This presentation by Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia focuses on the utilization of forests in Indonesia, the plantation development process, the opportunities and challenges of the HTI development, the underlying causes of fire, the role of the HTI development in haze and the current condition, including recommendations for HTI.
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruangRaflis Ssi
UU Kehutanan telah ditafsirkan secara keliru oleh pemerintah semenjak tahun 1999. Hal ini dapat dilihat dari aturan pelaksana undang undang didesain untuk kepentingan kelompok tertentu yang merampas hak asal usul yang dimiliki oleh masyarakat. Aturan pelaksana berupa peraturan pemerintah dan peraturan mentri berusaha mengaburkan beberapa substansi penting yang diatur dalam undang undang. Kekeliruan dalam penafsiran ini telah diluruskan oleh beberapa putusan mahkamah konstitusi diantaranya PUU 45 dan PUU 35.Kekacauan logika yang sangat fundamental terdapat dalam Status dan Fungsi kawasan hutan, aturan pelaksana secara sistimatis berusaha mengaburkan Status kawasan hutan menjadi fungsi kawasan hutan. Padahal konflik tenurial yang terjadi justru merupakan dampak dari ketidakpastian Status Kawasan Hutan. Sehingga banyak masyarakat dikriminalisasi dengan tuduhan menguasai kawasan hutan secara tidak syah, sementara itu kawasan hutan yang dipersoalkan belum mempunyai kepastian hukum.
Analisis Peranan Modal Asing Terhadap Pertumbuhan Ekonomi IndonesiaAgung Trianto
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen ini membahas analisis peran modal asing terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan menggunakan variabel investasi asing, utang luar negeri, dan tabungan domestik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga variabel tersebut berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi, dengan implikasi kebijakan seperti meningkatkan investasi asing dan mobilisasi dana dalam negeri
Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam ...01112015
Dokumen tersebut membahas tentang rapat koordinasi nasional kelembagaan perangkat daerah urusan lingkungan hidup dan kehutanan. Rapat ini membahas implikasi UU No. 23 Tahun 2014 terhadap penataan kelembagaan perangkat daerah, pengalihan personel, pendanaan, sarana dan prasarana, serta dokumen (P3D) antar tingkatan pemerintahan.
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruangRaflis Ssi
UU Kehutanan telah ditafsirkan secara keliru oleh pemerintah semenjak tahun 1999. Hal ini dapat dilihat dari aturan pelaksana undang undang didesain untuk kepentingan kelompok tertentu yang merampas hak asal usul yang dimiliki oleh masyarakat. Aturan pelaksana berupa peraturan pemerintah dan peraturan mentri berusaha mengaburkan beberapa substansi penting yang diatur dalam undang undang. Kekeliruan dalam penafsiran ini telah diluruskan oleh beberapa putusan mahkamah konstitusi diantaranya PUU 45 dan PUU 35.Kekacauan logika yang sangat fundamental terdapat dalam Status dan Fungsi kawasan hutan, aturan pelaksana secara sistimatis berusaha mengaburkan Status kawasan hutan menjadi fungsi kawasan hutan. Padahal konflik tenurial yang terjadi justru merupakan dampak dari ketidakpastian Status Kawasan Hutan. Sehingga banyak masyarakat dikriminalisasi dengan tuduhan menguasai kawasan hutan secara tidak syah, sementara itu kawasan hutan yang dipersoalkan belum mempunyai kepastian hukum.
Analisis Peranan Modal Asing Terhadap Pertumbuhan Ekonomi IndonesiaAgung Trianto
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen ini membahas analisis peran modal asing terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan menggunakan variabel investasi asing, utang luar negeri, dan tabungan domestik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga variabel tersebut berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi, dengan implikasi kebijakan seperti meningkatkan investasi asing dan mobilisasi dana dalam negeri
Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam ...01112015
Dokumen tersebut membahas tentang rapat koordinasi nasional kelembagaan perangkat daerah urusan lingkungan hidup dan kehutanan. Rapat ini membahas implikasi UU No. 23 Tahun 2014 terhadap penataan kelembagaan perangkat daerah, pengalihan personel, pendanaan, sarana dan prasarana, serta dokumen (P3D) antar tingkatan pemerintahan.
Permenhut ri no 91 th 2014 ttg penatausahaan hasil hutan bukan kayu yang bera...Jhon Blora
Peraturan ini mengatur tentang penatausahaan hasil hutan bukan kayu yang berasal dari hutan negara, mencakup kegiatan pencatatan, dokumentasi, dan pelaporan hasil hutan bukan kayu mulai dari perencanaan, pemanenan, pengukuran, pengangkutan, pengolahan, serta menetapkan definisi hasil hutan bukan kayu, hutan negara, izin usaha, dan pihak-pihak terkait.
Evaluasi kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara1(pusat han)Researcher Syndicate68
Dokumen tersebut membahas evaluasi kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia pasca Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Evaluasi ini menganalisis kewenangan pemberian izin antara pemerintah pusat dan daerah serta implementasi kebijakan perizinan di daerah yang menemukan banyak masalah seperti tumpang tindih izin dan dampak lingkungan."
Dokumen tersebut membahas tentang implementasi kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat (PTSP Pusat) di BKPM untuk sektor pertambangan di tingkat nasional. Dibahas pula perkembangan dan implementasi layanan PTSP Pusat, dasar hukum terkini, serta terobosan baru layanan cepat investasi 3 jam."
PERCEPATAN TINDAK LANJUT INVENTARISASI P3D BIDANG KEHUTANAN01112015
Dokumen tersebut membahas percepatan inventarisasi penyerahan personel, pendanaan, sarana prasarana, dan dokumen (P3D) bidang kehutanan antara pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Dokumen tersebut menjelaskan proses inventarisasi P3D kehutanan yang sedang berlangsung beserta skenario penyerahan P3D ke daerah.
The document summarizes investment realization in Indonesia for Quarter II and January-June 2015. Some key points:
- Total investment realization was Rp 135.1 trillion in Q2 2015, an increase of 8.4% from Q1 2015 and 16.3% from Q2 2014. For January-June 2015, total investment was Rp 259.7 trillion, up 16.6% from the same period in 2014.
- By sector, top investments in Q2 2015 were in transportation/warehousing/telecom, mining, and construction for FDI, and food, chemicals/pharma, and electricity/gas/water for DDI.
- Geographically, top investment locations in
Dokumen tersebut membahas mengenai pengendalian pelaksanaan penanaman modal di daerah untuk mendorong peningkatan realisasi penanaman modal. Hal ini mencakup pemantauan, pembinaan, dan pengawasan penanaman modal mulai dari perizinan hingga operasional perusahaan beserta sanksi yang diberikan bila terjadi pelanggaran. Dokumen juga menjelaskan peran pemerintah daerah dalam memfasilitasi penanaman modal di wilayahnya.
Bahan sosialisasi standard bkpm final (perka no 5 2013)Konfiantza Faza
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengaturan baru prosedur perizinan dan nonperizinan penanaman modal berdasarkan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5 Tahun 2013.
2. Pengaturan baru mencakup prinsip dasar perizinan, jenis izin penanaman modal, mekanisme pengajuan permohonan, dan ketentuan lain terkait perizinan dan fasilitas pabean.
3. Dokumen ini memberikan panduan kep
Dokumen tersebut membahas tentang substansi UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, hasil inventarisasi perubahan kewenangan akibat UU tersebut, serta tahapan-tahapan pelaksanaan serah terima personel, pendanaan, sarana prasarana dan dokumen (P3D) antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota sesuai ketentuan UU tersebut."
KEBIJAKAN ANGGARAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 201701112015
Dokumen tersebut membahas kebijakan anggaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2017, termasuk prioritas pembangunan nasional seperti peningkatan infrastruktur, pariwisata, perumahan, dan sanitasi.
IMPLIKASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERH...01112015
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas implikasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap kebijakan penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang lingkungan hidup dan kehutanan serta langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menyikapi perubahan kewenangan dalam pembagian urusan pemerintahan tersebut.
Disampaikan oleh Bapak Hendaryanto, Kasubdit Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah, Kementerian Dalam Negeri.
Buku ini membahas tentang tata kelola sektor kehutanan di Indonesia, mulai dari status dan fungsi hutan, perencanaan pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan perizinan, penggunaan kawasan hutan, aliran dan perhitungan penerimaan negara, serta dana bagi hasil ke daerah. Buku ini bertujuan untuk memberikan panduan bagi pemangku kepentingan terkait tata kelola dan penghitungan penerimaan negara di sektor kehutanan.
Deforestation-free commodities can contribute to low-emission food systemsCIFOR-ICRAF
Presented by Elizabeth Adobi Okwuosa (KALRO, Kenya) at "Side event 60th sessions of the UNFCCC Subsidiary Bodies - Sustainable Bites: Innovating Low Emission Food Systems One Country at a Time" on 13 June 2024
Emerging Earth Observation methods for monitoring sustainable food productionCIFOR-ICRAF
Presented by Daniela Requena Suarez, Helmholtz GeoResearch Center Potsdam (GFZ) at "Side event 60th sessions of the UNFCCC Subsidiary Bodies - Sustainable Bites: Innovating Low Emission Food Systems One Country at a Time" on 13 June 2024
Exploring low emissions development opportunities in food systemsCIFOR-ICRAF
Presented by Christopher Martius (CIFOR-ICRAF) at "Side event 60th sessions of the UNFCCC Subsidiary Bodies - Sustainable Bites: Innovating Low Emission Food Systems One Country at a Time" on 13 June 2024
Mejorando la estimación de emisiones GEI conversión bosque degradado a planta...CIFOR-ICRAF
Presented by Kristell Hergoualc'h (Scientist, CIFOR-ICRAF) at Workshop “Lecciones para el monitoreo transparente: Experiencias de la Amazonia peruana” on 7 Mei 2024 in Lima, Peru.
Inclusión y transparencia como clave del éxito para el mecanismo de transfere...CIFOR-ICRAF
Presented by Lauren Cooper and Rowenn Kalman (Michigan State University) at Workshop “Lecciones para el monitoreo transparente: Experiencias de la Amazonia peruana” on 7 Mei 2024 in Lima, Peru.
Avances de Perú con relación al marco de transparencia del Acuerdo de ParísCIFOR-ICRAF
Presented by Berioska Quispe Estrada (Directora General de Cambio Climático y Desertificación) at Workshop “Lecciones para el monitoreo transparente: Experiencias de la Amazonia peruana” on 7 Mei 2024 in Lima, Peru.
Land tenure and forest landscape restoration in Cameroon and MadagascarCIFOR-ICRAF
FLR is an adaptive process that brings people (including women, men, youth, local and indigenous communities) together to identify, negotiate and implement practices that restore and enhance ecological and social functionality of forest landscapes that have been deforested or degraded.
ReSI-NoC - Strategie de mise en oeuvre.pdfCIFOR-ICRAF
Re nforcer les S ystèmes d’ I nnovations
agrosylvopastorales économiquement
rentables, écologiquement durables et
socialement équitables dans la région du
No rd C ameroun
ReSI-NoC: Introduction au contexte du projetCIFOR-ICRAF
Renforcer les systèmes d’innovation agricole en vue de
promouvoir des systèmes de production agricole et
d’élevage économiquement rentables, écologiquement
durables et socialement équitables dans la région du
Nord au Cameroun (ReSI-NoC)
Renforcer les Systèmes d’Innovations agrosylvopastorales économiquement renta...CIFOR-ICRAF
Renforcer les Systèmes d’Innovations agrosylvopastorales économiquement rentables, écologiquement durables et socialement équitables dans la région du
Nord Cameroun
Introducing Blue Carbon Deck seeking for actionable partnershipsCIFOR-ICRAF
Presented by Daniel Murdiyarso (Principal Scientist, CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
A Wide Range of Eco System Services with MangrovesCIFOR-ICRAF
Presented by Mihyun Seol and Himlal Baral (CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Presented by Citra Gilang (Research Consultant, CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Peat land Restoration Project in HLG LonderangCIFOR-ICRAF
Presented by Hyoung Gyun Kim (Korea–Indonesia Forest Cooperation Center) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Sungsang Mangrove Restoration and Ecotourism (SMART): A participatory action ...CIFOR-ICRAF
Presented by Beni Okarda (Senior Research Officer, CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Sungsang Mangrove Restoration and Ecotourism (SMART): A participatory action ...
Challenges and Opportunities of HTI Investment in Peat Land and Improvements in Regulation to Prevent and Mitigate Fires
1. CHALLENGES AND OPPORTUNITIES OF HTI
INVESTMENT IN PEAT LAND AND
IMPROVEMENTS IN REGULATION
TO PREVENT AND MITIGATE FIRES
WORKSHOP ON FIRES, HAZE AND LANDSCAPES
JAKARTA, 29 JANUARY 2014
2. Source : Directorate General of Forestry
Business Management , 2013
29.23%
1.10%
0.52%
1.13%
1.70%
Natural Forest = 22.8 Jt Ha (HA)
Plantation Forest = 10.05 Jt Ha (HTI)
Community Plantation Forest = 0.18 Jt Ha (HTR)
Ecosystem Restoration= 0.38 Jt Ha (RE)
Community Forest = 0.3 Jt Ha (HD & HKM)
66.31%
Others 0.59 Jt Ha
50 % of=Production Forest Area
Has Been Issued for Forest
Utilization License, the rest has
been designated
3. HD & HKm
= 0,7 M Ha
HTI & HTR =
5,95 M Ha
Moratorium
= 8,05 M Ha
DESIGNATED
AREA
Licence
Under
Process
= 4,13
Million Ha
HPK
HUTAN ALAM
= 5,22 M Ha
= 14,35 M Ha
RESTORASI
EKOSISTEM =
2,69 M Ha
4. PLANTATION DEVELOPMENT PROGRESS
Areal (Ha)
Planted
Area (Ha)
Year
Unit
2003
219
4,626,099
124,691
2004
227
5,802,704
131,914
2005
227
5,734,980
163,125
2006
236
6,187,272
231,953
2007
247
9,883,499
334,838
2008
229
9,923,232
305,463
2009
206
8,673,046
422,311
2010
289
10,726,043
457,758
2011
231
9,633,539
401,205
2012
235
9,854,438
399,744
2013
252
10.053.520
287,331
Up to December 2013, estimated not more than 50 % area planted
Source : Directorate General of Forestry
Business Management & APHI , Nopember
2013
5. LOG SUPPLY FROM NATURAL AND PLANTATION FOREST
25,000,000
21,288,969
20,000,000
18,953,930
19,840,679
18,556,254
18,228,296
M3
15,000,000
IUPHHK-HA
10,000,000
IUPHHK-HT
5,424,083
5,752,481
6,277,012
5,069,145
5,000,000
1,904,203
0
2009
2010
2011
Tahun
*) Up to September 2013
2012
2013
6. HTI DEVELOPMENT : OPPORTUNITIES
• Increasing demand on HTI wood supplies and, in
the meantime decreasing demand on natural
forest wood supplies
• Changing customer preference demanding on
HTI wood product
• Potential distribution of HTI area : Jambi, Riau,
Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan,
Papua
7. HTI DEVELOPMENT : CHALLENGES
• The existing and potential area for HTI development
mostly are peat land area (30 %, even 100 %/South
Sumatera cases)
• High investment to develop HTI in peat land
• Constrain in regulation :
a. Presidential Decree No. 32/1990
limitation to utilize peat land more than 3 m
b. Government Regulation No. 4/2001
Controlling land damage and environmental
pollution due to forest/or land fire
8. UNDERLYING CAUSES OF FOREST FIRE
1.
2.
FMU shall put high attention to cover and protect
plantation forest as an asset
(water management, equipment, forest fire guard etc)
no reason and clear argument for FMU to manage its
assets with slash and burn
Underlying factors of forest fire :
1) Slash and burn activities from forest
/
land
encroachment, next to FMU area
2) Traditional land preparation
(eg sonor in South
Sumatera) in planting season uncontrollable
3) Geographical position (strong wind from the sea shore
of east Sumatera) stimulate the potensial forest fire
13. Role of HTI Development
1995
Before forest fire
1997/1998
2000
After Forest Fire
1997/1998
2009
After HTI Development
14. CURRENT CONDITION
Visi
: Menjadi Perusahaan terbaik dalam bidang
pengelolaan Hutan Tanaman Industri yang lestari
dengan memperhatikan nilai ekonomis, sosial, dan lingkungan.
15. RECOMMENDATION
1.
HTI development in the future will face challenges in
law enforcement (multi door approach eg Act
41/1999, Act 32/2009, Act 18/2013) need to set up
clear standard and criteria for land damage due to
forest fire and other requirement
2.
Need to review Presidential Decree 32/1990 applied
technology enables to manage peat land more than 3
m, since the limitation determined as indication (no
academic argument)
16. RECOMMENDATION
3. Need to review review Govt Regulation No 4/2001
a) No clear based line related to standard & criteria
of land damage
b) Naturally, characteristic of biological, physical and
chemical of land may change without human
intervention
c) Science and technology required to formulate
standard & criteria of land damage ( Act No.
32/2009)
18. KRITERIA KERUSAKAN TANAH KARENA KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN
A. KRITERIA UMUM BAKU KERUSAKAN TANAH MINERAL YANG BERKAITAN
DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN
Sifat Fisik
1 . Struktur tanah: Terjadi kerusakan struktur tanah; Infiltrasi air turun; Akar
tanaman tidak berkembang; · Meningkatnya laju erosi tanah
2 . Porositas (%) : Terjadi penurunan porositas; Menurunnya infiltrasi;
Meningkatnya aliran permukaan; Ketersediaan udara dan air untuk
tanaman berkurang.
3. Bobot isi (g/cm3) : Terjadi pemadatan; Akar tanaman tidak berkembang;
Ketersediaan udara dan air untuk tanaman berkurang.
19. KRITERIA KERUSAKAN TANAH KARENA KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN
4.
5.
6.
7.
Kadar air tersedia (%) : Terjadi penurunan kadar air; Kapasitas tanah
menahan air berkurang; · Tanaman kekurangan air
Potensi mengembang dan mengkerut: Tanah kehilangan sifat
mengembang mengkerutnya; Laju erosi meningkat.
Penetrasi tanah (kg/cm2): Penetrasi tanah meningkat; Infiltrasi air
turun; · Akar tanaman tidak berkembang
Konsistensi tanah: Tanah kehilangan sifat plastisnya; Laju erosi
meningkat.
20. KRITERIA KERUSAKAN TANAH KARENA KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN
Sifat Kimia Tanah
1. C-organik (%): Kadar C-organik turun; Kesuburan tanah turun;
Berpengaruh terhadap sifat fisik tanah.
2 . N total (%) : Kadar N total turun; Kesuburan tanah turun.
a. Amonium (ppm): Kadar Amonium tersedia turun; · Kesuburan tanah
turun
b. Nitrat (ppm): Kadar Nitrat naik; Meracuni air tanah.
3. P (ppm): Kadar P-tersedia naik; Keseimbangan unsur hara terganggu
4. PH: pH naik atau turun; Keseimbangan unsur hara terganggu
5 . Daya Hantar Listrik (mS/cm): Daya hantar listrik naik; · Pertumbuhan akar
tanaman terganggu; Kadar garam naik
21. KRITERIA KERUSAKAN TANAH KARENA KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN
Sifat Biologi Tanah
1. Carbon mikroorganisme: Carbon mikroorganisme turun; Banyak
mikroorganisme mati; Reaksi biokimia tanah terganggu.
2. Respirasi : Respirasi turun; Reaksi kimia tanah terganggu; Keragaman
mikroorganisme tanah berkurang.
3. Metabolic quotien (qCO2): Metabolic quotien naik; Mikroorganisme
tanah strees; Keragaman mikroorganisme berkurang.
4. Total mikro organisme (SPK/g): Total mikroorganisme turun; Keragaman
mikroorganisme berkurang.
5. Total Fungi (SPK/g): Total fungi turun; Keseimbangan populasi
mikroorganisme terganggu.
22. KRITERIA KERUSAKAN TANAH KARENA KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN
B. KRITERIA UMUM BAKU KERUSAKAN TANAH GAMBUT YANG BERKAITAN
DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN
Sifat Fisik Tanah
1. Porositas (%): Terjadi penurunan porositas; Menurunnya infiltrasi;
Meningkatnya aliran permukaan; Ketersediaan udara dan air untuk
tanaman berkurang.
2. Bobot isi (g/cm3) : Terjadi pemadatan ; Akar tanaman kurang berkembang;
Ketersediaan udara dan air untuk tanaman berkurang.
3. Kadar air tersedia (%): Terjadi penurunan kadar air; Kapasitas tanah
menahan air berkurang; Tanaman kekurangan air.
4. Penetrasi tanah (kg/cm2): Penetrasi tanah meningkat; Infiltrasi air turun; ·
Akar tanaman tidak berkembang.
5. Subsidence: Terjadi penurunan permukaan tanah gambut; Kedalaman
efektif tanah menurun; Umur pakai lahan turun
23. KRITERIA KERUSAKAN TANAH KARENA KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN
C.
KRITERIA UMUM BAKU KERUSAKAN FLORA YANG BERKAITAN
DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN
1.
Keragaman spesies: Terjadi perubahan keragaman; Terjadi pengurangan
dan penambahan varietas; Terjadi kepunahan spesies; Terjadi
ketidakseimbangan ekosistem.
2. Populasi : Terjadi perubahan kepadatan; Terjadi perubahan populasi;
Terjadi ketidakseimbangan ekosistem.
24. KRITERIA KERUSAKAN TANAH KARENA KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN
D. KRITERIA UMUM BAKU KERUSAKAN FAUNA YANG BERKAITAN DENGAN
KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN
1.
Keragaman spesies: Terjadi perubahan keragaman; Terjadi perubahan
perilaku; Terjadi pengurangan dan penambahan varietas; Terjadi
kepunahan spesies; Terjadi ketidakseimbangan ekosistem.
2.
Populasi: Terjadi perubahan kepadatan; Terjadi perubahan perilaku;
Terjadi perubahan populasi; Terjadi ketidakseimbangan ekosistem.
25. OVERVIEW PP 4/2001
1. PP No. 4/2001 tidak sesuai dengan kaidah ilmiah karena terbukti pada
lampiran tidak ada baseline kriteria baku mutu tanah. Tanah dikatakan rusak
hanya karena terjadi perubahan sifat-sifatnya. Padahal sifat-sifat tanah
sangat dinamis dan sewaktu-waktu dapat berubah secara alami.
2. PP tersebut telah ketinggalan jaman karena belum mencantumkan
pertimbangan ilmu dan teknologi. Undang-undang yang menjadi acuan
kedua PP tersebut yaitu UU No. 23/1997 telah diperbarui dengan UU No.
32/2009
dan telah memasukkan pentingnya pertimbangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (pasal 21 ayat 3) dalam menyusun kriteria baku
mutunya.
3. PP tersebut telah menimbulkan permasalahan dalam implementasinya di
lapangan baik dari sisi pembuat kebijakan maupun pengguna lahan karena
tidak memenuhi asas keadilan. Kedua PP tersebut bukan untuk peringatan
atau pedoman tetapi peraturan yang terkait dengan sanksi pidana.
4. Kedua PP tersebut perlu segera direvisi khususnya kriteria kerusakan dalam
lampiran dan perlunya pertimbangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan
melalui kajian akademik yang melibatkan lembaga yang kompeten agar
dapat diimplementasikan di lapang dan memenuhi asas keadilan dan
keberlanjutan.