SlideShare a Scribd company logo
Lt
Bab 1
PENDAHULUAN
Abdut Mun'im ldries
Fungsi utama dari proses peradilan pidana adalah untuk mencari
kebenaran sejauh yang dapat dicapai oleh manusia dan tanpa harus
mengorbankan hak-hak dari tersangka.Yang bersalah akan dinyatakan
bersalah dan yang memang tidak bersalah akan dinyatakan tidak
bersalah.
Sudah merupakan kenyataan yang universil sifatnya bahwa manusia ittt
dapat membuat kesalahan-kesalahan dalam hal persepsi dan ingatan.
Sudah diketahui pula bahwa manusia itu mempunyai kerentanan
terhadap pengaruh-pengaruh dari luar yang bersifat sugestif.
Baik undang-undang atau peratruan tidak dapat berbuat apa-apa
nntnk memperbaiki persepsi,daya konsentrasi dan ingatan seseorang
yang kebeftrlan menjadi saksi dalam suatu perkara kriminal: ahan
tetapi urdan,e-r"rndang atau perafuran tersebut hams memakai saksi
itu bersedia.
Semua alat-alat bukti yang sah menumt Hukum Acara Pidana yang
berlaku mempnnyai keknatan hukrrm yang sama. Pennasalannya
terletak pada sejauh mana alat-alat bukti yang sah itu berguna
dan dapat membantu dalam proses peradilan pada umnmnya dan
khususnya dalarn proses penyidikan.
Untuk dapat mengetahui dan dapat mernbantu dalam proses
penyidikan, maka dalam perkara pidana yang menyangkut tubuh,
kesehatan dan nyawa manusia diperlukan pengetahuan khusus,
yaitu Ilmu Kedokteran Forensik (istilah lain yang sering dipakai :
Ilmu Kedokteran Forensik, Forensic Medicine, Legat Medicine dan
Medical -hrispruden ce).
t.2
1.3
1.4
t.5
Proses penegakan hukum dan keadilan adalah merupakan suatu usaha
ilmiah dan bukan sekedar common-sense, nonscientific belaka. Dengan
demikian dalam perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan
nyawa manusia bantuan dokter dengan pengetahuan Ilmu Kedokteran
Forensik yang dimilikinya sebagaimana tertuang dalam: Visum et Repertum
yang dibuatnya mutlak diperlukan.
Selain bantuan Ilmu Kedokteran Forensik tersebut tertuang didalam
bentr.rkVisum et Repertum, maka bantuan dokter dengan ilmupengetahuan
yang dimilikinya sangat diperlurkan didalam upaya mencari kejelasan dan
kebenaran materiil yang selengkap-lengkapnya tentang suatr-r perbuatan/
tindak pidana yang telah terjadi.
Dengan demikian didalam melakukan pemeriksaan ditempat kejadian
perkara, saat dilakukannya interogasi dan rekonstruksi bantuan dokter
dengan pengetahuan yang dimilikinya juga diperlukan.
Sebagai suatu alat bukti yang sah, Visum et Reperlum yang dibuat
oleh seorang dokter serta pemanfaatan Ilmu Kedokteran Forensik cralam
membantu penyelesaian proses penyel idikan, juga mempunyai keterbatasan.
Keterbatasan tersebut bisa terletak pada diri dokter itu sendiri yang tidak
dapat memanfaatkan ilmu pengetahuan yang dimiliki secara optimal,
akan tetapi dapat pula dalam barang bukti dalam hal ini manusia yang
diperiksanya, oleh karena adanya faktor waktu yang dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan; serta keterbatasan didalam Ilmu Kedokteran Forensik
itu sendiri dalam membantu penyidikan. Faktor lain yang juga clapat
menyebabkan keterbatasan adalah sifat dari manusia itu sendiri yang dapat
rtembuat kesalahan.
Dengan demikian didalam proses penyidikan, penyidik sudah
sewajarnya mengetahui sampai sejauh mana suatu visum et Repertum itn
mempunyai nilai dan bilamana Visum et Repertum itu kurang mempunyai
nilai didalam membantu penyidikan. Hal yang samajuga berlaku bagi semua
alat-alat bukti yang sah menurut Hukum Acara pidana yang berlaku.
Perlu diketahui bahwa dokter dengan Visum et Reperhrm yang di
buatnya serta IImu Pengetahuan Kedokteran Forensik yang dimilikinya,
bersifat memberikan penghargaan atau penilaian atas sesuatu tindak
pidana yang telah terj adi dan bukan memberikan penilaian atau penghargaan
bagaimana proses tindak pidana itu berlangsr.rng.
2
Dengan demikian didalam melakukan penyidikan, penyidik tidak
dapat menggantungkan sepenuhnya kepadaVisum et Repertum yang dibuat
oleh dokter. Langkah-langkah apa yang akan di ambil dalam penyidikan
dengan sendirinya tergantung kepada pengetahuan dan keyakinan Penyidik,
dan bukan tergantung kepadaVisum et Repertum semata.
Atas dasdr apa yang telah diutarakan tadi, maka didalam melakukan
penyidikan perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan
nyawa manusia prinsip-prinsip Ilmu Kedokteran Forensik perlu dikuasai
dengan baik oleh setiap penyidik, oleh karena dengan demikianlah proses
penegakan hukum dan keadilan yang merupakan suatu usaha ihniah dan
bukan sekedar cornmon-sense, non'scientific barv dapat diwujudkan.
' Bab2
FUNGSI PENYIDIKAN DAN
BANTUAN ILMU-ILMU FORENSIK
KHUSUSI{YA
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
4.gung Legowo Ijiptomartono
2.1 . Fungsi Penyidikan adalah merupakan fungsi teknis reserse Kepolisian
yang mempunyai tujuan membuat suatu perkara menjadi jelas, yaitu
dengan mencari dan menemukan kebenaran materiil yang selengkap-
lengkapnya tentang suatu perubahan/tindak pidana yang telah
terjadi.
2.2. Penyidikan itu sendiri adalah suatu proses unfuk mempelajari dan
. mengetahui apa yang telah terjadi dimasa yang lampau dan dalam
'kaitannya dengan tujuan dari penyidikan itu sendiri, .penyidik dengan
seyogianya harus melakukan penyidikan dengan sebaik-baiknya.
2.3. Dalam menjalankan hrgas yang dibebankan pada penyidik, pada
4 umumnya Penyidik memanfaatkan sumber-sumber informasi untuk
mernbuat jelas dan terang suatu perkara.
2.4. Sumber-sumber informasi yang dipakai Penyidik untuk mengetahui
apa yang telah terjadi adalah :
2.4.7 . Barang-barang bukti (p hys i ca I ev i d ence),seperti :
- Anak peluru
- Bercak darah
- Jejak (impresion), dari alat,jejak ban,jejak dari sepatu
dan lain sebagainya.
- Narkotika
- Tumbuh-tumbuhan.
4
2.4.2. Dokumen serta catatar.catalan, sepertl :
- Cek palsu
- Suratpenculikan
- Tanda-tanda pengenal diri lainnya.
- Catatan tentang ancaman.
2.4.3. Orang-orang, seperti :
- Korban
- Saksi-saksi mata
- Si-tersangka pelaku kejahatan
- Hal-hal lain yang berhubungan dengan korban, tersangka
dan keadaan di TKP.
2.5. Untuk dapat memanfaatkan sumber-sumber informasi tersebut
tentu dibutuhkan pemahaman dan bantuan dari ilmu-ilmu forensik,
seperti kriminalistik, fisika dan khususnya dalam tindak pidana
yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia diperlukan
pemahaman serta penguasaan prinsip-prinsip dasar dari Ilmu
Kedokteran Forensik yang praktis.
2.6. Baik secara tersendiri yaitu pemahaman serta penguasaan prinsip-
prinsip dasar Ilmu Kedokteran Forensik yang praktis oleh penyidik,
maupun secara keseluruhan dalam arti bantuan dokter dengan ilmu
pengetahuan yang dimilikinnya merupakan sumbangan yang besar
artinya dalam penyidikan demi terwujudnya tr,rjuan itr'r sendiri, yaiftr
membuat terang dan jelas suatu perkara.
2.'7. Seperti diketahui bahwa penyidik adalah merupakan pusat dan
pimpinan dalam penyidikan. Semua aktivitas atau kegiatan serta
" yang diambil dalam mencari kejelasan seperti yang dirnaksud dalam
Fungsi Penyidikan, adalah sepenuhnya tergantung dari kebutuhan,
sesuai dengan kebutuhan bagi penyidik. Perlu tidaknya suatu
pemeriksaan atau langkah-langkah yang hams di arnbil dan sampai
sejauh mana bantuan ahli diperlukan dalam usaha mencari kejelasan
seperti yang dimaksud dalam fungsi penyidikan, Penyidikan yang
menentukan. Ini tidaklah berarti bahwa penyidik menutup diri
dari setiap pendapat atau saran yang disampaikan oleh ahli, yang
sesungguhnya merupakan rekan yang berguna dalam penyidikan
suahr perkara tindak pidana.
2.8, Berpijak pada kenyataan diatas, berhasil atau tidaknya suatu
penyidikan ditentukan oleh kualitas Penyidik.Ddn mengingat bahwa
dalam penyidikan sering dibutuhkan bantuan dari pelbagai ilmu
pengetahuan; dengan demikian diperlukan kriteria yang harus ada
pada setiap Penyidik, agar dapat menjadi seorang Penyidik yang
traik, yaitu;
- Cerdas,
- Mempunyai keinginan untuk mengetahui dan memiliki imajinasi.
- Memiliki pengamatan yang tajam serta ingatan yang kuat.
- Mengetahui tentang kehidupan dan masyarakatnya.
- Menguasai teknik yang dibutuhkan.
- Memiliki ketabahan.
- Harus bebas dari prasangka dan sikap berat sebelah.
- Cukup peka dan tanggap serta penuh pertimbangan,
- Memiliki kondisi fisik yang baik dan penampilan yang rapih dan
- Mempunyai kemampuan membuat laporan tertulis dengan baik.
2.9. Baik Ilmu Kedokteran Forensik, dalam penyidikan perkara tindak
pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia dalam
garis besarnya dapat dibagi menun-rt tahapan-tahapan sebagai berikut,
yaitu;
2.9.1. Pada pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKp).
2.9.2. P ada pemeriksaan korban, baik pemeriksaan terhaadap korban
yang telah menjadi mayat maupun pada pemeriksaan korban
kejahatan seksual, penganiayaan dan lain sebagainya.
2.9.3. Pada saat dilakukannya rekonstruksi suatu kejahatan dan
interogasi.
2.10. Beberapa pengertian didalam KUHAP yang perlu diketahui
.' 2.10.l.Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atan
pejabat pegawai negri sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
2.l0.2.Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal
dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
2.10.3.Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara
Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu
dapat melakukan fugas penyidikan yang diatr"rr dalam undsng-
undang ini.
6
: 2.10.4.Penyelidikan adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia
yang diberi wewenang oleh undang-undang ini unhrk
melakukan penYelidikan.
2. I 0.5.Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai
tiirdak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut carayang diatur dalam undang-undang
ini.
2.11. Wewenang penyidik dan wewenang penyelidik menurut
KUHAP
2.11.1.Wewenang penyidik ( KUHAP pasal 7 ayat I )
a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang
adanYa tindak Pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat ditempat
kejadian;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa
tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukanpenangkapan,penahanan,penggeledahan
dan penyitaan;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
' g. memanggii orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungannYa dengan;
. i. mengadakan penghentian penyidikan;
j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab.
2.11.2 Wewenang peyelidik ( KUHAP pasal 5 ayat I )
a. karena kewajibanrrya mempunyai wewenang ;
1. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang
adanya tindak Pidana;
2. mencari keterangan dan barang bukti;
3. menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan
menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
4. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab'
b. atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa;
l penangkapan, larangan meninggalkan tempat,
penggeledahaan dan penyitaan;
2. pemeriksaan dan penyitaan surat;
3. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
' 4. membawa dan menghadapkan seorang pada
penyidik.
2.1 L3.Wewenang penyidik pembantu ( KUHAP pasal l t )
Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut
dalampasal 7 ayat (1), kecuali mengenai penahanan yang wajib
diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik.
Bab 3
PEMERIKSAAN DI TEMPAT
KEJADIAI PERKARA
3.1.
A g un g Le g ow o Tj ip t o martono
Bilamana pihak penyidik mendapat laporan bahwa suatu tindak
pidana yang mengakibatkan kematian korban telah terjadi, maka
pihak penyidik dapat meminta/memerintahkan dokter untuk
melakukan pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP) tersebut
sesuai dengan Hnkum Acara Pidana yang berlaku dan sesuai pula
dengan Undang-Undang Pokok Kepolisian tahun 1961 no. 13 pasal
13 atau sesuai dengan ketentuan pasal 3 Kepntusan Men Han kam /
Pangab No. Kep/ B/1'7Nl/1974.
Bila dokter menolak maka ia dapat dikenakan hukuman berdasarkan
pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( K.U.H.P.) pasal224.
Selama melakukan pemeriksaan harus dihindari tindakan-tindakan
yang dapat merubah, menggangglr atau merusak keadaan di TKP
tersebut walaupun sebagai kelanjutan dari pemeriksaan itu harus
mengumpulkan segala benda bukti (trace evi.dence) yang ada
kaitannya dengan manusia, seperti mengumpulkan bercak air mani
atau bercak darah yang terdapat pada pakaian atau benda-benda
disekitar korban, yang pada dasarnya tindakan pengumpulan benda
bukti tadi akan merusak keadaan di TKP itu sendiri.
Dengan demikian sebelum pemeriksaan dilakukan TKP hams
diamankan, dijaga keasliannya dan diabadikan dengan membuat
foto-foto dan atau sketsa sebelum para petugas menyenhrhnya.
Pelaksanaan Pemeriksaan.
Sebelum datang di TKP ada beberapa hal yang hams dicatat
sehubungan dengan alasan atau persyaratan yuridis, demi kepentingan
kasns itu sendiri, yaitu :
3.2.
J.J.
3.4.
3.4.1. Siapa yang meminta,/memerintahkan datang di TKp, otoritas,
bagaimana permintaan/perintah itu sampai keterangan dokter,
dimana TKP dan kapan saat permintaan/perintah tersebut
dikeluarkan.
Dokter dapat meminta sedikit gambaran mengenai kasus yang
akan diperiksa dengan demikian ia dapat mempersiapkan
perlengkapannya dengan baik.
3.4.2.Perh diingat motto: " to touch as little as possible and to
displace nothing "
Ia tidak boleh menambah atau mengurangi benda bukli:tidak
boleh sembarangan membuang puntung rokok, perlengkapan
jangan tertinggal, jangan membuang air kecil di kamar mandi
atau kecil oleh karena ada kemungkinan benda-benda bukti
yang ada diternpat tersebut akan hanyut dan hilang.
3.4.3. Di TKP dokter / penyakit membuat foto dan sketsa yang mana
harus disimpan dengan baik, oleh karena kemungkinan ia akan
diajukan sebagai saksi selalu ada ; foto dan sketsa tersebut
berguna untuk memudahkan mengingatkan kembali keadaan
yang sebenarnya.
3.4.4.Sebagai gambaran umum dalam hal memberikan penilaian
atau pendapat dari keadaan di TKP adalah;
Bila keadaan di TKP itu tenang, teratur rapih dan dijumpai
sLlrat-srlrat peninggalan yang ditulukan kepada orang- orang
, tertenttr maka kemungkinan besar kasns yang dihadapi adalah
kasus bunuh diri atau kasus kematian wajar oleh karena
penyakit bila tidak didapatkan adanya tanda-tanda kekerasan.
Bila keadaan di TKP tidak beraturan, kacau terdapat tanda-
tanda perkelahian maka kemungkinan kasus yang diperiksa
merupakan kasus pembunuhan dan lain sebagainya.
Untuk sampai kepada kesimpulan seperti diatas dengan baik
sudah tentu perlu dtpikirkan kemungkinan adanya faktor-
faktor yang dapat merubah keadaan di TKp.
3.5. Ilustrasi kasus
l. Ditemuhan sebuah mobil yang di parkir di pinggir jalan pada
tempat yang agak sepi, didalamnya terdapat dua orang korban, yang
10
pertama seorang laki-laki duduk di bagian depan sebelah kiri, sabuk
pengarnan disangkutkan pada salah satu lengannya, posisi korban
miring kekanan. Stir keendaraan ini terdapat pada sebelah kanan.
Korban kedua seorang wanita duduk di bagian belakang dan
miring ke kanan pula; mobil dalam keadaan terkunci dan mesinnya
mati. Pada pemeriksaan korban yaitu dengan menekan dinding dada
dan mencium bau yang keluar dari mulut dan hidung tercium bau
khas sejenis inseklisida. Lebam mayat terdapat terdapat pada bagian
belakang hrbuh tenrtama sebelah kanan dan sisi kanan, lebam mayat
luas dan pada beberapa tempat sudah tidak dapat dihilangkan dengan
penkanan. Kaku mayat terdapat pada seluruh tubuh dan sukar di
lawan.
Kesimpulan sementara : sebab kematian kedua korban karena
keracrnan insektisida, saat kematian diperkirakan terjadi sekitar 8-
12 jam yang lalu; cara kematian kemungkinan korban meminum
insektisidanya sendiri, hal ini dapat berarti bunuh diri, yaitu apabila
insektisida terssebut diminum atas keinginan sendiri tanpa paksaan
atau perintah orang lain, sedangkan kemungkinan lain adalah korban
pembunuhan yaitu korban misalnya dipaksa untuk memilih mau mati
dengan jalan meminnm insektisida atau di tembak.
2. Ditemukan tubuh seorang wanita tua terlentang diatas tempat
tidurnya dengan kaki'terjuntai, kelantai, tampak banyak bercak-
bercak darah dan genangan darah, pada perut dan lengan terdapat
luka terbuka, pakaian korban di daerah luka tampak robek' Diluar
mulai dari kamar korban tampak bercak-bercak darah yang memberi
kesan sepertijejak tangan danjari melekat pada dinding, pada tembok
tampakjelasjejak tangan yang memberi kesan bahwajejak untuk lari
keluar meninggalkan mmah.
Kesimpulan sementara : sebab kematian karena tusukan benda
tajam, kemungkinan bermotif perampokan, saat kematian berdasarkan
pada lebam mayat dan kaku rnayat adalah terjadi sekitar pukul 2 -
pukul 4 pagi.
3. Seorang laki-laki berumur 30 tahun ditemukan tewas dalam
keadaan tergantung clalam kamar yang letaknyajauh di belakang dari
bangunan induk, kamar tersebut tidak dipakai.
1l
Tali penjerat tampak berjalan serong dengan letak simpul pada
sebelah kiri atas belakang, simpul hidup, satu tungkai masih tertahan
atas kursi, tanda-tanda mati lemas jelas, lebam mayat terdapat sedikit
pada bagian bawah dan masih hilang dengan penekanan, kaku mayat
terdapat pada pada seluruh tubuh agar sukar dilawan. Dalam saku
korban ditemukan sepucuk yang berisi kebosanan untuk hidup dan
banyak hutang akibat kalah berjudi.
Kesimpulan sementara : korban mengganftmg dir:inya sendiri
dengan dugaan keras bunuh diri, kematian diperkirakan ierjadi 6 jam
yang lalu yaitu sekitar pukul 4 pagi, motif bunuh diri karena alasan
ekonomi.
4. Ditemukan korban yang tewas terbaring di dalam gudang hanya
mengenakan celana dalam. Semua pintu dan jendela dalam keadaan
terkunci, korban tinggal tinggal seorang diri dalam rumah yang
mempunyai gudang tersebut. Lebam mayat luas dan lebih gelap
terutama terdapat pada bagian kepala, hal mana sesuai dengan kasus
kematian mendadak, lebam mayat tidak pada penekanan, kaku mayat
terdapat pada selnnrh tubuhdan sukar di lawan. Korban bertubuh
gemuk, pada pemeriksaan selanjutnya tidak tidak di dapatkan tanda-
tanda kekorasan.
Kesimpulan sementara : Sebab kernatian karena serangan janrung
dan ini dikonflrmasikan dengan keterangan keluarga korban bahwa
korban menderita penyakit jantiurg dan sering berobat, dengan
, demikian kasus yang dihadapi adalah kasus kematian mendadak yang
wajar dan non-kriminal, saat kematian diperkirakan sekitar 8 - 12 jam
yang lalu atau lewat tengah malam oleh karena pemeriksaan di TKP
pada pukul 10 pagi.
3.6. Kesimpulan yang dapat di ambil dari pemeriksaan di TKP dimana
pihak penyidik dan Dokter bahu - membahu dalam menangani kasus
yang dihadapi adalah :
3.6, 1. Membantu mempercepat proses penyidikan.
3.6.2. Membantu mengarahkan tindakan atau pemeriksaan yang
akan dilakukan selanjutnya : orang-orang yang perln
dimintakan keterangan, senjata atau alat bukti yang perlu
I2
dicari, pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan dan
lain sebagainya.
3.6.3. Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang baik, dalam
hal waktu, personalia serta biaya; yang kesemuanya itu untuk
kepentingan penegakan hukum yang baik di mata masyarakat
umum dan khususnya di mata para pencari keadilan.
Metode pencari barang bukti.
Untuk dapat memperoleh barang bukti yang diperlukan didalam
proses penyidikan dikenal 5(lima) macam metode, yaitu :
"strip m.ethoid", "double strip or grid method", "spiral method",
"zone method" dan "v,heel method' : cara atau metode-metode
tersebut tentu sudah diketahui oleh Penyidik perlu pula diketahui oleh
dokter yang melakukan pemeriksaan di TKP agar tidak merubah /
merusak keaslian keadaan TKP.
Gb.3-1
STRIP MFi HOD
A
L-/
L
13
Gb.3-2
DOUBLE STRIP
OR GRID METHOD
l4
Gb.3-4
I
I
I
_t____
I
I
I
I
- ZONE METHOD
15
WHEEL I-,iETHOD
Gb.3-5
Dengan menggunakan metode yang sistematis dalam mencari barang
bukti di TKP , dapat dipastikan proses penyidikan akan berjalan dengan
Iancar dan mernberikan hasil memuaskan dan dengan demikian berarti
pula kesulitan-kesulitan dalam persidangan dapat diatasi, khususnya dalam
hal pembuktian telah terjadinya suafu kejahatan dan kaitannya dengan
terdakwa pelaku kejahatan.
16
SKETSA YG SALAH
f
F
z
o-
JENDELA
t7
SKET 5A
YO BENAR
v
DINDING
t*
('
J
!-
.l)
z,-
J
i p -l
T
p
li
l(
LAMPI
E
/a
U
3.8. Pemeriksaan air mani pada pakaian atau pada tekstil.
Adanya air mani yang tercecer baik pada pakaian korban
maupun pada seprei, samng bantal, kelambu dan bahan tekstil lainnya
dengan mudah dapat diketahui oleh Penyidik; adapun cara nntuk
mengetahuinya adalah sebagai berikut :
3.8.1. Visual : Pada pakaian aatau tekstil yang berwarna cerah,
bercak air mani akan berwarna abu-abu atau agak kekuning-
kuningan; sedangkan pada bahan pakaian atau tekstil yang
berwarna gelap akan tampak bercak air mani mengkilat.
l8
Bentuk bercak biasanya tidak teratur dengan intensitas warna
yang lebih tegas pada bagian pinggir bercak,
3.8.2. Mencium baunya : Jika bercak air mani masih baru, basah
maka dapat dikenali dari baunya yang khas.
3.8.3. Meraba : Bercak airmani yangtelah mengeringpadapakaian
atau tekstil jika diraba dengan dua jari akan memberi kesan
seperti meraba kain yang telah kering dikanji.
3.8.4. Sinar ultra-violet : Penyidik perlu dilengkapi dengan
lampu senter ultra violet. Dengan menyinari pakaian atau
bahan tekstil yang terdapat di TKP dengan sinar ultra violet,
dapat diketahui adanya bercak air mani yaitu pada bagian
yang memberikan fluoresensi putih; oleh karena air mani
mengandung zat yang berfluoresensi bila di sinari dengan
sinar ultra violet.
Dengan mengetahui cara mencari bercak air mani seperti diatas
Penyidik akan lebih selektip dalam mengambil dan mengirim barang
bukti pada kasus-kasus kejahatan seksual atau pada kasus penyimpangan
seksual.
3.9. Pemeriksaan darah
Perneriksaan darah di TKP kasus kriminal dapat memberikan
informasi yang berguna bagi proses penyidikan. Pemeriksaan yang
sederhana dan dapat dilakukan oleh setiap Penyidik adalah :
' 3.9.1. Dari bentuk sifat bercak dapat diketahui :
- Perkiraanjarak antara lantai dengan sumber perdarahan .
- Arah pergerakan dari sumber perdarahan baik dari korban
maupun dari si-pelaku kejahatan.
- Sumber perdarahan, darah yang berasal dari pembuluh
balik ( pada luka yang dangkal ), akan berwarna merah
gelap sedangkan yang berasal dari pembuluh nadi ( pada
luka yang dalam ) akan berwarna merah terang.
Darah yang berasal dari saluran pernafasan atau paru-paru
berwarna merah terang dan berbuih ( jika telah mengering
tampak seperti gambaran sarang tawon ).
19
Darah yang berasal dari saluran pencernaan akan
berwarna merah-coklat sebagai akibat dari bercampurnya
darah dengan asam lambung.
Darah dari pembuluh nadi akan memberikan bercak
. kecil-kecil menyemprot pada daerah yang lebih jauh dari
daerah perdarahan; sedangkan yang berasal dari pembuluh
balik biasanya membentuk genangan (ini karena tekanan
dalam pembuluh nadi lebih tinggi dari tekanan atmosfir
sedangkan tekanan dalam pembuluh balik lebih rendah
hingga tidak mungkin dapat menyemprot).
- Perkiraan umur/tuanya bercak darah. Darah yang masih
baru bentuknya cair dengan bau amis, dalam waktu 12-36
jam akan mengering sedangkan warna darah akan berubah
menjadi coklat dalam waktLr 10-12 hari. Oleh karena banyak
faktor yang mempengaruhi darah maka didalam prakteknya
hanya disebutkan bahwa darah tersebut "sangat baru" (
beberapa hari ), "baru", 'otua" dan "sangat tua', ( beberapa
tahun): yaitu berdasarkan perubahan-perubahan warna serta
perbandingan jumlah dengan intensitas reaksi terhadap uji-
uji yang dilakukan di laboratorium.
3.9.2. Dari distribusi bercak darah pada pakaian dapat diperkirakan
posisi korban sewaktu terjadinya perdaraha. Pada orang yang
bunuh diri dengan memotong leher dalam posisi tegak atau
pada kasus pembunuhan dimana korbannya sedang berdiri,
maka bercalc/aliran darah akan tampak berjalan dari atas ke
bawah.
3.9.3. Dari distribusi darah yang terdapat di lantai dapat diduga
apakah kasusnya kasus bunuh diri (tergenang, setempat),
ataukah pembunuhan (bercak dan genangan dan darah tidak
beraturan, sering tampak tanda-tanda bahwa korban bemsaha
menghindar atau tampak bekas diseret).
3 .9 .4. Pada kasus tabrak-lari, pemeriksaan bercdk darah dalam hal ini
golongan darahnya yang terdapat pada kendaraan yang diduga
20
Bentuk
Bercali
Arah jatuhnya
Dan jaraknya
Deskripsinya
w Vertikal
Sampai 60
Bercak bundar dengan
tepi rata
Bercak bundar dengan
tepi terdapat bundaran
kecil-kecil
#w Vertikal
60-120 cm
Bercak bundar dengan
tepi terdapat tonjolan
2seperti jarum
Vertikal
Diatas 120 cm
Bercak bundar dengan
tepi bergerigi seperti
roda pedati
?
Miring
Bervariasi dengan
kecepatan jatuhnya.
Bentuk lonjong seperti
tanda seru atau seperti
bowling
sebagai penabrak dibandingkan dengan golongan darah
korban akan bermakna dan memudahkan proses penyidik.
Tatlel3 - I : Bentuk Dari Bercak Darah
Pemeriksaan bercak darah yang telah kering
Didalam melakukan pemeriksaan bercak darah yang telah kering
di TKP atau pada barang-barang bukti seperti pisau, palu tongkat
pemukul dan lain sebagainya, Penyidik harus memperoleh kejelasan
didalam 3 hal yang pokok; yaitu:
1. Apakah bercak tersebut memang bercak darah ?
2. Jika bercak darah, apakah berasal dari manusia?
3. Jika berasal dari manusia, apakah golongan darahnya ?
Kejelasan dari ke-3 hal yang pokok tersebut penting dalam
penyelesaian kasus, oleh karena bercak darah yang kering tidak dapat
dibedakan dari bercak-bercak lainya.
21
Dengan dapat ditentukannya bahwa bercak yang terdapat pada
senjata itu berasal dari bercak darah korban, maka pembuktian di
peradilan akan mudah.
Tabel 3-2 : Pemeriksaan Laboratorium Pada Bercak darah
, yang kering
Tujuan
pemeriksaan
l. Menentukan bercak
darah Terjadinya warna hijau-biru
Bercak bersinar
Kristal hemin-HCl berbenhrk
batang, warna coklat
kristal py r i d i n e- h em o chro m o -
genberb entuk bulu,
warna jingga
Terj adinya presipitasi
Terjadi agglutinasi
*) Keterangan :
a. Test Benzidine walaupun spesifik untuk pemeriksaan darah tetapi
sangat sensitif, lebih sensitifbila dibandingkan dengan Test Takayarna atau
Teichmann, oleh karena kedua test yang berdasarkan pada pembentukan
mikro kristal tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya kontaminasi pada
bercak.
Dalam perkara kriminal test Benzidine yang yang positif merupa
indikasi yang sangat kuat bahwa bercak yang diperiksa adalah bercak
darah.
Dasar dari Test Benzidine ialah : hemoglobin darah dapat mengadakan
aktifitas seperti enzim p eroxidase, enzim yang mempercepat oksidasi.
Hasil yang
diharapkan
2. Menentukan darah
manusia
3. Menentukan golon-
gan darah
Metode
pemeriksaan *
Pendahuluan :
Test Benzidine
Test Luminol
Penentuan :
Test Teichmann
Test Takayama
Test Precipitin
Absorption-Elution
22
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Hemoglobin - Hidrogen- peroksida H20- 0n
Benzidine - 0n perubahan warna (hijau -binr )
Reagensia Benzidine dibuat dari : lanrtan jenuh kristal benzidine dalam
asam asetat glasial.
Cara pemeriksaan :
Bercak yang diduga bercak darah di gosok dengan kertas saring, bercak
yang menempel pada kertas saring kemudian diteteskan dengan 1 tetes
Hidrogen-peroksida 20% dan ltetes reagensia Benzidine.
Test Luminol mempakan test yang paling sensitif untuk mendeteksi
darah. Bercak darah bila disemprot dengan reagensia Luminol akan bersinar
mengeluarkan cahaya (Luminescense ), dengan demikian test ini dapat
untuk test penyaring, oleh karena dapat dilakukan dengan cepat.
Reagensia Luminol dibuat dari : campuran 100 mg 3-aminophthalhydra-
zide dan 5 gram sodium carbonote dalam I 00 ml aquadest; sebelum dipakai
larutan tersebnt ditambah dengan 700 mg sodium perborate.
Cara pemeriksaan :
Objek yang akan diperiksa disemprot dengan reagensia, oleh karena
yang akan dilihat adalah keluarnya sinar dari bercak, maka pemeriksaan
dilakukan didalam ruang yang gelap .
' Identiflkasi darah dengan Uji Takayama dan Teichmann lebih spesifik
akan tetapi sangat mudah dipengaruhi oleh zat-zat yang mengkontaminasi,
hal mana sering terdapat pada bercak darah. walaupun lebih spesifik bila
dibandingkan dengan test Benzidine, tetapi kurang sensitif. Uji Takayama
dan Teichmann didasarkan pada pembentukan kristal yang khas yang terjadi
dari percampruan antara reagensia dengan derivat hemoglobin.
Cara pemeriksaan :
Uji Takayama : seujnng jamm bercak kering diletakan padagelas
objek, teteskan I tetes reagensia, hrtup dengan kaca penutup kemudian
dipanaskan, Hasil yang positif secara mikroskopis akan tampak kristal
pyritline-hemochrontogen yang berbentuk bulu dan berwama jingga.
Reagensia Takayama dibuat dari :3 ml pyridine redistilled ditambah 3ml
larutan glukosa jenuh, 3 mt NaOH l0 % dan 7 ml aquades.
Uji Teichmann : seujung jarum bercak diletakan pada gelas objek,
ditambahkan I butir kristal NaCL dan 1 tetes asam asetat glasial, tutup
23
d.
kaca dengan kaca penutup dan dipanaskan. Uji yang posesif akan terlihat
secara mikroskopis adanya kristal-kristal hemin HCL berbentuk batang dan
berwarna coklat.
Untuk melakukan Uji Precipitin terlebih dahulu harus dibuat
senrm anti -manusia (human anti serum), sebagai berikut :
Darah manusia disuntikan pada kelinci, clengan demikian kelinci
tersebut akan membenhrk antibody yang akan bereaksi menetralisir darah
mannsia. Darah kelinci kemudian diambil dan senrm yang mengandung
antibody diisolir mhrk pemeriksaan, serum tersebut adalah senrm anti-
mannsia (huntan antiserum). Dengan cara yang sama dapat dibuat senrm
anti binatang-binatang lain .
Dengan demikian Uji Precipitin adalah uji yang spesifik untuk
menentukan species, apakah bercak yang diperiksa itu berasal dari darah
manusia, anjing, kucing, d11. Akan tetapi pembuatan serum anti-mannsia
tersebut culop sulit.
Cara pemeriksaan :
Satu gram darah kering atau lcm2 bercak diekstraksi dengan larutan
garam fisiologis (l ml larutan denganph 7).
Serum anti-manusia dimasukan kedalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan ekstrak yang telah dibuat. Hasil positifakan diketahui dengan
terbentuknya presipitasi diantara senrm anti-mamrsia dan ekstrak, presipitat
yang terbentuk tampak sebagai daerah yang kenrh. Pemeriksaan dalam
tabnng tersebut dikenal juga dengan nama reaksi cincin.
Perlu diketahui uji precipitin adalah uji yang sangat sensitif, hanya
membutuhkan sedikit darah. Darah manusia yang kering dan berumur 10 -
l5 tahun akan tetap memberikan hasil yang positif; bahkan ekstrakjaringan
yang diambil dari yang berumur 4000 - 5000 tahun juga memberikan hasil
yang positif.
Cara lain yang dapat juga dilakukan untuk menentukan spesies dimana
dasarnya adalah pembenmkan presipitasi ial ah reaksi pre c ip i t i n dalam agar
dan immttno-el ectrophores is dalam agar.
Penentuan golongan darah pada bercak darah yang kering lebih sulit bila
dibandingkan dengan penentuan pada darah yang masih segar, terlebih
lagi bila bercak darah tersebut sangat tua ; ini disebabkan oleh karena
sel-sel darah telah hancur. Penentuan golongan darah pada bercak darah
yang kering dimungkinkan oleh karena antigen yang terdapat pada
permukaan sel tetap utuh walaupun sel-selnya telah hancur, dengan
24
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4
demikian penentuan golongan darah tetap dilakukan secara tidak
langsung.
Teknik yang dipakai untuk penenhtan golongan darah pada bercak
darah yang kering ialah absorption-elution; dimana prosedur pemeriksaan
terdiri dari 4 tahap.
Airti semm diteteskan pada bercak darah, dibiarkan wttuk
beberapa saat supaya antibody bereaksi mengikat anti gen.
Semm yang tidak bereaksi dicttci supaya antibodi yang
berlebihan dapat dihilangkan.
Dengan terbentuknya ikatan antibodi dengan antigen, maka
ikatan tersebut dapat dilepaskan lagi dengan proses yang
dikenal dengan nama elution Untuk itu bahan yang diperiksa
harus dipanaskan dalam temperatur 55"C, dengan demikian
ikatan antibodi dengan antigen akan terlepas,
Antibodi yang terlepas kemudian ditambah dengan sel darah
merah yang telah diketahui golongan darahnya, dengan
demikian ada tidaknya agglutinasi dapat dilihat, golongan
darah dari bercak dapat diketahui.
Tabel 3 - 3
Penentuan golongan Darah Cara Absortion Elution
Bercak Darah di test
dengan
Anti -A, Anti -8, Antigen yang ada Golongan darah
+++
Sel-A, Se[-B, pada bercak
A
B
AB
o
+
a
+
+
A
B
AdanB
Tidak ada
+ Terlihat Agglutinasi
- Tidak ada Agglutinasi
25
3.9.6. Hukum Mendel untuk sistem golongan darah
Golongan darah pada manusia dapat diturunkan kepada
anak-anaknya, penurunan tersebut menunmti atlrran
tertentu, yaitu menurut Hukum Mendel; yang menyatakan
sebagai berikut:
.1. Agglutinogen (antigen) tidak mungkin timbul pada anak
jika antigen tersebut tidak ada pada salah satu atau kedua
orang tua anak tersebut.
2. Orang tua yang homozygous harus meneruskan gen untuk
antigen tersebut kepada anaknya.
3. Anak yang homozygol.rs harus mendapatkan gen untuk
antigen tersebut dari masing-masing orang tuanya.
Penerapan Hukum Mendel dalam sistem A-B-O,
adalah sebagai berikut :
I. Agglutinogen A atau B tidak mungkin tirnbul pada anak
blla Agglutinogen tersebvt tidak terdapat pada salah satu
atau kedua orang tuanya.
2. Orang tua dengan golongan darah AB tidak mungkin
mempurryai anak dengan golongan darah O
3. Anak dengan golongan darah O tidak mungkin mempunyai
orang tua dengan golongan darah AB.
' Hukum Mendel juga berlaku unflik sistem golongan darah lainya
dan berdasrkan kepada hukum tersebut maka penentuan golongan darah
dapat diterapkan dan membantu penyelesaian perkara-perkara
kriminal, seperti kasus penculikan bayi, kasus seorang lelaki yang dihrduh
s'bbagai ayah dari anak yang banr dilahirk at (Exclusion oJ'Paternity) . serta
kasus bayi yang tertukar.
Tabel3-4 : Antigen Dan AntibodyYangTerdapat Dalam Darah (Sistem
A-B-O)
Golongan darah Antigen pada
sel daralr merah
Antibody dalam
serum
A
B
AB
o
A
B
AB
Tidak ada
Anti-B
Anti-A
Tidak ada
Anti-A dan Anti-B
26
Tabel 3-5 : Golongan Darah Pada Anak Sebagai Hasil Perkawinan
Orang tuanya (Sistem A-B-O)
Golongan darah
kedua orang tuanya
Golongan darah
yang mungkin
pada anak
Golongan darah
yang tidak rnungkin
pada anak
OxO
OxA
AxA
OxB
BxB
AxB
O xAB
AxAB
BxAB
ABxAB
o
o,A
O,A
o,B
o,B
O, A, B, AB
A,B
A, B, AB
A, B, AB
A, B, AB
A, B, AB
B, AB
B, AB
A,AB
A,AB
Tidak ada
O,AB
o
o
o
Ilustrasi kasus
L Exclusision of PaternitY.
Seorang lelaki dituduh sebagai ayah dari anak yang banr dilahirkan oleh
seorang wanita, pada pemeriksaan golongan darah diperoleh hasil sebagai
berikttt :
"' Golongan darah dari lelaki tertuduh AB
Golongan darah ibu si anak O
Golongan darah anak O
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pemeriksaan golongan darah adalah:
Lelaki tersebut tidak mungkin menjadi ayah dari si-anak tersebut, oleh karena gen
A atau B tidak terdapat pada anak tersebut. Anak dengan golongan darah O tidak
mungkin mempunyai ayah atau orang tua dengan golongan darah AB-
Harus diketahui bahwa penafsiran dari hasil pemeriksaan penentuan golongan
darah harus dibaca secara "terbaliK' (negative wa1,), dengan demikian penentuan
seorang lelaki sebagai ayah dari seorang anak adalah tidak mungkin; akan tetapi
dapat memastikan bahwa seorang ihl bukan ayah dari anak tersebut (exclusion
of paternity).
)'7
2. Kasus penculikan.
Dalam kasus penculikan seorang bayi pelaku kejahatan adalah dua orang,
yaitu seorang wanita yang bertindak sebagai ibu dari bayi yang diculik dan seorang
lelaki sebagai suami wanita tersebut, dengan dernikian pemeriksaan penentuan
golongan darah hanrs dilalarkan terhadap ke-lima orang yang bersangkutan dengan
kasus penculilian iflr.
Golongan darah ayah
Golongan darah ibu
Golongan darah penculik (l)
Golongan darah pencLrlik (2)
Golongan darah bayi
A MNRH lRHl
A MNRH lRHl
B MNRH 2RH2
O MNRH IRHI
A N RH 1RHI
Pencnlik tidak dapat membuktikan bahwa bayi itu adalah anaknya, oleh karena
dalam kasus ini terdapat clouble axchrsion of rnaternity, Yaitti : seorang ibu dengan
golongan darah RH 2 RH 2 harus mentransmisikan salah sahr faktor kepada
anaknya dan anak dengan golongan darah RH I RH I hams mendapat salah sahr
faktor dari kedua orang tuanya ; ibu yang mempunyai golongan darah B dan ayah
dengan golongan darah O tidak mungkin mempunyai anak dengan golongan darah
A.
Dalam kasus ini pasangan penculik tidak dapat membuktikan bahwa bayi itu
anaknya, baik menurut sistem A-B-O maupun sistem Rh-Hr (double exclusion).
3. Kasus bayi yang tertukar.
Dalam kasus ini pemeriksaan penennran golongan darah dilakukan pada
kedua bayi dan kedua pasangan yang terlibat.
. Pasansanpertama
;:iHE;lffill#, 3
golongan darah bayi (1) A
Pasangan kedua golongan darah ayah O
golongan darah ibu AB
golongan darh bayi (l l) O
Kesimpulan : bayi (l) adalah anak pasangan kedua,
bayi ( I I ) adalah anak dari pasangan pertama
4. Kasus seorang lelaki dituduh menghamili seorang wanita
Bantuan Ilmu Kedokteran Forensik dalam menghadapi kasus dimana
seorang ditudulr menghamili seorang wanita, hanya baru dilaksanakan, yaitu
dengan pemeriksaan golongan darah bila bayi yang tlikandung oleh wanita
itu telah dilahirkan.
28
penafsiran hasil pemeriksaan tetap secara negative way, hasil pemeriksaan
golongan clarah hanya dapat memastikan bahwa lelaki tersebut tidak mungkin
menjadi ayah dari bayi yang baru dilahirkan.
Tabel 3-6 : Identifikasi Darah Dengan Antiserum Yang Diketahui
SenrmAnti-A
+
Whole Blood
SemmAnti-B
+
Whole Bloocl
Antigen
yang ada
Golongan
darah
A
B
AB
o
A
B
AB
o
+
+
+
+
Terlihat Agglutinasi
Tidak ada Agglutinasi
Tabel 3-7 : Identifikasi Darah Dengan Sel Yang Diketahui
t SelA
+
Darah
Sel B
+
Darah
Antibody
yang ada
Golongan
darah
I
+
+
+
Anti-A
Anti-B
Anti-A danAnti-B
Tidak ada
B
A
o
AB
+ Terlihat Agglutinasi
Tidak ada Agglutinasi
29
Tabel 3-8 : Petunjuk Pengumpulan Barang Bukti
Contoh
Jumlah yang dibutuhkan
Kemasan Kontrol Barang bukti Prosedur
AMUNISI
Patnrrn
Anak peluru
Kelongsong
Dalam amplop Seluruhnya secara
kecil dengan terpisah
pengait
Seperti diatas (satu Selumh yang
amplop satu pelum) diternukan
Seperti diatas Selunrh yang
(amplop yang ditemukan
terpisah bila
didapatkan pada
tempat yang
berbeda)
Seperti diatas Selumh yang
ditemukan
Seperti di atas Seluruh yang
ditemukan
Seperti di ata, bila Selumh yang
dari dalanr tubuh ditemulcan
keringkan dahulu
Kemasan yang Selurr-rhnya
kuat 5 ml atau
dengan dnrggist
fbld EDTA dari
korban dan
tersangka
Seperti diatas
Dalam kantong
kertas.
Bungkus secara
terpisah
Tandai pada tempat
dekat ujung peluru
Tandai pada bagian
dasar atau hidung
Tandai pada bagian
hrarjangan pada bagian
Iuar/ tempat kontak
dengan picu.
Tandai pada tembaga
dekat kertas atau
plastik
Tidak perlu di tandai,
amplopnya.
Tandai amplopnya
Pada objek kecil kirim
semuanya
Pada objek besar
bercak dikerok dan
ditaruh pada kertas
yang bersih.
Jika basah keringkan
dahulu. Jangan diberi
pengawet.
Kelongsong
shotgun
Pellets
Tutup
(Vltadding)
DARAII
Bercak kering
tidak pada
tekstil
Bercak pada
pakaian, tekstil
dll
30
Selumhnya
PAKAIAN
DOKIJMEN
Surat anonim,
surat ancaman
dll
Kertas yang
terbakar atau
hangus
GORESAN
KUKU
(Fingernail
Scrapings)
Dalam kantong
kertas
Bungkus secara
terpisah
Dalam kantong
plastik
Dokumen yang asli
reproduksi tidak
boleh.
Selumhnva
Seluruh
dokumen asli
Seutuhnya, jangan
dipotong.
Biarkan kering sendiri
Jangan memegang
dengan tangan
telanjang. Tamh dalam
amplop dan direkat.
Beri perincian bila
akan diambil latent
print.
Pisau yang bersih
dipakai untuk
mengorek kulit yang
tergores dibawah kuku
Satu tempat untuk
untuk kuku dalam-
kemasan yang terpisah
beri tanda pada setiap
kemasan dari jari yang
mana.
Beri label yang berisi
nama, kaliber, nomor
seri senjata dan tanda-
tanda penyidik.
SENJATAAPI
Pistol Senjata kosong
automatik jangan dipegang
kecuali ada barang
bukti lain: rambut
Kemasan ktat
Botol plastik atau Semua yang
druggist.folcl ada
Semua yang
diternukan
, Jansan dioesans
setunrnnya
dengan tangan
telanjang
31
Revolver
Senjata laras
panjang.
RAMBUT
darah dll. Senjata
ditaruh dalam
amplop diluarnya
dinrlis:
Kosong atau Berisi
Jika ada barang Semua yang
bukti lain yang ditemukan
melekat : darah,
rambut dll. dapat
diambil dengan
tangan. Selanjutnya
sama seperti diatas.
Jika akan dilakukan
pemeriksaan terhadap
barang bukli lain yang
ada pada senjata,
sepefti darah, rambut,
latent print maka
pengemasan harus
hati-hati sekali dalam
peti kemas karton.
Pada bagian luar dari
karton dihrlis: Senjata
dalam keadaan kosong
atau berisi. Permintaan
pemeriksaan hanrs
jelas. Inisial penyidik
pada magazine dan
pada bagian bawah
laras.
Ikatkan label yang
berisi nama, kaliber,
nomor seri dan inisial
penyidik.
Kemasan
terpisah untuk
rambut-rambut
yang berasal
dari masing-
Sama seperti diatas Semua yang Sama seperti diatas
ditemukan inisial ljung laras
druggist Beberapa
foldkotak lusin dari-
obat. Jan- beberapa
gan dalam tempat.
amplop. Rarnbut
Semua
yang ada
JZ
harus utuh, dicabut
NARKOTIKA
DAN OBAT-
OBATYA}IG
BERBAHAYA. Botol,
tabung dll.
Semnanya Semuayang
- ada
Semuanya Semuayang
ada
masing tempat. Beri
label : tempat daerah
pengambilan.
Tiap obat satu
kemasan.
Seperti diatas.
Puyeq tablet
dan kapsul.
Tanaman
ORGAN
TVBUH
(hidup) Darah
Kotak
obat,
druggist
foldbotol
dst.
Kantung
plastik
atau
kantung
kertas
Tabung
reaksi
bersih atau
botol.
Botol ber-
sih.
Semuanya Semuayang
ada
5 ml. untuk
pemeriksaan.
5ml. untuk
alkohol.
Semua yang
dikeluarkan
Kemasan secara
terpisah untuk
masing-masing
tanaman. Jika basah
keringkan dahulu.
Alat penghisap/pipa
yang dipakai dikemas
terpisah.
Dokter yang
mengambil,
dapat diberi
pengawet,taruh dalam
lemari pendingin
sampai dikirim ke
laborafurium.
Simpan dalam
lemari pendingin
Urine
JJ
sampai dikirim ke
laboraturium.
Semuanya. SePerti diatas.
Bilasan
lambung.
ORGAN
TUBUH
(mayat )
Darah
Otak
Empedu
Hati
Ginjal
I Jrine
Seperti dia-
tas.
Tabung reak-
si bersih atau
botol.
Kemasan dari
plastik.
Seperti diatas
Seperti diatas
Seperti diatas
Seperti diatas
25 ml. r.rnftik
obat-obatan.5
ml. unflrk
alkohol.
300 gram
Semuanya.
300 gram
keduanya
Semua yang
ada dalam
kandung
kencing.
Semuanya.
Beri pengawet
dan anti pembeku.
Simpan dalam
lemari pendingin
sampai dikirim ke
laboratorium.
Dalam lemari
pendingin sampai
dikirim ke
laboratorium.
Seperti diatas.
Seperti diatas.
Seperti diatas.
Seperti diatas.
Kulit sekitar Seperti diatas
tempat suntikan
Seperti diatas.
Catatan druggist fold adalah cara rrembungkus obat berbenhlk puyer yang bisa
dikerjakan di apotik (lihat gambar).
-EDTA adalah zat untuk mencegah pembelanan darah.
-Untuk mengetahui lebihjelas perihal barang bukti pada kasus keracunan
dapat dibaca pacla buku tilisan penulis, yaihr Ilmu Kedokteran Forensik,
penerbt LKUI tahun 1979.
34
DRUGGIST FOI.D
Gb.3-7
35
Gb.3-8 : Pemberian tanda pada peluru
rew
36
' Bab4
4.2.
4.1
SISTEMATIK PEMERIKSAAN
ILMU KEDOKTERAN
FORENSIK KHUSUS
PEMERIKSAAN MAYAT
Abdul Mun'im ldries
Sumbangan Ilmu Kedokteran Forensik dalam membantu penylesaian
proses penyidikan perkara pidana yang menyangkut nyawa manttsia,
dimana sumbangan tersebut dituangkan dalam bentuk Visum et
repertum, adalah :
4.1.l. Menentukan secara pasti kematian korban,
4. 1.2. Memperkirakan saat kematian,
4. 1.3. Menentukan identitas,
4.1.4 Menentukan sebab kematian, dan
4. 1 .5. Menentukan cara kematian atau memperkirakan cara kematian
korban.
Menentukan secara pasti kematian korban.
Untuk dapat menentukan der.rgan pasti bahwa korban telah rnati,
perlu diketahui perihal tanda-tanda kehidupan dan tentunya perihal
tanda-tanda kernatian serta penrbahan lanjut yang terjadi pada
mayat.
4.2.1. Tanda-tanda kehidupan dapat dilihat dari :
- Adanya pergerakan pernafasan, yang mudah dilihat di
daerah perut bagian atas tepat di daerah pertemuan kedua
lengkung iga (daerah epigastriurr).
-Terabanya clenyut nadi, yang mudah dirasakan pada daerah
leher dan pada pergelangan tangan.
- Reflek, misalnya reflek mata terhadap sinar, pada orang
hidup jika disinari matanya maka pupil atau teleng matanya
akan mengecil.
{ ".,' !
*{ r
/
 '?r
 ,1 -f
ilj:
l--.,;"
GB.4-1(A)
Cara untuk melihat Pergerakan pernafasan (lihat tanda panah)
38
Jika pada korban terdapat tanda-tanda kehidupan maka tindakan yang
harus dilaksanakan dengan segera adalah mernberikan pertolongan pertama
pada korban serta dengan segera rnengirirnkanya ke rumah sakit terdekat
agar dapat tertolong jiwanya.
Dengan. mengambil tindakan demikian dapat dihindari terjadinya
kematiar.r korban oleh karena sikap yang lebih mementingkan penyidikan
ketimbang menyelamatkan jiwa korban.
4.2.2. Tanda-tanda kematian yang penting adalah :
- Terhentinya denYutjanhrng,
- Terhentinyapergerakanpernafasan,
- Kr.rlit terlihat pucat,
- Melernasnyi otot-otot tubnh, dan
- Terhentinya aktivitas otak (terhentinya aktivitas otak
secara tepat dan cepat hanya dapat diketahui jika
kita melakukan pemeriksaan dengan
bantuan alat EEG-Elektro Ensefalo Graf, dimana akan
terlihat menclatar selama 5 menit).
Dengan telah ditentukan atau diketahui bahwa korban telah rnati,
maka pemeriksaan di TKP dapat dilakukan dengan tenang, cermat'
tepat dan teliti.
4.2.3. Pen$ahan lanjut yang terjadi padamayat adalah :
- penurunan suhu fubuh mayat,
- terjadinya lebam tnaYat,
- terjadinya kaku maYat,
- terjadinya pernbusukan, dan
terjadinya adipocere dan mummifi kasi'
Terjadinya adipocere dan mummifikasi dapat dapat dikatakan jarang
dijumpai oleh karena memerlukan pelbagai faktor, kondisi yang tidak
selamanya ada, khususnya di Indonesia.
4.3. Memperkirakan saat kematian.
Saat kematian korban hanya dapat diperkirakan karena penentuan
kematian secara pasti sampai saat ini belum dimungkinkan' Untuk
dapat memperkirakan saat kematian diperlukan pengamatan,
pencatatan dan penafsiran yang baik temtama dari perubahan lanjut
yang terjadi pada mayat. Perkiraan saat kematian dapat diketahui
dari:
39
GB.4-r (B)
Cara meraba denyut nadi (lihat tanda panah)
40
4.3.1. Informasi para saksi, dalam hal ini perlu diingat bahwa saksi
adalah manusia dengan, segala keterbatasanya (Bab 1: 1.2, 1.3
dan 1.4).
4.3.2.Pefinjuk-petunjuk yang ada di TKB seperti jam atau arloji
yang pecah, tanggal yang tercantum pada surat kabaq surat,
adanya makanan pada meja makan, nyala lampu, keadaan
tempat tidur, debu pada lantai dan alat-alat rumah tangga dan
lain sebagainya ; yang semuanya ini dapat dilakukan baik oleh
penyidik.
4.3.3. Pemeriksaan mayat, yang dalam hal ini adalah :
-Penurunan suhu mayat (algor mortis), pada seseorang yang
mati maka suhu tubuhnya akan menurun sampai sesuai dengan
snhu disekitarnya.
Rumus perkiraan saat kematian berdasarkan penurunan suhu
tersebut adalah ;
98.6 F - suhu : Saatkematian
1,5
Keterangan dari mmus diatas adalah sebagai berikut : 98,6 F
merupakan suhu tubuh normal, sedangkan angka 1,5 merupakan angka
rata-rata hilangnya panas per jam, dimana suhu lingkungan sebesar 70
F(21). Secara kasar dapat pula dikatakan bahwa tubuh akan kehilangan
panasnya sebesar I C perjam.
Pengukuran suhu fubuh tersebut bila memakai thermometer biasa
(t[ermometer air raksa), ialah dengan memasukan thermometer ke dalam
rektum (dubur), sedalam I 0 sentimeter dan baru dibaca sekurang-kurangnya
setelah 3 menit kemudian.
Bila thermometer yang dipakai thermometer elektronik, maka
pembacaannya dapat dengan segera dilakukan.
1. Faktor lingkungan : semakin besar perbedaan antara suhu tubuh
dengan suhu lingkurgan (udara atau air); maka semakin cepat pula
tubuh kehilangan panasnya. Insensitas dan kuantitas dari aliran atau
pergerakan udara turut pula mempengaruhi penurunan suhu hrbuh.
2. Suhu tubuh sebelum kematian : kematian karena perdarahan otak,
kerusakan jaringan otak, penjeratan dan infeksi akan selalu didahului
dengan peningkatan suhu; dengan demikian pada keadaan-keadaan
tersebut akan mempengaruhi penafsiran dari perkiraan saat kematian.
4l
3. Keadaan tubuh dan pakaian yang menutupinya : lemak tubuh,
tebalnya otot sefta tebalnya pakaian yang dikenakan pada saat kematian
akan mempengaruhi kecepatan penllrunan suhu tubnh, dengan demikian
faktor-faktor ini periu diperhitungkan didalam memperkirakan saat
kematian.
Selain pengukuran suhu rektal, dokter dapat pula memperkirakan saat
kematian atas dasar pengui<uran suhu dari alat-alat dalam tubuh, seperti
hati atau otak; ini tentunya baru dapat dilakukan pada saat pembedahan
mayat.
- Lebam mayat (livor mortis), terhentinya peredaran darah pada
mayat akan menyebabkan darah berkumpul mencari tempat yang
paling rendah, pengumpulan darah pada tempat yang terendah
tersebut akan menyebabkan kulit didaerah itu menjadi berwarna
merah ungu (livide).
Lebam mayat mulai tampak sekitar 30 menit setelah kematian
(post-mortal), maksimal intensitasnya akan tercapai pada 8,12
jam post-mortal; dengan demikian penekanan pada daerah lebam
setelah 8 jam tidak akan menyebabkan hilangnya lebam mayat.
- Kaku mayat (rigor mortis), adanya perubahan enzirnatik serta
perubahan metabolisme dan kimiawi lainya pada otot-otot seluruh
fttbuh, kekakuan post-mortal baik pada otot lurik mauplln otot
polos akan terjadi.
Kaku mayat akan terdapat sekitar 2 jam post -mortal dan maksimal
setelah l0-12 jam. post-mortal,keadaan ini menetap selama 24
. jam dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai
menurut urutan terdapatnya kaku mayat ( lihat mulai dari rahang,
leher,lengan dan tungkai).
Cadaveric spasm adalah kekauan mayat yang terjadi segera setelah
seseorang rnati, dengan demikian tidak melalui fase relaksasi/pelemasan
otot seperti yang terjadi rigor mortis. Cadateric spasm dapat terjadi jika
ada ketegangan atau stress emosional, dengan dernikian adanya keadaan ini
dapat menunjukan intravitalitas.
Cadaveric spasm dapat dilihat misalnya pada kasus tenggelam dimana
tangan korban tampak menggenggam erat sebatang dahan atau pada kasus
bunuh diri dimana pada tangan korban masih tergenggam dengan eratnya
42
pisau yang dipakai untuk bunuh diri. Kesimpulan yang dapat diambil
adalah : kedua korban tersebut masih hidup sewaktu ia masuk kedalam air
atau sewaktu ia menggorok lehernya.
Pada orang yang mati terbakar terjadi pula "kekakuan " yang memberi
kesan seperti sikap seorang petinju (Pugelistic at titude) "kekakuan " ini
sebagai akibai terjadinya koagulasi/penggumpalan protein. Pada mayat
yang telah membusuk lanjut juga akan ditemukan "kekakuan" yang serupa'
hal mana disebabkan karena pengumpulan gas pembusukan pada daerah-
daerah persendian.
Pada mayat yang terbaring diternpat yang suhunya rendah seperti di
puncak gr.rnung atau dalam kamar pendingin, akan terdapat pnla "kekakuan"
(cold stilfening, .lreezing), yang bila kita lawan akan terdengar derik yang
disebabkan pecahnya cairan dalam sendi yang membeku.
Cadaveric spann, heat stiffenirg (kekakuan pada kasus yang mati terbakar).
cold stiffening dan kekakuan pada penbusukan bukan kaku mayat dalam
pengertian rigor mortis.
- Pemeriksaan isi lambung, sebagaimana diketahui waktu
penggosongan isi lambung, yaitu wakhr yang diperlukan
lambung untuk rnencernakan makanan dan meneruskanya ke
usus adalah sekitar 4-6 jam, jadi bila pada lambung korban
' masih didapatkan sisa makanan yang belum tercerna, maka
dapat diperkirakan bahwa kematian korban terjadi dalam
waktu kurang dari 4-6 jam setelah makan yang terakhir.
Dengan pemeriksaan isi larnbung tadi, Penyidik dapat memulai
peiryidikan umpamanya dengan siapa saja korban makan, dari sini akan
diperoleh informasi lanjutan yang berguna buat penyidikan.
- Pembusukan, pembttsukan pada mayat berbeda-beda
kecepatan terjadinya tergantung pelbagai faktor, diantaranya
faktor lingkungan.
Rumus Casper memperlihatkan perbedaan kecepatan
pembusukan sebagai berikut :
Keadaan mayat setelah I minggu di udara terbuka -2
minggu didalam air -8 rninggtt keadaan mayat di dalam
tanah/ kubulan.
Pembusukan mayat dirnulai sekitar 48 jam setelah seseorang
mati, ini dapat dikenali dari adanya warna hijau-kemerah-merahan
43
pada dinding pemt bagian kanan bawah. Pembusukan akan berlanjut
dengan terbentuknya gelembung-gelembung yang berisi cairan merah
kehitaman,"pembengkakan" pada seluruh fubuh, tubuh tampak
menggembung, lidah keluar, bibir membengkak dan mencucrlr, bola mata
menonjol keltrar, kulit ari mengelupas, Pada keadaan yang lebih lanjut lagi
gas pembusukan yang berada dalam tubuh akan menyebabkan pecahnya
dinding perut yang diikuti pula dengan hancnmya bagian-bagian tubuh
yang lunak, sehingga akan tinggal kerangkanya saja.
Adanya perbedaan kecepatan pembusukan seperti yang dimaksud
dalam rumus Casper memungkinkan pemeriksaan mayat dengan memberi
hasil yang diharapkan walaupun korban telah di kubur; terutama bila
kerusakan atau perlukaan yang didapat pada korban sampai merusak tulang
atau pada kasus-kasus peracunan dan lain sebagainya.
Manfaat buat penyidikan
Dengan dapat diketahuinya perkiraan saat kematian korban,
maka Penyidik dapat mengarahkan penyelidikanya dengan kata lain
mempersempit ruang penyidikan, orang-orang yang dicurigai lebih sedikit
oleh karena telah"diseleksi" oleh perkiraan saat kematian, siapa-siapa saja
yang bersama korban dalam waktu tersebut.
4.4. Menentukanidentitas
Menentukan identitas korban seperti halnya penenfuan identitas pada
tersangka pelaku kejahatan merupakan bagian yang terpenting dari
penyidikan. Dengan dapat ditentukannya identitas dengan tepat dapat
dihindari kekeliruan dalam proses peradilan yang dapat berakibat
fatal, kasus Haryono di Surabaya merupakan pengalaman yang amat
. berharga.
Faktor manusia seperti yang dimaksud dalam Bab 1 (1.2., 1.3.)
harus selalu diingat.
Penentuan identitris korban dilakukan dengan memakai metode
identifikasi sebagai berikut :
4.4.1.Visual : termasuk metode yang sederhana dan mudah dikerjakan
yaitu dengan memperlihatkan tubuh terutama wajah korban
kepada pihak keluarga, metode ini akan memberi hasil jika
keadaan mayat tidak msak berat dan tidak dalam keadaan
busuk lanjut.
4.4,2. Dokumen : K.T.P., S.i.M., Paspor, kartu pelajar dan tanda
pengenal lainnya merupakan sarana yang dapat dipakai untuk
menentukan identitas.
44
Dokumen yang ada didalam saku seorang laki-laki lebih
bermakna bila dibandingkan dengan dokumen yang ada dalam
tas seorang wanita, terutama pada kasus kecelakaan massal
sehingga tas yang dipegang dapat terlempar dan sampai
kedekat tubuh wanita lainnya. hal mana tidak terjadi pada laki-
laki yang mempunyai kebiasaan menyimpan dokumen dalam
sakunya.
4.4.3. Perhiasan : merupakan metode identi{kasi yang baik,
walaupun tubuh korban telah rusak atau hangus. Initial yang
terdapat pada cincin dapat memberikan informasi siapa si
pemberi cincin tersebut, dengan demikian dapat diketahui pula
identitas korban.
Dalam penentuan identifikasi dengan metode ini tidak
jarang diperlukan keahlian dari seorang yang memang ahli
dibidang tersebut.
4.4.4. Pakaian : Pencatatan yang baik dan teliti dari pakaian yang
dikenakan korban seperti model, bahan yang dipakai, merek
penjahit, label binatu dapat merupakan petunjuk siapa pemilik
pakaian tersebut dan tentunya identitas korban.
Walaupun pakaian yang diperlihatkan kepada pihak
' keluarga hanya sebagian saja akan tetapi sering memberikan
hasil seperti apa yang dikehendaki, terutama bila dibandingkan
dengan memperlihatkan perhiasan yang lengkap, lebih-lebih
bila perhiasan tersebut mempunyai nilai tinggi.
4.4.5. Medis : Merupakan metode identifikasi yang selalu dapat
dipakai dan mempunyai nilai tinggi dalam hal ketepatannya
terutama jika korban memiliki status medis (medical record,
ante-mortem record), yang baik. jenis kelamin, perkiraan
umug tinggi dan berat badan serta wama rambut dan mata
dikalsifikasikan dalam tanda medis yang umum. Sedangkan
yang sifatnya lebih khusus adalah bentuk-cacat fisk, bekas
operasi, tumor, tatto dan lain sebagainya.
Dengan metode ini dapat dibantu dengan pemeriksaan
radiologis (rontgen foto), umpamanya untuk membantu
perkiraan umu, adanya benda asing dan bekas patah tulang.
45
4.4.6. Gigi : Sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi ahli forensik,
akan tetpi dalam prakteknya hampir selnllanya pemeriksaan
dilakukan oleh dokter ahli ilmu kedokteran forensik khuslrsnya
ahli patologi forensik.
Melihat sifat khusus dari gigi yaitu ketahanannya
serta tidak ada kesamaan bentuk gigi pada setiap manusia
pemeriksaan ini mempunyai nilai tinggi seperti halnya sidik
jari, khususnya jika keadaan mayat telah busuk/msak dan
terutama bila ada data ante-mortem record.
Gigi dapat juga dipakai unfuk membantu dalam
hal perkiraan umur serta kebiasaan/pekerjaan dan kadang-
kadang golongan suku tertentu. Kebiasaan merokok akan
meninggalkan,pewarnaan akibat nikotin pada gigi, gigi yang
dipangur ( di ratakan) menunjukan ras/suku tertentu.
4.4.7. Sidik jari : Sidik jari atau finger prints dapat menentukan
identitas secara pasti oleh karena sifat kekhususannya yaitn
pada setiap orang akan berbeda walanpun pada kasus saudara
kembar satu telur. Keterbatasannya hanyalah cepat rusak/
membusuknya tubuh.
. Penggunaan sidik jari untuk menetukan identitas
seseorang tentunya baru dapat bila orang tersebut sebelumnya
sudah diambil sidik jarinya (ada datanya).
Akan tetapi walaupun data nya tidak ada pengambilan
sidik jari pada korban tetap bermanfaat yaitu dengan
rnembandingkan sidik jari yang mungkin tertinggal pada alat-
alat yang di mmahkorban(latent print); sedangkan pada kasus
pembunnhan latent print yang ada pada senjata dapat membuat
si pelaku kejahatan tidak dapat mungkir atau mengelak dari
tuduhan bahwa ia telah melakukan pembunuhan.
4.4.8. Serologi: Prinsipnya ialah dengan menentukan golongan
darah, dimana pada umumnya golongan darah seseorang
dapat ditentukan dari pemeriksaan darah, air mani dan cairan
tubuh lainnya. Orang yang demikian termasuk golongan
sekretor, 75-80 % dari penduduk termasuk dalam golongan
46
ini. Pada mereka yang termasuk non-sekretor penentuan
golongan darah hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan
darahnya saja.
Pemeriksaan ini buat penyidik amat penting, khususnya
pada kasus-kaslts pembunuhan, kejahatan seksual dan kasus
tabrak lari serta penculikan bayi.
4.4.9. Eksktusi : Cara ini dipakai biasanya pada kasr"rs
kecelakaan massal, seperti pada kasus kecelakaan pesawat
terbang. Dari 50 korban telah dapat diidentifisir sebanyak 49
korban, maka sisanya tentulah korban yang sesuai dengan
daftar penumpang. Cara ini akan memberikan hasil yang
baik dalam arti ketepatan bila antemortem records yang ada
memang baik.
Ilustrasi kasus :
1. seorang wanita mnda didapatkan tewas dengan mata hancur
dan muka serla tubuh bagian atas dibenamkan dalam lumpur,
wanita ini hampir telanjang hanya mengenakan sehelai kilang:
kasus ini merupakan kasus pembunuhan. Permasalahannya adalah
siapa wanita tersebut lebih-lebih bila dikaitkan dengan adanya dua
keluarga (keluarga '4" dan "El") yang mengakui bahwa korban
aalah anggota keluarganya.
Dalam persidangan keluarga 'A" memberikan keterangan
sebagai beriklt: umur anggota keluarga yang hilang sekitar 20
tahun,statusnya masih gadis. pekerjaannya sebagai pegawai harian
di salah satu pabrik didaerah Jakarta Selatan.
Keterangan dari keluarga "B": umnr sekitar 20 tahnn, statttsnya
janda pekerjaan yang kadang-kadang dilakukan adalah melacurkan
diri ,gigi taring pada rahang kanan atas tanggal, bertempat tinggal di
daerah Jakarta Barat.
Keterangan Penyidik menyatakan bahwa korban ditemukan di
tengah sawah di daerah Jakarta Barat. Hasil pemeriksaan penulis,
dalam Visum et Repertum :
Selapfi dara sudah tidak utuh, banyak terdapat robekan lama,
bentuk lubang dubur seperti corong. Keadaan ini biasa ditemukan
pada wanita yang melakukan hubungan kelamin melalui lubang
dubur(sodomi), gigi taring pada rahang atas kanan tidak ada.
47
4.5.
Kesimpulan : korban adalah anggota keluarga "8", dengan
demikian permasalahan identiflkasi dari korban telah terselesaikan.
2. Ditemukan tubuh manusia yang telah dipotong-potong menjadi
tujuh potongan dan tanpa keterangan lainnya perihal identitas korban
selain dapat dipastikan bahwa kasus yang dihadapi jelas merupakan
kasus pembunuhan.
Pada pemeriksaan disimpulkan bahwa ketuj uh potongan tersebut
memang berasal dari satu individu, umur diperkirakan sekitar 35
tahun, belum mencapai 45 tahun yaitu dari persambungan fulang
tengkorak, serta didapatkan kelainan pada gigi terdapat tambalan
dari logam putih dan terdapat pula gigi-gigi yang berlubang serta
warna gigi pada bagian dalam berwarna coklat tua-kehitaman.
Dari hasil pemeriksaan sidik jari yang dilalcukan oleh penyidik
serta dari kesimpulan perkiraan umur dan keadaan gigi dapat
diketahu identitas korban yang sebenamya, termasuk kebiasaan
merokoknya ; dan dengan demikian siapa pelalcr pembunuhan dapat
diketahui dan memang terbukti bahwa pemotongan tubuh korban
dimaksudkan agar iddentitas korban tidak dapat dikenali lagi dengan
demikian berarti menyulitkan proses penyidikan.
Kriteria identifikasi.
Untuk dapat menentukan identitas korban khususnya pada
keadaan dimana terdapat korban banyak jumlahnya, seperti pada
kecelakaan pesawat terbang, hanya diperlukan (dua) kriteria/metode
yang harus dipenuhi, semakin banyak kriteria yang hams dipenuhi
tentunya semakin baik; sebagai contoh:
Identifikasi primer: dari pakaian
Identifikasi konfumatif: dari medis.
Menentukan sebab kematian.
4.5.1. Untuk dapat menentukan sebab kematian secara pasti mutlak
harus dilakukan pembedahan mayat (atttopsy, otopsi), dengan
atau tanpa pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan
mikroskopis, pemeriksaan toksikologis, pemeriksaan
bakteriologis dan lain sebagainya terganftrng kasus yang
dihadapi.
Tanpa pembedahan mayat tidak mungftin dapatditentukan
sebab kematian secara pasti.
48
4.5.2. Perkiraan sebab kematian dapat dimungkinkan dari
pengamatan yang teliti kelainan-kelainan yang dilihat dan
ditemukan pada pemeriksaan luar.
Jadi tanpa pembedahan mayat perkiraan sebab kematian
dapat diketahui dengan menilai sipat luka, lokasi serta derajat
berat ringannya kerusakan korban. Misalnya ada luka tembak
dikepala korban sedang pada bagian tubuh lainnya hanya
ditemukan luka lecet kecil-kecil, perkiraan sebab kematian
dalam hal ini adalah karena tembakan senjata api.
4.5.3. Contoh sebab kematian :
- karena tusukan benda tajam.
- karena tembakan senjata api
- karena pencekikan.
- karena keracunan morfin
- karena tenggelam.
- karena terbakar.
- karena kekerasan benda tumPul.
Sebab kematian jangan dikacaukan atau disalah artikan dengan
mekanisme kematian. Sebab kematian ditekankan pada alat atau sarana
yang dipakai unfuk mematikan korban, sedangkan mekanisme kematian
menunjukan bagaimana korban itu mati setelah umpamanya tertembak
atau tenggelam.
Mekanisrne kematian misalya : karena perdarahan, hanctlr nya jaringan
otak atau karena refleks vagal.
Dengan demikian penggunaan kalimat sebab kematian didalamVisum
et Repertum lebih tepat, oleh karena kita tidak selalu dapat mengetahui
mekanisme apa yang terjadi pada korban, apakah karena perdarahan,
apakah karena refleks dan lain setragainya yang hanya akan menyulitkan
jalannya persidangan, karena lebih bersifat teoritis.
Bagi pihak penyidik kesimpulan dokter didalam hal sebab kematian
seperti contoh di atas akan banyak membanfu penyidik dalam melaksanakan
tugasnya.
Ia dapat mencari dan mensita benda yang diperkirakan dipakai sebagai
alat pembunuh, ia dapat mencari dan mengumpulkan racun-racun apa yang
diperlukan bagi kelengkapan alat bukti dan lain sebagainya; hal mana tidak
mungkin bila yang dicantumkan dalam kesimpulan Msum et Reperlum
adalah mekanismenya, seperti sebab kematian karena mati lerras. mati
49
lemas dapat di sebabkan oleh pelbagai keadaan, dicekik, dijerat, diganrung,
diberi morfin, tenggelam semuanya dapat menimbulkan keadaan yang
disebut mati lemas tadi.
Sama halnya dengan perdarahan, perdarahan bisa karena pecahnya
pembuluh darah didaerah lambung pada orang yang menderita
tukaklambung, dapatjuga perdarahan karena penyakit tuberkulosa dan lain
sebagainya.
Dari perdarahan itu sendiri akan banyak menimbulkan pelbagai
kesulitan, bila korban yang ditusuk jatr.rh terkelungkup tentunya darah
akan keluar dari tubuh, sehingga pada pemeriksaan tidak akan didapatkan
banyak darah pada dada korban misalnya. Jika korban setelah ditusukjatuh
terlentang, darah akan mengalir terus walaupun ia telah mati, sehingga
pada pemeriksaan jumlah darah yang diukur tidak memberikan gambaran
yang sesungguhnya dari jumlah darah pada saat korban tewas.
4.6. Menentukan cara kematian atau memperkirakan cara kematian
korban.
Menentukan atall memperkirakan cara kematian korban pada
umumnya baru dapat di lakukan dengan hasil yang baik bila dokter
diikut sertakan pada pemeriksaan di TKP, yang dilanjutkan dengan
pemeriksaan mayat oleh dokter yang bersangkutan. Jika hal tersebut
tidak dimungkinkan rnaka dokter yang melakukan pemeriksaan mayat
masih dapat memperkirakan atau menentukan cara kematian jika
para penyidik memberikan keterangan yang jelas menganai pelbagar
hal yang dilihat dan ditemukan pada waktu penyidik melakukan
pemeriksaan di TKP.
" Dulurn Ilmu Kedokteran Forensik dikenal 3(tiga) cara kem-atian,
yang tidak boleh selalu diartikan dengan istilah dan pengertian secara
HukLrm yang berlaku.
Cara kematian tersebut adalah :
4.6.1. Wajar (natural death), Dalam pengertian kematian korban
oleh karena penyakit bukan karena kekerasan atau mdapaksa;
misalnya kematian karena penyakitjantung, karena perdarahan
otak dan karena tuberkulosa.
4.6.2. Tidakwajar (un-natural death), yang dapat dibagi menjadi:
- Kecelakaan
- Bunuh diri
- Pembunuh
50
4.6.3. Tidak tlapat ditentukan ftm-determined), hal ini disebabkan
keadaan mayat telah sedemikian rusak atau usuk sekali
sehingga baik luka ataupun penyakit tidak dapat dilihat dan
ditemukan lagi.
Dari hasilpemeriksaan di TI(P yang kemudian dikonfirmasikan dengan
hasil pembedahan mayat serta informasi dari para saksi pada Lrmlrmnya
mudah untuk menentukan cara kematian korban. Istilah perkiraan atau
memperkirakan cafa kematian dipakai bila data-data yang diperoleh tidak
dapat denganjelas mengetahui bagaimana kejadian yang sebenarnya.
Penentuan cara kematian penting bagi Penyidik sesuai dengan fungsi
nya, apakah kasus yang dihadapinya itr.r dapat diklasifikasikan sebagai
kasus kriminal yang berarti akan ada penuntutan ataukah non-kriminal
Seperti telah disinggung tadi bahwa pembagian cara kematian memuut
IImu Kedokteran Forensik jangan diartikan sama dengan pengertian yang
dimaksud dalam K.U.H.P.
Seperti telah disinggung pula pada Bab iII, yaitu dalam ilustrasi kasus,
maka dalam kesimpulan yang dibuat oleh dokter baik setelah melakukan
pemeriksaan di TKP mauplrn kesimpr.rlan yang dibuat dalam Msum et
Reperlum dan berdasarkan pula pada keterbatasan Ilmu Kedokteran itu
sendiri, rnaka penulisan cara kernatian dalam visum et reperttun atauptm
kesaksian secara lisan haruslah dalam batas-batas llmu Kedokteran, hants
diingat bahwa dokter adalah saksi ahli dan bukan sakai mata'
Pada kasus yang menurut dokter adalah bunuh diri, maka
pengutaraannya adalah: korban menembak dirinya sendiri, korban
mengganttmg dirinya sendiri atau korban meminum racunnya sendiri:
dengan clitambahkan bahwa pada korban tidak ditemukan dan tidak dilhat
adanya tanda-tanda kekerasan.
Pada kasus yang menllrllt dokter merupakan kasus pernbttnuhan
walaupun lebih mudah ttntuk menentukanya, tetap pengutaraanya harus
hati-hati, umpamanya: pada tubuh korban ditemukan luka-luka tangkis
misalnya pada daerah lengan atau pada daerah telapak tangan.
Walaupun demikian tidaklah menyalahi ketentuan bila dokter pembuat
visum et repertum dengan tegas menuliskan bahwa sebab kematian
korban karena dicekik, hal ini berdasarkan pada kenyataan bahwasanya
kesimpulan Visun et Repertum sepenuhnya tergantung dari pengalarnan,
pengeiahuan dan keyakinan dokter, clalam hal inijangan dikacaukan dengan
permasalahan lain, yaihr pernasalahan "nilai bukti" atau "kekuatan bukti"
51
4.7. Menentukan terjadinya perlukaan
Menentukan waktu terjadinya perlukaan (timing of the wound),
pada beberapa keadaan sangat diperlukan, didalam hubungannya
dengan penenhran apakah luka yang terdapat pada korban iht
didapat . sewaktu hidvp (antemortem), ataukah sesudah korban
mati(postmortem).
Penentuan tersebut diperlukan misalnya pada kasus dimana
korban setelah dibunuh, kemudian diletakan di atas rel kereta api atau
dijalan, agar didapat kesan bahwa korban tewas akibat pembunuhan
akan tetapi karena kecelakaan atau bunuh diri.
Dasar dari penentuan waktu terjadinya perlukaan adalah adanya
reaksi jaringan yang terjadi bila seseorang mendapat luka sewaktu ia masih
hidup, dengan demikian perlu dilakukan pemeriksaan secara mikroskopik
(pemeriksaan histologik), dan pemeriksaan histokimia.
Pemeriksaan histologik, baru akan memberikan hasil bila korban
dapat tetap hidup(srzrvival period), empat jam atau lebih ; yaitu dengan
terlihat secara mikroskopis infiltrasi sel-sel radang. Dengan demikian bila
korban tewas sebelum empat jam setelah ia mendapat perlukaan, maka
penentuan waktu terjadinya perlukaan ad.alah tidak mungkin.
Pemeriksaan histokimia, yang pada dasarnya melihat adanya aktivitas
enzim yang berperan didalam proses penyembuhan luka, lebih bermakna
didalm penentuan terjadinya luka; akan tetapidibutuhkan peralatan dan
pengalaman di bidang histokimia.
" Pada luka yang terjadi antemortem, akan tampak dua zone yaituzone
sentral (dengan keclalaman 200-500 mikron), dimana akan memperlihatkan
penurLrnan aktivitas enzim, dan zone perifer dengan kadalaman (100-300
mikron), dimana terjadi peningkatan aktivitas enzim.
Aktivitas enzim adenosine triphosphatases, dan esterases, akan
meningkat dengan segera dalam waktu satu jam setelah terjadi perlukaan ;
sedangkan peningkatan aktivitas enzim aminopep tidases sekitar duajam
; enzim acid phosphatases dan enzim alkaline phosphatases aktivitasnya
akan meningkat dalam waktu empat jam dan lima jam.
52
'Bab5
KECELAKAAN, BUNUH DIRI
ATAU PEMBUNUHAN ?
Abdul Mun'im ldries
Kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan adalah merupakan
permasalahan yang harus dapat dijawab, dibuat terang dan jelas oleh dokter
dan khususnya oleh penyidik.
Kejelasan tersebut memang diperlukan dan hants diusahakan oleh karena
baik kecelakaan, bunuh diri atau pernbunuhan membawa implikasi yang
berbeda-beda, baik ditinjau dari sudut penyidikan maupun dari sudut proses
peradilan pada umumnya.
5.1. Kematian karena kecelakaan
Kematian karena kecelakaan (accidental death) maslh merupakan
kasus yang masuk didalam ruang lingkup penyidikan. Dalam kasus
kecelakaan ini penyidik sering dihadapkan dengan kasus dimana
tanda-tanda kekerasanjelas terlihat akan tetapi tidak ada satu petunjuk
pun atau tanda-tanda yang mengarah kan adanya unsur-unsur kriminal
sebagai penyebab kecelakaan itu sendiri. Yang termasuk didalam
. pengertian kecelakaan disini adalah :
5.1.1. Kematian yang terjadi sewaktu sesorang penderita kelainan
didalam kehidupan seksualnya, dan melampiaskan hasrat
seksual yang tidak wajar tersebut dengan cara-cara yang tidak
wajar pula.
Kematian disini dikenal dengan autoerotic death.
Pada tubuh korban banyak terdapat lilitan diantaranya ada yang
melingkari alat kelamin dan leher, bila lilitan tersebut terlampau
keras korban dapat mati lemas. Mati lemas dalam kasus ini disebut
sexual asphixia. Keadaan di TKP teratur dan sering dijumpai bacaan
atau gambar yang bersifat pornografis, juga tidak jarang ditemukan
perlengkapan aneh-aneh yang dipakai untuk melampiaskan hasrat
53
seksual yang tidak wajar, dengan kata lain korban menderita penyakit
penyimpangan seksual.
5.1.2. Kematian karena tergantung ataa accidental hanging death,
biasa terjadi pada anak-anak; dimana anak-anak tersebut
tersangkut lehernya dipinggir tempat tidur yang mempunyai
. jaruji, atau tersangkut lehernya pada percabangan pohon yang
berbentuk V.
5.1.3. Kematian karena tersurnbatnya jalan udara pernafasan oleh
sesuatu benda (Chocking death). Hal ini sering terjadi pada
orang-orang jompo, dimana gigi palsunya tertelan atau
gumpalan daging yang menytmbat jalan udara pernafasan
secara tidak langsung. Choking death juga sering dijumpai
pada orang-orang yang terbelakang mentalnya/retardasi
mental.
5.1.4. Kematian karena tubuh mendapat tekanan yang sangat
hebat (Crushing death), sehingga clinding dada tidak dapat
berkembang dengan demikian berarti pernafasan akan
terhenti.
Kematian seperti ini clapat terjadi misalnya bila korban
tergencet oleh kendaraan, terhimpit diantara orang yang
berjejal-jejal ingin keluar dari pintu yang kecil atau karena
tertimbun tanah longsor.
5.1.5. Kematian karena ams listrik atatt electrical shock deaths
. sering terjadi pada waktu musim hujan dan orang menutupi
kebocoran-kebocoran yang ada akan tetapi dengan tidak
disadari terpegang kabel beraliran listrik yang isolatornya
tidak baik, atau korban memegang atap seng yang bersentuhan
,, dengan kabel listrik tadi.
Dalam kasus-kasus kematian karena kecelakaan seperti yang
diuraikan, Penyidik, dokter atau bahkan orang awam dengan mudah dapat
rnelihat dan rnenemukan tanda-tanda kekerasan yang dapat diklarifikasikan
sebagai luka lecet, luka memar, luka bakar karena arus listrik, tanda-tanda
tergantung yang jelas dan tanda-tanda mati lemas.
Akan tetapi dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik
ternyata tidak ada unsur kriminalnya. Dalam kasus seperti ini tentu
penyidik dihadapkan pada permasalahsan apakah korban perlu dilakukan
bedah mayat atau cukup hanya pemeriksaan luar saja.
Seperti telah disinggung pada bab II tentang fungsi penyidikan serta
statns dari Penyidik (Bab II :2.4.)bahwa perlu tidaknya suatu tindakan
atau langkah yang harus diambil tergantung sepenuhnya pada Penyidik
54
sebagai pimpinan penyidikan jika menurut Penyidik memang tidak ada
unsur kriminal maka pemeriksaan luar saja cukup dan dapat dipertanggung
jawabkan serta tidak bertentangan dengan peraturan (H.A.P') yang berlaku.
Akan tetapi bia penyidik berkesimpulan akan adanya unsur memerintakan
dokter untuk melakukan pembedahan n.rayat demi kelengkapan alat bukti
di persidangan.
5.1.6. Kematian karena tenggelam seringkali terjadi terutama
dimusim hujan yang menyebabkan banjir.
Pada umumnya kematian karena tenggelam bersifat
kecelakaan, non-kriminal sehingga pembedahan mayat pada
kasus tenggelam sering tidak diperlukan.
Kemungkinan adanya unsur kriminal tetap harus difikirkan
temtama jika ada petunjuk-pehrnjuk kearah itu.
Dokter yang melakukan pemeriksaan bedah mayat pada umumnya
hanya dapat menentukan apakah korban yang diperiksanya
memang benar rnati karena tenggelam atan mati karena penyebab
lain yang kemudian mayatnya dibuang kesungai atatt stttnttr untuk
menghilangkan kecurigaan pihak penyidik.
Seperti diketahui bahwa pada tenggelam kematian biasanya
karena mati lemas. dengan demikian air serta benda-benda asing
yang terdapat dalarn air seperti pasir, ganggang atau binatang air
dapat ikut masuk kedalam tubuh korban.
{.danya benda-benda asing tersebut dapat dibuktikan dan nila kasus
ini tidak ditemuka tanda-tanda kekerasan lain dapat disimpulkan
bahwa cara kematian korban adalah kecelakaan. Bila pada
pemeriksaan terdapat luka-luka pada daerah-daerah yang sulit
ierkena benturan tanpa sengaja seperti pada daerah pelipis atan tnda-
' tanda perlawanan maka kemungkinan pembunuhan cukup besar.
Dalam kasus tenggelam pihak penyidik yang paling berperan
mengingat bahwa tidak selamanya kekerasan itu meninggalkan
bekas berbentuk luka.
Pemeriksaan dokter sekali lagi hanya terbatas dalam hal
apakah korban mati tenggelam atau bukan dan bila matinya karena
tenggelam apakah ditemukan pula tanda-tanda kekeraasan yang
dapat menjuntskan Penyidik untuk melakukan tugasnya.
5.2. Bunuh diri atau pembunuhan ?
Bunuh diri atau pembunuhan dapat diketahui dari pemeriksaan
diTKP, pemeriksaan mayat, pemeriksaan benda-benda bukti lainnya,
informasi para saksi dan lain sebagainya.
55
5.2.1. Pemeriksaan di TKP.
Pada bunuh diri, tempat yang dipilih biasanya tersembunyi,
pintu di kunci dari dalam, keadaan mangan tenang dan teratnr
rapih, alat yang sering dipakai biasanya alat yang ada di dalam
' nrangan itu sendiri, alat tersebut biasanya masih ada, seering
didapatkan surat-snrat peninggalan yang isinya berkisar pada
' keputus-asaan atau merasa bersalah; korban berpakaian rapih
dan dalam keadaan baik.
Pada pembunuhan, tidak ada tempat yang tertentu, keadaan
ruang kacau balau dan sering ada barang yang hilang, alat
yang dipakai biasanya alat yang dibawa/dipersiapkan oleh
pembunuh sehingga biasanya alat tersebut tidak ditemukan di
tempat kejadian, pakaian korban tidak beraturan dan sering
terdapat robekan dan mungkin pula dapat ditemukan surat
yang bernada ancaman.
Keadaan bercak daraho pada bunuh diri darah berkumpul
pada satu tempat/tergenang, bercak yang terdapat pada
pakaian distribusinya teratur mencari tempat yang terendah
tergantlrng dari tempat luka yang rnengeluarkan darah.
Pada kasus pembunuhan, bercak atau genangan darah tidak
beratnran mennnjukan arah pergerakan dari korban sewaktlr
korban berusaha menghindar, dapat tarnpak bercak darah yang
menunjukan bahwa korban diseret, bercak darah juga sering
tampak mengotori dinding terutama jika korban tersudut pada
dinding.
5.2.2. Pemeriksaan mayat
Pada kasus dengan menggunakan senjata tajam
Pada bunuh diri daerah yang dipilih adalah daerah
leher, dada, perut bagian atas atau pergelangan tangan, sering
dtemukan luka-luka percobaan yang berjalan sejajar baik
disekitar luka yang fatal maupun pada bagian fubuh lain.
Senjata yang dipakai sering dijumpai masih dalam keadaan
tergenggam ditangan korban (ingat cadaveric spasm).
Pada pembunuh tidak ada tempat khusus, jumlah luka
sering lebih dari satu, adanya luka pada bagian belakang
merupakan ciri khas pembunuh, pada lengan dan telapak
tangan sering didapatkan luka-luka tangkis; pada beberapa
kasus kadang-kadang korban selain ditusuk juga dihantam
dengan bagian tumpul dari senjata sehingga selain luka akibat
benda tajam didapatkan luka akibat benda tumpul.
56
Luka terbuka pada daerah leher pada kasus bunuh dtrt
umumnya berj alan serong, dimulai dari bagian dibawah telinga
kearah bawah meliwati garis pertengahan leher. Lokasi luka
apakah terletak disebelah kiri atau di sebelah kanan tergantung
dari cara menggenggam senjata tajam nya, dengan demikian
pada orang yang kidal lokasi lukanya ada pada sebelah kanan
sedangkan pada orang yang tidak kidal lukanya terdapat pada
sebelah kiri.
Pada kasus pembunuhan dengan memotong daerah leher,
luka yang ada pada umunnya berjalan mendatar oleh karena
pada umumnya pembunuh menyerang korban dari belakang'
Mutilasi
Pada beberapa kastts pembunuhan khnsusnya dimana dimana motif
seksual yang menjadi dasar didalam tindakan kejahatan tersebut, tidak
jarang tubuh korban setelah meninggal dunia dirusak, dipotong-potong
menjadi beberapa bagian; tindakan tersebut dikenal dengan sebutan
mr.rtilasi.
Bila motif seksual yang menyebabkan korban dibunuh, maka
pemotongan tersebut biasanya pada daerah genitalia, buah dada dan kepala
serta pengirisan pada bagian-bagian tubuh lainnya.
Mutilasi serta pemsakan tttbuh korban yang telah menjadi mayat
dimaksudkan pula untuk menghilangkan identitas korban, dengan demikian
penyidikan akan menjadi sulit; dan tindakan tersebut memang ditujukan
untuk menghilangkan jejak si pembunuh.
Kasus H.L.Ir.N.K., merupakan contoh kasus mutilasi yang terjadi di
Jakarta, demikian pula dengan kasus Bone, kasus Salatiga dan kasus K di
Surabaya.
Di dalam kasus mutilasi terdapat 4 masalah pokok yang hams
diperoleh kejelasannya baik bagi dokter yang membuat visum et Repertttm
dan khususnya bagi penyidik dalam usaha untuk mendapatkan kelengkapan
barang bukti sehingga prcses penyidikan dan peradilan dapat berjalan
dengan lancar.
Masalah pokok tersebut adalah ;
1. Apakah bagian-bagian "tubuh" itu memang berasal dari tubuh
manusia?
2 Jrka bagian-bagian tubuh tersebut memang berasal dari manusia,
apakah berasal dari orang yang sama/satu individi ?
57
3. Identitasnya ?
4. Apayang menyebabkan kematian ?
Masalah pokok yang pertama penting harus diperoleh kejelasannya,
yaitu bila tubr.rh korban dipotong-potong menjadi bagian yang kecil-kecil,
sehingga dengan pemeriksaan visual biasa sukar atau tidak mungkin untuk
dapat dipastiican bahwa potongan tersebut berasar dari manusia. untuk ini
perlu dilakukan pemeriksaan secara serologis, yaitu test precipitin ( lihat
dalam Bab 3: 3.9 .5., tabel 3-2).
Masalah pokok yang kedua tidak sulit untuk diselesaikan bila tub'h
korban tidak terlalu ba'yak dipotong-potong, yaitu antara lain dengan
melakukan pemeriksaan yang teliti dari tepi/pinggir potongan tubuh ian
dibandingkan dengan tepi/pinggir potongan t*buh lainnya, apakah cocok
atan tidak, bila memang berasal dari satn orang maka didalam melakukan
rekonstruksi tersebut akan didapat bentuk yang sesuai; misalnya bagian
dada ternyata cocok dengan bagian perut atau dengan leher. pemeriks*aan
serologis juga dapat membantu didalam mencari kejelasan permasalahan
Int.
Penentuan identitas tidak sulit bila hrbuh korban dalam keadaan
cukup baik, didalam hal ini maka pemeriksaan sidik jari, gigi, medis serta
periksaan perhiasan sangat bermanfaat bila dilakukan dengan cermat, tepat
dan teliti. Penentuan identitas dengan metode identifikasi melalui gigi dan
medis. (antrofometri), sangat menentukan keberhasilan penyidikan pada
kasus-kasus dimana hanya tulang-belulang yang diajukan sebagai barang
bnkti (lihat Bab 4: 4.4.dan Bab 10).
, Penyebab kematian korban dapat diketahui bila keaclaan tubuh yang
tdrpotong-potong tersebut masih lengkap clan dalam penentuan penyebab
kematian ini pemeriksaan toksikologis serta pemeriksaan laboratoris
lainnya harus dilakukan. Kemungkinan bahwa korban mati wajar karena
penyakit tetap ada.
Bila kekerasan yang ter;adi pada tubuh korban mengenai bagian tulang,
misalnya tengkorak rnaka perkiraan sebab kematian dapat clitentukan ;
misalnya pada kas*s penernbakan atau pemnkulan dengan benda trmp'I,
yaitu dari sifat -sifat kelainan yang terdapat pada tengkoralr tersebnt.
Contoh kesimpulan Visum et Repertum pada kasus mutilasi
Ketujuh potong bagian-bagian tubuh yang . diperiksa ternyata
rnempakan satu kesatuan yaitu dari tubuh laki-laki dewasa. Luka-luka
58
terbuka dan patah tulang pada kepala disebabkan karena kekerasan benda
tajam dan turnpul. Aclapun kekerasan tajam lainnya yang menjadikan tubuh
korban menjadi tujuh potongan dilakukan setelah korban meninggal dunia.
Sebab matinya orang ini agaknya karena kekerasan tumpul pada kepala'
Metihat sifat dari ujung-ujung tulang yang terpotong agaknya
pemotongan dilakukan dengan gergaji dan penggergajian dilakukan pada
posisi tubuh korban terlentang.
Dari kesimpulan Msum et Reperfum seperti diatas telah tercaknp
empat masalah pokok yang hams dapat diperoleh kejelasannya didalam
melakukan pemeriksaan kasus mntilasi, dengan demikian proses penyidikan
(termasuk interogasi dan rekonstmksi), serta proses peradilan dapat berjalan
dengan lancar.
59
' Tatrel 5-1 : Cara Kematian Akibat Senjata Tajam
Faktor Pembttnuhan Bunuh diri
TKP: Lokasi
Kondisi
Pakaian
Variabel Tersembunyi
Tidak teratur Teratur
Tertembus Terbuka, luka tampak
jelas.
Tidak ada Ada
Senjata
Surat/catatan
Peninggalan Tidak ada Ada(seringkali)
Luka : Titik anatomis Variabel Tertentu
Jumlah(fatal) Satu atau lebih Biasanya satu
Luka percobaan Tidak ada Ada
Lrrka tangkis Ada (biasanya) Tidak ada
Tanda pergulatan Ada (biasanya) Tidak ada
Mutilasi * Ada (dapat) Tidak ada
Arah irisan Variabel Sejajar
*) . Mutilasi adalah memotong tubuh korban menjadi beberapa bagian yang
dilakukan setelah korban mati, dengan maksud untuk menghilangkan
identitas korban dan memndahkan si-pelaku kejahatan menyembunyikan
membuang tubuh korban.
Pada kasus dengan menggunakan benda tumpul
Benda tumpul seperti batu, tongkat, batang pohon, kursi atau kepalan
tangan hampir selalu dapat dipastikan hanya digunakan pada kasus
pembunuhan, bunuh diri dengan benda tumpul sangat jarang, misalnya
dengan membenturkan k'epala; oleh karena kematiannya biasanya
mendatangkan rasa nyeri yang hebat dan perlu wakhr yang lama, sedangkan
korban sering mengurungkan niatnya.
Pada kasus dengan menggunakan senjata api
Pada umumnya jenis senjata yang sering dipakai untuk maksud-
maksud kriminal dan bunuh diri adalah senjata genggam, senjata yang
berlaras panjang jarang dipakai khususnya untuk bunuh diri karena sulit
melakukannya.
60
Pada bunuh diri dengan senjata api, daerah yang dipilih adalah pelipis,
dahi, mulut dan dada. Letak serta arah dari luka itu sendiri tergantung dari
keadaan korban, kidal atau tidak.
Jika korbannya kiclal tentu lokasi luka umumnya pada sebelah kiri,
sedangkan mereka yang sehari-harinya memakai tangan kanan lokasi
l1ka tentunya disebelah kanan. Jika pada pemeriksaan diperkirakan jarak
tembaknyajarak dekat, dalamjangkauan lengan bunuh diri harus dipikirkan
dahulu, kecuali jika lokasi lukanya dibagian belakang. Jumlah luka tembak
masuk biasanya hanya sebuah.
Pada pembunuhan tidak ada tempat khusus untuk dijadikan sasaran
tembaknya luka tembak masttk yang terdapat pada bagian belakang
menunjukan kasus pembunuhan. pada pemburnuhan propesional daerah
belakang kepala serta daerah tepat dibelakang telinga merupakan tempat
yang sering dipilih.
Daerah dahi, pelipis serta daerah mulut juga sering dijadikan sasaran
khususnya j ika korban sudah dalam keadaan terpojok dan ticlak berdaya.
Arah saluran lukapada lukatembakyang masuk di n-rulutperlu diperiksa
dengan baik, pada bunuh diri arahnya dari depan bawah kebelakang atas;
sedangkan pada pembunuhan arahnya dari depan atas kebelakang bawah.
Lidah pada bunuh diri un,umnya tidak terluka sedangkan pada pembunuhan
seringkali hancur pada bagian pangkalnya.
Pada kasus kecelakaan.tidak ada ciri khusus, dalam hal ini pemeriksaan
di TKP serta informasi para saksi penting.
Bila didalam tubuh korban ditemukan anak pelum maka anak
t''eluru tersebut perlu dicatat dan dilaporkan dengan jelas perihal uktlran
panjang, garis tengah/kalibeq warna logam, jumlah dan arah galangan
serta serta berat dari anak peluru dan cacat yang ada. Pemberian tanda
pada bagian dasar dan atau bagian hidung anak peluru harus dibuat, hal
mana untuk memudahkan untuk rnengingat kembali dipersidangan dan
untuk menghindari kemungkinan tertukarnya barang bukti yang penting
tersebut.
Apakah korban seorang kidal ?
untuk dapat mengetahui apakah seorang korban itu kidal atar.r tidak
dapat dilakukan dengan pemeriksaan yang sederhana,.pemeriksaan tersebut
adalah sebagai berikut :
61
Pertama-tama ditentukan titik-titik yang sama letaknya pada kedua
lengan korban, nrisalnya titik-titik tersebut retaknya l0 sentimetei dari siku.
Kemudian dengan alat pengukur atau jika tidak ada dapat dipakai benang,
diukur lingkaran lengan atas kiri dan kanan pada ketinggian iesuai der:rgan
titik yang sudah ditenhrkan.
. ll$ ternyata lingkaran lengan kanan lebih besar dari lingkaran lengan
kiri, ini berarti korban sehari-hari lebih sering/lebih aktif irenggunatan
tangan kanannya. Bila lingkaran pada lengan kiri lebih besar dari Ti-ngkaran
lengan kanan, ini berarti korban adalah seorang yang kidal.
.. Dengan pemeriksaan yang sangat seclerhana ini banyak kas*s dapat
dipecahkan dengan mudah, selain dalam hal penentuan bunr.rh diri atau
bukan juga dapat dimanfaatkan rekontruksi ataupun pada keterangan
kesaksian dirnuka persidangan.
Pada kasus dengan menggukan alat penjerat
Pada penggantungan jika kasusnya bunuh diri, maka alat penjerat
yang terdapat pada leher berjalan dengan letak simp'l pacla sebefah atas,
jumlah lilitan sekali atau sering berulang kali, simpulnya simp*l hidup,
jejas jerat yang sebenarnya merupakan luka lecet Gkan berwina merah
coklat dengan perabaan seperti perkamen dan letaknya sesuai dengan
letak alat penjerat menekan leher, di sekitar jejas jeraf dapat ditemukan
gelembung-gelembung dan pelebaran pembuluh dirah yang merupakan
tanda intra vital.
Tanda-tanda asfiksia/mati lemas yaitu bintik-bintik pendarahan pada
mata' mnka dapat dilihat. Jika korban lama dalam keadaan tergantung
lebam_mayat pada ujung-'jung anggota gerak akan tampak. Mukikorban
tampak sembab, lebih
.gelap,mata dapat menonjol keruar demikian pula
halnya..dengan lidah. Jika alat penjeratnya mempunyai p.nurnpung yong
k6cil (berarti tekananya besar) alat penjerat teriebrit dapat aliran*darah
dalam pembuluh nadi dan pembuluh balik, dengan demikian muka korban
akan tampak pucat, mata tidak akan menonjol. Sedangkan menjulurnya
lidah tergantung dari letak alat penjerat itu sendiri apakalh disebelah depan
atau di sebelah belakang.
Pada pembunuhan alat penjerat berjalan mendatar, biasanya satu
lilitan dengan simpul mati dan letak alat penjerat umunmya lebih kebawah,
menjauhi rahang bawah dan kerenjar gondok, pada daerih leher mungkin
terdapat tanda-tanda bekas.pencekikan yang berbentuk luka lecet seierti
bulan sabit atau luka memar, pada keadaan yang demikan tulang lidah koiban
dapat patah.
Penjeratan dengan tangan (manual strang.dation) iidak mungkin dapat
digunakan untuk maksudbunuh diri dengan demikian manual strangtlation
62
atau pencekikan hanya terjadi pada kasus pembunuhan.
Kematian pada kasus-kasus penjeratan seperti telah diuraikan,
umumnya karena mati lemas, dengan demikian tanda-tanda mati lemas
merupakan kelainan yang dominan.
Akan tetapi bila tanda-tanda mati lemas tidak ada, jangan terburu-buru
mengambil kesimpulan bahwa korban mati bukan karena penjeratan, alat
penjerat hanya untuk menyulitkan penyidik /memberi kesan seolah-olah
bunuh diri.
Selain karena mati lemas/asfiksia, kematian pada kasus penjeratan
dapat oleh karena hal lain/mekanisme kematian lain, sepefti reflek vagal
ya-ng menyebabkan terhentinya deny[tjantung, otak tidak mendapat oksigen
tukup oleh karenajeratannya sangat kuat menekan semna pembuluh darah
yang menuju ke otak atau karena terjadinya patah atau diskolasi ruas tnlang
leher yang berakibat put$snya sumsum tulang belakang.
Keluar air mani, air seni atau tinja juga bukan merupakan tanda khas dari
penjeratan.
perlu diketahui bahwa semakin dekat tubuh korban ke lantai pada
kasus penggantungan, semakin besar dugaan br"rnuh diri. Semakin jauh
jarak antara simpul didaerah leher dengan simpul pada tumpuan dimana
alat penjerat itu diikat, maka dugaan bunuh diri harus dipikirkan lebih
dahulu.
S'ebaliknya semakin jauh jarak antara tungkai dengan lantai dan
semakin dekat simpul didaerah leher dengan simpul pada tumpuan, maka
kemungkinan pembunuhan hams dipikirkan terlebih dahulu terutama bila
ada petunjuk-petunjuk yang menctlrigakan akan adanya unsur kriminal
bbrperan pada kematian korban.
Penjeratan dengan tangan (manual strangulation)
Penjeratan dengan mempergllnakan tangan sendiri adalah merupakan
hal yang tidak mungkin, oleh karena dengan adanya tekanan pada leher
akan menyebabkan terjadinya kehilangan kesadaran dan dengan sendirinya
tekanan pada leher tersebut akan terhenti.
Dengan demikian penjeratan dengan tangan atau pencekikan selalu
menrpakan kasus pembunuhan.
Kelainan yang didapatkan pada korban adalah adanyajejas kuku(h.rka
lecet tekan berbentuk garis lengkung), yang sering pula disertai dengan
rrdanya memaf di daerah tersebgt. Jika pencekikan dilakqkan dengan
mempergunakan satu tangan yaitu tangan kanan maka jejas kuku ataupun
63
memar akan tampak lebih banyak pada daerah leher sebelah kiri (akibat
lefgan dari empat jari), sedangkan pada sebelah kanan hanya sedikit
(akibat tekanan dari ibujari).
Tidak adanya jejas kuku yang berupa luka lecet tekan atau memar tidak
menyingkirkan kemungkinan adanya pencekikan.
Kelainan akan tampak lebih jelas dan luas khnsusnya pada orang_
orang tua dimana jaringan di daerah leher sudah sedemikian longgarnya.
Pada pemeriksaan dalam akan tampak adanya perdarahan padilaringun
dibawah kulit dan otot.yang sesuai dengan jejis kLrku; paiahnya tula"g
lidah, rawan gondok sering ditemukan pada kazus pencekilan.
. Pg.ljgrulan
.dengan tangan atau pencekikan pada tmumnya baru
dapat dilakukan jika keadaan korbannya remah, misilnya pada anik-anak,
perempuan (terutama yang gemuk), dan pada orang yang sudah tua. Dengan
demikian pada kasus dimana korbannya adalah seo.ang per"mp,an dimina
motif seksual seringkali menjadi alasan untuk melakukan pencekikan,
maka pemeriksaan daerah genitalia baik pemeriksaan luar, pemeriksaan
dalam dan pemeriksaan laboratori*m harus selal* dilakukan dlngan baik.
. Pada kasus pencekikan dimana tersangka pelakunya dengan segera
dapat ditangkap, maka pemeriksaan kuku dali si tersangk"a terslbut
(dengan mengerok kuku bagian dalam), harus dikerjakan dJngan tujuan
rnencari jaringan kulit atau darah dari korban yang terbawa pada k-uku si
tersangka pelaku pencekikan tersebut; demikian pula pemeriksaan zakar
unhrk.mencari sel-sel epitel dinding vagina bila motif ieksual merupakan
alasan untuk melakukan pencekikan korban tersebut.
Tabel 5-2 : Cara Kematian Pada penggantungan
Faktor Pembunuhan Bunuh diri
TKP: Lokasi
Kondisi
Pakaian
Alat
Variabei
Tidak teratur
Variabel
Berasal dari
si pembunuh
Tidak ada
Variabel, bila
terkunci dikunci
dari luar
Tersembunyi
Teratur
Rapih dan baik
Berasal dari alat
yang tersedia di
tempat
Ada(seringkali)
Terkunci dari
dalam
Surat/catatan
Peninggalan
Kamar
64
Alat penjerat :
Simpul
Lilitan
Mati(biasanya) HiduP
Hanya sekali Sekali taPi sering
Berulang kali
Mendatar Serong keatas.
Lebih dekat Jauh
Arah
Jarak simpul
dengan
tumpuan.
Korban: Jejasjerat Jejas berjalan
mendatar
Ada (biasanya)
Ada (sering
didaerah leher)
Jauh
jejas, merah coklat
seperti perkamen;
serong
Tidak ada
Tidak ada (biasanya)
Luka percobaan
dapat ditemukan
Dekat, seringkali
masih menempel.
Perlawanan
Luka-luka lain
Jarak dengan
lantai
* dijerat kemudian digantung
5.3. Penyidikan pada kasus kematian karena terbenam
,. Kematian karena terbenam atau tenggelam adalah salah sahr benttil<
dari mati lemas /asfiksia, dimana asfiksia tersebut dapat disebabkan
karena korban terbenam seluruhnya ata.u sebagian terbenam didalam
benda cair .
Penyiclikan pada kasus-kastts tersebut perlu dilakukan dengan baik
oleh karena selain kasusnya memang banyak ditemukan(di Jakarta
dalam tahun 1974 s/d tahun TgT6,kematiankarena tenggelam sebesar
4g,31oh dari seluruh kematian karena kecelakaan dluar kecelakaan
lalu-lintas), juga oleh karena penentuan apakah kasns terbenam itu
l<asus kecelaknan, bunrth diri atau pembunuhan bukanlah hal yang
mudah. Penyidikan ditujukan terutama untuk mendapat kejelasan
apakah korban masih hidup sewaktu terbenam ataukah sudah menjadi
mayat sewaktu dibenamkan.
65
5.3.1. Tanda-tanda pada pemeriksaan Iuar
- Tubuh korban tampak pucat, teraba dingin dimana proses
penLrrunan suhn mayat dalam hal ini kira-kira dua kali lebih
cepat, dengan penurunan suhu rata-rata 5F per jam dan
biasanya suhu mayat akan sama dengan suhu lingkungan
. dalam waktu sekitar 5-6 jam.
- lebam mayat berwarna merah terang seperti halnya pada
kasus keracunan gas CO, lebam mayat terdapat di daerah
kepala, leher dan bagian depan dada.
- Dari lubang dan mulut keluar busa halus berwarna putih,ini
merupakan petunjuk bahwa korban memang mati terbenam
atau mati karena asfiksia pada umumnya. Busa tersebnt
lama-lama akan berwarna kemerahan dan bila dihilangkan
busa tersebut akan keluar lagi khususrrya bila dada korban
ditekan.
- Mata tampak kongestif dan terdapat bintik-bintik
perdarahan.
- Pada tangan korban dapat ditemukan sedang menggenggam
benda-benda pasir, dahan atau rumput(ingat cadaveric
spasm),bila keadaan ini didapatkan pada kasus hal tersebut
mempakan pehrnjuk kuat bahwa kematian korban karena
terbenam atau menunjukan intravitalitas.
Luka-luka yang sering ditemukan umumnya luka,.postmor-
. taI", yang diperoleh sebagai akibat tubuh mayat bersentuhan
dengan benda-benda yang ada dalam air atau dengan dasar
dimana ia terbenam. Bila didapat kepastian bahwa lukanya
adalah luka "intra-vital" yaiflr luka yang diperoleh korban
semasa hidup penyidik harus menaruh perhatian yang lebih
besar.
5.3.2. Tanda-tanda pada pemeriksaa dalam/bedah mayat
- Busa halus dan benda-benda yang terdapat didalam air
ftrasir, tumbuhan dsb) akan dapat ditemukan dalam saluran
pernafasan/batang tenggorok dan cabang-cabangnya.
Diatomae yaitu ganggang bersel satu dapat ditemukan
dalam pam-pam dan organ tubuh lainnya.
- Pada terbenarn di air tawar (fres water drowning), part-
paru sangat mengembang, pucat, berat dan bila ditekan
akan mencekrutg, keadaan mana dikenal dengan nama
emphysema aquasum, teraba krepitasi danparu-paru tersebut
akan tetap bentuknya bila dikeluarkah dari rongga dada,
dan pada pengirisan setiap potongan akan mempertahankan
66
bentuknya, pada pemijatan keluar sedikit busa dan sedikit
ca i ran.
- Pada kasus yang terbenam dalam air asin (salt
waterdrowning), paru-paru berat, penuh berisi air, perabaan
memberi kesan sepefti meraba jelly dan bila dikeluarkan
dari rongga dada bentuknya tidak akan bertahan sedangkan
pada pengirisan tampak banyak cairan yang keluar.
jika pada pemeriksaan ditemukan keadaan yang berbeda dengan
keadaan diatas hal ini masih mttngkin, dimana kematian bnkan karena mati
lemas akan tetapi oleh karena hal-hal lain; misalnya karena hiperventilasi
(pada perenang yang pandai oleh karena terlalu di forsir sebelum berenang,
hal ini akan menyebabkan korban akan kehilangan kesadaran akibat
kekurangan oksigen sebelum timbul impuls untuk bernafas. Reflek juga
dapat menyebabkan kematian pada kasus terbenam, perangsangan pada
reseptor dalam paru-paru akan menimbulkan spasme/kekejangan pada
pangkal tenggorak dan terhentinya pernafasan. Inhibili atau penghatnbatan
jantung oleh karena stimulasi vagal juga dapat menyebabkan kematian,
didalam hal ini masuknya air secara tiba-tiba kedalam pangkal hidung dan
pangkal tenggorok(naso faring dan laring).
- Dalam lambung dar.r organ-organ dalam tubuh serta sllmstlm
flrlang dapat ditemttkan pula benda-benda asing yang
berasal dari dalam air, seperti lumpuq tumbuhan dan secara
rnkroskopis dapat dilihat adanya ganggang.
Pada setiap kasus terbenami bedah mayat perlu dilakukan terutama
bila penyidik mempunyai dugaan adanya unsur kriminal pada kasus yang
bersangkutan.
Diagnosa kasus kematian karena terendam dapat ditegakkan temtama
bila ada tanda-tanda yang menunjang diagnosa tersebnt, yaitu: tangan
menggenggam erat sesuatu benda, adanya busa halus dalam saluran
pernapasan / pipa udara, adanya air (dengan isinya bila ada) dalam lambung,
gambaran paru-paru yang khas serta ditemukanya diatomae didalarn alat -
alat dalam fubuh dan sumsum tulang.
Hipoksia dan asfiksia
Hipoksia adalah suatu keadaan dimana sel gagal untuk melangsungkan
metabolisme secara efisien. Istilah hipoksia lebih tepat bila dibandingkan
dengan istilah anoksia, yang banyak dipakai pada masa-masa lalu .
Hipoksia dapat dibagi menjadi 4 grup, yaitu : (1) anoksik atau
hipoksia, dimana oksigen tidak dapat masuk ke dalam aliran darah ; (2)
anemik, dimana darah tidak dapat membawa oksigen yang cukttp untuk
jaringan; (3) stagnan, dimana oleh karena sesuahl sebab terjadi kegagalan
67
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf

More Related Content

What's hot

Presentasi Konsep Dasar IPS Universitas Terbuka.pptx
Presentasi Konsep Dasar IPS Universitas Terbuka.pptxPresentasi Konsep Dasar IPS Universitas Terbuka.pptx
Presentasi Konsep Dasar IPS Universitas Terbuka.pptx
SetiawanArifWijayant
 
Stress Ulcer in Acute Stroke
Stress Ulcer in Acute Stroke Stress Ulcer in Acute Stroke
Stress Ulcer in Acute Stroke
Ade Wijaya
 
MAKALAH ASKEP GEA Kelompok 2(1).pdf
MAKALAH ASKEP GEA Kelompok 2(1).pdfMAKALAH ASKEP GEA Kelompok 2(1).pdf
MAKALAH ASKEP GEA Kelompok 2(1).pdf
SintaPrihatini
 
Contoh cover laporan praktikum
Contoh cover laporan praktikumContoh cover laporan praktikum
Contoh cover laporan praktikum
Keszya Wabang
 
Rpp hukum newton
Rpp hukum newtonRpp hukum newton
Rpp hukum newton
KLOTILDAJENIRITA
 
Prematur AKPER PEMKAB MUNA
Prematur AKPER PEMKAB MUNA Prematur AKPER PEMKAB MUNA
Prematur AKPER PEMKAB MUNA
Operator Warnet Vast Raha
 
Penyimpangan kdm infark miokard akut
Penyimpangan kdm infark miokard akutPenyimpangan kdm infark miokard akut
Penyimpangan kdm infark miokard akut
Operator Warnet Vast Raha
 
Stroke non hemoragik
Stroke non hemoragikStroke non hemoragik
Stroke non hemoragik
mamasaugi
 
Etika dan Hukum Kedokteran
Etika dan Hukum KedokteranEtika dan Hukum Kedokteran
Etika dan Hukum Kedokteran
Aprinsya Panjaitan
 
Pemeriksaan fisik pada sistem muskuloskeletal
Pemeriksaan fisik pada sistem muskuloskeletalPemeriksaan fisik pada sistem muskuloskeletal
Pemeriksaan fisik pada sistem muskuloskeletal
Okta-Shi Sama
 
Konsep Dasar Data Warehouse
Konsep Dasar Data WarehouseKonsep Dasar Data Warehouse
Konsep Dasar Data Warehouse
dedidarwis
 
Askep alzheimer AKPER PEMDA MUNA
Askep alzheimer AKPER PEMDA MUNA Askep alzheimer AKPER PEMDA MUNA
Askep alzheimer AKPER PEMDA MUNA
Operator Warnet Vast Raha
 
Pengantar kartografi
Pengantar kartografiPengantar kartografi
Pengantar kartografi
jetgeo96
 
KALIBRASI KAMERA MENGGUNAKAN SOFTWARE PHOTOMODELLER SCANNER
KALIBRASI KAMERA MENGGUNAKAN SOFTWARE PHOTOMODELLER SCANNERKALIBRASI KAMERA MENGGUNAKAN SOFTWARE PHOTOMODELLER SCANNER
KALIBRASI KAMERA MENGGUNAKAN SOFTWARE PHOTOMODELLER SCANNER
aulia rachmawati
 
Laporan Pendahuluan MALARIA (LP)
Laporan Pendahuluan MALARIA (LP)Laporan Pendahuluan MALARIA (LP)
Laporan Pendahuluan MALARIA (LP)
Hendrawan Satria Gagah
 
Komplikasi akut diabetes
Komplikasi akut diabetesKomplikasi akut diabetes
Komplikasi akut diabetes
fikri asyura
 
Perancangan dan Pembahasan Sistem Rumah Sakit
Perancangan dan Pembahasan Sistem Rumah SakitPerancangan dan Pembahasan Sistem Rumah Sakit
Perancangan dan Pembahasan Sistem Rumah SakitAmbar Ayu Susilowati
 
Kuliah Umum Metodologi Penelitian RIK
Kuliah Umum Metodologi Penelitian RIKKuliah Umum Metodologi Penelitian RIK
Kuliah Umum Metodologi Penelitian RIK
Catatan Medis
 
Addison disease
Addison diseaseAddison disease
Addison diseaseKANDA IZUL
 

What's hot (20)

Presentasi Konsep Dasar IPS Universitas Terbuka.pptx
Presentasi Konsep Dasar IPS Universitas Terbuka.pptxPresentasi Konsep Dasar IPS Universitas Terbuka.pptx
Presentasi Konsep Dasar IPS Universitas Terbuka.pptx
 
Stress Ulcer in Acute Stroke
Stress Ulcer in Acute Stroke Stress Ulcer in Acute Stroke
Stress Ulcer in Acute Stroke
 
MAKALAH ASKEP GEA Kelompok 2(1).pdf
MAKALAH ASKEP GEA Kelompok 2(1).pdfMAKALAH ASKEP GEA Kelompok 2(1).pdf
MAKALAH ASKEP GEA Kelompok 2(1).pdf
 
Contoh cover laporan praktikum
Contoh cover laporan praktikumContoh cover laporan praktikum
Contoh cover laporan praktikum
 
Rpp hukum newton
Rpp hukum newtonRpp hukum newton
Rpp hukum newton
 
Prematur AKPER PEMKAB MUNA
Prematur AKPER PEMKAB MUNA Prematur AKPER PEMKAB MUNA
Prematur AKPER PEMKAB MUNA
 
Penyimpangan kdm infark miokard akut
Penyimpangan kdm infark miokard akutPenyimpangan kdm infark miokard akut
Penyimpangan kdm infark miokard akut
 
Stroke non hemoragik
Stroke non hemoragikStroke non hemoragik
Stroke non hemoragik
 
Etika dan Hukum Kedokteran
Etika dan Hukum KedokteranEtika dan Hukum Kedokteran
Etika dan Hukum Kedokteran
 
Pemeriksaan fisik pada sistem muskuloskeletal
Pemeriksaan fisik pada sistem muskuloskeletalPemeriksaan fisik pada sistem muskuloskeletal
Pemeriksaan fisik pada sistem muskuloskeletal
 
Konsep Dasar Data Warehouse
Konsep Dasar Data WarehouseKonsep Dasar Data Warehouse
Konsep Dasar Data Warehouse
 
Askep alzheimer AKPER PEMDA MUNA
Askep alzheimer AKPER PEMDA MUNA Askep alzheimer AKPER PEMDA MUNA
Askep alzheimer AKPER PEMDA MUNA
 
Pengantar kartografi
Pengantar kartografiPengantar kartografi
Pengantar kartografi
 
KALIBRASI KAMERA MENGGUNAKAN SOFTWARE PHOTOMODELLER SCANNER
KALIBRASI KAMERA MENGGUNAKAN SOFTWARE PHOTOMODELLER SCANNERKALIBRASI KAMERA MENGGUNAKAN SOFTWARE PHOTOMODELLER SCANNER
KALIBRASI KAMERA MENGGUNAKAN SOFTWARE PHOTOMODELLER SCANNER
 
Irds AKPER PEMKAB MUNA
Irds AKPER PEMKAB MUNA Irds AKPER PEMKAB MUNA
Irds AKPER PEMKAB MUNA
 
Laporan Pendahuluan MALARIA (LP)
Laporan Pendahuluan MALARIA (LP)Laporan Pendahuluan MALARIA (LP)
Laporan Pendahuluan MALARIA (LP)
 
Komplikasi akut diabetes
Komplikasi akut diabetesKomplikasi akut diabetes
Komplikasi akut diabetes
 
Perancangan dan Pembahasan Sistem Rumah Sakit
Perancangan dan Pembahasan Sistem Rumah SakitPerancangan dan Pembahasan Sistem Rumah Sakit
Perancangan dan Pembahasan Sistem Rumah Sakit
 
Kuliah Umum Metodologi Penelitian RIK
Kuliah Umum Metodologi Penelitian RIKKuliah Umum Metodologi Penelitian RIK
Kuliah Umum Metodologi Penelitian RIK
 
Addison disease
Addison diseaseAddison disease
Addison disease
 

Similar to buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf

PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANAPPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
Dian Oktavia
 
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPTMateri kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPTAndhika Pratama
 
4 ilmu bantu hapid
4  ilmu bantu hapid4  ilmu bantu hapid
4 ilmu bantu hapid
GradeAlfonso
 
3.1.6.3 psikiatri forensik
3.1.6.3   psikiatri forensik3.1.6.3   psikiatri forensik
3.1.6.3 psikiatri forensik
Ahmad Muhtar
 
Kp 3.1.43 psikiatri forensik
Kp 3.1.43 psikiatri forensikKp 3.1.43 psikiatri forensik
Kp 3.1.43 psikiatri forensik
Ahmad Muhtar
 
Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)
Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)
Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)
Riskasoesilawati
 
Pendampingan hukum
Pendampingan hukumPendampingan hukum
Pendampingan hukum
18kartika
 
Paper Hukum Pembuktian (Hansel)
Paper Hukum Pembuktian (Hansel)Paper Hukum Pembuktian (Hansel)
Paper Hukum Pembuktian (Hansel)
Hansel Kalama
 
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdfAspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
puskesmas74
 
KULIAH FORENSIK ok.ppt
KULIAH FORENSIK ok.pptKULIAH FORENSIK ok.ppt
KULIAH FORENSIK ok.ppt
eeeeee35
 
Acara pidana
Acara pidanaAcara pidana
Acara pidana
Zainal Arifin
 
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
eli priyatna laidan
 
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.ppt
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.pptILMU KEDOKTERAN FORENSIK.ppt
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.ppt
eeeeee35
 
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikanpenerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
DELA ASFARINA
 
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
MuhamadRifkiRamadhan
 
Laporan Hasil Analisa Pemantauan PN Jak-Sel, PN Jak-Pus dan Cibinong (Nov 200...
Laporan Hasil Analisa Pemantauan PN Jak-Sel, PN Jak-Pus dan Cibinong (Nov 200...Laporan Hasil Analisa Pemantauan PN Jak-Sel, PN Jak-Pus dan Cibinong (Nov 200...
Laporan Hasil Analisa Pemantauan PN Jak-Sel, PN Jak-Pus dan Cibinong (Nov 200...
MAPPI FHUI - Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia
 
hemofilia.pptx
hemofilia.pptxhemofilia.pptx
hemofilia.pptx
SaphiraPramudita
 
PSIKOLOGI HUKUM merupakan cabang ilmu hukum
PSIKOLOGI HUKUM merupakan cabang ilmu hukumPSIKOLOGI HUKUM merupakan cabang ilmu hukum
PSIKOLOGI HUKUM merupakan cabang ilmu hukum
ErhaSyam
 
Rangkuman hukum acara pidana & perdata
Rangkuman hukum acara pidana & perdataRangkuman hukum acara pidana & perdata
Rangkuman hukum acara pidana & perdata
MakmurZakaria
 

Similar to buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf (20)

PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANAPPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
 
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPTMateri kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPT
 
4 ilmu bantu hapid
4  ilmu bantu hapid4  ilmu bantu hapid
4 ilmu bantu hapid
 
3.1.6.3 psikiatri forensik
3.1.6.3   psikiatri forensik3.1.6.3   psikiatri forensik
3.1.6.3 psikiatri forensik
 
Kp 3.1.43 psikiatri forensik
Kp 3.1.43 psikiatri forensikKp 3.1.43 psikiatri forensik
Kp 3.1.43 psikiatri forensik
 
Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)
Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)
Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)
 
Pendampingan hukum
Pendampingan hukumPendampingan hukum
Pendampingan hukum
 
Paper Hukum Pembuktian (Hansel)
Paper Hukum Pembuktian (Hansel)Paper Hukum Pembuktian (Hansel)
Paper Hukum Pembuktian (Hansel)
 
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdfAspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
 
KULIAH FORENSIK ok.ppt
KULIAH FORENSIK ok.pptKULIAH FORENSIK ok.ppt
KULIAH FORENSIK ok.ppt
 
Acara pidana
Acara pidanaAcara pidana
Acara pidana
 
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
 
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.ppt
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.pptILMU KEDOKTERAN FORENSIK.ppt
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.ppt
 
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikanpenerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
 
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
 
Laporan Hasil Analisa Pemantauan PN Jak-Sel, PN Jak-Pus dan Cibinong (Nov 200...
Laporan Hasil Analisa Pemantauan PN Jak-Sel, PN Jak-Pus dan Cibinong (Nov 200...Laporan Hasil Analisa Pemantauan PN Jak-Sel, PN Jak-Pus dan Cibinong (Nov 200...
Laporan Hasil Analisa Pemantauan PN Jak-Sel, PN Jak-Pus dan Cibinong (Nov 200...
 
Disertasi Boy Nurdin
Disertasi Boy NurdinDisertasi Boy Nurdin
Disertasi Boy Nurdin
 
hemofilia.pptx
hemofilia.pptxhemofilia.pptx
hemofilia.pptx
 
PSIKOLOGI HUKUM merupakan cabang ilmu hukum
PSIKOLOGI HUKUM merupakan cabang ilmu hukumPSIKOLOGI HUKUM merupakan cabang ilmu hukum
PSIKOLOGI HUKUM merupakan cabang ilmu hukum
 
Rangkuman hukum acara pidana & perdata
Rangkuman hukum acara pidana & perdataRangkuman hukum acara pidana & perdata
Rangkuman hukum acara pidana & perdata
 

Recently uploaded

PENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptx
PENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR  Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptxPENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR  Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptx
PENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptx
Hamzi Hadi
 
Monitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdf
Monitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdfMonitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdf
Monitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdf
haniekusuma
 
keterampilan kader dan teknis penilaian tingkat kecakapan kader posyandu.pptx
keterampilan kader dan teknis penilaian tingkat kecakapan kader posyandu.pptxketerampilan kader dan teknis penilaian tingkat kecakapan kader posyandu.pptx
keterampilan kader dan teknis penilaian tingkat kecakapan kader posyandu.pptx
pkmcinagara
 
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdfPengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
ryskilahmudin
 
Sejarah, Trend Isu Keperawatan Jiwa Dan Konsep Dasar Keperawatan Jiwa
Sejarah, Trend Isu Keperawatan Jiwa Dan Konsep Dasar Keperawatan JiwaSejarah, Trend Isu Keperawatan Jiwa Dan Konsep Dasar Keperawatan Jiwa
Sejarah, Trend Isu Keperawatan Jiwa Dan Konsep Dasar Keperawatan Jiwa
BayuEkaKurniawan1
 
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteranpemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
hadijaul
 
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.pptCara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
andiulfahmagefirahra1
 
Asuhan Keperawatan HIPO&HIPERTIROID.pptx
Asuhan Keperawatan HIPO&HIPERTIROID.pptxAsuhan Keperawatan HIPO&HIPERTIROID.pptx
Asuhan Keperawatan HIPO&HIPERTIROID.pptx
hosnuinayati1
 
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratoriumPengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
SyailaNandaSofiaWell
 
428375104-Ppt-Pemberian-Obat-Topikal.pptx
428375104-Ppt-Pemberian-Obat-Topikal.pptx428375104-Ppt-Pemberian-Obat-Topikal.pptx
428375104-Ppt-Pemberian-Obat-Topikal.pptx
ImanChimonxNurjaman
 
ASKEP pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docx
ASKEP pada pasien dengan diagnosa  CAD CICU.docxASKEP pada pasien dengan diagnosa  CAD CICU.docx
ASKEP pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docx
zalfazulfa174
 
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdfv2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
fritshenukh
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
syam586213
 
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFPRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
ratnawulokt
 
PENYULUHAN SKRINING KESEHATAN USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN SKRINING KESEHATAN USIA PRODUKTIFPENYULUHAN SKRINING KESEHATAN USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN SKRINING KESEHATAN USIA PRODUKTIF
FredyMaringga1
 
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasijejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
lala263132
 
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic DasarANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
MFCorp
 

Recently uploaded (17)

PENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptx
PENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR  Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptxPENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR  Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptx
PENJAGAAN PESAKIT DENGAN VENTILATOR Kursus Basic Resus Nursing HTJS.pptx
 
Monitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdf
Monitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdfMonitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdf
Monitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdf
 
keterampilan kader dan teknis penilaian tingkat kecakapan kader posyandu.pptx
keterampilan kader dan teknis penilaian tingkat kecakapan kader posyandu.pptxketerampilan kader dan teknis penilaian tingkat kecakapan kader posyandu.pptx
keterampilan kader dan teknis penilaian tingkat kecakapan kader posyandu.pptx
 
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdfPengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
 
Sejarah, Trend Isu Keperawatan Jiwa Dan Konsep Dasar Keperawatan Jiwa
Sejarah, Trend Isu Keperawatan Jiwa Dan Konsep Dasar Keperawatan JiwaSejarah, Trend Isu Keperawatan Jiwa Dan Konsep Dasar Keperawatan Jiwa
Sejarah, Trend Isu Keperawatan Jiwa Dan Konsep Dasar Keperawatan Jiwa
 
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteranpemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
 
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.pptCara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
 
Asuhan Keperawatan HIPO&HIPERTIROID.pptx
Asuhan Keperawatan HIPO&HIPERTIROID.pptxAsuhan Keperawatan HIPO&HIPERTIROID.pptx
Asuhan Keperawatan HIPO&HIPERTIROID.pptx
 
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratoriumPengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
 
428375104-Ppt-Pemberian-Obat-Topikal.pptx
428375104-Ppt-Pemberian-Obat-Topikal.pptx428375104-Ppt-Pemberian-Obat-Topikal.pptx
428375104-Ppt-Pemberian-Obat-Topikal.pptx
 
ASKEP pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docx
ASKEP pada pasien dengan diagnosa  CAD CICU.docxASKEP pada pasien dengan diagnosa  CAD CICU.docx
ASKEP pada pasien dengan diagnosa CAD CICU.docx
 
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdfv2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
 
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFPRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
 
PENYULUHAN SKRINING KESEHATAN USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN SKRINING KESEHATAN USIA PRODUKTIFPENYULUHAN SKRINING KESEHATAN USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN SKRINING KESEHATAN USIA PRODUKTIF
 
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasijejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
 
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic DasarANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
 

buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf

  • 1.
  • 2. Lt Bab 1 PENDAHULUAN Abdut Mun'im ldries Fungsi utama dari proses peradilan pidana adalah untuk mencari kebenaran sejauh yang dapat dicapai oleh manusia dan tanpa harus mengorbankan hak-hak dari tersangka.Yang bersalah akan dinyatakan bersalah dan yang memang tidak bersalah akan dinyatakan tidak bersalah. Sudah merupakan kenyataan yang universil sifatnya bahwa manusia ittt dapat membuat kesalahan-kesalahan dalam hal persepsi dan ingatan. Sudah diketahui pula bahwa manusia itu mempunyai kerentanan terhadap pengaruh-pengaruh dari luar yang bersifat sugestif. Baik undang-undang atau peratruan tidak dapat berbuat apa-apa nntnk memperbaiki persepsi,daya konsentrasi dan ingatan seseorang yang kebeftrlan menjadi saksi dalam suatu perkara kriminal: ahan tetapi urdan,e-r"rndang atau perafuran tersebut hams memakai saksi itu bersedia. Semua alat-alat bukti yang sah menumt Hukum Acara Pidana yang berlaku mempnnyai keknatan hukrrm yang sama. Pennasalannya terletak pada sejauh mana alat-alat bukti yang sah itu berguna dan dapat membantu dalam proses peradilan pada umnmnya dan khususnya dalarn proses penyidikan. Untuk dapat mengetahui dan dapat mernbantu dalam proses penyidikan, maka dalam perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia diperlukan pengetahuan khusus, yaitu Ilmu Kedokteran Forensik (istilah lain yang sering dipakai : Ilmu Kedokteran Forensik, Forensic Medicine, Legat Medicine dan Medical -hrispruden ce). t.2 1.3 1.4 t.5
  • 3. Proses penegakan hukum dan keadilan adalah merupakan suatu usaha ilmiah dan bukan sekedar common-sense, nonscientific belaka. Dengan demikian dalam perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia bantuan dokter dengan pengetahuan Ilmu Kedokteran Forensik yang dimilikinya sebagaimana tertuang dalam: Visum et Repertum yang dibuatnya mutlak diperlukan. Selain bantuan Ilmu Kedokteran Forensik tersebut tertuang didalam bentr.rkVisum et Repertum, maka bantuan dokter dengan ilmupengetahuan yang dimilikinya sangat diperlurkan didalam upaya mencari kejelasan dan kebenaran materiil yang selengkap-lengkapnya tentang suatr-r perbuatan/ tindak pidana yang telah terjadi. Dengan demikian didalam melakukan pemeriksaan ditempat kejadian perkara, saat dilakukannya interogasi dan rekonstruksi bantuan dokter dengan pengetahuan yang dimilikinya juga diperlukan. Sebagai suatu alat bukti yang sah, Visum et Reperlum yang dibuat oleh seorang dokter serta pemanfaatan Ilmu Kedokteran Forensik cralam membantu penyelesaian proses penyel idikan, juga mempunyai keterbatasan. Keterbatasan tersebut bisa terletak pada diri dokter itu sendiri yang tidak dapat memanfaatkan ilmu pengetahuan yang dimiliki secara optimal, akan tetapi dapat pula dalam barang bukti dalam hal ini manusia yang diperiksanya, oleh karena adanya faktor waktu yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan; serta keterbatasan didalam Ilmu Kedokteran Forensik itu sendiri dalam membantu penyidikan. Faktor lain yang juga clapat menyebabkan keterbatasan adalah sifat dari manusia itu sendiri yang dapat rtembuat kesalahan. Dengan demikian didalam proses penyidikan, penyidik sudah sewajarnya mengetahui sampai sejauh mana suatu visum et Repertum itn mempunyai nilai dan bilamana Visum et Repertum itu kurang mempunyai nilai didalam membantu penyidikan. Hal yang samajuga berlaku bagi semua alat-alat bukti yang sah menurut Hukum Acara pidana yang berlaku. Perlu diketahui bahwa dokter dengan Visum et Reperhrm yang di buatnya serta IImu Pengetahuan Kedokteran Forensik yang dimilikinya, bersifat memberikan penghargaan atau penilaian atas sesuatu tindak pidana yang telah terj adi dan bukan memberikan penilaian atau penghargaan bagaimana proses tindak pidana itu berlangsr.rng. 2
  • 4. Dengan demikian didalam melakukan penyidikan, penyidik tidak dapat menggantungkan sepenuhnya kepadaVisum et Repertum yang dibuat oleh dokter. Langkah-langkah apa yang akan di ambil dalam penyidikan dengan sendirinya tergantung kepada pengetahuan dan keyakinan Penyidik, dan bukan tergantung kepadaVisum et Repertum semata. Atas dasdr apa yang telah diutarakan tadi, maka didalam melakukan penyidikan perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia prinsip-prinsip Ilmu Kedokteran Forensik perlu dikuasai dengan baik oleh setiap penyidik, oleh karena dengan demikianlah proses penegakan hukum dan keadilan yang merupakan suatu usaha ihniah dan bukan sekedar cornmon-sense, non'scientific barv dapat diwujudkan.
  • 5. ' Bab2 FUNGSI PENYIDIKAN DAN BANTUAN ILMU-ILMU FORENSIK KHUSUSI{YA ILMU KEDOKTERAN FORENSIK 4.gung Legowo Ijiptomartono 2.1 . Fungsi Penyidikan adalah merupakan fungsi teknis reserse Kepolisian yang mempunyai tujuan membuat suatu perkara menjadi jelas, yaitu dengan mencari dan menemukan kebenaran materiil yang selengkap- lengkapnya tentang suatu perubahan/tindak pidana yang telah terjadi. 2.2. Penyidikan itu sendiri adalah suatu proses unfuk mempelajari dan . mengetahui apa yang telah terjadi dimasa yang lampau dan dalam 'kaitannya dengan tujuan dari penyidikan itu sendiri, .penyidik dengan seyogianya harus melakukan penyidikan dengan sebaik-baiknya. 2.3. Dalam menjalankan hrgas yang dibebankan pada penyidik, pada 4 umumnya Penyidik memanfaatkan sumber-sumber informasi untuk mernbuat jelas dan terang suatu perkara. 2.4. Sumber-sumber informasi yang dipakai Penyidik untuk mengetahui apa yang telah terjadi adalah : 2.4.7 . Barang-barang bukti (p hys i ca I ev i d ence),seperti : - Anak peluru - Bercak darah - Jejak (impresion), dari alat,jejak ban,jejak dari sepatu dan lain sebagainya. - Narkotika - Tumbuh-tumbuhan. 4
  • 6. 2.4.2. Dokumen serta catatar.catalan, sepertl : - Cek palsu - Suratpenculikan - Tanda-tanda pengenal diri lainnya. - Catatan tentang ancaman. 2.4.3. Orang-orang, seperti : - Korban - Saksi-saksi mata - Si-tersangka pelaku kejahatan - Hal-hal lain yang berhubungan dengan korban, tersangka dan keadaan di TKP. 2.5. Untuk dapat memanfaatkan sumber-sumber informasi tersebut tentu dibutuhkan pemahaman dan bantuan dari ilmu-ilmu forensik, seperti kriminalistik, fisika dan khususnya dalam tindak pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia diperlukan pemahaman serta penguasaan prinsip-prinsip dasar dari Ilmu Kedokteran Forensik yang praktis. 2.6. Baik secara tersendiri yaitu pemahaman serta penguasaan prinsip- prinsip dasar Ilmu Kedokteran Forensik yang praktis oleh penyidik, maupun secara keseluruhan dalam arti bantuan dokter dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinnya merupakan sumbangan yang besar artinya dalam penyidikan demi terwujudnya tr,rjuan itr'r sendiri, yaiftr membuat terang dan jelas suatu perkara. 2.'7. Seperti diketahui bahwa penyidik adalah merupakan pusat dan pimpinan dalam penyidikan. Semua aktivitas atau kegiatan serta " yang diambil dalam mencari kejelasan seperti yang dirnaksud dalam Fungsi Penyidikan, adalah sepenuhnya tergantung dari kebutuhan, sesuai dengan kebutuhan bagi penyidik. Perlu tidaknya suatu pemeriksaan atau langkah-langkah yang hams di arnbil dan sampai sejauh mana bantuan ahli diperlukan dalam usaha mencari kejelasan seperti yang dimaksud dalam fungsi penyidikan, Penyidikan yang menentukan. Ini tidaklah berarti bahwa penyidik menutup diri dari setiap pendapat atau saran yang disampaikan oleh ahli, yang sesungguhnya merupakan rekan yang berguna dalam penyidikan suahr perkara tindak pidana. 2.8, Berpijak pada kenyataan diatas, berhasil atau tidaknya suatu penyidikan ditentukan oleh kualitas Penyidik.Ddn mengingat bahwa dalam penyidikan sering dibutuhkan bantuan dari pelbagai ilmu
  • 7. pengetahuan; dengan demikian diperlukan kriteria yang harus ada pada setiap Penyidik, agar dapat menjadi seorang Penyidik yang traik, yaitu; - Cerdas, - Mempunyai keinginan untuk mengetahui dan memiliki imajinasi. - Memiliki pengamatan yang tajam serta ingatan yang kuat. - Mengetahui tentang kehidupan dan masyarakatnya. - Menguasai teknik yang dibutuhkan. - Memiliki ketabahan. - Harus bebas dari prasangka dan sikap berat sebelah. - Cukup peka dan tanggap serta penuh pertimbangan, - Memiliki kondisi fisik yang baik dan penampilan yang rapih dan - Mempunyai kemampuan membuat laporan tertulis dengan baik. 2.9. Baik Ilmu Kedokteran Forensik, dalam penyidikan perkara tindak pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia dalam garis besarnya dapat dibagi menun-rt tahapan-tahapan sebagai berikut, yaitu; 2.9.1. Pada pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKp). 2.9.2. P ada pemeriksaan korban, baik pemeriksaan terhaadap korban yang telah menjadi mayat maupun pada pemeriksaan korban kejahatan seksual, penganiayaan dan lain sebagainya. 2.9.3. Pada saat dilakukannya rekonstruksi suatu kejahatan dan interogasi. 2.10. Beberapa pengertian didalam KUHAP yang perlu diketahui .' 2.10.l.Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atan pejabat pegawai negri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 2.l0.2.Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 2.10.3.Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan fugas penyidikan yang diatr"rr dalam undsng- undang ini. 6
  • 8. : 2.10.4.Penyelidikan adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini unhrk melakukan penYelidikan. 2. I 0.5.Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tiirdak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut carayang diatur dalam undang-undang ini. 2.11. Wewenang penyidik dan wewenang penyelidik menurut KUHAP 2.11.1.Wewenang penyidik ( KUHAP pasal 7 ayat I ) a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanYa tindak Pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukanpenangkapan,penahanan,penggeledahan dan penyitaan; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. mengambil sidik jari dan memotret seorang; ' g. memanggii orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannYa dengan; . i. mengadakan penghentian penyidikan; j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. 2.11.2 Wewenang peyelidik ( KUHAP pasal 5 ayat I ) a. karena kewajibanrrya mempunyai wewenang ; 1. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak Pidana; 2. mencari keterangan dan barang bukti; 3. menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; 4. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab'
  • 9. b. atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa; l penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahaan dan penyitaan; 2. pemeriksaan dan penyitaan surat; 3. mengambil sidik jari dan memotret seorang; ' 4. membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik. 2.1 L3.Wewenang penyidik pembantu ( KUHAP pasal l t ) Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalampasal 7 ayat (1), kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik.
  • 10. Bab 3 PEMERIKSAAN DI TEMPAT KEJADIAI PERKARA 3.1. A g un g Le g ow o Tj ip t o martono Bilamana pihak penyidik mendapat laporan bahwa suatu tindak pidana yang mengakibatkan kematian korban telah terjadi, maka pihak penyidik dapat meminta/memerintahkan dokter untuk melakukan pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP) tersebut sesuai dengan Hnkum Acara Pidana yang berlaku dan sesuai pula dengan Undang-Undang Pokok Kepolisian tahun 1961 no. 13 pasal 13 atau sesuai dengan ketentuan pasal 3 Kepntusan Men Han kam / Pangab No. Kep/ B/1'7Nl/1974. Bila dokter menolak maka ia dapat dikenakan hukuman berdasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( K.U.H.P.) pasal224. Selama melakukan pemeriksaan harus dihindari tindakan-tindakan yang dapat merubah, menggangglr atau merusak keadaan di TKP tersebut walaupun sebagai kelanjutan dari pemeriksaan itu harus mengumpulkan segala benda bukti (trace evi.dence) yang ada kaitannya dengan manusia, seperti mengumpulkan bercak air mani atau bercak darah yang terdapat pada pakaian atau benda-benda disekitar korban, yang pada dasarnya tindakan pengumpulan benda bukti tadi akan merusak keadaan di TKP itu sendiri. Dengan demikian sebelum pemeriksaan dilakukan TKP hams diamankan, dijaga keasliannya dan diabadikan dengan membuat foto-foto dan atau sketsa sebelum para petugas menyenhrhnya. Pelaksanaan Pemeriksaan. Sebelum datang di TKP ada beberapa hal yang hams dicatat sehubungan dengan alasan atau persyaratan yuridis, demi kepentingan kasns itu sendiri, yaitu : 3.2. J.J. 3.4.
  • 11. 3.4.1. Siapa yang meminta,/memerintahkan datang di TKp, otoritas, bagaimana permintaan/perintah itu sampai keterangan dokter, dimana TKP dan kapan saat permintaan/perintah tersebut dikeluarkan. Dokter dapat meminta sedikit gambaran mengenai kasus yang akan diperiksa dengan demikian ia dapat mempersiapkan perlengkapannya dengan baik. 3.4.2.Perh diingat motto: " to touch as little as possible and to displace nothing " Ia tidak boleh menambah atau mengurangi benda bukli:tidak boleh sembarangan membuang puntung rokok, perlengkapan jangan tertinggal, jangan membuang air kecil di kamar mandi atau kecil oleh karena ada kemungkinan benda-benda bukti yang ada diternpat tersebut akan hanyut dan hilang. 3.4.3. Di TKP dokter / penyakit membuat foto dan sketsa yang mana harus disimpan dengan baik, oleh karena kemungkinan ia akan diajukan sebagai saksi selalu ada ; foto dan sketsa tersebut berguna untuk memudahkan mengingatkan kembali keadaan yang sebenarnya. 3.4.4.Sebagai gambaran umum dalam hal memberikan penilaian atau pendapat dari keadaan di TKP adalah; Bila keadaan di TKP itu tenang, teratur rapih dan dijumpai sLlrat-srlrat peninggalan yang ditulukan kepada orang- orang , tertenttr maka kemungkinan besar kasns yang dihadapi adalah kasus bunuh diri atau kasus kematian wajar oleh karena penyakit bila tidak didapatkan adanya tanda-tanda kekerasan. Bila keadaan di TKP tidak beraturan, kacau terdapat tanda- tanda perkelahian maka kemungkinan kasus yang diperiksa merupakan kasus pembunuhan dan lain sebagainya. Untuk sampai kepada kesimpulan seperti diatas dengan baik sudah tentu perlu dtpikirkan kemungkinan adanya faktor- faktor yang dapat merubah keadaan di TKp. 3.5. Ilustrasi kasus l. Ditemuhan sebuah mobil yang di parkir di pinggir jalan pada tempat yang agak sepi, didalamnya terdapat dua orang korban, yang 10
  • 12. pertama seorang laki-laki duduk di bagian depan sebelah kiri, sabuk pengarnan disangkutkan pada salah satu lengannya, posisi korban miring kekanan. Stir keendaraan ini terdapat pada sebelah kanan. Korban kedua seorang wanita duduk di bagian belakang dan miring ke kanan pula; mobil dalam keadaan terkunci dan mesinnya mati. Pada pemeriksaan korban yaitu dengan menekan dinding dada dan mencium bau yang keluar dari mulut dan hidung tercium bau khas sejenis inseklisida. Lebam mayat terdapat terdapat pada bagian belakang hrbuh tenrtama sebelah kanan dan sisi kanan, lebam mayat luas dan pada beberapa tempat sudah tidak dapat dihilangkan dengan penkanan. Kaku mayat terdapat pada seluruh tubuh dan sukar di lawan. Kesimpulan sementara : sebab kematian kedua korban karena keracrnan insektisida, saat kematian diperkirakan terjadi sekitar 8- 12 jam yang lalu; cara kematian kemungkinan korban meminum insektisidanya sendiri, hal ini dapat berarti bunuh diri, yaitu apabila insektisida terssebut diminum atas keinginan sendiri tanpa paksaan atau perintah orang lain, sedangkan kemungkinan lain adalah korban pembunuhan yaitu korban misalnya dipaksa untuk memilih mau mati dengan jalan meminnm insektisida atau di tembak. 2. Ditemukan tubuh seorang wanita tua terlentang diatas tempat tidurnya dengan kaki'terjuntai, kelantai, tampak banyak bercak- bercak darah dan genangan darah, pada perut dan lengan terdapat luka terbuka, pakaian korban di daerah luka tampak robek' Diluar mulai dari kamar korban tampak bercak-bercak darah yang memberi kesan sepertijejak tangan danjari melekat pada dinding, pada tembok tampakjelasjejak tangan yang memberi kesan bahwajejak untuk lari keluar meninggalkan mmah. Kesimpulan sementara : sebab kematian karena tusukan benda tajam, kemungkinan bermotif perampokan, saat kematian berdasarkan pada lebam mayat dan kaku rnayat adalah terjadi sekitar pukul 2 - pukul 4 pagi. 3. Seorang laki-laki berumur 30 tahun ditemukan tewas dalam keadaan tergantung clalam kamar yang letaknyajauh di belakang dari bangunan induk, kamar tersebut tidak dipakai. 1l
  • 13. Tali penjerat tampak berjalan serong dengan letak simpul pada sebelah kiri atas belakang, simpul hidup, satu tungkai masih tertahan atas kursi, tanda-tanda mati lemas jelas, lebam mayat terdapat sedikit pada bagian bawah dan masih hilang dengan penekanan, kaku mayat terdapat pada pada seluruh tubuh agar sukar dilawan. Dalam saku korban ditemukan sepucuk yang berisi kebosanan untuk hidup dan banyak hutang akibat kalah berjudi. Kesimpulan sementara : korban mengganftmg dir:inya sendiri dengan dugaan keras bunuh diri, kematian diperkirakan ierjadi 6 jam yang lalu yaitu sekitar pukul 4 pagi, motif bunuh diri karena alasan ekonomi. 4. Ditemukan korban yang tewas terbaring di dalam gudang hanya mengenakan celana dalam. Semua pintu dan jendela dalam keadaan terkunci, korban tinggal tinggal seorang diri dalam rumah yang mempunyai gudang tersebut. Lebam mayat luas dan lebih gelap terutama terdapat pada bagian kepala, hal mana sesuai dengan kasus kematian mendadak, lebam mayat tidak pada penekanan, kaku mayat terdapat pada selnnrh tubuhdan sukar di lawan. Korban bertubuh gemuk, pada pemeriksaan selanjutnya tidak tidak di dapatkan tanda- tanda kekorasan. Kesimpulan sementara : Sebab kernatian karena serangan janrung dan ini dikonflrmasikan dengan keterangan keluarga korban bahwa korban menderita penyakit jantiurg dan sering berobat, dengan , demikian kasus yang dihadapi adalah kasus kematian mendadak yang wajar dan non-kriminal, saat kematian diperkirakan sekitar 8 - 12 jam yang lalu atau lewat tengah malam oleh karena pemeriksaan di TKP pada pukul 10 pagi. 3.6. Kesimpulan yang dapat di ambil dari pemeriksaan di TKP dimana pihak penyidik dan Dokter bahu - membahu dalam menangani kasus yang dihadapi adalah : 3.6, 1. Membantu mempercepat proses penyidikan. 3.6.2. Membantu mengarahkan tindakan atau pemeriksaan yang akan dilakukan selanjutnya : orang-orang yang perln dimintakan keterangan, senjata atau alat bukti yang perlu I2
  • 14. dicari, pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan dan lain sebagainya. 3.6.3. Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang baik, dalam hal waktu, personalia serta biaya; yang kesemuanya itu untuk kepentingan penegakan hukum yang baik di mata masyarakat umum dan khususnya di mata para pencari keadilan. Metode pencari barang bukti. Untuk dapat memperoleh barang bukti yang diperlukan didalam proses penyidikan dikenal 5(lima) macam metode, yaitu : "strip m.ethoid", "double strip or grid method", "spiral method", "zone method" dan "v,heel method' : cara atau metode-metode tersebut tentu sudah diketahui oleh Penyidik perlu pula diketahui oleh dokter yang melakukan pemeriksaan di TKP agar tidak merubah / merusak keaslian keadaan TKP. Gb.3-1 STRIP MFi HOD A L-/ L 13
  • 17. WHEEL I-,iETHOD Gb.3-5 Dengan menggunakan metode yang sistematis dalam mencari barang bukti di TKP , dapat dipastikan proses penyidikan akan berjalan dengan Iancar dan mernberikan hasil memuaskan dan dengan demikian berarti pula kesulitan-kesulitan dalam persidangan dapat diatasi, khususnya dalam hal pembuktian telah terjadinya suafu kejahatan dan kaitannya dengan terdakwa pelaku kejahatan. 16
  • 19. SKET 5A YO BENAR v DINDING t* (' J !- .l) z,- J i p -l T p li l( LAMPI E /a U 3.8. Pemeriksaan air mani pada pakaian atau pada tekstil. Adanya air mani yang tercecer baik pada pakaian korban maupun pada seprei, samng bantal, kelambu dan bahan tekstil lainnya dengan mudah dapat diketahui oleh Penyidik; adapun cara nntuk mengetahuinya adalah sebagai berikut : 3.8.1. Visual : Pada pakaian aatau tekstil yang berwarna cerah, bercak air mani akan berwarna abu-abu atau agak kekuning- kuningan; sedangkan pada bahan pakaian atau tekstil yang berwarna gelap akan tampak bercak air mani mengkilat. l8
  • 20. Bentuk bercak biasanya tidak teratur dengan intensitas warna yang lebih tegas pada bagian pinggir bercak, 3.8.2. Mencium baunya : Jika bercak air mani masih baru, basah maka dapat dikenali dari baunya yang khas. 3.8.3. Meraba : Bercak airmani yangtelah mengeringpadapakaian atau tekstil jika diraba dengan dua jari akan memberi kesan seperti meraba kain yang telah kering dikanji. 3.8.4. Sinar ultra-violet : Penyidik perlu dilengkapi dengan lampu senter ultra violet. Dengan menyinari pakaian atau bahan tekstil yang terdapat di TKP dengan sinar ultra violet, dapat diketahui adanya bercak air mani yaitu pada bagian yang memberikan fluoresensi putih; oleh karena air mani mengandung zat yang berfluoresensi bila di sinari dengan sinar ultra violet. Dengan mengetahui cara mencari bercak air mani seperti diatas Penyidik akan lebih selektip dalam mengambil dan mengirim barang bukti pada kasus-kasus kejahatan seksual atau pada kasus penyimpangan seksual. 3.9. Pemeriksaan darah Perneriksaan darah di TKP kasus kriminal dapat memberikan informasi yang berguna bagi proses penyidikan. Pemeriksaan yang sederhana dan dapat dilakukan oleh setiap Penyidik adalah : ' 3.9.1. Dari bentuk sifat bercak dapat diketahui : - Perkiraanjarak antara lantai dengan sumber perdarahan . - Arah pergerakan dari sumber perdarahan baik dari korban maupun dari si-pelaku kejahatan. - Sumber perdarahan, darah yang berasal dari pembuluh balik ( pada luka yang dangkal ), akan berwarna merah gelap sedangkan yang berasal dari pembuluh nadi ( pada luka yang dalam ) akan berwarna merah terang. Darah yang berasal dari saluran pernafasan atau paru-paru berwarna merah terang dan berbuih ( jika telah mengering tampak seperti gambaran sarang tawon ). 19
  • 21. Darah yang berasal dari saluran pencernaan akan berwarna merah-coklat sebagai akibat dari bercampurnya darah dengan asam lambung. Darah dari pembuluh nadi akan memberikan bercak . kecil-kecil menyemprot pada daerah yang lebih jauh dari daerah perdarahan; sedangkan yang berasal dari pembuluh balik biasanya membentuk genangan (ini karena tekanan dalam pembuluh nadi lebih tinggi dari tekanan atmosfir sedangkan tekanan dalam pembuluh balik lebih rendah hingga tidak mungkin dapat menyemprot). - Perkiraan umur/tuanya bercak darah. Darah yang masih baru bentuknya cair dengan bau amis, dalam waktu 12-36 jam akan mengering sedangkan warna darah akan berubah menjadi coklat dalam waktLr 10-12 hari. Oleh karena banyak faktor yang mempengaruhi darah maka didalam prakteknya hanya disebutkan bahwa darah tersebut "sangat baru" ( beberapa hari ), "baru", 'otua" dan "sangat tua', ( beberapa tahun): yaitu berdasarkan perubahan-perubahan warna serta perbandingan jumlah dengan intensitas reaksi terhadap uji- uji yang dilakukan di laboratorium. 3.9.2. Dari distribusi bercak darah pada pakaian dapat diperkirakan posisi korban sewaktu terjadinya perdaraha. Pada orang yang bunuh diri dengan memotong leher dalam posisi tegak atau pada kasus pembunuhan dimana korbannya sedang berdiri, maka bercalc/aliran darah akan tampak berjalan dari atas ke bawah. 3.9.3. Dari distribusi darah yang terdapat di lantai dapat diduga apakah kasusnya kasus bunuh diri (tergenang, setempat), ataukah pembunuhan (bercak dan genangan dan darah tidak beraturan, sering tampak tanda-tanda bahwa korban bemsaha menghindar atau tampak bekas diseret). 3 .9 .4. Pada kasus tabrak-lari, pemeriksaan bercdk darah dalam hal ini golongan darahnya yang terdapat pada kendaraan yang diduga 20
  • 22. Bentuk Bercali Arah jatuhnya Dan jaraknya Deskripsinya w Vertikal Sampai 60 Bercak bundar dengan tepi rata Bercak bundar dengan tepi terdapat bundaran kecil-kecil #w Vertikal 60-120 cm Bercak bundar dengan tepi terdapat tonjolan 2seperti jarum Vertikal Diatas 120 cm Bercak bundar dengan tepi bergerigi seperti roda pedati ? Miring Bervariasi dengan kecepatan jatuhnya. Bentuk lonjong seperti tanda seru atau seperti bowling sebagai penabrak dibandingkan dengan golongan darah korban akan bermakna dan memudahkan proses penyidik. Tatlel3 - I : Bentuk Dari Bercak Darah Pemeriksaan bercak darah yang telah kering Didalam melakukan pemeriksaan bercak darah yang telah kering di TKP atau pada barang-barang bukti seperti pisau, palu tongkat pemukul dan lain sebagainya, Penyidik harus memperoleh kejelasan didalam 3 hal yang pokok; yaitu: 1. Apakah bercak tersebut memang bercak darah ? 2. Jika bercak darah, apakah berasal dari manusia? 3. Jika berasal dari manusia, apakah golongan darahnya ? Kejelasan dari ke-3 hal yang pokok tersebut penting dalam penyelesaian kasus, oleh karena bercak darah yang kering tidak dapat dibedakan dari bercak-bercak lainya. 21
  • 23. Dengan dapat ditentukannya bahwa bercak yang terdapat pada senjata itu berasal dari bercak darah korban, maka pembuktian di peradilan akan mudah. Tabel 3-2 : Pemeriksaan Laboratorium Pada Bercak darah , yang kering Tujuan pemeriksaan l. Menentukan bercak darah Terjadinya warna hijau-biru Bercak bersinar Kristal hemin-HCl berbenhrk batang, warna coklat kristal py r i d i n e- h em o chro m o - genberb entuk bulu, warna jingga Terj adinya presipitasi Terjadi agglutinasi *) Keterangan : a. Test Benzidine walaupun spesifik untuk pemeriksaan darah tetapi sangat sensitif, lebih sensitifbila dibandingkan dengan Test Takayarna atau Teichmann, oleh karena kedua test yang berdasarkan pada pembentukan mikro kristal tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya kontaminasi pada bercak. Dalam perkara kriminal test Benzidine yang yang positif merupa indikasi yang sangat kuat bahwa bercak yang diperiksa adalah bercak darah. Dasar dari Test Benzidine ialah : hemoglobin darah dapat mengadakan aktifitas seperti enzim p eroxidase, enzim yang mempercepat oksidasi. Hasil yang diharapkan 2. Menentukan darah manusia 3. Menentukan golon- gan darah Metode pemeriksaan * Pendahuluan : Test Benzidine Test Luminol Penentuan : Test Teichmann Test Takayama Test Precipitin Absorption-Elution 22
  • 24. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : Hemoglobin - Hidrogen- peroksida H20- 0n Benzidine - 0n perubahan warna (hijau -binr ) Reagensia Benzidine dibuat dari : lanrtan jenuh kristal benzidine dalam asam asetat glasial. Cara pemeriksaan : Bercak yang diduga bercak darah di gosok dengan kertas saring, bercak yang menempel pada kertas saring kemudian diteteskan dengan 1 tetes Hidrogen-peroksida 20% dan ltetes reagensia Benzidine. Test Luminol mempakan test yang paling sensitif untuk mendeteksi darah. Bercak darah bila disemprot dengan reagensia Luminol akan bersinar mengeluarkan cahaya (Luminescense ), dengan demikian test ini dapat untuk test penyaring, oleh karena dapat dilakukan dengan cepat. Reagensia Luminol dibuat dari : campuran 100 mg 3-aminophthalhydra- zide dan 5 gram sodium carbonote dalam I 00 ml aquadest; sebelum dipakai larutan tersebnt ditambah dengan 700 mg sodium perborate. Cara pemeriksaan : Objek yang akan diperiksa disemprot dengan reagensia, oleh karena yang akan dilihat adalah keluarnya sinar dari bercak, maka pemeriksaan dilakukan didalam ruang yang gelap . ' Identiflkasi darah dengan Uji Takayama dan Teichmann lebih spesifik akan tetapi sangat mudah dipengaruhi oleh zat-zat yang mengkontaminasi, hal mana sering terdapat pada bercak darah. walaupun lebih spesifik bila dibandingkan dengan test Benzidine, tetapi kurang sensitif. Uji Takayama dan Teichmann didasarkan pada pembentukan kristal yang khas yang terjadi dari percampruan antara reagensia dengan derivat hemoglobin. Cara pemeriksaan : Uji Takayama : seujnng jamm bercak kering diletakan padagelas objek, teteskan I tetes reagensia, hrtup dengan kaca penutup kemudian dipanaskan, Hasil yang positif secara mikroskopis akan tampak kristal pyritline-hemochrontogen yang berbentuk bulu dan berwama jingga. Reagensia Takayama dibuat dari :3 ml pyridine redistilled ditambah 3ml larutan glukosa jenuh, 3 mt NaOH l0 % dan 7 ml aquades. Uji Teichmann : seujung jarum bercak diletakan pada gelas objek, ditambahkan I butir kristal NaCL dan 1 tetes asam asetat glasial, tutup 23
  • 25. d. kaca dengan kaca penutup dan dipanaskan. Uji yang posesif akan terlihat secara mikroskopis adanya kristal-kristal hemin HCL berbentuk batang dan berwarna coklat. Untuk melakukan Uji Precipitin terlebih dahulu harus dibuat senrm anti -manusia (human anti serum), sebagai berikut : Darah manusia disuntikan pada kelinci, clengan demikian kelinci tersebut akan membenhrk antibody yang akan bereaksi menetralisir darah mannsia. Darah kelinci kemudian diambil dan senrm yang mengandung antibody diisolir mhrk pemeriksaan, serum tersebut adalah senrm anti- mannsia (huntan antiserum). Dengan cara yang sama dapat dibuat senrm anti binatang-binatang lain . Dengan demikian Uji Precipitin adalah uji yang spesifik untuk menentukan species, apakah bercak yang diperiksa itu berasal dari darah manusia, anjing, kucing, d11. Akan tetapi pembuatan serum anti-mannsia tersebut culop sulit. Cara pemeriksaan : Satu gram darah kering atau lcm2 bercak diekstraksi dengan larutan garam fisiologis (l ml larutan denganph 7). Serum anti-manusia dimasukan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan ekstrak yang telah dibuat. Hasil positifakan diketahui dengan terbentuknya presipitasi diantara senrm anti-mamrsia dan ekstrak, presipitat yang terbentuk tampak sebagai daerah yang kenrh. Pemeriksaan dalam tabnng tersebut dikenal juga dengan nama reaksi cincin. Perlu diketahui uji precipitin adalah uji yang sangat sensitif, hanya membutuhkan sedikit darah. Darah manusia yang kering dan berumur 10 - l5 tahun akan tetap memberikan hasil yang positif; bahkan ekstrakjaringan yang diambil dari yang berumur 4000 - 5000 tahun juga memberikan hasil yang positif. Cara lain yang dapat juga dilakukan untuk menentukan spesies dimana dasarnya adalah pembenmkan presipitasi ial ah reaksi pre c ip i t i n dalam agar dan immttno-el ectrophores is dalam agar. Penentuan golongan darah pada bercak darah yang kering lebih sulit bila dibandingkan dengan penentuan pada darah yang masih segar, terlebih lagi bila bercak darah tersebut sangat tua ; ini disebabkan oleh karena sel-sel darah telah hancur. Penentuan golongan darah pada bercak darah yang kering dimungkinkan oleh karena antigen yang terdapat pada permukaan sel tetap utuh walaupun sel-selnya telah hancur, dengan 24
  • 26. Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 demikian penentuan golongan darah tetap dilakukan secara tidak langsung. Teknik yang dipakai untuk penenhtan golongan darah pada bercak darah yang kering ialah absorption-elution; dimana prosedur pemeriksaan terdiri dari 4 tahap. Airti semm diteteskan pada bercak darah, dibiarkan wttuk beberapa saat supaya antibody bereaksi mengikat anti gen. Semm yang tidak bereaksi dicttci supaya antibodi yang berlebihan dapat dihilangkan. Dengan terbentuknya ikatan antibodi dengan antigen, maka ikatan tersebut dapat dilepaskan lagi dengan proses yang dikenal dengan nama elution Untuk itu bahan yang diperiksa harus dipanaskan dalam temperatur 55"C, dengan demikian ikatan antibodi dengan antigen akan terlepas, Antibodi yang terlepas kemudian ditambah dengan sel darah merah yang telah diketahui golongan darahnya, dengan demikian ada tidaknya agglutinasi dapat dilihat, golongan darah dari bercak dapat diketahui. Tabel 3 - 3 Penentuan golongan Darah Cara Absortion Elution Bercak Darah di test dengan Anti -A, Anti -8, Antigen yang ada Golongan darah +++ Sel-A, Se[-B, pada bercak A B AB o + a + + A B AdanB Tidak ada + Terlihat Agglutinasi - Tidak ada Agglutinasi 25
  • 27. 3.9.6. Hukum Mendel untuk sistem golongan darah Golongan darah pada manusia dapat diturunkan kepada anak-anaknya, penurunan tersebut menunmti atlrran tertentu, yaitu menurut Hukum Mendel; yang menyatakan sebagai berikut: .1. Agglutinogen (antigen) tidak mungkin timbul pada anak jika antigen tersebut tidak ada pada salah satu atau kedua orang tua anak tersebut. 2. Orang tua yang homozygous harus meneruskan gen untuk antigen tersebut kepada anaknya. 3. Anak yang homozygol.rs harus mendapatkan gen untuk antigen tersebut dari masing-masing orang tuanya. Penerapan Hukum Mendel dalam sistem A-B-O, adalah sebagai berikut : I. Agglutinogen A atau B tidak mungkin tirnbul pada anak blla Agglutinogen tersebvt tidak terdapat pada salah satu atau kedua orang tuanya. 2. Orang tua dengan golongan darah AB tidak mungkin mempurryai anak dengan golongan darah O 3. Anak dengan golongan darah O tidak mungkin mempunyai orang tua dengan golongan darah AB. ' Hukum Mendel juga berlaku unflik sistem golongan darah lainya dan berdasrkan kepada hukum tersebut maka penentuan golongan darah dapat diterapkan dan membantu penyelesaian perkara-perkara kriminal, seperti kasus penculikan bayi, kasus seorang lelaki yang dihrduh s'bbagai ayah dari anak yang banr dilahirk at (Exclusion oJ'Paternity) . serta kasus bayi yang tertukar. Tabel3-4 : Antigen Dan AntibodyYangTerdapat Dalam Darah (Sistem A-B-O) Golongan darah Antigen pada sel daralr merah Antibody dalam serum A B AB o A B AB Tidak ada Anti-B Anti-A Tidak ada Anti-A dan Anti-B 26
  • 28. Tabel 3-5 : Golongan Darah Pada Anak Sebagai Hasil Perkawinan Orang tuanya (Sistem A-B-O) Golongan darah kedua orang tuanya Golongan darah yang mungkin pada anak Golongan darah yang tidak rnungkin pada anak OxO OxA AxA OxB BxB AxB O xAB AxAB BxAB ABxAB o o,A O,A o,B o,B O, A, B, AB A,B A, B, AB A, B, AB A, B, AB A, B, AB B, AB B, AB A,AB A,AB Tidak ada O,AB o o o Ilustrasi kasus L Exclusision of PaternitY. Seorang lelaki dituduh sebagai ayah dari anak yang banr dilahirkan oleh seorang wanita, pada pemeriksaan golongan darah diperoleh hasil sebagai berikttt : "' Golongan darah dari lelaki tertuduh AB Golongan darah ibu si anak O Golongan darah anak O Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pemeriksaan golongan darah adalah: Lelaki tersebut tidak mungkin menjadi ayah dari si-anak tersebut, oleh karena gen A atau B tidak terdapat pada anak tersebut. Anak dengan golongan darah O tidak mungkin mempunyai ayah atau orang tua dengan golongan darah AB- Harus diketahui bahwa penafsiran dari hasil pemeriksaan penentuan golongan darah harus dibaca secara "terbaliK' (negative wa1,), dengan demikian penentuan seorang lelaki sebagai ayah dari seorang anak adalah tidak mungkin; akan tetapi dapat memastikan bahwa seorang ihl bukan ayah dari anak tersebut (exclusion of paternity). )'7
  • 29. 2. Kasus penculikan. Dalam kasus penculikan seorang bayi pelaku kejahatan adalah dua orang, yaitu seorang wanita yang bertindak sebagai ibu dari bayi yang diculik dan seorang lelaki sebagai suami wanita tersebut, dengan dernikian pemeriksaan penentuan golongan darah hanrs dilalarkan terhadap ke-lima orang yang bersangkutan dengan kasus penculilian iflr. Golongan darah ayah Golongan darah ibu Golongan darah penculik (l) Golongan darah pencLrlik (2) Golongan darah bayi A MNRH lRHl A MNRH lRHl B MNRH 2RH2 O MNRH IRHI A N RH 1RHI Pencnlik tidak dapat membuktikan bahwa bayi itu adalah anaknya, oleh karena dalam kasus ini terdapat clouble axchrsion of rnaternity, Yaitti : seorang ibu dengan golongan darah RH 2 RH 2 harus mentransmisikan salah sahr faktor kepada anaknya dan anak dengan golongan darah RH I RH I hams mendapat salah sahr faktor dari kedua orang tuanya ; ibu yang mempunyai golongan darah B dan ayah dengan golongan darah O tidak mungkin mempunyai anak dengan golongan darah A. Dalam kasus ini pasangan penculik tidak dapat membuktikan bahwa bayi itu anaknya, baik menurut sistem A-B-O maupun sistem Rh-Hr (double exclusion). 3. Kasus bayi yang tertukar. Dalam kasus ini pemeriksaan penennran golongan darah dilakukan pada kedua bayi dan kedua pasangan yang terlibat. . Pasansanpertama ;:iHE;lffill#, 3 golongan darah bayi (1) A Pasangan kedua golongan darah ayah O golongan darah ibu AB golongan darh bayi (l l) O Kesimpulan : bayi (l) adalah anak pasangan kedua, bayi ( I I ) adalah anak dari pasangan pertama 4. Kasus seorang lelaki dituduh menghamili seorang wanita Bantuan Ilmu Kedokteran Forensik dalam menghadapi kasus dimana seorang ditudulr menghamili seorang wanita, hanya baru dilaksanakan, yaitu dengan pemeriksaan golongan darah bila bayi yang tlikandung oleh wanita itu telah dilahirkan. 28
  • 30. penafsiran hasil pemeriksaan tetap secara negative way, hasil pemeriksaan golongan clarah hanya dapat memastikan bahwa lelaki tersebut tidak mungkin menjadi ayah dari bayi yang baru dilahirkan. Tabel 3-6 : Identifikasi Darah Dengan Antiserum Yang Diketahui SenrmAnti-A + Whole Blood SemmAnti-B + Whole Bloocl Antigen yang ada Golongan darah A B AB o A B AB o + + + + Terlihat Agglutinasi Tidak ada Agglutinasi Tabel 3-7 : Identifikasi Darah Dengan Sel Yang Diketahui t SelA + Darah Sel B + Darah Antibody yang ada Golongan darah I + + + Anti-A Anti-B Anti-A danAnti-B Tidak ada B A o AB + Terlihat Agglutinasi Tidak ada Agglutinasi 29
  • 31. Tabel 3-8 : Petunjuk Pengumpulan Barang Bukti Contoh Jumlah yang dibutuhkan Kemasan Kontrol Barang bukti Prosedur AMUNISI Patnrrn Anak peluru Kelongsong Dalam amplop Seluruhnya secara kecil dengan terpisah pengait Seperti diatas (satu Selumh yang amplop satu pelum) diternukan Seperti diatas Selunrh yang (amplop yang ditemukan terpisah bila didapatkan pada tempat yang berbeda) Seperti diatas Selumh yang ditemukan Seperti di atas Seluruh yang ditemukan Seperti di ata, bila Selumh yang dari dalanr tubuh ditemulcan keringkan dahulu Kemasan yang Selurr-rhnya kuat 5 ml atau dengan dnrggist fbld EDTA dari korban dan tersangka Seperti diatas Dalam kantong kertas. Bungkus secara terpisah Tandai pada tempat dekat ujung peluru Tandai pada bagian dasar atau hidung Tandai pada bagian hrarjangan pada bagian Iuar/ tempat kontak dengan picu. Tandai pada tembaga dekat kertas atau plastik Tidak perlu di tandai, amplopnya. Tandai amplopnya Pada objek kecil kirim semuanya Pada objek besar bercak dikerok dan ditaruh pada kertas yang bersih. Jika basah keringkan dahulu. Jangan diberi pengawet. Kelongsong shotgun Pellets Tutup (Vltadding) DARAII Bercak kering tidak pada tekstil Bercak pada pakaian, tekstil dll 30 Selumhnya
  • 32. PAKAIAN DOKIJMEN Surat anonim, surat ancaman dll Kertas yang terbakar atau hangus GORESAN KUKU (Fingernail Scrapings) Dalam kantong kertas Bungkus secara terpisah Dalam kantong plastik Dokumen yang asli reproduksi tidak boleh. Selumhnva Seluruh dokumen asli Seutuhnya, jangan dipotong. Biarkan kering sendiri Jangan memegang dengan tangan telanjang. Tamh dalam amplop dan direkat. Beri perincian bila akan diambil latent print. Pisau yang bersih dipakai untuk mengorek kulit yang tergores dibawah kuku Satu tempat untuk untuk kuku dalam- kemasan yang terpisah beri tanda pada setiap kemasan dari jari yang mana. Beri label yang berisi nama, kaliber, nomor seri senjata dan tanda- tanda penyidik. SENJATAAPI Pistol Senjata kosong automatik jangan dipegang kecuali ada barang bukti lain: rambut Kemasan ktat Botol plastik atau Semua yang druggist.folcl ada Semua yang diternukan , Jansan dioesans setunrnnya dengan tangan telanjang 31
  • 33. Revolver Senjata laras panjang. RAMBUT darah dll. Senjata ditaruh dalam amplop diluarnya dinrlis: Kosong atau Berisi Jika ada barang Semua yang bukti lain yang ditemukan melekat : darah, rambut dll. dapat diambil dengan tangan. Selanjutnya sama seperti diatas. Jika akan dilakukan pemeriksaan terhadap barang bukli lain yang ada pada senjata, sepefti darah, rambut, latent print maka pengemasan harus hati-hati sekali dalam peti kemas karton. Pada bagian luar dari karton dihrlis: Senjata dalam keadaan kosong atau berisi. Permintaan pemeriksaan hanrs jelas. Inisial penyidik pada magazine dan pada bagian bawah laras. Ikatkan label yang berisi nama, kaliber, nomor seri dan inisial penyidik. Kemasan terpisah untuk rambut-rambut yang berasal dari masing- Sama seperti diatas Semua yang Sama seperti diatas ditemukan inisial ljung laras druggist Beberapa foldkotak lusin dari- obat. Jan- beberapa gan dalam tempat. amplop. Rarnbut Semua yang ada JZ
  • 34. harus utuh, dicabut NARKOTIKA DAN OBAT- OBATYA}IG BERBAHAYA. Botol, tabung dll. Semnanya Semuayang - ada Semuanya Semuayang ada masing tempat. Beri label : tempat daerah pengambilan. Tiap obat satu kemasan. Seperti diatas. Puyeq tablet dan kapsul. Tanaman ORGAN TVBUH (hidup) Darah Kotak obat, druggist foldbotol dst. Kantung plastik atau kantung kertas Tabung reaksi bersih atau botol. Botol ber- sih. Semuanya Semuayang ada 5 ml. untuk pemeriksaan. 5ml. untuk alkohol. Semua yang dikeluarkan Kemasan secara terpisah untuk masing-masing tanaman. Jika basah keringkan dahulu. Alat penghisap/pipa yang dipakai dikemas terpisah. Dokter yang mengambil, dapat diberi pengawet,taruh dalam lemari pendingin sampai dikirim ke laborafurium. Simpan dalam lemari pendingin Urine JJ
  • 35. sampai dikirim ke laboraturium. Semuanya. SePerti diatas. Bilasan lambung. ORGAN TUBUH (mayat ) Darah Otak Empedu Hati Ginjal I Jrine Seperti dia- tas. Tabung reak- si bersih atau botol. Kemasan dari plastik. Seperti diatas Seperti diatas Seperti diatas Seperti diatas 25 ml. r.rnftik obat-obatan.5 ml. unflrk alkohol. 300 gram Semuanya. 300 gram keduanya Semua yang ada dalam kandung kencing. Semuanya. Beri pengawet dan anti pembeku. Simpan dalam lemari pendingin sampai dikirim ke laboratorium. Dalam lemari pendingin sampai dikirim ke laboratorium. Seperti diatas. Seperti diatas. Seperti diatas. Seperti diatas. Kulit sekitar Seperti diatas tempat suntikan Seperti diatas. Catatan druggist fold adalah cara rrembungkus obat berbenhlk puyer yang bisa dikerjakan di apotik (lihat gambar). -EDTA adalah zat untuk mencegah pembelanan darah. -Untuk mengetahui lebihjelas perihal barang bukti pada kasus keracunan dapat dibaca pacla buku tilisan penulis, yaihr Ilmu Kedokteran Forensik, penerbt LKUI tahun 1979. 34
  • 37. Gb.3-8 : Pemberian tanda pada peluru rew 36
  • 38. ' Bab4 4.2. 4.1 SISTEMATIK PEMERIKSAAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK KHUSUS PEMERIKSAAN MAYAT Abdul Mun'im ldries Sumbangan Ilmu Kedokteran Forensik dalam membantu penylesaian proses penyidikan perkara pidana yang menyangkut nyawa manttsia, dimana sumbangan tersebut dituangkan dalam bentuk Visum et repertum, adalah : 4.1.l. Menentukan secara pasti kematian korban, 4. 1.2. Memperkirakan saat kematian, 4. 1.3. Menentukan identitas, 4.1.4 Menentukan sebab kematian, dan 4. 1 .5. Menentukan cara kematian atau memperkirakan cara kematian korban. Menentukan secara pasti kematian korban. Untuk dapat menentukan der.rgan pasti bahwa korban telah rnati, perlu diketahui perihal tanda-tanda kehidupan dan tentunya perihal tanda-tanda kernatian serta penrbahan lanjut yang terjadi pada mayat. 4.2.1. Tanda-tanda kehidupan dapat dilihat dari : - Adanya pergerakan pernafasan, yang mudah dilihat di daerah perut bagian atas tepat di daerah pertemuan kedua lengkung iga (daerah epigastriurr). -Terabanya clenyut nadi, yang mudah dirasakan pada daerah leher dan pada pergelangan tangan. - Reflek, misalnya reflek mata terhadap sinar, pada orang hidup jika disinari matanya maka pupil atau teleng matanya akan mengecil.
  • 39. { ".,' ! *{ r / '?r ,1 -f ilj: l--.,;" GB.4-1(A) Cara untuk melihat Pergerakan pernafasan (lihat tanda panah) 38
  • 40. Jika pada korban terdapat tanda-tanda kehidupan maka tindakan yang harus dilaksanakan dengan segera adalah mernberikan pertolongan pertama pada korban serta dengan segera rnengirirnkanya ke rumah sakit terdekat agar dapat tertolong jiwanya. Dengan. mengambil tindakan demikian dapat dihindari terjadinya kematiar.r korban oleh karena sikap yang lebih mementingkan penyidikan ketimbang menyelamatkan jiwa korban. 4.2.2. Tanda-tanda kematian yang penting adalah : - Terhentinya denYutjanhrng, - Terhentinyapergerakanpernafasan, - Kr.rlit terlihat pucat, - Melernasnyi otot-otot tubnh, dan - Terhentinya aktivitas otak (terhentinya aktivitas otak secara tepat dan cepat hanya dapat diketahui jika kita melakukan pemeriksaan dengan bantuan alat EEG-Elektro Ensefalo Graf, dimana akan terlihat menclatar selama 5 menit). Dengan telah ditentukan atau diketahui bahwa korban telah rnati, maka pemeriksaan di TKP dapat dilakukan dengan tenang, cermat' tepat dan teliti. 4.2.3. Pen$ahan lanjut yang terjadi padamayat adalah : - penurunan suhu fubuh mayat, - terjadinya lebam tnaYat, - terjadinya kaku maYat, - terjadinya pernbusukan, dan terjadinya adipocere dan mummifi kasi' Terjadinya adipocere dan mummifikasi dapat dapat dikatakan jarang dijumpai oleh karena memerlukan pelbagai faktor, kondisi yang tidak selamanya ada, khususnya di Indonesia. 4.3. Memperkirakan saat kematian. Saat kematian korban hanya dapat diperkirakan karena penentuan kematian secara pasti sampai saat ini belum dimungkinkan' Untuk dapat memperkirakan saat kematian diperlukan pengamatan, pencatatan dan penafsiran yang baik temtama dari perubahan lanjut yang terjadi pada mayat. Perkiraan saat kematian dapat diketahui dari: 39
  • 41. GB.4-r (B) Cara meraba denyut nadi (lihat tanda panah) 40
  • 42. 4.3.1. Informasi para saksi, dalam hal ini perlu diingat bahwa saksi adalah manusia dengan, segala keterbatasanya (Bab 1: 1.2, 1.3 dan 1.4). 4.3.2.Pefinjuk-petunjuk yang ada di TKB seperti jam atau arloji yang pecah, tanggal yang tercantum pada surat kabaq surat, adanya makanan pada meja makan, nyala lampu, keadaan tempat tidur, debu pada lantai dan alat-alat rumah tangga dan lain sebagainya ; yang semuanya ini dapat dilakukan baik oleh penyidik. 4.3.3. Pemeriksaan mayat, yang dalam hal ini adalah : -Penurunan suhu mayat (algor mortis), pada seseorang yang mati maka suhu tubuhnya akan menurun sampai sesuai dengan snhu disekitarnya. Rumus perkiraan saat kematian berdasarkan penurunan suhu tersebut adalah ; 98.6 F - suhu : Saatkematian 1,5 Keterangan dari mmus diatas adalah sebagai berikut : 98,6 F merupakan suhu tubuh normal, sedangkan angka 1,5 merupakan angka rata-rata hilangnya panas per jam, dimana suhu lingkungan sebesar 70 F(21). Secara kasar dapat pula dikatakan bahwa tubuh akan kehilangan panasnya sebesar I C perjam. Pengukuran suhu fubuh tersebut bila memakai thermometer biasa (t[ermometer air raksa), ialah dengan memasukan thermometer ke dalam rektum (dubur), sedalam I 0 sentimeter dan baru dibaca sekurang-kurangnya setelah 3 menit kemudian. Bila thermometer yang dipakai thermometer elektronik, maka pembacaannya dapat dengan segera dilakukan. 1. Faktor lingkungan : semakin besar perbedaan antara suhu tubuh dengan suhu lingkurgan (udara atau air); maka semakin cepat pula tubuh kehilangan panasnya. Insensitas dan kuantitas dari aliran atau pergerakan udara turut pula mempengaruhi penurunan suhu hrbuh. 2. Suhu tubuh sebelum kematian : kematian karena perdarahan otak, kerusakan jaringan otak, penjeratan dan infeksi akan selalu didahului dengan peningkatan suhu; dengan demikian pada keadaan-keadaan tersebut akan mempengaruhi penafsiran dari perkiraan saat kematian. 4l
  • 43. 3. Keadaan tubuh dan pakaian yang menutupinya : lemak tubuh, tebalnya otot sefta tebalnya pakaian yang dikenakan pada saat kematian akan mempengaruhi kecepatan penllrunan suhu tubnh, dengan demikian faktor-faktor ini periu diperhitungkan didalam memperkirakan saat kematian. Selain pengukuran suhu rektal, dokter dapat pula memperkirakan saat kematian atas dasar pengui<uran suhu dari alat-alat dalam tubuh, seperti hati atau otak; ini tentunya baru dapat dilakukan pada saat pembedahan mayat. - Lebam mayat (livor mortis), terhentinya peredaran darah pada mayat akan menyebabkan darah berkumpul mencari tempat yang paling rendah, pengumpulan darah pada tempat yang terendah tersebut akan menyebabkan kulit didaerah itu menjadi berwarna merah ungu (livide). Lebam mayat mulai tampak sekitar 30 menit setelah kematian (post-mortal), maksimal intensitasnya akan tercapai pada 8,12 jam post-mortal; dengan demikian penekanan pada daerah lebam setelah 8 jam tidak akan menyebabkan hilangnya lebam mayat. - Kaku mayat (rigor mortis), adanya perubahan enzirnatik serta perubahan metabolisme dan kimiawi lainya pada otot-otot seluruh fttbuh, kekakuan post-mortal baik pada otot lurik mauplln otot polos akan terjadi. Kaku mayat akan terdapat sekitar 2 jam post -mortal dan maksimal setelah l0-12 jam. post-mortal,keadaan ini menetap selama 24 . jam dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai menurut urutan terdapatnya kaku mayat ( lihat mulai dari rahang, leher,lengan dan tungkai). Cadaveric spasm adalah kekauan mayat yang terjadi segera setelah seseorang rnati, dengan demikian tidak melalui fase relaksasi/pelemasan otot seperti yang terjadi rigor mortis. Cadateric spasm dapat terjadi jika ada ketegangan atau stress emosional, dengan dernikian adanya keadaan ini dapat menunjukan intravitalitas. Cadaveric spasm dapat dilihat misalnya pada kasus tenggelam dimana tangan korban tampak menggenggam erat sebatang dahan atau pada kasus bunuh diri dimana pada tangan korban masih tergenggam dengan eratnya 42
  • 44. pisau yang dipakai untuk bunuh diri. Kesimpulan yang dapat diambil adalah : kedua korban tersebut masih hidup sewaktu ia masuk kedalam air atau sewaktu ia menggorok lehernya. Pada orang yang mati terbakar terjadi pula "kekakuan " yang memberi kesan seperti sikap seorang petinju (Pugelistic at titude) "kekakuan " ini sebagai akibai terjadinya koagulasi/penggumpalan protein. Pada mayat yang telah membusuk lanjut juga akan ditemukan "kekakuan" yang serupa' hal mana disebabkan karena pengumpulan gas pembusukan pada daerah- daerah persendian. Pada mayat yang terbaring diternpat yang suhunya rendah seperti di puncak gr.rnung atau dalam kamar pendingin, akan terdapat pnla "kekakuan" (cold stilfening, .lreezing), yang bila kita lawan akan terdengar derik yang disebabkan pecahnya cairan dalam sendi yang membeku. Cadaveric spann, heat stiffenirg (kekakuan pada kasus yang mati terbakar). cold stiffening dan kekakuan pada penbusukan bukan kaku mayat dalam pengertian rigor mortis. - Pemeriksaan isi lambung, sebagaimana diketahui waktu penggosongan isi lambung, yaitu wakhr yang diperlukan lambung untuk rnencernakan makanan dan meneruskanya ke usus adalah sekitar 4-6 jam, jadi bila pada lambung korban ' masih didapatkan sisa makanan yang belum tercerna, maka dapat diperkirakan bahwa kematian korban terjadi dalam waktu kurang dari 4-6 jam setelah makan yang terakhir. Dengan pemeriksaan isi larnbung tadi, Penyidik dapat memulai peiryidikan umpamanya dengan siapa saja korban makan, dari sini akan diperoleh informasi lanjutan yang berguna buat penyidikan. - Pembusukan, pembttsukan pada mayat berbeda-beda kecepatan terjadinya tergantung pelbagai faktor, diantaranya faktor lingkungan. Rumus Casper memperlihatkan perbedaan kecepatan pembusukan sebagai berikut : Keadaan mayat setelah I minggu di udara terbuka -2 minggu didalam air -8 rninggtt keadaan mayat di dalam tanah/ kubulan. Pembusukan mayat dirnulai sekitar 48 jam setelah seseorang mati, ini dapat dikenali dari adanya warna hijau-kemerah-merahan 43
  • 45. pada dinding pemt bagian kanan bawah. Pembusukan akan berlanjut dengan terbentuknya gelembung-gelembung yang berisi cairan merah kehitaman,"pembengkakan" pada seluruh fubuh, tubuh tampak menggembung, lidah keluar, bibir membengkak dan mencucrlr, bola mata menonjol keltrar, kulit ari mengelupas, Pada keadaan yang lebih lanjut lagi gas pembusukan yang berada dalam tubuh akan menyebabkan pecahnya dinding perut yang diikuti pula dengan hancnmya bagian-bagian tubuh yang lunak, sehingga akan tinggal kerangkanya saja. Adanya perbedaan kecepatan pembusukan seperti yang dimaksud dalam rumus Casper memungkinkan pemeriksaan mayat dengan memberi hasil yang diharapkan walaupun korban telah di kubur; terutama bila kerusakan atau perlukaan yang didapat pada korban sampai merusak tulang atau pada kasus-kasus peracunan dan lain sebagainya. Manfaat buat penyidikan Dengan dapat diketahuinya perkiraan saat kematian korban, maka Penyidik dapat mengarahkan penyelidikanya dengan kata lain mempersempit ruang penyidikan, orang-orang yang dicurigai lebih sedikit oleh karena telah"diseleksi" oleh perkiraan saat kematian, siapa-siapa saja yang bersama korban dalam waktu tersebut. 4.4. Menentukanidentitas Menentukan identitas korban seperti halnya penenfuan identitas pada tersangka pelaku kejahatan merupakan bagian yang terpenting dari penyidikan. Dengan dapat ditentukannya identitas dengan tepat dapat dihindari kekeliruan dalam proses peradilan yang dapat berakibat fatal, kasus Haryono di Surabaya merupakan pengalaman yang amat . berharga. Faktor manusia seperti yang dimaksud dalam Bab 1 (1.2., 1.3.) harus selalu diingat. Penentuan identitris korban dilakukan dengan memakai metode identifikasi sebagai berikut : 4.4.1.Visual : termasuk metode yang sederhana dan mudah dikerjakan yaitu dengan memperlihatkan tubuh terutama wajah korban kepada pihak keluarga, metode ini akan memberi hasil jika keadaan mayat tidak msak berat dan tidak dalam keadaan busuk lanjut. 4.4,2. Dokumen : K.T.P., S.i.M., Paspor, kartu pelajar dan tanda pengenal lainnya merupakan sarana yang dapat dipakai untuk menentukan identitas. 44
  • 46. Dokumen yang ada didalam saku seorang laki-laki lebih bermakna bila dibandingkan dengan dokumen yang ada dalam tas seorang wanita, terutama pada kasus kecelakaan massal sehingga tas yang dipegang dapat terlempar dan sampai kedekat tubuh wanita lainnya. hal mana tidak terjadi pada laki- laki yang mempunyai kebiasaan menyimpan dokumen dalam sakunya. 4.4.3. Perhiasan : merupakan metode identi{kasi yang baik, walaupun tubuh korban telah rusak atau hangus. Initial yang terdapat pada cincin dapat memberikan informasi siapa si pemberi cincin tersebut, dengan demikian dapat diketahui pula identitas korban. Dalam penentuan identifikasi dengan metode ini tidak jarang diperlukan keahlian dari seorang yang memang ahli dibidang tersebut. 4.4.4. Pakaian : Pencatatan yang baik dan teliti dari pakaian yang dikenakan korban seperti model, bahan yang dipakai, merek penjahit, label binatu dapat merupakan petunjuk siapa pemilik pakaian tersebut dan tentunya identitas korban. Walaupun pakaian yang diperlihatkan kepada pihak ' keluarga hanya sebagian saja akan tetapi sering memberikan hasil seperti apa yang dikehendaki, terutama bila dibandingkan dengan memperlihatkan perhiasan yang lengkap, lebih-lebih bila perhiasan tersebut mempunyai nilai tinggi. 4.4.5. Medis : Merupakan metode identifikasi yang selalu dapat dipakai dan mempunyai nilai tinggi dalam hal ketepatannya terutama jika korban memiliki status medis (medical record, ante-mortem record), yang baik. jenis kelamin, perkiraan umug tinggi dan berat badan serta wama rambut dan mata dikalsifikasikan dalam tanda medis yang umum. Sedangkan yang sifatnya lebih khusus adalah bentuk-cacat fisk, bekas operasi, tumor, tatto dan lain sebagainya. Dengan metode ini dapat dibantu dengan pemeriksaan radiologis (rontgen foto), umpamanya untuk membantu perkiraan umu, adanya benda asing dan bekas patah tulang. 45
  • 47. 4.4.6. Gigi : Sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi ahli forensik, akan tetpi dalam prakteknya hampir selnllanya pemeriksaan dilakukan oleh dokter ahli ilmu kedokteran forensik khuslrsnya ahli patologi forensik. Melihat sifat khusus dari gigi yaitu ketahanannya serta tidak ada kesamaan bentuk gigi pada setiap manusia pemeriksaan ini mempunyai nilai tinggi seperti halnya sidik jari, khususnya jika keadaan mayat telah busuk/msak dan terutama bila ada data ante-mortem record. Gigi dapat juga dipakai unfuk membantu dalam hal perkiraan umur serta kebiasaan/pekerjaan dan kadang- kadang golongan suku tertentu. Kebiasaan merokok akan meninggalkan,pewarnaan akibat nikotin pada gigi, gigi yang dipangur ( di ratakan) menunjukan ras/suku tertentu. 4.4.7. Sidik jari : Sidik jari atau finger prints dapat menentukan identitas secara pasti oleh karena sifat kekhususannya yaitn pada setiap orang akan berbeda walanpun pada kasus saudara kembar satu telur. Keterbatasannya hanyalah cepat rusak/ membusuknya tubuh. . Penggunaan sidik jari untuk menetukan identitas seseorang tentunya baru dapat bila orang tersebut sebelumnya sudah diambil sidik jarinya (ada datanya). Akan tetapi walaupun data nya tidak ada pengambilan sidik jari pada korban tetap bermanfaat yaitu dengan rnembandingkan sidik jari yang mungkin tertinggal pada alat- alat yang di mmahkorban(latent print); sedangkan pada kasus pembunnhan latent print yang ada pada senjata dapat membuat si pelaku kejahatan tidak dapat mungkir atau mengelak dari tuduhan bahwa ia telah melakukan pembunuhan. 4.4.8. Serologi: Prinsipnya ialah dengan menentukan golongan darah, dimana pada umumnya golongan darah seseorang dapat ditentukan dari pemeriksaan darah, air mani dan cairan tubuh lainnya. Orang yang demikian termasuk golongan sekretor, 75-80 % dari penduduk termasuk dalam golongan 46
  • 48. ini. Pada mereka yang termasuk non-sekretor penentuan golongan darah hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan darahnya saja. Pemeriksaan ini buat penyidik amat penting, khususnya pada kasus-kaslts pembunuhan, kejahatan seksual dan kasus tabrak lari serta penculikan bayi. 4.4.9. Eksktusi : Cara ini dipakai biasanya pada kasr"rs kecelakaan massal, seperti pada kasus kecelakaan pesawat terbang. Dari 50 korban telah dapat diidentifisir sebanyak 49 korban, maka sisanya tentulah korban yang sesuai dengan daftar penumpang. Cara ini akan memberikan hasil yang baik dalam arti ketepatan bila antemortem records yang ada memang baik. Ilustrasi kasus : 1. seorang wanita mnda didapatkan tewas dengan mata hancur dan muka serla tubuh bagian atas dibenamkan dalam lumpur, wanita ini hampir telanjang hanya mengenakan sehelai kilang: kasus ini merupakan kasus pembunuhan. Permasalahannya adalah siapa wanita tersebut lebih-lebih bila dikaitkan dengan adanya dua keluarga (keluarga '4" dan "El") yang mengakui bahwa korban aalah anggota keluarganya. Dalam persidangan keluarga 'A" memberikan keterangan sebagai beriklt: umur anggota keluarga yang hilang sekitar 20 tahun,statusnya masih gadis. pekerjaannya sebagai pegawai harian di salah satu pabrik didaerah Jakarta Selatan. Keterangan dari keluarga "B": umnr sekitar 20 tahnn, statttsnya janda pekerjaan yang kadang-kadang dilakukan adalah melacurkan diri ,gigi taring pada rahang kanan atas tanggal, bertempat tinggal di daerah Jakarta Barat. Keterangan Penyidik menyatakan bahwa korban ditemukan di tengah sawah di daerah Jakarta Barat. Hasil pemeriksaan penulis, dalam Visum et Repertum : Selapfi dara sudah tidak utuh, banyak terdapat robekan lama, bentuk lubang dubur seperti corong. Keadaan ini biasa ditemukan pada wanita yang melakukan hubungan kelamin melalui lubang dubur(sodomi), gigi taring pada rahang atas kanan tidak ada. 47
  • 49. 4.5. Kesimpulan : korban adalah anggota keluarga "8", dengan demikian permasalahan identiflkasi dari korban telah terselesaikan. 2. Ditemukan tubuh manusia yang telah dipotong-potong menjadi tujuh potongan dan tanpa keterangan lainnya perihal identitas korban selain dapat dipastikan bahwa kasus yang dihadapi jelas merupakan kasus pembunuhan. Pada pemeriksaan disimpulkan bahwa ketuj uh potongan tersebut memang berasal dari satu individu, umur diperkirakan sekitar 35 tahun, belum mencapai 45 tahun yaitu dari persambungan fulang tengkorak, serta didapatkan kelainan pada gigi terdapat tambalan dari logam putih dan terdapat pula gigi-gigi yang berlubang serta warna gigi pada bagian dalam berwarna coklat tua-kehitaman. Dari hasil pemeriksaan sidik jari yang dilalcukan oleh penyidik serta dari kesimpulan perkiraan umur dan keadaan gigi dapat diketahu identitas korban yang sebenamya, termasuk kebiasaan merokoknya ; dan dengan demikian siapa pelalcr pembunuhan dapat diketahui dan memang terbukti bahwa pemotongan tubuh korban dimaksudkan agar iddentitas korban tidak dapat dikenali lagi dengan demikian berarti menyulitkan proses penyidikan. Kriteria identifikasi. Untuk dapat menentukan identitas korban khususnya pada keadaan dimana terdapat korban banyak jumlahnya, seperti pada kecelakaan pesawat terbang, hanya diperlukan (dua) kriteria/metode yang harus dipenuhi, semakin banyak kriteria yang hams dipenuhi tentunya semakin baik; sebagai contoh: Identifikasi primer: dari pakaian Identifikasi konfumatif: dari medis. Menentukan sebab kematian. 4.5.1. Untuk dapat menentukan sebab kematian secara pasti mutlak harus dilakukan pembedahan mayat (atttopsy, otopsi), dengan atau tanpa pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan toksikologis, pemeriksaan bakteriologis dan lain sebagainya terganftrng kasus yang dihadapi. Tanpa pembedahan mayat tidak mungftin dapatditentukan sebab kematian secara pasti. 48
  • 50. 4.5.2. Perkiraan sebab kematian dapat dimungkinkan dari pengamatan yang teliti kelainan-kelainan yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan luar. Jadi tanpa pembedahan mayat perkiraan sebab kematian dapat diketahui dengan menilai sipat luka, lokasi serta derajat berat ringannya kerusakan korban. Misalnya ada luka tembak dikepala korban sedang pada bagian tubuh lainnya hanya ditemukan luka lecet kecil-kecil, perkiraan sebab kematian dalam hal ini adalah karena tembakan senjata api. 4.5.3. Contoh sebab kematian : - karena tusukan benda tajam. - karena tembakan senjata api - karena pencekikan. - karena keracunan morfin - karena tenggelam. - karena terbakar. - karena kekerasan benda tumPul. Sebab kematian jangan dikacaukan atau disalah artikan dengan mekanisme kematian. Sebab kematian ditekankan pada alat atau sarana yang dipakai unfuk mematikan korban, sedangkan mekanisme kematian menunjukan bagaimana korban itu mati setelah umpamanya tertembak atau tenggelam. Mekanisrne kematian misalya : karena perdarahan, hanctlr nya jaringan otak atau karena refleks vagal. Dengan demikian penggunaan kalimat sebab kematian didalamVisum et Repertum lebih tepat, oleh karena kita tidak selalu dapat mengetahui mekanisme apa yang terjadi pada korban, apakah karena perdarahan, apakah karena refleks dan lain setragainya yang hanya akan menyulitkan jalannya persidangan, karena lebih bersifat teoritis. Bagi pihak penyidik kesimpulan dokter didalam hal sebab kematian seperti contoh di atas akan banyak membanfu penyidik dalam melaksanakan tugasnya. Ia dapat mencari dan mensita benda yang diperkirakan dipakai sebagai alat pembunuh, ia dapat mencari dan mengumpulkan racun-racun apa yang diperlukan bagi kelengkapan alat bukti dan lain sebagainya; hal mana tidak mungkin bila yang dicantumkan dalam kesimpulan Msum et Reperlum adalah mekanismenya, seperti sebab kematian karena mati lerras. mati 49
  • 51. lemas dapat di sebabkan oleh pelbagai keadaan, dicekik, dijerat, diganrung, diberi morfin, tenggelam semuanya dapat menimbulkan keadaan yang disebut mati lemas tadi. Sama halnya dengan perdarahan, perdarahan bisa karena pecahnya pembuluh darah didaerah lambung pada orang yang menderita tukaklambung, dapatjuga perdarahan karena penyakit tuberkulosa dan lain sebagainya. Dari perdarahan itu sendiri akan banyak menimbulkan pelbagai kesulitan, bila korban yang ditusuk jatr.rh terkelungkup tentunya darah akan keluar dari tubuh, sehingga pada pemeriksaan tidak akan didapatkan banyak darah pada dada korban misalnya. Jika korban setelah ditusukjatuh terlentang, darah akan mengalir terus walaupun ia telah mati, sehingga pada pemeriksaan jumlah darah yang diukur tidak memberikan gambaran yang sesungguhnya dari jumlah darah pada saat korban tewas. 4.6. Menentukan cara kematian atau memperkirakan cara kematian korban. Menentukan atall memperkirakan cara kematian korban pada umumnya baru dapat di lakukan dengan hasil yang baik bila dokter diikut sertakan pada pemeriksaan di TKP, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan mayat oleh dokter yang bersangkutan. Jika hal tersebut tidak dimungkinkan rnaka dokter yang melakukan pemeriksaan mayat masih dapat memperkirakan atau menentukan cara kematian jika para penyidik memberikan keterangan yang jelas menganai pelbagar hal yang dilihat dan ditemukan pada waktu penyidik melakukan pemeriksaan di TKP. " Dulurn Ilmu Kedokteran Forensik dikenal 3(tiga) cara kem-atian, yang tidak boleh selalu diartikan dengan istilah dan pengertian secara HukLrm yang berlaku. Cara kematian tersebut adalah : 4.6.1. Wajar (natural death), Dalam pengertian kematian korban oleh karena penyakit bukan karena kekerasan atau mdapaksa; misalnya kematian karena penyakitjantung, karena perdarahan otak dan karena tuberkulosa. 4.6.2. Tidakwajar (un-natural death), yang dapat dibagi menjadi: - Kecelakaan - Bunuh diri - Pembunuh 50
  • 52. 4.6.3. Tidak tlapat ditentukan ftm-determined), hal ini disebabkan keadaan mayat telah sedemikian rusak atau usuk sekali sehingga baik luka ataupun penyakit tidak dapat dilihat dan ditemukan lagi. Dari hasilpemeriksaan di TI(P yang kemudian dikonfirmasikan dengan hasil pembedahan mayat serta informasi dari para saksi pada Lrmlrmnya mudah untuk menentukan cara kematian korban. Istilah perkiraan atau memperkirakan cafa kematian dipakai bila data-data yang diperoleh tidak dapat denganjelas mengetahui bagaimana kejadian yang sebenarnya. Penentuan cara kematian penting bagi Penyidik sesuai dengan fungsi nya, apakah kasus yang dihadapinya itr.r dapat diklasifikasikan sebagai kasus kriminal yang berarti akan ada penuntutan ataukah non-kriminal Seperti telah disinggung tadi bahwa pembagian cara kematian memuut IImu Kedokteran Forensik jangan diartikan sama dengan pengertian yang dimaksud dalam K.U.H.P. Seperti telah disinggung pula pada Bab iII, yaitu dalam ilustrasi kasus, maka dalam kesimpulan yang dibuat oleh dokter baik setelah melakukan pemeriksaan di TKP mauplrn kesimpr.rlan yang dibuat dalam Msum et Reperlum dan berdasarkan pula pada keterbatasan Ilmu Kedokteran itu sendiri, rnaka penulisan cara kernatian dalam visum et reperttun atauptm kesaksian secara lisan haruslah dalam batas-batas llmu Kedokteran, hants diingat bahwa dokter adalah saksi ahli dan bukan sakai mata' Pada kasus yang menurut dokter adalah bunuh diri, maka pengutaraannya adalah: korban menembak dirinya sendiri, korban mengganttmg dirinya sendiri atau korban meminum racunnya sendiri: dengan clitambahkan bahwa pada korban tidak ditemukan dan tidak dilhat adanya tanda-tanda kekerasan. Pada kasus yang menllrllt dokter merupakan kasus pernbttnuhan walaupun lebih mudah ttntuk menentukanya, tetap pengutaraanya harus hati-hati, umpamanya: pada tubuh korban ditemukan luka-luka tangkis misalnya pada daerah lengan atau pada daerah telapak tangan. Walaupun demikian tidaklah menyalahi ketentuan bila dokter pembuat visum et repertum dengan tegas menuliskan bahwa sebab kematian korban karena dicekik, hal ini berdasarkan pada kenyataan bahwasanya kesimpulan Visun et Repertum sepenuhnya tergantung dari pengalarnan, pengeiahuan dan keyakinan dokter, clalam hal inijangan dikacaukan dengan permasalahan lain, yaihr pernasalahan "nilai bukti" atau "kekuatan bukti" 51
  • 53. 4.7. Menentukan terjadinya perlukaan Menentukan waktu terjadinya perlukaan (timing of the wound), pada beberapa keadaan sangat diperlukan, didalam hubungannya dengan penenhran apakah luka yang terdapat pada korban iht didapat . sewaktu hidvp (antemortem), ataukah sesudah korban mati(postmortem). Penentuan tersebut diperlukan misalnya pada kasus dimana korban setelah dibunuh, kemudian diletakan di atas rel kereta api atau dijalan, agar didapat kesan bahwa korban tewas akibat pembunuhan akan tetapi karena kecelakaan atau bunuh diri. Dasar dari penentuan waktu terjadinya perlukaan adalah adanya reaksi jaringan yang terjadi bila seseorang mendapat luka sewaktu ia masih hidup, dengan demikian perlu dilakukan pemeriksaan secara mikroskopik (pemeriksaan histologik), dan pemeriksaan histokimia. Pemeriksaan histologik, baru akan memberikan hasil bila korban dapat tetap hidup(srzrvival period), empat jam atau lebih ; yaitu dengan terlihat secara mikroskopis infiltrasi sel-sel radang. Dengan demikian bila korban tewas sebelum empat jam setelah ia mendapat perlukaan, maka penentuan waktu terjadinya perlukaan ad.alah tidak mungkin. Pemeriksaan histokimia, yang pada dasarnya melihat adanya aktivitas enzim yang berperan didalam proses penyembuhan luka, lebih bermakna didalm penentuan terjadinya luka; akan tetapidibutuhkan peralatan dan pengalaman di bidang histokimia. " Pada luka yang terjadi antemortem, akan tampak dua zone yaituzone sentral (dengan keclalaman 200-500 mikron), dimana akan memperlihatkan penurLrnan aktivitas enzim, dan zone perifer dengan kadalaman (100-300 mikron), dimana terjadi peningkatan aktivitas enzim. Aktivitas enzim adenosine triphosphatases, dan esterases, akan meningkat dengan segera dalam waktu satu jam setelah terjadi perlukaan ; sedangkan peningkatan aktivitas enzim aminopep tidases sekitar duajam ; enzim acid phosphatases dan enzim alkaline phosphatases aktivitasnya akan meningkat dalam waktu empat jam dan lima jam. 52
  • 54. 'Bab5 KECELAKAAN, BUNUH DIRI ATAU PEMBUNUHAN ? Abdul Mun'im ldries Kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan adalah merupakan permasalahan yang harus dapat dijawab, dibuat terang dan jelas oleh dokter dan khususnya oleh penyidik. Kejelasan tersebut memang diperlukan dan hants diusahakan oleh karena baik kecelakaan, bunuh diri atau pernbunuhan membawa implikasi yang berbeda-beda, baik ditinjau dari sudut penyidikan maupun dari sudut proses peradilan pada umumnya. 5.1. Kematian karena kecelakaan Kematian karena kecelakaan (accidental death) maslh merupakan kasus yang masuk didalam ruang lingkup penyidikan. Dalam kasus kecelakaan ini penyidik sering dihadapkan dengan kasus dimana tanda-tanda kekerasanjelas terlihat akan tetapi tidak ada satu petunjuk pun atau tanda-tanda yang mengarah kan adanya unsur-unsur kriminal sebagai penyebab kecelakaan itu sendiri. Yang termasuk didalam . pengertian kecelakaan disini adalah : 5.1.1. Kematian yang terjadi sewaktu sesorang penderita kelainan didalam kehidupan seksualnya, dan melampiaskan hasrat seksual yang tidak wajar tersebut dengan cara-cara yang tidak wajar pula. Kematian disini dikenal dengan autoerotic death. Pada tubuh korban banyak terdapat lilitan diantaranya ada yang melingkari alat kelamin dan leher, bila lilitan tersebut terlampau keras korban dapat mati lemas. Mati lemas dalam kasus ini disebut sexual asphixia. Keadaan di TKP teratur dan sering dijumpai bacaan atau gambar yang bersifat pornografis, juga tidak jarang ditemukan perlengkapan aneh-aneh yang dipakai untuk melampiaskan hasrat 53
  • 55. seksual yang tidak wajar, dengan kata lain korban menderita penyakit penyimpangan seksual. 5.1.2. Kematian karena tergantung ataa accidental hanging death, biasa terjadi pada anak-anak; dimana anak-anak tersebut tersangkut lehernya dipinggir tempat tidur yang mempunyai . jaruji, atau tersangkut lehernya pada percabangan pohon yang berbentuk V. 5.1.3. Kematian karena tersurnbatnya jalan udara pernafasan oleh sesuatu benda (Chocking death). Hal ini sering terjadi pada orang-orang jompo, dimana gigi palsunya tertelan atau gumpalan daging yang menytmbat jalan udara pernafasan secara tidak langsung. Choking death juga sering dijumpai pada orang-orang yang terbelakang mentalnya/retardasi mental. 5.1.4. Kematian karena tubuh mendapat tekanan yang sangat hebat (Crushing death), sehingga clinding dada tidak dapat berkembang dengan demikian berarti pernafasan akan terhenti. Kematian seperti ini clapat terjadi misalnya bila korban tergencet oleh kendaraan, terhimpit diantara orang yang berjejal-jejal ingin keluar dari pintu yang kecil atau karena tertimbun tanah longsor. 5.1.5. Kematian karena ams listrik atatt electrical shock deaths . sering terjadi pada waktu musim hujan dan orang menutupi kebocoran-kebocoran yang ada akan tetapi dengan tidak disadari terpegang kabel beraliran listrik yang isolatornya tidak baik, atau korban memegang atap seng yang bersentuhan ,, dengan kabel listrik tadi. Dalam kasus-kasus kematian karena kecelakaan seperti yang diuraikan, Penyidik, dokter atau bahkan orang awam dengan mudah dapat rnelihat dan rnenemukan tanda-tanda kekerasan yang dapat diklarifikasikan sebagai luka lecet, luka memar, luka bakar karena arus listrik, tanda-tanda tergantung yang jelas dan tanda-tanda mati lemas. Akan tetapi dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik ternyata tidak ada unsur kriminalnya. Dalam kasus seperti ini tentu penyidik dihadapkan pada permasalahsan apakah korban perlu dilakukan bedah mayat atau cukup hanya pemeriksaan luar saja. Seperti telah disinggung pada bab II tentang fungsi penyidikan serta statns dari Penyidik (Bab II :2.4.)bahwa perlu tidaknya suatu tindakan atau langkah yang harus diambil tergantung sepenuhnya pada Penyidik 54
  • 56. sebagai pimpinan penyidikan jika menurut Penyidik memang tidak ada unsur kriminal maka pemeriksaan luar saja cukup dan dapat dipertanggung jawabkan serta tidak bertentangan dengan peraturan (H.A.P') yang berlaku. Akan tetapi bia penyidik berkesimpulan akan adanya unsur memerintakan dokter untuk melakukan pembedahan n.rayat demi kelengkapan alat bukti di persidangan. 5.1.6. Kematian karena tenggelam seringkali terjadi terutama dimusim hujan yang menyebabkan banjir. Pada umumnya kematian karena tenggelam bersifat kecelakaan, non-kriminal sehingga pembedahan mayat pada kasus tenggelam sering tidak diperlukan. Kemungkinan adanya unsur kriminal tetap harus difikirkan temtama jika ada petunjuk-pehrnjuk kearah itu. Dokter yang melakukan pemeriksaan bedah mayat pada umumnya hanya dapat menentukan apakah korban yang diperiksanya memang benar rnati karena tenggelam atan mati karena penyebab lain yang kemudian mayatnya dibuang kesungai atatt stttnttr untuk menghilangkan kecurigaan pihak penyidik. Seperti diketahui bahwa pada tenggelam kematian biasanya karena mati lemas. dengan demikian air serta benda-benda asing yang terdapat dalarn air seperti pasir, ganggang atau binatang air dapat ikut masuk kedalam tubuh korban. {.danya benda-benda asing tersebut dapat dibuktikan dan nila kasus ini tidak ditemuka tanda-tanda kekerasan lain dapat disimpulkan bahwa cara kematian korban adalah kecelakaan. Bila pada pemeriksaan terdapat luka-luka pada daerah-daerah yang sulit ierkena benturan tanpa sengaja seperti pada daerah pelipis atan tnda- ' tanda perlawanan maka kemungkinan pembunuhan cukup besar. Dalam kasus tenggelam pihak penyidik yang paling berperan mengingat bahwa tidak selamanya kekerasan itu meninggalkan bekas berbentuk luka. Pemeriksaan dokter sekali lagi hanya terbatas dalam hal apakah korban mati tenggelam atau bukan dan bila matinya karena tenggelam apakah ditemukan pula tanda-tanda kekeraasan yang dapat menjuntskan Penyidik untuk melakukan tugasnya. 5.2. Bunuh diri atau pembunuhan ? Bunuh diri atau pembunuhan dapat diketahui dari pemeriksaan diTKP, pemeriksaan mayat, pemeriksaan benda-benda bukti lainnya, informasi para saksi dan lain sebagainya. 55
  • 57. 5.2.1. Pemeriksaan di TKP. Pada bunuh diri, tempat yang dipilih biasanya tersembunyi, pintu di kunci dari dalam, keadaan mangan tenang dan teratnr rapih, alat yang sering dipakai biasanya alat yang ada di dalam ' nrangan itu sendiri, alat tersebut biasanya masih ada, seering didapatkan surat-snrat peninggalan yang isinya berkisar pada ' keputus-asaan atau merasa bersalah; korban berpakaian rapih dan dalam keadaan baik. Pada pembunuhan, tidak ada tempat yang tertentu, keadaan ruang kacau balau dan sering ada barang yang hilang, alat yang dipakai biasanya alat yang dibawa/dipersiapkan oleh pembunuh sehingga biasanya alat tersebut tidak ditemukan di tempat kejadian, pakaian korban tidak beraturan dan sering terdapat robekan dan mungkin pula dapat ditemukan surat yang bernada ancaman. Keadaan bercak daraho pada bunuh diri darah berkumpul pada satu tempat/tergenang, bercak yang terdapat pada pakaian distribusinya teratur mencari tempat yang terendah tergantlrng dari tempat luka yang rnengeluarkan darah. Pada kasus pembunuhan, bercak atau genangan darah tidak beratnran mennnjukan arah pergerakan dari korban sewaktlr korban berusaha menghindar, dapat tarnpak bercak darah yang menunjukan bahwa korban diseret, bercak darah juga sering tampak mengotori dinding terutama jika korban tersudut pada dinding. 5.2.2. Pemeriksaan mayat Pada kasus dengan menggunakan senjata tajam Pada bunuh diri daerah yang dipilih adalah daerah leher, dada, perut bagian atas atau pergelangan tangan, sering dtemukan luka-luka percobaan yang berjalan sejajar baik disekitar luka yang fatal maupun pada bagian fubuh lain. Senjata yang dipakai sering dijumpai masih dalam keadaan tergenggam ditangan korban (ingat cadaveric spasm). Pada pembunuh tidak ada tempat khusus, jumlah luka sering lebih dari satu, adanya luka pada bagian belakang merupakan ciri khas pembunuh, pada lengan dan telapak tangan sering didapatkan luka-luka tangkis; pada beberapa kasus kadang-kadang korban selain ditusuk juga dihantam dengan bagian tumpul dari senjata sehingga selain luka akibat benda tajam didapatkan luka akibat benda tumpul. 56
  • 58. Luka terbuka pada daerah leher pada kasus bunuh dtrt umumnya berj alan serong, dimulai dari bagian dibawah telinga kearah bawah meliwati garis pertengahan leher. Lokasi luka apakah terletak disebelah kiri atau di sebelah kanan tergantung dari cara menggenggam senjata tajam nya, dengan demikian pada orang yang kidal lokasi lukanya ada pada sebelah kanan sedangkan pada orang yang tidak kidal lukanya terdapat pada sebelah kiri. Pada kasus pembunuhan dengan memotong daerah leher, luka yang ada pada umunnya berjalan mendatar oleh karena pada umumnya pembunuh menyerang korban dari belakang' Mutilasi Pada beberapa kastts pembunuhan khnsusnya dimana dimana motif seksual yang menjadi dasar didalam tindakan kejahatan tersebut, tidak jarang tubuh korban setelah meninggal dunia dirusak, dipotong-potong menjadi beberapa bagian; tindakan tersebut dikenal dengan sebutan mr.rtilasi. Bila motif seksual yang menyebabkan korban dibunuh, maka pemotongan tersebut biasanya pada daerah genitalia, buah dada dan kepala serta pengirisan pada bagian-bagian tubuh lainnya. Mutilasi serta pemsakan tttbuh korban yang telah menjadi mayat dimaksudkan pula untuk menghilangkan identitas korban, dengan demikian penyidikan akan menjadi sulit; dan tindakan tersebut memang ditujukan untuk menghilangkan jejak si pembunuh. Kasus H.L.Ir.N.K., merupakan contoh kasus mutilasi yang terjadi di Jakarta, demikian pula dengan kasus Bone, kasus Salatiga dan kasus K di Surabaya. Di dalam kasus mutilasi terdapat 4 masalah pokok yang hams diperoleh kejelasannya baik bagi dokter yang membuat visum et Repertttm dan khususnya bagi penyidik dalam usaha untuk mendapatkan kelengkapan barang bukti sehingga prcses penyidikan dan peradilan dapat berjalan dengan lancar. Masalah pokok tersebut adalah ; 1. Apakah bagian-bagian "tubuh" itu memang berasal dari tubuh manusia? 2 Jrka bagian-bagian tubuh tersebut memang berasal dari manusia, apakah berasal dari orang yang sama/satu individi ? 57
  • 59. 3. Identitasnya ? 4. Apayang menyebabkan kematian ? Masalah pokok yang pertama penting harus diperoleh kejelasannya, yaitu bila tubr.rh korban dipotong-potong menjadi bagian yang kecil-kecil, sehingga dengan pemeriksaan visual biasa sukar atau tidak mungkin untuk dapat dipastiican bahwa potongan tersebut berasar dari manusia. untuk ini perlu dilakukan pemeriksaan secara serologis, yaitu test precipitin ( lihat dalam Bab 3: 3.9 .5., tabel 3-2). Masalah pokok yang kedua tidak sulit untuk diselesaikan bila tub'h korban tidak terlalu ba'yak dipotong-potong, yaitu antara lain dengan melakukan pemeriksaan yang teliti dari tepi/pinggir potongan tubuh ian dibandingkan dengan tepi/pinggir potongan t*buh lainnya, apakah cocok atan tidak, bila memang berasal dari satn orang maka didalam melakukan rekonstruksi tersebut akan didapat bentuk yang sesuai; misalnya bagian dada ternyata cocok dengan bagian perut atau dengan leher. pemeriks*aan serologis juga dapat membantu didalam mencari kejelasan permasalahan Int. Penentuan identitas tidak sulit bila hrbuh korban dalam keadaan cukup baik, didalam hal ini maka pemeriksaan sidik jari, gigi, medis serta periksaan perhiasan sangat bermanfaat bila dilakukan dengan cermat, tepat dan teliti. Penentuan identitas dengan metode identifikasi melalui gigi dan medis. (antrofometri), sangat menentukan keberhasilan penyidikan pada kasus-kasus dimana hanya tulang-belulang yang diajukan sebagai barang bnkti (lihat Bab 4: 4.4.dan Bab 10). , Penyebab kematian korban dapat diketahui bila keaclaan tubuh yang tdrpotong-potong tersebut masih lengkap clan dalam penentuan penyebab kematian ini pemeriksaan toksikologis serta pemeriksaan laboratoris lainnya harus dilakukan. Kemungkinan bahwa korban mati wajar karena penyakit tetap ada. Bila kekerasan yang ter;adi pada tubuh korban mengenai bagian tulang, misalnya tengkorak rnaka perkiraan sebab kematian dapat clitentukan ; misalnya pada kas*s penernbakan atau pemnkulan dengan benda trmp'I, yaitu dari sifat -sifat kelainan yang terdapat pada tengkoralr tersebnt. Contoh kesimpulan Visum et Repertum pada kasus mutilasi Ketujuh potong bagian-bagian tubuh yang . diperiksa ternyata rnempakan satu kesatuan yaitu dari tubuh laki-laki dewasa. Luka-luka 58
  • 60. terbuka dan patah tulang pada kepala disebabkan karena kekerasan benda tajam dan turnpul. Aclapun kekerasan tajam lainnya yang menjadikan tubuh korban menjadi tujuh potongan dilakukan setelah korban meninggal dunia. Sebab matinya orang ini agaknya karena kekerasan tumpul pada kepala' Metihat sifat dari ujung-ujung tulang yang terpotong agaknya pemotongan dilakukan dengan gergaji dan penggergajian dilakukan pada posisi tubuh korban terlentang. Dari kesimpulan Msum et Reperfum seperti diatas telah tercaknp empat masalah pokok yang hams dapat diperoleh kejelasannya didalam melakukan pemeriksaan kasus mntilasi, dengan demikian proses penyidikan (termasuk interogasi dan rekonstmksi), serta proses peradilan dapat berjalan dengan lancar. 59
  • 61. ' Tatrel 5-1 : Cara Kematian Akibat Senjata Tajam Faktor Pembttnuhan Bunuh diri TKP: Lokasi Kondisi Pakaian Variabel Tersembunyi Tidak teratur Teratur Tertembus Terbuka, luka tampak jelas. Tidak ada Ada Senjata Surat/catatan Peninggalan Tidak ada Ada(seringkali) Luka : Titik anatomis Variabel Tertentu Jumlah(fatal) Satu atau lebih Biasanya satu Luka percobaan Tidak ada Ada Lrrka tangkis Ada (biasanya) Tidak ada Tanda pergulatan Ada (biasanya) Tidak ada Mutilasi * Ada (dapat) Tidak ada Arah irisan Variabel Sejajar *) . Mutilasi adalah memotong tubuh korban menjadi beberapa bagian yang dilakukan setelah korban mati, dengan maksud untuk menghilangkan identitas korban dan memndahkan si-pelaku kejahatan menyembunyikan membuang tubuh korban. Pada kasus dengan menggunakan benda tumpul Benda tumpul seperti batu, tongkat, batang pohon, kursi atau kepalan tangan hampir selalu dapat dipastikan hanya digunakan pada kasus pembunuhan, bunuh diri dengan benda tumpul sangat jarang, misalnya dengan membenturkan k'epala; oleh karena kematiannya biasanya mendatangkan rasa nyeri yang hebat dan perlu wakhr yang lama, sedangkan korban sering mengurungkan niatnya. Pada kasus dengan menggunakan senjata api Pada umumnya jenis senjata yang sering dipakai untuk maksud- maksud kriminal dan bunuh diri adalah senjata genggam, senjata yang berlaras panjang jarang dipakai khususnya untuk bunuh diri karena sulit melakukannya. 60
  • 62. Pada bunuh diri dengan senjata api, daerah yang dipilih adalah pelipis, dahi, mulut dan dada. Letak serta arah dari luka itu sendiri tergantung dari keadaan korban, kidal atau tidak. Jika korbannya kiclal tentu lokasi luka umumnya pada sebelah kiri, sedangkan mereka yang sehari-harinya memakai tangan kanan lokasi l1ka tentunya disebelah kanan. Jika pada pemeriksaan diperkirakan jarak tembaknyajarak dekat, dalamjangkauan lengan bunuh diri harus dipikirkan dahulu, kecuali jika lokasi lukanya dibagian belakang. Jumlah luka tembak masuk biasanya hanya sebuah. Pada pembunuhan tidak ada tempat khusus untuk dijadikan sasaran tembaknya luka tembak masttk yang terdapat pada bagian belakang menunjukan kasus pembunuhan. pada pemburnuhan propesional daerah belakang kepala serta daerah tepat dibelakang telinga merupakan tempat yang sering dipilih. Daerah dahi, pelipis serta daerah mulut juga sering dijadikan sasaran khususnya j ika korban sudah dalam keadaan terpojok dan ticlak berdaya. Arah saluran lukapada lukatembakyang masuk di n-rulutperlu diperiksa dengan baik, pada bunuh diri arahnya dari depan bawah kebelakang atas; sedangkan pada pembunuhan arahnya dari depan atas kebelakang bawah. Lidah pada bunuh diri un,umnya tidak terluka sedangkan pada pembunuhan seringkali hancur pada bagian pangkalnya. Pada kasus kecelakaan.tidak ada ciri khusus, dalam hal ini pemeriksaan di TKP serta informasi para saksi penting. Bila didalam tubuh korban ditemukan anak pelum maka anak t''eluru tersebut perlu dicatat dan dilaporkan dengan jelas perihal uktlran panjang, garis tengah/kalibeq warna logam, jumlah dan arah galangan serta serta berat dari anak peluru dan cacat yang ada. Pemberian tanda pada bagian dasar dan atau bagian hidung anak peluru harus dibuat, hal mana untuk memudahkan untuk rnengingat kembali dipersidangan dan untuk menghindari kemungkinan tertukarnya barang bukti yang penting tersebut. Apakah korban seorang kidal ? untuk dapat mengetahui apakah seorang korban itu kidal atar.r tidak dapat dilakukan dengan pemeriksaan yang sederhana,.pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut : 61
  • 63. Pertama-tama ditentukan titik-titik yang sama letaknya pada kedua lengan korban, nrisalnya titik-titik tersebut retaknya l0 sentimetei dari siku. Kemudian dengan alat pengukur atau jika tidak ada dapat dipakai benang, diukur lingkaran lengan atas kiri dan kanan pada ketinggian iesuai der:rgan titik yang sudah ditenhrkan. . ll$ ternyata lingkaran lengan kanan lebih besar dari lingkaran lengan kiri, ini berarti korban sehari-hari lebih sering/lebih aktif irenggunatan tangan kanannya. Bila lingkaran pada lengan kiri lebih besar dari Ti-ngkaran lengan kanan, ini berarti korban adalah seorang yang kidal. .. Dengan pemeriksaan yang sangat seclerhana ini banyak kas*s dapat dipecahkan dengan mudah, selain dalam hal penentuan bunr.rh diri atau bukan juga dapat dimanfaatkan rekontruksi ataupun pada keterangan kesaksian dirnuka persidangan. Pada kasus dengan menggukan alat penjerat Pada penggantungan jika kasusnya bunuh diri, maka alat penjerat yang terdapat pada leher berjalan dengan letak simp'l pacla sebefah atas, jumlah lilitan sekali atau sering berulang kali, simpulnya simp*l hidup, jejas jerat yang sebenarnya merupakan luka lecet Gkan berwina merah coklat dengan perabaan seperti perkamen dan letaknya sesuai dengan letak alat penjerat menekan leher, di sekitar jejas jeraf dapat ditemukan gelembung-gelembung dan pelebaran pembuluh dirah yang merupakan tanda intra vital. Tanda-tanda asfiksia/mati lemas yaitu bintik-bintik pendarahan pada mata' mnka dapat dilihat. Jika korban lama dalam keadaan tergantung lebam_mayat pada ujung-'jung anggota gerak akan tampak. Mukikorban tampak sembab, lebih .gelap,mata dapat menonjol keruar demikian pula halnya..dengan lidah. Jika alat penjeratnya mempunyai p.nurnpung yong k6cil (berarti tekananya besar) alat penjerat teriebrit dapat aliran*darah dalam pembuluh nadi dan pembuluh balik, dengan demikian muka korban akan tampak pucat, mata tidak akan menonjol. Sedangkan menjulurnya lidah tergantung dari letak alat penjerat itu sendiri apakalh disebelah depan atau di sebelah belakang. Pada pembunuhan alat penjerat berjalan mendatar, biasanya satu lilitan dengan simpul mati dan letak alat penjerat umunmya lebih kebawah, menjauhi rahang bawah dan kerenjar gondok, pada daerih leher mungkin terdapat tanda-tanda bekas.pencekikan yang berbentuk luka lecet seierti bulan sabit atau luka memar, pada keadaan yang demikan tulang lidah koiban dapat patah. Penjeratan dengan tangan (manual strang.dation) iidak mungkin dapat digunakan untuk maksudbunuh diri dengan demikian manual strangtlation 62
  • 64. atau pencekikan hanya terjadi pada kasus pembunuhan. Kematian pada kasus-kasus penjeratan seperti telah diuraikan, umumnya karena mati lemas, dengan demikian tanda-tanda mati lemas merupakan kelainan yang dominan. Akan tetapi bila tanda-tanda mati lemas tidak ada, jangan terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa korban mati bukan karena penjeratan, alat penjerat hanya untuk menyulitkan penyidik /memberi kesan seolah-olah bunuh diri. Selain karena mati lemas/asfiksia, kematian pada kasus penjeratan dapat oleh karena hal lain/mekanisme kematian lain, sepefti reflek vagal ya-ng menyebabkan terhentinya deny[tjantung, otak tidak mendapat oksigen tukup oleh karenajeratannya sangat kuat menekan semna pembuluh darah yang menuju ke otak atau karena terjadinya patah atau diskolasi ruas tnlang leher yang berakibat put$snya sumsum tulang belakang. Keluar air mani, air seni atau tinja juga bukan merupakan tanda khas dari penjeratan. perlu diketahui bahwa semakin dekat tubuh korban ke lantai pada kasus penggantungan, semakin besar dugaan br"rnuh diri. Semakin jauh jarak antara simpul didaerah leher dengan simpul pada tumpuan dimana alat penjerat itu diikat, maka dugaan bunuh diri harus dipikirkan lebih dahulu. S'ebaliknya semakin jauh jarak antara tungkai dengan lantai dan semakin dekat simpul didaerah leher dengan simpul pada tumpuan, maka kemungkinan pembunuhan hams dipikirkan terlebih dahulu terutama bila ada petunjuk-petunjuk yang menctlrigakan akan adanya unsur kriminal bbrperan pada kematian korban. Penjeratan dengan tangan (manual strangulation) Penjeratan dengan mempergllnakan tangan sendiri adalah merupakan hal yang tidak mungkin, oleh karena dengan adanya tekanan pada leher akan menyebabkan terjadinya kehilangan kesadaran dan dengan sendirinya tekanan pada leher tersebut akan terhenti. Dengan demikian penjeratan dengan tangan atau pencekikan selalu menrpakan kasus pembunuhan. Kelainan yang didapatkan pada korban adalah adanyajejas kuku(h.rka lecet tekan berbentuk garis lengkung), yang sering pula disertai dengan rrdanya memaf di daerah tersebgt. Jika pencekikan dilakqkan dengan mempergunakan satu tangan yaitu tangan kanan maka jejas kuku ataupun 63
  • 65. memar akan tampak lebih banyak pada daerah leher sebelah kiri (akibat lefgan dari empat jari), sedangkan pada sebelah kanan hanya sedikit (akibat tekanan dari ibujari). Tidak adanya jejas kuku yang berupa luka lecet tekan atau memar tidak menyingkirkan kemungkinan adanya pencekikan. Kelainan akan tampak lebih jelas dan luas khnsusnya pada orang_ orang tua dimana jaringan di daerah leher sudah sedemikian longgarnya. Pada pemeriksaan dalam akan tampak adanya perdarahan padilaringun dibawah kulit dan otot.yang sesuai dengan jejis kLrku; paiahnya tula"g lidah, rawan gondok sering ditemukan pada kazus pencekilan. . Pg.ljgrulan .dengan tangan atau pencekikan pada tmumnya baru dapat dilakukan jika keadaan korbannya remah, misilnya pada anik-anak, perempuan (terutama yang gemuk), dan pada orang yang sudah tua. Dengan demikian pada kasus dimana korbannya adalah seo.ang per"mp,an dimina motif seksual seringkali menjadi alasan untuk melakukan pencekikan, maka pemeriksaan daerah genitalia baik pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam dan pemeriksaan laboratori*m harus selal* dilakukan dlngan baik. . Pada kasus pencekikan dimana tersangka pelakunya dengan segera dapat ditangkap, maka pemeriksaan kuku dali si tersangk"a terslbut (dengan mengerok kuku bagian dalam), harus dikerjakan dJngan tujuan rnencari jaringan kulit atau darah dari korban yang terbawa pada k-uku si tersangka pelaku pencekikan tersebut; demikian pula pemeriksaan zakar unhrk.mencari sel-sel epitel dinding vagina bila motif ieksual merupakan alasan untuk melakukan pencekikan korban tersebut. Tabel 5-2 : Cara Kematian Pada penggantungan Faktor Pembunuhan Bunuh diri TKP: Lokasi Kondisi Pakaian Alat Variabei Tidak teratur Variabel Berasal dari si pembunuh Tidak ada Variabel, bila terkunci dikunci dari luar Tersembunyi Teratur Rapih dan baik Berasal dari alat yang tersedia di tempat Ada(seringkali) Terkunci dari dalam Surat/catatan Peninggalan Kamar 64
  • 66. Alat penjerat : Simpul Lilitan Mati(biasanya) HiduP Hanya sekali Sekali taPi sering Berulang kali Mendatar Serong keatas. Lebih dekat Jauh Arah Jarak simpul dengan tumpuan. Korban: Jejasjerat Jejas berjalan mendatar Ada (biasanya) Ada (sering didaerah leher) Jauh jejas, merah coklat seperti perkamen; serong Tidak ada Tidak ada (biasanya) Luka percobaan dapat ditemukan Dekat, seringkali masih menempel. Perlawanan Luka-luka lain Jarak dengan lantai * dijerat kemudian digantung 5.3. Penyidikan pada kasus kematian karena terbenam ,. Kematian karena terbenam atau tenggelam adalah salah sahr benttil< dari mati lemas /asfiksia, dimana asfiksia tersebut dapat disebabkan karena korban terbenam seluruhnya ata.u sebagian terbenam didalam benda cair . Penyiclikan pada kasus-kastts tersebut perlu dilakukan dengan baik oleh karena selain kasusnya memang banyak ditemukan(di Jakarta dalam tahun 1974 s/d tahun TgT6,kematiankarena tenggelam sebesar 4g,31oh dari seluruh kematian karena kecelakaan dluar kecelakaan lalu-lintas), juga oleh karena penentuan apakah kasns terbenam itu l<asus kecelaknan, bunrth diri atau pembunuhan bukanlah hal yang mudah. Penyidikan ditujukan terutama untuk mendapat kejelasan apakah korban masih hidup sewaktu terbenam ataukah sudah menjadi mayat sewaktu dibenamkan. 65
  • 67. 5.3.1. Tanda-tanda pada pemeriksaan Iuar - Tubuh korban tampak pucat, teraba dingin dimana proses penLrrunan suhn mayat dalam hal ini kira-kira dua kali lebih cepat, dengan penurunan suhu rata-rata 5F per jam dan biasanya suhu mayat akan sama dengan suhu lingkungan . dalam waktu sekitar 5-6 jam. - lebam mayat berwarna merah terang seperti halnya pada kasus keracunan gas CO, lebam mayat terdapat di daerah kepala, leher dan bagian depan dada. - Dari lubang dan mulut keluar busa halus berwarna putih,ini merupakan petunjuk bahwa korban memang mati terbenam atau mati karena asfiksia pada umumnya. Busa tersebnt lama-lama akan berwarna kemerahan dan bila dihilangkan busa tersebut akan keluar lagi khususrrya bila dada korban ditekan. - Mata tampak kongestif dan terdapat bintik-bintik perdarahan. - Pada tangan korban dapat ditemukan sedang menggenggam benda-benda pasir, dahan atau rumput(ingat cadaveric spasm),bila keadaan ini didapatkan pada kasus hal tersebut mempakan pehrnjuk kuat bahwa kematian korban karena terbenam atau menunjukan intravitalitas. Luka-luka yang sering ditemukan umumnya luka,.postmor- . taI", yang diperoleh sebagai akibat tubuh mayat bersentuhan dengan benda-benda yang ada dalam air atau dengan dasar dimana ia terbenam. Bila didapat kepastian bahwa lukanya adalah luka "intra-vital" yaiflr luka yang diperoleh korban semasa hidup penyidik harus menaruh perhatian yang lebih besar. 5.3.2. Tanda-tanda pada pemeriksaa dalam/bedah mayat - Busa halus dan benda-benda yang terdapat didalam air ftrasir, tumbuhan dsb) akan dapat ditemukan dalam saluran pernafasan/batang tenggorok dan cabang-cabangnya. Diatomae yaitu ganggang bersel satu dapat ditemukan dalam pam-pam dan organ tubuh lainnya. - Pada terbenarn di air tawar (fres water drowning), part- paru sangat mengembang, pucat, berat dan bila ditekan akan mencekrutg, keadaan mana dikenal dengan nama emphysema aquasum, teraba krepitasi danparu-paru tersebut akan tetap bentuknya bila dikeluarkah dari rongga dada, dan pada pengirisan setiap potongan akan mempertahankan 66
  • 68. bentuknya, pada pemijatan keluar sedikit busa dan sedikit ca i ran. - Pada kasus yang terbenam dalam air asin (salt waterdrowning), paru-paru berat, penuh berisi air, perabaan memberi kesan sepefti meraba jelly dan bila dikeluarkan dari rongga dada bentuknya tidak akan bertahan sedangkan pada pengirisan tampak banyak cairan yang keluar. jika pada pemeriksaan ditemukan keadaan yang berbeda dengan keadaan diatas hal ini masih mttngkin, dimana kematian bnkan karena mati lemas akan tetapi oleh karena hal-hal lain; misalnya karena hiperventilasi (pada perenang yang pandai oleh karena terlalu di forsir sebelum berenang, hal ini akan menyebabkan korban akan kehilangan kesadaran akibat kekurangan oksigen sebelum timbul impuls untuk bernafas. Reflek juga dapat menyebabkan kematian pada kasus terbenam, perangsangan pada reseptor dalam paru-paru akan menimbulkan spasme/kekejangan pada pangkal tenggorak dan terhentinya pernafasan. Inhibili atau penghatnbatan jantung oleh karena stimulasi vagal juga dapat menyebabkan kematian, didalam hal ini masuknya air secara tiba-tiba kedalam pangkal hidung dan pangkal tenggorok(naso faring dan laring). - Dalam lambung dar.r organ-organ dalam tubuh serta sllmstlm flrlang dapat ditemttkan pula benda-benda asing yang berasal dari dalam air, seperti lumpuq tumbuhan dan secara rnkroskopis dapat dilihat adanya ganggang. Pada setiap kasus terbenami bedah mayat perlu dilakukan terutama bila penyidik mempunyai dugaan adanya unsur kriminal pada kasus yang bersangkutan. Diagnosa kasus kematian karena terendam dapat ditegakkan temtama bila ada tanda-tanda yang menunjang diagnosa tersebnt, yaitu: tangan menggenggam erat sesuatu benda, adanya busa halus dalam saluran pernapasan / pipa udara, adanya air (dengan isinya bila ada) dalam lambung, gambaran paru-paru yang khas serta ditemukanya diatomae didalarn alat - alat dalam fubuh dan sumsum tulang. Hipoksia dan asfiksia Hipoksia adalah suatu keadaan dimana sel gagal untuk melangsungkan metabolisme secara efisien. Istilah hipoksia lebih tepat bila dibandingkan dengan istilah anoksia, yang banyak dipakai pada masa-masa lalu . Hipoksia dapat dibagi menjadi 4 grup, yaitu : (1) anoksik atau hipoksia, dimana oksigen tidak dapat masuk ke dalam aliran darah ; (2) anemik, dimana darah tidak dapat membawa oksigen yang cukttp untuk jaringan; (3) stagnan, dimana oleh karena sesuahl sebab terjadi kegagalan 67