: Localized Rectal Carcinoma (T1-2, N0, M0) 
Karsinoma invasif yang berasal dari polip pedunkulated hanya memiliki 
< 1% resiko metastasis. Terapi yang dapat dilakukan ialah polipektomi. 
Terapi lokal dapat dilakukan namun angka rekurensi tinggi. Untuk 
alasan ini, maka dilakukan reseksi radikal. 
 Stage II: Localized Rectal Carcinoma (T3-4, N0, M0) 
Tumor rektum yang besar sering terjadi lagi. Ada 2 pendapat untuk 
mencegah rekurensi yaitu tidak diperlukannya kemoradiasi ajuvan 
setelah dilakukan TME untuk stadium 1,2 dan 3. Pendapat lainnya ialah 
diperlukannya kemoradiasi. Keuntungan kemoradiasi preoperasi ialah 
pengecilan ukuran tumor, mereseksi menjadi lebih mudah. Kerugiannya
ialah overtreatment dari tumor masa awal, penundaan penyembuhan 
uka dan fibrosis pelvis. 
30 
 Stage III: Lymph Node Metastasis (Tany, N1, M0) 
Banyak pendapat yang menyarankan kemoterapi dan radiasi pre 
atau post operasi untuk kanker rektal dengan keterlibatan kelenjar getah 
bening. Keuntungan dan kerugian sama seperti yang diungkapkan di 
atas. Untuk alasan ini, pasien diterapi dengan neoajuvan terapi diikuti 
dengan reseksi radikal. 
 Stage IV: Distant Metastasis (Tany, Nany, M1) 
Sama seperti stadium 4 karsinoma kolon, angka harapan hidup 
terbatas dengan pasien metastasis. Metastasis ke hepar jarang namun 
bila ada reseksi dapat menyembuhkan untuk beberapa pasien. 
Kebanyakan pasien memerlukan terapi paliatif. Reseksi radikal dapat 
digunakan untuk mengontrol nyeri, perdarahan atau tenesmus. Terapi 
lokal dengan kauter atau laser digunakan untuk mengontrol perdarahan 
atau mencegah obstruksi. Intraluminal stent berguna untuk mencegah 
obstruksi namun sering menyebabkan nyeri dan tenesmus. 
2.10.3. Sistemik kemoterapi 
Tulang punggung regimen kemoterapi untuk kanker kolon ialah 5- 
Flourouracil sebagai terapi ajuvan maupun metastase. Dahulu, dinyatakan 
pendapat bahwa regimen kombonasi menyediakan peningkatan efikasi dan 
angka harapan hidup pasien. Selain 5-Florourasil, terdapat capecitabine dan 
tegafur yang digunakan sebagai monoterapi atau kombonasi dengan oxalipatin 
dan irinotecan. 
Regimen untuk ajuvan kemoterapi : 
 5-Fluorouracil + leucovorin 
o 5-Fluorouracil: 500 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu 
o Leucovorin: 20 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu, diberikan 
sebelum 5-FU 
o Siklus diulang setiap 8 minggu untuk total 24 minggu
31 
 LV5FU2 (de Gramont regimen) 
o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV continuous 
infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2 
o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion 
sebelum 5-fluorouracil 
o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu 
 Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX4) 
o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1 
o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV continuous 
infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2 
o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion 
sebelum 5-fluorouracil 
o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu 
Regimen untuk metastasis : 
 Irinotecan + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFIRI regimen) 
o Irinotecan: 180 mg/m2 IV pada hari 1 
o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus pada hari 1, diikuti dengan 2400 
mg/m2 IV continuous infusion untuk 46 jam 
o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5- 
fluorouracil 
o Mengulang siklus setiap 2minggu 
 Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX6) 
o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1 
o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus on day 1, diikuti dengan 2400 
mg/m2 IV continuous infusion untuk 46 jam 
o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5- 
fluorouracil 
o Mengulang siklus setiap 2minggu 
 Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (mFOLFOX7) 
o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1 
o 5-Fluorouracil: 3000 mg/m2 IV continuous infusion pada hari 1 untuk 
46 jam
o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5- 
32 
fluorouracil 
o Mengulang siklus setiap 2minggu 
 Capecitabine + oxaliplatin (XELOX) 
o Capecitabine: 850-1000 mg/m2 PO terbagi 2 dosis pada hari 1-14 
o Oxaliplatin: 100-130 mg/m2 IV pada hari 1 
o Mengulang siklus setiap 21 hari 
 FOLFOX4 + bevacizumab 
o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1 
o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti dengan 600 mg/m2 IV 
continuous infusion pada hari 1 dan 2 
o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5- 
fluorouracil 
o Bevacizumab: 10 mg/kg IV setiap 2 minggu 
o Mengulang siklus setiap 2 minggu 
2.10.4. Agen biologis 
Bevacizumab ( Avastin) merupakan obat antiangiogenesis pertama 
yang diindikasikan untuk kanker kolorektal metastasis. Ini meripakan antibodi 
monoklonal untuk vascular endothelial growth factor (VEGF) dan 
meningkatkan survival bila ditambahkan pada kemoterapi. Agen biologis lain 
yang telah direkomendasikan ialah epidermal growth factor receptor ( EGFR). 
Nama obat untuk golongan ini ialah Cetuximab yang digunakan sebagai 
monoterapi atau kombinasi dengan irinotecan pada pasien kanker kolorektal 
yang refrakter dengan 5-FU dan oxalipatin. Panitumumab adalah antibodi 
monoklonal human dan diindikasikan untuk monoterapi bila kombinasi gagal. 
Lini pertama untuk kanker metastasis ialah bevacizumab dan kemoterapi ( 
oxiliplatin dan irinotecan). 
2.10.5. Terapi radiasi 
Radioterapi merupakan modalitas standar bagi pasien dengan kanker 
rektum, tetapi terbatas bagi kanker kolon. Terapi ini tidak mempunyai efek 
ajuvan maupun metastatik, hanya sebagai terapi paliatif untuk metastasis tulang 
atau otak.
33 
2.11. Penyebaran Tumor 
Penyebaran tumor dapat terjadi melalui: 
a. Penyebaran langsung 
Karsinoma tumbuh secara melingkari usus sebelum terdiagnosa, 
khususnya bagi kolon kiri yang memiliki kaliber lebih kecil dibanding dengan 
kanan. Membutuhkan waktu 1 tahun bagi tumor untuk melingkari ¾ bagian 
usus. Lesi menyebar secara radial dan berpenetrasi ke lapisan luar dinding usus 
dan dapat mengenai struktur di dekatnya seperti hati, kurvatura mayor lambung, 
duodenum, usus halis, pankreas, limpa, kandung kemih, vagina, ginjal, ureter 
dan dinding abdomen. Kanker rektum dapat menginvasi dinding vagina, 
kandung kemih, prostat atau sakrum. 
b. Metastasis hematogen 
Invasi melalui pembuluh darah dapat menyebabkan tumor terbawa 
melalui sistem vena porta yang menyebabkan metastasi ke hepar. Embolisasi 
dapat terjadi melalui vena lumbal atau vertebral ke paru. Kanker rektum 
menyebar melalui vena hipogastrik. Penyebaran ke ovarium terutama melalui 
hematogen yaitu terlihat pada 10.3% pasien wanita dengankanker kolorektal. 
Untuk mencegah metastase melalui hematogen sewaktu operasi dilakukan 
manipulasi minimal dengan ligasi pembuluh darah. 
c. Metastasis kelenjar getah bening regional 
Ini merupakan tipe penyebaran yang paling umum. Kanker rektum 
bermetastase proksimal melalui kelenjar getah bening mesorectalm iliac dan 
mesenterika inferior. Serta bermetastase secara radial sepanjang dinding pelvis. 
Kelenjar getah bening harus diangkat sewaktu operasi. 
d. Metastasis transperitoneal 
Terjadi sewaktu tumor berektensi melalui lapisan serosa dan memasuki 
kavitas peritoenal, memproduksi lokal implant carcinomatosis. 
e. Metastasis intraluminal 
Sel ganas dari lapisan tumor dapat tersapu sepanjang usus melalui isi 
feses.
34 
2.12. Prognosis 
Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastase jauh, yaitu klasifikasi 
penyebaran tumor dan tingkat keganasan sel tumor. 
Untuk tumor yang terbatas pada dinding usus tanpa penyebaran, angka 
kelangsungan hidup lima tahun adalah 80%, yang menembus dinding tanpa 
penyebaran 75%, dengan penyebaran kelenjar 32% dan dengan metastasis jauh satu 
persen. Bila disertai differensiasi sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk. 
 Follow up 
1. Pemeriksaan fisik 
Pemeriksaan fisik dilakukan setiap 3-6 bulan pada 3 tahun 
pertama dan setiap 6 bulan pada tahun keempat dan kelima. Akan tetapi 
hal ini tidak mutlak dan berdasarkan kondisi individu dan faktor resiko 
yang dimiliki oleh pasien. 
2. Pemeriksaan carcinoembryonic antigen (CEA) 
Pemeriksaan ini masih menjadi kontroversial tetapi berguna 
walaupun ada kekurangannya. Kadar CEA serum diperiksa setiap 3 bulan 
pada pasien selama 3 tahun dan setiap 6 bulan pada tahun keempat dan 
kelima. Pemeriksaan ini berguna untuk menilai kekambuhan pada pasien. 
3. CT scan 
CT scan dada dan abdomen dilakukan setiap tahun untuk minimal 
3 tahun pertama setelah reseksi tumor primer. 
4. Kolonoskopi 
Kolonoskopi wajib dilakukan pada semua pasien untuk 
mendokumentasi tidak adanya tumor tambahan atau polip. Kolonoskopi 
dilakukan setelah operasi / 3-6 bulan kemudian dan kemudian tiap tahun 
sampai 3 tahun kemudian. Bila normal, diulang setiap 5 tahun. Bila tidak 
tersedia sarana kolonoskopi, maka dapat dilakukan barium enema dan 
sigmoidoskopi. 
5. Colok dubur/ proctoskopi/ sigmoidoskopi 
Diperuntukkan pasien yang mengalami kanker rektal. 
Pemeriksaan dilakukan pada bulan ketiga, keenam, setahun dan tahun 
kedua.
35 
BAB III 
KESIMPULAN 
Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian kedua setelah keganasan di 
paru-paru di USA. diperkirakan pada tahun 2008 ditemukan 150.000 kasus baru dan 60.000 
diantaranya meninggal karena karsinoma kolorektal. Tingginya angka kematian tersebut 
menyebabkan berbagai upaya untuk menguranginya, salah satunya dengan kebijakan deteksi 
dini atau skrining terhadap kelompok berisiko yang asimptomatis. Sebagian besar dari 
modalitas skrining yang dimaksud adalah radiologic imaging: Flexible Sigmoidoscopy (FS), 
Colonoscopy, Double Contrast Barium Enema dan CT Colonography(CTC). Pemilihan 
modalitas skrining tersebut tergantung pada kondisi pasien, teknologi yang dimiliki, resiko 
dan keuntungan modalitas terhadap pasien, serta kemampuan operator. Penanganan 
karsinoma kolorektal membutuhkan kecermatan pemeriksaan preoperatif untuk dapat 
memutuskan modalitas terapi baik pembedahan, kemoterapi maupun radioterapi. Penanganan 
postoperatif dan follow-up sangat tergantung pada pemeriksaan dan penanganan yang dapat 
dilakukan sebelumnya. Hal ini sangat ditentukan oleh staging karsinoma, yang salah satunya 
dapat ditentukan oleh imaging seperti ultrasonografi, CT Scan, maupun MRI. Pada 
prinsipnya, semakin dini diagnosis karsinoma kolorektal, semakin baik prognosisnya karena 
penanganannya dapat dengan pembedahan kuratif.
36 
DAFTAR PUSTAKA 
Cirincione, Elizabeth 2005, Rectal Cancer,www.emedicine.com (22 September 2011) 
De Jong Wim, Samsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku 
Kedokteran EGC. Jakarta. 
Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 11. Jakarta 
Penerbit Buku Kedokteran EGC. p: 848. 
Grace, Pierce A., Borley, Neil R., 2006. At a Glance Ilmu Bedah, Ed. 3. Jakarta: 
Penerbit Erlangga. p: 113. 
Hassan , Isaac 2006, Rectal carcinoma, www.emedicine.com 
Mansjoer Arif et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit Buku Media 
Aesculapius. Jakarta. 
Kurniawan, Lilik. 2009. Karsinoma Rektum. Fakultas Kedokteran Universitas 
Riau.http://www.Files-of-DrsMed.tk (22 September 2011). 
Kumar, Vinay., Cotran, Ramzi S., Robbins, Stanley L., 2007. Buku Ajar Patologi, Ed. 
7, Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 655-656. 
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses – proses 
penyakit. Jakarta : EGC 
Pierce A, Grace & Neil R Borley. 2007. At a Glance : Ilmu Bedah Ed.3.Jakarta : EMS 
Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, 
Siti. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen 
Ilmu Penyakit Dalam FKUI 
Winawer, SJ., Zauber, AG., Gerdes H., et.al., 1996. Risk of Colorectal Cancer in the 
Families of Patient With Adenomatous polyps. National Polyp Study Workgroup. N 
Engl J Med 1996:334;81-7.

More Related Content

What's hot

Sistem perkemihan (jenuarista, rischa)
Sistem perkemihan (jenuarista, rischa)Sistem perkemihan (jenuarista, rischa)
Sistem perkemihan (jenuarista, rischa)
stikesby kebidanan
 
Makalah blok 10
Makalah blok 10Makalah blok 10
Makalah blok 10
sancia nathania
 
Bph
BphBph
Anatomi fisiologi kebidanan
Anatomi fisiologi kebidananAnatomi fisiologi kebidanan
Anatomi fisiologi kebidanan
FajarHaetami1
 
Alat genetalia interna (tgs bu jati)
Alat genetalia interna (tgs bu jati)Alat genetalia interna (tgs bu jati)
Alat genetalia interna (tgs bu jati)neng elis
 
Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi
Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi
Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi
pjj_kemenkes
 
Anatomi sistem perkemihan
Anatomi sistem perkemihanAnatomi sistem perkemihan
Anatomi sistem perkemihan
Yepi Addianto
 
Anatomi & fisiologi sistem urinaria
Anatomi & fisiologi sistem urinariaAnatomi & fisiologi sistem urinaria
Anatomi & fisiologi sistem urinaria
kristanto djuwahir
 
Fisiologi ureter, vesika urinaria, dan uretra
Fisiologi ureter, vesika urinaria, dan uretraFisiologi ureter, vesika urinaria, dan uretra
Fisiologi ureter, vesika urinaria, dan uretra
Zora Yui
 
Sistem Perkemihan
Sistem Perkemihan Sistem Perkemihan
Sistem Perkemihan
pjj_kemenkes
 
anatomi fisiologi sistem urinaria manusia
anatomi fisiologi sistem urinaria manusiaanatomi fisiologi sistem urinaria manusia
anatomi fisiologi sistem urinaria manusia
nahdhia fallah PH
 
Sistem Pencernaan
Sistem Pencernaan Sistem Pencernaan
Sistem Pencernaan
pjj_kemenkes
 
Patologi urinaria
Patologi urinariaPatologi urinaria
Patologi urinaria
Nur Luciana
 
Makalah proses-eliminasi-sisa-pencernaan
Makalah  proses-eliminasi-sisa-pencernaanMakalah  proses-eliminasi-sisa-pencernaan
Makalah proses-eliminasi-sisa-pencernaan
Operator Warnet Vast Raha
 
Asuhan keperawatan pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 

What's hot (19)

Pelvic dr.kas
Pelvic dr.kasPelvic dr.kas
Pelvic dr.kas
 
Sistem perkemihan (jenuarista, rischa)
Sistem perkemihan (jenuarista, rischa)Sistem perkemihan (jenuarista, rischa)
Sistem perkemihan (jenuarista, rischa)
 
Ureter
UreterUreter
Ureter
 
Makalah blok 10
Makalah blok 10Makalah blok 10
Makalah blok 10
 
Bph
BphBph
Bph
 
Sistem traktus urinarius
Sistem traktus urinariusSistem traktus urinarius
Sistem traktus urinarius
 
Anatomi fisiologi kebidanan
Anatomi fisiologi kebidananAnatomi fisiologi kebidanan
Anatomi fisiologi kebidanan
 
Alat genetalia interna (tgs bu jati)
Alat genetalia interna (tgs bu jati)Alat genetalia interna (tgs bu jati)
Alat genetalia interna (tgs bu jati)
 
Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi
Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi
Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi
 
Anatomi sistem perkemihan
Anatomi sistem perkemihanAnatomi sistem perkemihan
Anatomi sistem perkemihan
 
Anatomi & fisiologi sistem urinaria
Anatomi & fisiologi sistem urinariaAnatomi & fisiologi sistem urinaria
Anatomi & fisiologi sistem urinaria
 
Fisiologi ureter, vesika urinaria, dan uretra
Fisiologi ureter, vesika urinaria, dan uretraFisiologi ureter, vesika urinaria, dan uretra
Fisiologi ureter, vesika urinaria, dan uretra
 
Makalah kelamin
Makalah kelaminMakalah kelamin
Makalah kelamin
 
Sistem Perkemihan
Sistem Perkemihan Sistem Perkemihan
Sistem Perkemihan
 
anatomi fisiologi sistem urinaria manusia
anatomi fisiologi sistem urinaria manusiaanatomi fisiologi sistem urinaria manusia
anatomi fisiologi sistem urinaria manusia
 
Sistem Pencernaan
Sistem Pencernaan Sistem Pencernaan
Sistem Pencernaan
 
Patologi urinaria
Patologi urinariaPatologi urinaria
Patologi urinaria
 
Makalah proses-eliminasi-sisa-pencernaan
Makalah  proses-eliminasi-sisa-pencernaanMakalah  proses-eliminasi-sisa-pencernaan
Makalah proses-eliminasi-sisa-pencernaan
 
Asuhan keperawatan pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi AKPER PEMKAB MUNA
 

Viewers also liked

Referat ca rekti Egy
Referat ca rekti EgyReferat ca rekti Egy
Referat ca rekti Egy
Egy Bora
 
Gagal napas e.c ppok dan pneumonia
Gagal napas e.c ppok dan pneumoniaGagal napas e.c ppok dan pneumonia
Gagal napas e.c ppok dan pneumonia
Jemirda Sundari
 
Ilmu bedah kolon
Ilmu bedah kolonIlmu bedah kolon
Ilmu bedah kolon
Iva Maria
 
Carcinoma rectum-radiotherapy perspective
 Carcinoma rectum-radiotherapy perspective Carcinoma rectum-radiotherapy perspective
Carcinoma rectum-radiotherapy perspective
Parneet Singh
 
Ulkus peptik
Ulkus peptikUlkus peptik
Ulkus peptik
Tina Novianty S
 
Anatomy of Rectum
Anatomy of RectumAnatomy of Rectum
Anatomy of Rectum
Hari Krishnan
 
Carcinoma rectum (Rectal Cancer)
Carcinoma rectum (Rectal Cancer)Carcinoma rectum (Rectal Cancer)
Carcinoma rectum (Rectal Cancer)
Dr Vandana Singh Kushwaha
 
Colon And Rectal Cancer
Colon And Rectal CancerColon And Rectal Cancer
Colon And Rectal Cancer
Robert J Miller MD
 

Viewers also liked (9)

Referat ca rekti Egy
Referat ca rekti EgyReferat ca rekti Egy
Referat ca rekti Egy
 
Gagal napas e.c ppok dan pneumonia
Gagal napas e.c ppok dan pneumoniaGagal napas e.c ppok dan pneumonia
Gagal napas e.c ppok dan pneumonia
 
Ilmu bedah kolon
Ilmu bedah kolonIlmu bedah kolon
Ilmu bedah kolon
 
Carcinoma rectum-radiotherapy perspective
 Carcinoma rectum-radiotherapy perspective Carcinoma rectum-radiotherapy perspective
Carcinoma rectum-radiotherapy perspective
 
Ulkus peptik
Ulkus peptikUlkus peptik
Ulkus peptik
 
Makalah ulkus peptikum
Makalah ulkus peptikumMakalah ulkus peptikum
Makalah ulkus peptikum
 
Anatomy of Rectum
Anatomy of RectumAnatomy of Rectum
Anatomy of Rectum
 
Carcinoma rectum (Rectal Cancer)
Carcinoma rectum (Rectal Cancer)Carcinoma rectum (Rectal Cancer)
Carcinoma rectum (Rectal Cancer)
 
Colon And Rectal Cancer
Colon And Rectal CancerColon And Rectal Cancer
Colon And Rectal Cancer
 

Similar to Dd

Referat Karsinoma Rektal
Referat Karsinoma RektalReferat Karsinoma Rektal
Referat Karsinoma Rektal
Setyawan TaxTax
 
Makalah kanker kolon print
Makalah kanker kolon printMakalah kanker kolon print
Makalah kanker kolon print
Septian Muna Barakati
 
Askep ca. colorektal
Askep ca. colorektalAskep ca. colorektal
Askep ca. colorektal
snowman Saputra
 
CA Rectum
CA RectumCA Rectum
CA Rectum
Andhy Poetra
 
Refca colonfh
Refca colonfhRefca colonfh
Refca colonfh
Ari Anta
 
Tumor Appendiks koas tahun 2019/2020 atas nama
Tumor Appendiks koas tahun 2019/2020 atas namaTumor Appendiks koas tahun 2019/2020 atas nama
Tumor Appendiks koas tahun 2019/2020 atas nama
RFFooraa
 
asuhan keperawatan Kanker payudara .pptx
asuhan keperawatan Kanker payudara .pptxasuhan keperawatan Kanker payudara .pptx
asuhan keperawatan Kanker payudara .pptx
LizaMerianti1
 
fdokumen.com_ca-kolon.ppt
fdokumen.com_ca-kolon.pptfdokumen.com_ca-kolon.ppt
fdokumen.com_ca-kolon.ppt
Odesyafar
 
Prolaps Rektum
Prolaps RektumProlaps Rektum
Prolaps Rektum
Maria Chrismayani
 
Overview Praktikum Patologi Anatomi Lower GIT Blok 2C.pptx
Overview Praktikum Patologi Anatomi Lower GIT Blok 2C.pptxOverview Praktikum Patologi Anatomi Lower GIT Blok 2C.pptx
Overview Praktikum Patologi Anatomi Lower GIT Blok 2C.pptx
mawar483217
 
Tumor pankreas riedha
Tumor pankreas riedhaTumor pankreas riedha
Tumor pankreas riedha
Riedha Poenya
 
Presentation2 imser
Presentation2 imserPresentation2 imser
Presentation2 imser
Ade Dhe'adhe Dhe'adhe
 
Tugas individu buli buli
Tugas individu buli  buliTugas individu buli  buli
Tugas individu buli buli
Operator Warnet Vast Raha
 
217643085 case-ca-mamae-in-ul
217643085 case-ca-mamae-in-ul217643085 case-ca-mamae-in-ul
217643085 case-ca-mamae-in-ul
homeworkping9
 
Rbd ileus fix
Rbd ileus fix Rbd ileus fix
Rbd ileus fix
DhianSeptiani1
 
Penyuluhan kanker usus besar (dr. selonan)
Penyuluhan kanker usus besar (dr.  selonan)Penyuluhan kanker usus besar (dr.  selonan)
Penyuluhan kanker usus besar (dr. selonan)
INOVINDO
 

Similar to Dd (20)

Referat Karsinoma Rektal
Referat Karsinoma RektalReferat Karsinoma Rektal
Referat Karsinoma Rektal
 
Makalah kanker kolon print
Makalah kanker kolon printMakalah kanker kolon print
Makalah kanker kolon print
 
Makalah kanker kolon print
Makalah kanker kolon printMakalah kanker kolon print
Makalah kanker kolon print
 
Askep ca. colorektal
Askep ca. colorektalAskep ca. colorektal
Askep ca. colorektal
 
CA Rectum
CA RectumCA Rectum
CA Rectum
 
Refca colonfh
Refca colonfhRefca colonfh
Refca colonfh
 
Tumor Appendiks koas tahun 2019/2020 atas nama
Tumor Appendiks koas tahun 2019/2020 atas namaTumor Appendiks koas tahun 2019/2020 atas nama
Tumor Appendiks koas tahun 2019/2020 atas nama
 
asuhan keperawatan Kanker payudara .pptx
asuhan keperawatan Kanker payudara .pptxasuhan keperawatan Kanker payudara .pptx
asuhan keperawatan Kanker payudara .pptx
 
fdokumen.com_ca-kolon.ppt
fdokumen.com_ca-kolon.pptfdokumen.com_ca-kolon.ppt
fdokumen.com_ca-kolon.ppt
 
Prolaps Rektum
Prolaps RektumProlaps Rektum
Prolaps Rektum
 
Overview Praktikum Patologi Anatomi Lower GIT Blok 2C.pptx
Overview Praktikum Patologi Anatomi Lower GIT Blok 2C.pptxOverview Praktikum Patologi Anatomi Lower GIT Blok 2C.pptx
Overview Praktikum Patologi Anatomi Lower GIT Blok 2C.pptx
 
Tumor pankreas riedha
Tumor pankreas riedhaTumor pankreas riedha
Tumor pankreas riedha
 
Dd
DdDd
Dd
 
Presentation2 imser
Presentation2 imserPresentation2 imser
Presentation2 imser
 
Maternitas AKPER PEMKAB MUNA
Maternitas AKPER PEMKAB MUNA Maternitas AKPER PEMKAB MUNA
Maternitas AKPER PEMKAB MUNA
 
Tugas individu buli buli
Tugas individu buli  buliTugas individu buli  buli
Tugas individu buli buli
 
Maternitas AKPER PEMKAB MUNA
Maternitas AKPER PEMKAB MUNA Maternitas AKPER PEMKAB MUNA
Maternitas AKPER PEMKAB MUNA
 
217643085 case-ca-mamae-in-ul
217643085 case-ca-mamae-in-ul217643085 case-ca-mamae-in-ul
217643085 case-ca-mamae-in-ul
 
Rbd ileus fix
Rbd ileus fix Rbd ileus fix
Rbd ileus fix
 
Penyuluhan kanker usus besar (dr. selonan)
Penyuluhan kanker usus besar (dr.  selonan)Penyuluhan kanker usus besar (dr.  selonan)
Penyuluhan kanker usus besar (dr. selonan)
 

Dd

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN Pada awalnya, insiden dari keganasan kolon dan rektal tidak diperhitungkan sebelum tahun 1900. Akan tetapi, sejak kemajuan ekonomik dan industri berkembang, angka kejadian keganasan ini meningkat. Pada saat ini, kanker kolorektal merupakan penyebab ketiga kematian dari pria dan wanita akibat kanker di Amerika Serikat Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus kanker.Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, data dari Depkes didapati angka 1,8 per 100.000 penduduk. Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk, terutama antara negara maju dan berkembang. Demikian pula antara Negara Barat dan Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan sebanding antara pria dan wanita; banyak terdapat pada seseorang yang berusia muda; dan sekitar 75% dari kanker ditemukan pada kolon rektosigmoid, sedangkan di Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan pada pria lebih besar daripada wanita; banyak terdapat pada seseorang yang berusia lanjut; dan dari kanker yang ditemukan hanya sekitar 50% yang berada pada kolon rektosigmoid. Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid.Keluhan pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari tumor. Keluhan dari lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di abdominal, symptomatic anemia dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi. Jenis kanker yang paling sering ditemukan ialah adenokarsinoma yaitu sebanyak 98%, sedangkan lainnya yang lebih jarang ialah carcinoid (0,4%), limfoma (1,3%) dan sarkoma (0,3%).
  • 2. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kanker colorectal ditujukan pada tumor ganas yang berasal dari mukosa colon atau rectum. Kebanyakan kanker colorectal berkembang dari polip, oleh karena itu polypectomy colon mampu menurunkan kejadian kanker colorectal. Polip colon dan kanker pada stadium dini terkadang tidak menunjukkan gejala. Secara histopatologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma (terdiri atas epitel kelenjar) dan dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda-beda. Tumor dapat menyebar melalui infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe pericolon dan mesocolon, dan melalui aliran darah, biasanya ke hati karena colon mengalirkan darah ke sistem portal. 2.2 Anatomi Colon dan Rectum Usus besar atau colon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5 m (5 kaki) yang terbentang dari caecum hingga canalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6,5 cm (2,5 inci), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil. Usus besar terdiri dari 6 bagian, yaitu caecum, colon ascenden, colon transversum, colon descenden, colon sigmoid dan rectum (Lihat Gambar. 1). Berbeda dengan mukosa usus halus, pada mukosa colon tidak dijumpai vili dan kelenjar biasanya lurus-lurus dan teratur. Permukaan mukosa terdiri dari pelapis epitel tipe absorptif diselang-seling dengan sel goblet. Pada lamina propria dan basis kripta secara sporadik terdapat nodul jaringan limfoid. 2.2.1 Caecum Merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada usus besar. Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Caecum terletak pada fossa iliaca kanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale. Biasanya caecum seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat bergerak bebas, tetapi tidak mempunyai mesenterium; terdapat perlekatan ke fossa iliaca di sebelah medial dan lateral melalui lipatan peritoneum yaitu plica caecalis, menghasilkan suatu kantong peritoneum kecil, recessus retrocaecalis.
  • 3. 3 2.2.2. Colon ascenden Bagian ini memanjang dari caecum ke fossa iliaca kanan sampai ke sebelah kanan abdomen. Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan, dan dibawah hati membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut fleksura hepatica (fleksura coli dextra) dan dilanjutkan dengan colon transversum. 2.2.3 Colon Transversum Merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat bergerak bebas karena tergantung pada mesocolon, yang ikut membentuk omentum majus. Panjangnya antara 45-50 cm, berjalan menyilang abdomen dari fleksura coli dekstra sinistra yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis. Letaknya tidak tepat melintang (transversal) tetapi sedikit melengkung ke bawah sehingga terletak di regio umbilicalis. 2.2.4 Colon descenden Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri, dari atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri, bersambung dengan sigmoid, dan dibelakang peritoneum. 2.2.5 Colon sigmoid Disebut juga colon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari apertura pelvis superior (pelvic brim) sampai peralihan menjadi rectum di depan vertebra S-3. Tempat peralihan ini ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli, dan terletak + 15 cm di atas anus. Colon sigmoideum tergantung oleh mesocolon sigmoideum pada dinding belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak bebas (mobile). 2.2.6 Rectum Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu colon sigmoid dengan panjang sekitar 15 cm. Rectum memiliki tiga kurva lateral serta kurva dorsoventral. Mukosa dubur lebih halus dibandingkan dengan usus besar.Rectum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian distal rectum terletak di rongga pelvic dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflectum dimana bagian anterior lebih
  • 4. panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rectum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan. Vaskularisasi kolondipelihara oleh cabang-cabang arteri mesenterica superior dan arteri mesenterica inferior, membentuk marginal arteri seperti periarcaden, yang memberi cabang-cabang vasa recta pada dinding usus. Yang membentuk marginal arteri adalah arteri ileocolica, arteri colica dextra, arteri colica media, arteri colica sinistra dan arteri sigmoidae. Hanya arteri ciloca sinistra dan arteri sigmoideum yang merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior, sedangkan yang lain dari arteri mesenterica superior. Pada umumnya pembuluh darah berjalan retroperitoneal kecuali arteri colica media dan arteri sigmoidae yang terdapat didalam mesocolon transversum dan mesosigmoid. Seringkali arteri colica dextra membentuk pangkal yang sama dengan arteri colica media atau dengan arteri ileocolica. Pembuluh darah vena mengikuti pembuluh darah arteri untuk menuju ke vena mesenterica superior dan arteri mesenterica inferior yang bermuara ke dalam vena porta. Aliran limfe mengalir menuju ke nn. ileocolica, nn. colica dextra, nn. colica media, nn. colica sinistra dan nn. mesenterica inferior. Kemudian mengikuti pembuluh darah menuju truncus intestinalis. 2.3 Fungsi Fisiologis Usus besar atau colon mengabsorbsi 80% sampai 90% air dan elektrolit dari kimus yang tersisa dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat. Usus besar hanya memproduksi mucus. Sekresinya tidak mengandung enzim atau hormon pencernaan. Sejumlah bakteri dalam colon mampu mencerna sejumlah kecil selulosa dan memproduksi sedikit kalori nutrien bagi tubuh dalam setiap hari. Bakteri juga memproduksi vitamin K, riboflavin, dan tiamin, dan berbagai gas. Usus besar mengekskresi zat sisa dalam bentuk feses. Fungsi utama dari rectum dan canalis anal ialah untuk mengeluarkan massa feses yang terbentuk dan melakukan hal tersebut dengan cara yang terkontrol. Fungsi rectum berhubungan dengan defekasi sebagai hasil refleks. Apabila feses masuk ke dalam rectum, terjadi peregangan rectum sehingga menimbulkan gelombang peristaltik pada colon descendens dan colon sigmoid mendorong feses ke arah anus, sfingter ani 4
  • 5. internus dihambat dan sfingter ani internus melemas sehingga terjadi defekasi. Feses tidak keluar secara terus menerus dan sedikit demi sedikit dari anus berkat adanya kontraksi tonik otot sfingter ani internus dan externus. 5 2.4. Epidemiologi 2.4.1. Distribusi dan Frekuensi a. Orang Sekitar 75% dari kanker colorectal terjadi pada orang yang tidak memiliki faktor risiko tertentu. Sisanya sebesar 25% kasus terjadi pada orang dengan faktor-faktor risiko yang umum, sejarah keluarga atau pernah menderita kanker colorectal atau polip, terjadi sekitar 15-20% dari semua kasus. Faktor-faktor risiko penting lainnya adalah kecenderungan genetik tertentu, seperti Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer (HNPCC; 4-7% dari semua kasus) dan Familial Adenomatosa Polyposis (FAP, 1%) serta Inflammatory Bowel Disease (IBD; 1% dari semua kasus). b. Tempat dan Waktu Kanker colorectal merupakan salah satu penyakit yang mematikan. Berdasarkan laporan World Cancer Report WHO, diperkirakan 944.717 kasus ditemukan di seluruh dunia pada tahun 2000. Insiden yang tinggi pada kasus kanker colorectal ditemukan di Amerika Serikat, Kanada, Jepang, negara bagian Eropa, New Zealand, Israel, dan Australia, sedangkan insiden yang rendah itu ditemukan di Aljazair dan India. Sebagian besar kanker colorectal terjadi di negara-negara industri. Insiden kanker colorectal mulai mengalami kenaikan di beberapa negara seperti di Jepang, Cina (Shanghai) dan di beberapa negara Eropa Timur.8 Menurut American Cancer Society pada tahun 2008 di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 148.810 orang didiagnosis menderita kanker colorectal dan 49.960 mengalami kematian dengan CFR 33,57%. Eropa, sebagai salah satu negara maju memiliki angka kesakitan kanker colorectal yang tinggi. Pada tahun 2004, terdapat 2.886.800 kasus dan 1.711.000 kematian karena kanker dengan CFR 59,27%, kanker colorectal menduduki peringkat kedua pada angka insiden dan mortalitas.
  • 6. Insidens kanker colorectal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Pada tahun 2002 kanker colorectal menduduki peringkat kedua pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker colorectal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus kanker. Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insidens yang ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk, terutama antara negara maju dan berkembang. 6 2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian kanker colorectal yaitu: a. Umur Kanker colorectal sering terjadi pada usia tua. Lebih dari 90% penyakit ini menimpa penderita di atas usia 40 tahun, dengan insidensi puncak pada usia 60-70 tahun (lansia). Kanker colorectal ditemukan di bawah usia 40 tahun yaitu pada orang yang memiliki riwayat colitis ulseratif atau polyposis familial. b. Faktor Genetik Meskipun sebagian besar kanker colorectal kemungkinan disebabkan oleh faktor lingkungan, namun faktor genetik juga berperan penting. Ada beberapa indikasi bahwa ada kecenderungan faktor keluarga pada terjadinya kanker colorectal. Risiko terjadinya kanker colorectal pada keluarga pasien kanker colorectal adalah sekitar 3 kali dibandingkan pada populasi umum. Banyak kelainan genetik yang dikaitkan dengan keganasan kanker colorectal diantaranya sindrom poliposis. Namun demikian sindrom poliposis hanya terhitung 1% dari semua kanker colorectal. Selain itu terdapat Hereditary Non-Poliposis Colorectal Cancer (HNPCC) atau Syndroma Lynch terhitung 2-3% dari kanker colorectal. c. Faktor Lingkungan Kanker colorectal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa lingkungan berperan penting pada kejadian kanker colorectal. Risiko mendapat kanker colorectal meningkat pada masyarakat yang
  • 7. bermigrasi dari wilayah dengan insiden kanker colorectal yang rendah ke wilayah dengan risiko kanker colorectal yang tinggi. Hal ini menambah bukti bahwa lingkungan sentrum perbedaan pola makanan berpengaruh pada karsinogenesis. d. Faktor Makanan Makanan mempunyai peranan penting pada kejadian kanker colorectal. Mengkonsumsi serat sebanyak 30 gr/hari terbukti dapat menurunkan risiko timbulnya kanker colorectal sebesar 40% dibandingkan orang yang hanya mengkonsumsi serat 12 gr/hari. Orang yang banyak mengkonsumsi daging merah (misal daging sapi, kambing) atau daging olahan lebih dari 160 gr/hari (2 porsi atau lebih) akan mengalami peningkatan risiko kanker colorectal sebesar 35% dibandingkan orang yang mengkonsumsi kurang dari 1 porsi per minggu. Menurut Daldiyono et al. (1990), dikatakan bahwa serat makanan terutama yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin sebagian besar tidak dapat dihancurkan oleh enzim-enzim dan bakteri di dalam tractus digestivus. Serat makanan ini akan menyerap air di dalam colon, sehingga volume feses menjadi lebih besar dan akan merangsang syaraf pada rectum, sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi. Dengan demikian tinja yang mengandung serat akan lebih mudah dieliminir atau dengan kata lain transit time yaitu kurun waktu antara masuknya makanan dan dikeluarkannya sebagai sisa makanan yang tidak dibutuhkan tubuh menjadi lebih singkat. Waktu transit yang pendek, menyebabkan kontak antara zat-zat iritatif dengan mukosa colorectal menjadi singkat, sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit di colon dan rectum. Di samping menyerap air, serat makanan juga menyerap asam empedu sehingga hanya sedikit asam empedu yang dapat merangsang mukosa colorectal, sehingga timbulnya karsinoma colorectal dapat dicegah. e. Polyposis Familial Polyposis Familial diwariskan sebagai sifat dominan autosom. Insiden pada populasi umum adalah satu per 10.000. Jumlah total polip bervariasi 100-10.000 dalam setiap usus yang terserang. Bentuk polip ini 7
  • 8. biasanya mirip dengan polip adenomatosun bertangkai atau berupa polip sesil, akan tetapi multipel tersebar pada mukosa colon. Sebagian dari poliposis ini asimtomatik dan sebagian disertai keluhan sakit di abdomen, diare, sekresi lendir yang meningkat dan perdarahan kecil yang mengganggu penderita. Polip cenderung muncul pada masa remaja dan awal dewasa dan risiko karsinoma berkembang di pasien yang tidak diobati adalah sekitar 90% pada usia 40 tahun. f. Polip Adenoma Polip Adenoma sering dijumpai pada usus besar. Insiden terbanyak pada umur sesudah dekade ketiga, namun dapat juga dijumpai pada semua umur dan laki-laki lebih banyak dibanding dengan perempuan. Polip adenomatosum lebih banyak pada colon sigmoid (60%), ukuran bervariasi antara 1-3 cm, namun terbanyak berukuran 1 cm. Polip terdiri dari 3 bagian yaitu puncak, badan dan tangkai. Polip dengan ukuran 1,2 cm atau lebih dapat dicurigai adanya adenokarsinoma. Semakin besar diameter polip semakin besar kecurigaan keganasan. Perubahan dimulai dibagian puncak polip, baik pada epitel pelapis mukosa maupun pada epitel kelenjar, meluas ke bagian badan dan tangkai serta basis polip. Risiko terjadinya kanker meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran dan jumlah polip. g. Adenoma Vilosa Adenoma vilosa jarang terjadi, berjumlah kurang dari 10% adenoma colon. Terbanyak dijumpai di daerah rectosigmoid dan biasanya berupa massa papiler, soliter, tidak bertangkai dan diameter puncak tidak jauh berbeda dengan ukuran basis polip. Adenoma vilosa mempunyai insiden kanker sebesar 30-70%. Adenoma dengan diameter lebih dari 2 cm, risiko menjadi kanker adalah 45%. Semakin besar diameter semakin tinggi pula insiden kanker. h. Colitis Ulserosa Perkiraan kejadian kumulatif dari kanker colorectal yang berhubungan dengan colitis ulserosa adalah 2,5% pada 10 tahun, 7,6% pada 30 tahun, dan 10,8% pada 50 tahun.Colitis ulserosa dimulai dengan mikroabses pada kripta mukosa colon dan beberapa abses bersatu membentuk ulkus. Pada stadium lanjut timbul pseudopolip yaitu 8
  • 9. penonjolan mukosa colon yang ada diantara ulkus. Perjalanan penyakit yang sudah lama, berulang-ulang, dan lesi luas disertai adanya pseudopolip merupakan resiko tinggi terhadap karsinoma. Pada kasus demikian harus dipertimbangkan tindakan kolektomi. Tujuannya adalah mencegah terjadinya karsinoma (preventif) dan menghindari penyakit yang sering berulang-ulang. Karsinoma yang timbul sebagai komplikasi colitis ulserosa sifatnya lebih ganas, cepat tumbuh dan metastasis. 9 2.5. Patologi Pada umumnya, dalam perjalanan penyakit, pertumbuhan adenokarsinoma usus besar sebelah kanan dan kiri berbeda. Adenokarsinoma usus besar kanan (caecum, colon ascenden, transversum sampai batas flexura lienalis), tumor cenderung tumbuh eksofitik atau polipoid. Pada permulaan, massa tumor berbentuk sesil, sama seperti tumor colon kiri. Akan tetapi kemudian tumbuh progresif, bentuk polipoid yang mudah iritasi dengan simtom habit bowel: sakit di abdomen yang sifatnya lama. Keluhan sakit, sering berkaitan dengan makanan/minuman atau gerakan peristaltik dan kadang-kadang disertai diare ringan. Berat badan semakin menurun dan anemia karena adanya perdarahan kecil tersembunyi. Konstipasi jarang terjadi, mungkin karena volum colon kanan lebih besar. Suatu saat dapat dipalpasi massa tumor di rongga abdomen sebelah kanan. Karsinoma usus besar kiri (colon transversum batas flexura lienalis, colon descenden, sigmoid dan rectum) tumbuh berbentuk cincin menimbulkan napkin-ring. Pada permulaan, tumor tampak seperti massa berbentuk sesil, kemudian tumbuh berbentuk plak melingkar yang menimbulkan obstipasi. Kemudian bagian tengahmengalami ulserasi yang menimbulkan simtom diare, tinja campur lendir dan darah, konstipasi dan tenesmus mirip dengan sindrom disentri.
  • 10. 10 2.6 Histologi Pada penelitian mengenai gambaran histologi kanker kolorektal dari tahun 1998-2001 di Amerika Serikat yang melibatkan 522.630 kasus kanker kolorektal. Didapatkan gambaran histopatologis dari kanker kolorektal sebesar 96% berupa adenocarcinoma, 2% karsinoma lainnya (termasuk karsinoid tumor), 0,4% epidermoid carcinoma, dan 0,08% berupa sarcoma. Proporsi dari epidermoid carcinoma, mucinous carcinoma dan carcinoid tumor banyak diketemukan pada wanita. Secara keseluruhan, didapatkan suatu pola hubungan antara tipe histopatologis, derajat differensiasi dan stadium dari kanker kolorektal. Adenocarcinoma sering ditemukan dengan derajat differensiasi sedang dan belum bermetastase pada saat terdiagnosa, signet ring cell carcinoma banyak ditemukan dengan derajat differensiasi buruk dan telah bermetastase jauh pada saat terdiagnosa, lain pula pada carcinoid tumor dan sarcoma yang sering dengan derajat differensiasi buruk dan belum bermetastase pada saat terdiagnosa, sedangkan small cell carcinoma tidak memiliki derajat differensiasi dan sering sudah bermetastase jauh pada saat terdiagnosa. Dari 201 kasus kanker kolorektal periode 1994-2003 di RS Kanker Dharmais (RSKD) didapatkan bahwa tipe histopatologis yang paling sering dijumpai adalah adenocarcinoma [diferensiasi baik 48 (23,88%), sedang 78 (38,80%), buruk 45 (22,39%)], dan yang jarang adalah musinosum 19 (9,45%) dan signet ring cell carcinoma 11 (5,47%). Berbagai varian gambaran histopatologi kanker kolorektal berdasarkan klasifikasi World Health Organization: - Mucinous adenocarcinoma - Signet ring cell adenocarcinoma - Adenoskuamous carcinoma
  • 11. 11 - Squamous carcinoma - Choriocarcionma - Medullary carcinoma10 2.7 Manifestasi klinis Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor. a. Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta isi fecal ialah air. Karena fitur anatomisnya, karsinoma kolon kanan dapat tumbuh besar sebelum terdiagnosa. Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah makroskopis sering tidak tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah samar. Pasien dapat mengeluh ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah makan dan sering salah diagnosa dengan penyakit gastrointestinal dan kandung empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan berkemih. b. Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi feses ialah semisolid. Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen yang menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau peningkatan frekuensi BAB. Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif. Feses dapat diliputi atau tercampur dengan darah merah atau hitam. Serta sering keluar mukus bersamaan dengan gumpalan darah atau feses. Pada kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia. Perdarahan seringkali terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus. Pada pasien dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau tua, walaupun ada hemoroid, kanker tetap harus dipikirkan. Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar, kram perut dan perut yang menegang.
  • 12. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon. Gambar Distribusi kanker kolorektal menurut lokasi sebanyak 73% dapat dideteksi dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi (data unit endoskopi, Divisi Departemen Ilmu penyakit Dalam FKUI/RSCM,Jakarta 2005) 12  Gejala-gejala yang timbul pada karsinoma kolorektal a. Kolon kanan : - Kelemahan yang tidak dapat dijelaskan / anemia - Tes darah samar pada feses - Gejala dispepsia - Ketidaknyamanan abdomen kanan persisten - Teraba massa abdominal b. Kolon kiri : - Gangguan pola buang air besar - Darah makro pada feses - Gejala obstruksi c. Rektum : - Pendarahan per rektal
  • 13. 13 - Gangguan pola buang air - Adanya sensasi tidak lampias - Teraba tumor intrarectal KOLON KANAN KOLON KIRI REKTUM ASPEK KLINIS Kolitis Obstruksi Proktitis NYERI Karena penyusupan Obstruksi Obstruksi DEFEKASI Diare/diare berkala Konstipasi progresif Tenesmi terus menerus OBSTRUKSI Jarang Hampir selalu Hampir selalu DARAH PADA Samar Samar/makroskopik Makroskopik FESES FESES Normal/diare berkala Normal Perubahan bentuk DISPEPSIA Sering Jarang Jarang ANEMIA Hampir selalu Lambat Lambat MEMBURUKNYA Hampir selalu Lambat Lambat KEADAAN UMUM Tabel gambaran klinis karsinoma kolorektal Staging tumor menurut TNM Prognosis dari pasien dari pasien kanker kolorektal berhubungan dengan dalamnya penetrasi tumor ke dinding kolon, keterlibatan kelenjar getah bening regional atau metastasis jauh. Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan sistem staging yang awalnya diperhatikan oleh Dukes. Dan diaplikasi dalam metode klasifikasi TNM dalam hal ini, T menunjukkan kedalaman penetrasi tumor, N menandakan keterlibatan kelenjar getah bening dan M ada tidaknya metastase jauh. Lesi superfisial yang tidak mencapai lapisan muskularis atau kelenjar getah bening (KGB) dianggap sebagai stadium A (T1N0M0). Bila tumor yang masuk lebih dalam namun tidak menyebar ke KGB dikelompokkan sebagai stadium B1 (T2N0M0). Bila tumor terbatas sampai lapisan muskularis disebut stadium B2 (T3N0M0). Bila tumor menginfiltrasi serosa dan KGB disebut stadium C (TXN1M0),bila terdapatstatus anak sebar di hati, paru, atau tulang mempertegas stadium D (TXNXM1). Bila status metastasis belum dapat dipastikan maka sulit menentukan stadium. Oleh karena itu, pemeriksaan mikroskopik terhadap spesimen bedah sangat penting dalam menentukan stadium. Umumnya rekurensi kanker kolorektal terjadi dalam 4 tahun setelah
  • 14. pembedahan sehingga harapan hidup rata-rata 5 tahun dapat menjadi indikator kesembuhan. Indikator buruknya prognosis prognosis kanker kolorektal setelah menjalani operasi. Kanker kolorektal umumnya menyebar ke kelenjar getah bening regional atau ke hati melalui sirkulasi vena portal. Hati merupakan organ yang paling sering mendapat anak sebar kelenjar getah bening. Sepertiga kasus kanker kolorektal yang rekuren disertai metastase ke hati dan duapertiga pasien kanker kolorektal ditemukan metastase ke hati pada waktu meninggal. Kanker kolorektal jarang bermetastasis ke paru. KGB superklavikula tulang atau otak tanpa ditemukan anak sebar di hati terlebih dahulu. Pengecualian terjadi bilamana tumor dapat terletak di distal rektum, sel tumor dapat menyebar melalui pleksusvena paravertebra kemudian dapat mencapai paru atau KGB superklavikula tanpa melalui sistem vena porta. Rata-rata harapan hidup setelah ditemukan metastase berkisar 6 – 9 bulan (hepatomegali dan gangguan pada hati) atau 20-30 bulan (nodul kecil di hati yang ditandai oleh peningkatan CEA dan gambaran CT-scan). 14  T – Tumor primer  Tx: Tumor primer tidak dapat dinilai  T0: Tidak ada tumor primer  Tis: Karsinoma insitu, invasi lamina propia atau intraepitelial  T1: Invasi tumor di lapisan sub-mukosa  T2: Invasi tumor di lapisan otot propria  T3: Invasi tumor melewati otot propria ke subserosa atau masuk ke perikolik yang tidak dilapisi peritoneum atau perirektal  T4: Invasi tumor terhadap organ/struktur sekitarnya dan/atau peritoneum viseral.
  • 15. 15 Gambar 2.9 Gambaran kedalaman tumor  N – Kelenjar limfe regional  Nx: Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai  N0: Tidak didapatkan kelenjar limfe regional  N1: Metastase di 1 – 3 kelenjar limfe perikolik atau perirektal  N2: Metastase di 4 atau lebih kelenjar limfe perikolik atau perirektal  N3: Metastase pada kelenjar limfe sesuai nama pembuluh darah dan atau pada kelenjar apikal (bila diberi tanda oleh ahli bedah).  M – Metastase jauh  Mx: Metastase jauh tidak dapat dinilai  M0: Tidak ada metastase jauh  M1: Terdapat metastase jauh6 Stadium Deskripsi histopatologis Bertahan 5 Dukes TNM Derajat tahun (%) A T1N0M0 I Kanker terbatas padamukosa/submukosa >90 B1 T2N0M0 I Kanker mencapai muskularis 85 B1 T3N0M0 II Kanker cenderung masuk atau melewati lapisan serosa 70-80 C TxN1M0 III Metastasis 35-65 D TxNxM1 IV 5 Tabel stadium dan Prognosis Kanker Kolorektal
  • 16. 16 2.8 Pemeriksaan  Pemeriksaan penyaring pada kanker kolorektal (CRC): Resiko Prosedur Onset Frekuensi Resiko rendah - Asimptomatik - Tidak ada kerabat tingkat 1 yang kena Tes darah samar (TSD), fleksibel sigmoidoskopi (FS) Kolonoskopi, barium enema dan proctosigmoidoscopy 50 50 TDS tiap tahun FS tiap 5 tahun Tiap 5-10 tahun Resiko menengah - CRC pada kerabat tingkat 1,usia < 55th atau > 2 keluarga tingkat pertama terkena - CRC pada keluarga tingkat pertama, usia > 55 th - Riwayat polip kolorektal besar > 1cm atau multipel - Riwayat CRC setelah reseksi Kolonoskopi Kolonoskopi Kolonoskopi Kolonoskopi 40 atau 10 tahun sebelum kasus CRC termuda 50 atau 10 tahun sebelum kasus CRC termuda 1 tahun setelah polipektomi 1 tahun setelah reseksi Setiap 5 tahun Setiap 5 – 10 tahun Jika rekuren, tiap tahun. Jika tidak, tiap 5 tahun Jika normal 3 th, bila tetap normal tiap 5 tahun. Jika abnormal, tiap 5 tahun Resiko tinggi - FAP - HNPCC - IBD FS, pemeriksaan genetik Kolonoskopi, pemeriksaan genetik Kolonoskopi 12-14 tahun ( pubertas) 21-40 tahun 40 tahun 8-15 tahun Tiap 2 tahun Tiap 2 tahun Tiap tahun Tiap 2 tahun Tabel screening pada tiap resiko
  • 17. 17 a. Tes darah samar Pada suatu studi kontrol pada universitas di Minnesota, didapatkan kesimpulan bahwa tes darah samar sebagai tes penyaring dapat mengurangi mortalitas CRC sebanyak 33% dan metastasis sebanyak 50%. Tetapi tes darah samar tidak selalu sensitif dan terlewat sampai 50% kasus. Spesifitas pemeriksaan ini rendah, 90% pasien dengan tes ini positif tidak memiliki CRC. Tes ini baru signifikan bila dilakukan kolonoskopi setelahh tes darah samar positif. Jadi, tes darah samar dilakukan dan direkomendasikan bagi pasien asimptomatik. b. Rigid Proctoscopy Proctoscopy digunakan untuk mengevaluasi kanal anal, rektum dan kolon sigmoid. Proctoscope pendek, lurus, rigid, dengan pipa metal dan biasanya terdapat cahaya diatasnya. Panjangnya sekitar 15cm. Proctoscope dilubrikasi dan dimasukan ke dalam rektum, kemudian obturator disingkirkan dan terlihat bagian interior dari rektum. Prosedur ini biasa digunakan untuk menginspeksi hemoroid atau polip rektum. Studi kasus kontrol memperlihatkan adanya penurunan resiko kematian pada kanker rektal dengan skrining melalui rigid proctoskopi walaupun resiko kematian kanker kolon tidak dipengaruhi. Akan tetapi, dikarenakan adanya limitasi jangkauan,maka proctoskopi ini hanya sedikit dicantumkan dalam program skrining modern ini. Gambar Proctoscopy
  • 18. 18 c. Flexible Sigmoidoscopy Skrining dengan fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun menyebabkan penurunan mortalitas CRC dan mengidentifikasi individu resiko tinggi dengan adenoma. Pada pasien dengan polip, kanker atau lainnya pada fleksibek sigmoidoskopi maka memerlukan kolonoskopi. d. Colonoscopy Kolonoskopi sekarang ini merupakan metode yang akurat dan paling baik digunakan dalam pemeriksaan usus besar. Prosedur ini sangat sensitif dalam mendeteksi polip kecil sekalipun dan dapat dilakukan biopsi, polipektomi, mengontrol pendarahan dan dilatasi striktur. Akan tetapi, pemeriksaan ini memerlukan persiapan usus dan menyebabkan ketidaknyamanan karena memerlukan sedasi. Kolonoskopi dilakukan dengan bantuan endoskopi. Komplikasi utama setelah kolonoskopi ialah perforasi dan pendarahan, namun sangat kecil. Gambar kolonoskopi dan sigmoidoskopi e. Barium enema kontras Kontras barium enema juga sensitif dalam mendeteksi polip > 1cm yaitu sekitar 90%. Akan tetapi, tidak ada studi yang membuktikan efikasinya dalam skrining populasi besar. Akurasi paling tinggi pada kolon proksimal, akan tetapi dapat juga digunakan pada kolon sigmoid bila ada divertikulosis signifikan. Untuk alasan ini, maka barium enema
  • 19. dikombinasikan dengan fleksibel sigmoidoskopi sebagai skrining. Kerugian pada metode ini ialah memerlukan persiapan pada usus. Kolonoskopi juga dilakukan bila ditemukan lesi. 19 f. CT Colonografi Kemajuan teknologi sekarang ini menghasilkan sesuatu yang tidak invasif tetapi akurasi tinggi. CT colonografi mengggunakan teknologi CT helik dan rekonstruksi 3 dimensi untuk menggabarkan kolon intraluminal. Pasien membutuhkan persiapan usus. Kolon diisi dengan udara lalu dilakukan CT. Kolonoskopi tetap dibutuhkan bila terdetteksi lesi. CT Colonography (CTC) yang juga populer dengan istilah “Virtual Colonography” merupakan pengembangan dari teknologi multipel helical (multi- slice) CT Scan yang dapat menghasilkan gambaran interior kolon dalam dua atau tiga dimensi. CTC memiliki radiasi exposure yang rendah dan tidak invasif, tapi tidak bisa melakukan biopsi dan polipektomi. Persiapan pemeriksaan CTC hampir sama dengan kolonoskopi yaitu membersihkan usus besar dengan bahan laksan, ditambah memasukkan udara kedalam kolon melalui kateter rektal. Pemeriksaan dilakukan pada posisi supinasi dan pronasi serta tidak membutuhkan sedasi. Penelitian meta- analisis mengatakan bahwa CTC memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm, yaitu 88% dan 95%. Penelitian lainnya CTC dengan 4-detector-row scanners menghasilkan sensitifitas 82%-100% dan spesifisitas 90%-98% untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm. CTC juga memiliki resiko terjadinya perforasi dan dilaporkan hanya 1/22.000 pemeriksaan.  Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik penting dalam menentukan penyakit lokal, mengidentifikasi emtastase dan mendeteksi sistem organ lain yang turut berperan dalam pengobatan. Area supraclavicula harus dipalpasi untuk memeriksa adanya kelenjar yang mengalami metastase. Pemeriksaan abdomen dimulai dari inspeksi yaitu melihat adanya bekas operasi, penonjolan massa, kontur usus yang mungkin dapat terlihat ( darm kontur, darm steifung). Palpasi dilakukan untuk meraba adanya massa, pembesaran hepar, asites atau
  • 20. nyeri tekan pada abdomen. Bila teraba massa disebutkan lokasi, diameter, mobilitas atau melekat pada jaringan, konsistensi, batas jelas atau tidak. Perkusi normal pada abdomen ialah timpani. Bila terdapat masssa maka perubahan suara menjadi redup. Pada auskultasi didengarkan bising usus. Pada kanker rektal distal, dapat dirasakan massa yang rata, keras, oval atau melingkar dengan depresi pada sentral. Bila meluas, harus ditentukan ukuran dan derajat perlekatan jaringan. Pada pemeriksaan RT, maka dapat didapatkan darah pada sarung tangan. 20  Pemeriksaan penunjang Keberadaan kanker kolorektal dapat dikenali dari beberapa tanda seperti: anemia mikrositik, hematoskezia, nyeri perut, berat badan turun atau perubahan defekasi. Oleh sebab itu perlu segera dilakukan pemeriksaan endoskopi atau radiologi. Temuan darah samar di feses memperkuat dugaan neoplasia namun bila tidak dapat menyingkirkan lesi neoplasma. a. Laboratorium Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon memberikan hasil normal. Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah urinalisis, hitung leukosit dan hemoglobin. Pemeriksaan lain yang dapat diperiksa sesuai dengan indikasinya ialah protein serum, kalsium, bilirubin, alkali fosfatase dan kreatinin. Pendarahan intermitten dan polip besar dapat dideteksi melalui darah sama feses atau defesiensi Fe. Petanda tumor yang paling banyak digunakan untuk keganasan kolorektal Carcinoembryonic antigen (CEA) yaitu sebuah glikoprotein yang ditemukan pada sel membran banyak jaringan tubuh termasuk CRC. Beberapa antigen masuk ke dalam sirkulasi dan dideteksi dengan radioimunnoassay serum. CEA dapat terdeteksi di berbagai cairan tubuh, urin dan feses. Peningkatan serum CEA tidak spesifik berhubungan dengan kanker kolorektal. Kadar CEA tinggi pada 70% pasien dengan kanker usus besar. CEA tidak dapat digunakan sebagai prosedur screening tetapi akurat sebagai diagnosis CEA residif.
  • 21. 21 b. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu mendeteksi 50% polip kolon dengan spesifitas 85%. Terdapat gambaran pasase kontras, jenis bagian rektosigmoid sering sulit untuk divisualisasi meskipun bila dibaca oleh ahli radiologi senior. Oleh karena itu, pemeriksaan rektosigmoidoskopi masih diperlukan. Bilamana ada lesi yang mencurigakan, pemeriksaan kolonoskopi diperlukan untuk biopsi. Pemeriksaan lumen barium teknik kontras ganda merupakan alternatif lain untuk kolonoskopi namun pemeriksaan ini sering tidak bisa mendeteksi lesi berukuran kecil. Enema barium cukup efektif untuk memeriksa bagian kolon di balik striktur yang tak terjangkau dengan pemeriksaan kolonoskopi.Persiapan dan pemeriksaan barium enema Persiapan:  Penderita diberi makan bubur kecap 1 hari sebelumnya  10 -12 jam sebelum pemeriksaan penderita diberi Laxans  Segera setelah akan diperiksa diberi Laxans  Kontras yang dipakai yaitu Barium sulfat.  Bubur barium 1:4, 1:5, 1:6. Gambaran normal:  Pasase lancar (gambaran haustre)  Refluks kontras ke dalam ileum  Post evakuasi: feather like appereance Gambar barium enema normal
  • 22. 22 Gambaran radiologis karsinoma kolon:  Gangguan pasase kontras  Jenis ekstraluminar: pendorongan lumen  Jenis intraluminar: mukosa kasar + filling defect Karsinoma kolon kiri : filling defek, biasanya 2-6 cm dengan konfigurasi apple core. Karsinoma kolon kanan : konstriksi atau massa intrluminal5 Gambar karsinoma anular kolon sigmoid Gambaran radiologis polip:  Khas pada post evakuasi terdapat gambaran radiolusen yang berbentuk multipel Gambar gambaran polip pada barium enema Gambar peduncaled polyp Gambaran radiologis karsinoma rektum:  Gambaran pasase kontras  Tergantung jenisnya:
  • 23. 23 - Pendorongan : kelainan bentuk dan anatomis - Filling defect : mukosa tidak rata 2.9 Diagnosis Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda. Pemeriksaan ini sebaiknya di lakukan setiap 3 tahun untuk usia diatas 45 tahun. Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi. Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk kemungkinan tekanan ureter kiri atau infiltrasi ke kandung kemih, serta hati dan paru untuk metastasis. 2.10. Tata laksana 2.10.1. Kanker kolon Tata laksana yang dapat diberikan ialah reseksi operasi luas dari lesi dan drainase regional limfatik. Reseksi dari tumor primer tetap diindikasikan walaupun telah terjadi metastase. Abdomen dibuka dan dieksplorasi adakah metastase. Tujuan terapi karsinoma kolon ialah mengeluarkan tumor dan suplai limfovaskular. Reseksi dari usus tergantung dari pembuluh darah yang mengaliri bagian kanker tersebut. Organ atau jaringan penyokong seperti omentum nyga harus direseksi en blok dengan tumor. Bila seluruh tumor tidak dapat diangkat, maka dibutuhkan terapi paliatif. Anastomosis dilakukan diawali dengan irigasi usus dengan normal solusio saline atau povidon idodin yang diharapkan sel tumor dalam lumen dapat tercuci atau dihancurkan. Adanya kanker synchronous atau adenoma atau riwayat keluarga yang kuat terhadap CRC mengindikasikan seluruh kolon beresiko terhadap karsinoma ( field defect) dan harus dilkukan subtotal atau total kolektomi. Kanker synchronous ialah adanya lebih dari 2 kanker secara bersamaan. Metachronous tumor ( reseksi baru pada pasien yang telah direseksi sebelumnya) juga diterapi serupa. Apabila terdapat metastase tidak terprediksi sebelumnya saat dilakukan laparotomi, maka tumor primer harus direseksi bila dapat dilakukan dan aman. Selanjutkan dilakukan anaastomosis. Pada tumor yang tidak dapat direseksi,
  • 24. maka dilakukan prosedur paliatif dan membutuhkan proksimal stoma atau bypass. 24 a. Stage 0 ( Tis, N0,M0) Polip yang mengandung carcinoma in situ/ high grade dysplasia tidak memiliki resiko metastasis nodus limfatikus. Akan tetapi, high grade dysplasia meningkatkan resiko karsinoma invasif. Karena alasan ini, maka polip dieksisi lengkap dan batasnya harus bebas dari displasia.polip bertangkai harus dilepaskan secara komplit secara endoskopi. Pada pasien iini, diikuti dengan kolonoskopi teratur yang memastikan bahwa polip tidak rekuren dan tidak terbentuk karsinoma invasif. Apabila polip tidak dapat diangkat se`luruhnya, maka dilakukan reseksi segmental. d. Stage I: Malignant Polyp (T1, N0, M0) Pengelolaan polip malignant didasarkan atas resiko rekurensi dan metastasis ke kelenjar getah bening. Metastase ke kelenjar getah bening berdasarkan kedalaman invasi polip. Pada invasi limfovaskular, histologi diferensiasi buruk dapat dilkakukan segmental kolektomi. e. Stages I and II: Localized Colon Carcinoma (T1-3, N0, M0) Mayoritas pasien dengan stadium 1 dan 2 dapat disembuhkan dengan operasi reseksi. Beberapa pasien dengan reseksi komplit stadium 1 dapat berkembang rekurensi lokal atau jauh dan kemoterapi tidak meningkatkan survival pasien ini. Sebanyak 46% pasien dengan reseksi komplit stadium 2 dapat beresiko kematian. Untuk alasan ini, kemoterapi ajuvan disarankan untuk beberapa pasien ( pasien muda dan resiko tinggi). f. Stage III: Lymph Node Metastasis (Tany, N1, M0) Pasien dengan keterlibatan kelenjar getah bening merupakan resiko yang tinggi terhadap rekurensi. Oleh karena itu, direkomendasikan ajuvan kemoterapi rutin pada pasien ini. Regimen yang digunakan ialah 5- Flourouracil dengan levamisole atau leukovorin emngurangi rekurensi dan meningkatkan angka ketahanan hidup. Agen kemoterapi
  • 25. yang baru ialah as capecitabine, irinotecan, oxaliplatin, angiogenesis inhibitors, dan immunotherapy. 25 g. Stage IV: Distant Metastasis (Tany, Nany, M1) Angka survival sangat terbatas pada stadium ini. Pasien dengan penyakit sistemik, sebanyak 15% akan bermetastase ke hati. Pada stadium ini, sebanyak 20% potensial reseksi untuk sembuh. Angka survival pada pasien reseksi ini menignkat bila dibandingkan dengan pasien yang tidak direseksi. Semua pasien membutuhkan kemoterapi ajuvan. Pasien yang tidakdioperasi difokuskan untuk paliatif terapi. Terapi paliatif yang digunakan ialah stenting untuk lesi obstruksi kolon kiri.  Reseksi kolorektal Reseksi kolorektal dilakukan pada kondisi bervariasi termasuk neoplasma ( jinak dan ganas), inflamatori bowel disease dan kasus lain.  Reseksi Secara umum, ligasi proksimal mesenterik akan mengelimnasi aliran darah pada bagian kolon lebih besar dan membutuhkan kolektomi. Reseksi kurativ dari CRC dicapai dengan ligasi PD mesenterika proksimal dan pembersihan kelenjar getah bening mesenterika secara radikal. Pada reseksi proses benign, tidak diperlukan reseksi mesenterika dan omentum dapat tetap dipertahankan.  Emergensi reseksi Reseksi jenis ini digunakan dalam kasus obstruksi, perforasi dan hemoragi. Pada keadaan ini, usus tidak ada persiapan dan kondisi pasien tidak stabil. Pada reseksi kolon kanan atau proksimal tranversal, anastomsosi oleocolonic dapat dilakukan.  Reseksi laparoskopik Keuntungan dari laparoskopik ialah baik secara kosmetik, mengurangi nyeri post operasi dan pemulihan usus yang lebih cepat. Reseksi usus besar secara laparoskopik membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding operasi secara terbuka.
  • 26. 26 Gambar reseksi kolon berdasarkan tumor primer  Anastomosis Anastomosis dapat dibentuk melalui 2 segemen usus. Teknik yang digunakan dapat berupa handsewn atau stapled. Jenis anastomosis : 1. End to end Dilakukan ketika 2 segmen usus dengan kaliber yang sama. Teknik ini terutama dilakukan pada reseksi rektum, tetapi dapat digunakan dalam kolostomi atau anastomosis usus kecil. 2. End to side Digunakan bila salah satu bagian usus lebih besar dari lainnya. Teknik ini dilakukan pada obstruksi kronik. 3. Side to end Dilakukan ketika usus proksimal lebih kecil daripada bagian distalnya.
  • 27. 27 4. Side to ide Dilakukan bila menyambung kontinuitas diantara 2 pembuluh darah atau segmens usus dimana tempat terakhirnya telah ditutup. End to end End to side Side to side Gambar 2. 17 Anastomosis  Colostomy Bentuk kolostomi yang sering digunakan ialah end kolostomi dibanding dengan loop kolostomi. Kolostomi dibuat pada sisi kiri kolon. Defek pada dinding abdomen dibuat dan akhir dari kolon dimobilisasi melalui lubang itu. Usus bagian distal yang dikeluarkan melalui dinding abdomen sebagai mucus fistula atau di dalam abdomen sebagai hartmann’s pouch. Penutupan kolostomi membutuhkan laparotomi. Stoma didiseksi dari dinding abdomen dan odentifikasi usus distal, kemudian dilakukan anastomosis end to end. Komplikasi dari nekrosis dapat terjadi pada masa awal post operasi dikarenakan terganggunya suplai darah. Retraksi juga dapat terjadi, tapi kolostomi lebih sedikit beresiko.
  • 28. 28 Gambar kolostomi 2.10.2.Kanker rektum Biologis dari adenokarsinoma rekal sama dengan adenokarsinoma kolon dan prinsip operasi ialah reseksi komplit dari tumor primer, kelenjar getah bening dan organ apapun yang terkena. Akan tetapi diakrenakan struktur dari pelvis maka reseksi lebih sulit dan membutuhkan pendekatan lain. Rekurensi lebih tinggi dibanding dengan kanker kolon dengan stadium yang sama. Akan tetapi, tumor rektum lebih sensitif dengan radiasi. a. Terapi lokal Sepanjang 10 cm distal dari rektum dapat dijangkau melalui anus. Karena itulah, beberapa terapi dilakukan secara lokal. Untuk jenis yang benign, noncircumferential dan adenoma villous dilakukan dengan baik dengan eksisi transanal. Akan tetapi rekurensi tinggi walau dengan terapi kemoradiasi. Transanal endoscopic microsurgery (TEM) dioperasikan dengan menggunakan proctoscope dan alat-alat serupa dengan laparoskopi yang membuat eksisi lokal dapat dilakukan pada tempat yang lebih tinggi yaitu sekitar 15 cm. Lokal eksisi harus diikuti dengan eksisional biopsi. Teknik ablasi seperti elektrokauter atau radiasi endocavitary juga dapat digunakan. Kerugian dari teknik ini ialah tidak dapat diambilnya spesimen patologis untuk diketahui stadiumnya. Teknik ini digunakan pada
  • 29. individu dengan resiko tinggi yang tidak dapat mentoleransi terapi radikal lainnya. 29 b. Reseksi radikal Reseksi radikal lebih dipilih dibanding terapi lokal untuk banyak kasus karsinoma rektal. Reseksi radikal mengangkat segmen yang terkena bersama dengan limfovaskularnya. Total mesorektal excision (TME) adalah teknik yang menggunakan diseksi tajam untuk menghasilkan reseksi total dari mesenterium rektal. Untuk tumor rektosigmoid, eksisi partial mesorektal paling tidak sepanyak cm distal dari tumor. TME menurunkan rekurensi dan meningkatakan survival. Teknik ini hanya sedikit dari yang hilang dibanding dengan operasi tajam. c. Terapi spesifik stadium Sebelum dilakukan terapi dilakukan ultrasound endorektal untuk mengetahui T dan N dari kanker rektum. USG ini baik untuk mengetahui kedalaman tumor namun kurang akurat dalam diagnosis keterlibatan nodus limfatikus.  Stage 0 (Tis, N0,M0) Karsinoma in situ ( displasia tingkat tinggi) secara ideal diterapi dengan eksisi lokal.  Stage I: Localized Rectal Carcinoma (T1-2, N0, M0) Karsinoma invasif yang berasal dari polip pedunkulated hanya memiliki < 1% resiko metastasis. Terapi yang dapat dilakukan ialah polipektomi. Terapi lokal dapat dilakukan namun angka rekurensi tinggi. Untuk alasan ini, maka dilakukan reseksi radikal.  Stage II: Localized Rectal Carcinoma (T3-4, N0, M0) Tumor rektum yang besar sering terjadi lagi. Ada 2 pendapat untuk mencegah rekurensi yaitu tidak diperlukannya kemoradiasi ajuvan setelah dilakukan TME untuk stadium 1,2 dan 3. Pendapat lainnya ialah diperlukannya kemoradiasi. Keuntungan kemoradiasi preoperasi ialah pengecilan ukuran tumor, mereseksi menjadi lebih mudah. Kerugiannya
  • 30. ialah overtreatment dari tumor masa awal, penundaan penyembuhan uka dan fibrosis pelvis. 30  Stage III: Lymph Node Metastasis (Tany, N1, M0) Banyak pendapat yang menyarankan kemoterapi dan radiasi pre atau post operasi untuk kanker rektal dengan keterlibatan kelenjar getah bening. Keuntungan dan kerugian sama seperti yang diungkapkan di atas. Untuk alasan ini, pasien diterapi dengan neoajuvan terapi diikuti dengan reseksi radikal.  Stage IV: Distant Metastasis (Tany, Nany, M1) Sama seperti stadium 4 karsinoma kolon, angka harapan hidup terbatas dengan pasien metastasis. Metastasis ke hepar jarang namun bila ada reseksi dapat menyembuhkan untuk beberapa pasien. Kebanyakan pasien memerlukan terapi paliatif. Reseksi radikal dapat digunakan untuk mengontrol nyeri, perdarahan atau tenesmus. Terapi lokal dengan kauter atau laser digunakan untuk mengontrol perdarahan atau mencegah obstruksi. Intraluminal stent berguna untuk mencegah obstruksi namun sering menyebabkan nyeri dan tenesmus. 2.10.3. Sistemik kemoterapi Tulang punggung regimen kemoterapi untuk kanker kolon ialah 5- Flourouracil sebagai terapi ajuvan maupun metastase. Dahulu, dinyatakan pendapat bahwa regimen kombonasi menyediakan peningkatan efikasi dan angka harapan hidup pasien. Selain 5-Florourasil, terdapat capecitabine dan tegafur yang digunakan sebagai monoterapi atau kombonasi dengan oxalipatin dan irinotecan. Regimen untuk ajuvan kemoterapi :  5-Fluorouracil + leucovorin o 5-Fluorouracil: 500 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu o Leucovorin: 20 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu, diberikan sebelum 5-FU o Siklus diulang setiap 8 minggu untuk total 24 minggu
  • 31. 31  LV5FU2 (de Gramont regimen) o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV continuous infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2 o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion sebelum 5-fluorouracil o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu  Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX4) o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1 o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV continuous infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2 o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion sebelum 5-fluorouracil o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu Regimen untuk metastasis :  Irinotecan + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFIRI regimen) o Irinotecan: 180 mg/m2 IV pada hari 1 o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus pada hari 1, diikuti dengan 2400 mg/m2 IV continuous infusion untuk 46 jam o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5- fluorouracil o Mengulang siklus setiap 2minggu  Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX6) o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1 o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus on day 1, diikuti dengan 2400 mg/m2 IV continuous infusion untuk 46 jam o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5- fluorouracil o Mengulang siklus setiap 2minggu  Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (mFOLFOX7) o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1 o 5-Fluorouracil: 3000 mg/m2 IV continuous infusion pada hari 1 untuk 46 jam
  • 32. o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5- 32 fluorouracil o Mengulang siklus setiap 2minggu  Capecitabine + oxaliplatin (XELOX) o Capecitabine: 850-1000 mg/m2 PO terbagi 2 dosis pada hari 1-14 o Oxaliplatin: 100-130 mg/m2 IV pada hari 1 o Mengulang siklus setiap 21 hari  FOLFOX4 + bevacizumab o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1 o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti dengan 600 mg/m2 IV continuous infusion pada hari 1 dan 2 o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5- fluorouracil o Bevacizumab: 10 mg/kg IV setiap 2 minggu o Mengulang siklus setiap 2 minggu 2.10.4. Agen biologis Bevacizumab ( Avastin) merupakan obat antiangiogenesis pertama yang diindikasikan untuk kanker kolorektal metastasis. Ini meripakan antibodi monoklonal untuk vascular endothelial growth factor (VEGF) dan meningkatkan survival bila ditambahkan pada kemoterapi. Agen biologis lain yang telah direkomendasikan ialah epidermal growth factor receptor ( EGFR). Nama obat untuk golongan ini ialah Cetuximab yang digunakan sebagai monoterapi atau kombinasi dengan irinotecan pada pasien kanker kolorektal yang refrakter dengan 5-FU dan oxalipatin. Panitumumab adalah antibodi monoklonal human dan diindikasikan untuk monoterapi bila kombinasi gagal. Lini pertama untuk kanker metastasis ialah bevacizumab dan kemoterapi ( oxiliplatin dan irinotecan). 2.10.5. Terapi radiasi Radioterapi merupakan modalitas standar bagi pasien dengan kanker rektum, tetapi terbatas bagi kanker kolon. Terapi ini tidak mempunyai efek ajuvan maupun metastatik, hanya sebagai terapi paliatif untuk metastasis tulang atau otak.
  • 33. 33 2.11. Penyebaran Tumor Penyebaran tumor dapat terjadi melalui: a. Penyebaran langsung Karsinoma tumbuh secara melingkari usus sebelum terdiagnosa, khususnya bagi kolon kiri yang memiliki kaliber lebih kecil dibanding dengan kanan. Membutuhkan waktu 1 tahun bagi tumor untuk melingkari ¾ bagian usus. Lesi menyebar secara radial dan berpenetrasi ke lapisan luar dinding usus dan dapat mengenai struktur di dekatnya seperti hati, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halis, pankreas, limpa, kandung kemih, vagina, ginjal, ureter dan dinding abdomen. Kanker rektum dapat menginvasi dinding vagina, kandung kemih, prostat atau sakrum. b. Metastasis hematogen Invasi melalui pembuluh darah dapat menyebabkan tumor terbawa melalui sistem vena porta yang menyebabkan metastasi ke hepar. Embolisasi dapat terjadi melalui vena lumbal atau vertebral ke paru. Kanker rektum menyebar melalui vena hipogastrik. Penyebaran ke ovarium terutama melalui hematogen yaitu terlihat pada 10.3% pasien wanita dengankanker kolorektal. Untuk mencegah metastase melalui hematogen sewaktu operasi dilakukan manipulasi minimal dengan ligasi pembuluh darah. c. Metastasis kelenjar getah bening regional Ini merupakan tipe penyebaran yang paling umum. Kanker rektum bermetastase proksimal melalui kelenjar getah bening mesorectalm iliac dan mesenterika inferior. Serta bermetastase secara radial sepanjang dinding pelvis. Kelenjar getah bening harus diangkat sewaktu operasi. d. Metastasis transperitoneal Terjadi sewaktu tumor berektensi melalui lapisan serosa dan memasuki kavitas peritoenal, memproduksi lokal implant carcinomatosis. e. Metastasis intraluminal Sel ganas dari lapisan tumor dapat tersapu sepanjang usus melalui isi feses.
  • 34. 34 2.12. Prognosis Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastase jauh, yaitu klasifikasi penyebaran tumor dan tingkat keganasan sel tumor. Untuk tumor yang terbatas pada dinding usus tanpa penyebaran, angka kelangsungan hidup lima tahun adalah 80%, yang menembus dinding tanpa penyebaran 75%, dengan penyebaran kelenjar 32% dan dengan metastasis jauh satu persen. Bila disertai differensiasi sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk.  Follow up 1. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dilakukan setiap 3-6 bulan pada 3 tahun pertama dan setiap 6 bulan pada tahun keempat dan kelima. Akan tetapi hal ini tidak mutlak dan berdasarkan kondisi individu dan faktor resiko yang dimiliki oleh pasien. 2. Pemeriksaan carcinoembryonic antigen (CEA) Pemeriksaan ini masih menjadi kontroversial tetapi berguna walaupun ada kekurangannya. Kadar CEA serum diperiksa setiap 3 bulan pada pasien selama 3 tahun dan setiap 6 bulan pada tahun keempat dan kelima. Pemeriksaan ini berguna untuk menilai kekambuhan pada pasien. 3. CT scan CT scan dada dan abdomen dilakukan setiap tahun untuk minimal 3 tahun pertama setelah reseksi tumor primer. 4. Kolonoskopi Kolonoskopi wajib dilakukan pada semua pasien untuk mendokumentasi tidak adanya tumor tambahan atau polip. Kolonoskopi dilakukan setelah operasi / 3-6 bulan kemudian dan kemudian tiap tahun sampai 3 tahun kemudian. Bila normal, diulang setiap 5 tahun. Bila tidak tersedia sarana kolonoskopi, maka dapat dilakukan barium enema dan sigmoidoskopi. 5. Colok dubur/ proctoskopi/ sigmoidoskopi Diperuntukkan pasien yang mengalami kanker rektal. Pemeriksaan dilakukan pada bulan ketiga, keenam, setahun dan tahun kedua.
  • 35. 35 BAB III KESIMPULAN Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian kedua setelah keganasan di paru-paru di USA. diperkirakan pada tahun 2008 ditemukan 150.000 kasus baru dan 60.000 diantaranya meninggal karena karsinoma kolorektal. Tingginya angka kematian tersebut menyebabkan berbagai upaya untuk menguranginya, salah satunya dengan kebijakan deteksi dini atau skrining terhadap kelompok berisiko yang asimptomatis. Sebagian besar dari modalitas skrining yang dimaksud adalah radiologic imaging: Flexible Sigmoidoscopy (FS), Colonoscopy, Double Contrast Barium Enema dan CT Colonography(CTC). Pemilihan modalitas skrining tersebut tergantung pada kondisi pasien, teknologi yang dimiliki, resiko dan keuntungan modalitas terhadap pasien, serta kemampuan operator. Penanganan karsinoma kolorektal membutuhkan kecermatan pemeriksaan preoperatif untuk dapat memutuskan modalitas terapi baik pembedahan, kemoterapi maupun radioterapi. Penanganan postoperatif dan follow-up sangat tergantung pada pemeriksaan dan penanganan yang dapat dilakukan sebelumnya. Hal ini sangat ditentukan oleh staging karsinoma, yang salah satunya dapat ditentukan oleh imaging seperti ultrasonografi, CT Scan, maupun MRI. Pada prinsipnya, semakin dini diagnosis karsinoma kolorektal, semakin baik prognosisnya karena penanganannya dapat dengan pembedahan kuratif.
  • 36. 36 DAFTAR PUSTAKA Cirincione, Elizabeth 2005, Rectal Cancer,www.emedicine.com (22 September 2011) De Jong Wim, Samsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 11. Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC. p: 848. Grace, Pierce A., Borley, Neil R., 2006. At a Glance Ilmu Bedah, Ed. 3. Jakarta: Penerbit Erlangga. p: 113. Hassan , Isaac 2006, Rectal carcinoma, www.emedicine.com Mansjoer Arif et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit Buku Media Aesculapius. Jakarta. Kurniawan, Lilik. 2009. Karsinoma Rektum. Fakultas Kedokteran Universitas Riau.http://www.Files-of-DrsMed.tk (22 September 2011). Kumar, Vinay., Cotran, Ramzi S., Robbins, Stanley L., 2007. Buku Ajar Patologi, Ed. 7, Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 655-656. Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses – proses penyakit. Jakarta : EGC Pierce A, Grace & Neil R Borley. 2007. At a Glance : Ilmu Bedah Ed.3.Jakarta : EMS Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Winawer, SJ., Zauber, AG., Gerdes H., et.al., 1996. Risk of Colorectal Cancer in the Families of Patient With Adenomatous polyps. National Polyp Study Workgroup. N Engl J Med 1996:334;81-7.