Dokumen tersebut membahas tentang data distribusi kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular dan keracunan berdasarkan jenis penyakit di provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2015. Dokumen ini menjelaskan definisi KLB, karakteristik penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB, serta penyakit-penyakit apa saja yang berpotensi menjadi wabah atau KLB.
1. DATA DISTRIBUSI KLB PENYAKIT MENULAR DAN KERACUNAN
BERDASARKAN JENIS PENYAKIT DI PROV. SUMSEL
TAHUN 2015
Oleh:
Ajrina Agissyari P
Fitria Suryaningsih
Lia Purnamasari
Nandang Aprilianto
Resna Adtya
PROGRAM STUDI S1 KEPEAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2019
2. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi.
Pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan yaitu setiap kebijakan
publik selalu memperhatikan dampak pada kesehatan. Pembangunan bidang
kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya yang ditandai dengan meningkatnya umur harapan hidup,
menurunnya angka kematian ibu dan bayi, meningkatkan status gizi, dan
menurunnya angka kesakitan serta angka kematian yang disebabkan oleh
berbagai penyakit, yaitu baik penyakit menular maupun penyakit tidak
menular. Untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya dapat terwujud, hal tersebut selaras dengan komitmen
internasional yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs)
dan Sustainable Development Goals (SDGs). (DiKes Provinsi Sumatra
Selatan, 2015).
Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB adalah
timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang
bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu,
dan merupakan keadaan yang dapat menjurus kepada terjadinya wabah
(kemenkes, 2014)
Berdasarkan hasil rekapan program surveilans KLB selama tahun
2015, bahwa kejadian KLB di kabupaten/kota frekuensi KLB 26 kali
3. 2
menyerang 26 desa dengan 334 penderita dan kematian 9 orang (CFR 2.7%),
frekuensi dan penderita KLB menurun jika dibandingkan dengan tahun 2014.
Pada tahun 2014 frekuensi KLB 40 kali menyerang 40 desa dengan 1395
penderita dan kematian 3 orang (CFR 0,22%), namun jika dilihat dari
kematian karena KLB pada tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar
1,23% dibandingkan tahun 2014. Pada tahun anggaran 2015, Program KLB
telah melaksanakan beberapa kegiatan Penyelidikan Epidemiologi dan
Penanggulangan KLB Penyakit menular dan Keracunan Makanan di
kabupaten/kota. Penyakit yang menjadi penyebab KLB yaitu Keracunan
makanan,DBD, Rabies, Rubella, Campak, Hepatitis, Pertusis.
Mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan RI (Kepmenkes) nomor
1091/2004 tentang SPM-KLB, maka ditetapkan bahwa setiap terjadi KLB
harus ditangani dan ditanggulangi dalam waktu kurang dari 24 jam. Pada
tahun 2015 ditargetkan minimal 95 % desa/kelurahan sudah dilaksanakan
penanggulangan KLB dalam waktu kurang dari 24 jam oleh Tim Gerak Cepat
Kab/kota masing-masing.maka hal tersebut sudah dapat terlaksana dengan
baik, pada tahun 2015 ketepatan penanggulangan KLB <24 jam yaitu 100%.
Dari uraian diatas penyusun mengambil judul data distribusi klb
penyakit menular dan keracunan berdasarkan jenis penyakit di prov. Sumsel
tahun 2015, untuk mengetahui bagaimana disribusi penyakit menular dan
keracunan.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian pada latarbelakang penyebab dari KLB yang
terjadi yaitu keracunan makanan, dbd, rabies, rubella, campak, hepatitis,
petusis. Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu Bagaimana Data
Distribusi KLB Penyakit Menular Dan Keracunan Berdasarkan Jenis
Penyakit Di Prov. Sumsel Tahun 2015.
4. 3
C. Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui bagaimana data distribusi klb penyakit menular
dan keracunan berdasarkan jenis penyakit di prov. Sumsel tahun 2015.
b. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui definisi KLB
2. Untuk mengetahui karakteristik penyakit yang berpotensi KLB
3. Untuk mengetahui peyakit-penyakit yang berpotensi wabah/KLB
5. 4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi kejadian luar biasa (KLB)
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di
Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah
penyakit.
Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai
timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang
bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu.
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah
penyakit menular serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989,
maka penyakit DBD harus dilaporkan segera dalam waktu kurang dari 24 jam.
Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan bahwa wabah adalah
kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang
jumlah penderita nyameningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang
lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
Dalam rangka mengantisipasi wabah secarad ini, dikembangkan istilah
kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap kejadian
wabah. Tetapi kelemahan dari system ini adalah penentuan penyakit
didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali
KLB terlambat diantisipasi (Sidemen A., 2003).
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah
penyakit menular serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989,
maka penyakit DBD harus dilaporkan segera dalam waktu kurang dari 24 jam.
Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan bahwa wabah adalah
kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang
6. 5
jumlah penderita nyameningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang
lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
Dalam rangka mengantisipasi wabah secarad ini, dikembangkan istilah
kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap kejadian
wabah. Tetapi kelemahan dari system ini adalah penentuan penyakit
didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali
KLB terlambat diantisipasi (Sidemen A., 2003).
Penyakit menular yang potensial menimbulkan wabah di Indonesia
dicantumkan Permenkes 560/MENKES/PER/VIII/1989 tentang Penyakit
potensial wabah :
1. Kholera
2. Pertusis
3. Pes
4. Rabies
5. Demam Kuning
6. Malaria
7. Demam Bolak-balik
8. Influenza
9. Tifus Bercak wabah
10. Hepatitis
11. DBD
12. Tifus perut
13. Campak
14. Meningitis
15. Polio
16. Ensefalitis
17. Difteri
18. Antraks
7. 6
Pengertian kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau
meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam
kurun waktu dan daerah tertentu.
Batasan KLB meliputi arti yang luas, yang dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Meliputi semua kejadian penyakit, dapat suatu penyakit infeksi akut
kronis ataupun penyakit non infeksi.
2. Tidak ada batasan yang dapat dipakai secara umum untuk menentukan
jumlah penderita yang dapat dikatakan sebagai KLB. Hal ini selain karena
jumlah kasus sangat tergantung dari jenis dan agen penyebabnya, juga
karena keadaan penyakit akan bervariasi menurut tempat (tempat tinggal,
pekerjaan) dan waktu (yang berhubungan dengan keadaan iklim) dan
pengalaman keadaan penyakit tersebut sebelumnya.
3. Tidak ada batasan yang spesifik mengenai luas daerah yang dapat dipakai
untuk menentukan KLB, apakah dusun desa, kecamatan, kabupaten atau
meluas satu propinsi dan Negara. Luasnya daerah sangat tergantung dari
cara penularan penyakit tersebut.
4. Waktu yang digunakan untuk menentukan KLB juga bervariasi. KLB
dapat terjadi dalam beberapa jam, beberapa hari atau minggu atau
beberapa bulan maupun tahun.
Dari pengertian – pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa KLB
atau wabah adalah terjadinya peningkatan jumlah masalah kesehatan di
masyarakat (terutama penyakit) yang menimpa pada kelompok masyarakat
tertentu, di daerah tertentu, dan dalam periode waktu tertentu.
7 (tujuh) Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) Menurut Permenkes
1501 Tahun 2010 adalah :
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada
atau tidak dikenal pada suatu daerah.
8. 7
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun
waktu dalam jam,hari atau minggu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut
jenis penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan duakali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah
per bulan dalam tahun sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan perbulan pada tahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1
(satu)kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh
persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu
penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu
periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
B. Karakteristik Penyakit Yang Berpotensi KLB
1. Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat.
2. Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan.
3. Mempunyai masa inkubasi yang cepat.
4. Terjadi di daerah dengan padat hunian.
9. 8
C. Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Kejadian Luar Biasa (KLB)
1. Herd Immunity Yang Rendah
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB/Wabah
adalah Herd Immunity. Secara umum dapat dikatakan bahwa herd
immunity ialah kekebalan yang dimiliki oleh sebagian penduduk yang
dapat menghalangi penyebaran. Hal ini dapat disamakan dengan tingkat
kekebalan individu yaitu makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin
sulit terkena penyakit tersebut. Demikian pula dengan herd immunity,
makin banyak proporsi penduduk yang kebal berarti makin tinggi
tingkat herd immunity-nya hingga penyebaran penyakit menjadi semakin
sulit.
Kemampuan mengadakan perlingangan atau tingginya herd immunity
untuk menghindari terjadi epidemi bervariasi untuk tiap penyakit
tergantung pada:
a. Proporsi penduduk yang kebal,
b. Kemampuan penyebaran penyakit oleh kasus atau karier, dan
c. Kebiasaan hidup penduduk.
Pengetahuan tentang herd immunity bermanfaat untuk mengetahui
bahwa menghindarkan terjadinya epidemi tidak perlu semua penduduk
yang rentan tidak dapat dipastikan, tetapi tergantung dari jenis
penyakitnya, misalnya variola dibutuhkan 90%-95% penduduk kebal.
2. Patogenesitas
Kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu
sehingga timbul sakit.
3. Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organisme tetapi
mempengaruhi kehidupan ataupun perkembangan organisme
tersebut.(Notoatmojo, 2003)
10. 9
D. Penyakit-Penyakit Berpotensi Wabah/KLB
1. Penyakit karantina/penyakit wabah penting: Kholera, Pes, Yellow Fever.
2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu
cepat/mempunyai mortalitas tinggi & penyakit yang masuk program
eradikasi/eliminasi dan memerlukan tindakan segera :
DHF,Campak,Rabies, Tetanus neonatorum, Diare, Pertusis, Poliomyelitis.
3. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting :
Malaria, Frambosia, Influenza, Anthrax, Hepatitis, Typhus abdominalis,
Meningitis, Keracunan, Encephalitis, Tetanus.
4. Tidak berpotensi wabah dan atau KLB, tetapi Penyakit-penyakit menular
yang masuk program : Kecacingan, Kusta, Tuberkulosa, Syphilis,
Gonorrhoe, Filariasis, dll.
E. Penggolongan KLB Berdasarkan Sumber
1. Sumber dari manusia : jalan nafas, tenggorokan, tinja, tangan, urine, dan
muntahan. Seperti : Salmonella, Shigela, Staphylococus, Streptoccocus,
Protozoa, Virus Hepatitis.
2. Sumber dari kegiatan manusia : penyemprotan (penyemprotan pestisida),
pencemaran lingkungan,penangkapan ikan dengan racun, toxin biologis
dan kimia.
3. Sumber dari binatang : binatang piaraan, ikan dan binatang pengerat.
4. Sumber dari serangga : lalat (pada makanan) dan kecoa. Misalnya :
Salmonella, Staphylococus, Streptoccocus.
5. Sumber dari udara, air, makanan atau minuman (keracunan). Dari udara,
misalnya Staphylococus, Streptoccocus, Virus, Pencemaran Udara. Pada
air, misalnya Vibrio cholerae, Salmonella. Sedangkan pada makanan,
misalnya keracunan singkong, jamur, makan dalam kaleng.
F. Penanggulangan KLB
11. 10
Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk
menangani penderita, mencegah perluasan KLB, mencegah timbulnya
penderita atau kematian baru pada suatu KLB yang sedang terjadi.
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini
(SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan
penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk
mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang
sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang
cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat.
Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-
penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-
KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data
untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes
Kota Surabaya, 2002). Upaya penanggulangan KLB yaitu :
1. Penyelidikan epidemilogis.
2. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk
tindakan karantina.
3. Pencegahan dan pengendalian.
4. Pemusnahan penyebab penyakit.
5. Penanganan jenazah akibat wabah.
6. Penyuluhan kepada masyarakat.
7. Upaya penanggulangan lainnya.
Indikator keberhasilan penanggulangan KLB :
1. Menurunnya frekuensi KLB.
2. Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB.
3. Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB.
4. Memendeknya periode KLB.
5. Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB.
12. 11
G. Prosedur Penanggulangan KLB/Wabah.
1. Masa pra KLB
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan
melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu
melakukakukan langkah-langkah lainnya :
a. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan
logistic
b. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
c. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat
d. Memperbaiki kerja laboratorium
e. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain
Tim Gerak Cepat (TGC) : Sekelompok tenaga kesehatan yang
bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah di
lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan
epideomologis.
2. Pengendalian KLB
Tindakan pengendalian KLB meliputi pencegahan terjadinya KLB
pada populasi, tempat dan waktu yang berisiko (Bres, 1986). Dengan
demikian untuk pengendalian KLB selain diketahuinya etiologi, sumber
dan cara penularan penyakit masih diperlukan informasi lain. Informasi
tersebut meliputi :
a. Keadaan penyebab KLB
b. Kecenderungan jangka panjang penyakit
c. Daerah yang berisiko untuk terjadi KLB (tempat)
d. Populasi yang berisiko (orang, keadaan imunitas)
H. Penyidikan KLB
Penyidikan KLB (Kejadian Luar Biasa) meliputi :
13. 12
1. Dilaksanakan pada saat pertama kali mendapatkan informasi adanya KLB
atau dugaan KLB.
2. Penyelidikan perkembangan KLB atau penyelidikan KLB lanjutan.
3. Penyelidikan KLB untuk mendapatkan data epidemiologi KLB atau
penelitian lainnya yang dilaksanakan sesudah KLB berakhir.
Tujuan umum Penyidikan KLB yaitu mencegah meluasnya kejadian
(penanggulangan) dan mencegah terulangnya KLB dimasa yang akan datang
(pengendalian). Sedangkan tujuan khusus Penyidikan KLB yaitu diagnosis
kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit, memastikan
bahwa keadaan tersebut merupakan KLB, mengidentifikasi sumber dan cara
penularan, mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB, dan
mengidentifikasi populasi yang rentan atau daerah yang beresiko akan terjadi
KLB. Langkah-langkah Penyidikan KLB :
1. Persiapan penelitian lapangan.
2. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB.
3. Memastikan diagnosis Etiologis.
4. Mengidentifikasi dan menghitung kasus atau paparan.
5. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat.
6. Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika
diperlukan).
7. Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran.
8. Mengidentifikasi keadaan penyebab KLB.
9. Merencanakan penelitian lain yang sistematis.
10. Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan.
11. Menetapkan sistem penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikan.
12. Melaporkan hasil penyidikan kepada instansi kesehatan setempat dan
kepala sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.
14. 13
I. Penyusunan laporan KLB
Hasil penyelidikan epidemiologi hendaknya dilaporkan kepada pihak
yang berwenang baik secara lisan maupun secara tertulis.Laporan secara lisan
kepada instansi kesehatan setempat berguna agar tindakan penanggulangan
dan pengendalian KLB yang disarankan dapat dilaksanakan.Laporan tertulis
diperlukan diperlukan agar pengalaman dan hasil penyelidikan epidemiologi
dapat dipergunakan untuk merancang dan menerapkan teknik-teknik sistim
surveilans yang lebih baik atau dipergunakan untuk memperbaiki program
kesehatan serta dapat dipergunakan untuk penanggulangan atau pengendalian
KLB.
15. 14
BAB III
TABEL & GRAFIK
A. Tabel Distribusi KLB Penyakit Menular dan Keracunan Berdasarkan
Jenis Penyakit di Prov. Sumsel, Selama Tahun 2015
B. Grafik Distribusi KLB Penyakit Menular dan Keracunan Berdasarkan
Jenis Penyakit di Prov. Sumsel, Selama Tahun 2015
Penyakit Kasus
Campak 19
Kermak 144
DBD 34
Rubela 130
Pertusis 1
Rabies 7
Hepatitis 14
Jumlah 349
16. 15
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan data table A menunjuka bahwa sebagian besar kejadian luar
biasa penyakit menular dan keracunan makanan di provinsisumatra seltan tahun 2015
berdasarkan jenis penyakitnya yaitu keracuanan makanan dengan jumlah 144 kasus
(41%), penyakit rubella sebanyak 130 kasus (37%), penyakit Dbd sbanyak 34 kasus
(10%, campak sebanyak 19 kasus (6%), penyakit hepatitis sebnyak 14 kasus (4%),
penyakit rabies sebanyak 7 kasus (2%), dan penyakit pertussis sebanyak 1 kasus (0%)
Jadi dapat disimpulkan bahwa angka Berdasarkan data table A menunjuka
bahwa sebagian besar kejadian luar biasa penyakit menular dan keracunan makanan
di provinsisumatra seltan tahun 2015 berdasarkan jenis penyakitnya yang paling
banyak terjadi yaitu keracuanan makanan dengan jumlah 144 kasus (41%) dan yang
jarang sekali terjadi yaitu penyakit pertussis sebanyak 1 kasus (0%).
Penyebab diare secara klinis dapat dikelompokkan kedalam 6 (enam)
golongan besar adalah infeksi, malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi, dan
sebab-sebab lain. Paling sering ditemukan dilapangan ataupun klinis adalah diare
yang disebabkan infeksi dan keracunan. Tujuan umum program pemberantasan diare
yaitu menyelanggarakan kegiatan pengendalian penyakit diare dan ISP dalam rangka
Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit diare dan ISP di
Sumatera Selatan bersama lintas program dan lintas sector terkait.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan diantaranya Sosialisasi dan advokasi
LROA di kabupaten Ogan Ilir di 24 Puskesmas, Peningkatan Kapasitas petugas
pelaksana LROA di Kabupaten Muara Enim di 26 Puskesmas.Namun dalam
pelaksanaan program ada beberapa kesenjangan antara target
dan capaian indikator program diare diantaranya belum semua kabupaten/kota
17. 16
menyediakan anggaran khusus untuk pengendalian penyakit diare; sistem pelaporan
belum optimal, sering terlambat; belum semua pengelola program/tenaga kesehatan
mendapat pelatihan tentang manajemen dan penanganan diare standar, sedangkan
petugas yang sudah terlatih sering pindah (berganti-ganti); KIE belum aktif, yang
salah satunya dikarenakan media KIE yang kurang; usulan permintaan logistic diare
yang tidak sesuai kebutuhan serta distribusi dari gudang provinsi dan kabupaten/kota
ke fasilitas pelayanan kesehatan sering kurang baik; sarana LROA di fasilitas
pelayanan kesehatan banyak yang sudah lama tidak aktif; CFR jika terjadi KLB diare
masih tinggi, dikarenakan penanganan diare yg kurang cepat dan tata laksana diare di
rumah tangga khususnya pada balita yang belum standar; Advokasi dan sosialisasi
program Diare dan ISP masih kurang di semua jenjang; Penemuan kasus belum
optimal (kendala penunjang diagnosis); Reagen, bahan dan alat periksa laboratorium
untuk hepatitis dan tifoid belum tersedia di puskesmas; Pelayanan medis, biaya
pengadaan penunjang medis sangat minim, belum tersedia standar pencatatan dan
pelaporan, serta pencatatan dan pelaporan hepatitis dan tifoid di setiap jenjang belum
baik.
Menurut kementerian kesehatan dalam situs resminya melansir bahwa
penyakit yang ditularkan melalui makanan atau WHO menyebutnya dengan penyakit
bawaan pangan (Food Borne Diseases) merupakan penyakit yang menular atau
keracunan yang disebabkan oleh mikroba atau agen yang masuk ke dalam badan
melalui makanan yang dikonsumsi. Pada 2017, berdasarkan data dari Direktorat
Kesehatan Lingkungan dan Public Health Emergency Operation Center (PHEOC)
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat KLB keracunan pangan berjumlah 163
kejadian, 7132 kasus dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,1%.
KLB keracunan pangan termasuk urutan ke-2 dari laporan KLB yang masuk
ke PHEOC, Nomor 2 setelah KLB difteri. Hal ini menunjukkan bahwa KLB
Keracunan Pangan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang harus
diprioritaskan penanganannya.
18. 17
Kecenderungan kejadian KLB keracunan pangan sebagian besar masih bersumber
dari pangan siap saji. Berdasarkan jenis pangan, umumnya yang menjadi penyebab
KLB keracunan pangan berasal dari masakan rumah tangga (36%).
KLB Keracunan pangan masih banyak terjadi di Pulau Jawa, 5 provinsi
dengan KLB keracunan pangan tertinggi pada tahun 2017 adalah Jawa Barat
sebanyak 25 kejadian keracunan pangan, Jawa Tengah 17 kejadian, Jawa Timur 14
kejadian, Bali 13 kejadian, dan NTB 12 kejadian keracunan pangan.
Secara garis besar ada 3 kelompok bahaya pada pangan yakni, bahaya biologi,
bahaya kimia, dan bahaya fisik. Makanan yang terlihat menarik, nilai gizinya sudah
tercukupi, namun jika dalam pengelolaannya terjadi pencemaran baik fisik, biologi
ataupun kimia maka makanan yang enak dan nikmat pun menjadi tidak aman bahkan
tidak layak dikonsumsi.
Untuk mencegah terjadinya keracunan pangan, Kemenkes menerbitkan
peraturan yang mengatur hygiene sanitasi pangan pada tempat pengelolaan makanan
(TPM) yang mencakup jasaboga, rumah makan/restoran, depot air minum, dan
pangan di rumah tangga.
Setiap TPM wajib memiliki sertifikat laik higiene sanitasi jasaboga, rumah
makan/restoran, dan depot air minum yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat. Kantin atau pangan jajanan yang memenuhi syarat akan
diberikan stiker oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
BAB V
19. 18
KESIMPULAN
Berdasarkan data yang telah dipaparkan dan dibahas angka kejadian kasus klb
berdasarkan jenis penyakitnya di provinsi sumatera selatan tahu 2015 masih terjadi,
dengan banyak kasus yang terjadi yaitu penyakit keracunan makanan. Data dinas
kesehatan provinsi sumatera selatan menyatakan bahwa penyakit klb dengan kasus
tertinggi yang terjadi Selma tahun 2015 yaitu keracunan makanan 144 kasus (41%),
penyakit rubella sebanyak 130 kasus (37%), penyakit Dbd sbanyak 34 kasus (10%,
campak sebanyak 19 kasus (6%), penyakit hepatitis sebnyak 14 kasus (4%), penyakit
rabies sebanyak 7 kasus (2%), dan penyakit pertussis sebanyak 1 kasus (0%).
Kemenkes (2017) juga menyatakan bahwa keracunan makanan merupakan KLB
tertinggi ke 2 yang terjadi setelah difteri. hal ini menunjukan bahwa Hal ini
menunjukkan bahwa KLB Keracunan Pangan masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang harus diprioritaskan penanganannya serta perlu peningkatan dalam
pelaksanaan program terutama mengenai sanitasi dan hygine masyarakat..
20. 19
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehtan RI Nomor 82 Tahun 2014
Tentang Penangguangan Penyakit Menular. In K. K. RI, Berita Negara Republik
Indonesia (P. No. 1755). Jakarta: Kemenkes Ri.
Kementerian Kesehatan RI. (2017). Lebih Dari 200 Penyakit Dapat Menular Melalui
Makanan, Keamanan Pangan Harus Diperhatikan. Retrieved Oktober 4, 2019, From
Depkes: Http://Www.Depkes.Go.Id/Article/View/18092700003/More-Than-200-
Diseases-Can-Be-Transmitted-Through-Food-Food-Safety-Must-Be-Considered.Html
Selatan, D. K. (2015). Profil Kesehtan Provinsi Sumatera Selatan. Sumatera Selatan: Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan.